MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA ---------------------
RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 89/PUU-XII/2014
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I)
JAKARTA SENIN, 29 SEPTEMBER 2014
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 89/PUU-XII/2014
PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. 2. 3.
Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi (KPI) Pusat Pemberdayaan Perempuan dalam Politik Yayasan LBH APIK Jakarta
ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Senin, 29 September 2014, Pukul 12.10 – 12.40 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Patrialis Akbar 2) Wahiduddin Adams 3) Aswanto
Mardian Wibowo
(Ketua) (Anggota) (Anggota)
Panitera Pengganti
Pihak yang Hadir: i
A. Pemohon Perkara Nomor 89/PUU-XII/2014: 1. Sulistyowati Sugondo 2. Dian Kartika Sari (Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi) 3. Dewi Komariah (Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi) 4. Syamsiah Ahmad (Pusat Pemberdayaan Perempuan dalam Politik) 5. Adriana Venny (Lembaga Partisipasi Perempuan) 6. Magdalena Helmina 7. Sudirman B. Kuasa Hukum dari Pemohon Perkara Nomor 89/PUU-XII/2014: 1. Nur Amalia
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 12.10 WIB 1.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Sidang dalam Perkara Nomor 89/PUU-XII/2014 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Selamat datang, Para Pemohon tokoh-tokoh perempuan Republik Indonesia. Hari ini sidang kita yang pertama, dimana kami semua ingin mendengarkan dulu sepintas highlights dari permohonan ini. Namun sebelumnya, silakan memperkenalkan diri dulu siapa yang hadir. Silakan.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: NUR AMALIA Baik, terima kasih banyak, Majelis Hakim Yang Terhormat. Saya Nur Amalia, Kuasa Hukum dari Para Pemohon dan bersama saya juga ada beberapa Prinsipal, yang pertama di sebelah kanan saya Ibu Sulistyowati Sugondo. Kemudian di sebelah Ibu Sulistyowati Sugondo adalah Ibu Dian Kartika Sari, mewakili Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi. Kemudian di sebelah Ibu Dian ada Ibu Dewi Komariah dari KPI juga. Kemudian di sebelah kiri saya ada Ibu Syamsiah Ahmad, yang mewakili Pusat Pemberdayaan Perempuan dalam Politik, dalam hal ini beliau mewakili Ibu Titi Sumbung yang sedang dalam kondisi sakit. Kemudian di sebelah beliau adalah Ibu Magdalena Helmina. Ya, saya ... di belakang ada ... di depan Mbak Venny (...)
3.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Di depan masih disediakan kursi buat Ibu.
4.
KUASA HUKUM PEMOHON: NUR AMALIA Ibu Dr. Adriana Venny dari Lembaga Partisipasi Perempuan. Itu, Majelis Hakim, yang bisa saya perkenalkan.
5.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Ini Bapak yang satu?
1
6.
KUASA HUKUM PEMOHON: NUR AMALIA Ya, Bapak Sudirman, ini juga dari PD Politik, Pusat Pemberdayaan Perempuan dalam Politik.
7.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Ikut Pemohon juga?
8.
KUASA HUKUM PEMOHON: NUR AMALIA Tidak, tidak sebagai Prinsipal.
9.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Oh, tidak sebagai Prinsipal, soalnya duduknya di enggak apa-apa, Bapak sudah masuk dan sudah duduk. yang akan datang, cukup Prinsipal yang di depan, ya. enggak apa-apa, Pak. Baik, sekarang kuasa Hukum Ibu Nur Amalia, disampaikan garis besar dari permohonan ini.
10.
depan. Tapi Persidangan Tapi silakan ya, silakan
KUASA HUKUM PEMOHON: NUR AMALIA Ya, terima kasih, Majelis Hakim Yang Terhormat. Jadi, secara garis besar barangkali ada baiknya saya bacakan saja, tapi barangkali atas izin Majelis Hakim, saya hanya membacakan langsung kepada fakta hukum dan alasan permohonan.
