MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 54/PUU-XII/2014
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN, SERTA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN DPR, BPK, SERTA AHLI PEMOHON (V)
JAKARTA SENIN, 27 OKTOBER 2014
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 54/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan [Pasal 10 ayat (2), Pasal 11 huruf c, dan Pasal 34 ayat (1)], serta Pengujian Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara [Pasal 13] terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Faisal ACARA Mendengarkan Keterangan DPR, BPK, serta Ahli Pemohon (V) Senin, 27 Oktober 2014, Pukul 11.14 – 13.04 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Muhammad Alim Aswanto Anwar Usman Maria Farida Indrati Ahmad Fadlil Sumadi Wahiduddin Adams Patrialis Akbar
Cholidin Nasir
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti ii
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Faisal B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Yusril Ihza Mahendra 2. Adria Indra Cahyadi 3. Arfa Gunawan 4. Eddy Mulyono 5. Bayu Nugroho 6. Gugum Ridho Putra 7. Elfano Eneoni C. Ahli dari Pemohon: 1. Mudzakkir 2. Zulfikri Aboebakar D. Pemerintah: 1. Budijono 2. Tri Rahmanto 3. Jaya
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.14 WIB 1.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Sidang pemeriksaan Nomor … permohonan Nomor 54/PUUXII/2014, kami buka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saya berikan kesempatan Pemohon, siapa yang hadir pada kesempatan ini?
2.
kepada
KUASA HUKUM PEMOHON: YUSRIL IHZA MAHENDRA Terima kasih, Yang Mulia. Hadir dalam sidang kali ini adalah Pemohon Prinsipal, Ir. Faisal, paling ujung. Kemudian Para Kuasa Hukum Saudara Eddy Mulyono, Saudara Bayu Nugroho, Saudara Adria Indra Cahyadi, Saudara Gugum Ridho Putra, Saudara Arfa Gunawan, Saudara Elfano, dan saya sendiri Yusril Ihza Mahendra. Demikian, Yang Mulia.
3.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Di Pihak Pemerintah barang kali siapa yang hadir?
4.
PEMERINTAH: BUDIJONO Terima kasih, Yang Mulia. Dari pemerintah hadir saya sendiri Budijono. Sebelah kiri saya, Tri Rahmanto. Sebelah kiri lagi, Saudara Jaya, masing-masing dari Kementerian Hukum dan HAM. Terima kasih, Yang Mulia.
5.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Kepada semua pihak, Ketua Mahkamah konstitusi dan Wakil Ketua menghadiri undangan, oleh karena itu atas kesepakatan rekan-rekan, kami yang ditunjuk selaku ketua, mengetuai sidang ini. Lalu sebenarnya pada kesempatan ini, kita akan mendengarkan keterangan dari DPR kan ada juga dari BPK, tetapi ada suratnya, BPK tidak sempat hadir pada kesempatan ini, ya nanti akan dijadwalkan kemudian. Lalu untuk mendengarkan dua orang Ahli yang diajukan oleh Pemohon ini barang kali kita ambil sumpah dahulu, kepada Bapak Dr. Mudzakkir, saya persilakan, dan Bapak Drs. Dzulkifli … Dzulfikri Aboebakar S.H., M.H. Saya persilakan, Pak. Agaknya Ahli dua-duanya beragama Islam, ya Pak, ya? Ya, saya persilakan, Pak. 1
6.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Silakan mengikuti kata sumpahnya menurut agama Islam dimulai. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.”
7.
SELURUH AHLI BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH: Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.
8.
HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Cukup, terima kasih.
9.
KETUA: MUHAMMAD ALIM Terima kasih. Silakan kembali ke tempat, Pak. Kepada Pemohon siapa yang lebih dahulu Ahlinya yang diajukan Pak, silakan.
10. KUASA HUKUM PEMOHON: YUSRIL IHZA MAHENDRA Terima kasih, Yang Mulia. Pak Mudzakkir terlebih dahulu. Silakan. 11. KETUA: MUHAMMAD ALIM Ya, monggo, Pak. Pilih bisa dikira apa dikanan, pilih, Pak. 12. AHLI DARI PEMOHON: MUDZAKKIR Assalamualaikum wr. wb. 13. KETUA: MUHAMMAD ALIM Waalaikumsalam wr. wb. 14. AHLI DARI PEMOHON: MUDZAKKIR Majelis Hakim yang saya hormati dan saya muliakan. Sesuai dengan izin dari Ketua Majelis Hakim, saya ingin menyampaikan pokokpokok keterangan Ahli yang terkait dengan pengujian Materiil terhadap Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa
2
Keuangan Republik Indonesia dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 yang terkait dengan masalah laporan pertanggung jawaban keuangan. Baik. Ahli sampaikan. Yang pertama, saya ingin sampaikan beberapa pokok pikiran Ahli terkait dengan wewenang melakukan penyidikan dalam satu perkara pidana. Mohon panitia untuk bisa menayangkan. Wewenang dalam penyidikan, itu dikenal di dalam hukum pidana ... dalam hukum acara pidana khususnya adalah dilakukan untuk keadilan atau sering juga disebut pro justitia atau juga sering juga dikenal dengan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa atau mungkin ada nama-nama yang lain dilakukan oleh negara, saya ulangi lagi di sini, dilakukan oleh negara maksud saya adalah negaralah yang punya kewenangan untuk melakukan penyidikan atau didistribusikan pada organ negara atau pegawai negara atau juga sering disebut sebagai pegawai negeri berdasarkan mandat yang diberikan oleh undang-undang. Saya ingin sampaikan dalam konteks ini bahwa yang punya wewenang penyidikan adalah harus negara atau orang yang memperoleh delegasi dari negara dan dia menjadi bagian daripada negara yang bersangkut ... negara, maka saya sebut di sini harus pegawai negeri. Dan dia harus … yang satunya lagi adalah memperoleh mandat yang diberikan oleh undang-undang. Jadi yang memberi mandat terhadap pegawai negeri yang melakukan penyidikan adalah kekuatan atau dasar hukumnya adalah undang-undang, tidak boleh kekuatan hukum lain selain daripada undangundang. Ini saya ingin sampaikan … Ahli sampaikan karena resiko daripada penyidikan adalah tindakan-tindakan perampasan hak seseorang termasuk di dalamnya adalah penahanan dan ujungnya nanti adalah bisa penjatuhan pidana, maka ini harus dilakukan oleh organ negara dan mandatnya harus dengan undang-undang. Wewenang dalam penyidikan untuk keadilan atau pro justitia atau demi keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa atau sejenisnya tidak boleh diperoleh melalui kegiatan interpretasi hukum melalui putusan pengadilan, atau melalui putusan Mahkamah Konstitusi, atau melaui MOU, atau juga surat edaran, atau sejenisnya. Maka wewenang melakukan penyidikan dilakukan oleh negara dan negara mendelegasikan kepada organ negara yang resmi yang diberi wewenang untuk itu. Organ negara tersebut dilakukan oleh pegawai negara atau pegawai negeri yang diangkat menjalani tugas dan wewenangnya untuk/dan atas nama negara. Majelis Hakim yang saya muliakan. Inilah pada satu kesempatan saya diminta pendapat saya mengenai hal ini oleh DPR pada saat itu, saya jelaskan tidak boleh dalam konteks sistem Negara Republik Indonesia ini yang berlaku hukum positif sekarang adalah namanya penyidik swasta itu tidak ada. Jadi tidak boleh ada penyidik swasta apalagi dia diberi wewenang untuk melakukan penahanan. Ini pada saat itu kami sampaikan dalam hubungannya dengan Undang-Undang OJK.
3
Oleh sebab itu, wewenang untuk melakukan penyidikan atau penegakan hukum hanya bagi pegawai negara atau pegawai negeri yang diberi wewenang untuk bertindak untuk/dan atas nama negara dan tidak boleh dialihkan kepada yang lain apalagi kepada swasta yang nonpegawai negara atau pegawai negeri. Jadi istilah yang ingin saya sampaikan dalam konteks ini adalah melekat pada personal atau pegawai yang bersangkutan. Sedangkan pegawai negara atau pegawai negeri yang diberi wewenang untuk melakukan penyidikan diangkat khusus untuk melaksanakan tugas penyidikan setelah memperoleh lisensi atau karena telah lulus dari pendidikan khusus dan/atau pelatihan khusus. Kalau untuk pegawai negeri, yang dikenal dengan penyidik pegawai negeri. Saya kira itu yang ingin saya sampaikan doktrin dasar untuk menyampaikan pendapat Ahli terkait dengan kewenangan untuk melakukan audit investigatif terhadap BPK dan juga organ-organ yang terkait dengan BPK. Yang berikutnya mengenai kata dapat. Kata dapat dalam pemberian wewenang untuk melakukan penyidikan sebagaimana yang diajukan oleh Pemohon. Saya ingin jelaskan historis di Indonesia. Jadi, sejarah penggunaan kata dapat dalam hukum pidana, kita mengenal namanya Undang-undang Supersi Nomor 11 Tahun 1963 yang dihapus pascareformasi telah menggunakan kata dapat yang diinterpretasikan secara meluas yang kemudian dinilai menggelar hak asasi manusia dan kemudian dihapus oleh … setelah agenda gerakan reformasi ini berhasil. Artinya kata dapat itu bermasalah dalam konteks perumusan hukum pidana, sehingga dengan demikian yang interpretasi yang luas itu jelas menabrak rambu-rambu konstitusi, kalau sekarang terkait dengan perlindungan terhadap hak asasi manusia, sehingga undang-undang supersi itu dicabut dan salah satu pertimbangan dalam praktik adalah karena menggunakan kata dapat yang dalam praktik diinterpretasi secara meluas. Kemudian yang kedua, setelah reformasi ternyata undang-undang penting dalam konteks ini, Undang-Undang Tipikor, malah justru memasukkan kata dapat sebelum frase merugikan keuangan negara dilakukan pada masa reformasi. Ini yang Ahli analisis bahwa mengapa menghapus kata dapat di satu sesi rezim yang lama tiba-tiba muncul kata dapat di dalam rezim reformasi? Ternyata dalam praktik, penggunaan kata dapat seringkali dipergunakan dalam undang-undang pada reformasi ini. Nah, saya ingin jelaskan pendapat Ahli kata dapat dalam hukum pidana. Kata dapat yang bermakna meluas, mengembang, atau abu-abu yang berpotensi untuk diinterpretasikan sebagai pilihan wewenang, sebagai rumusan bidang penegakan hukum pidana, tidak dibolehkan. Oleh karena bertentangan dengan asas kepastian hukum yang juga harus tercermin dalam rumusan bahasa hukum yang tegas, jelas, dan lugas, serta mencegah penggunaan kata atau susunan kalimat yang bermakna ganda, atau ambiguiti, atau serba mencakup yang itu juga bermakna 4
meluas sehingga tidak jelas maksud perbuatan yang dilarang yang dituju daripada … dari suatu pasal dari suatu undang-undang tersebut. Maka sebaiknya dihindari sejauh mungkin penggunaan kata dapat dan dipergunakan pilihan lain yang lebih tegas, jelas, dan pasti. Bisa kita lihat dalam praktik Pasal 263 ayat (3) KUHP, maaf, ini mungkin … ya, 263 ayat (2) ini mestinya ... maaf saya ralat, yang melahirkan kriminalisasi dalam hukum keperdataan atau hukum administrasi. Saya ingin sampaikan begini, di situ dikatakan, apabila digunakan dapat merugikan. Padahal semestinya kalau itu pidana mestinya harus ada kerugian yang nyata, tapi itu kata dapat dirugikan. Sehingga urusan yang masuk hukum administrasi, itu dipidanakan. Berhubungan dengan kata dapat. Berikutnya yang terkait dengan Undang-Undang Tipikor dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara diinterpretasi dengan delik formil, padahal rumusan delik secara nyatanya adalah formil materiil. Itu juga menimbulkan interpretasi yang beragam bahkan ada pendapat ahli, atau hakim yang menyatakan, atau penegak hukum yang menyatakan bahwa tidak perlu ada kerugian negara orang bisa dihukum karena itu, karena diinterpretasi oleh pembuat undang-undang itu adalah dari delik materiil menjadi delik formil. Singkat kata di dalam penggunaan kata dapat ini menimbulkanlah berbagai macam interpretasi yang itu melahirkan ketidakpastian hukum dan ketidakpastian hukum itu akan melahirkan apa yang disebut pelanggaran terhadap hak-hak seseorang yang dijadikan tersangka, terdakwa, atau terpidana karena dia masuk penjara disebabkan sematamata karena interpretasi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Padahal di dalam melakukan interpretasi, umumnya mereka tidak menggunakan ilmu pengetahuan interpretasi. Menghilangkan atau mengabaikan maksud daripada tujuan dari pembentuk undang-undang atau tidak menggunakan apa yang disebut sebaga (suara tidak terdengar jelas). Penggunaan kata dapat Pasal 13 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara di situ disebutkan, “Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana.” Mengandung kalimat atau pernyataan hukum yang tidak tegas, tidak jelas, dan tidak jelas maksudnya, dan tidak sesuai dengan maksud dan tujuan penggunaan wewenang dalam melakukan kegiatan audit investigatif. Padahal dalam pembuktian tindak pidana korupsi khususnya unsur dapat merugikan keuangan negara, menurut Ahli adalah sebagai unsur yang harus dibuktikan. Investigatif adalah wewenang melakukan kegiatan penyidikan untuk keadilan pro justitia atau demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa atau sejenisnya harus memperoleh mandat dari undangundang dan mandat dari undang-undang itu harus bersifat pasti untuk menjamin dan melindungi hak-hak hukum yang diperiksa dalam audit 5
