MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 21/PUU-XII/2014
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN PEMERINTAH DAN DPR (III)
JAKARTA RABU, 23 APRIL 2014
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 21/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana [Pasal 1 angka 2, angka 14, Pasal 17, Pasal 21 ayat (1), Pasal 29, Pasal 77 huruf a, Pasal 156 ayat (2), dan ayat (4)] terhadap Undang-Undang Dasar 1945 PEMOHON 1. Bachtiar Abdul Fatah ACARA Mendengarkan Keterangan Pemerintah dan DPR (III) Rabu, 23 April 2014, Pukul 11.11 – 11.37 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Hamdan Zoelva Arief Hidayat Maria Farida Indrati Muhammad Alim Ahmad Fadlil Sumadi Anwar Usman Patrialis Akbar Aswanto
Luthfi Widagdo Eddyono
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. 2. 3. 4. 5.
Maqdir Ismail Dasril Affandi Alexander Lay Sucimelianaka Sarizal Zainuddi
B. Pemerintah: 1. 2. 3. 4. 5.
Agus Hariadi Mualimin Abdi Sampeh Tuah Abdul Mubin Jaksa Budiono
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.11 WIB
1.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Sidang Mahkamah Konstitusi dalam perkara Nomor 21/PUUXII/2014 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon silakan kenalkan diri dulu siapa saja yang hadir.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: MAQDIR ISMAIL Terima kasih, Yang Mulia. Kami mewakili Pemohon Saudara Bachtiar Abdul Fatah, yang saya akan mulai dari sebelah kiri saya ini Saudara Dasril Affandi, kemudian saya sendiri Maqdir Ismail, dan sebelah kanan saya saudara Alexander Lay, kemudian Saudara Sucimelianaka, dan yang paling terakhir ini adalah Saudara Sarizal Zainuddi, Yang Mulia. Terima kasih.
3.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik, terima kasih. Dari Pemerintah yang mewakili Presiden.
4.
PEMERINTAH: AGUS HARIADI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Selamat pagi, salam sejahtera untuk kita semua. Hadir dari Pemerintah mewakili Presiden saya sendiri Agus Hariadi Direktur Litigasi Peraturan PerundangUndangan Kementerian Hukum dan HAM, sebelah kiri saya Bapak Mualimin Abdi Kepala Balitbang HAM sekaligus Plt Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM sekaligus nanti beliau akan membacakan keterangan Presiden, sebelah kiri lagi Bapak Sampeh Tuah Koordinator I dari Kejaksaan Agung, yang paling ujung Bapak Abdul Mubin Jaksa Pengacara Negara, sebelah kanan saya Saudara Budiono dari Kementerian Hukum dan HAM, di belakang juga hadir Teman-Teman dari Kejaksaan Agung dan dari Kementerian Hukum dan HAM. Terima kasih, Yang Mulia.
