e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
PENGARUH PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SD NEGERI 6 PANJER TAHUN AJARAN 2013/2014 Putu Arie Pertiwi1, I Nengah Suadnyana2, DB. Kt. Ngr. Semara Putra3 1,2,3
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar,FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja Indonesia
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang belajar menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual dan siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan rancangan non equivalent control group design. Populasinya adalah siswa kelas IV SDN 6 Panjer berjumlah 80 siswa dengan sampel kelas A yang berjumlah 40 siswa sebagai kelas eksperimen dan kelas B yang berjumlah 40 siswa sebagai kelas kontrol. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara tes. Tes yang digunakan disusun sendiri oleh peneliti dan sebelum digunakan terlebih dahulu divalidasi meliputi validitas isi, daya beda, indeks kesukaran dan reliabelitas. Data yang didapat dari hasil pemberian tes kemudian dianalisis menggunakan uji t dengan jumlah sampel berbeda.Sebelum dilakukan uji t terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat yang meliputi uji normalitas dan homogenitas.Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV sekolah dasar nomor 6 Panjer. Ini dilihat dari perbedaan nilai rata-rata kelompok eksperimen yang lebih tinggi dari nilai rata-rata kelompok kontrol. Sementara uji hipotesis dilakukan dengan uji t, dimana t htumg = 3.89 sedangkan t tabel = 2.00. Karena t hitung > t tabel maka Ha diterima, itu berarti terdapat pengaruh penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV Sekolah Dasar nomor 6 Panjer. Kata-kata kunci: pembelajaran Kontekstual, hasil belajar IPA Abstract Application Contextual Teaching Learning Model Of Learning Outcomes Sains Primary Class IV. This study aimed to analyze the differences in outcome between groups of students learn science learning using contextual teaching learning and students who learn using conventional learning models . The study was a quasi-experimental research disign with posttest only control group disaign. Its population is the fourth grade students of SDN 6 Panjer totaled 80 students at class A samples that were 40 students as a class experiment and class B totaling 40 students as classroom control. Collecting data in this study done by the test . The tests used compiled by researchers and validated prior to first use include content validity , the power difference , difficulty index and reriabellitas. The data obtained from the administration of the test was analyzed using a t test with different sample sizes. Before the test first tested the prerequisites which include tests of normality and homogeneity. The results show there are significant implementation contextual teaching learning against the results of fourth grade students learn science cluster elementary schools number 6 Panjer. It is seen from the difference in the average value of the experimental group were higher than the average value of the control group . While hypothesis testing is done with the t test , where t htumg = 3.89 = 2.00 while the t table. Because ¬ t > t table then Ha is accepted, it means that there are significant implementation of contextual teaching learning on science learning outcomes of primary school students of class IV Panjer. Keywords : contextual teaching learning, science student achievement
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
PENDAHULUAN Pendidikan sangatlah penting bagi manusia karena didalam pendidikan, siswa akan mendapatkan berbagai macam pengetahuan, keterampilan, dan perubahan sikap serta tingkah laku. Di dalam pendidikan terdapat proses belajar, proses inilah yang menghasilkan perubahanperubahan tersebut. Ini sesuai dengan pernyataan G. Thompson (dalam Mikarsa:2007) yang menyatakan bahwa pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang menetap di dalam kebiasaankebiasaan, pemikiran, sikap-sikap, dan tingkah laku. Dengan demikian, jelaslah bahwa pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan setiap manusia. Dengan pendidikan manusia dapat memperoleh berbagai pengetahuan dan dapat mengembangkan kemampuan yang dimilikinya untuk dapat diterapkan di dalam kehidupan seseorang. Oleh karena itu, kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi anak usia sekolah perlu ditingkatkan terutama pada tingkat sekolah dasar. Karena pada tingkat sekolah dasar seseorang mulai menerima berbagai pengetahuan yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik d lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Sekolah Dasar merupakan jenjang pendidikan yang paling dasar dalam pendidikan formal. Pada jenjang sekolah dasar, siswa mulai mempelajari dan memahami apa saja yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi yang telah diajarkan di sekolah dasar. Di dalam Kurikulum pendidikan sekolah dasar terdapat beberapa mata pelajaran pokok yang harus dikuasai siswa. Salah satunya adalah IPA atau yang lebih dikenal saat ini Sains. IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan mempunyai hubungan yang sangat luas terkait dengan kehidupan manusia. Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga perkembangan teknologi, karena IPA memiliki upaya untuk membangkitkan minat manusia serta kemampuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta pemahaman tentang alam semesta yang mempunyai banyak fakta yang belum terungkap dan masih bersifat rahasia sehingga hasil penemuannya dapat dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan alam yang baru dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kenyataan di lapangan masih ditemui bahwa pembelajaran IPA dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan menjadi momok bagi siswa (Raharjo:2011). Ketidaktahuan siswa mengenai kegunaan IPA dalam aplikasi sehari-hari menjadi penyebab siswa lekas bosan dan tidak tertarik pada pelajaran IPA. Proses pembelajaran IPA di sekolah dasar yang teramati selama ini belum optimal dan masih menggunakan pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah guru yang mengajar pelajaran IPA masih menerapkan pembelajaran secara monoton dan hanya berpegang pada buku-buku paket saja yang menyebabkan siswa cepat bosan. Diantaranya adalah pendapat Samatowa (2010) yang menyatakan bahwa proses belajar mengajar (PBM) yang dipraktikkan selama ini tidak mampu mengembangkan dan membentuk kemandirian siswa, melainkan mengarah kepada pembentukan sikap yang pasif, kurang percaya diri, dan tidak terlatih berfikir kritis guna mengembangkan penalarannya. Salah satu sekolah yang masih menggunakan pembelajaran konvensional adalah SD Negeri 6 Panjer. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di kelas IVA dan IV B, sistem pembelajarannya masih bersifat konvensional dan siswa tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya. Selain itu siswa tidak dilatih untuk berfikir kritis, karena pada dasarnya guru hanya menggunakan pembelajaran konvensional saja atau yang lebih di kenal saat ini yaitu metode ceramah. Oleh karena itu pengembangan pembelajaran yang tepat harus dilakukan. Pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam proses belajar- mengajar dapat dianggap sebagai suatu prosedur atau proses yang teratur. Namun pendekatan konvensionalah yang banyak dominan digunakan oleh guru. Pendekatan
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014) konvensional yang digunakan di sekolah dasar, cenderung membuat para siswa belajar secara abstrak dan belajar tanpa melalui proses penggunaan yang tepat atau belajar tanpa mengalami serta mengamati acuan konkrit. Belajar yang demikian cenderung bersifat menerima pengetahuan bukan membangun sendiri pengetahuan. Tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar (SD) adalah agar dapat menjadi usaha bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar serta dapat mengembangkan pengetahuan dan pamahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (Samatowa:2010). Di dalam pembelajaran IPA terdapat materi yang menjelaskan hubungan antara sumberdaya alam dengan lingkungan teknologi dan masyarakat. Untuk itu di dalam pembelajaran IPA seorang guru harus menggunakan pendekatan yang tepat agar apa yang dipelajari oleh siswa dapat dimengerti dengan baik. Pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses belajarmengajar di sekolah adalah pendekatan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang menghubungkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata siswa. Untuk itu pendekatan kontekstual dapat digunakan oleh guru dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar, karena pembelajaran kontekstual melibatkan para siswa dalam aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi sehingga siswa termotivasi untuk memahami dan mencari sendiri setiap makna yang dipelajari oleh siswa. Akan tetapi pendekatan pembelajaran kontekstual, saat ini masih belum banyak digunakan oleh guru dalam pembelajaran IPA. Untuk mengatasi permasalahan di atas maka dipilih pendekatan kontekstual, yaitu siswa belajar untuk mencari sendiri makna dari apa yang telah dipelajarinya dan guru hanya sebagai fasilitator dalam pembelajaran IPA. demgan melasanakan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap Hasil
Belajar IPA Siswa di Sekolah Dasar Negeri 6 Panjer”. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perberdaan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran kontekstual dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV SD Negeri 6 Panjer. Dan manfaat penelitian ini secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan pada saat ini dan yang akan datang. Oleh karena itu manfaat yang didapat dari penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu manfaatnya yang terkait dengan pelaksanaan kebijakan dalam pendidikan (manfaat teoritik) dan kegunaannya bagi lingkup sekolah (manfaat praktis). METODE Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu karena pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual terhadap hasil belajar IPA dengan memanipulasi variable bebas pendekatan pembelajaran kontekstual, sedangkan variable lainnya tidak dapat diamati. Desain Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperomental semu (kuasi) dengan pola “non equivalent control group design”. Rancangan penelitian ini dipilih karena eksperimen dilakukan pada kelas dengan peserta didik yang ada atau sebagaimana adanya adalah setara. Dalam menetapkan kelompok eksperimen dan kelompok control dilakukan secara acak terhadap dua kelas yang ada. Untuk meyakinkan bahwa hasil eksperimen benar-benar sebagai akibat pemberian perlakuan, dilakukan pengontrolan validitas internal maupun validitas eksternal. Pengontrolan validitas eksternal dilakukan dengan cara (1) Uji coba emperik terhadap instrument penelitian test hasil belajar sehingga benarbenar mendapatkan instrumen yang valid dan reliabel, (2) Jumlah sampel penelitian tidak berubah (tidak ada siswa yang mengundurkan diri), dan (3) kemampuan dan pengalaman guru yang melakukan eksperimen relative sama.
