RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 98/PUU-XIII/2015 Izin Pemanfaatan Hutan
I.
PEMOHON P.T. Inanta Timber & Trading Coy Ltd.yang diwakili oleh Sofandra sebagai Direktur Utama ------------------------------------- selanjutnya disebut Pemohon. Kuasa Hukum: - Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra., dkk, dan dibantu oleh asisten pengacara Bayu Nugroho, S.H., dkk, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 08 Juli 2015
II.
OBJEK PERMOHONAN - Pengujian Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang selanjutnya disebut UU 41/1999. -
III.
Pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan selanjutnya disebut UU 18/2013.
KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24 ayat (2) UUD 1945: “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”; 2. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”; 3. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi:
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;” IV.
KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PARA PEMOHON Pemohon adalah badan hukum perdata yang memiliki izin untuk melaksanakan usaha di bidang kehutanan yang merasa dirugikan dengan ketentuan Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang dan .Pasal 1 angka 3, Pasal 12 butir a dan Pasal 82 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
V.
NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DI UJI A. NORMA MATERIIL 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan - Pasal 50 ayat (2) Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan. 2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan - Pasal 1 angka 3 Perusakan hutan adalah proses, cara, atau perbuatan merusak hutan melalui kegiatan pembalakan liar, penggunaan kawasan hutan tanpa izin atau penggunaan izin yang bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian izin di dalam kawasan hutan yang telah ditetapkan, yang telah ditunjuk, ataupun yang sedang diproses penetapannya oleh Pemerintah. - Pasal 12 butir a Setiap orang dilarang: a. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan hutan.
-
Pasal 82 ayat (3) huruf a Korporasi yang: a. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a; dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 - Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Negara Indonesia adalah Negara Hukum. -
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
VI.
ALASAN-ALASAN PARA PEMOHON UNDANG-UNDANG A QUO BERTENTANGAN DENGAN UUD 1945 1. Pemohon adalah badan hukum perdata yang memiliki izin untuk melaksanakan usaha di bidang kehutanan yang seharusnya berhak menikmati izinnya karena telah dijamin oleh Negara, namun pada faktanya posisi pemegang izin menjadi tidak memiliki kepastian hukum dengan adanya norma dalam UU 41/1999 yang memuat sanksi pidana dengan bagi pemegang izin usaha di bidang kehutanan; 2. Bahwa ketentuan Pasal 50 ayat (2) UU 41/1999 sepanjang frasa “kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan” bersifat multitafsir karena tidak ada penjelasan dan penjabaran lebih lanjut mengenai kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan tersebut sehingga menimbulkan ketidak pastian hukum bagi Pemohon dan rawan menimbulkan kesewenangwenangan aparat penegak hukum; 3. Bahwa Pemohon mendalilkan sebagai pemegang izin usaha pemanfaatan hutan Pemohon berhak untuk mendapatkan jaminan kepastian hukum untuk menggunakan izin yang diberikan sebagaimana mestinya namun hal ini tidak dapat terpenuhi dengan adanya ketentuan .Pasal 1 angka 3, Pasal 12 butir a dan Pasal 82 ayat (3) butir c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan; 4. Menurut Pemohon ketentuan Pasal 1 angka 3 UU 18/2013 tidak menjelaskan perbuatan seperti apa yang dimaksud dengan penggunaan izin yang bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian izin demikian juga dengan Ketentuan Pasal 12 huruf a UU 18/2013 sepanjang frasa
“melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan hutan” sama-sama tidak didefinisikan dengan tegas sehingga menimbulkan ketidak pastian hukum bagi Pemohon dan rawan menimbulkan kesewenang-wenangan aparat penegak hukum. 5. Menurut Pemohon ketentuan Pasal 82 ayat (3) huruf a memberikan ancaman pidana bagi korporasi yang melanggar ketentuan Pasal 12 huruf a hal ini menyebabkan ketentuan tersebut bertentangan dengan asas legalitas dalam hukum pidana serta tidak mampu mendefinisikan predikat perbuatan yang dilarang dalam Pasal 1 angka 3 dan Pasal 12 huruf a. VII. PETITUM 1. Menerima dan mengabulkan Permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan bahwa Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang berbunyi “Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan” sepanjang frasa “kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan” bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat; 3. Menyatakan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang berbunyi “Perusakan hutan adalah proses, cara, atau perbuatan merusak hutan melalui kegiatan pembalakan liar, penggunaan kawasan hutan tanpa izin atau penggunaan izin yang bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian izin di dalam kawasan hutan yang telah ditetapkan, yang telah ditunjuk, ataupun yang sedang diproses penetapannya oleh Pemerintah sepanjang frasa “penggunaan izin yang bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian izin….” bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat; 4. Pasal 12 butir a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang berbunyi “Setiap orang dilarang:….a. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan hutan” bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat; 5. Pasal 82 ayat (3) butir c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang berbunyi “Korporasi yang:………..c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c
…………….dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah)” bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat; 6. Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau apabila Majelis Hakim konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.
Catatan: Terdapat perbedaan dalam penulisan pasal yang diuji, dijudul permohonan Pemohon menguji Pasal 82 ayat (3) butir c sedangkan dalam permohonan dan petitum Pemohon menguji Pasal 82 ayat (3) huruf a.