MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 10/PUU-XII/2014
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN PEMERINTAH DAN DPR (III)
JAKARTA RABU, 12 MARET 2014
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 10/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara [Pasal 102 dan Pasal 103] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (APEMINDO) 2. PT Harapan Utama Andalan dan PT Pelayaran Eka Ivanajasa 3. Koperasi “TKBM Kendawangan Mandiri, dkk. ACARA Mendengarkan Keterangan Pemerintah dan DPR (III) Rabu, 12 Maret 2014, Pukul 11.21 – 12.22 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6)
Arief Hidayat Ahmad Fadlil Sumadi Anwar Usman Muhammad Alim Harjono Patrialis Akbar
Cholidin Nasir
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti ii
Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Refly Harun 2. R. M. Maheswara Prabandono 3. Ahmad Irawan B. Pemerintah: 1. Mualimin Abdi 2. R. Sukhyar C. Kuasa Hukum Pihak Terkait: 1. Arif suherman 2. Riando Tambunan
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.21 WIB
1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Sidang dalam perkara Nomor 10/PUU-XII/2014 dengan ini saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Semestinya sidang ini adalah sidang Pleno yang kuorumnya adalah 7 orang, berhubung dua orang Hakim sedang sakit, dalam hal ini Ketua juga sakit sehingga sidang ini menjadi sidang Panel yang diperluas. Apakah Saudara Pemohon ada keberatan?
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: MAHESWARA PRABANDONO Tidak, Yang Mulia.
3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Tidak. Baik, kalau tidak ada kita lanjutkan. Yang kedua, Pihak Terkait juga sudah mengajukan permohonan pada kesempatan ini Majelis memutuskan Pihak Terkait sudah langsung bisa mengikuti jalannya persidangan sebagai Pihak Terkait.
4.
PIHAK TERKAIT: ARIF SUHERMAN Terima kasih, Yang Mulia.
5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Kemudian Pemohon, hadir. Pemerintah? Hadir. Kemudian sudah ada Pihak Terkait. DPR ada surat yang memberitahukan bahwa karena bersamaan dengan waktu reses, maka DPR belum bisa hadir sehingga tidak bisa memberikan keterangan yang mestinya agenda persidangan kali ini adalah mendengar keterangan Pemerintah atau Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat, maka agenda pada siang hari ini adalah kita bersama-sama mendengarkan keterangan Pemerintah. Saya persilakan Pemerintah yang akan memberikan untuk (…)
1
6.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang salam sejahtera untuk kita semua. Yang saya hormati, Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Yang saya hormati Pemohon, Pak Refly Harun kawan saya. Kemudian Pihak Terkait dan Rekan-Rekan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Kementerian ESDM. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Sebagaimana permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, yang selanjutnya nanti Pemerintah akan disebut sebagai Undang-Undang Minerba terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dimohonkan oleh Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia yang disingkat Apemindo dan Kawan-Kawan, yang dalam hal ini memberikan Kuasa kepada Bapak Refly Harun dan Kawan-Kawan, sebagaimana register Nomor 10/PUUXII/2014, maka Presiden dalam hal ini memberikan Kuasa kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik, kemudian Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia memberi Kuasa kepada saya selaku Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan selaku pelaksana tugas dari Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan. Kemudian Menteri ESDM memberi Kuasa kepada Direktur Jenderal Mineral dan Batubara dan Rekan-Rekan yang sudah hadir di persidangan ini. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Terkait dengan permohonan Para Pemohon, pada intinya terkait dengan permohonan Para Pemohon, Pemerintah tidak akan membacakan karena dianggap telah diketahui bersama baik oleh Pemohon maupun Pemerintah, namun catatannya yang terkait dengan permohonan Para Pemohon. Para Pemohon antara lain mengajukan permohonan putusan sela, agar pelaksanaan Pasal 102 dan 103 Undang-Undang Minerba dihentikan. Terhadap putusan sela, Pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada Mahkamah untuk menilai dan mempertimbangkannya. Kemudian yang kedua, Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Terkait dengan legal standing atau kedudukan hukum Para Pemohon. Terkait dengan kedudukan Para Pemohon, Pemerintah juga menyerahkan sepenuhnya kepada Mahkamah untuk mempertimbangkan dan menilainya, apakah Para Pemohon memiliki kedudukan hukum atau tidak? Walaupun di dalam catatan Pemerintah dari seluruh argumentasi, dari seluruh dalil-dalil yang dimohonkan atau yang diuraikan di dalam permohonannya memang nampak bahwa sebetulnya Para Pemohon mempermasalahkan hal-hal yang terkait dengan implementasi atau penerapan dari norma atau pasal yang diujikan di Mahkamah Konstitusi ini, yaitu terkait dengan atau paling tidak Para Pemohon menghubungkanya dengan peraturan pelaksana dari 2
Undang-Undang Minerba tersebut, yaitu PP maupun Peraturan Pemerintah itu sendiri. Namun demikian sekali lagi, Pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada Mahkamah untuk menilai dan mempertimbangkannya, apakah Para Pemohon memiliki legal standing atau tidak. Kemudian selanjutnya Yang Mulia, Pemerintah akan memberikan penjelasan terhadap materi muatan permohonan yang dimohonkan untuk diuji. Ada beberapa bagian yang akan Pemerintah sampaikan, namun nanti karena penjelasan Pemerintah ada hal yang terkait dengan grafik yang perlu disebutkan atau dijelaskan secara teknis, nanti Dirjen Mineral dan Batubara yang akan menambahkan penjelasan dari grafik yang sudah ada di dalam layar monitor tersebut. Namun demikian akan kami mulai, Yang Mulia. Bahwa sebelum Pemerintah menjelaskan hal-hal yang terkait dengan materi muatan yang diuji tersebut, maka Pemerintah akan menjelaskan hal-hal sebagai berikut. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa tujuan pembentukan pemerintahan negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Selanjutnya Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa bumi dan air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, seluruh kekayaan alam baik yang terdapat di dalam maupun di atas permukaan wajib dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Yang Mulia Ketua Mahkamah Konstitusi, di dalam putusannya Nomor 01-021-022/PUU-I/2003 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan, tanggal 15 Desember 2004 telah memberikan penafsiran terhadap frasa dikuasai negara, yang mencakup makna penguasaan oleh negara dalam arti luas yang bersumber dan diturunkan dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber kekayaan bumi dan air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Termasuk pula di dalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektifitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan yang dimaksud. Rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh Undang-Undang Dasar 1945, memberikan mandat kepada negara untuk melakukan fungsinya dalam mengadakan kebijakan dan tindakan pengurusan, pengaturan, pengelolaan, dan pengawasan. Mengacu pada penafsiran tersebut maka segala kekayaan alam yang berada di bumi Indonesia itu 3
