BAB IV EVALUASI PROSES PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23/26 PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE
IV.1. Evaluasi Jenis-jenis Biaya yang Terdapat dalam Laporan Keuangan Perusahaan Penulis melakukan evaluasi proses pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23/26 dengan menggunakan laporan keuangan yang terdiri dari laporan laba rugi dan neraca perusahaan. Dalam kedua laporan tersebut, disajikan seluruh biaya-biaya dan pos-pos yang dapat digunakan dalam proses evaluasi. Dalam evaluasi tersebut, akan dilihat apakah pos-pos yang ada, telah diklasifikasikan dengan baik dan benar atau belum. Berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan oleh penulis dalam mengevaluasi proses pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23/26 : 1)
Merinci setiap pos-pos biaya yang terdapat laporan laba rugi fiskal perusahaan. Tujuannya adalah untuk mengklasifikasikan kembali isi setiap pos biaya, karena isi semua pos biaya tidak semuanya termasuk dalam objek PPh Pasal 23/26, oleh karena itu penulis menelusuri dalam buku besar perusahaan.
2)
Mengevaluasi biaya-biaya yang merupakan objek PPh pasal 23/26 untuk menghitung besarnya PPh yang terutang. Penulis membuat dan mengklasifikasikan setiap biaya yang termasuk ke dalam objek PPh Pasal 23/26.
3)
Setelah itu, penulis menentukan tarif untuk setiap jenis biaya (beban) tersebut yang dipotong atau dipungut PPh sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. 56
4)
Membuat
kertas
kerja
untuk
setiap
masalah
yang
ditemukan
untuk
membandingkan PPh terutang Pasal 23/26 yang telah dipotong/ dipungut (pada SSP) dengan PPh Pasal 23/26 yang seharusnya terutang (yang telah dihitung ulang oleh penulis melalui laporan laba rugi/ buku besar perusahaan). 5)
Mengecek bukti pemotongan dan Surat Setoran Pajak atas PPh Pasal 23/26.
6)
Melakukan pegecekan tanggal penyetoran pada SSP PPh Pasal 23/26 dan dibandingkan dengan bukti pemotongan untuk mengetahui apakah pajak yang terutang pada suatu masa pajak telah disetor paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
7)
Melakukan pengecekan tanggal bukti pelaporan PPh Pasal 23/26 pada SPT Masa PPh Pasal 23/26 dengan bukti pemotongannya untuk mengetahui apakah perusahaan telah melakukan penyetoran tepat waktu, yaitu sebelum tanggal 20 bulan berikutnya. Pengelompokan yang benar akan mempermudah proses evaluasi masalah. Secara umum pengklasifikasian biaya pada PT Federal International Finance sudah cukup baik. Pada perusahaan ini terdapat 2 biaya yang di dalamnya teridentifikasi objek PPh Pasal 23/26 yaitu biaya (beban) usaha dan beban keuangan dan beban lain-lain.