11.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Ya, betul.
12.
KUASA HUKUM PEMOHON: NUR AMALIA 1.
2.
Baik. Fakta hukum. Bahwa tanggal 29 Agustus 2009 telah disahkan dan diundangkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5.043. Bahwa dalam konsideran Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, 2
3.
4.
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah disebutkan bahwa undang-undang tersebut bertujuan untuk meningkatkan peran dan tanggung jawab Lembaga Permusyawaratan Rakyat, Lembaga Perwakilan Rakyat, Lembaga Perwakilan Daerah sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 1 ayat (2), Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 ayat (1), Pasal 7A, Pasal 7B, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11, Pasal 13, Pasal 18 ayat (3), Pasal 19, Pasal 20 ayat (1), Pasal 20A, Pasal 21, Pasal 22B, Pasal 22C, Pasal 22D, Pasal 22E ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 23E, Pasal 23F, Pasal 24C ayat (2), dan Pasal 37. Bahwa Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah telah mengatur jaminan keterwakilan perempuan dengan menyebutkan frasa memperhatikan keterwakilan perempuan pada Pasal 95 ayat (2) tentang Pimpinan Komisi, Pasal 101 ayat (2) tentang Pimpinan Badan Legislatif, Pasal 106 ayat (2) tentang Pimpinan Badan Anggaran, Pasal 112 ayat (2) tentang Pimpinan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara, Pasal 119 ayat (2) tentang Pimpinan Badan Kerjasama Antar Parlemen, Pasal 125 ayat (2) tentang Pimpinan Badan Kehormatan, Pasal 132 ayat (2) tentang Pimpinan Badan Urusan Rumah Tangga, Pasal 138 ayat (2) tentang Pimpinan Panitia Khusus. Bahwa pengaturan jaminan keterwakilan perempuan dalam UndangUndang Nomor 27 Tahun 2009 dengan menyebutkan frasa memperhatikan keterwakilan perempuan agar di setiap penetuan posisi pimpinan alat kelengkapan DPR dilaksanakan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan dalam posisi pimpinan alat kelengkapan DPR tersebut, sehingga seluruhnya berbunyi sebagai berikut: 1. Pasal 95 ayat (2) tentang Pimpinan Komisi. Pimpinan komisi terdiri atas satu orang ketua dan paling banyak tiga orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota komisi berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan profesional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. 2. Pasal 101 ayat (2) tentang Pimpinan Badan Legislatif. Pimpinan badan legislasi terdiri atas satu orang ketua dan paling banyak tiga orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota badan legislasi berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. 3. Pasal 106 ayat (2) tentang Pimpinan Badan Anggaran (…)
3
13.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Ya. Jadi, itu semua alat kelengkapan, ya?
14.
KUASA HUKUM PEMOHON: NUR AMALIA Ya, betul.
15.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Lanjut saja.
16.
KUASA HUKUM PEMOHON: NUR AMALIA Ya, baik. Saya lanjut langsung kepada poin 5.
17.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Mungkin petitumnya.
18.
KUASA HUKUM PEMOHON: NUR AMALIA Ya. Langsung (…)
19.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Yang diinginkan?
20.
KUASA HUKUM PEMOHON: NUR AMALIA Ya, baik. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, para Pemohon memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa dan memutus permohonan pengujian ini sebagai berikut: 1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan ini. 2. Menyatakan bahwa Pasal 97 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bertentangan dengan Pasal 28H ayat (2) UndangUndang Dasar Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai pimpinan komisi terdiri atas satu orang ketua dan paling banyak tiga orang wakil ketua dan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan yang dipilih dari dan oleh anggota komisi dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat. 4
3. Menyatakan bahwa Pasal 104 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bertentangan dengan Pasal 28H ayat (2) UndangUndang Dasar Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai pimpinan badan legislasi terdiri atas satu orang ketua dan paling banyak tiga orang wakil ketua dan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan yang dipilih dari dan oleh anggota badan legislasi dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat. 4. Menyatakan Pasal 109 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah (…) 21.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Ini disebut saja MD3, begitu.
