MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 18/PUU-XII/2014
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR 1945
ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I)
JAKARTA KAMIS, 13 MARET 2014
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 18/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Linkungan Hidup [Pasal 59 ayat (4) dan Pasal 102] terhadap UndangUndang Dasar 1945 PEMOHON 1. Bachtiar Abdul Fatah ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Kamis, 13 Maret 2014, Pukul 13.37 – 14.33 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Muhammad Alim 2) Ahmad Fadlil Sumadi 3) Patrialis Akbar Hani Adhani
(Ketua) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Maqdir Ismail Asep Markun Dasril Affandi Alexander Lay Sarizal Zainuddin Ade Kurniawan Sucimelianaka Muhammad Ihksan
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 13.37 WIB
1.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Sidang pemeriksaan permohonan Nomor 18/PUU-XII/2014, kami buka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon atau Kuasanya, siapa yang datang pada kesempatan yang berbahagia ini? Saya persilakan.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: MAQDIR ISMAIL Terima kasih, Yang Mulia. Pemohon sendiri belum bisa hadir, Yang Mulia. Karena masih menjalani status tahanan kota di Bengkalis, sehingga hari ini belum bisa hadir. Yang hadir kami adalah Para Kuasa dari Pemohon, saya sendiri Maqdir Ismail. Yang diujung paling kanan saya Dr. Asep Markun. Kemudian, Saudara Dasril Affandi. Sebelah kiri saya Saudara Alexander Lay. Kemudian, Saudara Sarizal. Kemudian, Saudara Ade Kurniawan dan Saudara Sucimelianaka, dan satu lagi Saudara Muhammad Ihksan di belakang. Terima kasih, Yang Mulia.
3.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Baiklah. Di sini kami sudah menerima permohonan yang diajukan oleh Para Pemohon melalui Kuasanya. Jadi meskipun demikian, saya persilakan pokok-pokoknya saja karena kami kan sudah membacanya juga. Saya persilakan.
4.
KUASA HUKUM PEMOHON: MAQDIR ISMAIL Terima kasih, Yang Mulia. Majelis Hakim Yang Mulia, pertamatama kami sampaikan terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk menyampaikan ringkasan dan alasan pokok kami melakukan pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Majelis Hakim Yang Mulia, kewajiban untuk menjaga bumi dari kerusakan lingkungan telah diperintahkan oleh semua agama Samawi, bahkan kepada orang yang melakukan kebaikan terhadap bumi dijamin akan mendapatkan imbalan kebaikan dan rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
1
Dalam menjaga bumi dari kerusakan ini harus digunakan akal dan pikiran, dan tentu saja harus tetap menggunakan teknologi yang bersahabat dengan alam. Secara khusus untuk kegiatan yang menghasilkan limbah minyak bumi sangat dianjurkan untuk menggunakan mikroba yang ada dan berasal dari tanah yang tercemar atau yang biasa dikenal dengan nama bakteri indegenous. Majelis Hakim Yang Mulia. Kesadaran dari pemerintah untuk menjaga lingkungan, termasuk mempertahankan agar lingkungan tidak tercemar bukanlah merupakan hal yang baru bagi pemerintah Indonesia. Sebagaimana dicatat dalam sejarah Kementerian Lingkungan Hidup misalnya bahwa pada tahun 1972 untuk pertama kali dilakukan seminar pengelolaan lingkungan hidup dan pembangunan nasional oleh Universitas Padjajaran di Bandung. Seminar ini membahas pengaturan hukum masalah lingkungan manusia, beberapa pikiran, dan saran. Beberapa bulan kemudian, Universitas Padjajaran mendirikan lembaga ekologi yang berdiri pada tahun 1972 dan berubah menjadi Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL) tahun 1992. Tentu situasi dan pembicaraan tentang lingkungan hidup ini tidak terlepas dari pertemuan para pemimpin dunia yang menghadiri konferensi mengenai lingkungan hidup di Stockholm Swedia tahun ... pada tanggal 5 Juni 1972 dan ikut ... di mana Indonesia ikut menandatangani untuk memperhatikan segi-segi lingkungan dan pembangunan. Konferensi Stockholm dengan moto hanya satu bumi untuk menghasilkan deklarasi dan rekomendasi yang dapat dikelompokkan menjadi lima bidang utama, yaitu pemukiman, pengelolaan sumber daya alam, pencemaran, pendidikan, dan pembangunan. Salah satu keputusan penting dari Konferensi Stockholm ialah didirikannya badan khusus dalam PBB untuk mengurusi permasalahan lingkungan, yaitu United Nations Environment Programme disingkat UNEP, badan ini bermarkas besar di Nairobi, Kenya. Majelis Hakim Yang Mulia. Sebagai tindak lanjutnya berdasarkan Keppres Nomor 16 Tahun 1972, Indonesia membentuk panitia interdepartemental, yang disebut dengan panitia perumus dan rencana kerja bagi pemerintah di bidang lingkungan guna merumuskan dan mengembangkan rencana kerja di bidang lingkungan hidup. Merumuskan program kebijakan lingkungan hidup sebagaimana tertuang dalam bab 10 ... dalam butir 10 Bab 2 GBHN 1973, 1978. Bab 4 Repelita 2, kemudian pembangunan berkelanjutan ini diikuti dalam TAP MPR 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Wacana pembangunan berkelanjutan terus dikumandangkan dan keseriusan pemerintah untuk melakukan pembangunan berkelanjutan dan melaksanakan program kebijakan lingkungan hidup dengan diangkatnya Menteri Negara Pengawasan, Pembangunan, dan Lingkungan Hidup dalam Kabinet Pembangunan 3, dengan tugas pokok 2
