MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 25/PUU-XII/2014
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN BANK INDONESIA DAN PERBANAS (XI)
JAKARTA SENIN, 22 DESEMBER 2014
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 25/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan [Pasal 1 angka 1, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 37, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 67] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Salamuddin 2. Ahmad Irwandi 3. Ahmad Suryono ACARA Mendengarkan Keterangan Bank Indonesia dan Perbanas (XI) Senin, 22 Desember 2014, Pukul 10.05 – 11.56 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)
Hamdan Zoelva Arief Hidayat Maria Farida Indrati Muhammad Alim Aswanto Wahiduddin Adams Anwar Usman Ahmad Fadlil Sumadi PAtrialis Akbar
Sunardi
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Ahmad Suryono 2. Salamuddin B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Syamsudin Slawat Pesilette C. Pemerintah: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Indra Surya Hana S. Kartika Tri Rahmanto Isa Rachmatarwata Liana Sari Jaya
D. Pihak Terkait: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Muliaman Hadad Rahmat Waluyanto Kusumaningtuti Nelson Tampubolon Ilya Avianti Nurhaidah
E. Bank Indonesia: 1. Ronald Waas 2. Rosalia Sua 3. Libraliana Badilangue F. Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas): 1. Sigit Pramono 2. Arif Cahyono 3. Eri Unanto
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 10.05 WIB 1.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Sidang Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 25/PUUXII/2014 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Ya. Saya mau absen dulu, Pemohon hadir? Hadir, ya. Dari Pemerintah hadir? OJK, Pihak Terkait? Hadir. Baik, terima kasih. DPR? DPR belum hadir, ya. Baik, sidang hari ini kita lanjutkan untuk mendengarkan keterangan dari Bank Indonesia dan dari Perbanas yang diundang oleh Mahkamah Konstitusi. Dari Bank Indonesia hadir? Hadir. Dari Perbanas? Hadir. Baik, saya persilakan lebih dulu dari Bank Indonesia, silakan di podium.
2.
BANK INDONESIA: RONALD WAAS Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi serta Bapak-Ibu Hadirin yang kami hormati. Perkenankan kami menyampaikan keterangan dari Bank Indonesia. Bank Indonesia sebagai bank sentral, pembentukannya diamanatkan oleh konstitusi sebelum amendemen Undang-Undang Dasar Tahun 1945 amanat pembentukan Bank Indonesia diatur dalam Penjelasan Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945. Dalam amendemen keempat Undang-Undang Dasar 1945 amanat pembentukan Bank Indonesia sebagai bank sentral dinyatakan secara tegas dalam Pasal 23D Undang-Undang Dasar 1945 sebagai berikut, “Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.” Tujuan pembentukan lembaga-lembaga negara dalam konstitusi termasuk pembentukan bank sentral adalah untuk mendukung tercapainya tujuan negara, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Pencantuman dalam Undang-Undang Dasar 1945 menunjukkan bahwa bank sentral merupakan organ penyelenggara negara yang utama dan keberadaannya sangat diperlukan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Bank sentral yang diamanatkan dalam Pasal 23D Undang-Undang Dasar 1945 adalah Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Bank Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank 1
Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. Sesuai dengan Undang-Undang Bank Indonesia, Bank Indonesia mempunyai tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, kestabilan nilai rupiah dan nilai tukar yang wajar merupakan bagian yang ... bagian dari prasyarat bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Tujuan Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah tersebut ditopang oleh 3 pilar kewenangan, yaitu kewenangan dibidang moneter, sistem pembayaran, dan perbankan. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia memiliki tugas dan wewenang menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi bank, mengeluarkan alat pembayaran yang sah, dan menjalankan fungsi sebagai penyedian likuiditas jangka pendek atau lender of the last resort. Di bidang moneter Bank Indonesia berwenang menetapkan kebijakan moneter, menetapkan sasaran-sasaran moneter, dan melakukan pengendalian moneter. Pelaksanaan kebijakan moneter terutama menggunakan instrumen yang mengandalkan sistem perbankan, antara lain melalui mekanisme pasar uang. Oleh karena itu, rumusan kebijakan moneter sangat membutuhkan data dan informasi yang berasal dari perbankan. Di bidang sistem pembayaran dalam mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran Bank Indonesia berwenang memberikan izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran, mewajibkan pelaporan, dan menetapkan penggunaan alat pembayaran. Kewenangan tersebut berlaku untuk seluruh sistem pembayaran dan seluruh institusi penyelenggara jasa sistem pembayaran, termasuk perbankan. Dalam hal ini perbankan merupakan penyelenggara jasa sistem pembayaran yang utama. Di bidang perbankan berdasarkan undang-undang yang lama sebelum beralihnya fungsi pengaturan dan pengawasan mikro prudential perbankan kepada OJK, Bank Indonesia melakukan pengaturan, memberikan, dan mencabut izin bank, melakukan pengawasan, dan mengenakan sanksi. Kedudukan Bank Indonesia sebagai pengatur dan pengawas bank sangat mendukung efektifitas pelaksanaan tugas Bank Indonesia di bidang moneter dan sistem pembayaran mengingat, yang pertama, pengelolaan atau manajemen likuiditas dalam sistem perbankan merupakan alat utama dalam pengendalian moneter untuk mencapai kestabilan nilai rupiah. Yang kedua, akses data dan informasi perbankan yang diperlukan dalam rangka pemantauan stabilitas sistem keuangan dan perumusan kebijakan dapat diperoleh secara cepat dan langsung. Yang ketiga, produk-produk perbankan yang mendukung efektifitas kebijakan moneter dan sistem pembayaran lebih mudah 2
dikembangkan. Yang keempat, kebijakan-kebijakan terhadap perbankan yang sifatnya terintegrasi antara kepentingan untuk menjaga stabilitas moneter, kelancaran sistem pembayaran, stabilitas sistem keuangan, dan penerapan prinsip kehati-hatian bank lebih mudah diimplementasikan. Dan yang terakhir yang kelima, pengawasan kepatuhan terhadap kebijakan moneter dan sistem pembayaran dapat terintegrasi dengan pengawasan kepatuhan terhadap prinsip kehatihatian dalam kegiatan usaha bank. Sesuai Undang-Undang Bank Indonesia, Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independent dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Independensi Bank Indonesia tersebut didukung antara lain oleh kewenangan Bank Indonesia untuk mengelola kekayaan sendiri yang terlepas dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Bank Indonesia bukan merupakan bagian dari pemerintah dan dalam unsur pimpinan Bank Indonesia tidak terdapat wakil pemerintah, atau wakil lembaga lainnya, atau tidak terdapat anggota dewan gubernur ex officio. Sejalan dengan kewenangan Bank Indonesia untuk mengelola kekayaan sendiri yang terlepas dari APBN. Segala biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan tugas Bank Indonesia termasuk pengaturan dan pengawasan bank pada waktu itu, seluruhnya menjadi beban dan tanggung jawab Bank Indonesia. Dengan beralihnya fungsi pengaturan dan pengawasan bank kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kewenangan yang menjadi penopang pelaksanaan kebijakan Bank Indonesia melalui perbankan berkurang secara signifikan yang akibatnya dapat mengganggu pelaksanaan tugas Bank Indonesia secara keseluruhan karena pasal-pasal dalam Undang-Undang Bank Indonesia yang mengatur kewenangan untuk pengaturan dan pengawasan terhadap perbankan serta akses data dan informasi terhadap perbankan dicabut oleh Pasal 69 Undang-Undang OJK. Di bidang moneter, terdapat beberapa kebijakan OJK yang berpotensi menimbulkan gangguan transmisi kebijakan moneter yang merupakan kewenangan Bank Indonesia. Sebagai contoh dapat kami sampaikan kebijakan OJK mengenai suku bunga maksimum untuk simpanan di bank keeping suku bunga. Menyebabkan adanya acuan lain dalam penetapan suku bunga oleh perbankan selain suku bunga acuan atau Bank Indonesia rate. Kemudian contoh lain adalah kebijakan OJK untuk kegiatan perusahaan pembiayaan yang tidak sejalan dengan peraturan Bank Indonesia mengenai prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan hutang luar negeri korporasi nonbank. Di bidang sistem pembayaran, sesuai dengan Undang-Undang Bank Indonesia. Pengaturan, pengawasan, dan perizinan sepenuhnya menjadi kewenangan Bank Indonesia dalam pelaksanaannya mengingat kegiatan penyelenggaraan jasa sistem pembayaran juga merupakan … maaf, juga merupakan bagian dari kegiatan usaha bank dan instrumen 3
sistem pembayaran juga merupakan produk bank, maka sering terjadi perbedaan pandangan terkait kewenangan untuk mengatur, mengawasi, dan memberikan izin kegiatan usaha bank di bidang sistem pembayaran antara Bank Indonesia dan OJK. Sementara kewenangan Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran tetap dijamin oleh Undang-Undang Bank Indonesia karena Undang-Undang OJK tidak mencabut atau mengubah kewenangan BI di bidang sistem pembayaran. Di bidang makro prudential, beberapa ketentuan makro prudensial menjadi tertunda karena terdapat beberapa … terdapat perbedaan pandangan mengenai lembaga yang berwenang mengeluarkan ketentuan dan/atau lembaga yang harus berperan. Kewenangan pengaturan dan pengawasan makro prudensial perbankan yang diberikan kepada Bank Indonesia berdasarkan Penjelasan Pasal 7 Undang-Undang OJK tidak cukup jelas dan tidak cukup lengkap untuk mendukung pencapaian tugas Bank Indonesia. Beberapa contoh yang dapat kami sampaikan adalah peraturan mengenai Posisi Devisa Neto atau PDN bank, pengaturan permodalan untuk antisipasi perubahan kondisi perekonomian (countercyclical capital buffer) dan pelaksanaan fungsi penyediaan likuiditas jangka pendek (lender of last resort). Contoh lain adalah program pendalaman pasar keuangan yang sangat diperlukan untuk memajukan sektor keuangan dalam rangka mendukung kesejahteraan masyarakat sulit dilakukan karena instrumeninstrumen yang akan dikembangkan oleh Bank Indonesia dipandang sebagai produk perbankan yang pengaturannya dianggap sebagai kewenangan Otoritas Jasa Keuangan. Majelis Hakim Konsitusi Yang Mulia, dengan adanya dua-dua undangan … dua-dua … dua undang-undang yang mengatur dua otoritas yang sama-sama memiliki kewenangan terhadap suatu industri, maka selalu diperlukan langkah kompromi seperti dalam pemberian izin untuk produk-produk tertentu yang ditempuh dengan dua licensing. Oleh karena itu, perlu dilakukan koordinasi yang kuat untuk menghindari disharmonisasi kebijakan yang dapat menyebabkan kebingungan di industri dan menghindari potensi pemanfaatan ketentuan yang lebih ringan oleh industri atau regulatory arbitrage. Dengan adanya Otoritas Jasa Keuangan yang memiliki kewenangan pengaturan dan pengawasan perbankan, seharusnya fungsi dan kewenangan Bank Indonesia untuk melakukan pengaturan dan pengawasan di bidang perbankan, serta akses data dan informasi perbankan tetap dijamin oleh undang-undang untuk BI dapat melaksanakan tugasnya dalam sektor-sektor moneter, stabilitas sistem keuangan, dan sistem pembayaran. Demikian, keterangan dari kami. Terima kasih. 3.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, terima kasih. Kembali ke tempat duduk dulu. 4
Selanjutnya, dari Perbanas, silakan. Di podium, di sebelah kiri juga bisa. 4.
