MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 30/PUU-XII/2014 PERKARA NOMOR 74/PUU-XII/2014
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN MUI, PGI, KWI, WALUBI, SERTA AHLI PEMOHON (VI)
JAKARTA SELASA, 18 NOVEMBER2014
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 30/PUU-XII/2014 PERKARA NOMOR 74/PUU-XII/2014 PERIHAL
Pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan [Pasal 7 ayat (1)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan [Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
PEMOHON PERKARA NOMOR 30/PUU-XII/2014 1. Yayasan Kesehatan Perempuan PEMOHON PERKARA NOMOR 74/PUU-XII/2014 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Indry Oktaviani Fr. Yohana Tantria W. Dini Anitasari Sa’baniah Hadiyatut Thoyyibah Ramadhaniati Yayasan Pemantau Hak Anak (YPHA)
ACARA Mendengarkan Keterangan MUI, PGI, KWI, Walubi, Serta Ahli Pemohon (VIII) Kamis, 16 Oktober 2014, Pukul 11.18 – 12.05 WIB Ruang Sidang Pleno Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Arief Hidayat Ahmad Fadlil Sumadi Anwar Usman Muhammad Alim Maria Farida Indarti Aswanto Wahiduddin Adams Patrialis Akbar
Wiwik Budi Wasito
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang hadir: A. Pemohon Perkara Nomor 30/PUU-XII/2014: 1. Tini Hadat B. Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 30/PUU-XII/2014: 1. Tubagus Haryo Karbyanto C. Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 74/PUU-XII/2014: 1. Erasmus A. T. Napitupulu 2. Ade Novita D. Ahli dari Pemohon Nomor 30/PUU-XII/2014: 1. Muhammad Quraish Shihab E. Pemerintah: 1. Tri Rahmanto 2. Jaya 3. Budijono F. Pihak Terkait I: 1. Sarsanto 2. Masrullah Rohimah 3. Rintis Susanti G. Pihak Terkait II: 1. Faiqoh
(Aliansi Remaja Independent)
H. Walubi: 1. Suhadi Sendjaja 2. Rusli I. Konferensi Waligereja Indonesia: 1. Y. Purbo Tamtomo
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.18 WIB 1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang dalam Perkara Nomor 30/PUUXII/2014 dan 74/PUU-XII/2014 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon 30, hadir?
2.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 30/PUU-XII/2014: TUBAGUS HARYO Hadir, Majelis.
3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Pemohon 74?
4.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 74/PUU-XII/2014: ERASMUS A. T. NAPITUPULU Hadir, Yang Mulia.
5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Pemerintah yang mewakili Presiden?
6.
PEMERINTAH: BUDIJONO Hadir, Yang Mulia.
7.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Pihak Terkait I yang hadir?
8.
PIHAK TERKAIT I: SARSANTO Hadir, Yang Mulia.
1
9.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terus kemudian, ada Pihak Terkait II, hadir juga? Sudah hadir? Oh, mengajukan menjadi Pihak Terkait II, Aliansi Remaja Independent atas nama Faiqoh (Koordinator Nasional)?
10.
PIHAK TERKAIT II: FAIQOH Hadir, Pak.
11.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Hadir?
12.
PIHAK TERKAIT II: FAIQOH Ya.
13.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Di mana? Oh, di belakang. Hadir, ya? Jadi, organisasi Saudara diterima untuk menjadi Pihak Terkait. Sudah mengajukan alat bukti dan sudah diverifikasi. Anda mengajukan alat bukti PT-9 … PT-1 … PT-1 sampai dengan PT-16, betul? Betul. Dengan ini disahkan. KETUK PALU 1X Untuk keterangan Pihak Terkait II ya dari Aliansi Remaja Indonesia, pada persidangan yang akan datang diminta untuk memberikan keterangan, ya? Untuk persidangan yang akan datang, ya? Supaya disiapkan, ya? Baik. Agenda kita pada hari ini, yang pertama adalah mendengarkan keterangan dari lembaga keagamaan yang hadir dari KWI, hadir?
14.
KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA: Y. PURBO TAMTOMO Hadir, Yang Mulia.
15.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Diperkenalkan yang hadir siapa?
2
16.
KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA: Y. PURBO TAMTOMO Nama saya Pastur Purbo Tamtomo, Pr.
17.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, Pak Pas … Pak Romo. Kemudian, dari Walubi yang hadir tolong diperkenalkan.
