MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 138/PUU-XII/2014
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN PRESIDEN DAN DPR (III)
JAKARTA SENIN, 2 FEBRUARI 2015
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 138/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial [Pasal 15 ayat (1), Pasal 17 ayat (1), ayat (2) huruf c, ayat (4), Pasal 19 ayat (1), ayat 2, dan Pasal 55] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. PT Papan Nirwana 2. PT Cahaya Medika Health Care 3. PT Ramamuza Bhakti Husada, dkk. ACARA Mendengarkan Keterangan Presiden dan DPR (III) Senin, 2 Februari 2015, Pukul 11.04 – 12.05 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Anwar Usman Aswanto Maria Farida Indrati Wahiduddin Adams Muhammad Alim Patrialis Akbar Suhartoyo I Dewa Gede Palguna
Wiwik Budi Wasito
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Daniel Aldiansyah (PT Ramamuza Bhakti Husada) 2. HM Razali Djalil (PT Ramamuza Bhakti Husada) 3. Hardi Sutanto (PT Abdi Waluyo Mitra Sejahtera) 4. Hendri Irawan (PT Cahaya Medika Health Care) B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Aan Eko Widiarto 2. Herman Suryokumoro 3. Haru Permadi C. Pemerintah: 1. Nasrudin 2. Tri Tarayati 3. Mualimin Abdi 4. Budiman 5. Bambang Adi 6. Budiyono D. DPR: 1. Arsul Sani
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.04 WIB 1.
KETUA: ANWAR USMAN Sidang Perkara Nomor 138/PUU-XII/2014 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon, siapa saja yang hadir?
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Bismillahirrahmaanirrahiim. Yang Mulia, terima kasih. Yang hadir sebagai Prinsipal pada sidang pagi hari ini yang pertama adalah dari PT Cahaya Medika Healt Care, Bapak Hendri Irawan sebelah kanan, kemudian dari PT Abdi Waluyo Mitra Sejahtera Bapak Hardi Sutanto, kemudian berikutnya dari PT Ramamuza Bhakti Husada, Bapak HM Razali Djalil dan Bapak Daniel. Selanjutnya untuk perorangan belum bisa hadir pada pagi hari ini. Selanjutnya untuk Kuasa, saya Aan Eko Widiarto, sebelah kiri Bapak Herman Suryokumoro, dan Pak Haru Permadi. Terima kasih.
3.
KETUA: ANWAR USMAN Baik, terima kasih. Dari DPR dan Presiden, dan Pemerintah.
4.
DPR: ARSUL SANI Terima kasih, Yang Mulia. Dari DPR yang hadir kami Arsul Sani (Anggota Komisi III DPR-RI Nomor A-528) beserta dengan Tim Ibu (suara tidak terdengar jelas), terima kasih.
5.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, dari Kuasa Presiden.
6.
PEMERINTAH: NASRUDIN Terima kasih, Yang Mulia. Hadir dari Pemerintah mewakili Presiden dari saya sendiri Nasrudin, sebelah kanan Saya Ibu Tri Tarayati Staf Ahli Menteri Bidang Medikal Legal Menteri Kesehatan sekaligus yang akan membacakan keterangan Presiden, dan Pak Mualimin Abdi, sebelah kiri saya Pak Budiman dari Kementerian Ketenagakerjaan, dan Bapak 1
Bambang Adi dari Kementerian Kesehatan dan Pak Budiman dari Kementerian Hukum dan HAM. Terima kasih, Yang Mulia. 7.
KETUA: ANWAR USMAN Ya. Baik, terima kasih. Sesuai dengan jadwal acara persidangan untuk Perkara ini adalah mendengarkan keterangan dari DPR dan Pemerintah. Untuk itu dipersilakan pada DPR di mimbar.
8.
DPR: ARSUL SANI Assalamualaikum wr. wb. Selamat pagi salam sejahtera bagi kita semua. Keterangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atas permohonan Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Perkara di Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-XII/2014. Yang Mulia, Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Anggota Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 341/PIMP/1/2014-2015 telah menugaskan anggota DPR RI, yaitu Dr. H. Aziz Syamsudin, Nomor Anggota A-428. Trimedya Panjaitan, Nomor Anggota A-127. Desmon Junaidi Mahesa, Nomor Anggota A-376. Dr. Penika Buharman, Nomor Anggota A-44. Mulfahri Harahap, Nomor Anggota A-459, dan Arsul Sani, Nomor Anggota A-528. Dalam hal ini baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertindak untuk dan atas nama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang selanjutnya disebut DPR sehubungan dengan permohonan pengujian yang diajukan oleh. 1. PT Papan Nirwana, Pemohon I. 2. PT Cahaya Medika Health Care, Pemohon II. 3. PT Ramamuza Bhakti Husada, Pemohon III. 4. PT Abdi Waluyo Mitra Sejahtera, Pemohon IV. 5. Sarjo, Pemohon V. Dan, 6. Imron Sabrini, Pemohon VI. Selanjutnya disebut Para Pemohon. Dengan ini DPR menyampaikan keterangan terhadap permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial selanjutnya disebut Undang-Undang BPJS sebagai beriut. Keterangan DPR RI. Terhadap permohonan Pengujian Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 19 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang BPJS, DPR menyampaikan keterangan sebagai berikut. 1. Bahwa dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 mengamanatkan tujuan negara adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Tujuan tersebut semakin dipertegas, yaitu 2
dengan mengembangkan sistem jaminan sosial bagi kesejahteraan seluruh rakyat. Sistem jaminan sosial nasional merupakan program yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Bahwa Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, seluruh penduduk bisa diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut atau pensiun. Untuk melaksanakan program tersebut, maka ditetapkan Undang-Undang Nomor 40 (suara tidak terdengar jelas) tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Bahwa dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional memuat prinsip-prinsip sebagai berikut. a. Prinsip kegotongroyongan. Prinsip ini diwujudkan dalam mekanisme gotong royong dari peserta yang mampu kepada peserta yang kurang mampu dalam bentuk kepesertaan yang wajib bagi seluruh rakyat. Peserta yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Melalui prinsip kegotong royongan ini, jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. b. Prinsip Nirlaba. Pengelolaan dana amanat tidak dimaksudkan untuk mencari laba bagi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Akan tetapi tujuan utama penyelenggaraan Jaminan Sosial untuk memenuhi sebesarbesarnya kepentingan peserta dana amanat, hasil pengembangannya, dan surplus anggaran akan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta. c. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektifitas. Prinsip-prinsip manajemen ini diterapkan dan mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal iuran peserta dan hasil pengembangannya. d. Prinsip portabilitas. Jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. e. Prinsip Kepesertaan bersifat wajib.
