e-Journal MIMBAR PGSDUniversitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun:2014
PENGARUH MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) TERHADAP PRESTASI BELAJAR IPS SISWA KELAS V SD DI GUGUS V KECAMATAN SUKASADA TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Ida Ayu Widia Hari1, Syahruddin2, Dewa Kade Tastra3 1,2
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 3Jurusan TP, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail :
[email protected],
[email protected],
[email protected]}@undiksha.ac.id Abstrak Masalah yang sering dihadapi dalam pembelajaran Ilmu pengetahuan sosial adalah proses pembelajaran masih kurang bermakna karena metode yang digunakan pada saat pembelajaran masih menggunakan metode ceramah. Sehubungan dengan itu maka tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar IPS antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model PBI (problem based instruction) dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional di kelas V SD Gugus V Kecamatan Sukasada. Penelitian ini adalah penelitian populasi yang melibatkan siswa kelas V di SD No 1 Panji dan kelas V di SD No. 2 Panji. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu menggunakan Posstest Only Control Group Design. Variabel bebas berupa model PBI (problem based instruction) dan variabel terikat adalah prestasi belajar IPS. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas V di SD Gugus V Kecamatan Sukasada, tahun pelajaran 2013/2014. Sampel pada penelitian adalah siswa kelas V SD No.1 Panji sebagai kelompok eksperimen dan siswa kelas V SD No. 2 Panji sebagai kelompok kontrol. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik undian. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik test pilihan ganda. Teknik analisis data dengan menggunakan uji t. Berdasarkan hasil analisis data menggunakan uji “t” di atas diketahui thitung = 5,82 dengan db = 45 dan taraf signifikansi 5%diketahui ttabel = 2,014. Dari hasil perhitungan tersebut diketahui thitung > ttabel ini berarti hasil penelitian signifikan. Kata Kunci : PBI (problem based instruction), prestasi belajar Abstract The main problem that is often faced in social science learning is that the process is still less effective because the method used mainly lecturing method. For that reason, the purpose of this research is to find out the difference of the learning perfomance between the social science group who attended Problem Based Instruction Learning method and the group of students who attended the conventional learning method in grade V of the group V elementary school, in Sukasada regency. This research used population method which involved the elemantary school students of grade V Panji state in SD No. 1 Panji and SD No. 2 Panji. I used posttest only control group design. The independent variabel model was Problem Based Instruction and the dependent variabel was the learning
e-Journal MIMBAR PGSDUniversitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun:2014 performance of social science class. The population of the research was all elementary students of grade V in group V in Sukasada regency for academic year of 2013/2014. The sampel of the research was the grade V students in SD No. 1 Panji as the experiment group and grade V students in SD No. 2 Panji as the control group. The sample technique used was the sampling technique. The data collection technique used was the multiple choice test. The data analysis technique was t-test. Based on the data analysis result using t-test, it was found that the t-count is 5,82 with db= 45 and the level of significance was 5% and the t-tabel is 2.014. From the result of the calculation it was found that the t-count is higher than t-tabel, which meant that the research was significant. Keywords: problem based instruction, learning achievement
PENDAHULUAN Di Lingkungan pendidikan prasekolah (education as schooling), guru profesional memegang kunci utama bagi peningkatan mutu sumber daya manusia masa depan (Mudyahardjo, 1999). Guru merupakan tenaga profesional yang melakukan tugas pokok dan fungsi meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik sebagai aset manusia Indonesia masa depan. Masalah-masalah pendidikan dewasa ini adalah masalah efesiensi pendidikan, masalah efektifitas pendidikan, masalah relevansi dan manajemen pengelolaan serta masalah mutu pendidikan. Salah satu masalah dalam pendidikan yang sampai saat ini masih dirasakan adalah rendahnya kualitas pendidikan. Hal ini disebabkan kesulitan siswa dalam memahami isi materi pelajaran yang menjadi substansi kurikulum yang cenderung tidak kontekstual. Upaya peningkatan kualitas pendidikan ini mendapat respons dari pemerintah. Hal itu bisa diihat dari perubahan-perubahan yang signifikan pada sistem pendidikan Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam rangka membenahi kualitas pendidikan di Indonesia adalah menyempurnakan kurikulum pendidikan Indonesia dari Kurikulum 1994 yang disempurnakan menjadi Kurikulum 2004 yang lebih kita kenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dari kurikulum 2004 disempurnakan kembali menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Secara garis besar, KTSP tidak jauh berbeda dengan KBK karena dalam proses pembelajaran, KTSP dan KBK
