MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 121/PUU-XII/2014
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANGUNDANG NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN PERPU NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA MENJADI UNDANG-UNDANG TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I)
JAKARTA SENIN, 17 NOVEMBER 2014
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 121/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Menjadi Undang-Undang [Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Lenis Kogoya 2. Paskalis Netep ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Senin, 17 November 2014, Pukul 11.19 – 12.40 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Muhammad Alim 2) Aswanto 3) Wahiduddin Adams Wiwik Budi Wasito
(Ketua) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti i
Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Lenis Kogoya 2. Paskalis Netep
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.19 WIB 1.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Sidang Pemeriksaan Permohonan Nomor 121/PUU-XII/2014, kami buka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saya persilakan siapa yang hadir pada kesempatan ini, oke. Di situ saja, Pak, di situ saja.
2.
PEMOHON: PASKALIS NETEP Terima kasih. Yang Mulia Ketua dan Anggota Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, mari kita bersama-sama menyampaikan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmat-Nya kita diperkenankan hadir dalam sidang Panel Hakim Mahkamah Konstitusi ini dalam keadaan sehat wal afiat adanya. Terima kasih kepada Yang Mulia Ketua dan Anggota Hakim Mahkamah Konstitusi yang memberikan kesempatan untuk menyampaikan atau membacakan permohonan pengujian (...)
3.
KETUA: MUHAMMAD ALIM (Suara tidak terdengar jelas) membacakan dulu, yang hadir dulu saya tanyakan, ya, nanti dipersilakan lagi untuk membacakan lebih jauh, silakan.
4.
PEMOHON: PASKALIS NETEP Siap.
5.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Yang hadir saja ini, dua orang ini.
6.
PEMOHON: PASKALIS NETEP Yang hadir Saudara Lenis Kogoya, S.Ph., M.Hum Ketua LMH Papua dan Paskalis Netep, S.H. Sekretaris LMH Papua sebagai Pemohon, Pemohon I dan Pemohon II.
1
7.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Oke. Jadi yang datang ini adalah Pemohon Prinsipal sendiri, ya? Bukan kuasa?
8.
PEMOHON: PASKALIS NETEP Ya.
9.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Pemohon Prinsipal sendiri atau Pemohon Materiil sendiri, ya?
10.
PEMOHON: PASKALIS NETEP Pemohon Materiil sendiri.
11.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Ya, Pemohon sendiri, oke.
12.
PEMOHON: PASKALIS NETEP Ya.
13.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Nah, sekarang kami sudah menerima ini apa … permohonan Saudara berdua. Oleh karena itu, Saudara, kami berikan kesempatan menerangkan yang pokok-pokoknya saja oleh karena kami kan sudah ada memegang di sini. Oke, saya persilakan, silakan.
14.
PEMOHON: PASKALIS NETEP Permohonan Pengujian Pasal 6 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2001 dengan Nomor Perkara 121/PUUXII/2014. Selanjutnya untuk mempersingkat waktu, berkenan kami secara bergilir untuk membacakan permohonan kami di hadapan Hakim Mahkamah Konstitusi dalam sidang Panel Hakim hari ini. Mohon izin yang membacakan adalah Pemohon I.
2
15.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Silakan.
16.
PEMOHON: LENIS KOGOYA Kepada yang terhormat Yang Mulia Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 6 , Jakarta 10110.
17.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Saya begini, saya katakan tadi pokok-pokoknya saja. Jadi yang alamat kami kan masa Saudara terangkan lagi, kami kan sudah di sini, jadi enggak usahlah Saudara terangkan itu karena itu kan kita sudah tahu. Jadi kepadanya dan lain-lain enggak usah, apa yang menjadi pokok permohonan Saudara di sini? Itu yang kita katakan pokokpokoknya saja karena kita sudah menerima ini permohonannya, ya, silakan.
18.
PEMOHON: LENIS KOGOYA Siap. Hal Permohonan, Pengujian Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) bagian kedua Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemohon I dan Pemohon II pada permohonan secara bersamasama dengan ini mengajukan permohonan pengujian Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua yang dimuat dalam Lembara Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 (bukti P-1) terhadap Undang-Undang Nomor … UndangUndang Dasar Tahun 1945 (bukti P-2). Sebelum melanjutkan pada uraian tentang permohonan beserta alasan-alasannya, Pemohon ingin lebih dahulu menguraikan tentang kewenangan Mahkamah Konstitusi dan legal standing Pemohon sebagai berikut. 1. Kewenangan Mahkamah Konstitusi. Bahwa Para Pemohon memohon agar Mahkamah Konstitusi melakukan pengujian terhadap Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 35 Tahun 2008. 3
2. Bahwa merujuk pada ketentuan Pasal 26C ayat (1) UndangUndang Tahun 1945 juncto Pasal 10 ayat (1) huruf a UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (bukti P-3). Bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 24C ayat (1), Undang-Undang 1945 antara lain menyatakan Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Pasal ayat (1) … Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Mahkamah Konstitusi antara lain menyatakan Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan tingkat akhir yang putusannya bersifat final, menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain itu, Pasal 7 UndangUndang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mengatur bahwa secara hierarkis kedudukan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 lebih tinggi dari undang-undang. Oleh karena itu, setiap ketentuan undang-undang tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Jika terhadap ketentuan dalam undang-undang yang bertentangan dengan Undang-Undang 1945, maka ketentuan tersebut dapat dimohonkan untuk diuji melalui mekanisme pengujian undang-undang. 3. Bahwa berdasarkan pada angka 1 dan 2 tersebut di atas, maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa dan memutuskan permohonan pengujian undang-undang ini. Ketua Mahkamah Konstitusi dan Anggota, permohonan izin saya kembali bacakan Pemohon Kedua. 19.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Ya.
20.
PEMOHON: PASKALIS NETEP II.
Kedudukan hukum atau legal standing Para Pemohon. 1. Bahwa Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi mengatur bahwa Para Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang yaitu perorangan atau warga negara Indonesia. b. Kesatuan Masyarakat Hukum Adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat 4
2.
3.
4.
5.
