MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 25/PUU-XII/2014
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN AHLI/SAKSI PRESIDEN (VIII)
JAKARTA RABU, 12 NOVEMBER 2014
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 25/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan [Pasal 1 angka 1, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 37, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 67] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Salamuddin 2. Ahmad Irwandi 3. Ahmad Suryono ACARA Mendengarkan Keterangan Ahli/Saksi Presiden (VIII) Rabu, 12 November 2014, Pukul 11.15 – 12.57 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Arief Hidayat Ahmad Fadlil Sumadi Anwar Usman Maria Farida Indrati Muhammad Alim Aswanto Wahiduddin Adams
Sunardi
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Ahmad Suryono 2. Salamuddin B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Syamsudin Slawat Pesilette C. Pemerintah: 1. Isa Rachmatarwata 2. Indra Surya D. Ahli dari Pemerintah: 1. Refly Harun 2. Mulia P. Nasution 3. Harjono 4. Achmad Zen Umar Purba E. Pihak Terkait: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Firdaus Djailani Kusumaningtuti Nelson Tampubolon Rahmat Waluyanto Ilya Avianti Nurhaidah
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.15 WIB 1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang dalam Perkara Nomor 25/PUUXII/2014 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saudara Pemohon, saya persilakan yang hadir pada hari ini siapa?
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: SYAMSUDIN SLAWAT PESILETTE Ya, terima kasih, Yang Mulia. Yang hadir sebagai Pemohon … Saya Kuasa Hukum Syamsudin Slawat Pesilette. Kemudian, Prinsipal Saudara Ahmad Suryono dan Saudara Salamuddin.
3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Dari DPR belum hadir. Dari Pemerintah yang mewakili Presiden?
4.
PEMERINTAH: ISA RACHMATARWATA Terima kasih, Yang Mulia. Mewakili Presiden, Pemerintah dalam hal ini adalah Isa Rachmatarwata saya sendiri Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kebijakan dan Regulasi Jasa Keuangan dan Pasar Modal dan Bapak Indra Surya, Kepala Biro Hukum Kementerian Keuangan.
5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Pihak Terkait, hari ini yang hadir siapa?
6.
PIHAK TERKAIT: FIRDAUS DJAILANI Terima kasih, Yang Mulia. Kami dari Pihak Terkait, dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan, hadir tiga Anggota Dewan Komisioner. Saya sendiri Firdaus Djailani, Ibu Kusumaningtuti, dan Pak Nelson Tampubolon. Terima kasih, Yang Mulia.
1
7.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Agenda kita pada pagi hari ini adalah mendengarkan keterangan Ahli dari Presiden. Dari Presiden yang hadir empat orang? Ya, betul. Baik. Sebelum kita dengar keterangan Ahlinya, maka saya persilakan untuk maju ke depan untuk diambil sumpahnya. Yang pertama Pak Refly Harun, saya persilakan. Kemudian yang kedua, Pak Mulia P. Nasution. Yang ketiga, Prof. Achmad Zen Umar Purba, saya persilakan. Dan yang terakhir, ini Yang Mulia Pak Harjono. Saya persilakan, Yang Mulia Pak Dr. Ahmad Fadlil.
8.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Untuk mengonfirmasi, semuanya beragama Islam? Ya, silakan tirukan ucapan sumpahnya. Dimulai. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.”
9.
AHLI BERAGAMA ISLAM: Bismillahirrahmananirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.
10.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Terima kasih.
11.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Silakan kembali ke tempat. Terima kasih, Rohaniwan. Baik. Ini ada empat Ahli. Jadi, waktu yang ada, kita maksimal dua jam. Jadi, waktunya bisa kita bagi untuk empat orang Ahli menyampaikan keterangannya. Kemudian, kita perdalam ya dengan pertanyaan dan diskusi, maka kita bisa ... semuanya ter-cover pada pagi hari ini. Oleh karena itu, mohon Ahli bisa menyampaikan pokok-pokoknya, tidak semuanya. Karena yang tertulis nanti Majelis bisa membaca secara lengkap. Sebelum saya mulai, saya mengingatkan kepada Pihak Terkait. Tadi saya diingatkan Panitera bahwa permintaan Majelis pada persidangan-persidangan yang lalu, yang berhubungan dengan 2
permintaan Majelis mengenai struktur kepegawaian, struktur kepangkatan, rekrutmen, kemudian penggajian, dan sebagainya, sampai hari ini masih ditunggu di Kepaniteraan supaya bisa segera disampaikan karena akan segera dipelajari oleh Majelis untuk memperdalam kasus ini, ya. Baik. Kalau begitu, dari Pemerintah. Siapa dulu yang akan menyampaikan urutannya? 12.
PEMERINTAH: ISA RACHMATARWATA Baik, Yang Mulia. Agar nanti pengungkapannya mengalir, kami mengusulkan, kita memulai dengan Bapak Mulia P. Nasution, diikuti dengan Bapak Zen Umar Purba, kemudian Bapak Refly Harun, dan yang terakhir nanti Pak Harjono.
13.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Sesuai dengan permintaan Pemerintah, persilakan. Mohon waktunya bisa menyesuaikan.
14.
maka
saya
AHLI DARI PEMERINTAH: MULYA P. NASUTION Keterangan Ahli atas Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disampaikan oleh Dr. Mulia P. Nasution, DESS, Mantan Ketua Tim Pelaksana Persiapan Pembentukan OJK. Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Konstitusi. Yang Terhormat Wakil dari Pemerintah, Pihak Terkait, Pemohon, dan para hadirin yang kami hormati. Sehubungan dengan Permohonan Pengujian Pasal 1 angka 1, Pasal 5, Pasal 6, dan seterusnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, selanjutnya disebut OJK terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disebut UUD 1945 yang dimohonkan oleh Para Pemohon, yaitu Salamuddin dan kawan-kawan. Perkenankan kami menyampaikan keterangan Ahli mengenai 2 hal, yaitu pertama, pentingnya OJK sebagai lembaga yang menyelenggarakan pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor keuangan. Dan kedua, pengelolaan OJK sebagai berikut. Pertama, pentingnya Otoritas Jasa Keuangan. Keberadaan OJK adalah suatu keniscayaan bagi negara kita pada masa kini. Pembentukan OJK adalah hasil dari suatu proses transformasi kelembagaan yang telah berlangsung dalam kurun waktu yang sangat panjang, yaitu lebih dari 1 dekade sejak 1998 sampai kini di negara kita. Berawal dari kelemahan 3
pengawasan perbankan nasional yang sangat dirasakan pada saat terjadinya Asian Financial Crisis pada tahun 1997, 1998, gagasan pembentukan suatu lembaga pengawasan jasa keuangan yang independent muncul sebagai upaya untuk memperbaiki penyelenggaraan pengaturan dan pengawasan terhadap industri jasa keuangan. Pelaksanaan transformasi kelembagaan tersebut diperlukan untuk mencegah agar tidak terulang kembali krisis seperti yang pernah terjadi pada masa yang lalu dan agar lebih mampu menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan yang semakin berat sebagai akibat dari perkembangan dan dinamika di sektor industri jasa keuangan di masa yang akan datang. Pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan hanya dapat terlaksa secara profesional, apabila lembaga yang diberikan mandat untuk melaksanakan tugas tersebut bersifat mandiri, tidak berada di bawah kekuasaan dan pengaruh lembaga legislatif maupun lembaga legislatif, di bawah … mohon maaf, di bawah lembaga eksekutif maupun lembaga legislatif. Krisis perbankan yang melanda Indonesia yang kemudian meluas menjadi krisis ekonomi dan politik pada awal dekade yang lalu, menunjukkan pada kita betapa pentingnya keberadaan suatu lembaga pengawas jasa keuangan yang independent dalam penyelenggaraan fungsi pengaturan dan fungsi pengawasan. Oleh karena itu, para pembuat undang-undang di negara kita persis 10 tahun yang lalu, menyepakati untuk mencantumkan amanat pembentukan dengan undang-undang suatu lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang independent dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Para hadirin yang kami hormati, namun proses pembentukan lembaga tersebut tidaklah berjalan mulus. Walaupun undang-undang telah mengamanatkan pembentukan lembaga dimaksud akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010, urgensi untuk membentuk suatu lembaga pengawas perbankan yang independent di luar Bank Indonesia pada saat itu, tidak sepenuhnya mendapat dukungan dari beragam pemangku kepentingan. Dari segi konsep, model lembaga independent yang akan dibentuk masih terus dalam pembahasan dan perdebatan, baik di kalangan akademisi maupun di lingkungan pemerintah sendiri. Secara politik, walaupun proses konsolidasi fiskal yang berjalan sejak tahun 2000 telah berhasil membawa stabilisasi di bidang perbankan dan keuangan negara. Prioritas utama pemerintahan Presiden SBY pada awal periode 2004-2009 adalah melaksanakan perbaikan kegiatan yang mendesak yang dapat menggerakkan kembali roda perekonomian setelah 5 tahun mengalami stagnasi, bahkan sempat mengalami kemunduran, mulai di
4
program yang kita kenal dengan Pro Growth, Pro Job, dan Pro Poor yang dicanangkan oleh Pemerintah. Sampai terjadinya krisis keuangan global pada tahun 2008, konsep pembentukan OJK masih tetap dalam perdebatan. Perdebatan tersebut bukanlah mengenai perlunya independensi lembaga tersebut. Karena sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Bank Indonesia telah menjadi lembaga independent, tetapi terutama urgensi keberadaan lembaga baru di luar Bank Indonesia untuk mengatur dan mengawasi sektor perbankan. Seiring dengan berjalannya waktu, sektor industri jasa keuangan semakin berkembang mengalami dinamika yang luar biasa, tidak terkecuali di negara kita. Dalam kurun waktu tersebut, seiring dengan pemulihan ekonomi dan semakin berkembangnya kegiatan perekonomian di negara kita. Produk-produk industri jasa keuangan muncul semakin beragam dan kompleks. Selain itu, sebagaimana juga sektor industri yang lain, di sektor jasa keuangan juga terjadi konglomerasi, baik secara vertikal maupun horizontal. Demikian pula industri jasa keuangan mengalami proses globalisasi yang berdampak signifikan terhadap konsumen, pemilik modal perokonomian, dan publik. Proses globalisasi tersebut dipermudah, terutama dengan kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi dan berlakunya norma dan standar yang bersifat internasional, terutama di sektor perbankan. Pada gilirannya, kemudahan untuk beroperasi secara global memperlancar langkah-langkah konsolidasi pembentukan holding company mergers and acquisitions oleh para pelaku industri, terutama yang berinduk di luar negeri untuk dapat meningkatkan efisiensi, memperbesar market share atau untuk mendominasi pasar demi meraih pertumbuhan usaha dan memaksimalkan profit perusahaan mereka di Indonesia. Untuk itu, pengaturan dan pengawasan yang tidak dilakukan secara terintegrasi akan dapat sangat menyulitkan upaya pencegahan dan penanganan kasus-kasus pelanggaran yang terjadi di sektor jasa keuangan. Ketua dan Majelis Yang Mulia, para hadirin yang kami hormati. Sejalan dan perkembangan tersebut, konsep pembentukan OJK mengalami dinamika, pergeseran, penyesuaian, dan penyempurnaan menjadi penting agar seluruh sektor jasa keuangan dapat diatur dan diawasi secara terintegrasi. Agar lebih efektif pengaturan dan pengawasan tersebut perlu dilakukan oleh satu lembaga, yaitu OJK. Dengan demikian, ruang lingkup OJK yang pembentukannya akan ditetapkan dengan undang-undang berkembang menjadi lebih luas, yaitu tidak hanya mencakup sektor perbankan, tetapi termasuk pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan secara keseluruhan. Namun, sampai terjadi global crisis yang terutama melanda beberapa negara industri pada tahun 2008 yang berdampak terhadap sektor keuangan di Indonesia, agenda untuk menyatukan pengaturan 5