mengkoordinasikan pengelolaan lingkungan hidup di berbagai instansi pusat maupun daerah, khususnya untuk mengembangkan segi-segi lingkungan hidup dalam aspek pembangunan. Majelis Hakim Yang Mulia. Dari begitu banyak kebijakan tentang lingkungan hidup, salah satu fokus yang diatur adalah pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun yang selalu disebut dengan limbah B3. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun, pencanangan pengolahan limbah B3 oleh penghasil atau diserahkan kepada pihak ketiga dapat dilihat dari Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2). Sesuai dengan perkembangan dan perubahan perundangundangan, maka peraturan pengelolaan limbah B3 ini pun dilakukan perubahan-perubahan. Dan secara teknis, kemudian diatur dalam keputusan Kepala Bapedal Nomor Kep.03/Bapedal/09/1995 tentang persyaratan teknis pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun. Selanjutnya, pengaturan terhadap limbah dan kegiatan minyak dan gas ... gas, serta panas bumi diatur dengan Kepmen LH Nomor 42 Tahun 1996 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Minyak dan Gas Bumi serta Panas Bumi. Adapun pelaksanaannya kemudian diatur oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 tentang Tata cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak dan Bumi ... Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak secara Biologis. Majelis Hakim Yang Mulia, PT. Chevron Pacifik Indonesia yang dahulu dikenal dengan PT. Caltex Pacifik Indonesia memulai kegiatan pembersihan tanah tercemar dari proses penelitian dilakukan sejak tahun 1994 dengan melibatkan ahli-ahli bioremediasi internasional ketika belum ada peraturan tentang tata cara pembersihan tanah-tanah tercemar. Kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan untuk kegiatan skala lapangan pada tahun 1996 dan selanjutnya pengembangan skala lapangan yang lebih besar tahun 1998. Pada tahap penelitian dan pengembangan ini, tim PT. Chevron Pacifik Indonesia melakukan pengkajian antara proses bioremediasi dengan menggunakan bakteri indigenous atau bakteri yang memang sudah ada di tanah yang terkontaminasi minyak di Sumatera dibandingkan dengan yang dibawa dari tempat yang lain. Selanjutnya, oleh karena pada saat dilakukan penelitian tersebut belum ada acuan sebagai tolak ukur melakukan kegiatan, maka semua kegiatan sepenuhnya mengacu pada literatur-literatur yang ada, dari informasiinformasi yang ada, baik dari literatur yang umum maupun dari rujukan yang dibuat oleh para Ahli dari Energy Technology Company, yaitu bagian perusahaan Chevron Global yang menyediakan para Ahli lingkungan untuk keperluan kegiatan lingkungan PT. Chevron Pacifik Indonesia.
3
Salah seorang yang sangat besar perannya adalah Sara Magnum seorang Ahli bioremediasi yang banyak menulis buku maupun penelitian secara internasional, termasuk salah satunya adalah tulisan dalam buku yang banyak digunakan untuk rujukan proses bioremediasi di Indonesia. Hasil kegiatan ini kemudian dilakukan verifikasi oleh lembaga afiliasi penelitian dan industri pada Institut Teknologi Bandung di ITB. LAPI ITB yang hasilnya menunjukkan bahwa bioremediasi yang dilakukan secara teknis memenuhi syarat dan dirokemendasikan untuk diteruskan. Hasil kajian dari lembaga minyak dan gas bumi (Lemigas) yang berjudul Bioremediation of oil contaminated soil Tahun 1998 menunjukkan hasil yang sama dimana dinyatakan bahwa proses bioremediasi di PT. Chevron Pacifik Indonesia telah memenuhi secara teknis dan juga merekomendasikan untuk dilakukan diwaktu-waktu yang mendatang. Majelis Hakim Yang Mulia, Kementerian Lingkungan Hidup dengan Surat Nomor P1860/DEP.IV/LH/06/2002 tanggal 26 Juni 2002 menyetujui pelaksanaan uji coba bioremediasi untuk jangka selama 18 bulan yang diberikan kepada PT. Caltex Pacifik Indonesia. Dalam permohonan telah disampaikan kegiatan yang disebut sebagai said characteristic (sampling awal). Biotreatability penentuan metode bioremediasi dan pelaksanaan lapangan. Hal yang sama ketika permohonan izin yang ditujukan tahun 2006, semua kegiatan tersebut disampaikan dalam permohonan. Kemudian disusul dengan izin yang diberikan berdasarkan keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 69 Tahun 2006 tentang Pengolahan tanah terkontaminasi minyak secara biologis ex situ demise soil bioremediation facility kepada PT. Chevron Pacifik Indonesia tanggal 8 Maret 2006. Adapun untuk Kota Batam diberikan izin berdasarkan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 136 Tahun 2007 tentang izin pengolahan tanah-tanah terkontaminasinya secara biologis ex situ di lokasi Kota Batam SBF kepada PT. Chevron Pacifik Indonesia. Pada masa izin menjelang berakhir pada tahun 2008 untuk dinas, dan berakhir tahun … Februari 2009 untuk Kota Batam, PT. Chevron Pacifik telah menyampaikan permohonan perpanjangan terhadap izin yang akan berakhir tersebut. Faktanya, perpanjangan izin tersebut baru diterbitkan tahun 2012. Selama izin belum diterbitkan oleh Pihak Kementerian Lingkungan Hidup, selalu dilakukan pemeriksaan dan pengawasan oleh pejabat pengawas lingkungan hidup dari Kementerian Lingkungan Hidup. Dari kunjungan oleh pejabat Kementerian Lingkungan Hidup tersebut misalnya, dibuat Berita Acara persentasi pengolahan tanah terkontaminasi (SBF), centralized treatment facility di Kota Batam tanggal 6 Mei 2008 yang ditandatangani oleh pejabat Kementerian Lingkungan Hidup dan pejabat PT. Chevron Pacifik Indonesia. Dalam Berita Acara tersebut, untuk SBF Minas, antara lain dinyatakan pada butir 5, “Sisa tanah terkontaminasi minyak yang berada di stockwell dapat dilakukan proses bioremediasi,” kemudian dilanjutkan
4