sama-sama menuntut perubahan paradigma pembelajaran yang semula teacher centered menjadi student centered. Adapun ciri yang paling menonjol dalam paradigma pendidikan student centered adalah keterlibatan siswa yang secara aktif dalam proses pembelajaran dalam rangka mengkonstruksikan sendiri struktur kognitifnya. Guru tidak lagi dominan di dalam kelas, tetapi siswalah yang terus secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya. Peran guru disini lebih mengarah hanya sebagai fasilitator dalam pembelajaran, tidak lagi sebagai pentransfer ilmu yang mendominasi kelas sepanjang proses pembelajaran berlangsung. Dengan pembelajaran yang berpusat pada siswa, diharapkan aktivitas siswa di dalam kelas tidak hanya sebagai penerima informasi, tetapi lebih pada aktivitas konstruksi pengetahuan yang mandiri oleh siswa itu sendiri. Dengan begitu, diharapkan prestasi siswa dalam pembelajaran bisa meningkat. Dengan kurikulum yang berpusat pada siswa, diharapkan prestasi belajar siswa di sekolah bisa lebih meningkat termasuk prestasi belajar IPS. Namun pada kenyataannya, hasil dari observasi di Sekolah Dasar Gugus V Sukasada menyatakan, bahwa 53% dari jumlah siswa mencapai hasil belajar IPS kurang yang berada pada interval 60 – 70 dari jumlah siswa yang berada di SD Gugus V Kecamatan Sukasada. Dilihat dari ratarata hasil belajar IPS siswa SD di Gugus V Kecamatan Sukasada yaitu sekitar 47% dengan skor 63,00-71,33. Hal tersebut menunjukkan b Jadi, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar IPS siswa termasuk dalam kategori kurang. Hal
e-Journal MIMBAR PGSDUniversitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun:2014 tersebut menunjukkan, bahwa prestasi IPS siswa masih tergolong rendah sehingga berdampak pada prestasi belajar siswa yang rendah pula. Dari hasil wawancara dengan guru mata pelajaran IPS tanggal 8 Maret 2013 di SD Gugus V Kecamatan Sukasada, diperoleh informasi bahwa penggunaan metode ceramah pada pembelajaran IPS menduduki urutan pertama dari metode yang pada umumnya digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Hal ini diperkuat juga dari hasil observasi ditemukan bahwa guru mengajar berorientasi mengejar target kurikulum, sehingga guru harus berusaha menghabiskan materi tanpa peduli dengan penerapan model pembelajaran. Selama ini guru terbiasa memakai metode ceramah tanpa memperhatikan kondisi siswa, sehingga dalam proses pembelajaran tersebut siswa merasa jenuh dan kurang aktif dalam proses pembelajaran, dan masih ditemukan siswa yang tidak siap untuk mengikuti pembelajaran sehingga siswa malas untuk mengembangkan sikap ingin tahu terhadap berbagai permasalahan yanga ada dilingkungannya dan kurang kreatif mencari alternatif pemecahan masalah. Dapat diungkapkan pula bahwa pengaturan lingkungan belajar cenderung masih konvensional. Pembelajaran masih menggunakan pola interaksi secara klasikal, pengaturan meja yang masih menggunakan pola lama dengan duduk, diam, dengar, catat, dan hafal. Bila kondisi ini terus berlangsung konsekuensinya adalah keinginan siswa untuk belajar semakin rendah yang nantinya akan berakibat buruk terhadap hasil belajar siswa. “Hal-hal yang penting harus diperhatikan seorang guru dalam proses pembelajaran adalah bagaimana karakteristik siswa, karakteristik materi pembelajaran, dan pembelajaran tersebut disesuaikan dengan kondisi lingkungan belajar siswa” (Mudyahardjo, 1999:47). Salah satu model pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan prestasi belajar IPS tersebut adalah model problem based instruction (PBI). Arends (dalam Trianto, 2007) menyatakan bahwa model PBI adalah model pembelajaran
