MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 10/PUU-XII/2014
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN AHLI/SAKSI DARI PRESIDEN DAN PIHAK TERKAIT (VI)
JAKARTA SENIN, 1 SEPTEMBER 2014
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 10/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara [Pasal 102 dan Pasal 103] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (APEMINDO) 2. PT Harapan Utama Andalan dan PT Pelayaran Eka Ivanajasa 3. Koperasi TKBM Kendawangan Mandiri, dkk. ACARA Mendengarkan Keterangan Ahli/Saksi dari Presiden dan Pihak Terkait (VI) Senin, 1 September 2014, Pukul 14.07 – 15.50 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Hamdan Zoelva Anwar Usman Maria Farida Indrati Aswanto Ahmad Fadlil Sumadi Muhammad Alim Patrialis Akbar Wahiduddin Adams
Cholidin Nasir
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Topo Santoso B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Refly Harun 2. R. M. Maheswara Prabandono 3. Ahmad Irawan. C. Kuasa Hukum Pihak Terkait: 1. 2. 3. 4.
Janses E. Sihaloho Arif Suherman Ridwan Darmawan Beny Dikti Sinaga
D. Saksi dari Pihak Terkait: 1. Salvius Seko E. Pemerintah: 1. 2. 3. 4. 5.
Susyanto Mualimin Abdi R. Sukhyar Agus Hariadi Supriadi
F. Ahli dari Pemerintah: 1. 2. 3. 4. 5.
Yusril Ihza Mahendra Hikmahanto Juwana Ahmad Redi Ryad Chairil Siti Rochani
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 14.07 WIB
1.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Sidang Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 10/PUUXII/2014 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon saja yang hadir.
2.
perkenalkan dulu siapa
KUASA HUKUM PEMOHON: MAHESWARA PRABANDONO Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera buat kita semua dan selamat siang. Pada hari ini Pemohon hadir dengan kami Kuasanya Refly Harun, saya sendiri Maheswara Prabandono dengan Ahmad Irawan. Lalu dari Pemohon Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (APEMINDO) dengan beberapa orang perwakilannya Bapak Topo Santoso dan juga beberapa Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu di belakang kami. Terima kasih, Yang Mulia.
3.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik, terima kasih. Dari Pemerintah mewakili Presiden.
4.
PEMERINTAH: AGUS HARIADI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Selamat sore. Dari Pemerintah hadir mewakili Presiden. Di sebelah kanan saya Dr. R. Sukhyar, Direktur Jenderal Minerba ESDM. Saya sendiri Agus Hariadi, di sebelah kiri saya Bapak Mualimin Abdi dari Kementerian Hukum dan HAM, sebelah kirinya lagi Bapak Susyanto Kepala Biro Hukum ESDM, dan yang paling ujung Bapak Supriadi dari ESDM, kemudian di belakang juga hadir teman-teman dari ESDM dan Kementerian Hukum dan HAM. Terima kasih, Yang Mulia.
5.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Dari Pihak Terkait.
1
6.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: RIDWAN DARMAWAN Terima kasih, Yang Mulia. Hadir Kuasa dari Pihak Terkait. Yang pertama saya sendiri Ridwan Darmawan, S.H., di sebelah kiri saya ada Beny Dikti Sinaga, S.H., sebelah kanan ada Janses E. Sihaloho, S.H., dan Arif Suherman, S.H. Terima kasih, Yang Mulia.
7.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Terima kasih. Di meja Majelis Hakim ada surat dari Pemerintah untuk mengajukan nama-nama perusahaan yang akan menjadi Pihak Terkait, betul? Seharusnya yang menjadi Pihak Terkait itu adalah atas permintaan dari yang bersangkutan sendiri atau ditetapkan oleh Mahkamah secara langsung. Kalau Pemerintah mengajukan ini pertimbangan dari Majelis, kalau mengajukan sebagai saksi silakan saja, tapi tidak menjadi Pihak Terkait ya, kalau itu menjadi saksi fakta, ya. Baik, silakan nanti ajukan sebagai saksi kalau memang mau didengar keterangannya dalam sidang. Selanjutnya hari ini kita akan mendengarkan keterangan ahli dari Pemerintah, ya. Ada empat ahli yang diajukan hari ini dan satu saksi dari Pihak Terkait. Ahli dari Pemerintah saya sebut nama dan silakan ke depan untuk diambil sumpah terlebih dahulu. Prof. Yusril Ihza Mahendra, silakan ke depan. Prof. Hikmahanto Djuana, ya silakan. Dr. Ahmad Redi. Prof. Siti Rohani, M.Sc. Ini kita ajukan sekaligus empat orang, biasanya empat Ahli ini keterangannya tidak terlalu panjang, biasanya.
8.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Izin, Yang Mulia.
9.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya.
10.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Ada satu lagi, Yang Mulia, sudah hadir, ahli. Apa sekalian disumpah atau nanti saja?
11.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ahli lagi?
2
12.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Ahli Dr. Ryad.
13.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ini tidak ada namanya di sini.
14.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Ada, Yang Mulia.
15.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ada? Oh, ya. Dr. Sonny Keraf? Tidak apa-apa disumpah dulu, tapi kita lihat waktunya nanti, ya.
16.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Ryad.
17.
Ya, Dr. Sonny Keraf dalam perjalanan cuma yang sudah hadir Dr.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Dr. Ryad Chairil. Ya, silakan. Nanti lihat alokasi waktunya. Apakah semua beragama Islam? Islam ya. Silakan.
18.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Silakan mengikuti kata sumpahnya, dimulai. “Bismillahirrahmanirrahim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.”
19.
PARA AHLI BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH: Bismillahirrahmanirrahim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.
20.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Cukup, terima kasih.
3
21.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, silakan kembali ke tempat. Satu Saksi dari Pihak Terkait ada? Ya. Agama Katolik? Salfius Seko, ya.
22.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Ya, mohon ikuti saya. “Saya berjanji sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya tidak lain dari yang sebenarnya, semoga Tuhan menolong saya.”
23.
SAKSI BERAGAMA KRISTEN BERSUMPAH: Saya berjanji sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya tidak lain dari yang sebenarnya, semoga Tuhan menolong saya.
24.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Terima kasih.
25.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, silakan kembali ke tempat. Terima kasih. Silakan ahli dari Pemerintah siapa yang diajukan terlebih dahulu?
26.
PEMERINTAH: AGUS HARIADI Terima kasih, Yang Mulia. Dari Pemerintah, yang pertama yang perlu untuk didengar keterangannya Ahli dari Pemerintah, pertama Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra. Kedua, Prof. Dr. Hikmahanto. Ketiga, Prof. Siti Rochani. Keempat, Dr. Sonny Keraf. Kelima, Ir. Ryad Chairil. Dan terakhir Dr. Ahmad Redi. Terima kasih, Yang Mulia.
27.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, baik. Silakan, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra.
28.
AHLI DARI PEMERINTAH: YUSRIL IHZA MAHENDRA Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Para Pemohon dan Kuasanya, Kuasa Hukum Presiden Republik Indonesia, dan wakil dari Dewan Perwakilan Rakyat, Pihak Terkait, Hadirin yang saya muliakan. 4
Izinkan saya untuk memberikan keterangan Ahli dalam perkara ini sebagai berikut. Pertama, maksud Para Pemohon dalam perkara pengujian undang-undang dengan Register Nomor 10/PUU-XII/2014 adalah ingin menguji norma yang terkandung di dalam Pasal 102 dan Pasal 103 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara selanjutnya disebut Undang-Undang Minerba terhadap Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 ayat (3) UndangUndang Dasar Negara Tahun 1945. Para Pemohon mendalilkan bahwa norma Pasal 102 dan 103 Undang-Undang Minerba bertentangan dengan norma konstitusi dan memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan norma Pasal 102 dan 103 Undang-Undang Minerba bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, bila dimaknai dengan pelarangan terhadap ekspor bijih (raw material atau ore) oleh karena Pemohon adalah spesifik hanya memfokuskan permohonannya pada penafsiran larangan ekspor terhadap Pasal 102 dan 103 Undang-Undang Minerba, maka saya akan memberikan keterangan hanya terkait dengan norma-norma ini saja. Ketiga, norma Pasal 102 dan 103 Undang-Undang Minerba berada dalam Bab 13 dengan Judul Hak dan Kewajiban yang berisi tentang pengaturan dan hak dan kewajiban para pemegang IUP dan IUPK yang antara lain berisi kewajiban untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam mineral dan/atau batubara dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan, dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batubara. Maksud dari norma Pasal 102 adalah jelas agar usaha penambangan mineral dan batubara tidak semata-mata mengekspor bahan baku, tetapi meningkatkan nilai tambahnya. Misalnya meningkatkan bahan mentah menjadi bahan … meningkatkan bahan mentah hasil penambangan menjadi bahan baku industri, baik bahan setengah jadi maupun bahan jadi. Peningkatan nilai tambah ini tidaklah mengandung pertentangan apa pun dengan prinsip negara hukum. Sebagaimana diatur di dalam norma Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 juga tidak bertentangan dengan norma Pasal 27 ayat (2) yang mengatur hak setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Karena dengan melakukan peningkatan nilai tambah, maka akan tercipta lapangan kerja yang lebih luas dan lebih banyak. Begitu juga pasal ini, tidak mengandung sesuatu hal yang multitafsir sehingga bertentangan dengan norma Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Demikian pula saya tidak melihat adanya pertentangan norma antara Pasal 102 Undang-Undang Minerba dengan norma konstitusi Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 karena peningkatan nilai tambah justru bertujuan agar kekayaan
5