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014) Pengontrolan validitas internal dilakukan dengan cara (1) Dilakukan uji kesetaraan kelas antara kelas kontrol. Pada penelitian ini kemampuan awal siswa digunakan nilai raport semester 1, nilai raport semester 1 diadakan sebelum eksperimen dilaksnakan, (2) Selama penelitian diusahkan siswa tidak mengetahui bahwa dirinya sedang dijadikan objek penelitian, dan (3) diusahakan tidak terjadi hal-hal yang dapat mengganggu jalannya eksperimen. Variabel Dalam penelitian variabel merupakan hal yang sangat penting. Variabel adalah suatu atribut, sifat, aspek, dari manusia, gejala, objek yang mempunyai variasi tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan diambil kesimpulannya (Darmadi, 2011:21). Variabel penelitian dapat beragam termasuk manusia karena manusia yang satu dan yang lainya mempunyai variasi seperti perbedan fisik, sifat, beratbadan, tinggi badan, lingkungan keluarga, tempat tinggal, dll. Siswa juga merupakan variabel karena siswa yang satu dengan yang lainya mempunyai variasi, terutama hasil belajarnya. Hasil belajar siswa dalam satu kelas pun bervariasi yaitu, 90, 100, ataupun 10. Jadi, variabel merupakan segala objek penelitian yang mempunyai variasi. Variabel dalam penelitian ada dua jenis yaitu variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent). Variabel bebas adalah variabel yang menjadi penyebab munculnya variabel terikat. Sedangkan variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas atau variabel yang menjadi akibat karena adanya variabel terikat (Darmadi, 2011). a) Variable Bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran kontekstual yang diberikan pada kelompok eksperimen. Sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberikan. b) Variabel Terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPA siswa kelas IV. Prosedur penelitian meliputi tahap persiapan, pelaksanaan penelitian dan pengakhiran penelitian. Tahap persiapan meliputi menyiapkan rancangan
pembelajaran dan instrumen pengumpulan data. Instrumen Dalam penelitian ini data yang diperlukan adalah data tentang hasil belajar IPA siswa. Untuk mengumpulkan data tersebut digunakan instrument penelitian yaitu tes hasil belajar IPA. Tes hasil belajar IPA yang digunakan disusun oleh peneliti dengan berkonsultasi dengan wali kelas IV. Tes tersebut adalah tes objektif pilihan ganda.Tes adalah alat atau prosedur sistematik untuk mengukur sejumlah prilaku tertentu dari subjek uji. Tes dapat memberikan gambaran tingkat intensitas prilaku seseorang baik dibandingkan dengan siswa lainya atau dengan tolak ukur tertentu. Tes yang baik mempunya ciri – ciri yakni validitas, reliabelitas, tingkat kesukaran dan kepraktisan. Tes dikatakan memiliki validitas seandainya dapat mengukur apa yang hendak diukur. Validitas tes dapat dilihat dari kisi – kisi tes tersebut. Dalam penelitian ini tes yang digunakan adalah tes objektif (Rakhmat dan Suherdi, 1999: 67) Tes dikatakan memiliki tingkat reliabelitas atau keterandalan jika tes tersebut dapat memberikan informasi yang konsisten. Misalnya jika suatu tes diberikan pada sekelompok siswa yang sama pada saat yang berbeda maka hasilnya akan relative sama (Rakhmat dan Suherdi, 1999: 68). Suatu tes yang baik akan memiliki tingkat kesukaran yang seimbang. Pengertian seimbang dalam kaitan ini dapat dilihat daru dua sisi. Pertama berkaitan dengan proporsi penyebaran soal sulit, sedang, mudah. Kedua, berkaitan dengan kemampuan siswa yang dimaksud oleh tes tersebut. (Rakhmat dan Suherdi, 1999: 68). Teknik penskoran dalam tes objektif yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Skor = , jika skor ingin berada pada skala 100 Jb = jumlah jawaban benar Js = jumlah soal keseluruhan Teknik analisis data dilakukan menggunakan uji-t yang terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas.
