3. METODOLOGI 3.1.
Waktu dan lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah pengolahan citra dan penyusunan basis data awal yang dilakukan pada bulan April 2008. Tahap kedua adalah survei lapang untuk pengamatan ekosistem pesisir dilakukan pada bulan Mei hingga Juni 2008 dan tahap terakhir adalah pengolahan data akhir (analisis spasial IKL) dilakukan pada bulan November hingga Januari 2009 di Laboratorium Penginderaan Jauh dan SIG Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Lokasi penelitian terletak di perairan Pulau Pramuka, Pulau Panggang, Pulau Semak Daun (Karang Lebar) hingga Karang Congkak. Pulau-pulau tersebut termasuk dalam kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKS). Peta lokasi penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2.
3.2.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Seperangkat komputer dengan OS WindowsXP Professional dan perangkat lunak untuk imageprocessing dan spatial analysis. 2. Global Positioning System (GPS). 3. Peralatan selam.
4. Peralatan tulis bawah air dan roll meter. 5. Kamera dan video underwater.
6. Transek kuadrat ukuran I x 1 meter. 7. Perahu motor.
Gambar 2. Peta lokasi penelitian IKL perairan Pulau Pramuka, Panggang, Semak daun dan Karang congkak, Kepulauan Seribu, Jakarta. 3.3.
Jenis dan sumber data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data atribut sebagai data primer dan data spasial sebagai data sekunder. Data atribut merupakan informasi sumberdaya pesisir yang terdapat pada data spasial. Data ini diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan (ground check) di sepanjang wilayah pesisir Pulau Pramuka, Panggang, Semak Daun (Karang Lebar) dan Karang Congkak. Jenis data atribut antara lain adalah: 1. Data karakteristik pantai, meliputi kelandaian, jenis pantai dan manfaat
ekologinya. 2. Data ekologi perairan, meliputi data penutupan terumbu karang dan lamun.
3. Data penggunaan lahan pada kawasan pesisir dan kawasan bemilai penting seperti daerah pembenihan mangrove, budidaya laut (Keramba Jaring Apung), dan daerah resort wisata. Data spasial yang digunakan dalam penelititan ini adalah: 1. Citra Formosat-2 2007full scene daerah Kepulauan Seribu dengan jadwal
akuisisi 29 Agustus 2007 yang diperoleh dari bagian PTISDA, Badan Pusat Pengkajian Teknologi (BPPT). 2. Peta Lingkungan perairan pulau Pramuka, Panggang dan Semak Daun skala
1 : 50.000 yang diperoleh dari Bakosurtanal. 3.4.
Metode penelitian Penelitian dimulai dengan tahap persiapan, meliputi pengolahan citra awal
dan pengumpulan basis data sebelum dilakukan pengamatan data biofisik (survey lapang). Tahap ini dilakukan untuk menghasilkan citra yang sesuai dengan keadaan aslinya. Hasil interpretasi citra ini digunakan sebagai salah satu acuan dalam menentukan titik pengamatan pada saat survey lapang di lokasi penelitian. Penentuan koordinat titik stasiun dilakukan dengan GPS sebagai area yang mewakili daerah penelitian secara keseluruhan. Tahap selanjutnya adalah survei lapang. Ada beberapa kegiatan yang dilakukan dalam survei lapang, di antaranya adalah pengambilan data substrat dasar perairan seperti ekosistem terumbu karang, pengamatan karakteristik pantai di lokasi pengamatan dan kawasan bemilai penting bagi manusia. Pengamatan ekosistem terumbu karang dilakukan dalam 33 stasiun pengamatan dengan menggunakan dua metode yaitu Line Intercept Transect (LIT) sejumlah 15 stasiun dan Rapid ReefAssesment (RRA) sejumlah 18 stasiun.