alam dapat meningkatkan kemakmuran rakyat jika nilai tambahnya ditingkatkan. Keempat. Bahwa norma Pasal 103 ayat (1) Undang-Undang Minerba mengatur lebih lanjut bahwa pemegang IUP dan IUPK wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangannya di dalam negeri adalah konsekuensi logis dari norma yang diatur dalam Pasal 102. Kalau peningkatakan nilai tambah dilakukan di luar negeri, maka hasil dari peningkatan nilai tambah itu tidak banyak artinya dalam menciptakan lapangan kerja di dalam negeri serta meningkatkan pendapatan negara dalam meningkatkan kemakmuran rakyat. Jadi pengolahan di dalam dan di luar negeri bukan sekedar masalah tempat di mana dilakukan pemurnian dan pengolahan, tapi berkaitan langsung dengan besar kecilnya manfaat yang akan diperoleh dari kewajiban melakukan pengolahan dan pemurnian. Terhadap norma Pasal 102 dan 103 ayat (2) … ayat (3) dikatakan … oleh ayat (3) dikatakan, “Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan nilai tambah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102, serta pengolahan dan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.” Dengan demikian, jelaslah bahwa norma Pasal 102 dan 103 ayat (1) Undang-Undang Minerba mengandung pengaturan bahwa pemegang IUP dan IUPK, wajib meningkatkan nilai tambah dan wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil tambangnya di dalam negeri. Pengaturan lebih lanjut terhadap pasal ini diserahkan kepada peraturan pemerintah. Lima, dengan corak pengaturan sebagaimana norma yang tertuang dalam Pasal 103 ayat (1), (2), dan (3). Saya tidak melihat adanya pertentangan apapun dalam norma konstitusi sebagaimana diatur dalam pasal 100 … sebagaimana diatur diatur di dalam Pasal 1 ayat (3), Pasal 27A ayat (2), Pasal 28D ayat (1), serta Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Norma pengaturan di dalam Pasal 103 ini dapat dikatakan belum selesai karena masih memerlukan pengaturan lebih lanjut di dalam peraturan pemerintah. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 mengatakan, “Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.” Oleh karena itu, peraturan pemerintah yang diterbitkan untuk melaksanakan norma Pasal 102 dan Pasal 103 Undang-Undang Minerba ini haruslah berisi norma untuk menjalankan norma undang-undang ini sebagaimana mestinya seperti diperintahkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Kalau sekiranya peraturan pemerintah atau peraturan lain yang lebih rendah ternyata telah menerjemahkan atau menafsirkan norma Pasal 102 dan Pasal 103 ini dengan larangan ekspor bahan mentah (raw material atau ore) sebagaimana dikatakan oleh Para Pemohon dan Pemohon menganggap penafsiran tersebut tidaklah sebagaimana 6
mestinya, sehingga bertentangan dengan norma Pasal 1 ayat (3), Pasal 27A ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, maka Mahkamah Konstitusi hemat kami tidak berwenang untuk menilainya. Mahkamah Agung pun, hemat saya tidak berwenang untuk menilainya. Karena kewenangan Mahkamah Agung adalah menguji peraturan di bawah undang-undang terhadap undangundang, bukan terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Keenam. Menurut hemat saya, Mahkamah Konstitusi barulah berwenang untuk menguji satu norma undang-undang yang didalilkan Pemohon bertentangan dengan norma Undang-Undang Dasar Tahun 1945 apabila norma undang-undang itu telah selesai dan tidak memerlukan pengaturan lebih lanjut dalam peraturan perundangundangan yang lebih rendah. Kalau ada norma seperti itu, jelas membuka peluang kepada pejabat birokrasi pemerintah untuk bertindak sewenang-wenang, sehingga melanggar prinsip negara hukum dan melanggar asas kepastian hukum yang adil. Norma undang-undang yang seperti inilah yang dapat diuji dan dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Namun, apabila ada norma undang-undang yang potensial multitafisir, yang dapat melanggar norma konstitusi, tapi dikatakan ketentuan lebih lanjut akan diatur dengan peraturan pemerintah, peraturan presiden, dan seterusnya, maka penilaian sifat multitafisir yang merugikan hak konstitusional Pemohon, baru dapat dinilai dengan adanya peraturan yang lebih rendah itu dengan cara mengujinya ke Mahkamah Agung. Tujuh. Pada hemat saya, Pasal 102 dan Pasal 103 ayat (1) Undang-Undang Minerba memang sengaja dirumuskan seperti itu oleh para pembentuk undang-undang agar pemerintah dapat mengatur masalah tersebut secara lebih fleksibel. Sehingga apabila perlu dilakukan perubahan, maka tidak perlu dilakukan perubahan terhadap norma undang-undang, tapi cukup pada norma peraturan yang lebih rendah, seperti peraturan pemerintah, peraturan presiden, atau peraturan Menteri ESDM. Bahwa jika undang-undang mewajibkan para pemegang IUP dan IUPK untuk melakukan peningkatan nilai tambah terhadap produksi tambangnya dan peningkatan nilai tambah yang dilakukan dengan pengolahan dan pemurnian yang wajib dilakukan di dalam negeri, maka konsekuensinya adalah ekspor terhadap raw material atau ore memang harus dilarang. Sebab kalau tidak dilarang, maka adanya norma yang mengatur bahwa pengolahan dan pemurnian wajib dilakukan di dalam negeri menjadi tidak ada artinya. Namun dengan mengingat begitu banyak produksi tambang, khususnya mineral dan memerlukan kebijakan yang berbeda-beda dalam melakukan pengolahan dan pemurnian, maka pengaturan lebih lanjut memang tidak layak dituangkan dalam undang-undang. Dalam kenyataannya, peraturan pemerintah pun memberikan ruang pengaturan lebih rinci terhadap 7
pengolahan dan pemurnian mineral-mineral tertentu kepada peraturan Menteri ESDM. Sebagai aturan kebijakan, maka wajar jika peraturan pemerintah atau peraturan Menteri ESDM dinilai tidak konsisten dan selalu berubahubah. Ketidakkonsistenan itu justru adalah untuk menyesuaikan kebijakan dengan kenyataan yang muncul pada suatu waktu tertentu, baik disebabkan oleh faktor-faktor di dalam maupun di luar negeri. Kedelapan. Berdasarkan uraian-uraian tadi, izinkanlah kami menyampaikan kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi, kesimpulan pendapat kami. Bahwa norma Pasal 102 dan Pasal 103 Undang-Undang Minerba tidaklah bertentangan dengan norma Pasal 1 ayat (3), Pasal 27A ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, sehingga Mahkamah tidak perlu memaknai bahwa kedua pasal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 jika dimaknai dengan pelarangan terhadap ekspor bijih (raw material atau ore). Karena pemaknaan demikian terdapat dalam norma peraturan perundang-undangan yang lebih rendah, yang mempunyai kekuatan hukum yang berlaku, baik formal maupun materiil berdiri sendiri, dan berbeda dengan pengaturan di tingkat undang-undang. Dengan demikian, seandainya norma undang-undangnya dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan dinyatakan pula tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, maka norma yang ada di dalam peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidaklah otomatis tidak berlaku sebelum dicabut atau dinyatakan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi oleh Mahkamah Agung. Demikian, pendapat kami, Yang Mulia. 29.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, selanjutnya silakan, Prof. Hikmahanto.
30.
AHLI DARI PEMERINTAH: HIKMAHANTO JUWANA Terima kasih, Yang Mulia Bapak Ketua Majelis, Yang Mulia Para Hakim Mahkamah Konstitusi. Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera bagi kita semua. Pertama-tama, saya ingin mengutip Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Ayat (1), “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas-asas kekeluargaan.” Ayat (2), “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguwasai hajat hidup orang banyak dikuasi oleh negara.” Ayat (3), “Bumi, dan air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” 8
Ayat (4), “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efesiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga kesimbangan, kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional.” Ada 1 lagi ayat (5) yang akan diatur dalam undang-undang. Bapak/Ibu Para Majelis Hakim, dalam penelitian yang pernah saya lakukan dalam berbagai undang-undang yang menggunakan kata-kata dikuasai oleh negara, sebagaimana ditemukan dalam ayat (2) dan ayat (3) Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Dan kata-kata sebesarbesar kemakmuran rakyat, sebagaimana ditemukan dalam ayat (3), maka tidak ada interpretasi tunggal. Ada nanti power poinnya yang bisa dilihat berbagai undang-undang yang saya ambil mulai dari UndangUndang Agraria, Undang-Undang Penanaman Modal Tahun 1967, Tahun 2007, Undang-Undang Pertambangan Umum, dan kemudian UndangUndang Mineral Batubara, Undang-Undang Minyak dan Gas Tahun 1960, dan juga Tahun 2001, Undang-Undang Telekomunikasi. Kalaulah undang-undang itu disebut sebagai interpretasi oleh pemerintah dalam arti luas, DPR dan Pemerintah maka tidak ada interpretasi tunggal. Saya sebenarnya melakukan penelitian ini untuk melihat apakah ada konsistensi pembentuk undang-undang dari waktu ke waktu, terkait interpretasi kata-kata dikuasai oleh negara dan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Ternyata interpretasi pembentuk undang-undang akan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berlaku saat undangundang dibentuk. Kecuali, apabila kita lihat Undang-Undang Pertambangan Umum Tahun 1967 dan penggantinya Undang-Undang Mineral Batubara Tahun 2009, maka tafsiran atas dikuasai negara yang sebelumnya mengenal rezim kontrak yang memunculkan kontrak karya dan kemudian juga perjanjian karya pengusaha batubara dihapuskan dengan rezim izin. Tetapi, dalam 2 undang-undang tersebut, ada konsistensi tentang pemurnian … maaf pengolahan dan pemurnian, bila saya melihat Pasal 14 dari Undang-Undang Pertambangan Umum Tahun 1967 disebutkan bahwa pertambangan kegiatan usaha pertambangan, meliputi huruf D pengolahan dan pemurnian. Ini yang kemudian bila kita melihat ketentuan di dalam Pasal 102 dan Pasal 103, hal tersebut juga ada di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Hanya saja sejak tahun 1967 sampai dengan awal tahun 2014 keinginan rakyat Indonesia, Pemerintah Indonesia tidak pernah terwujud terkait dengan hilirisasi ini. Pertama, kemungkinan karena Pemerintah Indonesia diawal-awal dibukanya pertambangan umum bagi kontraktor baik dari luar maupun dalam negeri memiliki posisi tawar yang rendah. Pemerintah membutuhkan kontraktor yang memiliki teknologi, ahli, dan dana. Tetapi kondisi 1967 tentu tidak bisa disamakan dengan kondisi 10 tahun yang lalu, sejak 2009 apalagi pada tahun 2014. 9
Kita tahu bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, Pasal (2) mengatakan bahwa pemegang IUP dan IUPK wajib, ada kata-kata wajib, meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan, dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batubara. Pasal 103 mengatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan nilai tambah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 serta pengolahan dan pemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dengan peraturan pemerintah. Dan kita tahu bahwa peraturan pemerintah sudah diterbitkan Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014, saya sebut saja PP 23. PP ini yang kemudian oleh para pelaku usaha bidang pertambangan diterjemahkan sebagai larangan ekspor bahan mentah. Bapak, Ibu, Para Majelis Hakim Yang Mulia. Dalam pandangan saya, Pemerintah tidak pernah dan tidak akan melakukan larangan ekspor. Pemerintah menginginkan agar pengolahan dan pemurnian mineral dan batubara dilakukan di Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh rakyat melalui Undang-Undang Minerba. Meski pengolahan dan pemurnian mineral dan batubara bila dibandingkan dengan larangan ekspor ore keduanya berujung sama, namun dua hal ini berbeda. Pengolahan dan pemurnian bertujuan untuk memberi nilai tambah atas bahan galian sehingga Indonesia tidak sekedar menjual kandungan yang ada dalam tanah dan air. Sementara larangan ekspor tujuannya bisa bermacam-macam. Bisa saja larangan ekspor dilakukan agar konsumsi dalam negeri tercukupi atau memastikan seperti yang sekarang, kalau misalnya itu ditafsirkan sebagai larangan ekspor adalah memastikan terjadinya kegiatan hilirisasi atau pemurnian di dalam negeri. Pengenaan bea keluar atas bahan mentah atau sebagian yang jadi yang ditafsirkan oleh sebagian pihak sebagai larangan ekspor telah dipermasalahkan. Di dalam negeri, ketentuan tersebut diuji ke … diujimaterikan ke Mahkamah Agung mengingat ketentuan yang mengatur secara rinci sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 103 diatur dalam peraturan pemerintah bahkan pada hari ini kita tahu Pasal 102 dan 103 Undang-Undang Minerba sedang diujikan di lembaga yang terhormat ini. Di samping itu, kontraktor seperti Newmont beberapa tahun … beberapa saat lalu meskipun sudah mencabut, membawa kebijakan pemerintah untuk melakukan pengolahan dan pemurnian ke The International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID), mereka pun tidak suka. Di samping itu, ada kabar Pemerintah Jepang akan mempermasalahkan kebijakan Pemerintah Indonesia untuk melarang ekspor ore istilah mereka ke forum Dispute Settlement Body di World Trade Organization. 10
