MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 11/PUU-XII/2014
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN TERHADAP UNDANGUNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN SAKSI/AHLI DARI PEMERINTAH DAN DPR (IV)
JAKARTA KAMIS, 17 APRIL 2014
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 11/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan [Pasal 88 ayat (4) dan Pasal 89 ayat (3)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Alim Markus 2. Haryanto ACARA Mendengarkan Keterangan Saksi/Ahli dari Pemerintah dan DPR (IV) Kamis, 17 April 2014, Pukul 11.15 – 12.00 WIB Ruang Sidang Panel Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)
Hamdan Zoelva Arief Hidayat Maria Farida Indrati Ahmad Fadlil Sumadi Muhammad Alim Anwar Usman Patrialis Akbar Wahiduddin Adams Aswanto
Fadzlun Budi S.N.
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Benny Lukito B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Arif Hidayat 2. Yudi Pramedi Putra C. Pemerintah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Agus Hariadi Sahat Sinurat Budiman R. Irianto Simbolon Agus Hariadi Bambang Wahyu Widodo Andi Awaluddin
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.15 WIB 1.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Sidang Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 11/PUUXII/2014 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon hadir ya. Pemerintah?
2.
PEMERINTAH: AGUS HARIADI Hadir, Yang Mulia.
3.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Hadir. DPR? Tidak hadir. Baik, agenda sidang hari ini adalah mendengarkan keterangan ahli dari Pemohon dan dari pemerintah ya. Dari Pemohon saya panggil namanya dan langsung maju ke depan untuk diambil sumpah terlebih dahulu dan dari pemerintah. Dr. Budinuryanta Yohanes, silakan ke depan. Dari pemerintah, Prof. Pak Yaman Simanjuntak. Pak Budinuryanta, Katolik ya? Ya. Pak Yaman, Kristen? Baik.
4.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Ya, (suara tidak terdengar jelas). Ya, mohon ikuti saya. “Saya berjanji berjanji sebagai ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya. Semoga Tuhan menolong saya.” Terima kasih, Pak.
5.
AHLI: BUDINURYANTA YOHANES DAN YAMAN SIMANJUNTAK Saya berjanji berjanji sebagai ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya. Semoga Tuhan menolong saya.
6.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, silakan kembali ke tempat. Saya persilakan lebih dulu ahli dari Pemohon, Dr. Budinuryanta untuk menyampaikan keterangan sebagai ahli, silakan ambil tempat di podium.
1
7.
AHLI DARI PEMOHON: BUDINURYANTA YOHANES Sidang Majelis yang saya hormati. Selamat siang, assalamualaikum wr. wb. Perkenankan saya sebagai ahli bahasa untuk memberikan penjelasan tentang rumusan pada Pasal 88 ayat (4) dan Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan. a. Rumusan bahasa pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013. 1. Pasal 88 ayat (4). Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a, berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktifitas dan pertumbuhan ekonomi. 2. Pasal 89 ayat (3). Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari dewan pengupahan provinsi dan/atau bupati walikota. b. Analisis kebahasaan. Redundancy adalah gejala penggunaan bahasa yang ditandai oleh jumlah informasi yang diberikan melebihi jumlah yang diperlukan, gejala itu disebut juga kelimpahan makna. Hal tersebut terjadi jika kata yang meliput makna tertentu digunakan bersama dengan kata lain yang meliput salah satu atau keseluruhan komponen makna kata yang lain. Contoh redundancy terjadi pada kalimat berikut. “Bermacam jenis makanan tersaji di meja.” Penggunaan kata bermacam dan kata jenis pada kalimat itu mengakibatkan kelimpahan makna atau redundancy karena komponen makna kata jenis telah terliput dalam kata macam. Agar tidak berkelimpahan makna atau informasinya, sesuai dengan yang diperlukan, kalimat tersebut seharusnya dituliskan menjadi, “Bermacam makanan tersaji di meja. Jika alasan pemohon nomor 29 yang menyatakan bahwa penentuan KHL atau kebutuhan hidup layak dilakukan berdasarkan survei pasar oleh dewan