dan pengawasan sektor jasa keuangan di dalam satu lembaga belum menjadi prioritas nasional yang mendesak untuk dilaksanakan, walaupun sudah diamanatkan oleh undang-undang. Dalam dinamika proses perumusan dan penyiapan RUU OJK, pemikiran untuk tidak mengeluarkan fungsi pengaturan dan pengawasan mikro prudential dari Bank Indonesia memiliki alasan yang kuat. Pertama, melakukan transformasi kelembagaan sangat berrisiko, hingga perlu dilakukan secara berhati-hati karena dapat berdampak terhadap industri jasa keuangan yang berperan sangat strategis dalam sistem perekonomian nasional. Kedua, menyiapkan perangkat hukum, struktur organisasi baru, sumber daya manusia akan membutuhkan waktu yang tidak sedikit, perecanaan yang matang, dan pelaksanaan secara saksama. Setelah lembaga baru terbentuk, perlu (suara tidak terdengar jelas) kerja dan disiapkan dukungan anggaran dan logistik yang diperlukan agar organisasi tersebut dapat beroperasi secara penuh. Ketiga, pengalaman di beberapa negara lain menunjukkan bahwa keberadaan lembaga pengawasan industri jasa keuangan yang independent di luar bank sentral atau di luar pemerintah tidaklah menjadi jaminan tidak akan terjadi permasalahan atau kasus-kasus di sektor jasa keuangan, contohnya di Inggris dan di Amerika Serikat. Terjadinya krisis keuangan global pada tahun 2008 menyebabkan pentingnya memprioritaskan pembentukan OJK. Sementara itu, dari segi konsep dalam kurun waktu 2004-2008, pembahasan mengenai kedudukan dan bentuk kelembagaan OJK telah melalui due process dan diskusi yang mendalam, baik di lingkungan pemerintah maupun pada pertemuan-pertemuan atau public hearing yang diselenggarakan oleh tim pemerintah dengan berbagai pemangku kepentingan. Berbagai masukan telah diperoleh pemerintah untuk menyempurnakan naskah RUU OJK yang akan diajukan kepada DPR. Pertukaran informasi dan pengalaman mengenai sistem dan kelembagaan pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan di beberapa negara juga dilakukan oleh pemerintah untuk memperkaya referensi dan menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan organisasi OJK. Kendati demikian, sebagaimana kita ketahui bersama, pembentukan OJK baru dapat terselesaikan pada tahun 2011 setelah krisis berlalu dan melalui proses pembahasan yang panjang dan melelahkan. Namun, ada hikmah dari proses pembahasan yang cukup lama tersebut. Pembahasan undang-undang yang dilakukan secara terburu-buru sering kurang mendalam. Sebaliknya, pembentukan Undang-Undang OJK yang menjadi salah satu proses legislasi terlama di negara kita telah melalui proses diskusi yang mendalam dan pertimbangan yang matang, sehingga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan negara akan suatu lembaga pengaturan dan pengawasan 6
sektor jasa keuangan secara terintegrasi. Pengaturan dan pengawasan secara terintegrasi tersebut sangat dibutuhkan pada masa ini dan di masa yang akan datang karena: 1. Koordinasi otoritas fiskal, moneter, dan sektor keuangan perlu diperkuat. 2. Sumber krisis makin beragam, bisa dari perbankan, dari pasar modal, lembaga keuangan nonbank dan fiskal. 3. Sektor jasa keuangan saling berhubungan atau interconnected. 4. Konglomerasi keuangan semakin dominan. 5. Struktur produk keuangan semakin kompleks, munculnya hybrid products. 6. Fungsi pengawasan lembaga keuangan dengan fungsi (suara tidak terdengar jelas) fiskal memiliki potensi konflik kepentingan. 7. Pemisahan fungsi pengawasan sektor keuangan dari otoritas moneter dan otoritas fiskal sesuai dengan trend global terkini. Izinkanlah kami untuk menyampaikan mengenai pengelolaan keuangan OJK. OJK adalah lembaga negara, badan hukum publik ataupun public entity yang dibentuk dan mendapatkan pelimpahan sebagian kekuasaan, penyelenggaraan pemerintahan atau (suara tidak terdengar jelas) publik untuk mengatur dan mengawasi sektor jasa keuangan. Pembentukan dan pelimpahan kekuasaan tersebut tidak tercantum dalam Undang-Undang Dasar. Namun, dalam perjalanan panjang dan dinamika dalam penyelenggaraan pemerintahan di negara kita, keberadaan lembaga yang bertugas untuk mengatur dan mengawasi sektor jasa keuangan tersebut terbukti constitutionally important. Oleh karena itu, untuk memberikan landasan hukum yang kuat, pembentukan OJK tersebut ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai bagian dari sistem pemerintahan negara, OJK diamanatkan untuk bertugas, mengatur, dan mengawasi sektor jasa keuangan. Untuk dapat melaksanakan tugas tersebut dengan sebaikbaiknya, OJK perlu diberikan kedudukan dalam status hukum yang sepadan, serta kewenangan prasarana dan sarana yang diperlukan. Salah satu sarana utama yang diperlukan oleh OJK adalah dana. Berbeda dengan bank sentral yang memiliki sumber pendapatan dari pengelolaan moneter dan sistem pembayaran, OJK tidak mempunyai sumber pendapatan sendiri. Oleh karena itu, OJK memerlukan sumber pendanaan dari luar. Dana tersebut dapat bersumber dari APBN maupun dari luar APBN berupa iuran yang dipungut dari sektor industri yang diawasi oleh OJK. Berkenaan dengan sumber pendanaan OJK ini, setidaknya ada dua pertanyaan mendasar. Pertama, mana yang lebih baik, apakah OJK dibiayai APBN atau semata-mata dari pungutan? Apabila OJK dibiayai dari APBN, kita ketahui bahwa alokasi anggaran bagi OJK tersebut akan mengurangi dana APBN yang sudah sedemikian terbatas untuk 7
membiayai penyelenggaraan tugas kementerian negara dan lembaga pemerintahan lainnya. Sehingga apabila dimungkinkan, untuk memperoleh pendanaan dari sumber lain, seyogianya OJK tidak tergantung dari sumber penerimaan dari APBN. Dengan demikian, pertanyaannya adalah apabila dana tersebut bersumber dari APBN selama belum bisa dibiayai sepenuhnya dari pungutan, apakah pengelolaannya oleh OJK selaku satuan kerja pengguna anggaran harus mengikuti pengelolaan anggaran yang berlaku pada umumnya seragam bagi setiap kementerian negara? Jawabannya adalah tidak harus selalu demikian. Sebagaimana kita pahami bersama bahwa dalam pengelolaan anggaran oleh kementerian negara dan lembaga pemerintahan ditetapkan ketentuan-ketentuan yang pada umumnya seragam, mulai dari proses perencanaan dan penyusunan anggaran sampai pada pelaporan dan pertanggungjawaban. Keseragaman dalam ketentuan pengelolaan keuangan APBN tersebut merupakan penerapan dari asas-asas umum yang dianut dalam undang-undang di bidang keuangan negara, yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UndangUndang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, yaitu asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas. Namun, di dalam doktrin hukum perbendaharaan negara yang juga dianut dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara juga dikenal asas-asas umum lainnya, yaitu asas akuntabilitas berorientasi kepada hasil, asas profesionalitas, dan asas proporsionalitas. Asas-asas ini pada hakikatnya memberikan fleksibilitas bagi pengguna anggaran untuk membelanjakan dana yang telah diamanatkan kepadanya untuk menghasilkan output yang telah ditetapkan dengan cara yang sebaik-baiknya. Dengan demikian, pemberian fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan yang bersumber dari APBN kepada OJK, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang OJK adalah sejalan dengan semangat anggaran berbasis kinerja yang dianut dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Sebagai suatu organisasi yang dituntut untuk menjalankan tugasnya secara independent dengan standar profesionalitas yang tinggi, pemberlakuan aturan dan mekanisme yang seragam dengan yang berlaku bagi kementerian negara dapat menjadi kendala dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiatan operasional OJK. Oleh karena itu, prinsip let the managers manage yang menjadi semangat dalam sistem pengelolaan keuangan negara sesudah dimulai reformasi pada tahun 2003 perlu benar-benar dihayati dalam pengaturan pengelolaan keuangan OJK. Sehingga dalam dokumen usulan anggaran 8
yang diajukan oleh OJK kepada pemerintah untuk memperoleh dana APBN, rencana pengeluaran yang akan dilakukan OJK tidak perlu diuraikan secara terperinci seperti halnya uraian usulan anggaran yang diajukan oleh satuan kerja kementerian negara. Demikian pula pada tahap pelaksanaan anggaran, pencairan anggaran yang bersumber dari APBN dapat dilakukan secara berkala berdasarkan rencana penggunaan dana dan realisasi anggaran untuk masing-masing jenis belanja. Sudah barang tentu hal ini akan mengurangi informasi yang diperoleh bendahara umum negara atas pengelolaan dana APBN tersebut oleh OJK. Oleh karena itu, sangat penting peranan pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan atas pengelolaan keuangan OJK. Karena dari laporan berkala yang wajib disampaikan OJK kepada BPK sebagai auditor negara dan laporan pertanggungjawaban tahunan oleh OJK dapat diperoleh informasi mengenai berbagai pengeluaran-pengeluaran tersebut dan BPK pada saat memeriksa laporan keuangan OJK dapat melakukan penelusuran rincian dan bukti-bukti dari setiap pengeluaran. Fleksibilitas dan proses pengusulan anggaran, pencairan dana, pelaporan, dan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran yang demikian, pada hakikatnya serupa dengan yang diterapkan kepada Badan Usaha Milik Negara yang mendapatkan dana untuk menyelenggarakan Public Service Obligation atau PSO. Apabila OJK membiayai dirinya dari pungutan, sudah barang tentu tidak diperlukan keterikatan kepada ketentuan sebagaimana yang berlaku bagi kementerian negara. Penerimaan dan pengeluaran iuran dikelola oleh OJK terpisah dari APBN. OJK memiliki kewenangan untuk mengatur sistem pengelolaan keuangan yang berlaku. Namun demikian, gambaran secara ringkas mengenai kondisi keuangan OJK perlu disampaikan dalam nota keuangan sebagai bagian dari sistem pengelolaan keuangan negara dan informasi kepada publik yang mencerminkan asas keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara. Oleh karena itu, menyangkut pengenaan pungutan OJK, hal utama yang perlu menjadi pertimbangan justru adalah kewajaran mengenai besarnya iuran tersebut dan penerapan asas proporsionalitas dalam pengenaannya terhadap masing-masing sektor industri. Karena pada akhirnya, setiap pungutan kepada sektor industri akan menjadi tambahan biaya bagi industri yang dapat dialihkan menjadi beban konsumen. Perkenankanlah kami menyampaikan sebagai penutup. Bahwa sebagai Ahli, kami berusaha untuk memberikan keterangan yang seobjektif mungkin. Walaupun sebagai Mantan Ketua Tim Pelaksana Persiapan Pembentukan OJK, sulit bagi kami untuk tidak terpengaruh suasana hati dalam memberikan keterangan ini. Mengingat penyiapan organisasi OJK adalah tugas yang diamanatkan kepada kami menjelang 9
akhir pengabdian di Kementerian Keuangan. Kami membayangkan alangkah sedihnya apabila organisasi yang baru saja dibentuk ini harus dirombak tanpa alasan yang kuat dan mendesak, padahal keberadaannya pada hakikatnya sejalan dengan semangat UndangUndang Dasar untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan dapat berperan sangat positif untuk kemajuan sektor jasa keuangan di negara kita. Menurut hemat kami, akan lebih baik apabila kita memprioritaskan penuntasan proses transformasi kelembagaan dengan menyelesaikan seluruh agenda amandemen beberapa undang-undang di bidang sektor keuangan yang sangat krusial untuk penataan dan harmonisasi pengaturan di sektor jasa keuangan. Demikian pula secara internal OJK, menuntaskan proses transformasi kelembagaan dengan melengkapi berbagai peraturan OJK dan standard operating procedure yang diperlukan bagi pelaksanaan kegiatan operasional, manajemen, SDM, dan keuangan, serta sistem dan teknologi informasi dan komunikasi. Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta kesembilan, 1966-1977 pernah mengatakan, “Manusia tanpa cita-cita adalah mati, cita-cita tanpa kerja adalah mimpi, dan idaman yang menjadikan kenyataan adalah kebahagian.” Proses transformasi kelembagaan tidaklah mudah dan tidak ada organisasi yang sempurna, tidak terkecuali institusi OJK yang masih berumur seumur jagung. Namun dengan kerja, kerja, kerja dengan sebaik-baiknya, niscaya OJK akan dapat menjadi lembaga idaman. Wassalamualaikum wr. wb. 15.