Pengambilan data karang dilakukan pada kedalaman 3 meter. Kedaarnan ini mewakdi kondisi karang di perairan dangkal. Menurut Jackson et al., (1989) in Sloan (1993), perairan Panama terjadi penurunan persen penutupan karang hingga 76% akibat adanya tumpahan minyak pada kedala~nankurang lebih 3 meter. Line Intersept Transect adalah metode transek garis menyinggung. Pertama-tama meteran sebagai LIT dibentangkan sepanjang 50 meter, jeda tiap 10 meter, sehingga terdapat tiga kali ulangan setiap kedalaman dalam satu stasiun. Sarnpel diambil di beberapa lokasi yang mewakili semua kategori penutupan yang nampak secara visual dari citra dengan transek kuadrat berukuran 1x1 meter. Data karang dicatat sesuai dengan kategori bentuk pertumbuhannya (lifeform) dengan tetap menyelam perlahan. English et al.,(1997) mendeskripsikan lifeform karang dalam bermacam-macam kategori yang disajikan dalam Tabel 2. Data lfeform karang ini kemudian dihitung persen penutupan karangnya dengan formula berdasarkan hasil kajian dari English et a1.,(1997):
dimana : Li = persentase penutupan biota karang ke-i; ni = panjang total kelompok biota karang ke-i; dan L = panjang total transek garis Metode RRA adalah metode pengamatan biofisik ekosistem terumbu karang dengan teknik visual berdasarkan time swimming (kayuhan kaki). Pengamat melakukanJin swimming dengan mengamati dan mencatat persen penutupan karang berdasarkan lfe form-nya. Jarak dan lamanya pencatatan pengamat tergantung pada kebutuhan (Manuputty et al., 2006).
Sumber: English et a1.,(1997)
Data mangrove dalam penelitian ini menggunakan data sekunder dari Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu (BTNKS). Hal ini berhubungan dengan kondisi dan kerapatan mangrove yang terdapat di lokasi penelitian termasuk kategori rendah sehingga tidak dilakukan pengambilan data secara langsung. Kondisi mangrove dl Pulau Pramuka, Panggang dan Semak Daun masih dalam tahap pembibitan mangrove dan juga merupakan mangrove buatan. Pengamatan data karakteristik pantai meliputi jenis pantai dan manfaat ekologinya. Pengamatan ini dilakukan pada 5 stasiun pengamatan (Pulau Pramuka, Panggang, Karya, Semak Daun dan Congkak). Setiap stasiun terdiri dari tiga lokasi pengamatan. Jenis pantai ditentukan dengan metode pengamatan secara visual. Data manfaat dan kegunaan pantai didapatkan dari hasil wawancara penduduk setempat. Pengamatan data survey lapang lainnya adalah kawasan bernilai penting di lokasi penelitian. Kawasan bernilai penting diantaranya adalah daerah resort wisata, penghijauan, daerah perikanan tangkap dan budidaya laut seperti keramba jaring apung dan pelabuhan. 3.5.