yang berlandaskan paham kontruktivis yang mengakomodasi keterlibatan siswa dalam belajar dan pemecahan masalah autentik. Dalam pemerolehan informasi dan pengembangan pemahaman tentang topik, siswa belajar bagaimana mengkontruksi kerangka masalah, mengorganisasikan dan menginvestigasi masalah, mengumpulkan dan menganalisis data, menyusun fakta, mengkontruksi argumentasi mengenai pemecahan masalah, bekerja secara individual atau kolaborasi dalam pemecahan masalah. Pembelajaran model PBI memiliki lima langkah: (1) guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalahyang dipilih, (2) guru membantu siswa untuk mendefenisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut, (3) guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksankan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, (4) guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya, dan (5) guru membantu siswa untuk merefleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan (Trianto, 2007). Prinsip yang dapat dikembangkan adalah peranan guru sebagai pembimbing dan negosiator. Peran tersebut dapat ditampilkan secara lisan selama proses pendefenisian dan pengklarifikasian masalah. Sudjana (2005), menyatakan kegiatan belajar perlu mengutamakan pemecahan masalah karena dengan menghadapi masalah peserta didik akan didorong untuk menggunakan pikiran secara kreatif dan bekerja secara intensif untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Dengan begitu, dalam proses pembelajaran di kelas perlu menampilkan situasi pembelajaran yang
e-Journal MIMBAR PGSDUniversitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun:2014 berorientasi pada suatu masalah yang kontekstual, yang terjadi dalam kehidupan nyata siswa sehari-hari untuk meningkatkan aktivitas berpikir siswa di dalam proses pembelajaran. John Dewey (dalam Ibrahim dkk, 2000) menggambarkan suatu pandangan tentang pendidikan yang mana sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas merupakan laboraturium untuk pemecahan masalah kehidupan nyata. Pembelajaran di sekolah seharusnya lebih memiliki manfaat dari pada abstrak. Pembelajaran yang memiliki manfaat terbaik dapat dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelidiki masalah-masalah intelektual dan sosial. Pembelajaran berdasarkan masalah atau Problem Based Instruction (PBI) merupakan suatu pembelajaran yang diawali dengan penyajian suatu masalah yang autentik dan bermakna kepada siswa sehingga siswa dapat melakukan penyelidikan dan menemukan penyelesaian masalah oleh mereka sendiri. Model ini juga dikenal dengan nama lain seperti project-based teaching (Pembelajaran Projek), experienced based education (Pendidikan Berdasarkan Pengalaman), authentic learning (Belajar Authentic), dan anchored instruction (Pembelajaran Berakar pada Kehidupan Nyata) (Nur, 2011: 2). Nur (2011: 3-5) mengemukakan lima ciri–ciri khusus yang dimiliki oleh model pembelajaran PBI yaitu: 1. Mengajukan pertanyaan atau masalah. Masalah yang disajikan berupa situasi kehidupan nyata autentik yang menghindari jawaban sederhana dan memberikan berbagai macam solusi. 2. Berfokus pada interdisplin. Meskipun PBI berpusat pada satu mata pelajaran, masalah yang diselidiki hendaknya benar–benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah–masalah tersebut dari banyak mata pelajaran (kalau memungkinkan). Penyelidikan otentik. PBI 3. mengharuskan siswa untuk
melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian terhadap masalah nyata. 4. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya. PBI menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. 5. Kolaborasi. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas– tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog serta mengembangkan keterampilan berfikir siswa. Dampak pembelajaran adalah pemahaman tentang kaitan pengetahuan dengan dunia nyata dan bagaimana mrnggunakan pengetahuan dalam pemecahan masalah kompleks. Dampak pengiringnya adalah mempercepat pengembangan self-regulated learning, menciptakan lingkungan kelas yang demokratis dan efektif dalam mengatasi keragaman siswa. Terdapat tiga aliran yang berpengaruh pada model Problem Based Instruction. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut. 1. Dewey dan Kelas Demokratis Dewey dan Kill Patrick (dalam Ibrahim & Nur, 2000) mengemukakan bahwa: “Pembelajaran di sekolah seharusnya lebih memiliki manfaat dari pada abstrak dan pembelajaran yang memiliki manfaat terbaik dapat dilakukan oleh siswa dalam kelompok– kelompok kecil untuk menyelesaikan proyek masalah dan pilihan mereka sendiri”. Pada kelas PBI, siswa memecahkan masalah yang nyata dengan berpasangan atau berkelompok. bahwa hasil belajar IPS belum maksimal yaitu di atas rata-rata. 2. Piaget, Vigotsky, dan Konstruktivisme berandangan kontruktivis-kognitif, siswa dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan tidak statis tetapi terus
