Bab
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
KLASIFIKASI TENAGA AIR Klasifikasi tenaga air dibuat berdasarkan tinjauan terhadap beberapa hal, dibawah ini akan diuraikan beberapa klasifikasi tenaga air.
2.1.1
Berdasarkan Keadaan Topografi Berdasarkan keadaan topografi, pemilihan instalasi unuk pembangkit tenaga air yang berlokasi didaerah pedalaman/pegunungan akan sangat berbeda dengan instalasi pembangkit listrik tenaga yang berlokasi didaerah yang relatif datar/dataran rendah. Salah satu contoh adalah bangunan utamanya, untuk pembangkit listrik yang berlokasi didaerah pegunungan bangunan utamanya biasanya adalah bendungan atau dam, sedangkan untuk pembangkit listrik yang berlokasi didaerah dataran rendah berupa tanggul. Selain itu dalam hal jaringan transmisinya pembangkit listrik yang berada didaerah pegunungan akan memerlukan jaringan transmisi yang sangat panjang untuk disalurkan kedaerah yang membutuhkan (kota-kota) dibandingkan dengan pembangkit listrik yang berada didaerah dataran rendah yang relatif lebih dekat dengan daerah yan membutuhkan. Oleh karena itu pengetahuan tentang lokasi dan topografi sangat penting dalam suatu perencanaan proyek PLTA.
2.1.2
Berdasarkan Keadaan Hidrolik Klasifikasi berdasarkan keadaan hidrolik adalah pengelompokan yang ditinjau dari aliran air yang digunakan untuk menggerakan turbin. Berdasarkan hal tersebut pengelompokan dapat ditinjau sebagai berikut: 1. pembangkit listrik tenaga konvensional, yaitu pembangkit listrik yang menggunakan tenaga air secara alamiah yang diperoleh dengan memanfaatkan aliran air sungai. 2. pembangkit listrik tenaga pompa, yaitu pembangkit listrik yang memnfaatkan perputaran air dengan menggunkan pompa yang dilakukan pada saat pemakaian tenaga listrik tidak terlalu tinggi, sehingga tenaga listrik yang tidak terpakai dapat digunakan untuk menggerakan pompa. 3. pembangkit listrik tenaga pasang surut, yaitu pembangkit listrik yang memanfaatkan aliran air laut akibat adanya pasang surut laut.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 1
Laporan Tugas Akhir ”Kajian Alternatif Skema PLTM dan Desain Rinci PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro)” Pekatan, Lombok –Nusa Tenggara Barat
2.1.3
Berdasarkan bangunan utama Pengelompokan ini berdasarkan pada lokasi bangunan atau kontruksi utama dari bangunan listrik tenaga air, terbagi atas: 1. pembangkit listrik pada aliran sungai, pada kondisi ini pembangkit listrik harus menjamin kondisi pengaliran sungai tetap lancar dan aliran sungai tidak terganggu oleh konstruksi pembangkit listrik. Biasanya pembangkit listrik jenis ini pembangkit listrik dengan tinggi air tekan yang rendah. 2. pembangkit listrik dengan bendungan di lembah, pada jenis ini bangunan bendungan merupakan bangunan utama untuk kolam penampung air, sehingga dihasilkan tinggi tekan air yang diperlukan untuk pembangkit listrik. Biasanya pembangkit listrik kelompok ini adalah pembangkit listrik dengan tinggi tekan air menengah dan tinggi. 3. pembangkit listrik pada sudetan, pembangkit jenis ini diperoleh dengan mengalirkan aliran air sungai yang melalui sebuah atau lebih saluran pengalihan atau sudetan menuju bangunan pembangkit tenaga yang berada didekat kolam penyimpanan. Biasanya kelompok pembangkit ini digunakan untuk tinggi tekan air rendah atau menengah. 4. pembangkit listrik dengan pengalihan ketinggian, pembangkit listrik dengan kelompok ini diperoleh jika tekanan air dialirkan melalui sebuah sistem terowongan menuju sungai lain atau kolam yang lebih rendah yang kemudian digunakan untuk membangkitkan tenag listrik.
2.1.4
Berdasarkan tinggi tekan air 1. Menurut klasifikasi Mosonyi 9 Tinggi tekan air kecil : besar tinggi tekan <15m 9 Tinggi tekan air menengah: besar tinggi tekan 15-50m 9 Tinggi tekan air tinggi: besar tinggi tekan >50m 2. Menurut klasifikasi M.M Daendekar dan KN Sharma 9 Tinggi tekan rendah : besar tinggi tekan <15m 9 Tinggi tekan air menengah: besar tinggi tekan 15-70m 9 Tinggi tekan air tinggi: besar tinggi tekan 71-250m 9 Tinggi tekan air sangat tinggi : >250m PLTM diklasifikasikan sebagai pembangkit listrik tenaga air dengan kapasitas antara 200 kW sampai dengan 5000 kW per unit sedangkan yang berkapasitas diatas 5000kW per unit diklasifikasikan sebagai PLTA dan yang dibawah 200kW diklasifikasikan sebagai PLTMH(Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 2
Laporan Tugas Akhir ”Kajian Alternatif Skema PLTM dan Desain Rinci PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro)” Pekatan, Lombok –Nusa Tenggara Barat
2.1.5
Berdasarkan kapasitas yang diperoleh dari pembangkit tenaga listrik 1.