Pada saat kunjungan Menteri Luar Negeri beberapa waktu lalu dari Jepang, Fumio Kishida dalam pertemuan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dan Presiden Terpilih Joko Widodo kembali mempertanyakan masalah kebijakan pengolahan dan pemurnian hasil tambang di Indonesia. Menteri Luar Negeri Jepang wajar bertanya karena menurut Harian Jepang Nikkei diberitakan bahwa Jepang melakukan impor terhadap 40% kebutuhan untuk nikelnya dari Indonesia. Hingga saat ini, smelter Jepang masih melakukan operasinya karena terdapat stok atas ore yang telah diimpor dari Indonesia. Namun, dalam jangka panjang smelter di Jepang akan berhenti beroperasi, bila Indonesia konsisten menerapkan kebijakan untuk mengelola dan memurnikan ore di Indonesia. Bila proses konsultasi nantinya di DSB gagal, maka Jepang pun menurut kabar telah bersiap untuk memperkarakan Indonesia bahkan Jepang sudah siap untuk mengajak Pemerintah Tionkok bersama-sama untuk menggugat kebijakan Pemerintah Indonesia. Dalam perspektif demikian, berarti Pemerintah Jepang sedang berjuang sebesar-besar kemakmuran rakyat Jepang agar tidak terganggu. Lalu bagaimana dengan sebesar-besar kemakmuran rakyat Indonesia? Apakah kemakmuran rakyat Indonesia harus mengalah dengan kemakmuran rakyat Jepang terkait dengan pengolahan dan pemurnian mineral hasil tambang di Indonesia? Lebih lanjut menjadi pertanyaan, mengapa di tengah-tengah pemerintah hendak memberikan nilai tambah dan membangun industri pengolahan dan pemurnian ada pihak yang keberatan, apalagi keberatan diajukan oleh pelaku usaha yang biasa melakukan ekspor ore dan keberatan itu diajukan oleh negara di mana terdapat pelaku usaha yang melakukan pengolaha dan pemurnian ore? Perlu dijelaskan bahwa dalam Undang-Undang Minerba hal ini ditegaskan bahwa ketentuan pengolahan dan pemurnian dilakukan 5 tahun setelah Undang-Undang Minerba diundangkan. Artinya, sejak Undang-Undang Minerba disahkan, ada waktu 5 tahun bagi pelaku usaha untuk mempersiapkan diri. Kalaulah ada keberatan atas pasal dalam Undang-Undang Mineral Batubara terkait pengolaha dan pemurnian, maka keberatan tersebut seharusnya dilakukan 5 tahun lalu saat undang-undang baru diberlakukan. Dan menurut saya, tidak pada saat sekarang . Menjadi pertanyaan, mengapa para pelaku usaha yang mengekspor dan pelaku usaha di luar negeri yang mengolah dan memurnikan ore berteriak sekarang? Apakah mereka menunggu selama ini karena pemerintah tidak akan … dengan harapan pemerintah tidak akan melakukan amanah Pasal 102 dan 103 Undang-Undang Minerba sebagaimana pernah terbetik dalam berita, “Pemerintah diharapkan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.” Tidakkah para pelaku usaha tahu bahwa Undang-Undang Minerba 11
merupakan amanah dari rakyat, baik melalui Dewan Perwakilan Rakyat maupun Presiden. Apakah pemerintah di masa demokratis ini berani untuk melawan kehendak rakyat? Bapak, Ibu, Para Majelis Hakim yang saya hormati dan saya muliakan. Bagi rakyat Indonesia mereka menurut saya sudah tidak mau lagi bila kandungan dalam tanah dan air sekedar diekspor tanpa ada nilai tambah. Mereka sadar suatu saat bila kandungan mineral dan batubara telah terkuras habis maka selesailah dunia pertambangan di Indonesia. Namun bila ada industri pengolahan dan pemurnian tumbuh di Indonesia, layaknya Jepang, maka Indonesia berpeluang untuk memiliki industri lain di bidang pertambangan meski Indonesia bukan lagi negara yang memiliki galian tambang. Pengalaman di sektor minyak dan gas bumi tidak seharusnya terulang, saat ini Indonesia sudah tergabung sudah tidak tergabung lagi dalam OPEC dan Indonesia sudah berubah status sebagai negara mengimpor migas. Industri pemurnian meski ada namun belum dapat melayani kebutuhan Indonesia, sehingga minyak asal Indonesia tidak dapat dimurnikan di Indonesia, Indonesia harus menjual ke luar negeri. Di luar negeri setelah disuling baru dibeli oleh Indonesia, tentu ini akan mempengaruhi harga dan berapa devisa negara yang harus keluar. Indikasi bahwa banyak negara di luar negeri yang dirugikan dengan kebijakan pemerintah untuk mengaharuskan pengolahan dan pemurnian dapat dimengerti karena ... ini karena kemampuan terpasang untuk melakukan pengolahan dan pemurnian pelaku usaha mereka terganggu. Suplai bahan mentah segera berakhir akibatnya industri pengolahan dan pemurnian di negara tersebut mati. Ini berdampak pada keuntungan yang seharusnya mereka dapat dan lapangan kerja yang hilang. Dalam perspektif inilah seharusnya pemerintah didukung dalam menerbitkan PP 23. Dalam jangka pendek para pelaku usaha tentu akan dirugikan. Kerugian pelaku usaha merupakan collateral damage yang tidak seharusnya menganggu visi dan fokus pemerintah dalam menjalankan amanat rakyat dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang diinterpretasikan dalam Pasal 102 dan 103 UndangUndang Minerba. Bapak, Ibu, dan Majelis Hakim yang saya hormati. Terakhir, bila pada saat ini Pasal 102 dan Pasal 103 dibatalkan maka hal ini tentu tidak adil bagi para pelaku usaha yang telah menanamkan modalnya untuk membangun industri pengolahan dan pemurnian smelter. Uang yang ditanamkan akan sia-sia karena dengan pembatalan akan diperbolehkan lagi dilakukan ekspor dalam bentuk mentah dan kemudian dimurnikan ... diolah dan dimurnikan di luar negeri. Ketidakadilan seperti ini tentu harus mendapat perhatian saat Bapak, Ibu Majelis Hakim menentukan apakah Pasal 102 dan Pasal 103 layak untuk dibatalkan. Terima kasih. Assalamualaikum. wr. wb.
12
31.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Terima kasih. Selanjutnya saya persilakan Prof. Siti Rochani.
32.
AHLI DARI PEMERINTAH: SITI ROCHANI Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia, Wakil Pemerintah, Wakil DPR, dan Kuasa Pemohon yang saya hormati, Para Hadirin yang saya cintai. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita semua. Sebagai Saksi Ahli di bidang teknis perkenalkan saya menjelaskan berbagai hal terkait dengan aspek pengolahan dan pemurnian sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara beserta produk hukum, turunannya serta implikasi atas pemanfaatan teknologi pengolahan dan pemurnian, khususnya teknologi pengolahan pemurnian mineral tersebut bagi kepentingan negara pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Teknologi itu sudah teruji. Kewajiban pengolahan pemurnian mineral untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara telah tertuang pada Pasal 102, Pasal 103, dan Pasal 104 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, yang kemudian dijabarkan pada Pasal 93, Pasal 94, Pasal 95, dan Pasal 96 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Seluruh pasal di atas menyiratkan bahwa salah satu kunci utama untuk melakukan pengolahan dan/atau pemurnian mineral adalah keberadaan teknologi dan keberhasilan untuk melakukan pengolahan dan/atau pemurnian suatu atau beberapa mineral adalah dengan memanfaatkan teknologi yang sudah berada pada tahap teruji atau sudah terbukti (proven). Untuk itulah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menggarisbawahi teknologi yang sudah teruji sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam melakukan pengolahan dan/atau pemurnian untuk kepentingan peningkatan nilai tambah mineral sebagaimana tertuang pada Pasal 3 ayat (2) huruf c Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian. Kegiatan mineral di dalam negeri. Hal ini jelas menegaskan pula bahwa Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah mempertimbangkan secara matang, tidak asal-asalan, agar kebijakan peningkatan nilai tambah mineral betul-betul dapat berhasil diaplikasikan oleh para pemegang IUP dan IUPK mineral. 13
Teknologi itu, tidak selalu mahal. Pernyataan Prof. Dr. Saldi Isra, S.H., dalam Perkara Nomor 10/PUU-XII/2014 terkait Pengujian UndangUndang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang diantaranya menyatakan, “Pilihan menyediakan fasilitas smelter tersendiri berimplikasi terhadap keharusan menyediakan dana dalam jumlah besar.” Tentunya pilihan ini sulit diambil pelaku usaha tambang nasional berskala kecil dan menengah. Jelas ingin mengatakan bahwa teknologi untuk membangun smelter memerlukan biaya besar. Boleh jadi pernyataan itu benar, tetapi tidak dapat dipukul rata untuk semua teknologi. Banyak faktor yang mempengaruhi untuk sampai pada kesimpulan teknologi itu mahal atau murah, antara lain. Pertama, harga. Teknologi dari setiap negara dapat berneda-beda, untuk menghasilkan produk dengan kualitas yang hampir sama. Contoh KAPEX pembuatan alumunium di Cina mencapai sekitar 1 … 1.484 per ton, kemudian di Afrika, 6.154 ton … per ton, kemudian di Rusia 2.930 per ton, dan di India 3.331 … 3.031 per ton. Yang kedua, penggunaan teknologi tergantung kepada kapasitas pabrik yang akan dibangun. Makin besar kapasitas produksi pabrik yang akan dibangun, maka akan makin mahal harganya, teknologinya demikian pula, sebaliknya. Kemudian, penggunaan teknologi juga bergantung kepada jenis produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Contoh, KAPEX untuk menghasilkan logam nikel dengan proses (suara tidak terdengar jelas) sekitar 80.000 per ton. Kemudian untuk veronikel sekitar 65.000 per ton. Dan untuk … dan untuk Nickel Pig Iron (NPI) itu sekitar 5000 … kurang dari 5.000 ton per nikel. Dari uraian di atas, dapat ditarik benang merah bahwa harga teknologi sangat bervariasi, harga mana yang diambil sangat tergantung kepada kemampuan finansial perusahaan, dan tanpa mengorbankan produk yang ingin dihasilkan. Artinya ada pilihan teknologi dari yang sederhana sampai yang canggih. Ada pilihan kapasitas produksi dan ada pilhan jenis produk sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 1/2014, yang kesemuanya mengalir dan bermuara kepada harga teknologi yang harus dibeli oleh perusahaan. Satu hal lagi yang terkait hubungan antara teknologi dengan pengusaha kecil dan menengah. Umunya pengusaha kecil menengah memiliki sumber daya atau cadangan mineral yang relatif kecil, sehingga penggunaan teknologi untuk membangun pabrik pengolahan atau pemurnian mineral, bahkan dengan skala ekonomis paling minimal sekalipun tetap tidak ekonomis untuk dilaksanakan. Menyadari hal itu, Peraturan Menteri ESDM Nomor 1/2014 memberi ruang yang seluasluasnya bagi perusahaan untuk bekerja sama melalui berbagai cara sebagaimana tertuang pada Pasal 5 ayat (3) dan Pasal 6 Peraturan Menteri ESDM tersebut.