57
Tabel 4.1. Biaya-Biaya dalam Laporan Laba Rugi Biaya-biaya Beban Usaha :
Jumlah
Identifikasi
Insentif penyalur kendaraan
460.117.776.000
X
Gaji, upah dan kesejahteraan
494.028.873.000
X
Iklan dan promosi
95.105.835.000
√
Komunikasi
65.425.641.000
√
Sewa
55.511.378.000
√
Penyusutan
31.103.032.000
X
Perlengkapan kantor
25.769.704.000
√
Jasa tenaga ahli
24.580.119.000
√
Perjalanan
20.493.895.000
X
Perbaikan dan pemeliharaan
20.257.373.000
√
Pajak dan perijinan
8.083.620.000
X
Pelatihan
7.855.652.000
X
Listrik, air dan gas
6.934.171.000
X
Asuransi
5.743.532.000
X
Representasi dan jamuan
5.499.354.000
X
Sumbangan dan kontribusi
3.096.430.000
X
Lain-Lain
3.629.148.000
X
1.333.235.533.000
X
224.103.299.000
√
Jumlah Beban Usaha Beban Bunga dan Keuangan:
Bunga hutang obligasi Bunga pinjaman bank
141.758.751.000
Bunga pinjamaan pembiayaan with recourse Beban provisi dan administrasi bank amortisasi biaya emisi obligasi
1.012.610.428.000
X
77.177.003.000 9.227.398.000 58
Kerugian/ (Keuntungan) - selisih kursbersih
74.968.789.000
Jumlah Beban Bunga dan Keuangan
1.539.845.668.000
Pendapatan (Beban) Lain-
Penerimaan kembali piutang yang telah
lain Bersih :
dihapusbukukan
162.881.286.000
X
54.555.120.000
X
455.973.000
X
(631.306.790.000)
X
4.485.702.0000
X
Selisih lebih penerimaan pembayaran dari konsumen Keuntungan dari penjualan aktiva tetap dan bersih Kerugian penjualan dan penyisihan penurunan nilai pasar agunan yang diambil alih Lain-lain Jumlah Pendapatan (Beban) Lain-
(408.928.709.000)
Lain - Bersih
Keterangan:
√
=
termasuk dalam objek PPh Pasal 23/26
X
=
tidak termasuk objek PPh Pasal 23/26
59
Setelah penulis melakukan wawancara dengan divisi accounting and tax pada PT FIF, ada beberapa informasi yang didapat. Dalam akun-akun yang tertera dalam laporan laba rugi, tidak semua akun merupakan objek pajak PPh Pasal 23/26. Bila akun tersebut termasuk dalam objek PPh Pasal 23/26, jumlah biaya yang terdapat di dalamnya belum tentu seluruhnya merupakan objek PPh Pasal 23/26. Maka harus diidentifikasi terlebih dahulu, biaya apa saja yang termasuk ke dalam PPh Pasal 23/26 dalam akun tersebut. Dalam hal ini penulis melakukan penelusuran ke dalam general ledger (buku besar) untuk mendapatkan informasi yang lebih rinci atas sejumlah transaksi yang dikenakan PPh Pasal 23/26. Informasi yang penulis dapatkan adalah : 1)
Pada akun beban perbaikan dan pemeliharaan, penulis menemukan objek PPh Pasal 23 sebagai berikut :
Biaya yang tertera dalam laporan laba rugi
:
20.257.373.000
Biaya yang bukan merupakan objek PPh Pasal 23/26
:
(13.959.229.341)
Biaya di laporan laba rugi yang teridentifikasi sebagai objek PPh Pasal 23 :
6.298.143.659
Jumlah sebesar 6.298.143.659 mempunyai rincian sebagai berikut : Tabel 4.2. Jasa-jasa yang terdapat dalam akun perbaikan dan pemeliharaan Jenis Jasa
Jumlah biaya
Jasa instalasi/pemasangan mesin dan jasa instalasi/pemasangan peralatan Jasa instalasi/pemasangan listrik/ air/gas/TV kabel Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan mesin dan peralatan Jasa perawatan/pemeliharaan perbaikan bangunan Jasa pembasmian hama dan pembersihan
330.225.758 90.590.409 3.880.311.393 214.384.564 67.027.898
60
Jasa perencanaan konstruksi
1.543.921816
Jasa pengawasan konstruksi
171.241.455
Jumlah jasa dalam akun perbaikan dan pemeliharaan
6.298.143.659
2) Dalam akun beban jasa tenaga ahli, tidak semuanya merupakan objek PPh Pasal 23. Ada sebagian dari biaya tersebut dikenakan pemotongan atas PPh Pasal 21. Biaya yang tertera dalam laporan laba rugi
