MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 138/PUU-XII/2014
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN AHLI PRESIDEN (VIII)
JAKARTA SENIN, 27 APRIL 2015
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 138/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial [Pasal 15 ayat (1), Pasal 17 ayat (1), ayat (2) huruf c, ayat (4), Pasal 19 ayat (1), ayat 2, dan Pasal 55] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. PT Papan Nirwana 2. PT Cahaya Medika Health Care 3. PT Ramamuza Bhakti Husada, dkk. ACARA Mendengarkan Keterangan Ahli Presiden (VIII) Senin, 27 April 2015, Pukul 14.08 – 15.30 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Arief Hidayat Anwar Usman I Dewa Gede Palguna Patrialis Akbar Suhartoyo Wahiduddin Adams Maria Farida Indrati
Wiwik Budi Wasito
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Daniel Aldiansyah (PT Ramamuza Bhakti Husada) 2. HM Razali Djalil (PT Ramamuza Bhakti Husada) 3. Robert (PT Cahaya Medika Health Care) B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Aan Eko Widiarto 2. Haru Permadi 3. Herman C. Ahli dari Pemerintah: 1. Maruarar Siahaan D. Pemerintah: 1. Mualimin Abdi 2. Budijono 3. Umar Kasim E. Pihak Terkait: 1. Muhammad Makruf 2. Theo Suandaya 3. Ropik Patriana F. Saksi Pihak Terkait: 1. Wahyu Handoko
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 14.08 WIB 1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang dalam Perkara Nomor 138/PUU-XIII/2015, dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saya cek dulu kehadirannya. Pemohon yang hadir?
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Baik, terima kasih, Yang Mulia. Dari Pemohon yang hadir Para Prinsipal yang pertama dari PT Cahaya Medika Health Care, Bapak Robert. Kemudian, dari PT Ramamuza Bhakti Husada, Bapak Razali dan Bapak Daniel. Kemudian dari Kuasa Hukum kami Aan Eko Widiarto, sebelah kanan saya Pak Herman, dan sebelah kiri saya Pak Haru. Terima kasih.
3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Dari Pemerintah yang hadir? Saya persilakan.
4.
PEMERINTAH: BUDIJONO Terima kasih, Yang Mulia. Dari Pemerintah hadir, sebelah kanan saya, Bapak Mualimin Abdi, dan saya Budijono. Sebelah kiri saya, Bapak Umar Kasim dari Kementerian Tenaga Kerja, dan Pemerintah menghadirkan Ahli Bapak Dr. Maruarar Siahaan dan Saksi satu orang dr.Wahyu Handoko, M.M, AAK. Terima kasih, Yang Mulia.
5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, Pihak Terkait yang hadir siapa?
6.
PIHAK TERKAIT: MUHAMMAD MAKRUF Terima kasih, Yang Mulia. Pihak Terkait yang hadir saya sendiri Muhammad Makruf, sebelah kanan saya Theo Suandaya. Dan sebelah kanan Mas Theo, Mas Ropik Patriana. Terima kasih, Yang Mulia.
1
7.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Agenda pada siang hari ini adalah mendengarkan Ahli dan Saksi dari Pemerintah. Sebelum menyampaikan keterangannya, saya persilakan Ahli untuk maju ke depan bersama Saksi. Saya persilakan, Yang Mulia Bapak Rektor. Agak geser sedikit. Ahli beragam Kristen, dan Saksi beragama Kristen juga? Oh, Islam. Oh, di sini tertulis Kristen ini? Baik, untuk Ahli dulu saya persilakan, Yang Mulia Prof. Maria.
8.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Mohon ikuti saya. “Saya berjanji sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya. Semoga Tuhan menolong saya.”
9.
AHLI BERAGAMA KRISTEN BERSUMPAH: Saya berjanji sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya. Semoga Tuhan menolong saya.
10.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Terima kasih.
11.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Saya tegaskan kembali, betul Saksi beragama Islam? Oh, baik. Saya persilakan Yang Mulia Dr. Wahiduddin.
12.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Ikuti saya. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.”
13.
SAKSI BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH: Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Saksi, akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarya.
2
14.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Silakan duduk kembali! Dari Pemerintah Pak Mualimin, siapa dulu yang akan didengar keterangannya?
15.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Terima kasih, Yang Mulia. Yang pertama Ahli dulu Yang Mulia, Pak Dr. Maruarar Siahaan. Saya persilakan.
16.
AHLI DARI PEMERINTAH: MARUARAR SIAHAAN Bapak Ketua Pleno Mahkamah Konstitusi yang saya hormati, serta seluruh Hakim Konstitusi, Para Pemohon, Pihak Pemerintah, serta Pihak Terkait. Saya diminta untuk memberikan keterangan dalam persidangan ini tentang permohonan Pasal 15, 16 dari Undang-Undang BPJS, Undang-Undang Nomor 24. Dan saya beri judul dia kurang-lebih kira-kira begini, “Undang-Undang BPJS Dalam Negara Kesejahteraan Berdasar Undang-Undang Dasar Tahun 1945.” Bapak Ketua dan Majelis yang terhormat, ketika dasar negara yang dibentuk dalam proses kemerdekaan pada sidang-sidang BPUPKI, maka yang menjadi perdebatan sebenarnya di antara para pendiri bangsa, apa dasar negara yang akan kita bentuk dan kemudian kita mengetahui semua dan telah mengalami itu adalah Pancasila yang termuat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar. Sebagai dasar negara, dia juga menjadi pandangan hidup bangsa. Konsep negara yang akan dibentuk yang menjadi tujuan bernegara itu kita kenal dengan konsep negara kesejahteraan atau welfare state, dengan mana negara memainkan peran utama dalam pemajuan dan perlindungan kesejahteraan rakyat secara sosial dan ekonomi. Hal ini didasarkan pada pemberian kesempatan yang sama dalam memperoleh kesejahteraan kepada mereka yang tidak mampu dalam kesejahteraan dasarnya. Negara kesejahteraan dapat mengambil bentuk dalam pergeseran dana atau transfer dana yang dikumpulkan negara untuk membiayai pelayanan-pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pelayanan sosial lainnya. Dengan cara demikian diharapkan bahwa kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin tidak menyebabkan hilangnya kesempatan untuk memperoleh ... kesempatan memperoleh pemenuhan kebutuhan hidup yang mendasar. Bentuk inilah pada hakikatnya yang dimaksudkan dalam Pasal 34 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebelum perubahan dengan maksud untuk memelihara kaum fakir miskin. Perkembangan perekonomian dunia yang mengalami depresi sebelum perang dunia kedua yang menimbulkan pengangguran dan kemiskinan pada banyak negara di barat yang bahkan menganut sistem market ekonomi yang liberal, menyebabkan terjadi sebenarnya 3
perubahan sikap secara drastis atas intervensi negara dalam kebijakan sosial ekonomi. Selama masa depresi tersebut, konsep negara kesejahteraan dipandang sebagai jalan tengah di antara model ekstrim komunisme di kiri dan yang tidak tunduk pada pengaturan dalam pasar bebas yang dikenal dengan less affairs. Setelah perang dunia kedua banyak negara Eropa berubah dari sifatnya yang mengadopsi program sosial secara gotong royong ... gotong ... secara sepotong-sepotong atau selektif memilih ke arah yang lebih komprehensif dan selektif yang disebut penanganan bersifat cradle to grave atau program-program sosial dari mulai lahir sampai kepada penguburan. Amerika Serikat yang menganut paham less affairs dalam liberalisme di bawah Roosevelt yang merupakan satu-satunya negara industri yang tidak memiliki sistem jaminan kesehatan. Baru setelah tahun 1935, setelah depresi, kebijakan new deal Roosevelt membentuk jaminan sosial dan asuransi sosial. Bahkan untuk mengatasi tingginya angka pengangguran, Pemerintahan Roosevelt mengeluarkan fair labor standards act, yaitu undang-undang yang membatasi jam kerja agar dapat secara adil didistribusikan kepada para pekerja secara adil. Barangkali pada saat itu benturan antara program new deal dengan Mahkamah Agung Amerika justru menimbulkan suatu perbedaan yang tajam, sehingga pada akhirnya Roosevelt mengancam akan menambah hakim agung supaya dapat menyetujui program-program sosialnya. Tentu kebijakan seperti ini merupakan suatu kebijakan yang bertentangan dengan teori pasar bebas yang menyerahkan hal seperti itu kepada kehendak kebebasan berkontrak. Namun dalam depresi ekonomi, negara harus campur tangan. Negara kesejahteraan modern merupakan kombinasi demokrasi, kesejahteraan sosial, dan modal dengan akses terhadap hak-hak sosial dan politik yang menjadi instrumen untuk mengurangi kesenjangan dan mengatasi kemiskinan akibat pengangguran. Proses perwujudan cita-cita proklamasi tentang tujuan bernegara untuk peningkatan kesejahteraan umum merupakan kebijakan dalam bentuk intervensi negara untuk mendekatkan kesenjangan antara yang mampu dengan yang tidak, dalam rangka untuk mewujudkan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebelum perubahan. Namun tampak jelas bahwa barulah setelah kurang-lebih 60 tahun kemerdekaan, Indonesia melangkah dalam program sosial jaminan kesehatan yang terjadi setelah perubahan keempat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pada tahun 2002, dengan diadopsinya Pasal 34 baru sebagai bagian dari bab tentang perekonomian ... sistem perekonomian dan kesejahteraan sosial. Di samping Pasal 34 ayat (1), ayat (2), ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, dan Pasal 28H ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), maka Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 merupakan dasar hukum 4