3
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah, serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal. Bersamaan dengan itu, sektor informal dapat menjadi peserta secara sukarela sehingga dapat mencakup petani, nelayan, dan mereka yang bekerja secara mandiri. Sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial dapat mencakup seluruh rakyat. f. Prinsip dana amanat. Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan titipan dari Badan Penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta. 3. Bahwa untuk melaksanakan jaminan sosial secara nasional berdasarkan prinsip-prinsip tersebut di atas, Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional memerintahkan kepada negara untuk membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial secara nasional yaitu Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS. 4. Bahwa selama beberapa dekade terakhir ini. Indonesia telah menjalankan beberapa program jaminan sosial. Undang-undang yang secara khusus mengatur jaminan sosial bagi tenaga kerja swasta adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Yang mencakup program jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan jaminan kematian. Untuk pegawai negeri sipil telah dikembangkan program dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1981 tentang Dana Program Asuransi Kesehatan (ASKES) yang diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991 yang bersifat wajib bagi PNS, penerima pensiun, perintis kemerdekaan, veteran, dan anggota keluarganya. Untuk prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), Anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri), dan PNS Departemen Pertahanan (TNI dan Polri beserta keluarganya) telah dilaksanakan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1991 yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1971. Berbagai program tersebut di atas, baru mencakup sebagian kecil masyarakat. Sebagian besar rakyat belum memperoleh perlindungan yang memadahi. Di samping itu, pelaksanaan berbagai program jaminan sosial tersebut belum mampu memberikan perlindungan yang adil dan memadahi kepada para peserta sesuai dengan manfaat program yang menjadi hak peserta. Sehubungan dengan hal di atas, 4
dipandang perlu menyusun Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mampu menyinkronisasikan penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan sosial yang dilaksanakan oleh beberapa penyelenggara agar dapat menjangkau kepesertaan yang lebih luas serta memberikan manfaat yang lebih besar bagi setiap peserta. Oleh karenanya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang ditetapkan dengan UndangUndang Nomor 24 Tahun 2011 merupakan transformasi kelembagaan dari PT Askes Persero, PT Jamsostek persero, PT Taspen persero, dan PT ASABI persero. 5. Bahwa terhadap pendapat Para Pemohon yang menyatakan bahwa pasal a quo yang memberikan … yang mewajibkan pemberi kerja mendaftar dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS sesuai dengan program jaminan yang diikuti, yang menyebabkan pekerja tidak bisa untuk memilih penyelenggara jaminan sosial yang lebih baik dari BPJS, DPR pun berpendapat bahwa kata wajib yang terdapat di dalam pasal a quo tidak menghilangkan hak Pemohon untuk ikut serta dalam penyelenggaraan jaminan sosial lainnya selain BPJS dan hal tersebut bukan merupakan permasalahan konstitusionalitas. 6. Bahwa terhadap Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) undang-undang a quo yang dianggap para … yang dianggap Para Pemohon menimbulkan sifat diskriminatif dapat dijelaskan bahwa tata cara pengenaan sanksi administratif, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 sesuai dengan amanat Pasal 17 ayat (5) Undang-Undang BPJS, “Pemberian sanksi administratif tidak dimaksudkan untuk menimbulkan diskriminatif kepada salah satu pihak, namun semata-mata agar pemberi kerja selain penyelenggara negara dan setiap orang selain pemberi kerja, pekerja, dan penerima bantuan iuran menaati kewajibannya dan agar hak-hak pekerja terlindungi dalam kepesertaan program jaminan sosial.” Bahwa alasan Pemohon yang menyebutkan bahwa pasal a quo sangat berpotensi merugikan hak konstitusional pemberi kerja untuk mendapatkan status kewarganegaraan karena adanya sanksi administratif berupa tidak mendapatkan pelayanan publik atas penerbitan KTP, baik permohonan halaman 12, tidak beralasan karena sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu di dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 hanya meliputi: a. Izin Mendirikan Bangunan (IMB). b. Surat Izin Mengemudi (SIM). c. Sertifikat Tanah. d. Passport atau Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). Bahwa terhadap pendapat Para Pemohon yang menyatakan bahwa Pasal 17 ayat (1) undang-undang a quo menimbulkan perlakuan diskriminatif antara pemberi kerja dengan penyelenggara negara. DPR berpendapat bahwa penyelenggara negara dikecualikan karena 5
penyelenggara negara mempekerjakan PNS yang sebelumnya telah diwajibkan menjadi peserta askes secara otomatis menjadi peserta BPJS. 7. Bahwa pendapat Para Pemohon yang beranggapan BPJS sebagai satu-satunya penyelenggara jaminan sosial yang menyebabkan adanya penguasaan tunggal atau etatisme jasa pelayanan kesehatan, dapat dijelaskan bahwa penyelenggaraan yang bersifat monopolistik pemerintah merupakan keharusan karena kontribusi jaminan sosial sesungguhnya sama dengan pajak. Penyelenggaraan jaminan sosial merujuk Pasal 34 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 bukanlah domain usaha bisnis yang merupakan domain swasta dengan merujuk pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Penyelenggaraan jaminan sosial adalah tugas dan tanggung jawab negara, seperti halnya pengelolaan pajak yang juga wajib dan besarannya proporsional terhadap upah atau gaji. Penyelenggaraan yang bersifat monopolistik adalah sah dan memang harus dilakukan pemerintah untuk jasa atau pelayanan yang menyangkut kepentingan seluruh rakyat, bait Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 07 Tahun 2014. 