PEMERINTAH: ISA RACHMATARWATA Mohon izin, Yang Mulia. Rupanya ada ini sedikit, setelah ini mungkin Bapak Refly Harus dulu, Pak, kalau diizinkan.
16.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Atas permintaan dari Pemerintah yang mengajukan Ahli, maka urutan berikutnya Pak Refly. Kemudian Pak Harjono, kemudian yang terakhir Pak Zen. Saya persilakan.
17.
AHLI DARI PEMERINTAH: REFLY HARUN Bismillahirrahmaanirrahiim. Keterangan Ahli Refly Harun dalam Perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Hakim Konstitusi. Yang saya hormati Pemohon, Kuasa Pemohon, Pemerintah, dan Pihak Terkait.
10
Sepanjang yang dapat Ahli catat, Pemohon dalam permohonan ini mempermasalahkan tiga hal. Satu, keberadaan Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga independent. Yang kedua, kewenangan OJK. Dan ketiga, sumber keuangan OJK. Sebelum membahas lebih jauh mengenai ketentuan yang dipersoalkan tersebut, izinkanlah Ahli mengemukakan pendapat yang terkait dengan legal standing Pemohon. Menurut Ahli, Pemohon tidak memiliki kerugian konstitusional yang nyata, baik aktual maupun potensial. Seharusnya yang mengajukan permohonan pengujian undangundang mungkin adalah lembaga atau pihak-pihak yang secara konkret merasa dirugikan dengan ketentuan a quo, baik secara potensial maupun aktual. Sepanjang yang dapat Ahli simak, mohon maaf, Mahkamah kadang-kadang terlalu longgar memberikan legal standing terhadap permohonan-permohonan seperti ini, namun semua itu, Yang Mulia, terpulang kepada Mahkamah untuk mempertimbangkan hal tersebut, Ahli tidak dalam kapasitas untuk masuk terlalu jauh dalam persoalan ini. Pemohon mempersoalkan kata independent dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang OJK yang berbunyi, “Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga yang independent dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.” Alasannya antara lain frasa independent, independency hanya dikenal oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945 melalui ketentuan Pasal 23D yang berbunyi, “Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggun jawab, dan independency-nya diatur dengan undang-undang.” Dengan demikian, menurut Pemohon, hanya bank sentral yang boleh independent. Menurut Ahli, tidak benar Undang-Undang Dasar Tahun 1945 hanya menyematkan kata independent kepada bank sentral. Dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, kata yang maknanya setara dengan independent juga digunakan untuk lembaga-lembaga lain di Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yaitu menggunakan kata mandiri atau bebas atau gabungan keduanya, sebagaimana terlihat dalam pasalpasal berikut. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. Komisi Yudisial bersifat mandiri, yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim. Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Hakim Konstitusi. Dilihat dari sifatnya, lembaga-lembaga negara di luar lembaga negara utama yang kita kenal sebagai bagian dari sistem pembagian atau pemisahan 11
kekuasaan negara, MPR, DPR, DPD, Presiden, MA, MK, dan BPK, dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu dividend regulatory agencies and independent regulatory board and commissions. Disebut dividend regulatory agencies bila lembaga yang ada merupakan bagian dari departemen, atau kabinet, atau struktur eksekutif lainnya, seperti Komisi Hukum Nasional, Komisi Kepolisian, Komisi Kejaksaan, Dewan Riset Nasional, Badan Narkotika Nasional, Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah, dan lain-lain sebagainya. Jadi hampir 100 lembaga independent ... lembaga, baik independent maupun dependent yang ada di Republik ini. Disebut independent regulatory board and commissions bila lembaga yang ada memiliki ciri-ciri sebagai lembaga yang independent atau mandiri, yaitu memiliki karakter kepemimpinan yang bersifat kolegial, bisa dimaklumi karena dia tidak di bawah eksekutif, anggota atau para komisioner tidak melayani keinginan presiden, sebagaimana jabatan yang dipilih oleh presiden bersifat independent, relatif bebas dari kontrol presiden, masa jabatan komisioner biasanya definitif dan cukup panjang, periode jabatan bersifat (suara tidak terdengar jelas), komisioner berganti secara bertahap, sehingga presiden tidak bisa menguasai secara penuh kepemimpinan lembaga tersebut. Jumlah komisioner bersifat ganjil dan keputusan diambil secara mayoritas suara. Keanggotaan lembaga biasanya menjaga keseimbangan perwakilan yang bersifat partisan. Dalam konteks Indonesia, Yang Mulia, juga biasanya rekrutmen melibatkan setidaknya dua lembaga negara, yaitu presiden dan DPR. Di Indonesia sejak era reformasi telah bermunculan banyak lembaga independent, seperti Komisi Yudisial, Komisi Pemilihan Umum, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Komisi Penyiaran Indonesia, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Badan Pengawas Pemilu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Komisi Informasi Pusat, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, dan sebagainya. Semuanya lembaga independent, jadi tidak hanya Otoritas Jasa Keuangan. Di antara lembaga-lembaga tersebut, bahkan ada yang keberadaan dan kewenangannya disebut dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, secara jelas dan tegas seperti Komisi Yudisial. Ada yang keberadaannya saja yang disebut, tetapi kewenangannya tidak jelas disebut seperti bank sentral. Ada pula yang sebaliknya, kewenangannya disebut, tetapi keberadaannya tidak disebut secara tegas seperti KPU yang disebut dengan huruf kecil dengan frasa suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri yang dalam praktiknya memunculkan dua lembaga, yaitu KPU dan Bawaslu. Namun, lebih banyak lagi lembaga-lembaga independent yang baik keberadaan maupun wewenangnya tidak disebut dalam UndangUndang Dasar Tahun 1945, seperti DKPP, KIP, Komnas HAM, dan 12
sebagainya. OJK termasuk salah satu di antaranya, lembaga-lembaga independent yang tidak disebut dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tersebut, baik keberadaan maupun kewenangannya tidak bisa serta-merta dikatakan inkonstitusional sepanjang tidak ada pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang dilanggar karena tidak mungkin semua hal harus diatur di dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Yang Mulia. Dalam konteks OJK misalnya, patut dipertanyakan apakah OJK mengambil alih fungsi bank sentral sebagaimana disebut dalam Pasal 23D yang berbunyi, “Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.” Perlu digarisbawahi bahwa Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tidak menyebut secara eksplisit lembaga yang berfungsi sebagai bank sentral, dari sisi original intent pada waktu itu, Yang Mulia, ada penolakan untuk mempermanenkan Bank Indonesia di dalam konstitusi, bahkan ketika pembahasan pasal tentang bank sentral dibahas ada suara-suara untuk membubarkan BI dan menggantikannya dengan institusi yang lain, itu yang ahli ikuti pada perubahan UndangUndang Dasar Tahun 1945. Selain itu, Undang-Undang Dasar Tahun 1945 juga tidak mengatur kewenangan bank sentral, melainkan menyerahkannya kepada ketentuan undang-undang. Merujuk pada ketentuan tentang suatu komisi pemilihan umum dalam Pasal 22E ayat (5) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang melahirkan dua lembaga dalam praktiknya, yaitu KPU dan Bawaslu, hal yang sama bukan tidak mungkin diberlakukan pula pada ketentuan suatu bank sentral dalam Pasal 23D Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Secara teoretis dan didasarkan pada putusan Mahkamah terdahulu tentang frasa suatu komisi pemilihan umum, bisa saja fungsi bank sentral dijalankan lebih dari satu lembaga, bisa pula bank sentral tersebut tidak bernama Bank Indonesia, hal-hal tersebut diserahkan kepada pembentuk undang-undang untuk mengaturnya. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 hanya mengamanatkan bahwa harus ada bank sentral, munculnya … Yang Mulia Hakim Konstitusi, munculnya lembaga-lembaga independent dalam dunia modern adalah suatu kondisi yang tak terelakkan. Paling tidak, dua hal ini menjadi pertimbangan kuat bagi munculnya lembaga-lembaga independent tersebut. Pertama karena pranata yang lama sudah tidak memuaskan kinerjanya, tidak independent, bahkan terlibat kasus korupsi dan kolusi. Kedua karena kebutuhan akan spesialisasi dan profesionalisme sebagai akibat bertambah kompleksnya tugas yang diemban. Terkait dengan independensi suatu lembaga seperti OJK, terdapat dua aspek yang harus digarisbawahi, yaitu independent dari campur tangan politik dan independent dari industri finansial yang diawasi itu sendiri. Jadi independent-nya bermuara dua, tidak hanya kepada negara, tetapi juga pada pelaku pasar. 13
Pentingnya independensi pengaturan dan pengawasan finansial dapat dipelajari dari kasus Korea dan Jepang. Krisis tahun 1997 yang juga melanda Korea merupakan akibat dari tidak independent-nya pengawasan sektor financial. Pengawasan bank khusus dan lembaga keuangan nonbank berada di bawah kewenangan langsung dari Kementerian Keuangan dan Ekonomi. Di Jepang juga terjadi permasalahan serupa, kekuasaan Kementerian Keuangan Jepang pada tahun 1995 sangat luas, mencakup perencanaan keuangan, kewenangan membuat aturan, inspeksi keuangan, dan pemeriksaan pengawasan lembaga keuangan. Hal ini menyebabkan rentan terjadinya korupsi oleh pejabat. Pada Juni 1998, Jepang mengeluarkan fungsi pengawas lembaga keuangan dari Kementerian dan dialihkan kepada Financial Supervisory Authority. Lembaga independent yang memiliki wewenang untuk mengatur dan mengawasi lembaga keuangan seperti perbankan, pasar modal, dan asuransi. Keberadaan suatu otoritas independent adalah salah satu faktor utama yang mempengaruhi keefektifan sistem pengawasan di sektor jasa keuangan. Argumen ini terkait dengan fungsi kemampuan otoritas tersebut untuk melindungi diri, baik dari intervensi pasar keuangan yang diawasinya, maupun campur tangan politik. Hal ini diperlukan agar otoritas tersebut dapat mengembangkan fungsi dan tugasnya, mewujudkan transparansi dan pencapaian tujuan stabilitas keuangan. Otoritas yang independent di sektor keuangan akan lebih mampu menghasilkan regulasi yang efektif, membuat operasi di dalam pasar menjadi lebih efisien, dan yang lebih penting menciptakan sistem dan fungsi pengawasan yang lebih baik dibandingkan ketika berada di bawah lembaga pemerintahaan/kementerian. Yang Mulia Hakim Konstitusi, penting dicatat bahwa ada ketidakkonsistenan Pemohon ketika mempersoalkan kewenangan OJK dalam pengawasan lembaga keuangan bukan bank. Menurut Pemohon, mandat yang diberikan oleh Pasal 34 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 adalah pengawasan bank, namun dalam bagian petitum, justru pengawasan bank itulah yang diminta untuk dibatalkan, dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Petitum itu justru menimbulkan tanda tanya mengenai siapa yang sesungguhnya berkepentingan terhadap permohonan ini? Karena kemudian yang meminta dibatalkan hanya soal perbankannya. Memang dari sisi sejarah kalau kita lihat pembentukan OJK sebenarnya memang hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan undang-undang tentang Bank Indonesia oleh DPR. Pada awal pemerintah Presiden Habibie, pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang Bank Indonesia yang memberikan independensi kepada bank sentral. Pada waktu RUU tersebut diajukan, 14
muncul penolakan dari BI dan DPR, sebagai kompromi, maka disepakati bahwa lembaga yang akan menggantikan Bank Indonesia dalam mengawasi bank tersebut juga harus bertugas mengawasi lembaga keuangan lainnya. Hal ini agar tidak terlihat bahwa pemisahan fungsi pengawasan tersebut adalah memangkas kewenangan bank sentral. Berdasarkan uraian tersebut di atas, Ahli menyatakan bahwa keberadaan OJK tidak bisa dikatakan bertentangan dengan UndangUndang Dasar Tahun 1945. Untuk menutup keterangan Ahli ini, Ahli ingin mengutip Direktur Finance Research, Eko B. Supriyanto, dalam opini di Kompas tanggal 4 Maret 2014. Mohon maaf, Yang Mulia, jika ada pihak-pihak yang hendak melakukan uji materi terhadap Undang-Undang OJK ke Mahkamah Konstitusi, di satu sisi ini merupakan kebebasan, tetapi di sisi lain ini merupakan kegenitan semata. Selama ini, proses pembentukan OJK sudah makan waktu teramat panjang sejak tahun 1999, dengan naskah akademik yang memadai, dan pembahasan yang mendalam di DPR, dan pemerintah, serta BI sendiri. Jika uji materi diterima dan dikabulkan Mahkamah Konstitusi, akan menimbulkan kekacauan dalam industri keuangan dan perbankan yang melibatkan aset sebesar 12.000 triliun. Harus diketahui, OJK bukan seperti SKK Migas yang bisa dimatikan begitu saja, ini menyangkut sektor perbankan dan keuangan yang ada risiko sistemiknya. Lembaga kepercayaan harus dijaga, saat ini konglomerasi sektor keuangan butuh lembaga OJK yang independent, dan sudah sewajarnya kita mem … semua mendorong kredibilitas OJK seperti layaknya Komisi Pemberantasan Korupsi. Jakarta, 12 November 2014. Terima kasih, Yang Mulia, wassalamualaikum wr. wb. 18.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Pak Refly. Berikutnya, Yang Mulia Pak Harjono. Masih saya sebut Yang Mulia, senior saya soalnya.