bagi upaya program kesejahteraan masyarakat, khususnya jaminan kesehatan secara menyeluruh dan adil, terutama bagi mereka yang memperoleh penghasilan yang tidak mencukupi. Wujud negara kesejahteraan dalam model program kesejahteraan jaminan kesehatan ini merupakan hal yang diperintahkan oleh konstitusi dengan mengambil bentuk yang lebih universal dan modern, yaitu dengan program jaminan sosial ketenagakerjaan dan kesehatan yang berbentuk asuransi yang dikelola negara. Sistem jaminan sosial nasional dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 yang didasarkan pada asas-asas kemanusiaan, asas manfaat, keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia bertujuan untuk memberi jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar yang layak bagi setiap peserta dan terselenggara sebagai upaya yang bersifat gotong royong dengan kepesertaan wajib dan beberapa prinsip lain. Sistem jaminan sosial nasional tersebut diselenggarakan melalui suatu badan penyelenggara jaminan sosial yang akan mengintegrasikan badan-badan yang dibentuk negara dalam penyelenggaraan jaminan sosial yang ada sebelumnya di bidang kesehatan dan ketenagakerjaan. Ketika dalam perkara pengujian yang di hadapi saat ini, Pemohon mendalilkan keberatannya atas konstitusionalitas Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 19 ayat (1), Pasal 19 ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, maka batu uji yang dikemukakan adalah Pasal 28H ayat (1), Pasal 28H ayat (3), dan Pasal 28C ayat (2) UndangUndang Dasar Tahun 1945. Karena pemberi tenaga ... pemberi kerja tidak mempunyai selain jasa pemerintah untuk memberi jaminan pemeliharaan kesehatan kepada diri pekerja. Inti ketentuan Pasal 15, 16, dan 19 yang dimohonkan diuji menyangkut kepesertaan wajib pemberi kerja mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta BPJS. Kewajiban pemberi kerja untuk memungut iuran yang menjadi beban peserta dan menyetorkannya kepada BPJS. Ketentuan tersebut dianggap bertentangan dengan Pasal 28H ayat (1) yang berbunyi, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan yang sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” Pasal 28H ayat (3) yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.” Pasal 28C ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 berbunyi, “Setiap orang berhak memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.” Indikator konstitusionalitas norma, sebelum masuk kepada inti konstitusionalitas norma yang dimohonkan Pemohon, maka ketika kebijakan publik disusun dalam bentuk regulasi dalam peraturan 5
perundang-undangan seharusnya naskah akademik telah mengungkap evaluasi dan analisis amanat konstitusi tersebut dengan landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis dari sistem jaminan sosial nasional yang menjadi sumber legitimasi arah, jangkauan, dan ruang lingkup materi muatan undang-undang BPJS tersebut. Indikator konstitusional norma yang akan dibentuk dalam undangundang BPJS tidak dapat dilihat secara individual dari pasal-pasal yang diajukan oleh Pemohon sebagai batu ujian secara berdiri sendiri, melainkan dengan mengujinya juga terhadap pandangan hidup bangsa dan dasar, serta tujuan negara yang termuat dalam pembukaan UndangUndang Dasar Tahun 1945. Pembukaan tersebut memuat tujuan bernegara yang berkehendak untuk melindungi segenap bangsa, kaya dan miskin di seluruh nusantara dan baik yang mempunyai sumber penghasilan dan yang tidak secara adil dan dengan cara kebersamaan dan gotong-royong. Konsep negara kesejahteraan berdasarkan Pancasila dalam dunia modern sekarang ini yang terhubungkan secara erat dengan hak-hak sipil dan politik serta tujuan untuk mempersempit jurang antara kaya dan miskin sehingga mempunyai harapan dan kesempatan yang sama dalam mengembangkan diri dan meningkatkan martabatnya merupakan ukuran atau indikator dalam menilai dan menguji kebijakan yang diambil, khususnya dalam program kesejahteraan sosial jaminan kesehatan ini. Menurut hemat saya, tidak terjadi pertentangan dengan konstitusi dalam makna yang diuraikan di atas karena hak-hak konstitusional untuk memajukan diri dalam memperjuangkan hak secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negara, dan hak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan diri secara utuh sebagai manusia bermartabat justru berdasarkan keterangan para saksi dan dilihat dari tujuan bernegara yang merupakan semangat atau moralitas konstitusi, lebih terbuka kesempatan bagi lebih banyak orang untuk memperoleh jaminan kesehatan yang lebih besar. Jikalau yang dimaksudkan Pemohon bahwa usaha-usaha yang sudah dirintis dalam bidang jaminan kesehatan ini berdasarkan ketentuan yang berlaku sebelum perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dalam Pasal 34 menjadi kehilangan market karena adanya kepesertaan wajib untuk mengikuti BPJS, maka kesempatan yang dimaksud untuk mempertahankan bidang usaha tersebut sebagai bagian untuk turut serta mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya serta meningkatkan kualitas hidupnya, maka undang-undang a quo sama sekali tidak mengatur seperti itu. Bahwa pilihan untuk memberikan atau memperoleh pelayanan yang lebih baik dari pelayanan dasar yang dapat diberikan oleh BPJS tentu terbuka, tetapi merupakan pilihan yang membebani, harga yang lebih, yang tentu secara sadar akan menjadi keputusan yang harus diambil oleh setiap orang dengan konsekuensi tertentu. 6
Secara khusus, Bapak Ketua dan Bapak Para Hakim Majelis, saya sebagai pimpinan UKI pada saat ini dengan undang-undang ini telah mendaftarkan seluruh staf, dosen, dan karyawan di UKI, tetapi ada permintaan dari pihak karyawan kalau boleh terus dipertahankan In Health yang ada karena kami juga ikut serta sebagai rekanan dari In Health. Tetapi kita mengemukakan kalau bersedia dua kali dipotong gajinya, welcome. Ini barangkali keputusan daripada setiap orang. Hambatan-hambatan dalam pelayanan serta batasan dalam plafon tertinggi yang ditanggung serta kurangnya informasi yang memadai dalam pelaksanaan operasional BPJS di lapangan, menurut hemat saya bukanlah merupakan masalah konstitusionalitas norma melainkan masalah implementasi undang-undang baik karena memerlukan waktu dalam sosialisasi maupun penyesuaian pelaksanaan di lapangan dengan apa yang sesungguhnya dimaksudkan oleh undang-undang a quo, tetapi intinya masalah yang dihadapi bukanlah konstitusionalitas norma itu sendiri. Dengan mengatakan semua hal ini, kami tidak hendak menyatakan bahwa tidak terdapat kekurangan di dalam undang-undang tersebut. Pertama, ketika terjadi rumusan sanksi yang berlebihan di dalam Pasal 17, yaitu termuatnya kata antara lain di dalam sanksi itu. Patut dipahami bahwa suatu kewajiban yang telah dirumuskan menjadi kewajiban hukum akan selalu membutuhkan sanksi untuk dapat menegakkannya secara efektif, adanya hak asasi tidak dapat dipisahkan dari adanya kewajiban yang membatasinya. Oleh karenanya rumusan hak atas jaminan kesehatan tidak merupakan hal yang harus dipertentangkan dengan adanya kewajiban hukum untuk mewujudkan suatu tujuan negara yang telah ditentukan. Terlepas dari hal demikian, juga menjadi berlebihan jikalau ada pendapat bahwa pasal undang-undang a quo yang dimohonkan untuk diuji dikatakan diskriminatif karena rumusan diskriminasi yang dianut dalam Undang-Undang HAM, maupun instrumen HAM internasional dan yurisprudensi Mahkamah Konstitusi tidak memaknai keadaan yang disebut Pemohon dan Ahli yang diajukannya sebagai masuk dalam diskriminasi. Kepastian hukum yang dikatakan hilang karena adanya perubahan regulasi bukanlah senantiasa merujuk pada hilangnya kepastian hukum karena pemahaman dan pemaknaan konstitusi beserta perubahan konstitusi yang terjadi juga harus diikuti oleh penyesuaian regulasi yang lebih rendah. Karenanya seperti yang dikatakan Friedman, Block Grant Friedman, saya sudah pernah mengutip, Yang Mulia, saya minta maaf mengutip lagi. Law must be stable and yet it cannot stand still. Hands all thinking about law has struggled to reconcile the conflicting demands of the need of stability and the need of change. Rumusan kehilangan kepastian hukum akibat perubahan hukum adalah perubahan yang terjadi setiap waktu tanpa memberi ruang yang 7
cukup bagi satu regulasi yang stabil untuk waktu yang relatif cukup. Tetapi perubahan regulasi yang terjadi dalam bidang jaminan kesehatan dan Bapelkes seperti juga pernah diuji Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 7 Tahun 2005 bukanlah sesuatu yang terjadi secara semena-mena, melainkan karena adanya perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tentang Bab Perekonomian dan Kesejahteraan Sosial. Jikalau demikian halnya, yang harus dipersoalkan bukan perubahan regulasi di bawah undang-undang, melainkan perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sendirilah yang dipermasalahkan. Sebagai kesimpulan dari uraian ini, kami menyatakan bahwa masalah yang diajukan bukan menyangkut konstitusionalitas norma, tetapi merupakan implementasi norma belaka. Demikian yang bisa kami kemukakan, Yang Mulia. Terima kasih. 17.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Pak Maru. Berikutnya, Pak Wahyu Handoko, saya persilakan.