22.
KUASA HUKUM PEMOHON: NUR AMALIA Ya, MD3. 4. Menyatakan Pasal 109 ayat (2) Undang-Undang MD3 bertentangan dengan Pasal 28H ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai pimpinan badan anggaran terdiri atas satu orang ketua dan paling banyak tiga orang wakil ketua dan sekurangkurangnya 30% keterwakilan perempuan yang dipilih dari dan oleh anggota badan permusyawaratan dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat.
23.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Kalau boleh saya bantu, begitu juga dengan badan akuntabilitas keuangan negara, ya. Badan kehormatan, badan kerjasama antarparlemen, badan urusan rumah tangga, panitia khusus, kemudian alat kelengkapan lain yang diperlukan dibentuk oleh rapat paripurna, betul Ibu, ya?
24.
KUASA HUKUM PEMOHON: NUR AMALIA Betul, Majelis.
25.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Betul, ya. Oke. 5
26.
KUASA HUKUM PEMOHON: NUR AMALIA Ya.
27.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Biar ini kan, urutannya, runtutnya sudah bagus sekali.
28.
KUASA HUKUM PEMOHON: NUR AMALIA Ya, betul, Majelis.
29.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Ya, silakan. Jadi, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tentu juga karena dia bertentangan dinyatakan dia tidak mempunyai kekuatan hukum, ya.
30.
KUASA HUKUM PEMOHON: NUR AMALIA Betul, betul, Majelis. Kemudian, 17. Menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 bertentangan dengan Pasal 23E Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sepanjang tidak mengatur tentang badan yang bertanggung jawab menerima laporan hasil pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. 18. Menyatakan Undang-Undang MD3 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak mengatur tentang badan yang bertanggung jawab menerima laporan hasil pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. 19. Menyatakan bahwa Undang-Undang MD3 bertentangan dengan Pasal 28H ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sepanjang tidak mengatur sekurang-kurangnya 30% komposisi pimpinan badan yang bertanggung jawab menerima laporan hasil pemeriksaan, pengelolaan, dan pertanggungjawaban keuangan negara. 20. Menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak mengatur sekurang-kurangnya 30% komposisi badan … pimpinan badan yang bertanggung jawab menerima laporan hasil pemeriksaan pengeloaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. 21. Menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3 secara sah diberlakukan dan mengikat semua pihak sepanjang belum dilakukan pembahasan ulang dan penyempurnaan terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 sebagaimana keputusan ini. 6
Demikian, Majelis Hakim Yang Terhormat. 31.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Baik, terima kasih. Sekarang, mungkin ada beberapa hal yang ingin diberikan nasihat oleh Majelis, ya. Pertama, saya silakan Yang Mulia Prof. Dr. Aswanto.