14
Dengan demikian, para pengusaha dapat mendirikan dan mengoperasikan pabrik pengolahan dan pemurnian secara ekonomis. Teknologi itu untuk ketahanan industri nasional. Industri nasional akan kuat apabila indsutri tersebut dilakukan secara terintegrasi. Baik secara vertikal dari hulu ke hilir, maupun secara horizontal. Indutsri nasional juga akan kuat apabila bahan baku untuk keperluan industri tersebut tersedia di dalam negeri. Dalam konteks inilah Indonesia belum memiliki industri nasional yang kuat karena selain tidak terintegrasi, juga banyak bahan bakunya masih didatangkan dari luar negeri atau diimpor. Ironisnya tidak sedikit dari bahan baku untuk industri tersebut yang berupa hasil pengolahan dan/atau pemurnian mineral, sebenarnya berasal dari Indonesia. Hal ini mengisyaratkan adanya mata rantai yang terputus dalam industri nasional. Hasil tambang berupa bahan mentah atau diekspor ke suatu negara, kemudian diolah oleh negara tersebut, balik lagi ke Indonesia, dalam bentuk hasil olahan, dan kemudian menjadi umpan bahan baku bagi industri dalam negeri. Melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, beserta produk hukum turunannya. Mata rantai yang terputus ini akan dihilangkan, yakni dengan membangun pabrik pengolahan dan pemurnian di dalam negeri yang berteknologi sudah teruji, sehingga industri hilir tidak lagi tergantung pada bahan baku impor. Dengan ketidak ketergantung industr hilir terhadap bahan baku impor, maka ketahanan industri nasional pun akan menjadi kuat. Sebagai contoh, Indonesia memiliki pabrik pengolahan smelter grade alumina menjadi alumunium, yaitu PT Inalum. Yang memproduksi alumunium yang bahan baku smelter grade aluminanya berasal dari Australia, tetapi belum ada produk smelter grade yang di Indonesia. Dengan demikian, pabrik pengolahan bauksit menjadi smelter grade alumina seharusnya sudah berdiri di Indonesia, untuk memasok kebutuhan bahan baku PT Inalum. Hal ini hampir sama terjadi pada mineral lain, seperti bijih nikel, bijih, dan pasir besi, dan tembaga yang hasil olahannya diperlukan oleh berbagai industri di dalam negeri. Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia, Wakil Pemerintah, Wakil DPR, dan Kuasa Pemohon yang saya hormati, Para Hadirin yang saya cintai. Teknologi itu harus memberikan multifire effect, berdirinya pabrik pengolahan dan pemurnian mineral di samping akan memberikan manfaat secara langsung kepada pelaku ekonomi, juga akan memberikan manfaat tidak langsung melalui mekanisme keterkaitan ekonomi. Melalui keterkaitan hulu dan hilir, pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja, memperluas kesempatan berusaha, mendorong terciptanya industri hilir penunjang, serta dapat meningkatkan produktivitas sumber daya lokal melalui perluasan peran di dalam negeri. 15
Meningkatnya hasil produk di dalam negeri akan meningkatkan penerimaan negara melalui mekanisme keterkaitan pembayaran pajak dan PNBP. Pemanfaatan teknologi dalam proses pengolahan dan pemurnian mineral akan mendapat dan meningkatkan kemampuan SDM iptek di daerah yang dapat ditularkan kepada pabrik-pabrik lain yang selanjutnya akan meningkatkan kemampuan SDM iptek secara nasional. Di samping itu akan terjadi pula transfer teknologi, serta transfer sikap budaya positif, sehingga SDM di daerah menjadi lebih kreatif dan inovatif. Hal ini sudah dicontohkan seperti kemampuan SDM yang bekerja di PT Inalum, sudah tidak ragu lagi dalam meningkatkan kapasitas pabrik alumunium bahkan sampai membuat pabrik baru. Tidak bisa dipungkiri bahwa rancang bangunan (suara tidak terdengar jelas) pabrik pengolahan dan pemurnian akan meningkat dengan banyaknya kebutuhan dan contoh yang ada di dalam negeri, serta lokal konten akan diserap sesuai dengan meningkatnya kebutuhan pabrik. Termasuk bahan bakar penunjang lainnya yang tersedia di dalam negeri. Pembangunan pabrik juga akan berperan sebagai pusat pertumbuhan yang dapat mendukung dan mendorong pengembangan wilayah yang memungkinkan daerah yang terisolasi menjadi terbuka. Daerah tertinggal menjadi maju, tingkat kehidupan meningkat, sumber daya manusia menjadi lebih kreatif dan inovatif untuk memenuhi adanya peluang atau kebutuhan dibidang ini. Pendidikan masyarakat menjadi lebih tinggi dan penyerapan tenaga kerja pun terjadi dari bidang penunjang untuk menopang keberadaan industri mineral tersebut. Mineral sebagai sumber daya alam yang tidak terbarukan, semua pihak menyadari bahwa mineral adalah sumber daya alam yang tidak terbarukan. Sekali diambil dalam ... dari dalam bumi, tidak akan tumbuh lagi dan sebagai bangsa Indonesia, siapapun kita memiliki kewajiban untuk memanfaatkan mineral tersebut semaksimal mungkin dengan menarik nilai tambah yang sebelumnya ada di luar negeri ke dalam negeri, serta memanfaatkan mineral ikutan yang terkandung di dalam mineral utama untuk menambah nilai dari mineral tersebut. Sebagai contoh bijih bauksit dari Kalimantan Barat selain mengandung unsur utama bauksit ternyata juga mengandung unsur lain seperti titanium, galium, fanadium, kromium, arsenium, dan merkuri. Sementara pada bijih nikel selain mengandung unsur utama nikel juga mengandung kromium, kobalt skandium, dan unsur lainnya. Saat ini unsur-unsur ikutan itu mungkin belum ekonomis diolah tetapi di masa depan dengan berkembangnya teknologi hidrometalurgi yang mengarah kepada ekstraksi semua unsur yang terkandung, seluruh unsur ikutan tersebut akan dapat diekstrak secara lebih menguntungkan. Hal ini disebabkan ada beberapa unsur ikutan yang termasuk logam jarang dan logam jarang yang harganya jauh lebih tinggi daripada emas. Ekstraksi logam jarang dan logam jarang, tanah jarang terhadap bauksit 16
dan biji nikel bukan tidak mungkin telah dilakukan oleh negara yang mengimpor bauksit dan nikel dari Indonesia. Bayangkan berapa kerugian yang harus diterima Indonesia karena logam jarang dan logam tanah jarang tersebut tidak pernah dikenai royalti. Sebagai informasi potensi nikel Indonesia mempunyai ... merupakan terbesar ketiga di dunia setelah New Caledonia dan Filipina, dengan jumlah cadangan sebanyak lebih dari 1,18 miliar tolaterit dan total sumber daya lebih dari 2,85 miliar ton. Bijih nikel Indonesia memiliki kualitas yang baik dibandingkan negara-negara lain karena memiliki kadar nikel yang cukup tinggi dan rasio kadar silikat dan magnesium yang memenuhi syarat untuk proses peleburan. Sementara potensi bijih bauksit merupakan negara keenam terbesar di dunia dengan jumlah cadangan hampir 1,13 miliar ton dan total sumber daya 3,27 miliar ton. Bauksit dari Indonesia yang mempunyai kelebihan karena kebanyakan dalam bentuk mineral gipsit yang jauh lebih mudah diolah dibanding dengan mineral aluminium lainnya, seperti buhmit. Potensi kedua jenis komoditas tambang itu patut disyukuri karena akan membuat pasokan bahan baku untuk pabrik pengolahan dan pemurnian bijih nikel dan bauksit sudah terjamin, bahkan dengan menggunakan teknologi apapun. Kisah sukses penerapan pengolahan dan pemurnian bijih dengan deposit terbatas. Deposit yang terbatas bukan halangan bagi perusahaan untuk tidak dapat menerapkan proses pengolahan dan pemurnian jika teknologi yang diterapkan dapan mengekstraksi seluruh kandungan logam-logam yang mempunyai nilai tambah tinggi. Pemilihan teknologi menjadi salah satu faktor utama untuk keberhasilan membangung smelters. Sebagai contoh proyek Xepon Laos yang memiliki deposit tembaga hanya 792.000 tembaga, namun dengan menggunakan teknologi modern dan maju, yaitu teknologi hidrometalurgi dapat menghasilkan 64.000 katoda tembaga per tahun dan produk samping berupa emas sekitar 93.000 ons per tahun. Dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 5.000 orang dan meningkatkan gross domestik produk Laos sekitar 50 per kapita. Bayangkan potensi nilai tambah bijih tembaga yang ada di PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Batu Hijau yang jumlahnya jauh lebih banyak di atas proyek Xepon Laos, yang diolah, dimurnikan di dalam negeri, produk-produknya berupa tembaga, perak, emas, platina, palladium, selenium, telluride, timbal, asam sulfat, dan gypsum akan memberi dampak positif sangat besar bagi negara, tidak saja secara langsung, tetapi juga secara tidak langsung dalam bentuk tumbuh berkembangnya industri yang lain. Oleh karena itu, alangkah lebih baik jika para ahli ekonomi menghitung secara detail dampak positif atas penerapan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 daripada
17
memperdebatkan perbedaan persepsi pasal-pasal yang terdapat pada undang-undang tersebut. Indonesia memang tidak dapat meniru kebijakan Australia yang membebaskan perusahaan untuk tidak mengolah dan memurnikan mineral karena Australia memiliki potensi sumber daya alam yang besar seperti bauksit dan nikel dengan tenaga kerja yang terbatas. Bandingkan dengan Indonesia yang memiliki potensi sumber daya yang tidak terlalu besar tetapi jumlah tenaga kerja yang besar. Penerapan kebijakan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kapital, serta menyalurkan tenaga kerja yang … dan dampak positif lainnya sebagai bagian tak terpisahkan dari multifire effect yang akan diperoleh. Sebagai penutup, dari paparan di atas, peningkatan nilai tambah mineral jelas akan dapat dipastikan membawa manfaat bagi bangsa Indonesia mengingat teknologi apapun dan untuk mengolah mineral apapun sudah tersedia. Membuat ketahanan industri nasional semakin tangguh, mendapat nilai tambah di dalam negeri, serta nilai efek ganda yang harus diraih dan tidak boleh dilewatkan begitu saja. Niat baik atau goodwill dari semua pihak sangat diperlukan dalam melangsungkan kegiatan ini. Suatu saat nanti bukan tidak mungkin para ahli mineral di negara kita tidak lagi berkutat mengolah dan memurnikan mineral di dalam negeri, tetapi juga dikenal oleh dan bekerja pada perusahaan tambang di luar negeri. Dengan demikian kita tidak lagi hanya mengekspor TKI yang berpendidikan rendah, tetapi juga TKI yang berkualitas tinggi dan negeri kita pun mampu mensejajarkan diri dengan negara-negara maju, insya Allah. Demikian keterangan ini saya buat dengan sebenar-benarnya sebagai seorang scientist dan telah menggeluti dunia peneliti bidang mineral selama bertahun-tahun. Terima kasih atas perhatian Majelis Hakim dan Para Hadirin sekalian. Wasalammualaium wr. wb. 33.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, selanjutnya Ir. Ryad Chairil ya? Ahmad Redi, ya? Dr. Ahmad Redi, ya. Silakan.
34.