Menurut klasifikasi Mosonyi 9 Kapasitas kecil : kapasitas out put <100kW 9 Kapasitas rendah : kapasitas out put 100-1000kW 9 Kapasitas Menengah : kapasitas out put 1000-10000kW 9 Kapasitas Tinggi : kapasitas out put >10000kW 2. Menurut klasifikasi MM . Daendekar dan KN Sharma • Kapasitas kecil : Kapasitas output < 5 MW • Kapasitas menengah : Kapasitas output 5-100 MW • Kapasitas tinggi : Kapasitas output 100-1000 MW • Kapasitas sangat tinggi : Kapasitas output >10000 kW 3. Menurut klasifikasi SCAT (Swiss Centre of Appropriate Technology): • Kapasitas mikro : Kapasitas output <100 kW • Kapasitas mini : Kapasitas output 100-500 kW • Kapasitas kecil : Kapasitas output 500-1000 kW • Kapasitas besar : Kapasitas output >1000kW
Definisi dan Klasifikasi Tenaga AirKecil (Tong jiadong, dkk. mini hidropower) Tabel 2. 1 Klasifikasi Tenaga Air Kecil Nama Negara atau Organisasi UNIDO [1RC OLADE China Philipina Thailand USA Malaysia Japan _ Indonesia France New Zealand
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Mikro
Mini
Kecil
100 100 50 100 200 500 25 500
100- 1000 100-500 50-500 100-500 200-6000 500-2000 25-500 500-2000
1000 -10.000 500 -10.000 500-5000 500 -25.000
10
10000
115
16000 2000 -15.000 S00 -5.000 10
5000
2000-8000 10000-50000
II - 3
Laporan Tugas Akhir ”Kajian Alternatif Skema PLTM dan Desain Rinci PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro)” Pekatan, Lombok –Nusa Tenggara Barat
2.2
KLASIFIKASI IKLIM Ada 3 cara menetapkan tipe iklim:
2.2.1
Sistem Koppen Berdasarkan pada evaluasi besarnya hujan, temperatur, dan karakteristik vegetasi. Menurut sistem ini, iklim diklasifikasikan menjadi 5 tipe iklim yaitu : A. Tropical Rainy Climates B. Dry Climates C. Warm Temperature Rainy Climates D. Cold Snow Forest Climates E. Polar Climates Untuk type A (Tropical Rainy Climates) Temperatur rata-rata tahunan m : ± 25ºC - 20ºC Curah hujan rata-rata tahunan minimum : (700 mm - 600 mm) Iklim type A dibagi lagi menjadi 3 yaitu : Af = lembab/basah sepanjang tahun, dimana curah hujan bulanan min. 60 mm. Am = iklim hujan musiman dengan pembagian periode kering yang teratur. Ad = Iklim savana kering periodik, yaitu dengan : Hujan tahunan 2500 2000 Curah hujan terbanyak (pada 0 20 bulan-bulan kering)
1500 1000 mm 40 60 mm
Untuk type B Dibagi menjadi : Bs = iklim steppa, yaitu dengan : Temperatur tahunan 25º 20º 15º 10º C Hujan tahunan <700 600 400 400 mm Bw = iklim gurun dengan curah hujan maksimum setengah dari curah hujan iklim steppa. 2.2.2
Sistem Oldeman Oldeman menetapkan klasifikasi iklim berdasarkan peninjauan, dimana : Hujan bulan basah, apabila curah hujan bulanan > 200 mm. Hujan bulan kering, apabila curah hujan bulanan < 100 mm. Pembagian iklim menurut Oldeman L.R (1975) : Zone A = lebih dari 9 bulan berturut-turut bulan basah Zone B1 = 7-9 bulan berturut-turut bulan basah dan kurang dari 2 bulan kering Zone B2 = 7-9 bulan berturut-turut bulan basah dan kurang dari 2-4 bulan kering
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 4
Laporan Tugas Akhir ”Kajian Alternatif Skema PLTM dan Desain Rinci PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro)” Pekatan, Lombok –Nusa Tenggara Barat
Zone C1 = 5-6 bulan berturut-turut bulan basah dan kurang dari 2-4 bulan kering Zone C2 = 5-6 bulan berturut-turut bulan basah dan kurang dari 2-4 bulan kering Zone C3 = 5-6 bulan berturut-turut bulan basah dan kurang dari 5-6 bulan kering Zone D1 = 3-4 bulan berturut-turut bulan basah dan kurang dari 2 bulan kering Zone D2 = 3-4 bulan berturut-turut bulan basah dan kurang dari 2-4 bulan kering Zone D3 = 3-4 bulan berturut-turut bulan basah dan kurang dari 5-6 bulan kering Zone D4 = 3-4 bulan berturut-turut bulan basah dan kurang dari 6 bulan kering Zone E1 = kurang dari 3 bulan berturut-turut bulan basah dan kurang dari 2 bulan kering. Zone E2 = kurang dari 3 bulan berturut-turut bulan basah dan kurang dari 2-4 bulan kering Zone E3 = kurang dari 3 bulan berturut-turut bulan basah dan kurang dari 5-6 bulan kering Zone E4 = kurang dari 3 bulan berturut-turut bulan basah dan kurang dari 6 bulan kering
2.2.3
Sistem Schmidt & Fergusson Sistem ini menggunakan besaran Q, dimana : jumlah rat a-rata bul an kering Q= Jumlah rata-rata bul an basah
(Pers 2. 1)
Bulan kering, apabila curah hujan < 60 mm Bulan basah, apabila curah hujan > 100 mm A : 0.000 ≤ Q ≤ 0.143 Æ Sangat Basah B : 0.143 ≤ Q ≤ 0.333 Æ Basah C : 0.333 ≤ Q ≤ 0.600 Æ Agak Basah D : 0.600 ≤ Q ≤ 1.000 Æ Sedang E : 1.000 ≤ Q ≤ 1.670 Æ Agak Kering F : 1.670 ≤ Q ≤ 3.000 Æ Kering G : 3.000 ≤ Q ≤ 7.000 Æ Sangat Kering H : 7.000 ≤ Q ≤ ...... Æ Luar Biasa Kering
2.3
BANGUNAN AIR
2.3.1
Bendung Bendung adalah suatu bangunan air dengan kelengkapan yang dibangun melintang sungai atau sudetan sengaja dibuat untuk meninggikan taraf muka air atau untuk mendapatkan tinggi terjun, sehingga air dapat disadap dan dialirkan secara gravitasi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 5
Laporan Tugas Akhir ”Kajian Alternatif Skema PLTM dan Desain Rinci PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro)” Pekatan, Lombok –Nusa Tenggara Barat
ketempat yang membutuhkannya. Sedangkan bangunan air adalah setiap pekerjaan sipil yang dibangun dibadan sungai untuk berbagai keperluan. Bendung tetap adalah bendung yang terdiri dari ambang tetap, sehingga muka air banjir tidak dapat diatur elevasinya. Dibangun umumnya diruas sungai bagian hulu dan tengah. Bendung berfungsi untuk meninggikan taraf muka air, agar air sungai dapat disadap sesuai dengan kebutuhan dan untuk mengendalikan aliran, angkutan sedimen dan geometri sungai sehingga air dapat dimanfaatkan secara ama, efektif, efisien dan optimal. Bendung berdasarkan fungsinya dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. bendung penyadap, digunakan sebagai penyadap aliran sungai untuk berbagai keperluan seperti irigasi, air baku dan sebagainya. 2. bendung pembagi banjir, dibangun dipercabangan sungai untuk mengatur muka air sungai, sehingga terjadi pemisahan antara debit banjir dan debit rendah sesuai dengan kapasitasnya. 3. bendung penahan pasang, dibangun dibagian sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut antara lain untuk mencegah masuknya air asin. Bendung berdasarkan tipe strukturnya dibedakan atas: 1. bendung tetap 2. bendung bergerak 3. bendung kombinasi 4. bendung kembang kempis 5. bendung bottom intake Bendung berdasarkan sifatnya dibedakan atas: 1. bendung permanent seperti bendung pasangan batu, beton dan kombinasi beton dan pasangan batu 2. bendung semi permanen seperti bendung bronjong, cerucuk kayu dll. 3. bendung darurat, yang dibuat masyarakat pedesaan seperti bendung tumpukan batu dan sebagainya.