18.
WALUBI: SUHADI SENDJAJA Ya, hadir, Yang Mulia. Saya sendiri Suhari Sendjaja.
19.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik.
20.
WALUBI: SUHADI SENDJAJA Bersama rekan saya, Rusli.
21.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik.
22.
WALUBI: SUHADI SENDJAJA Terima kasih.
23.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Kemudian, Ahli dari Pemohon, Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, M.A. Assalamualaikum wr. wb. Baik. Sebelum kita mendengarkan untuk PGI, KWI, dan MUI belum hadir, dijadwalkan pada persidangan yang akan datang, ya? Sebelum kita mendengarkan keterangan dari KWI dan Walubi, mohon untuk maju ke depan, Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab untuk diambil sumpahnya. Yang Mulia Dr. Ahmad Fadlil, saya persilakan.
24.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Disilakan, Prof, mengikuti kata sumpahnya. Dimulai. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.” 3
25.
AHLI DARI PEMOHON: MUHAMMAD QURAISH SHIHAB Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.
26.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Cukup. Terima kasih.
27.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Prof, kembali ke tempat. Rohaniwan, terima kasih. Baik, kita mulai. Yang pertama, keterangan dari KWI. Saya persilakan, Romo, untuk memberikan keterangan di mimbar.
28.
KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA: Y. PURBO TAMTOMO Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Para Ibu, Bapak, Hadirin yang kami hormati. Pada kesempatan ini, saya mewakili Konferensi Wali Gereja Indonesia ingin menyampaikan beberapa hal berkaitan dengan materi persidangan, di mana kami diundang untuk ikut hadir. Materi yang dibicarakan berkaitan dengan batasan usia calon mempelai untuk menikah. Menurut kami, mesti dikaitkan dengan tanggung jawab perkawinan yang akan diemban oleh mereka yang mau menikah. Maka batasan usia, sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 7 semestinya dikaitkan dengan bagaimana perkawinan yang akan dibangun oleh mereka berdua, terutama tanggung jawab yang muncul dari tindakan perkawinan itu? Antara lain adalah relasi pria dan wanita sebagai suami-istri yang ingin bersama-sama membangun ikatan lahir batin yang sungguh-sungguh membahagiakan dan kekal. Pemahaman perkawinan ini mengandaikan calon mempelai mampu untuk mewujudkan apa yang dia janjikan dan direncanakan. Menurut kami batasan usia yang sekarang ditentukan dalam Pasal 7 lebih berkaitan dengan pertimbangan soal kematangan biologis dan belum dan/atau kurang dikaitkan dengan pertimbangan-pertimbangan lain yang begitu penting untuk mewujudkan cita-cita membangun keluarga. Salah satu yang penting adalah kematangan pribadi, baik itu sisi psikologis maupun kematangan yang lain, terutama untuk mengemban tanggung jawab kepala rumah tangga dan mewujudkan kesejahteraan dalam keluarga tersebut. Sementara ini dari pengalaman kami, kami menjumpai bahwa usia 16 tahun untuk perempuan, masih belum mencukupi untuk kesiapan tanggung jawab mengembang cita-cita hidup 4
perkawinan yang mengandaikan berbagai kemampuan yang lain seperti tadi kami sebutkan, maka dalam kesempatan ini terutama memperhatikan berbagai pengalaman dalam kehidupan berrumah tangga yang kami jumpai, kami berpendapat bahwa baik Pasal 1 apalagi ayat (2) yang kemudian, membuka dispensasi untuk usia yang sudah ditentukan semakin membuat ... terutama calon mempelai perempuan dalam situasi yang tidak cukup mudah untuk mengemban tanggung jawab yang begitu besar. Kami mendukung untuk kesiapan usia sedemikian rupa yang memang memenuhi tuntutan untuk tanggung jawab membangun perkawinan dan keluarga. Maka pengandainnya adalah penting batasan usia dimana calon mempelai sungguh-sungguh mampu untuk mengemban tanggung jawab perkawinan itu. Yang pertama, dari sisi biologis, kemudian juga psikologis, dan yang lain sekarang ini begitu menentukan adalah kehidupan ekonomi. Usia 16 tahun terlalu dini untuk memungkinkan seorang mandiri mewujudkan tanggung jawab sebuah keluarga, maka keterangan dari kami adalah mendukung peninjauan kembali Pasal 7 ayat (1) dan (2) dan pengarah kepada batasan usia yang lebih mampukan calon mempelai untuk mengemban tanggung jawab yang mau diwujudkan bersama dalam membangun keluarga melalui perkawinan, khususnya calon mempelai perempuan kami merasa bahwa usia 16 tahun terlalu muda untuk tanggung jawab yang begitu besar. Demikian, keterangan dari kami. Terima kasih banyak. 29.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Romo Purbo. Berikutnya dari Walubi, Pak Suhadi Sendjaja.