e-Journal MIMBAR PGSDUniversitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun:2014 menerus tumbuh pada saat siswa menghadapi pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan memodifikasi pengetahuan awal mereka. Disamping itu, Vigotsky (dalam Ibrahim & Nur, 2000) mengemukakan bahwa: “Perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang, ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan oleh pengalaman ini”. Jadi, pada kelas PBI siswa diberikan masalah nyata yang dalam pemecahannya memanfaatkan pengetahuan siswa sebelumnya sehingga siswa dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. 3. Bruner dan Pembelajaran Penemuan berpandangan pembelajaran penemuan menekankan pengalaman– pengalaman pembelajaran berpusat pada siswa menemukan ide–ide mereka sendiri dan menurunkan makna oleh mereka sendiri. Pada kelas PBI siswa juga dibimbing untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, tetapi lebih memusatkan pembelajaran pada masalah kehidupan nyata yang bermakna bagi siswa. PBI juga bergantung pada konsep lain dari Bruner, yaitu scaffolding. Bruner (dalam Ibrahim & Nur, 2000) menyatakan “Scaffolding sebagai suatu proses dimana guru membantu siswa untuk menuntaskan suatu masalah yang melampaui batas tingkat pengetahuannya pada saat itu”. Pembelajaran model PBI memiliki lima langkah: (1) guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalahyang dipilih, (2) guru membantu siswa untuk mendefenisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut, (3) guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksankan eksperimen, untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, (4) guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya, dan (5) guru membantu siswa untuk merefleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan (Trianto, 2007). Dalam dunia persekolahan, perubahan perilaku akibat belajar disebut dengan hasil belajar atau prestasi belajar. Brata (1983) mengemukakan prestasi belajar ialah rumusan akhir dari upaya guru yang dapat terlihat dari nilai atau hasil yang diperoleh siswa melalui proses belajar. Seseorang akan memiliki sejumlah kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan tertentu sesuai dengan pengetahuan yang didalaminya dalam proses belajar. Dalam hubungan ini Nurkancana (1986) menyatakan bahwa prestasi belajar diartikan sebagai pengukuran serta dinyatakan dalam bentuk angka (skor) yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu. Prestasi belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia mengalami pengalaman belajarnya. Horward Kingsley (dalam Sudjana, 2004) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masingmasing jenis belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yakni (1) informasi verbal, (2) keterampilan intelektual, (3) strategi kognitif, (4) sika, dan (5) keterampilan motoris. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah yakni kognitif, ranah efektif, dan ranah psikomotor. Sudjana mengemukakan ranah kognitif berkenaan dengan prestasi belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek,
e-Journal MIMBAR PGSDUniversitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun:2014 yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotor dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotor, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan, atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di antara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolahkarena berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai isi bahan pelajaran. Pembelajaran IPS di sekolah dasar, secara real di mulai dari kelas IV sampai pada kelas VI. Namun pembelajaran IPS di SD sudah diberikan dari kelas terendah yang terintegrasi dengan mata pembelajaran yang lainnya. Materi pembelajaran IPS sangat kompleks dan luas. Para pembelajar kiranya harus memahami kompetensi perkembangan kurikulum IPS agar memahami konsep, hakikat dan karakteristik pendidikan IPS. Konsep dasar IPS diharapkan dapat menjelaskan konsep-konsep IPS yang berpengaruh terhadap masa kini dan masa yang akan datang secara kritis dan kreatif agar pada nantinya mampu mengembangkan karakter siswa yang demokratis bertanggung jawab, dan menjadi warga dunia yang cinta damai (Gunawan, 2011:39). Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di SD harus memperhatikan fase perkembangan siswa. Siswa dalam kelompok usia 7 – 11 tahun, menurut Piaget berada dalam perkembangan kemampuan intelektual atau kognitifnya pada tingkatan operasional kongkret (Gunawan, 2011:38). Pada masa perkembangan operasional kongkret siswa memandang dunia dalam