19.
AHLI DARI PEMERINTAH: HARJONO Yang Terhormat Ketua Sidang, Anggota Majelis Sidang. Saya akan menyampaikan beberapa hal yang bersangkutan dengan permohonan Pemohon, yang pada intinya adalah mempersoalkan Otoritas Jasa Keuangan. Namun sebelumnya, saya mohon izin, kalau di tengah-tengah baca nanti saya bisa minum karena agak batuk, terima kasih. Hakim yang saya muliakan, saya akan melihat keberadaan Otoritas Jasa Keuangan dari aspek konstitusi. OJK merupakan lembaga negara baru yang tugasnya melakukan pengaturan dan pengawasan pada lembaga keuangan, maka konstitusionalitasnya seringkali dikaitkan
15
dengan independensi bank sentral, sebagaimana diatur oleh Pasal 23D Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Ahli berpendapat bahwa perlu untuk dikaji posisi bank sentral yang sebenarnya dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 karena dengan diketahui posisi bank sentral, sebagaimana dimaksud oleh Pasal 23D, maka secara langsung pula dapat diketahui kedudukan OJK secara hukum. Bahwa Undang-Undang Dasar Tahun 1945 mengatur lembaga negara di dalamnya, antara lain MPR, DPR, DPD, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, BPK, KY, KPU, yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945 itu sendiri. Namun di samping itu, disebut juga adanya lembaga negara oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang pembentukannya diserahkan kepada Presiden, yang akan diatur oleh undang-undang, yaitu Dewan Pertimbangan Presiden, sebagaimana dimaksud Pasal 16 UndangUndang Dasar Tahun 1945. Pasal 23 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menyatakan bahwa negara memiliki sebuah bank sentral. Jadi hubungan antara bank sentral dengan negara adalah hubungan kepemilikan. Bank sentral tidak dimaksudkan sebagai lembaga negara untuk melaksanakan fungsi utama kenegaraan, sebagaimana dikenal kekuasaan pembuat undang-undang legislatif, eksekutif, dan kekuasaan yudisial. Meskipun bank sentral adalah lembaga negara dalam pengertian lembaga yang dibentuk oleh kekuasaan negara, dan mempunyai kewenangan publik, namun kedudukannya berbeda dengan lembaga negara MPR, DPR, DPD, Mahkamah Konstitusi, KY, dan KPU, untuk menyebut keberadaan Mahkamah Konstitusi sebagai contoh, lembaga negara yang melangsungkan fungsi utama kenegaraan lainnya, UndangUndang Dasar tidak menggunakan kata memiliki Mahkamah Konstitusi, sebagaimana digunakan untuk menyebut bank sentral. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tidak menyatakan bahwa negara memiliki Mahkamah Konstitusi dan lain sebagainya. Bank sentral lebih sebagai lembaga yang kegiatannya dalam bidang perbankan yang susunan, kedudukan dan kewenangan, tanggung jawab, dan independency-nya diatur undang-undang. Artinya, bank sentral adalah lembaga bentukan negara yang kewenangan dan independency-nya ditentukan oleh undang-undang dan bukan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, meskipun Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menentukan hal apa saja yang perlu diatur dalam undang-undang tentang lembaga bank sentral tersebut. Frasa negara memiliki satu bank sentral dalam Pasal 23D adalah tepat, tetapi tidak tepat untuk menyebut dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 bahwa negara memiliki MPR, DPR, dan lain sebagainya. Bank sentral sebagai (suara tidak terdengar jelas) hukum menjadi objek kepemilikan dari pembuatnya, yaitu negara.
16
Ahli, berdasarkan pada hasil studi dengan memperbandingkan konstitusi negara-negara lain, tidak menemukan ketentuan sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yaitu pengaturan bank sentral yang dicantumkan dalam pasal konstitusi. Federal Reserve Bank of New York, bank terbesar di dunia yang sangat berpengaruh dalam perekonomian dunia tidak diatur dalam konstitusi Amerika Serikat. Bahkan untuk kurun waktu yang lama, Amerika Serikat tidak mempunyai bank sentral. Federal Reserve Bank of New York sebagai bank sentral Amerika Serikat baru dibentuk dengan undangundang pada masa pemerintahan Presiden Woodrow Wilson tahun 1931, padahal sejak 1778 Konstitusi Amerika Serikat sudah berlaku. Dari kajian ini tampak jelas bahwa bank sentral … mohon maaf, meskipun statusnya adalah lembaga negara, artinya dibentuk oleh kewenangan publik dan untuk melaksanakan kekuasaan publik, namun bukanlah sebuah lembaga konstitusi yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi utama alat kelengkapan negara. Independency bank sentral dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 disebut dalam Pasal 23D yang dari rumusan pasal tersebut sangat jelas bahwa isinya atau content-nya akan ditentukan oleh undang-undang dan bukan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 mempunyai pilihan kata yang bervariasi untuk menggambarkan sifat kewenangan yang dimiliki oleh satu lembaga negara yang diatur di dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Pasal 28D digunakan kata independency untuk bank sentral. Pasal 20E digunakan kata bebas dan mandiri untuk BPK. Pasal 24, kata kekuasaan yang merdeka atau kekuasaan kehakiman. Pasal 22E dengan kata mandiri untuk KPU. Dan Pasal 24 digunakan kata mandiri untuk KY. Dari pilihan kata yang berbeda-beda yang digunakan itu ada makna yang sama terkandung dalam kata pilihan, yaitu bahwa satu lembaga negara dalam menjalankan kewenangannya yang dimiliki wajib untuk tidak dipengaruhi oleh pihak luar maupun … manapun dan pihak luar dilarang untuk memengaruhi lembaga negara tersebut ketika lembaga negara yang bersangkutan melaksanakan kewenangan. Kewenangan yang tidak boleh dipengaruhi oleh pihak luar tersebut adalah kewenangan inti, yaitu kewenangan fungsional, artinya kewenangan yang ditempatkan dalam relasi dengan kewenangan fungsional yang dimiliki oleh lembaga negara yang lain. Prinsip bahwa kewenangan adalah terbatas dan prinsip kemandirian dan kebebasan dalam menjalankan kewenangan fungsionalnya adalah prinsip yang mendasari good governance atau tata pemerintahan yang baik, yang tujuannya adalah untuk menghindari abuse of power pemegang kekuasaan dan untuk mempersempit moral hazard. Hal itu sangat sejalan dengan peringatan Lord Acton bahwa power tends to corrupt and absolute power corrupt absolutely.
17
Conselor democracy state, negara hukum, good governance, dan pemerintahan yang baik, itu semuanya adalah konsep yang di dalamnya mengandung unsur untuk menghindari konsentrasi kemenangan, yaitu dengan cara melakukan pendistribusian kewenangan fungsional sangat terbatas, serta untuk menjamin bahwa setiap produk kewenangan terhindar dari interact pihak tertentu. Apakah dari prinsip independency bank sentral, sebagaimana yang disebut dalam Pasal 23D Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tersebut harus melekat pada kewenangan bank sentral untuk melakukan pengawasan terhadap lembaga keuangan bank lainnya. Dan kewenangan tersebut merupakan kewenangan konstitusional, artinya kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagaimana dimaksud oleh Pasal 51 Undang-Undang MK, sehingga akan menjadi kerugian konstitusional kalau pengawasan tersebut tidak dilaksanakan. Sebagaimana telah ternyata sebelumnya bahwa independency bank sentral menurut Pasal 23D akan diatur undangundang, sehingga independency bukan hak konstitusional, dalam arti hak yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945, tapi yang akan ditentukan dan diatur oleh undang-undang. Karenanya, kalaupun seandainya kewenangan pengawasan melekat … pengawasan harus melekat kepada independency, maka yang akan mengatur adalah undang-undang dan bukan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Perbandingan penguasaan lembaga keuangan di beberapa negara. Tentang pengaturan struktur pengawasan untuk industri keuangan, termasuk lembaga perbankan yang dipraktikkan oleh negaranegara di dunia, Federal Reserve Bank of San Fransisco membedakan dalam 3 pendekatan. 1. Single agent. Pengawas tunggal untuk mengawasi industri keuangan, termasuk bank, asuransi, dan pasar modal. 2. Separate agencies. Pengawas yang terpisah untuk setiap industri keuangan. 3. Pengawasan dengan struktur hybrid atau penggabungan antara pendekatan nomor 1 dan nomor 2. Dalam masing-masing pendekatan tersebut, peranan dari bank sentral negara bervariasi antara pendekatan yang satu dengan yang lain. Pendekatan pengawasan tunggal dilakukan oleh Jepang dan Singapura. Di Jepang pengawasan dilakukan oleh GPSA atau (suara tidak terdengar jelas) Agencies yang didirikan tahun 1999 … 1998 setelah banyak bank besar yang gagal dan karena timbulnya ketidakpercayaan publik kepada kementerian keuangan. GPSA adalah otoritas pengawas keuangan yang utama yang berada di luar bank sentral dan kewenangannya semakin bertambah dan kuat semenjak tahun 2001. Singapura yang menganut otoritas tunggal yang dilaksanakan oleh Monetary Authority of Singapore, namun berbeda dengan Jepang, Monetary Authority of Singapore juga melakukan fungsi bank sentral. 18
Pendekatan pengawasan oleh otoritas yang terpisah dipraktikkan di Tiongkok dan India. Industri keuangan bank, asuransi, dan pasar modal di India dan Tiongkok diawasi oleh otoritas yang berbeda-beda. Pendekatan hybrid mengombinasikan elemen pengawasan satu otoritas dan elemen pengawasan terpisah dipraktikkan di Malaysia. Diawasi oleh otoritas … industri keuangan dan jasa asuransi di Malaysia diawasi oleh otoritas yang sama. Sedangkan untuk industri pasar modal diawasi oleh otoritas yang lain. Pada tahun 1999, Korea Selatan mendirikan Korean Financial Supervisory Service (KFSS) melalui sebuah undang-undang. Setelah adanya krisis moneter yang melanda Asia. KFSS dibentuk dari kombinasi … dari kombinasi empat otoritas pengawas yang sebelumnya ada di Korea. Satu banking supervisory authority, dua security supervisory board, tiga insurance supervisory board, dan keempat nonbank supervisory authority. Sejak tahun 2008 setelah melakukan reorganisasi, KFSS diawasi oleh financial service commission. Kewenangan financial service commission sebelumnya dimiliki oleh Kementerian Keuangan Korea. Berdasarkan KFSS, keberadaan KFSS berada di luar bank sentral. Dari uraian dan perbandingan dalam praktik negara lain dapat ditentukan fakta hukum sebagai berikut. 1. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 … menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945, bank sentral adalah suatu fungsi yang akan diatur oleh undang-undang. 2. Bank sentral adalah lembaga negara yang dimiliki oleh negara. 3. Sebagai lembaga negara, bank sentral kedudukannya sangat berbeda dengan lembaga negara utama yang kewenangannya diberikan Undang-Undang Dasar. 4. Independency bank sentral akan diatur dan ditentukan kontennya oleh undang-undang. Tidak terdapat ketentuan Undang-Undang Dasar bahwa independency bank sentral haruslah disertai hak pengawasan oleh bank sentral kepada lembaga keuangan bank. Undang-undanglah yang akan mengatur, apakah bank sentral diberi kewenangan untuk melakukan pengawasan kepada lembaga keuangan bank atau tidak diberi kewenangan untuk melaksanakan pengawasan kepada lembaga keuangan bank. Penyatuan pengawasan atau pemisahan pengawasan terhadap lembaga keuangan, baik bank, asuransi, dan pasar modal adalah kewenangan pembuat undang-undang untuk mengaturnya. Pembuat undang-undang yang terdiri atas Presiden dan DPR adalah lembaga yang tepat untuk mengatur sistem pengawasan kepada lembaga keuangan karena kedua lembaga, yaitu Presiden dan DPR terlibat secara langsung day to day, dari hari ke hari dalam urusan bidang keuangan negara. Sehingga mempunyai informasi dan data yang akurat dan mengetahui pilihan yang baik untuk mengaturnya dan bukan ditentukan oleh lembaga peradilan. 19
Pembuatan undang-undang … pembuat undang-undang berhak dan bahkan wajib untuk melakukan perubahan apabila ternyata dalam pelaksanaannya diperlukan perubahan pengaturan atas pengawasan lembaga keuangan agar supaya tercipta tata pengawasan yang lebih baik dalam pengelolaan lembaga keuangan demi terciptanya kestabilan keuangan dan perlindungan kepada konsumen. Perubahan tidak dapat dilakukan apabila peradilan yang menetapkan sistem pengawasan yang harus diterapkan. Karena dasarnya adalah sistem yang sah dan sistem yang melanggar hukum dan melakukan perubahan untuk penyempurnaan dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum. Perubahan sistem pengawasan dilakukan oleh banyak negara pada saat mengalami krisis keuangan global yang pernah terjadi di sekitar tahun 1997 dan di awal tahun 2000 sekitar tahun 2008. Kesimpulan. Akhirnya Ahli berkesimpulan bahwa keberadaan OJK tidak bertentangan secara konstitusional dengan pengaturan bank sentral yang terdapat dalam Pasal 23D Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan keberadaannya diberlakukan untuk menciptakan lembaga keuangan yang sehat serta diberlakukannya untuk … serta diperlukan bagi perlindungan konsumen lembaga keuangan di Indonesia. Poin yang kedua, yang perlu saya sampaikan adalah tentang pungutan oleh OJK. Isu konstitusionalitas lainnya tentang OJK menyangkut kewenangan untuk melakukan pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan jasa keuangan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang OJK. Ketentuan Pasal 23A UndangUndang Dasar Tahun 1945 menyatakan, “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undangundang.” Ahli berpendapat bahwa ketentuan pasal ini bermaksud untuk memberi dasar hukum yang jelas dan demi kepastian hukum atas pemungutan yang dilakukan dengan alasan untuk keperluan negara. Pasal ini tidak bermaksud untuk melarang negara melakukan (suara tidak terdengar jelas) yang bersifat memaksa kalau memang negara memerlukannya. Dalam praktik, pemungutan ini memang telah dilakukan oleh negara dalam berbagai bentuk, sebagai contoh adalah apa yang disebut sebagai Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Dalam transaksi pemindahan hak atas tanah dan bangungan, nilai BPHTB ini dapat dikatakan sangatlah besar karena 5% dari nilai transaksi. Ketentuan Pasal 23A menggunakan rumusan diatur dengan undang-undang yang ditafsirkan harus ada undang-undang tersendiri atau khusus yang mengaturnya yang berbeda dengan rumusan diatur dalam undang-undang yang pengaturannya dapat tersebar dalam berbagai undang-undang.