30.
WALUBI: SUHADI SENDJAJA Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi dan seluruh Peserta sidang yang saya hormati. Dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan pandangan dari Komunitas Buddha atas usia pernikahan yang diajukan. Usia pernikahan dari sudut pandang Agama Buddha. Pertama, hukum Buddha adalah hukum kewajaran yang bersifat universal dan mencakupi hukum kemasyarakatan. Agama Buddha menjunjung tinggi budaya, tradisi, dan adat istiadat pada suatu daerah atau Zui Ho Bi Ni. Sesungguhnya hukum Buddha adalah hukum masyarakat. Hukum masyarakat adalah hukum Buddha, Buppo Soku Seiho, Seiho Soku Buppo. Hukum Buddha adalah hukum kejiwaan alam semesta maupun umat manusia. Hukum Buddha sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat umat manusia karena setiap manusia memiliki jiwa Buddha yang hakiki dan untuk terlahir menjadi manusia tidaklah mudah.
5
Di dalam Saddharma Pundarika Sutra Bab 16, itu bab panjang usia sang Tathagatha. Sang Buddha telah secara tegas menyatakan bahwa alam semesta raya ini adalah sedemikian luas dan tidak terbatas, sejak lama Agama Buddha sudah menjelaskan banyak hal mengenai alam semesta yang belum diketahui di masa sekarang. Seiring dengan kemajuan teknologi, hal-hal yang dulu tidak terpikir dan terjangkau oleh pikiran manusia bisa dijelaskan secara ilmiah saat sekarang. Dengan demikian, agama Buddha mendukung adanya penemuan-penemuan ilmiah yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan di alam semesta dan Agama Buddha itu adalah agama untuk masa sekarang dan akan datang atau Gento Nise. Hukum Buddha selaras dan tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Di dalam perkembangan ilmu pengetahuan tersebut termasuk di dalamnya perkembangan ilmu kesehatan yang terus maju. Berdasarkan Saddharma Pundarika Sutra ajaran Buddha menjelaskan bahwa segala sesuatu berdasarakan hukum kewajaran alam semesta. Sehingga hal tersebut menjadi sumber acuan dalam menjalani kehidupan. Jika setiap orang bisa hidup selaras dengan hukum kewajaran alam semesta, maka kehidupannya pun akan menjadi harmonis dan sesuai dengan norma kehidupan yang tepat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang menyatakan bahwa usia ideal menikah dari seorang wanita adalah minimal 18 tahun. Karena pada minimal usia tersebut seorang wanita dianggap sudah siap secara fisik, psikologis, dan pengetahuan untuk berkeluarga, dan menghasilkan keturuan. Adanya batasan ini didasari oleh penjelasan secara medis bahwa sebelum usia 18 tahun seorang wanita masih membutuhkan banyak hormon untuk pertumbuhan fisik. Apabila seorang wanita mengalami kehamilan di usia kurang dari 18 tahun akan terjadi perebutan gizi antara ibu dan si calon bayi yang akan mempengaruhi kesehatan si ibu dan anak. Dari aspek pendidikan sesuai dengan program wajib belajar 12 tahun yang dicanangkan oleh pemerintah. Apabila seorang anak mulai bersekolah pada usia 6 tahun, maka ketika anak tersebut menyelesaikan program wajib belajar 12 tahunnya usianya genap 18 tahun. Dengan demikian, di usia 18 tahun seorang wanita diharapkan telah memiliki bekal pendidikan dan pengetahuan yang cukup untuk berrumah tangga dan menjadi seorang ibu yang berkualitas baik. Ajaran Buddha menjunjung kesetaraan harkat dan martabat perempuan. Demi menjaga keselataman jiwa dari seorang wanita itu sendiri pada saat melahirkan serta demi melahirkan generasi penerus bangsa yang berkualitas, maka hukum Buddha mendukung adanya undang-undang yang mengatur batasan usia pernikahan di Indonesia yang didasari oleh pertimbangan berbagai aspek. Hal ini merupakan
6
suatu langkah bijaksana dalam mewujudkan generasi penerus Bangsa Indonesia yang kokoh, sehat, cerdas menuju Indonesia jaya. Demikian pandangan dari Komunitas Buddah untuk hal yang diajukan. Terima kasih perhatiannya. (Suara tidak terdengar jelas). 31.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Pak Suhadi Sendjaja. Berikutnya, kita akan mendengar keterangan dari Ahli yang diajukan oleh Pemohon Perkara Nomor 30, Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, M.A. Saya persilakan di mimbar.
