Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
PENGARUH MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR IPA PADA SISWAKELAS V DI SD GUGUS VII KECAMATAN SAWAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Ni Nym. Sumarniti1, I Nym. Arcana2, I Md. Citra Wibawa3 1,2,3
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan yang signifikan pada hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan model pembelajaran Guided Discovery Learning dengan kelompok siswa yang dibelajarkan model pembelajaran konvensional di kelas V SD Gugus VII Kecamatan Sawan Tahun Pelajaran 2013/2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan rancangan non equivalent post test only control group design. Populasi penelitian ini adalah seluruh kelas V SD di Gugus VII Kecamatan Sawan tahun pelajaran 2013/2014, yang terdiri dari 6 kelas dengan jumlah populasi 159 siswa. Sampel diambil dengan cara random sampling melalui teknik undian, tetapi yang diundi adalah kelas. Instrumen yang akan digunakan untuk mengukur hasil belajar adalah tes yang berbentuk pilihan ganda. Data dianalisis menggunakan statistik deskriptif dan statistik inferensial dengan uji-t untuk menguji hipótesis penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajar dengan model guided discovery learning dan kelompok siswa yang dibelajar dengan model pembelajaran konvensional. Besarnya thitung adalah 2,92 sedangkan ttabel dengan db = 47 dan taraf signifikansi 5% adalah 1,67793. Hal ini berarti, thitung lebih besar dari ttabel (2,92>1,67793) sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, model guided discovery learning berpengaruh terhadap hasil belajar IPA yang diperoleh pada siswa kelas V tahun pelajaran 2013/2014 di Gugus VII Kecamatan Sawan. Kata kunci : Guided Discovery Learning dan hasil belajar. Abstract The aims of this research is to know the significant difference between the result of learning to the student who taught science through Guided Discovery Learning and the one who taught by conventional teaching method at grade V SD Group VII, Sawan Sub district in academic years 2013/2014. This research is experimental research technique in which use non equivalent post test only control group design. Populations of the research are all of the fifth grade elementary students in Group VII Sawan Sub district in academic years, in which consist of 6 class and 159 students. This research use random sampling technique through lottery for each class. The instrument use to measure the result of teaching is multiple choice type text. The data analyzes used statistic descriptive and statistic inferential by using t test to examine the hypothesis. The result of the research show that there are the significant difference at students’ learning result on the group who taught science by using guided discovery learning and the one who taught by using conventional learning method. The tvalue is 2,92 and ttable with db=47 and significant standard for 5% is 1,67793. Its mean tvalue more than ttable (2,92>1,67793) so that H0 is rejected, and H1 is accepted. Thus, guided discovery learning had effect to the science learning result on that gain by the grade V students in academic year 2013/2014 at Group VIII Sawan sub district. Keywords : Guided Discovery Learning and learning result.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat menuntut sumber daya manusia memiliki kemampu an dan daya saing tinggi dalam segala bidang agar dapat tampil unggul dalam keadaan yang selalu berubah dan kompetitif. Oleh karenanya diperlukan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang memiliki pola pikir kritis dan logis serta mampu memperoleh, memilih dan memproses informasi (Rosyada, 2004). Meningkatkan kualitas sumber daya manusia merupakan suatu keharusan bagi setiap bangsa, yang dilaksanakan melalui program pendidikan. Pendidikan merupakan bagian integral dalam pembangunan. Proses pendidikan tidak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri. “Pembangunan diarahkan dan bertujuan untuk mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas” (Hamalik, 2012). Berbicara tentang proses pendidikan sudah tentu tidak dapat dipisahkan dengan semua upaya yang dilakukan untuk mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pemerintah telah berupaya dengan berbagai