MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 10/PUU-XII/2014
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN DPR DAN PIHAK TERKAIT (IV)
JAKARTA RABU, 26 MARET 2014
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 10/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara [Pasal 102 dan Pasal 103] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (APEMINDO) 2. PT Harapan Utama Andalan dan PT Pelayaran Eka Ivanajasa 3. Koperasi “TKBM Kendawangan Mandiri, dkk. ACARA Mendengarkan Keterangan DPR dan Pihak Terkait (IV) Rabu, 26 Maret 2014, Pukul 11.10 – 11.55 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Arief Hidayat Ahmad Fadlil Sumadi Anwar Usman Aswanto Maria Farida Indrati Muhammad Alim Patrialis Akbar Wahiduddin Adams
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) ii
Cholidin Nasir Pihak yang Hadir:
Panitera Pengganti
A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Refly Harun 2. R. M. Maheswara Prabandono B. Pemerintah: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Fadli Ibrahim Supriyadi Hanadityawarman Susyanto Agus Hariadi Budijono
C. Pihak Terkait: 1. Gunawan D. Kuasa Hukum Pihak Terkait: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Arif suherman Beni Dikti Dona Alfurqon Anton Febrianto Janses E. Sihaloho Ridwan Darmawan
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.10 WIB
1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bismillahirrahmaanirrahiim. Baik, kita mulai. Sidang dalam Perkara Nomor 10/PUU-XII/2014, dengan ini saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon, hadir?
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: MAHESWARA PRABANDONO Hadir, Yang Mulia.
3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Pemerintah?
4.
PEMERINTAH: AGUS HARIADI Hadir, Yang Mulia.
5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Kemudian Pihak Terkait, ya?
6.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: RIDWAN DARMAWAN Hadir, Yang Mulia.
7.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Agenda kita pada hari ini adalah yang pertama itu mendengarkan keterangan Dewan Perwakilan Rakyat tapi Dewan Perwakilan Rakyat tidak hadir, ada surat tertanggal 26 Maret 2014 yang mengatakan tidak dapat hadir bertepatan dengan masa reses dan kunjungan kerja. Jadi DPR tidak bisa hadir dan belum bisa memberikan keterangan. Kemudian Pemerintah melengkapi … untuk Pemohon dan Pihak Terkait mungkin. Pemerintah telah melengkapi keterangannya secara tertulis yang diterima Kepaniteraan pada tanggal 26 … Ini? 20 bulan 1
Maret 2014 ya, sudah ada. Pemohon juga sudah dapat ya keterangan Pemerintah? Saudara Pemohon? Pemohon? Jangan bicara sendiri ya. Ini sudah terima ya surat anu, keterangan Pemerintah yang tertulis melengkapi yang disampaikan secara lisan? 8.
KUASA HUKUM PEMOHON: MAHESWARA PRABANDONO Sudah, Yang Mulia.
9.
KETUA: ARIEF HIDAYAT ya?
10.
Baik. Kemudian pada hari ini … Pihak Terkait sudah terima juga,
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: RIDWAN DARMAWAN Sudah, Yang Mulia.
11.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Sudah, baik. Agenda kita pagi hari ini adalah mendengarkan Pihak Terkait, keterangan Pihak Terkait. Saya persilakan, siapa yang akan menyampaikan Pihak Terkait? Di mimbar saja akan lebih afdol ya daripada duduk di situ. Saya persilakan.
12.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: RIDWAN DARMAWAN Baik, terima kasih. Assalamualaikum wr. wb. Selamat pagi untuk kita semua, salam sejahtera untuk kita semua. Yang terhormat Ketua Majelis, Anggota Majelis Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Bapak-Bapak, Ibu-Ibu dari pihak Pemerintah dan juga Para Pemohon serta Pihak Terkait. Izinkan saya menyampaikan keterangan Pihak Terkait dalam Perkara Nomor 10/PUU-XII/2014 Perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Untuk Para Kuasa kemudian juga Para Pemohon, kita anggap bacakan termasuk juga pendahuluan kami anggap dibacakan. Langsung pada eksepsi atau dalam eksepsi mengenai legal standing Para Pemohon. Bahwa mengenai kedudukan hukum Para Pemohon dalam mengajukan permohonan adalah adalah quo, Para Pihak Terkait menyerahkan sepenuhnya kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Selanjutnya bahwa Mahkamah tidak berwenang menguji permohonan yang bersifat implementasi atau peraturan pelaksana dari undang-undang. Bahwa permohonan Para Pemohon dalam pengujian 2
Pasal 102 dan Pasal 103 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang dimohonkan oleh Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia atau Pemindo dan kawan-kawan adalah memasuki wilayah implementasi karena Para Pemohon mempermasalahkan implementasi dari pasal-pasal yang dimohonkan tersebut. Hal itu dapat dilihat dari permohonan Para Pemohon halaman 13 angka 48 yang menyatakan bahwa di dalam undang-undang baik secara implisit maupun eksplisit sebenarnya tidak terdapat larangan untuk melakukan kegiatan ekspor biji, larangan ini muncul atas kreasi yang dilakukan oleh Pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya mineral yang pada hakikatnya bertentangan dengan undang-undang. Bahwa memang dalam permohonannya, Para Pemohon memohonkan uji konstitusionalitas Pasal 102 dan Pasal 103 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, namun dalam dalil-dalil permohonannya justru mempermasalahkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010, Peraturan Menteri SDM Nomor 7 tahun 2012, Peraturan Menteri SDM Nomor 20 Tahun 2013, Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Nomor 1 Tahun 2014 selaku peraturan pelaksana dari Pasal 