dikuasai oleh negara dan harus dikelola untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Kondisi pengelolaan sumber daya alam, khususnya sumber daya mineral di Indonesia saat ini sebagian besar diekspor masih dalam bentuk bahan mentah, tanpa dilakukan pengelolaan dan/atau pemurnian terlebih dahulu. Di sisi lain beberapa industri pengolahan yang menggunakan sumber daya mineral sebagai bahan baku utama maupun penunjang, masih merupakan produk impor. Kondisi tersebut mengakibatkan sumber daya mineral tidak menghasilkan nilai tambah secara langsung, sebagaimana yang diharapkan. Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya mineral mesti dikaitkan dengan sifatnya sebagai sumber daya alam yang tidak terbarukan. Sebagai sumber alam, sumber daya alam yang tidak terbarukan berbagai jenis komoditas tambang mineral, seperti tembaga, emas, perak, nikel, timah, dan bauksit, cepat atau lambat akan mengalami kelangkaan atau bahkan habis, sementara manfaat atas sumber daya mineral tersebut belum secara optimal dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Dalam kondisi yang demikian upaya strategis yang dapat dilakukan Pemerintah antara lain di antaranya dengan mengatur dan menjalankan secara konsisten kebijakan peningkatan nilai tambah mineral di dalam negeri dengan mewajibkan perusahaan-perusahaan pertambangan di Indonesia untuk melakukan kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral. Pengaturan tentang kebijakan peningkatan nilai tambah melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral, dan batubara, sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 102 dan Pasal 103 Undang-Undang Minerba dan peraturan pelaksanaannya sangat diperlukan mengingat kondisi pengelolaan sumber daya alam, khususnya sumber daya mineral di Indonesia saat ini sebagai sumber besar ... sebagai ... sebagian besar diekspor masih dalam bentuk bahan mentah tanpa dilakukan pengolahan dan/atau pemurnian terlebih dahulu. Di sisi lain, Yang Mulia. Beberapa industri pengolahan yang menggunakan sumber daya mineral sebagai bahan baku utama ataupun penunjang masih merupakan produk impor. Kondisi tersebut mengakibatkan sumber daya mineral tidak menghasilkan nilai tambah secara langsung, sebagaimana yang diharapkan. Dengan adanya ketentuan yang mengatur kewajiban peningkatan nilai tambah bagi pemegang IUP, operasi produksi diharapkan dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam di Indonesia. Khususnya mineral dan batubara, sehingga dapat dipergunakan sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Yang Mulia, selain hal tersebut di atas, Pemerintah juga dapat menyampaikan bahwa tujuan dan pokok-pokok pikiran pengelolaan 4
mineral dan batubara sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 3 UndangUndang Minerba, dimana tujuan pengelolaan mineral dan batubara tidak lain adalah untuk yang pertama menjamin efektifitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha pertambangan secara berdaya guna, berhasil guna, dan berdaya saing. Yang kedua, menjamin manfaat pertambangan mineral dan batubara secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup. Yang ketiga, Yang Mulia, ini yang sangat penting adalah menjamin tersedianya mineral dan batubara sebagai bahan baku dan/ atau sebagai sumber energy untuk kebutuhan di dalam negeri. Kemudian yang keempat, mendukung, menumbuhkembangkan kemampuan nasional agar lebih mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional. Kemudian yang kelima, Yang Mulia, meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah, dan negara, serta menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat. Dan yang keenam, menjamin kepastian hukum dalam menyelenggarakan kegiatan usaha pertambangan, mineral, dan batubara. Kemudian yang selanjutnya, Yang Mulia, terkait dengan pokok permohonan sebagaimana diajukan oleh Para Pemohon, kami atau Pemerintah tidak akan membacakan ketentuan Pasal 102 UndangUndang Minerba. Begitu juga Pasal 103 Undang-Undang Minerba yang dianggap bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945. Kemudian pasal-pasal di dalam Undang-Undang Dasar juga … eh, Pemerintah tidak akan membacakannya karena dianggap sudah diketahui bersama. Namun demikian Pemerintah dapat memberikan penjelasan sebagai berikut. Yang pertama, terhadap dalil argumentasi anggapan Para Pemohon sebagaimana di dalam permohonannya yang menyatakan bahwa Pasal 102 dan Pasal 103 Undang-Undang Minerba sama sekali tidak mengandung ketentuan tentang larangan ekspor. Namun, Pemerintah telah membuat kebijakan turunan di bawah Undang-Undang Minerba yang melarang ekspor bijih, sehingga bertentangan dengan prinsip negara hukum sebagaimana diatur di dalam Pasal 1 UndangUndang Dasar Tahun 1945 dan prinsip-prinsip perlindungan, pengakuan, jaminan dan perlindungan, serta adanya kepastian hukum sebegaimana diamanatkan oleh Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, maka Pemerintah dapat memberikan penjelasan sebagai berikut. Bahwa dalil Para Pemohon sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah menurut Pemerintah sangat tidak berdasar, mengingat tidak ada satu pun peraturan pelaksana Undang-Undang Minerba dalam bentuk peraturan Pemerintah maupun peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral yang menyebutkan tentang larangan ekspor sebagaimana turunan dari Pasal 102 dan Pasal 103 Undang-Undang Minerba. 5