32.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Terima kasih, Yang Mulia Ketua. Saudara Pemohon ya, ini permohonan Saudara cukup panjang, tapi secara garis besar kita bisa menangkap apa yang Pemohon inginkan atau apa yang ingin diuji dalam permohonan Saudara ini. Namun, tetap saja harus merujuk ke mekanisme yang sudah ditentukan atau struktur yang sudah ditentukan di dalam peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pedoman atau Tata Cara Beracara PUU di Mahkamah Konstitusi. Saya yakin ibu sudah punya itu, ya. Sudah punya ya, nanti disinkronkan kembali, sehingga sesuai dengan norma yang sudah ditentukan di dalam PMK dimaksud. Yang kedua, dalam permohonan ini Saudara sudah mengelaborasi secara panjang lebar apa yang menjadi dasar, sehingga Pemohon mengajukan uji materiil terhadap beberapa pasal yang ada di dalam Undang-Undang 17 Tahun 2014 tentang MD3. Tetapi nampaknya masih perlu dielaborasi, sehingga lebih kelihatan lagi potensi kerugian, baik kerugian yang … apa … faktual maupun yang potensi yang akan terjadi atau akan dialami oleh para Pemohon, tentu bukan Kuasa Hukumnya ya, harus Prinsipalnya, harus kerugian yang dialami oleh Prinsipal. Ini yang harus lebih konkret lagi kerugian yang dialami atau potensi kerugian yang akan dialami oleh Prinsipal atau oleh Pemohon dengan berlakunya norma yang dimaksud tadi. Itu harus lebih konkret, misalnya dengan tidak adanya frasa 30%, maka peluang perempuan untuk duduk sebagai pimpinan alat kelengkapan itu semakin kecil, gitu. Nah, itu yang harus lebih konkret elaborasinya. Dan kalau perlu, poin-poin yang menurut Pemohon itu normanya akan merugikan atau potensial untuk merugikan, itu dikaitkan dengan pasal di dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang dijadikan sebagai dasar pengujian. Nah, sebenarnya di dalam permohonan Saudara itu sudah dilakukan, tetapi mestinya itu tidak ditempatkan pada petitum. Di petitum itu cukup ditulis bertentangan dengan UndangUndang Dasar Tahun 1945, tidak perlu mencantumkan pasal-pasal Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pada petitum. Justru pada bagian posita itu yang harus dielaborasi lebih konkret, termasuk merujuk kepada pasal-pasal Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang akan dijadikan dasar pengujian norma. 7
Selanjutnya, Pemohon juga harus meyakinkan Majelis bahwa dengan tidak adanya atau dengan dinyatakan tidak mengikatnya norma yang akan diuji itu, maka potensi kerugian Pemohon itu menjadi tidak akan terjadi. Tetapi, sepanjang masih ada norma itu, atau sepanjang norma itu tidak dimaknai sebagaimana yang Saudara minta, maka akan terjadi kerugian. Nah, itu yang perlu dielaborasi secara konkret. Kemudian, yang lain lagi adalah teknis-teknis penulisan. Memang kelihatannya sepele, tapi ini prinsip. Misalnya pada bagian petitum ya, pada bagian petitum butir atau poin ke 20, sepanjang tidak mengatur sekurang-kurangnya 30% (3/100). Nah, yang dimaksud di situ kan, 30 per seratus, kan? Nah, jangan ada kesalahan-kesalahan yang bisa menjadi celah dari permohonan Saudara ini. Dari saya cukup, Yang Mulia. 33.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih. Silakan, Yang Mulia Pak Wahidudin Adams.
34.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDIN ADAMS Terima kasih, Pak Ketua, Pak Dr. Patrialis Akbar. Ibu dan juga Bapak, baik Pemohon dan kuasa, senior-senior kita. Menambahkan beberapa hal yang disampaikan oleh Yang Mulia Ketua Hakim Konstitusi sebelumnya bahwa permohonan pengujian ini terhadap Pasal 97 ayat (2), Pasal 104 ayat (2), Pasal 109 ayat (2), Pasal 115 ayat (2), Pasal 121 ayat (2), Pasal 152 ayat (2), Pasal 158 ayat (2) dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 dan juga dihapuskannya alat kelengkapan DPR untuk mengawasi pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara yang ada dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3, ya, MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Tadi disebutkan untuk kelengkapan dari permohonan ini sudah ada acuan kita dan saya yakin ini karena Pemohon dan Kuasa ini sudah tidak … ya, bukan pertama kali di MK dapat nanti melihatnya kembali untuk lebih cermat. Kemudian yang kedua bahwa diinginkan perwujudan dari tindakan khusus sementara atau affirmative action itu dikembalikan di UndangUndang Nomor 17 Tahun 2014, itu intinya kan, ya. Itu dikembalikan karena disebutkan bahwa di Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 itu sudah ada, ini dikembalikan tindakan untuk sementara itu untuk menjamin persamaan kesempatan bagi laki-laki dan perempuan untuk menduduki posisi sebagai pimpinan yang saat ini masih diperlukan tindakan khusus sementara itu. Itu saya yakin intinya, sehingga alat uji yang disampaikan di sini adalah Pasal 28H ayat (2).