32.
AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 30/PUU-XII/2014: MUHAMMAD QURAISH SHIHAB Bismillahirrahmaanirrahiim. Yang Mulia Majelis Hakim, Hadirin, dan Hadirat sekalian. Assalamualaikum wr. wb. Berbicara menyangkut perkawinan atau batas minimal usia perkawinan terlebih dahulu saya hendak menggarisbawahi bahwa kita suci Alquran demikian juga Sunah Nabi tidak menetapkan usia tertentu. Ini sejalan dengan hikmah Ilahi yang tidak mencantumkan rincian sesuatu dalam kita suci menyangkut hal-hal yang dapat mengalami perubahan. Yang dirincinya hanya hal-hal yang tidak terjangkau oleh nalar seperti persoalan metafisika atau hal-hal yang tidak mungkin mengalami perubahan dari sisi kemanusiaan, seperti misalnya ketetapannya mengharamkan perkawinan anak dengan ibunya atau dengan ayahnya karena di situ selama manusia normal, tidak mungkin ada birahi terhadap mereka. Karena tidak adanya ketetapan yang pasti dari kitab suci, maka ulama-ulama Islam berbeda pendapat tentang usia tersebut bahkan ada di antara masyarakat Islam yang justru melakukan revisi dan perubahan menyangkut ketetapan hukum tentang usia tersebut. Ini untuk menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan kebutuhannya. Memang dalam kitab suci Alquran ada uraian tentang masa tunggu wanita yang ditinggal mati oleh suaminya, antara lain ada disebutkan bahwa istri-istri yang meninggal mati suaminya sedang dia belum mengalami menstruasi maka masa tunggunya adalah 3 bulan. Ini dijadikan alasan oleh sementara ulama bahwa itu berarti boleh mengawini wanita yang belum mengalami menstruasi, tetapi oleh ulamaulama lain dikatakan bahwa ketetapan hukum Ilahi itu adalah memenuhi kebutuhan masyarakat ketika itu yang memang oleh kondisi dan situasi masyarakatnya membolehkan seorang pria mengawini wanita di bawah umur, itu bukan berarti izin untuk melakukan perkawinan dengan wanita yang belum mengalami menstruasi. Bahkan sekain banyak ulama yang
7
menyatakan perkawinan dengan wanita yang belum mengalami menstruasi hukumnya batal. Betapa pun, Alquran dan Sunah Nabi seperti yang saya katakan tadi tidak menetapkan usia tertentu yang ditetapkannya adalah tujuan perkawinan. Karena itu ada anjuran bahkan perintah dalam Alquran bagi yang telah mampu secara fisik untuk menikah, agar menangguhkan pernikahannya sampai dia mampu secara materi dan secara fisik, mental, dan spritual. Tujuan perkawinan yang digaris bawahi oleh kitab suci dan oleh Sunah Nabi adalah lahirnya apa yang dinamai sakinah dan itu antara lain bisa wujud melalui kerja sama antara suami dan istri, musyawarah antar mereka, dan saling dukung mendukung di antara mereka. Tidak dapat tergambar bagaimana seorang anak berusia 16 tahun dapat bermusyawarah dengan suaminya, itu musyawarah yang timpang. Tidak dapat digambarkan bagaimana seorang anak yang berusia 16 tahun bisa menjalankan fungsinya seperti apa yang diharapkan oleh Nabi bahwa dia bertanggungjawab menyangkut rumah tangga, bukan sekedar bertanggung jawab untuk kebersihannya. Bertanggung jawab menyangkut rumah tangga. Karena itu, titik berat yang harus ditinjau dari sisi ini adalah apakah yang bersangkutan telah mampu untuk bertanggung jawab apa tidak? Baik untuk direnungkan bahwa jangankan dalam soal perkawinan. Seorang anak yatim yang telah baligh, dan memiliki harta yang ditinggal oleh ayahnya, dan harta itu berada di tangan wali, sang wali tidak boleh menyerahkan harta anak yatim itu kepadanya, sebelum yang bersangkutan diuji dan mencapai apa