pengupahan kabupaten/kota dengan berpedoman pada Permenaker Nomor 13 Tahun 2012, serta nomor 31 yang menyatakan bahwa hasil kerja dewan pengupahan melalui proses yang cukup rumit, teliti, dan akademik, serta melalui usaha-usaha yang secara akademis dapat dipertanggung jawabkan itu dapat diterima, maka besar kemungkinan perhitungan KHL yang diusulkan telah meliput juga produktifitas dan pertumbuhan ekonomi. Jika benar penghitungan KHL yang direkomendasikan telah meliput produktifitas dan pertumbuhan ekonomi, maka gejala redundancy atau kelimpahan makna terjadi juga pada Pasal 88 ayat (4) Undang-Undang Ketenagakerjaan. Agar tidak berkelimpahan makna, rumusan Pasal 88 ayat (4) tersebut seharusnya tertulis seperti berikut, “Pemeritah menempatkan upah minimum sebagaimana dimaksud ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak. Jadi mempertimbangkan 2
produktifitas dan pertumbuhan ekonomi ditanggalkan karena ada redundancy tadi. Dua. Makna gramatikal adalah makna yang ditimbulkan oleh hubungan antarunsur-unsur bahasa dalam satuan yang lebih besar. Misalnya, hubungan antara kata dengan kata dalam frasa atau frosa. Seperti contoh, “Ia mati di tangan musuh.” Kata mati yang bermakna tidak bernyawa pada kalimat tersebut, dalam hubungannya dengan kata musuh bermakna gramatikal tewas. Oleh karena itu, penggunaan kata tewas akan lebih tepat, tegas, dan khusus menciptakan makna gramatikal tidak bernyawa di tangan musuh, seperti pada kalimat “Ia tewas di tangan musuh.” Kata memperhatikan dalam hubungannya dengan frasa rekomendasi dari dewan pengupahan, sebagaimana rumusan Pasal 89 ayat (3) Undang-Undang Ketenagakerjaan tidak lagi bermakna mengamati, mencermati, atau mengawasi, tetapi bermakna gramatikal menggunakan dasar atau berdasarkan. Dalam hal itu, rekomendasi dari dewan pengupahan dijadikan sebagai dasar penetapan upah minimum dan tidak dijadikan sebagai objek pengamatan, pencermatan, atau pengawasan. Oleh karena itu, penggunan frasa berdasarkan akan lebih tepat, tegas, dan khusus menciptakan makna gramatikal, menggunakan dasar rekomendasi dari dewan pengupahan. Sehingga rumusannya menjadi, “Upah minimum, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh gubernur berdasarkan rekomendasi dari dewan pengupahan provinsi dan/atau bupati/walikota.” Adapun rumusan yang diajukan Pemohon, sebagaimana yang tertulis pada Nomor 34 dengan menambahkan kata harus di depan kata berdasarkan berakibat secara semantik pada makna wajib atau tidak boleh tidak. Sehingga, semakin menegaskan makna gramatikal wajib menggunakan dasar seperti pada rumusan berikut. Upah minimum, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh gubernur harus berdasarkan rekomendasi dari dewan pengupahan provinsi dan/atau bupati/walikota. c. Redundancy, makna gramatikal, dan interpretasi. Dari perspektif linguistik atau ilmu bahasa, redundancy terkategori sebagai pemborosan unsur bahasa yang berakibat pada keanekaan interpretasi. Dan pada gilirannya, berakibat pula kepada keperbedaanpahaman (misconception). Keanekaan interpretasi serta keperbedaanpahaman akan berakibat pada ketidakpastian operasionalisasi dan eksekusinya. Terlebih lagi, jika dipandang dari perspektif pragmatik yang mengkaji bahasa dalam penggunaan sesuai konteks dan situasi, sebagaimana penggunaan bahasa dalam bidang hukum, redundancy mutlak dihindari agar terbebas dari multiinterpretasi. Untuk maksud yang sama, peniadaan multiinterpretasi, penggunaan kata dalam hubungannya dengan kata 3
lain dalam struktur yang lebih besar, frasa, klausa, kalimat, hendaklah memperhatikan makna gramatikal yang ditimbulkannya. Penggunaan bahasa yang mendasarkan pada makna gramatikal dan juga situasi dan kondisi di pragmatikal akan menyempitkan ruang perbedaan interpretasi di antara penuturnya. Dengan demikian, jika produk-produk hukum seperti undangundang dikehendaki memiliki kepastian dalam operasionalisasinya, maka rumusan pasal-pasal dan ayat-ayatnya harus terhindar dari rumusan yang menimbulkan multitafsir. Demikian keterangan kami, terima kasih. 8.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Terima kasih, selanjutnya saya persilakan Prof. Payaman.