PERHIMPUNAN BANK NASIONAL (PERBANAS): SIGIT PRAMONO Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Selamat pagi, salam sejahtera. Yang kami muliakan Majelis Hakim Konstitusi. Yang Terhormat Pemohon, Termohon, dalam hal ini Pimpinan OJK, Pemerintah, dan Hadiri yang saya muliakan. Pertama-tama, kami ingin sampaikan bahwa Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) adalah pekumpulan dari bank-bank di Indonesia yang mencakup di dalamnya anggotanya adalah bank-bank milik negara, bank swasta, bank campuran, bank milik daerah, dan bank syariat. Majelis Hakim yang kami muliakan. Pendapat atau tanggapan oleh Perbanas ini diberikan sesuai dengan relevansi pengalaman dan pemahaman Perbanas sebagi pelaku bisnis di sektor perbankan di Indonesia. Sebelum menyampaikan pandangan secara rinci, kami ingin menyampaikan bahwa secara umum kami sudah mempelajari semua dokumen yang disampaikan oleh Pemohon, tanggapan para saksi, dan pihak-pihak terkait. Menurut kami, apa yang disampaikan oleh semua pihak tersebut pada dasarnya adalah semacam pengulangan dari diskusi ketika penyusunan Undang-Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan yang menurut kami seharusnya hal itu sudah bisa diselesaikan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 yaitu mengenai Otoritas Jasa Keuangan. Bahwa kemudian ada pihak-pihak yang menyampaikan keberatan, ini membuktikan bahwa ada sisa persoalan yang menurut hemat kami harus dicarikan solusinya yang paling baik. Salah satu pemicu daripada persoalan yang timbul adalah terutama mengenai persoalan mengenai pungutan. Tapi sebelum sampai kepada soal mengenai pungutan yang dilakukan oleh OJK, kami ingin menegaskan bahwa Perbanas selaku asosiasi dari bank-bank di Indonesia pada dasarnya akan mematuhi apa pun yang menjadi keputusan dari undang-undang maupun peraturan yang berlaku di dalam pengaturan dan pengawasan perbankan. Diskusi mengenai independensi pengawas sektor jasa keuangan, termasuk di dalamnya mengenai perbankan dan diskusi mengenai apakah kalau ada pungutan itu pihak pengawas menjadi tidak independent? Ini juga sebetulnya sudah selesai dengan lahirnya UndangUndang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011. Kami berpendapat bahwa dengan lahirnya undang-undang ini, maka semua pihak seharusnya mengikuti apa yang menjadi arahan dari undang-undang yang berkaitan dengan pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan. Namun demikian, kami juga bisa memahami mengenai keberatan dari Pemohon yang menyampaikan mengenai persoalan 5
pungutan. Karena sebelum lahirnya Otoritas Jasa Keuangan ini, pengaturan dan pengawasan jasa keuangan itu tidak menimbulkan beban biaya apa pun. Dengan demikian, ketika kemudian lahir Otoritas Jasa Keuangan dan ada beban pungutan, sangat bisa dipahami kalau kemudian ada pihak-pihak yang merasa keberatan. Tetapi, Perbanas berpendapat bahwa keberatan atas pungutan ini tidaklah arif dan tidak bijaksana kalau kemudian Pemohon menyampaikan usulan untuk membubarkan OJK ataupun meminta untuk ... mohon maaf, sementara membekukan operasi dari Otoritas Jasa Keuangan. Disatu sisi pihak Pemohon menyampaikan bahwa mereka mengatasnamakan kepentingan masyarakat atau publik, tapi saya ingin mengi ... kami ingin mengingatkan bahwa konsekuensi yang sangat berat bisa timbul apabila ada usulan untuk membubarkan atau menonaktifkan atau membekukan operasi dari Otoritas Jasa Keuangan. Saya kira ini tidak sepadan dengan persoalan karena keberatan mengenai pungutan. Namun demikian, di sisi yang lain kami juga ingin menghimbau kepada Pihak Termohon bahwa dengan adanya gugatan ataupun permohonan yang disampaikan kepada Mahkamah Konstitusi ini, ini menunjukkan bahwa dari pihak para pelaku di sektor jasa keuangan ini terdapat ketidakpuasaan mengenai persoalan mengenai pungutan. Mejelis Hakim yang kami muliakan. Kami terlibat dari sejak awal di dalam diskusi mengenai pembuatan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan ini. Di dalam diskusi sejak awal kami mewakili Perbanas sudah menyampaikan bahwa persoalan mengenai apakah pengaturan dan pengawasan perbankan ... terutama perbankan ini, tetapi Bank Indonesia atau berpindah kepada otoritas yang lain pada dasarnya kami dalam posisi yang netral. Karena dalam praktik yang dilakukan oleh negara-negara lain baik yang mengatur dan mengawasi bank yang terpusat dalam suatu lembaga maupun yang dipisahkan dalam beberapa lembaga yang lain, dua-duanya menunjukkan kinerja ada yang berhasil dan ada yang gagal. Jadi dua-dua pilihan ini sebetulnya tidak membuat pilihan untuk lembaga yang satu dengan yang lain itu menjadi terjamin, sehingga suatu negara yang memilih satu pilihan ini dijamin tidak ada krisis. Jadi semuanya dalam kenyataan dipraktik negara-negara lain itu tergantung dari eksekusi, tergantung dari pelaksanaan, dan tergantung dari kualitas dari sumber daya manusia, manajeman, dan hal-hal lain yang berlaku di dalam otoritas sektor jasa keuangan tersebut. Jadi sekali lagi apabila kemudian lahir Otoritas Jasa Keuangan pada dasarnya bagi para pelaku, baik kami juga tidak ada persoalan yang perlu diangkat, hanya saja memang dari awal ketika diskusi undang-undang ini kami menyampaikan seandainya lahir suatu otoritas yang baru, kewenangan yang dilimpahkan itu seharusnya juga bersamaan dengan kewenangan mengenai anggaran dari otoritas yang melakukan pengaturan dan pengawasan yang sebelumnya. Dalam hal ini seharusnya anggaran untuk mengawasi sektor perbankan dan anggaran 6
untuk mengawasi sektor jasa keuangan di luar perbankan yaitu pasar modal dan lembaga keuangan yang lain itu sejatinya harusnya berasal dari Bank Indonesia dan juga berasal dari Bapepam LK sebelumnya. Kalaupun kemudian ada peningkatan biaya dalam hal ini, menurut kami sepanjang itu bisa dipertanggungjawabkan tidak menjadi persoalan, tetapi kemudian yang jadi persoalan adalah ketika tambahan biaya itu kemudian dibebankan kepada para pelaku di sektor jasa keuangan inilah akar dari persoalan, sehingga kita semua di sini bertemu dalam sidang di Mahkamah Konstitusi. Jadi kami berpendapat solusinya adalah bagaimana memberikan jalan tengah untuk mengatasi persoalan mengenai pungutan ini. Kami tetap berpendapat bahwa OJK sah secara konstitusi dan untuk itu tidak bisa sertamerta dengan mudah kemudian dibubarkan atau dibekukan operasinya, tetapi persoalan mengenai pungutan ini harus dicarikan jalan ... jalan tengah yang paling baik. Pilihan yang pertaman bisa saja kemudian OJK tetap berdiri dan melangsungkan tugasnya sesuai dengan undang-undang dan kemudian diputuskan untuk penghapusan kewenangan untuk melakukan pungutan kepada sektor jasa keuangan, tetapi tentu menyisakan persoalan bagaimana pembiayaan dari OJK ini kalau tidak bisa melakukan pungutan kepada pelaku sektor jasa keuangan? Majelis Hakim yang kami muliakan. Seperti yang kami sampaikan sebelumnya untuk pengaturan dan pengawasan perbankan dan tadi juga disampaikan oleh Bank Indonesia selama ini Bank Indonesia menggunakan sumber dananya sendiri tidak membebankan kepada pihak pemerintah maupun anggaran melalui APBN secara langsung. Kami berpendapat bahwa perlu dipikirkan kembali kemungkinan penganggaran yang selama ini juga dilakukan oleh Bank Indonesia. Salah satu jalan keluarnya adalah diantaranya untuk meringankankan beban OJK di dalam membiayai kegiatannya bisa saja dipertimbangkan untuk mengembalikan pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan dalam hal ini perbankan kepada Bank Indonesia, tetapi kami tidak ingin mencampuri persoalan ini, seluruhnya kami serahkan kepada pihak-pihak lembaga yang berwenang untuk melakukan dan mempertimbangkan usulan-usulan yang kami sampaikan. Jalan tengah yang lain yang barangkali juga akan menjadi solusi yang akan bisa memenangkan semua pihak adalah Otoritas Jasa Keuangan tetap mengawasi seluruh sektor jasa keuangan termasuk perbankan, namun demikian beberapa pasal khususnya menyangkut pungutan ini perlu dilakukan amendemen atau revisi. Salah satu yang kami usulkan adalah mengenai pasal yang mengatur mengenai apabila terjadi sisa dari pungutan yang digunakan tahun berjalan itu harus disetorkan ke kas negara. Kami berpendapat bahwa pasal ini sangat tidak adil karena seharusnya sisa dari pungutan tahun sebelumnya itu bisa digunakan untuk meringankan pungutan 7
untuk tahun berikutnya tidak disetorkan ke kas negara. Karena apabila yang terjadi kelebihan dari pungutan itu disetorkan ke kas negara, ada potensi untuk godaan untuk berbuat tidak hemat dan sebagainya. Jadi menurut kami, pasal ini harus dilakukan perubahan atau revisi. Revisi dari Undang-Undang OJK lain yang yang ingin kami sampaikan apabila memang OJK tetap melaksanakan tugas seperti Undang-Undang OJK yang berlaku sekarang ini adalah mengenai pertanggungjawaban pungutan. Kami bisa memahami apabila ke dalam melaksanakan tugasnya, OJK hanya mengandalkan sumber dana dari APBN, maka OJK hanya mempertanggungjawabkannya kepada DPR yang mewakili kepentingan masyarakat atau rakyat. Di dalam praktik di negara-negara lain, apabila suatu otoritas sektor jasa keuangan memungut dari para pelaku industri, mereka juga harus mempertanggungjawabkan pungutan ini kepada pelaku di sektor jasa keuangan. Ini yang terjadi di Australia dengan APRA-nya di mana APRA ini atau OJK-nya Australia itu mengajukan dan mempertanggungjawabkan anggaran untuk penggunaan pungutan ini kepada sektor industri. Persoalan yang lain adalah yang kami ingin sampaikan dalam revisi Undang-Undang OJK ini adalah mengenai badan supervisi OJK. Bank Indonesia sekalipun sebagai lembaga yang independen pun mereka punya badan supervisi Bank Indonesia. Di dalam Undang-Undang OJK ini tampaknya terlewati sehingga tidak ada lembaga yang bisa langsung mengawasi OJK. Jadi itu juga yang kami usulkan sehingga kiranya akan menjadikan pertimbangan dari semua pihak yang terkait yang nantinya akan melakukan revisi dari Undang-Undang OJK ini. Majelis Hakim dan Hadirin yang kami muliakan. Itulah pokokpokok pikiran yang kami ingin sampaikan dalam kesempatan memberikan keterangan di dalam Majelis yang sangat terhormat ini. Sekali lagi, pertimbangan kami menyampaikan ini bukan karena kami tidak menyukai atau kami tidak sependapat dengan pihak otoritas tertentu karena kami pelaku-pelaku di industri jasa keuangan pada dasarnya kami akan mematuhi apapun apalagi kami perbankan, kami terikat dengan peraturan, kami akan sangat mematuhi peraturan apapun yang berlaku termasuk dalam sektor pengawasan pengaturan ... pengawasan sektor jasa keuangan ini. Kami hanya ingin menyampaikan ini dengan pertimbangan bahwa semestinya kelahiran suatu lembaga otoritas yang baru itu tidak menjadi beban tambahan kepada masyarakat sehingga ada baiknya kita melihat lagi semua hal yang menyangkut manfaat dan mudarat dari kehadiran Otoritas Jasa Keuangan ini dengan tetap mengikuti ketentuan undangundang yang berlaku dan selama hal-hal yang menyangkut perubahan revisi dan sebagainya belum terjadi, kami menghimbau semua pihak untuk mematuhi dan mentaati peraturan yang berlaku dalam pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan. 8
Demikian yang kami sampaikan, terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb. 5.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik, terima kasih. Karena masing-masing Pihak Pemohon, Pemerintah, dan OJK sudah mengajukan kesimpulan, maka Mahkamah memberikan … Majelis memberikan kesempatan sekali lagi kepada Pemohon juga kepada Pemerintah dan OJK untuk juga bisa merespon apa yang disampaikan oleh BI dan Perbanas dan sekaligus dapat mengajukan pertanyaan. Sekarang saya persilakan kepada Pemohon.