Anatisis data citra satelit Citra satelit Formosat-2 dalam penelitian ini digunakan untuk menyajikan
informasi nil mengenai objek dl permukaan, khususnya informasi spasial ekosistem pesisir untuk pemetaan LKL. Pemrosesan citra satelit (image proccessing) merupakan bagian penting dari keseluruhan rangkaian penggunaan data remote sensing. Imageproccessing merupakan suatu teknik pengolahan data berbasis raster. Program yang digunakan adalah ER Mapper 7.0 untuk mengoiah
dan menampilkan materi substrat dasar perairan. Data yag dihasilkan berupa data yang siap untuk dianalisis secara spasial untuk berbagai keperluan. Pengolahan data citra satelit meliputi proses pemotongan citra agar sesuai dengan cakupan daerah penelitian (Cropping), koreksi geometrik, koreksi radiometrik, komposit dan penajaman citra (image enhancement) dan klasifikasi citra satelit. 3.5.1. Cropping
Perekaman daerah oleh sensor satelit mencakup daerah rekarnan yang sesuai dengan luasan sapuan dan resolusi spasial dari sensor yang digunakan, oleh karena itu perlu adanya pemotongan data citra (cropping) yang bertujuan untuk membatasi daerah sapuan sensor sesuai dengan daerah kajianlArea of Interest
(AOI) sehingga mempemudah dalam proses interpretasi citra. 3.5.2. Koreksi geometrik Data yang ditransmisikan dari satelit ke bumi akan mengalami gangguan (distorsi) geometrik yang terjadi karena adanya pegeseranpixel dari letak sebenarnya. Distorsi ini disebabkan oleh kurang sempurnanya sistem kerja Scan Deflection System, ketidakstabilan sensor dan satelit. Untuk itu, koreksi geometrik dilakukan untuk mengurangi distorsi-distorsi tersebut. Menurut Prahasta (2008) koreksi geometrik ada dua tahap, tahap pertama adalah transformasi koordinat. Proses ini dilakukan dengan menggunakan bantuan Ground Control Point (GCP). Ground Control Point adalah suatu kenampakan geografis yang unik dan stabil, sifat geometrik dan radiometriknya serta lokasinya
dapat diketahui dengan tepat. Tahap kedua resampling yaitu proses penentuan kembali nilaipixel sehubungan dengan koordinat baru. 3.5.3. Koreksi radiometrik
Menurut Prahasta (2008) efek hamburan di atmosfer yang disebabkan oleh molekul-molekul air merupakan masalah bagi citra yang hams dihilangkan atau diminimalkan untuk menghindari bias pada tiap kanal spektral. Koreksi ini dilakukan dengan cara mengurangi nilai-nilai piksel band-band yang bersangkutan dengan nilai digital piksel airnya Untuk mendapatkan efek visual yang kurang lebih sama, dapat dilakukan peregangan histogramnya (Histogram stretching) sampai batas maksimurn (0-255).
3.5.4. Penajaman citra Penajaman citra pada analisis terumbu karang merupakan kombinasi dari tiga kanal cahaya tampak (RGB), yaitu gabungan dari kanal 4(NIR), 2(hijau), l(biru) dari citra Formosat. Penggambaran informasi karakteristik dasar perairan dangkal digunakan model algoritma yang berasal dari penurunan persamaan 'Standard Exponential Attenuation Model ' oleh Green et a1 (2000). Algoritma tersebut menggunakan band 1 dan band 2 dari citra Landsat 7ETM. Citra Formosat-2 merniliki karakteristik panjang gelombang band 1 dan band 2 yang sama dengan citra Landsat 7ETM, sehingga dapat juga digunakan untuk algoritma Lyzenga. Dasar penggunaan band 1 dan 2 yaitu karena kedua band ini memiliki penetrasi yang baik ke dalam kolom air. Algoritma tersebut yaitu:
a=
(varB1- var B2) (2covBl* B2)
Dimana: Y = Citra hasil ekstraksi dasar perairan; T M =Band I dari Formosat-2; TMZ =Band 2 dari Landsat 7 E T M ;ki/& = koefisien atenuasi, B1= kanal biru, B2 = kanal hijau. 2.4.1. Klasifikasi citra
Klasifikas citra (pada citra digital) merupakan suatu proses penyusunan dan pengelompokan semua piksel (yang terdapat dalam band citra yang bersangkutan) ke dalarn beberapa kelas berdasarkan suatu kriteria atau kategori objek, sehingga menghasilkan peta tematik dalam bentuk raster. Proses klasifikasi dibagi menjadi dua yaitu klasifikasi terbimbing (supervised classrfication) dan klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classrfication). Proses klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi unsupervised. Klasifikasi unsupervised dilakukan dengan asumsi bahwa citra daerah penelitian terdiri dari beberapa band citra. Pada klasifikasi ini salah satu menu program ER Mapper 7.0 akan mencari kelompok-kelompok (clusters) properties spektral piksel-piksel yang bersifat alamiah. Program ini akan menandai setiap piksel ke dalam sebuah kelas berdasarkan parameter-parameter pengelompokan awal yang didefinisikan oleh peneliti (Prahasta, 2008). Peneliti menggunakan 40 kelas dalam pengklasifikasian citra yang selanjutnya dikelaskan dang menjadi 7 kelas yaitu karang hidup, karang mati, lamun, pasir, lagoon,
perairan dalam, dangkal dan daratan. Pembagian kelas ini memberikan gambaran lebih detail mengenai kondisi ekosistem pesisir dan perairan di lokasi penelitian 3.6.