18.
SAKSI DARI PEMERINTAH: WAHYU HANDOKO Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua. Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang saya hormati, izinkan saya, Dr. Wahyu Handoko M.M., Ahli asuransi kesehatan, yang dalam posisinya saat ini adalah salah satu direktur PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia akan memberikan kesaksian atas apa yang saya ketahui terkait dengan pelaksanaan koordinasi manfaat (coordination of benefit) antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dengan penyelenggara asuransi tambahan atau asuransi komersial. Sebelumnya, izinkan saya menjelaskan lebih dulu beberapa hal terkait dengan PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia. PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia adalah merupakan perusahaan yang bergerak di dalam asuransi jiwa dengan produk asuransi kesehatan dan asuransi jiwa. Semula, PT Inhealth dalam singkatannya, biasa dikenal sebagai PT Inhealth adalah pemegang sahamnya PT Askes Persero dan Koperasi Bhakti Karyawan PT Askes. Tetapi sekarang, kondisi sekarang karena peraturan perundangan terkait dengan BPJS tidak dikenankan mempunyai saham di dalam Inhealth, pemegang saham saat ini adalah Bank Mandiri, Jasindo, dan Kimia Farma. Terkait dengan coordination of manfaat, yang saya ketahui terdapat beberapa hal yang perlu kami sampaikan. Yang pertama, koordinasi manfaat itu didasarkan kepada beberapa regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Yang pertama, yaitu Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, Peraturan Presiden 8
Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, adanya teknis operasional peraturan Direktur BPJS Kesehatan Nomor 064 Tahun 2014, secara teknis operasional sebetulnya BPJS telah untuk bisa secara teknis operasional mengimplementasikan coordination of benefit (koordinasi manfaat) telah melakukan pembicaraan-pembicaraan dengan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia dan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia. Sehingga akhirnya pada bulan April, seingat saya bulan April Tahun 2014, telah disepakati bentuk standar kontrak antara BPJS Kesehatan dengan penyelenggara asuransi komersial. Berkaitan dengan itu, maka pada tanggal 23 April 2014, PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia melakukan kerja sama dengan BPJS Kesehatan di dalam hal coordination of benefit (koordinasi manfaat). Memang didasari dengan adanya perubahan perundangan ini bagi industri, tidak hanya bagi masyarakat, tetapi bagi industri perlu adanya sosialisasi dan edukasi. Sehingga, ini masing-masing industri, termasuk industri asuransi komersial melakukan persiapan-persiapan untuk penyikapan terkait dengan hal koordinasi of manfaat ini. Tetapi secara pokok sebetulnya koordinasi of manfaat … coordination of benefit atau koordinasi manfaat membuka ruang bagi masyarakat yang mempunyai kemampuan dan ekspektasi yang lebih untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, khususnya dalam hal kenyamanan dan kecepatan untuk membeli asuransi, penyelenggara asuransi tambahan. Hal itu terbukti sejak dilaksanakannya perjanjian kerja sama antara kami dengan BPJS Kesehatan, kondisi saat ini sudah ada 20 badan usaha yang bekerja sama dengan Inhealth dengan jumlah peserta 160.000 … ulangi, 164.694 jiwa dengan skema COB. Artinya, dengan skema adanya kerja sama antara BPJS Kesehatan dengan PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia. Majelis Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi. Demikian kesaksian yang saya sampaikan. Atas perhatiannya terima kasih. Akhirulkalam wassalamualaikum wr. wb. 19.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam. Terima kasih, Pak Wahyu. Berikutnya dari Pemerintah, apakah akan ada yang dimintakan penjelasan lebih lanjut atau pendalaman? Saya persilakan.
20.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Terima kasih, Yang Mulia. Ya, kalau untuk Ahli, saya kira cukup karena Ahli di closing statementnya mengatakan bahwa undang-undang a quo atau yang dimohonkan untuk diuji itu terkait dengan masalah implementasi saya kira itu klir. 9
Yang kedua, untuk Pak Wahyu Handoko, Pak Wahyu, sedikit saja karena Bapak sangat memahami betul tentang COB atau Coordination of Benefit atau sistem koordinasi manfaat tersebut. Pertanyaan Pemerintah adalah apakah kemudian … apakah BPJS Kesehatan dapat bekerja sama dengan asuransi atau perusahaan-perusahaan asuransi, termasuk bapelbapel yang ada di Indonesia? Jika jawabannya ya, kemudian bagaimana Bapak selaku yang mengerti dan memahami COB itu mekanisme kerjasamanya? Itu yang pertama. Kemudian yang kedua, terkait dengan COB yang tadi Bapak singgung sedikit, bagaimana koordinasi manfaat itu karena kalau tadi kan mekanismenya, apa yang dapat dihasilkan atau manfaat apa yang dihasilkan dari COB tersebut dalam rangka untuk penyelenggaraan BPJS yang pertama mengandung prinsip kegotongroyongan maupun nirlaba? Kemudian yang kedua, juga diharapkan untuk menjangkau kepesertaannya kepada seluruh rakyat Indonesia. Barangkali itu, Yang Mulia pendalaman dari Pemerintah. Terima kasih. 21.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Pak Mualimin. Berikutnya dari Pemohon, apa ada kepada Ahli dan Saksi dari Pemerintah? Saya persilakan.
22.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Ada, Yang Mulia. Terima kasih, Yang Mulia. Yang pertama untuk Bapak Ahli, Bapak Dr. Maruarar Siahaan dan juga Bapak Rektor UKI. Pertanyaan saya begini, tadi Bapak Ahli mengemukakan bahwa untuk melihat bahwa undang-undang ini baik atau tidak, itu perlu dilihat dari naskah akademiknya, apakah naskah akademiknya itu sudah sesuai dengan … dan mempunyai landasan filosofis, yuridis, dan sosiologisnya. Ada sebuah penelitian, Bapak, yang saya baca dari desertasi yang dikarang oleh Bapak Nasrullah. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa Undang-Undang BPJS itu, rancangan undang-undangnya dibuat pada tahun 2010, bulan Mei selesai. Kemudian, dalam penelitian ini ditemukan ketika selesai RUU dibuat, ternyata naskah akademiknya belum ada. Padahal sudah ada kesepakatan antara pemerintah dan DPR tahun 2006, naskah akademik merupakan syarat teknis untuk dibahasnya suatu rancangan undang-undang. Akhirnya, bulan Juni baru dimulai membuat naskah akademik, bulan Juli selesai. Jadi, artinya 1 bulan sudah RUU selesai, naskah akademik baru dibuat. Kemudian, mohon maaf, dikonfirmasi kepada Yang Mulia Hakim Farida Indrati, bagaimana kalau seperti ini? Dalam penelitian tersebut di halaman 300 … di halaman 277 disebutkan, “Kalau seperti itu perumpamaannya seperti orang membuat makalah kemudian menyuruh 10
orang lain membuat footnote-nya.” Begitu. Jadi, saya menyangsikan bahwa norma-norma yang dibuat dalam Undang-Undang BPJS ini memang benar-benar norma yang sudah dipikirkan secara yuridis, filosofis, dan sosiologis sesuai dengan tujuan bernegara yang sudah tadi Bapak panjang-lebar kemukakan. Jadi, saya ingin menanyakan, apakah memang undang-undang ini kalau penyusunan naskah akademiknya seperti itu, normanya akan baik? Kemudian, kalau Bapak tadi juga menyinggung pendapat dari salah satu pakar hukum yang sangat kita kenal, saya juga ingin menyinggung salah seorang pakar hukum pembentukan peraturan, yaitu Lon Luvois Fuller. Beliau mengatakan bahwa dengan mengutip pendapat dari C. J. Khoven “A law which a man cannot obey, nor act according to it, is void and no law.” Jadi hukum yang memang tidak mungkin orang mematuhinya, kemudian dia juga hukum yang tidak mungkin orang itu patuh terhadapnya untuk menaati, itu adalah bukan hukum. Mengapa saya katakan demikian? Undang-Undang BPJS yang seperti yang sudah kami mohonkan untuk diuji itu mengandung normanorma yang memberikan jebakan kepada masyarakat, mengapa kami istilahkan jebakan? Ada kewajiban ikut BPJS, nanti setelah wajib kemudian iurannya dinaikkan, otomatis orang tidak punya pilihan. Itu menjadi wewenang negara untuk bisa menaikkan atau menurunkan iuran dan sekarang lagi ramai dibicarakan iuran BPJS akan naik. Kalau yang naik itu adalah untuk PBI, enggak ada masalah karena yang membayar adalah APBN. Tapi kalau yang naik itu adalah iuran dari masyarakat pada umumnya, yang mandiri, BBM saja naik masyarakat kisruh, Pak, apalagi ini negara sudah mendaftar, yang enggak mendaftar dipidana, diberi sanksi administrasi, kemudian dinaikkan, apakah enggak semakin negara kesejahteraan akan jauh dari rohnya seperti yang Bapak kemukakan. Kemudian yang berikutnya, Yang Mulia. Saya ingin bertanya juga soal salah satu pendapat tadi yang Bapak kemukakan bahwa perubahan itu adalah lazim. Bapak Ahli, salah satu prinsip dalam pembentukan peraturan yang baik yang dikemukakan oleh Lon Fuller adalah harus ada kecocokan atau konsistensi antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaan sehari-hari. Para bapel JPKM, sebelum adanya Askes sekalipun atau inhealth yang mendukungnya, itu sudah beroperasi, sudah 20 tahun mereka menjalankan usahanya, dan dimungkinkan bukan oleh menurut Undang-Undang Jamsostek, tetapi oleh UndangUndang Kesehatan Tahun 1993. Nah, dalam konteks ini mereka sudah menjalankan usahanya bersama-sama dengan pemerintah akhirnya bahu-membahu untuk membantu mereka yang penghasilannya tidak begitu banyak, mungkin berbeda dengan dosen UKI tadi yang boleh dipotong dua kali gaji misalnya. Tapi bagi masyarakat pekerja, itu sudah berat, Bapak. Nah, kalau seperti itu perubahan konstitusi pun apakah boleh kemudian mencabut hak yang pendapatannya rendah untuk 11
