MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 117/PUU-XII/2014
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I)
JAKARTA SELASA, 11 NOVEMBER 2014
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 117/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana [Pasal 1 angka 24, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Raja Bonaran Situmeang ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Selasa, 11 November 2014, Pukul 13.30 – 14.27 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Anwar Usman 2) Maria Farida Indrati 3) Muhammad Alim Dewi Nurul Savitri
(Ketua) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Tommy Sihotang 2. Kores Tambunan 3. Henri Gani Purba 4. Mangasi Harianja 5. Ramses H. Situmorang 6. Myco Obaja Sihotang 7. Rohana Sirait 8. Megawati 9. Ulhaq 10. Timbul Tambunan 11. Roy Yanto Simangunsong 12. Oloan Seroyah Butarbutar 13. Amor Tampubolon
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 13.30 WIB 1. KETUA: ANWAR USMAN Sidang dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Kepada Pemohon atau Kuasanya, dipersilakan memperkenalkan diri. Siapa yang datang pada hari ini?
untuk
2. KUASA HUKUM PEMOHON: TOMMY SIHOTANG Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Pertama-tama, kami akan memperkenalkan kami sebagai Kuasa Hukum Pemohon. Rekan kami akan membacakan siapa-siapa yang hadir karena Surat Kuasa yang kami terima pada hari ini tidak semua Kuasa Hukum yang hadir dan akan diperkenalkan yang hadir saja. Terima kasih, Yang Mulia. 3. KUASA HUKUM PEMOHON: KORES TAMBUNAN Terima kasih, Yang Mulia. Kami akan memperkenalkan diri masing-masing. Kuasa Hukum, saya sendiri Kores Tambunan, di sebelah kanan saya Ramses Situmorang. Kemudian, di sebelah kanannya Amor Tampubolon, di sebelahnya lagi Mangasi Harianja. Kemudian, di sebelah paling kanan Henri Gani Purba. Kemudian, di sebelah kiri saya Dr. Tommy Sihotang, sebelah kirinya lagi Myco Sihotang. Kemudian, di sebelah kiri … paling kiri … sebelah kiri saya, Megawati. Kemudian, Yang Mulia, yang hadir juga di belakang sebelah kanan yaitu Oloan Butarbutar, di sebelahnya lagi ada Ulhaq. Kemudian, di sebelahnya lagi Rohana Sirait, di sebelahnya lagi Timbul Tambunan, di sebelahnya lagi Roy Simangunsong, dan yang terakhir Menanti Panjaitan. Terima kasih, Yang Mulia, perkenalan kami. 4. KETUA: ANWAR USMAN Baik, terima kasih. Karena ini Sidang Pendahuluan yang pertama, dipersilakan kepada Pemohon atau Kuasanya untuk menyampikan pokokpokok permohonannya, kami sudah menerima dan sudah membaca. Namun, ya sesuai dengan hukum acara, ya dipersilakan untuk menyampaikan pokok-pokoknya saja. Silakan.
1
5. KUASA HUKUM PEMOHON: KORES TAMBUNAN Terima kasih, Yang Mulia. Baik, Yang Mulia. Draf permohonan kami tentu saja sesuai hukum acara sudah disampaikan, tetapi ada perbaikan di sana-sini. Apakah kami akan serahkan lebih dahulu kepada Yang Mulia sebelum kami bacakan pokok-pokoknya? Mohon petunjuk, Yang Mulia. Terima kasih. 6. KETUA: ANWAR USMAN Ya, nanti sekalian saja ya dibaca yang sudah diserahkan. 7. KUASA HUKUM PEMOHON: TOMMY SIHOTANG Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Mohon izin tetap duduk kami, Yang Mulia. Baik. Kami bacakan pendahuluannya se … lebih lengkap. Jakarta, 11 November 2014. Kepada Yang Mulia Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jalan Merdeka Barat Nomor 6, Jakarta 10110. Perihal, Permohonan Pengujian Pasal 1 angka 14, Pasal 17, Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28I ayat (2), dan Pasal 28J ayat (2). Kami yang bertanda tangan di bawah ini Kuasa-Kuasa Hukum yang sudah dibacakan tadi, atas nama Raja Bonaran Situmeang, S.H. Pekerjaan Bupati Tapanuli Tengah. Alamat rumah Perumahan Era Mas 2000 Blok B2/15, Jakarta Timur dan Jalan Sitorus Nomor 4 Sibolga, Sumatera Utara. Beralamat kantor di Kantor Bupati Tapanuli Tengah, Jalan Dr. Ferdinand Lumban Tobing Nomor 18, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Seorang warga negara Indonesia. Para Kuasa Hukum tergabung dalam Tim Pembela Raja Bonaran Situmeang, beralamat di Jalan Cikini Raya Nomor 91E, Menteng, Jakarta. Bertindak, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri. Selanjutnya, disebut sebagai Pemohon. Dengan ini, Pemohon mengajukan permohonan untuk pengujian Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, Lembaran Negara 1981-76, tambahan Lembaran Negara 3201 terkait proses penetapan tersangka atas dasar bukti permulaan yang cukup, sebagaimana dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 dan tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, terlampir bukti 1 terhadap Undang-Undang Dasar 1945, terlampir bukti P-2. Sebelum melanjutkan pada uraian tentang permohonan beserta alasannya, Pemohon terlebih dahulu menguraikan tentang kewenangan Mahkamah Konstitusi dan legal standing sebagai berikut. 2