102 dan Pasal 103 UndangUndang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang secara nyata merupakan kewenangan dari Mahkamah Agung. Berdasarkan hal-hal yang kami uraikan di atas, maka dapat dinyatakan secara hukum bahwa Mahkamah Konstitusi tidak berwenang untuk menguji permohonan Para Pemohon, sebagaimana diatur dalam Pasal 24C ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 juncto Pasal 51 ayat (3) Undang-Undang 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang pada intinya melakukan pengujian terhadap konstitusionalitas suatu undang-undang terhahap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Poin c dalam pokok perkara. Poin pertama bahwa Pasal 102 dan 103 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara adalah konstitusional dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 karena telah sesuai dengan prinsip negara hukum. Bahwa para Pemohon tidak cermat dalam memahami ketentuan Pasal 103 ayat (3) undang-undang a quo sebagaimana dalil para Pemohon pada halaman 13 angka 51 yang menyatakan bahwa Pasal 103 ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 memang memberikan mandat kepada pemerintah untuk mengatur dalam peraturan pemerintah. Namun yang dimandatkan adalah membuat ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan nilai tambah serta pengolahan dan pemurnian bukan membuat norma baru seperti larangan ekspor biji. Bahwa Pasal 103 undang-undang a quo ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan nilai tambah sebagaimana dimaksud 3
dalam Pasal 102 serta pengolahan dan pemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah. Jika para Pemohon mencermati ketentuan yang terdapat dalam Pasal 103 undang-undang a quo secara mendalam dalam hal ini Pasal 103 ayat (1) undang-undang a quo telah secara tegas menyatakan memegang IUP dan IUPK koperasi produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri. Bahwa kemudian berdasarkan ketentuan Pasal 103 ayat (1) undang-undang a quo Pemerintah melakukan … melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui kegiatan pengolahan … pengelolaan dan pemurnian mineral di dalam negeri Pemerintah mengamanatkan kepada pemegang IUP dan IUPK koperasi produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri. Dengan kata lain Pemerintah bukanlah membuat suatu norma baru. Bahwa konsep negara hukum adalah rule of law yang pada pokoknya menyatakan hukum sebagai suatu sistem yang mensyaratkan keselarasan dan keharmonisan antara satu undang-undang dengan peraturan dengan perundangundangan lainnya termasuk di dalamnya adalah peraturan pelaksana dari suatu pemberlakuan undang-undang. Bahwa berdasarkan konsep negara hukum maka dasar dari diundangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara adalah Pasal 33 ayat (3) UndangUndang Dasar 1945 Pemerintah melaksanakan amanat yang terkandung dalam konstitusi melalui pemberlakuan undang-undang serta memastikan bahwa undang-undang yang berlaku dalam hal ini UndangUndang Nomor 4 Tahun 2009 untuk dapat dipahami, dilaksanakan, dan dipenuhi oleh segenap unsur pemerintah, instansi, warga negara, badan hukum, dan lain-lain melalui peraturan pemerintah, peraturan menteri terkait, serta peraturan pelaksanaan lainnya. Bahwa pada faktanya antara Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 serta Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014 tentang peningkatan nilai tambang mineral melalui kegiatan pengelolaan dan pemurniaan mineral dalam negeri telah selaras dan sejalan. Bahwa Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara sebagai konsekuensi negara hukum seharusnya pemerintah, pengusaha, dan masyarakat menjalankan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Bahwa berdasarkan dalil-dalil yang telah para Pihak Terkait uraikan di atas, maka Pasal 102 dan 103 undang-undang a quo telah selaras dan sejalan dengan konsep negara hukum sebagaimana yang dimandatkan oleh Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 oleh karena ini sudah sepatutnya dalil4
dalil Pemohon dinyatakan tidak diterima atau tidak beralasan menurut hukum. Poin 2. Bahwa Pasal 102 dan Pasal 103 Undang–Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara adalah konstitusional dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 karena telah memberikan kepastian hukum. Bahwa para Pemohon dalam dalilnya halaman 16 angka 63 menyatakan bahwa nyata dalam implementasi telah timbul ketidakpastian hukum dan ketidakadilan karena kesewenang-wenangan pemerintah dalam mengambil kebijakan dan menyusun regulasi. Pasal 103 dan Pasal 102 terbukti menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan karena membuka peluang terjadinya kesewenangwenangan pemerintah dalam implementasinya sehingga justru bertentangan dengan prinsip konstitusi yang menjamin perlindungan atas hak untuk mendapatkan kepastian hukum yang adil dan proses penegakan hukum kegiatan pertambangan mineral dan batu bara. Bahwa adanya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010, Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2012, Peraturan Menteri ESDM Nomor 20 Tahun 2013, Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014, dan Peraturan Menteri Nomor 1 Tahun 2014 (…) 13.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Maaf, saya potong sebentar. Untuk pasal-pasal tidak usah dibacakan tapi dan seterusnya saja karena kita sudah tahu pasalpasalnya ya.
14.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: RIDWAN DARMAWAN Baik. Terima kasih, Yang Mulia.
15.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Supaya menyingkat waktu.