investigatif yang hasilnya dapat menentukan seseorang menjadi tersangka, terdakwa, dan terpidana. Jadi, dalam konteks di situ, pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksa investigatif, menurut Ahli adalah itu kata dapat ini seolah-olah boleh melaksanakan pemeriksaan investigatif untuk mengungkap adanya unsur kerugian negara tapi juga tidak perlu menggunakan audit investigatif. Ini menurut Ahli seharusnya kata dapat ini harus dihapus saja. Kalau untuk kepentingan pembuktian unsur suatu pidana mestinya harus dilakukan pemeriksaan investigatif atau yang disebut sebagai audit investigatif. Saya kira pendapat Ahli sudah saya sampaikan hasil kajian Ahli memang relevansinya seperti itu karena dalam satu audit ada audit general dan audit khusus dan khusus untuk perkara pidana pembuktian dalam suatu perkara pidana, itu dikenal sebagai audit investigative. Dan audit investigatif adalah pro justitia atau demi keadilan dan oleh karenanya dia bertindak selaku penyidik. Maka atas dasar pemahaman sebagaimana yang Ahli jelaskan tersebut di dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tersebut, menurut Ahli Pasal ini bermasalah disebabkan karena seolaholah dan itu bisa ditafsirkan tanpa audit investigatif atau dengan kata lain pula cukup dengan audit general saja itu bisa dijadikan alat bukti dalam proses peradilan pidana yang bisa dijadikan dasar untuk menyangka atau seseorang untuk dijadikan tersangka, dijadikan terdakwa, dan dijatuhi pidana. Oleh sebab itu, kata investigatif bermakna dalam konteks ini adalah keharusan, bukan dapat. Atas dasar itu nanti saya ingin sampaikan bagaimana penerapannya. Sekarang saya ingin ... Ahli sampaikan tentang kekuatan keterangan Ahli sebagai alat bukti. Dalam konteks ini audit investigatif adalah dilakukan oleh auditor, maka status auditor dalam konteks ini seperti apa. Keterangan Ahli adalah keterangan yang disampaikan sesungguhnya berdasarkan ilmu pengetahuan yang dimiliki atau dikuasainya yang menjadi dasar keahlian pada ahli yang bersangkutan. Menurut Ahli berdasarkan kajian-kajian serangkaian keterangan ahli yang disampaikan, keterangan ahli itu dibedakan menjadi dua. Yang pertama adalah keterangan ahli tentang fakta atau tentang barang bukti atau tentang alat bukti. Jadi, dalam konteks keterangan ahli tentang fakta barang bukti alat bukti ini adalah keterangan ahli tentang fakta barang bukti alat bukti terdiri dari dua hal. Yang pertama harus ada fakta barang bukti atau alat bukti dan harus ada keterangan ahli terhadap fakta barang bukti dan alat bukti tersebut. Jadi, saya ingin memberi tegasan di sini, ahli ini adalah ahli menjelaskan tentang barang bukti, atau alat bukti, atau fakta hukum yang dijadikan permasalahan di sidang pengadilan untuk kepentingan pembuktian di sidang pengadilan, bukan karena keahliannya. Oleh sebab itu di sini ada dua hal ya, harus ada fakta.
6
Nah, fakta atau barang bukti, alat bukti tersebut tidak bisa menjadi alat bukti karena untuk membaca fakta atau barang bukti dan alat bukti menjadi sebuah informasi dalam pembuktian satu perkara pidana diperlukan adanya pengujian laboraturium yang dilakukan Ahli sesuai dengan bidangnya, masing-masing agar fakta barang bukti dan alat bukti tersebut berubah menjadi keterangan atau informasi dalam bentuk hasil tertulis, yang dikenal dengan alat bukti tertulis atau alat bukti surat … maaf, alat bukti surat dan menentukan kekuatan pembuktian dari fakta atau barang bukti atau alat bukti tersebut dalam pembuktian perkara pidana. Saya ulangi lagi ini, fakta tidak bisa memberikan informasi yang jelas dan tegas dalam konteks satu pembuktian perkara pidana, kalau dia tidak diberikan yang disebut kajian uji lab dan seterusnya untuk memberikan keterangan tentang fakta itu. Yang berikutnya, keterangan ahli tentang fakta atau barang bukti atau alat bukti adalah keterangan yang dibuat ahli mengenai fakta atau barang bukti atau alat bukti dalam perkara pidana dan tidak akan pernah bisa memberikan keterangan dalam perkara pidana, jika tidak ada fakta atau barang bukti atau alat bukti tersebut. Jadi, ahli yang menjelaskan ini mesti bergantung pada alat bukti, memang tugas ahli adalah untuk itu. Jadi, yang memiliki kekuataan pembuktian bukan keterangan ahlinya, tetapi fakta atau barang bukti atau alat bukti yang dihasilkannya, alat bukti yang dikajinya. Sedangkan keterangan ahli tentang fakta atau barang bukti atau alat bukti akan memberikan penjelasan mengenai masalah yang terkait dengan hasil yang dia lakukan dan kekuatan hukum sebagai bukti atau alat bukti dalam perkara pidana mengenai fakta atau barang bukti atau alat bukti tersebut. Nah, fakta atau barang bukti atau alat bukti dalam suatu perkara pidanya, kekuatannya ditentukan berdasarkan keterangan ahli, sehingga fakta atau barang bukti atau alat bukti tersebut memiliki kualitas pembuktian, sangat kuat atau menentukan, kuat, kurang kuat, dan tidak kuat, atau ditolak sebagai alat bukti atau barang bukti. Ini contoh yang ingin saya sampaikan, jadi kalau ada orang meninggal, kemudian diperiksa oleh Kedokteran Kehakiman, maka Kedokteran Kehakiman telah melakukan pembedahan mayat dan seterusnya, maka hasilnya adalah dalam bentuk surat, kesimpulan yang dia buat dari hasil laboraturium yang digunakan oleh ahli yang bersangkutan. Kalau dia nanti tampil di sidang pengadilan, dia akan menjelasakan bagaimana proses, proses pembuatan surat keterangan mengenai hasil bedah mayat yang dilakukan tadi, sehingga dia menjadi keterangan dalam bentuk visum et repertum. Jadi, kekuatan pembuktiannya bukan keterangan ahli, tapi kekuatan pembuktian letaknya pada alat bukti yang bersangkutan. Berdasarkan uraian tersebut, bagaimana kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan RI dalam melakukan audit investigasi atau 7
investigatif untuk kepentingan pembuktian perkara pidana tentang unsur kerugian negara, dan juga bagaimana kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan, maaf ini Badan atau maaf ini BPKP maksud saya, definisinya atau penjelasannya. Dalam melakukan audit investigasi, untuk kepentingan pembuktian perkara pidana tentang unsur kerugian negara. Ahli jelaskan, BPK RI berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan Keuangan RI memiliki kewenangan untuk melakukan audit investigatif untuk kepentingan pembuktian dalam suatu perkara pidana tentang unsure kerugian keuangan negara. Jadi, menurut ahli satu-satunya lembaga yang diberikan wewenang adalah Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Tetapi wewenang untuk melakukan audit investigasi hanya dimiliki oleh BPK RI, tidak dapat didelegasikan atau diwakilkan kepada orang lain yang bukan pegawai negeri pada BPK dan memiliki lisensi untuk melakukan audit investigasi. Karenaauditor pada BPK RI yang melakukan audit investigasi untuk dan atas nama lembaga BPK RI, maka diperlukan adanya surat tugas khusus untuk melakukan audit investigasi dari BPK RI. Wewenang auditor investigasi adalah wewenang yang bersifat personal atau melekat pada seorang pegawai negeri, maka wewenang tersebut tidak bisa diwakilkan atau didelegasikan (dikuasakan) kepada orang atau auditor pegawai negeri lain atau auditor yang bukan pegawai negeri. BPK tidak memiliki … BPKP dalam konteks ini tidak memiliki wewenang melakukan audit investigatif untuk membuktikan suatu perkara pidana tentang unsur kerugian keuangan negara, dengan alasan karena tidak ada ketentuan undang-undang atau norma hukum pidana yang mengatur dan memberikan wewenang kepada BPKP untuk melakukan audit investigatif yang hasilnya untuk kepentingan pembuktian dalam perkara pidana, yang dia lakukan adalah untuk keadilan pro justitia atau demi keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Atas dasar argumen hukum tersebut, sehingga ... hingga sekarang, Ahli belum bisa memahami sudut pandang ilmiah dari ilmu hukum pidana mengenai pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 31/PUU-X/2012. Seolah-olah membenarkan bahwa BPKP memiliki wewenang untuk melakukan audit investigatif yang hasilnya untuk membuktikan suatu perkara pidana tentang unsur kerugian keuangan negara, padahal tidak ada norma hukum dalam undang-undang yang memberi wewenang untuk melakukan audit investigatif untuk keadilan pro justitia atau demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Nah, sekarang bagaimana dengan keterangan ahli yang kedua. Keterangan ahli yang kedua adalah yang menerangkan tentang ilmu pengetahuan yang tidak langsung dengan fakta, artinya antara fakta dan ilmu pengetahuan berpisah dan nanti menerapkannya tergantung pada aparat penegak hukum dan hakim. Keterangan ahli jenis ini memiliki 8
kekuatan pembuktian langsung dalam perkara pidana karena yang diterangkan adalah ilmu pengetahuan yang materinya berhubungan dengan perkara pidana yang sedang diperiksa, misalnya keterangan ahli hukum pidana atau ahli hukum acara pidana yang menerangkan mengenai doktrin hukum pidana yang berkaitan langsung dengan ketentuan hukum pidana yang hendak diterapkan atau dijadikan dasar dalam memeriksa perkara pidana yang sedang diperiksa oleh aparat penegak hukum dan hakim, atau mengenai hukum yang menjadi dasar untuk mendakwa terdakwa dalam surat dakwaan atau memutus suatu perkara pidana. Jadi saya ingin sampaikan yang kedua ini karena dalam praktik sering sekali dicampuradukkan antara keterangan ahli yang berbasis pada ilmu pengetahuan yang tidak perlu didukung fakta, yang satunya adalah keterangan ahli mengenai fakta, ini harus dibedakan. Terhadap keterangan ahli mengenai fakta tadi sudah dijelaskan tetapi jika itu hasilnya, maka yang memberi keterangan terhadap hasil itu bukan orang yang membuat fakta itu sendiri, tetapi harus pihak ahli yang independent memiliki ilmu pengetahuan mengenai bidang tersebut, ya. Jadi kalau seorang itu tampil yang karena dia memeriksa hanya bertugas menjelaskan tentang hasil apa yang dia lakukan. Kalau misalnya akan dihasilkan ahli adalah ahli yang lain yang memiliki pengetahuan mengenai hal tersebut, yang bersifat tadi dikatakan independent karena dia menjelaskan berdasarkan ilmu pengetahuan yang dikuasainya. Bagaimana dengan alat bukti surat dan kekuatan pembuktian dalam perkara pidana dan keterangan ahli. Salah satu alat bukti perkara adalah ... pidana adalah bukti surat, itu dimuat dalam Pasal 184 KUHAP. Alat bukti surat dibedakan menjadi tiga jenis. Jadi alat bukti surat menjadi objek kejahatan. Yang kedua, alat bukti surat untuk dijadikan alat bukti suatu perkara pidana atau objek ... yang objeknya bukan surat tersebut. Yang ketiga adalah alat bukti surat berupa hasil pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan fisik lainnya dengan cara tertentu berdasarkan ilmu pengetahuan mengenai suatu fakta atau barang bukti/alat bukti dalam perkara pidana dalam bentuk keterangan resmi, yaitu simpulan secara tertulis yang dibuat untuk dan atas nama lembaga atau jabatannya yang disumpah sebelum memangku jabatan. Penjelasan, tadi seperti yang sudah saya sampaikan tentang dokter, tadi adalah contoh yang lain. Majelis Hakim yang saya muliakan. Atas dasar keterangan ahli tersebut, maka saya ingin sampaikan dua hal tadi yang hubungannya dengan masalah audit tadi adalah ... satu ialah hasil audit adalah alat bukti surat, sedangkan orang yang melakukan audit tugasnya di pengadilan adalah menjelaskan proses audit yang melahirkan sebuah audit yang dijadikan alat bukti di sidang pengadilan. Sekarang bagaimana dengan perhitungan keuangan negara atau perekonomian negara. Persoalan yang sering menjadi perbedaan pendapat dalam interpretasi kalangan akademik dan praktik penegakan hukum di sidang pengadilan, khususnya dalam perkara korupsi adalah 9