6.
PEMOHON: AHMAD SURYONO Terima kasih, Yang Mulia. Kami memohon akan menanyakan masing-masing satu pertanyaan untuk BI dan Perbanas. Untuk BI sekedar juga kami ingin mengilustrasikan kepada Para Hadirin bahwa sebetulnya kita tidak boleh melakukan simplifikasi sidang ini menjadi kepentingan BI atau kepentingan OJK, ini adalah permasalahan ketatanegaraan karena ketika tadi BI menyampaikan keterangannya di situ ada permasalahan ketatanegaraan ternyata kita baru temukan sekarang, setelah berbulan-bulan kita sidang kita tunggu BI ternyata baru ketahuan ada permasalahan ketatanegaraan hari ini. Terima kasih BI. Cuma saya ingin mengkritik satu hal kepada BI. Jika memang benar nanti seandainya pun mengaturan dan pengawasan dan/atau seluruh kewenangan … pengaturan pengawasan perbankan akan melalui BI apakah BI sebagai otoritas perbankan ya akan menjamin menyelamatkan kita dari krisis seandainya pemicu krisis bukan dari perbankan, tapi itu berasal dari turunan atau industri keuangan nonbank yang memang hari ini liar tidak ada otoritasnya dan tidak memiliki regulasi-regulasi yang rigid. Karena saya ingin juga mengkritik BI. Berapa kali BI merasa superior dan merasa seolah-olah kamilah otoritas yang paling sah yang bisa menjaga keselamatan kita, Indonesia, dari krisis dan tidak pernah melihat kemungkinan-kemungkinan munculnya krisis selain dari perbankan. Kalau kita ingat di Amerika 2008 bukan dari perbankan dan sekaligus saya kami bertanya kepada BI, jika memang seandainya … kita mengandai-andaikan ya, muara … asal-muasal krisis bukan dari perbankan bagaimana tangan BI akan melakukan apa … antisipasi? Pun seandainya … seandinya ini kita berandai-andai yang paling buruk OJK bubar misalnya, memang masih akan ada FKS SK ya, tapi di mana peran BI di dalam mengantisipasi itu jika memang saya cross-kan dengan keterangan OJK beberapa waktu yang lalu, jika
9
ternyata yang buruk-buruk ada di industri keuangan nonbank yang itu memang menjadi anak perusahaan dari perbankan? Kemudian kepada Perbanas saya ingin hanya … hanya ingin mengkonfirmasi bukti kami, bukti P-12D, mungkin Majelis bisa juga mengecek. Ada pemberitaan di Koranbisnis.com yang judulnya adalah pungutan OJK memberatkan industri keuangan menolak. Di situ dijelaskan Ketua Umum Perbanas secara tegas menolak pungutan OJK terutama dalam lima tahun pertama berdirinya lembaga tersebut dan seterusnya. Intinya adalah berita ini menyatakan kalau Perbanas, waktu itu Bapak Sigit memberikan statement menolak. Apakah statement ini masih berlaku? Apakah statement ini masih menjadi demikian adanya tanpa Bapak apa … bantah atau apa pun? Saya hanya ingin mengklarifikasi berita. Terima kasih. 7.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik. Terima kasih. Dari Pemerintah, ya silakan.
8.
PEMERINTAH: ISA RACHMATARWATA Terima kasih, Yang Mulia. Kami ingin menyampaikan pertanyaan mungkin kepada Bank Indonesia. Berbeda dengan Pemohon, menurut hemat kami apa yang disampaikan beberapa permasalahan yang mungkin terjadi yang telah disampaikan oleh Bank Indonesia itu bukan masalah ketatanegaraan melainkan permasalahan dalam operasionalisasi fungsi suatu bank sentral bukan hal ketatanegaraannya. Mungkin selanjutnya kami ingin menyampaikan bahwa sesungguhnya UndangUndang Bank Indonesia telah memberikan kewenangan yang cukup luas untuk menjalankan fungsi pengelolaan kebijakan moneter dan sistem pembayaran yang merupakan fungsi dari Bank Indonesia. Pertanyaannya apakah keberadaan pengaturan di dalam Undang-Undang Bank Indonesia itu yang kurang cukup lengkap sehingga kita perlu nantinya melakukan perbaikan dalam Undang-Undang Bank Indonesia atau kah dalam rangka mengimplementasikannya Bank Indonesia yang mengalami kesulitan? Jadi, ini kita harus apa bisa bedakan apakah memang pengaturannya yang memang menjadi perlu disempurnakan terutama dengan adanya Undang-Undang OJK atau hanya adalah dalam rangka implementasi? Demikian juga di dalam beberapa hal yang tadi disampaikan oleh Bank Indonesia sesungguhnya adalah sesuatu yang memang dipahami dan sudah diantisipasi akan terjadi pada masa transisi. Nah, persoalannya apakah memang ada niat baik dari semua pihak, dari OJK dan Bank Indonesia untuk mengatasi persoalanpersoalan tersebut dan bukan kemudian menjadikannya sebagai sesuatu hal yang apa … menjadi alasan untuk melakukan perubahan-perubahan 10
yang telah diatur oleh para pembuat undang-undang, yaitu DPR dan pemerintah. Terima kasih, Yang Mulia. Mohon maaf, Yang Mulia, boleh satu lagi? 9.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, silakan.
10.
PEMERINTAH: INDRA SURYA Terima kasih, Yang Mulia Ketua dan Hakim Majelis. Assalamualaikum wr. wb. Saya menambahkan dan melengkapi apa yang disampaikan oleh Bapak Isa kepada BI khususnya. Kalau dilihat dari yang disampaikan yang menegaskan kembali apa yang disampaikan Pak Isa tadi bahwa sudah jelas saya kira klir diatur di dalam Undang-Undang OJK sendiri, BI. Bahwa fungsi FKS SK yang harus ditingkatkan kalau di sin. Jadi tidak ada persoalan ketatangeraan atau konstitusionalitas di sini kalau kami lihat ya. Nah, bagaimana BI bisa menjelasakan itu? Karena itu semua bisa dibahas kalau kita lihat bab 10 Hubungan Kelembagaan, sampai seterusnya, pasal mulai 39. Menurut pendapat kami dari Pemerintah, tinggal duduk antara BI, OJK, LPS, dan Pemerintah dalam hal ini. Nah, mungkin ini yang perlu dijelaskan oleh BI yang ingin kami dengar selama setahun ini apakah tidak klir pembahasan di FKS SK itu? Itu satu. Kemudian dari … Yang Mulia, untuk yang dari Perbanas. Hanya ingin tahu, bisa dijelaskan kalau tadi dikatakan bahwa BI dari dana sendiri ya, Pak, ya? Tentunya enggak mungkin, apa BI ini sebagai perusahaan bisa menghasilkan dana sendiri? Apa selama ini perbankan tidak dipungut atau sesuatu dari BI, misalnya mohon maaf karena kami tidak tahu ini dari giro wajib minimum misalnya, kemudian dana itu dibuat, bisa enggak dijelaskan? Coba. Bisa enggak Perbanas menjelaskan bahwa giro wajib minimum itu, kemudian bank itu dapat apa dari itu ketika taruh? Kemudian BI bisa enggak menggunakan itu untuk kegiatan tertentu sehingga menghasilkan uang? Nah, kalau itu bisa kan sama saja itu namanya juga mengambil uang sesungguhnya dalam mekanisme itu. Nah itu. Nah satu lagi yang kedua, tentang yang APBN mungkin ketika tadi menarik bahwa sisa dimasukkan ke APBN, mungkin ini persoalan bukan ketatanegaraan juga, ini persoalan bagaimana duduk di antara nanti … apa namanya ... Pemerintah, OJK, dan FKS SK itu bahwa masuk ke APBN itu kan rekening khusus, misalnya rekening berapa namanya ya. Ya, nanti penggunaanya hanya untuk kegiatan operasional dari OJK, tidak dipakai untuk yang lain-lain. Saya kira itu banyak sekali contohnya. Rekening dana investasi, itu hanya untuk investasi saja. Rekening yang lain itu nanti bisa 11
Pemerintah akan menjelaskan kepada Perbanas untuk hal tersebut dan mungkin kami harapkan pada sedikit kepada OJK untuk menjelaskan kepada publik juga bahwa tidak dipakai oleh negara untuk kegiatan lain ketika disepakati bahwa rekening khusus itu hanya diperuntukkan untuk kegiatan operasional OJK. Saya kira gitu tambahannya, terima kasih. Assalamualaikum wr. wb. 11.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Waalaikumsalam wr. wb. Terima kasih. Dari OJK silakan.
12.
PIHAK TERKAIT: RAHMAT WALUYANTO Mohon izin, Yang Mulia. Kami tidak menggunakan kesempatan ini untuk bertanya terlebih dulu, tapi mohon izin jika diperkenankan kami akan membacakan closing statement karena isinya juga tanggapantanggapan kami, jawaban kami terhadap berbagai isu pertanyaan yang berkembang selama persidangan ini.
13.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Sekaligus saja ya, sekaligus saja mengomentari tadi. Itu intinya sebenarnya. Karena ini sebenarnya closing statement ada di sini.
14.
PIHAK TERKAIT: RAHMAT WALUYANTO Oh, sudah.
15.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, silakan. Sekaligus kalau ada juga pertanyaan.
16.
PIHAK TERKAIT: RAHMAT WALUYANTO Mohon izin, kami baca.
17.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, silakan.
18.
PIHAK TERKAIT: RAHMAT WALUYANTO Assalamualaikum wr. wb (...)
12
19.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ini mau respon ini ... merespon yang tadi?
20.
PIHAK TERKAIT: RAHMAT WALUYANTO Secara keseluruhan, Yang Mulia. Jadi kami akan menanggapi (...)
21.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Yang berkembang saja dulu ya. Yang berkembang saja dulu ... yang berkembang di sini terakhir karena ini kami baca ini, kesimpulan dan closing statement ini pasti dibaca ya, yang hari ini yang paling penting.
22.
PIHAK TERKAIT: RAHMAT WALUYANTO Mohon izin, mungkin tidak dari kami. Di antara teman-teman kami mungkin ada yang akan memberikan tanggapan.
23.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik. Ya, baik. Silakan saja. Ketua langsung, ya.
24.