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014) Populasi penelitian menurut Suharsini (1998: 115) adalah keseluruhan subjek penelitian. Menurut Sutrisno Hadi (1984: 70) populasi penelitian adalah seluruh individu yang akan dikenai sasaran generalisasi dan sampel-sampel yang akan diambil dalam suatu penelitian dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan populasi adalah keseluruhan anggata dalam keseluruhan kelompok yang memepunyai kesamaan karakteristik yang ingin diamati dan dipelajari. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV di Sekolah Dasar nomor 6 Panjer. Sampel Sampel penelitian ini dipilih tidak melalaui penggacakan individu karena tidak bisa mengubah kelas yang telah terbentuk. Kelas dipilih sebagaimana terbentuk. Penentuan sampel dilakukan dengan merandom kelas IV di sekolah dasar nomor 6 Peguyangan. Setelah dirandom, siswa kelas IVA terpilih menjadi kelas eksperimen dengan jumlah siswa 39 orang. Sedangankan siswa kelas IVB terpilih menjadi kelas kontrol dengan jumlah siswa 39 orang. Penyetaraan kelompok dilakukan dengan menguji nilai ulangan sumatif mata pelajaran IPA semester ganjil. Hasil dari Uji t didapatkan tHit sebesar -0.17 sementara ttabel pada taraf signifikansi 5% dengan n1+n2-2 = 39+39-2 = 2.00. Oleh karena thit ttabel maka tidak terdapat perbedaan pada kedua kelompok tersebut atau kedua kelas tersebut dikatakan setara. HASIL DAN PEMBAHASAN Adapun hasil dari penelitian ini dapat dilihat dari terdapatnya perbedaan perolehan rata-rata dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dimana perolehan ratarata kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel. Sebelum diberikan perlakuan baik terhadap kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol telah dilakukan uji penyetaraan kelompok dengan menggunakan uji t dimana nilai yang diuji adalah nilai ujian akhir semester ganjil mata pelajaran IPA siswa kelas IV SD N 6 Panjer. Setelah dilakukan uji kesetaraan kelompok menggunakan uji-t diketahui bahwa kedua kelompok tidak memiliki perbedaan atau kedua kelompok memiliki
kemampuan yang sama sebelum diberikan perlakuan. Perlakuan diberikan selama 7 hari, untuk kelas eksperimen diberikan pendekatan pembelajaran kontekstual dan kelas kontrol diberikan perlakuan berupa pembelajaran konvensional. Setelah diberikan perlakuan berupa pendekatan pembelajaran kontekstual dilanjutkan dengan pemberian post-test terhadap kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil pengujian pada kelas eksperimen menunjukkan sebaran data pada kelas eksperimen berdistribusi normal dengan Xhitung = 8.05 sedangkan Xtabel = 11.07. Sebaran data pada kelas kelompok kontrol juga menunjukkan sebaran data berdistribusi normal dengan Xhitung = 6.97 sedangkan Xtabel = 11.07. Sementara uji homogenitas diperoleh Fhit sebesar 1.03, sedangkan F tabel pada adalah 1.74. Ini berarti Fhit Ftabel, maka Ho diterima, ini berarti tidak terdapat perbedaan varians masing-masing kelas atau harga varians adalah homogen. Penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV, ini dapat dilihat dari nilai rata-rata post-test kelas eksperimen yaitu 77.44 sedangkan nilai rata-rata post-test kelas kontrol yaitu 63.59. Ini membuktikan penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual lebih baik dibandingkan dengan konvensional. Perolehan rata-rata yang lebih besar pada kelompok eksperimen dibandingkan dengan kelompok kontrol disebabkan karena kelompok eksperimen mendapatkan pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual. Pembelajaran IPA yang dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual yaitu konstruktivisme (constructivism) merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran kontekstual. Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014) melalui pengalaman nyata. Dalam pandangan ini cara memperoleh pengetahuan lebih diutamakan dari pada hasil pengetahuan yang diperoleh oleh siswa. Oleh karena itu tugas guru adalah memfasilitasi siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya dan bukan mentransfer pengetahuan dari guru kepada siswa. Pendekatan kontekstual pada dasarnya mendorong agar siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan pengalaman. Sebab pengetahuan hanya akan berfungsi apabila dibangun oleh individu itu sendiri. Pengetahuan yang hanya diberikan oleh orang lain tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Atas dasar asumsi itulah, maka penerapan komponen konstruktivisme dalam pembelajaran kontekstual mendorong siswa untuk mampu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri melalui pengalaman nyata, menemukan (inquiry) artinya, proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Menemukan merupakan kegiatan inti dalam pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh oleh siswa bukan hasil dari mengingat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Untuk itu dalam pembelajaran kontekstual peran guru adalah merancang kegiatan yang dapat memfasilitasi siswa untuk menemukan konsep, prinsip atau ketrampilan yang diinginkan, bertanya (questioning) merupakan strategi dalam pembelajaran kontekstual. Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang selalu bermula dari bertanya. Bertanya merupakan kegiatan guru untuk menggali informasi, mengecek pemahaman siswa, memfokuskan perhatian siswa. Bertanya dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru atau guru dengan siswa. Dalam pembelajaran kontekstual, guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa menemukan sendiri. Oleh karena itu, peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyanpertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan konsep-konsep atau kaidah-kaidah yang
terdapat dalam materi yang dipelajari, masyarakat belajar (learning community) menyarankan agar pengetahuan atau hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan teman sejawat atau kerjasama dengan teman yang lebih dewasa. Kerja sama itu dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar (kooperatif) secara formal maupun dalam lingkungan yang terjadi secara alamiah. Hasil belajar diperoleh dari sharing antar teman, antar kelompok dan antar siswa yang tahu ke siswa yang belum tahu. Dalam pembelajaran kontekstual, penerapan komponen masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran kooperatif. Siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang yang anggotanya bersifat heterogen, baik dari segi kemampuan, gaya berpikir, jenis kelamin, motivasi, ras maupun bakat dan minatnya, pemodelan (modeling) adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Dalam pembelajaran kontekstual model keterampilan atau pengetahuan sangat diperlukan. Model yang dimaksud bisa berupa model proses belajar-mengajar maupun model hasil belajar, seperti misalnya cara mengoprasikan sesuatu, cara mengerjakan sesuatu dan sebagainya. Perlu disadari bahwa dalam pembelajaran kontekstual, guru bukanlah satu-satunya model. Model bisa berasal dari siswa ahli, bisa juga ahli yang didatangkan dari luar. Pada pembelajaran kontekstual guru harus pandai-pandai menjadi model, refleksi (reflection) adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian pembelajaran yang telah dilalui siswa. Dalam pembelajaran kontekstual guru dituntut mampu memfasilitasi siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan baru. Dalam pembelajaran kontekstual, setiap berakhirnya proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajari. Siswa diberikan kebebasan menafsirkan
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014) pengalamannya sendiri, sehingga mereka dapat menyimpulkan pengalaman belajarnya, dan penilaian autentik (authentic assessment) menitik beratkan pada penilaian proses dengan tanpa mengesampingkan penilaian hasil. Hal ini didasarkan bahwa sebenarnya pembelajaran seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari materi, tetapi bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir satuan pembelajaran. Dalam pendekatan kontekstual, hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar menilai hasil belajar siswa antara lain proyek/kegiatan dan laporannya, PR (pekerjaan rumah), kuis, karya siswa, presentasi atau penampilan siswa, demontrasi, laporan, jurnal, hasil tes tulis, dan karya tulis. Pembelajaran IPA yang dilakukan dengan mengikuti langkahlangkah seperti yang disebutkan di atas, akan menjadikan pembelaharan yang diterima melekat lebih lama di benak siswa. Dari hal tersebut membantu siswa belajar secara bermakna, karena siswa belajar dari diri sandiri, ketujuh langkah tersebut akan membantu siswa belajar secara bermakna. Belajar bermakna bisa dicapai dengan cara mengaitkan materi pelajaran dengan dunia nyata siswa atau kehidupan sehari-hari siswa. Pendekatan pembelajaran kontekstual akan membantu guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dalam pembelajaran kontekstual guru tidak secara langsung memberikan generalisasi suatu konsep atau prinsip yang dipelajari siswa, tetapi guru melibatkan siswa dalam proses mendapatkannya. Guru menyusun situasi belajar sedemikian rupa sehingga siswa belajar bagaimana bekerja dengan data untuk membuat kesimpulan. Dengan demikian konsep-konsep materi yang dipelajari akan lebih tahan lama ada di benak siswa, karena mereka belajar melalui bekerja dan menemukan sendiri. Selain itu kegiatan belajar dalam kelompok siswa yang lebih mampu dapat membantu dan dapat memotivasi siswa yang kurang sehingga pembelajaran menjadi lebih
