e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PAIR CHEKS BERBANTUAN MEDIA LINGKUNGAN HIDUP TERHADAP HASIL BELAJAR IPA KELAS V SDN 5 PEDUNGAN TAHUN AJARAN 2013/2014 Luh Gd. Putri Ayu Widiadnyani1 , I Wyn. Rinda Suardika2, I.Gst. A Oka Negara3 1,2,3
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e- mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitaian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Pair-Cheks berbatuan media lingkungan hidup dengan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional siswa kelas V SDN 5 Pedungan tahun ajaran 2013/ 2014.Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment), yang menggunakan desain “Nonequivalent Control Group Design”. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 128 siswa, sedangkan sampel penelitian ini adalah 85 siswa, siswa kelasc eksperimen berjumlah 43 siswa dan siswa kelas kontrol berjumlah 42 siswa. Data hasil belajar IPA dikumpulkan dengan instrumen tes pilihan ganda biasa dan selanjutnya dianalisis dengan uji- t. Berdasarkan hasil analisis dengan uji- t diperoleh thitung sebesar 2,20 sedangkan ttabel sebesar 1,99 pada taraf signifikan 5% dan dk= 83 (n1+n2 -2 = 43 + 42 – 2 = 83), ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan terhadap hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Pair- Cheks berbatuan media lingkungan hidup dengan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. Nilai rata- rata siswa kelompok eksperimen sebesar 83,56 lebih besar dari rata- rata kelas kelompok kontrol yaitu 78,91. Ini berarti bahwa model pembelajaran Pair-Cheks berbantuan media lingkungan hidup berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SDN 5 Pedungan tahun ajaran 2013/ 2014. Kata kunci: Pair-Cheks, lingkungan hidup, konvensional dan hasil belajar Abstract This study aimed to determine differences in science learning outcomes of students who learned with Pair-learning model Cheks media rocky environment with students who learned with conventional teaching fifth grade students of SDN 5 Pedungan academic year 2013/2014. This study is a quasi-experimental study (quasi-experimental), which uses design "Nonequivalent Control Group Design". The population consists of 128 students, while the study sample was 85 students, totaling 43 experimental grade students and student control class numbered 42 students. Science learning outcomes data collected with regular multiple choice test instrument and then analyzed by t-test. Based on the analysis of research data, obtained while tvalue 2.20, ttable of 1.99, of the analysis by t-test at 5% significance level and df = 83 (n1 + n2 -2 = 43 + 42-2 = 83), this is there are significant differences on science learning outcomes between students who learned with Pair-learning model Cheks media rocky environment with students who learned with conventional learning. The average value of 83.56 for the experimental group of students is larger than the class average control group is 78. This means that the learning model Cheks Pair-assisted media environment affects the outcome of fifth grade students learn science SDN 5 Pedungan academic year 2013/2014. Key words: Pair-Cheks, Environment, Conventional and Learning Outcomes.
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) PENDAHULUAN “Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan syarat perkembangan”(Trianto, 2010: 1). Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat perlu terus- menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan. Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi siswa, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan problem kehidupan yang dihadapinya. Pendidikan harus menyentuh hati nurani maupun potensi siswa. Konsep pendidikan tersebut terasa semakin penting ketika seseorang yang harus memasuki kehidupan di masyarakat dan dunia kerja, karena yang bersangkutan harus mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah untuk menghadapi problem yang dihadapi dalam kehidupan sehari- hari saat ini maupun yang akan datang. “Perubahan dan kemampuan untuk berubah merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam belajar”(Muhibbin, 2003:59). Disebabkan oleh kemampuan berubah karena belajarlah, maka manusia dapat berkembang. Karena kemampuan berkembang melalui belajar itu pula manusia