9.
AHLI DARI PEMERINTAH: PAYAMAN J. SIMANJUNTAK Majelis Hakim Yang Mulia, perkenankan saya Prof. Dr. Payaman Simanjuntak (Guru Besar Universitas Krisna Dwipayana) memberikan kesaksian sebagai Ahli atas Perkara Nomor 11/PUU-XII/2014 sesuai permohonan Dewan Pengurus Provinsi APINDO Jawa Timur, Pemohon meminta jaminan kepastian hukum yang adil dalam penerapan ketentuan upah minumum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pemohon meminta dua hal, pertama menghapus frasa dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi dari Pasal 88 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dan yang kedua, mengganti frasa dengan memperhatikan pada Pasal 89 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tersebut dengan frasa harus berdasarkan yang kedua. Perlu diketahui bahwa sejak kemerdekaan hingga saat pembahasan rancangan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang kemudian menjadi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tingkat upah di Indonesia pada umumnya rendah. Para pembuat undang-undang waktu itu memperkirakan bahwa kondisi tingkat upah yang rendah seperti itu akan masih terus berlanjut hingga beberapa dekade kemudian antara lain karena tingkat pengangguran yang relatif tinggi dan bahkan cenderung meningkat, oleh sebab itu para pembuat undang-undang sepakat untuk memberlakukan ketentuan upah minimum sebagaimana dimaksud pada Pasal 88 ayat (4) dan Pasal 89 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tersebut dengan tujuan: 1. Sebagai jaring pengaman supaya tingkat upah tidak menurun dari satu tingkat tertentu sebagai akibat dari hukum permintaan dan penawaran di pasar kerja. 2. Untuk secara bertahap meningkatkan upah yang paling sedikit dapat memenuhi hak dan kebutuhan dasar pekerja dan keluarganya. 4
3. Pada mulanya tahun 1956, ketentuan upah minimum itu ditetapkan dengan mempertimbangkan dua hal, yang pertama kemampuan kelompok perusahaan yang kurang mampu, dan yang kedua kebutuhan fisik minimum atau KFM. Untuk mengetahui besaran kedua variabel tersebut, yaitu kemampuan perusahaan dan KFM, petugas pemerintah dengan atau tanpa wakil-wakil pengusaha dan serikat pekerja secara periodik melakukan survei pasar. 4. Dengan tetap menjaga keseimbangan kemampuan kelompok perusahaan yang kurang mampu dan pemenuhan hak dan kebutuhan dasar pekerja, upah minimum regional, waktu itu disebut UMR sejak tahun 1995 ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan dan kebutuhan hidup minimum atau KHM. 5. Harus diakui bahwa sesuai dengan kondisi pasar, terutama kenaikan indeks harga konsumen atau IHK, atau inflasi, nilai nominal KHM cenderung untuk terus meningkat dan nilai minimal UMR juga meningkat. Peningkatan nilai nominal UMR tersebut tidak selalu otomatis meningkatkan nilai rilnya atau daya belinya, namun bila kita periksa pemberitaan di media masa pada setiap saat penetapan UMR kelompok pengusaha, dalam hal ini APINDO, selalu menyuarakan supaya penetapan UMR juga mempertimbangkan produktivitas pekerja yang menurut mereka pada waktu itu umumnya rendah. Kesan ini yang kemudian mempengaruhi pandangan pembuat undang-undang pada saat pembahasan rancangan Undang-Undang Ketenagakerjaan sehingga menambahkan frasa dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, pada Pasal 88 ayat (4) tersebut. 6. Bila ditelusuri kembali proses pembahasan rancangan UndangUndang Ketenagakerjaan, termasuk waktu DPR mengadakan rapat dengar pendapat dengan asosiasi pengusaha APINDO, maka penambahan frasa dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi pada Pasal 88 ayat (4) tersebut adalah justru untuk mengakomodasikan keinginan atau saran dari masyarakat pengusaha yang diwakili oleh APINDO. 