MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 138/PUU-XII/2014
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN AHLI/SAKSI PRESIDEN (VII)
JAKARTA SENIN, 6 APRIL 2015
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 138/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial [Pasal 15 ayat (1), Pasal 17 ayat (1), ayat (2) huruf c, ayat (4), Pasal 19 ayat (1), ayat 2, dan Pasal 55] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. PT Papan Nirwana 2. PT Cahaya Medika Health Care 3. PT Ramamuza Bhakti Husada, dkk. ACARA Mendengarkan Keterangan Ahli/Saksi Presiden (VII) Senin, 6 April 2015, Pukul 14.31 – 16.12 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Arief Hidayat Anwar Usman Aswanto I Dewa Gede Palguna Muhammad Alim Patrialis Akbar Suhartoyo Wahiduddin Adams
Wiwik Budi Wasito
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Daniel Aldiansyah (PT Ramamuza Bhakti Husada) 2. HM Razali Djalil (PT Ramamuza Bhakti Husada) 3. Robert (PT Cahaya Medika Health Care) B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Aan Eko Widiarto 2. Haru Permadi C. Ahli dari Pemerintah: 1. Hasbullah Tabrani D. Saksi dari Pemerintah: 1. Ria Irawan 2. Yani Hanifah E. Pemerintah: 1. Nasrudin 2. Budijono 3. Tri Tarayati F. Pihak Terkait: 1. Fachmi Idris 2. Purnawarman B.
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 14.31 WIB 1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bismillahirrahmaanirrahiim, sidang dalam Perkara 138/PUU-XII/2014 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum.
Nomor
KETUK PALU 3X Saya cek kehadiran yang ... Pemohon yang hadir, saya persilakan. 2.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Bismillahirrahmaanirrahiim. Terima kasih, Yang Mulia. Yang hadir dari Prinsipal, pertama adalah Bapak dr. Robert dari Medika Health Care. Kemudian yang kedua dari PT Ramamuza Bhakti Husada, Bapak HM Razali T. Djalil dan Bapak Daniel Aldiansyah. Sementara untuk Kuasa, saya Aan Eko Widiarto dan Bapak Haru Permadi. Terima kasih.
3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Dari Pemerintah yang mewakili Presiden yang hadir, saya persilakan.
4.
PEMERINTAH: NASRUDIN Terima kasih, Yang Mulia. Dari Pemerintah hadir mewakili Presiden, saya sendiri, Nasrudin dan Pak Budijono sebelah kanan saya dari Kementerian Hukum dan HAM, dan sebelah kiri saya, Ibu Tri Tarayati, Staf Ahli Menteri Kesehatan dari Kementerian Kesehatan, dan pada sidang ini dari Pemerintah menghadirkan satu orang Ahli, Bapak Prof. Dr. Hasbullah Tabrani dan dua orang Saksi yaitu Ibu Ria Irawan dan Ibu Yani. Terima kasih, Yang Mulia.
5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Pihak Terkait yang hadir, saya persilakan untuk memperkenalkan diri.
6.
PIHAK TERKAIT: FACHMI IDRIS Baik, Yang Mulia. Kami dari BPJS Kesehatan, saya sendiri Fachmi Idris dan Direktur Hukum Komunikasi kami. Terima kasih.
1
7.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Agenda pada siang hari ini, kita akan mendengarkan keterangan Ahli dan Saksi dari Pemerintah. Saya persilakan untuk sebelumnya diambil sumpahnya. Prof. Dr. Hasbullah Tabrani saya persilakan untuk maju ke depan. Kemudian, Ibu Ria Irawan dan Ibu Yani sekaligus saya persilakan maju ke depan untuk diambil sumpahnya. Semuanya beragama Islam. Untuk Ahli di sisi kiri saya, kemudian Saksi agak di sebelah kanan. Baik, saya persilakan, Rohaniwan. Yang Mulia Dr. Muhamad Alim, saya persilakan.
8.
HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Ahli dulu yang diambil sumpahnya. Kita mulai. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.”
9.
AHLI BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.
10.
HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Terima kasih, pindah kepada Saksi. Kita mulai, Bu. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya tidak lain dari yang sebenarnya.”
11.
SELURUH SAKSI BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya tidak lain dari yang sebenarnya.
12.
HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Terima kasih.
13.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Yang Mulia. Saya persilakan Prof. Tabrani, Ibu Ria, dan Ibu Yani untuk kembali ke tempat. Agenda kita yang pertama 2
mendengarkan keterangan Ahli, kemudian Saksi. Kalau nanti waktunya memungkinkan, nanti Pihak Terkait juga langsung bisa memberikan keterangannya. Saya persilakan dulu Ahli untuk berada di mimbar. Bisa di sebelah kanan saya podiumnya atau di sebelah kiri, terserah. 14.
AHLI DARI PEMERINTAH: HASBULLAH TABRANI Terima kasih, Yang Mulia Ketua Mahkamah Konstitusi dan Para Hakim Konstitusi. Assalamualaikum wr. wb. Para hadirin sekalian. Pada hari ini, saya pertama-tama mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan oleh Allah SWT untuk menyampaikan apa yang saya ketahui yang berkaitan dengan uji materi tentang Undang-Undang BPJS yang dikaitkan dengan praktik monopoli atau desain atau rancangan yang monopoli ini. Next, mungkin bisa minta slide. Baik, untuk pemahaman bersama, saya tayangkan kembali soal monopoli dan praktik monopoli ini yang dimuat di dalam Undang-Undang Antimonopoli. Jadi, ada perbedaan antara monopoli dengan praktik monopoli. Saya kira saya tidak perlu membacakan, saya yakin dalam sidang-sidang terdahulu hal ini telah banyak dikupas. Bahwa pada hari ini, saya bersaksi untuk menjelaskan, kenapa BPJS dinilai sebagai monopolistik? Memang bisa dipahami oleh karena memang di dalam praktik sehari-hari, ada hal-hal yang merupakan praktik monopolistik yang diamati atau dirasakan oleh sebagian pihak, sehingga hal ini menimbulkan rasa ketidakpuasan dan ada keinginan untuk melakukan uji materi terhadap BPJS kesehatan. Memang praktik-praktik ini terjadi, tetapi hal itu bukanlah sebuah desain atau sebuah rancangan dari BPJS kesehatan, melainkan hanya merupakan praktik-praktik yang terjadi karena belum dijalankannya secara sepenuhnya jaminan kesehatan nasional atau rancangan yang diselenggarakan oleh BPJS kesehatan. Hal ini saya kira akan saya jelaskan lebih lanjut. Tapi yang jelas, kalau kita mengamati dari peraturan perundangan Undang-Undang Anti Monopoli, memang melarang monopoli pada usaha-usaha dagang, usaha jual jasa, ataupun jual barang. Nah, di sini BPJS bukanlah sebuah badan usaha yang menjual jasa, tetapi BPJS merupakan badan hukum publik yang tugas utamanya adalah membeli layanan kesehatan untuk seluruh pesertanya. Jadi, istilah yang tepat sebetulnya untuk BPJS adalah monopsoni. Artinya, mempunyai kekuatan membeli yang besar, bukan menjual. Hal ini bagian yang penting untuk dipahami karena memang BPJS by design adalah satu-satunya badan penyelenggara jaminan kesehatan untuk seluruh rakyat Indonesia.
3
Kalau kita amati, kenapa desain dari jaminan kesehatan untuk seluruh rakyat Indonesia dikelola dengan BPJS? Pertama, harus kita pahami bahwa di negara demokrasi, di negara dimana ekonomi merupakan bagian penting dan seluruh rakyat mempunyai peran dan peluang yang sama untuk berpartisipasi dalam bidang ekonomi, memang yang utama harus kita berikan kepada mekanisme pasar yaitu setiap orang berhak untuk masuk dan keluar di dalam pasar dan … berusaha. Ini kita sebut ranah privat. Jadi, semua orang bisa berperan. Namun demikian, dalam ranah privat terjadi kegagalan mekanisme pasar. Kegagalan yang kami maksudkan adalah bahwa ranah privat dalam hal jaminan kesehatan mempunyai kegagalan menjamin orang-orang yang sebelumnya sudah punya penyakit, gagal menjamin penduduk miskin dan tidak mampu karena mereka tidak akan membeli jaminan kesehatan yang dijualnya, gagal menjamin orang yang sudah lanjut usia yang memang sudah banyak penyakit-penyakit yang dideritanya, sehingga dalam praktik-praktik jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan, umumnya orang-orang yang mempunyai penyakit kronis, orang yang tidak mampu, orang tua, tidak bisa berpartisipasi di dalam membeli jaminan atau asuransi kesehatan. Hal ini merupakan kegagalan pasar, kegagalan menjamin seluruh penduduk. Di sisi lain, dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Pasal 28H ayat (1) dinyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak atas pelayanan kesehatan. Dan dalam Pasal 34 ayat (2) disebutkan bahwa negara harus mengembangkan jaminan sosial untuk seluruh rakyat. Seluruh rakyat, artinya orang yang sakit kronis, orang yang miskin, yang tidak mampu, yang tua harus dijamin. Nah, hal ini tidak mungkin dijalankan dalam mekanisme pasar. Di dunia, hal ini juga telah terjadi. Fakta-fakta dimana kalau kita lihat di Eropa, di Jepang, di Korea, semua tidak diserahkan ke mekanisme pasar oleh karena ada kegagalan dari mekanisme pasar. Ketika terjadi kegagalan pada mekanisme pasar, maka mekanisme publik atau ranah publik harus turun tangan. Dan di sinilah BPJS desain Jaminan Kesehatan Nasional kita rancang. Jadi, jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola oleh BPJS justru mengatasi masalah-masalah kegagalan mekanisme pasar yang biasanya dalam mekanisme pasar pelakunya adalah individual perorangan pengusaha atau badan usaha seperti PT Persero dan sebagainya atau koperasi. Ini adalah keniscayaan yang tidak bisa kita hindari. Sama halnya dengan kegagalan masalah keadilan. Oleh karena itu, Pemerintah turun tangan, maka pengadilan ada di tangan Pemerintah, monopoli Pemerintah, tidak bisa diserahkan kepada swasta. Itu landasan utama, kenapa Jaminan Kesehatan Nasional dirancang demikian. Mungkin untuk lebih memahami lebih lanjut, di sini saya sampaikan ada beberapa perbedaan dalam ranah privat dan ranah publik. Di dalam ranah privat, transaksi sukarela, orang jual beli sukarela 4