mengenai unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Apakah frasa tersebut sebagai unsur bukan, atau bukan sebagai unsur tindak pidana korupsi Pasal 2 dan Pasal 3. Sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Perbedaan pendapat muncul karena pembuat undang-undang sendiri telah memberi tafsir dan penjelasannya bahwa dengan menambah kata dapat sebelum merugikan keuangan negara atau merugikan perekonomian negara telah mengubah Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 dari delik materiil menjadi formil. Kemudian melahirkan interpretasi hukum karena delik formil, maka akibat terjadi kerugian keuangan negara tidak perlu dibuktikan karena yang diperlukan dalam kerugian potensial adalah ... yang diperlukan adalah kerugian potensial atau kerugian yang bakal terjadi di masa yang akan datang, tidak harus kerugian nyata. Dalam praktik penegakan hukum, kemudian permasalahan hukum tersebut menyentuh hati nurani sebagian kecil hakim yang selalu menuntut kepada jaksa penuntut umum untuk membuktikan terjadinya kerugian keuangan negara akibat perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa, jadi harus ada kasualitas dan acap kali membuat decenting opinion dalam membuat putusan pengadilan. Kalau mayoritas hakim menghendaki tidak perlu dibuktikan adanya kerugian keuangan negara yang memiliki hubungan kausalitas dengan perbuatan yang oleh terdakwa. Persoalannya, siapa yang memiliki wewenang untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam perkara pidana? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada beberapa prinsip hukum yang harus diperhatikan. Perhitungan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara dalam perkara pidana dilakukan berdasarkan hasil audit investigasi atau audit investigatif. Jadi tadi sudah saya ingin sampaikan bahwa kerugian keuangan negara dalam konteks pembuktian unsur perkara pidana tidak bisa mendasarkan kepada audit non investigatif atau sering disebut sebagai audit general. Audit yang melakukan ... auditor yang melakukan audit investigasi dilakukan dan bertindak untuk dan atas nama negara dalam melakukan kegiatan audit investigasi dalam rangka pro justitia demi keadilan atau yang sejenisnya. Auditor investigasi atau investigatif yang bertindak untuk dan atas nama negara, maka auditor yang melakukan audit investigasi yang pro justitia atau demi keadilan dipersyaratkan sebagai pegawai negeri yang menjadi bagian daripada organ negara dan telah memiliki lisensi khusus untuk melakukan audit investigasi pro justitia dan demi keadilan. Yang ingin saya sampaikan kepada Majelis Hakim bahwa ini benar-benar harus diperhatikan disebabkan karena ini adalah ... audit investigasi adalah melakukan kegiatan penyidikan dan penyidikan itu hanya boleh dilakukan oleh negara, tidak boleh dilakukan oleh swasta atau orang yang bukan sebagai pegawai negeri. Atas dasar itu, hukum yang berlaku sekarang demikian, sehingga dengan demikian wewenang 10
auditor ini hanya dibatasi atau ditunjuk secara khusus, tidak berlaku untuk semua auditor. Auditor investigatif adalah penyidik, dan kegiatan penyidik auditor investigatif adalah kegiatan penyidikan yang bertindak untuk dan atas nama negara yang memperoleh mandat dari undang-undang. Jadi, tanpa dengan undang-undang, dia tidak memiliki wewenang untuk itu. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, wewenang untuk melakukan audit investigatif untuk kepentingan pembuktian suatu perkara pidana tentang unsur kerugian keuangan negara adalah BPK. Sedangkan BPKP tidak memiliki wewenang untuk … untuk melakukan audit investigatif untuk kepentingan pembuktian perkara pidana tentang unsur kerugian keuangan negara karena tidak ada undang-undang yang memberi wewenang kepada BPKP untuk melakukan audit investigatif untuk kepentingan pembuktian dalam suatu perkara pidana atau dengan kata lain audit untuk keadilan pro justitia demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Terkait dengan penggunaan wewenang melakukan audit investigatif ini, yang perlu dicermati adalah auditor melakukan kegiatan auditnya dilakukan untuk keadilan pro justitia atau demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berarti auditor sedang menjalankan kekuasaan kehakiman demi tegaknya hukum dan keadilan. Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dalam wilayah atau dalam wilayah kekuasaan eksekutif. Maka sesuai dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 24 ayat (1) yang saya bacakan, kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan keadilan guna menegakkan hukum dan keadilan, maknanya selama menggunakan kekuasaan kehakiman dalam wilayah kekuasaan eksekutif tersebut, dalam menggunakan kekuasaannya harus merdeka, tidak boleh berpihak dan independent. Artinya, auditor investigatif tidak boleh memihak dan dia hanya bertindak untuk dan atas nama keadilan. Ini harus dihilangkan praduga yang biasanya istilahnya adalah ini kan audit … audit ini adalah pegawai BPK, dan BPK adalah organ negara, sehingga dia harus membantu negara. Saya kira itu harus dihindari sejauh mungkin karena apa … kalau terjadi indikasi yang demikian ini dia telah melanggar konstitusi karena dia telah menjalani kekuasaan kehakiman yang dia harus merdeka untuk menyelenggarakan peradilan atau merdeka atau bebas dari kekuasaan manapun. Maka, saya akan sebut di sini adalah tidak berpihak dan independent. (Suara tidak terdengar jelas) hukum dalam perkara tindak pidana korupsi, kerugian yang diderita oleh negara, maka sebagai korban dalam konteks ini adalah negara. Negara memiliki organ penegak hukum, penyidik penuntut umum dan wewenang melakukan audit investigatif dilakukan oleh BPK yang notabene juga lembaga yang … lembaga 11
independent untuk melakukan auditor. Tetapi, sebagai organ negara, tapi dia sebagai organ negara, artinya menjadi bagian daripada objek negara yang menderita kerugian. Oleh sebab itu, berdasarkan uraian yang Ahli sampaikan pada bagian sebelumnya, harus dibedakan antara keterangan Ahli tentang fakta, barang bukti, alat bukti, dan keterangan Ahli yang diberikan berdasarkan ilmu pengetahuan yang spesifikasinya tentang … ilmunya berkaitan dengan keuangan negara. Tadi sudah saya sampaikan, Majelis Hakim yang saya muliakan bahwa auditor adalah menjalankan audit dan dia adalah melahirkan apa yang disebut sebagai alat bukti surat. Maka, kalau dia menjelaskan di sidang pengadilan, kedudukannya adalah sebagai menjelaskan hasil kerja, bukan sebagai ahli dalam konteks ini. Tetapi, yang disebut ahli adalah orang yang … atau memiliki ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan keuangan negara. Hal ini untuk mencegah konflik kepentingan di dalam penegakan hukum, apabila tidak memperhatikan kepentingan pemecahan problem … apabila tidak diperhatikan kepentingan pemecahan problem hukum yang diajukan ini, ketentuan yang mengatur tentang pembuktian kerugian keuangan negara bertentangan dengan asas penegakan hukum yang fail trial, yang menjadi hak hukum bagi setiap orang yang menjadi tersangka, terdakwa, atau terpidana. Ahli jelaskan dalam pernyataan Ahli yang terakhir ini. Jadi karena negara … negara itu menderita kerugian, maka negara melakukan audit sendiri, dan seterusnya, dan seterusnya. Yang menjadi masalah adalah bagaimana kalau negara itu menjadi korban dan negara mempunyai kewenangan menegakkan hukum terhadap seseorang yang diduga melanggar hukum? Negara bisa berpotensi untuk menyalahgunakan wewenang ini, ini yang saya kira penting untuk diperhatikan. Kalau itu benar bahwa mereka sepakat, ini sama-sama negara dan organ negara, maka itu akan menjadi lawannya adalah pelanggar hukum atau sebut saja orang yang melakukan pelanggaran hukum. Karena semua organ itu sama membela kepentingan negara, maka otomatis dalam konteks ini seseorang dijadikan tersangka, terdakwa, terpidana, berhadapan dengan organ yang begitu besar yang dia punya kewenangan untuk melakukan penegakan hukum. Ini yang hasil cermatan saya … cermatan Ahli di dalam praktik, itulah yang melahirkan yang saya sebut … pelanggaran terhadap administrasi keuangan negara, maka lompat dia menjadi perkara tindak pidana korupsi. Pelanggaran terhadap kontrak antara negara dengan swasta … organ swasta, semestinya dia diselesaikan dengan hukum kontrak keperdataan karena negara punya kekuasaan untuk menuntut, memeriksa, menyidik, pelanggaran terhadap kontrak akhirnya itu diproses melalui proses pidana. Ini yang merusak yang saya sebut sebagai sendisendi dalam penegakan hukum Negara Republik Indonesia sebagai 12
mandatnya sebagaimana diatur di dalam Pasal 1 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Sehingga dengan demikian, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang saya hormati, bagian yang terakhir inilah menurut ahli kita harus mencermati dalam konteks ini agar supaya rakyat Indonesia jangan sampai menjadi korban dalam proses penegakan hukum, di mana proses penegakan hukum itu tidak mengindahkan kaidah-kaidah hukum sesuai dengan bidang masing-masing. Kalau hukum administrasi keuangan negara semestinya diselesaikan dengan hukum administrasi keuangan negara dan itu mekanisme adalah oleh Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan dalam undang-undang sudah diatur kalau dia itu pelanggaran hukum administrasi, risikonya dia juga diselesaikan secara hukum administrasi. Kalau dia pelanggaran hukum keperdataan, juga diselesaikan dengan keperdataan. Dan kalau dia diduga melakukan tindak pidana, maka di situ disebutkan dicatat dia adalah ada dugaan terjadinya tindak pidana. Ketika ada dugaan terjadinya tindak pidana berubah dari audit umum menjadi audit khusus, dan audit khusus ini disebut sebagai audit investigatif. Saya ulangi lagi, jadi ada perbedaan antara audit umum dengan audit investigatif. Audit investigatif adalah audit yang dilakukan setelah diduga ada terjadinya tindak pidana dilakukan seperti atau melakukan investigasi. Investigasi apa yang dimaksud di sini? Investigasi dugaan terjadinya kerugian keuangan negara. Jadi oleh sebab itu, berbeda dalam konteks ini, yakni harus melakukan apa yang disebut sebagai crosschecked kalau ada … taruhlah misalnya ada harga tertentu, mereka harus ke lapangan, bertanya, dan seterusnya, dan seterusnya. Saya ingin sampaikan Majelis Hakim, praktik selama ini itu adalah audit investigatif, seringkali adalah audit umum dipindah menjadi diberi judul audit investigatif. Bahkan kadang-kadang kumpulan dari dokumen-dokumen yang dikumpulkan oleh penyidik, kemudian diminta oleh lembaga audit diberi nama audit investigasi, padahal dia hanya menghitung dokumendokumen yang dibuat oleh penyidik, sehingga terjadilah apa yang disebut sebagai kerugian keuangan negara. Pratik yang seperti ini menurut ahli adalah dasarnya sebagaimana yang ahli sampaikan, maka audit investigatif adalah kata kunci dalam satu konteks ini untuk mengurangi masyarakat atau masyarakat itu menjadi korban dari praktik penegakan hukum yang tidak sesuai dengan praktik … tidak sesuai dengan kaidah hukum yang diatur di dalam Undang-Undang BPK Republik Indonesia. Terima kasih, assalammualaikum wr.wb. 15. KETUA: MUHAMMAD ALIM Ahli berikutnya, saya persilakan.