8
Untuk kelengkapan juga bahan, saya kira ada baiknya tidak saja tindakan khusus sementara yang ada di Undang-Undang MD3, tapi juga yang berkaitan, Undang-Undang Penyelenggara Pemilu, itu kan, ada juga di Pasal 6 ayat (2) itu, lalu Undang-Undang Parpol, jadi artinya ini sudah eksis, sudah berjalan, lalu mengapa ini kok, hilang? Begitu kan, tolong dikembalikan. Ini inti dari petitumnya begitu kan, tolong dikembalikan. Untuk itu, diingat bahwa tidak hanya di Undang-Undang MD3 Nomor 27 Tahun 2009, tapi yang terkait itu, Undang-Undang Parpol, Undang-Undang Penyelenggara Pemilu, ya. Saya yakin banyak di peraturan perundang-undangan yang sudah menyebut hal itu, bahkan tidak saja peraturan perundang-undangan tingkat pusat, tapi peraturan daerah beberapa menyebut … apa … perlunya ketentuan tindakan khusus sementara itu, affirmative action itu. Kemudian yang kedua, saya kira mengenai di petitum, biasanya tulisan apa … menerima dan mengabulkan itu cukup mengabulkan saja, kalau dikabulkan ya, pasti diterima. Jadi, tidak hanya diterima dan/atau dikabulkan, tetapi kalau mengabulkan pasti diterima, jadi mengabulkan seluruh permohonan pengujian ini. Saya kira itu saja, Pak Ketua, tambahan dari saya untuk kelengkapan dari permohonan ini. Terima kasih. 35.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Ya, terima kasih, Pak Dr. Wahiduddin Adams. Saya juga ingin tambahkan. Jadi, memang kelihatannya selain daripada ingin memperjuangkan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan, ini juga permohonan ini berkaitan dengan beberapa hal yang kelihatannya ada kaitannya dengan ingin memposisikan MK sebagai positif legislator, kelihatannya, ya. Dari permohonan yang ada di halaman 20, halaman 20 ini, butir b, kemudian dikaitkan dengan petitum angka 19 dan 20, ini coba dikaji lagi karena di sini Pemohon menginginkan agar MK berada pada posisi positif legislator di sini. Jadi, bertentangan dengan Pasal 28H ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sepanjang tidak mengatur sekurangkurangnya 30% atau 30/100 komposisi pimpinan badan yang bertanggung jawab menerima laporan hasil pemeriksaan perusahaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Jadi, diinginkan ada kalimat seperti ini, satu. Yang kedua, kalau kita baca petitum 21 yang terakhir itu, ini mungkin kurang sejalan juga dengan petitum yang di atas, beberapa petitum yang di atas karena dalam petitum 21 ini justru mengeliminasi kembali bahwa Undang-Undang Nomor 27 ini tetap … oh ya, ini tetap berlaku yang … yang dulu, ya? Maksudnya, ya yang sebelum dilakukan perubahan, ya?
9
36.
KUASA HUKUM PEMOHON: NUR AMALIA Betul sekali, Majelis.