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang. c. Badan hukum publik atau private atau, d. Lembaga negara. Selanjutnya, penjelasan Pasal 6 … ulangi. Selanjutnya, penjelasan Pasal 51 ayat (1) menyatakan, “Yang dimaksud dengan hak konstitusional adalah hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” Bahwa Para Pemohon adalah Kesatuan Masyarakat Hukum Adat (pada bukti 4 ... bukti P-4). Sebagaimana dimaksud Pasal 52 ayat (1) huruf a Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang hak-hak konstitusionalnya telah dirugikan oleh berlakunya Pasal 6 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001) yang mengatur ... ayat (2), “DPRP terdiri dari anggota yang dipilih dan diangkat berdasarkan peraturan perundang-undangan.” Dan ayat (4), “Jumlah anggota DPRP adalah 1 ¼ kali dari jumlah anggota DPRD Provinsi Papua, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.” Bahwa Para Pemohon merupakan kesatuan masyarakat hukum adat yang memiliki hak-hak konstitusional yang dijamin Konstitusi untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil dalam ruang negara hukum, sebagaimana dimaksud Pasal 1 ayat (3), dan Pasal 1B, Pasal 18B ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa pada saat mengajukan permohonan ini, Para Pemohon sebagai kesatuan masyarakat hukum adat telah diabaikan dalam pengisian keanggotaan DPRP dan mekanisme pengangkatan. Faktanya, akibat penem … penerapan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua tidak sejalan dengan asas negara hukum dan memberikan perlindungan dan kepastian hukum telah membuat Para Pemohon dirugikan hak-hak konstitusionalnya. Bahwa selama 13 tahun Undang-Undang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua diberlakukan sejak terhi … terhitung 11 November 2002, maka sejak itulah penyelenggaraan dalam rangka otonomi khusus Provinsi Papua telah diselenggarakan. Faktanya, penyelenggaraan otonomi khusus di Provinsi Papua belum berjalan secara efektif, di mana sejumlah instrumen hukum berupa Perdasi dan Perdasus yang diperintahkan oleh Undang-Undang Otonomi 5
Khusus bagi Provinsi Papua belum semuanya dibentuk. Perdasus juga atas perintah berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi. Salah satu putusan Mahkamah Konstitusi ialah pembentukan Perdasus tentang keanggotaan DPRP melalui pengangkatan. 6. Bahwa sejak tahun 2004 pemilihan umum dilakukan secara langsung bagi anggota DPR … DPR … DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, DPR Papua dari periode tahun 20042009 dan periode tahun 2009-2014, pengisian keanggotaan DPR Papua dilakukan melalui mekanisme dipilih, sedangkan pengisian keanggotaan dari mekanisme pengangkatan tidak dilakukan. Seyogianya, mekanisme dipilih dan mekanisme pengangkatan dalam pengisian anggota DPRP harus sudah berjalan bersama sesuai dengan pengaturannya masingmasing sejak tahun 2004. Artinya, untuk anggota DPRP yang dipilih, diatur melalui pemilihan langsung berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Sedangkan, keanggotaan DPRP yang diangkat … diatur melalui Perdasus, namun Perdasus yang mengatur keanggotaan DPRP yang diangkat untuk periode masa jabatan 2004-2009 dengan masa jabatan 2009-2014 belum diatur. Akibat tidak diaturnya mekanisme pengangkatan anggota DPRP melalui Perdasus, maka keanggotaan DPRP melalui pengangkatan tidak dapat dilakukan. 7. Bahwa berdasarkan Pasal 6 ayat (2) disebutkan bahwa DPRP terdiri atas anggota yang dipilih dan diangkat berdasarkan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya, pada angka 4 disebutkan bahwa jumlah DPRP adalah 1 ¼ kali dari jumlah anggota DPRD Provinsi Papua, sebagaimana diatur dengan peraturan perundang-undangan. Artinya, jumlah anggota DPRP masa jabatan periode tahun 2004 sampai dengan 2009 dengan periode 2009 sampai 2014, jumlah anggota DPRP berjumlah 45 orang. 45 anggota DPRP tersebut didasarkan atas jumlah penduduk Provinsi Papua, sehingga terdapat penambahan dari 1 ¼ anggota yang sudah ada, yaitu 45 anggota DPRP. Maka jumlahnya adalah 11 anggota DPRP dari pengangkatan, sehingga total semua anggota DPRP yang berasal dari … dipilih dan diangkat berjumlah 56 orang anggota DPRP. 8. Bahwa sejak keanggotaan DPRP masa jabatan periode tahun 2004-2009 sampai dengan periode masa jabatan 2009-2014, pengisian 11 kursi anggota DPRP yang berasal dari pengangkatan selama ini tidak dilakukan melainkan 6
pengisian 11 kursi keanggotaan DPRP yang melalui pengangkatan pengisian keanggotaannya dilakukan dari partai politik melalui dipilih secara langsung yang kemudian ditetapkan melalui surat keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Papua. 9. Bahwa pengisian keanggotan DPRP dari pengangkatan tidak dapat dilakukan karena tidak mempunyai dasar hukum yang mengatur tentang tata cara pengangkatan anggota DPR … anggota DPRP. Selanjutnya pengaturan yang mengatur tentang pengisian anggota DPRP dipilih dan diangkat yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1) sampai dengan ayat (5) … sampai dengan ayat (6) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua sebagaimana yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 yang berbunyi sebagai berikut. 1. Kekuasaan legislatif Provinsi Papua dilaksanakan oleh DPRP. 2. DPRP terdiri atas anggota yang dipilih dan diangkat berdasarkan peraturan perundang-undangan. 3. Pemilihan penetapan dan pelantikan anggota DPRP dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundanganundangan. 4. Jumlah anggota DPRP adalah 1¼ kali dari jumlah anggota DPRP Provinsi Papua sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan-undangan. 5. Kedudukan susunan tugas, wewenang, hak, dan tanggung jawab keanggotaan pimpinan dan alat kelengkapan DPRP diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 6. Kedudukan keanggotaan keuangan DPRP diatur dengan peraturan perundang-undangan. Merujuk pada Pasal 6 ayat (1) sampai dengan ayat (6) Undang-Undang Otonomi Khusus Papua tidak ada satu rumusan implisit memberikan waktu delegasi kewenangan untuk mengatur pengisian 14 kursi dalam Perdasus, artinya selain hanya menunjuk pada ketentuan dalam peraturan perundang-undangan untuk memperjelas pengaturan apa yang harus diatur tentang Pengangkatan 11 kursi anggota DPRP yang saat ini naik menjadi 14 kursi yang diakibatkan atas peningkatan jumlah penduduk di Provinsi Papua yang diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga membuat kelompok barisan merah putih kemu … kemudian mengajukan permohonan uji materiil atas Pasal 6 Tahun 2001 … Pasal 6 ayat (4) UndangUndang Nomor 21 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah 7
dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 di mana Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 111/PUU/ … ulangi Nomor 111/PUU-XII/2009 adalah bahwa pengisian 11 kursi yang anggota DPRP dari pengangkatan harus diatur dan ditetapkan melalui Perdasus. 10. Bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Pembentukan Perdasus tentang pengangkatan 11 kursi DPRP tidak dilaksanakan oleh pemerintah daerah Provinsi Papua. Argumentasi dari beberapa anggota DPRP periode tahun 2009-2014 mengatakan bahwa sangat tidak rasional kalau ada penambahan lagi 11 kursi dari pengangkatan, jumlah anggota DPRP masa jabatan periode tahun 2009-2014 adalah 55 orang anggota DPRP yang terdiri dari 45 anggota DPRP yang berasal dari dipilih dan 11 anggota yang berasal melalui pengangkatan, tapi pengisian dilakukan melalui mekanisme dipilih. Maka apabila ditambahkan 11 kursi keanggotaan DPRP yang berasal dari pengangkatan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi, maka jumlah keseluruhan berjumlah 67 keanggotaan DPRP Provinsi Papua. Dengan demikian, ada upaya dari DPRP untuk menghambat penambahan anggota DPRP dari pengangkatan. Kemudian, dialihkan untuk masa jabatan periode 2014-2019 dengan pembentukan Perdasus. 11. Bahwa Perdasus keanggotaan DPRP melalui mekanisme pengangkatan telah dilak … disahkan melalui Sidang Rapat Paripurna DPRP pada tanggal 27 Agustus 2014 menjadi Perdasus dengan surat keputusan DPRP Nomor 05/DPRP/2014 tentang Persetujuan Atas Rancangan Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua tentang Keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Papua yang ditetapkan melalui mekanisme pengangkatan untuk ditetapkan menjadi peraturan daerah khusus Provinsi Papua (bukti P-5) bersama tiga Perdasus yang lain. Perdasus tersebut merupakan hak inisiatif DPRP. Perdasus tersebut ditolak oleh Majelis Rakyat Papua melalui keputusan MRP Nomor 20/MRP/2014 tentang Pertimbangan MRP terhadap empat Raperdasus yang disampaikan oleh DPRP kepada MRP pada tanggal 13 Agustus 2014 diantaranya; 1. Perdasus tentang pengisian keanggotaan DPRD. 2. Raperdasus tentang program strategi pembangunan ekonomi dan kelembagaan kampung. 3. Raperdasus tentang penanganan khusus terhadap komunitas adat terpencil. 4. Raperdasus tentang tata cara pemberian pertimbangan gubernur terhadap perjanjian internasional (bukti P-6). 8
Penolakan terhadap Perdasus tersebut mengakibatkan Pemerintah Daerah Provinsi Papua berencana mengadakan rapat paripurna untuk pencabutan Perdasus tersebut setelah Perdasus tersebut dilakukan klarifikasi di Kementerian Dalam Negari. Namun hingga saat ini, Pemohon mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi, Perdasus tersebut belum dilakukan pencabutan. Penolakan terhadap empat Perdasus tersebut disebabkan karena pembentukan Perdasus tidak sesuai dengan prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) Perdasus Nomor 9 Tahun 2010 tentang Pembentukan Perdasi dan Perdasus yang menyebutkan bahwa pembahasan rancangan Perdasus dilakukan oleh kelompok kerja MRP daam jangka waktu paling lama 30 hari sejak diterimanya rancangan Perdasus (bukti P-7). Namun yang terjadi adalah selama … selama 30 hari kerja MRP melakukan pembahasan rancangan Perdasus untuk memberikan pertimbangan dan persetujuan atau 10 hari kerja, MRP masih melakukan pembahasan rancangan Perdasus untuk memberikan pertimbangan dan selanjutnya hasil pertimbangan dan persetujuan Perdasus tersebut disampaikan oleh ketua MRP kepada DPRP yang selanjutnya disampaikan kepada gubernur untuk ditetapkan menjadi Perdasus. Namun pada saat MRP masih melakukan pembahasan rapat paripurna DPRP dan menetapkan Raperdasus menjadi Perdasus. 12. Bahwa perlu dipahami dari aspek legalitas penamaan atau nomenklatur … (nomenklatur) dan aspek legitimasi sebuah lembaga yang disebut DPRP, penyebutan penamaan DPRP apabila pengisian anggota DPRD provinsi melalui dipilih dan diangkat, serta ditetapkan dan dilantik menjadi anggota DPRP, namun apabila mekanisme pengisian anggota DPRP melalui dipilih … melalui dipilih saja dilakukan, maka tidak dapat disebut anggota DPRP. Artinya, apabila tidak ada pengisian keanggotaan DPRP dari pengangkatan, maka anggota DPRP tersebut tidak dapat menggunakan lembaga yang disebut DPRP, tetapi disebut DPRD Daerah Provinsi Papua. Penamaan DPRP itu disebabkan adanya pengangkatan keanggotaan orang asli Papua melalui penyebutan penamaan DPRP tersirat dalam Pasal 6 ayat (4) yang berbunyi, “Jumlah anggota DPRP adalah 1¼ kali dari jumlah anggota DPRD Provinsi Papua sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.” Bahwa rumusan norma tersebut di atas dapat dikategorikan dalam dua bentuk norma yang dapat maknai sebagai berikut. Pada 9
frasa pertama, yaitu rumusan pada frasa yang disebut bahwa jumlah anggota DPRP adalah 1 1/4 . Artinya yang disebut DPRP adalah 14 kursi dari pengangkatan. B. Rumusan pada frasa kedua ialah (suara tidak terdengar jelas) kali Anggota DPRD Provinsi Papua sebagaimana diatur dalam peraturan perudang-undangan, artinya yang disebut Anggota DPRD Papua adalah 45 orang Anggota DPRD Provinsi Papua melalui dipilih, walaupun ada penambahan dari jumlah anggota yang diambil dari 11 kursi pengangkatan. 13. Bahwa rumusan tersebut di atas, seharusnya dimaknai bahwa sejak pengisian Anggota DPRP Provinsi Papua masa jabatan periode 2004-2009 dengan masa jabatan periode 2009-2014 yang keanggotaan DPRP-nya dipilih, seharusnya menggunakan Anggota DPRD Provinsi Papua, bukan menggunakan DPRP. Sebaliknya, apabila pengisian 1¼ keanggotaan DPRP yang dilakukan melalui pengangkatan, maka dapat disebut DPRP. Dengan demikian, segala tindakan hukum yang dilakukan oleh keanggotaan DPRP masa jabatan periode 2004-2009 dengan masa jabatan periode 2009-2014 yang melalui pemilihan umum dengan menggunakan atas nama DPRP, serta menjalankan tugas dan kewenangan DPRP berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua adalah keliru dan cacat hukum. Melainkan pengisian Anggota DPRP yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), berdasarkan mekanisme perolehan kursi dalam adalah DPRD Provinsi Papua, bukan DPRP, sehingga tugas dan wewenang harus berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah (bukti P-8), bukan berdasarkan Undang-Undang Otonomi Khusus bagi Papua. 14. Bahwa menunjuk pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, ada beberapa pasal yang mengatur secara implisit mengenai kekhususan dalam Undang-Undang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, di antaranya adalah ... ialah sebagai berikut. 1. Pasal 5 ayat (1) disebutkan bahwa pemerintah daerah Provinsi Papua terdiri atas DPRP, sebagai badan legislatif dan pemerintah provinsi sebagai badan eksekutif. 2. Dalam rangka penyelenggaraan otonomi khusus di Provinsi Papua dibentuk Majelis Rakyat Papua, yang 10
merupakan representasi kultur orang asli Papua, yang memiliki kewenangan tertentu dalam rangka melindungi hak-hak orang asli Papua dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup bersama. 3. Pasal 12 huruf a, disebutkan bahwa yang dapat dipilih menjadi gubernur dan wakil gubernur adalah Warga Negara Republik Indonesia serta orang asli Papua. 4. Pasal 6 ayat (2), “Anggota yang dipilih dan diangkat … sedangkan pada ayat (4) bahwa jumlah anggota DPRP adalah 1¼ kali dari jumlah Anggota DPRD Provinsi Papua sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan. 15. Bahwa menunjuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi sejak Putusan Nomor 006/PUU-III/2005 tanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007 tanggal 20 September 2007, dan putusan-putusan selanjutnya berpendirian bahwa kerugian hak-hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi harus memenuhi lima syarat, yaitu: 1. Adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945. 2. Hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap dirugikan oleh berlakunya undangundang yang dimohon pengujian. 3. Kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik khusus, dan aktual, atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat diapastikan akan terjadi. 4. Adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan penguji … pengujian. 5. Adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. Dengan demikian, maka ada lima syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Syarat pertama adalah kualifikasi Pemohon sebagai warga negara republik Indonesia untuk bertindak sebagai Pemohon, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.
