MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 109/PUU-XII/2014
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I)
JAKARTA RABU, 5 NOVEMBER 2014
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 109/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan [Pasal 49 ayat (3) huruf b dan Penjelasannya] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. H. Suhaemi Zakir ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Rabu, 5 November 2014, Pukul 13.30 – 13.58 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Aswanto 2) Arief Hidayat 3) Ahmad Fadlil Sumadi Ida Ria Tambunan
(Ketua) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Rinaldi
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 13.30 WIB 1.
KETUA: ASWANTO Sidang dalam Perkara Nomor 109/PUU-XII/2014 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saudara Pemohon, silakan perkenalkan diri.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: RINALDI Terima kasih, Yang Mulia. Nama saya Rinaldi Kuasa Hukum dari H. Suhaemi Zakir, umur 58 tahun, agama Islam, pekerjaan pedagang, kewarganegaraan Indonesia, beralamat di Jalan Dukuh RT 04/RW 05 Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
3.
KETUA: ASWANTO Baik. Agenda kita pada hari ini adalah pemeriksaan pendahuluan. Saudara dipersilakan untuk menyampaikan pokok-pokok permohonan, walaupun permohonan sudah kami terima, tapi Saudara diminta untuk menyampaikan pokok-pokok permohonan. Silakan.
4.
KUASA HUKUM PEMOHON: RINALDI Yang Mulia, kami mohon izin, kami bacakan saja semuanya? Ya, baik, Yang Mulia. Bahwa permohonan ini untuk menguji penjelasan Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan apakah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Bahwa penjelasan Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan berbunyi, “Yang dimaksud dengan pegawai bank yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab tentang hal-hal yang berkaitan dengan usaha bank yang bersangkutan.” Pemohon adalah pemohon eksekusi pencairan sesuai penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 07/Del/2013/PN.JKT.PST juncto Nomor 1485PDTG/2008/PN.JKT.SEL tertanggal 3 Maret 2014. Bahwa sebelum melakukan eksekusi pencairan, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terlebih dahulu sudah melakukan sita eksekusi terhadap 2
harta milik Termohon eksekusi di bank DKI sesuai dengan penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut. Pada tanggal 24 Mei 2013, kemudian Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memosisikan atau memperlakukan Bank DKI sebagai penyimpan dan penjaga rekening sitaan sesuai berita acara eksekusi … sesuai Berita Acara Sita Eksekusi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut. Tertanggal 27 Mei 2013 dalam Berita Acara Sita Eksekusi tersebut, Bank DKI telah berjanji akan memberikan secara sukarela kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menyerahkan kembali rekening yang telah disita apabila pengadilan memintanya. Kemudian pada tanggal 7 Maret 2014, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah melaksanakan eksekusi tersebut sesuai dengan penetapan Nomor 07/DEL/2013/PN.JKT.PST juncto Nomor 1485PDTG/2008 PN.JKT.SEL tertangal 3 Maret 2014, namun belum berhasil karena digagalkan dan dihalang-halangi oleh Bank DKI. Bahwa kemudian eksekusi tersebut diulangi lagi pada tanggal 27 Maret 2014, namun tetap belum berhasil karena digagalkan dan dihalang-halangi oleh Bank DKI. Bahwa atas kejadian tersebut, Pemohon melaporkan Bank DKI kepada kepolisian dengan tuduhan Pasal 216 dan … 216 dan … 216 dan Pasal 231 KUHP dan Pasal 49 Undang-Undang Perbankan, namun laporan Pemohon tidak dapat diterima oleh kepolisian, antara lain akibat penjelasan Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan tidak jelas maknanya, sehingga tidak memberikan kepastian hukum. Bahwa atas kejadian tersebut, Pemohon juga melaporkan Bank DKI