diberikan kualitas pelayanan yang baik oleh negara asalkan mau membayar lebih tinggi? Kalau menurut saya kok ini bukan konstitusi yang baik. Justru konstitusi yang baik itu adalah memberikan mereka yang tidak bisa hidup menjadi hidup, mereka yang tidak punya duit punya duit. Nah, dan yang terakhir dari saya, Yang Mulia adalah saya ingin pendapat Bapak terkait dengan rumusan pasal di dalam Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar yang ini juga sebenarnya juga sudah saya tanyakan kemarin kepada ahli kesehatan. Karena Bapak adalah Ahli hukum saya ingin tanyakan kembali, Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar itu bunyinya adalan negara mengembangkan sistem jaminan sosial, istilah yang dipakai adalah mengembangkan untuk kesehatan, kemudian Pasal 31 ayat (2) ... eh maaf, ayat (3) itu istilah yang digunakan oleh pembentuk Undang-Undang Dasar adalah menyelenggarakan untuk pendidikan. Jadi di sana disebutkan Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional. Saya mengapa ingin memperbandingkan ini karena antara kesehatan dan pendidikan itu adalah dua urusan yang punya chord yang sama (hajat hidup orang banyak), persoalannya adalah mengapa pada 34 ayat (2) itu menggunakan istilah mengembangkan, sedangkan pada Pasal 31 ayat (3) menyelenggarakan. Kalau saya buka dalam kamus Bahasa Indonesia, mengembangkan itu artinya membuka lebar-lebar, kalau melaksanakan atau menyelenggarakan itu adalah melakukan artinya. Kalau seperti itu maka apakah ... ini apakah Bapak Ahli setuju dengan pendapat kami, apakah berarti bahwa kalau mengembangkan maka negara bukan sebagai pelaksana, negara tidak melakukan sendiri sebagaimana negara etatisme tetapi negara adalah mengayomi, membuka kesempatan, membuka partisipasi kepada masyarakat sebagaimana konsep (suara tidak terdengar jelas) yang sudah tadi Bapak kemukakan. Saya kira itu dari saya, mungkin dari yang lain. Terima kasih, Yang Mulia. 23.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan.
24.
KUASA HUKUM PEMOHON: HARU PERMADI Terima kasih, Yang Mulia. Pertanyaan saya adalah untuk pihak terkait dari BPJS. Pada tanggal 22 Desember Tahun 2014 BPJS (...)
12
25.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ini agendanya kita minta keterangan pada Ahli dan Saksi.
26.
KUASA HUKUM PEMOHON: HARU PERMADI Mungkin kalau misalkan ditanggapi dalam bentuk ... diizinkan bertanya, Yang Mulia, kalau pun boleh nanti dijawab secara tertulis enggak ada masalah.
27.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, mestinya sudah lewat pada waktu keterangan Pihak Terkait terkait itu.
28.
KUASA HUKUM PEMOHON: HARU PERMADI Baik.
29.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Nah, ini terus jadi masalah kan? Sebetulnya pada waktu Pihak Terkait memberikan keterangan, itu langsung direspons. Responsnya terlambat ini. Tapi anulah ya untuk lebih mengklirkan anu, saya persilakan tapi tidak dijawab sekarang, tapi bisa nanti dijawab secara tertulis ya. Saya persilakan dalam (…)
30.
KUASA HUKUM PEMOHON: HARU PERMADI Baik, singkat saja, Yang Mulia. Inggih, pada tanggal 22 Desember tahun 2014, BPJS dengan Apindo itu mengeluarkan nota kesepahaman yang intinya adalah untuk aktifasi … aktifasi pelaksanaan BPJS. Ini untuk anggota Apindo itu dilaksanakan pada bulan Juni, tidak pada tanggal 1 Januari tahun 2015. Nah, menurut kami ini menimbulkan diskriminasi bagi perusahaan yang di luar Apindo. Nah, kami bertanya apa maksudnya ini semua? Terima kasih.
31.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Dari meja Hakim ada? Ya, saya persilakan Dr. Palguna. Saya persilakan, Yang Mulia.
13
32.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Ya, terima kasih Yang Mulia Pak Ketua. Ini mungkin bisa dijawab oleh Saksi berdasarkan fakta di lapangan dan mungkin juga oleh Ahli. Nah, ini saya persilakan kepada Ahli Pak Dr. … Yang Mulia Pak Maruarar Siahaan. Begini karena ini satu hal yang saya kira berkait dengan apa yang dimaksudkan oleh Pemohon, dengan undang-undang sekarang ini … apa namanya … salah satu kesulitan yang dihadapi Pemohon ini, katakanlah begitu ya, itu adalah bahwa Para Pemohon ini tidak dapat menentukan secara mandiri dan bebas, gitu ya, siapa yang memberikan program jaminan sosial, itu karena negara menentukan BPJS sebagai satu-satunya lembaga yang memberikan jaminan sosial. Nah, kalau kepada Ahli barangkali saya ingin menanyakan kalau dilihat konstruksinya dari konstruksi negara kesejahteraan, dengan adanya ketentuan seperti ini, itu bagaimana pendapat Ahli? Sementara kalau Saksi, saya mohonkan, praktiknya di lapangan seperti apa terhadap pertanyaan itu? Itu saja, Yang Mulia, terima kasih.
33.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, kalau tidak ada yang lain saya ikut menambahkan. Saya minta penegasan dari Ahli. Jadi pasal-pasal yang diujikan itu menggunakan istilah wajib, atau frasa wajib ya. Dari frasa wajib itu kemudian ada satu intepretasi penafsiran, BPJS ini adalah melakukan monopoli. Harus diikuti oleh semua orang yang kemudian diikuti dengan sanksi administratif, itu satu. Dari pengaturan yang menggunakan frasa wajib. Kemudian apakah tidak membawa konsekuensi bisa mematikan pilihan-pilihan yang sudah sebelumnya dilakukan oleh masyarakat pada waktu memilih asuransi-asuransi kesehatan swasta atau yang lain, itu satu. Kemudian yang kedua, kalau itu kemudian atas dasar penjelasan dari Pihak Pemerintah kemudian Pihak Terkait, itu dikatakan seluruh masyarakat diharapkan ikut serta mengikuti atau ya mengikuti BPJS, tetapi tidak tertutup kemungkinan untuk menambah manfaat mengikuti jenis asuransi kesehatan yang lain. Dari sisi ini, apakah penyelenggara asuransi kesehatan yang lain tidak menjadi ketinggalan satu langkah dari BPJS karena memang untuk orang-orang yang punya lebih itu bisa menambah asuransi. Pada sektor yang sebelum ada BPJS pun begitu karena ada yang kemudian ikut Inhealth, ada lagi yang ikut Prudential, ada yang ikut apa, itu sebelum ada BPJS saja masyarakat kalau yang punya uang pasti mengikuti itu supaya dia punya safety lebih karena memang sektor kesehatan itu mahal jadi mintanya aman dia. Tapi dengan begini, ini kan berarti seolah-olah dengan undang-undang ini atau dengan pasal-pasal ini, BPJS itu memang itu kemudian perusahaan 14
negara kemudian dia didahulukan selangkah oleh pasal-pasal ini atau undang-undang ini. Itu saya minta penegasan dari Ahli. Kemudian dari Saksi. Ini tolong disampaikan secara lebih terbuka. Apakah pangsa pasar Inhealth itu berkurang atau tidak dengan adanya BPJS? Itu yang pertama. Kemudian, kalau itu tidak berkurang, apakah itu tidak karena Inhealth itu memang asuransi kesehatan yang pangsa pasarnya memang di atas rata-rata kemampuan dari warga negara Indonesia? Sehingga, Inhealth tidak terkurangi pangsa pasarnya. Karena memang Inhealth bergerak di sektor masyarakat yang menengah ke atas. Ini saya minta penjelasan dua hal ini pada Saksi. Saya persilakan, mau … mestinya Yang Mulia dulu karena saya kok masih panggil Yang Mulia karena Hakim itu sudah dipanggil Yang Mulia itu sampai kapan pun selalu dipanggil Yang Mulia. Itu tidak harus kan, ya? Sama dengan prof. Sudah prof … sudah pikun pun masih dipanggil profesor dia. Kemudian, jenderal sudah pensiun, enggak bisa terjun, enggak bisa nembak pun, kalau nembak luput, itu masih dipanggil jenderal, gitulah. 34.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Beda pegawai negeri sipil.
35.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh ya, pegawai negeri.
36.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Tidak ada panggilan seperti jenderal dan sebagainya.
37.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya. Ya, memang itu anu … kan sama (…)
38.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Nasib.