bentuk program pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik masyarakat, dipandang dari sudut ekonomi, sosial budaya dan letak geografis yang memungkinkan seluruh lapisan masyarakat dapat menikmati pendidikan yang layak. Upaya lain yang telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan antara lain melalui pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas guru, pengadaan buku pelajaran dan sarana lainnya, penyempurnaan sistem pendidikan, serta usaha lain yang berkenaan dengan peningkatan kualitas pendidikan (Hermawan, 2008). Pendidikan menjadi pilar yang utama dalam mewujudkan perubahan manusia ke arah yang positif dan menuju pencapaian potensi kemanusiaan tertinggi. Hal tersebut berarti bahwa pendidikan harus menjadi skala prioritas yang utama manusia agar manusia mempunyai arah dan tujuan yang jelas mengenai apa yang akan dikerjakan dan dipilih untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Meningkatkan mutu pendidikan adalah menjadi tangung jawab
semua pihak yang terlibat dalam pendidikan, terutama bagi guru SD yang merupakan ujung tombak dalam pendidikan dasar. Guru yang baik, tentu akan selalu berusaha mengelola kelas dengan baik, misalnya dengan memilih metode dan model pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam proses pembelajaran. Selain guru siswa juga memegang peranan penting dalam proses pembelajaran. Kesiapan siswa dalam menerima pelajaran merupakan salah satu kunci tercapainya tujuan pendidikan. Kesipan itu meliputi kesiapan fisiologis (kondisi fisik, panca indra maupun usia). Proses belajar merupakan jalan yang harus ditempuh oleh seorang pebelajar untuk mengerti suatu peningkatan kualitas dan kuantitas kemampuan. Belajar tidak hanya sekedar mengingat atau menghafal. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Lingkungan dalam hal ini dapat berupa manusia atau objek-objek lain yang memungkinkan individu memperoleh pengalaman atau pengetahuan, baik pengalaman baru maupun sesuatu yang pernah diperoleh atau ditemukan sebelumnya akan tetapi menimbulkan perhatian kembali bagi individu tersebut sehingga memungkinkan terjadinya interaksi. Pendapat ini didukung oleh Slameto (2010), “belajar adalah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Selain itu belajar merupakan aktifitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Proses belajar terjadi antara lain mencangkup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan stimulus kognitif yang sudah dimiliki dan berbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya (Budiningsih, 2005). Stimulus yang dimaksud adalah rangsangan intelektual terkait dengan komunikasi dan responsivitas anak. Semakin responsif anak akan semakin baik komunikasinya sehingga semakin baik pula intelektualnya. Komunikasi dan respon anak akan baik jika
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) terciptanya kegiatan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa. Situasi yang memungkinkan terjadinya kegiatan pembelajaran yang optimal adalah “suatu situasi yang memfasilitasi siswa dapat berinteraksi dengan komponen lain dengan optimal dalam rangka mencapai tujuan belajar” (Dimyanti & Mudjiono, 2006:47). Komponen yang dimaksud tersebut yaitu guru, model pembelajaran, alat, tujuan, sarana dan prasarana, kurikulum dan evaluasi. Hal yang tidak kalah pentingnya dari beberapa komponen tersebut adalah kompetensi yang dimiliki oleh guru. “Guru mempunyai tanggung jawab profesional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan kualitas manusia seutuhnya sebagai pengemban misi pendidikan” (Satori, dkk. 2007:225). Guru tidak cukup hanya menyampaikan materi pengetahuan kepada siswa di kelas tetapi dituntut untuk meningkatkan kemampuan guna mendapatkan dan mengelola informasi yang sesuai dengan kebutuhan profesinya. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu adalah guru harus menguasai berbagai macam model pembelajaran. Model pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dapat juga diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Dalam pemilihan model pembelajaran guru juga harus berorientasi pada keaktifan siswa. Strategi pembelajaran lebih ditekankan pada kegiatan siswa. Guru hanya sebagai pembimbing dan fasilitator bagi siswa. Guru telah banyak mengenal model pembelajaran yang telah diterapkan dalam proses belajar mengajar. Namun Arends dan pakar model pembelajaran yang lain berpendapat bahwa tidak ada satu model pembelajaran yang paling baik di antara yang lainnya, karena masing-masing model pembelajaran dapat dirasakan baik, apabila telah diuji cobakan untuk mengajar meteri tertentu (Arends, 1997). Keaktifan siswa menjadi unsur yang sangat penting dalam menentukan kesuksesan belajar. Aktivitas belajar mandiri siswa adalah “jaminan untuk