Matriks kesesuaian untuk pemetaan IKL, Penentuan nilai (skor) yang digunakan dalam matriks untuk pemetaan IKL
mengacu pada nilai yang telah diterapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bekerja sama dengan Canadian International Development Agency
(CIDA) dan juga telah diterapkan untuk Negara Amerika Serikat serta wilayah Asia Timur (Tabel 3). Parameter-parameter yang digunakan antara lain: parameter ekosistem terumbu karang, karakteristik pantai, tingkat kerapatan mangrove dan kawasan bernilai penting bagi penduduk setempat. Matriks tersebut belurn memiliki bobot untuk setiap parameter, sehingga dalam proses analisis spasialnya dapat diasumsikan bahwa setiap parameter memiliki tingkat kepekaan lingkungan yang sama terhadap tumpahan minyak. Berdasarkan kondisi tersebut, maka dalam penggunaan matnks kesesuaian selanjutnya dilakukan modifikasi untuk beberapa parameter mulai dari menentukan parameter-parameter yang berpengaruh pada daerah yang peka terhadap tumpahan minyak hingga pemberian bobot untuk setiap parameter. Pembobotan setiap parameter berdasarkan pada dominasi pengaruh parameter tersebut dalam zona kepekaan lingkungan, sehingga dapat diketahui parameter yang sangat berpengaruh dalam penentuan wilayah pesisir yang peka terhadap tumpahan minyak. Pemberian scoring dilakukan untuk menilai faktor pembatas pada setiap parameter.
Sumber: KLHICIDA (1984) in Sloan (1983). Tabel 4. Matriks kesesuaian untuk pemetaan IKL di pesisir (hasil modifikasi)
Sumber: Modifikasi dari KLWCIDA (1984) in Sloan (1983) dan konsultasi dengan pembimbing.
Parameter-parameter yang digunakan dalam pemetaan IKL ini melibatkan faktor ekologi perairan, karakteristik pantai, jarak pemukiman dari perairan dan kawasan bernilai penting (Tabel 4). Parameter ekosistem terumbu karang pada matriks IKL dari KLH berubah menjadi parameter ekologi perairan. Ekosistem terumbu karang merupakan parameter biologi sehingga, dalam SIG, parameter tersebut tidak dapat dispasialkan menurut persen penutupannya dengan hanya berdasarkan data suwei lapang. Parameter ekologi perairan juga mencakup kondisi substrat dasar perairan (karang hidup, karang mati, lamun, pasir) dan ekologi perairan lainya seperti gobah (lagoon). Berdasarkan survei lapang di lokasi penelitian terdapat beberapa lagoon. Minyak yang tumpah di daerah
lagoon akan terperangkap dan mempengaruhi kegiatan perikanan budidaya kerambajaring apung yang ada di lokasi penelitian. Parameter jarak pemukiman dari perairan ditambahkan dalam matriks IKL karena dampak yang diterima jika terjadi tumpahan minyak. Peneliti inengasumsikan jarak radius 500 meter merupakan daerah yang sangat peka terhadap tuinpahan minyak karena merupakan pusat aktifitas sosial ekonomi penduduk setempat seperti perikanan budidaya dan tempat wisata pantai. Parameter ini inendapatkan bobot yang terkecil karena dampak pencemaran minyak yang diterima tidak berpengaruh langsung terhadap penduduk setempat, lain halnya dengan parameter ekologi perairan. Ekologi perairan mendapatkan bobot yang tertinggi disebabkan dampak pencemaran yang diterima sangat mempengaruhi kondisi ekosistem yang ada di perairan tersebut jika terjadi tumpahan minyak.