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara, yaitu PP Nomor 23 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 (PP No. 1 Tahun 2014) dalam PP Nomor 23 Tahun 2010, kemudian pengaturan lebih lanjut tentang peningkatan nilai tambah sebagaimana diatur di dalam BAB VIII, Pasal 93 sampai dengan Pasal 96. Kemudian selanjutnya, di dalam Pasal 93 sampai dengan Pasal 96, PP No. 23 Tahun 2010 tidak ada satu kata pun yang menyatakan tentang larangan ekspor, sebagaimana dinyatakan oleh Para Pemohon di dalam permohonannya. Dalam Pasal 93 ayat (1) dan ayat (2), PP Nomor 23 Tahun 2010 tersebut justru mengatur bahwa kewajiban untuk melakukan pengolahan dan pemurnian untuk meningkatkan nilai tambah mineral yang diproduksi dapat dilaksanakan secara langsung oleh pemegang IUP, operasi, produsen, produksi, atau pun melalui kerjasama, antara lain dengan pemegang IUP operasi produksi lainnya atau pemegang IUP operasi produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian. Dengan demikian, jika pemegang IUP operasi produksi tidak dapat atau tidak mampu membangun sarana atau fasilitas pengolahan dan pemurnian sendiri, maka pemegang IUP operasi produksi tersebut dapat bekerjasama dengan perusahaan lain yang memiliki fasilitas pengolahan dan pemurnian dimaksud. Selanjutnya, Yang Mulia, Untuk melaksanakan ketentuan UndangUndang Minerba dan PP Nomor 23 Tahun 2010, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun 2012, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2012, dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2012, dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 20 Tahun 2013. Dalam perkembangannya, Mahkamah Agung dalam Putusan Perkara Nomor 13P/Hum/2012 tanggal 3 April 2013 telah membatalkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tersebut sehingga perubahannya pun menjadi tidak berlaku lagi. Dalam perkembangannya kemudian, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010, serta menerbitkan turunannya, yakni Peraturan Menteri ESDM Nomor 01 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri. Kemudian dalam PP Nomor 1 Tahun 2014 maupun dalam Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2014 tidak juga ditemukan ketentuan yang menyebut tentang larangan ekspor sebagaimana didalilkan oleh para Pemohon. Adapun materi yang diatur di dalam PP Nomor 23 Tahun 2010, PP 01 Tahun 2014, maupun Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2014 adalah 6
pengaturan lebih lanjut tentang pelaksanaan kewajiban kepada pemegang IUP Operasi Produksi untuk melaksanakan kegiatan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri di mana kegiatan penjualan mineral ke luar negeri dapat dilakukan oleh pemegang IUP Operarsi Produksi setelah pemegang IUP Operasi Produksi tersebut melakukan kegiatan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Selanjutnya, Yang Mulia. Pengaturan tentang kebijakan peningkatan nilai tambah melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral dan batu bara, dalam Pasal 102 dan Pasal 103 Undang-Undang Minerba dan peraturan pelaksanaannya sangat diperlukan mengingat kondisi pengelolaan sumber daya alam khususnya sumber daya mineral di Indonesia saat ini sebagian besar diekspor masih dalam bentuk bahan mentah tanpa dilakukan pengelolaan atau pemurnian terlebih dahulu. Di sisi lain, beberapa industri pengolahan yang menggunakan sumber daya mineral sebagaimana bahan baku utama atau pun penunjang masih merupakan produk impor, kondisi tersebut mengakibatkan sumber daya mineral tidak menghasilkan nilai tambah secara langsung sebagaimana diharapkan. Dengan adanya ketentuan yang mengatur kewajiban peningkatan nilai tambah bagi pemegang IUP Operasi Produksi diharapkan dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam di Indonesia, khususnya mineral dan batu bara sehingga dapat dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kemudian yang terkait dengan grafik, nanti Dirjen Minerba yang akan menjelaskan lebih lanjut. Kemudian, Yang Mulia. Bahwa pengaturan kebijakan peningkatan nilai tambah mineral dan batu bara sebagaimana tercantum dalam Pasal 102 dan Pasal 103 Undang-Undang Minerba sangat penting dan telah sejalan dengan asas tujuan Undang-Undang Minerba yang antara lain keberpihakan kepada kepentingan bangsa dan karenanya telah sejalan dengan ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Kemudian, Yang Mulia, seandainya pun dalil para Pemohon yang dikemukakan itu benar adanya bahwa terdapat ketidaksesuian antara norma peraturan pelaksanaan di bawah undang-undang peraturan atau di bawah Undang-Undang Minerba tersebut, maka menurut hemat Pemerintah, maka medianya adalah di Mahkamah Agung. Kemudian, Yang Mulia, selanjutnya yang terkait dengan frasa larangan ekspor tersebut, Pemerintah dapat memberikan penjelasan bahwa Pemerintah berpandangan bahwa peningkatan nilai tambah dan sebagaimana diatur di dalam Pasal 102, Pasal 103 Undang-Undang Minerba pelaksanaannya justru sangat bermanfaat dan menimbulkan efek ganda dari sisi ekonomi antara lain meningkatkan penerimaan negara, serta meningkatkan lapangan pekerjaan pada industri smelter di dalam negeri. Selain itu dengan mempertimbangkan potensi logam di Indonesia, maka dengan adanya kebijakan peningkatan nilai tambah melalui kewajiban untuk melalukan pengolahan dan pemberian mineral di 7
dalam negeri, maka bijih pasir besi, bijih tembaga atau bauksit, bijih nikel yang dijadikan bahan baku dasar yang strategis untuk menopang industri strategi nasional berbasis mineral. Kemudian adanya kekhawatiran hubungan kerja sebagaimana didalilkan oleh para Pemohon, maka menurut hemat Pemerintah hal tersebut sejak awal sudah ada komitmen antara pengusaha-pengusaha pemegang IUP sebagaimana yang dimohonkan oleh para Pemohon dan itu telah dilakukan adanya komitmen atau apa yang disebut dengan MoU di antara para pemegang perusahaan tersebut. Oleh karena itu, sebagai kesimpulan, Yang Mulia bahwa berdasarkan seluruh uraian penjelasan tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia untuk memberikan putusan sebagai berikut. 1. Menolak permohonan pengujian para Pemohon atau setidak-tidaknya menyatakan Pemohon tidak mempunyai legal standing. 2. Menerima keterangan Pemerintah. 3. Dan bahwa Ketentuan Pasal 102, 103 tidak bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 28D ayat (1) UndangUndang Dasar Tahun 1945. Atas perhatian Ketua dan Majelis Hakim Yang Mulia diucapkan terima kasih. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Amir Syamsuddin dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik. Yang Mulia, kalau diizinkan, Dirjen ESDM akan menjelaskan yang terkait dengan grafik. Terima kasih, Yang Mulia. 7.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, terima kasih, Pak Mualimin. Silakan, Pak Dirjen, bisa menggunakan mimbar.