kepada Otoritas Jasa Keuangan atau OJK karena Pemohon yakin hal ini bagian dari tugas dan fungsi OJK sebagai pengawas perbankan. Karena seharusnya hal ini bagian dari penilaian terhadap perbankan, apakah patuh dan taat pada peraturan yang ada, namun laporan Pemohon tidak dapat diterima oleh OJK akibat penjelasan Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang tidak jelas maknanya, sehingga tidak memberikan kepastian hukum. Bahwa atas kejadian ini, Pemohon berkeyakinan pasal … penjelasan Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan telah menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil dan mengakibatkan hilangnya hak konstitusi Pemohon sesuai … sebagai pemohon eksekusi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Bahwa penjelasan Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pemohon yakini bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusi. Bahwa penjelasan Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pemohon yakini bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Bahwa 3
agar memberikan makna dan … bahwa agar memberikan makna yang jelas dan memberikan kepastian hukum, semestinya penjelasan Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan berbunyi, “Yang dimaksud dengan pegawai bank: 1. Yang dimaksud dengan pegawai bank yang mempunyai kewenangan dan tanggung jawab tentang hal-hal yang berkaitan dengan usaha perbankan yang bersangkutan. 2. Yang dimaksud ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank adalah semua peraturan perundangundangan di Republik Indonesia, termasuk Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.” Permohonan Pemohon. 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya. 2. Menyatakan penjelasan Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, sepanjang tidak dimaknai: 1) Yang dimaksud dengan pegawai bank yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab tentang hal-hal yang berkaitan dengan usaha bank yang bersangkutan. 2) Yang dimaksud dengan ketentuan peraturan perundangundangan lainnya yang berlaku bagi bank adalah semua peraturan perundang-undangan di Republik Indonesia, termasuk Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 3) Menyatakan penjelasan Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, penjelasan … penjelasan pasal tentang Perbankan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: 1. Yang dimaksud dengan pegawai bank yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab tentang hal-hal yang berkaitan dengan usaha bank yang bersangkutan. 2. Yang dimaksud ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank adalah semua peraturan perundang-undangan di Republik Indonesia, termasuk Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Demikian, Yang Mulia. 5.
KETUA: ASWANTO Baik, selanjutnya giliran kami untuk memberikan nasihat.
6.
KUASA HUKUM PEMOHON: RINALDI Baik.
4
7.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Saudara Pemohon, yang kali ini diwakili oleh Kuasanya ya? Ya Saudara. Saudara Rinaldi, ya? Saudara sendiri Rinaldi, Anggota Peradi, Advokat Anggota Peradi. Saya sudah membaca dan sudah pula mendengarkan permohonan yang Saudara ajukan, tapi ada hal yang enggak jelas bagi saya, yang nanti bisa jadi Mahkamah Konstitusi atau pembentuk undang-undang, dalam hal ini Presiden maupun DPR, enggak bisa memberikan respons yang jelas pula tentang permohonan Saudara ini. Soal ini ya, kalau soal kewenangan itu, bolehlah … apa namanya … singkat seperti ini, tapi singkat seperti apa pun harus jelas. Coba, misalnya Anda kan mau menghubungkan kewenangan ini dengan permohonan Anda? Di sini enggak ada uraian tentang apa kewenangan Mahkamah Konstitusi itu dan apa permohonan Anda, sehingga Mahkamah ini berwenang mengadili permohonan Anda. Di sini Anda mengutip saja atau menyarikan Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C ayat (1), Pasal 10 ayat (1) huruf a. Kok tahu-tahu