20
Dalam kenyataannya sampai sekarang, belum ada undangundang yang secara khusus mengatur pungutan lain yang bersifat memaksa. Ahli berpendapat bahwa tujuan adanya undang-undang tersendiri tidaklah hanya bersifat perbedaan … membuat perbedaan formal belaka, yaitu apakah telah terpenuhinya adanya undang-undang tersendiri, tapi juga menyangkut persoalan-persoalan substantif dari undang-undang tersebut. Undang-Undang OJK memungkinkan OJK untuk melakukan pungutan dan jelas bahwa pungutan digunakan untuk keperluan negara. Karena OJK dalam bernegara yang melakukan tugas negara, yaitu tugas yang tidak dapat secara hukum dilakukan oleh lembaga yang bukan lembaga negara. Dari segi kebutuhan, pungutan tersebut dibatasi jumlah yang diperlukan. Artinya, tidak memungut tanpa batas, tanpa dasar berapa jumlah yang akan dipungut. Karena jumlahnya sebatas jumlah yang diperlukan untuk anggaran tahunan yang harus disusun lebih dulu dan mendapat persetujuan DPR, Pasal 36 Undang-Undang OJK. Apabila hasil pungutan (suara tidak terdengar jelas) melebihi kebutuhan OJK, maka kelebihan tersebut disetor ke kas negara. OJK sebagai lembaga negara harus membuat laporan keuangan secara transparan dan akuntabel, sebagaimana dimaksud … diharuskan oleh undang-undang. Secara substansi, aturan keuangan OJK telah mempertimbangkan pengelolaan keuangan negara yang baik. Ahli berpendapat bahwa Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945 tidak hanya perlu formalitas adanya undang-undang tersendiri saja, tapi juga substansi, yaitu menyangkut pengelolaan keuangan negara yang jelas peruntukannya, artinya transparan dan akuntabel. Undang-Undang OJK yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan telah mempertimbangkan transparansi, akuntabilitas, serta pembatasan yang rasional, proporsional tentang jumlah yang boleh dipungut. Dengan demikian, meskipun undang-undang yang dimaksud oleh Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945 belum ada, namun substansi yang seharusnya terdapat pada undang-undang tersebut telah diakomodasi dalam Undang-Undang OJK. Apabila Mahkamah menetapkan bahwa pemungutan keuangan yang terdapat dalam Undang-Undang OJK dan pengelolaannya bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, hanya sekadar bahwa belum dibuatnya undang-undang secara khusus dan harus dibatalkan, maka secara akibat … maka sebagai akibat putusan tersebut yang erga omnes akan banyak pungutan-pungutan yang selama ini termasuk salah satunya adalah BPHTB sebagai contoh harus juga batal. Dengan pertimbangan, sebagaimana Ahli uraikan di atas, maka sebagai penafsir Konstitusi, Mahkamah dapat menambahkan hal-hal yang diperlukan agar ketentuan tentang keuangan yang terdapat dalam Undang-Undang OJK menjadi sempurna, dan tidak bertentangan dengan 21
Undang-Undang Dasar 1945, atau melakukan penafsiran conditionally constitutional pada aspek substansinya. Sementara itu, Mahkamah dapat memberikan kriteria konstitusionalitas terhadap undang-undang yang diperlukan untuk melaksanakan Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945 dan hal ini pernah dilakukan oleh Mahkamah dalam beberapa kali putusannya, termasuk mengenai BHP dan juga mengenai peradilan tipikor. Demikianlah, Majelis Hakim yang saya hormati, keterangan keahlian saya, saya berikan. Terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb. 20.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Pak Harjono. Yang terakhir, saya persilakan, Prof. Ahmad Zen.
21.
AHLI DARI PEMERINTAH: AHMAD ZEN UMAR PURBA Pendapat Ahli dalam Perkara 25/PUU-XII/2014 Mahkamah Konstitusi. Assalamualaikum wr. wb. Majelis Hakim yang saya muliakan, Pemohon, dan Termohon, para Wakil Pemerintah, dan OJK, para hadirin dan hadirat yang saya hormati. Pihak Termohon telah meminta saya untuk menjadi Ahli di dalam sidang permohonan yang diajukan oleh tiga orang Pemohon. Dalam uji yudisial (judicial review) yang berkaitan dengan undang-undang nomor … Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) di Mahkamah Konstitusi dalam perkara tersebut di atas. Saya menerima permintaan itu dalam kapasitas saya selaku Dosen Peminatan Hukum Ekonomi Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Sebagai Ahli pada bagian terakhir persidangan ini, saya tidak banyak membahas substansi perkara a quo. Karena apa-apa yang sudah disampaikan sebelumnya, menurut saya, pantas saya dukung. Dan karena itu, saya akan berbicara mengenai substansi perkara a quo dengan pendek saja. Saya bagi dalam dua bagian. Pertama, tentang perkara a quo. Dan bagian kedua, Yang Mulia, menyangkut masalah yang berkaitan dengan legal standing, termasuk kerugian konstitusional, serta waktu pengujian uji yudisial yang akan saya masukkan di dalam begian kedua dari pendapat saya ini. Bagian pertama. Ada empat isu pokok yang perlu ditanggapi terlebih dahulu, yaitu pemisahan kewenangan stabilitas moneter, dan pengawasan perbankan, serta penggabungan pengawasan antara sistem perbankan dan lembaga keuangan nonbank. Dua, independency dan bebas dari campur tangan dengan pihak lain dalam kelembagaan OJK. 22
Ketiga, pembiayaan OJK yang datang dari APBN dan pungutan dari pelaku pasar. Keempat, pelaporan dan akuntabilitas OJK. Mengenai isu pertama, pemisahan kewenangan. Secara mendasar kita harus memahami pertumbuhan sektor perbankan dan jasa keuangan sebagai sarana kebutuhan kehidupan modern yang berada pada era globalisasi. Lebih-lebih bagi Indonesia karena tahun depan ia bersama dengan negara-negara ASEAN lain akan memasuki ASEAN Market Community. Sementara itu, lahirnya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan konglomerasi kepemilikan di sektor keuangan telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antarlembaga jasa keuangan. Pembentukan OJK dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik (good governance), yang meliputi independency, akuntabilitas pertanggungjawaban, tranparansi, dan kewajaran. Khusus mengenai pengawasan di bidang perbankan, OJK memiliki tugas yang berbeda dari Bank Indonesia sebagai bank sentral, seperti diamanatkan oleh UndangUndang Dasar 1945, sebagaimana telah diubah. Dalam situasi demikian, peran sektor perbankan dan keuangan menjadi amat penting. Oleh sebab itu, diperlukan satu atap konsep yang jelas. Apa yang dilakukan oleh Undang-Undang OJK adalah melakukan pemisahan pengawasan terhadap bank yang tidak lagi dilakukan oleh BI. Pengawasan oleh pihak luar sendiri dimaksudkan untuk menjaga kualitas pihak yang diawasi demi kepentingan masyarakat, termasuk kepentingan konsumen yang berurusan dengan bank. Perlindungan konsumen adalah salah satu fungsi pengawasan OJK. Majelis yang saya muliakan. Selanjutnya, jasa keuangan harus dibuat terintegrasi. Itulah filosofinya mengapa OJK bukan saja mengawasi bank, tetapi juga sektor-sektor nonbank, dalam hal ini pasar modal, asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan, serta lembaga keuangan lain. Jika sektor perbankan dan sektor keuangan nonbank sehat, transaksi bisnis yang lain akan lancar pula, nasional maupun transnasional. Indonesia yang berekonomi kuat hanya akan lahir jika sektor keuangan perbankan juga dilandasi sistem pengawasan yang kuat. Dalam masalah kedua, yang berkaitan dengan independency menurut Para Pemohon hanya BI-lah yang berhak memakai status independent karena ada cantolannya. Menurut istilah dari Pemohon, ada di Pasal 23D Undang-Undang Dasar 1945, OJK sama sekali tidak memiliki … saya kutip kata-kata Pemohon, cantolan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pada hemat saya, Pemohon telah menggunakan alur pikir yang salah. Sebab independent bukanlah istilah yang dapat dimonopoli, jadi dapat saja suatu lembaga menyatakan dirinya independent, tanpa harus melihat ada pegangannya dalam Undang-Undang Dasar 1945. Komisi 23
Pengawas Persaingan Usaha sudah juga disebut sebelumnya, misalnya mendeklarasikan dirinya sebagai “suatu lembaga independent yang terlepas dari pengaruh dan pengawasan pemerintah serta pihak lain Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999”. Demikian juga bagi OJK, independent di sini berarti bebas dari pengaruh siapa pun, termasuk … terutama pemerintah. Mengenai isu pembiayaan, yakni penggunaan APBN dan pemungutan OJK, OJK sebagian dibiayai oleh dana dari APBN yang selebihnya … dan selebihnya dari dana yang dipungut dari masyarakat yang merupakan pengguna jasa OJK, Pasal 2 Undang-Undang OJK. Oleh para Pemohon, aturan dalam OJK ini dipersoalkan karena mereka khawatir akan terjadi abuse of a power. Sebagai WNI, mereka tidak mau APBN menjadi tergerus akibat digunakan oleh OJK. Tentang hak OJK untuk memungut, Para Pemohon bertanya bagaimana mungkin lembaga yang melakukan pengawasan memungut dari yang diawasinya? Lihat butir 66 permohonan. Mengenai APBN, Pemohon tampak bersikap apriori, padahal kalau dibaca Pasal 38 Undang-Undang OJK, jelas diatur tentang masalah pertanggungjawaban yang akan diuraikan di bawah. Otoritas di beberapa negara antara di Hongkong, Estonia, dan Slovakia juga menerapkan pungutan kepada para pelaku di sektor jasa keuangan dalam rangka membiayai operasionalnya. Majelis yang saya Muliakan. Filosofi dari pendanaan ini adalah bahwa lembaga peresmian negara yang independent dapat dibiayai oleh dari APBN dan dengan kekuatan undang-undang dibenarkan memungut dengan pertanggungjawaban dan akuntabilitas, sebagaimana diatur dalam Pasal 38 Undang-Undang OJK. Pungutan menjadi sumber dana operasional OJK, sehingga segala kegiatan berkaitan dengan pengaturan dan pengawasan sektor jasa keungan dapat dilakukan lebih independent, mengingat secara kelembagaan, OJK berada di luar pemerintah. Pungutan terhadap pihak yang melakukan kegiatan di sektor keuangan yang dilakukan OJK sudah sejalan dengan Undang-Undang Dasar 1945 karena pungutan tersebut berdasarkan pada undang-undang. Isu terakhir, berkaitan dengan sistem pelaporan akuntabilitas. Secara filosofis, pelaporan akuntabilitas ini harus diikuti dengan ketentuan dalam Pasal 38 Undang-Undang OJK yang dijabarkan dalam 10 ayat, menunjukkan betapa terperincinya menyangkut mengenai: 1. Laporan keuangan, serta laporan kegiatan. 2. Laporan ke DPR dan Presiden RI dengan standar dan kebijakan akuntansi yang ditetapkan oleh OJK. 3. Audit yang dilakukan oleh BPK. Dan 4. Pengumuman laporan tahunan OJK kepada publik melalui media.