5.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik, terima kasih. Dari DPR tidak hadir ya, masih reses. Baik, Pemohon dan Pemerintah, hari ini agenda sidang adalah mendengarkan 1
keterangan Pemerintah dan DPR. DPR tidak hadir, kita mendengarkan keterangan dari Pemerintah lebih dulu. Silakan. 6.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua. Yang saya hormati Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, yang saya hormati Para Pemohon, yang saya hormati juga rekan-Rekan dari Kejaksaan Agung dan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Yang Mulia, sehubungan dengan permohonan Pengujian UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang diajukan oleh Bachtiar Abdul Fatah yang dalam hal ini memberikan kuasa kepada Bapak Maqdir Ismail, S.H. LL.M., dan Rekan-Rekan sebagaimana tercatat di dalam register 21/PUU-XII/2014. Presiden memberikan kuasa kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Bapak Amir Syamsuddin, yang kemudian Bapak Amir Syamsuddin memberikan kuasa kepada saya Mualimin Abdi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kemudian yang kedua Presiden juga memberikan kuasa kepada Jaksa Agung Bapak Basrief Arief yang kemudian Jaksa Agung memberikan kuasa kepada Jaksa Pengacara Negara yang sudah hadir di hadapan, Yang Mulia. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, terkait dengan pokok permohonan Pemohon, Pemerintah tidak akan membacakan karena dianggap sudah diketahui bersama baik oleh Pemohon itu sendiri maupun Pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Kejaksaan. Kemudian yang kedua, Yang Mulia, terkait dengan kedudukan hukum atau legal standing Para Pemohon. Terkait dengan kedudukan hukum (legal standing) Para Pemohon sebagaimana lazimnya Pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk menilai dan mempertimbangkannya apakah Pemohon memiliki kedudukan hukum atau tidak? Sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang juga sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 maupun juga berdasarkan putusanputusan Mahkamah Konstitusi yang terdahulu. Kemudian, Yang Mulia, terkait dengan materi yang dimohonkan diuji oleh Pemohon. Yang pertama terhadap dalil Pemohon yang menganggap Pasal 1 ayat (2) KUHAP dianggap telah melanggar Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1). Pemerintah memberikan penjelasan sebagai berikut. Bahwa Pasal 1 ayat (2) KUHAP termasuk pada BAB I yaitu BAB tentang ketentuan umum yang mengatur tentang pengertian penyidik. Terkait dengan pengertian tersebut Mahkamah Konstitusi telah beberapa kali memutus yaitu pertama dengan Putusan Nomor 56/PUU2
VI/2008 tanggal 17 Februari tahun 2009 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10-17-23/PUU-VII Tahun 2009 tanggal 25 Maret tahun 2010, yang di sana Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan atau memberikan pendapat bahwa ketentuan umum yang dimaksud dalam suatu peraturan perundang-undangan dimaksudkan agar batasan pengertian, definisi, singkatan, atau akronim yang berfungsi untuk menjelaskan makna suatu kata atau istilah memang harus dirumuskan sedemikian rupa, sehingga tidak menimbulkan pengertian ganda sebagaimana lampiran C-1 angka 81 yang pada saat itu masih mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang sekarang sudah diganti dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Bahwa ketentuan umum lebih lanjut juga dimuat di dalam lampiran dua nomor 98 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Pengertiannya sama bahwa itu adalah mencerminkan adanya asas maksud dan batasan dari sebuah yang akan diatur di dalam batang tubuhnya itu sendiri. Kemudian, Yang Mulia, terhadap Pasal 1 ayat (2) yang menimbulkan kesewenang-wenangan yang dianggap bertentangan dengan prinsip due process of law serta melanggar hak asasi manusia, maka Pemerintah berpendapat bahwa permasalahan yang terjadi adalah tidak terkait dengan masalah definisi daripada pasal tersebut, tetapi menurut Pemerintah adalah terkait dengan interpretasi yang dilakukan oleh penegak hukum, baik kepolisian, kejaksaan, maupun hakim itu sendiri dalam tatanan praktik, artinya di dalam tatanan penegakan hukum. Selanjutnya, Yang Mulia. Bahwa seseorang dapat dijadikan tersangka apabila terdapat dugaan yang kuat bahwa seseorang sebagai pelaku satu tindak pidana yang sedang disidik oleh penyidik dengan instrumen minimum yaitu adanya dua alat bukti. Kemudian, praktik hukum apakah seseorang yang dijadikan tersangka diperiksa terlebih dahulu sebagai calon tersangka atau sebagai saksi, sangat tergantung kepada interpretasi di dalam praktik penegakan hukum yang harus ditafsirkan kasus demi kasus atau tidak dapat digeneralisir untuk semua kasus mana pun. Setiap kasus memiliki kekhususan atau tipikal atau ciri-ciri sendiri, ada kalanya tanpa diperiksa terlebih dahulu, dapat ditetapkan sebagai tersangka dengan mendasarkan hasil penyidikan terhadap barang bukti dan alat bukti lain, dan ada kalanya harus diperiksa lebih dahulu sebagai calon tersangka yang kapasitasnya masih sebagai saksi atau calon tersangka. Oleh karena itu, menurut Pemerintah, ketentuan Pasal 1 kedua KUHP, tidak mungkin diartikan bahwa seseorang ditetapkan terlebih dahulu sebagai tersangka sebelum adanya penyidikan, tetapi yang mungkin terjadi seseorang adalah dinyatakan sebagai tersangka, tetapi belum diperiksa sebagai calon tersangka.