mencapai hasil belajar yang optimal” (Budiningsih, 2005:23). Dalam hal mengajar memerlukan suatu strategi belajar dan mengajar yang sesuai. Proses pembelajaran perlu diterapkan model belajar yang variatif yang dapat mengembangkan kreativitas dan sikap inovatif subjek didik. Banyak penelitian pendidikan yang membuktikan, bahwa guru dapat memperbaiki hasil belajar dengan menggunakan model, pendekatan dan metode mengajar yang tepat. Menurut Trianto (2010:141), “pemilihan dan penggunaan metode, pendekatan maupun model pembelajaran dengan tepat dapat menarik perhatian siswa dan memungkinkan siswa mengikuti pembelajaran dengan baik”. Proses pembelajaran yang baik adalah proses pembelajaran yang mampu memberdayakan siswa sehingga siswa mampu belajar dengan efektif. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan melibatkan siswa dalam proses belajar. IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan mempunyai hubungan yang sangat luas terkait dengan kehidupan manusia. Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga perkembangan teknologi, karena IPA memiliki upaya untuk membangkitkan minat manusia serta kemampuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pemahaman tentang alam semesta yang mempunyai banyak fakta yang belum terungkap dan masih bersifat rahasia sehingga hasil penemuannya dapat dikembangkan dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, IPA memiliki peran yang sangat penting dalam kemajuan teknologi yang begitu cepat dan berpengaruh dalam dunia pendidikan. Pendidikan IPA telah berkembang di negara-negara maju dan telah terbukti dengan adanya penemuanpenemuan baru yang terkait dengan teknologi. Pendidikan IPA di Indonesia belum mencapai standar yang diinginkan, padahal untuk memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi sains penting dan menjadi tolak ukur kemajuan bangsa. Berdasarkan hasil observasi di SD gugus VII Kecamatan Sawan proses belajar mengajar masih didominasi guru. Guru
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) cendrung melaksanakan model konvensional sebagai pilihan dalam pembelajaran. Karena model konvensional dianggap lebih mudah digunakan untuk menguasai kelas, mudah mempersiapkan dan melaksanakannya. Siswa juga jarang untuk diajak untuk melakukan penemuan dalam proses belajar mengajar khususnya dalam pelajaran IPA. Ini menyebabkan siswa jarang dapat berinteraksi dengan siswa lain pada saat pembelajaran berlangsung. Padahal peran siswa dalam pembelajaran akan lebih menarik jika pembelajaran berpusat pada siswa. Salah satu pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah metode penemuan (discovery). Bruner (dalam Dahar, 1996) menganggap bahwa “belajar dengan metode penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia”. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna bagi siswa. Penemuan yang dimaksud yaitu siswa menemukan konsep melalui
bimbingan dan arahan dari guru karena pada umumnya sebagian besar siswa masih membutuhkan konsep dasar untuk dapat menemukan sesuatu. Pembelajaran yang demikian benar-benar menempatkan siswa menjadi subjek pebelajar. Sehingga pengetahuan yang diperoleh siswa bukanlah suatu pentransferan meteri melainkan pengkonstruksian secara mandiri. Hanya saja kebanyakan proses pembelajaran yang dilakukan seolah-olah sebagai suatu proses pentransferan konsep materi, bukan proses membelajarkan siswa. Sehingga akan berpengaruh terhadap tingkat pemahaman dan pengetahuan yang diperoleh siswa. Pengetahuan yang diperoleh siswa hanya bersifat hafalan tanpa memahami materi yang dipelajarinya dan hal itu hanya bertahan dalam waktu yang relatif singkat pada ingatan siswa. Secara otomatis akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Hal ini terlihat dari data hasil observasi dokumen nilai guru tanggal 18 Maret 2013, dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut.