:
24.580.119.000
Biaya yang bukan merupakan objek PPh Pasal 23/26
:
(23.401.295.760)
Biaya di laporan laba rugi yang teridentifikasi sebagai objek PPh Pasal 23 :
1.178.823.240
Pada akun beban jasa tenaga ahli, penulis mengidentifikasi adanya objek PPh Pasal 23/26 yaitu : Tabel 4.3. Jasa-jasa yang terdapat dalam akun jasa tenaga ahli Jenis Jasa Jasa Profesi
Jumlah biaya 501.540.406
Jasa Aktuaris
37.033.000
Jasa Penilai
58.333.320
Jasa Konsultan, kecuali konsultan konstruksi Jumlah Jasa Tenaga Ahli
3)
577.331.940 1.178.823.240
Untuk menunjang kegiatan operasional kantor, perusahaan menggunakan jasa pemanfaatan informasi di bidang teknologi termasuk jasa internet dan jasa telekomunikasi yang bukan umum yang terdapat dalam akun beban komunikasi masing-masing sebesar :
61
Jasa pemanfaatan teknologi informasi termasuk jasa internet Jasa telekomunikasi yang bukan umum Jumlah biaya dalam akun beban komunikasi yang tidak termasuk ke dalam objek PPh Pasal 23 Jumlah dalam akun beban komunikasi 4)
: :
4.567.901.062 9.472.605.810
: :
51.385.134.128 65.425.641.000
Perusahaan juga menggunakan jasa perancang iklan/logo tiap bulan selama tahun 2006. Jumlahnya sebesar Rp 1.672.236.578,- dalam setahun yang terdapat akun beban iklan. Jasa-jasa lain yang digunakan oleh perusahaan yang teridentifikasi sebagai objek pajak PPh Pasal 23/26 adalah sebagai berikut : Tabel 4.4 Jasa-Jasa Lainnya yang terkait PPh Pasal 23 Jenis Jasa
Jumlah biaya
Jasa pelaksanaan konstruksi
1.001.666.260
Jasa sehubungan dengan software komputer
3.320.562.760
Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI
207.785.542
Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga Jasa teknik dan jasa manajemen
4.071.666.670 350.000.000
Jasa-Jasa lain yang tidak disebutkan
1.227.856
Tabel 4.5 Objek PPh Pasal 23/26 yang teridentifikasi dalam laporan laba rugi Jumlah Biaya
Jenis Objek PPh Pasal 23/26 Bunga, tidak termasuk bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi (Pasal 23) Bunga/Diskonto obligasi
5.055.555.553 -
62
Royalti
4.158.301.625
Hadiah dan Penghargaan
3.822.297.647
Sewa dan Penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
23.919.819.882
Bunga, tidak termasuk bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi (Pasal 26)
23.954.844.331
Selanjutnya penulis melakukan evaluasi terhadap objek pajak yang telah teridentifikasi tersebut dan menemukan beberapa masalah berkaitan dengan proses pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23/26.
IV.2. Evaluasi Proses Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 23/26 Pada PT. Federal International Finance Setelah penulis melakukan evaluasi, ditemukan adanya beberapa masalah berkaitan dengan proses pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23/26 pada PT Federal International Finance. Masalah-masalah tersebut adalah sebagai berikut : 1.
Adanya biaya-biaya yang tidak dipotong PPh Pasal 23 Penulis melakukan evaluasi terhadap jasa-jasa tersebut di atas dan menemukan adanya biaya-biaya yang sebenarnya merupakan objek PPh Pasal 23/26, namun perusahaan belum melakukan pemotongan terhadap objek pajak tersebut. Penulis menghitung ulang jasa-jasa apa yang belum dikenakan PPh Pasal 23/26 dan menelusuri biaya apa saja yang belum dipotong oleh perusahaan melalui bukti potong dan buku besar perusahaan. Biaya-biaya tersebut adalah : 63
a.
