22 Anak Sholeh 2A2 Anak itu anugerah. Kekurangan yang nampak, adalah kelebihan jika disyukuri dengan mengarahkannya baik-baik. Setiap anak pun, semuanya cerdas, bahkan memiliki kecerdasan yang berbeda-beda. Tulisan berikut, adalah beberapa karakter pada semua anak 2A2. Tidak semuanya dipaparkan, dan bukan berarti yang diuraikan adalah yang baik. Boleh jadi yang luput dari tulisan ini justru lebih baik, yang Allah ‘simpankan’ sebagai pahala. Semoga. Selamat menyimak! Abdullah Al Fauzan; jarak tempuh yang lumayan jauh, bukan alasan untuk bermalas-malasan sekolah! Abdullah, satu-satunya anak SDIT Wahdah Islamiyah 01 yang rumahnya paling jauh dari sekolah. Abdullah tinggal di Mattoanging, desa Mandalle, kecamatan Bajeng Barat, Gowa. Jarak tempuh rumahsekolah sekitar 55 - 60 kilometer! Melewati keramaian kota, lalu melintasi sawah yang menghampar luas di sisisisi jalan. Jarang terlambat, kalau pun terlambat itu karena ada masalah dengan ‘pengantarnya’. Bayangkan saja, anak seusia Abdullah harus bangun setiap Subuh dan merasakan dinginnya air saat mandi! Bahkan kata umminya, bila masih terserang kantuk, Abdullah tetap digendong di punggung abahnya menuju masjid menunaikan shalat Subuh. Abdullah ini muadzin lima waktu shalat di masjid dekat rumahnya. Masya Allah, kecil-kecil sudah diakrabkan dengan masjid.
Saya sudah dua kali bersilaturrahim ke rumahnya. Pertama; sehari sesudah hari raya Idul Fitri 2011 lalu, kedua kalinya di Ahad pekan pertama Mei kemarin. Saat kedua kali ke rumahnya, saya diajak ke pantai SawakoTakalar oleh keluarga Abdullah. Sekitar 20 menit saja dari rumah Abdullah. Sesampainya di sana, banyak sekali ubur-ubur bermunculan. Tetapi suasananya tetap seru lho! Beberapa pengunjung yang ke sana pun, sambil mencari keong hidup untuk dimasak dan dijadikan obat. Oh iya, saya mengangkat Abdullah sebagai polisi 2A2. Polisi yang menemani Hidayat mencari temannya yang keluar kelas saat pelajaran berlangsung. Kadang diluar pengawasan, beberapa anak keluar kelas. Abdullah dengan sigap memanggil teman-temannya. Saat mereka masuk kelas, dan memancing mereka, saya menanyakan, “Mana yang dipanggil?” dan “Mana yang memanggil?” Tabiat anak-anak yang dominan mau dianggap ‘tidak bersalah’, mereka kebanyakan ngakunya: yang memanggil! Ananda Faiq Maulana; anak sholeh saya yang satu ini malas banget menulis. Syukurnya, ia pintar membaca dan menghitung. Alhamdulillah lagi, meski rada-rada malas menghafal, tetapi ketika diajarkan baikbaik, hei… cepat sekali daya tangkapnya. Ia juga suka sekali bercerita. Apa saja. Saya menangkap kesan seperti dalam sekali analisisnya!