13
16. AHLI DARI PEMOHON: ZULFIKRI ABOEBAKAR Assalammualaikum wr.wb. 17. KETUA: MUHAMMAD ALIM Waalaikumsalam wr.wb. 18. AHLI DARI PEMOHON: ZULFIKRI ABOEBAKAR Yang Mulia Majelis Hakim yang saya hormati, yang terhormat Para Pemohon, Para Advokat yang mewakili Pemohon, yang terhormat wakil dari Pemerintah, dan para hadirin yang saya hormati. Terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya sebagai Ahli untuk memberikan keterangan ahli dalam perspektif sebagai seorang auditor. Di sini saya akan berbicara mengenai persoalan dari perspektif auditor karena profesi saya adalah akuntan publik, bukan akuntan negara. Sebagai akuntan publik, sebetulnya tidak ada banyak bedanya dengan akuntan negara karena kalau akuntan negara, dia adalah government auditor atau supreme auditor yang mewakili kepentingan rakyat banyak untuk memberikan suatu opini, suatu pendapat mengenai auditee-nya. Dalam konteks sidang hari ini adalah opini yang diberikan oleh supreme auditors terhadap laporan keuangan daerah. Laporan keuangan daerah itu sebetulnya merupakan konsolidasi dari LKPD, LKPD yang ada di dalam unit pemerintah daerah yang ada. Dari konsolidasi itu, auditor yang melakukan pemeriksaan umum, itu akan memberikan opini sama halnya yang dilakukan oleh akuntan publik terhadap auditee-nya perusahaan yang diperiksa. Jadi produk dari auditor itu adalah opinion, opinion dalam hal ini sama antara supreme audit dengan public accountant, yaitu produknya adalah pertama unqualified opinion, yang kita kenal sebagai wajar tanpa pengecualian, kemudian qualified opinion, wajar dengan pengecualian. Kemudian ada adverse opinion, tidak memberikan pendapat. Selanjutnya adalah disclaimer opinion, menolak memberikan pendapat. Bagaimana lahirnya satu pendapat itu? Sangat tergantung dari kondisi dari auditee-nya itu sendiri. Jadi, kalau dalam konteks ini LKPD 1 kabupaten atau kota atau provinsi tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang diatur di dalam standar pemeriksaan keuangan negara, maka ada kemungkinan akan mendapatkan opini yang empat macam ini. Nah, bagaimana tujuan sebetulnya? Tujuan untuk melakukan audit itu sebetulnya supreme audit itu untuk meyakinkan bahwa ke semua data yang disajikan oleh auditee di dalam LKPD atau Laporan Keuangan Daerah itu sebetulnya telah comply, telah taat asas terhadap peraturan perundang-undangan yang ada. Jadi, kalau ke semuanya itu taat asas sebagaimana yang diatur di dalam PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang 14
Sistem Pengendalian Internal Pemerintah yang dalam hal ini implementasinya dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Negara. Jadi, dalam hal ini BPKP itu fungsinya adalah sebagai internal auditor, sementara BPK itu adalah eksternal auditor yang mewakili publik. Nah, dalam konteks ini, kita akan sangat heran sekali karena seringkali kita melihat bahwa hampir dari 520 kota dan kabupaten plus 33 atau 34 provinsi yang ada, itu sekitar 70% sampai 80% mendapatkan disclaimer opinion, hampir. Tentu pertanyaannya kenapa? Itu bisa disebabkan karena memang sistem administrasi keuangan dan administrasi umum yang dijalankan oleh entitas yang ada, yang saya maksud dengan entitas itu adalah kabupaten, kota, dan provinsi itu belum sepenuhnya memahami apa yang diinginkan oleh aturan yang ada, dalam hal ini Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Jadi, ke semuanya itu belum tentu terjadi adanya satu fraud atau kecurangan, lebih dikarenakan ketidakpahaman untuk melaksanakan aturan-aturan yang ada. Hal ini mungkin sekali disebabkan oleh karena kelemahan SDM yang dimiliki oleh negara kita atau oleh kabupaten atau kota atau oleh provinsi yang ada. Namun demikian, dalam akhir satu pemeriksaan terhadap auditee itu, itu auditor punya kewajiban untuk memberikan rekomendasi terhadap hasil pemeriksaannya. Kalau di dalam dunia akuntan publik itu disebut management letter. Apa isinya? Isinya adalah tentang weaknesses dan strength of internal control, mengenai lemah dan kekuatan dari sistem organisasi yang ada. Semakin lemah satu sistem, maka kita akan mengatakan ini sangat berpotensi untuk terjadinya satu fraud atau kecurangan. Semakin kuat sistem internal kontrol yang jalan di sana, maka potensi kecurangannya bisa dikatakan nol atau nihil. Nah, ini dilakukan oleh auditor dalam konteks general audit atau audit umum. Dalam pelaksanaan atau implementasi audit umum, auditor itu sangat tergantung kepada PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Kontrol. Karena luasnya cakupan item yang harus diperiksa, maka auditor tidak mungkin untuk melakukan pemeriksaan 100%. Jadi, auditor hanya memeriksa berdasarkan sampling. Semakin bagus sistem internal kontrol yang ada, maka sample yang diambil sedikit, kecil. Kalau sistem internal kontrolnya weak atau weaknesses-nya besar sekali, maka sample yang diambil besar. Dalam konteks auditee yang sekarang lagi diperkarakan ini untuk tahun 2008, 2009, dan 2010, kalau saya tidak salah opinion-nya itu adalah disclaimer. Itu artinya disclaimer itu auditor tidak meyakini terhadap buktibukti yang ada atas item-item aset yang disajikan di dalam neraca. Tidak dapat meyakinkan auditor walaupun bukti-buktinya itu ada, tapi berserakan dan tidak bisa dihubungkan satu dengan yang lain, sehingga auditor tidak sanggup untuk atau tidak berani untuk mengatakan unqualified opinion. 15
Perlu saya jelaskan arti dari unqualified opinion itu adalah umpanya ruang ini kita katakan bagus, maka tidak ada satu pun yang kita dapat katakan jelek, semuanya bagus. Itulah yang dimaksud dengan unqualified opinion, tidak ada celanya. Sementara di dalam opini qualified opinion, ruangan ini bagus kecuali lampunya yang jelek. Ah, itu pengertiannya begitu, Pak. Jadi, ruangan ini bisa kataka … kita katakan bagus, kecuali lambang Garuda itu yang enggak … yang enggak bagus. Jadi, ada pengecualian. Kemudian adverse opinion adalah ruangan ini amburadul, tidak didukung oleh bukti-bukti sama sekali, tidak didukung oleh bukti sama sekali, pemilikannya tidak jelas, siapa yang menguasainya? Kemudian … maaf, disclaimer opinion adalah ruangan ini bagus, tapi administrasinya enggak beres sehingga tidak bisa meyakinkan kita. Oleh karena itu kita menolak untuk memberikan pendapat. Kalau yang tadi, tidak berpendapat, begitu, Pak. Ini dalam konteks audit umum atau general audit. Dari audit umum ini andai kata manajemen dari auditee itu tidak yakin terhadap salah satu item yang ada. Di sini LKPD-nya umpama kita katakan LKPD dinas pekerjaan umum, umpamanya, atau LKPD dinas pendapatan daerah. Nah, atas ketidakyakinan SKPD-SKPD itu perlu dilakukan pemeriksaan khusus atau special audit. Pekerjaannya namanya investigation. Jadi, ini namanya special audit. Special apanya? Special terhadap item dari laporan keuangan yang akan difokuskan itu karena dari item itu kita tidak yakin mengenai informasi yang disajikan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan yang lebih dalam. Pemeriksaan dalam pengertian special audit yang dilaksanakan dengan cara menginvestigasi, itu dilakukan secara full audit atau 100%. Jadi, 100% diperiksa. Ini juga berdasarkan kalau ada indikasi, ya. Jadi, kalau andai kata memang ada indikasi fraud terhadap LKPD (Laporan Keuangan Pemerintah Daerah), maka seharusnya aturan itu mengatakan, “Setiap indikasi walaupun Rp1,00 pun yang terjadi fraud tanpa memperhatikan persoalan materiality, dalam konteks hukum wajib dilakukan investigasi.” Jadi, harus dilakukan investigasi sepanjang ada indikasi fraud, ada indikasi kecurangan. Jadi, kalau tidak ada kecurangan, maka tidak diperlukan. Tapi biasanya kalau di dalam laporan keuangan hasil atau produk dari general audit itu management letter-nya itu akan memberikan satu catatancatatan yang harus diperbaiki untuk tahun yang akan datang. Alasannya apa? Oh, kami kekurangan tenaga kerjanya untuk bisa menginventarisasi aset yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Dari pengalaman yang kami temui memang persoalan ESDM yang ada, hampir dari semua pemerintah daerah itu yang pernah kami temui itu tidak memiliki atau belum memiliki catatan mengenai aset-asetnya, dan memang prihatin kita melihatnya, belum memiliki, tapi ada yang sudah berupaya untuk memperbaiki karena ini memang proses tidak mudah apalagi kalau di daerah timur sana. Jadi 16
untuk mencari tenaga yang memang paham tentang akuntansi pemerintahan itu tidak mudah. Kebanyakan tenaga-tenaga itu berkumpulnya di Jawa sini dan tidak mereka bekerja di Papua atau di Halmahera, atau di Nias dan sebagainya. Nah, akibatnya terjadi permasalahan di dalam pelaporan. Saya tidak tahu alasannya kenapa pihak kejaksaan dan/atau kepolisian menggunakan laporan keuangan pemerintah daerah produk dari audit umum, saya tidak tahu itu, dengan alasan apa? Karena kalau audit umum tidak memberikan gambaran tentang kecurangan kecuali di dalam management letter itu. Jadi, management letter itulah yang mengatakan ada indikasi, ada indikasi, kalau indikasi kan belum tentu. Nah, oleh karena ada indikasi itulah maka wajib dilakukan pemeriksaan khusus. Nah, sekarang terbalik yang saya baca dari laporan yang diperkarakan ini, itu pihak kepolisian dan kejaksaan tanpa menggunakan laporan investigasi atau laporan spesial audit langsung menggunakan produk dari general audit untuk menjadikan seseorang pejabat di daerah atau kepala dinas yang mempunyai kewenangan untuk menyusun LKPD SKPD-nya untuk dijadikan tersangka, padahal itu kan hasil pengamatan umum bukan pengamatan yang sangat mendalam. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini saya ingin mengusulkan bahwa Pasal 13 di dalam undang-undang ini yang diperkarakan ini seyogianyalah diganti dengan kata dari dapat diganti dengan kata wajib tanpa mempersoalkan material atau tidak. Jadi kalau dimaknai bahwa di dalam proses audit itu ada indikasi fraud, maka kebijakannya adalah wajib dan/atau harus dilakukan pemeriksaan khusus. Atas temuan inilah pihak kepolisian dan kejaksaan silakan untuk menindaklanjutinya baik dalam proses penyelidikan dan/atau proses penyidikan. Tapi kalau menggunakan laporan umum, laporan general audit maka menurut pendapat kami pihak kepolisian dan/atau kejaksaan itu saya kira telah melakukan suatu abuse of power, penzaliman terhadap pihak auditee-nya. Saya kira demikian, terima kasih. Assalamualaikum wr. wb. 19. KETUA: MUHAMMAD ALIM Kepada Pemohon, mungkin ada yang mau ditanyakan kepada Ahli, saya persilakan. 20. KUASA HUKUM PEMOHON: YUSRIL IHZA MAHENDRA Terima kasih, Yang Mulia. Satu pertanyaan ke Pak Mudzakkir, satu pertanyaan ke Pak Zulfikri. Pak Mudzakkir, kalau putusan hakim dalam perkara pidana itukan selalu diawali dengan kata-kata dakwaan itu terbukti secara sah dan meyakinkan, biasanya begitu putusan pidana seperti yang diatur di dalam KUHAP. Sekarang ini kalau bukti-bukti itu 17