39.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Nasibnya. Supaya kita tidak anu … tegang itu, ya? Sementara … silakan, Pak Maru.
15
40.
AHLI DARI PEMERINTAH: MARUARAR SIAHAAN Ya, terima kasih, Bapak Ketua dan Bapak-Bapak Majelis Mahkamah Konstitusi. Saya bukan karena pilih anu … tapi, saya melihat ini yang baru saya ingat ini yang terakhir dari Pak Arief. Ya, memang di dalam memberikan pandangan saya terhadap uji materi … uji … uji … uji konstitusionalitas norma ini, saya baru saat-saat terakhir memberikan keputusan setelah saya membaca dulu, kemudian beberapa putusan Mahkamah Konstitusi yang lalu. Terutama sekali di dalam melihat ini, ketika di dalam perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 terjadi bahwa Pasal 34 itu kemudian berada di dalam bab perekonomian dan kesejahteraan itu, dalam perubahan yang terjadi itu, maka saya teringat, apakah memang kalau dikatakan tadi satu langkah BPJS itu? Itu benar saya kira. Tetapi, pembenarannya bagaimana? Tidak. Kalau kita melihat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 33, yang jelas di situ bahwa cabang-cabang yang strategis itu meskipun merupakan hal yang bukan menyangkut sumber daya alam, bumi, air, bukan, tapi dia strategis, menguasai hajat hidup orang banyak. Pemerintah menurut saya, diberikan oleh konstitusi untuk memberikan kesempatan terlebih dahulu bahwa negara yang melakukan … bahkan, kalau dikatakan state monopoly, ya. Tetapi, di sini kan bukan masalah Pemerintah atau BPJS tidak melakukan suatu bisnis dalam mencari profit karena dia mengatakan, “Jelas, nonprofit.” Kalau dia profit, tentu persaingan secara bebas. Begitu harus dilakukan dulu. Tetapi, di sini negara sebagai bagian daripada negara kesejahteraan itu dalam Pasal 33. Jelas bahwa cabang-cabang produksi penting itu memang dikuasai. Tetapi di sini, kan sejak diujinya Undang-Undang Sistem Jaminan sosial yang telah memberi batas bahwa boleh yang non-pemerintah itu karena itu Pasal 5 dari Undang-Undang Nomor 40 ayat (1), dan (2), dan (3), itu sudah dinyatakan tidak mempunyai kekukatan mengikat. Itu berarti boleh mereka. Tetapi, di sini tentu saja Pemerintah memikirkan tentu mereka yang lebih rendah pendapatannya. Oleh karena itu, maka dia bisa memberikan suatu landasan, harus dulu ini yang diutamakan dan kemudian secara gotong-royong dananya. Tetapi, bagi mereka yang tidak mampu, akan diberikan … dibayar iurannya oleh Pemerintah. Oleh karena itu, kalau dikatakan ketinggalan satu langkah, di dalam cabang produksi seperti ini, ya memang. Bahkan, kalau Pemerintah langsung menyatakan, “State monopoly,” dia harus satu-satunya. Menurut konstitusi, ya saya tidak mengatakan baik dan buruk. Tetapi, konstitusi menyatakan seperti itu. Barangkali putusanputusan Mahkamah Konstitusi secara konsisten menganut ini dia dalam membuat suatu matriks tentang apa yang dikuasai negara, bukan hanya bumi, air, dan sumber daya alam itu, tetapi cabang-cabang produksi, yang kalau kita katakan dia strategis, mungkin kalau dari pertahanan, 16
keamanan, dia tidak strategis sama sekali. Atau mungkin bisa juga strategis karena tidak mungkin orang-orang yang tidak sehat mau mempertahankan negara dalam … tetapi, di dalam soal kesejahteraan sosial, sudah pasti ini masalah yang menguasai hajat hidup orang banyak, terutama sekali bagi negara kita dengan tingkat pendapatan dari kebanyakan, atau katakanlah mayoritas penduduk tidaklah boleh dikatakan terlalu cukup, atau bahwa banyak masih … masih di bawah garis kemiskinan. Saya boleh menegaskan itu, Yang Mulia. Bahwa Pasal 33 telah memberi landasan. Jadi, oleh karena itu, saya mengatakan, “Tidak ada masalah konstitusionalitas di sini.” Tetapi, masalah itu buruk atau tidak dari sudut tren perekonomian dunia sekarang, saya tidak mengetahui. Tetapi, jalan ketiga yang selalu kita pilih itu dalam sejarah itu menjadi suatu hal yang telah teruji, kalau kita melihat sekarang bagaimana Amerika Serikat dengan Obama Care itu yang mendapat perlawanan keras dari republik yang tidak ingin bahwa orang-orang yang miskin itu diurusi oleh mereka, biarlah mereka itu jalan sendirian. Barangkali kita tentu harus lebih sebagai negara yang menyatakan diri berdasarkan Pancasila, harus lebih barangkali dari Amerika Serikat dengan gagasan daripada Obama Care itu. Kalau misalnya dikatakan bahwa perkataan atau frasa wajib kemudian ada … ada diikuti oleh sanksi, apakah bisa menentukan pilihan? Saya kira memang pilihannya menjadi semakin pilihan yang lebih berat tentunya bagi mereka yang memilih kepada seperti saya katakan kalau di dosen-dosen di UKI, saya meminta apakah sedia untuk ditambah beban dua kali? Kalau bersedia, terbuka kemungkinan itu, ya, tapi yang wajib ini karena kita memiliki apa yang disebutkan beban di dalam gotong royong itu, kita juga harus membantu mereka yang tidak mampu, maka kita harus juga ikut di dalam program yang telah ditentukan itu. Oleh karena itu, saya dengan tidak terlalu … apa … happy mengatakan bahwa Pasal 33 yang sudah digariskan oleh Mahkamah Konstitusi, ya, memang dia memberi jalan seperti itu. Oleh karena itu, kalau ada perubahan yang kita inginkan seperti misalnya lain daripada ini, ya, kita harus mempersoalkan dulu naskah Pasal 33 itu yang sudah terus menerus diperdebatkan, bahkan tetap tidak berhasil itu dan dipertahankan Pasal 33 itu saya mengatakan, ya, kita harus menerima ini, ini sebagai satu fakta. Nah, kalau saya hendak kembali kepada apa yang dikatakan oleh Pak Palguna, memang kebebasan itu sekarang menjadi agak berkurang dia. Karena dia berada di satu area, di mana pemerintah menyatakan itu sesuatu yang strategis dan pemerintah mengambil alih, Pasal 33 itu barangkali banyak hal yang dilanggar sekarang ini oleh peraturan perundang-undangan, tetapi untuk kembali juga merupakan hal yang
17
sulit sekali karena banyaknya ikatan-ikatan dalam kontrak yang sudah terjadi. Kalau kita melihat bagaimana Pasal 33 itu dengan implementasinya harus dilakukan dengan undang-undang, bisa diberikan kewenangan kepada presiden untuk mengatur berdasarkan peraturan presiden. Apa yang terbuka, apa yang tertutup, bidang-bidang usaha itu, itu tentu bisa kita lihat bahwa ini merupakan suatu hal yang berat, tetapi kalau pilihan yang seperti ini, menurut saya, ya, ini bagian yang paling strategis. Kemiskinan dalam menjamin kesehatan, barangkali seluruh. Biarpun orang yang kaya sekalipun, saya sudah membaca keterangannya Ria Irawan, seorang artis yang demikian, memiliki sumber daya yang baik itu bahkan dia mengatakan tidak mampu lagi. Oleh karena itu, dia ber … berpegang pada BPJS. Nah, kalau misalnya kita mengatakan bagaimana pembedaan yang dikatakan ini, mengembangkan dengan menyelenggarakan di dalam undang-undang … di dalam Pasal 34 dengan Pasal 31 pendidikan dan kesehatan, saya memang di dalam perdebatan yang ada, yang barangkali Bapak Yang Mulia Pak Palguna ikut di dalam perdebatan itu, di MPR, saya tidak menemukan ada berdebatan tentang kosakata ini … apa sebenarnya. Kenapa misalnya Pasal 31 menyelenggarakan? Kenapa mengembangkan? Tetapi kalau saya mengatakan, kalau kita ambil kosakata mengembangkan itu dari to develop, dia itu membangun juga, jadi saya tidak mengatakan dia meletakkan dasar-dasarnya, sedangkan menyelenggarakan mungkin ada satu asumsi bahwa telah ada sistem, meskipun kita melihat tidak seperti itu. Karena banyak undang … banyak daripada undang-undang mengenai pendidikan itu, ya, seperti UndangUndang Sistem Pendidikan Nasional baru tahun-tahun 2003 barangkali lahirnya, tapi saya tidak mempertentangkan ini karena to develop, tetapi kosa kata itu di MPR tidak dibahas. Saya membaca buku 7, saya bolakbalik karena saya menganggap bahwa ini sudah ditanyakan, tapi saya tidak menemukan bahwa ada seorang anggota DPR/MPR yang menyebutkan ini atau dari fraksi atau Ahli mempersoalkannya. Oleh karena itu, ini tidak merupakan … menurut saya, ya, tidak perlu dipertentangkan dalam hal itu. Karena kalau saya pinjam kosakata inggris, to develop, itu dulu membentuk suatu sistem. Tidak perlu harus dipertentangkan di dalam hal ini. Nah, pertanyaan yang berat dari masalah tentang penelitian, barangkali ditahap-tahap awal daripada Undang-Undang B3 itu. Ya, memang tidak dipatuhi itu soal naskah akedemik, baru muncul kemudian belakangan, tetapi tidak selalu berarti bahwa draft yang dihasilkan itu, bukan merupakan suatu pemikiran yang mencoba melihat batas-batas konstitusional di dalam konstitusi untuk menjabarkannya di dalam undang-undang. Saya tidak berpendapat seperti itu, tetapi kewajiban untuk menyusun naskah akademis itu, memang seringkali tidak dipatuhi. 18