secara bebas dapat mengeksplorasi, memilih dan menetapkan keputusan-keputusan penting untuk kehidupannya. “Satu inovasi yang menarik mengiringi perubahan paradigma tersebut adalah ditemukan dan diterapkan model- model pembelajaran inovatif yang dengan tepat mampu mengembangkan dan menggali pengetahuan siswa secara konkret dan mandiri” (Trianto, 2010:8). Inovasi ini bermula dan diadopsi dari metode kerja para ilmuwan dalam menentukan suatu pengetahuan baru. Masalah utama dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah) dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap siswa. Hal ini tampak dari rerata hasil belajar siswa yang senantiasa masih
sangat memprihatinkan. Prestasi ini tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran yang masih bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi siswa itu sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya belajar itu. “Dalam arti yang lebih mendasar, bahwa proses pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan dominasi guru dan tidak memberikan kesempatan bagi siswa untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dalam proses berpikir” (Trianto, 2010: 5). Sedangkan permasalahan yang dihadapi oleh suatu sekolah biasanya adalah penerapan suatu model pembelajaran yang digunakan oleh guru untuk menyampaikan materi kepada siswa agar lebih menyenangkan sehingga siswa lebih mudah menangkap isi dari materi yang ingin disampaikan oleh guru, sehingga hasil belajar yang diharapkan tercapai dengan maksimal. Dari hasil wawancara (Agus Sila Aditya Heru, guru kelas Vb), permasalahan yang muncul di SDN 5 Pedungan adalah rendahnya motivasi siswa untuk belajar yang mengakibatkan hasil belajar siswa rendah. Hal ini dikarenakan model pembelajaran yang digunakan masih bersifat konvensional yang tidak dapat memotivasi siswa belajar. Selain faktor internal dari dalam diri siswa yang mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa, faktor eksternal juga sangat mempengaruhi hasil belajar siswa, misalnya gaya belajar siswa, cara penyampaian materi dari guru yang kurang menarik atau kurangnya penggunaan variasi dalam penerapan model pembelajaran. “Pemilihan model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, juga dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran tersebut dan tingkat kemampuan siswa” (Trianto, 2012: 53). Di samping itu pula setiap model pembelajaran selalu memiliki tahapan yang diterapkan atas bimbingan guru. Selain pemilihan model pembelajaran, pemilihan media pembelajaran juga perlu diperhatikan. “Karena media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) pengirim ke penerima sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta kemauan siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran secara efektif” (Sukiman,2012: 29). Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengetahui model pembelajaran yang paling cocok untuk diterapkan dilakukanlah suatu percobaan/eksperimen. Salah satu model pembelajaran yang dirasa relevan dan dicoba untuk menanggulangi permasalahan tersebut adalah model pembelajaran Pair Cheks berbantuan Media Lingkungan Hidup. Menurut (Wahono, 2012:135) model pembelajaran kooperatif tipe Pair Cheks adalah, sebuah model pembelajaran kerja kelompok dimana siswa berpasangan dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru” Dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Pair Cheks guru hanya sebagai fasilitator sedangkan siswa aktif dalam memecahkan permasalahan yang timbul pada saat proses pembelajaran berlangsung. Pembelajaran dengan menggunakan model Pair Cheks memungkinkan siswa untuk memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dan memungkinkan siswa memiliki motivasi belajar yang tinggi yang dapat memperbaiki hasil belajar. “Model pembelajaran cooperative learning tipe pair cheks merupakan suatu model pembelajaran yang membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat, sehingga dengan bekerja secara bersama-sama di antara sesama anggota kelompoknya” (Solihatin (2011:5). Lebih lanjut Suprijono (2009: 54) menyatakan pembelajaran kooperatif tipe pair cheks adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk- bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. “Pair cheks adalah sebuah model pembelajaran kerja kelompok dimana siswa berpasangan di dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru” (Wahono, 2012:135). Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pair cheks adalah model pembelajaran yang menuntut