AHLI DARI PEMERINTAH: AHMAD REDI Bismillahhirahmanirrahim, assalammualaikum wr. wb. Semoga segala keberkahan, kebaikan, kemulian tercurah kepada bangsa dan negara kita. Amin ya rabbal alamin. Yang saya hormati, yang saya muliakan Majelis Hakim Konstitusi, yang saya hormati Wakil Pemerintah, Wakil DPR, Tim Kuasa Hukum
18
Pemohon dan Pihak Terkait, yang saya hormati Bapak/Ibu Hadirin yang berbahagia. 1. Pendahuluan Mendiskursuskan mengenai kegiatan penguasaan pertambangan mineral batu bara atau minerba tidak akan terlepas dari konsepsi penguasaan pertambangan minerba. Keduanya merupakan kesatuan utuh dan mutlak yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Apabila keduanya terpisah, maka jiwa dari penyelenggaraan pertambangan minerba akan tercabut dari akarnya. Kesatuan utuh dan bulat tersebut terlihat jelas dalam pengaturan Pasal 33 ayat (3) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam frasa dikuasai oleh negara dan frasa untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kedua frasa tersebut merupakan dua frasa sakral yang harus menjadi jiwa dari penyelenggaraan pertambangan minerba di Indonesia. Frasa dikuasai oleh negara merupakan jiwa penguasaan atas pertambangan minerba, sedangkan frasa untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat merupakan jiwa dan tujuan penyelenggaraan pertambangan minerba di Indonesia. Jadi jiwa Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi jiwa yang mutlak dan bulat dalam penyelenggaraan pertambangan minerba yang secara organik dilaksanakan dalam level peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Keterkaitan penguasaan oleh negara untuk kemakmuran rakyat akan mewujudkan kewajiban negara dalam hal. 1. Segala bentuk pemanfaatan bumi dan air serta hasil yang didapat harus secara nyata meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat atau masyarakat. 2. Melindungi dan menjamin segala hak-hak rakyat yang terdapat di dalam atau di atas bumi, air, dan berbagai alam tertentu yang dapat dihasilkan secara langsung atau dinikmati langsung oleh rakyat. 3. Mencegah segala tindakan dari pihak manapun yang akan menyebabkan rakyat tidak mempunyai kesempatan atau kehilangan haknya dalam menikmati kekayaan alam. Jiwa Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tersebut pula telah dimaknai oleh MK sebagaimana dalam Putusan Nomor 001 … 021-022/PUU-I/2013 bahwa rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945 memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (bailout) dan tindakan pengurusan (besturdaat), pengaturan, pengelolaan, dan pengawasan untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Fungsi pengurusan oleh negara dilakukan oleh pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan atau mencabut fasilitas perizinan, lisensi, dan konsesi. Fungsi pengaturan oleh negara dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR bersama dengan pemerintah dan regulasi 19
oleh pemerintah atau eksekutif dalam rangka sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat. Landasan mengadakan kebijakan, kepengurusan, dan pengaturan menjadi landasan terpenting dalam penyelenggaraan penguasaan oleh negara atas pertambangan minerba. Landasan terpenting pula bagi pengadaan kebijakan, pengurusan, dan pengaturan negara terkait pelaksanaan peningkatan nilai tambah serta pengelolaan dan pemurnian di dalam negeri oleh pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Penyelenggaraan kebijakan, pengurusan, dan pengaturan terkait pelaksanaan pengelolaan dan pemurnian di dalam negeri oleh pemegang IUP dan IUPK oprasi produksi tentunya memiliki tantangan bagi pemerintah dan pemerintah daerah. Hal ini antara lain disebabkan faktor realitas pertambangan minerba yang merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi sehingga sektor pertambangan terus dilirik oleh perusahaan-perusahaan untuk dapat melakukan eksplorasi dan eksploitasi tambang di negaranegara berkembang. Perburuan terhadap komoditas tambang didasari pula oleh adanya kepentingan-kepentingan negara maju dalam pemenuhan kebutuhan dalam negeri negara yang sangat tinggi untuk melakukan aktifitas kehidupan terutama konsumsi energi untuk batubara dan industri untuk mineral yang menjadi tumpuan dalam perekonomian negaranegara maju. Tidak heran bila negara-negara maju berusaha keras untuk mendapatkan potensi sumber daya alam dengan memburunya di berbagai negara di dunia termasuk Indonesia. Diburu karena komoditas pertambangan minerba tidak dapat dipindahkan dari satu wilayah ke wilayah lain yang melekat di perut bumi Indonesia. Penguasaan oleh perusahaan-perusahaan tersebut di Indonesia bukan menjadi suatu persoalan apabila sebagai penguasa sumber daya alam Indonesia mendapat manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan yang lebih banyak dibandingkan perusahaan-perusahaan tersebut. Namun, di sisi lain, minerba sebagai sumber daya alam yang tak terbarukan merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat, belum dianggap memberikan manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan bagi bangsa dan negara sebagaimana azas penyeelenggaraan minerba yang manfaat, berkeadilan, serta berke … berkepihakan pada kepentingan bangsa. Sehingga, penyelenggaraan pertambangan minerba harus memberikan nilai tambah yang maksimal bagi bangsa Indonesia. Salah satu peningkatan nilai tambah tersebut dilakukan melalui pengelolaan dan pemurnian mineral dan batubara di dalam negeri agar hasil tambang minerba tidak diangkut mentah-mentah ke luar negeri
20
oleh perusahaan tambang. Namun, sebelum dibawa ke luar negeri harus dilakukan pengelolaan dan pemurnian terlebih dahulu di dalam negeri. Tanah air Indonesia dibawa ke luar negeri di bawa tanpa memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan bangsa Indonesia. Padahal bangsa Indonesia lah yang sesungguhnya merupakan penguasa, pemilik, dan penikmat utama dari kekayaan alam Indonesia, bukan perusahaan-perusahaan tambang … utamanya perusahaan tambang asing. Pelaksanaan pemurnian di dalam negeri dimaksudkan untuk antara lain. 1. Meningkatkan dan mengoptimalkan nilai tambah dari produk. 2. Tersedianya bahan baku industri. 3. Penyerapan tenaga kerja. 4. Penerimaan … peningkatan penerimaan negara. Pelaksanaan pengolahan dan pemurnian dengan segala instrument kebijakan, pengurusan, pengaturan, dan pengelolaan menjadi bentuk norma penguasaan negara atas pertambangan minerba. Sehingga, pengaturan dalam Undang-Undang Minerba, PP 23 Tahun 2010, PP 24 Tahun 2012, dan PP Nomor 1 Tahun 2014 merupakan bentuk instrument kebijakan, pengurusan, pengaturan, dan pengelolaan sebagai pelaksanaan norma penguasaan negara atas pertambangan minerba sebagai mana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) UndangUndang Dasar Tahun 1945 yaitu agar minerba, dalam hal ini mineral, dapat memberikan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Terlebih bahwa peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tersebut merupakan bentuk penguasaan oleh negara sebagaimana dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi dalam putusan terdahulu. Dalam hal fungsi pengaturan oleh negara, yaitu dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR bersama dengan pemerintah dan membentuk Undang-Undang Minerba dan regulasi oleh pemerintah dengan membentuk peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Minerba dalam rangka memberikan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Majelis Hakim Yang Mulia, Hadirin yang saya hormati. Dua, perizinan mine … penguasaan mineral bukanlah bentuk peralihan penguasaan dan pemilikan dari negara kepada pemegang IUP atau IUPK operasi produksi. Dalam keterangan Ahli Pemohon, Ir. Simon Sembiring Ph.D., mengatakan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 92 Undang-Undang Minerba bahwa pemegang IUP dan IUPK berhak memiiliki mineral, termasuk mineral ikutannya atau batubara yang telah diproduksi apabila telah memenuhi iuran produksi … iuran eksplorasi atau iuran operasi kecuali mineral ikutan radio aktif.
21
Menurut Ir. Simon Sembiring, ketentuan ini menjamin adanya kebebasan bagi pemegang IUP dan IUPK produksi setelah membayar iuran produksinya untuk memiliki dan memperdagangkan hasil mineral yang diproduksinya. Secara hukum, dengan membayar royalti, maka telah terjadi pemindahan kepemilikan dari negara kepada pemegang (…) 35.
KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Interupsi, Yang Mulia … interupsi, Yang Mulia. Kami Pemohon berkeberatan kalau Ahli kemudian membahas ahli yang pernah kami ajukan. Jadi, silakan yang bersangkutan mengemukakan perspektifnya.
36.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, biarkan saja, enggak apa-apa, ya.
37.
AHLI DARI PEMERINTAH: AHMAD REDI Terima kasih, Majelis Hakim. Sehingga, pemegang IUP, IUPK berhak memperdagangkan atau untuk ekspornya. Menurut saya, keterangan dari Ir. Simon Sembiring justru bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Untuk menafsirkan kepemilikan mineral dan batubara sebagaimana diatur dalam Pasal 92 Undang-Undang (suara tidak terdengar jelas) harus dikaitkan dengan; a, kepemilikan bukan merupakan konsep keperdataan. Dalam konteks pertambangan minerba aspek hukum pelaksanaannya harus dimaknai sebagai bentuk penguasaan oleh negara atas sumber daya alam. Dalam konteks kepemilikan ini sebagaimana pelaksanaan jual beli yang mengakibatkan peralihan kepemilikan atas objek yang dijualbelikan antara pemerintah dengan pemegang IUP tidak dalam rangka pelaksanaan jual beli. Istilah royalti pun mengisyaratkan bahwa tidak terjadi peralihan kepemilikan. Royalti bermakna sebagai kewajiban dari seseorang kepada pemilik hak atas suatu objek, misalnya royalti dari penerbit buku kepada pengarang buku yang atas royalti tersebut tidak terjadi peralihan kepemilikan ciptaannya. Sehingga pembayaran royalti tidaklah mengubah status kepemilikan atas suatu objek tertentu, kecuali melalui skema jual beli sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Padahal penguasaan tambang minerba tidak dilakukan dalam konteks jual beli antara pemerintah atau pemerintah daerah dengan pemegang IUP atau IUPK. Konsep kepemilikan dalam mineral termasuk mineral ikut dalam konsepsi hukum pertambang Indonesia bukanlah konsepsi kepemilikan akibat jual beli sebagaimana diatur dalam Pasal 1457 KUHPerdata yang 22
menyatakan bahwa jual beli adalah persetujuan yang mengikat pihak, penjual berjanji menyerahkan sesuatu barang atau benda dan pihak lain bertindak sebagai pembeli mengikat diri berjanji untuk membayar harga. Namun, dalam konteks Pasal 93 … 92 Undang-Undang Minerba dan dikaitkan dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 terhadap mineral dan mineral ikutannya, maka walaupun pemegang IUP atau IUPK telah memenuhi iuran eksplorasi dan iuran operasi produksi, namun pemegang IUP atau IUPK tidak dapat semau dan sekehendaknya sendiri memperlakukan mineral dan ikutannya. Akan tetapi, pemegang IUP dan IUPK termasuk mineral ikutannya tetap dikenai kewajibankewajiban sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, termasuk kewajiban untuk melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Dengan demikian, jelas bahwa konsepsi kepemilikan dalam Pasal 92 Undang-Undang Minerba bukanlah konsepsi keperdataan sebagaimana dalam KUHD atau KUHPerdata, namun dia dalam konteks hukum publik atau tata negara. 2. Pengusahaan pertambangan dilakukan melalui IUP. Dalam pengusahaan pertambangan sejak diterbitkan UndangUndang Minerba skema pengusahaan pertambangan minerba dilakukan melalui rezim perizinan sebagai berikut. Terlampir. Dalam skema perizinan, pemberi izin member … memiliki posisi lebih tinggi atau superior dibandingkan penerima izin. Pemberi izin dalam hal ini menteri, gubernur, bupati, walikota sesuai kewenangannya dapat mensyaratkan apa pun persyaratan bagi setiap pemohon izin agar dapat mendapatkan izin, tentunya persyaratan yang sesuai dengan peraturan perundangundangan. Hubungan hukum antara pemberi izin dan penerima izin bukanlah seperti para pihak secara kontraktual dan seimbang atau setara sebagaimana dalam kontrak karya atau PKP2B dan kontrak kerja sama dalam rezim migas. Namun, pemberi izin berkedudukan lebih tinggi dari calon pemegang IUP atau IUPK dan pemegang IUP, IUPK. Sehingga setiap persyaratan dari pemberi izin, pemerintah, atau pemerintah daerah harus dipenuhi oleh pemegang IUP, IUPK termasuk persyaratan kewajiban pengelolaan dan pemurnian di dalam negeri. Ini terkait pula dengan fungsi kepengurusan atau bestuurdaad oleh negara dilakukan oleh pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas perizinan, lisensi, dan konsensi. C. Pemegang IUP, IUPK seketika harus melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri pada tahap operasi produksi. Dalam Pasal 103 Undang-Undang Minerba diatur kewajiban bahwa pemegang IUP dan IUPK OP untuk melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Status pemegang IUP dan IUPK dalam rezim pengaturan pertambangan minerba terdiri dari 2. Yang pertama yaitu, pemegang IUP atau IUPK hasil perubahan dari KP, SIPD, SIPR. Dan yang 23
kedua, pemegang IUP atau IUPK OP baru yang bukan merupakan hasil perubahan dari KP, SIPD, dan SIPR. Kedua jenis izin tersebut memiliki perbedaan kewajiban pelaksanaan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Perbedaan tersebut, yaitu pemegang IUP, IUPK OP hasil perubahan KP, SIPD, SIPR diwajibkan melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri paling lambat 5 tahun sejak PP Nomor 23 Tahun 2010 diundangkan. Hal ini sama dengan pemegang KK dan PKP2B, yaitu paling lama 5 tahun sejak Undang-Undang Minerba diundangkan. Namun sebaliknya, IUP … pemegang IUP atau IUPK OP pelaksanaan, pengolahan, dan pemurnian di dalam negeri mengikuti tahapan pertambangan sebagaimana tahapan pertambangan yang diatur dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Minerba yang mengatur bahwa tahapan kegiatan IUP eksplorasi dan IUP operasi produksi, penambangan, pengolahan, dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan. Bahkan dalam Pasal 39 ayat (2) huruf d Undang-Undang Minerba diatur bahwa IUP OP harus memuat lokasi pengolahan dan pemurnian. Sehingga bagi pemegang IUP eksplorasi tidak dapat ditingkatkan IUP OP-nya apabila tidak memiliki lokasi pengolahan dan pemurnian. Lokasi pengolahan dan pemurnian tersebut harus berada di dalam negeri, sebagaimana diatur di dalam Pasal 103 Undang-Undang Minerba. Baik dibangun sendiri maupun bekerja sama dengan badan usaha, koperasi, atau perorangan yang telah mendapatkan IUP atau IUPK. Dilihat dari konteks pengaturan dalam Pasal 36, Pasal 39, dan Pasal 103 Undang-Undang Minerba tersebut, maka pelaksanaan, pengolahan, dan pemurnian di dalam negeri harus … harus oleh pemegang IUP, harus dilakukan seketika pada saat tahapan pengolahan dan pemurnian telah dilaksanakan. Sehingga, apabila pengolahan dan pemurnian tidak dilakukan di dalam negeri, maka telah terjadi pelecehan terhadap Undang-Undang Minerba, dan telah terjadi pula pelecehan terhadap hak, terhadap (suara tidak terdengar jelas) rakyat Indonesia atau kehendak rakyat Indonesia karena Undang-Undang Minerba merupakan kehendak rakyat Indonesia yang diwakili oleh DPR dan pemerintah yang pula sebagai amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. 38.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Bisa diringkas, Saudara Ahli?