11
III.
Syarat kedua, dengan berlakunya suatu undang-undang hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon dirugikan. Syarat ketiga, kerugian konstitusional tersebut bersifat spesifik. Syarat keempat, kerugian tersebut timbul akibat berlakunya undang-undang yang dimohon. Syarat kelima, kerugian konstitusional tersebut tidak akan terjadi lagi kalau permohonan ini dikabulkan. Enam … ulangi. 16. Bahwa uraian di atas membuktikan bahwa Para Pemohon satuan masyarakat hukum adat memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk bertindak sebagai Para Pemohon dalam permohonan pengujian undang-undang ini. 17. Bahwa berdasarkan kualifikasi dan syarat tersebut di atas, maka Para Pemohon sebagai satuan masyarakat hukum adat benar-benar telah dirugikan hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya akibat berlakunya Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, undang-undang … (Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001) karena Pemerintah daerah Provinsi Papua tidak melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi, sehingga terjadinya kerugian terhadap hak-hak masyarakat asli Papua yang telah diabaikan oleh Pemerintah Provinsi Papua yang dengan secara sadar berupaya untuk menghambat pengisian keanggotaan seperempat atau 14 kursi anggota DPRP melalui pengangkatan. Oleh sebab itu, masa jabatannya keanggotaan DPRP periode 2009-2014 telah berakhir, akhirnya apabila permohonan pengujian terhadap ketentuan Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (UU Nomor 21 Tahun 2001) dikabulkan, maka hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon tidak lagi dirugikan melalui pengangkatan dalam pengisian keanggotaan seperempat atau 14 kursi keanggotaan DPRP melalui pengangkatan. Dengan demikian, syarat kedudukan hukum (legal standing) Pemohon telah sesuai dengan … ulangi, telah sesuai dan memenuhi ketentuan yang berlaku. Alasan-alasan Para Pemohon mengajukan permohonan pengujian Pasal 6 ayat (2) dan (4) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. 1. Bahwa dalam negara hukum yang demokratis, pengisian jabatan dalam lembaga-lembaga negara ada yang melalui dipilih dan juga ada yang melalui pengangkatan. Jabatan 12
negara yang melalui mekanisme pemilihan langsung yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah Pasal 6A ayat (1) yang menyebutkan bahwa presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Pasal 18 ayat (3) disebutkan, “Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten/kota memiliki dewan perwakilan rakyat daerah yang anggota … ulangi, yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.” Ayat (4) disebutkan bahwa gubernur, bupati, dan walikota masing-masing sebagai kepala daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Faktanya bahwa pemilihan gubernur, bupati, dan walikota dilakukan melalui pemilihan langsung. Pasal 9 ayat (1), “Anggota dewan perwakilan rakyat dipilih melalui pemilihan umum.” Pasal 22C ayat (1), “Anggota dewan perwakilan daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.” Selanjutnya diatur masing-masing melalui undang-undang tersendiri, di antaranya. 1. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota. 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah, di mana telah diatur … tentang Pemilihan Kepala Daerah, selain itu juga mekanisme pengangkatan yang diatur dalam UndangUndang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, khusus pada Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) yang bunyinya, “DPRP terdiri atas anggota yang dipilih dan diangkat berdasarkan peraturan perundang-undangan dan jumlah anggota DPRP adalah 1¼ kali dari jumlah anggota DPRD Provinsi Papua sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Alasan Pemohon adalah adanya pengakuan … pengaturan pengangkatan anggota DPRP tersebut berdasarkan jumlah orang asli Papua yang menjadi anggota DPRP Provinsi Papua sangat sedikit, sehingga dalam berbagai kebijakan dalam perlindungan, keberpihakan, penghormatan, pemajuan, dan pengangkatan … pengakuan terhadap masyarakat orang asli Papua tidak terlindung bahkan dapat 13
2.
3.
4.
5.