kerjasama antar teman sebangku untuk menyelesaikan permasalahan dalam proses pembelajaran. Dalam model pembelajaran Pair Cheks para siswa belajar melalui 5 tahap. Tahap- tahap ini mengadopsi pedoman– pedoman dengan latar belakang umur, kemampuan siswa. Sama halnya penekanan waktu, tetapi pedoman ini bersifat umum untuk dapat diaplikasikan dalam skala kondisi kelas yang luas. Taniredja, dkk (2011:120), menyatakan langkah-langkah pembelajaran Pair Cheks adalah sebagai berikut: 1) Bekerja berpasangan: Guru membentuk tim berpasangan berjumlah 2 siswa. Setiap pasang mengerjakan soal yang diberikan oleh guru. 2) Pelatih mengecek: Apabila patner benar pelatih memberikan kupon. 3) Bertukar peran: Seluruh pasangan tim bertukaran peran dan mengerjakan tugasnya. 4) Pasangan mengecek:Seluruh pasangan tim kembali bersama dan membandingkan jawaban. 5) Penegasan guru: Guru mengarahkan jawaban/ ide sesuai dengan konsep. Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan masingmasing, adapun kelebihan dari model pembelajaran Pair Cheks adalah: (1) dipandu belajar melalui bantuan rekan, (2) menciptakan saling kerjasama di antara siswa, (3) meningkatkan pemahaman konsep dan/ atau proses, (4) melatih berkomunikasi”. Siswa sekeloh dasar berada pada tahap oprasional kongkret menurut Piaget (dalam Muhhibbin, 2003), maka dari itu dalam pembelajaran dikelas untuk lebih memudahkan siswa memudahkan siswa untuk memahami materi dibutuhkan suatu media pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. “Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta kemauan siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran efektif” (Sukiman 2012:29). Dari berbagai macam media yang ada salah satu media yang tepat digunakan dalam pembelajaran IPA adalah media pembelajaran berbantuan lingkungan Hidup. Media
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) pembelajaran berbantuan lingkungan hidup berarti mengaitkan lingkungan hidup dalam proses pembelajaran, yaitu lingkungan hidup digunakan sebagai sasaran belajar, sumber belajar dan sarana belajar. Pembelajaran dengan media lingkungan hidup yang ada di lingkungan sekolah misalnya, taman, kelas, laboratorium, kolam, dan kantin sangat efektif diterapkan di Sekolah Dasar. Kesuksesan implementasi model pembelajaran pair- cheks adalah adanya interaksi yang positif antara siswa dengan model pembelajaran yang dipergunakan. Guru merancang suatu pembelajaran yang membahas topik tersebut menjadi sub- sub topik yang pada nantinya dikerjakan secara kelompok. Siswa mencari imformasi untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh kelompok kerjanya dari buku sumber dan guru. Selain itu siswa juga dapat mencari informasi dari lingkungan sekitar. Karena lingkungan memberikan lebih banyak alternatif solusi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Selain memberikan lebih banyak solusi kepada siswa, lingkungan memberikan pembelajaran yang bermakna kepada siswa yang menjadikan siswa lebih mudah memahami apa yng sedang dipelajari. Sebagai bagian dari kooperatif paircheks dalam setiap pembelajarannya senantiasa melakukan kerja kelompok. Dalam kerja kelompok ini diperlukan komunikasi yang sangat kuat antar siswa agar hasil yang diperoleh setelah melakukan pembelajaran yang jauh lebih bermakna, yang menyebabkn siswa senang dan lebih pahan dengan materi yng dipelajari. Perbaduan pair- cheks dengan lingkungan memberikan sumber belajar yang lebih banyak kepada siswa karena lingkungan hidup menjadi sasaran, sumber dan saran belajar yang lebih memudahkan siswa memahami materi yang disampaikan dalam proses pembelajaran. Jadi dapat disimpulkan pair- cheks berbantuan media lingkungan hidup dalah model pembelajaran kerja kelompok yang dalam penyelesaian permasalahannya dengan cara melakukan diskusi dengfan temn sebangku yang menggunakan