Tabel 1 Data Hasil Observasi, Dokumen Guru Tanggal 18 Maret 2013 No 1 2 3 4 5 6
Nama Sekolah SD Negeri 1 Suwug SD Negeri 2 Suwug SD Negeri 3 Suwug SD Negeri 1 Sinabun SD Negeri 2 Sinabun SD Negeri 3 Sinabun
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa rata-rata nilai siswa masih jauh dari KKM yakni dari 63–70. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu digunakan suatu model pembelajaran yang tepat, salah satu model pembelajaran. model belajar yang variatif yang dapat mengembangkan kreativitas dan sikap inovatif subjek didik. Guided discovery learning (pembelajaran penemuan terbimbing) merupakan sebuah alternatif dalam proses pembelajaran IPA yang mampu melibatkan siswa dalam proses pembelajaran. Dalam konteks sekolah, pengetahuan yang diperoleh siswa selama proses pembelajaran merupakan hasil
Rata-rata siswa 60 62 59 62 62 62
KKM 63 64 63 66 64 70
pembentukan siswa sendiri dan merupakan pengalaman langsung terhadap objek belajarnya. Model guided discovery learning menempatkan siswa lebih banyak belajar sendiri mengembangkan kekreatifan dalam pemecahan masalah. Siswa betul-betul ditempatkan sebagai subjek yang belajar, peran guru dalam model ini adalah sebagai pembimbing belajar dan fasilitator belajar. Model guided discovery learning dapat memberikan konstribusi yang positif terhadap system pengajaran IPA. Dengan pelaksanaan model pembelajaran ini siswa menjadi lebih aktif dan konsep yang didapatkan siswa melalui penemuan akan bertagan lebih lama dalam ingatannya.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) Berdasarkan uraian tersebut, peneliti ingin mengangkat masalah melalui penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Guided Discovery Learning terhadap Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas V di SD Gugus VII Kecamatan Sawan Tahun Pelajaran 2013/2014”. METODE Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen karena pada penelitiannya akan memberikan treatment pada kelompok eksperimen. Sugiyono (2009:107) penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai “metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkontrol/terkendali”. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen semu (quasi eksperimen). Rancangan penelitian eksperimen dalam penelitian ini adalah Post Test Only Control Group Design. Populasi pada penelitian ini ditentukan dari kelas V sekolah dasar di Gugus VII yang terdiri dari 6 sekolah dasar (SD Negeri 1 Suwug, SD Negeri 2 Suwug, SD Negeri 3 Suwug, SD Negeri 1 Sinabun, SD Negeri 2 Sinabun dan SD Negeri 3 Sinabun) pada tahun pelajaran 2013/2014 dengan jumlah siswa 159 siswa. Untuk menentukan sampel, digunakan teknik probability sampling. Teknik ini memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Dalam hal ini,
teknik yang digunakan adalah teknik simple random sampling, tetapi yang dirandom adalah kelas. Pengambilan kelompok sampel anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada. Dengan teknik ini akan dapat ditentukan satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas sebagai kelas kontrol. Langkah penentuan sampel diawali dengan uji kesetaraan populasi untuk mengetahui bahwa populasi benar-benar setara melalui uji-t. Berdasarkan hasil uji kesetaraan sampel yang dibantu dengan program Microsoft Excel 2007 for Windows, harga thitung dibandingkan dengan harga ttabel dengan db = n1 + n2 – 2 = 49 – 2 = 47. Harga ttabel untuk db 47 dengan taraf signifikansi 5% (α = 0,05) adalah 1.67. Dengan demikian harga thitung
Tabel 2 Desain Penelitian Kelompok E K
Perlakuan X -
Dalam design ini, subjek penelitian merupakan kelompok-kelompok yang memiliki kemampuan yang sama. Kelompok pertama diberikan perlakuan (X) yang disebut dengan kelompok eksperimen. Sedangkan kelompok kedua tidak diberi perlakuan (X) dan disebut dengan kelompok kontrol yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional.