Yang pertama, mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi dengan segala hormat kami mohon izin, Majelis, tentu kami tidak bacakan lagi ini sesuatu yang sudah standar. Kemudian kedua, mengenai kedudukan hukum legal standing Pemohon. Bahwa Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi mengatur bahwa Pemohon adalah Pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang, yaitu perorangan Warga Negara Indonesia kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang. c. Badan hukum publik atau privat atau lembaga negara dan penjelasan dari Pasal 51 ayat (1). Kedua. Bahwa Pemohon adalah perorangan Warga Negara Indonesia, terlampir bukti P-3, sebagaimana dimaksud Pasal 52 ayat (1) huruf a Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang hak-hak konstitusionalnya telah dirugikan oleh berlakunya Pasal 1 angka 14 dan Pasal 17, Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, yakni Pasal 1 angka 1 … mohon maaf Pasal 1 angka 14 mengatur mengenai tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Kemudian Pasal 17 mengatur perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Pasal 21 ayat (1) mengatur perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan/atau mengulangi tindak pidana. Poin 3. Pemohon adalah Warga Negara Indonesia yang memiliki hak-hak konstitusional yang dijamin konstitusi untuk mendapatkan pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil dalam naungan negara hukum sebagaimana dimaksud Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Bahwa Pemohon dinyatakan sebagai tersangka berkaitan dengan kasus tindak pidana korupsi, dengan segala hormat kepada Beliau, M. Akil Mochtar, di mana nama Pemohon disebut-sebutkan dalam putusan kasus pindak pidana korupsi tersebut. Kemudian poin 5. Tersangka dipanggil sebagai tersangka, kami lampirkan juga di sini bukti P-4 dan P-5. Kemudian terhadap Pemohon dilakukan penahanan di rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi selama 20 hari pertama sejak tanggal 6 Oktober 2014, kami lampirkan juga di sini bukti yang berkaitan dengan masalah penahanan. 3
Kemudian pada angka 10 bahwa penetapan Pemohon sebagai tersangka dan penahanan Pemohon yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki ketidakpastian hukum atas penerapan Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 tentang … Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yang multitafsir bahkan dominannya Komisi Pemberantasan Korupsi menggunakan kekuasaan secara sewenang-wenangnya merugikan hak konstitusional Pemohon dengan alasan berdasarkan kewenangan yang dimiliki KPK RI mempunyai alat bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup untuk menetapkan Pemohon sebagai tersangka dan dilakukan penahanan. Poin 13. Bahwa merujuk Putusan Mahkamah Konstitusi Putusan Nomor 006/PUU-III/2005 Tanggal 30 Mei 2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007 tanggal 20 September 2007 dan putusan selanjutnya berpendirian bahwa kerugian hak dan atau kewenangan konstitusional sebagaimana Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi harus memenuhi lima syarat ... tidak akan kami ulangi lagi dengan segala hormat karena sudah kita ketahui sama-sama. Konklusinya bahwa uraian-uraian itu membuktikan bahwa Pemohon sebagai perseorangan Warga Negara Indonesia memiliki kedudukan hukum atau legal standing untuk bertindak sebagai Pemohon dalam permohonan pengujian undang-undang ini, yang jika diuraikan lebih lanjut adalah hak Pemohon untuk mengetahui bukti-bukti apa yang dimiliki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menyatakannya sebagai tersangka yang sampai Pemohon ditahan, diperiksa tidak pernah ditunjukkan untuk Pemohon memperoleh haknya melakukan bela diri. III. Pokok Permohonan. a. Pemohon berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil dalam negara hukum. Kami langsung ke poin 5, bagian pentingnya. Bahwa secara yuridis, Undang-Undang Dasar Tahun 1945 memberikan jaminan yang sangat kuat bagi pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28D ayat (1) menyediakan instrumen berupa hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum di mana dinyatakan setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. b. Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP menimbulkan ketidakpastian hukum karena tidak memberikan kejelasan dengan melakukan penetapan status tersangka yang kemudian dilakukan penahanan dengan adanya bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup.