pada butir 7 akan dilakukan pertemuan lanjut pada akhir 2000 … Mei 2008 untuk membahas rencana pengolahan tanah terkontaminasi. Secara materiil, apa yang pekerjaan bioremediasi yang dilakukan oleh Pemohon, terkait dengan pekerjaan bioremediasi tersebut yang belum mendapat perpanjangan izin secara tertulis adalah menandatangani kontrak bridging pada tanggal 24 Agustus 2011 dan kemudian pindah ke Jakarta 1 September 2011, sehingga seluruh kegiatan bioremediasi terkait dengan kontrak bridging tersebut tidak diketahui oleh Pemohon. Mejelis Hakim Yang Mulia, secara sengaja kami sampaikan uraian singkat fakta yang telah dilakukan oleh PT Chevron Pacific Indonesia agar ada pemahaman yang sama dalam melihat alasan kami mengajukan permohonan pengujian terhadap beberapa Pasal UndangUndang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Majelis Hakim Yang Mulia, sesuai dengan permohonan yang sudah kami sampaikan, kami akan sampaikan ringkasan dan legal standing dari Pemohon. Pemohon merupakan … memohon agar Mahkamah Konstitusi melakukan pengujian terhadap Pasal 59 ayat (1) dan Pasal 59 ayat (4) juncto Pasal 102 Undang-Undang PPLH, serta Pasal 95 ayat (1) UndangUndang PPLH. Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia yang hak-hak konstitusionalnya telah dirugikan oleh diberlakukannya Pasal 59 ayat (1) juncto Pasal 102 juncto Pasal 103, serta Pasal 95 ayat (1) Undang-Undang PPLH. Pasal 59 ayat (1), Pasal 59 ayat (4) dan Pasal 102, serta Pasal 103 mewajibkan adanya izin bagi pengelolaan limbah dari instansi berwenang dengan ancaman pidana bagi orang yang melakukan pengelolaan limbah tanpa izin. Berdasarkan Pasal 102 Undang-Undang PPLH setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin dipidana dengan pidana penjara dan denda. Pada pihak yang lain, Pasal 103 UndangUndang PPLH, orang yang menghasilkan limbah B3 tidak melakukan pengelolaan limbah yang dihasilkannya akan diancam dengan pidana dan denda. Dengan demikian, Majelis Hakim Yang Mulia, kami melihat ada kontradiksi dari beberapa ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup ini. Selain itu, yang hendak juga kami uji adalah Pasal 95 ayat (1) Undang-Undang PPLH karena keberadaan kata dapat dalam Pasal 95 ayat (1) menciptakan ketidakpastian dan membuka kemungkinan penegakan hukum terpadu hanya sekedar menjadi slogan tanpa pelaksanaan. Kata dapat memberikan peluang kepada aparat penegak hukum, dalam hal ini penyidik pegawai negeri sipil, kepolisian, dan kejaksaan untuk jalan sendiri-sendiri dengan mengabaikan semangat Undang-Undang Perlindungan Lingkungan Hidup, melakukan penegakan hukum secara terpadu di bawah koordinasi Menteri Lingkungan Hidup. 5
Majelis Hakim Yang Mulia, dengan adanya kondisi sebagaimana dikemukakan di atas, maka kelima syarat kerugian konstitusional sebagaimana diuraikan Mahkamah melalui putusan Mahkamah melalui Putusan Nomor 06/PUU-III/2005 dan Perkara Nomor 011/PUU-V/2007 telah terpenuhi dalam permohonan ini karena Pemohon, Bachtiar Abdul Fatah, adalah karyawan PT Chevron Pacifik Indonesia yang pernah menjabat sebagai general manager Sumatera Light South telah dinyatakan sebagai tersangka, terdakwa, dan dituntut oleh Kejaksaan Republik Indonesia, serta diputus bersalah di pengadilan karena korupsi di pengadilan ... tindak pidana korupsi antara lain karena dituduh telah melanggar ketentuan Undang-Undang PLH … Lingkungan Hidup yang diuji melalui permohonan ini. Pemohon didakwa melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disebut Undang-Undang Tipikor dengan alasan antara lain bahwa proyek bioremediasi yang dikerjakan atas tanah yang terkontaminasi limbah minyak bumi yang dihasilkan oleh PT Chevron Pacifik Indonesia, perusahaan tempat Pemohon bekerja, dilakukan tanpa adanya izin sebagaimana diwajibkan dalam/oleh Pasal 59 ayat (4) Undang-Undang PPLH yang menyatakan, “Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.” Hal tersebut terjadi karena ketentuan Pasal 59 ayat (4) UndangUndang PPLH tersebut mewajibkan adanya izin bagi pengelolaan limbah B3, izin mana? Bisa, tidak? Atau belum diberikan oleh instansi terkait kepada limbah B3. Namun di sisi yang lain, Pasal 59 ayat (1) UndangUndang PPLH mengatur bahwa penghasil limbah B3 diwajibkan untuk mengelola limbah B3 yang dihasilkan tersebut dengan ancaman sanksi pidana jika tidak melakukannya. Majelis Hakim Yang Mulia, keberadaan kedua norma yang bersifat kontradiktif menciptakan situasi di mana penghasil limbah B3 yang belum memiliki izin mengelola limbah B3 karena misalnya izin pengelolaan tersebut sedang diurus perpanjangannya di instansi terkait terpaksa mengelolan limbah B3 tersebut sebab ada ancaman pidana berdasarkan Pasal 53 ayat (1) juncto Pasal 103 Undang-Undang PPLH. Namun di sisi lain, karena belum memiliki izin mengolah limbah B3, maka penghasil limbah B3 tersebut dianggap telah melanggar Ketentuan Pasal 59 ayat (4) yang mensyaratkan adanya izin bagi pengelolaan limbah B3. Situasi ini yang dialami oleh Pemohon yang disidik dan didakwa oleh Kejaksaan Negeri Republik Indonesia dengan tuduhan melanggar Pasal 2 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Tipikor dengan alasan antara lain bahwa proyek bioremediasi yang dikerjakan atas tanah yang 6