mengancam eksistensi keberadaan orang asli Papua di atas tanahnya sendiri. Oleh karena begitu pentingnya menjaga dan melindungi orang asli Papua, maka adanya kebijakan yang mengatur tentang penambahan jumlah orang asli Papua di dalam DPRP (affirmative action). Bahwa Pemohon … permohonan provisi ini penting untuk diajukan oleh Para Pemohon agar Para Pemohon mendapatkan jaminan kepastian hukum atas proses yang sedang dijalani Para Pemohon, sebab Komisi Pemilihan Umum tidak melakukan tindakan-tindakan di luar hukum dengan tetap berpedoman pada norma yang sedang diuji, maka hak konstitusional Para Pemohon secara terus menerus dilakukan secara sengaja. Bahwa dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang DPRP sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan tugas dan wewenang di bidang legislasi, pengawasan, dan budgeting adalah untuk melindungi hak asasi Para Pemohon tidak terus dilanggar dan menjadi adanya ketidakpastian hukum, maka putusan provisi dalam perkara Para Pemohon dalam menguji Pasal 6 ayat (2) dan ayat … Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 terhadap UndangUndang Dasar Tahun 1945 adalah sangat mendesak untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang dalam pengisian anggota DPRP melalui dipilih yang mengambil hak dari keanggotaan DPRP melalui pengangkatan. Apabila norma hukum diterapkan, sementara pem … pemeriksaan atas pokok permohonan masih berjalan, padahal hak-hak konstitusional Para Pemohon yang dirugikan. Bahwa dengan melihat fakta tersebut di atas, maka sudah menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menjalankan tugas yang diembannya … yang diamanatkan kepada … kepadanya oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945, sesuai dengan semangat amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 kepada Mahkamah Konstitusi … Mahkamah Konstitusi adalah The Guardian of the Constitution dan The Final Interpreter of the Constitution. Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas, Para Pemohon memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 mengandung tafsiran bahwa keanggotaan DPRP adalah yan dipilih dan diangkat ialah kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Jika keanggotaan DPRP yang dipilih dan dilantik, maka penyebutan penggunaan lembaga adalah DPRD Provinsi Papua dan tugas dan wewenang didasarkan 14
pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bukan menggunakan tugas dan wewenang yang diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. 6. Bahwa berdasarkan argumentasi di atas, maka adalah sangat tepat apabila Mahkamah memerintahkan untuk menghentikan sementara pelantikan keanggotaan DPRD Provinsi Papua sampai dengan adanya keanggotaan DPRP dari pengangkatan. 7. Bahwa dengan semua argumen dan alasan-alasan yang dikemukakan di atas, Para Pemohon memohon dengan segala hormat kepada Majelis Hakim Konstitusi dengan segala kebijaksanaan dan pengalaman yang dimilikinya, kiranya berkenan untuk megabulkan permohonan ini. Untuk selanjutnya, izin petitum: Bahwa dari seluruh dalil-dalil yang diuraikan di atas dan buktibukti terlampir, dengan ini para Pemohon mohon kepada para Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk kiranya berkenan memberikan putusan sebagai berikut. Dalam provisi: Menerima permohonan provisi para Pemohon. 1. Memerintahkan untuk menghentikan atau sekurang-kurangnya menunda penundaan pelantikan anggota DPRD Provinsi Papua masa jabatan perioden 2014-2019 pada tanggal 9 Oktober 2014 sampai dengan adanya keanggotan DPRP melalui pengangkatan. 2. Memerintahkan kepada Menteri Dalam Negeri untuk tidak mengeluarkan surat keputusan Menteri Dalam Negeri tentang peresmian keanggotaan DPRD Provinsi Papua masa jabatan periode 2014-2019. 3. Memerintahkan kepada KPU Provinsi Papua untuk tidak menerbitkan surat keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Papua dalam melakukan pengisian keanggotaan ¼ atau 14 keanggotaan DPRP dari pengangkatan untuk pengisian keanggotaan DPRD Provinsi Papau yang berasal dari pemilihan umum. Dalam pokok perkara: 1. Menerima dan mengabulkan permohonan pengajuan Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. 2. Atau apabila Majelis Hakim Konstitusi berpendapat dan menganggap Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat dan berlaku, mohon agar Majelis Hakim Konstitusi dapat memberikan tafsiran konstitusional terhadap Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) Undang15
Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dengan menyatakan konstitusional bersyarat (conditional constitutional), diartikan bahwa DPRP harus dimaknai apabila keanggotaannya terdiri atas dipilih dan diangkat yang merupakan kesatuan tidak bisa dipisahkan. Jika hanya keanggotaan yang dipilih dan dilantik, maka tidak dapat disebut DPRD, tetapi disebut DPRD Provinsi Papua yang telah … yang oleh tugas dan wewenang berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah. 3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. 4. Atau apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya atau ex aequo et bono. Hormat Pemohon, Pemohon I, Lenis Kogoya. Pemohon II, Paskalis Netep. Demikian. 21.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Ya, terima kasih kepada Pemohon, dua Pemohon yang telah membacakan permohonannya. Kemudian, kami sebagai Hakim Panel yang mengadili permohonan Anda ini, pemeriksaan pendahuluan ini, diberi kewajiban memberikan nasihat-nasihat, nanti Saudara perhatikan. Apakah nasihat itu Anda terima atau tidak, itu hak Saudara sebagai Pemohon, bisa terima bisa tidak terima. Namun kami berkewajiban memberi nasihat. Untuk itu saya mulai dari kiri dulu, Yang Mulia Prof. Aswanto. Saya persilakan, Pak.
22.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Terima kasih, Yang Mulia Ketua. Saudara Pemohon ya, ini permohonannya cukup panjang. Secara keseluruhan, kita bisa menangkap apa yang Bapak-Bapak tuangkan di dalam permohonan, tetapi sesuai dengan persyaratan untuk mengajukan pengujian terhadap undang-undang, sudah diatur sesuai dengan ketentuan bagaimana menyusun permohonan itu, tentu Bapak-Bapak mengajukan permohonan ini dengan harapan bahwa permohonannya diterima, kan itu, Pak ya? Dikabulkan. Nah, untuk mengabulkan sebuah permohonan tentu harus … kami diyakinkan atau Majelis diyakinkan apakah norma yang Bapak-Bapak uji itu betul-betul bertentangan dengan konstitusi. Bapak menguji atau minta menguji Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 dan Pasal 6 ayat (4), ya. Jadi, ada dua pasal yang Bapak minta diuji, di Pasal 2 ayat … Pasal 6 ayat (2) menegaskan bahwa DPRP terdiri atas 16
anggota yang dipilih dan diangkat berdasarkan peraturan perundangundangan. ayat (4), “Jumlah anggota DPRP adalah 1¼ kali dari jumlah anggota DPRD Provinsi Papua sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.” Itu yang Bapak mau uji. Artinya, apakah dengan adanya norma yang ada di dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) hak konstitusionalnya Bapak-Bapak dirugikan atau paling tidak potensial untuk dirugikan? Nah, tetapi di dalam permohonan yang saya tangkap ya, yang saya tangkap di dalam permohonan Bapak-Bapak sebenarnya adalah bahwa mestinya norma ini harus dijalankan. Kan, itu, Pak. Bapak mengharapkan agar ketentuan atau norma yang ada di dalam Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 6 ayat (4) itu betul-betul diimplementasikan, tapi faktanya tidak diimplementasikan, kan begitu. Nah, ini yang Bapak harus apa … susun secara komprehensif, secara lengkap, meyakinkan Majelis bahwa ini bukan sekadar persoalan penerapan karena kalau kita lihat permohonan, sebenarnya ini soal penerapan. Bahwa norma yang ada di dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) itu tidak diterapkan. Bapak kan setuju norma yang ada di situ bahwa anggota DPRP itu di samping dipilih, ada juga yang diangkat, ¼ yang diangkat … 1¼ yang diangkat. Oh, ya ¼ diangkat, ya, ¼ diangkat. Nah karena tidak diangkatnya itu ¼, Bapak merasa bahwa atau tidak dilaksanakan pengangkatan itu, Bapak merasa bahwa dirugikan. Nah, ini yang Bapak harus yakinkan kepada Majelis karena kalau kita baca sekali lagi ini sebenarnya normanya sudah jelas normanya. Bapak mengatakan ini harus dilaksanakan begitu. Jadi, itu nanti yang Bapak coba yakinkan Majelis karena untuk sementara saya menangkap bahwa sebenarnya normanya tidak ada masalah, bahkan Bapak setuju dengan norma itu, cuma pelaksanaannya. Nah, Mahkamah Konstitusi bukan menguji pelaksanaan, tetapi menguji norma dan yang dijadikan sebagai dasar pengujian norma itu adalah Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Di dalam permohonan Bapak juga tidak menyinggung pasal berapa yang dijadikan sebagai dasar pengujian dari Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sekali pun di lampiran, di lampiran bukti Bapak mengajukan Pasal 24, ya, Pasal 24 Undang-Undang Dasar Tahun 1945, sehingga mungkin maksud Bapak pasal itulah yang menjadi dasar pengujian, tapi belum diuraikan di dalam permohonan. Bapak tidak menyinggung sama sekali pasal itu, di dalam permohonan. Ya, Pak, ya, nanti dilengkapi itu, ya. Dan kalau bisa ini yang terakhir, dibikin sederhana saja, dibikin singkat saja bahwa normanya seperti ini dengan adanya norma ini, maka hak konstitusional kami dirugikan. Dan kalau tidak ada norma itu atau norma itu tidak ada, maka potensi kerugian atau faktual kerugian itu tidak terjadi, ya. Nah, ini di … di petitumnya juga nanti di … Bapak tidak mengambil pengacara? 17
23.