3.7.
Analisis spasial untuk pemetaan IKL Data spasial dikelompokkan menjadi dua macam layer, yaitu layer dasar
(base map) dan layer tematik. Base map seperti layer ekologi perairan dihasilkan dari proses analisis hasil klasifikasi terhadap data citra satelit pada tahap sebelumnya. Layer tematik terdiri dari layer karakteristik pantai, jarak pemukiman dari perairan dan kawasan bernilai penting. Layer tematik ini dihasilkan dari analisis spasial (point, line danpolygon) yang merupakan hasil input data survey lapang maupun data sekunder. Layer-layer yang telah diinput tadi kemudian diedit luasannya sesuai dengan daerah kajianIAO1. Tahap selanjutnya adalah input data atribut yang bertujuan untuk memberikan keterangan pada masing-masing layer dan menghasilkan basis data spasial yang mewakili fenomena alam. Proses input data atribut hams diperhatikan hal-ha1 sebagai berikut: nama atribut, jenis atribut, jumlah space atau ruang yang diperlukan untuk setiap atribut. Analisis spasial yang digunakan untuk pemetaan IKL berdasarkan metode
Cell BasedModeling, baik untuk pengkelasan maupun untuk overlay setiap parameter yang telah diperoleh dari pengukuran lapangan maupun ekstraksi citra satelit. Setelah seluruh parameter dikelaskan, maka metode overlay dengan pembobotan (weight overlay) dilakukan pada semua layer tematik dan base map. Seluruh parameter yang dilibatkan memiliki format data grid (raster) sehingga
metode overlay-nya disebut Raster Overlay. Kriteria matriks kesesuaian untuk pemetaan IKL dapat dilihat pada Tabel
4. Seluruh bobot dan skor pada keseluruhan kriteria kepekaan lingkungan akan diproses melalui sofiware yang digunakan dan akan dihasilkan klasifikasi zona
kepekaan lingkungan terhadap tumpahan minyak. Zona yang dimaksud dalam ha1 ini adalah zona sangat peka dengan kode-5, zona yang peka dengan kode-4, zona sedang dengan kode-3, zona kurang peka dengan kode-2 dan zona tidak peka dengan kode-I. Setiap zona akan memiiiki kisaran nilai IKL,. Nilai tiap kelas didasarkan pada perhitungan dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan : N = Total bobot nilai Bi = Bobot pada tiap ktiteria Si = Skor pada tiap criteria Selang tiap-tiap kelas diperoleh dari jumlah perkalian nilai maksimum tiap bobot dan skor dikurangi jumlah perkalian nilai minimumnya yang kelnudian dibagi menjadi jumlah kelas (lima), yang dituliskan dengan rumus sebagai berikut:
Dari perhitungan diperoleh selang kelas sebesar 0,8000 dengan nilai N-minimum sebesar 1 dan N-maksimum sebesar 5. Nilai kelas S1 (tidak peka) didapatkan dari skor total kelas S1 (1) ditambah dengan 0,8000. Nilai kelas S2 (kurang peka) didapatkan dari selang maksimum S1 (1,8000) ditambah dengan 0,8000. Nilai kelas S3 (sedang) didapatkan dari selang maksimum S2 (2,6000) ditambah 0,8000. Nilai kelas S4 (peka) didapatkan dari selang maksimum S3 (3,4000) ditambah 0,8000. Nilai kelas S5 (sangat peka) didapatkan dari selang maksimum S4 (4,2000) ditambah 0,8000.