Biaya jasa instal aplikasi software Perusahaan
menggunakan
jasa
penginstalan
aplikasi
perpajakan untuk mempermudah kegiatan operasional kantor khususnya di bidang akuntansi dan perpajakan. Atas jasa tersebut baru sebagian saja yang dipotong, ada sejumlah transaksi sejenis yang tidak dikenakan PPh Pasal 23/26. Jumlah biaya jasa instal aplikasi software yang tertera di laporan laba rugi (buku besar) dalam akun perlengkapan kantor sebesar Rp 138.014.069,- .Penulis melakukan penghitungan ulang untuk menghitung jumlah PPh Pasal 23 yang seharusnya disetor oleh perusahaan dan menemukan adanya selisih jumlah PPh Pasal 23 tersebut. b.
Biaya pemasangan jaringan komputer Perusahaan menggunakan jasa untuk pemasangan jaringan komputer LAN (Local Area Networking) yang termasuk ke dalam jasa telekomunikasi yang bukan umum. Namun perusahaan tidak mengetahui bahwa biaya tersebut seharusnya dipotong PPh Pasal 23, oleh karena itu perusahaan tidak melakukan pemotongan atas jasa tersebut dan masih harus menyetorkan PPh Pasal 23 ke negara sebesar Rp 168.022.153,-
c.
Biaya penggunaan internet Untuk keperluan komunikasi dan pengiriman data dari kantor cabang ke kantor pusat atau sebaliknya, perusahaan menggunakan jasa
provider
internet.
Namun
perusahaan
tidak
melakukan
pemotongan PPh Pasal 23 atas jasa tersebut tiap bulannya, sehingga 64
jumlah PPh Pasal 23 yang seharusnya terutang tidak sesuai dengan yang dibayarkan. Hanya bulan-bulan tertentu yang dilakukan pemotongan secara penuh, dan bulan tertentu lainnya hanya dipotong sebagian. d.
Biaya perancangan spanduk brosur, dan pamflet. Untuk keperluan seminar, dan promosi produk, perusahaan menggunakan jasa perancangan spanduk, brosur dan pamflet. Namun perusahaan belum melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas biaya ini sebesar Rp 79.478.518,-.
e.
Biaya perbaikan mesin fotokopi dan biaya reparasi AC Perusahaan menggunakan jasa servis perbaikan mesin fotokopi dan reparasi AC yang termasuk ke dalam jenis jasa perawatan/pemeliharaan/ perbaikan mesin tetapi perusahaan belum melakukan pemotongan atas kedua biaya tersebut.
65
Tabel 4.6. Perhitungan besarnya biaya yang belum dipotong PPh Pasal 23 oleh perusahaan
Jenis PPh Pasal 23
Jasa telekomunikasi yang bukan umum
Jasa perancangan iklan atau logo
Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin/peralatan
Jumlah Biaya atas Jasa
9.472.605.810
1.672.236.578
3.880.311.393
Perkiraan Penghasilan Neto
40%
40%
40%
Tarif PPh Pasal 23
15%
15%
15%
PPh Terutang
568.356.348
100.334.195
232.818.684
PPh Pasal 23 yang telah disetor oleh perusahaan
400.334.195
20.855.677
227.988.507
Selisih PPh yang belum disetorkan ke negara
168.022.153.92
79.478.518
4.830.177
Sanksi pajak (2%)
PPh atas Jenis Biaya
3.360.443
Biaya pemasangan jaringan komputer
1.589.570
Biaya perancangan spanduk, brosur dan pamflet
96.604
Biaya perbaikan mesin fotokopi dan reparasi AC