8. Bahwa terhadap pendapat Para Pemohon yang menyatakan Pasal 15 ayat (1) undang-undang a quo telah meniadakan hak pekerja untuk mendaftarkan diri sebagai peserta program jaminan sosial atas tanggungan perusahaan apabila perusahaannya telah nyata-nyata tidak mendaftarkan pekerjaannya pada penyelenggara jaminan sosial, DPR berpendapat bahwa ketentuan pasal a quo oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 82/PUU-X/2012 telah dinyatakan inkonstitutional jika tidak dimaknai meniadakan hak pekerja untuk mendaftarkan diri sebagai peserta jaminan sosial atas tanggungan pemberi kerja apabila pemberi kerja telah nyata-nyata tidak mendaftarkan pekerjanya pada BPJS. Sebagaimana bunyi Amar Putusan MK Nomor 82/PUU-X/2012, poin 1.3, “Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti dan pekerja berhak untuk mendaftarkan diri sebagai peserta program jaminan sosial atas tanggungan pemberi kerja apabila pemberi kerja telah nyata-nyata tidak mendaftarkan pekerjanya pada Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial. 9. Bahwa berdasarkan uraian di atas, maka DPR berpendapat bahwa ketentuan Pasal 15 ayat (1) dan (2), Pasal 16 ayat (1) dan (2), Pasal 17 ayat (1) dan (2), Pasal 19 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, sebagaimana dimaksudkan dalam permohonan Para Pemohon adalah tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (4), Pasal 28H 6
ayat (1), Pasal 28H ayat (3), Pasal 28H ayat (4), Pasal 28I ayat (1), Pasal 28I ayat (2), Pasal 28I (4), Pasal 33 ayat (4), Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Demikian, keterangan DPR RI kami sampaikan untuk menjadi bahan pertimbangan bagi Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, memutus, dan mengadili perkara ini dan dapat memberikan keputusan sebagai berikut. 1. Menyatakan Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 19 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tidak bertentangan dengan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Menyatakan Pasal 15 ayat (1) dan (2), Pasal 16 ayat (1) dan (2), Pasal 17 ayat (1) dan (2), Pasal 19 ayat (1), (2), dan (3) UndangUndang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan penyelenggara Jaminan Sosial tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat. Demikian kami sampaikan, Tim Kuasa Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Terima kasih, Wassalamualaikum wr. wb. 9.
KETUA: ANWAR USMAN Terima kasih, selanjutnya Kuasa Presiden, silakan.
10.
PEMERINTAH: TRI TARAYATI Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera untuk kita semua. Berikut kami akan menyampaikan keterangan Presiden atas permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia di Jakarta. Dengan Hormat yang bertanda tangan di bawah ini Yasonna H. Laoly (Menteri Hukum dan HAM), M. Hanif Dhakiri (Menteri Ketenagakerjaan), Nila Farid Muluk (Menteri Kesehatan). Dalam hal ini baik bersama-sama maupun sendiri bertindak untuk dan atas nama Presiden Republik Indonesia selanjutnya disebut sebagai Pemerintah. Perkenankan kami menyampaikan keterangan Pemerintah baik lisan maupun tertulis yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan tak terpisahkan atas permohonan pengujian constitusional review ketentuan Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 17 ayat (1), ayat (2) huruf c dan ayat (4), Pasal 19 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial untuk selanjutnya disebut UndangUndang BPJS terhadap Pasal 27 ayat (2), Pasal 28J ayat (2), Pasal 28D ayat (2) dan ayat (4), Pasal 28H ayat (1), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 7
28I ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), dan Pasal 33 ayat (4) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD 1945. Yang dimohonkan oleh PT Papan Nirwana, PT Cahaya Medika Health Care, PT Ramamuza Bhakti Husada, PT Abdi Waluyo Mitra Sejahtera. Sarju sebagai pekerja di PT Domusindo Perdana dan Imron Sardini sebagai pekerja dari PT Gatra Mapan dalam hal ini memberikan Kuasa Hukum kepada Aan Eko Widiarto, S.H., M.Hum., partners dan kawan-kawan untuk selanjutnya disebut sebagai Para Pemohon. Sesuai regestrasi di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUUXII/2014, tanggal 2 Desember 2014 dengan perbaikan permohonan tanggal 19 Januari 2015 selanjutnya perkenankan Pemerintah menyampaikan keterangan atas pengujian Undang-Undang BPJS sebagai berikut. I. Pokok Permohonan Para Pemohon. Terhadap pokok permohonan Para Pemohon, kami tidak bacakan karena dianggap sudah memahami. II. Kedudukan Hukum (Legal standing) Para Pemohon. Uraian tentang kedudukan hukum legal standing Para Pemohon akan dijelaskan secara lebih rinci dalam keterangan Pemerintah secara lengkap yang akan disampaikan pada persidangan berikutnya atau melalui Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Namun demikian, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk mempertimbangkan dan menilai, apakah Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) atau tidak? Sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 51 ayat (1) UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 maupun berdasarkan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu sejak Putusan Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007. III. Keterangan Presiden atas materi permohonan yang dimohonkan untuk diuji. Sebelum Pemerintah memberikan keterangan atas materi yang dimohonkan untuk diuji, perkenankanlah Pemerintah menerangkan hal-hal sebagai berikut. Bahwa pembukaan alinea keempat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menyatakan bahwa untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UndangUndang Dasar Negara Indonesia.
