Faktor Risiko ..................................(Frans Yosep Sitepu et al.)
BALABA Vol. 10 No. 01, Juni 2014 : 9-14
EFEKTIVITAS EKSTRAK BIJI JARAK MERAH (Jatropha gossypiifolia), JARAK PAGAR (J. curcas) DAN JARAK KASTOR (Riccinus communis) FAMILI EUPHORBIACEAE TERHADAP HOSPES PERANTARA SCHISTOSOMIASIS, KEONG Oncomelania hupensis lindoensis THE EFFECTIVITY OF Jatropha gossypifolia L, J.curcas AND Riccinus communis SEEDS EXTRACT AGAINST THE SCHISTOSOMIASIS INTERMEDIATE SNAIL, Oncomelania hupensis lindoensis Anis Nurwidayati, Ni Nyoman Veridiana, Octaviani, Yudith L* *Balai Litbang P2B2 Donggala Jl. Masitudju No. 58 Labuan Panimba, Labuan, Donggala, Sulawesi Tengah, Indonesia Email:
[email protected] Received date: 18/2/2014, Revised date: 22/4/2014, Accepted date: 24/4/2014
ABSTRAK Schistosomiasis merupakan penyakit endemis di Indonesia, khususnya di Dataran tinggi Napu, Lindu dan Bada, Sulawesi Tengah. Keong perantara schistosomiasis, Oncomelania hupensis lindoensis tersebar luas di Dataran Tinggi Napu. Salah satu upaya pengendalian keong yang telah dilakukan oleh progam pengendalian schistosomiasis adalah penyemprotan moluskisida Bayluscide setiap 6 bulan sekali. Penggunaan moluskisida kimia memiliki kekurangan karena dapat menyebabkan polusi lingkungan. Perlu diteliti penggunaan tanaman sebagai moluskisida untuk alternatif pengendalian keong. Famili Euphorbiaceae diketahui memiliki aktivitas sebagai moluskisida. Tujuan penelitian menentukan efektivitas dari ekstrak dan fraksi biji jarak merah (Jatropha. gossypifolia), ekstrak biji jarak pagar (Jatropha curcas) dan ekstrak biji jarak kastor (Riccinus communis) terhadap keong Oncomelania hupensis lindoensis. Penelitian dilakukan di Laboratorium Schistosomiasis Napu, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah pada bulan Maret – Oktober 2009. Keong diuji dengan larutan ekstrak biji jarak merah, jarak pagar dan jarak kastor di laboratorium selama 24 jam. Ekstraksi biji jarak dengan metode perkolasi Jumlah keong yang mati dihitung dan dianalisis probit untuk penentuan nilai LC 50 dan LC 95. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak methanol dari biji jarak merah, jarak pagar dan jarak kastor memiliki daya bunuh terhadap keong Oncomelania hupensis lindoensis. Ekstrak biji jarak merah memiliki daya bunuh yang paling tinggi dibanding ekstrak biji jarak pagar dan kastor, dengan nilai LC 50 10,41 ppm dan LC 95 sebesar 18,6 ppm. Fraksi metanol dari biji jarak merah paling efektif di antara fraksi etil asetat dan n-heksan dari biji jarak merah. Tanaman jarak merah dapat menjadi bahan alternatif dalam pengendalian keong Oncomelania hupensis lindoensis. Kata kunci : schistosomiasis, J. gossypifolia, J. curcas, R. communis, O.h. lindoensis ABSTRACT At present, Scistosomiasis are still endemic in Indonesia, especially in Napu Highland, Poso Regency, Central Sulawesi Province. Oncomelania hupensis lindoensis,the intermediate host of Scistosomiasis are wide spread in Napu Highland. One effort of snail control on Scistosomiasis control program was used Bayluscide molluscicide every six mounths. Used of chemical molluscicide have inadequacy because poluted the environtment. Used of herbal molluscicide to be alternative snails control have done. Euphorbiaceae family know have molluscicide activity. The study aimed to determined the effectiveness of Jatropha gossypiifolia, J. Curcas and Riccinus communis extract and fraction againts O.h Indoensis. The test was conducted from March-September 2009 in Laboratory of Scistosomiasis Napu. The snails exposed with the solution of Jatropha gossypiifolia, J. Curcas and Riccinus communis extract for 24 hours, the mortality of snails were counted and analyzed using probit to determine the LC 50 and LC 95 value. The result showed the methanol extract from Jatropha gossypiifolia, J. Curcas and Riccinus communis have lethal capacity againts O.h Indoensis. The concentration of J. Gossypiifolia seeds extract showed a highest lethal capacity to the snail, with LC 50 value in 10,41 ppm and LC 95 in 18,6 ppm. The methanol fraction of J. Gossypiifolia seeds extract was the most effective among the ethyl-acetate fraction and nhexane fraction of J. Gossypiifolia seeds extract. Jatropha gossypiifolia may become an alternative to control O.h . lindoensis. Key words: schistosomiasis, J. gossypifolia, J. curcas, R. communis, O.h. lindoensis