3
Terhadap dalil Para Pemohon yang menyatakan bahwa penyidikan bukan sebagai proses pidana yang melahirkan tersangka pada proses akhir. Penyidikan secara tegas memberikan syarat bahwa penetapan tersangka merupakan tahapan lanjutan yang syaratnya hanya dapat dilakukan setelah penyidik berhasil mengumpulkan bukti-bukti yang cukup dan ini menurut Pemerintah adalah inti dari norma hukum acara pidana yang memuat dalam berbagai ketentuan di dalam pasal-pasal KUHP itu sendiri. Yang Mulia, terkait dengan ketentuan Pasal 1 ayat (14) juncto Pasal 17 juncto Pasal 21 ayat (1) KUHAP yang diajukan pengujian juga oleh para … Para Pemohon, Pemerintah memberikan penjelasan sebagai berikut. Yang pertama, mengenai pengertian multitafsir terhadap istilah hukum bukti permulaan yang cukup yang oleh Pemohon dirinci menjadi beberapa frasa bukti permulaan, bukti permulaan yang cukup, bukti yang cukup, harus dimaknai sebagai minimum dua alat bukti secara kualitatif kecuali dalam hal keterangan saksi sebagai bentuk konstitusional bersyarat, dapat dijelaskan bahwa sebagai tahapan awal proses penegakan hukum pidana yang dimulai dari tahap penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan sidang dan eksekusi yang dipersoalkan atau yang diujikan oleh Pemohon itu sendiri. Tahapan penyidikan berbeda dengan tahapan pemeriksaan sidang pengadilan karena yang terakhir ini sudah sempurna hasil pengumpulan barang bukti dan alat bukti untuk membuktikan dakwaan bahwa seseorang yang telah menjadi pelaku dalam satu tindak pidana yang diperiksa di sidang pengadilan dalam bentuk uji silang mengenai dakwaan jaksa penuntut umum yang hasil pengujian tersebut dibuat dalam bentuk putusan pengadilan. Sementara dalam tahapan penyidikan dilakukan oleh satu lembaga atau institusi yaitu penyidik atau dalam rangka penyidikan, sehingga munculah istilah bukti permulaan, bukti permulaan yang cukup, dan bukti yang cukup, dengan maksud ditujukan pada tahap awal penegakan hukum pidana. Oleh karena itu, pada tahap penyidikan akan terjadi beberapa kemungkinan kesimpulan penyidik sebagai berikut. Satu, ditetapkan telah terjadi tindak pidana atau perbuatan tersebut sebagai perbuatan pidana. Dua, ditetapkan seseorang sebagai tersangka pelaku tindak pidana. Jika penyidik menyimpulkan bahwa tidak terjadi tindak pidana atau perbuatan tersebut bukan perbuatan pidana, maka penyidik tidak menetapkan seseorang dinyatakan sebagai tersangka. Kemudian yang lain, Yang Mulia, kebebasan pihak lain untuk melakukan pengujian melalui lembaga praperadilan tersebut membuktikan bahwa norma hukum yang dimuat dalam Pasal 1 angka 14 juncto Pasal 17 juncto Pasal 21 ayat (1) KUHAP merupakan norma hukum acara pidana yang bersifat strict dan terbatas serta dibatasi interprestasinya karena 4
kesalahan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dapat diuji di lembaga praperadilan. Jadi penyidik tidak bebas atau sebebas-bebasnya atau bebas tanpa batas untuk menginterpretasikan frasa bukti permulaan, bukti permulaan yang cukup, dan bukti yang cukup dalam Pasal 1 angka 14 juncto Pasal 17 juncto Pasal 21 ayat (1) KUHAP. Berdasarkan fakta hukum di dalam praktik pemeriksaan sidang praperadilan, maka semua pihak diberikan kesempatan untuk mengajukan argument hukum dan bukti-bukti di dalam sidang praperadilan. Demikian