24
Pengaturan rinci-rinci menurut saya telah cukup menjawab kekhawatiran Para Pemohon dengan sekaligus, sekalian memahami filosofi konsep pelaporan dan akuntabilitas OJK tersebut. Secara umum, saya sebagai Ahli ingin menyampaikan bahwa permohonan tidak ditopang … permohonan oleh Para Pemohon tidak ditopang argumentasi yang kuat, juga tidak didukung bukti. Berbagai pernyataan terdapat dalam permohonan bersifat simplistik, menggampangkan persoalan, dangkal, apriori, dan kategori lain, kategori lain semacam itu. Dengan demikian, semua tuntutan permohonan sangat patut untuk ditolak. Bagian kedua, Majelis Yang Mulia. Secara khusus, saya mohon agar Mejelis berkenan meneliti apa yang disebut sebagai hak konstitusional kerugian dan potensi kerugian para Pemohon. Para Pemohon mengutarakan kerugian konstitusional mereka, lihat butir-butir 76 sampai halaman 83, baik yang riil maupun yang potensial. Sebagai pemilik hak konstitusional, mereka dirugikan oleh beberapa ketentuan dalam Undang-undang OJK, yakni Pasal 1 angka 1, Pasal 5 dan 34 sebagaimana telah diuraikan diatas. Selain itu, hak konstitusional mereka terganggu oleh Pasal 37 Undang-Undang OJK dalam kaitan dengan pungutan oleh OJK dan tuntutan lain seperti yang telah dibantah oleh Pihak Termohon. Selanjutnya, Para Pemohon menguraikan kerugian konstitusional mereka yang bersifat khusus, lihat butir 77 c permohonan Pemohon. Sebagai Ahli, saya tidak melihat hal-hal yang disampaikan oleh para Pemohon sebagai tanda “kerugian konstitusional” mereka. Apalagi yang dikatakan sebagai secara spesifik (khusus). Izinkan saya menyampaikan kritik, Yang Mulia. Bahwa pada saat ini, terlalu mudah sekali para pihak mengajukan pasal … mengajukan permohonan uji yudisial atau judicial review … atau judicial review. Dalam perkara a quo, para Pemohon lebih dulu menyatakan diri mereka masing-masing memiliki kualifikasi mengugat legal standing, sebab mereka punya KTP, bayar pajak, dan sebagainya. Tidak ada istimewanya kualifikasi seperti itu, sebab ada 240.000.000 manusia Indonesia minus 3 yang juga berkualitas demikian. Dengan adanya hak konstitusional mereka, Para Pemohon kemudian menyatakan mengalami kerugian konstitusional seperti diterangkan di atas. Sejauh apa sejatinya kerugian konstitusional mereka? Sebab orang lain yang berjumlah 240.000.000 minus 3 juga mengalami hal yang sama. Para Pemohon yang 3 WNI ini tidak memiliki hak konstitusional yang telah … yang lebih dibanding dengan penduduk Indonesia yang lain. Saya mengerti, Yang Mulia, bahwa Mahkamah Konstitusi tidak boleh didudukkan dalam konteks pungutan suara, voting, referendum, atau semacam itu. Namun, yang kita saksikan sekarang adalah fakta.
25
Majelis yang dimuliakan. Mahkamah Konstitusi adalah simbol demokrasi. MK dibuat guna menampung kebutuhan dan aspirasi setiap warga negara untuk minta dibatalkannya undang-undang yang menurutnya telah merugikan hak konstitusionalnya. Ini adalah salah satu capaian puncak reformasi kita. Tujuan perlindungan terhadap hak konstitusional itu amat mulia. Namun, Yang Mulia, kemuliaan itu perlu dijaga atau dipagari dengan iktikad baik, sikap tidak asal gugat demi hak konstitusional, sikap tidak mencederai kemuliaan itu dengan ketidakpedulian pada sesama, sikap menghiraukan hak konstitusional para WNI yang lain. Walaupun tidak ada pembatasan dalam undangundang, seyogianya Majelis Hakim Yang Mulia bisa melihat dan menilai kesejatian permohonan pengajuan uji judicial ini atau judicial review ini dalam perkara a quo. Kedua, soal waktu, Yang Mulia. Dalam perkara a quo, UndangUndang OJK sudah diundangkan sejak tahun 2011, jika memang ada ketentuan yang merugikan hak konstitusional Para Pemohon, mengapa mereka tidak segera saja mengajukan uji yudicial atau judicial review segera? Sebab Para Pemohon mestinya tahu undang-undang mempunyai implikasi implementatif yang kalau dibatalkan akan berdampak amat luas, domestik, maupun antar negara, yang ujung-ujungnya adalah terganggunya kepercayaan dunia terhadap konsep dan pelaksanaan kepastian hukum di Indonesia, terutama di sektor keuangan dan perbankan, tulang punggung perekonomian kita. Majelis yang saya muliakan, ke depan MK misalnya dapat menentukan batas waktu pengajuan uji judicial atau judicial review, terhitung sejak tanggal produk legislatif diundangkan atau tanggal berlaku efektifnya undang-undang tersebut. Apabila batas waktu telah lewat, umpanya, perlu diadakan semacam tes atas kerugian konstitusional Pemohon, yang misalnya memasukkan unsur-unsur tertentu, seperti iktikad baik, kesadaran kebersamaan, artinya bahwa orang lain juga punya hak konstitusional yang sama atau bahwa kerugian konstitusional itu juga dialami warga negara Indonesia yang lain dan sikap patriotic. Artinya, sadar bahwa hak konstitusionalnya tidak boleh bertentangan dengan keinginan rakyat pada umumnya atau kesadaran akan dampak dari permohonannya jika dikabulkan. Majelis Yang Mulia, ini hanya (suara tidak terdengar jelas) umum saja, untuk bisa dikembangkan lagi. Dan dengan demikian, saya akhiri pandangan saya. Terima kasih atas perhatian Yang Mulia. Wassalamualaikum wr. wb. 22.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Saudara. Berikutnya, apakah dari Pemerintah ada yang akan diperdalam? Diklarifikasi lebih lanjut?
26
23.
PEMERINTAH: ISA RACHMATARWATA Sementara cukup.
24.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Cukup, ya. Dari Pemohon ada?
25.
PEMOHON: AHMAD SURYONO Ada, Yang Mulia.
26.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Supaya persilakan.
27.
dianukan,
seluruhnya
ya.
Jangan
satu-satu.
Saya
PEMOHON: AHMAD SURYONO Saya satu (…)
28.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oke, tapi Langsung seluruhnya disampaikan.
29.
PEMOHON: AHMAD SURYONO Ya, baik. Kepada Ahli Bapak Harjono. Bapak mengatakan tadi, saya tertarik dengan apa … menyematkan frasa bank sentral, kualifikasi apa yang Bapak maksudkan di bank sentral? Karena tiba-tiba bank sentral itu dalam pemahaman saya bisa kemudian bersifat “liquid” dan dia dapat ditaruh di dalam bejana apa pun, even meski itu bernama OJK. Saya kemudian bertanya kalau seperti itu, kenapa di Pasal 34 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 hanya menyebutkan bahwa dalam kurun waktu dua tahun kalau tidak salah, akan dibentuk lembaga yang hanya akan berfungsi untuk mengawasi … lembaga yang mengawasi bank. Kenapa kemudian di pasal itu tidak … bank sentral itu tidak … fungsi itu kemudian tidak digenuskan, tapi kenapa dispesieskan di Pasal 34 Undang-Undang BI? Kalau Bapak mengatakan dalam sepemahaman saya, dia bersifat liquid, bank sentral itu harus dipahami dalam konteks undangundangnya karena di Pasal 23D dinyatakan, “Negara memiliki bank sentral yang sifat, bentuk, dan fungsi yang lainnya diatur oleh undangundang.” Me–refer kepada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 dinyatakan bahwa bank sentral adalah Bank Indonesia. Kemudian di 27
Pasal selanjutnya, sampailah kita Pasal 34. Pasal 34 dinyatakan bahwa dalam kurun waktu dua tahun kalau tidak salah, ada sebuah lembaga yang mengawasi bank. Kalau dalam sepemahaman saya, itu kata sifat, dia bisa ditaruh di dalam bejana apa pun, meski bernama OJK dan merangkum kewenangan-kewenangan lain, termasuk pasar modal dan industri keuangan nonbank. Seperti itu. Itu sedikit … apa boleh saya katakan sebagai komentar atau pertanyaan, mungkin saya anggap itu sebagai pertanyaan, apakah demikian? Kemudian, untuk Ahli Pak Mulya Nasution. Sama sebetulnya dengan pertanyaan saya di sidang yang lalu. Lebih proper yang mana, Pak, lebih good governance yang mana, apakah OJK itu memungut, mengelola, kemudian melaporkan atau memungut, masuk ke ABPN dulu, meminta kepada bendahara negara berapa pun dia memiliki alokasi, dipakai, baru dilaporkan? Bapak kalau tidak salah dulu mantan Sekjen Departemen Keuangan kalau enggak salah, pasti tahu yang begini. Bapak adalah Sekretaris Bendahara Negara, di mana yang lebih proper, apakah yang satu atau yang kedua? Karena yang sidang yang lalu tidak dijawab dan bagi kami, mungkin bisa dijawab dalam kesempatan ini. Yang ketiga untuk Pak Refly, Ahli. Pak Refly, ini sama seperti keterangan Ahli Bapak Zainal Arifin Hoesein yang sidang lalu juga dan pertanyaan saya sama persis dan pertanyaan kemarin juga dijawab, tapi tidak penuh oleh Pak Zainal Arifin. Kalau lembaga independent maupun dependent itu lazim, pertanyaan saya menjadi … saya bertanya apakah boleh lembaga independent yang lazim menurut Bapak itu berperilaku yang sama seperti OJK dalam kebijakan penganggarannya, yaitu memungut, mengelola sendiri, lalu dilakukan audit tanpa seperti pointer nomor 2 yang saya sebutkan kepada Pak Mulya Nasution? Terima kasih, Yang Mulia. 30.