2.3.1.1
Mercu Bendung Mercu bendung adalah bagian atas tubuh bendung dimana aliran dari udik dapat melimpah kehilir. Fungsinya sebagai penentu tinggi muka air minimum disungai bagian hulu bendung. Selain itu berfungsi sebagai pengempang sungai dan sebagai pelimpah aliran sungai. Letak mercu bendung bersama-sama tubuh bendung diusahakan tegak lurus arah aliran sungai agar aliran yang menuju bendung terbagi rata.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 6
Laporan Tugas Akhir ”Kajian Alternatif Skema PLTM dan Desain Rinci PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro)” Pekatan, Lombok –Nusa Tenggara Barat
Bentuk mercu bendung yang lazim digunakan di Indonesia yaitu mercu bentuk bulat. Hal ini dikarenakan: • bentuknya sederhana sehingga mudah dalam pelaksanaan • mempunyai bentuk mercu yang besar sehingga lebih tahan terhadap benturan batu gelundung,bongkah dll. • Tahan terhadap goresan atau abrasi karena mercu bendung diperkuat oleh pasangna batu candi atau beton. • Pengaruh gravitasi hampir tidak ada atau tidak begitu besar asalkan radius mercu bendung memnuhi syarat minimum yaitu 0,7h
2.3.1.2
Tinggi mercu bendung Tinggi mercu bendung adalah ketinggian antara elevasi lantai hulu/ dasar sungai di hulu bendung dan elevasi mercu. Dalam menentukan tinggi mercu ini harus dipertimbangkan terhadap: • Kebutuhan penyadapan untuk memperoleh debit dan tinggi tekan • Kebutuhan tinggi energi untuk pembilasan • Tinggi muka air genangan yang mungkin terjadi • Kesempurnaan aliran pada bendung • Kebutuhan pengendalian angkutan sedimen yang terjadi dibendung.
2.3.1.3
Panjang mercu bendung Panjang mercu bendung atau bisa disebut juga lebar bentang bendung yaitu jarak antara dua tembok pangkal bendung termasuk lebar pembilas dan pilar-pilarnya. Panjang mercu dapat diperkirakan: • Sama lebar dengan lebar rata-rata sungai stabil atau pada debit penuh alur • Umumnya diambil sebesar 1,2 kali lebar sungai rata-rata, pada ruas sungai yang telah stabil. Panjang mercu bendung efektif yaitu panjang mercu bendung bruto dikurangi dengan lebar pilar dan pintu pembilas. Artinya panjang mercu efektif melewatkan debit banjir desain.
2.3.2
Bangunan Intake Bangunan intake adalah suatu bangunan pada bendung yang berfungsi sebagai penyadap aliran sungai, mengatur pemasukan air dan sedimen serta menghindarkan sedimen dasar sungai dan sampah masuk ke intake. Terletak dibagian sisi bendung, ditembok pangkal dan merupakan satu kesatuan dengan bangunan pembilas Tata letak bangunan intake biasanya diatur sebagai berikut: • Sedekat mungkin dengan bangunan pembilas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 7
Laporan Tugas Akhir ”Kajian Alternatif Skema PLTM dan Desain Rinci PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro)” Pekatan, Lombok –Nusa Tenggara Barat
• • •
Merupakan satu kesatuan dengan pembilas Tidak menyulitkan penyadapan air Tidak menimbulkan pengendapan sedimen dan turbulensi air diudik intake.
Bangunan intake dapat dibedakan jenisnya sebagai berikut; 1. Intake biasa Intake dengan pintu berlubang satu atau lebih dengan dilengkapi pintu dinding banjir dan perlengkapan lainnya. Lebar satu pintu tidak lebih dari 2.5 meter dan diletakan dibagian udik. Pengaliran melalui bawah pintu. Besarnya debit diatur melalui tinggi bukaan pintu. 2. Intake gorong-gorong Intake tanpa bukaan pintu diudik. Pintu-pintu diletakan dibagian hilir goronggorong. Lubang intake lebih dari satu dengan lebar masing-masing lubang kurang dari 2.5 meter. Dilihat dari arah sungai/bendung mulut intake tidak kelihatan karena tenggelam. 3. Intake frontal Arah aliran sungai dari udik frontal terhadap mulut intake sehingga tidak menyulitkan penyadapan aliran. Tetapi angkutan sedimen relatif banyak masuk ke intake, yang ditanggulangi dengan kantung sedimen.