16.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: RIDWAN DARMAWAN Saya lanjutkan. Maka … jika ditelaah secara seksama maka peraturan-peraturan tersebut merupakan implementasi dari Pasal 102 dan 103 undang-undang a quo yang memandatkan kewajiban (suara tidak terdengar jelas) sebagaimana diatur dalam Pasal 170 undangundang a quo. Bahwa perubahan perubahan yang dilakukan terkait peraturan-peraturan tersebut di atas adalah dalam rangka melakukan persiapan dan pengendalian terhadap (suara tidak terdengar jelas) dalam jangka waktu 5 tahun. 5
Bahwa meski harus diakui pula terkait pelaksanaan Pasal 102 dan Pasal 103 undang-undang a quo beserta turunannya, Pemerintah sangat tidak tegas karena berdasarkan ketentuan Pasal 169 undang-undang a quo, pembangunan semua termasuk dalam tahap negosiasi kontrak karya dalam jangka waktunya adalah 1 tahun sejak undang-undang a quo diundangkan. Bahkan sampai dengan saat ini, negosiasi kontrak karya banyak yang belum selesai dikarenakan perusahaan-perusahaan berskala besar seperti freeport Indonesia, PT Newmont Nusa Tenggara belum sepakat atau mengelola untuk melakukan negosiasi dengan tawaran yang diajukan Pemerintah. Bahwa jikalau Para Pemohon mempermasalahkan adanya ketidakpastian hukum dengan mendalilkan bahwa peraturan-peraturan impelementasi dari Pasal 102 dan 103 undang-undang a quo, maka hal itu jelas bukan merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi. Seharusnya Para Pemohon mengajukan pertentangan-pertentangan peraturan-peraturan tersebut di atas dengan undang-undang di Mahkamah Agung dan bukan malah mengajukan ke Mahkamah Konstitusi. Bahwa Para Pemohon telah salah mengartikan kepastian hukum dalam penegakan hukum karena pada hakikatnya peraturan pelaksana dari Pasal 102 dan Pasal 103 adalah bentuk kepastian hukum dalam pelaksanaan undang-undang dengan tujuan demi tercapainya keadilan dalam pertambangan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Walau berdasarkan uraian-uraian yang terlah Para Pihak Terkait sampaikan di atas, Pasal 102 dan Pasal 103 undang-undang a quo telah konstitusional dalam ketentuan dalam Pasal 28D ayat (1) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia, sehingga dalil-dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum. Bahwa Pasal 102 dan Pasal 103 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara adalah konstitusional dengan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa dalil Para Pemohon dalam halaman 17 angka 67 yang menyatakan bahwa terkait dalam pelarangan ekspor biji, serta pengelolaan dan pemurnian dalam negeri. Pemohon telah menyampaikan surat terbuka kepada pihak yang berwenang, yang pada pokoknya menolak kebijakan pelarangan ekspor karena akan menimbulkan bangkrutnya 10.600 perusahaan pemegang produksi, terjadi pemutusan hubungan kerja besar-besaran, hilangnya mata pencaharian pekerja dan keluarganya, serta dampak ikutan lainnya yang dapat memicu keresahan dan kerusuhan sosial baik di dalam perusahaan maupun secara nasional. Bahwa sebagaimana telah kami uraikan di atas Pasal 102 dan 103 undang-undang a quo adalah untuk meningkatkan nilai tambah melalui proses pengelolaan dan pemurnian di dalam negeri yang untuk itu tentunya dibutuhkannya industri unit tambang atau smelter karena 6
pengelolaan atau pemurnian akan membawa naiknya penerimaan negara, memberi dukungan bagi terciptanya industri nasional yang memproduksi barang tambang serta menyerap tenaga kerja. Peningkatan nilai tambah memiliki semangat yang membangun bagi perekonomian domestik. Tujuan utama dari peningkatan nilai tambah, bukan menghambat perdagangan, tetapi memanfaatkan kekayaan mineral dan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran bangsa. Upaya ini tidak dapat ditunda karena kekayaan mineral akan habis pada suatu saat dan tidak dapat diperbaharui. Peningkatan kemakmuran dapat dicapai jika terjadi peningkatan kegiatan ekonomi di sepanjang rantai produksi mineral. Peningkatan rantai produksi domestik pada gilirannya akan memberikan dampak positif bagi perekenomian dalam bentuk penciptaan output, nilai tambah dan kesempatan kerja domestik. Ketersediaan bahan baku industri hilir berbasis logam domestik, serta penguasaan teknologi dalam pengelolaan mineral. Bahwa pembangunan industri tambang, akan memperkuat industri nasional yang akan berdampak semakin meluas dan terbukanya lapangan pekerjaan di segala bidang, yang tentunya merupakan perwujudan dari mandat Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa selain itu pula, dengan adanya industri pengelolaan dan pemurnian, maka bangsa Indonesia tidak hanya menjual bahan mentah, maka akan berdampak pada peningkatan penerimaan negara yang bisa untuk meningkatkan anggaran kesejahteraan rakyat, pelayanan publik, infrastruktur pedesaan, industri pengeloaan akan menghasilkan bahan lanjutan yang akan memberikan dukungan bagi industri nasional lainnya yang mengandalkan hasil pengelolaan dan lain-lain. Bahwa industri tambang adalah industri padat modal, padat karya, dan beresiko tinggi, oleh karena itu ketika ada kewajiban membuat smelter, perusahaan tidak bisa berdalih tidak memiliki kecukupan modal dan kecukupan teknologi atas resiko yang perusahaan hadapi. Bahwa berdasarkan uraian di atas, maka menurut Para Pihak Terkait Pasal 102 dan 103 undang-undang a quo telah konstitusional dalam ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu dalil Para Pemohon tidak beralasan menurut hukum. Bahwa Pasal 102 dan 103 undang-undang a quo telah konstitusional … adalah konstitusional dengan Pasal 33 ayat (3) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 karena telah sesuai dengan konsep haknya sesuai negara. Bahwa dalil Para Pemohon, dalam permohonannya dalam halaman 18 sampai 19 angka 74 menyatakan bahwa negara tidak memiliki kemampuan untuk memanfaatkan bumi, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat secara sendirian, itulah sebabnya negara menggandeng pelaku usaha termasuk swasta dan koperasi agar bumi, 7