66
Tabel 4.7 Penghitungan Biaya Jasa Penggunaan Internet yang Belum Dilakukan Pemotongan PPh Pasal 23
Jumlah PPh yang seharusnya terutang
Jumlah PPh yang Telah Disetorkan oleh Perusahaan pada Bulan yg Dilakukan pemotongan sebagian
Selisih (Jumlah PPh yang Belum Disetorkan oleh Perusahaan)
Sanksi Pajak (2%)
15%
66.889.165
22.325.368
44.563.797
891.276
40%
15%
54.635.100
7.609.950
47.025.150
940.503
983.492.820
40%
15%
59.009.569
13.291.050
45.718.519
914.370
November
1.163.225.122
40%
15%
69.793.507
14.754.180
55.039.327
1.100.787
Jumlah
4.172.122.344
40%
15%
250.327.341
57.980.548
192.346.793
3.846.936
Bulan yang belum dilakukan pemotongan
Jumlah Biaya atas Jasa
Perkiraan Penghasilan Netto
Tarif PPh Pasal 23
Maret
1.114.819.410
40%
April
910.584.992
September
67
Tabel 4.8. Perhitungan Biaya instal aplikasi komputer yang belum dipotong PPh Pasal 23
Tabel 1 Perkiraan
Tarif PPh
Penghasilan Neto
Pasal 23
138.014.069
40%
15%
PPh yang seharusnya terutang
PPh yang disetorkan oleh perusahaan
Selisih
Sanksi Pajak (2%)
8.280.844
4.980.844
3.300.000
66.000
Jenis Biaya Biaya instal aplikasi software
Jenis PPh Pasal 23
Jumlah Biaya
Jasa sehubungan software komputer
PPh Terutang 8.280.844
Tabel 2
68
Menurut
Pajak
Penghasilan
dan
KEP-170/PJ/2002,
penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23/26 adalah penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 21, yang diperoleh oleh Wajib Pajak dalam negeri dan/atau BUT ( Pasal 23 ) dan Wajib Pajak dalam negeri (Pasal 26). Selain itu menurut undang-undang pajak penghasilan nomor 17 tahun 2000, bila terdapat kekurangan pembayaran PPh Pasal 23/26 yang terutang, maka wajib pajak tersebut dikenakan sanksi pajak sebesar 2% per bulan, selama-lamanya 24 bulan terhitung sejak saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keterangan Kurang Bayar Tambahan. Adanya biaya-biaya yang belum dipotong oleh perusahaan dikarenakan kealpaan perusahaan dan kurang teliti dan memahami apakah objek pajak tersebut termasuk ke dalam PPh Pasal 23 atau tidak. Perusahaan juga alpa dalam memotong biaya penggunaan internet tiap bulannya. Permasalahan tersebut di atas mengakibatkan pajak yang harus disetor ke negara kurang bayar, yaitu jumlah pajak disetor ke negara menjadi lebih kecil daripada jumlah pajak yang seharusnya terutang. Karena hal tersebut negara mengalami kerugian dan perusahaan juga dikenakan sanksi pajak sebesar 2% per bulan, paling lambat 24 bulan terhitung sejak saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB. 69
Seharusnya perusahaan lebih teliti dalam menentukan apakah objek pajak tersebut dikenakan PPh Pasal 23/26 atau tidak dengan mengacu ke peraturan perpajakan yang ada. Peraturan perpajakan yang dapat dijadikan pedoman adalah undang-undang pajak penghasilan nomor 17 tahun 2000 dan KEP-170/PJ/2002. 2.
Adanya kesalahan dalam pengenaan tarif. a.