2.3.3
Bangunan Pembilas Bangunan pembilas adalah salah satu perlengkapan pokok bendung yang terletak didekat dan menjadi satu kesatuan dengan intake. Berfungsi untuk menghindarkan angkutan muatan sedimen dasar dan mengurangi angkutan muatan sedimen layang masuk ke intake. Sistem kerja pembilas dengan undersluice yaitu: • Aliran sungai dari udik menuju bangunan akan terbagi dua lapis oleh plat undersluice • Aliran sungai lapisan atas yang relatif tidak mengandung sedimen dasar mengalir ke intake • Aliran sungai dilapisan bawah bersama-sama dengan sedimen dasar mengalir dan masuk ke lubang undersluice, yang akhirnya terbuang ke hilir bendung melalui pintu bilas • Pembilasan dilakukan secara bekala sehingga mendapatkan kedung daerah bebas endapan diudik dan mulut intake.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 8
Laporan Tugas Akhir ”Kajian Alternatif Skema PLTM dan Desain Rinci PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro)” Pekatan, Lombok –Nusa Tenggara Barat
Tipe-tipe bangunan pembilas yaitu: 1. bangunan pembilas konvensional, terdiri dari satu dan dua lubang pintu. Umumnya dibangun pada bendung-bendung kecil dengan bentang berkisar antara 20 meter dan banyak terdapat pada bendung tua. 2. bangunan pembilas dengan undersluice, banyak dijumpai pada bendung yang dibangun setelah tahun 1970-an untuk irigasi teknis. Ditempatkan pada bentang bagian sisi arah tegak lurus sumbu bendung. 3. bangunan pembilas shunt undersluice, digunakan pada bendung disungai ruas hulu, untuk menghidarkan benturan batu dan benda padat lainnya terhadap bangunan. 2.3.4
Kolam Olak (Bangunan Peredam energi) Kolam Olak atau Bangunan peredam energi bendung adalah struktur dari bangunan dihilir tubuh bendung yang terdiri dari berbagai tipe, bentuk dan dikanan kirinya dibatasi oleh tembok pangkal bendung dilanjutkan dengan tembok sayap hilir dengan bentuk tertentu. Fungsi bangunan ini yaitu untuk meredam energi air akibat pembendungan, agar air dihilir bendung tidak menimbulkan penggerusan setempat yang membahayakan struktur. Bangunan peredam energi bendung terdiri dari berbagai macam tipe antara lain: • Lantai hilir mendatar tanpa atau dengan ambang akhir dengan atau tanpa balok lantai • Cekung masif dan cekung bergigi • Kolam loncat air • Kolam bantalan air • Berganda dan bertangga Atau bisa juga menggunakan istilah: • Vlughter • USBR • SAF • Schooklitch • MDO,MDS,MDL
2.3.4.1 Peredam energi cekung Tipe cekung atau bucket type banyak digunakan pada sungai dengan kemiringan dasar sungai yang curam denganangkutan sedimen batu glundung yang terbawa aliran sewaktu banjir. Peredam energi cekung terdiri atas • masif cekung dengan gigi yang ditempatkan dibagian ambang akhir, bentuk in jarang dipakai.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 9
Laporan Tugas Akhir ”Kajian Alternatif Skema PLTM dan Desain Rinci PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro)” Pekatan, Lombok –Nusa Tenggara Barat
•
Masif cekung tanpa gigi, yang umumnya banyak dimanfaatkan untuk bendung tetap disungai torensial.
2.3.4.2 Peredam energi lantai hilir datar dengan ambang akhir Bangunan ini dikenal dengan istilah vlughter tipe MDO dan MDS. Bagian dihilir bendung terdiri dari lantai hilir mendatar, tanpa lengkungan pada transisi antara bidang hilir tubuh bendung dan lantai horizontal. Dibagian ujung lantai dilengkapi dnegan ambang akhir berkotak-kotak. 2.3.4.3
Peredam energi berganda Bendung dengan peredam energi berganda sangat cocok dibangun disudetan sungai dengan ketinggian lebih dari 10 meter. Karena akan mengurangi jumlah galian sudetan dan pematahan energi air yang besar sehingga tidak menimbulkan penggerusan setempat yang dalam. Keuntungan pemakain tipe ini adalah • Pematahan energi air lebih besar karena dua ruang olakan, shingga penggerusan setempat menjadi lebih dangkal • Jauh lebih stabil karena bentuknya yang besar • Kerusakan lantai dasar dan tubuh bendung akibat terjunan air dapat dihindari.
2.3.4.4
Peredam energi tipe USBR Tipe ini didesain berdasarkan grafik USBR untuk bendung akan kurang handal karena antara lain: • Elevasi dasar sungai didesain sama tinggi dengan elevasi lantai • Pengaruh degradasi dasar sungai dan pengaruh bentuk tembok sayap hilir tidak disinggung • Pengaruh tipe ukuran tidak dihitung efektifitasnya terhadap pengurangan penggerusan setempat.
2.3.4.5
Peredam energi tipe kotak Peredam energi ini digunakan sebagai tambahan peredam energi dihilir peredam energi yang telah ada sebelumnya dan sudah tidak efektif bekerja karena beberapa alasan misalnya terjadi degradasi sungai. Maksud pembuatan tipe ini yaitu untuk mengurangi tekanan air ke atas pada bagian peredam energi lama, sehingga kerusakan bangunan dapat dicegah.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 10
Laporan Tugas Akhir ”Kajian Alternatif Skema PLTM dan Desain Rinci PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro)” Pekatan, Lombok –Nusa Tenggara Barat
2.4
ANALISA HIDROLOGI Untuk mendapatkan parameter desain, perhitungan mengenai hidrologi dipergunakan analisis hidrologi.
2.4.1
Curah Hujan Regional a.
b.