terkontaminasi minyak limbah B3 yang dihasilkan perusahaan tempat Pemohon bekerja dilakukan tanpa adanya izin. Sebagai akibat nyata, dari dua norma yang bersifat kontradiktif tersebut jelas merugikan hak konstitusional Pemohon atas kepastian hukum yang adil sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 karena pelanggaran Pasal 59 ayat (1) dan Pasal 59 ayat (4) masingmasing dikenai sanksi pidana berdasarkan Pasal 103 dan Pasal 102 Undang-Undang PPLH. Dalam tingkat penyidikan maupun persidangan perkara proyek bioremediasi, Pemohon telah menghadirkan bukti berupa Berita Acara presentasi mengenai pengelolaan tanah, Berita Acara pengawasan, dan seterusnya. Bahkan Majelis Hakim Yang Mulia, penyidik, penuntut umum di kejaksaan mengabaikan sikap KLH sebagai regulator yang tidak mempermasalahkan bahwa PT Chevron Pacific Indonesia sedang mengurus perpanjangan izin ketika proyek bioremediasi ini dilakukan. Jika pada saat verifikasi lapangan dilakukan, pihak KLH melarang dilanjutkannya proyek bioremediasi tersebut, tentunya Pemohon akan meminta menghentikan proyek bioremediasi tersebut kepada PT Chevron Pacific Indonesia. Namun karena persetujuan pihak regulator tersebut dan Ketentuan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Lingkungan Hidup yang … juncto Pasal 103 Undang-Undang (suara tidak terdengar jelas) yang mewajibkan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkan oleh PT Chevron Pacific Indonesia, maka perusahaan tempat Pemohon bekerja tetap menjalankan proyek bioremediasi tersebut yang kemudian berujung pada dipidananya Pemohon dalam perkara pidana sebagaimana didakwa dalam Perkara Pidana Nomor 34/Pitsus/2013 di pengadilan negeri … Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Diabaikannya sikap regulator, dalam hal ini KLH yang berujung pada dipidananya Pemohon merupakan bukti bahwa Pemohon … pemahaman yang berbeda di antara regulator dan penegak hukum, dan dalam hal ini dimungkinkan karena Ketentuan Pasal 95 ayat (1) UndangUndang PPLH yang mengatur mengenai penegakan hukum terpadu di bawah koordinasi menteri sebagai regulator di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tidak dirumuskan secara tepat sebagaimana diuraikan pada bagian pokok perkara permohonan ini, sehingga dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda mengenai peranan regulator dalam koordinasi penegakan hukum yang berkaitan dengan penegakan hukum lingkungan hidup. Perumusan Pasal 95 ayat (1) Undang-Undang PPLH tersebut jelas bertentangan dengan hak konstitusional Pemohon atas kepastian hukum yang adil sebagaimana diatur dalam Pasal 29D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Berdasarkan seluruh uraian tersebut di atas disimpulkan bahwa Mahkamah berwenang mengadili dan memutus permohonan ini. Pemohon mempunyai legal standing untuk memohon pengujian Undang7
Undang PPLH tersebut. Pasal 59 ayat (4) juncto Pasal 102 UndangUndang PPLH bertentangan dengan Pasal 59D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan oleh karenanya harus dibatalkan dan dikatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Namun, jika Mahkamah berpendapat lain, maka mohon agar Pasal 102 Undang-Undang PPLH dinyatakan tidak konstitusional bersyarat (conditionally unconstitutional) sepanjang tidak dimaknai bahwa tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 hanya dapat dikenakan sanksi pidana apabila sanksi administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali. Kata dapat pada Pasal 95 ayat (1) Undang-Undang PPLH bertentangan dengan Pasal 29D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan oleh karenanya harus dibatalkan dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Frasa tindak pidana lingkungan hidup dalam Pasal 95 ayat (1) Undang-Undang Lingkungan Hidup harus dimaknai termasuk tindak pidana yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Untuk mencegah terjadinya benturan kepentingan pada menteri, berbagai koordinator sebagai koordinator penegak hukum terpadu, maka peran menteri sebagai koordinator menurut Pasal 95 ayat (1) UndangUndang PPLH hanya berlaku jika menteri tidak terlibat dalam tindak pidana yang sedang disidik berdasarkan penegakan hukum terpadu. Majelis Hakim Yang Mulia, berdasarkan hal-hal yang telah kami uraikan tersebut di atas, dengan ini Pemohon mohon agar Majelis Hakim Konstitusi Yang Terhormat berkenan memberikan putusan sebagai berikut. Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan Pasal 59 ayat (4) juncto Pasal 102 Undang-Undang PPLH bertentangan dengan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 … Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan oleh karenanya harus dibatalkan dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Atau jika Mahkamah berpendapat lain, mohon agar Pasal 102 Undang-Undang PPLH dinyatakan tidak konstitusional bersyarat atau conditionally unconstitutional sepanjang tidak dimaknai bahwa tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 hanya dapat dikenai sanksi pidana apabila sanksi administrasi yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali. Menyatakan kata dapat pada Pasal 95 ayat (1) Undang-Undang Dasar … Undang-Undang PPLH bertentangan dengan Pasal 29D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan oleh karenanya harus dibatalkan dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Menyatakan frasa tindak pidana lingkungan hidup dalam Pasal 95 ayat (1) Undang-Undang PPLH bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1)
8
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk tindak pidana yang terkait dengan lingkungan hidup. Kelima. Menyatakan frasa di bawah koordinasi menteri dalam Pasal 95 ayat (1) Undang-Undang PPLH bertentangan dengan Pasal 29D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai di bawah koordinasi menteri kecuali menteri berdasarkan bukti permulaan yang cukup diduga terlibat dalam tindak pidana yang sedang disidik. Apabila Mahkamah berpendapat lain, mohon putusan yang seadiladilnya. Majelis Hakim Yang Mulia, kalau seandainya pada kesempatan ini ada rekan-rekan kami yang masih berkenan untuk menambahkan di dalam singkat … apa … la (…) 5.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Masih ada yang mau menambah?