lingkungan hidup sebagai sumber belajar pendukung. Pada hakekatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk dan sebagai prosedur. Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau di luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodelogi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu IPA melatih anak berpikir kritis dan objektif. Pengetahuan yang benar artinya pengetahuan yang dibenarkan menurut tolak ukur kebenaran ilmu, yaitu rasional dan objektif. Rasional artinya masuk akal atau logis, diterima oleh akal sehat. Objektif artinya sesuai dengan objeknya, sesuai dengan kenyataan atau sesuai dengan pengalaman pengamatan melalui panca indera (Trianto, 2012:37). Selanjutnyan Aly dan Rahma (2008:18) menyatakan IPA merupakan pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus yaitu melakukan observasi, eksperimen, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait-mengait antara yang satu dengan yang lainnya. Aspek pokok dalam pembelajaran IPA adalah anak dapat menyadari keterbatasan pengetahuan mereka, memiliki rasa ingin tahu untuk menggali berbagai pengetahuan baru, dan akhirnya dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka. Ini tentu saja sangat ditunjang dengan perkembangan dan meningkatkan rasa ingin tahu anak, cara anak mengkaji informasi, mengambil keputusan dan mencari berbagai bentuk aplikasi yang paling mungkin diterapkan dalam diri dan masyarakat. Bila pembelajaran IPA diarahkan dengan tujuan seperti itu, diharapkan bahwa pendidikan IPA sekolah dasar dapat memberikan sumbangan nyata dalam memberdayakan anak (Samatowa, 2011: 10)
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) Dalam pembelajaran IPA di SD seorang guru harus memperhatikan tahap perkembangan anak dan memperhatikan cara penyajiannya dalam proses pembelajaran, agar fungsi dan tujuan IPA di SD dapat tercapai. Depdiknas 2003 (dalam Trianto, 2010:138) menyatakan bahwa, Fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi adalah sebagai berikut: (1) menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) mengembangkan ketrampilan, sikap dan nilai ilmiah, (3) Mempersiapkan siswa menjadi warga Negara yang melek sains dan teknologi, (4) menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Serta Darmodjo dan Kaligis (1992:6) menyatakan dengan pengajaran IPA diharapkan siswa akan dapat: a. Memahami alam sekitarnya, meliputi benda-benda alam dan buatan manusia serta konsepkonsep IPA yang terkandung didalamnya. b. Memiliki keterampilan untuk mendapatkan ilmu, khususnya IPA,berupa “keterampilan proses” atau metode ilmiah yang sederhana. c. Memiliki sikap ilmiah di dalam mengenal alam sekitarnya dan memecahkan masalah yang dihadapinya; serta menyadari kebesaran Penciptanya. d. Memiliki bekal pengetahuan dasar yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi. Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa fungsi dan tujuan diberikannya pembelajaran IPA adalah mengembangkan keterampilan dan sikap ilmiah siswa untuk memberikan bekal hidup di masyarakat yang melek akan sains dan teknologi, serta sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Proses belajar merupakan proses yang unik dan kompleks. Keunikan ini disebabkan karena hasil belajar hanya terjadi pada individu yang belajar, tidak pada orang lain dan setiap individu yang menampilkan prilaku belajar yang berbeda.
Perbedaan penampilan ini disebabkan karena individu mempunyai karakteristik individual yang khas, seperti minat intelegensi, perhatian, bakat dan sebagainya (Muhibbin, 2003: 120). Sudjana (2011:1) menyatakan hasil belajar adalah perubahan tingkah laku. Lebih lanjut Suprijono (2009:5) menyatakan hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikapsikap, apresiasi dan keterampilan. Hasil belajar IPA merupakan perubahan prilaku secara keseluruhan dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan gejala- gejala alam yang terjadi di lingkungan siswa melalui percobaan atau eskperimen. Hasil belajar IPA di SD ditunjukkan dengan adanya kemampuan pemahaman tentang konsepkonsep IPA, keterampilan siswa dalam menggunakan alat teknologi sederhana dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan alam sekitar, yang akhirnya dapat diterapkan pada kehidupan sehari- hari hingga dapat memupuk rasa cinta terhadap alam sekitar. Yang menjadi titik fokus hasil belajar IPA dalam penelitian ini adalah pemahaman siswa terhadap materi yang telah diajarkan pada saat proses belajar mengajar berlangsung baik pemahaman konsep, aplikasi dalam kehidupan nyata. Keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain faktor internal (dalam diri) siswa