Melengkapi Data Data curah hujan yang akan dipergunakan untuk perhitungan didapat dari stasiun pengamatan yang terdekat dengan lokasi. Data yang akan dipergunakan untuk perhitungan harus terisi lengkap. Apabila data yang ada di stasiun pengamatan tidak lengkap kita dapat melengkapinya dengan menggunakan beberapa cara: 1. Metode Rata-rata 2. Metode Perbandingan 3. Metode Reciprocal Analisis Curah Hujan Regional Analisis curah hujan regional adalah untuk menghitung curah hujan maksimum rata-rata harian dari daerah yang akan ditinjau. Ada tiga metode yang dapat dipakai untuk menghitung curah hujan rata-rata pada area yang akan ditinjau diantara stasiun-stasiun terdekat. 1. Metode Rata-rata 2. Metode Poligon thiessen 3. Metode Isohyet Nilai yang dipergunakan untuk perhitungan desain selanjutnya adalah curah hujan maksimum harian, yaitu curah hujan terbesar dalam setahun yang turun dalam kurun waktu 24 jam. Didalam ilmu probabilitas diperkenalkan tentang konsep probabilitas, antara lain: 1. Exceedance probability 2. Analisis nilai ekstrim dengan periode Metode analisis nilai ekstrim ini menggunakan beberapa fungsi distribusi yaitu : a. Distribusi Normal b. Distribusi Gumbell c. Pearson d. Log Pearson type III e. Distribusi Log Normal
Curah hujan yang diperlukan untuk penyelidikan banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan. Stasiun-stasiun pengamat hujan yang tersebar pada suatu daerah aliran dapat dianggap sebagai titik (point). Tujuan mencari hujan rata-rata adalah mengubah hujan titik (point rainfall) menjadi hujan wilayah (regional rainfall) atau mencari suatu nilai yang dapat mewakili pada suatu daerah aliran.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 11
Laporan Tugas Akhir ”Kajian Alternatif Skema PLTM dan Desain Rinci PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro)” Pekatan, Lombok –Nusa Tenggara Barat
Cara pendekatan untuk menghitung hujan rata-rata adalah dengan cara Poligon Theiessen. Cara ini dipilih karena mengimbangi tidak meratanya distribusi alat ukur dengan menyediakan suatu faktor pembobot bagi masing-masing stasiun. Cara Poligon Theiessen dapat dipakai pada daerah dataran atau daerah pegunungan (dataran tinggi) dan stasiun pengamat hujan minimal ada tiga, sehingga dapat membentuk segitiga. Koordinat/lokasi stasiun diplot pada peta, kemudian hubungkan tiap titik yang berdekatan dengan sebuah garis lurus sehingga membentuk segitiga. Garis-garis bagi tegak lurus dari garis-garis penghubung ini membentuk poligon di sekitar masing-masing stasiun. Sisi-sisi setiap poligon merupakan batas luas efektif yang diasumsikan untuk stasiun tersebut. Luas masing-masing poligon ditentukan dengan planimetri atau cara lain. Hujan rata-rata dapat dihitung dengan rumus pendekatan : n
∑H .L RH =
i
i =1
i
n
∑L i =1
i
(Pers 2. 2)
ket: Hi = hujan pada masing-masing stasiun 1,2,…, n Li = luas poligon masing-masing stasiun 1,2,…,n, n
= jumlah stasiun yang ditinjau,
RH = rata-rata hujan.
2.4.2
Analisa Frekuensi Curah Hujan Ekstrim Tujuan dari analisis frekuensi curah hujan ini adalah untuk memperoleh curah hujan dengan beberapa perioda ulang. Pada analisis ini digunakan beberapa metoda untuk memperkirakan curah hujan dengan periode ulang tertentu. Metoda yang dipakai nantinya harus ditentukan dengan melihat karakteristik distribusi hujan daerah setempat. Periode ulang yang akan dihitung pada masing-masing metode adalah untuk periode ulang 2, 5, 10, 25, 50, dan 100 tahun. Uraian masing-masing dari metoda yang dipakai adalah sebagai berikut :
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 12
Laporan Tugas Akhir ”Kajian Alternatif Skema PLTM dan Desain Rinci PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro)” Pekatan, Lombok –Nusa Tenggara Barat
Metoda Distribusi Log Pearson Type III Secara sederhana fungsi kerapatan peluang distribusi Pearson Type III ini mempunyai persamaan sebagai berikut : log Xt = log Xi + KT.Si log X =
Si
(Pers 2. 4)
= Standar Deviasi
= Cs
∑ log Xi N
(Pers 2. 3)
(log Xi − log X) 2 N −1
(Pers 2. 5)
= Koefisien skewness ∑(log Xi − log X)2 3 = (N − 1).(N − 2)Si
(Pers 2. 6)
Ket: KT
= Koefisien frekuensi
Metoda Distribusi Gumbel. Metoda distribusi Gumbel banyak digunakan dalam analisis frekuensi hujan yang mempunyai rumus : Rt = R + K. Sx
(Pers 2. 7)
K = (yt - yn)/Sn.
(Pers 2. 8)
Yt = - (0,834 + 2,303 log T/T-1)
(Pers 2. 9)
Dimana: Rt
=
Curah hujan untuk periode ulang T tahun (mm).