PIHAK TERKAIT: MULIAMAN DARMANSYAH HADAD Terima kasih, Yang Mulia. Ada beberapa hal yang ingin minta klarifikasi dan juga sekaligus mungkin penjelasan karena di dalam Undang-Undang OJK, saya kira sudah dicari atau merupakan respon dari apa yang selama ini kurang ya, terutama terkait dengan masalah koordinasi, juga terkait dengan masalah-masalah yang terkait dengan bagaimana pungutan itu harus di ... di-manage secara ... secara bermartabat, artinya secara bertanggung jawab. Oleh karena itu, menyambung apa yang tadi disampaikan oleh Pemerintah, saya ingin mungkin minta bantuan Bank Indonesia sekali lagi untuk bisa menjelaskan beberapa hal yang terkait dengan koordinasi-koordinasi yang kita lakukan selama ini, apakah ada hal-hal yang memang kurang ya karena sepanjang pengamatan kami bahwa kita berusaha keras untuk menutupi berbagai macam hal yang menurut kita perlu kita respon. Undang-Undang OJK, Yang Mulia. Menurut pemahaman kita adalah respon dari beberapa bolong-bolong yang dulu ketika krisis terjadi itu terjadi. Artinya, belajar dari pengalaman OJK-OJK yang ada di berbagai macam negara, salah satu isu yang paling penting menurut pengalaman kami adalah masalah koordinasi. Oleh karena itu, di dalam 13
Undang-Undang OJK, saya kira yang sangat membedakan UndangUndang OJK di negara lain atau Undang-Undang lembaga sejenis OJK di negara lain adalah pengaturan yang sangat rinci terhadap masalah koordinasi itu. Sampai-sampai seperti yang juga diamanatkan di dalam OJK ada istilah anggota dewan komisioner ex officio yang secara seharihari berkantor, memiliki staf, dan lain sebagainya di kantor OJK. Mereka secara rutin mengikuti rapat dewan komisioner secara regular. Di beberapa tempat hal ini tidak ada, sepanjang pemahaman kami mereka membangun dan melakukan koordinasi komunikasi hanya dilandaskan pada penandatangan MoU di antara mereka, tidak di dalam artian ikut keterlibatan organisasi keputu ... pengambil ... termasuk pengambilan keputusan yang dilakukan oleh bersama-sama anggota dewan komisioner OJK, termasuk di dalamnya para ex officio. Kemudian yang juga saya kira penting yang menurut saya tadi juga menjadi konsen dari Bank Indonesia adalah terkait dengan akses kepada informasi. Saya kira Undang-Undang OJK sangat jelas dan eksplisit, saya lupa pasalnya tapi mungkin nanti bisa disusulkan. Sangat jelas Undang-Undang OJK mengatakan perlu dibangun sistem informasi yang terintegrasi antara Bank Indonesia, OJK, dan Lembaga Penjamin Simpanan. Karena saya mempercayai para pembuat undang-undang dulu memahami betul bahwa informasi menjadi sangat penting bagi seluruh lembaga yang terkait, tidak hanya Bank Indonesia tentu saja sebagai pemegang kendali makro prudential, tetapi tentu saja juga bagi OJK dan Lembaga Penjamin Simpanan. Oleh karena itu, di dalam Undang-Undang OJK secara eksplisit mengatakan perlu dibangun sistem informasi yang terintegrasi, dimana ketiga pihak ini memiliki akses sepenuh-penuhnya. Bahwa kalau kemungkinan hari ini belum terjadi karena memang hari ini saya memahaminya kita sedang menuju ke arah situ, membangun infrastruktur IT yang lebih canggih dan lain sebagainya. Mudah-mudahan tentu saja kekhawatiran ini mudah-mudahan kekhawatiran-kekhawatiran yang tahap ... bertahap nantinya tentu saja akan bisa kita kurangi sejalan dengan bisa kita bangunnya sistem integrasi yang ... sistem komunikasi dan informasi yang terintegrasi di antara ketiga lembaga ini. Yang terakhir, Yang Mulia, terkait dengan pungutan saya ingin juga merespons apa yang disampaikan oleh Perbanas tadi karena pengaturan dan akuntabilitas mengenai pungutan rasanya jelas diatur secara detail di dalam Undang-Undang OJK. Kekhawatiran mengenai governance-nya, saya kira satu hal yang menurut saya beralasan, tetapi mekanisme yang menurut saya diatur di dalam Undang-Undang OJK menurut saya sudah memenuhi kekhawatiran yang tadi disampaikan karena tentu saja setiap tahun OJK menyampaikan rencana kerja dan rencana anggaran, dan ini dibahas serta di-approve oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan tentu saja penggunaan, transparansi, dan
14
pertanggungjawaban aspek penerimaannya juga diaudit oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia). Untuk informasi, Yang Mulia, laporan keuangan OJK untuk tahun 2013, kita sudah diperiksa oleh OJK dan kita mendapat predikat ... BPK RI dan kita mendapat predikat wajar tanpa pengecualian. Artinya saya kira ini mencerminkan bahwa governance di bidang keuangan yang dilakukan oleh OJK yang sudah diperiksa oleh BPK juga saya kira sudah menunjukan hal-hal yang menurut kami memenuhi standar yang sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang OJK. Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Ada tambahan sedikit dari Pak (...) 25.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, silakan.
26.
PIHAK TERKAIT: RAHMAT WALUYANTO Mohon izin, Yang Mulia. Menambahkan penjelasan singkat mengenai masalah yang terkait dengan koordinasi antara OJK, Bank Indonesia, dan LPS. Di dalam Undang-Undang OJK pada bab 10 diatur tentang hubungan kelembagaan yang meliputi dua bidang besar, Yang Mulia. Yang pertama adalah koordinasi dan kerjasama yang terkait dengan perumusan kebijakan, pengaturan, dan pemeriksaan bank. Jadi di dalam kerangka pengaturan dan pengawasan bank kita juga wajib untuk melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia, termasuk pertukaran data dan informasi. Itu yang pertama. Yang kedua adalah yang terkait dengan protokol pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan yang dilakukan melalui pembentukan forum koordinasi stabilitas sistem keuangan, yang tadi juga sudah dijelaskan oleh Ketua kami. Dan pada dasarnya pembentukan forum ini adalah bahwa krisis keuangan itu tidak akan pernah bisa diselesaikan oleh satu lembaga apapun, baik itu OJK, Bank Indonesia, LPS, maupun pemerintah, itu harus dilakukan secara bersama-sama dalam upaya yang sangat terkoordinasi dengan baik. Hal tersebut juga ya, terjadi di beberapa negara yang lain, ya. Misalnya di Amerika itu ada disebutkan suatu forum yang merupakan forum koordinasi yang … yang dinamakan FSOC (Financial Stability Oversight Committee) ya, kemudian, di Inggris atau UK, itu ada FPC (Financial Policy Committee) ya, dan juga di negara-negara Uni Eropa, ada yang disebut sebagai European Systemic Risk Board. Jadi, hal ini sekali lagi kami menegaskan bahwa memang OJK tidak bisa menyelesaikan sendiri, tapi itu harus dilakukan secara bersama-sama.
15
Yang terakhir mengenai pungutan, ya. OJK dalam hal ini sebagai Pihak Terkait ya dan yang berkepentingan langsung dengan pungutan, telah menyampaikan usulan kepada pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan, agar dilakukan amendemen terhadap Peraturan Pemerintah tentang Pungutan. Usulan tersebut telah disampaikan oleh surat Ketua OJK tanggal 5 Desember yang lalu dan segera kami akan lakukan koordinasi dengan pemerintah dan juga industri, terutama industri perbankan, untuk bersama-sama merumuskan amendemen peraturan pemerintah tersebut, sehingga kepentingan industri juga akan terakomodir pada hasil amendemen tersebut. Terima kasih, Yang Mulia. Mohon izin, masih ada satu lagi teman kami yang akan (…) 27.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Masih ada lagi, ya, silakan.
28.
PIHAK TERKAIT: NELSON TAMPUBOLON Terima kasih. Yang saya muliakan Majelis Hakim dan Hadirin sekalian yang saya hormati. Saya ingin menanggapi sedikit mengenai tadi statement dari Pihak Bank Indonesia yang menyampaikan seakanakan ada dua bunga acuan, yaitu BI rate sama ada keeping suku bunga yang kami tentukan di OJK. Jadi, permasalahannya, Yang Mulia, beberapa waktu terakhir ini kondisi likuiditas di perbankan itu cukup ketat. Nah, bank-bank ini untuk menjamin dengan pihak ketiganya, bisa mendukung pemberian kredit sesuai dengan target-target mereka, mereka akhirnya cenderung menaikkan suku bunga dana pihak ketiga, dan ini memicu istilahnya perang suku bunga, Yang Mulia. Dan suku bunga yang terlalu tinggi dari pengambilan dana pihak ketiga ini, pada akhirnya diikuti dengan kenaikkan suku bunga kredit yang akhirnya juga memang akan menjadi beban sektoral, ini yang terjadi. Ada beberapa bank, terutama bank besar yang kami amati dari proses pengawasan yang kami lakukan, tingginya suku bunga ini sudah juga mengarah kepada peningkatan kredibel masalah bank-bank, sehingga dasar kami sebenarnya adalah pendekatan pengawasan. Kami tidak juga pernah mengeluarkan kebijakan OJK di bidang suku bunga, tapi di beberapa bank yang arahnya suku bunganya sudah membuat kredit bermasalah meningkat, ini sebenarnya yang menjadi sasaran kami, jadi hanya bank tertentu. Justru sebenarnya, kami itu karena melihat suku bunga yang ditentukan oleh bank-bank sudah jauh di atas suku bunga acuan yang ditentukan Bank Indonesia, katakan waktu itu suku bunga yang acuan 16
Bank Indonesia 7,5%, untuk nasabah-nasabah inti beberapa bank besar, itu bahkan sudah ada yang memberikan suku bunga dana pihak ketiga itu di atas 12%, ini sudah sangat mengganggu nanti pada waktu penyaluran kredit, itu suku bunganya pasti juga … dengan suku bunga tinggi. Sehingga, kami mengambil langkah pendekatan pengawasan, kami justru menggunakan suku bunga Bank Indonesia sebagai acuannya, tapi kami tentukan, pengambilan dana pihak ketiga oleh bank-bank besar jangan juga terlalu dengan suku bunga tinggi yang tidak ada batasnya, yang seperti saya sampaikan tadi, ada yang sudah sampai 12% atau 12,5% untuk nasabah-nasabah inti, nasabah-nasabah besar. Sehingga, kami patok untuk bank-bank besar itu ada maksimum dari suku bunga Bank Indonesia itu batasnya. Jadi, justru karena ada keeping itu untuk bank-bank besar ini, maka pemberian kredit itu cenderung bisa diberikan dengan suku bunga yang lebih rendah, dan ini terjadi. Langkah ini saya rasa sudah juga memperoleh apresiasi dari sektoril dan juga umumnya bank-bank mengapresiasi langkah-langkah yang kami lakukan ini. Kalau nanti kondisi likuiditas sudah longgar seperti dulu, ini tentunya kami juga sewaktu-waktu bisa meninjau kembali keeping suku bunga untuk bank-bank besar ini. kira-kira demikian penjelasan kami, Yang Mulia, terima kasih banyak. 29.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik, terima kasih. Ada dari Hakim, silakan, Pak Arief dulu.
30.