4
Poin 7. Bahwa Pasal 51 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana menyatakan bahwa untuk mempersiapkan pembelaan. a. Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai. b. Terdakwa berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang didakwakan kepadanya, begitu juga dalam penjelasan Pasal 51 mengatakan. a. “Dengan diketahui serta dimengerti oleh orang yang disangka melakukan tindak pidana tentang perbuatan apa yang sebenarnya disangka telah dilakukan olehnya, maka dia akan merasa terjamin kepentingannya untuk mengadakan persiapan dalam usaha pembelaan. Dengan demikian, dia akan mengetahui berat ringannya sangkaan terhadap dirinya sehingga selanjutnya dia akan dapat mempertimbangkan tingkat atau pembelaan yang dibutuhkan, misalnya perlu atau tidaknya dia mengusahakan bantuan hukum untuk pembelaan tersebut.” b. “Untuk menghindari kemungkinan bahwa seorang terdakwa diperiksa serta diadili di sidang pengadilan atas suatu tindakan yang didakwakan atas dirinya, tidak dimengerti olehnya, dan karena sidang pengadilan adalah tempat yang terpenting bagi terdakwa untuk pembelaan diri sebab di sanalah dia dengan bebas akan dapat mengemukakan segala sesuatu yang dibutuhkannya bagi pembelaan, maka untuk keperluan tersebut, pengadilan menyediakan juru bahasa bagi terdakwa yang berkebangsaan asing atau yang tidak bisa menguasai Bahasa Indonesia.” 8. Bahwa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 5 menyaebutkan, "Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Komisi Pemberantasan Korupsi berasaskan pada; a. Kepastian hukum b. Keterbukaan c. Akuntabilitas d. Kepentingan umum, dan e. Proporsionalitas.” 10. Bahwa selanjutnya Pasal 21 ayat (5) pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bekerja secara kolektif yang dalam penjelasan Pasal 21 ayat (5) yang dimaksud dengan bekerja secara kolektif adalah bahwa setiap pengambilan keputusan harus disetujui dan diputuskan secara bersama-sama oleh pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. 11. Bahwa salah satu pimpinan KPK yakni Bambang Wijayanto sebagai bidang penindakan patut diduga mempunyai benturan 5
kepentingan conflict of interest dan/atau tidak lagi independent sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang menyatakan, “Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melakukan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun yang menetapkan Pemohon sebagai tersangka dan kemudian dilakukan tindakan penahanan,” mengingat. 1. Pimpinan KPK bidang penindakan tersebut sebelumnya adalah Kuasa Hukum salah satu Pasangan Bupati Dina Riana Samosir dan wakilnya Raja Asi Purba, Pasangan Calon Nomor Urut 3, dalam Perkara Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tapanuli Tengah Periode 2011-2016 sebagaimana register Perkara Nomor 32/PHPU.D-IX/2011, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. 2. Pimpinan KPK bidang penindakan tersebut pada waktu pemeriksaan sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi telah membuat pernyataan atau keterangan yang tidak benar bahkan mendiskreditkan Pemohon dengan mengatakan bahwa Pemohon terbukti secara bersama-sama melakukan kejahatan bersama Anggodo Wijoyo yang perkaranya telah diputus bersalah oleh Mahkamah Agung hingga telah tetap menurut hukum. Hal ini dapat dilihat pada risalah sidang Perkara Nomor 3132/PHPU.D-IX/2011, persidangan hari Jumat, tanggal 25 Maret 2011 pada halaman 11 dan 12. Padahal sama sekali pernyataan tersebut tidak benar dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Dengan perkataan lain, keterangan atau pernyataan tersebut bersifat tendensius dan patut diduga sesuatu yang menghalalkan segala cara untuk memenangkan perkaranya dengan mengabaikan ketentuan yang berlaku. Meskipun sesungguhnya tidak berkaitan dengan pokok perkara. Kami kutip sebagian pernyataan atau keterangan tersebut halaman 12 alinea 3 yakni, “Berdasarkan itu, kami ingin menyatakan bahwa posisi hukum calon nomor urut 1 a quo cukup beralasan untuk disangkakan untuk didiskualifikasi sebagai calon kepala daerah dalam Pemilukada Tapanuli Tengah periode 2011 dan 2016.” Dengan demikian, berdasarkan uraian ke 7 sampai ke 11 di atas adalah merupakan suatu conditio sine qua non bagi penghormatan hak asasi manusia untuk melakukan pengujian terhadap undang-undang yang mengandung cacat yang dapat ditafsirkan semau-maunya sesuai dengan kepentingan pemegang kekuasaan tertentu yang berwenang menerapkan ketentuan undang-undang tersebut. Bahwa selain itu karena tidak adanya rumusan yang jelas dan tegas yang mengatur tentang bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup dalam menetapkan status tersangka dan melakukan penahanan, telah menimbulkan multitafsir dan berpotensi menimbulkan tafsir yang inkonstitusional. Oleh karenanya maka Pasal 1 butir 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan 6