ada kesimpulan, maka Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili. Permohonan Anda apa? Enggak diuraikan itu ya, enggak ada ini. Yang kedua. Soal kedudukan hukum yang Saudara wakili itu. Punya standing apa ndak untuk mengajukan permohonan? Coba, Anda bilang pasal Anda cuma memerhatikan Pasal 51 ayat (1) tentang Undang-Undang Mahkamah Konstitusi ini yang sebagai Pemohon eksekusi, apa kaitannya Mahkamah ini dengan permohonan eksekusi? Wong itu kewenangan pengadilan negeri, dikaitkan dengan ketidakjelasan makna, ketidakpastian hukum atas berlakunya Pasal 49. Coba dibaca lagi pasal itu ya, Pasal 51 itu. Kualifikasi Pemohon seperti apa? Gitu ya. Yang punya standing untuk menguji ... mengajukan permohonan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Misalnya, apakah dia perseorangan, atau badan hukum publik, atau yayasan, atau apapun lah, ya, yang kemudian berlakunya penjelasan itu mengakibatkan dia mengalami kerugian konstitusional. Lah, kerugian konstitusionalnya itu seperti apa gitu, ya. Ini enggak ada, cuma dua nomor, lalu ada kesimpulan gitu, itu terlalu prematur itu kalau anu ini, ya. Belum apa-apa, sudah ada kesimpulan. Lalu soal pokok permohonan. Pokok permohonan ini kan kalau di dalam permohonan perdata atau yang lain-lain disebut dengan posita. Posita itu kan ada dasar hukumnya yang disebut dengan recht (suara tidak terdengar jelas) begitu, ya. Ada dasar faktanya. Kalau di sini, fakta itu menjadi tidak penting, tapi fakta dimaksud di sini adalah fakta-fakta yang terkait dengan norma konstitusional, bukan fakta hukum yang konkret seperti soal eksekusi itu. Jadi, harus Anda konstruksikan, itu memang pekerjaan intelektual itu. Bagaimana 5
Anda mengonstruksikan soal hal ihwal yang berkait dengan konstitusi itu sebagai satu persoalan konstitusional, sehingga dasar hukum yang menyebabkan hal ihwal tentang ... persoalan tentang eksekusi itu sebagai persoalan konstitusional, sehingga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Ini enggak ada uraiannya, apa dasarnya? Anda minta supaya Anda mengabulkan ... ini kalau di Mahkamah Konstitusi bahasanya bersyarat namanya ini. Coba, Anda bilang soal kepastian hukum tadi, saya dengan berkali-kali Anda cerita soal kepastian hukum, tapi Anda kutip, Anda taruh di sini yang menjadi dasar itu adalah Pasal 28D ayat (2). Pasal 28D ayat (2) itu bunyinya begini, “Setiap orang berhak untuk bekerja, serta mendapat imbalan, dan perlakuan yang adil, dan layak dalam hubungan kerja.” Apa ini soal hubungan kerja? Ya. Soal kepastian hukum di mana, gitu kan? Wah, ini bisa mocar-macir ini. Lalu yang kedua, yang mesti Anda … apa ... tulis secara jelas itu, bagaimana alasannya pasal ... penjelasan Pasal 43 ayat (3) UndangUndang Perbankan yang bunyinya ... bunyinya seperti syarat Anda itu untuk ditafsirkan yang mana? Ini kan bunyi aslinya ya, sepanjang tidak dimaknai, ini masih sama bunyinya. Perasaan sama, ya? Yang dimaksud dengan pegawai bank yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab tentang hal-hal yang berkaitan dengan usaha bank yang bersangkutan. Pasal itu sendiri bunyinya apa? Sama kan dengan perbankan yang bersangkutan? Lalu kok ada yang kedua lagi, apa hubungannya peraturan perundang-undangan dengan pegawai bank? Bagaimana kami ini diminta untuk menafsirkan pengertian pegawai bank, tanggung jawab dalam usaha perbankan itu, kemudian peraturan perundang-undangan, termasuk KUH Pidana. Lah, itu ... itu coba jelaskan itu, ya, dijelaskan itu, enggak jelas, enggak jelas. Oleh karena itu, Anda mesti merenungkan kembali apa yang sudah Anda tulis ini. Sudah sesuai dengan apa yang dimaksud dengan permohonan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 atau jauh dari itu? Gitu, ya. Karena nanti kalau yang bilang begini ini Pak Suhaemi Zakir sendiri, ya kan Anda enggak enak itu, ya. Oke, ya? Saya kira cukup, terima kasih atas perhatian Anda. Terima kasih, Yang Mulia. 8.