juga sebagai pihak tergugat dalam praperadilan itu sendiri. Selanjutnya, Yang Mulia, terkait dengan alat bukti, terkait yang diatur di dalam Pasal 184 KUHAP dihubungkan dengan frasa bukti permulaan, bukti permulaan yang cukup, dan bukti yang cukup dapat dijelaskan bahwa intinya bukti permulaan yang cukup tersebut baik dalam kuantitas maupun kualitas yakni didasarkan pada dua alat bukti, itu mendasarkan pada hakim di dalam memutuskan. Dan dari kedua alat bukti tersebut, penyidik berkeyakinan bahwa telah terjadi tindak pidana dan seseorang sebagai tersangka pelaku tindak pidana tersebut. Jadi, proses penetapan terjadinya tindak pidana dan tersangka dibangun. Pertama, berdasarkan dua alat bukti dan keyakinan penyidik bahwa telah terjadi tindak pidana atau perbuatan tersebut sebagai perbuatan pidana. Yang kedua, berdasarkan dua alat bukti dan keyakinan penyidik bahwa seseorang sebagai tersangka pelaku tindak pidana. Jadi pengertian dengan bukti yang cukup di dalam praktik telah dibatasi, yaitu berdasarkan dua alat bukti ditambah keyakinan penyidik yang secara objektif yang dapat diuji objektivitasnya, mendasarkan kepada dua alat bukti tersebut telah terjadi tindak pidana yang dapat dibangun adanya keyakinan penyidik adalah alat bukti yang menentukan unsur-unsur pokok dari suatu tindak pidana, misalnya dalam perkara pembunuhan ada orang mati atau ada pisau yang tertancap di dalam perutnya dari arah belakang, dan ada visum et repertum dalam perkara penganiayaan berat, ada orang yang menderita luka-luka, luka-luka berat, dan ada visum et repertum, demikian juga dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka juga mendasarkan kepada dua alat bukti yang memiliki kualitas pembuktian pokok atau pembuktian utama bahwa seseorang sebagai pelaku dari satu tindak pidana. Kemudian di dalam praktik juga ditambah dengan dukungan barang bukti guna membangun keyakinan penyidik. Selanjutnya, Yang Mulia. Terkait dengan ketentuan Pasal 21 ayat (1) KUHAP bahwa Mahkamah Konstitusi pernah memberikan putusan sebagaimana di dalam register 018/PUU-IV/2006 tanggal 19 Desember Tahun 2006 yang amar putusannya menyatakan permohonan Pemohon ditolak untuk seluruhnya. Dan dalam register 41/PUU-VIII/2010 tanggal 10 Maret Tahun 2011, yang amar putusannya menyatakan permohonan
5
Pemohon tidak dapat diterima. Menurut Pemerintah hal demikian merupakan permohonan yang tidak dapat diajukan kembali. Kemudian, Yang Mulia. Terhadap ketentuan Pasal 77 huruf a KUHAP, yang oleh Pemohon dianggap sebagai konsep praperadilan terbatas, pada memberikan penilaian terhadap sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian, penyidikan, atau penghentian penuntutan, jelas tidak sepenuhnya memberikan perlindungan yang cukup bagi tersangka, sehingga menimbulkan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Pemerintah dapat memberikan penjelasan bahwa terhadap keberatan yang diajukan Pemohon tersebut, menurut hemat Pemerintah terkait dengan masalah implementasi di dalam praktik penegakan hukum di pengadilan atau di lembaga peradilan. Kemudian, Yang Mulia, terhadap Pasal 156 ayat (2) KUHAP yang dianggap bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Pemerintah juga dapat memberikan penjelasan bahwa hal demikian sangat terkait dengan masalah impelementasi di dalam