6.
KUASA HUKUM PEMOHON: MAQDIR ISMAIL Ringkasan opening ini, kami persilakan. Terima kasih, Yang Mulia.
7.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Ada yang tambahan? Cukup? Ya, nanti kan ada nasihat-nasihat dari Yang Mulia Bapak-Bapak Hakim. Saya persilakan.
8.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Terima kasih, Yang Mulia Ketua. Kepada Para Kuasa Hukum ini, dari aspek formalnya ini ada beberapa orang yang tidak tanda tangan di surat kuasa maupun di surat permohonannya, supaya lebih tertib. Ndak usah saya sebutkan, dibuka saja kan sudah kelihatan itu. Supaya lebih tertib ini. Di bawah koordinasi Pak Maqdir ini, saya kira itu. Kemudian yang kedua, soal … saya dari belakang saja, soal petitum. Di dalam pengujian undang-undang itu Mahkamah tidak berwenang untuk menyatakan suatu undang-undang itu batal. Mahkamah berwenang hanya menyatakan atau bahwa undang-undang itu bertentangan. Oleh karena itu, pemeriksaannya sebenarnya hanya melakukan tes, apakah undang-undang itu secara konstitusional bertentangan atau tidak. Jadi, bertentangan atau tidak bertentangan itu ujung dari hasil pemeriksaan, bukan batal atau tidak batal. Kemudian yang berikutnya lagi. Ini soal selera ya bahwa di dalam petitum ini alternatif sebenarnya dibangun semacam jala yang besar dan yang kecil begitu, supaya tertangkap. Kalau tidak ini, ya ini, begitu ya. Tapi lazimnya tidak dalam satu ... apa namanya … satu poin begitu, lalu di … akan tetapi supaya lebih jelas itu distrukturkan misalnya. Kalau 9
menganut primer dan apa … subsidairnya itu begini, atau paling tidak begini. Tapi tadi saya baca, aduh. Oke. Tapi, saya kira itu tidak sematamata selera ya, tapi akan lebih me … apa nama … meme … memastikan bahwa pemeriksaan ini karena bertujuan untuk mengetes apakah ini bertentangan atau tidak, maka ini kan menyangkut kualifikasi pertentangannya. Kalau kualifikasi pertentangannya itu mutlak, ya berarti bertentangan sepenuhnya dan oleh karena itu pada poin berikutnya supaya dinyatakan tidak mengikat. Tapi kalau kualifikasi pertentangannya itu nisbi begitu ya, maka hanya kalau begini bertentangan. Kalau tidak, ya tidak. Oleh karena itu, hanya kalau begini tidak mengikat. Kalau begini, tidak. Saya kira itu perlu di … ditegaskan di dalam dua poin yang berbeda, gitu. Kalau yang poin apa namanya … petitum empat dan lima ini, saya kira jelas pendirian … menurut pendirian atau dalil Pemohon itu, ini nisbi, tidak … tidak mutlak. Itu soal ... apa namanya … soal petitum yang didasarkan pada posita yang dalilnya pertentangannya tidak mutlak atau pertentangannya nisbi. Kemudian yang berikutnya lagi saya akan ke arah positanya. Di dalam posita itu saya mencatat setelah saya membaca itu untuk pokok permohonan ini sebenarnya lebih tepat merupakan argumentasi yang diletakkan pada legal standing karena legal standing itu kerugian konstitusional dan kerugian konstitusionalnya itu bisa bersifat aktual atau bersifat nyata, gitu, atau yang masih bersifat potensi tapi berdasarkan nalar yang wajar pasti, terjadinya itu pasti. Karena yang pertama itu faktual atau aktual, maka yang pertama itu biasanya lebih banyak berupa kasus konkrit. Tapi meskipun kasus konkrit, itu dikaitkan dengan berlakunya suatu norma undang-undang. Jadi norma itu karena karakternya yang seperti apa, apakah rumusannya atau substansi, atau pilihan katanya itu menimbulkan keadaan sedemikian rupa sehingga bertentangan, karena bertentangan maka merugikan dia. Jadi dia dirugikan oleh karena pasal yang punya karakter seperti itu. Oleh karena itu, dia secara konstitusional dirugikan. Tapi ketika kita menguraikan soal posita yang sebenarnya merupakan bridging ke arah petitum, ya, fokusnya kepada soal argumentasi yang bersifat konstitusional, sedang satu-satunya argumentasi konstitusional itu didasarkan atau dieksplor dari Pasal 28D ayat (1) yang intinya itu pun hanya salah satu saja. Di situ kan sebenarnya ada banyak, ada perlindungan, ada jaminan, tapi yang dipilihnya kan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan karena soalnya itu di dua hal ini, maka elaborasinya menjadi minim. Seperti apa sebenarnya ketidakadilan yang diakibatkan atau yang muncul dari norma pasal? Apakah 59 yang dikaitkan dengan 102 itu? Dan seterusnya itu, ya, Pasal 95 termasuk di dalamnya. Itu seperti apa menjadi tidak jelas karena sebenarnya begini, Hakim itu fungsinya bagaimana di dalam melakukan testing terhadap ... 10
