MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 10/PUU-XII/2014
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I)
JAKARTA SELASA, 11 FEBRUARI 2014
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 10/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara [Pasal 102 dan Pasal 103] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (APEMINDO) 2. PT Harapan Utama Andalan dan PT Pelayaran Eka Ivanajasa 3. Koperasi “TKBM Kendawangan Mandiri, dkk. ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Selasa, 11 Februari 2014, Pukul 13.35 – 14.05 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Ahmad Fadlil Sumadi 2) Harjono 3) Maria Farida Indrati Cholidin Nasir
(Ketua) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Refly Harun 2. R.M. Maheswara Prabandono 3. Ahmad Irawan
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 13.35 WIB
1.
KETUA: AHMAD FADLIL SUMADI Sidang untuk Perkara Nomor 10/PUU-XII/2014, dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, Saudara Pemohon. Salam sejahtera untuk kita semua. Hari ini, sidang pemeriksaan pendahuluan. Saya kira, sebagian besar Anda, bahkan seluruhnya sudah tahu apa maksud sidang pemeriksaan pendahuluan ini. Oleh karena itu, formalnya disilakan memperkenalkan diri dulu siapa yang hadir, apa kapasitasnya masing-masing. Silakan.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: R.M. MAHESWARA PRABANDONO Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera untuk kita semua. Terima kasih kesempatan yang diberikan kepada kami. Sebelumnya, kami memperkenalkan diri sebagai Pemohon. Pemohon adalah Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia yang sebagiannya hadir di belakang, Yang Mulia. Lalu, kami bertiga adalah para Kuasa Hukumnya. Saya sendiri, Maheswara Prabandono. Lalu, rekan saya Refly Harun dan rekan saya, Ahmad Irawan. Terima kasih, Yang Mulia.
3.
KETUA: AHMAD FADLIL SUMADI Ini Pemohon, Prinsipal, sebenarnya boleh duduk di belakang Anda itu, tidak usah di … itu kan untuk pengunjung, itu. Bukan untuk Pemohon. Tapi kalau sudah memilih di situ, ya silakan. Tapi besok lagi, boleh di sini. Lalu, Refly Harun, Maheswara, nah ini, partner lama ini ya, dan Ahmad Irawan. Advokat dan konsultan hukum. Ini Pak Refly bukan Advokat, ya? Soalnya kalau advokat, saya suruh pakai ini … apa namanya … baju kebesaran, toga. Kemudian, Saudara Ahmad Irawan, belum juga? Oke. Sekarang, waktunya untuk menjelaskan secara garis besar karena kami sudah mendapatkan yang tertulis yang diregistrasi Nomor 10 Tahun 2014. Karena sudah ada yang tertulis, maka pokok-pokoknya sajalah, apa yang penting yang membuat kami menjadi yakin gitu, sekurang1
kurangnya nanti mengantarkan pada arah pembuktian berikutnya. Disilakan dimulai dari sekarang. Silakan. 4.
KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Ya. Terima kasih, Yang Mulia Ketua dan Anggota Panel Hakim Konstitusi. Permohonan ini terkait dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, khususnya yang diuji adalah Pasal 102 dan Pasal 103. Ada sembilan kelompok Pemohon ya, sembilan entitas Pemohon, mulai dari asosiasi sampai kemudian perusahaanperusahaan, baik yang bergerak di bidang sektor usaha pertambangan maupun usaha-usaha yang terkait dengan pertambangan. Kemudian, yang dipersoalkan adalah Pasal 102 dan Pasal 103 yang lengkapnya berbunyi mengenai pengolahan dan pemurnian. Kalau tidak keberatan, saya membacakan pasalnya khusus untuk pasal yang diuji, Yang Mulia.
5.
KETUA: AHMAD FADLIL SUMADI Silakan.
6.
KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Pertama, Pasal 102 berbunyi, “Pemegang IUP (Izin Usaha Produksi … Izin Usaha Pertambangan) dan IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan, dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batubara.” Penjelasan Pasal 102 mengatakan, “Nilai tambah dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk meningkatkan produk akhir dari usaha pertambangan atau pemanfaatan terhadap mineral ikutan.” Kemudian, Pasal 103 lengkapnya berbunyi, “Pemegang IUP dan IUPK, operasi produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.” Pemegang … ayat (2), “Pemegang IUP dan IUPK, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat mengolah dan memurnikan hasil penambangan dari pemegang IUP dan IUPK lainnya.” Tiga, ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan nilai tambah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 serta pengolahan dan pemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dengan peraturan pemerintah. Penjelasan Pasal 103, “Kewajiban untuk melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, dimaksudkan antara lain untuk meningkatkan dan mengoptimalkan nilai tambang dari produk, tersedianya bahan baku industri, penyerapan tenaga kerja, dan 2
peningkatan penerimaan negara. Ayat (2) dan ayat (3) dinyatakan cukup jelas. Yang menjadi persoalan, Yang Mulia adalah dalam tingkat implementasi ya, Pasal 102 dan Pasal 103 ini dimaknai oleh dalam hal ini Pemerintah, sebagai berlakunya larangan ekspor bijih atau raw material atau ore. Yang ke secara langsung dan kemudian dikatakan bahwa pelarangan itu berlaku sejak tanggal 12 Januari 2014 kemarin, yang mengakibatkan Pemohon-Pemohon mengalami kerugian yang faktual, ada beberapa di antaranya sudah melakukan pemutusan hubungan kerja, kemudian menyusutkan kegiatan-kegiatan dan lain sebagainya, yang kalau dikuantifikasi memang terjadi kerugian yang nyata. Tetapi menjadi persoalan adalah dari sisi konstitusional, kami mempermasalahkan bahwa tafsir pemerintah yang mengatakan Pasal 102 yang berisi tentang Peningkatan Nilai Tambah dan kemudian Pasal 103 yang berisi tentang Pengolahan dan Pemurnian, itu kemudian dimaknai sebagai adanya larangan ekspor bijih atau raw material. Bagi kami, hal tersebut bertentangan setidak-tidaknya dengan beberapa pasal dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Yang pertama adalah kami melihat bahwa kalau dimaknai adanya larangan ekspor bijih bahkan, kami menganggap bahwa Pemerintah tidak memiliki mandat untuk menerapkan larangan ekspor bijih, sehingga akan bertentangan dengan prinsip negara hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, bila hal tersebut dilakukan. Jadi kami memandang bahwa jelas sekali atribusi dalam undangundang tersebut mengatakan bahwa peningkatan nilai tambah dan kemudian pemurnian, bukan kemudian larangan ekspor bijih yang menyebabkan kemudian perusahaan-perusahaannya menjadi bangkrut, tutup, melakukan pemutusan hubungan kerja, dan lain-lain. Kalau seandainya larangan ekspor bijih tersebut memang terdapat dan ada di dalam undang-undang, maka kemudian hal tersebut harus dinyatakan secara tegas dan jelas. Makanya kami mengatakan bahwa tafsir pemerintah yang mengatakan itu mengambil larangan ekspor bijih raw material atau ore bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tentang Prinsip Negara Hukum. Yang kedua adalah kegiatan larangan ekspor bijih dari pemerintah berubah-ubah, sehingga menyebabkan ketidakpastian hukum yang bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Perubahan Kedua UndangUndang Dasar Tahun 1945. Yang Mulia, Para Pemohon ini ketika mengajukan permohonan untuk membuat … meminta izin usaha pertambangan, mereka adalah melakukan kegiatan pertambangan, salah satunya adalah menambang dan kemudian menjual atau mengkespor bijih hasil pertambangan tersebut. Lalu kemudian di tengah jalan, kemudian ada perubahanperubahan kebijakan, termasuk proses pengolahan dan pemurnian yang 3