HAKIM ANGGOTA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Yang Mulia Ketua. Saya bertanya kepada Bank Indonesia dan Perbanas. Dari uraian yang sudah muncul, dalam hal koordinasi akan menuju ke arah tadi yang sebaik-baiknya. Jadi memang ada kendala dalam koordinasi. Kemudian yang kedua, saya kaitkan dengan pertanyaan saya ke Bank Indonesia. Bagaimana pandangan Bank Indonesia, apakah pengawasan atau fungsi pengawasan makro dan mikro prudensial itu memang bisa dipisahkan atau lebih ideal disatukan dalam satu institusi? Karena tadi menyangkut koordinasi tadi, ya. Kemudian yang kedua, setelah muncul Undang-Undang OJK, itu kan kalau tidak salah, saya mohon dikoreksi, sebagian fungsi dari Bank Indonesia diberikan atau diserahkan kewenangannya kepada OJK. Juga ada satu direktorat jenderal di departemen keuangan yang digeser juga ke OJK. Pada waktu transisi penyerahan itu, apakah ada gejolak di sektor jasa keuangan, moneter, atau perekonomian dalam mengerti 17
sektor riil atau makro perekonomian, ada gejolak, enggak? Saya minta penjelasan yang lengkap, apakah ada gejolak? Karena kita pada waktu memeriksa masalah tugas BP Migas, SKK Migas, hal ini juga akan penting kita ketahui bersama. Kemudian pada Perbanas yang posisinya lebih netral daripada BI atau OJK. Dari kacamata Perbanas, efektivitas, efisiensi dilihat dari semua aspek, kalau 2 fungsi pengawasan itu ditangani oleh 1 lembaga atau 2 lembaga, itu kelemahan dan keunggulannya di mana? Itu saya minta pendapatnya. Terima kasih. 31.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, Pak Patrialis, silakan.
32.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Saya ingin memberikan komentar dulu, tapi di dalam komentarkomentar ini, BI, Perbanas, maupun OJK, termasuk juga Pemerintah barangkali bisa melakukan klarifikasi terhadap beberapa hal yang mungkin berkembang. Kita menyadari betul bahwa di negara kita ini pernah terjadi satu krisis yang luar biasa, 1997, 1998. Pada saat itu seluruh kewenangan yang berkaitan dengan persoalan perbankan itu berada di tangan Bank Indonesia, termasuk persoalan pengaturan dan pengawasan. Timbul beberapa pemikiran-pemikiran pada waktu itu, termasuk juga pada saat Majelis Permusyawaratan Rakyat melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 kita, saya dan Pak Hamdan Zoelva adalah bagian dari badan pekerja itu. Muncul beberapa pikiran-pikiran, apalagi ada kasus BLBI yang mengatakan bahwa krisis itu juga tidak bisa dilepaskan pengaruhnya sama sekali dari keberadaan Bank Indonesia yang pada saat itu dianggap ‘gagal’ melakukan pengawasan-pengawasan dan pengaturan, sehingga ada beberapa bank-bank yang dilikuidasi. Sehingga muncullah pemikiran pada saat itu bagaimana kita mungkin membangun kembali satu arsitektur keuangan yang harmonis di Indonesia ini. Bahkan kita ingin melakukan satu penataan kembali struktur pengorganisasian lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi-fungsi dalam bidang keuangan, termasuk untuk masalah pengaturan dan pengawasan. Kondisi itu juga tidak bisa kita lepaskan sama sekali dari perubahan Undang-Undang Bank Indonesia yang di dalamnya juga bicara tentang masalah khusus untuk pengaturan dan pengawasan dilaksanakan oleh suatu lembaga independent yang kita kenal sekarang itu namanya adalah OJK, ini latar belakangnya dulu. Bahkan terus terang di dalam badan pekerja MPR itu ada satu pikiran kenapa Bank Indonesia tidak dimasukkan automaticly menjadi bank sentral padahal Bank Indonesia menginginkan agar dimasukkan 18
Bank Indonesia sebagai bank sentral, tetapi kita tidak memakai Bank Indonesia tapi hanya bank sentral yang fungsi, tugas, kewenangan, dan independensi di atur dengan undang-undang karena ada kekhawatiran jangan-jangan Bank Indonesia juga dilikuidasi pada saat itu. Alhamdulillah sampai hari ini Bank Indonesia hidup. Ternyata hari ini pada persidangan hari ini kita sama-sama mendengar ada persoalan sebetulnya yang muncul tanpa saya ingin membenarkan atau menyalahkan salah satu pihak yang terjadi di negara kita, saya tidak tahu mungkin Bank Indonesia ... ini kenapa pak gubernur tidak hadir, Pak? Mohon konfirmasi dulu sebentar. Lagi di luar negeri, ya? Baik, baik. Tapi ini memang pendapat Bank Indonesia, ya. Beberapa perkembangan yang sangat ideal, tapi di dalam implementasinya saya tidak tahu karena Bapak-Bapaklah yang lebih paham dengan kehadiran OJK ini, tadi juga sudah disampaikan bahwa akses BPK itu tetap masuk, bahkan WTP, penyampaian laporan kepada DPR tetap jalan, dan semua aturan-aturan penyelenggaraan keuangan negara itu harus tetap berpedoman kepada Norma Undang-Undang APBN, tidak bisa lari meskipun OJK adalah lembaga independent bahkan beberapa waktu lalu saya juga mendengar bahwa ada pengawas internal, nanti OJK tolong dijelaskan efektif apa tidak pengawas internal ini karena dalam rangka melakukan standar audit dan manajemen risiko? Tolong dijelaskan apa itu hanya sekedar ada atau tiada, atau memang lembaganya ada tapi tidak jalan? Kenapa ini perlu kita ungkap? Karena ternyata dalam persidangan ini muncul persoalan yang disampaikan oleh Bank Indonesia, padahal berkali-kali di forum ini juga OJK mengatakan bahwa ex officio itu lembaga yang bergerak dalam moneter dan fiskal bagian dari OJK, bahkan Pemerintah juga bagian dari situ, ada satu orang satu orang. Saya juga heran kenapa Pemerintah justru menanyakan di forum ini efektifitas kordinasi yang dilakukan, Pemerintah pun juga memberikan komentar seperti itu. Ini kan ada persoalan ini, ya kan. Ada Pemerintah, ada OJK, ada BI, ada Perbanas. Nanti silakan dijawab masing-masing siapa yang paling cocok karena ini adalah merupakan persoalan yang agak menyeluruh saya melihatnya. Kalau persoalan independensi OJK itu sudah selesai karena memang dibangun dengan satu undang-undang yang diamanatkan oleh Undang-Undang Bank Indonesia, meskipun persoalan yang disampaikan oleh Perbanas adalah persoalan pungutan, tadi Bank Indonesia mengatakan ... Perbanas mengatakan, “Tidak ada pungutan.” Bank Indonesia mengatakan, “Anggarannya semuanya mandiri tidak juga dari APBN, tidak juga ada pungutan.” Terus dari mana sumber dananya kalau juga tidak seperti itu? Bahkan Pemerintah mengatakan tadi apakah bisa tanpa satu pendanaan yang dihasilkan secara otomatis seperti itu. Kita tahu bahwa meskipun OJK itu adalah lembaga independent pemerintah mempunyai hak dan kewenangan tidak bisa dilepaskan karena sistem negara ini adalah pemerintahan presidensil, presiden lah 19
yang memegang kekuasaan pemerintahan negara yang tertinggi, persoalan lembaga keuangan yang bermasalah berarti nanti dianggap digagal … yang dianggap gagal adalah pemerintahnya, enggak bisa juga. Oleh karena itu, perwakilan-perwakilan itu saya kira itu sangat pas meskipun di Bank Indonesia tadi ditegaskan bahwa Bank Indonesia bukan organ pemerintahan, tidak ada unsur pemerintahan, dan juga tidak ada kordinasi-kordinasi yang digambarkan oleh OJK. Nah, pertanyaan saya selanjutnya adalah cobalah sampaikan secara jujur bagaimana sih bentuk kordinasi yang ada selama ini? Yang sepatutnya Pemerintah tidak mempertanyakan itu, justru harus menjawab. Jangan kita masing-masing egois sektoral, kalau persoalan pungutan yang disampaikan oleh Perbanas, ya, saya kira Perbanas berhak untuk menyampaikan beberapa keberatan-keberatan, jangan sampai justru merugikan, tetapi kalau di OJK mengatakan itu adalah pemungutannya sesuai dengan kewajaran, kalaupun ada persoalan di perekonomian jasa keuangan di luar perbankan itu, itu mereka juga tidak akan memaksakan. Kalau saya enggak salah begitu jawabannya yang saya baca. Tolong Perbanas … apa namanya … sampaikan apakah betul apa yang disampaikan oleh OJK seperti itu? Kita tentu tidak hanya ingin satu statemen-statemen tapi kita ingin juga sekaligus pihak-pihak yang merasa berada di dalamnya itu harus menyampaikan kepada kita apa adanya. Saya mau juga tanya kepada BI, ya. Bagaimana bentuk pengawasan BI yang ada selama ini terhadap persoalan-persoalan perbankan di banding dengan kewenangan … tugas, fungsi, dan kewenangan OJK yang hadir di dalam undang-undang ini? Mana yang lebih maju? Persoalan yang disampaikan oleh Bank Indonesia kita tidak bisa menutup mata karena ini adalah persoalan bangsa kita secara menyeluruh. Itu persoalan yang ingin saya sampaikan secara umum dan menyeluruh tentu tidak satu per satu. Saya minta tanggapan secara jiwa kebangsaan dan apa adanya. Supaya kita bisa berpikir yang lebih baik ke depan untuk menatap … menata bangsa kita lebih baik. Terima kasih. 33.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, terima kasih, Yang Mulia Pak Patrialis. Masih ada? Pak Aswanto. Pak Aswanto dahulu.
34.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Terima kasih, Yang Mulia. Saya ingin klarifikasi dari Perbanas. Dari apa yang Saudara jelaskan tadi nampak atau paling tidak bisa ditangkap bahwa di dalam Undang-Undang OJK memang ada problem. Itulah sebabnya sehingga Perbanas pada satu sisi berharap bahwa OJK tetap dipertahankan. Namun pada sisi lain mengusulkan agar dilakukan revisi, 20
terutama persoalan-persoalan tertentu antara lain soal pungutan, persoalan badan supervisi, yang memang kalau dilihat di dalam UndangUndang OJK sebagai lembaga independent yang tidak boleh ada campur tangan dari siapa pun, intervensi dari siapapun. Itu yang menurut Perbanas perlu direvisi, itu ya. Nah, yang ingin saya klarifikasi. Tadi Saudara menjelaskan bahwa pengaturan sektor jasa perbankan sebelum adanya OJK itu menjadi otoritas BI. Dan ketika otoritas itu dijalankan oleh BI, itu tidak dilakukan pungutan pada industri-industri … industri-industri perbankan yang menjadi objek dari pengawasan. Tetapi setelah dialihkan ke OJK, OJK melakukan pungutan kepada perusahaan-perusahaan itu yang kemudian itu akan menjadi beban nasabah. Bisa tidak Saudara menjelaskan konsekuensinya sehingga pungutan itu menjadi beban nasabah? Cukup, Yang Mulia. 35.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Pak Wahid, silakan.