PEMOHON: SALAMUDDIN Baik. Terima kasih. Saya mau bertanya, tadi penjelasan … berkaitan dengan penjelasan bahwa sejarah lahirnya OJK itu dalam rangka untuk merespons krisis yang terjadi di Indonesia, tapi sepanjang kita baca Undang-Undang OJK-nya, ini tidak memiliki protokol untuk menangani krisis, gimana kalau bank itu bangkrut, gimana dia mau bailout, segala macamnya itu tidak ada di dalam Undang-Undang OJK itu sendiri. Sehingga, saya ingin bertanya, nanti kalau terjadi krisis di sektor keuangan atau perbankan, siapa yang akan bertanggungjawab? Siapa yang akan menjadi komando bagi penyelesaian krisis itu? Apakah mau dikembalikan lagi kepada bank sentral atau dikembalikan lagi kepada Departemen … Kementerian Keuangan atau gimana? Dan ini berkaitan dengan urgensi daripada keberadaan lembaga ini karena dia memungut. Kalau LPS memungut, dia adalah bank deposit untuk menjamin para penabung diperbankan atas simpanan mereka. Tetapi kalau OJK 28
memungut urgensinya, untuk apa? Untuk apa sebenarnya keberadaan lembaga ini kalau dikaitkan tadi dengan sejarahnya untuk krisis, lalu apa dalam rangka untuk merespons daripada krisis yang akan terjadi? Yang kedua, ini juga berkaitan dengan kedudukan daripada independency-nya lembaga ini. Dalam kaitan karena dalam gugatan kami itu tidak hanya mengaitkan dengan Undang-Undang Dasar dalam hal berkaitan dengan bank sentral, tetapi juga dengan Pasal 33 UndangUndang Dasar 1945 tentang cabang-cabang produksi yang penting bagi negara yang mesti dikuasai oleh negara. Dan ini berkaitan dengan satu lembaga yang memiliki kedudukan yang sangat penting sekali mengawasi perbankan, lembaga keuangan yang merupakan darahnya perekonomian. Uang, perbankan, dan seterusnya ya yang merupakan darahnya perekonomian dan diawasi oleh satu lembaga yang independent yang dalam istilah yang saya sering baca di berbagai media internasional bahwa lembaga semacam ini disebut sebagai nongovernmental atau bukan pemerintah. Sehingga kalau ini dikaitkan dengan Pasal 33, apakah ... bagaimana dengan kedudukan daripada lembaga ini terhadap ... dalam kaitannya dengan hak menguasai negara, sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945? Ini penting sekali karena ini lembaga superbody, independent, dan kalau kita tarik ke sejarahnya, sudah kami katakan di sidang-sidang sebelumnya bahwa ini lembaga dibuat karena desakan daripada letter of intens IMF yang dilanjutkan dengan … apa ... desakan daripada pinjaman-pinjaman yang diberikan oleh World Bank dan Asian Development Bank. Jadi, tidak lahir karena keinginan DPR atau seperti digambarkan oleh banyak-banyak Ahli dari Pemerintah sebelumnya. Terima kasih. 31.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Dari Meja Hakim ada? Cukup. Saya persilakan, siapa dulu yang akan menjawab ini? Mungkin dari Pak Harjono dulu tadi? Silakan.
32.
AHLI DARI PEMERINTAH: HARJONO Terima kasih, Pak Ketua. Jadi persoalan bank sentral ini sebenarnya tidak bisa disamakan dengan lembaga negara lain yang fungsinya adalah utamanya menjalankan fungsi-fungsi kenegaraan. Sebagai gambaran, tadi saya jelaskan konstitusi Amerika itu tidak ada satu kata pun yang menyebut adanya bank di situ. 1778, konstitusi Amerika itu sudah digunakan, tapi baru 1931 Amerika itu kemudian mempunyai bank sentral dan kalau tidak salah, Reserve Bank of New York itu bukan satu-satunya bank yang punya ... mengatur masalah 29
perbankan di sana. Karena ada bank federal lainnya yang salah satunya saya sebut tadi adalah San Francisco, Reserve Bank juga. Ini hal-hal yang berkaitan dengan kesentralan sebuah bank itu fungsinya apa. Oleh karena itu, persoalan bank sentral ini bukan persoalan yang harus diatur kewenangannya di dalam konstitusi dan saya bandingkan dengan konstitusi di negara yang terdekat saja, konstitusi Malaysia tidak mencantumkan itu, Filipina tidak ada, Jepang Tidak ada, ya. Tadi saya lihat di Amerika juga tidak ada. Oleh karena itu, murni adalah urusan dari pembuat undangundang. Urusan dari pembuat undang-undang bisa mempertimbangkan yang terbaik apa fungsi bank sentral itu yang harus dilakukan. Dalam kajian saya juga saya menemukan bahwa ternyata bank sentral itu tidak selalu dikaitkan urusannya dengan pengawasan jasa keuangan. Karena ada bahkan ditempatkan pengawasan itu ditempatkan di luar kewenangan bank sentral. Oleh karena itu, model-model ini meyakinkan pada saya bahwa bank sentral tidak harus melakukan fungsi pengawasan terhadap lembaga keuangan bank, itu bukan sesuatu yang inheren di dalam independency-nya. Pilihannya tergantung pada pembuat undangundang, mana yang lebih baik, tentunya dengan mempertimbangkan bagaimana itu bisa dilakukan secara fair, secara baik, secara deligent agar supaya apa yang ditakutnya adanya suatu buse of power … abuse of power, dan moral hazard itu bisa dihindari. Pembuat undang-undang, di sini Presiden dan DPR lebih tahu tentang persoalan-persoalan itu karena hari-hari dia berhadapan dengan itu, dibandingkan dengan umpama saja lembaga lain. Oleh karena itu, kewenangannya tetap ada pada pembuat undang-undang. Saya menjadi bertanya kalau kemudian negara dihadapkan dengan lembaga independent, ini seolah-olah bukan urusan negara. Negara itu adalah kumpulan dari kalau di dalam (suara tidak terdengar jelas) adalah (suara tidak terdengar jelas) organisasi. Organisasi kewenangan. Organisasi kewenangan kalau kemudian itu namanya OJK, itu juga organisasi kewenangan. Vis a vis tidak dihadapkan OJK itu dengan negara, tidak. OJK itu adalah bagian negara. Kalau OJK itu bukan negara, lalu negara ini siapa? Negara itu terfragmentasikan dalam kewenangan-kewenangan yang terorganisasi. OJK punya kewenangan publik dan diberi payung undang-undang, yaitu bagian dari negara. Ini kalau kita kemudian melihat bahwa negara tidak satu entitas yang itu negara. Kalau kita sebut negara ini siapa sebetulnya? DPR-kah, presidenkah? Kita tidak bisa mengatakan seperti itu, tapi entitas yang kemudian terorganisasi dalam (suara tidak terdengar jelas) organisasi secara keseluruhan itu negara. Jadi, saya tidak dalam posisi melihat bahwa OJK itu adalah di luar negara, dia apart of negara. Hanya tugastugas spesifik yang diberikan kepada dia, independency-nya itu 30
kemudian dijamin. Independency adalah bukan sesuatu yang kemudian melawan negara, suatu independency adalah kemudian lebih daripada itu untuk menjamin katakan saja hak-hak rakyat. Dan itu menjadi satu bagian dari sistem negara bahwa hak rakyat itu juga diakui. Ini hal-hal yang kemudian menurut saya kurang pas kalau menghadapkan vis a vis antara negara dengan lembaga-lembaga seperti ini. Yang berikutnya, tentang hal-hal yang khusus kemudian akan diatur mengenai kenapa kemudian pengawasan bank itu dipisahkan, itu bukan masalah konsionalitas, itu masalah bagaimana bisa menyiapkan itu secara bertahap, tidak langsung jadi karena itu tidak bisa dilakukan tanpa harus menginventarisir dulu apa-apa yang harus disiapkan. Jadi, itu masalah penjadwalan saja, kalau itu akhirnya dilakukan seperti itu. Tentang protokol krisis, mungkin ada yang bisa menjawab lain, tapi begini. Persoalan penanganan krisis ini tidak hanya siapa yang bertanggung jawab. Tapi bagaimana itu dihindarkan. Katakan saja krisis moneter bisa datang dari perbankan, dari pasar modal, dari sekuriti lain dan dari hal yang lain, tapi kalau itu kemudian bisa dikontrol dengan baik. Kalau ada pasar modal, pasar modallah yang baik. Kalau ada kemudian bank, banklah yang baik. Kemudian perusahaan asuransi, perusahaan asuransilah yang baik, jadi dikontrol. Kemudian kontrolnya itu kemudian berjalan dengan baik. Kita tidak bicara tentang kalau terjadi krisis, tapi bicara jangan sampai terjadi krisis. Jadi mengawali krisis, tidak kemudian setelah krisis ini bagaimana, preventifnya yang kemudian menekankan. Itu katakan saja ada OJK, kalau terjadi juga ada LPS, semuanya adalah untuk menghindari risikorisiko dalam suatu kesisteman. Ini yang menurut saya terjadi, dan harus kita siapkan, dan itu ternyata sudah disiapkan, sehingga masalah-masalah tidak bertanya tentang siapa yang bertanggun jawab, tapi lebih kepada persoalan bagaimana menghindari. Karena kata bertanggung jawab ini mengandung unsur kalau sudah terjadi dan bertanggung jawab, mau apa? Krisis ada, dia bertanggun jawab, ternyata terjadi suap. Buat saya adalah jangan sampai terjadi. Oleh itu koordinasi itu dilakukan, ini yang menurut saya pendekatan terhadap krisis. Yang berikutnya adalah cabang-cabang produksi, kaitannya dengan cabang-cabang produksi yang ada Pasal 33 itu adalah berkaitan dengan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, sehingga kalau kemudian ini OJK ini punya produksi, apakah itu harus dikuasai oleh hajat hidup orang banyak, sebetulnya Mahkamah pernah memutuskan kapan suatu produksi itu menjadi hajat hidup orang banyak, ada kriteriakriterianya. Jadi, saya kira persoalan OJK tidak di-cover dengan persoalan Pasal 33 yang berkaitan dengan penguasaan cabang-cabang produksi itu. Karena cabang produksi Pasal 33 digantikan dengan … apa itu … sumber daya yang dikuasai oleh negara, bumi, air, kekayaan alam terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara. 31
Ini yang bisa saya jawab atas pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan. Terima kasih. 33.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Mungkin Pak Mulya dulu ini. Ada suatu hal mungkin lebih saya tambahkan, saya pertajam dari pertanyaan dari penanya yang kedua. Jadi, kalau apakah memang OJK itu merupakan kebutuhan bagi negara ini, kebutuhan yang objektif atau itu kebutuhan karena tekanan asing dalam rangka liberalisasi sektor keuangan dan perbankan? Dia arahnya lebih ke situ. Pertanyaan yang kemarin juga sudah ditujukan pada Ahli, tapi belum terjawab secara tuntas. Saya persilakan.
34.