yang diistilahkan oleh Alquran tingkat rusyd. Rusyd bukan sekedar kemampuan fisik, tapi juga kemampuan intelektual dan spiritual. Kalau harta saja demikian itu perlakuannya, maka bagaimana pula dengan manusia? Hadirin sekalian, dalam pandangan pakar-pakar Islam. Setiap ketetapan hukum harus didahului oleh perenungan pertimbangan menyangkut empat hal. Yang pertama tempat, yang kedua waktu, yang ketiga situasi, dan yang keempat pelaku. Saya ingin menggarisbawahi menyangkut pelaku ini. Ada sementara orang yang mengaitkan usia perkawinan ini dengan praktik Nabi mengawini Aisyah Radhiyallahu Anha oleh Imam Sayuti, demikian juga oleh Mufti Mesir yang lalu Syeikh Ali Jum'ah menyatakan, “Orang yang semacam ini jahil, orang yang semacam itu picik, bahkan orang yang semacam itu angkuh karena dia mempersamakan dirinya, menyetarakan dirinya dengan Nabi SAW yang mempunyai keistimewaan khusus dan tugas khusus yang tidak bisa dibandingkan dengan manusiamanusia lain, sehingga kalau ada yang akan beralasan bahwa Nabi pernah kawin dengan wanita berumur 12 tahun, maka yang berusaha menyatakan demikian tidaklah tepat, bahkan dia adalah seorang yang 8
angkuh.” Karena sekali lagi setiap hukum harus dikaitkan dengan empat hal tersebut. Itu sebabnya pakar-pakar hukum Islam dari saat ke saat melakukan peninjauan terhadap ketetapan-ketetapan hukum yang lalu karena terjadinya perkembangan dan perubahan. Jangankan dalam waktu singkat, sekian banyak ketetapan hukum Nabi yang ditinjau oleh Saidina Umar, sekian banyak ketetapan hukum Nabi yang ditinjau oleh ulama-ulama sesudahnya, dibatalkan yang lalu dan dilahirkan yang baru. Sekali lagi itu sebabnya di negara-negara bermayoritas Islam, berbedabeda ketetapan mereka menyangkut batas usia itu, masing-masing disesuaikan dengan perkembangan masyarakatnya dan situasi di tempat mereka berada, sehingga tidaklah heran dan tidak juga menyimpang apabila kita atau pakar-pakar kita melakukan peninjauan terhadap ketetapan-ketetapan yang lalu menyangkut usia ini. Akhirnya saya tidak dalam posisi untuk mendukung atau tidak mendukung, menyetujui atau tidak menyetujui pandangan para saksisaksi ahli yang lalu dalam bidang kesehatan atau psikologi karena saya bukan ahlinya. Hanya saja saya ingin berkata bahwa apa yang mereka kemukakan itu telah dikemukakan oleh ahli-ahli, bukan saja ahli-ahli di dalam negeri tetapi juga oleh ahli-ahli di luar negeri, dan apa yang mereka kemukakan itu diterima di sana. Karena itu semoga apa yang dikemukakan oleh para ahli ini menjadi pertimbangan bagi Mahkamah Yang Mulia dalam rangka menetapkan usia dan sekali lagi saya ingin menambahkan bahwa seseorang yang diberi tanggung jawab tidak hanya dilihat dari usianya, itu sebabnya al mukallaf bukan hanya yang baligh, tapi juga yang akil, yang berakal. Demikian yang dapat saya kemukakan, mudah-mudahan ada manfaatnya. Wassalamualaikum wr. wb. Terima kasih. 33.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Prof. Quraish Shihab. Berikutnya apakah Pihak Terkait II dari Aliansi Remaja Independent, sudah siap belum? Minggu … minggu depan … anu, ya, pada persidangan berikutnya, ya. Kalau begitu pada Pemohon, Pemohon 30, apakah ada pertanyaan atau klarifikasi untuk pendalaman pada Ahli?
34.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 30/PUU-XII/2014: TUBAGUS HARYO Kalau dari Pemohon 30 kami rasa cukup.
35.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Cukup, ya. Baik, dari Pemerintah atau presiden yang mewakili presiden? 9
36.