PT Federal International Finance menggunakan jasa konsultan dari pihak luar perusahaan. Atas jasa tersebut, perusahaan diharuskan mengenakan tarif PPh Pasal 23 sebesar 7,5% atas penghasilan bruto [(50% x penghasilan bruto) x 15%] atau (perkiraan penghasilan neto berdasarkan KEP-170/PJ/2002 x 15%). Namun perusahaan telah mengenakan tarif sebesar 20% x penghasilan bruto, yaitu tarif PPh Pasal 26 atas jasa konsultan. Hal ini terjadi dalam bulan Februari. Berdasarkan ketentuan Pajak Penghasilan Pasal 23, Subjek Pajak yang ditunjuk menjadi Wajib Pajak dari PPh Pasal 23 adalah Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap yang memperoleh penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. Sedangkan berdasarkan ketentuan Pajak Penghasilan Pasal 26, Subjek Pajak yang ditetapkan sebagai wajib pajak PPh Pasal 26 adalah Wajib Pajak luar negeri yang mempunyai penghasilan di Indonesia. Dalam hal ini perusahaan telah salah menetapkan bahwa subjek pajak tersebut adalah wajib pajak luar negeri yang dikenakan PPh Pasal 26, padahal sebenarnya 70
wajib pajak tersebut adalah wajib pajak dalam negeri, yaitu yang dikenakan PPh Pasal 23 bukan PPh Pasal 26. Masalah tersebut timbul karena wajib pajak tersebut tidak menyerahkan Surat Keterangan Domisili Pembayar Pajak sehingga perusahaan mengenakan PPh Pasal 26 pada wajib pajak tersebut. Padahal seharusnya perusahaan mengenakan PPh Pasal 23. Akibat yang timbul dari permasalahan tersebut adalah perusahaan mengalami kerugian karena pajak yang terutang oleh perusahaan lebih besar daripada yang seharusnya. Sebaiknya , apabila terjadi transaksi dengan Wajib Pajak Luar Negeri, perusahaan harus meminta Surat Keterangan Domisili Pembayar Pajak sehingga tidak salah mengklasifikasikan apakah wajib pajak tersebut, wajib pajak luar negeri atau dalam negeri.
b.
Pada bulan Oktober 2006, perusahaan melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas suatu jasa yang disebut ”Jasa Lain-Lain” sebesar Rp 1.227.856,- Setelah penulis melakukan evaluasi, diketahui bahwa perusahaan telah menggunakan jasa tukang untuk memperbaiki gedung yang rusak dan membersihkan ruangan dimana jenis jasa tersebut termasuk ke dalam jasa perbaikan dan pemeliharaan gedung tetapi perusahaan menentukan bahwa jasa tersebut termasuk ke dalam jasa lain-lain dan dikenakan tarif sebesar [(10% x penghasilan bruto) x 15%] atau sebesar 1,5% atas penghasilan bruto.
71
Jasa tukang untuk memperbaiki gedung yang rusak dan membersihkan ruangan untuk keperluan perusahaan yang seperti disebutkan di atas,
termasuk ke dalam jasa perbaikan dan
pemeliharaan gedung dengan tarif [(40% x penghasilan bruto) x 15%) atau 6% x penghasilan bruto. Setelah penulis evaluasi, sesuai dengan, jenis jasa lain-lain tersebut adalah jasa pembasmian hama dan jasa pembersihan yang memiliki tarif 1,5% x penghasilan bruto. Hal ini terjadi karena perusahaan kurang paham dalam menentukan suatu transaksi tersebut harus dikelompokan ke dalam jenis pajak PPh Pasal 23 yang mana. Akibatnya terjadi kesalahan dalam menentukan
tarif PPh Pasal 23. Karena kesalahan dalam
menentukan tarif tersebut, maka terjadi kekurangan pembayaran PPh Pasal 23. Hal ini menyebabkan perusahaan harus membayar kekurangan jumlah pajak tersebut. Selain itu,perusahaan juga dikenakan sanksi dari kantor pajak sebesar 2% perbulan paling lama 24 bulan. Sebaiknya dalam menentukan suatu transaksi termasuk ke dalam objek pajak penghasilan yang mana, perusahaan berpedoman kepada peraturan perpajakan dalam hal ini KEP-170/PJ/2002. Dalam peraturan tersebut tergambar dengan jelas pengelompokkan pajak beserta tarifnya. Jika perusahaan melakukan hal tersebut maka kesalahan seperti di atas tidak perlu terjadi dan perusahaan dapat terhindar dari sanksi perpajakan.