PEMOHON: LENIS KOGOYA Ya, kami dari masyarakat adat tidak pakai pengacara.
24.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Tidak pakai pengacara, ya?
25.
PEMOHON: LENIS KOGOYA Ya, karena kami tidak punya uang.
26.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Ya, tapi paling tidak nanti konsultasi atau paling tidak mencari contoh permohonan yang sudah masuk di MK supaya Bapak mencontoh itu. Karena untuk beracara di MK, ada norma yang harus digunakan, ada peraturan Mahkamah Konstitusi yang mengatur mengenai itu, syaratsyarat permohonan. Bapak tadi sudah menyinggung Pasal 51, ya mengenai kerugian dan sebagainya, tapi tidak hanya tidak cukup dengan itu, tapi harus jelas betul pasal mana atau norma mana yang merugikan Bapak gitu, ya. Saya kira dari saya, Yang Mulia, cukup.
27.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Terima kasih, Yang Mulia. Saya persilakan Yang Mulia Dr. Wahiduddin Adams untuk menyampaikan nasihat-nasihat.
28.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Terima kasih, Ketua Panel Dr. Muhammad Alim. Saudara Pemohon, Lenis Kogoya dan Paskalis Netep yang langsung hadir dan tadi sebutkan tidak menunjuk kuasa atau pengacaranya. Tadi sudah disampaikan secara lengkap hal yang perlu diperbaiki di dalam permohonan ini oleh Yang Mulia Prof. Aswanto. Ada beberapa hal yang perlu Saudara Pemohon pertajam betul supaya Mahkamah atau Majelis nanti diyakinkan terhadap permohonan ini. Pertama, tadi legal standing Saudara bahwa di sini disebut Ketua Lembaga Masyarakat Adat dan Sekretaris Lembaga Masyarakat Adat. Ini ada keterangan bukti atau apa yang menyatakan bahwa kedua Saudara ini mewakili lembaga masyarakat adat Provinsi Papua, ya. Karena kalau kita lihat, Majelis Rakyat Papua itu yang anggotanya 42 orang itu representasi kultural, ya, dari orang asli Papua yang ada tiga elemen, ya, 14 dari unsur yang mewakili adat lalu 14 mewakili agama, 14 mewakili perempuan. Ini apa tidak nanti posisi Saudara sebagai mewakili masyarakat adat tidak tumpang tindih dengan ini. Ini penting supaya 18
legal standing ini artinya punya posisi Saudara untuk mengatasnamakan masyarakat adat, ya. Kemudian yang kedua, di dalam posita, Pemohon sudah menyampaikan bahwa kerugian dari Saudara … kalau dalam hal ini disebut legal standing Pemohon itu karena pemerintah daerah tidak melaksanakan putusan MK, itu disebut nyata-nyata, sehingga menjadi kerugian terhadap masyarakat asli Papua oleh Pemerintah Provinsi Papua yang secara sadar berupaya meningkatkan (suara tidak terdengar jelas) seperempat anggota yang diangkat melalui pengangkatan itu, ya. Jadi ini perlu ditekankan betul. Tadi jadi bahwa ini kerugian yang dialami ini atau potensial ini karena putusan MK yang dua tadi tidak dilaksanakan. Jadi ini implementasi dari putusan MK dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Jadi, bukan konstitusionalitas dari Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 6 ayat (4) dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 itu, ya. Dan kemudian, supaya sistematikanya difokuskan saja, ya, tidak lalu hal-hal yang lain yang sudah keluar dari posita Saudara. Kemudian, hal lain adalah bukti-bukti, ya, lampirkan secara lengkap jangan hanya pasal ini … kadang-kadang pasal itu terkait juga dengan pasal yang lain, ya. Jadi tidak hanya 2-3 halaman atau pasal yang diuji, tapi peraturan perundang-undangannya itu harus Saudara lampirkan, ya, terutama yang terkait pasal-pasalnya. Kemudian, ya, nanti diubah ya kalau di sini disebutkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah kan sekarang sudah diganti dengan Undang-Undang 23 Tahun 2014, ya. Nah, kemudian mengenai untuk yang provisi, ya. Permohonan provisi ini kita ingin tanya dulu ini. Ini yang anggota DPRD Provinsi Papua jabatan 2014 ini sudah dilantik belum? 29.
PEMOHON: LENIS KOGOYA Siap, sudah dilantik.
30.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Sudah dilantik, ya, dan dilantik itu karena sudah ada Keputusan Menteri Dalam Negeri ya?
31.
PEMOHON: LENIS KOGOYA Siap, sudah.