air dan kekayaan alam tersebut dapat digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dalam kaitan ini makna penguasaan negara atas bumi, air, dan kekayaan alam memberikan kewenangan negara untuk mengadakan kebijakan tindakan penerusan, pengaturan, pengelolaan, dan pengawasan. Bahwa Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bumi dan air, dan seterusnya. Bahwa negara memang tidak harus mengelola kekayaan alam secara sendiri akan tetapi menjalankan fungsi-fungsi hak menguasai negara untuk melindungi tujuan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Akan tetapi negara juga tidak dilarang untuk mengelola kekayaan alam secara sendiri atau bersama pihak lain, itulah fungsi pengelolaan dari hak menguasai negara yang bisa dikerjakan lewat BUMN, BUMD, dan pemerintah. Bahwa sistem hukum pertambangan di Indonesia mengacu pada konstruksi, yaitu Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan adanya hak menguasai negara atas kekayaan alam, termasuk yang berupa tambang untuk melindungi tujuan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Untuk melindungi tujuan tersebut, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 melalui Pasal 102 dan Pasal 103 mewajibkan kepada pemegang IUP dan IUPK untuk. 1. Meningkatkan nilai tambah. 2. Meningkatkan nilai tambah tersebut melalui pengelolaan dan pemurnian. 3. Industri pengolahan dan pemurnian dilakukan di dalam negeri. Bahwa fungsi pengaturan dari hak menguasai negara untuk melindungi tujuan sebesar-besar kemakmuran rakyat ditujukan melalui undangundang a quo dan aturan turunannya. Sebelum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dikeluarkan pemerintah telah melakukan pengaturan sebagaimana ... sebagai implementasi dari hak menguasai negara terhadap industri pertambangan melalui konsesikonsesi dalam bentuk kontrak karya dan perjanjian karya perusahaan pertambangan batubara. Kemudian pasca lahirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, negara mengatur ulang pengolahan pertambangan melalui izin usaha pertambangan dan izin usaha pertambangan khusus. Bahwa perubahan dari bentuk pengelolaan industri pertambangan dari kontrak karya dan perjanjian karya perusahaan pertambangan batubara ke dalam bentuk izin usaha pertambangan dan izin usaha pertambangan khusus adalah sebagai perwujudan dari fungsi pengawasan yang mendapati bahwa konsesi-konsesi yang diberikan melalui kontrak karya dan TKP2B tidak mampu melindungi tujuan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sehingga dimandatkanlah untuk 8
melakukan renegosiasi kontrak karya dan TKP2B sebagai perwujudan fungsi pengurusan negara. Bahwa kontrak karya itu yang ditandatangani oleh perusahaan dan pemerintah mensejajarkan negara sebagai pelaksana kedaulatan rakyat dan pihak perusahaan. Oleh karena kontrak karya harus dihapuskan, sehingga negara hanya memberikan izin kepada perusahaan untuk mengelola pertambangan. Bahwa dengan memproduksi bahan olahan melalui pembangunan simultan dalam negeri, maka fungsi pengawasan dari hak menguasai negara bisa berlangsung secara optimal. Hal tersebut supaya tidak mengulangi kasus PT Freeport Indonesia yang dalam kontrak karya pertama tidak mengatur royalti emas dan tidak melaporkan adanya kandungan emas di dalam mineral ikutan, dengan alasan bahwa PT Freeport Indonesia hanya melakukan penambangan biji tembaga. Bahwa keseluruhan uraian-uraian terkait hak menguasai negara di atas dapat dicermati melalui putusan-putusan Mahkamah Konstitusi. Semisal Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 092/PUU-I/2003 dan seterusnya. Bahwa berdasarkan hal-hal yang telah kami uraikan di atas, maka Pasal 102 dan Pasal 103 undang-undang a quo adalah konstitusional dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 kalau telah sesuai dengan konsep hak menguasai negara, sehingga dalil-dalil Para Pemohon tidak beralasan menurut hukum. Bahwa Pasal 102 dan 103 Undang-Undang Minerba sudah sangat jelas dan tegas, sehingga tidak perlu ditafsirkan lagi. Bahwa dalam dalil Para Pemohon pada halaman 20 angka 81 dan angka 82 yang pada pokoknya mengatakan meminta agar Mahkamah Konstitusi menyatakan ketentuan Pasal 102 dan Pasal 103 UndangUndang a quo bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat bila dimaknai bahwa Pasal 102 dan Pasal 103 melarang ekspor biji. Bahwa menurut hemat Para Pihak Terkait, Pasal 102 dan Pasal 103 undang-undang a quo sudah jelas ... sudah secara jelas dan tegas mengatur tentang nilai tambah dengan cara pengolahan dan pemurnian hasil tambang dalam negeri. Bahwa Pasal 102 dan 103 selanjutnya dianggap dibacakan. Bahwa berdasarkan logika yang terkandung dalam Pasal 102 dan 103 undangundang a quo seperti tersebut di atas, maka dengan sendirinya ekspor biji dilarang sebelum dilakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Bahwa berdasarkan uraian-uraian yang telah Para Pihak Terkait sampaikan di atas, Pasal 102, 103 telah jelas dan tegas sehingga tidak perlu untuk ditafsirkan lagi. 9
Oleh karena itu, dalam pengolahan sedapatnya tidak beralasan hukum. Permohonan dalam eksepsi, menolak permohonan Para Pemohon. Kemudian dalam pokok perkara, menolak permohonan Pengujian Pasal 102 dan 103 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959 terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Terima kasih, assalammualaikum wr.wb. 17.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Pihak Terkait. Berikutnya, ini karena keterangan Pihak Terkait, jadi sifatnya adalah klarifikasi ya, bukan pertanyaan tapi diklarifikasi dan kalau Pihak Terkait belum bisa menjawab secara lisan maka dimungkinkan dicatat, dikompilasi, klarifikasi apa yang diminta dan dijawab secara tertulis ya. Saya persilakan dari Pemohon dulu.