36.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Terima kasih, Ketua. Dari keterangan Bank Indonesia, saya melihat di halaman 3 yang dipersoalkan itu pasca-OJK. Jadi tidak melihat filosofi atau hal-hal lain lahirnya OJK atau Undang-Undang OJK. Tapi pasca OJK dilihat bahwa ada tiga bidang yang masih ada masalah atau keterkaitan. Pertama di bidang moneter, yaitu kebijakan OJK. Saya tidak tahu apakah ini Undang-Undang OJK, atau kebijakan baik DPP, atau di peraturan OJK sekarang. Ada potensi, baru potensi, gangguan transmisi kejaksaan moneter yang merupakan kewenangan BI. Kemudian di bidang sistem pembayaran. Karena Undang-Undang OJK tidak mencabut atau mengubah di sana dipersoalkan. Kemudian bidang makro prudensial, dinyatakan bahwa Penjelasan Undang-Undang OJK tidak cukup jelas. Jadi tiga persoalan ini di dalam pelaksanaan sebetulnya. Nah, di Undang-Undang OJK ya kita melihat bahwa hal-hal tersebut ada di ketentuan peralihan yang mengatur cukup rinci. Di Pasal 55 sampai 68 itu memang beralih beberapa hal yang fungsi dan tugas BI di Undang-Undang BI beralih. Kemudian, beberapa ketentuan di Undang-Undang Perbankan juga beralih. Kemudian, di perbankan syariat juga beralih. Nah, ini pertanyaan saya adalah apakah yang di ketentuan peralihan itu tidak cukup pengaturannya? Apakah menurut BI tidak berjalan? Atau berjalan lambat? Meskipun masa transisi ini masih sedang berjalan, terutama kita lihat di sumber daya yang beralih dari BI dan
21
juga yang dari keuangan, ya. Nah, ataukah ada regulasi di OJK itu yang akan nanti menghambat ketiga hal yang disebutkan tadi? Nah, oleh sebab itulah, apakah Undang-Undang OJK-nya yang mungkin perlu disempurnakan, ada kekurangan yang tidak lengkap, atau peraturan dari Undang-Undang OJK, PP, atau peraturan OJK-nya? Atau nanti ketika di Undang-Undang BI, yang itu saya kira sejak Prolegnas yang lalu memang sudah dirancang untuk diadakan perubahan atau penggantian. Apa yang disampaikan oleh BI itu tadi? Atau di UndangUndang Perbankannya yang memang juga sudah disiapkan untuk diubah? Atau di Undang-Undang Perbankan Syariatnya? Nah, jadi karena saya melihat apa yang disampaikan itu adalah pasca-OJK. Artinya, kan tiga hal itu tadi. Nah, apakah ketentuan peralihannya, atau di pengaturannya, atau di penyempurna, atau di dalam pelaksanaannya? Yang dirasakan nanti tiga hal, moneter, sistem pembayaran itu tidak menghambat apa yang masih ada di kewenangan BI. Terima kasih. 37.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik, terima kasih. Saya persilakan kepada Bank Indonesia dulu.
38.
BANK INDONESIA: RONALD WAAS Terima kasih, Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia. Kami coba menanggapi beberapa pertanyaan yang disampaikan dalam forum yang terhormat ini. Pertama, kami juga ucapkan terima kasih atas beberapa kritisi, atas beberapa masukan yang disampaikan kepada Bank Indonesia yang tentunya sangat bermanfaat untuk ke depan. Kemudian, tadi ada pertanyaan dari Pemohon mengenai apakah BI bisa menjamin atau tidak terjadinya suatu krisis? Saya rasa, Majelis Yang Mulia, tidak ada satu lembaga pun di negara ini atau bahkan di … secara umum di negara-negara lain yang dapat menjamin bahwa tidak akan terjadi krisis dan itu sangat terlihat dari pengaturan kelembagaan kita. Karena itu juga, diciptakanlah Forum Komunikasi … Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan. Karena di situlah, lembagalembaga, instansi-instansi yang punya kewenangan di dalam sektor keuangan duduk bersama-sama dan tugas utamanya mengamati terlebih dahulu. Kemudian, kalau ada krisis, mengambil keputusan, dan pelaksanaannya dikembalikan kepada masing-masing instansi. Jadi, untuk Pemohon, saya rasa Bank Indonesia tidak dapat menjamin bahwa tidak akan ada krisis.
22
39.
PEMOHON: AHMAD SURYONO Yang Mulia, saya minta waktu 10 detik.
40.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Sebentar. Terus saja dulu, terus saja dulu.
41.
PEMOHON: AHMAD SURYONO Bukan itu pertanyaan saya, Yang Mulia.
42.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Sebentar. Teruskan saja dulu, ya. Silakan, lanjut.
43.
BANK INDONESIA: RONALD WAAS Terima kasih. Kemudian, pertanyaan tentang tadi, apakah makro dan mikro mau dipisahkan atau tidak? Saya rasa, ini suatu pilihan. Dan kalau kita lihat, Majelis Yang Mulia, bahwa di dunia ini pun ada yang menganut bahwa mikro dan makro ditangani oleh satu lembaga, tapi juga ada negara yang mikro dan makronya itu dipisahkan, kewenangan … kewenangan masing-masing. Jadi … dan kemudian, apakah dengan pemisahan atau penyatuan itu negara itu terlepas dari krisis? Saya rasa, itu juga kita bisa amati. Di dunia ini kalau krisisnya bersifat global, seperti tadi sempat disinggung beberapa pihak, termasuk oleh Majelis Yang Mulia. Tentunya, tidak bisa kita pukul rata bahwa kalau kita satukan pasti kita selamat dari krisis atau kalau kita pisahkan kita akan selamat dari krisis. Jadi, itu yang secara umum tentang penyatuan makro dan mikro prudential. Tadi ada pertanyaan juga dari Pihak Pemerintah, apakah koordinasi yang di dalam FKS SK dirasakan kurang? Dalam paparan kami, dalam … dalam keterangan kami, sama sekali kami tidak menyinggung tentang FKS SK. Jadi, apa yang kami sajikan adalah apa yang kami jumpai dalam pelaksaan tugas kami sehari-hari, tugas Bank Indonesia, yang ada beberapa yang kami lihat masih ada masalah dan memang terungkap dalam sidang yang terhormat ini bahwa masalah koordinasi adalah hal yang sangat penting untuk kita bangun bersama ke depan. Tadi saya rasa Pihak OJK juga menyampaikan hal itu dan dalam salah satu butir paparan kami juga menyampaikan bahwa oleh karena itu perlu dilakukan koordinasi yang kuat untuk menghindari disharmonasi … disharmonisasi kebijakan yang dapat menyebabkan kebingunan di industri. Apakah koordinasi itu sudah berjalan? Kalau pertanyaannya 23
begitu, koordinasi itu sekarang dari awal terbentuknya OJK kita berusaha membangun berbagai forum untuk menjalankan koordinasi tersebut, tapi seperti yang kami sampaikan tadi bahwa masih ada hal-hal yang timbul perbedaan pandangan dalam pelaksanaan masing-masing … tugas masing-masing lembaga ini, OJK dan Bank Indonesia. Kemudian, memang beberapa hal yang kami sampaikan adalah fakta-fakta atau hal-hal yang kami temukan dalam hal pelaksananaan tugas kami sehari-hari. Jadi kembali apakah fungsi makro-mikro dapat dipisahkan atau idealnya menjadi satu? Saya rasa itu pilihannya yang diambil dan sekarang struktur kelembagaan kita itu sudah memilih untuk ada pemisahan antara makro dan mikro. Apakah ada gejolak atau tidak selama masa transisi? Kalau kita lihat memang selama masa transisi mungkin tidak ada gejolak yang berarti ya, yang terjadi. Jadi itu. Kemudian, kami mengenai sumber dana mungkin kami nanti mohon, Majelis Yang Mulia, kawan kami juga membantu menjawab secara lebih rinci. Kemudian, apakah Undang-Undang OJK perlu dilengkapi, atau Undang-Undang Bank Indonesia, atau Undang-Undang Perbankan? Kami rasa sekarang ini malah Undang-Undang Bank Indonesia yang sama sekali belum diamendeman kembali atau diubah kembali setelah lahirnya Undang-Undang OJK dan saya rasa jadi … karena itu juga dalam kesimpulan kami, kami mohon bahwa fungsi dan kewenangan Bank Indonesia untuk melakukan pengaturan dan pengawasan dalam bidang tugas Bank Indonesia bisa diatur lebih jelas dan kalau Undang-Undang Bank Indonesia yang baru yang akan diamendemen atau dibuat baru, diatur di situ, rasanya itu suatu hal yang dapat memperjelas bidang tugas masing-masing. Memang sektor keuangan ini sesuatu yang saling terkait, Majelis Hakim Yang Mulia, sehingga saya rasa pengaturan secara detail, secara rinci, yang memperlihatkan secara jelas tugas dan wewenang tanggung jawab masing-masing lembaga di dalam sektor keuangan menjadi sangat penting. Tentang … mungkin tentang koordinasi tadi saya sampaikan sudah berjalan kami ada forum mingguan bahkan antara dewan komisioner dengan dewan gubernur secara rutin bertemu untuk membahas masalah-masalah yang terjadi bahwa perbedaan pandangan itu masih ada, itu kami akui. Mungkin saya mohon, Majelis Yang Mulia, kalau boleh ada rekan yang menambahkan termasuk masalah dan anggaran dari Bank Indonesia. 44.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya. Silakan, sekaligus masalah pungutan tadi yang dulu diterangkan oleh Pemerintah itu saat di bawah BI itu, apakah ada bentuk pungutan kepada perbankan berkaitan dengan tugas? Ya, silakan. 24
45.