sesunguhnya domainnya bukan lagi domain pertambangan, tapi sudah domain industri. Jadi ini ada ketidakpastian hukum. Dan ketidakpastian hukum itu makin menjadi-jadi karena sesungguhnya ada perubahan kebijakan yang sering sekali, pertama-tama misalnya, dikeluarkan ... apa … dikeluarkan Peraturan Menteri ESDM tanggal 6 Februari 2012, yang kemudian yang menyatakan bahwa pelarangan itu 3 bulan sejak ESDM itu di Peraturan Menteri ESDM itu dikeluarkan, yaitu pada tahun 2012. Lalu karena diprotes, kemudian terjadi lagi perubahan, di halaman 13, yaitu dikeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2012, boleh melakukan ekspor asal memenuhi ... apa … syarat-syarat yang ditentukan. Kemudian muncul lagi peraturan-peraturan sampai kemudian peraturan terakhir, yang kemudian memberikan izin terhadap beberapa bahan tambang, tetapi tidak termasuk beberapa di antaranya seperti bauksit, nikel, dan lain sebagainya, padahal Pemohon di sini adalah salah satunya adalah Pemohon yang melakukan usaha pertambangan di bidang bauksit. Jadi, kami mengangap bahwa kebijakan yang berubah-ubah sebagai akibat dari turunan dari Pasal 102 dan 103 Undang-Undang Pertambangan tersebut, telah menyebabkan ketidakpastian hukum yang kemudian kami nilai bertentangan dengan kepastian hukum yang diatur dalam Pasal 28D ayat (1) Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Kemudian, halaman 15 kami juga menganggap bahwa Pasal 102 dan Pasal 103 bertentangan dengan Pasal 22A Perubahan Kedua dan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, bila dimaknai adanya larangan ekspor bijih. Yang Mulia, Pasal 22A itu berkenaan dengan ... apa … pembentukan peraturan perundang-undangan yang kemudian diserahkan pada delegasi pada undang-undang secara khusus. Dan kita tahu bahwa sudah ada undang-undang yang mengatur tentang pembentukan perundang-undangan. Salah satu asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan itu dapat dilaksanakan. Yang Mulia, kami menganggap kalau seandainya Pasal 102 dan Pasal 103 itu kemudian ditafsirkan sebagai adanya larangan ekspor bijih dan kemudian semua barang tambang harus kemudian dimurnikan terlebih dahulu, maka sesungguhnya untuk saat ini, ketentuan tersebut tidak dapat dilaksanakan. Kenapa? Karena sebagai contoh misalnya kalau kita bicara tentang pemurnian, pada saat ini tidak banyak tersedia perusahaan yang bisa melakukan pemurnian di dalam negeri. Salah satunya misalnya bauksit sebagai contoh, ada yang namanya PT ANTAM yang proses pemurniannya akan berlangsung mulai tahun 2014 ini, tapi itu pun hanya untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Sehingga dengan demikian, kalau pasal ini dipaksakan tafsirnya adanya larangan ekspor bijih, maka tidak mau … mau-tidak mau semua IUP dan IUPK itu akan gulung tikar dan tutup karena tidak tersedia 4
pengolahan dan pemurnian di dalam negeri untuk saat ini. Kenapa? Karena kita tahu bahwa pengolahan dan pemurnian terutama untuk mengadakan pengolahan dan pemurnian itu butuh dana yang sangat besar, bahkan sampai triliunan rupiah dan energi suplai yang luar biasa. Sebagai contoh, misalnya salah satu isunya mengenai listrik, tidak banyak daerah-daerah di Indonesia memiliki suplai energi listrik yang luar biasa untuk kemudian mengadakan perusahaan pengolahan dan pemurnian. Lalu kemudian, kami juga menganggap ini bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) tentang pekerjaan dan penghidupan yang layak karena ternyata larangan ekspor bijih ini telah menyebabkan kemudian perusahaan bangkrut, kemudian PHK, dan kemudian ini berdampak kepada … tidak hanya pada perusahaan tersebut, tetapi juga pada keluarga yang bekerja, pada perusahaan-perusahaan ikutan, dan lain sebagainya, yang bisa nanti dalam kesempatannya kita akan bisa hitung secara kuantifikasi kerugian-kerugian tersebut. Dan terakhir, the last, Majelis. Kami menganggap bahwa Pasal 102 dan Pasal 103 Undang-Undang tentang Minerba bertentangan dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 bila dimaknai adanya larangan ekspor bijih. Yang Mulia, sebagaimana dimaklumi adalah Pasal 33 ayat (3) mengatakan, “Bumi dan air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Highlight dari kami adalah dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pemohon adalah perusahaan-perusahaan yang mendapatkan izin usaha pertambangan untuk dapat mengolah dan kemudian menikmati hasil bumi yang ada di Indonesia dan semua izin usaha pertambangan itu adalah milik dalam negeri, dan kemudian mereka me ... apa … mengadakan usaha pertambangan dan memperoleh manfaat dari itu, tetapi tidak hanya bagi mereka sendiri, tapi juga bagi … apa … bagi entitas lain dan juga bahkan bagi negara. Mereka membayar pajak dan lain sebagainya. Karena itu, larangan ekspor bijih telah me ... apa … melarang mereka dari kegiatan untuk dapat “menikmati” apa yang ada di bumi, air sebagai milik kekayaan kita bersama. Terakhir, Yang Mulia. Kendati demikian, kami tidak menganggap bahwa Pasal 102 dan Pasal 103 itu harus dibatalkan atau dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 karena tidak memiliki kekuatan … dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Tapi kami menginginkan adanya tafsir, tafsir inkonstitusional bersyarat, conditionally unconstitutional. Karena kalau dilakukan … dimaknai sebagai adanya larangan ekspor, maka kami sangat mempermasalahkan persoalan tersebut sebagai hal yang bertentangan, tidak hanya bagi … tidak hanya bertentangan dengan hajat hidup, tapi juga secara konstitusi, secara keseluruhan. 5
Tetapi sesungguhnya, apakah kemudian ekspor tersebut harus kemudian di ... apa … dibebaskan sebebas-bebasnya. Tidak demikian dalam perspektif Pemohon. Karena sesungguhnya, undang-undang itu sendiri sudah bicara tentang pengendalian ekspor, sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 yang bicara tentang pengendalian ekspor dan produksi. Karena itu, menurut kami tidak ada alasan untuk kemudian melarang ekspor bijih, apalagi di antara Pemohon ada perusahaan yang sangat skalanya kecil yang memang hidup hanya dari kegiatan ekspor tersebut. Dan kalau kemudian mereka dipaksa untuk melakukan pengolahan dan pemurnian, justru tidak memberi nilai tambah bagi mereka. Karena nilai tambah itu sangat kecil dan kemudian sangat tidak ada artinya. Kesimpulan. Mahkamah berwenang memeriksa dan memohon permohonan a quo. B. Pemohon memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan. C. Ketentuan Pasal 102 dan Pasal 103 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 bertentangan dengan konstitusi bila dimaknai mengandung larangan ekspor bijih (conditionally unconstitutional). Yang Mulia, izinkanlah kami menyampaikan permohonan putusan sela yang walaupun tidak diatur di dalam ... apa … Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi, tetapi pernah dipraktikkan di dalam kasus Bibit dan Chandra. Sebelum menjatuhkan putusan akhir, terlebih dahulu Pemohon memohon Majelis Hakim untuk menjatuhkan putusan sela, agar semua pihak menghentikan terlebih dahulu pelaksanaan Pasal 102 dan Pasal 103 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, terutama terkait dengan interpretasi soal adanya larangan ekspor bijih (raw material atau ore), hingga dijatuhkannya putusan akhir dalam perkara ini mengingat pemaknaan tentang adanya larangan ekspor ini telah merugikan Para Pemohon. Dalam praktik persidangan di Mahkamah, putusan itu sudah pernah dijatuhkan. Kemudian terakhir petitum. Petitum dalam permohonan ini adalah sebagai berikut. A. Menerima permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan Pasal 102 dan Pasal 103 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 bila dimaknai adanya pelarangan terhadap ekspor bijih (raw material atau ore). Kemudian, menyatakan Pasal 102 dan Pasal 103 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat bila dimaknai dengan adanya larangan terhadap ekspor bijih (raw material atau ore).