39.
AHLI DARI PEMERINTAH: AHMAD REDI Ya.
24
40.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Jadi, tidak perlu dibaca seluruhnya, ya!
41.
AHLI DARI PEMERINTAH: AHMAD REDI Baik, Majelis.
42.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Pokok-pokokny saja!
43.
AHLI DARI PEMERINTAH: AHMAD REDI Ya. Yang D. Larangan ekspor tidak dikenal dalam rezim hukum pertambangan minerba. Majelis Hakim. Bahwa terkait larangan pertambangan minerba sebenarnya sudah … sudah di … di … diatur dalam Permen Nomor 7 Tahun 2010, Permen SDM, dan ini pun sudah dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Artinya, dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, PP Nomor 23 Tahun 2010, PP Nomor 24, dan PP Nomor 1 Perubahan PP Nomor 23, tidak pernah pemerintah mengatur atau membuat frasa larangan ekspor. Larangan ekspor muncul dalam Permen Nomor 7 Tahun 2010 di pasal yang … yang mengatakan bahwa … bahwa pemegang IUP OP dan IPR yang diterbitkan sebelum berlakunya Permen Nomor 7 Tahun 2010 dilarang untuk menjual bijih mineral ke luar negeri dalam jangka waktu paling lama tiga bulan sejak berlakunya Permen Nomor 7 Tahun 2012. PP ini pun sudah dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Artinya, saya menganalisis tidak ada rezim pengaturan mengenai larangan ekspor dalam peraturan perundang-undangan sebagai pelaksana UndangUndang Dasar dalam konteks undang-undang dan peraturan pemerintah. Berdasarkan hal tersebut, maka Pemohon telah salah melakukan pengujian peraturan perundang-undangan karena. 1. Pemerintah tidak pernah mengatur mengenai larangan ekspor minerba dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dan peraturan pelaksanaannya. 2. Pemerintah tidak pernah menafsirkan Pasal 102 dan Pasal 103 minerba sebagai bentuk pelarangan ekspor. 3. Larangan ekspor pernah ada di Permen 7 ESDM yang telah dibatalkan oleh … oleh MK. Jadi, tafsiran larangan ekspor dan tuduhan Pemerintah telah melakukan larangan ekspor menurut saya hal yang mengada-ada. E. Politik hukum kewajiban keuangan permen dalam negeri. Majelis Hakim, dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang pertambangan minerba … pertambangan umum, sebagaimana 25
dijelaskan oleh Prof. Hik tadi. Telah diatur kewajiban melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Bahkan dalam kontrak karya antara PT … PT Freeport Indonesia dengan Pemerintah Indonesia pun telah diatur adanya kewajiban dari Freeport dan Newmont untuk melakukan pengolahan pemurnian. Artinya, politik hukum pengolahan dan pemurnian di dalam negeri ini sudah ada, bahkan sebelum UndangUndang Nomor 4 Tahun 2009. Dalam kontrak karya Newmont misalnya dalam rangka bahwa free … bahwa Newmont diwajibkan untuk melakukan pengolaan pemurnian, apabila ada aspek keekonomian. Artinya, ekonomis tidak ekonomis Newmont pun di … di … Freeport pun dikenai kewajiban, begitu pula Newmont. Nah, politik hukum pembentukkan peraturan perundangundangan ini yang saya kira konsisten antara 67, kemudian 2000 … 2019. Dan politik hukum ini ya tadi bahwa pengolahan pemurnian dalam negeri ini untuk memberikan nilai tambah jangan sampai mineral dan batu bara … mineral ini dibawa mentah-mentah ke luar negeri, dibawa ke Jepang, Spanyol, tanpa memberikan kemakmuran bagi rakyat Indonesia sebagai pemilik bangsa ini. Saya sebagai generasi muda bangsa Indonesia merasa … merasa terluka apabila memang tanah air ini dibawa begitu saja ke Eropa, ke Belanda, ke Jepang tanpa memberikan kemakmuran bagi … bagi Indonesia. Kemudian yang F, kewajiban pengolahan dan pemurnian bukanlah instrumen pengendalian produksi dan … dan ekspor. Sebenarnya ini tanggapan terhadap pendapat dari Bapak Simon Sembirinig, terlampir dalam keterangan ini. Penutup. Majelis Hakim Yang Mulia dan Hadirin yang saya hormati. Perusahaan tambang jangan hanya mementingkan perutnya sendiri, namun meninggalkan kepentingan perut ibu pertiwi. Harus ada keadilan dan kemanfaatan pertambangan bagi bangsa Indonesia. Hasil tambang mentah-mentah yang dibawa keluar negeri tanpa diolah dan dimurnikan di dalam negeri merupakan bentuk pelecehan pelaku usaha bagi Undang-Undang Dasar … bagi … baik pada Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Minerba, peraturan pelaksanaannya, maupun pada rakyat Indonesia sebagai pemilik sumber daya alam yang sesungguhnya. Perintah … maaf, Majelis Hakim. Pengaturan mengenai kewajiban bagi pemegang IUP dan IUPK untuk melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri telah sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Perintah ini tertuang dalam Pasal 102 Undang-Undang Minerba yang secara tegas memerintahkan pemegang IUP, IUPK untuk melakukan pemurnian di dalam negeri. Telah tepat sebagai bentuk perlawanan kepada pemegang IUP dan IUPK yang lebih memilih 26
memurnikan mineral mentah Indonesia ke negara lain, seperti Spanyol dan Jepang. Mineral mentah tersebut dibawa keluar negeri tanpa memberikan nilai tampa … tambah bagi bangsa dan negara pun ketika UndangUndang Minerba lima tahun lalu memerintahkan agar para pemegang IUP dan IUPK untuk memurnikan di dalam negeri, perusahaan pemegang IUP dan IUPK tidak mematuhinya. Padahal pemurnian di dalam negeri diperuntukkan agar terjadi manfaat nilai tambah dari mineral dan tersedianya bahan baku industri, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan penerimaan negara bagi Indonesia. Politik hukum berkewajib … politik hukum kewajiban pengolaan dan pemurnian di dalam negeri merupakan politik hukum yang responsif dari DPR dan pemerintah. Politik hukum yang berlandaskan pada konsep the greatest happiness of the greatest number. Politik hukum yang merupakan pelaksanaan konsepsi Indonesia sebagai negara hukum dan konsep bahwa kekayaan alam harus dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat bahwa peraturan yang baik ialah peraturan yang mampu memberikan kebahagiaan atau manfaat terbesar bagi seluruh rakyat. Pilihan substansi pengaturan harus berpihak kepada mayoritas bangsa Indonesia walaupun menimbulkan sedikit kerugian bagi pihak lain. Demikian, Majelis Hakim. Salam pertambangan untuk kemakmuran rakyat. Assalamualaikum wr. wb. 44.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, terima kasih. Ir. Chairil LL.M.
45.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Izin, Yang Mulia.
46.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya.
47.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Ir. Ryad Chairil ada keluarga yang kena musibah jadi mohon izin. Jika diizinkan ada Dr. Sonny Keraf, tapi belum disumpah jika dizinkan, Yang Mulia.
27
48.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Kita dengarkan dulu satu Saksi tadi yang sudah diambil sumpahnya, ya. Ya, silakan.
49.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: RIDWAN DARMAWAN Izin, Pihak Terkait, Kuasa. Izin, Yang Mulia. Jika dimungkinkan Saksi minta untuk menampilkan foto lokasi atau lapangan di daerah.
50.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Mana? Sudah dikasih ke Petugas belum?
51.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: RIDWAN DARMAWAN Harus dapat izin, Yang Mulia, dulu katanya tadi, sudah izin tapi harus izin Yang Mulia.
52.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, kan ditayangkan ini, ditayangkan di ... ya, silakan.
53.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: RIDWAN DARMAWAN Terima kasih, Yang Mulia.
54.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Harusnya dari tadi dikasih biar cepat. Yang mana kode ini? Janganjangan nanti file yang enggak ditampilkan begitu. Filenya yang mana itu?
55.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: SALVIUS SEKO Filenya yang jalan rusak, Danau Semendu dan Dagi.
56.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya. Bisa dijelakan ini, di mana ini? Daerah mana ini?
57.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: SALVIUS SEKO Baik. Yang terhormat Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Bapak, Ibu Hadirin yang terhormat izinkan saya bicara. Selamat sore dan selamat sejahtera untuk kita semua. 28
Baik, saya perkenalkan diri dulu, nama saya Salvius Seko, saya Ketua Lembaga Masyarakat Adat Dayak di … Masyarakat Adat Dayak di … Kalimantan Barat ada 154 Suku Dayak dan kebetulan di Suku Dayak Tobak saya sebagai kepala sukunya. Jadi saya berangkat dari sebuah fakta bagaimana masyarakat adat kami karena tidak ada pendirian smelter atau tempat pemurnian bagaimana dampak dari perusahaan-perusahaan tambang terhadap hakhak dan eksistensi masyarakat adat. Bisa dibayangkan di situ ini semuanya, ini adalah wilayah masyarakat adat kami tapi kemudian diambil karena tidak ada smelter dan sebagainya. Sebenarnya kami menginginkan adanya pendirian smelter sehingga memberi manfaat, kenapa? Karena tidak ada pendirian smelter memberikan izin yang tidak terkontrol, sehingga karena tidak terkontrol bayangkan kerusahakan ekologis, kerusakan sosiologis, kerusakan kultural. Ini adalah sebenarnya awal-awalnya adalah danau, danau itu punya nilai kultural, danau itu punya nilai sosial bagi masyarakat adat Dayak kami tapi kemudian ditimbun oleh perusahaan padahal itu tidak masuk dalam wilayah konsesi. Dan kami masyarakat adat Dayak merasa tersakiti karena hak-hak kami dirampas. Dan ada lagi yang namanya pedagi-pedagi itu adalah tempat keramat bagi masyarakat adat Dayak kami, tapi kemudian itu masuk dalam wilayah konsesi kemudian dicaplok begitu saja. Ini karena ... sekali lagi karena tidak ada kontrol, tidak ada smelter yang didirikan, kalau ada smelter berarti semuanya segala sesuatu terkontrol. Ini juga danau. Belum lagi limbah-limbah yang dibuang ke Sungai Kapuas, Sungai Kapuas itu bagi masyarakat Dayak itu tidak hanya sebagai tempat untuk melakukan aktifitas sehari-hari, tapi juga punya nilai sosial, punya nilai kultural. Oleh karena itu, saya tidak banyak berbicara Majelis Hakim, Yang Mulia, saya hanya katakan bahwa ini MKU, Perusahaan MKU ini ada di daerah ... ini di Desa Sejotang Kecamatan Tayan Hilir, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Nah, bayangkan perusahaan sebesar ini tidak ada smelternya lalu kemudian dia enak saja membuang limbahnya itu ke Sungai Kapuas, dan apa dampaknya bagi masyarakat adat? Belum lagi ... coba minta ... mohon yang terhormat Majelis Hakim saya bisa tampilkan ... bisa minta tolong tampilkan jalan rusak. empat, empat. Nah, ini status jalannya adalah jalan nasional, jalan juga sekaligus jalan penghubung antar negara, Khucing, Sabah, Serawak, Brunei. Kondisinya seperti ini karena dilalui oleh kendaraan angkutan bauksit yang satu muatan dumb truk itu 21 … 21 ton ditambah lagi dengan berat kendaraannya ada berkisar sekitar 31 ton. Dan di sepanjang itu adalah ada sekitar 50 kilometer itu jalan itu semuanya masyarakat adat. Ini karena kondisi seperti ini karena tidak terkontrol. Belum lagi izin-izin pada tahun 2009 sampai 2011 di Sanggau itu ada 81 izin pertambangan bauksit yang mendominasi, kemudian ada silikon, dan ada bijih besi. Ini semua kendaraan-kendaraan angkutan bauksit. 29
58.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Oke, terus? Buka lagi yang lain? Kalau jalan rusak sudah dilihat, apa lagi?