hanya didasarkan atas sesuatu yang bersifat umum, tidak mendalam pada kasus itu, kemudian juga Ahli yang menerangkan itu adalah ahli yang jenis pertama yang tadi Pak Muzdakkir katakana, yaitu ahli yang menerangkan bagaimana prosedur dan proses dia melakukan suatu penyelidikan lalu menghasilkan alat bukti surat. Bukan ahli dalam kategori yang memang punya ilmu menerangkan sesuatu alat bukti dalam persidangan. Apakah cukup dikatakan bahwa dengan satu audit yang bersifat umum dan ahli yang kategori pertama tadi menerangkan dalam persidangan, itu bisa … bagaimana itu bisa sampai pada kesimpulan bahwa dakwaan itu terbukti secara sah dan meyakinkan? Nah, untuk Pak Zulfikri, ini satu hal yang belum Bapak jelaskan tadi adalah keterangan Bapak yang lain jelas. Satu hal yang belum dijelaskan itu adalah petugas BPK yang melakukan audit, lalu kemudian menghasilkan laporan yang bersifat umum. Jadi bukan laporan investigasi sebenarnya karena yang dilakukan pun sebenarnya adalah kategori pertama, kategori kedua dari audit itu yaitu untuk memberikan opini dan untuk menilai apakah satu program pemerintah dilaksanakan efektif sehingga penggunaan dana juga efisien. Tapi belum sampai kepada penyidikan investigasi, tapi menghasilkan alat bukti dan yang kami persoalkan adalah apakah bisa orang yang melakukan penyelidikan itu … melakukan audit itu dihadirkan di dalam persidangan itu sebagai ahli untuk menilai pekerjaannya sendiri? Ya mungkin Bapak bisa menjelaskan prosedur audit internasional. Misalnya begini, BPK itu mengaudit keuangan negara, mengaudit semua instansi pemerintah, departemen, peradilan. Tapi pertanyaannya yang mengaudit BPK itu siapa? Siapa yang mengaudit BPK? Lalu hasil audit BPK itu bisa menimbulkan ketidakpercayaan. Katakanlah politisi DPR tidak percaya dengan audit BPK. Lalu dispute antara laporan BPK dengan opini DPR. Siapa yang dapat menilai audit BPK itu kredibel atau tidak? Nah, kalau dikaitkan dengan konteks yang kecil seperti ini. Seorang pegawai BPK ditugasi melakukan satu audit, ada laporan, laporan dijadikan barang bukti, kemudian terdakwa di persidangan, menyangkal keterangan itu, selain mengatakan conflict of interest, anda tidak kredibel melakukan penyelidikan, bisa jadi si terdakwa itu sebenarnya sarjana akuntan dibandingkan pegawai BPK itu tidak jelas pendidikannya itu apa. Lalu siapa yang berwenang untuk menilai laporan itu kredibel atau tidak untuk dijadikan sebagai suatu alat bukti dan keterangan dia di persidangan sebagai ahli itu bisa kredibel atau tidak. Itu mohon diterangkan. Terima kasih, Pak. 21. KETUA: MUHAMMAD ALIM Silakan kepada Ahli Pak Mudzakkir dahulu, kemudian berikutnya.
18
22. AHLI DARI PEMOHON: MUDZAKKIR Terima kasih Bapak Pimpinan yang saya hormati. Terhadap pertanyaan yang diajukan kepada Ahli yang terkait dengan persoalan pembuktian dalam perkara pidana yang berhubungan dengan kerugian keuangan negara berdasarkan hasil audit. Secara singkat, saya ingin sampaikan begini. Tadi dalam memberikan keterangan, Ahli sudah sampaikan bahwa hasil satu audit dalam satu laporan keuangan yang dapat dijadikan alat bukti dalam perkara pidana adalah hasil audit investigatif ya. Dan hasil dari audit investigatif itu dalam bentuk satu laporan dan kesimpulan, maka laporan dan kesimpulan adalah sebagai alat bukti surat dan statusnya di mata hukum pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 184 disebut sebagai alat bukti surat. Auditor yang tugasnya menjelaskan tentang hasil audit, proses audit sehingga melahirkan kesimpulan sebagaimana yang dimuat di dalam hasil audit investigatif tersebut, maka auditor tadi bertindak bukan sebagai ahli, melainkan dia menjelaskan tentang fakta dan yang menjadi alat bukti adalah faktanya. Atau tadi saya sebut fakta atau dia adalah kalau misalnya alat bukti surat, alat bukti surat itu atau kalau itu misalnya barang bukti ya barang bukti tersebut. Sedangkan hasilnya yang dilakukan oleh audit tadi hanya menentukan apa yang disebut sebagai seberapa bisa atau seberapa bisa dia memiliki kekuatan hukum. Apakah dia sangat kuat menentukan atau bahkan reject, dia tolak itu sebagai alat bukti dalam perkara pidana. Sehingga dengan demikian, kalau tadi ditanyakan, “Auditor yang ditampil di sidang pengadilan, apakah dia sebagai ahli atau bukan?” Dia bukan sebagai ahli. Karena tugas dia itu adalah menjelaskan tentang hasil audit. Sampai menghasilkan kesimpulan seperti itu, bagaimana prosesnya dan bagaimana hasilnya? Maka yang dua ini, alat bukti surat plus seorang auditor menyampaikan di pengadilan, itu adalah satu alat bukti, bukan dua alat bukti, surat plus ahli. Jadi, kalau dia ahli, berarti hasil audit tadi diserahkan kepada orang yang memiliki ilmu pengetahuan mengenai hal terkait dengan audit plus keuangan negara, barulah kemudian menjelaskan berdasarkan ilmu pengetahuannya mengenai masalah laporan pertanggungjawaban negara, itu yang disebut sebagai ahli, ya. Jadi, itu prinsipnya. Sehingga dengan demikian, kalau dalam satu perkara pidana, seseorang itu dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan berdasarkan hasil audit yang dia disebut sebagai bukti … alat bukti surat plus ahli karena dia telah melakukan audit itu, menurut Ahli, itu tidak bisa dijadikan dasar untuk menyimpulkan bahwa itu adalah terbukti dakwaan itu secara sah dan meyakinkan. Karena di sini sebetulnya baru satu alat bukti saja, terutama dalam kaitannya dengan kerugian keuangan negara. Sehingga, terhadap simpulan yang menyatakan bahwa dia terbukti sah dan meyakinkan, menurut Ahli, simpulan itu salah. Dalam arti kata, tidak tepat karena dia hanya mendasarkan satu alat bukti, bukan dua alat bukti. 19
Sehingga dengan demikian, terkait dengan pertanyaan tadi, maka terhadap putusan-putusan yang berjenis seperti ini, ya tadi saya kira nanti banyak sekali. Ini letaknya kepada … pertama adalah lembaga yang melakukan audit. Yang kedua adalah proses audit, ya. Kalau lembaga audit itu yang terkait dengan wewenang yang dia miliki, tadi sudah saya jelaskan. Kalau tekait dengan kualitas hasil, tadi sudah disampaikan oleh auditor. Yang intinya adalah apakah proses audit itu sesuai dengan standar audit investigatif atau tidak? Ini pengalaman ahli dalam member keterangan untuk membaca sebuah hasil audit investigatif, title-nya di dalam dokumennya itu seperti itu. Tapi setelah ahli cross-check di dalamdi dalamnya, saya mencoba untuk mengukur seberapa dia menggunakan SOP audit investigative? Saya simpulkan pada saat itu adalah bahwa hasil yang ditulis dalam cover-nya itu adalah audit investigatif, ini bukan audit investigatif, tetapi hanya menyusun laporan keuangan yang sudah dikumpulkan oleh penyidik, ya. Padahal di dalam standar atau sebut saja sebagai audit investigatif adalah audit investigatif secara menyeluruh. Dan terhadap hal-hal tertentu, semuanya harus di-cross-check terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam satu proses pengadaan barang dan jasa kalau itu terkait dengan barang dan jasa. Sebut saja itu pengadaan kendaraan misalnya, maka harus datang dia ke tempat showroom di mana dia beli, periksa dia, siapa yang membeli, periksa saja showroom di mana dia beli, dan kalau masih ada keragu-raguan, periksa ahli mengenai masalah harga ini. Jadi, bisa kemungkinan showroom-nya diperiksa, mereka yang melayaninya, dan pihak pengadaan barang dan jasa di satu pihak. Kalau masih ada keraguan lagi, dia bisa mengundang ahli untuk itu. Tadi saya sebutkan, hasil atau audit investigatif adalah penyidikan. Sehingga dengan demikian, hasilnya yang pertama tadi lembaganya, orang yang melakukan audit, atau auditornya itu harus punya lisensi, punya … saya sebut sebagai lisensi untuk melakukan audit investigatif, dan prosedurnya harus standar berdasarkan audit investigatif, barulah kemudian menentukan seberapa sesungguhnya kekuatan alat bukti surat yang merupakan hasil audit investigatif. Kalau itu cacat yang pertama, maka ini tidak bisa digunakan sebagai sebuah audit investigatif karena dia tidak punya wewenang. Oleh sebab itu, dia menyalahi wewenang, dan dia tidak bisa dijadikan alat bukti, dan tidak … karena dasarnya dia tidak memberi wewenang untuk itu. Yang kedua, bagaimana kalau misalnya dia punya wewenang, prosedurnya itu ternyata tidak standar, maka itu menentukan hasilnya tidak dapat dijadikan alat bukti terhadap membuktikan tentang kerugian keuangan negara. Karena apa? Karena prosedurnya tidak standar dia. Kalau prosedurnya tidak standar, maka hasilnya tidak meyakinkan, maka hasilnya tidak dapat dijadikan alat bukti. Kalau misalnya hasilnya … prosedurnya itu tidak ditaati sepenuhnya, maka kualitas atau kekuatan
20