terdiri dari: (a) faktor biologis dan (b) faktor jasmani. Faktor Biologis, keadaan biologis yang normal mempengaruhi hasil belajar yang didapat. Kondisi fisik yang normal meliputi keadaan otak, panca indra dan anggota tubuh lainnya. Untuk menjadi kondisi fisik agar tetap sehat pola makan perlu diperhatikan, olah raga dan tidur yang cukup. Faktor Psikologis, kesehatan psikologis yang meliput kesehatan mental diri. Kesehatan mental menunjng keberhasilan hasil belajar. Selain mental diri, intelegensi atau tingkat kecerdasan siswa juga ikut memepengaruhi hasil belajar, bakat dan motivasi merupakan penunjang dalam menentukan hasil belajar yang didapat. Dengan motivasi yang besar
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) yang ada di dalam diri yang besar dan lebih mengasah bakat yang ada di dalam diri siswa. Faktor eksternal adalah faktor luar yang mempengaruhi hasil belajar. Faktor eksternal terdiri: (1) faktor lingkungan keluarga, (2) faktor lingkungan sekolah dan (3) faktor lingkungan masyarakat. Faktor Lingkungan Keluarga, suasana lingkungan rumah yang tenang, penuh dengan kasih sayang memberikan kenyamanan pada diri siswa untuk belajar. Dengan belajar yang nyaman dan penuh kasih sayang dalam lingkungan keluarga mnunjang keberhsilan belajar. Faktor Lingkungan Sekolah, hal yang penting dalam mempengaruhi hasil belajar di lingkungan sekolah adalah, kurikulum, metode pengajaran, tenaga pengajar dan sarana prasarana yang menunjang pembelajaran. Jika semua hal diatas sudah terpenuhi hasil belajar yang maksimal didapatkan. Faktor Lingkungan Masyarakat, lingkungan masyarakat sebagai lingkungan kedua siswa dalam berinteraksi memegang peran yang penting dalam menentukan hasil belajar siswa,karena siswa merupakan bagian dari masyarakat. Dalam penelitian ini, penilaian hasil belajar IPA berfokus kepada ranah kognitif yang mencangkup enam aspek yaitu: ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evalusi. Penilaian ini menggunakan teknik tes.“Tes merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan dalam rangka melaksanakan kegiatan pengukuran, yang di dalamnya terdapat berbagai pertanyaan dan serangkaian tugas yang harus dikerjakan dan dijawab oleh siswa untuk mengukur aspek perilaku atau prestasi siswa” (Arifin, 2012: 118). Dalam pembelajaran IPA penilaian yang dilakukan dengan memberikan tes kepada siswa untuk mengetahui sejauh mana siswa telah memahami materi yang telah disampaikan oleh guru pada saat pembelajaran. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes objektif yaitu pilihan ganda biasa, yang terdiri dari butir – butir soal yang dapat dijawab oleh siswa dengan cara memilih salah satu dari beberapa
kemungkinan jawaban yang sudah disediakan. Sedangkan materi yang dijadikan bahan ajar dalam penelitian ini adalah tumbuhan hijau. Pemilihan materi ini didasarkan atas model pembelajaran yang diterapkan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Karena dalam pemilihan model harus memperhatikan sifat dari materi yang dibelajarkan serta tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran (Trianto, 2012) Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Pair Cheks dan yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional siswa kelas V SDN 5 Pedungan tahun ajaran 2013/ 2014. METODE Jenis penelitian ini termasuk penelitin semu (quasi eksperiment) dengan desain Nonequivalent Control Group Desigh. Sugiyono, (2012: 61) menyatakan: “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subyek yang mempunyai kualitas yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Yang menjadi populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas V SDN 5 Pedungan yang terdiri dari kelas V A, kelas V B dan kelasV C. Pemilihan kelompok dalam penelitin ini dengan cara pengacakan kelas. Ada dua kelompok yang digunakan. Kelompok tersebut adalah kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sama- sama diberikan pre- test. Pre- tes dilakukan dengan cara memberikan tes. Pre-test ini diberikan untuk kesetaraan kelas. Setelah diberikan pre-test kedua kelompok diberikan perlakuan. Kelompok eksperimen diberikan perlakuan model pembelajaran Pair Cheks sedangkan kelompok kontrol diberikan pembelajaran konvensional. Selanjutnya kedua kelompok diberikan post test. Pos test diberikan diakhir penelitian. Post test diberikan secara tertulis berupa tes. Materi yang akan dibelajarkan adalah tumbuhan hijau. Data