38
9
Efektivitas Ekstrak .............(Anis Nurwidayati et el)
PENDAHULUAN Schistosomiasis atau bilharziasis menempati urutan kedua setelah malaria dalam masalah kesehatan masyarakat di dunia, terutama di daerah tropis. Menurut WHO diperkirakan lebih dari 200 juta orang di seluruh dunia terinfeksi schistosomiasis. Schistosomiasis endemis di 74 negara berkembang. Saat ini diperkirakan terdapat 650 juta orang tinggal di daerah endemis. Schistosomiasis di Asia ditemukan di Asia Timur (China dan Jepang) dan di Asia Tenggara (Philipina, Indonesia, Vietnam, Laos, Thailand, Kamboja). Schistosomiasis di Asia disebabkan oleh cacing Schistosoma japonicum yang hidup di vena porta hepatika, sehingga penyakit ini dapat menyebabkan 1 pembesaran limfa maupun hepar penderitanya. Schistosomiasis atau penyakit demam keong di Indonesia diketahui terdapat di Dataran Tinggi Lindu dan Dataran Tinggi Napu, Sulawesi Tengah. Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Muller dan Tesch (1937). Hospes perantara schistosomiasis ditemukan tahun 1971 dan diidentifikasi sebagai Oncomelania hupensis lindoensis.2 Proporsi schistosomiasis terhadap jumlah penduduk yang diperiksa di Lindu dan Napu berfluktuasi pada lima tahun terakhir. Proporsi kasus schistosomiasis di Lindu tahun 2008 – 2012 yaitu 1,4%; 2,32%; 3,21%; 2,67% dan 0,76%. Proporsi kasus schistosomiasis di Napu tahun 2008 – 2012 yaitu 2,44%; 3,8%; 4,78%; 2,15% dan 1,44%. Fluktuasi kasus terjadi karena banyaknya faktor dalam penularan schistosomiasis, di antaranya adalah adanya hospes perantara schistosomiasis yaitu keong O.h lindoensis. Infection rate pada keong tahun 2012 adalah sebesar 1,2%. Upaya pengendalian schistosomiasis yang dapat dilakukan adalah pengobatan dan pencegahan penularan melalui pengendalian keong perantara. Pengendalian keong dilakukan secara mekanik dan kimia. Pengendalian secara mekanik dilakukan dengan perbaikan saluran air di daerah fokus, pengeringan daerah fokus dan pengolahan lahan. Pengendalian secara kimia dilakukan dengan menggunakan moluskisida. Moluskisida yang digunakan saat ini adalah niclosamide (Bayluscide®, Bayer, Leverkusen, Germany). Permasalahannya adalah moluskisida tersebut sudah digunakan sejak tahun 1980-an sampai dengan saat
10
ini.3 Kandungan aktif moluskisida ini juga beracun bagi ikan. Penggunaan bayluscide yang telah cukup lama perlu dikaji efektivitasnya pada saat ini. Penggunaan moluskisida kimia memiliki kekurangan yaitu bahan lebih mahal dan menyebabkan polusi yang lebih besar terhadap lingkungan.4 Kekurangan moluskisida sintetik mendorong penelitian tentang tanaman yang berpotensi sebagai moluskisida alternatif selain niclosamide. Penggunaan tanaman bermoluskisida diharapkan lebih sederhana, murah, dan lebih ramah lingkungan. Ada beberapa moluskisida dari tanaman yang dapat membunuh keong perantara schistosomiasis, di antaranya adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas), jarak merah (J. gossypifolia) dan Riccinus communis dari famili Euphorbiaceae. Ekstrak biji tanaman jarak pagar memiliki potensi sebagai moluskisida terhadap Biamphalaria glabrata dan O. hupensis, yaitu dengan nilai LC100 pada konsentrasi 1 ppm. akan tetapi, penelitian tersebut masih berupa uji di laboratorium.5 Penelitian tentang bahan alami sebagai moluskisida serta aplikasinya di daerah fokus perlu dilakukan untuk mencapai tujuan pemberantasan keong, yaitu menekan infection rate pada keong sampai dengan 0% di wilayah endemis. Penggunaan bahan alami sebagai moluskisida juga diharapkan dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Tujuan penelitian untuk menentukan efektifitas fraksi ekstrak biji jarak merah (J. gossypiifolia), ekstrak biji jarak pagar (J. curcas) dan ekstrak biji jarak kastor (R. communis) terhadap keong O.h.lindoensis. METODE Penelitian dilakukan di Laboratorium Schistosomiasis Napu, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah pada bulan Maret sampai Oktober 2009. Jenis penelitian adalah penelitian kuasi eksperimental di laboratorium. Bahan yang dipakai antara lain: 600 gr serbuk kering biji jarak merah; 600 gr serbuk kering biji jarak kastor; 500 gr serbuk kering biji jarak pagar; 5,6 L methanol PA (pro analyze), N-hexana teknis; ethyl acetat, etanol, aquadest, glass wool.