19
32.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Sudah, ya. Kemudian karena Keputusan KPU ya. Ya, sudah. Jadi apa yang ada dalam provisi memerintahkan untuk menghentikan ya atau sekurangnya menunda pelantikan anggota … pada tanggal 9 Oktober yang lalu sudah dilantik ya? Ya karena surat permohonan Saudara ini memang Jayapuranya 2 Oktober ya, tapi di registrasinya 23 Oktober ya, sudah dilantik, sehingga kalau disebutkan di sini memerintahkan menghentikan, menunda. Lha barangnya sudah jadi barang itu ya. Kemudian, tidak mengeluarkan keputusan oleh Mendagri, peresmian sudah keluar ya, dasar hukum dilantik. Kemudian, Provinsi Papua ya. Ini mengenai permohonan ini menjadi sesuatu yang sudah terlaksana ya. Itu hal-hal yang ingin saya ingatkan, tambahkan, dan pertanyakan supaya permohonan ini nanti di Majelis bisa … sudah memenuhi ketentuan sesuai format di beracara di MK. Kemudian isi-isinya kalau sudah ketinggalan, ya diperbaiki termasuk permohonan provisi tadi ya. Terima kasih.
33.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Terima kasih kepada berdua. Saya sedikit menambah-nambah sedikit ya. Ini di permohonan Saudara halaman 1 itu kewenangan Mahkamah Konstitusi sebelah bawah angka 1 itu tidak perlu karena itu sudah ada di dalam posita, ada di dalam alasan permohonan Saudara. Jadi Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) itu kan yang diuji. Itu enggak perlu, itu ya. Yang nomor 2, yang nomor 2 itu menjadi nomor … itu, itu yang alasannya. Karena kewenangan Mahkamah Konstitusi itu berdasarkan … Undang-Undang Dasar Tahun 1945 juncto Pasal 10 ayat (1) huruf a oke, tetapi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 itu sudah diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011. Jadi mungkin Saudara tambah lagi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1945 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun … tentang Mahkamah Konstitusi itu sudah diubah lagi, meskipun Pasal 10 itu masih tetap, tetapi undang-undang itu sudah diubah ya, oke. Nanti itu masukkan itu. Nah, di angka 3 halaman 2 yang permohonan Saudara. Berdasarkan pada angka 1 dan 2 kan angka 1 sudah tidak ada. Berdasarkan alasan di atas saja. Bahwa karena ini adalah ini memang wewenang Mahkamah Konstitusi, menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Nah, itu wewenangnya. Kedudukan legal standing tadi oleh Yang Mulia sudah dijelaskan kepada Saudara supaya diperbaiki. Ini yang saya mau ingatkan betul bahwa sesuai dengan yang Saudara tulis sendiri di kalau enggak salah di halaman 10 permohonan Saudara, tolong lihat. Bukan, di … Saudara 20
lihat dahulu. Di halaman 5, halaman 5 ya tolong lihat. Halaman 5 permohonan Saudara, itu kan mengenai pasal yang … artinya hak makna yang sama itu telah diuji oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 111/PUU-VII/2009, kan itu toh? Ya, nah. Itu saya ingatkan karena saya ikut … ikut … sudah ada … saya sudah masuk di MK pada waktu itu, pada tahun 2009 itu. Jadi, ini ketentuannya begini. Ini kan sudah diuji dan sudah diputus, maka berdasarkan Pasal 60 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, saya bacakan. Pasal 60 ayat (1) begini, “Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji tidak dapat dimohonkan pengujian kembali.” Oke. Ayat (2)-nya, Boleh ada kekecualiannya. “Ketentuan selain dimaksud dalam ayat (1) itu tidak boleh tadi itu dapat dikecualikan jika materi muatan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menjadi dasar pengujian berbeda.” Itulah yang dikemukakan oleh Profesor tadi bahwa dalam permohonan Saudara ini, kita belum tahu pasal mana yang menjadi batu uji atau menjadi dasar pengujian Saudara terhadap ini. Karena jikalau sama dengan yang dahulu, ini pasti tidak dapat diterima karena undang-undang mengatakan kalau sudah diuji … kalau memang sama pasalnya itu, tidak bisa diuji lagi. Kecuali kalau dasar pengujiannya berbeda, ya toh? Tadi oleh Prof. Aswanto, Anggota yang sebelah kiri saya. Beliau ini sudah mengingatkan, “Lho dalam permohonan ini kan tidak diketahui.” Memang saya tidak melihat pasal berapa yang Saudara jadikan batu ujian. Padahal menguji undang-undang terhadap UndangUndang Dasar Tahun 1945, harus disebutkan lho pasal ininya. Secara … secara tersirat, saya membaca di sini mungkin … mungkin ada sedikit yang Saudara maksudkan itu di … di permohonan Saudara nomor … halaman 11, tolong lihat. Itu di angka 3, halaman 11, angka 3. Itu dikatakan bahwa dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan lain-lainnya, DPRP sebagai lembaga pemerintahan yang bersangkutan (suara tidak terdengar jelas) di bidang legislasi, pengawasan, dan budgeting adalah untuk melindungi hak asasi dari Para Pemohon agar tidak terus-menerus dilanggar dan menjadikan (suara tidak terdengar jelas) ketidakpastian hukum. Kalau itu yang Saudara jadikan dasar pengujian, itu Pasal 28D ayat (1). Ini secara tersurat lho … tersirat, kalau memang itu yang Saudara maksud. Tapi … tapi memang betul yang dikata … yang dinasihati oleh Prof. Aswanto. Di dalam permohonan Saudara ini tidak diketahui yang mana yang menjadi dasar pengujiannya? Karena Mahkamah Konstitusi hanya memutus berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang MK itu mengatakan, “Mahkamah Konstitusi memutus berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 berdasarkan bukti-bukti dan keyaki … apa … bukti-bukti dan keyakinan terhadap yang ada di dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945.” Kalau tidak, tidak bisa. Nah, 21
ini di dalam permohonan Saudara. Nanti karena … ada perbaikan, nanti … nanti dimasukkan itu, di mana sih dasar pengujian Saudara? Itu, ya. Kemudian, mengenai yang diterangkan oleh … tadi oleh Yang Mulia Bapak Dr. Wahiduddin Adams, yang sebelah kanan saya, Beliau ini. Itu … ini provisi tidak perlu lagi, wong sudah terlaksana. 34.
PEMOHON: LENIS KOGOYA Ya.