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) yang diukur adalah hasil belajar IPA pada ranah kognitif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tes. “Tes merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan dalam rangka melaksanakan kegiatan pengukuran, yang di dalamnya terdapat berbagai pertanyaan atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh siswa untuk mengukur aspek perilaku atau prestasi siswa” (Arifin, 2012: 118). Sebelum tes tersebut itu digunakan terlebih dahulu tes akan di uji validitas, daya beda, indeks kesukaran dan reliabilitas. Validitas isi mengandung arti bahwa suatu alat ukur dipandang valid apabila dipandang sesuai dengan kurikulum yang hendak diukur. Validitas tes objektif ditentukan melalui analisis butir berdasarkan koefesien korelasi point biseral (rpbi), karena tes bersifat dikatomi. Dari 50 butir soal yang di uji validkan terdapat 44 butir soal yang valid dan 6 butir soal yang tidak valid. Setelah dilakukan uji validitas soal, soal yang valid di uji daya bedakan jumlah soal. Daya pembeda (DP) dari sebuah butir soal adalah menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara testi (siswa) yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan testi (siswa) yang tidak dapat menjawab soal tersebut (testi yang menjawab salah). Soal yang diuji daya beda adalah 36 butir soal. Dari 36 butir soal tersebut terdapat 2 butir soal yang sangat baik,27 butir soal dengan kreteria baik, 9 butir soal dengan kreteria cukup, 6 butir soal dengan kreteria jelek yaitu.Butir soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah butir soal yang memiliki kreteria “cukup”, “baik”, dan “baik sekali”. Sedangkan butir soal yang memiliki kreteria “jelek” dibuang. Tingkat kesukaran dapat dipandang sebagai kesanggupan atau kemampuan siswa menjawab tes yang diberikan. Berdasarkan hasil perhitungan tingkat kesukaran butir soal sebanyak 38 butir soal, diperoleh 5 butir soal dengan kreteria mudah, 32 butir soal dengan kreteria sedang, 1 butir soal dengan kreteria sulit.
Uji reliabilitas dilakukan terhadap butir soal yang valid saja, dengan demikian uji reliabilitas bisa dilakukan setelah melakukan uji validitas. Uji reliabilitas tes yang bersifat dikatomi dan heterogen ditentukan dengan rumus KR-20. Kriteria yang digunakan untuk menentukan butir soal yang reliabel adalah jika koefisien reliabilitas yang didapat dari perhitungan lebih besar daripada koefisien yang terdapat pada tabel harga kritis dari r tabel (r11 > rtabel), maka tes tegolong reliabel. Dari 36 butir soal diperoleh r11 sebesar 0,87 dan r tabel sebesar 0,70. Karena r11> rtabel maka perangkat tes tersebut reliabel. Sebelum dilakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas varian. Uji normalitas data dilakukan menggunakan analisis ChiSquare . Dengan kreteria pengujian adalah jika X2hit < X tabel, maka ho diterima (gagal ditolak) yang berarti data berdistribusi normal. Sedangkan taraf signifikannya adalah 5% dan derajat kebebasannya (dk) = (k – 1). Uji homogenitas dilakukan untuk menunjukkan bahwa perbedaan yang terjadi pada uji hipotesis benar-benar terjadi akibat adanya perbedaan antara kelompok belajar, bukan sebagai akibat perbedaan dalam kelompok. Kreteria pengujian adalah jika Fhit < Ftabel, maka data homogen, sedangkan derajat kebebasannya adalah n1. Setelah uji normalitas dan homogenitas varian, diketahui sampel berdistribusi normal dan homogen maka untuk menguji hipotesisnya digunakan uji t satu ekor (uji ekor kanan). Uji signifikansinya adalah jika thitung < ttabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak, sebaliknya thitung > ttabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Pengujian dilakukan pada taraf signifikan 5% (α = 0,05) atau taraf kepercayaan 95% dengan dk = n1-n2-2. Dari hasil perhitungan diperoleh thitung sebesar 2,20 sedangkan ttabel pada taraf signifikan 5% (α= 0,05) dengan dk = n1 +n2 -2 = 83 adalah 1,99. Oleh karena itu t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat diartikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti model pembelajaran paircheks