praktik penegakan hukum di lembaga peradilan. Demikian, Yang Mulia, penjelasannya maka sebagai petitum. Berdasarkan seluruh penjelasan Pemerintah tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang memeriksa, mengadili, dan memutus, permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat memberikan putusan, yang pertama, menolak permohonan pengujian Pemohon seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengujian tidak dapat diterima. Menerima keterangan Pemerintah. Kemudian yang ketiga bahwa menyatakan Pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Mulia untuk memberikan putusan yang bijaksana dan seadil-adilnya. Kemudian yang terakhir, menyatakan Pasal 1 angka 2, Pasal 1 angka 14, Pasal 17, Pasal 21 ayat (1), Pasal 77 huruf a, Pasal 156 ayat (2) KUHAP tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28I ayat (2), Pasal 28C ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Atas perhatian Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi diucapkan terima kasih. Jakarta, 23 April 2014, Kuasa Hukum Presiden Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Amir Syamsuddin), Jaksa Agung Republik Indonesia (Basrief Arief). Terima kasih, Yang Mulia. Wabillahi taufik wal hidayah, wassalamualaikum wr. wb. 7.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Terima kasih, Pak Mualimin. Pemerintah ada yang diklarifikasi atau cukup jelas yang disampaikan oleh Pemerintah?
mau
6
8.
KUASA HUKUM PEMOHON: MAQDIR ISMAIL Ada sedikit, Yang Mulia.
9.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Eh, Pemohon, Pemohon?
10. KUASA HUKUM PEMOHON: MAQDIR ISMAIL Ada sedikit, Yang Mulia, yang hendak kami klarifikasi dengan pernyataan dari Pihak Pemerintah itu tadi. Yang pertama, mudahmudahan bukan karena kami salah mendengar apa yang disampaikan oleh Pemerintah. Kami menduga bahwa keterangan yang disampaikan Pemerintah ini belum melihat permohonan yang kami sampaikan pada perubahan perbaikan permohonan yang kami sampaikan pada tanggal 1 April 2014. Karena pertama, di dalam keterangan Pemerintah tadi, Pihak Pemerintah masih menyebut-nyebut ... terutama berhubungan dengan Pasal 1 ayat (14) dan seterusnya masih berhubungan dengan bukti kualitatif. Sebenarnya di dalam permohonan yang kami sampaikan perbaikan permohonan hal tersebut sudah tidak kami kemukakan. Dan kemudian yang kedua, Yang Mulia, mengenai pengujian terhadap Pasal 21 ayat (1) KUHAP ini juga ada perbedaan, ada perubahan setelah mendapatkan arahan dari Panel. Salah satu diantaranya adalah mengenai batu uji yang kami kemukakan, sehingga itu tidak sama dengan yang pernah diuji sebelumnya di Mahkamah Konstitusi ini. Nah, mengenai hal ini sepenuhnya kami serahkan kepada Majelis Hakim Yang Mulia, apakah Pihak Pemerintah akan diberikan kesempatan untuk memperbaiki dengan menyesuaikan jawaban dari Pemerintah atau tanggapan dari Pemerintah itu dengan permohonan yang sudah kami perbaiki. Demikian, Yang Mulia. Terima kasih. 11. KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik, terima kasih. Saya mau klarifikasi dulu pada Pemerintah, ini permohonan yang direspon oleh Pemerintah, permohonan yang perbaikan atau permohonan pertama? Ada tidak yang tanggal 21 ini yang perbaikan … eh, tanggal 1 April (…) 12. PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Ya.