7. Lebih dari itu, pembuat undang-undang waktu itu berpandangan penambahan frasa itu justru untuk menjamin keadilan dan membangun kebersamaan. Bila terjadi peningkatan produktivitas tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi, maka pekerja dan pengusaha sangat wajar sama-sama menikmatinya secara berkeadilan melalui sistem pengupahan, termasuk peningkatan upah minimum. Tambahan frasa tersebut juga akan mendorong pekerja dan pengusaha bekerja sama meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi untuk memperbaiki pengupahan dan kesejahteraan pekerja, serta untuk meningkatkan daya saing, daya tahan, dan keberlangsungan perusahaan. Dengan kata lain, Pasal 88 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tersebut, justru 5
8.
9.
10.
11.
untuk menjamin keadilan dan tidak bertentangan dengan UndangUndang Dasar Tahun 1945. Dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, artinya upah minimum provinsi atau UMP dan upah minimum kabupatan/kota atau UMK ditetapkan berdasarkan KHL dengan mempertimbangkan produktivitas tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi. Salah satu bentuk formula untuk menjamin keadilan itu adalah ada satu rumus yang di sini saya tuliskan bahwa rata-rata peningkatan UMP atau … saya ulang bahwa pertumbuhan UMP dan UMK sama dengan rata-rata peningkatan UM … sama dengan ratarata peningkatan KHL selama 3 tahun terakhir ditambah dengan rata-rata produktivitas tenaga kerja selama 3 tahun terakhir ditambah dengan rata-rata peningkatan pertumbuhan ekonomi selama 3 tahun terakhir. Sebagai ilustrasi, data 3 tahun terakhir, 2011 dan 2013 di DKI Provinsi Jakarta Raya menunjukkan bahwa rata-rata kenaikan KHL=24,17%. Rata-rata pertumbuhan produktivitas -6,3%. Rata-rata pertumbuhan ekonomi 6,5%. Artinya, bila hanya berdasarkan kenaikan KHL, maka kenaikan UMP tahun 2014 untuk DKI Jakarta Raya haruslah minimum 24,17%. Akan tetapi, dengan memperhatikan rata-rata pertumbuhan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, maka kenaikan UMP tahun 2014 demi keadilan adalah rata-rata ketiganya, yaitu sekitar 8,14%. Kembali bila hanya memperhatikan kenaikan KHL, maka kenaikan UMP haruslah 24,17% yang jauh lebih besar dari kenaikan rata-rata. Terutama pada masa krisis ekonomi dunia, seperti yang kita alami pada tahun 1998 yang lalu, laju inflasi biasanya melambung tinggi ke atas. Sementara produktivitas dan pertumbuhan ekonomi pada umumnya rendah atau bahkan negatif. Bila UMP atau UMK dinaikkan hanya berdasarkan KHL, tanpa memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, kita dapat menjadi terperangkap dalam krisis yang lebih dalam. Sekali lagi, penghapusan frasa memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi tersebut sangat berbahaya atau mengandung risiko besar. Khusus mengenai permohonan yang kedua dari Pemohon, menggantikan frasa dengan memperhatikan pada Pasal 89 ayat (3) dengan frasa harus berdasarkan dapat membuat posisi gubernur atau pemerintah menjadi sekadar formalitas atau tukang stempel. Penetapan upah minimum adalah bentuk pengaturan yang menjadi wewenang pemerintah, bukan kewenangan Dewan Pengupahan Daerah (DPD). Fungsi DPD adalah membantu gubernur dengan memberikan saran. Setiap gubernur tentu secara moral harus mempertimbangkan saran dari DPD, tetapi untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas, setiap gubernur dapat membuat penyempurnaan terhadap saran DPD untuk ditetapkan. Dengan kata 6
lain, formulasi Pasal 89 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sudah mencerminkan keadilan dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Demikian, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia, kesaksian yang saya berikan, semoga dapat digunakan sebagai landasan untuk mengambil keputusan atas usul Pemohon. Terima kasih. 10.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Pemohon, Saudara Pemohon, ada pertanyaan untuk Ahli atau cukup?