pembuktian terhadap alat bukti surat berupa hasil investigasi juga rendah, tidak memiliki kekuatan pembuktian. Jadi, dengan demikian … kemudian, lanjutannya adalah terhadap ahli tadi tidak termasuk kualitas sebagai ahli, tapi dia sering saya sebut sebagai keterangan mengenai fakta. Itu bahasanya. Tapi karena mereka menuntut sebagai ahli, ya saya jelaskan, “Anda bukan Ahli, tapi penjelasan tentang fakta berdasarkan keahlian Saudara,” begitu. Maka sering saya sebut dalam konteks ini kalau saya menjelaskan mengenai hal ini, ya ahli tentang fakta. Dia tidak bisa menjelaskan tanpa fakta yang dia buat itu sendiri. Demikian, keterangan yang saya sampaikan jawaban terhadap pertanyaan yang pertama, terima kasih. 23. KETUA: MUHAMMAD ALIM Pada Ahli yang kedua saya persilakan. 24. AHLI DARI PEMOHON: ZULFIKRI ABOEBAKAR Terima kasih. Atas pertanyaan siapa yang mengaudit BPK? Ini perlu kami jelaskan di sini bahwa pada Undang-Undang BPK, khusus untuk financial, untuk keuangan, itu DPR menunjuk akuntan publik untuk melakukan financial audit. Yang kedua, khusus untuk apakah BPK di dalam menjalankan fungsinya telah taat asas atau complain terhadap peraturan perundang-undangan itu biasa disebut dengan peer review yang dilakukan oleh sesama BPK Indonesia katakanlah dengan BPK-nya Australia, audit supreme Belanda bisa mengaudit BPK sini, BPk di Indonesia. BPK Indonesia bisa mengaudit BPK-nya Amerika. Nah, ini diatur di dalam Pasal 33 tentang Undang-Undang BPK. Jadi di situ, pekerjaan yang dilakukan selama peer review itu yang dilakukan oleh sesama BPK internasional itu, hanya untuk menyakinkan apakah organisasi BPK satu sama lain sebagai bagian dari BPK internasional telah menerapkan standar yang telah disepakati bersama oleh organisasi BPK internasional? Jadi dengan adanya peer review itu diharapkan akan ada satu pekerjaan yang bermutu yang memenuhi kualitas, sehingga nanti kalau terjadi satu malapraktik, maka BPK asing akan memberikan catatan bahwa ada kasus-kasus begini yang seharusnya Anda lakukan sesuai prosedur begini tapi tidak Anda lakukan. Nah, itu namanya peer review. Di dalam akuntan publik juga terjadi, jadi satu kantor dengan kantor itu, itu satu sama lain saling memeriksa. Saya kasih contoh, kantor kami yang berafiliasi di London juga kadang-kadang diperiksa oleh kantor yang dari Amerika. Kadang juga diperiksa kantor dari Taiwan, sebaliknya kantor kami boleh memeriksa sana. Kesemuanya itu ditujukan untuk menjamin adanya quality di dalam organisasi bisnis itu, ini di dalam konteks BPK untuk menjamin bahwa BPK itu memang betul-betul bekerja 21
sesuai dengan standard yang ada. Sehingga produk-produknya itu betulbetul dapat dipertanggungjawabkan. Demikian, terima kasih. 25. KUASA HUKUM PEMOHON: YUSRIL IHZA MAHENDRA Ada lanjutan, Yang Mulia. 26. KETUA: MUHAMMAD ALIM Enggak, katanya tadi cuma dua? 27. KUASA HUKUM PEMOHON: YUSRIL IHZA MAHENDRA Ya. 28. KETUA: MUHAMMAD ALIM Ya, sebentar pada Pemerintah dulu, ada enggak pertanyaan Saudara? 29. PEMERINTAH: BUDIJONO Cukup, Yang Mulia. 30. KETUA: MUHAMMAD ALIM Cukup, bisa dilanjutkan. 31. KUASA HUKUM PEMOHON: YUSRIL IHZA MAHENDRA Dalam kasus yang kita hadapi sekarang ini konkretnya adalah bahwa si pemeriksa, si auditor itu ditampilkan sebagai Ahli. Pak Mudzakkir sudah memberikan satu pendapat bahwa ... bagaimana pendapat Bapak tentang itu? 32. AHLI DARI PEMOHON: ZULFIKRI ABOEBAKAR Maaf, jadi kalau satu laporan keuangan diperiksa oleh BPK jadi di sini kita harus melihatnya BPK sebagai struktur organisasi yang besar dan pemeriksa auditornya itu sebagai bagian dari BPK yang fungsional. Nah, kedua-duanya ini sebetulnya hasil pekerjaan pejabat fungsional tidak bisa disaksikan atau diberikan kesaksisan oleh pejabat struktural. Karena apa? Karena ini kan menepuk muka sendiri, jadi seharusnya sebagai satu organisasi, BPK seharusnya berlapang dada, dia harus memberikan kesempatan kepada pihak ketiga, yang punya keahlian, 22
katakanlah seperti kami ini orang swasta, kami juga punya keahlian untuk memeriksa, kami bisa melakukan satu assessment. Apakah pekerjaan atau laporan yang merupakan produk audit dari BPK itu telah memenuhi standard kualitas yang ada. Nah, tapi di dalam hal ini, yang terjadi adalah BPK memeriksa BPK, jadi sebetulnya secara common sense saja, akal sehat, ini tidak bisa dibenarkan jadi tidak ada independensinya di situ. Jadi kalau kita mengharapkan satu pekerjaan yang punya kualitas, seyogianyalah BPK membuka diri untuk bersedia diperiksa oleh pihak ketiga yang mempunyai keahlian yang sama. Demikian, terima kasih. 33. KETUA: MUHAMMAD ALIM Masih ada lagi? Cukup? Mungkin dari Bapak-Bapak Hakim ada yang mau ditanyakan? Silakan. Ya, monggo, Pak. 34. HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Terima kasih, Yang Mulia. Saya ingin ketegasan atau pendalama dari Prof … dari Prof. Mudzakkir … Pak Dr. Muzakkir. Tadi ahli memberi ilustrasi ketika seorang dokter melakukan visum et repertum terhadap suatu kasus, maka menurut saksi tadi dalam ilustrasinya sebenarnya surat yang keluar sebagai hasil visum et repertum itu masuk dalam kategori alat bukti surat. Lalu kemudian, dalam praktiknya seringkali dokter … tadi Pak Yusril juga sudah menanyakan, seringkali dokter yang membuat visum et repertum itu dihadirkan juga di pengadilan tetapi dalam kualitas sebagai ahli, walaupun sebenarnya yang dia terangkan itu adalah mekanisme yang dia lakukan dalam menerbitkan surat visum et repertum. Bagaimana menurut Ahli tentang itu? Apakah tidak bisa dikategorikan bahwa dalam case seperti itu sudah ada dua alat bukti yaitu bukti surat dan bukti keterangan ahli? Yang kedua, kalau misalnya dalam melakukan visum et repertum itu yang terlibat di dalamnya tidak hanya satu dokter tapi mungkin dua atau tiga dokter, apakah tidak bisa dikategorikan bahwa itu ada kala … katakanlah kalau dia memberikan keterangan, apakah tidak bisa dikategorikan bahwa ini kan dua atau tiga dokter yang menyusun visum et repertum itu tidak menjadi dua atau tiga juga keterangan? Yang terakhir. Dalam kasus tindak pidana korupsi, memang seringkali kita mengikuti baik di media cetak maupun elektronik bahwa ada kasus tindak pidana korupsi yang dibawa ke pengadilan tidak diawali oleh audit BPK. Pertanyaannya, siapa sebenarnya yang punya kewenangan untuk menentukan ada tidaknya atau yang punya kewenangan untuk menghitung kerugian negara, tentu di luar hakim yang menentukan terbukti atau tidak terbuktinya … apa … kasus itu? Saya
23
mohon Pak Mudzakkir, mungkin juga Pak Zulfikri kalau bisa memberi tanggapan terhadap itu. Terima kasih, Yang Mulia. 35. KETUA: MUHAMMAD ALIM Silakan, Yang Mulia. 36. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Ya. Saya juga mau mendalami sedikit, Pak Mudzakkir … Ahli, tentang masalah pembuktian. Tadi saya menangkap bahwa seorang ahli melakukan sesuatu perbuatan kemudian menghasilkan surat yang otentik, itu kualifikasinya satu bukti. Saya ingin memperdalam misalnya keterangan saksi. Satu keterangan … eh keterangan saksi yang dilakukan oleh beberapa orang, katakanlah sampai empat orang, tetapi keterangan saksi itu berkaitan satu sama lain, ada hubungannya untuk menjelaskan satu persoalan dan saksinya berbeda-beda. Apakah keterangan saksi yang seperti itu dikualifikasi sebagai satu bukti ataukah bisa dijadikan bahwa buktinya lebih dari satu? Apakah itu dikualifikasikan sebagai bonus tes lulus tes, atau memang bisa dikualifikasi bahwa pembuktiannya lebih dari satu? Itu satu, Pak. Yang kedua, berkaitan … kaitan hubungan dengan keterangan saksi dengan ahli … dengan ahli. Apakah keterangan seorang ahli yang tidak didasarkan kepada satu fakta tetapi keterangan ahli yang hanya didasarkan kepada pemahaman ilmu pengetahuan saja, tadi ada kaitannya, padahal di dalam KUHAP Pasal 183 itu keterangan ahli juga dikualifikasikan sebagai salah satu alat bukti, sebagai salah satu alat bukti. Kalau ada satu keterangan saksi kemudian ada satu keterangan ahli yang berdasarkan kepada pengetahuan bukan kepada fakta, ini kualifikasinya bagaimana? Terima kasih. 37. KETUA: MUHAMMAD ALIM Cukup. Kepada ahli saya persilakan Pak Mudzakkir dulu. 38. AHLI DARI PEMOHON: MUDZAKKIR Terima kasih, Bapak Ketua sidang yang saya hormati dan yang saya muliakan. Terkait dengan visum et repertum mengenai kedudukan alat bukti surat yang tadi sudah ahli jelaskan. Jadi, intinya bahwa dokter yang hadir di sidang pengadilan adalah dia memberi keterangan berdasarkan apa yang hasil yang dia lakukan dan itu akan menerangkan tentang hasil yang dia lakukan dalam bentuk visum et repertum. Jadi, dia hadir dalam rangka untuk menjelaskan visum et repertum yang dia buat. Itu artinya harus dipandang dia alat buktinya apa. Sesungguhnya alat 24
buktinya adalah objek atau sebut saja itu barang bukti yang dibuatkan visum et repertum bukan pada alat bukti suratnya sesungguhnya dan juga bukan keterangan dokter yang bersangkutan. Sebab kalau ini dipisah, diambil itu objeknya, keterangan dokter itu tidak bermakna sama sekali. Maka ini ibaratnya kalau itu ada barang bukti yang tadi saya sebutkan, orang mati misalnya begitu … orang mati itu kalau enggak dibuat disebut sebagai kaji atau dibuatkan visum et repertum itu tidak bisa memberi informasi tentang pembuktian dalam satu perkara pidana karena di situ harus dihubungkan antara alat bukti satu dengan alat bukti yang lain sehingga ini perlu butuh yang disebut sebagai informasi. Mungkin kalau itu jelas sekali secara lahiriah mungkin tidak perlu juga. Saya ambil contoh misalnya orang menyaksikan orang itu dibunuh pakai pisau tertentu dan pisaunya begini, begini bahkan orang itu datang sendiri ke kantor polisi misalnya gitu mungkin itu secara saksi saja bisa dilakukan dan itu alat-alat mereka semuanya sudah bisa dilakukan. Tapi dalam hal orang itu mati yang tidak diketahui kausalitasnya dan orang itu mati diduga karena tindak pidana satu perbuatan pidana, maka melahirkan dibutuhkan yang disebut visum. Visum ini adalah bukan yang memberi kekuatan bukti bukan visumnya, tetapi objek yang diberi keterangan itu. Sehingga objek itu memberi infomasi sebagai alat bukti atau tidak tergantung bisa enggak dikatakan bahwa atau dilakukan kajian bahwa dia memberi informasi atau tidak. Kalau dia memberi informasi berarti ini akan hidup sebagai alat bukti. Untuk menguatkan itu maka ahli tadi atau sebut saja dokter tadi memberi keterangan mengenai visum yang dia buat supaya meyakinkan bahwa ini bisa menjadi alat bukti. Jadi, bukan pada … pada keterangannya itu sesungguhnya dan juga bukan pada alat bukti suratnya itu. Oleh sebab itu, alat bukti surat tadi terkait dengan hasil kajian lab dan seterusnya itu bisa di-counter oleh pihak lain yang dia akan menggunakan lab yang lain yang independent untuk menguji itu seberapa kebenarannya. Saya ambil contoh misalnya tes DNA misalnya begitu sama juga. Kalau dia tidak percaya kepada seseorang yang lembaga yang sudah menangani itu bisa ngambil dia beberapa ahli yang lain untuk menguji juga yang sama. Kalau empat ahli menyatakan yang sama, berarti meyakinkan. Maka tadi saya katakan kualitas keterangan itu bukan keterangan ini yang meyakinkan bahwa itu adalah kebenaran tentang DNA itu ada hubungan ya, bukan pada ininya, nah, acapkali yang saya ketahui dalam praktik sering sekali ini yang menentukan padahal ini kan membunyikan sesuatu … membunyikan sesuatu yang berbunyi ya sesuatu itu yang harus memberi kualitas membuktikan atau tidak. Oleh sebab itu, berdasarkan atas penjelasan ahli seperti ahli tadi maka inilah maka ... kalau itu serangkaian yang dia memberi yang membuat dan kemudian memberi keterangan harus dipandang sebagai satu kesatuan, bukan pada dua atau tiga. Seandainya dia empat dokter mengenai objek sama sesungguhnya dia satu kesatuan untuk menjelaskan 25