tidak bisa dipaksakan. Dalam ranah publik transaksinya wajib, pajak adalah ranah publik. Oleh karena itu, pajak dikelola oleh pemerintah, monopoli pemerintah, tidak ada perusahaan swasta diberikan hak monopoli … hak mengelola pajak. Begitu juga dengan jaminan kesehatan, jaminan sosial lain yang iurannya juga bersifat wajib. Kalau kita saksikan atau kita pelajari jaminan kesehatan … iuran jaminan kesehatan atau jaminan sosial lain dan iuran pajak yang kita sebut pajak mempunyai ciri yang sama. Yang pertama, sifatnya wajib, Yang Mulia. Yang kedua, besarnya juga proporsional terhadap income atau upah supaya terjadi subsidi silang yang kaya kepada yang miskin dan biasanya juga didasari pada gaji atau upah, bukan dari kekayaan. Kalau kekayaan itu adalah pajak kekayaan. Pajak penghasilan perorangan diambil dari upah, iuran jaminan kesehatan juga diambil upah, dua-duanya bersifat wajib. Oleh karena itu, di banyak negara iuran jaminan sosial disebut juga sosial security tax karena sifatnya sama dengan pajak. Nah, karena memang transaksinya wajib ini bagian ranah publik, bukan ranah swasta yang dipersaingkan. Dalam ranah swasta, tentu saja setiap orang konsumen maupun pelaku usaha mempunyai kebebasan memilih kebebasan masuk pasar, kebebasan dalam berperan. Di dalam ranah publik seperti pajak, tidak ada kebebasan. Kita bayar pajak, ya, ke Dirjen Pajak, dikelola oleh Kementerian Keuangan dalam hal ini Dirjen Pajak atau Badan Pajak itu soal manajemennya, jadi tidak ada pilihan saya mau bayar melalui PT A, B, C, D tidak ada. Pelaku usaha juga bebas masuk dan keluar di dalam privat. Di dalam ranah publik, tidak ada istilah pelaku usaha. Yang ada adalah badan publik yang ditugaskan oleh undang-undang atau oleh UndangUndang Dasar Tahun 1945 untuk mengelola dana-dana yang dikumpulkan secara wajib. Dalam hal pajak disebut dana pajak, dana APBN, dan sebagainya. Dalam jaminan kesehatan, dana tersebut disebut dana amanat karena dana tersebut merupakan amanat dari setiap orang yang mengiur untuk digunakan hanya untuk membayar jaminan kesehatan. Nah, oleh karena itu, Yang Mulia, di dalam ranah publik memang secara alamiah umumnya monopolistik. Pemerintahan biasanya hanya ada satu presiden. tidak ada Presiden I, Presiden II, dan sebagainya. Dalam ranah privat umumnya multi (banyak), kita boleh memilih perusahaan mana, produk mana yang kita mau pilih, silakan sesuai dengan kantong kita, sesuai dengan selera kita. Dalam ranah publik membayar pajak, membayar jaminan sosial tidak perlu ada pilihan. Karena apa? Karena ranah publik diamanatkan untuk akhirnya menjamin seluruh rakyat dan dalam ranah publik badan hukum yang dibentuk apa itu pemerintahan ataupun BPJS adalah milik seluruh rakyat, jadi rakyat adalah pemilik. 5
Oleh karena itu, tidak perlu ada bersaing di dalam memiliki atau berusaha di situ. Nah, tentu saja tidak semua produk cocok untuk dilepas ke mekanisme pasar untuk diserahkan kepada badan publik. Produk-produk yang sifatnya simetris, tidak ada perbedaan paham, pandangan, penilaian antara pembeli dan penjual, dan bukan merupakan kebutuhan dasar esensial bagus dilepas ke mekanisme pasar, tidak perlu intervensi pemerintah, biarkan mekanisme pasar berlangsung, sehingga terjadi persaingan sehat dan produk dan harga yang dirasakan oleh konsumen menjadi produk yang bagus dengan harga murah. Tetapi untuk-untuk produk yang asimetrik apalagi ada uncertainty, ketidakpastian seperti penyakit yang tidak bisa dipastikan seberapa besar biaya yang dibutuhkan, kadang-kadang mencapai miliaran rupiah dan tidak mengenal pula penyakit itu siapa yang akan terkena, apakah penduduk miskin, penduduk kaya, sudah tua atau sudah … atau masih muda, maka sangat tidak cocok kalau dilepas ke mekanisme pasar karena orang yang menderita musibah atau kena bencana sakit tentu saja tidak mampu membayarnya, apalagi kebutuhan … Undang-Undang Dasar Tahun 1945 mengamanatkan untuk seluruh rakyat, jadi mau tidak mau, maka jaminan kesehatan nasional memang harus ditempatkan pada ranah publik. Tentu saja, Yang Mulia, ada orang yang ingin bersaing, ingin diberi kesempatan berperan, yes, di dalam negara demokrasi semua orang mempunyai kesempatan berperan. Di dalam ranah privat, orang bisa perorangan atau melalui badan usaha PT, Koperasi, silakan bersaing, berperan untuk merebut pembeli, mendapatkan keuntungan di sana buat yang berhasil baik, itu adalah keuntungan tersebut adalah sebuah reward. Tetapi di dalam ranah publik, peran itu bukan dilakukan oleh badan usaha, tapi setiap orang punya kesempatan yang sama untuk berperan, setiap orang punya hak yang memenuhi syarat untuk maju menjadi calon presiden. Setiap orang juga berhak untuk menjadi direksi BPJS, dewan pengawas BPJS. Ada persaingan di situ, silakan. Jadi, letak persaingannya yang berbeda, letak perannya berbeda. Jadi sebetulnya, tidak ada hak individual yang dilanggar untuk berperan atau berpartisipasi di dalam JKN karena individual bisa berperan menjadi pegawai BPJS atau menjadi pimpinan BPJS. Nah, seperti apa sesungguhnya BPJS dan jaminan kesehatan? Mungkin saya akan jelaskan dengan grafik ini, Yang Mulia. Pertama, memang untuk menjamin seluruh rakyat seperti amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 diperlukan dana. Dana itu tidak mungkin didapat dari donasi seseorang. Dana itu harus dikumpulkan dari rakyat itu sendiri, sama halnya untuk menyelenggarakan negara ini diperlukan dana yang dibentuk … yang disebut APBN dalam anggaran tahunannya. Dari mana dananya? Ya, dari iuran wajib seluruh rakyat yang mampu.
6
Nah, oleh karena itu, dalam desain jaminan kesehatan, maka seluruh rakyat wajib mengiur dari upahnya, dari penghasilannya, tetapi mereka yang miskin dan tidak mampu mereka mendapat bantuan iuran dari pemerintah. Undang-Undang SJSN mengamanatkan bahwa pemerintah wajib membayar iuran bagi penduduk miskin dan tidak mampu. Dengan catatan bahwa penduduk miskin tidak mampu ini tidak akan seterusnya miskin dan tidak mampu. Suatu ketika setelah mereka bekerja mendapat penghasilan, maka mereka harus mengiur. Inilah desainnya. Tetapi mereka tidak boleh disingkirkan, tidak masuk di dalam jaminan kesehatan hanya karena mereka belum mampu mengiur atau tidak mampu mengiur. Dalam asuransi komersial, mereka yang tidak mampu bayar premi pasti tidak akan bisa ikut dalam premi. Oleh karena itu, ini solusi yang kita tawarkan yang merupakan solusi yang terbaik untuk menjamin seluruh rakyat. Dana yang terkumpul dari iuran setiap orang, setiap pekerja, maupun iuran yang dibayarkan oleh pemerintah atas nama setiap orang tadi yang berhak yang dinilai oleh pemerintah berhak mendapat iuran dikelola oleh BPJS. Dana yang dikelola oleh BPJS kemudian dibayarkan kepada klinik, ini dengan kapitasi namanya, itu adalah teknik pembayaran borongan, Yang Mulia, yang membuat sistem menjadi efisien ya, dan BPJS juga membayar ke rumah sakit dengan namanya CBG. CBG ada juga bayaran borongan, tetapi bayar borongannya menurut penyakit, klasifikasi penyakit. Sebagai contoh, kalau penyakitnya tipes, harganya Rp10.000.000,00, Rp5.000.000,00, itu borongan. Sudah termasuk obat dan sebagainya. Dan untuk menjamin efisiensi karena dana yang dikelola oleh BPJS adalah dana seluruh peserta yang nantinya setelah seluruh penduduk menjadi peserta, maka merupakan dana seluruh rakyat sama halnya dengan dana APBN, maka peserta diwajibkan untuk terlebih dahulu ke dokter umum. Untuk apa? Untuk menjamin bahwa penyakit yang diperlukan pengobatannya tidak perlu oleh spesialis yang mahal dan pemborosan. Ini sistem yang didesain. Pada level delivery, klinik, rumah sakit, tidak dimonopoli dan bahkan tidak boleh dimiliki oleh BPJS. Di situlah ranah yang saya kasih segi empat, ranah privat bersaing untuk melayani, berpartisipasi dalam sistem jaminan kesehatan nasional. Setiap orang, setiap dokter, setiap badan usaha, silakan bisa membentuk rumah sakit, membentuk klinik, berkontrak dengan BPJS untuk melayani peserta, sehingga di sini terjadi persaingan yang sehat tetapi dananya terkendali. Inilah sistem yang kita bangun, Yang Mulia, yang sudah diatur di dalam Undang-Undang SJSN dan di dalam Undang-Undang BPJS. Undang-Undang SJSN mengatur programnya, siapa harus mengiur, apa yang harus dijamin, dan sebagainya. Sementara Undang-Undang BPJS mengatur bagaimana badan penyelenggara BPJS harus bekerja
7
menggunakan dana seefisien mungkin untuk kepentingan seluruh peserta. Yang Mulia, kini apakah permohonan Para Pemohon dapat kita penuhi? Tentu Yang Mulia mempunyai kewenangan tentang itu, tetapi izinkanlah saya untuk menyampaikan beberapa hal tentang permohonan ini, Yang Mulia. Kalau saya amati, ada tiga Pemohon, tiga perseroan terbatas yang mengajukan uji materi ini yang melakukan bisnis jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat. Sesungguhnya yang disebut JPKM atau Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat tidak lain dan tidak bukan adalah sebuah produk asuransi kesehatan yang dijual adalah jaminan kesehatan. Dan memang pada tahun 1992, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan merumuskan bahwa pemerintah ketika itu mempromosikan pengembangan jaminan pemeliharaan kesehatan. Tidak disebut sebagai asuransi, sejujurnya ketika itu terjadi persaingan antara Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Undang Asuransi yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 yang kini telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014. Nah, karena ketika itu terjadi persaingan bahwa Kementerian Kesehatan ingin mengembangkan JPKM yang dinilainya sebagai bagian yang efisien, bagian kesehatan, sementara JPKM tidak ingin dikelola oleh perusahaan asuransi, maka disebutkanlah JPKM di dalam UndangUndang Kesehatan walaupun sesungguhnya barangnya adalah asuransi. Nah, tetapi belakangan kita pemerintah telah memahami kesadaran ... kesalahan yang lalu itu, sehingga Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 dan tidak ada lagi pengaturan tentang jaminan pemeliharaan kesehatan. Pengaturan tentang bisnis jaminan kesehatan bisa di … tetap diselenggarakan oleh perusahaan-perusahaan asuransi yang telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 juncto Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014. Jadi, apabila para Pemohon menginginkan tetap berbisnis dalam bidang asuransi kesehatan, mereka tetap bisa berbisnis dalam asuransi kesehatan, tapi mereka harus menjadi perusahaan asuransi sebagaimana ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam Undang-Undang Asuransi. Apakah masih ada ruang untuk berbisnis dalam asuransi kesehatan, masih banyak, Yang Mulia karena yang dijamin oleh jaminan kesehatan nasional adalah kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar yang menjadi kebutuhan seluruh rakyat. Kebutuhan di atas itu misalnya ingin dirawat di ruang VIP, ingin dirawat di luar negeri, tetap merupakan lahan terbuka untuk industri asuransi. Produk asuransi kesehatan juga bukan hanya jaminan di dalam biaya berobat. Masih banyak produk asuransi kesehatan sebagai contoh misalnya namanya disability income insurance. Kalau seseorang sakit 8