keseluruhan yang utuh, dan menganggap tahun yang akan datang sebagai waktu yang masih jauh. Yang mereka perdulikam adalah sekarang (kongkret), dan bukan masa depan yang belum mereka pahami (abstrak). Padahal bahan materi IPS penuh dengan pesan-pesan yang bersifat abstrak. Konsep-konsep seperti waktu, perubahan, kesinambungan (continuity), arah mata angin, lingkungan, ritual, akulturasi, kakuasaan, demokrasi, nilai peranan, permintaan atau kelangkaan adalah konsep-konsep abstrak yang dalam program studi IPS harus di belajarkan kepada siswa SD. Pembelajaran IPS di sekolah dasar tidak dapat terlepas dari perkembangan intelektual siswa yang berada pada tingkatan operasional kongkret dimana siswa telah memiliki operasi-operasi logis yang dapat di terapkannya pada masalahmasalah kongkret. Guru perlu mengupayakan pembelajaran dengan menggali pengetahuan dan pengalaman siswa. Luas dan kompleknya materi pembelajaran IPS menuntut perhatian dan kerja keras guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran dengan menyediakan sumber dan media belajar yang sejalan dengan kebutuhan siswa. Dalam kegiatan pembelajaran IPS, siswa dibawa langsung ke dalam lingkungan alam dan masyarakat. Dengan lingkungan alam sekitar siswa akan akrab dengan kondisi setempat sehingga mengetahui makna serta manfaat mata pelajaran IPS secara nyata. Di samping itu, dengan mempelajari sosial atau masyarakat, siswa secara langsung dapat mengamati dan mempelajari norma-norma atau peraturan serta kebiasaan-kebiasaan baik yang berlaku dalam masyarakat tersebut sehingga siswa dapat pengalaman langsung adanya hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara kehidupan pribadi dan masyarakat. METODE Penelitian ini dilakukan di SD Gugus V Kecamatan Sukasada tahun pelajaran 2013/2014. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas V yang bersekolah di SD gugus V Kecamatan Sukasada berjumlah 9 SD.
e-Journal MIMBAR PGSDUniversitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun:2014 Pemilihan sampel ini yaitu di SD gugus V Kecamatan Sukasada, sebelum pemilihan sampel peneliti melakukan uji kesetaraan terhadap populasi kelas V yang ada di SD gugus V. Uji kesetaraan ini bertujuan untuk mengetahui setaranya dari populasi yang terlibat dalam penelitian. Dari 9 kelas yang ada akan dirandom untuk menentukan 2 kelas sebagai sampel penelitian. Dari dua kelas tersebut, ditetapkan satu kelas sebagai kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan dengan menggunakan model problem based instruction dan satu kelas sebagai kelompok kontrol dengan menggunakan konvensonal . Dari pembelajaran pengundian ini ternyata yang menjadi kelompok eksperimen adalah SD No. 1 Panji dan yang menjadi kelompok kontrol adalah SD No. 2 Panji Desain penelitian yang dipergunakan di dalam penelitian ini quasi eksperimen. Desain adalah penelitian quasi eksperimen ini digunakan karena peneliti sepenuhnya tidak dapat merandomisasi subjek penelitian dan mengontrol semua variabel diluar variabel penelitian secara sempurna. Sugiyono (2008) menyatakan bahwa Quasi Experimental Design memiliki kelompok control, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabelvariabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Penelitian ini menggunakan rancangan Equivalent Post-Test Only Control Group Design. Sesuai dengan rancangan penelitian ini, satu kelompok akan digunakan sebagai kelompok eksperimen dan satu kelompok sebagai kelompok kontrol. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data tentang prestasi belajar pada siswa kelas V di SD No 1 Panji dan SD No. 2 Panji dalam pelajaran IPS. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah dengan metode tes. Menurut Nurkancana & Sunartana (1990:34) menyatakan bahwa tes adalah cara untuk memberikan penilaian dengan
memberikan serangkaian tugas untuk mengukur hasil belajar siswa yang satu dengan yang lain sesuai dengan nilai standar yang ditetapkan. Tes adalah instrumen atau alat ukur prosedur yang sistematis, yang terdiri atas seperangkat pertanyaan atau tugas-tugas untuk mengukur suatu perilaku tertentu pada peserta didik dengan menggunakan bantuan skala numerik atau katagori tertentu. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam uraian tentang hasil penelitian dan pembahasan, dikemukakan hal-hal sebagai berikut: (1) deskripsi data hasil penelitian, (2) uji prasyarat, (3) uji hipotesis, dan (4) pembahasan hasil penelitian. Uji normalitas data dilakukan untuk menguji apakah suatu distribusi empirik mengikuti ciri-ciri distribusi normal atau untuk menyelidiki bahwa fo (frekuensi observasi) dari gejala yang diselidiki tidak menyimpang secara signifikan dari fh (frekuensi harapan) dalam distribusi normal teoritik. Uji normalitas data dilakukan terhadap data hasil post-test pada keterampilan menulis puisi siswa kelompok sampel. Pada penelitian ini uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut. χ2
=
(? 0− ? ? )2 ??