BALABA Vol. 10 No. 01, Juni 2014 : 31-38
terhadap penyakit demam chikungunya dan penyakit menular lainnya yang bersumber dari vektor nyamuk. Ketiga, pemberantasan sarang nyamuk (PSN). PSN dilaksanakan oleh masyarakat secara serentak dengan penggerakkan oleh tokoh masyarakat setempat yang dilaksanakan pada hari Jumat, 24 Januari 2014 yang meliputi kegiatan: menguras tempat penampungan air, mengubur barang bekas yang dapat menampung air dan abatisasi. Keempat, pelaksanaan fogging pada hari Sabtu, 25 Januari 2014 untuk mengendalikan nyamuk dewasa. Sistem surveilans Puskesmas Batang Toru dan Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan belum berjalan dengan optimal dikarenakan kasus demam chikungunya telah terjadi sejak bulan November 2013, namun kasus baru diketahui pada minggu ke-2 bulan Januari 2014. Surveilans chikungunya diperlukan untuk dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien berupa survei kasus dan survei vektor.11,12 KESIMPULAN Telah terjadi KLB demam chikungunya di Desa Perkebunan Sigala-gala dan Kelurahan Aek Pining Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara dengan jumlah kasus sebanyak 74 orang. Attack rate (AR) tertinggi di Desa Perkebunan Sigalagala sebesar 3,92%; pada kelompok dengan jenis kelamin perempuan sebesar 2,71% dan pada kelompok umur < 1 tahun sebesar 6,02 %. Periode KLB selama ± 13 minggu dimulai pada akhir Oktober 2013 s/d minggu ke 2 Januari 2014 dengan puncak kasus terjadi pada 1 Januari 2014. Sumber penularan bukan merupakan faktor tunggal yaitu telah terjadi penularan penderita demam chikungunya secara terus menerus dan sumber penularan lebih dari 1 orang. Faktor risiko yang paling berhubungan dengan terjadinya KLB demam chikungunya terdapat jentik nyamuk di TPA sekitar rumah. SARAN Menguatkan sistem surveilans untuk dapat mendeteksi secara dini, kesiapsiagaan dan respons terhadap KLB demam chikungunya di masa yang akan datang. Meningkatkan kegiatan PSN baik dalam rumah maupun lingkungan sekitar minimal seminggu sekali. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terima kasih ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan, Kepala Puskesmas Batang Toru, Kepala Desa Perkebunan
Sigala-gala, Lurah Aek Pining dan Kepala Desa Wek III. DAFTAR PUSTAKA 1.
Kemenkes RI. Pedoman pengendalian demam chikungunya. Edisi 2. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan RI; 2012.
2.
WHO. Guidelines for prevention and control of chikungunya fever. WHO Regional Office for South-East Asia, India; 2009.
3.
Chin J. Control of communicable diseases manual. 17th Editions. Washington: American Public Health Association; 2000.
4.
CDC. Chikungunya fever fact sheet. [cited 2014 Feb 10]. Available from: www.cdc.gov/chikungunya/.
5.
Dinkes Prov. Sumut. Rekapitulasi Kejadian Luar Biasa Tahun 2009-2013. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara; 2014.
6.
Pialoux G, Gauzere BA, Jaureguberry S, Strobel M. Chikungunya, an epidemic arbovirosis. Lancet Infectious Dis. 2007; 7: 319-27
7.
Depkes RI. Perilaku dan siklus hidup nyamuk Aedes aegypti. Buletin Harian (News Letter). 2004; Edisi Rabu 10 Maret 2004.
8.
Passi GR, Khan YZ, Chitnis DS. Chikungunya infection in neonates. Indian Pediatrics. 2008; 45:240-2
9.
Dealtte H, Toty C, Boyer S, Bouetard A, Bastien F, Fontenille D. Evidence of habitat structuring Aedes albpoctus populations in Reunion Island. [cited 2 0 1 4 F e b 1 0 ] . Av a i l a b l e f r o m : http://www.plosntds.org/article/info:doi/10.1371/jo urnal.pntd.0002111.
10. WHO. Chikungunya. [cited 2014 Feb 10]. Available f r o m : http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs327/e n/. 11. Staples JE, Breimen RF, Powers AM. Chikungunya fever: an epidemiological review of a re-emerging infectious disease.CID.Oxford Journals 2009; 49:942–8 12. Guidelines for containment of chikungunya and dengue epidemic outbreaks. [cited 2014 Feb 15]. Available from: http://nvbdcp.gov.in/.
37
Faktor Risiko ..................................(Frans Yosep Sitepu et al.)