income-nya hilang. Dalam literatur asuransi kesehatan, hal ini juga merupakan produk asuransi kesehatan. Perusahaan asuransi dapat menggantikan penghasilan yang hilang ketika seseorang sakit atau dirawat, bahkan sesungguhnya asuransi kesehatan pertama yang dikembangkan oleh Otto Von Bismarck di Jerman tahun 1883 hanya menjamin biaya yang hilang karena seseorang menderita sakit, bukan menjamin biaya berobatnya. Hal itu bisa saja dilakukan di sini karena memang BPJS tidak menjamin biaya yang hilang … penghasilan yang hilang dan sebagainya. Perawatan jangka panjang juga masih merupakan salah satu bentuk asuransi kesehatan yang belum berkembang di Indonesia dan masih merupakan peluang bisnis yang bagus bagi industri asuransi. Di dalam Pasal 23 Undang-Undang SJSN disebutkan bahwa apabila peserta menginginkan kelas yang lebih tinggi dari standar, maka peserta dapat membeli asuransi kesehatan tambahan. Jelas di sini bahwa badan usaha asuransi masih mempunyai ruang untuk berfungsi sebagai komplementer melengkapi jaminan kesehatan nasional, tidak ada yang tertutup. Yang terakhir, Yang Mulia. Di dalam Putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara Nomor 7/PUU-III/2005 ketika itu Undang-Undang SJSN diuji materi karena ada penunjukan PT Askes waktu itu sebagai badan usaha yang mengelola jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin. Keputusan Mahkamah Konstitusi waktu itu menyebutkan bahwa ada dua Pemohon yang pada waktu itu mengajukan uji materi Undang-Undang SJSN yaitu namanya Satpel (Satuan Pelaksana) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Rembang dan Asosiasi Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan yang disebut Perbapel JPKM. Ketika itu, Mahkamah Konstitusi sudah menyatakan bahwa kedua Pemohon ini tidak memiliki legal standing karena memang usaha bisnis jaminan pemeliharaan kesehatan tidak mempunyai aturan yang kuat seperti halnya dengan Undang-Undang Asuransi. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992, tidak pernah keluar peraturan pemerintah yang mengatur bagaimana penyelenggaraan jaminan JPKM ketika itu, padahal Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 menyebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut tentang penyelenggaraan JPKM diatur dengan peraturan pemerintah, sehingga ketika itu Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa kedua Pemohon tidak mempunyai legal standing. Nah, sekarang yang kita hadapi adalah Pemohon yang juga melakukan bisnis di ranah yang sama. Itu, Yang Mulia yang dapat saya sampaikan. Sebagai kesimpulan, saya ingin menyampaikan bahwa kedua Pemohon memang mempunyai status badan hukum, tetapi di dalam pengelolaan bisnisnya bergerak di dalam jaminan pemeliharaan kesehatan yang tidak lagi mempunyai landasan hukum dalam bidang itu karena kalau itu dia lakukan, JPKM merupakan produk asuransi, maka harus dijual oleh perusahaan asuransi. BPJS memang secara undang-undang dinyatakan sebagai 9
badan penyelenggara jaminan kesehatan untuk seluruh rakyat. Jadi, betul ini adalah satu-satunya badan yang bertanggung jawab, tapi dia bukan badan usaha. Dia adalah badan hukum publik milik seluruh rakyat, oleh karenanya BPJS tidak tunduk pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Monopoli. Di dalam Undang-Undang Anti Monopoli pun disebutkan bahwa undang-undang itu tidak berlaku untuk hal-hal lain yang diatur dengan undang-undang tersendiri. Jadi, tidak terjadi konflik di dalam hal ini antara Undang-Undang BPJS dengan Undang-Undang Anti Monopoli, begitu, Yang Mulia. Namun demikian, memang terjadi beberapa praktik-praktik monopolistik yang dilakukan oleh petugas BPJS yang harusnya tidak lagi dilakukan, sehingga tidak menutup peluang bagi sebagian orang, misalnya di provider untuk berpartisipasi di dalam melayani peserta JKN. Saya kira itu yang bisa saya sampaikan, Yang Mulia. Lebih kurangnya mohon maaf, akhir kata wasllamualaikum wr. wb. 15.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Walaikum salam. Terima kasih, Prof. Hasbullah. Berikutnya, Saksi saya persilakan, Ibu Chandra Ariati Dewi. Ini baru saya tahu kalau Ibu Ria ini namanya lengkapnya ini. Saya persilakan, Ibu Ria Irawan.
16.
SAKSI DARI PEMERINTAH: RIA IRAWAN Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Izinkanlah pada siang hari ini, saya Chandra Ariati Dewi atau orang mengenal saya sebagai Ria Irawan, akan menyampaikan kesaksian atas apa yang terjadi pada diri saya selaku peserta BPJS Kesehatan. Kesaksian yang akan saya sampaikan, terkait pelayanan dan manfaat yang saya rasakan sebagai pasien RS Fatmawati Jakarta Selatan, dengan diagnosa kanker rahim dan kanker kelenjar getah bening stadium 3C. Sebelum saya menyampaikan kesaksian saya, izinkan saya menjelaskan terlebih dulu kondisi yang saya alami. Yang Mulia, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, tahun 2009, saya didiagnosa oleh dokter memiliki miom dan terdapat penebalan dinding rahim, pada saat itu dengan asumsi saya akan memanfaatkan asuransi swasta yang saya miliki. Saya melakukan pengobatan di beberapa tempat yaitu Singapura, Malaysia, dan tentunya Indonesia. Namun setelah pihak asuransi mengetahui penyakit saya pada saat itu, pihak asuransi tidak bisa menanggung dengan alasan penyakit tersebut tidak ditanggung oleh asuransi, akhirnya saya harus mengobati sendiri pengobatan saya sejak tahun 2009 sampai tahun 2014, total biaya yang harus saya keluarkan sudah hampir Rp1 miliar. Bulan Januari 2014, terjadi pendarahan dan saya melakukan beberapa cek kembali di beberapa rumah sakit. Dokter menyarankan 10
kepada saya untuk melakukan biopsi agar mengetahui apa sesungguhnya penyakit yang saya derita. Namun kembali lagi, saya juga menunda-nunda pengobatan saya dan akhirnya saya memutuskan untuk melakukan USG untuk mengetahui kondisi rahim saya dan hasil USG dokter menyarankan saya untuk melakukan operasi pengangkatan rahim. Mengetahui adanya program BPJS Kesehatan, akhirnya saya mendaftarkan diri menjadi peserta BPJS Kesehatan di bulan Agustus 2014. Sebagai peserta mandiri kelas 1 dengan terdaftar di Puskesmas Kelurahan Lebak Bulus, setelah mendapatkan kepesertaan BPJS Kesehatan, akhirnya saya melanjutkan pengobatan sesuai prosedur yang ada, saya berobat ke Puskesmas Kelurahan Lebak Bulus dan mengkonsultasikan kondisi yang selama ini saya alami, dan akhirnya saya dirujuk ke Rumah Sakit Fatmawati. Dokter di Rumah Sakit Fatmawati menyarankan kepada saya untuk melakukan tindakan operasi dan akhirnya saya siap untuk menjalani operasi tersebut dengan melakukan pengecekan ulang kembali, ada cek darah, cek jantung, kembali di-USG. Bulan Sepetember 2014, tepatnya tanggal 30 September, saya melakukan tindakan operasi pengangkatan rahim. Dari hasil patologi anatomi, dokter memberitahu saya bahwa penyakit kanker yang saya derita sudah menjalar ke getah bening dengan kondisi stadium 3C. Mengetahui kondisi tersebut, saat ini saya sedang menjalankan kemoterapi di Rumah Sakit Fatmawati. Besok tanggal 8, saya akan melakukan kemoterapi yang keempat dari enam, tiga kemarin saya sudah potong dengan radiasi, mereka menyebutnya pengobatan sandwich karena Rumah Sakit Fatmawati tidak memiliki fasilitas radiasi, jadi saya melakukan radiasi di Rumah Sakit RSCM. Dari apa yang saya alami, saya tetap bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT dan alhamdulillah, saya sama sekali tidak mengeluarkan uang pribadi sama sekali, semua ditanggung oleh BPJS kesehatan, Rp0,00, sama sekali tidak keluar uang, Rp0,00. Mulai dari perawatan, tindakan, obat yang dibawa pulang, kemo, semua Rp0,00. Dari apa yang saya alami, sebagai warga negara biasanya saya merasakan begitu besar manfaat yang saya rasakan semenjak ada program jaminan kesehatan ini, saya sebagai warga negara merasakan kehadiran negara di tengah-tengah warganya dengan adanya jaminan sosial ini. Dan juga melihat dengan adanya program ini, saya merasakan begitu mudah untuk mendapatkan akses jaminan kesehatan dan saya yakin semua orang juga merasakan hal yang sama dengan semua orang yang wajib mendaftarkan diri sebagai peserta. Maka tidak ada lagi perbedaan antara orang kaya atau orang miskin, artis atau bukan, Chandra Ariati Dewi atau Ria Irawan. Nama peserta saya Chandra Ariati Dewi, tidak ada urusannya dengan Ria Irawan, tidak ada hubungannya dengan ketenaran, selebritas yang menempel dari pekerjaan saya. 11
Pada akhirnya, semuanya mendapatkan hak yang sama untuk bisa mengakses hak atas jaminan sosialnya. Yang Mulia, itu saja yang ingin saya sampaikan, terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb. 17.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Ibu Ria Irawan, semoga Allah SWT segera memberikan kesembuhan pada Ibu. Berikutnya, Ibu Yani Hanifah. Saya persilakan.
18.
SAKSI DARI PEMERINTAH: YANI HANIFAH Bismilahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb.
19.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Walaikumsalam wr. wb.
20.