8.
PEMERINTAH: R. SUKHYAR Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami hormati. Assalamualaikum wr. wb. Perkenankan kami menambahkan keterangan berkaitan dengan keterangan Pemerintah tadi yang sudah disampaikan. Saya langsung saja akan menjelaskan grafik yang tadi sudah disampaikan dan ingin mengelaborasi lebih lanjut. Ketua Majelis Hakim yang saya hormati. Saya ingin menjelaskan sedikit mengenai kurva ini atau grafik ini. Kurva ini menjelaskan keadaan produksi bijih nikel, bauksit, dan pasir besi, ya. Kalau kita lihat bijih nikel itu warnanya adalah biru, kemudian bauksit itu merah, dan bijih dan pasir besi adalah berwarna hijau. Kalau kita lihat sebelum tahun 2009, dimana Undang-Undang Minerba ini keluar, itu memang skala atau tingkat produksinya relatif rendah. Tapi kalau kita lihat pascatahun 2009 produksinya sangat tinggi, 8
mencolok, dan ini sangat eksploitatif sifatnya. Kalau kita lihat tahun 2009 itu nikel saja 6 juta ton, tetapi di tahun 2013 naik 10 kali. Kemudian, bauksit, ini bijih yang menghasilkan aluminium, ini 5 juta ton, kemudian lebih dari 11 kali naiknya. Demikian juga pasir besi 5 juta ton, tapi tahun 2013 sebesar 19, hampir 4 kali. Dan semua bijih ini, bijih nikel, bauksit, dan pasir besi ini diproduksi dan diekspor ke luar negeri. Ketua dan Majelis Hakim yang saya hormati. Kalau kita lihat, paling banyak negara yang mengimpor bijih ini adalah Cina tentu dan Jepang. Di sana bijih ini ditumpuk, Pak untuk menghidupi industri mereka. Dan sama sekali di Indonesia, seperti nikel, ini hanya sebagian kecil yang diolah dan dimurnikan. Kalau kita lihat, nikel ini sekarang di … posisi dimurnikan menggunakan atau membutuhkan sekitar tidak lebih dari 10 juta ton dan selebihnya itu diekspor. Bauksit, bauksit adalah bahan mentah yang bertahun-tahun, bahkan berpuluh-puluh tahun ini diekspor ke luar negeri tanpa kita pernah bagaimana mengolah bauksit ini. Baru tahun ini bauksit ini mulai diolah oleh Aneka Tambang dan pabriknya akan komersial. Kemudian, bijih besi juga demikian, hampir semuanya ini diekspor ke luar negeri. Perkenankan kami menambahkan. Kalau kita mengekspor bijih besi, katakan bijih nikel, bukan hanya nikelnya yang diambil, diurai di luar negeri, tetapi ada unsur-unsur lain yang diambil. Misalkan, kobalt, ini penghasil atau pencampur baja. Kemudian adalah krom, kromium, Pak, itu adalah pencampur baja. Demikian juga kalau kita mengekspor bauksit, bukan hanya alumina yang diambil, tetapi ada unsur lain, galium, galium itu dipakai untuk hp kita, Pak. Kemudian juga kalau kita lihat pasir besi, itu ada unsur-unsur lain juga yang diurai di … di sana, yaitu titanium, vanadium, niobium, yang ini digunakan untuk campuran logam. Jadi, banyak unsur-unsur lain. Demikian juga kalau kita lihat ekspor bijih atau konsentrat tembaga, maka di luar negeri juga diurai di sana. Ada unsur-unsur seperti paladium, serium, dan platinum yang juga diurai untuk menumbuhkan industri yang ada di negara-negara maju. Bapak Ketua Majelis Hakim yang saya hormati. Paradigma pengembangan atau pengelolaan sumber daya mineral … sumber daya alam di Indonesia ini sudah berubah. Kalau kita lihat sawit, misalkan itu juga sudah juga diubah dan dikembangkan industri hilirnya. Demikian juga kayu, kita tidak lagi mengirim gelondongan. Apalagi berkaitan dengan sumber daya mineral yang tidak terbarukan, maka hilirisasi ini menjadi penting. Kami ingin menambahkan, banyak dukungan datang dari daerah mengenai larangan ekspor bahan mentah ini, antara lain dari provinsi penghasil nikel ada kesepakatan gubernur Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan, Maluku Utara, dan Papua Barat penghasil nikel mendukung pelarangan ekspor bijih mulai dari 12 Januari 2014. 9
Demikian juga saya ingin menambahkan, para pemegang IUP operasi produksi juga sudah menandatangani fakta integritas. Ada 253 pemegang IUP operasi produksi yang menandatangani op apa … fakta integritas dengan Pemerintah ingin membangun smelter dan mulai 2012 … 12 Januari 2014 tidak lagi mengeskpor bahan mentah. Kami kira itu penjelasan tambahan dari Pemerintah. Terima kasih, wassalamualaikum wr. wb. 9.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Pak Dirjen. Silakan duduk kembali! Dari meja Hakim ada yang akan … ada dua, Pak Patrialis kemudian nanti Pak Harjono. Saya persilakan Pak Patrialis dulu.
10.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih, Pak Ketua. Saya mau klarifikasi sedikit pada Pemerintah. Pak Dirjen, tadi fakta integritas itu ada 253 ya yang pemegang IUP untuk setuju atau tidak mengekspor bahan. Semuanya berapa, Pak, yang ada?
11.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, bisa langsung dijawab!