BALABA Vol. 10 No. 01, Juni 2014 : 9-14
Prosedur Kerja Tabel 6. Hasil Analisis Multivariat KLB Demam Chikungunya di Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara Tahun 2014 ß
p-v alue
OR
95% CI
Penggunaan obat anti nyamuk
-0,653
0,093
0,520
0,243 -1,115
Praktek pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
-1,024
0,030
0,359
0,143 -0,904
Tidak menggunakan kelambu saat tidur
0,764
0,146
2,147
0,766 -6,019
Terdapat jentik nyamuk di TPA sekitar rumah
1,345
0,013
3,837
1,322 -11,131
Bekerja di luar rumah
-20,376
0,999
0,000
0,000 -
Constant
-0,273
0,366
0,761
Variabel
Hasil wawancara terhadap penderita demam chikungunya diperoleh informasi bahwa kasus pertama terjadi pada Mrs. R, usia 39 tahun, tinggal di Desa Perkebunan Sigala-gala, dan tanggal mulai demam 5 November 2013. Diperkirakan kasus pertama ini kontak dengan nyamuk sekitar seminggu sebelum menimbulkan gejala yaitu pada minggu ke-4 Oktober 2013. Kemungkinan penularan terjadi ke tetangga yang mulai sakit sekitar tanggal 10 November 2013. Masa inkubasi demam chikungunya adalah 3-11 3 hari. Dengan menarik garis ke belakang sebesar masa inkubasi (MI) terpendek (3 hari dari kasus I) dan MI terpanjang (11 hari dari kasus terakhir) diperoleh gambaran bahwa paparan terjadi antara akhir bulan Oktober 2013 hingga minggu ke-2 bulan Januari 2014. Masa KLB demam chikungunya yang terjadi di Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara berlangsung selama ±13 (tiga belas) minggu, dimulai akhir Oktober 2013 s/d minggu ke-2 Januari 2014 dengan puncak kasus terjadi pada tanggal 1 Januari 2014 dengan jumlah 9 kasus. Sumber penularan dari hasil studi secara kasus kontrol diperoleh bahwa terdapatnya jentik nyamuk di TPA sekitar rumah kasus berhubungan dengan kejadian KLB. Banyaknya TPA di sekitar rumah akan menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes spp. Selain itu, ditunjang dengan perilaku masyarakat yang kurang melakukan PSN akan meningkatkan kepadatan larva (jentik) nyamuk Aedes spp.6,7 Hasil pemeriksaan jentik didapatkan bahwa jentik nyamuk yang ditemukan adalah jentik nyamuk Aedes albopictus. Lokasi KLB adalah daerah perkebunan karet yang merupakan tempat
36
perkembangbiakan yang cocok bagi nyamuk Ae. albopictus.8,9 Topografi wilayah Desa Perkebunan Sigala-gala maupun Kelurahan Aek Pining Kecamatan Batang Toru Tapanuli Selatan merupakan daerah perkebunan, curah hujan tinggi dengan iklim tropis yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Ae. albopictus.9 Pengamatan jentik di lingkungan sekitar rumah penderita dilakukan dengan mengamati lingkungan rumah dan sekitar rumah tempat tinggal kasus maupun kontrol meliputi bak penampungan air untuk mandi, tumpukan ban dan kaleng bekas yang berisi air, tonggak bambu berisi air dan tempat minuman burung atau unggas dan penampung air lemari pendingin.9,10 Di sekitar rumah penduduk terdapat barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti ban-ban bekas, drum penampungan air, kaleng-kaleng bekas, batok kelapa, tempat air mineral bekas, dan lain-lain yang berada disekitar rumah penduduk yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan vektor demam chikungunya. Beberapa kegiatan penanggulangan KLB yang telah dilaksanakan antara lain pertama, perawatan dan pengobatan penderita. Kegiatan yang dilakukan adalah pemberian pertolongan kepada penderita dengan cara melakukan perawatan dan pengobatan pada penderita demam chikungunya. Pengobatan kepada penderita telah dilakukan oleh bidan desa setempat serta Puskesmas Batang Toru. Kedua, penyuluhan kesehatan dilakukan pada saat melakukan PE pada tanggal 19 dan 21 Januari 2014. Kegiatan ini dilakukan agar masyarakat memahami pentingnya kesehatan lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dalam upaya pencegahan
Pengumpulan biji jarak dilakukan di daerah Kelurahan Tondo, Palu Utara, Sulawesi Tengah. Pengambilan biji jarak dilakukan dengan cara memetik buah jarak yang sudah tua. Biji yang terkumpul dikeringkan di bawah sinar matahari dengan dibungkus kain hitam. Pengeringan dilakukan sampai daging buah jarak mengering dan terkupas dengan sendirinya, sehingga hanya biji jarak yang tersisa. Biji jarak yang kering kemudian disimpan di tempat yang kering untuk dibuat serbuk. Ekstraksi biji jarak dilakukan dengan metode perkolasi.6 Serbuk simplisia ditiimbang dengan timbangan analitik, kemudian dimasukkan kedalam bejana. Langkah selanjutnya adalah dibasahi dengan larutan penyari yaitu metanol, diaduk sampai rata, tutup dan didiamkan di tempat terlindung dari cahaya matahari, selama + 3 jam. Disiapkan alat percolator, kemudian dimasukkan glass wool dalam perkolator, dan dibasahi dengan penyari yang digunakan. Dimasukkan serbuk simplisia yang didiamkan tadi kedalam perkolator sedikit demi sedikit, kemudian diratakan. Dimasukkan kertas saring diatasnya. Perkolator ditutup dengan aluminium foil/plastik yang tengahnya dilubangi. Dipasang corong pisah di atas perkolator, diisi dengan cairan penyari. Diteteskan pada perkolator 1 ml/menit sampai terdapat selapis cairan kurang lebih 1 cm di atas permukaan serbuk, didiamkan selama + 24 jam. Setelah itu pelarut dan ekstrak diteteskan secara bersamaan dengan kecepatan 1 ml/menit. Proses dilanjutkan sampai didapatkan ekstrak 10 kali berat bahan sampai larutan ekstrak jernih. Ekstrak dipisahkan dari penyari dalam vacuum rotavapor sampai didapatkan ekstrak kental. Ekstrak kental diuapkan diatas waterbath untuk menghilangkan sisa penyari. Ekstrak ditimbang sampai didapatkan bobot konstan. Fraksinasi ekstrak biji jarak merah dengan kolom dilakukan dengan larutan ekstrak ditambah nhexana secukupnya untuk mencampurkan endapan dan larutan. Disiapkan serbuk silika 7731 dan 7739, dimasukkan ke dalam oven. Larutan ekstrak biji jarak merah yang tercampur diambil dan dicampurkan dengan serbuk silika 7739 dengan perbandingan 1 bahan ekstrak : 3 serbuk silika. Campuran diaduk di atas waterbath untuk menguapkan n-hexana sampai campuran ekstrak kering. Disiapkan satu set alat kolom fraksinasi.