pengujian terhadap pasal itu yakin bahwa ini bertentangan. Oleh karena itu, yang menjadi soal sebenarnya bagaimana Pemohon itu meyakinkan kami bahwa ini bertentang? Kalau minim, ya, saya menjadi melihatnya kalau dari segi situ saja apa, ya, sih, apa tidak ada soal lain? Saya kira ini masih perlu dilengkapi karena yang harus yakin itu bukan kami bertiga, tapi nanti kami bersembilan, kami ini kan hanya memeriksa, awalnya saja yang nanti kami laporkan dengan bahan yang minim ini. Nanti apakah dia yakin apa tidak, itu kan soal yang menjadi kepentingan Para Pemohon. Ya, ... apa namanya ... Para Kuasa ini sebenarnya sudah sangat senior, begitu ya, saya berharap ini tidak menggarami lautan sebenarnya karena Saudara Maqdir, Saudara Alex (suara tidak terdengar jelas) sudah sangat lama saya mengenalnya, kecuali yang satu itu guru saya itu jarang-jarang praktik di sini itu. Itu, ya, yang pertama. Kemudian yang kedua, soal kontradiksi, akibat dari kontradiksi juga difokuskan pada ketidakpastian dan ketidakadilan, apa tidak ada yang lain? Atau lebih umum lagi barangkali begini, bagaimana suatu ... apa namanya ... suatu norma yang bertentangan, satu sama lain mengenai suatu hal itu dapat dikonstruksikan secara konstitusional, itu beretentangan? Karena sekali lagi, Mahkamah ini mengadili berdasarkan konstitusi, tidak berdasarkan hukum yang bukan konstitusi. Oleh karena itu, konstruksi-konstruksinya harus konstruksi yang sifatnya itu konstitusional, termasuk misalnya soal menteri ini. Ini kan kalau dari … dari segi hukumnya sudah biasa ini. Bahwa siapa pun tidak usah menteri, kalau dia sedang … sedang mengalami satu kasus, padahal fungsi dia itu terkait dengan kasus itu, dia tentu tidak akan dan tidak wajar secara hukum dia melakukan fungsi itu, tapi persoalannya sebenarnya letaknya tidak di situ untuk meyakinkan itu. Bukannya menteri itu adalah suatu jabatan yang berada di puncak dari suatu kementerian. Di dalam jabatan kementerian itu kan ada banyak yang berada di bawah menteri. Kalau menterinya yang sedang ... apa namanya … terkena permasalahan hukum misalnya soal pidana, begitu ya. Yang padahal penegakan hukum di sini kan bukan satu-satunya soal pidana itu, pidana. Bukannya masih ada yang lain. Kalau ada yang lain itu apakah kemudian dapat dikonstruksikan pula secara konstitusional bahwa karena dia secara organisatoris dan manajemen adalah berada di bawah menteri, begitu misalnya, maka dia tidak patut pula. Kalau dia tidak patut pula, maka selayaknya kemana? Kalau selayaknya kemana ini enggak jelas. Apa itu bukan suatu kevakuman hukum? Kalau itu vakum mengenai soal subjek yang … yang seharusnya menteri itu, lalu siapa? Ini enggak ada konstruksi-konstruksi seperti itu di sini. Oleh karena itu, ya namanya juga nasihat ya, saran begitu ya, selanjutnya terserah Anda saja, apakah ini akan menjadi poin yang ... 11
apa namanya … untuk menjadi pertimbangan memperbaiki soal ini apa tidak? Ya saya sepenuhnya terserah Anda. Tapi apapun saya terima kasih atas perhatiannya. Terima kasih, Yang Mulia Ketua. 9.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Terima kasih, Pak. Saya persilakan, Pak.
10.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Ya, terima kasih, Pak Ketua. Para Pemohon, sebetulnya Yang Mulia Pak Fadlil sudah menjelaskan secara keseluruhan. Saya juga ada beberapa catatan penting, barangkali juga tidak jauh bedanya dengan Pak Fadlil, tentu untuk lebih menyempurnakan. Sebetulnya penjelasan dari Pak Maqdir tadi lebih jelas ketimbang permohonan yang ditulis di sini karena ada background segala macam ya, terhadap persoalan lingkungan hidup. Memang ada dua hal yang sangat penting di dalam kita berperkara di MK ini. Pertama kalau berkaitan dengan legal standing, tentu memang betul-betul berkaitan dengan kerugian konstitusional. Meskipun tadi sudah menyampaikan jalan ceritanya ada dua norma yang bertentangan dalam satu Undang-Undang PLH itu. Yang satu mewajibkan, yang satu justru harus mendapatkan izin terlebih dahulu sehingga dirugikan. Jadi kerugian konstitusional ini saya kira coba diminta untuk dikonstruksikan lagi Para Pemohon ya. Apakah kerugian itu disebabkan oleh karena norma dalam undang-undang yang diujikan ini? Ataukah akibat putusan pengadilan? Karena di sini selalu mengaitkan bahwa dirugikan karena adanya putusan pengadilan. Jadi harus didudukkan lagi secara pas apakah kerugian itu karena norma dalam undang-undang yang diujikan ini, atau akibat putusan pengadilan? Jadi kerugian konstitusional atau kerugian akibat putusan pengadilan, itu satu. Yang kedua, memang saya juga tidak melihat secara spesifik, lebih fokus terhadap kerugian konstitusional yang dialami dalam kasus ini. Tetapi di sini kelihatannya lebih banyak mempertentangkan antara norma-norma tadi. Seyogianya memang lebih banyak kita mencoba mempertentangkan antara norma yang ada di dalam Undang-Undang a quo dengan konstitusi, sehingga sangat mudah nanti alurnya bagi Mahkamah untuk mencari mana hal-hal yang bersifat inkonstitusional itu. Jadi, kerugian konstitusional berada dalam legal standing. Kemudian, dalam pokok permohonan lebih kepada konstitusionalitas atau inkonstitusionalnya suatu norma. Yang ketiga, saya melihat di sini, di dalam permohonan ya, di dalam butir atau angka 26. Berkenaan dengan persoalan ultimum remedium ya yang diangkat di dalam butir 26 ini, khususnya berkenaan 12