KETUA: ASWANTO Baik, terima kasih, Yang Mulia. Selanjutnya saya undang, Yang Mulia Prof. Arief. Silakan, Pak.
6
9.
HAKIM ANGGOTA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Yang Mulia Ketua. Saudara Kuasa Pemohon, Pak Rinaldi. Coba, Anda nanti melihat permohonan yang sudah ada di Mahkamah Konstitusi, ya, dicermati, dipelajari, kemudian diaplikasikan ke … isu atau masalah yang Anda persoalkan dalam pengujian konstitusionalitas yang berhubungan dengan undang-undang ini, ya. Karena kalau saya melihat, saya sependapat dengan Yang Mulia Pak Ahmad Fadlil tadi, formatnya coba diperhatikan juga. Kemudian, yang harus diuraikan itu apa, ya, kewenangan Mahkamah Konstitusi. Betul Anda mengutip berkenaan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, kemudian Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Kemudian dalam kaitannya dengan persoalan Anda itu apa? Kemudian Anda baru berkesimpulan mengatakan Mahkamah berwenang untuk memeriksa atau mengadili ini. Kemudian yang kedua, kedudukan hukum Pemohon. Betul Anda kemudian mengutip dulu undang-undangnya, kemudian Anda juga mendudukkan Saudara Suhaemi ini punya enggak kedudukan hukum? Adakah yang dirugikan secara konstitusionalitas? Ya. Sebagai apa dia dirugikan? Sebagai warga … perseorangan, warga negara, membayar pajak, atau Anda apa karena undang-undang itu sehingga dirugikan? Itu harus diuraikan secara lebih meyakinkan, lebih terinci, lebih tajam diuraikan. Kemudian, di pokok permasalahan … pokok permohonannya. Di pokok permohonannya ini Anda sebetulnya mempermasalahkan itu mengenai apa ini? Pasal 49 ayat (3b) atau Pasal 42 … 49 ayat (2) huruf b? Coba nanti dicermati kembali. Kemudian, diuraikan yang menjadi istilah umum itu batu uji kalau kita juga kadang … tidak menggunakan istilah itu, tapi dasar konstitusionalitas untuk mengujinya pasal Undang-Undang Dasar Tahun 1945 itu yang mana? Tadi sudah ditunjukkan oleh Yang Mulia Pak Ahmad Fadli, apa tepat? Misalnya Anda menyebutkan di sini di angka 13, kemudian angka 14, Pasal 49 itu bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusi, prinsip-prinsip konstitusi yang mana? Itu diuraikan. Atau kemudian sudah di angka 14, Anda menyebut Pasal 24D ayat (2) apa tepat? Padahal di uraian ini sebetulnya Saudara mempermasalahkan masalah kepastian hukum, ya, kepastian hukum itu apa? Di pasal mana Undang-Undang Dasar Tahun 1945? Ini kalau enggak tepat begini, tadi sudah disampaikan oleh Yang Mulia Pak Ahmad Fadlil. Kalau begini ini, enggak jelas ini, ya. Kalau enggak jelas gini, juga memudahkan Hakim untuk memutus, ya. Maka, diperhatikan betul. Kemudian, petitumnya. Ini minta bersyarat, bersyaratnya yang gimana? Ini malah enggak jelas ini kaitannya, ya, itu. Jadi menurut saya, permohonan ini masih jauh dari sempurna suatu permohonan, sehingga bisa meyakinkan Hakim untuk bisa mengabulkan permohonan ini. Ya, 7
tolong itu tadi, ya, baca atau lihat permohonan yang sudah ada di Mahkamah. Dan oh, permohonan itu kemudian dikabulkan, harus memenuhi apa saja di situ? Diaplikasikan pada persoalan Anda, sehingga permohonan ini bisa dikatakan sebagai permohonan yang sempurna atau minimal permohonan yang baik, sehingga betul-betul bisa meyakinkan pada Majelis untuk kemudian memeriksa dengan cermat, mengadili, kemudian memutus sesuai dengan permohonan Anda, ya. Itu saja yang bisa sampaikan untuk menambahkan. Terima kasih, Yang Mulia. 10.