Post-Test O1 O2 (Sumber: Sugiyono, 2011:85) Perlakuan (X) yang dimaksud pada penelitian ini adalah pemberian treatment pembelajaran model guided discovery learning pada kelompok eksperimen. Sementara itu akibat dari perlakuan (treatment) adalah skor hasil belajar IPA yang diperoleh siswa setelah diberikan post test, baik pada kelompok eksperimen (O1) maupun kelompok kontrol (O2) materi dan alokasi waktu, pada kedua kelompok
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) sampel adalah sama. Perbedaannya terletak pada model pembelajaran yang digunakan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah tes. Tes adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas yang harus dikerjakan oleh anak atau sekelompok anak yang nantinya akan menghasilkan suatu nilai (Nurkancana dan Sunartana, 1990). Instrumen yang akan digunakan untuk mengukur hasil belajar adalah tes yang berbentuk pilihan ganda yang berjumlah 30. Namun sebelum melakukan uji lapangan, terlebih dahulu dilakukan uji validitas tes, reliabilitas tes, tingkat kesukatan tes dan daya beda. Berdasarkan hasil analisis, dari 30 butir soal yang diuji cobakan hanya 20
butir soal yang dapat digunakan dalam penelitian ini. Pada penelitian ini untuk ketepatan hasil deskripsi data akan dikonvensikan dengan kriteria dihitung menggunakan tendensi sentral yaitu, mean, modus, median, standar deviasi dan varian. Teknik yang digunakan untuk menganalisis data untuk menguji hipotesis penelitian adalah uji–t (polled varians). Sebelum melakukan analisis uji–t, terlebih dahulu dilakukan pengujian normalitas dan homogenitas antar kelompok. HASIL DAN PEMBAHASAN Adapun hasil analisis data statistik deskriftif disajikan pada Tabel 3.
Tebel 3 Deskripsi Data hasil belajar IPA Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Statistik Mean Median Modus Varians Standar deviasi Skor maksimum Skor minimum
Kelompok Eksperimen 14,85 15,28 15,62 11,45 3,381 20 9
Mean, median dan modus hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen apabila divisualisasikan ke dalam bentuk grafik akan tampak seperti Gambar 1 berikut. 9
8
9-10
6
11-12 5
5 4
4
2
15-16
17-18
19,5
17,5
15,5
13,5
8
13-14
2
0 9,5
bahwa nilai rerata yang diperoleh lebih kecil dari median dan lebih kecil dari modus (14,85<15,28<15,62) hal tersebut menggambarkan bahwa hasil belajar IPA cenderung tinggi. Selanjutnya hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol apabila divisualisasikan ke dalam bentuk grafik akan tampak seperti Gambar 2 berikut.
19-20
X
Frekuensi
4
11,5
Frekuensi
10
Kelompok Kontrol 12 11,50 10,78 10,99 3,316 17 8
6
8-9
7
4 2 0
4
4
3 2
8,5 10,512,514,516,5
Gambar 1 Grafik Histogram Data Hasil Post-test Kelompok Eksperimen Histogram data hasil post-test kelompok eksperimen di atas dapat dilihat
X
10 - 11 12 - 13 14 - 15 16 - 17
Gambar 2 Grafik Histogram Data Hasil Post-test Kelompok Kontrol
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) Histogram data hasil post-test kelompok eksperimen di atas dapat dilihat bahwa nilai rerata yang diperoleh lebih besar dari median dan lebih besar dari modus (12>11,50>10,78) hal tersebut menggambarkan bahwa hasil belajar IPA yang dicapai kelompok kontrol cenderung rendah. Sebelum dilakukan analisis data dengan menggunakan statistik inferensial, dalam penelitian ini menggunakan uji-t, terlebih dahulu dilakukan pengujian
normallitas sebaran data dan homogenitas kelompok varians. Berdasarkan hasil analisis data post test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang dengan menggunakan rumus chi kuadrat, diperoleh hasil yang signifikan yaitu berada di atas 0,05. Dengan demikian, data post test hasil tes belajar kognitif IPA kelompok eksperimen berdistribusi normal. Adapun ringkasan data hasil belajar IPA normalitas disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil Uji Normalitas Sebaran Data No 1 2
Kelompok Data Hasil Belajar Post-test eksperimen Post-test kontrol
X2 7,084 6,583
Nilai Kritis dengan Taraf Signifikansi 5% 7,815 5,991
Uji homogenitas varians kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Berdasarkan hasil uji homogenitas varians menunjukkan bahwa harga Fhitung
Status Normal Normal
(0,04<2,08), maka H0 diterima dan H1 ditolak, jadi varians homogen. Adapun ringkasan hasil uji homogenitas varians disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Uji Homogenitas Sebaran Data No 1
Kelompok Post-test eksperimen
Fhitung 1,04
Ftabel (5%) 2,08
Dari hasil uji prasyarat analisis data yaitu uji normalitas dan uji homogenitas diperoleh bahwa data dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdistribusi normal dan homogen.