bertentangan dengan asas negara hukum dan merugikan hak-hak konstitusional Pemohon sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Angka 18. Bahwa Pasal 1 butir 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP telah merugikan Pemohon secara aktual karena; 1. Pemohon telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia. 2. Pemohon telah kehilangan kebebasannya karena dicegah untuk meninggalkan Negara Republik Indonesia oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia. 3. Pemohon telah kehilangan hak untuk bekerja, melakukan berbagai kegiatan, dan berkomunikasi secara layak dan manusiawi karena Pemohon telah berstatus sebagai tersangka tindak pidana korupsi yang sedikit banyak menimbulkan kesan yang kurang baik di mata masyarakat awam yang kurang memahami asas praduga tidak bersalah. 4. Pemohon telah mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan pada tanggal 6 Oktober 2014. Pada waktu dilakukan pemeriksaan sebagai tersangka oleh penyidik KPK karena Pemohon mengajukan permohonan atau permintaan agar Pemohon diberi penjelasan atau keterangan tentang dua alat bukti yang sah yang dijadikan dasar penetapan Pemohon sebagai tersangka dan meminta dua alat bukti yang sah untuk diperlihatkan kepada Pemohon, tetapi penyidik KPK tidak mengindahkannya dengan alasan akan dibuktian dalam persidangan. 5. Pemohon telah dirugikan hak konstitusionalnya dalam rangka mempersiapkan pembelaannya karena tidak pernah ditunjukkan bukti apa yang disangkakan kepada Pemohon sebagaimana diatur dalam Pasal 51 KUHAP yaitu; a. Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai. Terdakwa berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang didakwakan kepadanya. Di samping itu juga adalah menjadi prinsip dalam KUHAP bahwa terhadap tersangka atau terdakwa diberikan kebebasan yang sebebasbebasnya untuk mempersiapkan dirinya dalam membuat pembelaan terhadap apa yang disangkakan dan didakwakan kepadanya. 6. Bahwa juga meskipun dalam Berita Acara pemeriksaan Pemohon oleh penyidik KPK tidak ditanyakan tentang bukti dan atau alat bukti terhadap dugaan atau sangkaan yang dijadikan dasar untuk menetapkan Pemohon sebagai tersangka, akan tetapi KPK tetap melakukan penahanan di rutan terhadap Pemohon. 7. Bahwa Pemohon telah mendapat perlakuan yang tidak manusiawi karena adanya pembatasan bahkan menghalang-halangi Pemohon 7
mendapatkan obat yang dikirim oleh keluarga sesuai kebutuhan kesehatan Pemohon. Kami lanjut ke huruf c Pasal 1 butir 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP menjadi inkonstitusional jika tidak memiliki penafsiran yang pasti. 1. Bahwa sebagaimana uraian di atas karena tidak ada ketentuan yang pasti dalam Pasal 1 butir 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP, maka telah menimbulkan multitafsir. 2. Bahwa akibat perbedaan penafsiran terhadap Pasal a quo telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 sebagaimana diuraikan di atas. 3. Bahwa Pemohon juga menyadari di satu sisi, apabila Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 1 butir 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Oleh karena itu, untuk mengisi kekosongan hukum (rechts vacuum) Pemohon mohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk dapat memberikan tafsir agar tidak terjadi kekosongan hukum dan juga agar menjadi konstitusional serta memberikan batasan penafsiran agar tidak terjadi inkonsitusionalitas. Bahwa dari seluruh dalil yang diuraikan di atas, dan bukti-bukti terlampir, dengan ini Pemohon memohon kepada Yang Mulia Mahkamah Konstitusi untuk kiranya memberi putusan sebagai berikut. Dalam provisi. 1. Mengingat Pasal 58 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa putusan Mahkamah tidak berlaku surut, maka untuk mencegah terjadinya pelanggaran terhadap hak konstitusional Pemohon, dengan cara memeriksa Pemohon sebagai tersangka dan mencegah Pemohon berpergian ke luar wilayah Negara Republik Indonesia. Pemohon memohon agar Majelis Hakim menerbitkan putusan sela yang memerintahkan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menghentikan atau setidak-tidaknya menunda penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan Pemohon sebagai tersangka dan mencabut atau sekurang-kurangnya menunda pelaksanaan surat keputusan yang melarang Pemohon berpergian ke luar negeri. 2. Bahwa Mahkamah sudah pernah memutuskan putusan provisi ini dalam perkara pengujian undang-undang dengan Perkara Nomor 133/PUU-VII/2009, yang Pemohon dianggap sebagai yurisprudensi untuk mengatasi kekurangan dan kekosongan hukum berkenaan dengan tidak adanya pengaturan tentang putusan provisi dalam perkara pengujian undang-undang. Pemohon menyadari bahwa putusan provisi menurut ketentuan yang tersurat dalam Pasal 63 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan, “Mahkamah Konstitusi dapat mengeluarkan penetapan yang memerintahkan pada Pemohon, dan/atau Termohon untuk menghentikan sementara pelaksaan kewenangan yang 8
dipersengketakan sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi adalah ada kaitannya dengan perkara sengketa kewenangan antarlembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar. 3. Adalah benar bahwa pemeriksaan perkara pengujian undang-undang sebagaimana dikatakan dalam pers Ketua Mahkamah Konstitusi baru-baru ini adalah bersifat abstrak, yakni menguji pasal tertentu dari suatu undang-undang dengan pasal tertentu dari UndangUndang Dasar Tahun 1945. Namun patut disadari bahwa subjek hukum Pemohon yang mengajukan perkara pengujian undang-undang berkewajiban untuk mendalilkan bahwa telah ada hak konstitusionalnya yang bersifat konkret dan faktual, yang dilanggar dengan berlakunya suatu undang-undang. Dengan cara itulah subjek hukum itu baru dianggap memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan pengujian undang-undang. Tanpa bukti konkret dan faktual seperti itu, maka subjek hukum tidak memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan pengujian undang-undang. Karena itu tidaklah sepadan dan sebanding, jika permohonan yang wajib dibuktikan telah ada kerugian hak konstitusioanl yang berarti perkara dimulai dengan kasus yang nyata dan faktual terjadi. Namun proses pemeriksaan pengujian justru mengabaikannnya dan