11.
KUASA HUKUM PEMOHON: ARIF HIDAYAT Ya, satu pertanyaan, Yang Mulia, kami ajukan kepada Saudara Saksi Ahli.
12.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ahli Pemohon atau Pemerintah?
13.
KUASA HUKUM PEMOHON: ARIF HIDAYAT Dari Ahli Pemerintah.
14.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Pemerintah.
15.
KUASA HUKUM PEMOHON: ARIF HIDAYAT Keterangan Saudara Ahli Pemerintah tadi menyebutkan bahwa produktivitas dan pertumbuhan ekonomi justru untuk menjamin keadilan. Pertanyaan saya, apakah dengan rumas … rumusan tersebut gubernur boleh menetapkan upah minimum itu naik-turun sesuai dari nilai KHL yang ditetapkan oleh dewan yang direkomendasikan oleh dewan pengupahan? Terus, apakah rumusan tersebut menurut Saudara Ahli dapat menjamin kepastian hukum yang adil? Terima kasih.
16.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, catat dulu, Pak! Dari Pemerintah ada pertanyaan?
7
17.
PEMERINTAH: SAHAT SINURAT Ada, Yang Mulia.
18.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ada. Silakan!
19.
PEMERINTAH: SAHAT SINURAT Baik, terima kasih, Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi. Pada kesempatan ini kami mau memperdalam apa yang disampaikan Saksi. Pertama dari Saksi Pemerintah, kemudian dari Saksi Pemohon. Perlu kami sampaikan, pertama begini, Saksi Ahli dari Pemerintah tadi di dalam poin nomor 6 disampaikan bahwasannya berarti Saksi Ahli ikut dalam proses penyusunan Undang-Undang Nomor 13 dimana dinyatakan di sana bahwasannya munculnya frasa dengan mempertimbangkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi adalah merupakan dari usul inisiatif dari APINDO karena bagaimana pun APINDO adalah merupakan salah satu stakeholder dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Kami mohon penegasan itu. Kemudian, kedua. Ahli tadi menyatakan di dalam poin 10, alinea terakhir, berpendapat bahwasannya apabila frasa memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi tersebut dihapuskan akan sangat berbahaya atau mengandung risiko besar. Pertanyaan kami, sejauh mana bahaya atau risiko besar yang dimaksud, sehingga Ahli tadi berpendapat frasa memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi itu sangat penting dimuat di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Kemudian kepada Ahli Pemohon, kami perlu penegasan bahwasannya dari aspek gratimi … gramatikal dan linguistik. Sesungguhnya apabila kita perhatikan makna Pasal 88 ayat (4) dan begitu juga disampaikan Ahli dari Pemerintah, KHL itu upah minimum itu penetapannya tidak hanya semata-mata berdasarkan KHL. Sehingga alat ukur untuk penetapan upah minimum adalah produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Pertanyaan kami, dengan memperhatikan apakah ini menimbulkan redundant atau kalau kami istilahkan adalah pemborosan istilah. Sesungguhnya dalam praktik dalam hal penetapan upah minimum bahwasannya KHL itu tidak sama dengan serta-merta menjadi upah minimum, itu dalam praktik. Majelis Hakim Yang Mulia, kami memiliki data tidak serta-merta KHL sama dengan upah minimum. Artinya, kalaulah KHL sama dengan upah minimum, ada kemungkinan upah minimum lebih tinggi dari produktivitas atau pertumbuhan ekonomi.