8
Dalam mewujudkan … dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat, pemerintah melaksanakan pembangunan sosial ekonomi sebagai salah satu pelaksanaan kebijakan pembangunan nasional yang telah menghasilkan banyak kemajuan, di antaranya meningkatkan … meningkatnya kesejahteraan rakyat, kesejahteraan tersebut harus dapat dinikmati secara berkelanjutan, adil dan merata menjangkau seluruh rakyat. Bahwa dalam dinamika pembangunan bangsa Indonesia telah menumbuhkan tantangan berikut tuntutan penanganan berbagai persoalan yang belum terpecahkan yang salah satunya adalah penyelenggaraan jaminan sosial bagi seluruh rakyat sesuai dengan amanat dalam Pasal 28H ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 mengenai hak terhadap jaminan sosial dan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang mengamanatkan bahwa negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Selain diamalkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, jaminan sosial juga dijamin dalam deklarasi perserikatan bangsa-bangsa tentang hak asasi manusia tahun 1948 dan ditegaskan dalam konvensi ILO Nomor 102 Tahun 1952 yang menganjurkan semua negara untuk memberikan perlindungan minimum kepada setiap tenaga kerja. Sejalan dengan ketentuan tersebut, MPR RI dalam TAP Nomor 10/MPR/2001 menugaskan presiden untuk membentuk sistem jaminan sosial nasional sebagai program negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional atau Undang-Undang SJSN, bangsa Indonesia telah memiliki sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan untuk mewujudkan tujuan sistem jaminan sosial nasional tersebut, berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau Undang-Undang BPJS dibentuk badan penyelenggara yang berbentuk badan hukum publik berdasarkan prinsip kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehatihatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib dan amanat dan hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesarbesarnya kepentingan peserta. Pembentukan undang-undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ini merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Setelah putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Perkara Nomor 007/PUU9
III/2005 guna memberikan kepastian hukum bagi pembentukan BPJS untuk melaksanakan program jaminan sosial di seluruh Indonesia. Undang-undang BPJS merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang SJSN yang mengamanatkan pembentukkan badan penyelenggara jaminan sosial dan transformasi kelembagaan PT Asuransi Kesehatan atau Persero menjadi badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan atau BPJS kesehatan dan PT Jaminan Sosial Ketenagakerjaan atau Persero menjadi badan penyelenggara jaminan sosial ketenagakerjaan atau BPJS Ketenagakerjaan. Transfomasi tersebut diikuti adanya pengalihan peserta, program, aset, rehabilitas pegawai serta hak dan kewajiban. BPJS kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan passion dan jaminan kematian. Dengan terbentuknya kedua BPJS tersebut, jangkauan kepesertaan program jaminan sosial akan diperluas mencakup seluruh rakyat Indonesia secara bertahap. Sehubungan dengan anggapan Para Pemohon dalam permohonannya yang menyatakan bahwa ketentuan Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 17 ayat (1), ayat (2) huruf f dan ayat (4), Pasal 19 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang BPJS. Mohon izin, Yang Mulia, pasal-pasal tersebut tidak kami bacakan untuk persingkat waktu. Kami langsung pada ketentuan tersebut di atas dianggap bertentangan dengan ketentuan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (2) dan ayat (4), Pasal 28H ayat (1), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 28I ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), dan Pasal 33 ayat (4) UndangUndang Dasar Tahun 1945 terhadap dalil Para Pemohon, Pemerintah memberikan keterangannya sebagai berikut. 1. Ketentuan Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang BPJS yang menurut Para Pemohon bertentangan dengan Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 28I ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 karena ketentuan a quo menjadikan pemberi kerja tidak mempunyai pilihan lain selain jasa pemerintah atau BPJS untuk memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan yang lebih baik kepada pekerjanya dan masyarakat, tidak dapat berpartisipasi dalam membangun masyarakat, bangsa, dan negara melalui pelayanan kesehatan Pemerintah berpendapat sebagai berikut. Bahwa memahami ketentuan Pasal 15 Undang-Undang BPJS, wajib dihubungkan dengan ketentuan Pasal 14 Undang-Undang BPJS yang menyatakan, “Setiap orang termasuk orang asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia wajib menjadi peserta program jaminan sosial.” Terhadap ketentuan 10
Pasal 14 Undang-Undang BPJS merupakan amanat konstitusi yang mewajibkan kepada negara untuk memberikan kepastian adanya program jaminan sosial terhadap setiap orang termasuk pekerja. Dengan perkataan lain, Pasal 14 Undang-Undang BPJS merupakan norma dasar yang mewajibkan setiap orang untuk menjadi peserta program jaminan sosial. Sedangkan ketentuan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang BPJS yang menyatakan, “Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti adalah; a. Bahwa sesuai dengan amanat Pasal 34 ayat (2) UndangUndang Dasar 1945 yang menyatakan, “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.” b. Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 3 Undang-Undang SJSN yang menyatakan sistem jaminan sosial nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. Dari ketentuan tersebut di atas, menurut Pemerintah adalah menjadi kewajiban negara untuk memberikan kepastian kepada seluruh warga negara Republik Indonesia dalam memperoleh jaminan sosial. Bahwa ketentuan Pasal 15 Undang-Undang BPJS memberikan kepastian kepada pekerja untuk memperoleh manfaat dari jaminan sosial khususnya jaminan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan dasar bagi kehidupan yang layak. Sedangkan bagi pemberi kerja yang ingin memberikan jaminan pelayanan kesehatan yang lebih baik sebagai manfaat tambahan pada pekerjanya, dapat menggunakan badan lainnya atau badan swasta. Sehingga badan swasta tetap dapat berpartisipasi dalam memberikan manfaat tambahan dalam pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, Pemerintah tidak sependapat dengan anggapan dari para Pemohon yang menyatakan ketentuan Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang BPJS bersifat monopoli terhadap penyelenggaraan layanan kesehatan karena menurut Pemerintah pada prinsipnya jaminan sosial merupakan program negara yang bertujuan memberikan kepastian, perlindungan, dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, terhadap anggapan Pemohon dalam memahami benak dan menafsirkan ketentuan a quo adalah keliru karena dengan diberlakukannya ketentuan tersebut, justru negara telah melaksanakan amanat ketentuan Pasal 28H ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 28I ayat (4), dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. 11
2. Terhadap anggapan Para Pemohon yang menyatakan ketentuan Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 19 ayat (1), dan ayat (2), dan ayat (3) undang-undang a quo bertentangan dengan Pasal 28H ayat (1) dan ayat (3), Pasal 28C ayat (2) UndangUndang Dasar Tahun 1945 karena pekerja atau pemberi kerja tidak memperoleh jaminan pemeliharaan kesehatan yang lebih baik dan hak milik pribadinya terampas, Pemerintah memberikan keterangan sebagai berikut. a. Bahwa pada dasarnya sesuai dengan amanat Undang-Undang BPJS dan Undang-Undang SJSN yang mewajibkan setiap warga negara untuk mengikuti program jaminan sosial sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 4 huruf g UndangUndang SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) diselenggarakan berdasarkan pada prinsip a sampai dengan f, kemudian; g. Kepesertaan bersifat wajib. Yang dimaksud dengan kepesertaan bersifat wajib dalam penjelasan Pasal 4 huruf g Undang-Undang BPJS adalah prinsip yang mengharuskan seluruh penduduk menjadi peserta jaminan sosial yang dilaksanakan secara bertahap. b. Sedangkan yang dimaksud dengan kepesertaan dalam Pasal 4 huruf g Undang-Undang BPJS didefinisikan, “Bagi setiap orang termasuk orang asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia yang telah membayar iuran vide Pasal 1 angka 4 Undang-Undang BPJS. c. Selanjutnya mengenai pembayaran iuran untuk program jaminan sosial diperlukan guna memwujudkan prinsip kegotongroyongan dan prinsip memelihara kesehatan bagi setiap orang sebagaimana ditentukan dalam penjelasan Pasal 4 huruf a Undang-Undang SJSN yang menyatakan, “Prinsip kegotongroyongan dalam ketentuan ini adalah prinsip kebersamaan antara peserta dalam menanggung beban biaya jaminan sosial yang diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah, atau penghasilannya. d. Dalam hal peserta jaminan sosial, termasuk dalam kategori fakir miskin dan orang tidak mampu, iurannya ditanggung oleh pemerintah sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang SJSN, yang mengatakan ayat (1), ”Pemerintah secara bertahap mendaftarkan peserta bantuan iuran sebagai peserta kepada badan penyelenggara jaminan sosial.” Ayat (2), “Peserta ... maaf, penerima bantuan iuran sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) adalah fakir miskin dan orang tidak mampu.”
12
e. Mengenai anggapan bahwa manfaat pelayanan kesehatan yang diberikan oleh BPJS kurang baik dibandingkan dengan layanan yang diperoleh sebagian peserta ... sebagian pekerja sebelum SJSN diterapkan, Pemerintah memberikan keterangan sebagai berikut. 1. Manfaat jaminan kesehatan yang diberikan kepada peserta tidak diuraikan dalam Undang-Undang BPJS. Namun demikian, manfaat jaminan kesehatan telah diuraikan dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang SJSN bahwa manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan. Bahkan pada penjelasan Pasal 22 ayat (1) tersebut disebutkan, “Yang termasuk pelayanan kesehatan dalam pasal ini meliputi pelayanan dan penyuluhan kesehatan, imunisasi, pelayanan keluarga berencana, rawat jalan, rawat inap, pelayanan gawat darurat, dan tindakan medis lainnya, terutama cuci darah, dan operasi jantung. Pelayanan tersebut diberikan dengan pelayanan standar, baik mutu maupun jenis pelayanannya dalam rangka menjamin kesinambungan program dan kepuasan peserta. Luasnya pelayanan kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan peserta yang dapat berubah dan kemampuan keuangan badan penyelenggara jaminan sosial. Hal ini diperlukan untuk kehati-hatian. 2. Selanjutnya, Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang SJSN menyebutkan, “Manfaat jaminan kesehatan sebagaimana dalam dimaksud Pasal 22 diberikan pada fasilitas kesehatan milik pemerintah atau swasta yang menjamin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.” 3. Kedua pasal dalam Undang-Undang SJSN tersebut menunjukkan bahwa manfaat jaminan kesehatan yang diatur dalam SJSN sangat komprehensif, termasuk menjamin juga pelayanan kesehatan bagi penyakit dan tindakan katastropik. Tidak banyak negara yang mampu memberikan pelayanan kesehatan se-komprehensif sebagaimana yang diberikan oleh jaminan kesehatan SJSN. Selain itu, pelayanan kesehatan disediakan oleh fasilitas kesehatan di Indonesia baik milik pemerintah maupun milik swasta. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, menurut Pemerintah adalah tidak tepat anggapan Para Pemohon yang menyatakan bahwa kepersetaan yang bersifat wajib dan iuran yang bersifat wajib, dianggap monopoli dan pemaksaan. Justru menurut 13