18.
KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Ya, terima kasih, Yang Mulia. Dan juga kami menghargai … apa … informandum dari Pihak Terkait ya, walaupun sebenarnya menjadi pihak juga akhirnya dalam permohonan ini. Tetapi yang ingin kami klarifikasi adalah bahwa dalam permohonan ini sama sekali kami tidak menyinggung soal kontrak karya, yang kami singgung adalah Pasal 102 dan 103 di mana pemerintah itu memberikan … apa … mewajibkan IUP dan IUPK khusus untuk kemudian … apa … melakukan pengolahan dan pemurnian. Jadi sama sekali tidak ada kaitannya dengan kontrak karya, jadi dalil-dalil tentang kontrak karya itu kami setujui semua yang disampaikan oleh Pihak Terkait, tapi tidak relevan dalam permohonan ini. Lalu kemudian Pihak Terkait juga mengatakan Pasal 169 dan 170, mohon dibaca Pasal 169 dan Pasal 170 itu, itu lagi-lagi kontrak karya dan kami setuju kontrak karya memang menempatkan negara dan kontrak karya, perusahaan kontrak karya menjadi sejajar padahal Pasal 33 negara menguasai karena itulah kami mengatakan IUP itu adalah izin dari negara. Dan para Pemohon ini sudah mendapatkan izin dari negara untuk melakukan penambangan, tapi kemudian di tengah jalan setelah mengeluarkan biaya yang begitu besar, mereka dilarang untuk melakukan ekspor, itu persoalannya. Kami ingin mengatakan bahwa kalau ada way-out-nya barangkali tidak inkonstitusional, tapi persoalannya adalah setelah mereka melakukan penambangan tidak ada way-out untuk kemudian bagi mereka. Justru kewajiban membangun smelter, tetapi ketika mereka dilarang melakukan ekspor maka tidak ada revenue lagi. Perusahaan 10
tutup, bagaimana kemudian mau membangung smelter dan lain sebagainya? Jadi tolong sama sekali kita tidak membicarakan tentang kontrak karya, kami paham betul kadang-kadang soal-soal seperti itu kemudian disinggung-singgung padahal kami sama sekali tidak ada kaitannya dengan kontrak karya. Itu yang perlu dicatat. Yang kedua, kami tidak against dengan Pasal 102 dan Pasal 103. Yang kami permasalahkan adalah pasal tersebut ditafsirkan seolah-olah memiliki ada larangan ekspor. Inilah yang kami katakan kami memohonkan kepada Majelis Hakim agar kemudian diputuskan conditionally unconstitutional kalau seandainya itu ditafsirkan ada larangan ekspor karena bisa jadi kemudian empat atau lima tahun mendatang larangan ekspor itu benar ketika ada way-out, tetapi kami mengatakan bahwa sekarang ini inkonstitusional karena memang wayout. Karena kemudian menyebabkan … apa … penutupan perusahaan dan lain sebagainya. Jadi sekali lagi, kami ingin mengatakan bahwa kami tidak menentang yang namanya pengolahan dan pemurnian. Tapi yang kami tentang adalah kebijakan yang ujuk-ujuk, suddenly untuk kemudian melarang ekspor yang menyebabkan kemudian matinya perusahaanperusahaan IUP dan IUPK. Dan sama sekali lagi, tidak ada kaitannya dengan kontrak karya yang dalam undang-undang itu diberikan jangka waktu 5 tahun sebagai peralihan dan sekarang sudah jatuh tempo, jadi sama sekali tidak ada kaitannya dengan kontrak karya. Itu, Yang Mulia, klarifikasi kami. Terima kasih. 19.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Dari pemerintah?
20.
PEMERINTAH: AGUS HARIADI Cukup, Yang Mulia.
21.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Cukup, ya. Dari meja Hakim? Cukup ya. Pihak Terkait akan merespon atau nanti tertulis?
