MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 137/PUU-XII/2014
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I)
JAKARTA SENIN, 22 DESEMBER 2014
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 137/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi [Pasal 51 ayat (1)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Agbasi Chika ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Senin, 22 Desember 2014, Pukul 14.13 – 14.40 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Aswanto 2) Wahiduddin Adams 3) Anwar Usman Ida Ria Tambunan
(Ketua) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Hanung Hudiono 2. Iqbal Alif M.
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 14.13 WIB 1.
KETUA: ASWANTO Sidang dalam Perkara Nomor 137/PUU-XII/2014 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saudara memperkenalkan diri.
2.
Pemohon,
silakan
KUASA HUKUM PEMOHON: HANUNG HUDIONO Terima kasih, Yang Mulia. Saya Hanung Hudiono selaku Pemohon dari Penguji Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3.
KUASA HUKUM PEMOHON: IQBAL ALIF M. Terima kasih, Yang Mulia. Saya Iqbal Alif Maulana sebagai Pemohon I dan juga Kuasa Hukum dari Pemohon II untuk Permohonan Pengujian Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4.
KETUA: ASWANTO Baik, terima kasih. Agenda sidang kita pada hari ini adalah menyampaikan pokok-pokok permohonan. Ini adalah sidang dalam pemeriksaan pendahuluan. Diminta kepada Saudara Pemohon untuk menyampaikan pokok-pokok permohonan saja. Silakan, Saudara Pemohon.
5.
KUASA HUKUM PEMOHON: IQBAL ALIF M. Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Berdasarkan permohonan kami, pada halaman 25 tentang alasanalasan Permohonan Pengujian Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, di antaranya adalah: A. Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi bertentangan dengan
1
Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu: 1. Bahwa dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi berbunyi, “Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau hak konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: a) perorangan warga negara Indonesia, b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undangundang, c) badan hukum publik atau privat, atau d) lembaga negara.” 2. Bahwa Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi telah bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Karena dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara jelas dinyatakan, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Sementara, pada Pasal 51 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi hanya menyatakan warga negara Indonesia, bukan setiap orang. Maka jelas pasal dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi tersebut tidak sejalan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sehingga dengan demikian, Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi secara jelas membeda-bedakan hak asasi seseorang untuk diberlakukan sama di hadapan hukum. 3. Bahwa Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi telah membatasi Para Pemohon I dalam menjalankan, dan memenuhi kewajiban profesinya sebagai penasihat hukum yang melakukan pembelaan hukum untuk kepentingan kliennya, dan menegakkan hukum demi memperoleh kebenaran dan rasa keadilan berdasarkan moral justice, legal justice, dan social justice. 4. Bahwa bukanlah karena status kewarganegaraan Pemohon II yang menjadikan keadannya terbatas, tetapi justru Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusilah yang justru membatasi hak hukum seseorang dan secara jelas telah bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik 2
Indonesia Tahun 1945. Sesungguhnya, penegasan hak dasar dan perlakuan hukum yang adil terhadap setiap manusia yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sesuai dengan Pasal 7 Universal Declaration of Human Rights yang merupakan pedoman umum di setiap negara hukum dan Negara Indonesia adalah negara yang berlandaskan hukum, recht staat, dimana salah satu unsur yang dimiliki negara hukum adalah pemenuhan akan hak-hak dasar manusia atau fundamental rights. 