PEMERINTAH: BUDIJONO Dari Pemerintah cukup, Yang Mulia.
37.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Cukup, ya. Baik, kalau begitu dari meja Hakim untuk Para Ahli? Oh, Yang Mulia Dr. Anwas Usman ada, saya persilakan.
38.
HAKIM ANGGOTA: ANWAR USMAN Terima kasih, Yang Mulia. Saya tujukan kepada Yang Terhormat Ahli Prof. Quraish Shihab. Kalau saya pelajari selama ini, bahkan ya mungkin, ya sering kita dengar bahwa Rasulullah merupakan uswatun hasanah, menjadi contoh yang baik bagi kita. Pertanyaannya atau masalahnya, kalau dikatakan tadi ada hal-hal khusus ya, yang tidak boleh ditiru atau bahkan mungkin dikatakan angkuh seperti yang dikatakan Ahli tadi ketika menyangkut masalah pernikahan khususnya yang tekait dengan nikahnya beliau dengan Siti Aisyah. Tetapi, di lain pihak kita harus mengikuti jejak-jejak beliau, bahkan beliau menganjurkan umpamnya dalam hal salat, misalnya dikatakan, “Salatlah kamu sebagaimana kamu melihat saya cara salat.” Apakah selain dari hal-hal tadi yang saya bandingkan antara masalah pernikahan di satu sisi ya, khususnya dengan Aisyah, kemudian sisi lain dengan … dalam hal salat, beliau menganjurkan. Apa masih ada hal-hal lain memang yang dikhususkan oleh Rasulullah yang tidak boleh ditiru oleh umatnya? Terima kasih.
39.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Sebelum dijawab, ada lagi dari Yang Mulia Dr. Patrialis Akbar. Saya persilakan.
40.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Bissmillahirrahmanirrahim. Assalamualaikum wr. wb. Saya mau mendalami juga dengan Prof. Quraish Shihab. Saya juga sependapat bahwa apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW tidak sedikit pun kita boleh bertentangan karena tanpa mengakui seluruh apa yang dilakukan oleh Rasulullah dan sedikit saja kita lari dari pengakuan itu, maka tentu kita keluar dari keyakinan syahadat kita. Namun, tentu memang tidak bisa manusia biasa menyamakan diri dengan Rasulullah, itu saya sangat setuju, Prof. Jadi tidak ada yang salah dilakukan oleh
10
Rasulullah karena apa yang dilakukan oleh Rasulullah adalah atas petunjuk dari Allah SWT. Dari sisi itu, saya ingin … sangat setuju. Di sisi lain saya ingin mendalami tentang masalah kriteria masa dewasa. Apakah dalam Islam, syarat seorang … kalau tadi Prof. mengatakan, “Belum menstruasi,” memang ada berbeda pendapat. Apakah dalam Islam bisa seseorang itu menikah sebelum dewasa dan kriteria dewasa itu apa? Khususnya perempuan. Itu saja Prof. Terima kasih. 41.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Saya persilakan Prof. Quraish Shihab untuk memberikan jawabannya.
42.
AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 30/PUU-XII/2014: MUHAMMAD QURAISH SHIHAB Terima kasih, Yang Mulia. Berbicara menyangkut keteladanan terhadap Nabi Muhammad SAW bagi umat Islam, perlu dicatat bahwa sosok beliau itu menurut para ulama bisa dibagi dalam 5 fungsi. Yang pertama, fungsi sebagai rasul. Apa yang beliau sampaikan sebagai rasul itu pasti benar dalam pandangan Islam. Fungsi beliau sebagai rasul antara lain adalah menyampaikan Alquran. Fungsi yang kedua adalah sebagai mufti, memberi jawaban hukum yang berlaku untuk semua. Yang ketiga, fungsi beliau sebagai hakim. Dalam fungsinya sebagai mufti, jawaban beliau pasti benar, tetapi dalam fungsinya sebagai hakim, kebenaran itu bukan kebenaran … belum tentu kebenaran material, tetapi kebenaran formal. Selanjutnya, fungsi beliau sebagai anggota masyarakat. Di sini sekian banyak sikap, perbuatan, atau ucapan beliau yang harus dikaitkan