8
Kemudian di dalam Pasal 59, penegasan kami berharap mendapatkan penegasan-penegasan redundant tadi. Sementara kalau kita lihat, pemahaman dalam praktik penetapan upah minimum pada awalnya, Majelis Hakim Yang Mulia, pada awalnya penetapan upah minimum itu adalah kewenangan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, tetapi kemudian didelegasikanlah kewenangan itu kepada gubernur, arti maksudnya adalah karena gubernur itu memahami peta kondisi situasi di daerahnya sehingga di sana ada pemahaman memperhatikan rekomendasi. Disamping memperhatikan rekomendasi juga memperhatikan produktifitas dan pertumbuhan ekonomi daerah masing-masing. Itu yang kami sampaikan kepada Ahli, terima kasih Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Yang Mulia. 20.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Terima kasih. Ya, silakan kepada Ahli, Ahli dari Pemerintah dulu karena banyak pertanyaan. Ya, di situ saja, ya.
21.
AHLI DARI PEMERINTAH: PAYAMAN J. SIMANJUNTAK Terima kasih, Majelis Hakim, Yang Mulia. Untuk menjawab pertanyaan dari Kuasa Hukum Pemohon mengenai apakah dengan formula itu dimungkinkan upah minimum itu menjadi naik turun. Secara teori memang bisa dikatakan begitu kalau ketiga variabel itu, yaitu KHL, produktifitas tenaga kerja, dan pertumbuhan ekonomi, tiga-tiganya turun tapi dari kenyataan biasanya kalau terjadi kenaikan dari inflasi biasanya tidak selalu didukung dengan ... saya ulang, kalau terjadi penurunan dari produktifitas tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi hampir tidak pernah bahwa inflasi itu turun. Jadi oleh sebab itu, nanti dengan mencampurkan ketiganya adalah bahwa kalau satu naik sangat drastis, maka dua variabel lain itu untuk memperlemah kenaikan, jadi memperlemah kenaikan. Contoh tadi berdasarkan dengan KHL saja kenaikan boleh 24%, sementara pertumbuhan ekonomi relatif sebutkan rendah atau 6% atau 6,5%, produktifitas tenaga kerja bisa rendah atau mungkin malah negatif. Jadi oleh sebab itu dengan menggunakan ketiga variabel ini maka suatu kenaikan lonjakan yang pada satu variabel itu akan lebih direm sedikit oleh dua variabel yang lain. Kemudian dari Pemerintah mengenai penambahan frasa, yaitu mengenai produktifitas dan produktifitas tenaga kerja, dan pertumbuhan ekonomi. Jadi memang kalau buruh biasanya mereka hanya konsentrasi terhadap bagaimana menaikan upah, jadi memang argumentasi mengenai produktifitas itu, ya, biasanya memang dan bahkan selalu datang dari pengusaha, dari kelompok pengusaha, dan itu yang terjadi 9
pada waktu proses pembahasan RUU Ketenagakerjaan ini sejak Tahun 2012-2013. Jadi itu yang terjadi dan kalau memang kita teliti kembali itu memang dokumen-dokumen di DPR pasti ada itu, dan kebetulan saya ikut mencatat-catat waktu itu, terima kasih. Satu lagi mengenai berbahaya. Jadi kita sudah pengalaman dua kali, yaitu pada waktu krisis moneter yang pertama tahun 1987-an, 1988, yaitu bahwa inflasi sangat tinggi sementara pertumbuhan ekonomi sangat rendah. Jadi kalau kita hanya mendasarkan inflasi yang tinggi ini maka bisa kenaikan 