memandang perkara sebagai semata-mata bersifat abstrak. Kemudian dengan cara pandang abstrak seperti itu, Mahkamah Konstitusi tidak diberi kewenangan oleh undang-undang untuk memberikan putusan provisi dalam perkara pengujian undang-undang. Kekosongan pengaturan mengenai putusan provisi selain bertentangan dengan norma dasar keadilan yang justru harus menjiwai perumusan norma-norma hukum, tetapi juga mengandung corak pembiaran bagi aparatur negara dan/atau aparatur pemerintahan untuk bertindak sewenang-wenang melanggar dan merugikan hak konstitusional seseorang yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar dengan cara menerapkan dan/atau menafsirkan suatu ketentuan undang-undang. Sementara norma undang-undang itu sedang diuji, untuk memastikan apakah norma undang-undang itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar atau tidak, atau sekurang-kurangnya sedang dimohonkan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memberikan tafsir final agar norma undang-undang tidak bertentangan dengan norma konstitusi. Karena itu, Pemohon berpendapat bahwa sudah sepantasnya Mahkamah Konstitusi memperluas yurisprudensi mengenai dikabulkannya permohonan provisi sebagaimana tertuang dalam Putusan Nomor 133/PUU-VII/2009, terutama terhadap kasus-kasus konkret dan faktual yang dialami oleh seseorang yang membuatnya memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan pengujian undang-undang yang berkaitan langsung dengan hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
9
Dengan semua argumen dan alasan yang dikemukakan di atas, Pemohon memohon dengan segala hormat kepada Majelis Hakim dengan segala kebijaksanaan dan pengalaman yang dimilikinya, kiranya berkenan untuk mengabulkan permohonan provisi ini. Petitum. Bahwa dari seluruh dalil yang diuraikan di atas, dan bukti-bukti terlampir, dengan ini Pemohon memohon kepada Para Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk kiranya berkenan memberikan putusan sebagai berikut. Dalam provisi. 1. Menerima permohonan provisi Pemohon. 2. Memerintahkan kepada KPK untuk menghentikan atau sekurang-kurangnya menunda penyidikan berdasarkan surat perintah penyidikan Nomor Seprindik 36/01/08/2014, tanggal 15 Agustus 2014, dan/atau setidak-tidaknya sampai adanya putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara a quo yang berkekuatan hukum tetap. 3. Memerintahkan kepada KPK, untuk mencabut atau sekurangkurangnya menunda berlakunya surat keputusan KPK tentang pencegahan untuk keluar dari wilayah Republik Indonesia kepada Pemohon sampai adanya putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara a quo yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam pokok perkara: 1. Menerima dan mengabulkan permohonan pengujian Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Lembaran Negara 1981-76 tambahan Lembaran Negara 3209 terhadap UndangUndang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak ditafsirkan bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup dalam menetapkan tersangka dan melakukan penahanan. 2. Menyatakan Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Lembaran Negara 1981-76, tambahan Lembaran Negara 3209 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya, sepanjang tidak ditafsirkan bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup dalam menetapkan tersangka dan melakukan penahanan. 3. Menyatakan Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Tambahan Lembaran Negara 3209, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya karena penetapan Pemohon sebagai tersangka dan penahanan yang dilakukan oleh KPK menjadi cacat secara yuridis karena adanya benturan kepentingan atau conflict of 10
interest dan/atau tidak lagi independent, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 dan merupakan suatu conditio sine qua non bagi penghormatan hak asasi manusia untuk melakukan pengujian terhadap undang-undang yang mengandung cacat yang dapat ditafsirkan semau-maunya sesuai dengan kepentingan pemegang kekuasaan tertentu yang berwenang menerapkan ketentuan undang-undang tersebut. 4. Atau apabila Majelis Hakim Konstitusi berpendapat dan menganggap Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Lembara Negara 1981-76, tambahan Lembaran Negara 3209 tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat dan berlaku, mohon agar Majelis Hakim Konstitusi dapat memberikan tafsir konstitusional terhadap Pasal 1 angka 14 dan Pasal 17 serta Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, Lembaran Negara 1981-76, tambahan Lembaran Negara 3209 tersebut dengan menyatakan konstitusional bersyarat (conditionally constitutional) diartikan bahwa bukti permulaan dan bukti yang cukup itu jelas tolak ukurnya dan harus diberikan dan/atau ditunjukan kepada tersangka atau terdakwa. 5. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya atau apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadiladilnya (ex aequo et bono). Hormat kami Tim Pembela Raja Bonaran Situmeang. Semua yang tidak kami bacakan juga sudah tertulis dalam permohonan ini dan menjadi bagian yang sudah kami sampaikan secara lisan tadi. Terima kasih, Majelis. Kami akan sampaikan secara tertulis kepada Majelis. Terima kasih, silakan. 8. KETUA: ANWAR USMAN Baik. Secara umum, permohonan Pemohon ini sudah sesuai dengan ketentuan, baik dalam Undang-Undang MK maupun Peraturan Mahkamah Konstitusi. Namun, ya tentu saja ada beberapa hal ya, yang menyangkut substansi atau mungkin juga teknis penyusunan ada masukan atau nasihat dari Majelis Panel. Misalnya pada halaman 3 angka 2 baris kedua, coba dilihat di situ. Itu tercantum Pasal 51 ayat (1), itu mengenai legal standing Pemohon. Tertulis Pasal 52 ... Pasal 52 Undang-Undang MK itu enggak ada ayatnya itu. Jadi yang benar Pasal 51, itu salah satu contoh, ya. Untuk selanjutnya, ya saya persilakan, Yang Mulia Prof. Maria. Silakan. 11
9. HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Terima kasih, Pak Ketua. Ya, saya melihat bahwa apa yang dituliskan memang sudah cukup menggambarkan, tapi menggambarkan bukan pertentangan antara undang-undang atau pasal-pasal dalam undang-undang ini, tapi menjelaskan tentang adanya kasus konkret di dalam permasalahan ini. Di dalam pengujian undang-undang, maka yang kita perhatikan adalah apakah pasal-pasal yang dimohonkan pengujian itu bertentangan dengan konstitusi? Ini yang belum terlihat dengan jelas. Jadi kalau di sini dikatakan Pasal 1 angka 14 mengatur, “Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan yang patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.” Kalau ini kemudian dipertentangkan dengan Pasal 1 angka 3 dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, di mana pertentangannya? Itu yang harus dijelaskan, ya. Karena MK tidak menguji kasus-kasus konkret, tetapi kadang-kadang kasus konkret itu bisa menjadi landasan bagaimana kita menguji pasal-pasal dan undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Nah, dari awal di sini terlihat bahwa yang diuraikan adalah kasuskasus permasalahan tentang adanya penangkapan dan penahanan dan tindakan-tindakan KPK yang tidak dikehendaki oleh Pemohon. Nah, tetapi itu kurang jelas, jadi apa sih pertentangannya? Kalau kemudian Pasal 17 menyatakan, “Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup,” di mana di sini yang pertentangannya terhadap pasal itu? Ini yang harus jelaskan, ya. Juga yang Pasal 21 sama, “Perintah penahanan dan penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup,” dan sebagainya. Ini semua harus diposisikan bahwa kalau saya memakai batu uji atau apa landasan pengujian terhadap pasal-pasal dalam UndangUndang Dasar Tahun 1945 itu, memang ini dipertentangkan. Saya mempunyai hak konstitusional yang ada dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tadi, sebagai batu ujinya, di sini kan batu ujinya kan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (2), dan Pasal 28J ayat (2). Pertentangkan ini. Jadi, di sini kita harus melihat bahwa memang pasal ini bertentangan dengan konstitusi sehingga karena ini Pemohon mempunyai hak konstitusional yang ada dalam pasal-pasal tersebut, tapi dengan pasal-pasal ini, tiga pasal yang diajukan ini, maka Pemohon mendapatkan kerugian hak konstitusional itu, sehingga sekarang ditangkap dan tidak ada … tidak bisa membuktikan apa sih yang didakwakan ke saya, misalnya itu. Jadi ini yang harus dipertegas. 12
Di sini lebih banyak kasus-kasus konkretnya, jadi lebih baik kemudian dipertentangkan pasal-pasal itu terhadap pasal-pasal yang dijadikan batu uji. Batu ujinya, tiga pasal itu bisa langsung pada tiap-tiap pasal atau sekaligus dalam pasal itu, ya. Itu yang harus dikemukakan. Kemudian juga di sini misalnya Anda menyatakan dalam halaman 12 ya, ini yang berkas yang lama ya yang belum diperbaiki. Di sini dikatakan nomor 10 bahwa salah satu pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, yakni Bambang Widjojanto sebagai bidang penindakan, dia juga mempunyai benturan kepentingan atau conflict of interest dan atau tidak lagi independent, sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yang menyatakan, “Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara …” nah, kalau kita melihat di sini apa hubungannya ini dengan pasal yang dimohonkan? Kan ini kan tidak independent-nya anggota KPK, tapi bahwa pasal ini enggak dimohonkan malahan, gitu kan. Nah, jadi itu. Saya melihat ini memang kemudian di dalam petitum Anda, petitum Anda nomor 3 menyatakan … menyatakan Pasal 1 angka 14, Pasal 17, Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 dan seterusnya, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya karena penetapan Pemohon sebagai tindak tersangka dan penahanan yang dilakukan oleh KPK menjadi cacat secara yuridis karena adanya benturan kepentingan. Ini kan enggak ada hubungannya. Yang Anda mohonkan adalah pasal-pasal itu, tetapi kemudian conflict of interest-nya di mana? Karena ini kan conflict of interest itu dalam pasal … dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, bukan dalam KUHAP. Nah, jadi di sini ya Anda bisa mengulas itu di dalam alasan permohonan Anda, tapi kemudian kalau conflict of interest itu menjadi petitum di dalam putusan ini, enggak mungkin itu ya. Jadi ini yang harus Anda ulas kembali, hal-hal yang ada kaitannya dengan conflict of interest dan sebagainya bisa dimaksudkan, tapi kemudian yang harus Anda pertegas adalah ketiga pasal itu, Pasal 1 angka 14, Pasal 17, Pasal 21 ayat (1) terhadap batu uji Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tadi, ya. Bahwa untuk meyakinkan Hakim bahwa penangkapan penahanan itu tidak sesuai dan melanggar hak konstitusional, mohon itu yang diulas dalam hal-hal yang bersifat konkret kasus-kasus yang ada. Itu yang perlu dipertegas sehingga petitumnya tidak begitu panjang, petitumnya hanya mengatakan pasal ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, itu saja cukup kemudian untuk menolong Pemohon, tapi hal yang harus dimohonkan itulah yang harus diipertentangkan, ya. Saya rasa untuk saya itu saja.
13
10. KETUA: ANWAR USMAN Terima kasih, Muhammad Alim.
Yang
Mulia.