6
Atau bila Majelis Hakim Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya. Terakhir, Mahkamah. Kami menyadari bahwa judicial review ini, kemudian setelah di … apa … didahului oleh pro dan kontra yang luar biasa terhadap kasus ini di sektor pertambangan, yang juga bisa dilihat dari pemberitaan-pemberitaan media. Bahkan kami sebagai Kuasa Hukum beberapa kali dihubungi oleh media, baik dalam … dan terutama luar negeri. Yang sangat peduli soal ini dan saya … kami tidak tahu apa motifnya? Tetapi yang terjadi adalah memang karena mungkin ini berkaitan dengan sesuatu yang … apa … kekayaan alam Indonesia. Terima kasih, wabillahitaufiq walhidayah wassalamualaikum wr. wb. 7.
KETUA: AHMAD FADLIL SUMADI Terima kasih, Anda telah memanfaatkan waktu dengan baik. Dan selanjutnya, sesuai dengan maksud dan tujuan pemeriksaan pendahuluan, maka saya akan menyilakan kepada Yang Mulia Hakim Maria Farida untuk menyampaikan hal-hal yang perlu untuk nasihatnya.
8.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Terima kasih, Pak Ketua. Ya, Saudara dalam hal ini akan mengajukan pengujian Pasal 102 dan 103 ya. Tapi, dalam penyampaian tadi, terlihat bahwa apakah yang salah itu Pasal 102 dan 103 atau pasalpasal yang didelegasikan oleh pasal tersebut. Karena di sini pasal itu menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan nilai tambah sebagaimana dimaksud pada Pasal 102, serta pengolahan dan pemurnian, sebagaimana dimaksud ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah. Dan peraturan pemerintahnya sudah ada, tapi peraturan pemerintahnya kemudian (suara tidak terdengar jelas) kembali kepada peraturan menteri. Kalau di situ kemudian yang Anda menganggap yang (suara tidak terdengar jelas) adalah bahwa peraturan pemerintah dan peraturan menteri itu memberikan suatu larangan, yang kemudian Anda anggap tidak sesuai dengan Pasal 102 dan 103, apakah itu harus diajukan ke Mahkamah Konstitusi atau tidak harus dilakukan ke Mahkamah Agung? Karena Mahkamah Konstitusi menguji undangundang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Sedangkan permasalahan di sini adalah dari peraturan di bawah undang-undang yang bertentangan dengan undang-undang, ya, itu satu. Jadi, kemudian kalau kemudian itu dihubungkan dengan … dihubungkan dengan petitumnya, maka kemudian bagaimana kita kemudian melihat bahwa Pasal 102 dan 103 itu sekaligus harus dimaknai tidak dengan larangan terhadap ekspor-impor.
7
Karena kalau kita mengatakan conditionally unconstitutional atau konstitusional, maka kita harus … pasal itu harusnya rumusannya seperti ini, begitu. Sedangkan di sini, sebetulnya ada pelimpahan kewenangan kepada peraturan-peraturan yang lebih rendah. Jadi, kita perlu melihat bahwa yang salah itu Pasal 102 dan 103 atau peraturan yang melaksanakan pasal-pasal itu? Saya rasa, untuk dari saya itu saja. 9.