dalam butir penjelasan bahwa ultimum remedium dalam penjelasan itu kan hanya berkaitan dengan persoalan pelanggaran baku mutu air limbah, emisi, dan gangguan. Sedangkan di dalam permohonan ini lebih ditekankan agar dimasukkan juga pengelolaan B3 ya di dalam permohonan ini. Nah, ini artinya, ini ada hal baru yang diminta oleh Pemohon, apakah ini conditionally constitutional atau diminta berperan sebagai positif legislator ini MK nanti? Enggak apa-apa, ini sebagai bahan untuk menganalisis saja, sehingga itu nanti akan sangat lebih tepat lagi dengan petitumnya yang ada. Saya kira itu yang menjadi catatan penting. Terima Kasih. 11.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Saya tambah-tambah sedikitlah. Sudah cukup banyak yang dinasihatkan oleh kedua Yang Mulia. Berarti meskipun demikian, saya juga perlu menambahkan. Ini di dalam permohonan ini saya lihat pasal yang dipertentangkan itu adalah Pasal 59 ayat (1) dengan Pasal 103. Sementara satu kewajiban, tapi kalau dia laksanakan dengan ayat (4) itu tanpa izin, kan dia bisa dipidana. Itu sehingga yang secara nyata dialami oleh Pemohon itu adalah bahwa dia dipidana karena itu. Soal pidananya terbukti tidaknya, itu urusannya peradilan umum. Itu kita sudah maklum sama-sama. Cuma barangkali yang perlu di … diketahui secara baik karena kita sudah sama-sama mengetahuinya. Tapi sekadar mengingatkan bahwa ini kan masalah lingkungan hidup. Itu masalah lingkungan hidup adalah salah satu daripada pasal yang berkaitan dengan HAM. Kalau HAM itu, Pasal 8 itu mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, jadi semua orang ber … ber … ber … berhak untuk mendapatkan. Sedangkan untuk HAM itu, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM itu adalah tanggung jawab negara atau pemerintah. Ini kan pemerintah mengeluarkan aturan. Jadi, di sini harus dilihat juga aspeknya. Begini, siapa yang menghasilkan limbah, wajib mengelolanya … mengolahnya … mengelolanya. Tapi karena dia kan yang menjadi penyebabnya. Oke, jangan sampai me … apa … mencemari orang … lingkungan orang lain, sehingga tidak mendapat lingkungan yang sehat dan baik. Nah, lalu pemerintah mengeluarkan aturan itu. Cuma persoalannya bahwa di dalam memperoleh itu, dia harus ada izin … izin. Ini secara administratif … administratif oleh karena tidak sembarang juga bisa mengelola ling … bahan limbah yang berbahaya dan beracun itu. Kalau sembarang orang, wah itu bisa celaka juga. Selain dia yang celaka, lingkungannya juga bisa dia celakakan. Jadi, mungkin ini … ini ada … harus di … dibuat sedemikian terpadu supaya … supaya bisa di … 13
diketahui, “Oh, ini di sini letak permasalahannya.” Karena tidak sembarang juga orang yang bisa mengelola bahan limbah B3 itu. Jadi, tidak sembarang, itu harus melalui … melalui … apa … suatu izin dan orang yang mempunyai keahlian atau ke … atau paling tidak mempunyai kemampuan tentang itu. Ini kan mungkin Anda akan memperbaiki nanti … salah … kalau menerima nasihat ini. Ada ini beberapa kesalahan tulis mungkin ya menurut saya. Itu nanti Anda lihat di halaman 12 permohona Anda. Itu ditulis itu … pastilah ini salah tulis, manusiawi sifatnya. Di baris ketiga dari bawah (suara tidak terdengar jelas) berbahaya dan beracun, ya. (Suara tidak terdengar jelas) berbahasa kesalahan tulis, manusia sifatnya, ndak usah dipersoalkan itu kesalahan tulisnya itu. Nah, di halaman 14 dan 15 permohonan Anda khususnya yang di bagian bawah itu angka 28, itu di situ kata dapat menurut Anda itu tidak tepat, jadi harus dikoordinasi. Jadi … kalau dapat itu jadi harus mungkin ada di dalam petitum, nanti selengkapnya bagaimana yang Anda mau. Karena minta dicoret itu kata dapat, toh? Jadi selengkapnya begini, sehingga kalau … saya lihat kalau kata dapat itu dicoret artinya dikeluarkan, itu memang sudah mutlak dikoordinasi oleh menteri. Itu kalau … karena Pasal 19 mengatakan, “Dalam rangka penegakan hukum ada pelaku tindak pidana lingkungan hidup, dapat dilakukan penegakan hukum,” begitu. Tapi kalau dapat-nya dicari, itu mutlak sudah. Tentu saja sebagaimana yang petitum lain Saudara, yaitu bahwa kalau menteri sendiri itu tidak terlibat di dalam tindak pidana. Tadi Yang Mulia Pak Dr. Ahmad Fadlil Sumadi sudah mengemukakan, di sini kita tidak membatalkan. Mohon maaf ya, kebetulan ada juga guru saya di sini Pak Marbun. Tidak menggarami laut dan tidak mengajar tupai pandai meloncat atau buaya pandai berenang, kita sekedar tukar pikiran. Kalau dibatalkan itu, harus ada subordinasi, artinya atasan kepada bawahan. Mahkamah Konstitusi bukan atasannya DPR dan bukan saingannya presiden. Yang biasa itu misalnya dibatalkan putusan