150%, tapi dengan mempertimbangkan misalnya bahwa dengan adanya penurunan produktifitas termasuk pertumbuhan ekonomi, kalau ini nanti diperhatikan tiga-tiganya jadi tidak harus sertamerta sesuai dengan kenaikan KHL. Beberapa negara juga melakukan hal yang sama, waktu Amerika juga mengalami hal seperti kita dalam krisis oil boom dulu ... ya, oil boom masalah krisis minyak pada awal tahun 1970-an maka dikatakan tidak boleh upah minimum itu sama dengan kenaikan harga-harga, tetapi harus juga dengan memperhatikan kondisi perusahaan yang tidak mampu membayar. Jadi justru saya lihat di sini adalah memproteksi pengusaha kita kalau kedua variable itu tetap dipertahankan. Terima kasih, Yang Mulia. 22.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ada satu lagi tadi. Minta kepastian, usulan Apindo apa tadi ya? Ada ya?
23.
KUASA HUKUM PEMOHON: Mohon izin, Yang Mulia.
24.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Sebentar, dari Pemerintah tadi.
25.
PEMERINTAH: SAHAT SINURAT Ada, Yang Mulia. Belum dijawab itu, Yang Mulia.
26.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Belum dijawab satu mengenai apakah betul usulan Apindo memperhatikan (suara tidak terdengar jelas)?
10
27.
AHLI DARI PEMERINTAH: PAYAMAN J. SIMANJUNTAK Yang Ahli. Sudah, sudah saya jawab tadi, Yang Mulia. Bahwa di rapat dengar pendapat yang dilakukan oleh DPR dengan kelompok pengusaha tentu itu sudah disuarakan.
28.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik, ya silakan Ahli dari Pemohon.
29.
AHLI DARI PEMOHON: BUDINURYANTA YOHANES Terima kasih Majelis Yang Mulia. Pertanyaan dari Pihak Pemerintah sesungguhnya menegaskan dan menggarisbawahi apa yang tadi saya sampaikan. Meskipun saya berkecimpung dalam bidang kebahasaan, namun pernah juga sedikit mengetahui dan diajari oleh guru saya bahwa menghitung kebutuhan hidup layak itu sudah berdasarkan pada hal-hal. Termasuk di antaranya ialah produktifitas dan pertumbuhan ekonomi itu. Oleh karena itu, kalau frasa itu tetap dicantumkan. Ini di luar keahlian bahasa saya, tetapi dari redundancy itu terjadi dua kali. Pemaknaan yang sama dimasukkan dalam rumusan yang secara operasional berarti variabel itu digunakan untuk menghitung KHL dua kali juga. Oleh karena itu, sekali lagi dari segi kebahasaan frasa itu memang bernuansa redundancy yang seharus … yang akan dapat menimbulkan multitafsir. Sehingga tidak ada kejelasan dan ketegasan di dalam pelaksanaannya. Bahkan mungkin di satu pihak akan bisa tadi merugikan Pemohon sebagaimana dituliskan di sini. Saya juga sepaham bahwa (rekaman suara terputus karena ada gangguan teknis) dengan segala variabel-variabel atau peubah-peubah itu. Sudah kemudian akan muncul dengan nominal tertentu. Sehingga justru dengan penghapusan dan ada kepastian di dalam operasionalisasinya. Malah saya punya satu pandangan kehidupan para pekerja semakin hari atau semakin tahun itu punya harapan akan meningkat. Bahkan tidak akan tak naik turun. Sebagaimana kalau misalnya tadi dipertimbangkan dengan variabel yang diajukan oleh Saksi Ahli dari Pemerintah. Terima kasih.