2
“Anak sholeh, meskipun kamu akan pindah ke Jawa karena ayah dipindahtugaskan ke sana, jangan lupakan ibu guru dan teman-temanmu di sini yah, nak!” :) Khusus untuk ummi Faiq dan para ummi 2A2 lainnya, jazakunallah khair atas bantuannya mencarikan donatur pada kepanitiaan Lomba Maret kemarin. Semoga Allah selalu melimpahkan rezekinya kepada kita semua. :) Allahumma aamiin. Muhammad Arif Hasanuddin; kerap diusili oleh teman-temannya. Saya pun tak tanggung-tanggung memarahi temannya bila kelewatan mengusili si Arif ini. Arif hanya bisa menangis tanpa bisa melawan. Tapi pernah beberapa kejadian, yang awalnya saya kira Arif ini lemah, ternyata Arif bisa juga menghantam temannya. Arif itu cerdas. Termasuk anak yang cepat paham, meski Arif duduk di kursi paling belakang. Karenanya, saya pun tidak bosan menasihatinya agar tetap rajin ke sekolah, tidak terlambat dan bila tidak bisa datang ke sekolah, harap mengabarkan ibu guru. Yang juga berkesan darinya, selain termasuk cepat hafal pada pelajaran menghafal al-Quran, Arif masih suka nulis angka 4 yang terbalik. :) Andi Muhammad Yusuf Miftahul Huda; siapa sangka dibalik tulisannya yang rapi, ia belum bisa membaca. Tetapi sangat rajin menulis dan selalu menuruti apa kata saya. Meski ia masih terbata-bata membaca dan mengaji, masya Allah kekuatan menghafal al-Qurannya. Awal-awal semester satu lalu, ia termasuk agak lambat dalam menghafal. Lama-kelamaan ia bisa mengejar ketertinggalan surah yang belum dihafalnya.
3
Di tengah mengurus kepanitiaan Lomba Maret, saya ditelfon umminya membicarakan perkembangan anakda Yusuf di rumah dan di sekolah. Saling sharing lebih tepatnya. Ternyata keheranan plus ketakjuban saya akhirnya terjawab. Iya, kedua orang tua Yusuf memfasilitasinya dengan al-Quran Pen. Sebuah teknologi menghafal alQuran menggunakan pulpen yang bisa ‘berbicara’ saat ayat dalam al-Qurannya ditunjuk. Saya pun jadi sangat terbantukan dalam pelajaran menghafal di setiap harinya. Kata umminya, saat berangkat sekolah ia masih saja terus mengulang hafalan al-Qurannya di atas motor. Akan prestasinya itu, kadang saya tidak tanggungtanggung mengatakan begini kepadanya, “Nak, hafalki alBalad di rumah nah!” Kalau teman-teman lainnya, saya biasa memesankan seperti ini, “Ulangi tiga ayat yang tadi ibu guru ajarkan di rumah di’ nak!” Perkenalkan, Yusuf ini anak sholeh saya yang sangat pemalu. Hidayat Nurhadi Haris; Hidayat ini tangan kanan saya alias ketua kelas 2A2. Jelang penaikan kelas, kepemimpinannya belum terlalu nampak. Hmm! Hidayat ini anak 2A2 yang paling over acting. Ada-ada saja gaya barunya yang lucu menggemaskan, pun kadang menjengkelkan. Yah, kadang Hidayat tidak malu-malu memamerkan cara berjoget di hadapan saya. Hidayat juga pernah meneriakkan sebuah kalimat yang dengan nada bercandanya, membuat saya heran, entah dari mana kalimat itu didengarnya! “Ibu guru, saya bukan anak sholeh! Saya anak pecundang! Hahaha…!” :( Padahal, pecundang adalah orang yang kalah tidak terhormat atau penakut yang tidak mau berusaha! Ah, Hidayat!