Status Homogen
Berdasarkan hal tersebut maka dilanjutkan pada pengujian hipotesis penelitian. Kriteria pengujian adalah jika thitung > ttabel maka H0 ditolak atau H1 diterima. Hasil analisis uji-t ditunjukkan pada Tabel 6 berikut.
Tabel 4.7 Ringkasan Hasil Uji-T Sampel Tak Berkorelasi/Independent Kelas Eksperimen Kontrol
14,85 12
Varians 11,45 10,99
n 29 20
Berdasarkan hasil perhitungan uji-t, diperoleh thitung sebesar 2,92. Sedangkan, ttabel dengan db = 47 dan taraf signifikansi 5% adalah 1,67793. Hal ini berarti, thitung>ttabel sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran guided discovery learning
db
thitung
ttabel
47
2,92
1,67793
Kesimpulan thitung > ttabel H0 ditolak
dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model konvensional. Model pembelajaran guided discovery learning yang diterapkan dalam kelompok belajar eksperimen dan model pembelajaran konvensional yang diterapkan dalam kelompok belajar kontrol dalam penelitian ini terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan. Hal ini terlihat dari hasil analisis data dan uji-t yang telah dilakukan. Jika dilihat dari skor rata-rata
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) hasil belajar, kelompok eksperimen memperoleh skor rata-rata hasil belajar IPA lebih tinggi dibandingkan skor rata-rata hasil belajar IPA pada kelompok kontrol. Skor rata-rata hasil belajar IPA kelompok eksperimen adalah 14,85 dan skor rata-rata hasil belajar IPA kelompok kontrol adalah 12 (14,85 > 12). Berdasarkan analisis data menggunakan uji-t yang ditunjukkan pada Tabel 4.7 diketahui thitung = 2,92 dan ttabel (db = 47 dan taraf signifikansi 5%) = 1,67793. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa thitung lebih besar dari ttabel (thitung>ttabel) sehingga hasil penelitian adalah signifikan. Perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran guided discovery learning dan model pembelajaran konvensional disebabkan adanya perbedaan perlakuan pada saat kegiatan pembelajaran. Pembelajaran dengan model pembelajaran guided discovery learning menekankan aktivitas dan keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu pembelajaran guided discovery learning menempatkan siswa sebagai subjek pebelajar sehingga guru hanya sebagai pembimbing, fasilitator dan motivator. Sehingga siswa yang telibat sendiri dalam penemuan konsep dan pengkonstruksian pengetahuannya. Perbedaan yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran guided discovery learning dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional disebabkan karena perbedaan perlakuan pada langkahlangkah pembelajaran dan proses penyampaian materi. Pembelajaran dengan model guided discovery learning menekankan pada aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dan guru melalui langkah-langkah, yaitu: (1) merumuskan masalah, (2) pengumpulan data-verifikasi, (3) pengumpulkan data-percobaan, (4) merumuskan dan menjelaskan, (5) proses analisis proses discovery (Dimodifikasi dari Joyce, B. and Weil, M., 1992). Pada tahap pertama siswa membentuk kelompok sendiri dengan arahan guru dan menjawab pertanyaan yang terdapat dalam LKS yang telah dibagikan kepada masing-masing
kelompok. Pada tahap kedua dan ketiga siswa membuat jawaban atau dugaan sementara dan mengumpulkan data/informasi sebanyak-banyaknya serta melakukan percobaan berupa pengamatan secara langsung dengan bimbingan guru. Dalam tahap ini siswa mencari informasi sendiri melalui pengetahuan siswa sendiri, buku sumber dan melakukan percobaan bersama teman sekelompoknya. Pada tahap ini bukan hanya siswa tertentu yang aktif untuk mencari informasi, melainkan seluruh siswa yang ada dalam ruangan tersebut. Hal tersebut tentu menjadikan siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran kerena pada tahap ini kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa bukan pada guru namun masih dengan bimbingan dan arahan guru sehingga dalam proses pembelajaran siswa ditekankan lebih aktif untuk menemukan jawaban dari masalah yang diberikan oleh guru. (Dimyanti dan Mudjiono, 2006:165) yang menyatakan bahwa “dalam pelaksanaan guru berperan sebagai fasilitator, pembimbing, pendiagnosis kesukaran belajar dan rekan diskusi”. Pada tahap keempat siswa secara berkelompok