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) berbantuan media lingkungan hidup sebagai sumber belajar dan yang mengikuti pembelajaran konvensioanal pada siswa kelas V semester I SDN 5 Pedungan. HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil belajar IPA dalam penelitian ini terdiri atas hasil belajar kelompok eksperimen dan kelompok belajar kontrol, kemudian dianalisis terlebih dahulu dengan uji prasyarat dan dilanjutkan dengan uji hipotesis. Setalah dilakukan uji normalitas terhadap kelompok eksperimen di peroleh xhitung 1,45. Sedangkan untuk tarif signifikan 5% (α = 0,05) dan db= 5 diperoleh x2tabel = 11,070. Dengan demikian, t hitung < t tabel, maka Ho diterima. Ini berarti data nilai ulangan umum IPA Kelas Vb kelompok eskperimen berdistribusi normal. Sedangkan seteleh dilakukan uji normalitas terhadap kelompok kontrol diperoleh x hitung 5,09. Sedangkan untuk tarif signifikan 5% (α = 0,05) dan db= 5 diperoleh x2tabel = 11,070. Dengan demikian, t hitung < t tabel.maka Ho diterima (gagal ditolak). Ini berarti data nilai ulangan umum IPA Kelas Vc kelompok kontrol berdistribusi normal. Setelah data berdistribusi normal maka dilanjutkjan dengan uji homogenitas. Setelah dilakukan pengujian diperoleh F hitung sebesar 1,54, sedangkan F tabel pada taraf signifikan 5% dengan db = (42, 43) adalah 1, 69. Ini berarti F hitung < F tabel, maka Ho diterima (gagal ditolak) berarti tidak terdapat perbedaan varian masing- masing kelas atau harga varians adalah homogen. Setelah uji normalitas dan homogenitas varian, diketahui sampel berdistribusi normal dan homogen maka untuk menguji hipotesisnya digunakan uji t satu ekor (uji ekor kanan). Dari hasil perhitungan diperoleh thitung sebesar 2,20 sedangkan ttabel pada taraf signifikan 5% (α= 0,05) dengan dk = 43+42 -2 = 83 adalah 1,99. Oleh karena itu t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Rata- rata hasil belajar IPA pada kelompok eksperimen = 83,56 > rata- rata hasil belajar IPA kelompok kontrol = 78,91 maka diketahui hasil belajar IPA pada siswa
kelompok eksperimen lebih dari hasil belajar IPA kelompok kontrol. Berarti ada perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti model pembelajaran pair- cheks berbantuan media lingkungan hidup sebagai sumber belajar dan yang mengikuti pembelajaran konvensioanal pada siswa kelas V semester I SDN 5 Pedungan. Berarti bahwa siswa kelompok eksperimen yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Pair Cheks berbantuan media lingkungan hidup memperoleh hasil belajar yang lebih baik daripada siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. Dari analisi hasil penelitian yang didapatkan, terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran pair- cheks berbantuan media lingkungan hidup dengan yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. Ini dapat dilihat dari hasil rata- rata kelas, dimana kelas yang dibelajarkan dengan model pembelajaran pair- cheks dengan berbantuan media lingkungan hidup sebagai kelas eksperimen memiliki rata- rata kelas sebesar 83,56 dan kelas yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional sebagai kelas kontrol memiliki rata- rata kelas sebesar 78,91. Keberhasilan ini dikarenakan dalam proses pembelajaran siswa aktif dalam mencari informasi dari setiap permasalahan yang disajikan menggunakan sumbersumber yang ada, baik itu buku, guru dan yang paling menunjang adalah pemanfaatan lingkungan hidup yang ada di sekolah yang digunakan oleh siswa sebagai sumber belajar utama. Hal ini juga didukung oleh penelitian Rahmawati (2010) dengan penelitian yang berjudul Penerapan Strategi Pair Check dengan Menggunakan Media Gambar Seri untuk Meningkatkan Kemampuan Mengarang Siswa Kelas III SDN Pagentan 05 Singosari. “Model pembelajaran cooperative learning tipe pair cheks merupakan suatu model pembelajaran yang membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat, sehingga dengan bekerja secara bersama-sama di antara sesama anggota kelompoknya permasalahan yang