12.
PEMERINTAH: R. SUKHYAR Pemegang IUP produksi, Pak, ya itu angka pastinya (…)
13.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, nanti kalau memang belum bisa jawab (…)
14.
PEMERINTAH: R. SUKHYAR Ya, nanti kita serahkan angka pastinya.
15.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Secara tertulis, ya.
16.
PEMERINTAH: R. SUKHYAR Ya.
10
17.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, masih ada, Pak Patrialis? Cukup. Pak Harjono, saya persilakan.
18.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Terima kasih, Pak Ketua. Tadi ditampilkan apa itu … grafik, ya. Yang ingin saya tanya adalah memang ada satu kecenderungan dimana setelah 2009 itu naik, ya. Yang saya tanyakan, penyusunan grafik itu kalau tadi ada diekspor ya, itu faktor kapasitas ekspor itu yang gimana? Artinya, permintaan besar tapi bisa saja itu diekspor sedikit karena kapasitas ekspornya sedikit, gitu kan. Jadi, kalau grafiknya, artinya permintaan sekian ini faktornya kan itu apakah faktor … sebenarnya permintaan besar, tapi karena kemampuan ekspor kita segitu, ya yang hanya bisa diekspor segitu saja. Itu kapasitas ataukah grafik itu grafik permintaan ekspor yang dipenuhi? Itu akan … membacanya akan beda, bica … bacanya grafik itu akan beda. Kalau itu kapasitas, ya mau diminta berapa pun juga kalau kapasitasnya seperti itu, ya itulah gambarnya. Tapi kalau kemudian itu adalah permintaan yang bisa dipenuhi … bukan permintaan, itu adalah permintaan yang ada dan itulah sebatas permintaan yang ada. Mungkin kalau kapasitasnya tinggi, masih ada yang tinggal di Indonesia juga kan. Jadi, pertama membaca grafik itu. Yang kedua adalah tentang strategi pemberian izin pertambangan. Ini gimana? Karena ada persoalan kalau strategi pemberian izin pertambangan itu kemudian skala kecil banyak, yang menjadi persoalan adalah apakah selalu ada kemampuan mereka yang punya izin usaha pertambangan itu untuk membuat smelter? Kalau memang skala kecil dan itu diizinkan, lalu dipaksa membuat smelter, cost-nya gimana itu? Lalu nanti dihubungkan dengan skala … dengan fakta integritas tadi. Apakah itu mungkin ikatakan saja ataukah dia sebetulnya yang dijanjikan tidak membuat smelter, tapi akan mengolah di dalam negeri. Ya, dia bisa pakai smelter-nya yang lain atau gimana, dan sebetulnya Pemerintah sendiri apa hanya menagih janji saja terhadap strategi bahwa itu ada pemberian izin pada skala pertambangan kecil, itu terpikir enggak Pemerintah kalau kemudian itu tidak mungkin kalau mereka akan buat sendiri-sendiri, lalu Pemerintah akan menyediakan. Karena time table ini juga penting. Meskipun penting, tapi juga ada kemampuan yang harus diperhitungkan. Saya kira itu, Pak Dirjen. Terima kasih.
11
19.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan, Pak. Oh, masih ada satu lagi, dikumpulkan dulu. Saya persilakan, Yang Mulia Pak Alim.
20.
HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Terima kasih, Pak Ketua. Pak … Pak Dirjen, yang saya lihat itu di Kumala Asana-Sulawesi Tenggara, itu yang nikel yang dibawa 5% itu diolah oleh Pomalaa di sana, tetapi yang 5% ke atas itu diekspor melalui tanah sehingga orang mengatakan menjual tanah air, mohon maaf saya katakan begitu menjual tanah air. Seperti yang dikatakan oleh dirjen tadi sesungguhnya itu tak hanya bahan itu yang ada, ada bahan lain yang ikut terbawa di situ. Kalau saya lihat Pasal 103 ayat (2) itu bagi pemegang IUP atau IUPK yang tidak sanggup mengelola (suara tidak terdengar jelas) itu dapat dibantu oleh yang perusahaan lain yang mempunyai IUP atau IUPK. Jadi mungkin yang kecil itu bergabung dengan yang lebih besar, mungkin itu yang dimaksud ayat (2) itu. Yang saya tanyakan kepada dirjen, apakah masih tetap seperti yang di Kumala itu sampai sekarang? Melalui (suara tidak terdengar jelas) itu tanah yang 5% ke atas dia punya kadaran nikel masih diekspor ke Jepang atau bagaimana? Terima kasih, Pak Ketua.
21.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, bisa langsung Pak Dirjen? Saya persilakan.
22.
PEMERINTAH: R. SUKHYAR Baik, Yang Mulia Majelis Hakim. Berkaitan dengan pertanyaan produksi, saya lupa tadi menjelaskan kurva tadi. Sebenar makna kurva tadi juga ingin menyampaikan bahwa manakala undang-undang ini melarang ekspor bahan mentah. Kemudian tahu, pada tanggal 12 … artinya di peralihan itu tanggal 11 Januari itu akan berakhir, maka eksploitasi ini besar-besar, maka naikseperti ini. Sebenarnya semua sudah pada tahu bahwa akan terjadi larangan ekspor, sehingga inilah yang membuat produksi itu meningkat besar. Kalau bicara skala produksi tentu ini tergantung perencanaan kapasitas produksi. Tentu ini manakala izin ini ... izin ini kan dikeluarkan sebagaian besar oleh bupati/walikota ya kan? Dan dengan banyaknya izin seperti ini tentu Pemerintah sulit mengontrol begitu besarnya produksi. Dan apa yang kita lihat sekarang manakala larangan ini kita terapkan, kita lihat banyak wilayah-wilayah yang ditinggalkan tanpa reklamasi Pak, jadi ini masalah lingkungan. 12
Kemudian kaitan dengan kewajiban pengelolaan pemberian, tidak harus pemegang IUP itu memurnikan atau mengelola sendiri, bisa bekerja sama. Dalam konteks ini juga, skala kecil, ini juga bisa bekerja sama dengan pemegang smelter. Kemudian kaitan dengan penambangan di Pomalaa, jadi Yang Mulia semua laterit nikel itu diekspor keluar negeri, maupun yang rendah, maupun yang tinggi nikelnya. Jadi kalau di alam ini, laterit nikel atau bijih nikel itu maksimum NI nikel kontennya, kandungan nikelnya itu sekitar 3%, Pak, dan sekarang itu makin-makin lama itu yang kandungan besar itu makin sulit dicari sehingga tersisa adalah yang nikel rendah. Jadi yang ingin saya sampaikan adalah semuanya itu diekspor ke luar negeri, baik nikel kontennya rendah maupun nikel kontennya tinggi. 23.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Pak Dirjen, ya. Barangkali juga bisa diberikan gambaran ekspor seperti yang disampaikan Yang Mulia Bapak Alim tadi itu terjadi di mana saja? Seperti juga kami dapat informasi betul apa enggak, misalnya di Freeport, di semua tanah-tanahnya langsung dimasukin ke kapal. Dan peristiwa itu di mana saja? Coba tolong digambarkan.