5. Bahwa dalam negara hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu, tanpa membedakan latar belakangnya, sehingga semua orang memiliki hak untuk diperlakukan sama di hadapan hukum, equality before the law. Persamaan di hadapan hukum harus diartikan secara dinamis dan tidak dapat diartikan secara statis. Artinya, kalau ada persamaan di hadapan hukum bagi semua orang, maka harus diimbangi juga dengan persamaan perlakuan (equality treatment) bagi semua orang. Jika yang bersengketa datang ke hadapan hakim, maka mereka harus diperlakukan sama oleh hakim tersebut, audi et alteram partem. Namun, apa yang dialami oleh Pemohon II adalah di luar hal-hal tersebut, dimana Pemohon II telah diperlakukan secara tidak adil dalam proses peradilannya sebagai seseorang yang telah dinyatakan bersalah melanggar UndangUndang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Sementara, dalam barang bukti sendiri, baik yang (suara tidak terdengar jelas) dalam tingkat pengadilan negeri maupun tingkat kasasi, tidak ada satu pun di dalamnya menyatakan barang bukti berupa narkotika. Kemudian, Pemohon II terbentur lagi dengan adanya Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, dimana seharusnya Pemohon II dapat melakukan upaya hukum demi keadilan dirinya yang secara nyata merupakan hak dari Pemohon II. Sehingga dengan demikian, Pemohon II telah dikurangi, dirugikan, dan dibatasi hak-hak konstitusionalnya di Negara Indonesia ini yang notabene adalah sebuah negara hukum. 6. Bahwa persamaan di hadapan hukum yang diartikan secara dinamis tersebut dipercayai akan memberikan jaminan adanya akses untuk memperoleh keadilan, access to justice, bagi semua orang tanpa memedulikan latar belakangnya. Menurut Aristoteles, keadilan harus dibagikan oleh negara kepada semua orang dan hukum yang mempunyai tugas menjaganya agar keadilan sampai kepada semua orang tanpa kecuali. Sehingga dengan demikian, Pemohon II meskipun mempunyai status warga negara asing, 3
namun hak untuk memperoleh keadilan adalah wajib diberikan kepadanya. Karena (suara tidak terdengar jelas) tersebut adalah milik setiap orang, bukan hanya warga negara tertentu saja. 7. Bahwa perolehan pembelaan dari seorang advokat atau pembela umum, access to legal council adalah hak asasi manusia yang sangat mendasar bagi setiap orang. Dan oleh karena itu, merupakan salah satu syarat untuk memperoleh keadilan bagi semua orang, justice for all. Sehingga dengan demikian, para Pemohon I telah dipermalukan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia karena semua yang dilakukan Para Pemohon I dalam kepentingan pembelaan perkara yang dialami Pemohon II dianggap tidak bernilai, dianggap sia-sia dan penurunan nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi dalam semangat keadilan dan persamaan di hadapan hukum, maka dalam hal ini Para Pemohon I pun telah dirugikan hak konstitusionalnya dengan adanya Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. B. Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi bertentangan dengan Pasal 28H ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: 1. Bahwa dalam Pasal 28H ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia berbunyi, “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.” Maka jika kita lihat dengan apa yang dibunyikan dalam Pasal 51 ayat (1) UndangUndang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi secara jelas dan nyata telah bertentangan di antara kedua pasal tersebut. Karena dalam Pasal 28H ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, seharusnya setiap orang berhak atas persamaan dan keadilan. Artinya, kedudukan dan … kedudukan atas persamaan dan keadilan adalah hak setiap orang, bukan hanya golongan, kelompok, atau bahkan warga negara tertentu saja, namun persamaan dan keadilan merupakan hak dasar setiap orang yang telah terikat sejak lahir di dunia. 2. Bahwa pada kenyataannya, Pemohon II sesungguhnya telah diperlakukan sama, dengan telah dinyatakan dirinya bersalah atas perbuatannya melanggar Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan UndangUndang Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan sedang menjalani hukuman untuk perbuatannya itu. Namun yang mengherankan, justru kenapa dalam hal untuk mendapatkan keadilan, upaya hukum terhadap Pemohon II tidak sama. Adanya Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Negara Republik 4
Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi justru membatasi dan membedakan upaya hukum Pemohon II yang seharusnya tidak terjadi. Karena hak untuk diperlakukan sama dan memperoleh keadilan, merupakan hak setiap orang, sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, singkatnya, Pemohon II dihukum berdasarkan Undang-Undang Pemidanaan yang berlaku di Negara Republik Indonesia yang sama atas sebuah pelanggaran, tetapi tidak memperoleh upaya hukum yang sama dalam pembelaan dan dalam menyatakan keberatan atas terjadinya kekeliruan penerapan hukumnya, ataupun adanya pelanggaran hak-hak konstitusional atau hak asasi manusia yang terjadi dan tercermin pada penerapan pasal-pasal dalam Undang-Undang Pemidanaan dimaksud. 