KETUA: AHMAD FADLIL SUMADI Oke, tidak usah direspons. Tapi, cukup didengar saja dulu. Dan selanjutnya kami menyilakan kepada Yang Mulia Hakim Harjono.
10.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Baik. Terima kasih, Pak Ketua. Kalau susunan formal, saya sudah anggap bahwa ini cukup memadai. Dan nasihat tadi, ya nanti akan dipertimbangkan sendiri tentunya oleh Pemohon, apakah akan tetap untuk diajukan di MK atau tidak. Mungkin bisa ditambah alasan-alasan, itu bisa dilakukan oleh Pemohon. Tapi, saya minta beberapa hal ya untuk bisa ditampilkan dalam permohonan ini. Pertama adalah karena ini banyak Pemohonnya, 9 ya. Kalau bisa dilengkapi, kapan bersembilan ini mendapatkan izin usaha pertambangan? Kapan itu masing-masing? Apakah masing-masing dalam waktu yang sama atau tidak? Sering di (suara tidak terdengar jelas), kapan itu masing-masing dapat usaha pertambangan. Yang kedua adalah apa tidak bisa diambilkan satu ... satu perbandingan, in moment saja, tidak harus trennya, tidak harus terbukti. Berapa sih harga mineral yang sudah dimurnikan? Dan berapa harga mineral yang belum dimurnikan? Spread-nya itu berapa? Yang berikutnya adalah bicara persoalan fasilitas pemurnian, ada data enggak kapasitas pemurnian untuk hal-hal yang diharuskan, dimurnikan dalam negeri? Ya. Yang berikutnya, status dari masing-masing badan usaha ini, saya tidak tahu. Kalau sekarang bicara PMA, non-PMA, ndak relevan lagi soalnya. Oleh karena itu, share-nya atau bahkan sudah ada yang go public. Itu data-data yang kita perlukan, bagi Pemohon, yang kebetulan beberapa … bersembilan ini. Karena itu (suara tidak terdengar jelas) tidak menutup kemungkinan bagi Hakim untuk dipertimbangkan. Oke, terima kasih ya.
8
11.
KETUA: AHMAD FADLIL SUMADI Oke, terakhir saya ingin menambahkan begini. Sebenarnya, ada kaitannya dengan yang disampaikan oleh Yang Mulia Hakim Maria Farida, soal tafsir ya, tafsir. Tafsir yang dikaitkan dengan 102, 103 yang bentuknya tafsir itu larangan. Oleh karena itu, saya membaca berulang kali tidak jelas, apakah faktor yang menjadikan tafsir itu menjadi larangan itu rumusan pasal itu? Sebab Anda tidak bermaksud menguji pasal itu bertentangan, yang bertentangan itu tafisrnya, tapi belakangan saya menjadi … apa namanya … agak ragu, apakah ini tafsir atau bukan karena Anda lebih banyak menyampaikan soal-soal yang terkait dengan implementasi. Oleh karena itu, saya menjadi terpikir apa Anda tidak perlu untuk mengeksplor apa sih 102 dan 103 itu yang menyebabkan lahirnya suatu penafsiran yang demikian. Ada beberapa teori, misalnya ambiguitas memungkinkan untuk ditafsirkan yang mengakibatkan terjadi kesewenang-wenangan dalam implementasinya, juga selain ambiguitas juga tidak jelasnya atau tidak tegasnya dan seterusnya dengan tidak bermaksud mengajar buaya berenang, gitu ya. Saya ingin menegaskan bahwa ini faktornya apa? Sehingga timbul suatu tafsir yang inkonstitusionalitas … inkonstitusional. Tafsir inkonstitusional itu, itu tadi agak … apa namanya … samar-samar, tapi belakangan menjadi makin tegas, itu rupa-rupanya di peraturan menteri, yang tadi yang dikatakan oleh Yang Mulia Hakim Maria tadi, atau di peraturan pemerintahnya. Kalau itu di situ, mengapa bukan pengujian di Mahkamah Agung? Meskipun dulu