Dimasukkan kertas saring bulat kecil untuk lapisan kolom. Dimasukkan serbuk silika 7731 sedikit demi sedikit dan dipadatkan sampai ketebalannya kurang lebih 6 cm. Dimasukkan serbuk campuran ekstrak, sedikit demi sedikit dan dipadatkan. Dimasukkan serbuk silika 7731 di atas serbuk ekstrak sampai ketebalan kurang lebih 7 mm. Diletakkan kertas saring di atas permukaan serbuk 7731 yang paling atas. Dialirkan larutan penyari secara berurutan dari non polar, semi polar, dan polar sedikit demi sedikit melalui batang pengaduk, dengan perbandingan volume 1 bahan : 10 larutan penyari. Hasil fraksinasi diteteskan dan ditampung dalam tabung erlenmeyer sampai ekstrak berwarna jernih. Hasil fraksinasi yang diperoleh diuapkan di atas waterbath. Keong yang digunakan untuk uji dipilih yang berukuran 5-6 mm dengan asumsi bahwa keong dengan ukuran tersebut adalah keong yang sudah dewasa dan untuk menjaga keseragaman keong uji. Setiap petridish diisi 15 keong dengan ukuran 5-6 mm yang diperoleh dari fokus keong Desa Mekarsari. Pemilihan lokasi ini karena Desa Mekarsari merupakan desa dengan angka prevalensi paling tinggi di daerah endemis Napu. Selanjutnya keong diuji selama 24 jam dan diperiksa setiap 4 jam untuk mengetahui kematian keong. Digunakan 6 jenis larutan uji, yaitu ekstrak metanol biji jarak merah (J. gossypiifolia), ekstrak metanol biji jarak pagar (J. curcas), ekstrak metanol biji jarak kastor (R. communis), fraksi metanol, fraksi etil asetat dan fraksi n-heksan dari ekstrak biji jarak merah. Keong O.h.lindoensis diuji dengan larutan ekstrak selama 24 jam di laboratorium. Konsentrasi ekstrak yang digunakan adalah (0,5; 1; 2; 4; 8; 16; 32; 64 ml/L) untuk setiap jenis larutan. Kematian keong ditandai dengan tidak adanya reaksi sensitivitas kaki muskular keong terhadap sentuhan jarum. Analisis data dilakukan dengan probit untuk mendapatkan nilai lethal concentration (LC 50 & LC 95). Uji statistik dengan Anova untuk mengetahui adanya perbedaan di antara jenis larutan ekstrak uji dan di antara kelompok konsentrasi, dilanjutkan dengan uji multiple comparison (LSD) untuk mengetahui jenis larutan yang paling efektif. HASIL Ekstraksi dengan metanol menghasilkan rendemen biji jarak merah, jarak pagar dan jarak kastor berturut-turut sebesar 12,5%; 8% dan 17,5%.
11
Efektivitas Ekstrak .............(Anis Nurwidayati et el)
Ekstrak yang diperoleh dari proses perkolasi dan fraksinasi digunakan sebagai bahan dalam uji fitofarmakologi di laboratorium terhadap keong perantara schistosomiasis, O. h. lindoensis. Hasil kematian keong uji di laboratorium secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 1. Pada uji dengan konsentrasi 0.25 – 4 ml/L ekstrak metanol biji jarak merah dan jarak pagar selama selama 24 jam kematian keong masih 0%. Kematian keong pada konsentrasi 4ml/L diperoleh pada uji dengan larutan ekstrak metanol biji jarak kastor, larutan fraksi metanol, fraksi etil asetat dan fraksi n-heksan ekstrak biji jarak merah. Persentase kematian keong semakin bertambah dengan penambahan konsentrasi yang diuji serta dengan bertambahnya waktu pengamatan.
Kematian keong terjadi mulai pada konsentrasi 8 ml/L, semakin meningkat pada konsentrasi 16 ml/L, dan paling tinggi pada konsentrasi 32 ml/L dan 64 ml/L. Pada 4 jam pengamatan pertama sampai dengan ketiga belum banyak ditemukan keong yang mati, namun kondisi keong semakin melemah karena semakin terserapnya racun dalam larutan yang diujikan ke dalam tubuh keong. Kematian keong mulai meningkat pada jam pengamatan keempat dan sampai terakhir yaitu jam pengamatan keenam (selama 24 jam). Pada pengamatan terakhir ditemukan keong mati sebesar 100% pada konsentrasi larutan uji yang besar (32 dan 64 ml/L). Persentase kematian keong adalah sebesar 0-24% untuk konsentrasi 8ml/L dan 24-95% untuk konsentrasi 16ml/L.