3. Bahwa selama menyangkut persoalan persamaan dan keadilan yang merupakan bagian dari hak asasi manusia tanpa kecuali, setiap negara dan perangkat atau lembaga yang ada di dalam negara memiliki tanggung jawab untuk memenuhi hak asasi manusia pribadi-pribadi yang ada di dalam yurisdiksinya, termasuk orang asing sekalipun. Oleh karenanya, pada takaran tertentu, akan menjadi sangat salah untuk mengidentikkan atau menyamakan antara hak asasi manusia dengan hak-hak yang dimiliki warga negara. Hak asasi manusia dimiliki oleh siapa saja, sepanjang ia bisa disebut sebagai manusia. Demikian makna yang secara nyata terkandung dalam Pasal 28H ayat (2) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 tersebut. Sehingga dengan demikian, kedudukan Pemohon II sebagai orang tidak dapat dengan mudah kehilangan haknya untuk diperlakukan sama di hadapan hukum dan untuk mendapat keadilan. 4. Bahwa demikian juga yang dialami oleh Para Pemohon I, telah diperlakukan tidak sama, sebagaimana misalnya para advokat lain membela kliennya yang berstatus warga negara Indonesia. Sehingga dengan demikian, kerugian konstitusional yang dialami Para Pemohon I dalam hal pembelaan telah terjadi pembedaan hanya karena pembatasan yang tertuang dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Para Pemohon I telah dibatasi ruang pembelaannya, dimana seharusnya upaya pembelaannya yang dilakukan Para Pemohon I didukung dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. C. Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi bertentang dengan Pasal 28I ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5
1. Bahwa dalam Pasal 28I ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi, “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan, pikiran, dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.” Bahwa Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi untuk telah bertentangan dengan hak konstitusional Pemohon II untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. 2. Bahwa dalam forum Mahkamah Konstitusi ini, sebagaimana disebutkan pada Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, warga negara asing tidak diakui sebagai pribadi di muka hukum. Padahal, untuk penerapan seluruh undang-undang, dia diakui sebagai subjek hukum, termasuk diizinkan untuk menuntut atau dituntut di peradilan umum. Sehingga dengan demikian, dengan adanya Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Pemohon II telah mengalami kerugian atas hak konstitusionalnya untuk diakui secara sah sebagai pribadi di hadapan hukum. 3. Bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana dinyatakan dalam Seminar Nasional Indonesia pada tahun 1966 di Jakarta tentang Indonesia Negara Hukum. Begitu pula dalam konstitusi kita, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga memuat jaminan perlindungan atas hak asasi manusia. Menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. dalam tulisannya “Demokrasi dan Hak Asasi Manusia dari Konstitusi Kita” salah satunya menyatakan setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Demikian juga dinyatakan dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia yang berbunyi, “Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut, dan memperoleh perlakuan, serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di depan hukum.” Dan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai 6
manusia pribadi di mana saja dia berada.” Bahwa pasal tersebut dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang merupakan implementasi dari Pasal 28I ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, artinya UndangUndang Hak Asasi Manusia yang kita miliki pun sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sehingga dengan demikian, Pemohon II yang telah dihukum berdasarkan Undang-Undang Pemidanaan yang berlaku di Indonesia, seharusnya juga diakui sebagai pribadi di hadapan hukum di Indonesia karena Negara Indonesia sebagai negara hukum sendiri dalam konstitusinya, maupun UndangUndang Hak Asasi Manusianya tidak membeda-bedakan hak asasi manusia. Maka dengan adanya Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Pemohon II telah dirugikan hak konstitusionalnya sebagai pribadi di hadapan hukum dan hal tersebut bertentangan dengan Pasal 28I ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan ketentuan tentang hak asasi manusia di Indonesia. D. Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi bertentangan dengan Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 1. Bahwa dalam Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi, “Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.” Maka Para Pemohon I dan Pemohon II telah mendapat perlakuan yang diskriminatif atas adanya Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. 6.
KETUA: ASWANTO Saudara Pemohon, ini karena kita juga sudah terima secara tertulis, coba poin-poinnya saja. Poin pentingnya saja, jangan dibacakan semua.