72
Tabel 4.9. Penghitungan besarnya PPh Pasal 23 yang salah tarif
Jenis Jasa
Jumlah Biaya
Perkiraan Penghasilan Neto
Jasa Konsultan bulan Februari
577.331.940
50%
Tarif PPh Pasal Pasal 26 23
PPh Yang Telah Dipotong
PPh Yang Seharusnya Dipotong
Kelebihan Pembayaran Pajak
20%
57.733.194
43.299.895
14.433.299
15%
Tabel 4.10. Penghitungan besarnya jasa perbaikan dan pemeliharaan gedung yang salah tarif
Jenis Jasa
Sebelum evaluasi Setelah evaluasi
Jasa Lain-Lain Jasa Perbaikan dan Pemeliharaan bangunan
Perkiraan Penghasilan Netto
Tarif PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 yang telah disetor perusahaan
1.227.856
10%
15%
18.417
1.227.856
40%
15%
Jumlah Biaya
Selisih 55.253
PPh yang seharusnya terutang
73.671
Sanksi Pajak 2% 1.105.0704
73
3.
Adanya pelaporan PPh Pasal 23/26 yang melewati tanggal jatuh tempo. Dalam hal evaluasi penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23/26, penulis menggunakan dokumen pendukung yaitu Surat Setoran Pajak dan Surat Pemberitahuan Masa ( SPT Masa ) tahun yang bersangkutan, yaitu tahun 2006. Setelah penulis melakukan pengecekan ditemukan bahwa perusahaan beberapa kali terlambat dalam hal melaporkan besarnya jumlah PPh Pasal 23/26 yang terutang. Pada bulan Mei, September dan Oktober perusahaan telat menyampaikan SPT yaitu pada tanggal
24 Juni, 23
Oktober dan 24 November tahun 2006. Sesuai undang-undang nomor 17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan, wajib pajak diharuskan melunasi kewajiban penyetoran PPh Pasal 23/26 paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya, sedangkan dalam hal pelaporan wajib pajak diharuskan melunasi kewajiban tersebut paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. Jika jatuh pada hari libur, maka pelaporan dilakukan pada hari kerja sebelumnya. Permasalahan yang terjadi berkaitan dengan keterlambatan dalam pelaporan ini disebabkan oleh tanggal pelaporan yang berdekatan dengan hari libur nasional dan pihak perusahaan tidak bisa mengatasi hal ini. Akibat
perusahaan telat dalam melaporkan besarnya jumlah PPh
yang terutang (telat menyampaikan SPT), maka perusahaan dikenakan sanksi berupa denda administrasi sebesar Rp 50.000,- . Sebaiknya divisi accounting and tax di PT Federal International Finance dapat mengantisipasi bila tanggal jatuh tempo perusahaan 74
berdekatan dengan hari libur nasional. Lebih baik lagi bila, perusahaan dapat sesegera meungkin untuk menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23/26 ke Kantor Pajak
dan tidak menunda-nundanya, karena hal itu dapat
merugikan perusahaan dengan dikenakannya sanksi berupa denda administrasi.
75
Tabel 4.11. Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 23/26 selama tahun 2006
Bulan
Jumlah PPh Pasal 23 terutang
Jumlah PPh Pasal 26
Tanggal
Terutang
Penyetoran
Tanggal Pelaporan
Keterangan
Januari
573.034.728
15.209.722 9 Februari
19 Februari
Februari
517.990.889
27.107.639 9 Maret
19 Maret
Maret
358.112.739
675.605.796 10 April
18 April
April
409.052.257
114.000.000 9 Mei
20 Mei
Mei
499.535.351
65.937.500 8 Juni
24 Juni
Juni
561.203.484
2.937.500 8 Juli
18 Juli
Juli
455.934.620
Agustus
478.969.649
September
848.384.575
694.783.384 9 Oktober
23 Oktober
Telat Lapor
Oktober
251.742.908
231.468.055 9 November
24 Novermber
Telat Lapor
November
82.873.251
- 8 Desember
Desember
203.057.268
991.742.618 9 Agustus 65.937.500 9 September
625.935.197 8 Januari
Telat Lapor
19 Agustus 20 September
19 Desember 19 Januari
76