22.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: JANSES E. SIHALOHO Yang Mulia, jika diberi kesempatan kami akan merespon saja secara lisan, Yang Mulia. Terima kasih dari pihak Pemohon atas klarifikasnya ya, tadi disampaikan bahwa kami menyinggung kontrak karya dan menurut Pemohon itu tidak ada relevansinya dengan permohonan yang Pemohon ajukan. Tapi yang kami maksudkan, Yang Mulia. Bahwa Pihak Terkait selama beberapa tahun sekali sangat intens 11
melakukan advokasi terhadap kontrak karya Freeport. Salah satu alasan dari kontrak karya, dalam hal ini PT Freeport, persis sama dengan apa yang disampaikan oleh pemegang IUP, IUPK. Bahwa menurut pemilik kontrak karya, PT Freeport Indonesia, mereka tidak mempunyai kemampuan modal dan sebagainya dan selain menyampaikan di publik bahwa kalau itu dilakukan akan menimbulkan PHK besar-besaran, persis sama dalilnya, Yang Mulia. Terus selanjutnya masalah tafsir Pasal 102 dan 103, kami tetap berkeyakinan bahwa kewajiban untuk melakukan pengerjaan di dalam negeri sama saja dengan melarang ekspor sebelum dimurnikan atau diolah di dalam negeri. Terima kasih, Yang Mulia. 23.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Cukup ya. Oh, Yang Mulia Pak Patrialis, silakan.
24.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih, Ketua. Ini meskipun tadi pihak Pemohon mengatakan tidak ada kaitan dengan kontrak karya. Saya ingin klarifikasi sekaligus juga minta penjelasan pemerintah, penjelasan dari Pihak Terkait di dalam halaman 9, angka 4. Di situ dinyatakan bahwa antara lain, pemerintah sangat tidak tegas. Di satu sisi kan, sebetulnya Pihak Terkait ini kan ingin bersama-sama dengan pemerintah agar permohonan ini ditolak, begitu kan? Saya minta klarifikasi dari Pemohon, seharusnya bagaimana?
25.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Pihak Terkait.
26.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Pihak Terkait, Pihak Terkait, mohon maaf. Jadi, Pihak Terkait ini sering jadi Pemohon, jadi pikiran saya Pemohon juga. Coba tolong dijelaskan kira-kira bentuknya bagaimana supaya pemerintah ini tegas! Nah, berkaitan dengan itu, membahas sekaligus Pemerintah, tolong jelaskan, apakah betul ada beberapa perusahaan-perusahaan besar seperti Freeport Indonesia, Newmont, sampai sekarang ini menolak melakukan renegosiasi? Apakah situasi itu betul terjadi? Karena ini kan berkaitan dengan kebijakan negara, kebijakan pemerintah untuk mengamankan sumber daya alam kita yang ada. Karena saya lihat di jawaban pemerintah ini juga, antara lain mengatakan bahwa peningkatan eksploitasi dan penjualan ke luar negeri biji mineral, raw material, yang besar-besaran akan mempercepat lajunya pengurangan 12
cadangan mineral nasional. Ini kan satu situasi yang menurut hemat saya sudah lampu kuning diberikan oleh pemerintah bahwa ini adalah suasana yang akan berbahaya untuk kepentingan nasional. Barangkali juga tidak tertutup kemungkinan pada saatnya justru kita akan impor, saatnya. Jadi, sekaligus saya minta klarifikasi pemerintah terhadap apa yang disampaikan oleh Pihak Terkait. Terima kasih, Pak. 27.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Saya persilakan, Pihak Terkait.
28.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: RIDWAN DARMAWAN Baik, terima kasih, Yang Mulia. Yang pertama, soal ketidaktegasan pemerintah, memang kami seperti yang juga sudah disampaikan tadi oleh rekan kami bahwa sejak 2011 lalu, kami telah aktif melakukan advokasi juga terhadap renegosiasi kontrak karya, salah satunya dengan gugatan di PN Jaksel untuk soal kontrak karya ini. Bahwa apa yang kita maksud dengan ketegasan pemerintah, seperti juga yang sudah disinggung oleh Pemohon tadi, 5 tahun sejak dimandatkan UndangUndang Nomor 4 Tahun 2009 sampai hari ini tahun 2013, bahkan keppres untuk penunjukkan tim evaluasi renegosiasi si kontrak karya yang dikeluarkan oleh presiden dan dikomandoi oleh menteri perekonomian atau menteri … menko perekonomian dan ketua harian, menteri ESDM tidak … dan jangka waktunya sampai Desember 2013, itu terlewati dan tidak ada capaian yang berarti. Nanti kami akan hadirkan, tapi mungkin juga pemerintah bisa melakukan bukti soal hasil tim evaluasi dan negosiasi kontrak. Dari 169 pemegang KK dan PKP2P hanya sekian persen yang apa … menyanggupi poin-poin negosiasi yang diajukan pemerintah dari mandat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Ini menunjukkan bahwa memang, yang pertama memang ada soal apa namanya … perdebatan di konteks asas perjanjian, ya, pacta sunt servanda, dimana bahwa mereka ber … apa namanya berlindung dalam konteks untuk renegosiasi itu kesucian kontrak, begitu ya. Bahwa kontrak berlaku undang-undang bagi kedua belah pihak. Nah, memang seyogianya juga Mahkamah bisa menimbun persoalan ini, begitu ya bahwa terkait perjanjian yang di dalamnya termaktub adanya hak menguasai negara dalam konteks sumber daya alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat itu, akses itu harus dinyatakan tidak berlaku penuh, begitu ya. Tetapi kalau konteksnya perdata biasa, mungkin itu bisa dilakukan satu asas yang penuh, begitu. Tapi untuk konteks semacam hak plus negara terutama setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 kalau dikaitkan dengan Pasal 169 soal Kewajiban dan Negosiasi Kontrak itu. 13