37.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Jadi, ingin diberlakukan kembali undang-undang yang lama. Ini satu problem sendiri juga, MK tentu tidak dalam kapasitas memberlakukan undang-undang yang sudah dicabut ya, atau yang sudah diperbaharui. Coba ini nanti dianalisa kembali walaupun ini sebetulnya sejalan dengan keinginan Pemohon untuk mengembalikan pasal-pasal yang dulu itu berlaku. Kami ingin informasikan sebetulnya untuk perjuangan pada kaum perempuan, itu sudah ada memang satu permohonan ya, permohonan yang sudah masuk juga ke MK dalam Perkara Nomor 82/PUU-XII/2014 yang rencananya nanti sebentar sore mau diputus. Tapi memang ada perbedaan, ada perbedaan, kalau dalam Perkara Nomor 82/PUUXII/2014 itu lebih konsentrasinya kepada keterwakilan perempuan di seluruh alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat, tetapi dalam permohonan ini fokus ada limitatif sekurang-kurangnya 30%. Di situ perbedaannya, ya. Nanti kita akan laporkan ke Rapat Permusyawaratan Hakim. Kemudian mungkin ini salah kutip, coba nanti dilihat tentang adanya Pasal 21A di sini Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Pasal 21A itu enggak ada, ya. Tadi saya baca ada di sini, itu … sebentar, ya. Pasal 21A kan, Undang-Undang Dasar Tahun 1945 kita enggak ada. Oh ya, mungkin kesalahan penulisan saja barangkali di dalam halaman 16 angka 1.22 di situ tertulis, “Pasal 21 ayat (1).” Ah, ya ini coba nanti disesuaikan lagi. Kalau yang ada ayat (1)-nya itu adalah Pasal 20A ayat (1). Silakan nanti diperbaiki. Saya kira itu yang bisa kami sampaikan bertiga ya, untuk demi kesempurnaan dari permohonan ini. Dan kami mengenal ya, para pejuang-para pejuang ini. Ya, memang sering sekali untuk berjuang demi kaum perempuan. Sebetulnya MK sendiri juga sudah ada putusan kan, bagaimana menghormati posisi kaum perempuan di tengah-tengah peradaban, termasuk penyelenggara ketatanegaraan kita, MK sudah ada putusan untuk itu. Cuma dalam undang-undangnya enggak dimasukkan, bahkan dihilangkan. Ini memang problematik ini. Itu dari kami, barangkali ada yang ingin disampaikan baik oleh Kuasa Hukum Pemohon, Prinsipal, silakan, Ibu Lis. Ibu Lis ini dari dulu sangat senior ini. Kalau masih ada, silakan, kami kasih kesempatan.
10
38.
PEMOHON: SULISTYOWATI SUGONDO Terima kasih, Yang Mulia. Bahwa sebe … sesungguhnya apa yang kita maksudkan itu sama dengan apa yang dikemukakan oleh Yang Mulia, tetapi mungkin di dalam alur pikiran kita karena kami karena sedemikian rupa menggebu-gebunya di dalam perjuangan kepada perempuan ini, maka agak kacau-balau di dalam penyusunan. Ini kita akui, bahkan ada kesalahan di sana-sini mengenai pengambilan pasal dan sebagainya. Yang kedua, tentunya kami sangat menghormati dan menghargai apa yang telah diberikan petunjuk-petunjuk tadi, baik oleh para Anggota Majelis atau pun Ketua Majelis sendiri. Sekali lagi terima kasih.
39.
KETUA: PATRIALIS AKBAR Baik. Dulu Ibu Lis yang jadi Ketua Majelis di peradilan umum, Ibu ya. Ya, saya dulu sering belajar sama Ibu Lis sebetulnya dulu. Baik kalau begitu, ada waktu 14 hari untuk memperbaiki. Silakan dikaji lagi. Namun, semangatnya kami sudah melihat. Jadi, menggebugebunya sudah kelihatan, Bu, di dalam permohonan ini. Luar biasa. Oke, jadi 14 hari silakan kalau memang ingin diubah ya, yang jelas ini akan kami laporkan ke Rapat Permusyawaratan Hakim. Kalau memang sudah cukup, maka sidang hari ini kita cukup dan selesai. Kita tutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 12.40 WIB Jakarta, 29 September 2014 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
11