alat bukti tadi gitu ya. Ini yang seringkali saya mencoba mendalami mengenai ini saya mencoba untuk mengkomparasi putusan-putusan pengadilan ternyata kesimpulan saya bahwa ini dia tidak punya kualitas apa pun kalau objek keterangan tadi dicabut. Maka saya sebut sebagai orang yang memberi keterangan mengenai fakta. Karena orang yang memberi keterangan tadi ada ahli memiliki kualitas keahlian, maka sering sekali saya menggunakan yang disebut ahli tentang fakta karena dia hanya menjelaskan tentang fakta, tanpa fakta dia tidak bisa memberi keterangan apapun. Oleh sebab itu, kalau tadi dokter dihadirkan saya ulangi lagi dia bukan kapasitasnya sebagai ahli, demikian juga kalau tadi dibandingkan dengan perkara ini kalau auditor dihadirkan bukan kapasitasnya sebagai ahli, dia hanya menjelaskan tentang hasil audit yang diberikan yang dilakukan kepada yang bersangkutan. Bagaimana kalau misalnya tadi disebutkan itu (...) 39. HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Saya potong sedikit. Karena dokter yang hadir itu tidak dalam kapasitas sebagai ahli, auditor yang BPK juga hadir tidak dalam kapasitas sebagai ahli, tapi kemudian ada output yang mereka buat yaitu surat, apakah dalam hal ini dianggap bahwa hanya ada satu bukti di situ, yaitu bukti surat, baik dari BPK maupun dari kalau ilustrasi dokter tadi? Benar ya, berarti satu bukti saja? 40. AHLI DARI PEMOHON: MUDZAKKIR Satu bukti saja. 41. HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Terima kasih, Pak. 42. AHLI DARI PEMOHON: MUDZAKKIR Kemudian, yang kedua. Bagaimana kalau misalnya dokter itu lebih dari satu dan seterusnya? Sama juga ya menurut Ahli. Itu sama juga karena objeknya adalah tunggal. Tadi hanya ingin saya sampaikan itu hanya menentukan kualitas kekuatan pembuktian terhadap alat bukti ya, kalau itu testi (suara tidak terdengar jelas) empat berarti itu sahih, berarti itu sangat meyakinkan, tapi misal kalau dua-dua masih diragukan. Kalau tiga-satu berarti dia ada yang memiliki kekuatan, gitu ya. Tapi kalau duadua, kalau tiga-satu misalnya saja yang satu itu menyatakan ya, yang tiga tidak, berarti tidak memiliki kekuatan pembuktian.
26
Berikutnya yang terkait dengan tindak pidana korupsi, selalu diawali oleh audit BPK, siapa yang memiliki kewenangan untuk menghitung kerugian negara? Berdasarkan kajian Ahli, yang terkait dengan wewenang melakukan penghitungan kerugian keuangan negara itu adalah BPK, itu bersumber dari Undang-Undang BPK, dan juga undang-undang yang terkait dengan pertanggungjawaban ... laporan pertanggungjawaban BPK Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004. Jadi itu jelas dan terang sekali di situ adalah BPK, maka dalam kajian yang saya lakukan di sini, maka melahirkan apa yang saya sebut sebagai hasil pemeriksaan BPK tadi, kalau terjadi ada dugaan terjadinya dugaan pelanggaran, pelanggaran itu bisa bersifat administratif, maka BPK selalu rekomendasi perbaiki laporan dan seterusnya. Kalau terjadi ada kerugian, maka wajib mengembalikan dan seterusnya, tapi kalau terjadi dugaan tindak pidana, di situ disebutkan bahwa diduga ada terjadi dugaan terjadinya tindak pidana, ini biasanya lanjutannya dikirim ke aparat penegak hukum. Jadi itu baru dugaan. Nah untuk menjadi informasi dia sebagai hasil, tadi sudah saya sebutkan, maka BPK harus melakukan audit investigatif pro justitia. Jadi kesimpulannya bahwa kalau dia tidak BPK, misalnya hanya audit umum saja tidak bisa dijadikan alat bukti. Tadi saya kira penjelasan dari Bapak Auditor tadi sangat jelas sekali bahwa dia itu pakai sample. Ya, hanya sampling, sampling tidak bisa membuktikan seorang berbuat benar atau salah, tapi kalau audit investigatif adalah audit secara menyeluruh yang tadi saya sudah sebutkan, bagaimana melakukan audit investigatif. Jadi saya ingin memberi ketegasan kembali bahwa satu-satunya wewenang yang diamanatkan oleh undang-undang untuk menghitung kerugian keuangan negara, itu adalah BPK. Dan dia melakukan audit investigatif juga BPK, dan sejauh kajian yang saya lakukan, terutama yang terkait dengan BPK tidak memiliki kewenangan untuk itu. Dan oleh sebab itu karena tidak mempunyai wewenang, maka hasil produknya yang dia bertindak pro justitia tidak dapat dibenarkan, dia sudah melampaui batas wewenang yang dia buat. Nah atas dasar itu ya, terhadap perkara tindak pidana korupsi tadi, ya semestinya kerja sama dari aparat penegak hukum itu bukan pada lembaga yang tidak memiliki wewenang, satu. Yang kedua, juga tidak boleh memberi mandat kepada yang bersangkutan untuk membantu melakukan audit investigatif juga tidak bisa ya. Jadi semestinya harus hargai, itu lembaga resmi negara yang oleh undang-undang diberi wewenang untuk melakukan audit investigatif. Tadi sudah saya jelaskan, bagaimana itu distribusi wewenang dan sebagainya, saya ulangi di sini. Itu institusi BPK, dan wewenang itu melakat kepada pejabat fungsional pada BPK, tidak bisa dipindahkan, dialihkan, dan sebagainya. Demikian keterangan Ahli yang terkait dengan masalah audit BPK. 27
Saya ingin menggarisbawahi tentang peringatan yang tadi sudah saya sampaikan, banyak seseorang jadikan tersangka hanya hitunghitungan yang dibuat, kadang-kadang oleh lembaga yang tidak punya kewenangan, bahkan hitung-hitungan itu dibuat untuk membengkakan kerugian negara dengan cara menghitung kontrak kembali, atau menghitung kembali kontrak yang telah dibuat, padahal kontrak yang dibuat itu adalah hukum keperdataan. Solusinya mestinya adalah amandemen kalau misalnya ada kekurangan, atau mungkin diselesaikan gugatan melalui keperdataan. Intinya yang indikasi yang tidak sehat adalah ketika negara melakukan kontrak, sebut saja itu negara, begitu ya dan organ-organ negara yang lain, pemerintah daerah dan seterusnya, begitu indikasi kerugian keuangan negara, ini yang dicokok pertama adalah pihak rekanaan yang mereka lakukan. Ketika dicokok pertama kadang-kadang juga adalah pengadaan barang dan jasa, atau panitia pengadaan barang dan jasa, itu juga enggak benar juga. Karena itu hubungan kontrak, maka payungnya adalah hukum keperdataan dan itu ada mekanisme penyelesaian. Seingat saya, saya melakukan menunggu tentang berdirinya tentang Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi itu, sejak reformasi sampai hari ini, praktik seperti ini masih sering kali terjadi. Ketika saya menjelaskan, ini wilayahnya keperdataan, gugat saja yang bersangkutan, dia lebih efektif dan efisien kalau itu diproses melalui perkara tindak pidana korupsi. Ini menurut saya adalah dalam hukum kontrak, ini berbuat curang negara karena begitu dia mengalami kerugian, kemudian menggunakan organ negara yang lain untuk mencokok mereka, ini yang saya terenyuh sebagai negara hukum Indonesia, mengapa seperti ini. Dan kadang-kadang itu konteksnya kerjasama atau kontrak dengan internasional atau lembaga-lembaga asing yang ada di Indonesia, saya sebagai Ahli hukum kadang-kadang malunya di situ, “Lho, ini kan keperdataan, kenapa enggak diselesaikan secara keperdataan, tiba-tiba dicokok (suara tidak terdengar jelas)?” Berarti dia organ negara yang tidak fair dalam satu konteks melaksanakan hukum perjanjian, gitu. Semestinya hukum perjanjian diselesaikan dulu, kalau terjadi tadi sebut saja itu manipulasi dan sebagainya, boleh itu digugat keperdataan atau kalau misalnya itu kemungkinan bisa menggerakkan menjadi perbuatan melawan hukum pidana itu bisa dan ini Ahli telah menyampaikan mengenai bagian ini tentang teori bagaimana memindahkan atau menggerakkan hukum pidana dasarnya adalah dari perbuatan melawan hukum keperdataan. Jadi yang bisa menggerakkan perbuatan melawan hukum keperdataan .... perbuatan melawan hukum administrasi keuangan kepada pidana adalah apabila orang itu telah berbuat ... berniat buruk yang kriminal untuk melakukan perbuatan melawan hukum yang didasari 28