menyenangkan.Interaksi antara guru dengan murid juga terjalin dengan baik sehingga siswa tidak merasa canggung dalam mengajukan pendapat ataupun pertanyaan. Dengan pembelajaran seperti ini siswa merasa senang saat kegiatan pembelajaran dan kejenuhan dapat diatasi sehingga proses pembelajaran dan proses pemahaman siswa menjadi lebih maksimal. Dibandingkan dengan pembelajaran konvensional yang secara umum dilakukan oleh kebanyakan guru dalam kegiatan belajar mengajar, yang memposisikan guru dalam pembelajaran sebagai pengajar, yakni orang yang menyampaikan atau menanamkan ilmu pengetahuan. Proses pembelajaran berorientasi pada guru (teacher oriented) dalam pembelajaran, guru memegang peran yang sangat penting untuk menentukan segalanya. Dalam melaksanakan perannya sebagai penyampai informasi, biasanya guru menggunakan Pendekatan ceramah sebagai Pendekatan utama yang dianggap paling ampuh dalam proses pembelajaran. Sedangkan peran sebagai evaluator guru berperan dalam menentukan alat evaluasi keberhasilan pengajaran yang kriteria keberhasilanya diukur dari sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran yang disampaikan guru. Pembelajaran konvensional menempatkan siswa sebagai obyek belajar yang hanya berperan sebagai penerima informasi secara pasif, dalam kegiatan pembelajaran lebih banyak belajar secara individual dengan menerima, mencatat, dan menghafal materi pelajaran yang tidak dikaitkan dengan kehidupan nyata secara riil, akan tetapi materi pelajaran yang diajarkan lebih bersifat teoritis dan abstrak. Dari segi kemampuan, pembelajaran konvensional tidak mendasarkan pada pemberian pengalaman kepada siswa, melainkan diperoleh melalui latihan-latihan yang mempunyai tujuan akhir pada perolehan nilai atau angka. Dalam pembelajaran konvensional, tindakan atau perilaku individu didasarkan oleh faktor dari luar dirinya, misalnya individu tidak melakukan sesuatu disebabkan oleh takut akan adanya hukuman, atau melakukan sesuatu hanya sekadar untuk memperoleh angka atau nilai dari guru. Selanjutnya,
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014) pengetahuan yang dimiliki setiap individu dalam pembelajaran konvensional tidak berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya atas dasar setiap siswa bisa terjadi perbedaan dalam memaknai hakikat pengetahuan yang dimiliki, oleh karena kebenaran pengetahuan yang dimiliki bersifat absolut yang dikonstruksi oleh orang lain yakni guru. Guru mempunyai tanggung jawab penuh memantau dan mengembangkan pembelajaran karena guru penentu jalannya proses pembelajaran yang mana pembelajaran konvensional hanya dilakukan di dalam kelas dan keberhasilan pembelajaran hanya di ukur dari tes. Maka pembelajaran kontekstual dipilih sebagai salah satu pendekatan pembelajaran untuk menaikkan hasil belajar IPA siswa. Hasil belajar yang dimaksud disini adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki seorang siswa setelah ia menerima perlakukan dari pengajar (guru) dalam mata pelajaran IPA. sehingga apabila hasil belajar siswa meningkat tentu dapat meningkatkan prestasi dalam kegiatan yang behubungan dengan alam dan sekitarnya. Setelah data memenuhi uji prasyarat, maka dilakukan pengujian data hasil penelitian dengan menggunakan uji-t. Dari hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t mendapatkan thitung = 3.89 sedangkan ttabel = 2.00. Karena thitung> ttabel maka Ha diterima sehingga terdapat pengaruh yang signifikan terhadap penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV Sekolah Dasar Gugus Letkol Wisnu Peguyangan Denpasar Utara. Penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual yang telah terbukti lebih baik penerapannya dibandingkan pembelajaran konvensional harus diimbangi dengan kemampuan guru dalam memfasilitasi dan membimbing murid serta keadaan murid yang tenang dan nyaman. Sehingga dalam penerapan model pembelajaran ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa serta bisa dijadikan variasai dalam pembelajaran sehingga siswa tidak merasa jenuh dan pembelajaran menjadi lebih menarik dan menyenangkan.