pegawai negeri dibatalkan oleh pengadilan tinggi itu kan atasannya dia, dibatalkan itu. Jadi di sini seperti kata nasihat Yang Mulia Dr. Ahmad Fadlil Sumadi tadi bahwa kita hanya mengatakan bertentangan dan kalau itu bertentangan akibatnya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Itu di … Jadi ada beberapa kata dibatalkannya yang ada yang di sini mungkin nanti dalam perbaikan, insya Allah diperbaiki secara utuh. Kemudian ada juga di halaman 18 ini sudah petitum ini, mohon maaf. Lagi-lagi saya tidak menggarami laut, ini dikatakan menerima dan mengabulkan. Kalau sudah dikabulkan itu sudah pasti diterima, kalau diterima saja belum tentu dikabulkan lho. Kalau syarat-syarat umpanya banding itu dipenuhi, permohonan banding dinyatakan dapat diterima, tetapi ternyata putusannya tetap menguatkan putusan pengadilan negeri. Jadi mengabulkan saja saya kira sudah cukup, Pak, kalau 14
menurut pendapat saya. Kemudian yang Pak … apa … petitum kedua dibatalkan itu, mungkin diganti. Kemudian kata dapat di sini yang 95, satu di petitum ketiga nanti kan dilengkapi sehingga selengkapnya begini barangkali. Kemudian di bawah koordinasi menteri ini yang dikatakan … dinasihatkan oleh Yang Mulia tadi Dr. Ahmad Fadlil Sumadi bahwa ini bersyarat, kecuali kalau dinyatakan bahwa ini, ini, ini, oke. Ada satu mungkin yang dilupa, tetapi sebenarnya tidak masuk pun juga tidak apa-apa tetapi alangkah baiknya kalau dimasukkan. Itu Pasal 57 ayat (3) Undang-Undang MK itu mengatakan kalau itu dikabulkan di tempatkan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Itu kan itu … tapi Anda (suara tidak terdengar jelas) memasukkan kalau dikabulkan pasti kami masukkan, tetapi alangkah baiknya Anda memperbaiki barangkali, sekalian diperbaikilah nanti. Kemudian yang terkahir itu ex aequo et bono, biasanya di situ pakai atau. Kalau … apabila Mahkamah berpendapat lain, mohon putusan yang … artinya itu semacam alternatif daripada ini. Buat … sementara dari saya, tapi masih ada tambahan sedikit dari Yang Mulia. 12.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Ini mumpung masih ada perubahan ini, Pak Maqdir. Pak Maqdir ini justru senior saya juga. Ini halaman 3 angka 3 itu, itu memang ini kan pendaftarannya bulan Februari ya, jadi mumpung masih perubahan itu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 itu sudah dinyatakan tidak mengikat lagi, jadi sebaiknya ditiadakan. Undang-Undang Nomor 4, Pak, Tahun 2014 itu sudah … bukan lagi menjadi Undang-Undang MK. Itu saja, terima kasih.
13.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Sedikit lagi saya tambahkan, mohon maaf. Ini salah tulis juga. Mungkin … mudah-mudahan bukan … apa … siapa yang salah … salah ketik. Ini conditionally in constitutional. Kalau setahu saya, bahasa Inggris itu unconstitutional, un dia punya tulisan. Kalau inkonstitutional itu bahasa Belanda dan sudah di-Indonesia-kan. Jadi conditionally unconstitutional, ya. Jadi tidak konstitusional secara bersyarat, di anu itu lho di halaman 18 itu petitum angka 2, tapi kalau anu bisa dilihat nanti di kamus bahasa Inggris itu unconstitutional bukan inconstitusional kalau bahasa Inggris. Barangkali cukup sekian … ada … ada hal-hal yang akan dikemukakan saya persilakan.
15
14.
KUASA HUKUM PEMOHON: MAQDIR ISMAIL Tidak ada, Yang Mulia, kami hanya akan menyampaikan terima kasih atas nasihat-nasihat dari Yang Mulia semuanya akan kami coba akan kami perbaiki permohonan ini tentu dengan mengingat apa yang disampaikan oleh Yang Mulia Majelis Hakim. Kami … sekali lagi kami sampaikan terima kasih dan kemudian dalam pada itu kami mohon diberi waktu yang cukup untuk memperbaiki permohonan ini. Kalau seandainya Majelis Hakim tidak terlalu repot dan tidak terlalu banyak persidangan yang sudah dipersiapkan kami mohon waktu untuk selama dua minggu memperbaiki permohonan ini. Terima kasih, Yang Mulia.
15.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Oke, baiklah karena sudah merasa tidak ada lagi yang dikemukakan, cuma kami katakan bahwa menurut undang-undang itu paling lama 14 hari Anda bisa memperbaiki permohonan Anda, lebih cepat, bukan kampanye, lebih cepat tentu lebih baik, tapi memang itu undang-undang menyatakan paling lama. Jikalau lewat 14 hari, permohonan inilah yang akan dilaporkan ke pleno, tapi kalau ada perbaikan sebelum 14 hari dan itu langsung ke Kepaniteraan, itu bisa, pokoknya maksimal 14 hari. Sudah cukup ya terima kasih.
16.
KUASA HUKUM PEMOHON: MAQDIR ISMAIL Cukup. Terima kasih, Yang Mulia.
17.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Dengan demikian, sidang saya nyatakan selesai dan sidang ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 14.33 WIB Jakarta, 13 Maret 2014 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004 Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
16