BALABA Vol. 10 No. 01, Juni 2014 : 31-38
tidur pagi dan sore hari (p value= 0,000; OR= 4,825; CI= 2,379-9,782) dan terdapat jentik nyamuk di TPA sekitar rumah (p value= 0,000; OR= 6,206; CI= 2,905-13,257). Dari semua variabel tersebut kemudian dilakukan analisis multivariat, dimana setelah diketahui nilai OR masing-masing faktor risiko kemudian dilanjutkan dengan analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik untuk melihat faktor risiko mana yang paling dominan terhadap kejadian KLB demam chikungunya. Berdasarkan Tabel 6 faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap terjadinya KLB demam
chikungunya adalah terdapat jentik nyamuk di TPA sekitar rumah (OR= 3,837; p-value= 0,013). PEMBAHASAN Kasus demam chikungunya di Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara merupakan KLB. Penetapan adanya KLB dilakukan dengan membandingkan data surveilans Puskesmas Batang Toru dan Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan berupa grafik laporan kasus demam chikungunya tahun 2009 s/d 2014.5
PSN & Fogging PE MI terpanjang
Gambar 1. Grafik Persentase Kematian Keong Uji di Laboratorium dengan Perlakuan Berbagai Ekstrak Biji Jarak Selama 24 Jam Keterangan : a : ekstrak metanol biji jarak merah b :ekstrak metanol biji jarak pagar c : ekstrak metanol biji jarak kastor d : fraksi metanol ekstrak biji jarak merah e : fraksi etil asetat ekstrak biji jarak merah f : fraksi n-heksan ekstrak biji jarak merah
Gambar 2. Kurva Epidemik KLB Demam Chikungunya di Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara Tahun 2014 Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara Tahun 2014
Tabel 5. Hasil Analisis Bivariat KLB Demam Chikungunya di Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara Tahun 2014
Tabel 1. Nilai LC 50 dan LC 95 Hasil Uji Laboratorium Ekstrak Biji Jarak terhadap Keong O.h.lindoensis OR
95% CI
p -value
Penggunaan obat anti nyamuk
0,593
0,304 – 1,154
0,122
Praktek pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
0,521
2,390 – 1,137
0,145
Tidak menggunakan kelambu saat tidur
4,825
2,379 – 9,782
0,000*
Terdapat jentik nyamuk di TPA sekitar rumah
6,206
2,905 – 13,257
0,000*
Bekerja di luar rumah
0,489
0,413 – 0,579
0,074
Variabel No 1 2 3 4 5 6
12
Larutan Uji
Lower Jarak pagar ekstrak metanol 12,5652 Jarak kastor ektrak metanol 17,3528 Jarak merah ekstrak metanol 9,5699 Jarak merah fraksi metanol 9,5337 Jarak merah fraksi etil asetat 24,0974 Jarak merah fraksi n-heksan 19,8440
LC 50 Optimum 16,9032 20,6267 10,4157 10,7771 34,7720 28,3700
Upper 23,4105 24,9695 11,3328 12,2152 58,3289 46,0522
Lower 109,5797 100,1267 16,3972 22,5663 192,2428 148,0880
LC 95 Optimum Upper 63,2077 302,6286 150,9315 278,0225 18,6075 22,3018 27,2716 35,3533 434,7905 1.841,8744 318,9628 1.241,3950
35
Faktor Risiko ..................................(Frans Yosep Sitepu et al.)
Attack rate KLB Demam Chikungunya berdasarkan kelompok umur tertinggi pada kelompok umur < 1 tahun yaitu sebesar 6,02%. Yang cukup penting untuk dicermati adalah adanya penderita pada kelompok umur <1 tahun ini menunjukkan indikasi terjadinya penularan bersifat lokal/setempat (indigenous). Berdasarkan Gambar 2 diketahui bahwa tipe kurva epidemik (epidemic curve) adalah tipe propagated source, yang berarti terjadi penularan terus menerus dalam satu tempat dan penularan dari orang ke orang. Hal ini memberikan gambaran bahwa sumber penularan
bukan merupakan faktor tunggal dengan kata lain bahwa sumber penularan lebih dari satu orang atau telah terjadi penularan penderita demam chikungunya secara terus menerus dari kasus – nyamuk – orang sehat. Adapun hasil penelitian kasus kontrol pada KLB demam chikungunya di Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara seperti pada Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa variabel yang berhubungan terhadap kejadian KLB Demam Chikungunya adalah tidak menggunakan kelambu saat
BALABA Vol. 10 No. 01, Juni 2014 : 9-14
Hasil kematian keong uji di laboratorium kemudian dianalisis probit untuk menentukan besarnya lethal concentration (LC) 50 dan 95. Nilai probit setiap jenis larutan uji dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai LC baik LC 50 maupun LC 95 yang paling kecil diperoleh dari ekstrak metanol biji jarak merah, kemudian diikuti fraksi metanol ekstrak biji jarak merah, dan yang paling besar adalah fraksi etil asetat ekstrak biji jarak merah. PEMBAHASAN
Tabel 2. Distribusi Penderita KLB Demam Chikungunya Berdasarkan Variabel Tempat di Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara Tahun 2014 Nama Desa / Kelurahan
Jumlah Penduduk
Aek Pining Perkebunan
Sigala -gala
Total
Jumlah Penderita
Attack Rate (%)
3090
49
1,59
638
25
3,92
3728
74
1,98
Tabel 3. Distribusi Penderita KLB Demam Chikungunya Berdasarkan Jenis Kelamin di Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara Tahun 2014Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara Tahun 2014 Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan Total