dengan iktikad buruk yang kriminal. Iktikad buruk saja dalam konteks keperdataan itu tidak bisa menggerakkan hukum pidana. Iktikad buruk saja dalam konteks hukum administrasi tidak bisa menggerakkan menjadi perbuatan melawan hukum pidana, yang bisa menggerakkan dalam konteks hukum pidana adalah iktikad buruk yang kriminal, maka perbuatan melawan hukum administrasi bisa masuk ke dalam konteks pidana. Nah, selama ini tidak, harus ada lompatan yang menurut saya enggak rasional juga, melawan hukum administrasi tiba-tiba identik dengan melawan hukum pidana, ini yang kami cegah dengan cara-cara sebagaimana yang Ahli sampaikan. Demikian keterangan Ahli yang terkait dengan perkara tindak pidana korupsi. Yang kedua adalah mengenai terkait dengan keterangan Ahli, tadi saya kira sudah ... sudah saya sampaikan berdasarkan keterangan yang sudah saya sampaikan, bagaimana kalau keterangan saksi lebih dari empat orang? Apakah ini bertindak sebagai satu orang saksi atau empat orang saksi? Saya ingin sampaikan demikian, jadi dalam hal pembuktian terhadap satu perkara pidana yang dibuktikan itu ada ... satu adalah mengenai perbuatan pidanannya, yang kedua adalah mengenai perbuatan melawan hukumnya, yang ketiga adalah mengenai kesalahannya, dan yang keempat mengenai orangnya. Terhadap perbuatannya tadi itu juga harus ada unsur-unsurnya. Ya, kalau tadi saya rangkai semuanya, yang dibuktikan adalah unsurunsurnya. Jadi yang disebut sebagai minim dua alat bukti itu bukan satu pasal tindak pidana terus kemudian dia sebagai cukup dengan dua alat bukti dan meyakinkan hakim, seperti yang diajukan itu Prof. Yusril tadi, bukan. Dalam perkara pidana itu yang dibuktikan dua unsur itu adalah ... dua alat bukti adalah yang meyakinkan hakim adalah semua unsur yang terkait dengan perkara pidana. Jadi kalau itu menyangkut subjek hukumnya, harusnya ada dua alat bukti, kalau menyangkut perbuatannya juga harus dua alat bukti. Kalau mengenai perbuatan melawan hukumnya, dua alat bukti, dan seterusnya. Jadi dua alat bukti itu bukan satu pasal tetapi untuk unsur-unsur pasal, sering sekali saya bilang saya sampaikan adalah unsur-unsur yang menentukan dalam satu perkara pidana. Sehingga jelas sekali di sini, jadi kalau itu hanya dua alat bukti saja untuk men-generalisir semua tindak pidananya, menurut Ahli itu kurang tepat, ya. Karena dua unsur belum tentu bisa membuktikan unsur yang a. Dua alat bukti belum tentu bisa membuktikan unsur-unsur yang lain. Kalau itu yang dipatokan, mohon maaf banyak orang jadi tersangka duluan, diperiksa kemudian, itu sebetulnya dua alat bukti yang pertama, barulah kemudian nanti alat bukti yang lain dicari. Sehingga orang jadi tersangka dulu, setahun atau dua tahun kemudian baru diperiksa. Ini menurut Ahli tidak benar, yang seharusnya adalah dua alat bukti adalah masing-masing unsur. Jadi terang sekali, jadi terhadap perbuatan pidananya ada unsurnya, sudah 29
terpenuhi dua alat bukti, ini dua alat bukti, ini dua alat bukti, semua alat bukti, barulah dikatakan terjadi perbuatan pidana dan si a adalah pelakunya. Tapi tidak bisa dikatakan karena ada dua alat bukti, terus kemudian dinyatakan dia sebagai terdakwa, tidak bisa. Karena untuk terdakwa ditujukan kepada orang yang berbuat, maka terhadap orang yang berbuat harus ada dua unsur ... maaf, dua alat bukti. Terhadap perbuatannya harus dua alat bukti dan terhadap perbuatan melawan hukumnya juga harus dua alat bukti. Jadi terhadap keterangan saksi empat orang tadi tergantung pada substansi materinya. Kalau materinya itu sejenis, menurut Ahli adalah satu alat bukti. Jadi kalau empat orang hanya melihat dia datang ke rumah seseorang itu satu alat bukti, tidak bisa empat orang menjadi alat bukti, tidak juga bisa. Kadang-kadang saya bisa menjelaskan juga beberapa alat bukti adalah satu alat bukti karena untuk menjelaskan satu perbuatan karena kualitasnya untuk menjelaskan satu perbuatan. Ini yang saya ingin sampaikan, ingin meluruskan berkali-kali saya sampaikan di sidang pengadilan tapi kurang diperhatikan oleh ... dalam praktik, ya ini saya sampaikan di ruang Mahkamah, kebetulan ada pertanyaan yang bagus sekali mengenai hal ini, itulah praktik yang selama ini. Maka kami kritik, kenapa orang itu jadikan tersangka hanya dengan dua alat bukti dan meyakinkan. Sebentar dulu, yang dia alat bukti meyakinkan itu perbuatan pidananya atau dianya yang menjadi pelaku? Lah teorinya dalam hukum pidana, penting perbuatan pidananya dulu, perbuatan melawan hukumnya dulu terbukti, baru kemudian terakhir itu baru pelakunya siapa. Sekarang dibalik, pelakunya dulu, urusan perbuatan pidananya dicari kemudian. Ini juga salah menurut Ahli karena itu sudah melanggar asas praduga tak bersalah. Berikutnya terkait keterangan saksi plus ahli, ya, yang tidak didasarkan pada satu fakta ilmu pengetahuan apakah bisa juga diaktakan sebagai alat bukti? Dan kemudian kalau dikombinasi apakah bisa menjadi misalnya saja satu saksi, satu ahli yang tidak berdasarkan fakta, itu bisa dijadikan dasar. Tadi Ahli sudah saya sampaikan, Ahli yang tidak terkait dengan fakta, itu masuk sebagai keterangan sebagai alat bukti, itu tergantung aparat penegak hukumnya. Karena apa? Karena berdasarkan keterangan Ahli saja tidak cukup, dan kami bisa menjelaskan mengenai hal ini karena apa, karena dia tidak mengenai fakta. Maka tugas penyidik mengumpulkan fakta, bukan mengumpulkan ahli, gitu ya. Kalau itu fakta sudah dikumpulkan di rangkai menjadi satu kesatuan dalam hubungannya dengan unsur tindak pidana, di sini memerlukan keahlian. Jadi, keahlian itu dalam hukum pidana bukan berdiri sendiri, tapi dia menjelaskan serangkaian ini bisa enggak menjadi pemenuhan unsur atau tidak, itu menjadi perkara pidana atau bukan, itulah keahlian hukum pidana.
30
Tetapi, berdasarkan keahlian hukum pidana, seseorang menjadi tersangka, yang saya tahu dalam praktik, ini kami bisa patahkan argument itu, dan hakim umumnya bisa meyakinkan dan kemudian menyatakan bahwa itu tidak benar cara ahli menyampaikan. Sehingga, di sini dikatakan ahli hukum pidana menyatakan bahwa seseorang telah melakukan perbuatan pidana, (suara tidak terdengar jelas) keterangan itu, ya. Jadi, yang bisa menyatakan ada perbuatan pidana adalah alat bukti mengenai … dua alat bukti minimal terhadap semua unsur tindak pidana dan juga seseorang diduga melakukan tindak pidana apabila ada dua alat bukti dan meyakinkan hakim terhadap itu. Saya ulangi lagi, ini perbuatan pidana dulu, baru yang terakhir pelakunya. Jangan dibalik, pelakunya dua alat bukti, perbuatan pidananya dicari kemudian. Saya kira itu salah juga di dalam konteks itu. Maka, terhadap pertanyaan tadi, apakah itu bisa dijadikan dasar untuk menyatakan terjadi satu tindak pidana atau seseorang dimintai pertanggungjawaban, menurut Ahli tidak bisa, harus dengan fakta-fakta atau alat bukti masing-masing terhadap unsur-unsur tindak pidana. Demikian Ahli sampaikan, terima kasih. 43. KETUA: MUHAMMAD ALIM Kepada Ahli yang berikutnya, ini waktu kita tinggal tiga menit. Saya persilakan. 44. AHLI DARI PEMOHON: ZULFIKRI ABOEBAKAR Terima kasih. Ini saya akan menjawab pertanyaan tentang keterangan Ahli apa hanya bisa berdasarkan pengetahuan … pengetahuan saja? Kalau menurut hemat kami, kalau dalam konteks audit, sebetulnya tanpa harus terlibat di dalam kasus itu, kami sebagai Ahli bisa tahu apakah si auditor itu telah menjalankan profesinya sesuai dengan standard-standard yang ada. Karena apa? Karena di dalam suatu proses audit itu sebetulnya sederhana saja, ada tim di dalam audit itu … ada tim mulai yang namanya partner-nya, atau kalau di sini, di BPK itu ada tortamanya atau auditor utama. Kemudian di bawahnya ada manajer, kemudian ada supervisor, ada senior, ada junior, dan ada pelaksana. Nah, tim inilah yang akan bekerja mengaudit auditee itu. Apa yang dilakukan pertama kali? Dia akan melakukan satu pekerjaan yang disebut dengan audit planning, dari audit planning itulah akan ketahuan apa saja yang akan dan telah dia kerjakan, dari situ ketahuan karena semuanya diatur di dalam standar-standar. Andaikata in case terjadi sesuatu di luar standar, maka auditor, level manajer ke atas sampai ke tortama, itu bisa menggunakan yang namanya professional judgement. Nah, judgement ini atau professional judgement ini tidak bisa didapatkan sehari, dia kemungkinan didapatkan 31
sampai puluhan tahun, baru bisa tajam ketika melakukan perkenalan terhadap ADT nya saja, sebetulnya auditor sudah tahu apa yang terjadi di dalam organisasi ini. Apa yang dilakukan? Pertama adalah understanding of the client audit, kita harus mengerti betul titik-titik apa yang lemah di dalam organisasi ini. Nah, kalau kita serahkan pada level bawah itu tidak mungkin terjadi, kita akan mengalami kegagalan. Untuk understanding of the client audits ini, langkahnya itu adalah wawancara, kelihatan dari cara bicara, bahasa tubuhnya, ada yang disembunyikan di situ, kelihatan. Kalau itu sudah didapatkan, maka kita melakukan walkthrough, ditelusuri apa yang dia katakan itu kita telusuri untuk pembuktiannya nanti. Jadi, sebetulnya tanpa harus mengalami langsung, ahli itu sebetulnya bisa menilai apakah yang dilakukan oleh auditor yang melakukan audit terhadap auditee-nya, sudah benar atau tidak. Jadi, kalau tadi pertanyaannya, bolehkah menggunakan pengetahuan saja? Ya boleh, tanpa harus terlibat di dalam kasus itu. Jadi, kalau andai kata saya dalam kasus ini ditunjuk untuk mengevaluasi pekerjaan auditor, sederhana yang saya akan lakukan, saya akan panggil auditor itu yang namanya working papers Anda, kertas kerja. Karena kertas kerja itu akan bicara dari A sampai Z siapa yang bertanggung jawab terhadap langkah-langkah pemeriksaan yang dilakukan, dikerjakan oleh siapa, diperiksa oleh siapa, di-approved atau disetujui oleh siapa, jam berapa, tanggal apa, hari apa, catatannya apa, notes-nya apa, ketahuan semua, oh ini salah, oh ini benar. Jadi kalau tadi ditanyakan apakah boleh seorang ahli mengandalkan pengetahuan perundang-undangan saja dan pengetahuan scientific-nya? Saya katakan boleh, sangat boleh, jadi andai kata dalam kasus ini ingin kita evaluasi, saya akan sanggup mengatakannya bahwa ini salah atau benar. Terima kasih. 45. KETUA: MUHAMMAD ALIM Terima kasih. Kepada para pihak saya jelaskan bahwa pada sidang berikutnya itu pertama-tama kalau dia hadir, kita akan mendengarkan keterangan dari DPR dan dari pihak terkait, BPK. Mungkin ini juga akan mengajukan ahli. Kepada Pemohon dahulu, masih adakah ahli yang akan diajukan atau saksi saja? 46. KUASA HUKUM PEMOHON: YUSRIL IHZA MAHENDRA Cukup, Yang Mulia.
32
47. KETUA: MUHAMMAD ALIM Cukup. Oke, kepada pihak pemerintah mungkin ada yang mau diajukan ahlikah atau saksi? 48. PEMERINTAH: BUDIJONO Pemerintah cukup, Yang Mulia. 49. KETUA: MUHAMMAD ALIM Cukup. Jadi kita akan panggil lagi DPR untuk memberikan keterangan dan kemudian BPK apakah pihak terkait, apakah BPK akan mengajukan ahli atau saksi, kita belum tahu. Jadi pada sidang berikutnya insya Allah kita akan mendengarkan DPR kalau ada, dan kemudian pihak terkait. Sidang ditunda sampai dengan hari Senin, tanggal 10 November 2014, jam 11.00 WIB. Sidang saya nyatakan selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 13.04 WIB Jakarta, 27 Oktober 2014 Kepala Sub Bagian Risalah,
t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
33