R
=
Curah hujan maksimum rata-rata
Sx
=
Standar deviasi
K
=
Faktor frekuensi
Sn, Yn = Faktor pengurangan deviasi standar rata-rata sebagai fungsi dari jumlah data. 2.4.3
Tes Ketetapan Distribusi Curah hujan maksimum dapat dihitung menggunakan beberapa cara distribusi. Dari beberapa metode yang dapat dipakai hanya ada satu yang boleh dipakai. Untuk
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 13
Laporan Tugas Akhir ”Kajian Alternatif Skema PLTM dan Desain Rinci PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro)” Pekatan, Lombok –Nusa Tenggara Barat
mengetahui metode distibusi mana yang dapat dipakai dilakukan test distribusi. Ada empat metode untuk melakukan test kelayakan distribusi. 1. Mean of Percentage Error 2. Deviasi, 3. Chi-Kuadrat, 4. Kolmogorof-Smirnov, 2.4.4
Analisa Debit Banjir Perhitungan debit desain yang beragam dengan masing-masing kriterianya sangat diperlukan untuk mendesain bendung. Debit sungai dilokasi yang akan ditinjau harus diketahui untuk menentukan debit desain. Banyak metode yang dapat dipakai untuk menghitung debit sungai Perhitungan Debit Sungai berdasarkan Data Curah (Rational) Penentuan debit desain berdasakan data curah hujan dapat menggunakan metode rasional atau metode hidrograp. a. Debit Desain berdasarkan Metode Rasional. Prinsip menentukan debit sungai menggunakan metode rasional yang pertama adalah menghitung curah hujan maksimum. Curah hujan maksimum ini curah hujan dengan periode ulang tertentu. Beberapa metode dibawah ini juga merupakan modifikasi dari metode rasional yaitu: a. Metode Der Weduwen , untuk CA ≤ 100 km2 b. Metode Melchior , untuk CA > 100 km2 c. Metode Hasper d. Metode Rasional Sederhana b. Debit Desain dengan menggunakan Hidrograp Perhitungan untuk debit banjir dapat menggunakan hidrograp banjir berikut ini: a. Nakayasu b. Gama I c. SCS-USA d. Snyder
2.4.5
Analisa Daya PLTM Dalam pemanfaatan air sebagai pembangkit listrik, perhitungannya ditunjang oleh rumus daya untuk mengetahui kapasitas pembangkitnya dan hasil pembangkitan tersebut ditunjukkan dengan mengetahui energi yang dihasilkannya. Rumus daya : P = η ρ g Q H (kW) (Pers 2. 10) dimana : P = daya, kW
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 14
Laporan Tugas Akhir ”Kajian Alternatif Skema PLTM dan Desain Rinci PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro)” Pekatan, Lombok –Nusa Tenggara Barat
η = efisiensi turbin ρ = berat jenis air, ton/m³ g = gravitasi bumi, m/det² Q = debit, m³/det H = tinggi jatuh, meter Rumus energi : E = ∑ Pt (kWh) atau E = ηρgH ∑ Qt (kWh)
(Pers 2. 11)
dimana : t = waktu yang dipengaruhi oleh kemungkinan kejadiannya. Langkah perhitungan penetapan debit rencana adalah sebagai berikut : 1. Tentukan tinggi jatuh rencana. 2. Hitung kapasitas saluran, yaitu daya yang dapat dibangkitkan oleh satu satuan debit. 3. Pilih kapasitas turbin. 4. Hitung debit rencana yaitu dengan membagi kapasitas turbin dengan kapasitas satuannya. Untuk mengetahui berapa energi yang dihasilkan, dilakukan 3 tahap perhitungan. Tahapan perhitungan ini berhubungan dengan waktu penggunaan turbin dan besar aliran yang dimanfaatkan yaitu : 1. Aliran yang tersedia sepanjang tahun Qf (firm flow) yang akan membangkitkan daya andalan Pf (firm power). 2. Aliran tambahan Qs (secondary flow) merupakan aliran tambahan yang kejadiannya lebih dari 6 bulan dalam satu tahun. Aliran ini akan membangkitkan daya tambahan Ps (secondary power). 3. Aliran sisa Qd (Dump flow) merupakan aliran tambahan yang kejadiannya kurang dari 6 bulan dalam satu tahun. Aliran ini kan membangkitkan daya sisa Pd (dump power). Perhitungan energi dilakukan dengan menerapkan rumus energi yang menyatakan bahwa energi yang dihasilkan merupakan penjumlahan dari hasil perkalian daya dengan waktu. Daya satuan debit : Punit = η ρ g Q H unit (kW)
(Pers 2. 12)
dimana : Punit = Daya yang dibangkitkan oleh satu satuan debit. Qunit = debit satuan (1 m³/det) Debit maksimum yang dapat dimanfaatkan untuk membangkitkan kapasitas turbin yang direncanakan adalah : P (Pers 2. 13) Qmax = turbin (m 3 /detik) Punit
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 15
Laporan Tugas Akhir ”Kajian Alternatif Skema PLTM dan Desain Rinci PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro)” Pekatan, Lombok –Nusa Tenggara Barat
Qmax = Qrencana = Qd Daya andalan (firm power) : Pf = Punit Q f (kW)
(Pers 2. 14)
Energi andalan (firm energy) : E f = Pf tX f (kWh)
(Pers 2. 15)
dimana : t = waktu, dalam jam/tahun. Xf = 100 % selalu terjadi sepanjang tahun Daya tambahan (secondary power) : Ps = Punit (Q s − Q f ) (kW)
(Pers 2. 16)
Energi tambahan (secondary energy) : E s = Ps tX s (kWh)
(Pers 2. 17)
dimana : t = waktu, dalam jam/tahun = 8760 jam Xs = kemungkinan kejadian dari Q =(Qs+Qf)/2 yang besarnya diperoleh dari kurva durasi debit dengan menarik garis horizontal dari harga debit Q sampai bertemu dengan kurva dan menarik garis vertikal ke arah harga probabilitas durasi, harga tersebut adalah Xs. Daya tambahan sisa (dump power) : Pd = Punit (Qd − Qs ) (kW)
(Pers 2. 18)
Energi tambahan sisa (dump energy) : E d = Pd tX d (kWh)
(Pers 2. 19)
dimana : t = waktu, dalam jam/tahun = 8760 jam Xd = kemungkinan kejadian dari Q =(Qs+Qd)/2 yang besarnya diperoleh dari kurva durasi debit dengan menarik garis horizontal dari harga debit Q sampai bertemu dengan kurva dan menarik garis vertikal ke arah harga probabilitas durasi, harga tersebut adalah Xd. Energi total yang dihasilkan merupakan penjumlahan dari seluruh energi yang memanfaatkan debit maksimum yang merupakan debit rencana yaitu : (Pers 2. 20) E total = E f + E s + E d (kWh)
2.5
ANALISA HIDRAULIS
2.5.1
Aliran Pada Saluran Terbuka a.
Tipe Aliran Aliran saluran terbuka dapat digolongkan menjadi berbagai tipe dan diuraikan dengan berbagai cara. Penggolongan berikut ini dibuat berdasarkan perubahan kedalaman aliran sesuai dengan waktu dan ruang : 1. Aliran Tetap (Steady flow) dan Aliran Tak Tetap (Unsteady flow)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 16
Laporan Tugas Akhir ”Kajian Alternatif Skema PLTM dan Desain Rinci PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro)” Pekatan, Lombok –Nusa Tenggara Barat
2.
3.
b.