KETUA: ASWANTO Baik, terima kasih, Yang Mulia. Saudara Pemohon, ya. Ini memang permohonan Saudara cukup simpel, ya mungkin karena simpelnya itu akhirnya tidak jelas, tidak jelas apa yang Anda uraikan di dalam permohonan ini. Mestinya tadi kedua Yang Mulia sudah menyampaikan … Saudara sudah biasa beracara di sini?
11.
KUASA HUKUM PEMOHON: RINALDI Belum, Yang Mulia.
12.
KETUA: ASWANTO Oh, belum. Nanti cari contoh yang … contoh yang dikabulkan tentunya, contoh yang dikabulkan, supaya Saudara melihat itu dan Saudara menyusun kembali secara sistematis sesuai dengan aturan yang berlaku. Saudara sudah punya PMK tentang tata cara beracara untuk pengujian undang-undang?
13.
KUASA HUKUM PEMOHON: RINALDI Sudah.
14.
KETUA: ASWANTO Baik. Nah, Saudara lihat nanti di situ. Kan sebenarnya tidak terlalu … memang tidak terlalu rumit, begitu kan. Dimulai dari apakah Pemohon itu punya hak konstitusional, hak yang dijamin di dalam konstitusi. Kemudian, apakah hak itu dirugikan atau potensial untuk dirugikan dengan berlakunya norma yang diuji. Nah, ini yang Anda harus elaborasi, sehingga nampak bahwa ya memang Saudara punya legal standing untuk mengajukan permohonan. Kalau tidak jelas, itu nanti Beliau tadi sudah menyampaikan itu lebih mudah, lebih mudah untuk diperiksa karena tidak jelas, begitu. 8
Nah, jadi Saudara mesti menggambarkan. Termasuk juga Saudara harus menggambarkan bahwa dengan tidak berlakunya norma itu, maka potensi atau faktual kerugian yang sejatinya Saudara alami karena norma itu, kemudian menjadi tidak dialami karena norma itu dinyatakan tidak mengikat, gitu, atau norma itu menjadi hilang. Nah, ini harus Saudara … apa … jelaskan, harus Saudara elaborasi yang kemudian nanti berujung pada petitum Saudara. Jelas, ya? Nah, Saudara punya waktu 14 hari untuk memperbaiki, tapi semua kita serahkan pada Saudara, apakah Saudara akan memperbaiki atau tidak, itu adalah hak Saudara. Kalau Saudara tidak memperbaiki, berarti yang kita anggap permohonan yang akan diperiksa kemudian adalah permohonan yang Saudara sudah masukkan sekarang. 14 hari waktu Saudara, namun kalau belum sampai 14 hari Anda sudah mau memasukkan, silakan, langsung ke bagian Kepaniteraan, ya. 14 hari ya bukan hari kerja, 14 hari, jadi hari libur juga dihitung begitu, ya, mulai dari sekarang Saudara sudah harus … paling lambat memasukkan 14 hari dari sekarang. Masih ada yang Saudara mau kemukakan? 15.
KUASA HUKUM PEMOsHON: RINALDI 14 harinya itu 14 hari kalender, Yang Mulia?
16.
KETUA: ASWANTO Ya, 14 hari kalender. Cukup, ya?
17.
KUASA HUKUM PEMOHON: RINALDI Cukup, Yang Mulia.
9
18.
KETUA: ASWANTO Baik. Untuk sidang selanjutnya, Saudara tinggal menunggu pemberitahuan dari Mahkamah. Dan sidang pada hari ini selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 13.58 WIB Jakarta, 5 November 2014 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
10