BANK INDONESIA: ROSALIA SUA Izinkan kami menambahkan keterangan yang telah disampaikan oleh Bapak Ronald. Yang pertama, izinkan kami menyampaikan mengenai isu ketatanegaraan terkait dengan Bank Indonesia dan kemudian berdirinya OJK. Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi. Sebagaimana telah disampaikan di dalam paparan awal, Bank Indonesia adalah lembaga negara yang diamanatkan oleh konstitusi, tentu saja tujuannya adalah untuk mewujudkan tujuan pembentukan negara yaitu masyarakat adil dan makmur. Kemudian, amanat konstitusi itu dituangkan di dalam Undang-Undang Bank Indonesia yang tugasnya meliputi setidaknya tiga bidang yaitu dibidang kebijakan moneter, kemudian sistem pembayaran, dan pengaturan dan pengawasan perbankan. Tiga pilar kewenangan itu tentu saja adalah prasyarat untuk mencapai tujuan Bank Indonesia adalah stabil … menjaga, mencapai, dan memelihara stabilitas nilai rupiah untuk menyokong pencapaian tugas … pencapaian tujuan Negara Republik Indonesia. Nah, pada waktu kemudian dibentuk lembaga baru yang kemudian mengalihkan salah satu kewenangannya itu, memang menjadi pertanyaan secara ketatanegaraan, apakah dengan pengalihan itu kemudian tiga pilar kewenangan tadi masih cukup utuh untuk mencapai tugas Bank Indonesia yang tujuan akhirnya adalah menyokong tujuan negara kita. Di dalam pelaksanaannya ternyata kami menemukan bahwa dalam beberapa aspek, pelaksanaan tugas dan fungsi Bank Indonesia untuk mencapai stabilitas nilai rupiah itu ada beberapa hal yang kemudian tidak bisa dicapai secara optimal dan berpotensi terganggu karena adanya pengalihan fungsi kepada lembaga yang baru yaitu Otoritas Jasa Keuangan yang pembentukkannya seperti diketahui bersama sebenarnya bukan merupakan amanat konstitusi. Itulah isu ketatanegaraan yang kami kemukakan kemudian di … apa namanya … direspon oleh Pemohon. Kemudian yang kedua, Yang Mulia. Mengenai pada waktu fungsi pengawasan pengaturan perbankan ada di Bank Indonesia, semua biaya menjadi tanggung jawab Bank Indonesia, tidak dibebankan kepada APBN juga tidak dibebankan kepada pungutan dari industri. Izinkan kami menjelaskan bahwa Bank Indonesia sebagai lembaga publik diatur di dalam undang-undang berwenang mengelola kekayaannya sendiri di dalan Undang-Undang Bank Indonesia. Kekayaannya dari mana? Awal kekayaan adalah modal yang dipisahkan, kekayaan negara yang dipisahkan dari APBN, itu modal yang pertama. Kemudian aset-aset Bank Indonesia itu juga karena Bank Indonesia memiliki tugas dan fungsi mengelola cadangan devisa. Jadi Bank Indonesia mengelola cadangan devisa itu menghasilkan dana dan dana itu digunakan untuk semua pelaksanaan tugas Bank Indonesia baik di 25
dalam menjaga stabilitas moneter, melakukan operasi moneter, kemudian juga melakukan tugas di bidang sistem pembayaran, juga melakukan tugas di bidang pengaturan dan pengawasan perbankan, juga termasuk di dalam mencetak uang kertas, uang logam yang kemudian menjadi alat pembayaran di republik ini. Nah, selain itu, Bank Indonesia juga memperoleh penghasilan dari yang namanya operasi moneter itu namanya transaksi. Di satu sisi ada biaya, di satu sisi juga ada penghasilan. Dari penghasilan-penghasilan itulah biaya operasional Bank Indonesia, biaya-biaya kebijakan itu dibebankan pada Bank Indonesia sendiri dan itu diatur segala sesuatunya di dalam Undang-Undang Bank Indonesia dan segala sesuatu pelaksanaan tugas menyangkut keuangan itu dilaporkan oleh Bank Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Kalau diizinkan, menambahkan mengenai apakah pengaturan di dalam Undang-Undang OJK terutama ketentuan peralihan itu belum cukup untuk mengatasi segala sesuatu perbedaan pandangan antara pelaksanaan tugas Bank Indonesia kemudian juga pelaksanaan tugas Otoritas Jasa Keuangan? Kalau kami boleh menyampaikan, tidak seluruhnya bisa diatasi dengan ketentuan peralihan karena bahkan justru pengalihan seluruh kewenangan atau seluruh sarana Bank Indonesia untuk bisa mengakses kepada perbankan dengan dicabutnya undangundang … pasal-pasal mengenai pengaturan, pengawasan, dan akses data informasi dialihkan kepada OJK, ini di dalam pelaksanaan tuga Bank Indonesia tentu kemudian banyak mengganggu karena seperti tadi disampaikan di dalam paparan, banyak sekali instrumen-instrumen di dalam pengendalian moneter, dan di dalam pengembangan sistem pembayaran, dan juga di dalam pengaturan pengawasan makro prudensial perbankan yang instrumennya adalah bentuknya produk perbankan dan transmisinya atau pelaksanaannya implementasinya melalui perbankan. Sementara di dalam Undang-Undang OJK diatur bahwa pengaturan produk perbankan itu adalah oleh OJK, sehingga di dalam hal ini memang kalau tadi di … diperintahkan oleh Majelis Hakim supaya berkata jujur, koordinasi sudah dilakukan tapi dalam pelaksanaannya tidak … tidak selalu mudah untuk bersama-sama mengeluarkan peraturan yang sama, yang sejalan, yang timing-nya juga sama. Itu … itu permasalahan yang kami hadapi dan mekanisme koordinasi sedang dibangun dan membangunnya juga memakan waktu yang cukup lama, yang tentu saja juga karena ada pandanganpandangan yang selalu dinamis untuk bagaimana melakukan koordinasi yang sebaik-baiknya. Koordinasi untuk penerbitan peraturan itu juga tidak mudha dilakukan karena di dalam sistem hukum kita tidak lagi dimungkinkan mengeluarkan peraturan bersama yang sifatnya mengikat publik kemudian diundangkan di dalam Lembaran Negara. Demikian Majelis yang kami hormati. 26
46.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Tadi … saya ingin ketegasan, saat di bawah BI itu pengawasan perbankan itu ada enggak tidak bentuk pungutan atau uang yang di ambil dari bank terkait dengan yang tadi? Tadi hanya secara umum.
47.
BANK INDONESIA: ROSALIA SUA Terima kasih, Yang Mulia. Tidak ada pungutan yang diminta dari perbankan. Kalau kami boleh menanggapi tadi dari Pemerintah mengatakan ada rekening giro wajib minimum bank di Bank Indonesia itu memang ada kewajiban bank untuk memiliki rekening di Bank Indonesia. Rekening itu fungsinya adalah satu untuk bank itu menyimpan sebagian uangnya di Bank Indonesia gunanya adalah selain supaya likuiditas di pasar uang tidak berlebihan, tapi yang lebih utama lagi adalah rekening itu gunanya adalah untuk melakukan settlement atau penyelesaian kewajiban antar bank karena kliring dan RTGS sistem pembayaran antar bank itu semua melalui sistem di Bank Indonesia, tapi uang itu, aset itu secara hukum sepenuhnya adalah milik bank. Setiap saat bank berhak menggunakan rekening itu, aset itu. Setiap saat bank juga berhak untuk mengambil uang itu dan kita memiliki ketentuan untuk lebih dari sekian persen justru Bank Indonesia memberikan remunerasi atau bunga untuk uang bank yang ditaruh di dalam rekening … giro wajib minimum tersebut. Demikian, Yang Mulia.
48.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik. Terima kasih. Silakan kepada Perbanas. BI masih ada? Ya, dari Perbanas silakan.
49.
PERHIMPUNAN BANK NASIONAL (PERBANAS): SIGIT PRAMONO Terima kasih, Ketua Majelis Hakim yang kami muliakan dan seluruh Anggota Majelis. Pertanyaan pertama yang ditujukan pada kami dari Pemohon adalah mengenai pernyataan kami yang bersangkutan dengan waktu itu apakah apa Perbanas keberatan apa tidak mengenai pungutan? Peristiwanya pada waktu itu adalah setelah Undang-Undang OJK berlaku dan sudah jelas dalam Undang-Undang OJK disebutkan bahwa OJK dapat memungut iuran pungutan kepada perbankan atau sekuritas keuangan. Jadi, kami waktu itu dalam posisi menunggu peraturan pelaksanaan, peraturan pemerintah. Tentu saja karena memang kami dalam posisi tidka bisa menolak lagi karena sudah ada undang-undang yang berlaku, kami mencoba untuk menawar. Dalam diskusi itu kami 27
meminta … kami minta 5 tahun pertama sebaiknya tidak dikenakan dahulu, baru setelahnya kemudian dikenakan. Itu saja sebenarnya yang terjadi. Jadi, kalau kemudian terjadi … ternyata PP juga mewajibkan kami langsung membayar pungutan, kami juga penuhi karena sekali lagi perbankan kami tidak dalam posisi untuk tidak mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetapi kami terus akan menyampaikan keberatan atau masukan selama memang itu dimungkinkan. Jadi, potret itu yang diambil oleh Pemohon adalah potret ketika kami sedang berjuang untuk meminta keringanan. Saya kira demikian Majelis Hakim untuk pertanyaan dari Pemohon. 50.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Pak Hamdan, saya mau klarifikasi sama Perbanas. Masih, ya, Pak.
51.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Sebentar, sebentar. Lanjut dulu ya.
52.
PERHIMPUNAN BANK NASIONAL (PERBANAS): SIGIT PRAMONO Kemudian pertanyaan dari Pihak Pemerintah. Tadi kami sampaikan ada tiga solusi mengenai persoalan yang timbul setelah kelahiran Undang-Undang OJK ini. Dari tiga solusi yang kami sampaikan, tiga-tiganya kami tetap mengusulkan OJK tetap hadir di Negara Republik Indonesia ini. Solusi yan pertama kami mengatakan OJK tetap menjalankan fungsi dan tugasnya sesuai undang-undang, tetapi tidak melakukan pungutan lagi. Dalam artian ini solusi pertama berarti OJK mengandalkan kepada sumber pembiayaan dari APBN. Kemudian kami sampai kepada usulan yang kedua OJK tetap hadir, tetapi kalau memang APBN dirasa memberatkan OJK dan mungkin tidak bisa membiayai keseluruhan operasi OJK melalui APBN kami mengusulkan solusi yang kedua yaitu untuk pengaturan dan pengawasan perbankan itu dikembalikan kepada Bank Indonesia. Kenapa kami sampaikan? Karena selama sebelum kehadiran OJK itu, itu kami tidak dikenakan pungutan artinya tidak ada beban. Tadi dengan sangat panjang lebar itu sudah dijelaskan oleh Bank Indonesia. Jadi, kami tidak perlu menjawab pertanyaan Pemerintah mengenai dari mana dana dari BI dalam membiayai pengaturan dan pengawasan perbankan. Kemudian usulan kami yang ketiga, OJK tetap hadir, eksis, dan tetap boleh memungut tetapi kami mengusulkan untuk dilakukan revisi di beberapa pasal di Undang-Undang OJK. Saya pikir, usulan yang kami sampaikan adalah usulan yang netral dan kami tidak harus memihak pihak manapun dan ini
28