30.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik, terima kasih. Pemohon masih ada saksi atau ahli yang akan diajukan atau cukup?
11
31.
KUASA HUKUM PEMOHON: ARIF HIDAYAT Cukup, Yang Mulia.
32.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Cukup, dari Pemerintah?
33.
PEMERINTAH: AGUS HARIADI Cukup, Yang Mulia.
34.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Cukup, baik. Ada pertanyaan dari Hakim.
35.
HAKIM ANGGOTA: ANWAR USMAN Ya, hanya sedikit. Terima kasih, Yang Mulia. Untuk Ahli dari Pemohon. Kalau frasa dan dengan memperhatikan produktifitas dan pertumbuhan ekonomi itu dihilangkan dari Pasal 88 ayat (4). Apakah justru tidak akan menimbulkan multiinterpretasi dan multitafsir. Sebagaimana tadi juga disampaikan oleh Ahli bahwa kata produktifitas dan pertumbuhan ekonomi itu merupakan ya, varian atau variabel dari kebutuhan hidup layak? Nah, kalau frasa ini dihilangkan sekali lagi itu justru bisa menimbulkan penafsiran yang liar ke mana-mana. Jadi kalau sudah ada frasa ini, maka tidak bisa lagi keluar dari penafsiran sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 88 ayat (4). Kemudian untuk Pasal 89 ayat (3), “Upah minimum, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari dewan pengupahan provinsi dan/atau bupati/walikota.” Nah, kalau kata memperhatikan diganti dengan berdasarkan, apakah tidak sama dengan maksudnya upah minimum, sebagaimana dimaksud dalam dalam ayat (1) ya ditetapkan oleh dewan pengupahan provinsi dan/atau bupati atau walikota? Artinya, ya tidak perlu lagi melalui ketetapan gubernur, dari segi bahasa. Terima kasih.
36.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya. Silakan, Ahli Pemohon, ya? Ya.
12
37.
AHLI DARI PEMOHON: BUDINURYANTA YOHANES Baik. Dengan asumsi bahwa dewan pengupahan daerah terkomposisi sebagaimana disebutkan oleh Pemohon dari banyak unsur yang terrepresentasi di dalam dewan pengupahan daerah, lebih-lebih juga melibatkan akademisi. Saya berkeyakinan bahwa karena keahliannya karena kepakaran karena kepedulian dari dewan … unsurunsur dewan pengaupahan daerah, maka variabel pertumbuhan produktivitas kerja dan pertumbuhan ekonomi itu tidak akan luput dari mengkajian untuk menetapkan besaran KHL. Justru dengan penghapusan frasa itu, ada ketegasan dalam operasionalisasinya untuk menyerahkan pertimbangan berdasarkan unsur-unsur dewan pengupahan daerah tadi secara komprehensif, aan dengan demikian akan jelas dalam pelaksanaannya. Tetapi, ketika itu di … dimunculkan, maka bisa jadi dewan pengupahan daerah dan kemudian nanti pihak pemerintah daerah, dalam hal ini gubernur, akan tidak memiliki acuan yang tegas dengan di dalam penetapannya, gitu.
38.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya. Cukup, ya? Terima kasih. Sidang selanjutnya … sori, sidang ini tidak ada lagi, ya. Dengan berakhirnya keterangan Ahli hari ini … untuk mendengarkan keterangan Ahli selesai. Dan kepada Pemohon dan Pemerintah dapat mengajukan kesimpulan langsung di Kepaniteraan Mahkamah, tanpa melalui sidang pada hari Kamis, tanggal 24 April 2014, pukul 15.00 WIB. Sekali lagi, kesimpulan disampaikan langsung kepada Kepaniteraan, hari Kamis, 24 April 2014, pukul 15.00 WIB. Dengan demikian, sidang dalam perkara ini selesai dan dinyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 12.00 WIB Jakarta, 17 April 2014 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
13