pernah ada gagasan mengapa pengujian itu tidak semuanya saja di Mahkamah Konstitusi, begitu ya. Tapi dengan tidak bermaksud berandai-andai seperti itu, kalau ini sudah pasti yang menimbulkan … yang menafsirkan itu PP, itu kan enggak sesuai dengan undang-undang, undang-undangnya tidak sesuai dengan konstitusi, tapi tadi kan tafsirnya yang tidak sesuai dengan konstitusi, pasalnya biar saja. Nah, ini ada soal bagi saya itu. Karena kalau me … apa namanya … tidak jelas, forum dispute settlement-nya menjadi soal. Apakah … bahkan bisa ini soal perizinan. Kalau soal perizinan, kan biasanya karena izin itu merupakan pembuka dari sesuatu yang dilarang, maka biasanya dibolehkannya itu disertai dengan syarat-syarat. Apakah syarat-syaratnya dalam perizinan itu yang sebelumnya sudah dikemukakan, tapi tidak dipahami oleh Pemohon, ini harus jelas. Kemudian yang terakhir, kalau tetap mau di Mahkamah Konstitusi, memang Anda harus berjuang keras untuk mentransformasikan sesuatu yang bersifat implementatif dari suatu norma undang-undang menjadi persoalan konstitusional. Ini kata kunci yang saya punya, begitu. Oleh karena itu, inilah sebenarnya kalau itu Anda pertimbangkan sebagai bahan untuk memperbaiki permohonan itu, disilakan. Anda akan diberikan waktu, biasa Anda sudah paham semua, 14 hari dari sekarang. 9
Ada pertanyaan sebelumnya? 12.
KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Terima kasih, Yang Mulia, atas nasihat dari Yang Mulia, kami menerima sepenuhnya. Tapi memang kami memang tetap berketetapan untuk mengajukan masalah ini ke sini karena sesungguhnya sebelum kami mengajukan ke sini, sudah didahului oleh berbagai upaya, baik upaya hukum maupun upaya negosiasi, dan itu mentok pada ketentuan Pasal 102 dan 103 mengenai pemurnian itu. Karena pemerintah dari sisi pemerintah dan juga pembentuk kebijakan, DPR, memaknai pasal itu sebagai pasal adanya larangan ekspor bijih. Sementara dari kita … bahkan judicial review di Mahkamah Agung terhadap Peraturan Menteri ESDM itu pernah dikabulkan, tapi kemudian gantinya tetap masih juga ada larangan ekspor bijih itu. Karena itu, kami menganggap bahwa ini jantung persoalannya, bukan lagi di peraturan menterinya karena peraturan menteri dicabut, diganti yang baru, tetap melarang juga dengan modifikasi-modifikasi sampai peraturan menteri terakhir. Nah, Pemohon menganggap bahwa ini sudah … sudah bicara lagi, sudah constitutional matter, sudah masalah konstitusional mengenai ketidakpastian hukum. Karena itu harus diselesaikan di jantung persoalannya. Itu saja, Yang Mulia. Terima kasih.
13.
KETUA: AHMAD FADLIL SUMADI Oke, kalau begitu kata kunci saya itu, transformasikan saja. Katakan misalnya, ini soal exhausted dalam ... apa … usaha untuk menyelesaikan persoalan ini karena itu menjadi soal konstitusional. Dan putusan MA-nya ya, kalau ada, menjadi satu bagian dari bukti yang bisa kita baca dan pertimbangkan sebagai bahan untuk meyakini apakah ini benar sebagai soal … benar-benar soal konstitusionalitas. Saya kira sudah cukup apa yang disampaikan oleh Majelis Hakim. Dan oleh karena itu, sidang saya nyatakan selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 14.05 WIB Jakarta, 11 Februari 2014 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
10