Pemerintah, dengan adanya kepersetaan wajib dan kewajiban membayar iuran tersebut, dapat mewujudkan nilai-nilai kebersamaan dan kegotongroyongan guna saling membantu atau subsidi silang antara peserta yang mampu kepada peserta yang tidak mampu, yang sehat membantu yang sakit. Dengan perkataan lain, ketentuan a quo telah sejalan dengan amanat konstitusi. 3. Terhadap ketentuan dalil Para Pemohon yang menganggap ketentuan Pasal 17 ayat (1), ayat (2) huruf c dan ayat (4) Undang-Undang BPJS merugikan hak konstitusi pemberi kerja karena tidak dapat berpartisipasi dalam memberikan jaminan kesehatan dan hak mendapatkan pekerjaan yang layak, dan ancaman sanksi administratif, berupa tidak mendapat pelayanan publik tertentu kepada pemberi kerja bersifat diskriminatif dan merendahkan martabat kemanusiaan, sehingga dianggap bertentangan dengan Pasal 28D ayat (4), Pasal 28H ayat (1) dan ayat (4), Pasal 28I ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Pemerintah berpendapat sebagai berikut. Dalam ketentuan Pasal 17 Undang-Undang BPJS, diatur tentang kewajiban bagi pemberi kerja selain penyelenggara negara untuk melaksanakan dari ketentuan Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang BPJS dan bagi setiap undang-undang dimaksud dalam ketentuan Pasal 16 Undang-Undang BPJS diwajibkan untuk melaksanakan pendaftaran dirinya dan anggota keluarganya sebagai peserta BPJS. Pengaturan tentang kewajiban dalam ketentuan a quo dimaksudkan bagi Pemerintah dalam mengupayakan masyarakat untuk dapat berpartispasi dalam penerapan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kata wajib sebagaimana dimaksud dalam butir 268 lampiran 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah norma untuk memberikan kewajiban seseorang untuk memenuhi aturan yang ditetapkan sebelumnya, apabila tidak dipenuhi yang bersangkutan dijatuhi sanksi. Oleh karena itu, terkait dengan kata wajib dalam ketentuan Pasal 17 Undang-Undang BPJS, dimaksudkan oleh pembentuk undangundang untuk memberikan kewajiban bagi pemberi kerja selain penyelenggara negara dan setiap orang untuk melaksanakan pendaftaran ke BPJS, jika tidak terpenuhi kewajibannya akan dikenai sanksi adminsitrastif. Pengenaan sanksi administratif menurut Undang-Undang 12 Tahun 2012 adalah berupa antara lain pencabutan izin, pembubaran, pengawasan, pemberhentian sementara, denda adminsitratif, atau daya paksa polisional vide butir 66 lampiran 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012. 14
Sedangkan yang dimaksud dengan diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung atau pun tidak langsung didasarkan pada perbedaan ... pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan hak asasi manusia, dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial budaya, dan aspek kehidupan lainnya. Vide Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu, berdasarkan definisi diskriminatif di atas, pengenaan sanksi administratif yang dikenakan bagi pemberi kerja selain penyelengara negara dan peserta, tidak dibedakan di antara pemberi kerja tersebut, sehingga terhadap ketentuan Pasal 17 Undang-Undang BPJS mengenai pengenaan sanksi sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Berdasarkan ketentuan di atas, menurut Pemerintah terhadap anggapan Para Pemohon tentang ketentuan a quo adalah tidak tepat, dan keliru, dan mengada-ada karena dengan memberikan sanksi administratif bagi setiap pemberi kerja selain penyelenggaraan negara dan setiap orang selain pemberi kerja, pekerja, dan penerima bantuan iuran yang tidak melaksanakan ketentuan Pasal 15 ayat (1), ayat (2), dan Pasal 16 UndangUndang BPJS memberikan sanksi administratif bagi pelanggaran secara administratif yang harus diterapkan sebagai upaya Pemerintah dalam mewujudkan tujuan negara, yaitu menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia melalui sistem jaminan sosial, sebagaimana diamatkan dalam ketentuan Pasal 28H dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. IV. Petitum. Berdasarkan keterangan tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, yang memeriksa, mengadili, dan memutuskan permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelengara Jaminan Sosial terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dapat memberikan putusan sebagai berikut. 1. Menolak permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan Para Pemohon tidak dapat diterima. 2. Menerima keterangan Presiden secara keseluruhan.
15
3. Menyatakan Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 17 ayat (1), ayat (2) huruf c, dan ayat (4), Pasal 19 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tidak bertentangan terhadap ketentuan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (2) dan ayat (4), Pasal 28H ayat (1), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 28I ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), dan Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Atas perhatian, Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, diucapkan terima kasih. Jakarta, 2 Februari 2015. Hormat kami Kuasa Hukum Presiden Republik Indonesia, Menteri Kesehatan (Nila farid Moeloek), Menteri Ketenagakerjaan (M. Hanif Dhakiri), Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Yassona H. Laoly). Terima kasih, wassalamualaikum wr. wb. 11.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, terima kasih, untuk DPR dan Pemerintah, keterangannya supaya diserahkan ke Mahkamah nanti. Pemohon, apakah akan mengajukan ahli atau saksi?
12.
naskah
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Baik, terima kasih, Yang Mulia. Memang benar kami akan mengajukan ahli dan saksi untuk beberapa persidangan berikutnya.
13.
KETUA: ANWAR USMAN Ahlinya berapa orang?
14.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Untuk ahli, kami merencakan ada 8 orang dan saksi ada 4 orang. untuk seluruhnya, untuk persidangan ke depan kami rencanakan 4 orang.
15.
KETUA: ANWAR USMAN Empat orang (...)
16.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Dua orang ahli dan dua orang saksi.
16
17.
KETUA: ANWAR USMAN Ya. Oh, ya. Ini di daftar ahli dan saksi ini, ini tujuh ahlinya?
18.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Ya, Yang Mulia, mohon maaf. Ada penambahan sebanyak satu orang (...)
19.
KETUA: ANWAR USMAN Oh, nanti di (...)
20.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Kami akan ... kami menyusul (...)
21.
KETUA: ANWAR USMAN Disusulkan, ya, CV-nya. Jadi untuk sidang berikutnya, kita dengarkan dulu keterangan dua orang ahli dan dua saksi, ya. Ya, sebelum sidang ditutup ini ada ... mungkin ada klarifikasi dari Yang Mulia Pak Patrialis. Silakan.