SAKSI DARI PEMERINTAH: YANI HANIFAH Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita semua. Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, izinkan saya Yani Hanifah orang tua dari pasien penderita hemofilia yaitu putra kedua saya yang bernama Ikhsan, umur 15 tahun, akan memberikan kesaksian atas apa yang saya lihat, yang saya alami sebagai orang tua dari pasien penderita hemofilia yang mendapatkan pelayanan di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, sebagai peserta BPJS kesehatan. Sebelumnya, izinkan saya menjelaskan terlebih dahulu kondisi yang dialami oleh anak saya. Ikhsan merupakan anak kedua saya yang lahir pada tahun 1999, di umur satu tahun ... satu ... di umur satu bulan, dokter menyatakan Ikhsan menderita hemofilia. Kecurigaan dokter terbukti karena anak pertama saya sebelumnya juga menderita hemofilia dan telah meninggal dunia. Hemofilia merupakan kelainan genetik pada darah yang disebabkan adanya kekurangan faktor pembekuan darah. Hal ini mengakibatkan pasien yang menderita penyakit hemofilia ketika mengalami ... mengalami luka, dia akan sulit darahnya untuk membeku, dimana proses pembekuan darah tidak akan berlangsung secepat seperti orang normal. Saat ini Ikhsan telah berusia 15 tahun, alhamdulillah dia bisa hidup layak seperti ... layak anak ... layaknya anak normal yang bisa tetap sekolah. Sejak lahir, Ikhsan sudah harus mendapatkan pernanganan medis di rumah sakit untuk kondisi penyakitnya. Semua orang tua manapun pasti akan melakukan hal apa saja untuk 12
kesembuhan dan kelangsungan hidup anaknya. Awalnya, saya mengupayakan secara pribadi biaya pengobatan anak saya. Lama kelamaan sambil mengupayakan jaminan untuk putra saya, saya menjual apa pun yang saya punya. Jangankan rumah, perhiasan, lemari, kursi, apa pun yang akan jadi uang, saya jual demi putra saya. Itulah akhirnya mengapa saya mengupayakan untuk pergi ke P2JK untuk mendapatkan kartu Jamkesmas. Begitu sulitnya untuk mendapatkan Jamkesmas pada saat itu, dengan kondisi anak saya yang sedang di rumah sakit, saya pergi ke Kementerian Kesehatan untuk hanya meminta kartu Jamkesmas, bagaimana perjuangan saya dulu untuk mendapatkan Jamkesmas berapa tahun saya harus berjuang sanasini untuk mendapatkan Jamkesmas, sampai itu bisa diberikan. Setelah saya merasa mampu untuk membayar iuran sebagai peserta mandiri, saya melepas kepesertaan Jamkesmas keluarga saya dengan mengembalikan kartu Jamkesmas pada Dinas Sosial Wilayah Jawa Barat dan mendaftar sebagai peserta mandiri kelas 1. Untuk sekarang sangat simpel menurut saya daftar ke BPJS dengan bayar iuran langsung bisa dilayani di rumah sakit. Bahkan dulu orang daftar hari ini, besok sudah bisa langsung dilayani di RS. Sekarang menjadi seminggu, wajarlah, menurut saya karena yang daftar rata-rata orang sakit, selesai sakit berhenti bayar, selesai operasi berhenti bayar. di situ juga yang ... di situ juga membuat saya bergerak untuk mengawal orang, mulai dari disiplin berobat sampai bayar iuran BPJS karena bukan apa-apa, tidak ada orang yang bayar Rp25.500,00, bisa berobat untuk biaya yang lebih dari puluhan juta. Yang Mulia, pernah juga pada saat ... pernah juga ... pernah juga saya ikut empat asuransi swasta, intinya saya sakit hati ketika awal-awal perjanjian janjinya apa, ya ... apa ... tapi ketika anak saya sakit yang ditanggung hanya ruangan rawat saja, tidak ada yang mau jamin penyakit hemofili anak saya. Penyakit hemofili ini bisa pendaharan kapan saja, di mana saja, tanpa ada pemicu apa pun. Ikhsan adalah salah satu survivor untuk perdarahan otak, jarang ada penderita yang bisa survive, saya akan merasa sangat kesulitan jika memang program pemerintah ini gagal di tengah. Saya sangat terbantu sekali dengan adanya program ini, memang jumlah penderita hemofili tidak banyak, tapi kami keluarga hemofili juga punya hak yang sama untuk tetap memperjuangkan hak untuk sehat. Saya rasa demikian yang ingin saya sampaikan, saya ucapkan banyak terima kasih, wassalamualaikum wr.wb. 21.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Walaikum salam wr. wb. Terima kasih, Ibu Yani Hanifah, semoga anak Ibu, Ikhsan, menjadi anak yang baik sesuai dengan namanya dan menjadi anak yang sehat kembali tanpa gangguan kesehatan. 13
Baik, berikutnya saya beri kesempatan bagi Pemerintah, apakah ada hal-hal yang akan diperdalam atau ditanyakan diklarifikasi pada Ahli atau Saksi dari pihak yang diajukan pemerintah ini? saya persilakan. Atau cukup? 22.
PEMERINTAH: NASRUDIN Cukup, Yang Mulia.
23.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Cukup. Baik, dari Pemohon, ada?
24.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Ada, Yang Mulia.
25.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Saya persilakan untuk ditampung lebih dahulu ya, jangan satusatu, nanti waktunya enggak cukup.
26.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Baik, terima kasih, Yang Mulia. Yang pertama adalah terkait dengan para Saksi, kami juga turut prihatin sebenarnya dengan kesaksian yang sudah tadi disebutkan atau diungkapkan, itu merupakan tanggung jawab negara kepada kita semua. Dan dalam hal ini sebenarnya Pemohon dalam perkara ini juga tidak dalam rangka menghalang-halangi itu karena itu memang tanggung jawab negara untuk itu. Nah, hanya saja satu hal tadi yang sudah dikemukakan Bu Yani Hanifah bahwa satu minggu aktiviasi itu adalah hal yang wajar, saya ingin ini juga dijawab nanti oleh Ahli yang juga saya lihat riwayatnya adalah seorang ahli di bidang kesehatan. Pada persidangan yang lalu, ada keterangan dari Ahli kami, Pak Yaslis Ilyas yang mengatakan bahwa dalam perhitungan medis ada sejenis virus yang apabila tidak ditangani dalam waktu satu hari (1x24 jam), maka bayi itu bisa meninggal dunia. Kalau ini yang terjadi kasusnya, apakah kemudian dapat kita masih bisa mengetuk diri kita bahwa wajar satu minggu itu adalah hitungan aktivasi? Sedangkan lagi jaminan sosial ini tidak ada kriteria, berbeda dengan tadi yang sudah profesor katakan tentang asuransi komersial, untuk mendaftar harus dilihat riwayat kesehatannya dan seterusnya. Tapi kalau jaminan sosial, tanpa pandang itu, prinsip itu. Itu yang pertama. 14
Kemudian, Yang Mulia, tadi Saudara ahli mengatakan bahwa dalam keterangannya lebih banyak kepada mempersoalkan ini adalah soal pertentangan antara Undang-Undang BPJS dengan Undang-Undang Anti Monopoli. Di dalam permohonan kami, kami juga tidak mempersoalkan itu. Dalam permohonan kami, kami tidak satu pun argumentasi kami mengatakan bahwa telah terjadi praktik monopoli. Dalam permohonan itu ada di halaman 27, memang ada satu kata monopoli, tetapi bukan dari kami yaitu dari Prof. dr Ali Ghufrom Mukti, MD., M.Sc., Ph.D., dalam Perkara 007/PUU-III/2005 yang saya lihat tadi Saudara Ahli sudah sangat memahami perkara itu. Mengapa kami tidak mempersoalkan monopoli? Kami sadar bahwa bisa saja menurut Undang-Undang Monopoli negara melakukan itu demi alasan kepentingan umum. Tapi persoalannya adalah yang kami lihat lebih jauh daripada monopoli saja, ini sudah menjurus pada praktik etatisme. Setelah kami baca naskah komprehensif perubahan UndangUndang Dasar Tahun 1945, kami temukan di halaman ... di buku 7 dari naskah komprehensif itu terbitan Mahkamah Konstitusi, di halaman 698 ... ini mohon maaf, dari Yang Mulia sendiri, Yang Mulia Hakim Patrialis Akbar yang mengemukakan bahwa sila yang paling sial dalam Pancasila ini adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena apa? Karena tidak ada demokrasi ekonomi. Nah, yang kami inginkan adalah demokrasi ekonomi itu dalam menyelenggarakan negara, bukan soal monopoli atau tidak monopoli, tetapi praktik etatisme itu adalah oleh pembentuk konstitusi kita, itu tidak diambil sebagai sebuah pilihan. Sama juga dengan private liberalism, kita juga ambil pilihan itu. Indonesia berdiri atas demokrasi ekonomi. Nah, dalam konteks itulah maka Bapak Patrialis Akbar yang mewakili fraksi reformasi mengatakan bahwa sistem jaminan sosial adalah bagi seluruh rakyat, sehingga negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas kesehatan dan fasilitas pelayanan umum. Jadi, saya kira memang bukan soal monopolinya, tetapi ini adalah soal etatisme yang kemudian ... tadi juga sudah diungkapkan dan di akhir penjelasan Saudara Saksi … maaf … Saudara Ahli bahwa para Pemohon yang dari Bapel atau Satpel pada waktu itu disebut adalah JPKM, itu ditolak. Kami ingatkan Saudara Ahli bahwa Saudara tadi sudah disumpah, tadi Saudara mengatakan bahwa ditolaknya legal standing itu karena aturan hukum yang belum jelas, ya. Saya coba cek lagi, Yang Mulia, di perkara tahun 2005 itu tidak ada satu pun pendapat Mahkamah yang mengatakan bahwa legal standing itu ditolak gara-gara aturannya belum jelas tentang masalah Bapel JPKM. Itu sangat logis, kenapa? Kalau kita baca Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, legal standing itu ditolak bukan karena substansi perkara, tetapi karena kondisi subjektif dari Pemohonnya. Nah, untuk Pemohon III, itu ditolak karena yang bersangkutan mengatasnamakan pribadi, bukan sebagai Perbapel, ini memang salah, 15
dan mohon keterangannya ya, harus sesuai dengan apa yang disampaikan. Kemudian, Yang Mulia, kalau diperbolehkan ada satu lagi terkait dengan … saya ini pertanyaan kepada Saudara Ahli. Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 bunyinya adalah, “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial.” Sekali lagi katanya yang ... kata yang dipilih oleh pembentuk Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah mengembangkan. Saya merenung, mengapa para pembentuk UndangUndang Dasar Tahun 1945 menggunakan kata mengembangkan? Mengapa tidak menggunakan kata menyelenggarakan? Padahal dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 juga digunakan kata ini. Misalnya dalam Pasal 7B ayat (6) bahwa MPR wajib menyidangkan … maaf … MPR wajib menyelenggarakan sidang untuk menguji pendapat DPR dan seterusnya. Nah, dengan keahlian Saudara Ahli, saya ingin bertanya, dengan konsekuensi mengembangkan ini, apakah negara juga menyelenggarakan? Harus satu-satunya penyelenggara itu Negara? Apakah tidak mengembangkan itu berarti bahwa sesuai dengan KBBI, ini saya juga ada dasarnya, di dalam KBBI itu kalau mengembangkan itu artinya membuka lebar-lebar, menjadikan besar, menjadikan maju, artinya negara tidak langsung melakukan. Boleh langsung melakukan, tapi boleh juga membuka ruang bagi yang lain untuk ikut menyelenggarakan. Berbeda dengan menyelenggarakan. Di dalam KBBI, di halaman 1390, di sana disebutkan bahwa kalau menyelenggarakan, melakukan atau melaksanakan, berarti memang konstitusi memerintahkan negara harus melaksanakan, negara harus melaksanakan. Tapi ini pilihannya, pilihan kata di Pasal 34 ayat (2) adalah mengembangkan. Mohon karena Saudara Ahli tadi juga sudah disumpah sesuai dengan keahlian Saudara. 27.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Saya peringatkan, Saudara Pemohon, Saudara Pemohon tidak punya kewenangan untuk menekan Ahli dengan berkali-kali mengatakan bahwa Saudara Ahli sudah disumpah. Yang mempunyai kewenangan untuk mengingatkan itu adalah Hakim, ya. Maksud … sudah cukup?