4
Pernah juga sewaktu telat masuk kelas (bukan terlambat tiba di sekolah), teman-temannya sudah di kelas, tapi Hidayat belum masuk, padahal Hidayat akan ‘menyiapkan’ temannya. Saat masuk, “Kenapaki terlambat masuk kelas?” tanyaku. “Macet bu guru.” jawabnya dengan ekspresif. Saya heran, “Di mana macet?” “Di tangga bu guru.” Ckckck. Sewaktu akhir Februari lalu, pada pelajaran Bahasa Indonesia-Menulis, saya meminta anak-anak untuk menulis tentang kelasnya, boleh juga tentang wali kelasnya. Nah, berikut karangan Hidayat (setelah saya sedikit memperbaiki tanda bacanya dan pemakaian huruf besar/kecil dengan tanpa mengubah susunan kalimatnya). Kelasku tidak ada hiasan tempelannya. Kelasku kotor dan kelas paling jelek di sekolah Wahdah Islamiyah. Kalau ada temanku menyapu pasti bersih kelas. Kalau bersih aku senang sekali. Dan kalau sudah berjama‘ah biasanya temanku main-main, pasti ibu guru Maryam menghukum. Temanku berjumlah 22 padahal berjumlah 23 karena ada temanku bernama Nizam. Dia pindah ke Palopo karena gara-gara kejahatan kami jadi kami berdoa, biar Nizam kembali ke sekolah. Dan biasa aku belajar ke masjid. Dan ada temanku jago main bola bernama Fadhil. Dan Insya Allah aku masuk surga Firdaus. Inilah ceritaku. (Padahal Nizam pindah karena abahnya dipindahtugaskan di Palopo, pun akhirnya berpisah dengan teman, apalagi pernah mengusilinya dengan mengajak teman lainnya, ternyata terasa kehilangan saat Nizam benar-benar pindah). 5
Juga saat pernah diadakan Tabligh Akbar tentang kebiadaban orang-orang kuffar terhadap Palestina, dan dipamflet kegiatannya ada Lomba Menulis Surat kepada Palestina (kurang lebih demikian), pada pelajaran Bahasa Indonesia, saya meminta anak-anak menulis surat buat Palestina. Masya Allah, cukup banyak anak-anak yang menulis surat saat itu. Di antaranya Hidayat. Sampai beberapa hari setelah hari itu, kerap Hidayat hingga menunggui saya di depan ruang guru lalu berucap dengan ucapan sama pada hari sebelumnya, “Bu guru, kapanki kirim suratku ke Palestina?!” Masya Allah, saya dibuat terpaku dengan wajahnya yang memelas saat itu. Seakan ingin sekali surat itu sampai dan dibaca oleh anak-anak Palestina. Sayang sekali, kenapa saya tidak mengabadikan surat-surat 2A2 untuk Palestina. Semoga Allah yang Maha Melihat dan Maha Mengetahui memberi balasan yang terbaik atas niat dan usaha kaum Muslimin untuk Palestina yang masih tertindas. Terkadang, saya justru banyak belajar dari Hidayat dan teman-temannya yang lain. Khusus Hidayat ini, meski biasa bertingkah konyol, ia adalah anak sholeh saya yang paling jujur.
6
Huzaifah bin Jahada; anak sholeh saya ini sangat enerjik. Susah sekali meraihnya, karena keburu kabur duluan. Namanya tercoret dengan spidol dan terukir dengan batu di tembok kelas. Sejoli dengan Dzaki Daryanto, ‘si jagoan’ 2A2. Saat saya mendatangi mejanya untuk mengarahkannya menulis, hmm, tahu tidak, tulisannya besar sekali. Nampak lucu dilihat. Sampai-sampai tulisannya sangat saya hafal. Atau, saya yang memintanya maju ke depan untuk membaca kalimat yang saya tulis. Ia juga sangat menyukai pelajaran Matematika. Ia suka berhitung. Sampai ketika temannya saya panggil ke depan lalu memberi soal tambah-tambahan, eh… kadang Huzaifah tiba-tiba nyelutuk memberitahu jawabannya. Ia begitu kuat menahan sakit saat giginya dicabut. Ekspresinya tetap datar, sambil sesekali senyum. Ia pun tak lupa senyum dulu, saat diminta mengumandangkan azan. Aduh Huzaifah, berkali-kali dibujuk, tetap tidak mau ikut lomba azan lagi, pada Porseni Penaikan Kelas lalu. Lomba azan yang bersamaan dengan lomba futsal, Huzaifah lebih memilih lomba futsal sebagai penjaga gawang. Hmm, lain kali ikut lomba futsal, iya ikut lomba azan juga dong…! :)
7
Muhammad Abid Muwaffaq; kata umminya, Abid ini lebih senang menghafal al-Quran dan hadits, daripada menghafal perkalian dan pembagian. Oo…h. :) Pantasan saja, Abid pernah seperti kewalahan pelajaran Matematika-Perkalian. Pernah sekali, sekadar mengulang pelajaran perkalian yang juga sangat berkesan karena selama 5 bulan dipelajari (Januari-Mei), saya memberi tugas perkalian. Tetapi Abid, sangat susahnya mengerjakannya. Saya lalu memintanya ke meja saya untuk saya ajarkan. Setelah itu Abid kerja sendiri. Sampai bel istirahat, duh belum kelar juga perkaliannya Abid. Abid cuma senyum-senyum saja. Seperti Hidayat, berikut karangan Abid (setelah saya memperbaiki tanda bacanya dan pemakaian huruf besar/kecil dengan tanpa mengubah susunan atau isi kalimatnya). Kelasku bersih dan sehat. Mejaku, kursiku bersih. Bersih lantaiku, bersih semua. Aku selalu pergi ke mesjid An-Nur. Aku suka masuk surga Firdaus. Amin. Teman-temanku selalu mencoret-coret dinding. Ibu guru Maryam itu baik hati dan selalu menjaga anak-anaknya. Selamat bekerja.