59.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: SALVIUS SEKO Ya, yang satunya ada pedagi ya. Ya, di sebelah … di sini ada gambar … ada danau itu namanya Danau Laet. Di Kalimantan Barat ini danaunya ini keanekaragaman hayatinya itu nomor dua setelah Danau Sentarum. Tapi juga sudah terancam karena ada aktifitas-aktifitas pertambangan di situ, aktifitas pertambangan bauksit PT Dempek. Itu luasnya sekitar 400 hektar dan itu dimiliki oleh masyarakat adat daerah kami. Ini juga terancam. Oleh karena itu, Majelis Hakim Yang Terhormat. Saya mewakili seluruh masyarakat adat Dayak, menginginkan keadilan dan menginginkan Majelis Hakim Yang Terhormat untuk menegakkan keadilan yang sebenar-benarnya bagi kami karena kami sudah 69 tahun Indonesia merdeka tapi kondisi jalannya dan hak-hak kami dirampas. Oleh karena itu, kami ingin keadilan.
60.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, cukup ya.
61.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: SALVIUS SEKO Sekian. Terima kasih, selamat sore.
62.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik, terima kasih. Ini jauh dari Kalimantan.
63.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: RIDWAN DARMAWAN Izin juga, Yang Mulia. Jika dimungkinkan, Saksi kami karena harus menempuh perjalanan lagi malam ini juga pukul 18.00 WIB, mohon diizinkan untuk meninggalkan ruang terlebih dahulu.
64.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, silakan.
30
65.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: RIDWAN DARMAWAN Baik, terima kasih.
66.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, saya kira sudah jelas yang disampaikan ya.
67.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: RIDWAN DARMAWAN Terima kasih, Yang Mulia.
68.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Terima kasih. Ini Pemerintah masih ada berapa ahli sebenarnya?
69.
KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Bertanya sedikit, Yang Mulia.
70.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Sebentar-sebentar. Ini enggak usahlah, ini jelas hanya fakta-fakta itu saja. Jadi (…)
71.
KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Ya, saya ingin mengatakan karena kesimpulan yang dibuat itu menurut kami berkeberatan.
72.
KETUA: HAMDAN ZOELVA ya.
73.
Enggak, begini. Masing-masing simpulkan saja, kita lihat faktanya
KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Oke.
74.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Ahli dari Pemerintah berarti ada Dr. Sonny Keraf dan Dr. Riyad Chairil. Kemudian ada (…)
31
75.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Sekalian saja nanti ya setelah ini.
76.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Kemudian ada saksi … ya, baik terima kasih.
77.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya karena sudah terlalu sore ya.
78.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Ya, terima kasih.
79.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Kita ada tanya jawab dahulu kepada ahli yang ada. Nanti Pak Sonny Keraf dan ahli yang lain dimajukkan dalam sidang yang akan datang. Ya, Pemerintah ada pertanyaan kepada ahli atau cukup?
80.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Cukup, Yang Mulia.
81.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Cukup, Pemohon ada pertanyaan?
82.
KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Terima kasih, Yang Mulia. Sebelumnya, sebelum bertanya kami ada dua pernyataan keberatan ya. Pertama, kami berkeberatan Ahli dari Pihak Pemerintah membahas ahli kami. Karena itu kami merasa tidak fair karena ahli kami tidak dihadirkan di sini untuk adu argumentasi, itu pertama. Yang kedua, mengenai Ahli Prof. Dr. Siti Rochani dan kemudian Dr. Ahmad Redi. Kami berkeberatan kalau kedua orang ini disebut Ahli ya, yang independent karena ternyata Prof. Dr. Siti Rochani itu adalah peneliti di Pusat Penelitian Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Jadi kami ingin dianggap itu sebagai keterangan Pemerintah tambahan.
32
Lalu kemudian, Dr. Ahmad Redi itu adalah Kepala Sub Bidang Sumber Daya Alam Kementerian Sekretariat Negara. Jadi kami juga ingin dianggap itu sebagai tambahan keterangan Pemerintah bukan keterangan Ahli, itu yang pertama. Yang kedua adalah kami ingin bertanya kepada Ahli-Ahli yang diajukan. Pertama, kepada Prof. Yusril Ihza Mahendra. Tadi dikatakan bahwa undang-undang ini kalau tidak salah memberikan fleksibilitas kepada Pemerintah untuk mengatur. Tetapi kemudian, tadi dikatakan bahwa yang namanya larangan ekspor adalah konsekuensi logis dari ketentuan Pasal 102 dan 103. Kami ingin Ahli menghubungkan dua hal ini, apa yang dimaksud fleksibilitas dan kemudian konsekuensi logis? Apakah fleksibilitas itu kemudian terkait juga dengan … bahwa boleh juga tidak melarang ekspor? Karena ternyata Ahli dari Pemerintah lain yang diajukan Ahmad Redi mengatakan tidak ada satu ayat pun yang mengatakan bahwa Pemerintah melarang ekspor yang akan kami buktikan bahwa ada ayat seperti itu. Itu kepada Prof. Yusril Ihza Mahendra. Kemudian kepada Prof. Hikmahanto. Prof. Hikma, kami ingin ditunjukkan mana dari ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 yang memberikan batas waktu lima tahun bagi IUP dan IUPK harus melakukan pengolahan dan pemurnian? Karena yang kami pahami adalah mudah-mudahan kami tidak keliru, Pasal 169 dan Pasal 170 itu diperuntukkan bagi kontrak karya yang kami sepenuhnya setuju demi nasionalisme. Kemudian, Prof. Hikmahanto, kalau misalnya dipahami bahwa harus dilakukan pemurnian di dalam negeri, persoalannya adalah apa jalan keluar yang Prof. bisa tawarkan? Karena dalam sidang-sidang sebelumnya, Pemohon ini adalah rata-rata bergerak di bidang bauksit dan nikel. Sebagai contoh, misalnya bauksit, sampai saat ini belum ada smelter yang kemudian bisa memurnikan. Padahal, produksi bauksit 2013=55.000.000 ton. Dan 2015 diperkirakan hanya akan kira-kira 7.000.000 sampai 10.000.000 ton saja. Pertanyaan berikutnya adalah siapa yang diuntungkan dengan kebijakan smelter khusus di bidang bauksit misalnya? Karena Ahli kami mengatakan, “Yang untung adalah (suara tidak terdengar jelas), Treader International yang sahamnya langsung naik, dan kemudian berkomitmen untuk membangun smelter di sini yang sampai sekarang tidak jelas realisasinya karena pilpres sudah selesai.” Kemudian, kepada Ahli dari pihak Pemerintah yang kami anggap sebagai keterangan tambahan dari Pemerintah karena memang orang Pemerintah. Ada ketentuan, tadi dikatakan bahwa Pemerintah sama sekali tidak perlu … tidak pernah mengatakan ada larangan ekspor. Coba Ahli baca Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2014 Pasal 11 … Pasal 12 ayat (4) yang kurang-lebih menyatakan, “Penjualan hasil pengolahan mineral logam ke luar negeri, sebagaimana dimaksud pada 33
angka 1 dan angka 3 tidak berlaku bagi komoditas tambang, mineral, logam, nikel, bauksit, timah, emas, perak, dan kromium.” Saya kira sama saja bahasanya, larangan ekspor sama larangan menjual ke luar negeri. Itu saja dulu, Yang Mulia. 83.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik. Keberatannya dicatat dan (…)
84.
KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Ada tambahan, Yang Mulia. Kami tidak ingin ada salah persepsi di Ahli yang diajukan. Kami sama sekali tidak meminta ini dibatalkan, ketentuan Pasal 102 dn Pasal 103. Kami juga mendukung bahwa harus ada proses pengolahan dan pemurnian. Tapi yang kami minta itu ada way out-nya (ada jalan keluarnya). Ketika kemudian pemerintah daerah dan pemerintah pusat memberikan izin pertambangan, lalu kemudian pihak yang menerima IUP secara legal ini melakukan penambangan, tapi kemudian tidak bisa melakukan penjualan ke luar negeri, tapi juga tidak bisa melakukan pengolahan dan pemurnian karena tidak ada alat dan sarananya. Itu saja, Yang Mulia.
85.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya. Jadi … jadi begini, jadi biarkan Ahli ini memberikan keterangan secara bebas. Nanti Majelis yang akan menilai, apa sih inti permohonan Saudara? Akan dijawab di sana, ya? Kemudian, keberatan yang diajukan tadi dicatat dan Majelis yang akan menilai relevansi keterangan Ahli berkaitan dengan perkara ini. Silakan, Para Ahli untuk menyampaikan jawaban.
86.
AHLI DARI PEMERINTAH: YUSRIL IHZA MAHENDRA Terima kasih, Yang Mulia. Pasal 102 dari Undang-Undang Minerba itu mengandung norma yang wajibkan pemegang IUP dan IUPK untuk melakukan peningkatan nilai tambah. Peningkatan nilai tambah itu sendiri diatur di dalam Pasal 103 yang di dalamnya mengatakan bahwa peningkatan nilai tambah itu harus dilakukan di dalam negeri. Ketentuan lebih lanjut dari peningkatan nilai tambah, kemudian pemurnian, dan pengolahan yang diatur di dalam norma Pasal 102 dan Pasal 103 itu dikatakan lebih lanjut diatur dengan peraturan pemerintah. Karena itu, kami berpendapat bahwa norma ini bukanlah norma yang selesai. Karena dia mendelegasikan kepada peraturan pemerintah untuk mengatur lebih lanjut tentang peningkatan nilai tambah, dan pengolahan, serta pemurnian yang wajib dilakukan di dalam negeri itu. 34
Kami berpendapat bahwa pembentuk undang-undang memang sengaja merumuskan normanya seperti itu agar lebih fleksibel. Oleh karena seperti kita maklum, ada puluhan jenis, bahkan bisa lebih mineral yang merupakan hasil dari kegiatan penambangan. Dan tiap-tiap mineral itu mempunyai karakteristik yang berbeda dalam proses pengolahan dan pemurniannya. Bahkan lebih jauh, ada yang tanpa … apa … pemurnian, tapi dia raw material, dia langsung menjadi suatu produk industri tambang yang siap digubakan untuk industri yang lain. Oleh karena itu, tidak mungkin hal-hal seperti ini diatur secara rinci di dalam undang-undang, maka dia didelegasikan kepada peraturan pemerintah. Dan kalau kita lihat faktanya, peraturan pemerintah itu pun tidak juga mau merincinya. Bahkan, mendelegasikan lagi kepada peraturan Menteri ESDM. Seperti sekarang kita lihat lampiran peraturan Menteri ESDM yang sudah berapa kali diubah, itu sangat detail menyebutkan konsentrat dari jenis mineral tertentu sampai ketingkat beberapa persen yang dapat dikatakan sesuai pengolahannya yang dapat di ekspor atau tidak. Jadi dibuat sedemikian rupa supaya lebih fleksibel sehingga dilakukan tiap kali ada perubahan dengan menyesuaikan kebutuhan, baik dalam maupun di luar negeri, mempertimbangkan faktor-faktor itu maka tidak perlu dilakukan perubahan terhadap undang-undang, tapi cukup dengan mencabut peraturan Menteri ESDM saja. Jadi dia akan lebih fleksibel cara pengaturannya. Kemudian, perumusan-perumusan yang tidak selesai seperti ini menurut pendapat kami memang sesuatu yang tidak dapat dinilai pada norma yang ada di dalam undang-undang itu. Penilaianya apabila ada di dalam norma yang ditunjuk oleh undang-undang atau didelegasikan oleh undang-undang tadi. Jadi kalau kita berpendapat bahwa peraturan pemerintah atau peraturan Menteri ESDM itu bertentangan dengan yang lebih tinggi maka mestinya yang di uji bukan norma undang-undangnya, tapi yang diuji adalah norma dari peraturan pemerintah atau peraturan Menteri ESDM itu. Jadi saya kira demikian jawaban kami sejauh mengenai efektivitas ini atau masih ada yang mau ditanyakan barang kali. 87.
KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Cukup, Yang Mulia.
88.
AHLI DARI PEMERINTAH: YUSRIL IHZA MAHENDRA Cukup, baik.
35
89.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik, cukup. Silakan, Pak Hikmahanto.
90.
AHLI DARI PEMERINTAH: HIKMAHANTO JUWANA Terima kasih, Yang Mulia. Terkait dengan pertanyaan yang ditujukan kepada saya ada 2. Pertama adalah soal batas waktu yang 5 tahun. Di mana Kuasa dari Pemohon mengatakan bahwa bukankah itu ketentuan yang diatur di dalam Pasal 169 dan Pasal 170 mungkin pada tepatnya pasal 170. Karena pada Pasal 169 ayat (a), (b), dan (c) terkait dengan penghormatan terhadap kontrak karya. Lalu pertanyaannya adalah apakah Pasal 170 ini juga berlaku bagi pelaku usaha yang non kontrak karya? Dalam pandangan saya Pasal 102 yang kemudian diikuti dengan pada 103 sebagaimana tadi yang disampaikan oleh Prof. Yusril sudah mendelegasikan kewenangannya ke pengaturan pemerintah artinya presiden dengan menerbitkan peraturan pemerintah diberikan keleluasaan terkait dengan pengaturan yang ada di dalam Pasal 102 … 102. Nah, tentu pemerintah memiliki diskresi untuk menentukan berapa lama dan saya yakin pemerintah mempunyai alasan mengapa jangka waktu yang 5 tahun itu ditetapkan bersamaan dengan ketentuan yang ada di dalam Pasal 170, artinya tidak harus kemudian Pasal 170 dianggap sebagai sumber untuk pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah, tetapi sumbernya adalah pada Pasal 103 ayat (3). Hal yang kedua yang ingin saya sampaikan di sini adalah bahwa pemerintah sebenarnya juga tidak menentukan 5 tahun persis. Karena pemerintah memberikan tenggang waktu selama 3 tahun, kalau memang akan dilakukan ekspor dalam batas-batas tertentu maka harus dibayar pihak luar. Di sini konsep pihak luar itu sama ketika pemerintah menerapkan biaya masuk, sebagai contoh industri mobil kalau dalam bentuk completely build up maka akan dikenakan biaya masuk yang cukup tinggi, harapannya adalah para pelaku usaha yang melihat pasar di Indonesia itu akan melakukan investasi di Indonesia dan membuka lapangan pekerjaan di Indonesia mendatangkan devisa dan seterusnya. Nah, ini agak sedikit kebalik, bukan barang dari luar yang dimasukkan ke Indonesia tetapi bagaimana mendorong agar di Indonesia tumbuh hilirisasi atau pemurnian dan pengolahan ini maka dilakukanlah pengenaan bea keluar. Itu yang pertama yang ingin saya sampaikan dalam kesempatan ini. Hal yang kedua kalaulah ditanyakan kepada saya tentu ini bukan domain saya sebagai Ahli yang terbatas pada masalah hukum, tetapi tentu ini domain dari Pemerintah. Apa yang menjadi jalan keluar apabila 36
para pelaku usaha bauksit tidak menemukan smelter untuk bahan yang ditambangnya? Di sini menurut saya tidak perlu harus sampai ke Mahkamah Konstitusi kalau misalnya memang way out itu yang dimintakan, tentu bisa saja dibicarakan dengan Pemerintah seperti apa jalan keluar. Saya tidak berpretensi untuk mengatakan jalan keluar seperti apa yang tepat karena itu di luar domain saya. Terima kasih. 91.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik, terima kasih. Selanjutnya Ibu Siti Rochani. Ya, Pak … ini … dulu ya, Pak Ahmad Redi, ya. Ya, silakan.
92.
AHLI DARI PEMERINTAH: AHMAD REDI Dari Pemohon kaitannya dengan ada peraturan menteri yang mengatur mengenai larangan ekspor. Sebagaimana memang saya sampaikan di tulisan, saya menyebut bahwa Pemerintah tidak pernah mengatur mengenai larangan ekspor minerba dalam Undang-Undang Minerba, PP 23, PP 24, dan PP 1/2014. Jadi memang saya tidak pernah menyebut ada pengaturan larangan ekspor itu di permen, pun Permen 7 Tahun 2010 sudah di … 12 sudah dibatalkan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Prof. Yusril ketika pun Permen 1/2014 mengatur tentang larangan, saya ingat bahwa memang permen … ketika PP 1 Tahun 2014 itu muncul, 3 peraturan menteri yang muncul. Permen 1 SDM, kemudian Permen 1 Perdagangan, dan Permen 6 Keuangan kaitan dengan bea keluar. Jadi memang kalau kaitan dalam peraturan menteri, saya kira memang apa yang dikatakan Prof. Yusril tadi bahwa memang bukan tempat ini yang kita jadikan tempat untuk menyelesaikan perkara itu, cukup di Mahkamah Agung. Jadi kalau yang ditanyakan oleh Kuasa Hukum Pemohon tadi itu ya kita tidak perlu berpanjang lebar diskusi di sini mengenai permen tadi. Kalau Pemohon mengatakan ada Permen 1 Tahun 2014 yang mengatur itu, ya sudah kita selesaikan di Mahkamah Agung bukan di sini. Jadi itu yang ingin saya sampaikan. Terima kasih.
93.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik. Masih ada? Ya. Cukup, ya.
94.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: JANSES E. SIHALOHO Satu, Yang Mulia. Dari Pihak Terkait, Yang Mulia.
37
95.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Pihak Terkait?
96.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: JANSES E. SIHALOHO Ya.
97.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Oh, silakan.
98.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: JANSES E. SIHALOHO Terima kasih, Yang Mulia. Satu pertanyaan untuk Prof. Yusril. Prof tadi menyampaikan bahwa Pasal 102, 103 itu sudah konstitusional. Nah, bila saya membaca ini, saya mengajak Prof. untuk menafsirkan secara gramatikal, di Pasal 102 itu kan disebutkan bahwa pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah. Diterangkan lebih lanjut bahwa nilai tambah itu adalah dalam bentuk pengolahan dan pemurnian. Di Pasal 103, di situ tanpa diperjelas bahwa permurnian dan pengolahan itu di dalam negeri bukan di luar negeri. Nah, memang tadi Prof menyampaikan bahwa ada mineral yang bisa … harus dimurnikan dan diolah tapi ada juga yang tidal perlu. Nah, pertanyaan saya untuk mineral yang harus dimurnikan dan harus diolah. Apakah salah apabila saya menafsirkan bahwa memang di Pasal 102 dan 103 dilarang ekspor terhadap mineral yang belum pernah … belum diolah dan dimurnikan. Apakah salah kalau umpanya saya atau pemerintah atau siapapun menafsirkan bahwa berdasarkan Pasal 102 dan 103 karena ada kewajiban untuk mengolah dan itu di dalam negeri, apakah salah kalau umpamanya kita tafsirkan bahwa tidak boleh ada larangan ekspor terhadap mineral yang belum diolah dan dimurnikan. Bagaimana menurut tanggapan Prof.?
99.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, silakan.
100. AHLI DARI PEMERINTAH: YUSRIL IHZA MAHENDRA Baik. Ini memang pertanyaan dengan … berkaitan dengan apa yang ditanyakan oleh Kuasa Hukum Pemohon Pak Refly tadi. Kalau di dalam Pasal 103 itu mengatakan bahwa pengolahan dan pemurnian itu wajib dilakukan di dalam negeri, maka saya katakan konsekuensi logisnya pemerintah menafsirkan bahwa ya ekspor raw 38
material atau ore harus dilarang. Apa artinya kalau tidak dilarang? Di satu pihak dikatakan bahwa pemurnian dan pengolahan wajib dilakukan dalam negeri tetapi ekspor dibolehkan, kan ndak ada artinya. Jadi karena itu konsekuensi logis dari ketentuan Pasal 103 itu adalah melarang ekspor raw material atau ore ke luar negeri. Tetapi apakah peraturan Menteri SDM itu bertentangan atau tidak dengan … saya kira bukan di sini forum kita untuk membahas itu karena itu mesti diuji di Mahkamah Agung. Jadi saya berpendapat bahwa itu tidak diatur di dalam undangundang sengaja supaya fleksibel diserahkan pada peraturan pemerintah saja. Dan seperti kita saksikan faktanya bahwa beberapa peraturan Menteri SDM itu sudah diuji ke Mahkamah Agung dan kemudian juga sudah dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Jadi itu domain dari Mahkamah Agung untuk menilai bahwa ternyata tafsir larangan ekspor itu tidak dibenarkan, tidak diterima oleh Mahkamah Agung. Tapi sampai sekarang peraturan-peraturan itu terus dinamis, mengalami perubahan sesuai dengan situasi yang berkembang dan ini domain adalah kewenangan pemerintah untuk memberikan penafsiran seperti itu. Jadi kalau saya berpendapat bahwa memang sangat logis dari logika hukum kalau wajib dimurnikan dan diolah di dalam negeri, maka kemudian pemerintah melarang ekspor. Tapi kenyataannya memang tidak semua itu dapat teratasi di dalam negeri. Terus terang, sebagai orang yang juga dulu ikut mendraft peraturan pemerintah, perubahan itu harus mengakui bahwa bauksit dan nikel itu dua mineral yang memang tidak ditemukan jalan keluarnya, bagaimana mengatasinya? Dan karena itu seperti Pak Hikmahanto katakan tadi, sebenarnya ini bukan lagi persoalan undang-undang tapi sudah persoalan kebijakan bagaimana pemerintah mengatasi kesulitan, larangan ekspor raw material dan ore khusus untuk nikel dan bauksit yang untuk harus dipecahkan bukan pada level undang-undang, tapi pada level kebijakan. Demikian pendapat kami, Yang Mulia. 101. KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik. Terima kasih, Para ahli sudah memberikan keterangan. Pemerintah ini berapa ahli lagi yang akan diajukan? 102. PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Ya, berarti pemerintah itu tinggal dua. 103. KETUA: HAMDAN ZOELVA Dua ahli ya.
39
104. PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Dr. Sonny dan Dr. Ryad Chairil. Kemudian ada saksi, Yang Mulia. 105. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, berapa saksi? 106. PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Saksinya ... saksi ada ... makanya sebagaimana surat dari Pemerintah nanti kami akan bahas dulu, Yang Mulia, karena sebetulnya seperti Dirut Aneka Tambang, Inalum, Krakatau Steel, Bupati Bontang, dan Gubernur Sultra awalnya memang kami putuskan untuk menjadi saksi, namun kemudian di dalam apa koordinasi kita putuskan untuk menjadi Pihak Terkait. Oleh karena itu, kalau arahan Pimpinan tadi Yang Mulia mengatakan itu menjadi saksi hemat kami untuk sementara yang firm untuk menjadi saksi adalah 3. Kalau itu diarahkan menjadi saksi berarti plus 5. 1, 2, 3, 4, 5 namun demikian nanti ada surat resmi yang kami akan kirimkan kepada Yang Mulia. Terima kasih. 107. KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik. Kalau begitu untuk sidang yang akan datang kita mendengarkan dua ahli dulu sampai tiga saksinya, jadi maksimum lima karena waktunya ya. Dua ahli dan tiga saksi ya. Sidang selanjutnya akan dilaksanakan pada hari Senin 22 September 2014, pukul 11.00 WIB untuk mendengarkan keterangan ahli dan saksi dari Pemohon. Sidang hari ini selesai dan (...) 108. PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Pemerintah, Yang Mulia.
40
109. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ahli Pemerintah, maaf. Keterangan ahli dan saksi dari Pemerintah. Dengan demikian sidang hari ini selesai dan dinyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 15.50 WIB Jakarta, 2 September 2014 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
41