28.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Satu lagi, Yang Mulia.
29.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya. Pokoknya saja, jangan terlalu banyak.
16
30.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Baik, Yang Mulia, terima kasih. Saya juga pokoknya saja. Saya ingin membuka di P-16, jaminan kesehatan sosial yang Saudara Ahli juga sudah tulis. Di dalam bukti P-16 ini tertulis di halaman 14, dan tadi sudah gamblang Saudara Ahli juga sudah menerangkan bahwa jaminan sosial itu adalah sama dengan pajak. Jadi, termasuk pajak jaminan sosial yang disebut iuran, tadi Saudara Ahli mengemukakan itu. Saya ingin tahu secara jelas walaupun tadi Saudara juga bukan seorang Ahli hukum yang memang memahami bagaimana konsep pajak dalam sebuah negara, tetapi dari riwayat tulisan ini adalah Saudara Ahli … kesehatan. Apakah memang pajak dan iuran itu adalah sama? Kalau saya baca dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tidak sama, sehingga dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 itu disebutkan adalah pajak dan iuran yang memaksa itu diatur dengan undangundang. Kalau toh sama berarti pembentuk undang-undang hanya menggunakan pajak begitu saja atau iuran saja. Tapi, ketika digunakan dua kata, pajak dan iuran, tentunya ini konsep yang berbeda. Dan apakah kemudian ini bisa dilakukan kalau dipersamakan dengan jaminan sosial. Itu, Yang Mulia, terima kasih.
31.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Jadi sekali lagi, bisa saja dengan Pemohon. Yang menilai ditekan-tekan harus sependapat sampaikan. Dari meja Hakim, ada Pak Patrialis, saya persilakan.
32.
Saudara Ahli itu berbeda pendapat adalah Hakim, ya. Jadi, tidak bisa dengan Pemohon, sekali lagi saya yang akan disampaikan? Yang Mulia
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih, Yang Mulia Bapak Ketua. Saya mencoba merangkum pertanyaan ini dari keterangan Ahli maupun juga para Saksi. Meskipun Pihak Terkait BPJS Kesehatan belum memberikan keterangan, tapi dengan kehadiran Pihak Terkait, saya kira ini juga bisa langsung menjawab beberapa hal yang saya kira sangat penting untuk diketahui dalam persidangan ini. Pertama, belakangan ini saya juga mengikuti di beberapa media, ternyata BPJS Kesehatan banyak sekali melakukan kerja sama dengan perusahaan-perusahaan asuransi besar dengan sistem BOC. Saya ingin menanyakan pada Pihak Terkait, apakah bentuk kerja sama yang dilakukan dengan perusahaan asuransi-asuransi besar itu juga dimungkinkan bisa melakukan kerja sama dengan Bapel JPKM selama ini? Kenapa hanya dengan perusahan-perusahaan asuransi besar saja, 17
sementara para Pemohon ini di dalam permohonannya menyatakan juga selama ini sudah fokus untuk bisa membantu masyarakat dalam pelaksanaan jaminan pelayanan kesehatan masyarakat. Itu satu. Yang kedua, di dalam persidangan ini juga berkembang beberapa waktu yang lalu bahwa adanya kekhawatiran BPJS Kesehatan tidak memiliki kemampuan untuk melayani lebih dari 250 juta manusia Indonesia hari ini. Itu targetnya bagaimana? Tentu kita menginginkan satu penjelasan yang real, tapi bukan sesuatu yang ... apa, ya … sekadar harapan-harapan karena memang menurut hemat saya, tentu semua orang Indonesia menginginkan adanya jaminan pelayanan kesehatan ini. Saya ingin informasikan di dalam konstitusi memang secara tegas bahwa semua masyarakat Indonesia setiap orang mendapatkan jaminan kesehatan. Itu adalah perjuangan dari dr. Sanusi Tambunan ketika kita melakukan perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Jadi, itu kalimat-kalimat terakhir jaminan kesehatan itu masuk pada Komisi C, dimana di situ ada dr. Sanusi Tambunan yang betul-betul berjuang agar kalimat kesehatan itu masuk dalam konstitusi. Nah, ini berkaitan dengan kasus yang disampaikan oleh saksi, Ibu Ria Irawan, kemudian Ibu Yani Hanifah, ya. Ini luar biasa sebetulnya pengakuan kedua saksi ini yang memang itulah sebetulnya harapan masyarakat. Nah, pertanyaannya, Pak Fachmi, apakah banyak lagi kasus-kasus yang lain yang bisa dilayani oleh BPJS seperti kedua saksi ini karena menurut pemberitaan yang kita peroleh, bahkan juga fakta di lapangan, justru banyak sekali pasien-pasien yang terbengkalai di rumah sakit, tapi mereka adalah peserta BPJS Kesehatan. Itu artinya bagaimana? Tentu kita bersyukur dua ahli … eh ... dua saksi ini juga mendapat perlakuan yang sudah cukup baik. Bagaimana dengan yang lain? Bahkan di media kita menyaksikan sebetulnya banyak sekali masyarakat yang tidak bisa berobat karena memang tidak punya uang. Kalau menurut hemat kami, inilah sebetulnya BPJS itu sebetulnya juga jangan hanya menunggu orang untuk mendaftarkan diri. Tapi dalam kasus-kasus tertentu, seperti yang kita saksikan bahwa mereka adalah bagian dari bangsa ini, seyogianya kalau bisa BPJS datang ke sana untuk mendaftarkan mereka karena banyak masyarakat yang tidak tahu persoalan birokrasi ini, Pak Fachmi, kalau Pak Fachmi mungkin sudah dikenalah oleh bangsa ini. Bagaimana perhatian kita agar masyarakat tanpa kecuali dalam konstitusi mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Jadi, kalau bias, ada mereka yang penyakit tumor, kakinya semakin lama semakin besar, perutnya semakin gendut, ibunya pasrah, jangankan untuk berobat, makan saja mereka enggak bisa. Ibu Ria Irawan tadi mengatakan, “Saya bersyukur ada negara hadir memperhatikan kami.” Tapi bagaimana dengan halnya merekamereka yang memang tidak punya kemampuan untuk mendaftarkan diri itu? Apakah perintah atau amanat konstitusi itu akan kita abaikan karena 18
hanya faktor-faktor birokrasi? Ini kan, sebetulnya bisa kerja sama juga dengan Kementerian Sosial yang begitu banyak uangnya. Masyarakatmasyarakat yang seperti itu barangkali Kementerian Sosial bisa bayar. Ya, kita harus ada inovasi, Pak Fachmi, kalau memang bangsa kita ini memang harus bisa kita layani dengan baik. Kalau perusahaan asuransi-asuransi besar yang disampaikan … yang saya sampaikan tadi, mereka tentu profit oriented juga kalau satu penyakit yang dialami oleh Ibu Ria Irawan berulang-ulang, itu tidak akan mereka bayar, hanya mereka satu kali. Saya menanyakan dengan BPJS ini bagaimana? Tentu ini juga bisa ... apa namanya … dijadikan sebagai satu pertimbangan bagi Para Pemohon kalau memang itu secara tuntas bisa dilakukan pelayanan kesehatan secara keseluruhan, tentu akan lebih baik dari awal diketahui. Bahkan terus terang saja ini bukan subjektif ya, tapi juga banyak di antara teman-teman kami misalnya kami juga Para Hakim sendiri kalau berobat itu kan juga meskipun VIP ditanya dulu, “Oh, kalau ini enggak ditanggung. Ini enggak ditanggung, ini enggak ditanggung.” Itu kan, juga ada seperti itu, apalagi masyarakat di tingkat bawah. Itu barangkali. Jadi, apa yang disampaikan oleh Ahli dan Saksi membuat saya berpikir ingin menanyakan hal ini langsung kepada Pihak Terkait. Terima kasih, Pak Ketua. 33.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, Yang Mulia. Terima kasih. Begini, waktunya hanya sampai pukul 16.00 WIB, mohon bisa dipersingkat. Kemudian nanti Ahli masih ada pertanyaan beberapa dari Pemohon supaya bisa dijawab dan yang terakhir nanti Pihak Terkait, Pak Fachmi bisa menyampaikan keterangannya secara singkat karena yang tertulis sudah ada. Kemudian, pertanyaan-pertanyaan dari Yang Mulia Pak Patrialis … Dr. Patrialis supaya dapat dijawab secara tertulis pada … disampaikan sebelum pada sidang yang berikutnya. Saya persilakan, Yang Mulia Dr. Palguna.
34.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Saya hanya minta … terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua. Saya hanya minta konfirmasi kepada Saudara Ahli … Pak Ahli. Apakah posisi keterangan keahlian Saudara itu berangkat dari dasar pemikiran bahwa untuk urusan jaminan sosial termasuk kesehatan di dalamnya itu adalah bagian dari monopoli negara? Saya hanya minta posisi itu saja. Terima kasih, Yang Mulia.
19
35.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik … oh … Yang Mulia Pak Wakil, saya persilakan.
36.
HAKIM ANGGOTA: ANWAR USMAN Ya, terima kasih, Yang Mulia. Saya melengkapi pertanyaan Yang Mulia Pak Patrialis. Khusus untuk Saksi ya, Saksi Ibu Ria. Tadi ya, memang disampaikan bahwa ketika berobat di bawah jaminan BPJS itu tanpa mengeluarkan uang sepeser pun. Nah, pertanyaan saya, apakah Ibu Ria sudah … atau sejak kapan menjadi anggota BPJS? Dan apakah selama ini tidak pernah dipungut iuran? Mungkin sekaligus juga untuk Ibu Yani. Terima kasih, Yang Mulia.
37.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Saya persilakan, Ahli Prof. Hasbullah. Untuk mengingat waktu jawabannya.
38.