35.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Bagaimana kita mau menghentikan? Wong sudah dilak … sudah dilantik, itu lho. Jadi, yang tiga ini ndak usah lagi. Nah, lalu dan menyangkut pokok permohonan atau istilah Saudara pokok perkara, mestinya ini pokok permohonan. Di dalam petitum itu harus dinyatakan dahulu bertentangan dengan UndangUndang Dasar Tahun 1945. Tidak usah lagi disebutkan pasalnya karena sudah ada dalam … dalam … apa … alasan-alasan permohonan. Dan tadi di … disampaikan supaya Saudara menulis pasal berapa sih dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menjadi dasar pengujian Saudara? Nah, kemudian, di dalam … kalau sudah dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, petitum berikutnya itu dalam pokok permohonan adalah karena diulangi kembali itu, lalu dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Apakah secara bersyarat menurut yang Saudara ada di sini? Itu terserah. Yang jelas itu adalah tidak mengikat. Kemudian, yang ketiga itu memuat … memerintahkan pemuatan putusan sudah benar di sini. Dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya, itu sudah betul. Lalu, yang … apabila Majelis Hakim berpendapat lain, itu atau saja itu, atau. Itu namanya alternatif, yaitu maka putusan seadil-adilnya. Itu ex aequo et bono. Itu … itu. Jadi, saya kira kalau provisi bagi di sini, sudah tidak … tidak … tidak relevan lagi karena sudah terlaksana yang kita mau jaga itu. Padahal, itu kan putusan sementara sifatnya? Apa mau dicegah lagi? Wong sudah terlaksana. Nah, itu … itu … itu mengenai itu. Barangkali ada tanggapan, Saudara? Ada yang Saudara mau kemukakan? Ini kita sudah beri nasihat.
22
36.
PEMOHON: LENIS KOGOYA Ada. Untuk Hakim dan Anggotanya, mohon izin (suara tidak terdengar jelas) tanggapan Ketua Hakim. Permohonan maaf. Pertama, yang di … ada tiga hal yang dimasukkan masalah pemberhentian SK dan pelantikan yang tadi. Karena permohonan kami sudah satu bulan dilewat. Jadi, mohon maaf karena itu memang karena belum, makanya kita minta segera, ternyata mereka dipaksakan sudah dilantik kemarin tanggal 30. Yang kedua, yang tuntutan kami. Dengan adanya tidak melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi dikatakan final dan akhir, berarti tidak ada lagi yang berubah. Pemerintah adalah perpanjangan tangan dari Pemerintah Provinsi Papua, maka 11 kursi digagalkan oleh Pemerintah Provinsi Papua, dalam hal ini legislatif dan eksekutif di Papua. Dan sangat merugikan oleh rakyat Papua, khususnya kami lembaga masyarakat adat dan adat yang setanah Papua merasa dirugikan, maka langkah berikut yang kami akan perbaikan … mengajukan adalah kami pertama, Perdasus yang diajukan, yang di … dibuat oleh DPR Provinsi Papua, itu tidak berpihak kepada kami, rakyat, maka di situlah kami tuntut supaya diberikan kewenangan penuh kepada kami, masyarakat adat, supaya kami akan mempersiapkan SDM untuk melindungi hak-hak orang asli Papua dan melindungi Negara Kesatuan Republik Indonesia di tanah Papua. Itu arahannya, mungkin kami akan ajukan nanti. Yang kedua adalah (...)
37.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Kok kedua lagi? Sudah yang ketiga (...)
38.
PEMOHON: LENIS KOGOYA Oh, maaf, ketiga.
39.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Ya.
40.
PEMOHON: LENIS KOGOYA Ketiga adalah kami Lembaga Masyarakat Adat Provinsi Papua … Papua Barat adalah sebagai kultur. (Suara tidak terdengar jelas) dengan tugas (suara tidak terdengar jelas) adalah menyampaikan aspirasi dan mempertimbangkan gubernur dan wakil gubernur. Dan lembaga masyarakat adat ini kulturnya dari provinsi, kabupaten, distrik, (suara tidak terdengar jelas) di kampung, maka kami sangat merugikan, maka 23
Perdasus yang dibuat ini waktu setingkat cuma Desember sampai Januari. Pada pemerintahan sementara tidak bisa berjalan, akhirnya kami lembaga masyarakat adat dipersilakan untuk segera … untuk silakan dilantik, tapi tata tertib untuk kelengkapan DPRP bahwa (...) 41.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Begini, begini. kalau itu, itu kan soal perkara (...)
42.
PEMOHON: LENIS KOGOYA Siap.
43.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Yang, yang, yang kami nasihatkan ini yang saya minta tanggapannya. Mau menuruti atau tidak begitu lho?
44.
PEMOHON: LENIS KOGOYA Siap, Pak. maksud saya tadi Pak Hakim. Bahwa itu yang kami akan perbaiki masukan (...)
45.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Ya, itulah.
46.
PEMOHON: LENIS KOGOYA Kami setuju dan kami terima, Bapak.
47.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Oke.
48.
PEMOHON: LENIS KOGOYA Terima kasih.
49.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Begini, ini kan yang belum selesai, masih ada waktu bagi Saudara berdua paling lama, saya ulangi, paling lama 14 hari untuk memperbaiki permohonan ini.
24
50.
PEMOHON: LENIS KOGOYA Terima kasih.
51.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Karena ada nasihat-nasihat tadi ada yang kurang, ada yang kurang gitu lho. Nah, diperbaiki. Mungkin juga karena Saudara tidak mengambil Pengacara, bisa meminta contoh-contoh permohonan yang dahulu, terutama yang ada kaitannya dengan Perdasus ini, yang itu yang diputus oleh Mahkamah Konstitusi Nomor 111 itu, jangan sampai berulang dengan dasar hukum … apa dasar hukum yang berbeda, itu pasti tidak dapat diterima. Saya katakan saja, bukan kita punya kemauan, karena undang-undang yang mengatakan begitu, oke?
52.
PEMOHON: LENIS KOGOYA Siap.
53.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Jadi harus dengan dasar pengujian yang berbeda, baru bisa di … di … dipertimbangkan, kalau tidak itu tidak dapat diterima karena undang-undang yang menyuruh kita, bukan kita yang punya kemauan begitu, oke?
54.
PEMOHON: LENIS KOGOYA Siap, terima.
55.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Jadi saya ulangi lagi, bagi Saudara berdua ada waktu paling lama 14 hari untuk memperbaiki permohonan Saudara. Kemudian, sudah diperbaiki meskipun belum 14 hari kalau Saudara sudah bagus, silakan me … langsung disampaikan ke Kepaniteraan. Nanti Kepaniteraan memberitahukan kepada Pleno nanti untuk selanjutnya ditetapkan sidang berikut apa … Panel untuk isi ditetapkan sidang berikutnya, oke?
56.
PEMOHON: LENIS KOGOYA Terima kasih.
25
57.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Jadi, sekali lagi paling lama 14 hari Saudara perbaiki langsung dimasukkan ke Kepaniteraan, oke. Dengan demikian, kalau sudah tidak ada lagi, ya? Sidang saya nyatakan selesai dan sidang ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 12.40 WIB Jakarta, 17 November 2014 Kepala Sub Bagian Risalah,
t.t.d. Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
26