Jumlah Penduduk
Jumlah Penderita
Attack Rate (%)
1849 1879 3728
23 51 74
1,24 2,71 1,98
Tabel 4. Distribusi Penderita KLB Demam Chikungunya Berdasarkan Kelompok Umur di Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara Tahun 2014
Kelompok Umur
< 1 tahun 1 - 4 tahun 5 - 14 tahun 15 - 44 tahun 45 - 64 tahun = 65 tahun Total
34
Jumlah Penduduk
Jumlah Penderita
Attack Rate
33
2
6,02
298
4
1,34
945
18
1454
37
1,90 2,54
762 236
11 1
1,44 0,85
3728
74
1,98
(%)
Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode perkolasi dengan tujuan untuk mendapatkan ekstrak semaksimal mungkin dari bahan yang diekstrak. Metode perkolasi diketahui sebagai metode ekstraksi yang paling baik untuk mendapatkan ekstrak cair dari bahan serbuk biji tanaman. Karena metode perkolasi menggunakan sistem penetesan secara perlahan baik pelarut maupun hasil ekstrak yang diperoleh, sehingga pelarut benar-benar meresap dengan baik ke dalam bahan yang diekstrak.6 Jenis pelarut yang digunakan untuk ekstraksi biji jarak adalah metanol berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mellanie Rug dan Andreas Ruppei tentang efektivitas ekstrak biji jarak pagar (J. curcas) terhadap Oncomelania hupensis dan Bullinus sp., menunjukkan hasil bahwa ekstrak metanol biji jarak memiliki daya moluskisida yang lebih tinggi daripada ekstrak air biji jarak. Ekstrak metanol mengandung senyawa phorbol esters yang memiliki daya bunuh terhadap Oncomelania hupensis. Phorbol esters merupakan racun yang paling penting dalam ekstrak metanol biji jarak. Penambahan phorbol esters terbukti dapat meningkatkan daya bunuh terhadap keong.5 Pembuatan fraksi dari ekstrak metanol biji jarak merah bertujuan untuk mengetahui secara lebih khusus senyawa yang memiliki kemampuan sebagai anti moluska termasuk ke dalam golongan senyawa polar, semipolar atau non polar. Fraksi hanya dilakukan pada ekstrak metanol biji jarak merah karena ekstrak biji jarak merah yang telah dilakukan uji pendahuluan dan memberikan hasil yang cukup potensial sebagai tanaman anti moluskisida. Fraksi dilakukan dengan
menggunakan kolom/tabung fraksinasi, untuk mendapatkan fraksi yang benar-benar terpisah berdasarkan kepolarannya. Pelarut yang digunakan dalam fraksinasi adalah metanol untuk mendapatkan larutan polar, etil asetat untuk mendapatkan larutan semi polar dan n-heksan untuk mendapatkan larutan non polar. Masing-masing larutan hasil fraksinasi tersebut digunakan sebagai bahan uji di laboratorium. Hasil pengujian phorbol esters dalam biji jarak merah terhadap keong O. h. lindoensis di Napu ini masih kurang efektif apabila dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rug dan Ruppei dan Liu. Rug dan Ruppei melaporkan bahwa minyak kasar biji jarak pagar dan ekstrak methanol dari minyak jarak pagar menunjukkan toksisitas terhadap keong (Biomphalaria glabrata) dengan nilai LC 50 sebesar 50 mg/L dan 5 mg/L. nilai LC 100 sebesar 100 mg/L untuk minyak kasar dan 25 mg/L untuk ekstrak methanol dari minyak. Liu (1997) melaporkan bahwa ekstrak methanol biji jarak pagar menyebabkan kematian keong O. hupensis sebesar 50% pada konsentrasi 10 mg/L.4,5 Hasil analisis probit menunjukkan bahwa nilai LC 50 dan LC 95 ekstrak biji jarak merah lebih kecil daripada nilai LC ekstrak biji jarak pagar dan biji jarak kastor. Hasil analisis probit juga menunjukkan bahwa nilai LC untuk ekstrak dengan pelarut senyawa polar (metanol) memiliki nilai LC yang lebih kecil daripada nilai LC pada ekstrak dengan pelarut semi polar (etil asetat) maupun senyawa non polar (n-heksan). Dengan demikian, diperkirakan bahwa senyawa yang potensial sebagai anti moluska lebih besar terkandung dalam senyawa polar, yaitu ditunjukkan dengan kecilnya nilai LC pada jenis larutan uji dengan pelarut senyawa polar (metanol). Berdasarkan hasil analisis probit terhadap hasil uji di laboratorium menunjukkan bahwa ekstrak metanol biji jarak merah paling efektif dalam membunuh keong uji di laboratorium dibandingkan dengan ekstrak metanol biji jarak pagar dan ekstrak metanol biji jarak kastor. Hasil penelitian ini menunjukkan toksisitas terhadap keong uji di laboratorium untuk ekstrak biji jarak kastor cukup rendah, meskipun berdasarkan literatur biji jarak kastor bersifat sangat toksik baik bagi manusia maupun hewan. Hal ini dimungkinkan karena ekstrak metanol yang terbentuk sangat kental
13
Efektivitas Ekstrak .............(Anis Nurwidayati et el)
dan hampir berupa endapan sehingga sulit diencerkan untuk mendapatkan konsentrasi yang dikehendaki. Hasil uji di laboratorium mengenai efektivitas fraksi metanol, fraksi etilasetat dan fraksi n-heksan ekstrak metanol biji jarak merah terhadap keong uji di laboratorium menunjukkan bahwa fraksi metanol ekstrak biji jarak merah paling efektif dibandingkan dengan fraksi n-heksan dan fraksi etil asetat ekstrak biji jarak merah.