AHLI DARI PEMERINTAH: HASBULLAH TABRANI Baik, Yang Mulia. Terima kasih. Saya upayakan sesingkat mungkin. Yang terhormat dari Pihak Pemohon, pandangan saya tentang masa aktivasi tujuh hari memang tidak sesuai dengan undang-undang karena bisa saja terjadi selama waktu tujuh hari seseorang mendaftar belum aktif, kecelakaan, penyakit bisa menyerangnya. Bukan saja virus, tapi bisa saja dia sudah ada penyakit jantung, kemudian bisa serangan jantung, dan itu membahayakan. Dalam Undang-Undang SJSN disebutkan, “Peserta adalah orang yang telah membayar iuran,” dan tidak ada disebutkan masa tunggu dan sebagainya. Memang ada masalah saya pahami di BPJS karena banyak yang membayar iuran yang mulai mendaftar sudah sakit, sehingga ada beban biaya lebih. Tetapi menunda pembayaran pada hemat saya, pemikiran saya … menunda jaminan, pada hakikatnya menurut saya melanggar hak seseorang peserta tersebut sebab seseorang di dalam Undang-Undang SJSN diwajibkan bayar iuran. Kalau seseorang sudah membayar iuran, maka haknya harusnya diberikan, tidak ditunda tujuh hari. Itu pandangan saya. Mengenai kata monopoli, ya sebenarnya memang barangkali tafsiran saya dari membaca beberapa dokumen dan juga memperhatikan Pemohon yang berbisnis dalam bidang jaminan kesehatan, bukan yang diwajibkan membayar iuran. 20
Nah, jadi saya menilai bahwa permohonan ini sedikit-banyak ada kaitannya dengan upaya-upaya yang dinilai monopolistik karena naturenya ketiga Pemohon yang berbisnis JPKM adalah berbisnis dalam bidang jaminan kesehatan, sedangkan yang diujikan Undang-Undang BPJS adalah undang-undang yang mengatur, memberikan kewenangan kepada BPJS untuk menjalankan jaminan kesehatan kepada seluruh peserta. Saya memahami, Yang Mulia, bahwa memang ada amanat juga demokrasi ekonomi, oleh karena itulah saya jelaskan bahwa demokrasi ekonominya ada pada visi delivery yang saya beri kotak untuk menjadi kontraktor quid and quod, fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS melayani peserta jaminan kesehatan masih bisa dilakukan oleh teman-teman yang bergerak dalam bidang JPKM, tapi tidak sebagai usaha asuransinya, tapi usaha melayani pelayanan kesehatan. Itu demokrasi ekonominya saya jelaskan di situ sebagai provider. Bahwa ditolaknya atau tidak ada legal standingnya di dua Pemohon yang lalu, saya itu bisa saja mungkin itu penafsiran saya yang kurang tepat, tetapi yang saya baca dan saya mengikuti acara ... apa namanya ... sidang-sidang tersebut memang terjadi perdebatan panjang ketika itu karena saya juga menjadi saksi waktu itu, apa itu JPKM? Dan memang yang melakukan permohonan untuk uji materi waktu itu adalah sebetulnya para penyelenggara JPKM. Hanya saja ketika itu sejarahnya yang saya tahu, salah satu badan penyelenggara JPKM Jawa Timur tidak menggunakan JPKM, tetapi meminjam DPRD Jawa Timur yang mempunyai legal standing, sehingga dalam undangundang itu diakui DPRD Jawa Timur memiliki legal standing. Oleh karena itu, saya menyampaikan bahwa memang ada masalah hukum di dalam walaupun saya bukan ahli hukum, Yang Mulia, tapi saya memahami bahwa di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Pasal 66 disebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut diatur dengan peraturan pemerintah, tetapi peraturan pemerintahnya tidak pernah keluar sampai sekarang, sehingga logika berpikir saya kalau suatu peraturan diamanatkan oleh undang-undang, diatur lebih lanjut oleh peraturan pemerintah, tidak pernah ada peraturan pemerintahnya, maka saya menilai hal itu tidak bisa dilaksanakan, ya. Itu sebabnya saya kaitkan kenapa ditolaknya sebagai Pemohon Satpel dan Perbapel, saya kaitkan dengan masalah status dari badan penyelenggara JPKM. Yang sekarang memang sudah tidak ada lagi karena di Undang-Undang Kesehatan yang baru tidak lagi tercantumkan hal itu. Yang keempat mengenai mengembangkan sistem, saya tidak mengikuti proses pembuatan, perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Saya mungkin bisa memberikan penafsiran saya secara pribadi bahwa kalimat mengembangkan bisa jadi oleh para pembuat undangundang ... apa ... pengubah Undang-Undang Dasar Tahun 1945 waktu itu sudah disadari bahwa pada saat amandemen Undang-Undang Dasar 21
Tahun 1945 Pasal 34 ayat (2) tersebut pada tahun 2002 telah ada jaminan sosial yang pada waktu itu berbentuk Jamsostek, ada UndangUndang Jamsostek yang telah diundangkan dengan Nomor 3 Tahun 1992 Undang-Undang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, sudah ada jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan untuk pegawai negeri, dan juga sudah ada jaminan pensiun untuk pegawai negeri. Semua itu jaminan tersebut tergolong dalam jaminan sosial atau social security, tetapi yang dijamin ketika itu barulah terbatas kepada pegawai negeri dan sebagian pegawai swasta, sehingga saya menilai arti dari mengembangkan sistem jaminan sosial itu adalah memperluas. Seperti tadi disampaikan oleh tim dari Pemohon, menjadikan besar, saya menafsirkan itulah menjadikan besar, menjadikan seluruh rakyat harus mempunyai jaminan sosial. Oleh karena itulah dalam pasal itu ada kalimat untuk seluruh rakyat, itu tafsiran saya, Yang Mulia. Mengenai kata ... iuran jaminan sosial dan pajak ya, memang di dalam Undang-Undang Dasar Pasal 23A disebutkan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa diatur dengan undang-undang, jelas memang disebut pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa. Oleh karena itu, saya sampaikan pada hakikatnya iuran jaminan sosial itu sama dengan pajak pada hakikatnya, karena ada ciri-ciri yang sama tadi yaitu wajib, dasarnya penghasilan ya, proporsi dari penghasilan, tetapi ada bedanya antara pajak penghasilan dengan iuran jaminan sosial. Pajak penghasilan pada umumnya bersifat progresif, semakin tinggi income kita pajak presentasenya semakin besar, sebaliknya dalam jaminan sosial sering kali bersifat regresif. Artinya ada batas atas dan umumnya juga persentasenya tidak makin tinggi tapi sama. Di beberapa negara seperti di Prancis, di Jerman, tidak ada batas atas. Tapi di Indonesia kita mengenal batas atas. Jadi bersifat regresif, itu ada perbedaan. Jadi ada persamaan, ada perbedaan antara pajak dengan iuran jaminan sosial. Tetapi di beberapa negara, iuran jaminan sosial disebut juga sebagai social security tax. Itu yang bisa saya jelaskan daripada iuran itu. Dari Yang Mulia Bapak Palguna. Mengenai jaminan sosial apakah monopoli negara? Dalam pandangan saya ya, harus monopoli negara. Oleh karena ada kegagalan mekanisme pasar dan di seluruh dunia, jaminan sosial memang diselenggarakan oleh negara secara nasional. Di Amerika, diselenggarakan oleh social security administration (agensi federal). Di Inggris oleh department of social security. Di Korea oleh department of welfare and human resource system something like that, digabungkan. Hanya saja ada negara yang mengelolanya oleh pemerintah. Ada negara yang mengelola jaminan sosial oleh organisasi kuasi pemerintah seperti BPJS. BPJS bukan organisasi pemerintah, tetapi dia organisasi publik kuasi pemerintah. Tapi tetap BPJS adalah organ negara. Jadi kewajiban negara karena ada kegagalan pasar. Kalau tidak,
22
ada hak orang yang tidak mungkin dipenuhi kalau tidak dikelola oleh negara. Saya kira itu, Yang Mulia. Terima kasih. 39.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Prof. Hasbullah. Ibu Ria ada sedikit tadi, saya persilakan menggunakan mik.
40.
SAKSI DARI PEMERINTAH: RIA IRAWAN Sebagai peserta BPJS, untuk menjadi peserta BPJS memang kewajibannya adalah membayar iuran. Tapi setelah itu tidak ada biaya apa pun lagi. Itu saja, terima kasih. Tidak ada tambahan biaya untuk obat, untuk kalau yang tadi Bapak pernah bilang ada … ini ditanggung enggak, itu ditanggung enggak, kalau ini? Sudah, pokoknya minta berobat Rp,00, ya, enggak mau bayar Rp0,00, ya. Sudah, sampai rumah sakitnya pun ditunjuk. Walaupun sudah dikasih ke rumah sakit yang lain, Setia Mitra kalau itu, tapi dia masih tetap ada harus tambahan biaya. Saya enggak mau, saya minta balik lagi ke puskesmas saya bilang saya mau yang Rp0,00, dan ditunjuklah Fatmawati. Jadi benar-benar Rp0,00.
41.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Bu Yani, saya persilakan.
42.
SAKSI DARI PEMERINTAH: YANI HANIFAH Ya, terima kasih, Yang Mulia. Perlu saya sampaikan di sini bahwa putra saya dengan berat badan 54 Kg. Dia mendapatkan terapi faktor 8 seharga Rp34.000.000,00 dan itu real semuanya tidak mengeluarkan biaya satu sen pun. Jadi kami mendapatkan fasilitas pengobatan intinya semuanya gratis. Terima kasih.
43.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Cukup, baik. Terima kasih. Masih ada waktu 10 menit, saya persilakan Pak Fachmi untuk bisa menyampaikan pokok-pokok keterangannya saja. Kemudian keterangan tambahan atas pertanyaan dari Yang Mulia Pak Patrialis bisa disampaikan secara tertulis nanti pada persidangan yang berikutnya. Saya persilakan di podium.
23
44.