Dalam hal ini, waktu sebagai tolok ukur. Aliran dalam saluran terbuka dikatakan tetap (steady) bila kedalaman aliran tidak berubah atau dapat dianggap konstan selama suatu jangka waktu tertentu. Aliran dikatakan tak tetap (unsteady) bila kedalamannya berubah sesuai dengan waktu. Aliran Seragam (Uniform Flow) dan Aliran Berubah (Varied Flow) Dalam hal ini, ruang sebagai tolok ukur. Aliran saluran terbuka dikatakan seragam bila kedalaman aliran sama pada setiap penampang saluran. Suatu aliran seragam dapat bersifat tetap atau tidak tetap tergantung apakah kedalamannya berubah sesuai dengan perubahan waktu. • Aliran seragam yang tetap (Steady uniform flow) merupakan tipe pokok aliran yang dibahas dalam hidrolika saluran terbuka. Kedalaman aliran tidak berubah selama suatu waktu tertentu yang telah diperhitungkan. • Aliran seragam yang tak tetap (Unsteady uniform flow) harus dengan syarat bahwa permukaan air berfluktuasi sepanjang waktu dan tetap sejajar dasar saluran. Aliran disebut berubah (varied) bila kedalaman aliran berubah di sepanjang saluran. Aliran berubah dapat bersifat tetap maupun tak tetap.
Keadaan Aliran Keadaan atau sifat aliran saluran terbuka pada dasarnya ditentukan oleh pengaruh kekentalan dan gravitasi sehubungan dengan gaya-gaya inersia aliran. Tegangan permukaan air dalam keadaan tertentu dapat pula mempengaruhi sifat aliran, tetapi pengaruh ini tidak terlalu besar dalam masalah saluran terbuka pada umumnya yang ditemui dalam dunia keteknikan. Akibat pengaruh kekentalan (Viscosity) a. Aliran laminar, bila gaya kekentalan relatif sangat besar dibandingkan dengan gaya kelembaman sehingga kekentalan berpengaruh besar terhadap sifat aliran. Dalam aliran laminar, butir-butir air seolah-olah bergerak menurut lintasan tertentu yang teratur atau lurus dan selapis cairan yang sangat tipis seperti menggelincir di atas lapisan di sebelahnya. b. Aliran turbulen, bila gaya kekentalan relatif lemah dibandingkan dengan gaya kelembamannya. Pada aliran turbulen, butir-butir air bergerak menurut lintasan yang tak teratur, tak lancar maupun tak tetap, walaupun butir-butir tersebut tetap menunjukkan gerak maju dalam aliran secara keseluruhan. c. Di antara keadaan laminar dan turbulen terdapat suatu campuran, atau keadaan peralihan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 17
Laporan Tugas Akhir ”Kajian Alternatif Skema PLTM dan Desain Rinci PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro)” Pekatan, Lombok –Nusa Tenggara Barat
Pengaruh kekentalan terhadap kelembaman dapat dinyatakan dengan bilangan Reynolds, didefinisikan sebagai : VL (Pers 2. 21) R= υ dimana V adalah kecepatan aliran dalam m/s; L adalah panjang karakteristik dalam m (disini dianggap sama dengan jari-jari hidrolis saluran); dan υ (nu) adalah kekentalan kinematik (kinematic viscosity) air dalam m²/s. Akibat gaya tarik bumi Akibat gaya tarik bumi terhadap keadaan aliran dinyatakan dengan perbandingan gaya inersia dengan gaya tarik bumi. Perbandingan ini ditetapkan sebagai Bilangan Froude, didefinisikan sebagai : V F= (Pers 2. 22) gL dengan V adalah kecepatan rata-rata aliran dalam m/s, g adalah percepatan gaya tarik bumi dalam m/s², dan L adalah panjang karakteristik dalam m. Untuk aliran saluran terbuka, panjang karakteristik dibuat sama dengan kedalaman hidrolis D’ (hydraulic depth) yang didefinisikan sebagai luas penampang melintang air dalam arah tegak lurus aliran di saluran dibagi dengan lebar permukaan bebas. Untuk saluran persegi empat, nilai ini sama dengan kedalaman air pada penampang aliran. Bila f = 1, persamaan menjadi :
V = gD
(Pers 2. 23)
Dan aliran dikatakan berada dalam keadaan kritis. Bila F kurang dari 1 atau
V < gD , aliran bersifat subkritis. Dalam keadaan ini peranan gaya tarik bumi lebih menonjol, sehingga aliran mempunyai kecepatan rendah dan sering dikatakan tenang. Bila F lebih besar dari 1 atau V > gD , aliran bersifat superkritis. Dalam keadaan ini gaya-gaya inersia sangat menonjol, sehingga aliran mempunyai kecepatan tinggi dan biasanya disebut cepat atau menjeram. 2.5.2
Aliran Pada Saluran Tertutup Keadaan laminar, turbulen, dan peralihan dari aliran saluran terbuka dapat dinyatakan dengan suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara bilangan Reynolds dan faktor geseran dari rumusan Darcy Weisbach. Diagram tersebut umumnya dikenal sebagai Diagram Stanton. Telah dikembangkan untuk aliran dalam pipa, Rumus Darcy Weisbach, mula-mula juga dikembangkan untuk aliran dalam pipa yakni:
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 18
Laporan Tugas Akhir ”Kajian Alternatif Skema PLTM dan Desain Rinci PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro)” Pekatan, Lombok –Nusa Tenggara Barat
hf = f
L V2 d 0 2g
(Pers 2. 24)
dimana hf adalah kehilangan geseran dalam m untuk aliran dalam pipa, f adalah faktor geser, L adalah panjang pipa dalam m, d 0 adalah garis tengah pipa dalam m, V adalah kecepatan aliran dalam m/s, dan g adalah percepatan gravitasi dalam m/s². Karena d 0 = 4R dan gradien energi S = hf/L, persamaan diatas dapat ditulis kembali untuk faktor geser : 8gRS (Pers 2. 25) f = V2 Persamaan ini dapat pula diterapkan bagi aliran seragam dan aliran hampir seragam dalam saluran terbuka. Hubungan f dan R untuk pipa licin dapat dinyatakan dengan persamaan Blasius : 0.223 (Pers 2. 26) f = 0.25 R Yang hanya berlaku bila harga R diantara 750 dan 25.000. Untuk harga R yang lebih tinggi, Von Karman mengembangkan suatu pernyataan umum yang kemudian disesuaikan oleh Prandtl agar lebih mendekati data yang diperoleh Nikuradse. Hasilnya adalah persamaan Prandtl-Von Karman : 1 = 2log R f + 0.4 (Pers 2. 27) f
(
2.6
)
ANALISA EKONOMI Analisa ekonomi dilakukan dengan menggunakan beberapa parameter yakni B/C ratio, dan IRR atau ROR. Namun sebelum itu terlebih dahulu dilihat beberapa sumber pemasukan dan beberapa item cost yang ada seperti initial cost, operasional dan pemeliharaan yang harus dikeluarkan sebagai rutinitas tahuhan.