24.
PEMERINTAH: R. SUKHYAR Yang Mulia, sekarang geologi itu sudah ada klaster-klaster distribusi bijih ataupun mineral logam. Kalau kita bicara di Indonesia ini nikel itu adanya di Sulawesi Tenggara paling besar, kemudian Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan. Oleh sebab itu pengekspor utama adalah tiga provinsi itu di Pulau Sulawesi. Kemudian di Maluku Utara dan juga Maluku sedikit, kemudian Papua Barat, tetapi pengekspor besar itu ada di Sulawesi, hampir semua pulau di Sulawesi dan Maluku Utara, sementara Papua Barat ini belum berkembang tingkat produksinya dibandingkan provinsi yang tadi. Kemudian kalau bicara worksheet sementara ini ada di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Kemudian bicara tembaga itu ada di Papua dan juga akan berproduksi di Sulawesi Utara dan juga di Nusa Tenggara Barat. Saya kira sudah ada klaster-klaster seperti itu. Kemudian kalau bicara pasir besi itu ada di sepanjang Pantai Selatan Pulau Jawa, NTT, dan juga sedikit di Sulawesi Selatan. Mungkin juga ada di Pesisir Barat Sumatera, tetapi tidak lebih besar dibandingkan dengan yang ada di Selatan Pulau Jawa. Jadi pengekspor bijih besi atau pasir besi dalam hal ini sebagian besar berasal dari selatan Pulau Jawa. Demikian, Yang Mulia.
13
25.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Pak Harjono mungkin ada tambahan?
26.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Klarifikasi saja. Untuk mendapatkan gambaran betapa besar itu ya. Tadi disampaikan bahwa menjelang ketentuan itu berlaku, garis ekspornya naik. Ini, naiknya ini karena rekayasa atau karena corporate actions menjelang itu lalu jual banyak, ataukah memang permintaan ekspornya ya segitu saja? Atau bahkan bisa diartikan juga itu sebetulnya ya capacity-nya juga. Capacity tambangnya, lalu permintaan pasarnya. Kalau tadi disimpulkan itu adalah menjelang, berarti pasar itu bisa diciptakan oleh pengekspor kalau begitu? Satu saat dia bisa ciptakan banyak diekspor, satu saat dia sedikit diekspor. Ini faktor apa ini yang … saya ingin mengetahui bagaimana besarnya potensi ini. Apalagi disuguhkan grafik seperti itu tadi.
27.
PEMERINTAH: R. SUKHYAR Baik, sebenarnya negara-negara industri itu pada posisi tidak memiliki sumber daya atau apa … bahan mentah itu tadi, nikel, bauksit. Mungkin Cina ada tetapi mereka tidak mengeksploitasi bahan mentahnya sendiri. Jadi memang mereka mengembangkan itu atas dasar kehadiran dari kita Pak, resources kita. Memang ada demand dari … dari mereka. Dan yang jelas negara-negara industri seperti Jepang, Cina tahu bahwa tahun 2014 itu akan ada larangan ekspor. Maka berapa pun yang diproduksi akan diambil dan kenyataannya memang benar itu kan ditimbun di Cina. Seperti nikel, ore, dan bauksit untuk produksi mereka. Bahkan tahun 2005 kami sudah sosialisasi Rancangan UndangUndang Pertambangan ke Jepang. Kita mengatakan, kami juga ingin maju seperti Jepang. Selama ini kita menghidupi industri Jepang, kami ingin maju kenapa kami tidak bisa melakukan hal yang sama seperti Jepang? Jadi poinnya adalah ingin membangun industri hilir berbasis sumber daya mineral yang ada. Jadi ada faktor juga demand dan juga faktor suplai set yang … yang siap menyuplai demand tadi.
28.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Begitu policy untuk menghadirkan smelter di dalam negeri ini, adakah yang sudah dilakukan oleh Pemerintah? Katakan saja ya kalau smelter mahal, tax holiday ada, fasilitas tanah ada, bea impor juga ada untuk hal-hal itu. Itu sudah ditempuh belum oleh Pemerintah? 14
29.
PEMERINTAH: R. SUKHYAR Tentu ada fasilitas fiskal di sana seperti tax allowance, tax holiday yang diberikan kepada smelter … pemilik smelter. Dan ini juga sudah apa … sedang diterapkan, itu yang pertama. Yang kedua juga proses pembangunan smelter ini sudah … sudah banyak, Yang Mulia. Ada 66, dan 25 smelter itu memiliki progress di atas 85%.
30.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Tolong itu disampaikan nanti ya?
31.
PEMERINTAH: R. SUKHYAR Baik.
32.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Fasilitasnya, apa yang sudah dilakukan Pemerintah untuk (…)
33.
PEMERINTAH: R. SUKHYAR Baik, Yang Mulia. Kami akan sampaikan.
34.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Terima kasih.