PIHAK TERKAIT: FACHMI IDRIS Assalamualaikum wr. wb. Selamat sore, salam sejahtera untuk kita semua, om swastiastu. Yang Mulia Ketua Mahkamah Konstitusi, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Perkenankanlah kami selaku Pimpinan BPJS Kesehatan menyampaikan keterangan BPJS Kesehatan sebagai Pihak Terkait dalam pengujian konstitusi dalam perkara yang teregistrasi di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-XII/2014. Selanjutnya izinkan pula kami tidak membacakan keseluruhan bahan yang kami bawakan ini, namun demikian atas hal ini kami sampaikan seluruhnya kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, sebelum BPJS Kesehatan memberikan keterangan atas pokok perkara, perkenankan kami menyampaikan pengantar secara ringkas tentang perkembangan jaminan sosial di Indonesia dan fungsi BPJS Kesehatan dalam menyelenggarakan jaminan sosial, khususnya jaminan kesehatan. Kita ketahui bahwa lahirnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, kita ketahui nanti sebagai Undang-Undang SJSN adalah tindakan nyata bangsa Indonesia dalam memberikan rasa aman dan perlindungan sosial bagi seluruh rakyatnya. Lahirnya Undang-Undang SJSN tentu bukanlah hal yang mudah, berbagai perdebatan sengit terjadi sebelum Undang-Undang SJSN disahkan. Setelah pengesahan Undang-Undang SJSN pada tahun 2004, praktis tidak ada tindakan berarti untuk mewujudkannya. Baru pada tahun 2008 diterbitkan Kepres Nomor 110 Tahun 2008 yang mengangkat anggota DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional) yang diberikan tugas oleh presiden untuk mempersiapkan bagaimana sistem jaminan sosial nasional dapat berjalan. Akhirnya kita ketahui bersama tahun 2011, program yang diamanatkan konstitusi tersebut telah menemukan wadahnya, kepastian akan perlindungan jaminan sosial telah nyata hadir di tengah-tengah masyarakat Indonesia dengan disahkannya UndangUndang BPJS tanggal 28 Oktober ... tanggal 25 November 2011 yang menyatakan transformasi PT Jamsostek Persero menjadi BPJS Ketenagakerjaan dan PT Askes Persero menjadi BPJS kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014. Sebelumnya, PT Askes merupakan organisasi bisnis milik pemerintah, BUMN yang inti bisnisnya memberikan asuransi kesehatan kepada kalangan pegawai negeri sipil, pensiunan PNS, pensiunan TNI/Polri, veteran, perintis kemerdekaan beserta keluarga dengan jumlah peserta 16.400.000 jiwa. Kini dengan bertransformasinya PT Askes Perseto menjadi BPJS kesehatan, tidak lagi untuk hanya 16.400.000 jiwa. Per hari ini peserta kami sudah melebihi 140.000.000 jiwa. 24
Undang-Undang SJSN dan Undang-Undang BPJS mengamanatkan sembilan prinsip pengolaan Jaminan Sosial Nasional. Sembilan prinsip tersebut merupakan spirit dari sistem penyelenggaraan Jaminan Sosial Nasional yaitu prinsip gotong-royong, nirlaba, keterbukaan, kehatihatian, akuntabilitas, portabilitas, serta bersifat wajib dan amanah, dan hasil pengelolaan dana jaminan sosial dikembalikan untuk kepentingan peserta jaminan sosial. Dari sekian prinsip ini, mungkin yang perlu kami sampaikan adalah prinsip portabilitas. Merupakan prinsip yang memberikan jaminan yang berkelanjutan bagi peserta meskipun berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prinsip yang tentu yang paling utama adalah prinsip gotongroyong, diwujudkan melalui adanya kebersamaan antarpeserta dalam menanggung beban jaminan sosial yang diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta memberi … membayar iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah, atau penghasilannya. Melalui prinsip kegotongroyongan ini, jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, terdapat tujuh tugas BPJS kesehatan, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 10 Undang-Undang BPJS. Kami tidak akan sebutkan satu per satu. Namun paling tidak, satu hal adalah melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta, kemudian memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja, dan menerima bantuan iuran dari pemerintah. Selanjutnya, di dalam Undang-Undang BPJS Pasal 11, ada delapan kewenangan dari BPJS yang tidak akan kami sebutkan satu per satu. Namun, yang paling akan kami sebutkan adalah tugas atau kewenangan melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Jaminan Sosial Nasional, serta kewenangan untuk melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, BPJS mengacu kepada aturan turunan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013. Kemudian, peraturan ini mengalami perubahan menjadi Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan yang mengatur berbagai aspek, antara lain kepesertaan, pelayanan dan manfaat, sumber daya manusia dan sumber daya pendukung, pengendalian mutu, pelayanan, dan penanganan pengaduan peserta. Tentang kepesertaan, jumlah peserta sejak Januari 2014 sampai dengan Maret mencapai 140.446.220 jiwa. Setiap masyarakat yang ingin mendaftarkan diri menjadi peserta BPJS kesehatan, dapat melakukannya 25
melalui pendaftaran online atau pendaftaran langsung ke Kantor BPJS kesehatan terdekat dan point of service lainnya. Tentang pelayanan dan manfaat … pelayanan dan manfaat khususnya di dalam Jaminan Kesehatan Nasional ini sangat komprehensif, sebagaimana dituliskan juga di dalam Undang-Undang SJSN. Pelayanan tentu melalui pelayanan kesehatan tingkat pertama yaitu pelayanan nonspesialistik mencakup semua aspek untuk pelayanan ini. Kemudian, apabila di pelayanan tingkat pertama … tingkat pertama itu adalah di klinik pratama, di dokter praktik perorangan, atau di puskesmas, apabila tidak dapat dikerjakan di situ karena memang bukan kompetensinya di situ, maka peserta akan dirujuk di pelayanan tingkat lanjutan atau ke rumah sakit. Di rumah sakit, peserta kemudian mendapat rawat jalan dan kemudian rawat inap. Rawat jalan boleh dikatakan sangat lengkap, bahkan sampai pelayanan kedokteran forensik, pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan itu diatur di dalam peraturan Presiden. Untuk rawat inap meliputi bukan hanya perawatan nonintensif, perawatan inap di ruang intensif, ICU, ICCU, NICU, PICU juga diberikan. Pelayanan kesehatan lain ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Secara rinci, jumlah fasilitas kesehatan yang bekerja sama tumbuh pesat. Jadi, dimulai dengan angka tidak sampai 10.000, sekarang sudah untuk pelayanan tingkat pertama sudah mencapai 18.856 fasilitas kesehatan, baik kesehatan tingkat pertama maupun dengan pelayanan kesehatan tingkat pertama dengan dokter gigi. Kemudian, secara khusus, di lampiran yang kami sampaikan dapat dilihat jumlah tersebut. Kemudian, jumlah faskes tingkat lanjutan atau rumah sakit yang bekerja sama bertumbuh dari kurang 1.000 rumah sakit, sekarang sudah mencapai 1.740 rumah sakit. Secara rinci dapat dilihat di dalam lampiran bahan yang kami sampaikan. Untuk prosedur pelayanan, memang kita mengedukasi masyarakat untuk mengikuti pola manage care, kecuali dalam keadaan sangat darurat atau keadaan emergency. Artinya, peserta terdaftar di Puskesmas, klinik pratama, atau dokter praktik perorangan harus dijaga kesehatannya, harus dilakukan upaya promotif preventif, dan ditangani terlebih dahulu kalau terjadi gangguan kesehatan. Baru kemudian apabila membutuhkan rujukan penanganan spesialistik, peserta dirujuk ke rumah sakit dengan pelayanan spesialistik. Kemudian, apabila diperlukan rujukan rumah sakit tersier akan mendapatkan pelayanan subspesialistik. Model penanganan prosedur manage care termasuk program promotif dan preventif di dalamnya dilanjutkan dengan sistem rujukan berjenjang merupakan kebijakan kesehatan nasional. Ada satu hal yang penting kami sampaikan di dalam perpres dinyatakan tentang progam pelayanan kesehatan yang bersifat koordinasi manfaat. Penyampaian atas hal ini sangat penting di dalam sidang ini, koordinasi manfaat atau 26
coordination of benefit yang sering kita baca di media COB adalah suatu proses dua atau lebih penanggung payer atau penanggung orang yang sama untuk benefit asuransi kesehatan yang sama. Membatasi total benefit dalam jumlah tertentu yang tidak melebihi jumlah pelayanan kesehatan yang dibiayakan. Pihak yang menjadi penjamin utama disebut dengan penjamin pertama, pihak yang membayar sisa dari tagihan klaim disebut dengan penjamin kedua. Ketentuan tentang coordination of benefit ini sesungguhnya telah diatur dalam Undang-Undang SJSN penjelasan Pasal 23 ayat (4) yang menyebutkan bahwa peserta yang menginginkan kelas yang lebih tinggi daripada haknya dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh badan penyelenggara jaminan sosial dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan. Selanjutnya, tentang COB ini diatur secara khusus di dalam peraturan presiden Nomor 12 Peraturan Presiden 113 Tahun 2013 yang boleh kami sekaligus menjawab pertanyaan Yang Mulia Hakim Patrialis Akbar bahwa badan penjamin lainnya selama sesuai ketentuan boleh bekerja sama dengan BPJS kesehatan. Kemudian, tentang sumber daya manusia dan sumber daya pendukung per hari ini total karyawan BPJS tumbuh pada saat ASKES hanya 2.000 orang, 2.500-an sekarang dalam waktu satu tahun kami sudah menambah 6.000 sudah menjadi 6.271 pegawai. Pertumbuhan men power kami, kami persiapkan dengan matang untuk mempersiapkan universal health coverage. Kemudian tentang pengendali mutu dan pengaduan peserta, kami memiliki pusat layanan informasi 24 jam sehari, 7 hari seminggu dengan nomor 1-500-400, hotline service kami siapkan di setiap kantor cabang, informasi langsung melalui kantor cabang, baik itu di kota/kabupaten maupun yang kantor-kantor di rumah sakit selalu kami berikan website kesehatan, media sosial, dan sms getaway untuk dipergunakan baik itu mengecek kondisi kartu kepesertaan maupun kondisi tagihan kepersertaan. Kami juga mengembangkan otomasi bisnis proses melalui sistem IT untuk mempermudah kepentingan peserta. Tentu kalau kita bicara 140.000.000 peserta, hasil survey yang dilakukan pihak ketiga, target pemerintah untuk tahun pertama kepuasan hanya 70%. Namun kemudian, kami mendapatkan ada 81% kepuasan. Tentu tidak semua orang percaya dengan hasil survey ini, tapi kami pun melihat bahwa kalau 140.000.000 orang yang tidak puas 20% itu artinya hampir 28.000.000. Ruang untuk perbaikan kami terhadap peserta ini yang kami sangat yakin baik di media maupun di berbagai tempat menyampaikan keluhannya, tapi kami akan berupaya terus meningkatkan kepuasan peserta. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, untuk aset sebagaimana permintaan Majelis Hakim Konstitusi, kami akan sampaikan
27