7.
KUASA HUKUM PEMOHON: IQBAL ALIF M Baik, Yang Mulia. Kami langsung pada petitum saja, Yang Mulia, jika diperkenankan.
7
Berdasarkan seluruh uraian di atas dan bukti-bukti terlampir, jelas bahwa di dalam permohonan uji materiil ini terbukti bahwa Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi merugikan hak konstitusional Para Pemohon yang dilindungi, dihormati, dimajukan, dan dijamin Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, diharapkan dengan dikabulkannya permohonan ini, dapat mengembalikan hak konstitusional Para Pemohon sesuai dengan amanat konstitusi. Dengan demikian, para Pemohon I mohon kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Yang Mulia berkenan memberikan putusan sebagai berikut. 1. Menerima dan mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya. 2. Menyatakan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, undang-undang telah bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (1), ayat (2), dan ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 3. Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau apabila Mahkamah berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya. Terima kasih, Yang Mulia. 8.
KETUA: ASWANTO Baik.
9.
HAKIM ANGGOTA: ANWAR USMAN Ya. Terima kasih, Yang Mulia. Kewajiban undang-undang ya, untuk memberikan masukan ya, terkait dengan permohonan Saudara. Yang pertama, coba dicek di Kepaniteraan, apakah Pasal yang Saudara uji ini pernah diuji atau belum, ya. Kemudian, apa amar putusannya? Bagaimana? Dan tentu saja dikaitkan dengan pertimbangannya bagaimana, ya. Nah, dari situ, nanti kalau sudah menemukan bahwa ternyata pasal yang diuji ini sudah ada, sudah pernah diuji sebelumnya, nanti Saudara bisa memberikan uraian yang berbeda. Kalau misalnya, putusannya dulu katakanlah ditolak ya, katakanlah seperti itu. Lalu melihat, dalil-dalilnya harus beda, alasanalasannya tidak bisa sama dengan alasan-alasan yang pernah diajukan, termasuk pasal dari Undang-Undang Dasar, maksudnya, yang dijadikan batu uji, ya, itu sama atau tidak, itu yang pertama. 8
Kemudian, ya secara umum, permohonan ini sudah bagus. Saya langsung ke petitum. Itu untuk petitum angka 1, itu tidak perlu menerima dan mengabulkan, langsung saja mengabulkan, tidak perlu menulis menerima. Kemudian, untuk petitum angka 2, itu harus dipisah, ya, pertanyaan bertentangan, ya, dengan Undang-Undang Dasar 1945 tersendiri, ya. Kemudian pernyataan tidak mempunyai kekuatan hukum tersendiri, ya. Jadi, poin tersendiri. Jadi, harus dijadikan dua poin. Untuk sementara itu. Terima kasih, Yang Mulia. 10.
KETUA: ASWANTO Terima kasih, Yang Mulia. Selanjutnya saya undang Yang Terhormat Yang Mulia Bapak Dr. Wahiduddin Adams. Silakan.