22.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih, Pak Ketua. Ini kepada DPR dan Pemerintah. Ini kan dua lembaga ini adalah lembaga pembuat undang-undang, kalau saya ikuti dari penjelasannya tadi, baik DPR maupun juga Pemerintah, ada hal yang ingin untuk kita dalami, boleh hari ini, nanti juga boleh tertulis. Tadi dari DPR, Pak Arsul Sani yang terhormat, antara lain mengatakan bahwa program BPJS yang ada ini justru merupakan suatu monopolistik pemerintah, itu merupakan suatu keharusan. Suatu keharusan justru karena memang ini kewajiban negara, bahkan tadi disampaikan tidak merupakan domain swasta seperti contohnya disamakan dengan pengeloaan pajak. Kalau enggak salah saya itu sempat saya catat. Sementara dari Pemerintah, tadi mengatakan bahwa sesungguhnya badan swasta tetap dapat memberikan jaminan sosial, jadi adanya suatu undang-undang BPJS ini yang ada bicara tentang masalah kewajiban itu dikatakan justru pemerintah ingin melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Saya ingin ketegasan kedua pihak ini, Pemerintah dan DPR, sebetulnya bagaimana karena DPR tadi ada yang bicara masalah monopolistik, sementara dari Pemerintah mengatakan BPJS swasta itu 17
masih dibolehkan, sehingga dikatakan bahwa Pemohon ini salah tafsir terhadap undang-undang itu. Di sisi lain, tadi Pemerintah mengatakan ... DPR mengatakan bahwa kehadiran dari BPJS ini tidak boleh bersifat nirlaba, kan begitu? Tidak boleh bersifat nirlaba. Bagaimana halnya dengan kalau tadi Pemerintah mengatakan masih dimungkinkan swasta untuk tetap bisa diberikan jaminan sosial dan ternyata itu adalah mencari laba, ini bagaimana? Jadi, saya ingin dalam hal itu yang sangat penting menurut saya, baik DPR maupun Pemerintah. Kalau mau dijelaskan sekarang boleh, tapi kalau nanti tertulis juga enggak apa-apa. Terima kasih. 23.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik. Atau mungkin kepada Pemohon juga ingin menyampaikan klarifikasi atau sekaligus nanti pada tahap berikutnya?
24.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Baik, Yang Mulia. Kami ada beberapa hal yang ingin mendengarkan Pemerintah karena ... dan DPR maksud kami karena juga dalam hukum acara sidang ini untuk mendengarkan keterangan pembentuk undang-undang. Tadi Pemerintah dan DPR menafsirkan Pasal 15 ayat (1) tentang kewajiban itu dan menurut DPR wajib tidak menghilangkan hak untuk memilih jaminan sosial, tapi persoalannya bagini, Bapak. Dalam undang-undang ini memang tidak ada larangan ... dan Ibu ya ... tidak ada larangan swasta untuk ikut berpartisipasi menyelenggarakan jaminan sosial. Hanya saja ketika ada kewajiban itu kemudian diberangi dengan sanksi adminsitrasi dan sanksi pidana, yang terjadi adalah orang baik itu pekerja, penyelenggara negara, maupun pemberi kerja tidak punya pilihan lain untuk mendaftar ke BPJS. Boleh daftar kepada yang lain, misalnya ke traditional assurance, ke swasta yang menyelenggarakan asuransi, tapi preminya kan akhirnya dia akan membayar dua, membayar ke BPJS ya, untuk memenuhi kewajiaban tadi supaya tidak dipenjara, dan membayar ke asuransi itu agar dilayani. Pertanyaannya adalah untuk apa kemudian masyarakat buang-buang uang yang pelayanannya tidak langsung dia manfaatkan karena ke BPJS sayangnya dia tidak mendapat palayanan, itu satu. Kemudian yang kedua, ke manage health carbon, misalnya JPKM, apa JPKM yang di sini adalah kami dari Pemohon III dan IV, yang selama ini dibentuk menurut Undang-Undang Kesehatan dan diberi izin operasional oleh menteri kesehatan. Artinya, Para Pemohon ini mempunyai hak yang legal untuk menyelenggarakan jaminan sosial. Nah, dengan adanya kewajiban ke sini akhirnya mereka ini tidak bisa bekerja lagi, tidak ada larangan memang ya, tetapi persoalannya adalah 18
para penyelenggara, badan penyelenggara JPKM ini tidak punya market mereka karena para pekerja yang tidak mendaftar kepada BPJS diberi sanksi administrasi. Dan terkait sanksi administrasi, tadi dikatakan memang tertentu di penjelasan Pasal 17 tersebut, hanya saja jangan lupa di sana menggunakan kata antara lain, kalau kata antara lain, berarti tidak closed list, tidak tertutup, tetapi itu hanya sebagai contoh. Sehingga dengan kata antara lain ... bisa antara lain tidak mendapatkan izin usaha, tidak mendapat sertifikat, dan seterusnya masih dimungkinkan ada tafsir lain selain itu, sehingga kami mengambil ekstrimnya kalau kemudian tidak dilayani identitas kependudukan. Ini sangat ekstrim dan akhirnya membuat mereka terdiskriminasi, terendahkan martabatnya. Nah, hal ini yang kami yakin, Yang Mulia, menjadi suatu keberatan. Kemudian kalau tadi DPR mengatakan, “Ini analoginya dengan pengelolaan pajak.” Kami mohon penjelasan. Pajak itu sebuah paksaan dari negara kepada warga negara, tapi kalau paradigma jaminan sosial, ini adalah negara memuliakan warga negaranya. Tidak menghisap warga negaranya, tapi memuliakan dengan memberikan jaminan pada warga negaranya. Kami ambil persamaan adalah dengan pelayanan dasar keseha … pendidikan. Kalau kesehatan seperti ini dimonopoli seperti itu atau istilah kami sebenarnya bukan monopoli, etatisme. Kalau ini dilakukan seperti halnya nanti dengan pendidikan, maka yang terjadi adalah pendidikanpendidikan swasta itu semua akan tutup karena semua warga negara harus menempuh pendidikan di negeri, padahal kita tidak, negeri silakan jalan, swasta silakan jalan, kan begitu. Yang sudah ke swasta tidak perlu bayar SPP ke negeri. Artinya, yang sudah ikut swasta tidak perlu bayar premi ke BPJS. Nah, logika itu masih bisa kita terima, tetapi seharusnya etatisme negara, penguasaan negara terhadap seluruh sektor, itu perlu dipertimbangkan. Kalau PLN oke, itu memang etatisme apa … monopoli negara, kereta api silakan, tapi ini adalah pelayanan dasar. Kalau suatu saat negara gagal, kepada siapa masyarakat mendapat pelayanan? Terima kasih, Yang Mulia, mungkin dari prinsipal ada yang diungkapkan, kami mohon izin. 25.