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) dihadapi cepat terselesaikan” (Solihatin (20011:5). Model pembelajaran Pair- Cheks memberikan peluang lebih banyak kepada siswa untuk lebih menggali pengetahuannya sendiri, sehingga siswa tidak merasa tertekan dalam mengikuti pembelajaran yang disajikan. Model pembelajaran pair-cheks berbangtuan media lingkungan hidup lebih manfaatkan lingkungan yang ada di sekitar sekolah sebagai sumber belajar yang lebih nyata. Dengan menggunakan penerapan model pemebalajran Pair- Cheks berbantuan media lingkungan hidup siswa lebih bisa aktif dalam belajar dan lebih mudah paham dengan materi yng dibelajarkan, karena siswa dapat menyelesaikan permasalahannya dengan bantuan lingkungan yang ada di sekitarnya dan bisa saling bekerjasama dengan teman sebangku. Model pembelajaran pair-cheks berbeda dengan pembelajaran konvensional. Dalam pemebalajaran konvensional siswa menggali pengetahuannya dari sumber buku, guru dan pembelajarannya bersifat monoton, yang dari pertemuan pertama sampai pertemuan selanjutnya pembelajarannya sama sehingga siswa merasa bosan. Setalah diberikan tes yang sama kepada siswa yang mengikuti pembelajaran pair- cheks berbantuan media lingkungan hidup dan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional, ternyata terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar dari kedua kelas tersebut. Terbukti model pembelajaran paircheks berbantuan media lingkungan hidup memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar IPA kelas V SDN 5 Pedungan pada tahun ajaran 2013/ 2014, ini dapat dibuktikan dari hasil analisis uji hipotesis penelitian, diperoleh thitung sebesar 2,20 dan diperoleh ttabel sebesar 1,99 pada taraf signifikan 5% dan dk= 83 (n1+n2 -2 = 43 + 42 – 2 = 83).
dengan model pembelajaran Pair- Cheks berbatuan media lingkungan hidup dengan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. Ini terbukti dari hasil analisis dengan uji- t diperoleh thitung sebesar 2,20 sedangkan ttabel sebesar 1,99 pada taraf signifikan 5% dan dk= 83 (n1+n2 -2 = 43 + 42 – 2 = 83). Nilai ratarata siswa kelompok eksperimen sebesar 83,56 lebih besar dari rata- rata kelas kelompok kontrol yaitu 78,91. Ini berarti bahwa model pembelajaran Pair- Cheks berbantuan media lingkungan hidup berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SDN 5 Pedungan tahun ajaran 2013/ 2014. Adapun saran yang dapat diberikan yaitu, kepada siswa kelas V SDN 5 Pedungan agar mempertahankan cara belajarnnya dengan mencari sumbersumber belajar dari lingkungan sekitar dan lebih memotivasi diri dalam belajar agar hasil yang didapatkan mengalami peningkatan. Kepada guru kelas V SDN 5 Pedungan untuk menerapkan model pembelajaran Pair-Cheks ini dapat meningkatkan profesionalisme dan memberi pengalaman baru untuk mengembangkan alternatif pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan siswa sekolah dasar serta memperoleh wawasan tentang pembelajaran PairChesk. Kepada peneliti lain yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai pembelajaran Pair- Cheks pada bidang ilmu IPA maupun pada bidang ilmu lainnya yang sesuai, agar penelitian ini dapat dijadikan acuan ataupun referensi demi ketuntasan penelitian selanjutnya danmemperhatikan kendala-kendala yang peneliti alami sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan dan menyempurnakan pelaksanaan penelitian.
PENUTUP Hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan
Arifin, Zainal. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
DAFTAR PUSTAKA Aly, Abdulah dan Eny, Rahman. 2008. Ilmu Pengetahuan Alamiah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) Darmojo, Hendro dan jenny R.E. Kaligis. 1992. Pendidikan IPA II. Jakarta: Depdiknas Dirjendikti.
Sukiman. 2012. Pengembangan Media Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Intan Madani.
http://educationstudentsmart.blogspot.com/ 2012/03/model-pembelajaran-paircheck.html (diakses pada, senin 112-2013).
Solihatin. 2011. Cooperative Jakarta: Bumi Aksara.
Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Samatowa. 2011. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: Indeks. Sudjana, Nana. 2011. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R dan D. Bandung: Alpabeta. ------ 2012. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alpabeta.
Learning:
Suprijono. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Taniredja, dkk. 2011. Model – Model Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta. Trianto. 2010. Mendesain Pembelajaran Inovatif- Progresif. Jakarta: Kencana. -------2012. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara. Wahono, Satrio. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran Mengajarkan Konten dan Keterampilan Berpikir: Jakarta. Indeks.