7
13. KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik, tanggal … tanggal 1 April. 14. PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Baik, terima kasih, Yang Mulia. 15. KETUA: HAMDAN ZOELVA He em. 16. PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Mekanismenya memang di Pemerintah seringkali begitu menerima permohonan register memang kami berkoordinasi dengan pihak-pihak yang memang diberikan kuasa. Kemudian kami juga sebetulnya sudah menerima perbaikan permohonan untuk kemudian merespon hal-hal yang terkait dengan apa … perbaikan permohonan Pemohon. Mungkin saja terjadi, Yang Mulia, mungkin saja terjadi yang di dalam perbaikan tidak 100% direspon di dalam keterangannya. Tetapi pada intinya, Pemerintah sudah melihat atau mempelajari perbaikan permohonan itu, Yang Mulia. Namun demikian jawaban dari Pemerintah kami serahkan kepada Yang Mulia karena ini merupakan jawaban resmi yang sudah dibacakan. Namun demikian sekali lagi Pemerintah sudah melihat perbaikan permohonan itu, terima kasih. 17. KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik, tadi saya … apa saya yang tidak mendengar ya? Pasal 77 sudah di … terhadap Pasal 77? Sudah ya? 18. PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Sudah, Yang Mulia. 19. KETUA: HAMDAN ZOELVA Sudah, baik, ya. Berarti saya yang tidak terlalu memperhatikan. Baik, nanti Pemerintah biasanya akan mengajukan keterangan tertulis secara lengkap ya. Tentu dengan merujuk pada permohonan yang setelah perbaikan ini. Itulah nanti yang merupakan keterangan disamping keterangan yang tadi, juga ada keterangan yang tertulis secara lengkap, yang biasanya pemeRintah akan sampaikan nanti. Itulah yang nanti akan
8
menjadi dasar bagi MK dalam mempertimbangkan permohonan ini. Cukup ya? Sidang selanjutnya dijadwalkan akan dilaksanakan pada hari Senin, 12 Mei 2014, pukul 11.00 WIB untuk mendengarkan keterangan DPR, saksi, ahli dari Pemohon dan Pemerintah. Pemohon apakah akan mengajukan ahli dan saksi? 20. KUASA HUKUM PEMOHON: MAQDIR ISMAIL Betul, Yang Mulia. Kami akan mengahadirkan beberapa orang ahli yang nanti mengenai ahli ini akan kami sampaikan sesudah persidangan yang mulia ini. Terima kasih. 21. KETUA: HAMDAN ZOELVA Berapa orang di ... soalnya kita maksimum tiga ahli dalam satu kali sidang, kalau empat itu sudah lama. 22. KUASA HUKUM PEMOHON: MAQDIR ISMAIL Kami merencanakan ada tujuh atau delapan orang ahli, Yang Mulia, sehingga kami berharap nanti kami diberi kesempatan kalau seandainya itu sampai dibatasi setiap persidangan tiga orang, kami harapkan supaya diberikan kesempatan sampai tiga kali persidangan, Yang Mulia. 23. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, silakan saja tapi maksimum tiga ... tiga ahli, kecuali saksi, saksi bisa lebih banyak karena pengalaman selama ini dengan empat ahli itu waktunya bisa ... tidak ada waktu untuk pendalaman, ya. 24. KUASA HUKUM PEMOHON: MAQDIR ISMAIL Terima kasih. 25. KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik, ini ada catatan ya, jadwal sidang ini sewaktu-waktu dapat berubah karena pada saat yang sama MK harus melaksanakan sidang … anu … PHPU legislatif. Jadi kalau itu yang … kalau memungkinkan kita langsungkan sidang, tapi nanti ada pemberitahuan secara resmi dari Kepaniteraan ya.
9
Baik, dengan demikian sidang ini selesai dan dinyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 11.37 WIB Jakarta, 23 April 2014 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
10