Bahkan tanpa menyebutkan nama sekarang ini ada satu undang-undang yang akan disusun dan sangat penting, tetapi dikatakan naskah akademisnya nanti aja belakangan. Saya mengatakan gagasan itu atau sikap kita harus ambil dulu dari naskah akademik ini yang bisa menerjemahkan konstitusional boundary itu secara tepat dan baru kita kemudian memiliki keleluasaan untuk menyusun norma-norma di dalam kerangka apa yang sering disebutkan oleh Jutta Limbach (Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jerman), sering saya pinjam di forum ini constitutional boundary. Saya kira ini yang saya sebutkan. Tetapi mengenai Lon Fuller, Pak, saya kira saya mengenal betul buku itu, Pak. Saya muridnya Pak Ketua ini the morality of law. Dia menyebutkan itu yang dia maksudkan adalah jangan gonta-ganti peraturan itu, sebentar ganti, sebentar ganti, sebentar ganti. Kalau saya melihat undang-undang ini sekarang apakah ganti gonta ganti? Saya kita ndak. Yang disebutkan gonta-ganti itu ada di undang-undang lain. Pada saat itu barangkali tahap-tahap awal konsolidasi konstitusi kita banyak betul tidak sinkron. Saya sudah mengatakan itu, bagaimana tentang satu istilah saja dalam undangundang begitu banyak masyarakat hukum adat semuanya beda-beda itu. Karena apa? Pak, dari dirjen … dari kehakiman ada ini. Memang singkronisasi dan harmonisasi itu belum berlaku dan saya menyarankan kemarin harus ada clearing house di tempat presiden sehingga itu semua dipadukan. Jadi tidak ada lagi misalnya menteri memiliki satu … anu … kedekatan dengan presiden ini sudah … sudah disetujui dan lain sebagainya. Nah, ini saya kira hal yang menurut saya rumusan tentang ketidakpastian dan lain sebagainya tidak bisa begitu setuju dengan apa yang dikemukakan tadi karena pendapat Lon Fuller itu bagian dari the morality of law yang sangat dipercakapkan di dalam percakapan kita. Dan kemudian menyangkut soal konsistensi tadi ini, ini saya kira sudah kita singgung bahwa bapel ke situ memang sudah 20 tahun dalam Undang-Undang Kesehatan, itu barangkali karena adanya sekarang satu sikap untuk mencoba melakukan suatu kebijakan yang lebih utuh sehingga bisa menerjemahkan sebagai penerjemahan dari UndangUndang Dasar Tahun 1945, ya bagaimana saya mengatakan ini bahwa hukum kadang-kadang memang begitu. Kalau ada perubahan seperti itu ada yang menjadi korban, ya kan? Bahkan kalau kita melihat itu bukan hanya di bidang yang sangat mendasar seperti ini, hampir tiap hari kita ketemu kan seperti saya katakan tadi karena tidak sinkronnya peraturanperaturan ini. Oleh karena itu, ya sudahlah. Pilihan yang … apa itu … manfaat yang ganda itu, kalau memang masih ada rakyat yang memilih badanbadan … apa … JPKM yang dikelola Pemohon ya alhamdulillah saya kira. Tapi kalau tidak, apa boleh buat. Garis yang kita tempuh kita memilih sekarang bagaimana untuk ikut secara gotong royong membantu 19
mereka yang tidak mampu. Mungkin kalau kita melihat kesehatan di Jawa saja, Pak, kita bisa melihat tidak ada hal yang luar biasa, tapi coba lihat ke luar Jawa, di situlah sebenarnya satu pemikiran yang kita bisa memerlukan BPJS ini dengan lebih efektif. Kalau ada kekurangan, saya yakin betul ini bahkan barangkali sosialisasinya masih kurang betul ya, bagaimana sebenarnya koordinasinya dan lain sebagainya itu kita akui. Tapi apakah itu masalah konstitusionalitas norma? Saya menjawab, ya memang tidak. Bahwa banyak yang harus diperbaiki, saya setuju. Mungkin saya tidak tahu bagaimana nanti mengadopsi peran daripada Para Pemohon sebagai penyelenggara di bidang ini dengan suatu tata cara yang cantik dengan pemerintah dan BPJS untuk bisa memberikan suatu solusi yang tidak merugikan win-win solution yang bisa baik. Saya kira Bapak Ketua, ini yang bisa saya jawab. Kurang-lebih saya mohon maaf. Terima kasih. 41.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Yang Mulia. Saya persilakan, Pak Wahyu?
42.
SAKSI DARI PEMERINTAH: WAHYU HANDOKO Terima kasih, Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi. Ada beberapa hal kaitannya pertanyaan dengan Pemohon yang akan saya jawab melalui secara teknis operasional. Kondisi saat ini setahu saya lebih dari 30 perusahaan asuransi komersial atau di dalam istilah perundangan adalah penyelenggara asuransi tambahan yang sudah bekerja sama COP dengan BPJS Kesehatan. Artinya ruang itu memungkinkan. Mekanismenya bagaimana? Mekanismenya adalah setelah disepakati adanya standar kontrak antara BPJS Kesehatan dengan penyelenggara asuransi tambahan atau asuransi komersial, kami mengajukan diri kepada BPJS Kesehatan. Setelah mengajukan diri, terus dilakukan diskusi-diskusi, setelah terjalin kesepakatan beberapa hal yang disepakati antara BPJS Kesehatan dengan penyelenggara asuransi komersial, lalu kami menekan … menandatangani perjanjian kerja sama antara BPJS Kesehatan dengan PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia. Itu implementasi sebagai ruang hukum bagi kami di dalam implementasinya. Memang seperti tadi Yang Mulia katakan bahwa kondisi ini tentu saja sebagai tambahan informasi, Yang Mulia. Bahwa sebelum adanya BPJS kesehatan, PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia itu memang mempunyai beberapa produk. Produk yang pertama adalah produk diamond. Produk diamond itu adalah pelayanan sampai dengan luar negeri. Produk kedua adalah platinum. Platinum itu adalah pelayanan seluruh Indonesia yang bisa berlaku di rumah sakit-rumah sakit eksekusi. Ada produk gold yang berlaku seluruh Indonesia. Ada silver yang berlaku 20
seluruh Indonesia. Ada juga produk blue yang berlaku untuk seprovinsi atau wilayah dan produk alba yang berlaku untuk wilayah setempat. Dengan adanya peraturan perundangan ini, awalnya memang kami memprediksikan bahwa ini akan terjadi gerusan, gerusan di dalam konsep-konsep terutama untuk produk blue dan alba, tetapi faktanya itu adalah kondisi saat ini PT Gudang Garam, saya sebutkan, PT Gudang Garam yang memilih produk yang tadinya di bawah nasional yang tadinya kita anggap akan tergerus, ternyata masih berlanjut dengan Inhealth dengan konsep tetap COB. Artinya, gerusan-gerusan itu tergantung menurut saya terkait dengan pangsa pasar, kreativitas dari manajemen pengelola asuransi kesehatan atau penyelenggara asuransi kesehatan tambahan. Kreativitas-kreativitas itulah karena apa, adanya perubahan-perubahan lingkungan yang cukup signifikan karena ini perubahan lingkungan kaitannya dengan regulasi. Sehingga kecerdasan di dalam menyikapi untuk supaya bisa tetap eksis dan tetap bisa pangsa pasar tidak tergerus itu tergantung dari kreativitas dan keberanian dari manajemen masing-masing dari asuransi kesehatan atau pun asuransi jiwa. Terus yang kedua kaitannya juga pertanyaan dengan Yang Mulia Dr. Palguna. Bahwa dalam satu kriteria, siapa yang memberikan jaminan sosial. Kalau dalam pandangan saya adalah kaitannya tentu saja saya akan menyoroti kaitannya dengan kesehatan karena PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia tidak bergerak di dalam bidang JHT, THT, dan sebagainya. Jadi, kalau … kalau pandangan kami itu adalah bahwa di dalam implementasinya untuk pelayanan-pelayanan bagi seluruh penduduk Indonesia, maka bersifat adalah wajib. Sedangkan bagi masyarakat tertentu yang memungkinkan yang menginginkan ekspektasi lebih terutama kalau … kalau pendapat kami, kalau dari sisi manfaat pelayanan kesehatan tidak ada yang bisa melawan BPJS kesehatan, mulai dari penyakit telapak … dari telapak kaki sampai ujung rambut ditanggung semua, Yang Mulia. Tetapi yang kami jual sebetulnya adalah faktor kecepatan dan kenyamanan karena ini ekspektasi lebih. Kecepatan dan kenyamanan itu melalui apa? Tentu saja kami menyediakan provider-provider di luar dari di dalam pelaksanaan jaminan kesehatan ada provider yang hanya bekerja sama dengan BPJS kesehatan, ada provider yang hanya bekerja sama dengan Inhealth, ada yang provider bekerja sama dengan Inhealth dan BPJS kesehatan. Inilah kreativitas yang kami mainkan karena pada umumnya apabila kondisi saat ini, apabila realitas di lapangan bahwa pengunaan fasilitas kesehatan atau provider kesehatan itu apabila menggunakan BPJS kesehatan, maka masih terjadi beberapa hal antrean, beberapa lama kecepatan, kenyamanan. Inilah sebetulnya hal yang kreativitas kita jual. Jadi, artinya kalau Bapak misalkan ingin kecepatan dan 21