Nah, ini yang juga kami sebut di situ, pemerintah belum tegas walaupun di sana ada kendala soal apa namanya … keengganan pihak investor atau pemegang konsesi itu untuk duduk bersama melakukan apa yang menjadi mandat peraturan perundang-undangan yang ada di kita. Salah satunya umpamanya, kalau untuk PP saja begitu, ya PP … PNBP, Peraturan apa namanya … Penerimaan Negara Bukan Pajak sudah berlaku sejak tahun 2003. Bahwa relatif emas itu berlaku 3%, 3,75%, tetapi karena dalam kontrak karya masih diatur hanya 1% royalti emas, hingga hari ini pun Freeport masih menyetor royalti ke negara ya 1% itu. Padahal peraturan pemerintah sudah mengamanatkan bahwa hal itu harus disesuaikan dengan peraturan pemerintah yang ada. Lalu kemudian menyinggung soal apa … dari tadi Pemohon juga bahwa kalau kita lihat rezim Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, ini kan sebenarnya ingin bahwa pemerintah ingin merubah dari konsesikonsesi, ya melalui kontrak karya atau PKP2B menjadi IUP dan IUPK, gitu kan. Nah, artinya setelah keluarnya Undang-Undang Minerba, maka yang terjadi atau yang diberikan kepada para pemegang pengelolaan tambang itu adalah IUP dan IUPK. Sehingga Pasal 169, Pasal 170 meski itu ada kaitannya dengan … dengan kekhususan KK dan PKP2B itu, tapi tetap Pasal 170 soal smelter berlaku juga untuk pemegang IUP dan IUPK, gitu lho. Karena rezimnya ini dari pemerintah adalah rezim dari hak apa … dari konsesi kepada IUP dan IUPK, sehingga pemberlakuan pembangunan smelter itu berlaku untuk pemengang KK yang sudah direnegoisasi, gitu ya, dan juga terhadap para pemegang IUP ini, gitu. Itu klarifikasi dari kami. Terima kasih. 29.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Pihak Terkait.
30.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: RIDWAN DARMAWAN Memberi tambahan. Bahwa kami juga telah melakukan laporan ini ke KPK tahun 2011 juga dan baru dua atau tiga minggu lalu KPK melansir hasil kajiannya gitu ya bahwa terdapat potensi kerugian negara akibat kekurangan daya royalti dari para perusahaan-perusahaan pemegang kontrak karya itu sebesar 16,1 tiriliun per tahun dari setiap perusahaan itu. Nah, ini menjadi penting untuk dilakukan upaya penyelamatan hasil kekayaan alam negara kita gitu. Terima kasih.
14
31.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, terima kasih. Pemerintah mungkin secara singkat bisa menjawab apa yang ditanyakan Yang Mulia Dr. Patrialis Akbar.
32.
PEMERINTAH: HANADITYA WARMAN Terima kasih, Yang Mulia. Pertama-tama kami ucapkan terima kasih ke Pihak Terkait diingatkan terkait dengan renegoisasi. Bisa saya sampaikan bahwa jumlah kontrak karya itu 37, Pak, dan PKP2B-nya itu 75 sekarang ini, Pak. Jadi, yang perlu saya sampaikan bahwa sampai saat ini hampir semua itu melakukan renegoisasi, Bapak. Jadi, pengelolaan dan pemurnian ini hanya salah satu isu strategis yang men … menjadikan bahwa ini sebagai salah satu hasil dari negoisasi dari enam isu strategis yang lainnya, Pak, termasuk apakah itu tadi disampaikan oleh Pihak Terkait masalah penerimaan negara, masalah luas wilayah, masalah lokal … lokal content itu, Pak, termasuk itu masalah perpanjangan kontrak itu sendiri. Itu yang pertama. Jadi, perlu kita tegaskan bahwa dari 112 tadi, Pak, kontrak karya dan PKP2B, bahkan secara prinsip sudah ada 25, Pak, yang menandatangani dari enam isu strategis itu tadi, Pak. Secara prinsip melakukan MOU dengan kita, jadi sudah ada kemajuan, Bapak. Jadi, dari 112 tadi ada 25 jumlah itu. Itu yang … yang pertama menjawab Yang Mulia Bapak Hakim Bapak Pat … Patrialis Akbar. Yang kedua. Pak, keterkaitan dengan masalah volume untuk ekspor itu. Memang betul, Pak, tadi Bapak sampaikan bahwa kenaikan pada lima tahun terakhir sejak diundangkan itu kenaikan volume ekspor khususnya untuk mineral itu sangat tinggi sekali, Pak, gitu. Dan tadi saya … saya juga tidak setuju kalau ini seolah-olah undang-undang ini diberlakukan secara mendadak. Kita sudah ada warning, Pak, gitu. Bahkan kalau kita melihat apa … sejarah daripada pembentukan undangundang sendiri, Pak, itu sampai tiga, empat tahun itu, Pak, itu salah satunya yang paling … isu yang paling krusial itu terkait dengan masalah pengelolaan dan pemurnian ini, Pak. Jadi, diundangkan tahun 2009, tapi tiga tahun, empat tahun itu kita bahas itu, Pak. Dan ini sudah mela … sudah dapat, artinya masukan dari semua pihak stakeholder, Pak, baik itu lembaga penelitian baik itu perusahaan, baik itu perguruan tinggi yang … yang nantinya lima tahun ke depan itu mau tidak mau harus dilakukan suatu pengelolaan di dalam negeri, gitu Pak. Jadi … jadi, memang dengan adanya apa … kita ini kalau dari awal itu memang bahwa pemegang izin usaha pertambangan itu apa … komitmennya tinggi, Pak, itu sebenarnya tidak akan terjadi yang kayak