PENUTUP Simpulan Penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV, ini dapat dilihat dari nilai rata-rata post-test kelas eksperimen yaitu 77.44 sedangkan nilai rata-rata post-test kelas kontrol yaitu 63.59. Ini membuktikan penerapan pembelajaran kontekstual lebih baik dibandingkan dengan konvensional. Dari hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t mendapatkan thitung = 3.89 sedangkan ttabel = 2.00. Karena thitung > ttabel maka Ha diterima sehingga terdapat perbedaan yang signifikan terhadap penerapan pembelajaran kontekstual terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV Sekolah Dasar nomor 6 Panjer. Saran Bagi guru sekolah dasar diharapkan menerapkan model pembelajaran Kontekstual. Hal ini perlu dilakukan karena penerapan model pembelajaran Kontekstual berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV Sekolah Dasar 6 Panjer. Guru dalam merancang pembelajaran diharapkan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri pengetahuan melalui diskusi kelompok dan menyelesaikan permasalahan dalam kelompok. Jika siswa menemukan sendiri pengetahuan, maka siswa akan lebih memahami materi yang dipelajari. Dengan demikian, pengetahuan yang dimiliki akan melekat lebih kuat dan menjadi pengetahuan awal yang kuat untuk mempelajari pengetahuan baru. Bagi kepala sekolah diharapkan terus memberikan kesempatan kepada setiap guru untuk terus mengembangkan potensi dalam merancang model pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa. Materi pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini terbatas pada pokok bagianbagian tumbuhan saja, untuk mengetahui kemungkinan hasil yang berbeda pada pokok bahasa lainnya, peneliti menyarankan mahasiswa atau pihak lain untuk melakukan penelitian yang sejenis pada pokok bahasan yang lainnya.
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014)
DAFTAR RUJUKAN Amri, Sofan. 2010. Proses Pembelajaran Kreaatif dan Inovatif dalam kelas. Jakarta: Prestasi Putrakarya. Arikunto, Suharsini. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Arikunto, Suharsini. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bumi Aksara Djarwanto. 2007. Mengenal Beberapa Uji Statistik Dalam Penelitian. Surakarta: Liberty Yogyakarta Hasan, Hamid. 1991. Evaluasi Belajar. Jakarta: Depdiknas
Hasil
Mahendra, Eka. 2009. “Pengaruh penerapan Pembelajaran Kontekstual Terhadap Kemampuan Berpikir Divergen Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Marga” Proposal Penelitian. Denpasar: IKIP PGRI Nurkancana, Wayan. 1990. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha Nasional Nurhadi, Yasin Burhan. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya Dalam KBK. Malang: UM Press Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajagrafindo Persada
Hasan, Iqbal. 2004. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: Bumi Aksara
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group
Isnani, Nurul. 2008. Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Terhadap Prestasi Belajar Ditinjau dari Keaktivan Siswa. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhamadyah.
Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Johnson, Elaine B. 2011. Contekstual Teaching & Learning. Bandung: Kaifa Learning
Sumadi, Made. 2005. Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual Terhadap Penalaran dan Komunikasi Matematika Siswa. Skripsi. Singaraja : IKIP Negeri Singaraja
Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual. Bandung: Refika Aditama Kunandar. 2010. Guru Profesional: Implementasi Kurikulum tingkat satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi guru. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Mahayani. (2012). "Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas V SD gugus VII Kediri Tabanan". skripsi. Denpasar: Undiksha
Surapranata, Sumarna. 2004. Analisis, Validitas, Reliabilitas dan Interpretasi Hasil Tes. Bandung: Remaja Rosdakarya. Trianto. 2006. Mendesain Model-Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Prenada Media Group Winarsunu, Tulus. 2006. Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang
e-Journal MIMBAR PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol. 2 No. 1 Tahun 2014) ……… 2009. Pedoman Penulisan Skripsi dan Tugas Akhir. Singaraja:Universitas Pendidikan Ganesha.