kenyamanan, silakan membeli Inhealth karena kami menyediakan adanya loket tersendiri, adanya pelayanan di luar dari antrean, dan sebagainya. Ini kreativitas. Sekali lagi, ini karena perubahan lingkungan itu tergantung dari sikap kreativitas dan keberanian dari manajemen masing-masing asuransi atau pun penyelenggara asuransi tambahan. Itu mungkin beberapa hal. Terus yang kedua kaitannya dengan Pemohon. Apa sih manfaatnya sebetulnya, kaitannya dengan COB? Kalau dalam pandangan saya, ada beberapa manfaat coordination of benefit ini dari sisi masyarakat. Dari sisi masyarakat adalah satu, adanya COB itu adanya pemenuhan hak karena beberapa masyarakat yang mempunyai kepesertaan, baik BPJS maupun Inhealth, maka ini adalah adanya pemenuhan hak. Tidak seolah-olah adalah seperti hanya membayar BPJS, itu hanya semacam ya sudahlah CSR atau apa tidak, tapi ini bisa dimanfaatkan tergantung pilihan yang bersangkutan. Yang kedua dari sisi provider, ini adanya kejelasan. Kejelasan pembayar penjaminan termasuk di dalamnya ini merupakan pangsa pasar sendiri, karena apa? BPJS kesehatan tidak menjual kelas VIP dan VVIP, sedangkan untuk asuransi komersial menjual VVIP dan VIP. Bagi asuransi komersial tentu saja ini sebetulnya juga memberikan ruang, ruang segmen baru. Kenapa ada ruang segmen baru? Karena kondisi saat ini masyarakat Indonesia setahu saya baru sekitar 3%-an yang ikut dalam asuransi komersial. Dengan adanya BPJS ini, maka menjadi kewajiban komponen masyarakat termasuk perusahaan. Dengan adanya kewajiban ini karena adanya pelayanan BPJS yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan perundangan banyak segmen yang kami yakini membutuhkan pelayanan lebih, sehingga itu adalah ruang-ruang peluang pasar bagi asuransi komersial. Ini, Yang Mulia. Kaitannya dengan itu, maka bagi pekerja juga adanya ruang supaya pelayanan kesehatan yang sebelum BPJS, terutama untuk segmen masyarakat tertentu, itu tidak lagi terbatasi hanya pada BPJS Kesehatan. Jadi artinya, pelayanan kesehatan yang sebelum BPJS Kesehatan itu tidak menurun. Kalau hal ini terjadi, maka dalam pandangan saya, segmen ke segmen masyarakat tertentu yang mempunyai kemampuan lebih, tentu saja. Tapi, pandangan saya, ini belum didukung oleh data terus terang, Yang Mulia karena ini mungkin baru tahun pertama pelaksanaan COB ini, prediksi kami adalah bahwa orang-orang segmen tertentu tentu saja akan lebih banyak memanfaatkan asuransi kesehatan komersial. Artinya apa? Iuran yang diberikan kepada BPJS bisa semacam untuk subsidi silang atau untuk gotong royong dengan segmen masyarakat-masyarakat tertentu yang membutuhkan iuran. Tapi ini tidak berarti bahwa hak dia hilang. Karena apa? Pada umumnya penyelanggaran asuransi komersial untuk menyelanggarakan penyakit-penyakit katastropik, penyakit-penyakit katastropik itu adalah penyakit-penyakit yang apabila terjadi kejadiannya membutuhkan biaya 22
yang cukup besar, yang bisa-bisa menjadikan pemiskinan sistematis, contoh misalnya cuci darah, gagal ginjal, cancer, itu pada umumnya asuransi komersial kondisi saat ini tidak menanggung, kalau pun menanggung, itu pasti setting preminya karena resikonya tinggi, itu akan pasti membebani dari badan usaha. Segmen-segmen inilah dalam kerja sama itu biasanya kami memberikan konsultasi kepada badan usaha, untuk segmen-segmen ini enggak usah di dalam masukan ke dalam inhead, nanti kita bantu untuk bisa dijamin di dalam BPJS Kesehatan melalui mekanisme COB. Artinya, ini bisa saling membantu dan sekaligus tidak membebani cukup besar bagi pelaku usaha. Sisi yang lain, tentu saja kalau mekanisme ini berjalan diharapkan karena menguntungkan sepihak tentu saja diharapkan universal health coverage segera bisa terwujud di Indonesia. Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. 43.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih Pak Wahyu.
44.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Yang Mulia? Yang Mulia?
45.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Masih ada?
46.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Sebelum ditutup, Yang Mulia.
47.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, ini ada Yang Mulia Dr. Patrialis dulu.
48.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Mau klarifikasi sedikit, Yang Mulia.
49.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, Pak Dirjen masih tetap berani mendahului Pak Menteri? Silakan.
23
50.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Enggak karena ini dicatat di rekaman ya, gitu.
51.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, silakan.
52.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Tadi Saksi yang bertanya itu Pemerintah bukan Pemohon, hanya itu saja.
53.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya.
54.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Karena dari tadi menjawab pertanyaan Pemohon, nanti kan di rekaman menjadi tidak pas.
55.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya.
56.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Terima kasih, Yang Mulia.
57.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Pak. Jadi, tadi Pemerintah juga menanyakan kepada Pak Joko, anu Pak Wahyu itu tadi ya? Baik.
58.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Ya.
59.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Saya persilakan.
24
60.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih, Yang Mulia Ketua. Saya ingin pendalaman ke Pak Wahyu ya. Kalau saya enggak salah tadi lebih-kurang 30 ya, Pak perusahaan asuransi yang kerja sama dengan sistem COB dengan BPJS Kesehatan. Pertama, apakah perusahaan-perusahaan asuransi yang bisa kerja sama dengan BPJS Kesehatan itu, memiliki kualifikasi tertentu? Artinya ada persyaratan-persyaratan yang cukup berat karena tadi kelihatannya tambahan yang diberikan itu penyakitnya agak lebih berat juga, gitu, jadi bukan penyakit kecil-kecil, gitu ya. Yang kedua, apakah masyarakat yang ikut perusahaan asuransi besar-besar tadi itu, apakah mereka sudah terdaftar terlebih dulu di BPJS Kesehatan? Itu untuk Pak Wahyu, Nah kaitan ini Pak Ketua, saya ingin klarifikasi dengan BPJS Pihak Terkait, seperti yang disampaikan oleh Pak Wahyu. Tadi sudah ada 30 lebih-kurang perusahaan asuransi besar ya, dan kelihatan perspektifnya jaminan kesehatannya akan lebih menjanjikan, nah pertanyaan saya ke BPJS Kesehatan Pihak Terkait ini, apakah mungkin juga dilakukan kerja sama dengan badan-badan penyelenggara jaminan sosial yang sudah ada selama ini, seperti saya tidak mengatakan Para Pemohon ini posisinya jauh atau lebih kecil dari asuransi in house dan setara itu, pertanyaan saya kepada Pihak Terkait, apa mungkin kerja sama itu tidak ditutup dengan Para Pemohon seperti perusahaan-perusahaan yang setara dengan Para Pemohon hari ini? Itu saja.
61.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Yang Mulia. Dari Pihak Terkait, itu yang diminta oleh Yang Mulia Dr. Patrialis Akbar supaya bisa dijawab ya secara tertulis. Pak Wahyu silakan menjawab.
62.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Yang Mulia, sebelum Pak Wahyu bisa Pemohon (…)
63.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, gimana?
64.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Pemohon memohon menambahkan pertanyaan sebelum Pak Wahyu menjawab sekalian. 25
65.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Sedikit saja ya.
66.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Ya.
67.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Tadi kesempatannya sudah saya buka lebar, sudah berhenti, sekarang kalau masih silakan.
68.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Menambah sedikit, Yang Mulia. Silakan.
69.
PEMOHON: DANIEL ALDIANSYAH Terima kasih, Yang Mulia. Saya hanya menanyakan kepada Saksi saja. Memungkinkan tidak bahwa premi kami ini hampir sama dengan BPJS untuk melakukan COB dan juga premi kami ada yang di bawah premi yang tertinggi dari pada BPJS? Katakanlah BPJS sekarang Rp59.500,00 sedangkan kami rata-rata Rp50.000,00. Bisakah dilakukan COB? Dan kami juga selama ini kerja sama dengan perusahaanperusahaan dengan premi yang hampir sama dengan BPJS. Itu saja, Yang Mulia. Terima kasih.
70.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Terima kasih. Dari Pak Wahyu dulu saya persilakan.
71.