KETUA: ANWAR USMAN Silakan. Oh, cukup. Baik, ada tambahan dari Yang Mulia Pak Palguna. Silakan.
26.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Terima kasih, Yang Mulia Ketua. Saya begini … ini tampaknya dari dua pertanyaan baik dari rekan kami, Yang Mulia Bapak Dr. Patrialis 19
Akbar maupun dari Pemohon, ini tampaknya akan menemukan jawabannya andaikata nanti pembentuk undang-undang bisa dengan klir menjelaskan apa yang akan saya tanyakan. Yaitu begini, kita mengenal di dunia sekarang ini setidak-tidaknya hingga saat ini ada tiga model negara kesejahteraan kan? Ada conservative welfare state, social democrative walfare state, dan ada liberal walfare state. Nah sekarang pertanyaannya, dalam pandangan pembentuk undang-undang, undangundang ini berpijak ke mana? Atau … atau pembentuk undang-undang memperlakukan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 atau Indonesia itu menganut yang mana? Conservative welfare state, social democrative walfare state, ataukah justru liberal walfare state? Saya kira ini yang mesti dijelaskan sebagai dasar pemikiran untuk menjelaskan pandangan Pemerintah tadi dan pandangan DPR tadi, sehingga jawaban dari pertanyaan Pemohon maupun yang ditanyakan oleh Yang Mulia juga akan sekaligus terjawab. Itu saja penjelasan kami, Yang Mulia Ketua, terima kasih. 27.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik, terima kasih. Baik DPR maupun Pemerintah, nanti bisa disampaikan secara lisan, bisa tertulis, beberapa pertanyaan dari baik Majelis maupun dari Pemohon. Dari DPR dulu, silakan.
28.
DPR: ARSUL SANI Terima kasih, Yang Mulia. Oleh karena undang-undang ini dibuat pada periode yang lalu, maka kami mohon izin untuk menyampaikannya secara tertulis ya untuk melihat kembali catatan-catatan pembahasan yang ada, dan kami nanti akan menyampaikannya secara tertulis. Terima kasih.
29.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik. Pemerintah?
30.
PEMERINTAH: NASRUDIN Terima kasih, Yang Mulia. Dari Pemerintah hanya ingin memberikan sedikit penjelasan atas tanggapan dari Yang Mulia Bapak Hakim Patrialis Akbar mengenai badan swasta. Ini memang kalau yang di … tangani oleh BPJS adalah untuk yang pelayanan dasar, kesehatan dasar. Nah, yang top up-nya atau kesehatan apa … pelayanan yang lebih lagi itu, itu baru bisa ditangani oleh badan swasta. Jadi, sama sebetulnya pandangannya dengan DPR bahwa untuk yang pelayanan tambahan itu bisa dilakukan oleh badan swasta. 20
Nah, mengenai premi tadi ada pertanyaan dari Pemohon, ini sebetulnya preminya satu. Tetap satu, cuma nanti ada kerjasama antara BPJS dengan badan swasta, dalam rangka memberikan pelayanan tambahannya ini. Untuk yang lainnya mungkin nanti akan kami sampaikan jawaban secara tertulis. Terima kasih, Yang Mulia. 31.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, ada tambahan dari Pak Mualimin. Silakan.
32.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Terima kasih, Yang Mulia. Ya, menyikapi yang tadi disampaikan oleh Yang Mulia Pak Patrialis Akbar. Pada dasarnya jawaban Pemerintah dengan jawaban DPR itu sama, cuma cara membahasakannya yang berbeda. Tadi kalau DPR tegas mengatakan bahwa ada monoplistik, tapi kalau di Pemerintah tidak secara spesifik mengatakan demikain, namun pada dasarnya yang terkait dengan premi dasar, kewajiban dasar memang itu menjadi program pemerintah. Kemudian, sebetulnya di dalam apa … peraturan yang lebih lanjut selain di Undang-Undang BPJS bahwa di sana juga diatur tentang yang terkait dengan adanya tambahan manfaat, yang itu juga bisa dilakukan oleh rekan-rekan dari Pemohon itu sendiri dengan jawaban yang sudah disampaikan di dalam keterangan Pemerintah itu sendiri. Kemudian, terkait dengan Yang Mulia Dr. Palguna yang terkait dengan ke mana sih ini arah dari pembentuk undang-undang? Menurut hemat Pemerintah bahwa sesuai dengan landasan dan dasar dari pembentuk undang-undang ini saya kira barangkali ciri yang paling spesifik adalah berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Saya kira itu, Yang Mulia, terima kasih.
33.
KETUA: ANWAR USMAN Terima kasih. Kalau tidak lagi ada hal-hal yang ingin disampaikan, maka sidang ini ditunda pada hari Selasa, tanggal 10 Februari 2015, pukul 11.00 WIB untuk mendengarkan keterangan ahli Pemohon dua orang dan dua orang saksi.
21
Selanjutnya, sidang akan dinyatakan selesai dan sidang ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 12.05 WIB
Jakarta, 2 Februari 2015 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
22