11.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Terima kasih, Prof. Aswanto. Untuk agenda Pemeriksaan Pendahuluan ini, Majelis memberikan nasihat terkait dengan Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Ya, pertama, tadi sudah disampaikan oleh Yang Mulia Dr. Anwar Usman untuk mempelajari putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya ya, itu ada dua putusan, ya. Kalau boleh, ini kan nomornya ada 23/PUUV/2007, kemudian Nomor 73/PUU-VIII/2010. Ya, nanti dilihat dari isi putusan itu, dipelajari. Ini juga nanti berguna untuk menyusun di petitumnya, ya. Karena terkait nanti dengan positanya juga ya, dasar pengujiannya atau batu ujinya. Itu dilihat, ya. Yang kedua, dipertegas juga siapa Pemohon sesungguhnya dari … dalam permohonan tertulis, Pemohon I adalah Didit Wijayanto Wijaya, Antonius Sujata, Ahmad Murad, Erdiana, Ristan B.P. Simbolon, Hanung Hudiono, Iqbal Alif Maulana. Dan Pemohon II adalah Agbasi Chika. Dalam Surat Kuasa Pemohon II terdapat nama penerima kuasa, yaitu Pemohon I, ini diperjelas, apakah Pemohon sebagai Advokat, ya, (suara tidak terdengar jelas) atau sebagai perorangan warga negara Indonesia yang mengalami kerugian konstitusional? Atau seolah-olah sudah menganggap pengujian ini sudah diterima atau … coba di … kemudian, di halaman 22, 23, tadi mungkin akan dibacakan tadi. Itu kerugian konstitusionalnya perlu dipertajam, ya, tidak hanya menyebutkan lima syarat batasan kerugian dan pasal yang diajukan batu uji atau dasar pengujian, tapi menjelaskan apa kerugian yang sebenarnya. Kan hanya dihadap-hadapkan pasalnya saja itu dari kelima itu. Nah, tadi karena sudah ada putusan sebelumnya, saya sebutkan tadi ada dua putusan, ya, itu nanti dilihatlah, apakah ada argumentasi baru yang dapat mengubah yurisprudensi sebelumnya. 9
Kemudian, bukti, ini belum melampirkan Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, ya, belum dilampirkan. Yang dilampirkan surat kuasa dan … ya surat kuasanya yang sudah dilampirkan, ya. Ya, itu saja saya kira. Terima kasih. 12.
KETUA: ASWANTO Terima kasih, Yang Mulia. Saya ingin menambahkan juga. Saudara Pemohon, ini mulai dari awal permohonan Saudara, itu Pengujian Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Anda harus melihat kembali bahwa sebenarnya nomor undang-undang ini sudah pernah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 ya. Tolong nanti dicantumkan itu bahwa Undang-Undang Mahkamah Konstitusi Nomor 24 Tahun 2003, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011. Mulai dari bagian awal sampai pada petitum Saudara, tidak pernah mencatumkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008[Sic!] ya. Lalu, kemudian, apa yang disampaikan oleh Kedua Yang Mulia tadi, kiranya itu menjadi catatan. Namun, itu kembali kepada Saudara, itu hak Saudara. Lalu, yang Saudara minta ini untuk diuji kan Pasal 50 ayat (1) ya, eh, sori, Pasal 51 ayat (1). Nah, sebagaimana yang Kedua Yang Mulia tadi menyampaikan bahwa kerugian konstitusional yang Saudara atau Pemohon alami, itu harus diurai secara spesifik. Harus diurai secara jelas, dan kerugian konstitusional itu harus spesifik. Dengan berlakunya norma yang ada di dalam pasal dimaksud, maka Saudara mengalami kerugian konstitusional, baik yang faktual, maupun yang potensial, itu harus diurai secara konkret. Dan harus juga diuraikan bahwa dengan tidak diberlakunya norma itu, norma yang akan diuji itu, maka dapat diprediksi bahwa kerugian itu tidak akan terjadi. Nah, ini yang penting Saudara elaborasi, sehingga Majelis Hakim nanti yakin dengan apa yang Saudara minta, gitu ya. Masih ada yang Saudara ingin sampaikan?
13.
KUASA HUKUM PEMOHON: HANUNG HUDIONO Cukup, Yang Mulia.
14.
KETUA: ASWANTO Baik. Nah, Saudara punya hak, apakah akan memperbaiki sebagaimana yang disarankan oleh para … atau yang disarankan oleh Anggota Panel tadi, oleh Panel. Kalau Saudara mau memperbaiki, 10
Saudara punya waktu 14 hari ya, 14 hari dari sekarang ya. Namun, sekalipun belum sampai pada 14 hari, kalau Saudara sudah menyelesaikan, Saudara bisa memasukkan perbaikan dimaksud ya, langsung ke Kepaniteraan. Tapi kalau Saudara menganggap ini sudah cukup, juga enggak apa-apa, itu adalah hak Saudara. Berarti yang akan menjadi dasar untuk kita menindaklanjuti permohonan ini adalah permohonan awal yang kita terima, yang kita bahas sekarang ini ya. Baik, kalau tidak ada lagi yang Saudara akan sampaikan, maka sidang pada hari ini cukup dan dinyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 14.40 WIB Jakarta, 22 Desember 2014 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
11