8
Muhammad Arsyh Faturrahman; mohon maaf, anak sholeh saya yang satu ini berbeda dengan anak-anak saya lainnya. Kurang bisa menyebut sesuatu dengan jelas. Belum bisa membaca, tetapi sudah kenal huruf dengan baik lho! Lucunya lagi, kalau diajar membaca, di rumah atau di kelas, anak sholeh ini selaaa..luuu… saja membaca dengan mengejanya. Eitz, tapi ia sanggup menghafal perkalian 1 sampai 3. Pernah saya mengetesnya dan mengacak perkaliannya, ia masih tetap ingat. Di antara hal yang mengesankan tentangnya; Ramadhan 2011 lalu adalah puasa pertamanya dan full sebulan dikerjakannya. Masya Allah. Saat belajar di masjid An-Nur dan waktu untuk memuraja‘ah hafalan alQuran dengan metode bergilir, saya tahu ia termasuk anak yang susah menghafal, tetapi saat itu, ia bisa menyambung ayat temannya, “Wallayli idza yasr.” Walhamdulillah. Surah yang paling dihafalnya adalah Al-Alaq dan Ad-Dhuha, tentunya dengan tetap dibantu membaca ayat dengannya secara bersamaan. Beberapa kali saya menunjuknya menjadi imam dalam Belajar Shalat Berjamaah, meski ia cuma membaca Al-Fatihah. Ia pun tetap pede! Sebenarnya bukan pede tetapi asal diarahkan dengan baik, anak sholeh ini tidak pernah menolak untuk tampil di depan umum! Sampai pernah Porseni Penaikan Kelas lalu, saya spontan menunjuknya ikut lomba azan, lantaran Huzaifah sudah keburu di lapangan (ditambah ‘hawa-hawa’ lomba futsal sudah terasa) dan susah sekali memintanya melangkahkan kakinya ke mushalla untuk juga mengikuti lomba azan. Padahal jadwal main tim 2A2 belum mulai. :(
9
Segera saja saya mengajari Arsi azan, sesaat lomba akan mulai berlangsung. Saya tidak peduli, Arsi hafal sesuai urutannya atau tidak, yang penting ia berani tampil adanya sebagai pembelajaran. Ia pun tidak nampak minder dengan lawan tandingnya. Menang atau kalah, memang bukan masalah! Yang penting –sekali lagi- ada proses belajar yang dibisa dirasakan Arsi. Muhammad Atmam Faqih; pernah nulis dengan huruf yang semestinya mati “d”, eh jadi mati “t”. Misalnya pada kata: mesjit dan mujahit. Faqih, Faqih. Satu-satunya anak saya yang paling hemat memakai kertas di buku tulisnya. Saking hematnya, tulisan yang seharusnya di lembar kertas berikut, tetap saja digabung di bawah tulisan sebelumnya, sampai ‘rapat’ sekali terlihat. Nah, berikut karangan Faqih (setelah saya memperbaiki tanda bacanya dan pemakaian huruf besar/kecil dengan tanpa mengubah susunan kalimatnya dengan gaya bahasa yang terkesan mengalir). ^_^ Di kelas 2A2 banyak temanku sehingga aku tidak bisa belajar. Di kelas 2A2 selalu bersih. Dan yang paling aku sukai di kelas 2A2 menghafal al-Quran. O iya, aku pernah dibawa ibu guru di masjid Baruga dan masjid An-nur. O iya dan ke kuburan Cina. Kaca kelasku ada besibesinya. Pintunya 2A2 kalau ditutup tidak bisa dibuka kecuali ada sendok. Selesai silakan bermain.
10