35.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Pemerintah, saya juga minta. Tolong berikan suatu analisis ya. Perkiraan pemasukkan negara selama ini kira-kira bagaimana perbandingannya kalau ekspor itu setelah diolah dengan ekspor sebelum diolah. Ini kita harus dapat gambaran apakah memang pengusahapengusaha ini akan dirugikan dengan kondisi seperti itu. Atau ada peluang kerugian negara yang begitu besar. Jadi imbang dua-duanya yang harus kita lihat. Kalau pun bisa disampaikan hari ini silakan, perkiraan berapa persen lipatan atau kekurangannya. Kalau belum bisa hari ini, nanti tertulis tolong disampaikan. Terima kasih.
36.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Jangan dijawab dahulu, ada tambahan. Yang Mulia Pak Ahmad Fadlil saya persilakan, kumpulkan dahulu. 15
37.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Baik, dari Pemerintah ya terus sama Pak Dirjen yang membidangi soal ini. Ini pengusaha ini kan juga tidak bisa dibilang hanya mencari untung dari pekerjaannya, tetapi juga dia punya partisipasi dalam apa namanya … me-backup negara untuk kesejahteraan rakyat. Ketika dahulu misalnya, melihat grafiknya tadi, itu barangkali bisa juga faktornya pengusaha di bidang itu belum banyak begitu ya. Kemudian karena dimotivasi dengan cara-cara tertentu hingga pengusaha yang di bidang itu menjadi banyak, begitu. Setelah banyak pengusaha yang bergerak di bidang itu, Kemudian, yang saya tangkap dari permohonan ini, lalu ada larangan, gitu ya, larangan untuk ekspor bijihnya. Saya ingin memperoleh perspektif keadilannya. Sejak kapan ketentuan yang melarang itu ditangkap atau dimengerti oleh mereka? Dengan kata lain, apakah sebelumnya ada sosialisasi, sehingga larangan itu tidak begitu mendadak, sehingga yang semula itu dia mengekspor diperkenankan menjadi tidak diperkenankan karena aturan ini? Itu yang pertama kepada pengusaha, gitu. Kemudian, biasanya di dalam soal atur-mengatur itu ada kondisi transisional, begitulah, transisional. Apakah ketika akan ada larangan ini, ada pengaturan yang terkait dengan kondisi transisional ini, sehingga tidak terasa mendadak, begitu, dan mereka tahu kalau akan terjadi ada larangan ini, lalu siap-siap, begitu? Itu yang kedua. Yang ketiga, sudah sejauh apa, misalnya negara yang mewajibkan kepada pengusaha yang dalam undang-undang itu bunyinya, “Meningkatkan.” Kemudian, dari kata meningkatkan itu … berdasarkan kata meningkatkan itu kemudian dilarang … dilarang untuk ekspor yang tadi? Yang larangan ini supaya lebih banyak diolah di dalam negeri dan dengan begitu maka harus mengadakan smel … apa … smelter yang ada di dalam negeri. Eh, ini sejauh apa dalam keadaan transisi itu smelter-smelter ini sudah siap? Sampai seperti apa persiapannya? Sehingga, misalnya ketika terjadi larangan, sementara sini yang terus produksi, produksinya itu tidak mandek, tapi terus akan berjalan, misalnya karena bisa di … apa namanya … dimurnikan di sini? Ini … jadi, tiga soal itu yang saya mohon juga supaya … apa namanya … kita menjadi yakin bahwa larangan itu, implementasi ketentuan undang-undang yang meningkatkan, kemudian menjadi melarang ini punya rasionalitas konstitusional, terutama dalam soal-soal kepastian hukum dan keadilannya. Terima Kasih, Pemerintah.
38.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima Kasih, Yang Mulia. Pak Harjono, tambahan? 16
Pak Dirjen, kalau tidak bisa dijawab secara lisan di sini, itu bisa dikompilasi, kemudian dijawab secara tertulis, disampaikan kepada persidangan yang berikutnya, ya? Ya dan Pemohon nanti juga diberi jawaban itu. Tambahan dari Pak Har. Silakan. 39.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Ya, ada beberapa hal yang juga saya ingin dapatkan informasi. Kalau undang-undang ini akan dilaksanakan, maka sebetulnya bayangan saya yang akan diatur itu adalah pengusaha-pengusaha yang punya Surat Izin Usaha Pertambangan, ya kan? Tapi sementara itu, kan di dalam persoalan pertama kan kita tidak hanya mekanisme izin usaha pertambangan, ada kontrak-kontrak juga. Kontrak, kan? Bahkan yang paling besar itu kontrak, bukan Surat Izin Pertambangan. Itu gimana? Ter-cover, enggak dengan ketentuan ini? Apakah kontrak-kontrak besar itu juga ada keharusan itu? Kalau tidak, itu nanti menimbulkan persoalanpersoalan di antara pengusaha-pengusaha itu di Indonesia. Yang berikutnya adalah mungkin harus ada dilihat dua rezim hukum yang mungkin timbul dari ketentuan seperti itu. Karena ada mekanisme penyelesaian sengketa di luar, yang itu timbul karena persoalan investasi. Ada arbitrase di luar. Artinya, bukan arbitrase kita, bagi pengusaha-pengusaha investor asing. Kalau kemudian ada masalah dengan (suara tidak terdengar jelas) yang berkaitan dengan sengketa investment. Ya, ini sudah dibayangkan belum ini? Kenapa mengambil risiko-risiko seperti ini? Itu saja yang saya ingin tanyakan.
40.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Sekarang, Pemohon kalau ada?
41.
KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Terima kasih, Yang Mulia.
42.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Sifatnya klarifikasi, ya.
43.
KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Ya.
17
44.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Silakan.
45.
KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Pertama, klarifikasi pertama mengenai tadi kami mendengar ada pernyataan berbeda dari dua Pihak Pemerintah yang memberikan keterangan. Yang pertama tadi mengatakan sama sekali tidak ada ketentuan mengenai larangan ekspor, tapi yang kedua dari Sekjed Dirjen Minerba ESDM mengatakan ada larangan ekspor. Tolong diklarifikasi, yang benar yang mana? Karena kalau tidak ada dasar hukumnya, berarti kan ilegal itu … apa … policy itu. Yang kedua, kemudian mengenai klarifikasi izin pertambangan. Sepanjang pemahaman kami adalah ketika IUP dan IUPK mengajukan izin itu adalah izin pertambangan dan berdasarkan izin itulah kemudian mereka melakukan penambangan. Tetapi mengenai kegiatan pengolahan dan pemurnian adalah proses industri, yang sesungguhnya kami menganggap sudah di luar hal tersebut sesungguhnya. Lalu kemudian, berikutnya adalah yang ketiga mengenai tadi mengenai Pemerintah mengatakan secara teoritis memang kalau ditingkatkan nilai tambahnya pasti akan memberikan nilai tambah yang lebih baik termasuk harga. Pertanyaannya adalah ketika policy itu mau diterapkan sekarang, siap, enggak kita dengan smelter yang ada? Begitu. Karena Pemohon, kami misalnya sebagai contoh, dia punya stockpile di poin berapa tadi … poin 19, itu stockpile-nya tidak bisa diekspor tapi tidak bisa juga dimurnikan karena tidak ada kapasitas dalam negeri. Bahkan tadi Pemerintah mengatakan, yang namanya bauksit itu baru mau dimurnikan oleh Antam (Aneka Tambang). Jadi ini ada policy yang sesungguhnya yang tidak bisa dilaksanakan. Kemudian berikutnya, Pemerintah berpikir, tidak mengenai global policy. Kalau seandainya semua negara melakukan larangan ekspor bijih, kira-kira bagaimana dengan pergaulan kita di dunia internasional? Lalu kemudian mengenai pasal peralihan, kan seharusnya policy itu ada pasal peralihan. Tadi Bapak-Bapak dari Pemerintah mengatakan ada pasal peralihannya, tolong tunjukkan kepada kami mana pasal peralihan IUP dan IUPK? Karena yang kami pahami adalah pasal peralihan itu berlaku untuk kontrak karya. IUP, IUPK tidak jelas, jadi kalau misalnya dipahami di pasal peralihan itu adalah 5 tahun seperti termasuk dalam PP, Pemerintah faktanya pernah mengatakan bahwa izin atau larangan ekspor itu berlaku pada tahun 2012 sebelum kami melakukan judicial review dan kemudian dibatalkan. Jadi sesungguhnnya ada inkonsistensi penerapan mengenai kapan dimulainya proses pengolahan dan pemurnian tersebut. 18
Kemudian berikutnya, tadi Pemerintah mohon klarifikasi mengatakan banyaknya izin-izin yang diberikan oleh bupati, walikota dan lain sebagainya. Pemahaman kami, bupati dan walikota itu adalah bagian dari Pemerintah, Pemerintah daerah dan kewajiban Pemerintah pusat dalam hal ini mungkin Kementerian ESDM dan kemudian mungkin Kementerian Hukum dan HAM untuk kemudian melakukan pembinaan dan lain sebagainya. Intinya adalah jangan sampai kemudian Pemohon dirugikan, tetapi izin itu secara resmi dan secara legal diberikan tetapi kemudian tidak bisa melakukan penambangan, padahal di antara Pemohon ini sudah ada yang habis sampai ratusan milyar. Kemudian produksinya tidak bisa … penambangan tidak bisa dijalankan. Kemudian terakhir, mungkin ini kepada Pemerintah juga. Tadi dikatakan mengutip Pasal 33, bumi dan air … Pasal 33 ayat (3), “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Nah, kami ingin klarifikasi, definisi Pemerintah terhadap negara itu siapa sesungguhnya? Jangan sampai kemudian … karena bagi kami negara itu bukan hanya Pemerintah, tapi ada rakyat dan lain sebagainya, tetapi negara diberikan kekuasaan untuk … apa … kewenangan-kewenangan tertentu. Terakhir, tolong kemudian diklarifikasi juga, sesungguhnya berapa biaya membuat smelter di dalam negeri itu? karena bayangan kami jumlahnya triliyunan dan kalau kita menggunakan kapasitas dalam negeri, saya khawatir tidak ada perusahaan dalam negeri yang mampu membangun smelter itu dan akhirnya kemudian kita pun harus tergantung dengan investasi asing untuk membangun smelter dan akhirnya yang terjadi adalah akan ada monopoli di masa depan baik proses permunian yang dilakukan perusahaan-perusahaan yang memiliki kapital yang besar. Terima kasih. 46.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bapak Dirjen dan Tim, bisa dikolek semua ya pertanyaanpertanyaan itu? Ya, kalau tidak bisa, nanti bisa minta di Kepaniteraan rekaman dari ini supaya nanti jawabannya bisa betul-betul komprehensif ya sehingga memberikan pemahaman yang utuh pada kita semua untuk itu ya, pada semua pihak. Saya kira itu, ya. Nanti saja dijawab secara tertulis yang komprehensif. Nanti Pihak Terkait juga diberi, Pemohon juga diberi dan juga tentunya Majelis. Saya kira itu saja. Saya kira persidangan dengan … sudah cukup untuk kali ini dengan acara mendengarkan keterangan Pemerintah. Sidang akan ditunda kemudian kita lanjutkan Rabu, 26 Maret 2014, pukul 11.00, mendengarkan keterangan DPR dan Pihak Terkait dulu.
19
Jadi kita … nanti Pihak Terkait sudah kita izinkan. Sekarang sudah mengikuti pada persidangan yang berikutnya kita minta untuk memberikan keterangan ya dan jadi kita DPR dan pihak tekait ya. Kemudian untuk Pemohon ada ahli atau saksi yang akan diajukan? 47.
KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Ya, ada. Kami akan mengajukan ada sekitar 5 ahli dan mungkin beberapa saksi yang juga akan diajukan.
48.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Itu nanti … anu … sidang berikutnya tanggal 26 nanti akan kita tentukan. Apakah 3 ahli dulu dengan 2 saksi dan kemudian sidang pada sidang berikutnya, tapi agenda kita tanggal 26 adalah mendengarkan keterangan DPR dan pihak terkait. Begitu ya.
49.
KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Terima kasih, Yang Mulia.
50.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, sudah tidak ada yang akan disampaikan? Kalau tidak ada, maka sidang saya nyatakan selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 12.22 WIB Jakarta, 12 Maret 2014 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
20