DAFTAR PUSTAKA 1.
WHO. Schistosomiasis fact sheet. [cited October 11, 2010]. Available from http://www.who.int.
2.
Hadidjaja P. Schistosomiasis di Sulawesi Tengah Indonesia. Jakarta: Balai Pewnerbitan FKUI; 1985:11-2.
3.
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. Laporan schistosomiasis Sulawesi Tengah 2012.
4.
Jianbin L. Study of plant molluscicide from jatropha curcas seed (JCS) in laboratory. Hubei Institute Of Schistosomiasis Control; 2000. [cited S e p t e m b e r 7 , 2 0 0 6 ] . Av a i l a b l e f r o m : http://www.Intox.Org/databank/documents/plant/j atropha/jcurc.htm.
KESIMPULAN Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa ekstrak metanol biji jarak merah paling efektif dalam membunuh keong uji di laboratorium dibandingkan dengan ekstrak metanol biji jarak pagar dan ekstrak metanol biji jarak kastor, dengan nilai LC 50 10,41 ppm dan LC 95 sebesar 18,6 ppm. Tanaman jarak merah dapat menjadi bahan alternatif dalam pengendalian keong Oncomelania hupensis lindoensis. SARAN Perlu dilakukan pengujian toksisitas atau efek farmakologis ekstrak bahan alam yang akan diuji terhadap hewan lain, misalnya ikan ataupun pada hewan coba untuk menjaga keamanan bagi manusia, tanaman, maupun hewan lain di wilayah sekitar penggunaan ekstrak bahan alam apabila dilakukan di lapangan. UCAPAN TERIMA KASIH
5.
Rug M, Ruppel A. Toxic activities of the plant Jatropha curcas against intermediate snail hosts and larvae of schistosomes. Trop Med Int Health. 2000; 5 (6): 423-30.
6.
Briger. A Laboratory Manual for Modern Organik Chemistry. New York: Harver and Row Publisher; 1969.
BALABA Vol. 10 No. 01, Juni 2014 : 31-38
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Gejala Klinis Demam Chikungunya di Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara Tahun 2014
Gejala Klinis
Jumlah
Persentase
Demam
74
100
Nyeri sendi
71
95,9
Ruam
30
40,5
Sakit kepala
1
1,4
Mata merah
1
1,4
(%)
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa gejala klinis demam chikungunya di Desa Perkebunan Sigala-gala dan Kelurahan Aek Pining berupa demam yang dialami oleh seluruh penderita (100%). Sementara, gejala klinis sakit kepala dan mata merah dialami oleh 1 penderita (1,4%). Selain berdasarkan gejala klinis utama, pemastian diagnosa KLB demam chikungunya di Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara dengan penggunaan rapid diagnostic test (RDT) chikungunya IgM. Berdasarkan hasil RDT terhadap tujuh
sampel darah (whole blood) maupun serum didapatkan dua sampel positif. Berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi diketahui bahwa kasus demam chikungunya telah terjadi sejak awal bulan November 2013. Namun, hal ini tidak terdeteksi karena tidak ada laporan ke Puskesmas Batang Toru maupun Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan. Hal ini menunjukkan masih kurang optimalnya sistem surveilans di wilayah tersebut. Attack rate (AR) KLB demam chikungunya di Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan sebesar 1,98%. Jika dilihat berdasarkan tempat maka AR tertinggi adalah di Desa Perkebunan Sigala-gala sebesar 3,92%. Kasus KLB demam chikungunya pertama kali dilaporkan di Desa Perkebunan Sigala-gala pada Bulan November 2013. Wilayah desa tersebut dikelilingi oleh perkebunan karet dimana kondisi ini merupakan tempat yang baik sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes albopictus.4,6 Penderita KLB demam chikungunya dengan jenis kelamin perempuan memiliki AR tertinggi yaitu sebesar 2,71%. Distribusi frekuensi secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.
KLB KLB telah terjadi pada Nopember dilaporkan 2013
Terima kasih kami ucapkan kepada Kepala Balai Litbang P2B2 Donggala, Bapak Jastal atas ijin dan pembiayaan penelitian. Terima kasih kami ucapkan kepada Drs. Slamet Wahyono, Apt sebagai konsultan atas masukan, saran, dan bimbingan dalam pelaksaan penelitian. Terima kasih kami ucapkan kepada seluruh staf di Laboratorium Schistosomiasis Napu atas segala bantuan yang diberikan selama pelaksanaan uji ekstrak biji jarak terhadap keong O.h.lindoensis. Gambar 1. Jumlah Penderita Demam Chikungunya di Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara Tahun 2009-2014
14
33