Berikutnya
Yang
Mulia
Bapak
11. HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Terima kasih, Yang Mulia. Ini saya lihat ya mohon maaf banyak sekali hal-hal yang perlu diperbaiki dan itu adalah kewajiban kami untuk memberitahu dan hak Saudara menerima atau tidak menerima, oke. Di halaman 2 permohonan Anda, itu kewenangan Mahkamah Konstitusi yang angka 1 itu tidak usah dikasih masuk, yang angka 2 itu mulai angka 1, kan kewenangan Mahkamah itu adalah Pasal 24C di situ loh ada … 24C ayat (1) ada empat kewenangannya. Kemudian Pasal 24, itu satu. Yang kedua, Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003, ini masih kurang karena itu kan sebagaimana kita ketahui, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, masukkan juga itu karena itu kan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 sudah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011. Sudah benar itu Pasal 10 ayat (1) huruf a, sudah benar, salah satu kewenangannya itu menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945, itu. Kemudian, yang lazim dipakai itu ada tiga, Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, dan Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, itu kan … ini kan Mahkamah Konstitusi adalah salah satu perusahaan kehakiman juga, meskipun itu sama-sama saja maknanya. Andaikata juga Anda tidak masukkan, tidak, tapi kalau lengkapnya itu harus ada tiga, Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang halaman 2 ini, kemudian Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, dan Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, itu ada tiga. Jadi, halaman yang angka 1 di … angka 1 Arab, di halaman 2 itu Kewenangan Mahkamah, dikeluarkan saja itu karena itu kan sudah … sudah itu lah yang Anda uji, minta uji, yaitu Pasal (suara tidak terdengar jelas) angka 14, Pasal (suara tidak terdengar jelas) ayat (1), itu kan yang Anda uji. Nah, kemudian kalau sudah tiga undang-undang itu, Anda ringkas saja, oleh karena permohonan ini adalah pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945, maka Mahkamah berwenang, ya kan? Ya kalau dia tidak berwenang ndak … ndak bisa … ndak bisa masuk materi perkara. Dia berwenang pasti, itu kan ringkas saja, gitu lho. Kemudian, ini salah tulis saja ya. Masih di halaman 2, itu kata … tata urutan itu Bahasa Indonesianya, mohon maaf, hierarkis, ie, tolong 14
dilihat di Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, bukan hirarkis, tapi hierarkis, tulisannya ie, mungkin enggak jadi soal itu, biar … biar hirarkis aja ndak apa-apa. Ada juga yang mohon maaf ya, Saudara di dalam Pemohon ini, ya karena banyak Kuasanya, ada yang menulis angka, ada yang menulis butir, nah biar seragam sajalah, yang dipakai itu adalah angka. Jadi, Pasal 1 angka 14 dan tidak usah di dalam tanda … tanda kurung, lain kalau ayat itu harus di dalam, tapi kalau angka, tidak. Jadi … jadi, yang ada di halaman 3 angka 2 itu lho, angka II, Pasal 1 angka (14), kan itu kurang anu lah, dikosongkan saja dulu … supaya seragam, angka. Tetapi, akan tetapi di halaman 5 permohonan Anda, di angka 11 itu, masih tetap memakai kata angka, tetapi di dalam kurung, tolong dibuang kurungnya itu. Kemudian, ada Nomor 12 juga angka 14, kemudian halaman 6 juga angka 14 … angka 14 (suara tidak terdengar jelas) itu. Di atas juga di halaman 7 juga di sebelah atas itu pokok permohonan ada angka 14, tolong dalam kurungnya dihapus ya karena itu kan tidak … tidak … tidak apa … tidak berguna, tidak begitu. Nah, di sini di halaman 8 permohonan Anda, masih tetap angka, itu diperbaiki. Tapi, angka 2 itu lho, ini dibawa di yang M. Arief Setiawan Dosen Pidana Universitas (suara tidak terdengar jelas) ini, dia katakan begini, “Guna menemukan tersangka dalam Pasal 1 angka 14,” Pasal 1 angka 14 tidak menemukan tersangka, ini yang disebut ini 183 lho, nanti Anda di bukti permohonan Saudara, bukti P-1, Pasal 183 yang dimaksud itu, ini, ini dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti guna menemukan tersangkanya itu lho bahwa benar telah terjadi tindak pidana untuk menemukan tersangkanya, itu Pasal 8 … 183 KUHAP itu, ndak betul itu Pasal 1 angka 14. Kalau Arief mengatakan begitu, Arief kelirulah, namanya manusia bukan … bukan … bukan malaikat, dia manusia. Tadi Bunda sudah mengatakan, Yang Mulia, ini ada kasus konkret, tolong di … diusahkan hanya sebagai pintu masuk saja bahwa ada cerita begini tapi itu hanya pintu masuk … pada hakikatnya yang diuji itu adalah undang-undang, norma yang ada di dalam undang-undang, oke. Nah, ini di halaman 9 tolong Saudara lihat di alinea … angka 5 itu, di sebelah bawah sebelum ada yang garis datar kesalahannya itu, itu kan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, nah demikian Pasal 183 itu, itu yang betul, jadi bukan Pasal 1 angka 14, bukan, Pasal 183 KUHAP itu, oke. Seperti juga … kemudian, mohon maaf, ini di … di halaman 12 ada kata conditio sine qua non, jadi menurut tata bahasa semua yang bukan Bahasa Indonesia harus dicetak miring, dan sudah ada yang dicetak miring, tapi ya namanya … saya katakan tadi banyak pengacaranya, jadi mungkin masing-masing masukkan input, sehingga anu … mestinya dicetak miringlah itu.