15
gini, Pak. Karena sudah diberikan waktu lima tahun, Pak, itu sebenarnya, Pak. Jadi, bukan tahun 2014 ini, Pak. Bahkan tadi apa … mungkin nanti di apa … jawaban resmi kita bahwa yang akan … yang akan sampai ekspor kemarin, Pak, itu sudah menandatangani fakta integritas, Pak. Jadi, sudah di dalam kita sudah kita kasihkan fakta yang jelas bahwa tahun 2014 akan melakukan pemulihan dan pemulihan dalam negeri, gitu Pak, kita. Jadi, itu yang bisa saya sampaikan, Pak. Jadi, laporan tertulis dari Pemerintah sudah kita sampaikan ke Yang Mulia. Terima kasih. 33.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, ini penjelasannya melengkapi ya, Pak, ya. Baik, kalau begitu saya kira persidangan untuk hari ini (…)
34.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Pak Ketua, saya mau titip pesan satu sama Pemerintah, Pak.
35.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, boleh. Silakan.
36.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Mungkin enggak untuk dijawab, tapi semacam kami membutuhkan satu informasi yang lebih lengkap. Adakah Pemerintah memiliki satu studi komparasi kenapa justru sekarang di negara-negara yang banyak mineral atau sumber daya alamnya malah menahan diri untuk tidak mengekspor, bahkan juga mereka punya sumber daya alam yang begitu besar, tapi justru mereka memprioritaskan untuk mengimpor dari negara lain. Ada enggak studi komparasi atau studi banding terhadap itu supaya kita dapat pengetahuan yang mendasar, kemudian perkiraan sumber daya alam yang kita miliki ini kira-kira bertahan berapa lama ini? Ya, tolong nanti secara tertulis saja.
37.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, terima kasih, Yang Mulia. Saya kira sidang hari ini (...)
38.
KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Yang Mulia, bisa tambahan sedikit saja?
16
39.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Untuk apa ini?
40.
KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Untuk beberapa penegasan.
41.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Penegasan mengenai?
42.
KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Termasuk klarifikasi (...)
43.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Itu bisa nanti dimasukan di dalam kesimpulan saja, ya.
44.
KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Saya ingin klarifikasi kalau boleh.
45.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Enggak, dimasukan di dalam kesimpulan saja nanti coba, ya.
46.
KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Oke.
47.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Nanti malah berbantah di sini nanti. Nanti dimasukan di dalam kesimpulan, ya.
48.
KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Yang Mulia, soalnya kita kan dalam permohonan itu juga mengajukan permohonan sela sebenarnya, tapi belum pernah ditanggapi oleh Majelis.
17
49.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Saya kira sudah selesai untuk persidangan hari ini, persidangan berikutnya kita akan mendengarkan tetapi dari DPR kita harapkan, dan saksi atau ahli dari Pemohon dan Pihak Pemerintah. Dari Pemohon ada ahli berapa yang akan diajukan?
50.
KUASA HUKUM PEMOHON: MAHESWARA PRABANDONO saksi.
51.
Ada, Yang Mulia. Jadi kami menyiapkan 7 ahli dan 3 sampai 5
KETUA: ARIEF HIDAYAT 7 ahli, 3 sampai 5 saksi, ya?
52.
KUASA HUKUM PEMOHON: MAHESWARA PRABANDONO Benar, Yang Mulia.
53.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Kalau begitu 3 ahli dulu, ya, untuk persidangan berikutnya.
54.
KUASA HUKUM PEMOHON: MAHESWARA PRABANDONO Baik, Yang Mulia.
55.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Dan saksinya bisa dua atau tiga, ya?
56.
KUASA HUKUM PEMOHON: MAHESWARA PRABANDONO Baik, Yang Mulia.
57.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Untuk Pemerintah yang berikutnya dan Pihak Terkait juga yang berikutnya, ya, pada urutan yang berikutnya. Saya kira begitu. Sidang yang berikutnya untuk mendengarkan tiga orang ahli dan dua sampai tiga orang saksi dari Pihak Pemohon akan kita lakukan, ini jedanya cukup lama karena banyak hal yang harus kita selesaikan, Rabu 16 April 2014. Jadi persidangan berikutnya akan kita selenggarakan pada hari Rabu, 16 April 2014, Pukul 11.00 WIB dengan 18
agenda untuk mendengarkan keterangan ahli tiga orang dari Pemohon dan saksi dua sampai tiga dari Pemohon. Saya kira itu, persidangan dengan ini saya nyatakan selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 11.55 WIB Jakarta, 26 Maret 2014 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
19