SAKSI DARI PEMERINTAH: WAHYU HANDOKO Terima kasih, Yang Mulia. Saya menjawab dulu dari Yang Mulia Dr. Patrialis Akbar. Apakah di dalam menentukan perusahaanperusahaan yang bisa bekerja sama, BPJS mempersyaratkan ada persyaratan-persyaratan yang cukup berat? Dalam pandangan saya, kalau itu berat, berarti yang sudah bekerja sama baru sedikit. Sebagai gambaran, Yang Mulia. Pelaku industri asuransi kesehatan komersial yang saat ini gambarannya adalah sekitar 91. 49 itu adalah dari asuransi yang bergerak di bidang kesehatan sedangkan sisanya adalah asuransi kerugian. Di dalam prosesnya yang saya tahu, persyaratan-persyaratan tidak demikian berat. Karena apa? Di dalam membuat konsep kontrak BPJS sebelumnya sudah mengajak bicara 26
dengan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia dan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia, artinya kalau pun ada persyaratan-persyaratan keberatan, seharusnya sudah terkomunikasikan dan itu sudah disepakati. Itu kalau pandangan kami, Yang Mulia. Terus yang kedua adalah apakah masyarakat yang ikut mendaftar lebih dulu di dalam BPJS kesehatan? Di dalam kontrak asuransi inhealth itu berlaku kontrak satu tahun. Satu tahun artinya karena kemarin masa transisi adanya 1 Januari, mungkin kontraknya ada yang bulan Juni … Juli … 1 Juli sampai dengan 30 Juni bulan berikutnya, artinya sudah terdaftar dulu di inhealth. Kalau mekanisme itu yang terjadi, maka kalau misalkan badan usaha berkenan untuk mengikuti program COB, kami akan komunikasikan dengan BPJS kesehatan. Komunikasikan bagaimana ini supaya kehendak kami adalah kebijakan satu pintu. Itu untuk yang sudah. Sedangkan bagi yang belum, misalkan masyakarat yang belum menjadi terdaftar di dalam program asuransi di dalam BPJS kesehatan, maka kami terus terang kondisi saat ini menjual dua produk, Yang Mulia. Yang pertama adalah produk betul-betul murni asuransi komersial tanpa COB dengan BPJS. Yang kedua, kami juga jual produk-produk yang ada hubungannya dengan BPJS melalui paket COB. Tentu saja ini preminya akan berbeda dari sisi asuransi komersial. Kalau dari sisi asuransi komersial karena dengan adanya COB, maka adanya perhitungan risiko bisa kami ditanggung oleh BPJS maka dari sisi inhealth kalau COB relatif lebih murah. Ini jadi konsepnya adalah sekali lagi kalau pendaftaran sudah menjadi peserta inhealth, maka akan kami komunikasikan seandainya badan usaha itu akan menjadi peserta BPJS. Sedangkan apabila belum, kami akan menawarkan produk COB dan produk asuransi komersial ke badan usaha-badan usaha itu. Terus yang kedua yang kedua adalah pertanyaan dari, mohon maaf kalau saya keliru, seperti tadi pada wakil Pemerintah karena ini pengalaman pertama, Yang Mulia dan Bapak Ibu sekalian, daripada Pemohon, mungkinkah premi yang hampir sama dilakukan dengan COB? Kalau dalam pandangan asuransi komersial, setahu saya adalah premi ditentukan berbasis aktuaria, perhitungan risiko. Risiko-risiko yang terjadi tentu saja yang lebih mengetahui adalah penyelenggara asuransi yang bersangkutan. Terus terang kami belum tahu struktur risiko yang ada di dalam Bapel-Bapel atau JPKM, kami tidak tahu struktur premi. Karena biasanya kita supaya tahu, keluar premi sekian-keluar premi sekian di dalam bisnis asuransi karena sebetulnya bisnis asuransi pandangan kami adalah bisnis risiko. Jadi, memperhitungan risiko berdasarkan pendekatan-pendekatan aktuaria dihitung berdasarkan pendekatan aktuaria. Sehingga kalau ini yang terjadi, kalau saya diminta komentar sebelum kami mempunyai pandangan-pandangan detail kaitannya dengan struktur premi, misalkan, struktur premi itu misalkan biaya OPEC 27
berapa sih, artinya biaya operasional berapa, biaya murni risiko berapa, dan sebagainya, kami tidak tahu. Kami menurut saya sulit untuk bisa berkomentar. Terima kasih, Yang Mulia. 72.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Maaf, Yang Mulia. Meluruskan pertanyaan saja, Yang Mulia.
73.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya.
74.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Jadi, yang ditanyakan tadi itu kan misal begini, Bapak. Bukan tanya soal risiko yang ditanggung tetapi dengan premi yang ada di Bapel ini itu lebih rendah dari pada premi yang harus dibayar kepada BPJS. Kalau komersial kan lebih tinggi dia preminya. Sehingga kalau mau sebagian dibayarkan ke BPJS, tidak ada masalah. Tapi Bapak-Bapak ini sebagai Pemohon itu preminya di bawah BPJS. Jika kalau COB kan tidak ada yang bisa dikembalikan kepada BPJS, untuk hidup mereka saja enggak bisa, gitu. Jadi apakah kalau seperti itu bisa COB, gitu? Itu saja, Yang Mulia. Terima kasih.
75.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bisa Pak Wahyu?
76.
SAKSI DARI PEMERINTAH: WAHYU HANDOKO Terima kasih, Yang Mulia. Mungkin secara jangka pendek memang seperti itu, kalaupun misalkan tidak perlu ditanyakan mungkin kita sudah tahu jawabannya, tetapi sebetulnya demikian. Pandangan saya adalah ... pandangan saya demikian. Setiap risiko itu artinya premi mungkin di situ, ya, berlaku tapi lokal, tidak bisa berlaku ke luar seluruh Indonesia. Jadi contoh misalksn premi di bapel tertentu itu berlaku di satu kabupaten/kota itu, ya, mungkin murah. Tetapi siapa ... misalkan terjadi risiko dia keluar dari di ... misalkan orangnya ada di tempat kelahiran saya di Batang Pekalongan, sakitnya da di Pekan Baru, siapa yang akan menjamin? Sehingga kalaupun misalkan itu jawaban, jelas lebih rendah tentu saja siapa pun ditanya pasti kesulitan. Tetapi sekali lagi maksud saya berbasis risiko itu adalah tidak bisa dibandingkan apple to apple, kaitannya COB dengan premi yang ada di dalam JPKM karena ini faktor
28
manfaat pelayanannya beda, portabilitasnya beda, tentu saja tidak bisa yang dibandingkan. Menurut saya demikian, Yang Mulia. Terima kasih. 77.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Tadi ada kata-kata yang bagus itu menuntut kreatifitas, berarti besok lain kali preminya dinaikkan itu.
78.
SAKSI DARI PEMERINTAH: WAHYU HANDOKO Soalnya ancamannya penjara ini.
79.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik kalau begitu. Dari anu Pihak Terkait ada yang bisa dijawab secara lisan pertanyaan dari Yang Mulia Pak Patrialis atau tidak berani menjawab karena harus dikomunikasikan dengan direksi atau apa? Saya persilakan kalau mau dijawab, silakan.
80.
PIHAK TERKAIT: ROPIK PATRIANA Siap. Baik, terima kasih, Yang Mulia. Mungkin nanti kami sampaikan dalam bentuk tertulis saja, Yang Mulia.
81.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya.
82.
PIHAK TERKAIT: ROPIK PATRIANA Mungkin itu.
83.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik.
84.
PIHAK TERKAIT: ROPIK PATRIANA Terima kasih.
29
85.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Dari Pemerintah sebelum saya tutup, masih ada ahli atau saksi yang akan dihadirkan?
86.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Saya kira cukup.
87.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Cukup, baik. Berikutnya ... apa, apa yang anu ... itu. Silakan dinyalakan.
88.
PEMOHON: HM RAZALI DJALIL Ini ada pertandingan ahli ekonomi kesehatan ini nampaknya, Yang Mulia. Saya mau kasih tahu begini, Bapel JPKM itu dibentuk dengan Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992, lebih dari 30 Bapel JPKM yang diberi izin oleh Departemen Kesehatan. Baru pada tanggal 1 Januari terbentuklah BPJS. Jadi BPJS kesehatan itu adalah transformasi dari PT ASKES Persero.
89.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, kalau begitu tidak perlu dijelaskan di sini. Nanti dimasukkan saja di dalam kesimpulan, ya. Nanti akan menjadi bahan pertimbangan kita itu, ya. Baik, dari Pihak Terkait akan mengajukan ahli atau saksi?
90.
PIHAK TERKAIT: ROPIK PATRIANA Terima kasih, Yang Mulia. Saya rasa cukup.
91.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Cukup, ya?
92.
PIHAK TERKAIT: ROPIK PATRIANA Ya.
30
93.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, kalau begitu seluruh rangkaian persidangan dalam Perkara 138 ini sudah selesai, maka yang terakhir yang harus kita lakukan adalah Pemohon, Pemerintah, dan Pihak Terkait bisa menyerahkan kesimpulan paling lambat pada hari Rabu, 6 Mei 2015. Saya ulangi, ya, kesimpulan dapat diserahkan di Kepaniteraan, sudah tidak ada sidang lagi, pada hari Rabu, 6 Mei 2015, paling lambat pada pukul 14.00 WIB, ya. Baik, yang terakhir saya ucapkan terima kasih kepada Yang Mulia Bapak Rektor UKI Pak Dr. Maruarar. Tadi kalau disampaikan itu murid saya tidak karena saya juga berguru hakim kepada Beliau, jadi ini samasama saling menyusui. Terima kasih, Pak Maru. Kemudian Pak ... terima kasih pada Pak Wahyu Handoko yang telah memberikan keterangan yang bermanfaat pada persidangan di Mahkamah Konstitusi. Sidang selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 15.30 WIB Jakarta, 27 April 2015 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
31