15
Nah, ini juga fatal menurut saya, mohon maaf, pasal … angka 15 di apa … halaman 13, angka 15, rumusan Pasal 28 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 mengandung norma konstitusi yang dapat membatasi hak seorang warga negara. Bukan Pasal 28, 28J ayat (2) itu yang dimaksud itu bisa membatasi hak seseorang, hak asasi seseorang berdasarkan nilai-nilai moral, nilai-nilai agama itu lho. Bukan 28 saja, 28J ayat (2) UndangUndang Dasar Tahun 1945 itu mestinya itu. Jadi, rumusan Pasal 28J ayat (2) bukan 28 tok, 28 tidak pakai ayat lho. 28 itu hanya 1, 1 apa … 1 kumpulan saja tidak memakai ayat (1), ayat (2) kalau 28J ada ayat (1), ayat (2)-nya, ini ayat (2)-nya yang dimaksud ini. Bahwa hak-hak asasi itu dapat dibatasi apabila semata-mata dengan untuk kepentingan keadilan, nilai-nilai moral, nilai-nilai agama itu lho. Itu ada … nanti bisa dibaca di Pasal 28. Nah, di halaman 14 permohonan Anda, di sinilah yang saya katakan tadi di … Anda menggunakan istilah butir toh, sedangkan di depan kan pakai angka. Biar seragamlah, angkalah dan jangan pakai dalam kurung. Jadi, Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) ya benar itu, tapi halaman 14 ini ada beberapa itu pakai butir, butir, butir tolong diganti nanti. Sama juga di halaman 16 pakai butir, ya, tolong diganti pakai angka 16, semua kata … kata butir diganti dengan angka dan tanda kurungnya dihapuskan. Ini dalam provisi, kemarin itu kalau enggak salah yang 133/PUUVII/2009 itu ini permohonannya Bibit Samad Riyanto dengan Chandra Hamzah, kalau saya enggak salah. Saya sudah ikut memutus itu. Begini, itu yang dia uji betapa pentingnya itu kalau berlalu kan celaka. Itu ketentuan bahwa apabila komisioner KPK itu menjadi tersangka, dia diberhentikan sementara, itu bunyi pasalnya. Apabila menjadi terdakwa, diberhentikan tetap. Nah, itu kan kalau dia terdakwa, bagaimana kalau ternyata dia tidak salah? Atau bagaimana kalau ternyata di putusan pertama dibatalkan oleh putusan pengadilan tinggi, dan seterusnya? Itu kan kita asas praduga tak bersalah. Itu … itu sebabnya sehingga kita takut nanti menjadi asas … karena presiden sendiri yang begitu kekuasaannya lebih besar daripada KPK, dia juga harus sesudah putusannya memperoleh kekuatan hukum tetap baru bisa diberhentikan dari pekerjaannya … apa … dari jabatannya, kecuali kalau impeachment, lain, kalau maksudnya tindak pidana ini. Itu kan begitu, Hakim MK juga begitu, Hakim Mahkamah Agung juga begitu, jaksa agung juga begitu, BPK, semua sesudah memperoleh kekuatan hukum tetap. Oh, dia di sana tidak, oh celaka itu. Jadi, itu yang diuji, sehingga minta provisi kala … kala terlambat bisa celaka dia. Kalau sudah ditetapkan jadi terdakwa bisa berhenti tetap dia. Itu … itu yang dulu saya ingat itu, yang Anda sebutkan di sini, di dalam permohonan Anda, petitum kedua itu, provisi itu Putusan Nomor 133/PUU-VII/2009 itu barangkali yang dimaksud. 16
Sebagaimana yang di … kalau … kalau petitum itu hanya begini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, kalau petitum pokok ya, lain. Kemudian yang kedua itu, diulangi lagi pasal itu apa … redaksi itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, kan begitu. Jadi, bertentangan dulu, jadi 1, 2, 3 ini kan Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, satu. Kedua, diulangi kembali itu, pasal itu, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dan yang ketiga itu, memerintahkan supaya dimuat dalam Berita Negara sebagaimana mestinya itu, Berita Negara sebagaimana mestinya atau ex aequo et bono sebagaimana yang Saudara minta di sini apa … petitum di sini. Jadi, saya ulangi kalau petitum pokok itu lain kalau provisinya hanya bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tidak disebutkan lagi pasalnya karena sudah disebutkan di depan. Menyatakan saja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 karena Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang mana, pasal mana yang bertentangan itu kan sudah diterangkan di pokok permohonan, di positanya itu lho. Kemudian karena dia bertentangan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dan kemudian memerintahkan pemuatan putusan ini di dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya atau ex aequo et bono sebagaimana yang Saudara minta di sini. Ya? Barangkali sedikit saya mau jelaskan, tambahkan atau mungkin beritahukan saja. Di sini MK itu tidak membatalkan undang-undang. Jadi dia hanya mengatakan bertentangan. Kenapa MK tidak boleh membatalkan? Karena dia sederajat dengan Presiden dan DPR. Sedangkan membatalkan itu adalah atasan terhadap bawahan. Dia posisinya umpamanya camat terhadap … bupati terhadap camat boleh dia batalkan. Kalau memang konstitusi bukan atasannya Presiden dengan atasannya DPR, tidak. Jadi dikatakan saja bertentangan karena Pasal 1 ayat (3) itu lho negara hukum. Lalu karena bertentangan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Nantilah di sana pembentuk undang-undang yang menarik kembali atau memperbaiki atau sebagaimana mestinya dia. Terima kasih, Pak Ketua. 12. KETUA: ANWAR USMAN Terima kasih, Yang Mulia. Para Pemohon, saya rasa sudah sangat jelas ya ini dari Para Yang Mulia ini, ini kuliah singkat ini, bisa satu semester ini. Jadi saya rasa sudah enggak ada hal-hal yang perlu di dalami lagi. Saudara diberi waktu 14 hari walaupun tadi memang ada perbaikan, ya. Jadi bisa disatukan dengan beberapa catatan atau masukan dari Para Yang Mulia. Ada hal yang ingin disampaikan?
17
13. KUASA HUKUM PEMOHON: TOMMY SIHOTANG Kami sangat menghargai masukan dari Yang Mulia Majelis. Tentu saja setelah mendengarkan uraian itu yang sangat menolong kami nanti untuk memperbaiki permohonan ini. Jadi apa yang sudah kami perbaiki kelihatannya lebih baik kami serahkan 14 hari ke depan dan setelah diperbaiki lagi dengan masukan-masukan yang diberikan oleh Majelis. Terima kasih, Yang Mulia. 14. KETUA: ANWAR USMAN Ya, kalau bisa selesai sebelum 14 hari ya enggak perlu tunggu ya. 15. KUASA HUKUM PEMOHON: TOMMY SIHOTANG Baik, Yang Mulia. 16. KETUA: ANWAR USMAN Baik, ya. Jadi langsung nanti ya diserahkan ke Kepaniteraan ya. Dengan demikian, sidang saya nyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 14.27 WIB Jakarta, 11 November 2014 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
18