mendiskusikan hasil pengamatan dan membandingkan jawaban/dugaan sementara dengan hasil pengamatan langsung dan selanjutnya siswa melaporkan hasil pengamatan di depan kelas secara bergiliran. Guru memberikan peluang kepada siswa untuk membandingkan jawabannya dengan kelompok yang melaporkan hasil diskusnya didepan kelas. Hal ini dilakukan agar pengetahuan, pengalaman, dan informasi yang siswa dapat lebih lengkap. Pada tahap akhir siswa duduk kembali sesuai dengan tempatnya. Kemudian dilajutkan dengan menganalisis dan menyimpulkan hasil penemuan/pengamatan. Siswa akan ditunjuk secara acak oleh guru untuk menyampaikan kesimpulan dari hasil penemuan/pengamatannya. Dalam hal ini guru dan siswa akan menganalisis dan menyimpukan bersama-sama hasil penemuan/pengamatan yang telah dilaksanakan. Dalam pembelajaran ini siswa melakukan pengamatan secara langsung untuk mendapatkan informasi dalam memecahkan masalah yang
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) diberikan oleh guru, maka dari itu siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran. Selain siswa aktif dalam pembelajaran ingatan siswa terhadap pengetahuan akan semakin kuat dan sangat kokoh, maka dari itu ini akan mempengaruhi hasil belajar IPA siswa. Berbeda dengan model pembelajaran konvensional yang bercirikan pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered). Model pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang tradisonal dan telah lama dijalankan dalam dunia pendidikan ialah cara mengajar dengan ceramah. Ceramah merupakan salah satu cara penyampaian informasi dengan lisan dari seseorang kepada sejumlah pendengar di suatu ruangan. Kegiatan berpusat pada penceramah dan komunikasi searah dari pembaca kepada pendengar. Penceramah mendominasi seluruh kegiatan, sedang pendengar hanya memperhatikan dan membuat catatan seperlunya (Sanjaya, 2011). Maka dari itu dalam pembelajaran konvensional siswa cendrung lebih pasif karena siswa lebih memperhatikan guru dan pandangan siswa hanya tertuju pada guru. Dalam pembelajaran konvensional segala informasi didapatkan dari guru, tanya jawab dan pemberian tugas oleh guru, dan pelaksanaan tugas oleh siswa sampai pada akhirnya guru merasa bahwa apa yang telah diajarkan dimengerti oleh siswa. Ini menyebabkan siswa cenderung menjadi objek belajar, sedangkan guru menjadi subjek belajar. Keadaan seperti ini menjadikan siswa pasif dalam pembelajaran. Selain itu pada pembelajaran konvensional masih menggunakan penilaian konvensional juga. Penilaian ini hanya menilai hasil akhir dari pembelajaran atau ulangan saja tanpa memperhatikan proses pembelajaran siswa. Hal tersebut menyebabkan siswa tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan keterampilan dalam proses kognitif. Perbedaan cara pembelajaran antara pembelajaran dengan model pembelajaran guided discovery learning dan pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional tentu memberikan dampak yang berbeda
terhadap hasil belajar siswa. Penerapan model pembelajaran guided discovery learning dalam pembelajaran membantu siswa mengembangkan keterampilan dalam proses kognitif, siswa memperoleh pengetahuan yang sangat kokoh, dapat membangkitkan kegairahan belajar belajar siswa, memberi kesempatan pada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuannya sendiri, siswa dapat mengarahkan sendiri cara belajarnya, membantu siswa memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dalam proses penemuan, dan model pembelajaran ini berpusat pada siswa bukan pada guru namun masih dengan bimbingan dan arahan guru sehingga dalam proses pembelajaran siswa ditekankan lebih aktif. Dengan demikian hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran guided discovery learning lebih baik dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Hasil penelitian ini telah membuktikan hipotesis yang diajukan, yaitu terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran guided discovery learning dan kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran konvensional. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Megawati (2011) yang menyatakan bahwa dengan penerapan pendekatan inkuiri terbimbing dapat meningkatkan aktivitas belajar. Lebih lanjut penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2012) yang menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran guided discovery learning dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Aktivitas belajar dan prestasi belajar secara logika memiliki keterkaitan. Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran guided discovery learning juga berpengaruh terhadap hasil belajar IPA yang diperoleh siswa. Jadi model pembelajaran guided discovery learning tidak hanya berpengaruh dalam hal aktivitas belajar dan prestasi belajar saja. Melainkan juga berpengaruh tehadap hasil belajar.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) Berdasarkan kajian tersebut model pembelajaran guided discovery learning dipandang perlu untuk diterapkan dalam pembelajaran khususnya dalam mengajarkan materi penemuan konsep/prinsip. Penerapan model pembelajaran guided discovery learning melibatkan peran siswa secara aktif di dalam pembelajaran untuk menemukan konsep/prinsip materi pembelajaran. Selain itu siswa juga belajar memecahkan masalah secara mandiri dan melatih keterampilan-keterampilan berpikir siswa. Sehingga dengan menerapkan model pembelajaran ini konsep/prinsip materi bertahan lebih lama dalam ingatan siswa karena siswa sendiri yang menemukannya. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dilakukan dengan menggunakan uji – t ternyata H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan pada mata pelajaran IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran guided discovery learning dan kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran konvensional (thitung 2,92 > ttabel 1,67793). Ternyata rata – rata hasil belajar IPA kelompok eksperimen lebih besar dibandingkan dengan rata – rata hasil belajar kelompok kontrol (14,85>12). Dengan demikian model pembelajaran guided discovery learning berpengaruh terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas V SD Gugus VII Kecamatan Sawan Tahun Pelajaran 2013/2014. Saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian dan simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Praktisi pendidikan, khususnya pihak–pihak yang telibat langsung dalam pembelajaran disarankan agar menerapkan model guided discovery learning untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna, membangun pengetahuan siswa dan meningkatkan hasil belajar. (2) Praktisi pendidikan, khususnya pihak – pihak yang telibat dalam pembelajaran IPA disarankan agar menerapkan model guided discovery learning untuk meningkatkan keterllibatan siswa dan kualitas proses pembelajaran
IPA. (3) Kepada sekolah, hendaknya hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi yang berharga untuk pengambilan kebijakan dalam lembaga pendidikan dalam upaya meningkatkan proses pembelajaran di sekolah. (4) Peneliti yang berminat dapat melakukan penelitian model guided discovery learning dalam ruang lingkup mata pelajaran lain untuk dapat memberikan pengalaman secara langsung mengenai pentingnya pemilihan model pembelajaran yang tepat dala pembelajaran. DAFTAR PUSTAKA Arends, Richardl. 1997. Clasroom Intructional Management. New York: The Me Graw-Hill Company. Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Rineka Cipta. Dimyanti & Mudjiono. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud. Dahar, R.W. 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga. Hamalik, Oemar. 2012. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Hermawan, Asep Herry. 2008. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka. Joyce, Bruce and Weil, Marsha. 1992. Models of Teaching. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall Inc. Nurkancana, Wayan & Sunartana, P. P. N. 1990.Evaluasi Hasil Belajar. Usaha Nasional: Surabaya. Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempegaruhi. Jakarta: PT Rineka Cipta. Satori, Djam’an, dkk. 2007. Profesi Keguruan. Jakarta: Universitas Terbuka. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) -------. 2011. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta. Sanjaya. 2011. Model Pembelajaran Konvensional. Tersedia pada http://www.psb - psma.org/content/ blog/model-konvensional - dalampembelajaran-ipa,diakses pada tanggal 27 Februari 2013. Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progres. Jaka Kencana.