mohon menjadi pertimbangan bagi semua pihak yang terkait di dalam melakukan revisi Undang-Undang OJK ini. Kemudian yang ketiga, secara khusus kami akan menanggapi pertanyaan dari Anggota Majelis Prof. Arief Hidayat yang menyampaikan mengenai, kami diminta untuk jujur mengatakan mengenai efektivitas dan efisiensi dari pengaturan dan pengawasan sektor perbankan apabila disatukan di BI atau dipisah satu di BI dan di OJK. Sebetulnya, sebagian dari penjelasan yang disampikan oleh BI dan OJK sendiri tadi menunjukkan bahwa memang dan ini tidak khas terjadi di negara kita sendiri, Majelis Hakim yang terhormat, di negara manapun, membedakan, memisahkan antara kebijakan yang menyangkut makro prudensial dan mikro prudensial itu adalah hal yang paling sulit. Dan dalam bahasan mengenai Undang-Undang OJK ini, konsekunsi ini juga sudah dibahas ya, tetapi kemudian tetap keputusannya adalah makro prudensial dan mikro prudensial dipisahkan antara BI dan OJK. Tapi sekali lagi, kalau melihat dari fungsi lain dari Bank Indonesia, yaitu sebagai lender of the last resort, pengalaman krisis ... pengalaman mengalami krisis tahun 2008 menunjukkan bahwa tidak mudah koordinasi yang dilakukan oleh para otoritas. Terbukti bahwa ketika bank-bank pun masih dalam di bawah pengawasannya oleh Bank Indonesia, ya untuk menentukan apakan BI bisa menjalankan fungsi sebagai lender of the last resort, yaitu kasus Bank Centruy itu pun menimbulkan masalah dan sampai sekarang menyisahkan masalah sampai saat ini. Kita semua bisa memabayangkan bagaimana kalau fungsi pengawasan dipisahkan dan bagaimana BI bisa menjalankan perannya sebagai lender of the last resort, banknya bank. Dalam keadaan tertentu, ketika bank-bank ini mendapatkan masalah karena krisis mereka akan datang kepada banknya bank. Banknya bank adalah Bank Indonesia. Persoalannya banknya ini sekarang dengan undang-undang yang baru itu diawasi dan diatur oleh OJK, sehingga BI sebagai lender of the last resort, tidak langsung mengetahui ... langsung mengetahui keadaan dari bank tersebut, sehingga mereka memerlukan tahapan satu langkah lagi melakukan koordinasi. Jadi, sekali lagi itulah fakta yang akan terjadi menjandi potensi, tetapi kami tidak akan mempengaruhi apapun kebijakan dari otoritas karena kami dalam posisi sebagai pihak yang diawasi dan diatur. Tapi sekali lagi dengan diskusi tadi, terlihat sekali bahwa memang koordinasi adalah persoalan yang paling … apa namanya ... berpotensial untuk menimbulkan atau menjadi pemicu terjadinya suatu potensi krisis di masa depan. Kemudian, dari soal satu lagi Bapak, Ibu, sekalian, ketika pengaturan dan pengawasan bank ini diserahkan kepada OJK, ada satu fungsi yang masih disisakan di Bank Indonesia itu, yaitu mengenai pengaturan sistem pembayaran. Di dalam pengaturan sistem 29
pembayaran ini, Bapak, Ibu bisa bayangkan, banknya itu diawasi dan diatur oleh OJK, sedangkan pengaturan sistem pembayaran itu diatur oleh BI. Jadi, secara tidak langsung kami mempunyai dua otoritas ya atau dua majikan. Jadi, ini saya pikir juga akan menimbulkan potensi ... saya belum mengatakan sekarang ada potensi karena sejauh ini kita harus adil juga, pengaturan dan pengawasan yang dilakukan oleh OJK sampai sekarang ini tidak ada persoalan ya karena memang ketika perbankan tahun 2013 ini ... 2013 akhir, itu pengaturan dan pengawasan diserahkan kepada OJK, itu keadaan perbankan kita kinerjanya sangat baik. Akhir tahun 2013 perbankan Indonesia ini adalah kinerjanya yang salah satu yang terbaik di dunia. Jadi untuk menyambung pertanyaan dari Pak Patrliasi Akbar tadi, kita tahu bahwa salah satu alasan utama kehadiran dari OJK ini adalah merupakan bentuk hukuman secara politik kepada BI karena BI tadi dikatakan pada waktu krisis 1998 itu dianggap gagal. Itu jelas, Bapak, Ibu, sekalian. Tapi kita tahu proses untuk kemudian memberi hukuman kepada BI itu untuk memisahkan pengaturan dan pengawasan perbankan itu dari BI sebagai hukuman tadi, bertele-tele sehingga memakan waktu 10 tahun lebih. Persoalanya sekali lagi, apa hikmahnya, di dalam waktu 10 tahun ini Bank Indonesia sendiri sudah banyak sekali melakukan perbaikan-perbaikan. Jadi sebetulnya alasan utama untuk mengalihkan pengaturan dan pengawasan perbankan kepada OJK ini juga sudah sedikit berkurang. Jadi, (suara tidak terdengar jelas) sudah hampir dikatakan tidak ada. Itu sebetulnya, tapi sekali lagi keputusan politik sudah dibuat, sehingga semua pihak harus mematuhi bahwa lahirlah Undang-Undang OJK ini. Jadi ... dan terlebih lagi, Bapak, Ibu, sekalian, di beberapa negara yang memisahkan pengawasan dan pengaturan perbankan dari bank sentralnya, itu ternyata juga melakukan koreksi dari kebijakannya. Yang paling fenomenal adalah kasus Northern Rock Bank yang di Inggris, ya. Dari diskusi kami dengan pihak … waktu itu dengan teman-teman di DPR sebetulnya waktu itu ada pendapat yang mengatakan bahwa kemungkinan besar Undang-Undang OJK tidak jadi lahir waktu itu karena mereka sudah melakukan diskusi dengan pihak Bank of England, ketika mereka melakukan kunjungan dan mendapatkan informasi ini. Jadi sekali lagi karena proses untuk melahirkan OJK ini memakan waktu 10 tahun lebih, keadaan ini sudah berubah sebetulnya, ya. Jadi ini yang ingin saya sampaikan secara jujur karena tadi Prof. Arief Hidayat mengatakan kami harus menyampaikan secara jujur, tapi terus terang kami dalam keadaan yang tidak mudah, Pak, kami ... karena kami adalah bank-bank yang diatur, diawasi oleh otoritas. Jadi kami menyampaikan apa adanya, jadi menurut hemat kami penyatuan ini akan lebih banyak menimbul apa ... memberikan manfaat daripada sebaliknya. Apalagi kalau disampaikan tadi dengan adanya sebelumnya itu bank diawasi dan 30
diatur tanpa dibebani pungutan, tentu kalau boleh memilih kami tentu memilih diatur dan diawasi tanpa membayar pungutan, ya. Tapi sekali lagi kami tidak ingin mempengaruhi apapun keputusan dari semua pihak yang terkait dengan hal ini, ya. Kemudian persoalan yang lain yang tadi disampaikan oleh Bapak Aswanto, ya. Usulan kami berkaitan dengan solusi yang ketiga, Pak, dalam artian kalau memang OJK ini tetap eksis sesuai dengan undangundang yang berlaku, kemudian kami usulkan dalam solusi yang ketiga, tetap ... OJK tetap hadir dan tetap mengawasi seluruh sektor keuangan termasuk perbankan, pasar modal, dan jasa keuangan di luar perbankan, lembaga keuangan nonbank, dan tetap boleh memungut. Nah, kalau pilihannya ini, tetap kami menghimbau agar dilakukan perbaikan untuk Undang-Undang OJK sendiri, Pak, jadi ini kaitnya dengan usulan kami yang ketiga. Jadi kami terbuka usulan ketiga pun kami bisa menerima, tidak ada persoalan, tapi perlu ada perbaikan-perbaikan di dalam Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan ini. Karena bagaimana juga pungutan ini kalau Bapak menanyakan seorang eksekutif perbankan, memang jawabannya akan mengatakan tidak ... tidak dibebankan kepada nasabah. Tapi saya ingin memberikan ilustrasi. Bank terbesar di negeri ini dengan aset Rp750 triliun itu dia akan membayar pungutan setiap tahun itu 0,03xRp760 triliun, kira-kira, Pak, itu adalah Rp1,6 triliun per tahun, satu bank saja ... eh, maaf, Rp600 triliun ... eh, Rp600 miliar, maaf, sori. Ya, jadi 0,03 ... maaf, saya hitung kembali. 0,03 kali ... 200 ... maaf, Rp210 miliar, Yang Mulia, Rp210 miliar sampai Rp225 miliar. Satu bank itu membayar pungutan kepada OJK setiap tahun itu Rp225 miliar, bervariasi tergantung dari asetnya masing-masing. Untuk tahun lalu kira-kira OJK dari perbankan saja akan memungut Rp1,6 triliun, jadi saya koreksi, kalau itu dasarnya adalah 0,03%. Jadi apakah dibebankan kepada nasabah? Saya jawabannya tidak secara langsung, tetapi karena ini menjadi biaya, tentu akan mempengaruhi banyak hal dalam struktur biaya dari bank. Jadi itu jawaban kami, ya. Kemudian dari Pak Wahid tadi. Bagaimana dengan pasca OJK? Di dalam ... Bapak, Ibu, sekalian, di dalam pengaturan dan pengawasan perbankan pasca kelahiran OJK ini saya mengatakan tadi tidak ada persoalan karena memang sejak akhir tahun 2013 perbankan secara umum dalam keadaan baik. Yang kedua, semua pengatur ... semua pengawas perbankan yang mengawasi kami sekarang ini adalah orangorang yang masih sama, yang dulunya topinya adalah BI dan sekarang topinya adalah OJK, dan ini juga diatur oleh Undang-Undang OJK dalam ketentuan mengenai masa peralihan. Jadi ini memang dirancang secara khusus memang untuk menjamin supaya tidak ada gejolak. Jadi alhamdulillah, kita harus bersyukur dalam hal ini ... dalam hal ini semuanya baik-baik saja, tidak ada gejolak yang berarti, ya.
31
Demikian, Majelis Hakim yang kami hormati, keterangan yang kami sampaikan. Terima kasih. 53.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik. Ya, silakan.
54.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Pak, saya mau perdalam sedikit, Pak, mengenai pungutan tadi ya, Pak, ya. Kalau saya enggak salah OJK di dalam melakukan pungutan itu mengandung beberapa prinsip. Saya ingin tahu di dalam implementasinya, pertama itu adalah prinsip flesibilitas. Jadi OJK akan menetapkan tarif pungutan itu sesuai dengan situasi dan kondisi objeknya, jadi tidak semata-mata berdasarkan aset ya, jadi fleksibilitasnya di situ. Bahkan prinsip yang kedua dinyatakan oleh OJK itu adalah penciptaan nilai tambah bagi industri perbankan itu sendiri. Sampai sejauh mana ini karena Perbanas rasanya ada sedikit tekanan, tapi juga ada kebijakan, jadi Bapak enggak usah merasa tertekan, enggak usah khawatir, Bapak sampaikan saja meskipun objek Perbanas itu adalah sebagai bagian daripada objek yang dilakukan oleh OJK. Terbuka saja, Pak, ini kan persidangan, sehingga kita lebih transparan, bahkan yang ketiga itu adalah penggunaan yang bertanggung jawab dan transparan, kalau enggak salah saya tiga itu, walaupun tadi Bapak minta bahwa Perbanas juga dong diberikan pertanggungjawaban karena memang uangnya dari perbankan, kan begitu? Itu catatan tersendiri. Saya minta tanggapan Bapak terhadap pendalaman saya ini.
55.
PERHIMPUNAN BANK NASIONAL (PERBANAS): SIGIT PRAMONO Terima kasih. Mohon izin, Ketua. Kami ingin menanggapi bahwa dari segi prinsip pengenaan pungutan, memang semuanya sudah berdasarkan dengan ketentuan, saya yakin juga OJK tidak mungkin mengenakan di luar ketentuan yang berlaku. Jadi, prinsip fleksibilitas kemudian penciptaan nilai tambah dan sebagainya sejauh ini tidak ada persoalan. Hanya menurut kami, Yang Mulia, perbankan ini diatur dan diawasi oleh OJK, itu baru mulai awal tahun 2014 ini, ya. Tentunya supaya ... saya kira tidak adil kalau sekarang kita sudah menilai atau apa ... kinerja OJK dan sebagainya karena memang waktunya masih terlalu pendek. Tapi menurut saya, satu hal yang harus menjadi tujuan kita bersama adalah kelahiran dari OJK ini adalah untuk ... semangatnya untuk memperbaiki keadaan dan sejauh ini yang kita tahu pengaturan dan pengawasan perbankan itu tidak dalam keadaan memburuk,
32
sekurang-kurangnya ini kan hal yang menurut saya harus diapresiasi juga. Jadi, ini yang menurut saya harus kita ... secara adil kita nilai. Terima kasih. 56.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik. Saya kira sudah cukup untuk pertanyaan dan penjelasan dari BI dan Perbanas. Saya mau kasih kepada Pemerintah, Pemerintah belum ada kesimpulan disampaikan ke Majelis, atau sudah siap?
57.
PEMERINTAH: ISA RACHMATARWATA Yang Mulia, kami ada yang ... sebetulnya kalau diperkenankan ingin kami sampaikan dan kesimpulan lengkapnya kami laporkan segera setelah persidangan ini selesai, Yang Mulia.
58.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik. Ya, terima kasih. Paling lambat jam 15.00 WIB ya, dimasukkan itu, langsung ke Kepaniteraan. Ya, masih ada?
59.
PEMERINTAH: INDRA SURYA Hanya point of clarification dari Hakim Patrialis. Pemerintah tidak menyatakan bahwa forum komunikasi itu tidak berjalan … ya, justru dari Pemerintah sangat baik, bagus, justru itu yang kami … di dalam forum kok tidak ada, dan forum FKS SK kok tidak ada statement itu, di forum ini ada seperti itu, makanya kami pertanyakan. Dari Pemerintah klir, berjalan dengan baik. Terima kasih, Yang Mulia Ketua.
60.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik, terima kasih Pemohon, Pemerintah, OJK, dan para ahli. Terima kasih sidang hari ini, dan … ya, ya, eh, maaf, BI dan Perbanas, saya kebiasaan para ahli hadir di sini, jadi ikut-ikut.
33
Baik, dengan demikian seluruh sidang dalam perkara ini selesai dan tinggal menunggu panggilan Mahkamah untuk pengucapan putusan. Sidang ini selesai dan dinyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 11.56 WIB Jakarta, 22 Desember 2014 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
34