dengan kondisi masyarakat beliau. Ketika beliau menjelaskan bahwa mempersiapkan senjata untuk menghadapi musuh adalah kewajiban, beliau menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah memanah. Memanah, beliau sesuaikan dengan kondisi masyarakat beliau. Yang terakhir, fungsi beliau sebagai manusia. Di sini bisa dikaitkan dengan manusia tanpa embel-embel kenabiannya. Apa yang beliau lakukan, apa yang beliau pakai, apa yang beliau senangi atau benci itu berkaitan dengan fungsi beliau sebagai manusia yang bisa berbeda dengan yang lain. Kita tidak harus mengikuti itu. Bahkan sebagian ulama berkata fungsi beliau sebagai anggota masyarakat pun tidak harus kita ikuti, beliau itu gondrong, Pak. Kita Bangsa Indonesia tidak perlu gondrong karena budaya kita berbeda. Nah, ada fungsi beliau sebagai manusia, tetapi dikaitkan dengan kenabiannya, itu tidak boleh kita contoh. Seperti misalnya beliau 11
diizinkan Allah untuk menghimpun 9 orang wanita dalam satu masa, siapa yang mau ikut itu? 4 saja masih bersyarat, apalagi ... jadi ada sekian banyak dari praktik-praktik Nabi yang kita tidak bisa ikuti lagi sekarang atau tidak sesuai dengan budaya kita, praktik-praktik yang disesuaikan oleh Nabi dengan kondisi masyarakatnya atau disesuaikan oleh Nabi dengan kondisi beliau sebagai manusia pilihan Allah SWT. Saya kira itu yang pertama dan itu banyak sekali contoh bisa kita kemukakan. Yang kedua, saya ingin menjawab menyangkut kedewasaan dengan memberi satu contoh, dalam hukum Islam ada yang dinamai hajr, seorang dewasa, kaya raya, tetapi boros, pemborosan yang melampaui batas, hukum dapat membatasi kebebasannya karena pemborosannya. Kenapa demikian? karena dia dinilai tidak dewasa. Jadi kedewasaan tidak harus selalu dikaitkan dengan usia, bisa jadi ada seorang yang telah berusia lanjut, tetapi tidak dewasa. Kita memerlukan untuk kehidupan rumah tangga adalah kedewasaan, bukan usia. Saya kira itu secara singkat yang dapat saya kemukakan. Terima kasih. 43.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, masih ada?
44.
HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Ya.
45.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh. Silakan, Yang Mulia Dr. Alim.
46.
HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Ditunjukan juga kepada Ahli, tadi Ahli mengatakan bahwa Alquran itu memerinci hanya yang sudah pasti, sedangkan masih berubah itu tidak dirinci. Termasuk yang dirinci dalam Alquran mungkin, Prof., adalah mengenai manusia untuk kawin. Berarti kalau Alquran tidak merinci itu, apakah itu dipahami bahwa kita bebas melakukannya? Artinya sesuai dengan situasi dan kondisi kita. Kedua, dikaitkan dengan tindakan Nabi. Kalau Alquran tidak merinci, tapi Nabi melakukan begitu, bukankah tindakan Nabi, atau perbuatan Nabi, atau perkataan Nabi, atau takdirnya Nabi itu lebih merupakan tingkatan kedua daripada Alquran, Alquran sendiri tidak merinci. Andaikata ditentukan usia adalah X, saya kira menurut undang … apakah sama dengan pendapat Ahli bahwa dalam undang-undang perkawinan ada dispensasi, mungkin dilampaui itu kalau memang ada 12
hal-hal yang luar biasa. Artinya umur yang ditetapkan itu bisa diberikan dispensasi jikalau nanti terjadi ada hal yang konkret yang memerlukan suatu tindakan dispensasi dan itu dilakukan oleh pengadilan agama bagi yang beragama Islam dan peradilan umum bagi yang selain Beragama Islam. Barangkali demikian, Yang Mulia. Terima kasih. Assalammualaikum wr.wb. 47.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan, Prof.
48.
AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 30/PUU-XII/2014: MUHAMMAD QURAISH SHIHAB Terima kasih. Yang pertama, tidak semua, saya ingin ulangi, tidak semua apa yang dilakukan Nabi menjadi kewajiban atau anjuran buat kita. Karena ada hal-hal khusus yang dilakukan Nabi yang tidak boleh kita lakukan atau tidak sah kita lakukan. Sekedar sebagai contoh, Pak, dalam ibadah sekalipun, Nabi itu kalau tidur tidak batal wudhunya. Beliau berkata, “Saya tidak seperti kalian, mata saya tertutup tapi hati saya tidak.” Kita tidak boleh contoh itu. Jadi tidak mutlak. Itu satu. Yang kedua yang saya ingin memberi penjelasan sekilas soal apakah kita bebas melakukan sesuatu yang tidak ditentukan dalam Alquran dan sunnah? yang pertama, kalau dalam soal perkawinan ada ketentuannya, yaitu tujuan perkawinan. Kita tidak bisa melakukan sesuatu yang melanggar tujuan itu. Yang kedua, hukum Islam atau syariat Islam mempunyai 5 tujuan pokok. Segala yang mendukung kelima … salah satu dari kelima tujuan itu didukungnya dan segala sesuatu yang bertentangan dengan salah satu dari kelima tujuan itu, dicegahnya. Itu dulu ulama berkata 5, yaitu memelihara agama, memelihara akal, memelihara jiwa, memelihara harta, dan memelihara keluarga atau keturunan. Sekarang ulama-ulama ada yang menambah bahwa perlu juga ditambah memelihara lingkungan karena itu merupakan salah satu tujuan dari kehadiran agama. Jadi, kita tidak bisa serta-merta berkata, “Oh, ini Nabi tidak lakukan, jadi boleh.” Karena kita terikat dengan kelima maqasid syariah, tujuan keberagamaan. Yang terakhir, soal dewasa. Memang bisa saja berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain, satu masyarakat dengan masyarakat lain. Bisa jadi juga berbeda kebutuhan satu masyarakat dengan masyarakat lain, sehingga ketetapan tentang kedewasaan itu bisa berbeda dalam … kalau kita berbicara soal umur, tetapi dia tidak boleh melanggar ketentuan tentang tujuan perkawinan. Yang terakhir, soal dispensasi. Saya melihat bahwa dispensasi itu adalah pengecualian yang terbatas setelah ada ketentuan umum. Dalam 13
hal ini seandainya Mahkamah menetapkan bahwa usia itu 18 tahun karena ini yang umum, lalu diadakan dispensasi untuk itu, saya kira bisa saja itu terjadi. Tetapi jangan kita menetapkan secara umum yang jelasjelas kalau kita melihat para ahli berkata bahwa usia 16 tahun itu sudah cukup untuk … bagi seorang istri untuk membina rumah tangga, jangan kita tetapkan 16 tahun itu baru dia lakukan dispensasi untuk itu. Kita menetapkan yang umum dulu baru kita menetapkan setelah itu kemungkinan adanya dispensasi. Demikian yang saya lihat, Pak. 49.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Prof. Quraish Shihab. Sudah tidak ada lagi. Baik, saya ucapkan terima kasih kepada Prof. Quraish Shihab, Romo Purbo, dan Pak Suhadi, beserta Rekan karena telah memberikan keterangan di dalam persidangan Mahkamah Konstitusi. Agenda persidangan berikutnya, saya akan menanyakan kepada Pemohon, apakah masih ada ahli atau sudah cukup? Pemohon Nomor 30?
50.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 30/PUU-XII/2014: TUBAGUS HARYO Dari 30 cukup.
51.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Cukup, ya. Kemudian, Pemohon Nomor 74?
52.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 74/PUU-XII/2014: ERASMUS A. T. NAPITUPULU Cukup, Yang Mulia.
53.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Cukup, ya. Dari Pemerintah yang mewakili presiden cukup?
54.
PEMERINTAH: BUDIJONO Cukup, Yang Mulia.
55.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Cukup, ya.
14
Baik, kalau sudah tidak ada ahli yang akan disampaikan atau dikemukakan pada persidangan yang berikutnya, maka agenda yang berikutnya pada sidang yang akan diselenggarakan pada hari Selasa, 2 Desember 2014 waktunya pukul 11.00 WIB kita akan mengagendakan mendengar keterangan dari MUI yang akan bersedia hadir. Kemudian dari PGI, dari KWI, KWI sudah ya, dari Matakin, dari Matakin, dari NU, dan dari Muhammadiyah, kemudian dari Parisada Hindu Dharma juga akan kita dengar keterangannya, dan juga dari Pihak Terkait II, ya, dari Aliansi Remaja Independent. Jadi, akan saya ulangi, diselenggarakan pada hari Selasa, 2 Desember 2014, pukul 11.00 WIB. Saya kira persidangan pada hari ini cukup. Dengan ini saya nyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 12.05 WIB Jakarta, 18 November 2014 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
15