2.6.1
Rumus Dasar berdasarkan Nilai waktu Perhitungan nilai waktu harus ditentukan terlebih dahulu sebelum melakukan analisis kelayakan ekonomi dan finansial Usia layan Usia layan adalah masa dimana hasil proyek dapat beroperasi dengan normal. Secara umum usia layan untuk pekerjaan sipil selama 30-40 tahun. Penggantian komponen utama atau perbaikan besar dibutuhkan setelah periode tersebut. Dalam perhitungan cash flow lamanya perhitungan itu sama dengan masa layan dari hasil pekerjaan sipil tersebut. Dalam kasus ini nilai sisa dari pekerjaan sipil harus dipertimbangkan sebagai keuntungan dimasa depan dalam analisis Cost Benefit atau pengeluaran
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 19
Laporan Tugas Akhir ”Kajian Alternatif Skema PLTM dan Desain Rinci PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro)” Pekatan, Lombok –Nusa Tenggara Barat
untuk pembaruan komponen utama dari hasil pekerjaan sipil tersebut harus dimasukan sebagai modal investasi masa depan. Tingkat Pengurangan Adalah biaya yang mencerminkan nilai waktu dari uang. tingkat diskon rate ini adalah tingkat pengembalian yang dapat dihasilkan dengan menginvestasikan modal dari proyek dengan resiko yang sama. Atau alternatif marginal proyek. Diskon rate berbeda-beda pada setiap negara biasanya besarnya adalah 10%. Tingkat bunga Tingkat bunga adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh pemilik kepada yang meminjamkan modal. Tingkat suku bunga ditentukan oleh pasar modal dan berfluktuasi sesuai dengan perubahan kondisi ekonomi dan pajak pemerintah dan kebijakan moneter. Present Value ( nilai Sekarang) Adalah nilai yang didapat dengan mengurangi semua biaya dimasa depan dan pengembalian dimasa depan kedalam masa sekarang sehingga dibandingkan pada keadaan moneter yang sekarang. Jumlah dari nilai-nilai tersebut menunjukan Nilai saat sekarang yang sesungguhnya. Nilai ekivalen tahunan Nilai ini adalah akumulasi dari nilai sekarang yang sama dengan total modal awal atau biaya dalam hitungan tahunan yang diekivalenkan dengan nilai tiap tahun. 2.6.2
Benefit/Cost Ratio (B/C R) Benefit cost ratio adalah perbandingan antara nilai keuntungan terhadap biaya pada saat sekarang. Kriterianya nilai B/C ini lebih besar sama dengan satu. Paramater B/C ratio biasanya digunakan pada proyek yang merupakan proyek pemerintah yang nantinya digunakan untuk kepentingan umum. Dalam perhitungan B/C ratio nilai keuntungan dan kerugian dibuat dalam bentuk nilai sekarang, nilai akan datang atau nilai tahunan seluruhnya. Secara umum perhitungan B/C ratio menggunakan hubungan dibawah ini: keuntungan − ker ugian B/C = (Pers 2. 28) biaya( pengeluaran) Untuk metode B/C modifikasi digunakan rumus yang berbeda, disini nilai M&O (maintenance and operation) dihitung sebagai nilai yang sama dengan kerugian. keuntungan − ker ugian − biayaM & O (Pers 2. 29) B/C = Investasiawal Hasil nilai B/C menjadi acuan diterima atau tidaknya pelaksanaan proyek tersebut.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II - 20
Laporan Tugas Akhir ”Kajian Alternatif Skema PLTM dan Desain Rinci PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro)” Pekatan, Lombok –Nusa Tenggara Barat
B/C ≥1 Proyek diterima B/C <1 Proyek tidak diterima Untuk pemilihan beberapa alternative proyek menggunakan B/C ratio, menggunakan criteria yang berbeda. B/C ≥1 Jika pilih proyek dengan biaya yang tinggi B/C <1 plih alternative dengan biaya yan rendah. 2.6.3
Rate of Return Analysis Rate of return analysis bertujuan untuk mencari alternatif terbaik dalam menentukan sebuah proyek dari beberapa pilihan. Ketika dua atau lebih alternatif mutuall dievaluasi, seorang teknik ekonomi mampu mengidentifikasi satu alternatif yang ekonomis. Biasanya secara umum perhitungan dalam menggunakan metode ini adalah: Jika ∆i*B-A <MARR, pilih Alternatif dengan biaya awal yang rendah ∆i*B-A >MARRr, pilih alternatif dengan biaya awal yang tinggi
2.6.4
Net Present Value (nilai masa kini) Metode ini berguna untuk merangking beberapa pilihan proyek. Jika tahuan awal ditetapkan sebagai tahun dasar perhitungan maka, pengurangan keuntungan tiap tahun dihitung terhadap tahun dasar ini. Kemudian nilainya dijumlahkan dengan rumus: n B −C j j NPV = ∑ (Pers 2. 30) j j = 0 (1 + i ) jika tahun pertama beroperasinya PLTM dijadikan tahun dasar perhitungan dan pemasukan tahunan, biaya operasional tahunan, dan biaya pemeliharaan tahunan nilainya seragam tiap tahun, maka nilai NPV nya dapat dihitung menggunakan rumus: NPV
1
n m +1 ( 1 + i ) − 1 p ⎡ (1 + i ) − 1 ⎤ = (B − A) − ⎢ − 1⎥ n m⎣ i i (1 + i ) ⎦
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
(Pers 2. 31)
II - 21