AHLI DARI PEMERINTAH: MULYA P. NASUTION Majelis Hakim yang kami hormati, para hadirin yang kami hormati. Sebelum menjawab mengenai kebutuhan terhadap OJK, terlebih dahulu kami ingin memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai administrasi pungutan oleh OJK yang tadi ditanyakan mana yang lebih proper dimasukkan di dalam APBN atau di luar APBN? Sebagaimana telah kami jelaskan tadi dalam penjelasan secara tertulis yang kami bacakan bahwa di dalam rezim undang-undang perbendaharaan yang dituangkan di dalam paket undang-undang bidang keuangan negara diterapkan asas-asas yang telah menjadi asas klasik seperti asas kesatuan, asas universialitas, asas tahunan. Tetapi sebagai suatu undang-undang di bidang keuangan negara yang modern yang juga harus mengadopsi kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan yang lebih kompleks, juga di dalam paket undang-undang tersebut diperkenalkan asas-asas umum yang baru yang tadi kami sebutkan, yaitu asas akuntabilitas yang berorientasi pada hasil, asas profesionalitas, dan asas proporsionalitas yang secara eksplisit disebutkan di dalam penjelasan undang-undang tersebut. Hal ini adalah dengan maksud bahwa di dalam organisasi penyelenggaraan pemerintahan kita tidak hanya ada kementeriankementerian negara, tetapi dibutuhkan lembaga-lembaga negara yang memang di dalam pelaksanaan tugasnya harus diberikan status independent atau mandiri, termasuk di dalam pengelolaan keuangannya. Nah, oleh karena itulah, manakala memang OJK masih harus dibiayai dengan APBN seperti sekarang, tetap harus dimasukkan di APBN, walaupun tentunya tetap diperlukan fleksibilitas, tetapi apabila pada saatnya nanti telah dapat dibiayai sepenuhnya dengan pungutan dari industri, tidak diperlukan untuk dimasukkan sebagai bagian dari pendapatan negara. Jadi tidak menambah pendapatan negara, tetapi (suara tidak terdengar jelas) tersendiri oleh OJK. Namun karena juga di dalam Undang-Undang Keuangan Negara dianut asas transparansi dan 32
… untuk keterbukaan, tentunya di dalam nota keuangan bisa disampaikan oleh Presiden, bagaimana kondisi pengelolaan keuangan negara oleh OJK tersebut, sudah berapa banyak pungutan yang terkumpul, berapa kemudian yang sudah digunakan, dan kemudian bagaimana pengelolaannya sebagai informasi, baik kepada DPR maupun kepada industri dan publik pada umumnya. Dengan demikian, maka OJK memiliki fleksibilitas di dalam menggerakkan pengelolaan keuangannya untuk melaksanakan sebaikbaiknya tugas tersebut, dan ini proper berdasarkan undang-undang di bidang keuangan negara. Kemudian mengenai pertanyaan kedua, OJK tidak memiliki protokol untuk mengatasi krisis, dalam hal ini perlu kita ingat kembali bahwa tugas pengawasan sektor perbankan terbagi atas apa yang kita kenal dengan tugas pengawasan makro prudensial, dan pengawasan makro … atau mikro prudensial. Nah, yang ditugaskan kepada OJK adalah pengawasan mikro prudensial, sedangkan tugas makro prudensial pengawasannya masih dilakukan oleh BI sebagai bank sentral. Namun demikian, untuk mencegah dan menangani krisis, diperlukan suatu komite koordinasi, yang dalam hal ini harus berlandaskan suatu undang-undang, yang sayangnya sampai saat ini undang-undangnya belum juga terbentuk. Nah, di dalam komite koordinasi tersebut, Ketua OJK, dalam hal ini menjadi salah satu anggota bersama-sama dengan pimpinan eksekutif dari LPS, demikian juga tentunya Menteri Keuangan sebagai ketuanya. Nah, oleh karena itu, tidak bisa dikatakan bahwa tidak ada pengaturan mengenai protokol untuk mengatasi kritis … krisis yang diatur di dalam Undang-Undang OJK. Karena kalau kita lihat, UndangUndang OJK sendiri di dalam suatu bab, yaitu bab 10, hubungan kelembagaan, yang dimulai Pasal 39 dan kemudian secara khusus di dalam bagian kedua yang justru diberi judul Protokol Koordinasi, jadi judulnya pun sudah protokol, nah di sana disebutkan bagaimana keterlibatan dari OJK tersebut di dalam melaksanakan pengawasan, terutama yang terkait dengan krisis yang bisa saja kemungkinan perlu ditangani ataupun bagaimana upaya untuk mencegah krisis tersebut. Demikian penjelasan tambahan mengenai pertanyaan yang diajukan. Terima kasih. 35.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Yang tadi … yang mengenai kebutuhan objektif atau karena pengaruh asing dalam rangka liberalisasi tadi.
33
36.
AHLI DARI PEMERINTAH: MULYA P. NASUTION Karena terlalu bersemangat kadang-kadang lupa. Jadi, tadi, Pak … jadi, kami banyak menyampaikan mengenai sejarah tadi karena memang terlibat sebagai … apa … birokrat sejak tahun 1980-an, jadi kalau disebut bahwa itu adalah karena diminta oleh pihak asing, tidak benar, tetapi yang bisa kita katakan bahwa gagasan itu muncul ataupun pencetus gagasan tersebut adalah momentum yang waktu itu kita alami sebagai Bangsa Indonesia setelah terjadinya krisis pada tahun 1997-1998. Jadi, adanya kesadaran waktu itu … stakeholders, pembuat undang-undang pemerintah yang kemudian mencantumkan di dalam amanat undang-undang, perubahan Undang-Undang Bank Indonesia, perlunya membentuk suatu lembaga pengawasan jasa keuangan yang independent.
37.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Pak Mulya. Prof Zen mungkin ada yang ingin disampaikan? Kalau enggak … memang enggak ada, tapi ada yang spesifik mau disampaikan?
38.
AHLI DARI PEMERINTAH: AHMAD ZEN UMAR PURBA Tertarik soal yang terakhir, ya itu terlalu … menurut saya terlalu stereotype untuk mengatakan IMF ada peranan asing, segala macam. Kita waktu itu keadaan krisis, kita anggota IMF, IMF itu sudah sewajarnya untuk membantu kita. Jadi, kalaupun ada hubungan, itu bukanlah karena tekanan segala macam karena memang kita membutuhkan. Tambahan saja, saya bukan ekonom, hanya dari garis hukum saja.
39.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Yang terakhir, yang paling muda ini, Pak Refly, silakan.
40.
AHLI DARI PEMERINTAH: REFLY HARUN Ya, terima kasih, Yang Mulia. Ada satu pertanyaan spesifik tadi mengenai … apa … lembaga independent dikaitkan dengan sumber dana, begitu ya. Dalam keterangan, saya mengemukakan ada 3 soal yang dimasalahkan oleh Pemohon, yaitu mengenai independency adalah sebagai lembaga independent OJK, yang kedua mengenai kewenangan, dan yang ketiga mengenai soal sumber pembiayaan.
34
Nah, saya secara sengaja, Yang Mulia, memang tidak menyinggung soal sumber pembiayaan karena memang saya tidak merasa berwenang, tidak merasa kompeten untuk bicara mengenai keuangan negara, ahlinya sudah ada dan saya kira sudah dijawab tadi. Tetapi begini, yang ingin saya katakan adalah lembaga … hadirnya lembaga independent ini kan semacam conditio sine qua non sesungguhnya. Jadi, kalau dulu kemudian kita bicara mengenai … apa … ajaran tentang pembagian atau pemisahan kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif, tetapi sejak awal … apa … sejak awal ajaran itu dikeluarkan oleh (suara tidak terdengar jelas) John Locke dan lain sebagainya, sesungguhnya kan tidak konsisten juga, ya. Nah, sekarang ketika era modern, kemudian kita menyaksikan begitu banyak urusan, begitu banyak urusan yang membutuhkan profesionalisme, membutuhkan konsentrasi, membutuhkan effort yang luar biasa. Dan kemudian … sementara di lain sisi lembaga-lembaga yang lama, itu dianggap ada persoalan-persoalan tertentu, baik karena dianggap sudah overloading, dianggap juga barangkali karena terjadi kasus-kasus tertentu, seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme, dan lain sebagainya, sehingga 2 hal itulah yang kemudian memunculkan adanya lembaga-lembaga baru dan independent. Kita tahu bahwa dulu LBU diganti menjadi KPU, dan lain sebagainya. Kemudian ternyata pengawasan KPU pun tidak cukup. Ketika KPU kemudian juga pengawas pemilunya tidak terlalu independent, maka dibentuk yang lebih powerful, Bawaslu. Jadi, saya kira itu adalah sintesis dari tesis … antitesis dan sintesis munculnya lembaga-lembaga baru di era modern. Mengenai pembiayaan, sekali lagi saya tidak mau berkomentar karena saya merasa tidak kompeten. Terima kasih. 41.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih.
42.
PEMOHON: AHMAD SURYONO Sedikit, Yang Mulia. Sedikit, Yang Mulia.
43.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waktunya sudah cukup saya kira.
44.
PEMOHON: AHMAD SURYONO Masih ada 3 menit, Yang Mulia.
35
45.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, 3 menit. Ya, silakan.
46.
PEMOHON: AHMAD SURYONO Pak Refly, Ahli kemarin, saya sedikit boleh mengutip, Yang Mulia?
47.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, jangan terlalu panjang, nanti enggak sempat dijawab.
48.
PEMOHON: AHMAD SURYONO Menyatakan boleh, sepanjang undang-undangnya mengatur. Saya kemudian membayangkan (suara tidak terdengar jelas) yang independent boleh mengambil dari dunia usaha. Mungkin Komnas HAM, mungkin KPK, boleh juga mengambil dan menganggarkan dan politik pembiayaannya seperti itu. Kalau di ahli sebelumnya demikian. Apakah … saya enggak mau … saya enggak akan memaksa Bapak menjawab, cuma (…)
49.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, terima kasih. Pak Refly, 1 menit dijawab kalau mau menjawab.
50.
AHLI DARI PEMERINTAH: REFLY HARUN Ya, saya sudah bilang … saya sudah bilang bahwa saya bukan ahli keuangan negara, oleh karena itu saya tidak mau menjawab karena saya merasa tidak kompeten menjawabnya. Terima kasih.
51.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Terima kasih. Karena sudah selesai, waktunya juga pas bisa kita selesaikan. Terima kasih pada Pak Profesor Ahmad Zen Umar Purba, Pak Harjono, Pak Mulya Nasution, dan Pak Refly Harun. Ahli sudah memberikan keterangan pada persidangan di Mahkamah Konstitusi pada pagi hari ini. Dan sebelum saya akhiri persidangan ini, saya akan menanyakan pada Pemerintah yang mewakili Presiden dari Kementerian Keuangan, apakah masih akan mengajukan ahli atau dianggap sudah cukup?
36
52.
PEMERINTAH: ISA RACHMATARWATA Terima kasih, Yang Mulia. Karena memang daftar yang kami ajukan masih (…)
53.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, daftarnya masih banyak, tapi kalau sudah cukup, ya cukup.
54.
PEMERINTAH: ISA RACHMATARWATA Kalau diizinkan, kami masih ingin mengajukan 4 orang.
55.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Empat orang?
56.
PEMERINTAH: ISA RACHMATARWATA Empat orang lagi.
57.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya karena masih … sekali saja, ya. OJK enggak perlu, kan? Sudah dianu Pemerintah, kan? Ini kan sudah tanggung renteng kalau enggak salah itu. Ya, saya kira cukup, ya, OJK?
58.
PIHAK TERKAIT: Yang Mulia, kami dari OJK, Pihak Terkait juga akan menghadirkan saksi nanti sebagai (…)
59.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Saksi atau ahli?
60.
PIHAK TERKAIT: Saksi 17 dan ahli 4, Yang Mulia, sebagaimana (…)
61.
KETUA: ARIEF HIDAYAT ya.
Oh, ya itu nanti di persidangan berikutnya kalau memang masih,
37
62.
PIHAK TERKAIT: Satu lagi, Yang Mulia, sebagaimana Ketua Hakim Konstitusi tadi mengatakan pada awal persidangan bahwa OJK belum menyampaikan jawaban atas pertanyaan Hakim, kami klarifikasi bahwa OJK sudah menyampaikan surat tanggal 22 Oktober dan suratnya langsung disampaikan ke Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Demikian. Terima kasih.
63.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Sesuai dengan permintaan kita yang hari lalu?
64.
PIHAK TERKAIT: Ya, benar, Yang Mulia.
65.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Coba kita cek sebentar. Ya, nanti diselesaikan dengan Panitera saja, cek kembali, ya. Sudah diserahkan pada 23 Oktober? Ya, sudah ya? Kalau yang 23 Oktober nanti akan kita cek kembali, ya. Sudah, ya 23 Oktober? Baik. Apakah substansi atau materinya sesuai dengan permintaan kita atau bukan, nanti akan kita cek kembali. Kalau belum, nanti masih akan kita tambahkan karena persidangan masih berjalan. Baik, kalau begitu, untuk persidangan yang akan datang, kita akan mendengarkan 4 ahli dari Pemerintah, ya 4 ahli dan nanti berikutnya masih dari OJK. Baik. Persidangan akan diselenggarakan yang akan datang pada hari Senin, 1 Desember karena waktunya cukup panjang ini karena sudah habis jadwal anu … slotnya untuk persidangan-persidangan Pleno, maka ini ditunda sampai 1 Desember 2014 kita mulai pukul 11.00.
38
tutup.
Ya, saya kira cukup. Dan sidang dengan ini selesai dan saya KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 12.57 WIB Jakarta, 12 November 2014 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
39