sebagai satu kesatuan dari bagian yang tidak terpisahkan dari keterangan ini. Kemudian sehubungan dengan permohonan atas pengujian undang-undang, BPJS memberikan keterangan terhadap tanggapan Pemohon dalam permohonannya bahwa pemberi kerja tidak mempunyai pilihan lain selain jasa pemerintah untuk memberikan jaminan pemilihan kesehatan kepada diri dan pekerjanya, masyarakat tidak dapat berpartisipasi dalam memberikan jaminan pemilihan kesehatan dan hak mendapatkan pekerjaan yang layak dan pekerja tidak memperoleh jaminan pemeliharaan kesehatan lebih baik dan hak milik pribadi yang terampas, BPJS berpendapat bahwa dalil dan alasan yang diuraikan permohonan tidak … Pemohon tidak ... sangat tidak berdasar dengan penjelasan sebagai berikut. Bahwa ketentuan Pasal 15 ayat (1), (2), Pasal 16 ayat (1), (2), Pasal 19 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang BPJS justru merupakan suatu bentuk perlindungan kepastian kepada pekerja dan setiap orang selain pemberi pekerja dan penerima pemberi iuran untuk memperoleh manfaat dari jaminan sosial khususnya jaminan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan dasar bagi kehidupan yang layak. Bahwa ketentuan Pasal 15 ayat (1), ayat (2), Pasal 16 ayat (1), ayat (2), Pasal 19 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) sesungguhnya tidak melarang atau tidak membatasi pemberi kerja atau kepada peserta untuk memperoleh manfaat tambahan dari manfaat dasar yang dijamin BPJS yang dapat diperoleh dengan mengikuti progam asuransi kesehatan tambahan melalui mekanisme koordinasi manfaat atau coordination of benefit atau COB, sehingga badan swasta tetap dapat berpartisipasi dalam memberikan manfaat tambahan dalam layanan kesehatan. Saat ini, terdaftar pada kami 51 asuransi kesehatan swasta yang bekerja sama. Hal tersebut dijelaskan dalam penjelasan Pasal 23 ayat (4) Undang-Undang SJSN yang menyebutkan sekali lagi bahwa peserta yang menginginkan kelas yang lebih tinggi dari haknya dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh badan penyelenggara jaminan sosial dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan. Hal ini juga sebagaimana ditulis di dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 yang menyebutkan, “Peserta jaminan kesehatan dapat mengikuti progam asuransi kesehatan tambahan, pertama. Kedua, BPJS kesehatan dan penyelenggara progam asuransi kesehatan tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan koordinasi dalam memberikan manfaat tambahan untuk peserta jaminan kesehatan yang memiliki hak atas perlindungan program asuransi kesehatan tambahan. Selanjutnya, mengenai pembayaran iuran untuk program jaminan sosial diperlukan guna mewujudkan prinsip kegotongroyongan dan 28
prinsip pemelihara kesehatan bagi setiap orang sebagaimana dtentukan dalam penjelasan Pasal 4 Undang-Undang SJSN huruf a, prinsip kegotongroyongan dalam ketentuan ini adalah prinsip kebersamaan antarpeserta dalam menanggung beban biaya jaminan sosial yang diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah, atau penghasilannya. Oleh karena itu, BPJS kesehatan tidak sependapat dengan anggapan dari Para Pemohon yang menyatakan ketentuan pasal a quo penyebab pemberi kerja tidak mempunyai pilihan lain selain jasa pemerintah untuk memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan kepada diri dan pekerjanya. Masyarakat tidak dapat berpartisipasi dalam memberikan jaminan kesehatan dan hak mendapatkan pekerjaan yang layak dan pekerja tidak memperoleh jaminan kesehatan yang lebih baik dan hak milik pribadi yang terampas menurut BPJS. Hal itu tidak sependapat dengan hal tersebut. Justru satu bahwa Pemohon dalam permohonannya hanya menyatakan ketentuan Pasal 17 ayat (1), ayat (2c) dan Pasal 17 ayat (4) Undang-Undang BPJS bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 karena diskriminatif terhadap pemberi kerja selain penyelenggara negara dan karena ancaman administrasi berupa tidak mencapai pelayanan publik tertentu kepada pemberi kerja dapat merendahkan martabat kemanusiaan, BPJS kesehatan berpendapat bahwa dalil dan alasan yang diuraikan Pemohon sangat tidak berdasar dengan penjelasan sebagai berikut. a. Jaminan sosial merupakan hak asasi manusia yang dilindungi dan diakui oleh konstitusi tertinggi Bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pasal 28H ayat (3) yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya sendiri secara utuh dan bermartabat. Hak atas perlindungan sosial … perlindungan jaminan sosial wajib dilindungi oleh negara sebagaimana disebutkan dalam Pasal 34 ayat (2). b. Dengan kewajiban untuk mendaftarkan diri sebagai peserta BPJS kesehatan serta memberikan data secara lengkap dan benar sebagaimana tertuang dalam ketentuan Pasal 15 ayat (1), ayat (2), Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang BPJS, maka hak atas jaminan sosial bagi setiap orang menjadi terwujud dalam suatu sistem jaminan sosial nasional. Bahwa materi muatan dalam ketentuan Pasal 17 Undang-Undang BPJS ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat akan haknya dalam memperoleh jaminan sosial dengan mewajibkan pemberi kerja selain penyelenggara negara dan setiap orang selain pemberi kerja, pekerja, dan penerima bantuan iuran untuk mendaftar sebagai peserta BPJS. Oleh karena itu, BPJS kesehatan tidak sependapat dengan anggapan Para Pemohon yang menyatakan ketentuan Pasal 17 29
diskriminatif karena ancaman sanksi administratif berupa tidak mendapat pelayanan publik tertentu pada pemberi kerja dapat merendahkan martabat kemanusiaan. Justru ketentuan Pasal 17 Undang-Undang BPJS adalah ketentuan yang bertujuan untuk melindungi hak setiap orang guna mendapatkan perlindungan atas jaminan sosial. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, berdasarkan keterangan tersebut, BPJS kesehatan memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang memeriksa, mengadili, dan memutuskan permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat memberikan putusan sebagai berikut. 1. Menolak permohonan Para Pemohon untuk selanjutnya atau setidaktidaknya menyatakan permohonan Para Pemohon tidak dapat diterima. 2. Menerima keterangan BPJS kesehatan secara keseluruhan. 3. Menyatakan Pasal 15 ayat (1) dan ayart (2), Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 17 ayat (1), ayat (2) huruf c dan ayat (4), Pasal 19 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS tidak bertentangan terhadap ketentuan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (2) dan ayat (4), Pasal 28H ayat (1), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 28I ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun demikian, apabila Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang bijaksana dan seadil-adilnya. Demikian keterangan BPJS kesehatan sebagai pihak terkait disampaikan, atas perhatiannya dan perkenan Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, diucapkan terima kasih. Boleh 1 menit, Pak? Tambahan tentang penjelasan sedikit karena isu penting soal aktivasi. 45.
HAKIM KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan.
46.
PIHAK TERKAIT: FACHMI IDRIS Kami ingin menyampaikan bahwa BPJS yang menyelenggarakan asuransi sosial itu tidak pernah sama sekali berpola pikir asuransi komersial, tidak pernah di dalam aturan yang ada orang di medical check up dulu, Pak. Tidak pernah untuk dilihat status kesehatannya, tidak pernah. Yang dilakukan adalah masa tenggang adalah untuk administrasi. Jepang, saya kira Ahli sangat paham, misalnya, itu sudah jauh lebih tua dalam menjalankan sistem jaminan sosial nasional health 30
insurance di situ. Di situ kalau kita baca di salah satu itemnya disebutkan people are required to join with national health insurance within two weeks in becoming eligible. Jadi, di situ pun ada waktu 2 minggu untuk menjadi eligible. Karena apa? Karena kita harus menentukan fasilitas kesehatannya di mana, harus mendaftarkan dengan baik. Kemudian harus juga mengatur dengan baik mekanisme pembiayaannya. Nah, yang kita butuhkan sekarang di dalam perjalanan menjadi BPJS kesehatan jaminan kesehatan nasional adalah mengedukasi masyarakat mendaftarkan diri jauh-jauh hari sebelum tiba-tiba harus jatuh sakit. Ibarat kalau kita bandingkan dengan asuransi walaupun tidak tepat, misalnya asuransi komersial mobil misalnya. Kalau mobil tabrakan dan hari itu tabrakan dia, kemudian dijamin kita menghindari walaupun mobil itu tahun berapa pun, kondisi mobilnya seperti apa pun, kita harus jamin, tapi bukan pada saat ... dijamin pada saat mobil itu menabrak. Nah, kami ingin masyarakat sadar dirinya sebelum sakit segera mendaftarkan diri dan itu sesungguhnya secara tidak langsung sudah kita atur sejak menjadi jaminan sosial terbatas, misalnya untuk Jamsostek atau asuransi lainnya itu disebutkan Anda harus daftar tanggal sekian kemudian baru penjaminan itu. Misal sebelum tanggal 25 Anda mendaftar tanggal 1 oke, tapi kalau mendaftar setelah tanggal 25 mungkin baru akan dilayani bulan berikutnya. Jadi, tujuannya edukasi social. Tidak ada tujuannya kemudian kami ingin menghentikan pelayanan. Ini mungkin yang harus kita ketahui bersama. Tidak ada niat kami sebetulnya untuk kemudian membuat orang jatuh sakit pada hari itu kemudian tidak terlayani. Terima kasih, Bapak. 47.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Terima kasih, Pak Fachmi Idris.
48.
PIHAK TERKAIT: FACHMI IDRIS Terima kasih.
49.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Sebelum saya akhiri, terima kasih pada Prof. Dr. Hasbullah Tabrani atas keterangannya di persidangan Mahkamah Konstitusi. Apabila Prof. Hasbullah menganggap masih ada beberapa hal yang penting yang perlu disampaikan untuk ... apa ... keterangannya, dapat disampaikan secara tertulis pada kami, nanti disampaikan melalui pemerintah. Ya, baik. Kemudian pada Ibu Ria Irawan dan Ibu Yani saya ucapkan terima kasih telah memberikan keterangan di persidangan Mahkamah 31
Konstitusi. Saya tanyakan kepada Pemerintah, apakah masih akan mengajukan ahli atau saksi karena di sini masih ada dua orang ahli, apa masih diperlukan atau tidak? 50.
PEMERINTAH: NASRUDIN Dari Pemerintah akan mengajukan satu ahli saja.
51.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Satu ahli, ya.
52.
PEMERINTAH: NASRUDIN Satu saja.
53.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Kalau begitu saya tanyakan kepada Pihak Terkait apakah mau mengajukan ahli atau saksi, atau cukup dengan keterangan yang disampaikan?
54.
PIHAK TERKAIT: FACHMI IDRIS Dari kami cukup, Bapak.
55.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Cukup ya. Baik, kalau begitu masih ada satu kali persidangan lagi ya mendengarkan keterangan ahli dari pemerintah, ya. apakah namanya yang sudah dimasukkan Dr. Maruarar atau Dr. Irman Putra Sidin, atau diganti?
56.
PEMERINTAH: NASRUDIN Dr. Maruarar Siahaan.
57.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Dr. Maruarar. Baik, pada persidangan yang berikutnya kita masih ada satu agenda untuk mendengarkan keterangan ahli dari pemerintah Dr. Maruarar. Sidang berikutnya akan diselenggarakan pada hari Senin, tanggal 27 April tahun 2015, pada pukul 14.00 WIB. Senin, 27 April 2015 pada
32
pukul 14.00 WIB dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dari pemerintah Dr. Maruarar. Kemudian kalau tadi ada beberapa pertanyaan dari Yang Mulia Dr. Patrialis supaya dapat ditambahkan keterangan tertulis dari Pihak Terkait. Baik, sidang selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 16.12 WIB Jakarta, 7 April 2015 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
33