(Koyan,
2007:81) Keterangan: χ2 : Chi- Square fo : Frekuensi yang diperoleh sampel fe : Frekuensi yang diharapkan Kriteria pengujian data berdistribusi normal jika χ2 hitung < χ2 tabel, dengan taraf signifikansi 5% dan derajat bebas = 5. Berdasarkan analisis yang dilakukan, pada Tabel 1 disajikan hasil uji normalitas data menggunakan rumus chi kuadrat tersebut.
e-Journal MIMBAR PGSDUniversitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun:2014 Tabel 1. Hasil Uji Normalitas Sebaran Data No
Kelompok Siswa
χ o2
Taraf Kritis dengan Taraf Signifikansi 5%
Status
1 2
Eksprimen Kontrol
2,155 5,614
11,07 5,99
Normal Normal
Adapun kaidah pengujian adalah > χ2 tabel maka sebaran data jika χ berdistribusi tidak normal, sedangkan jika χ o2 < χ2 tabel maka sebaran data berdistribusi normal. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Chi-kuadrat, data kelompok siswa eksperimen (χ o2) adalah 2,155 pada taraf signifikansi 5% dan db = 5 diketahui χ2 tabel adalah 11,07. Hal ini berarti bahwa χ o2 < χ2 tabel maka data prestasi belajar IPS siswa kelompok eksperimen berdistribusi normal. Sedangkan Chi-kuadrat data hasil tes keterampilan menulis puisi siswa kelompok kontrol (χ o2) adalah 5,614 pada taraf signifikansi 5% dan db = 5 diketahui 2 o
χ2 tabel adalah 5,99. Hal ini berarti bahwa χ o2 < χ2 tabel maka data prestasi belajar IPS kelompok kontrol berkonstribusi normal. Hasil perhitungan uji normalitas data menggunakan rumus Chi-kuadrat. Uji homogenitas ini dilakukan untuk mencari tingkat kehomogenan yang diambil di kelompok sampel dari hasil post-test. Kriteria pengujian, jika Fhit > Fa (n1-1, n2 – 1) maka sampel tidak homogen dan jika Fhit < Fa (n1-1, n2 – 1) maka sampel homogen. Pengujian dilakukan pada taraf signifikan 5% dengan derajat kebebasan untuk pembilang n1 – 1 dan derajat kebebasan untuk penyebut n2 – 1. Hasil uji homogenitas adalah sebagai berikut.
Tabel 2. Hasil Uji Homogenitas Kelompok Sampel Kelompok Eksperimen dan Kontrol
Fo
Ftabel
Status
1,96
2,07
Homogen
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dengan db 20/325 dan taraf signifikansi 5% diketahui Ftabel = 1,96 dan Fo hasil post-test kelompok sampel = 2,07. Sehingga hal ini berarti bahwa Fo < Ftabel. Oleh karena itu hasil post test siswa adalah homogen. Dari hasil uji asumsi statistik yaitu uji normalitas dan homogenitas diperoleh bahwa data dari kelompok sampel normal dan homogen. Berdasarkan hal tersebut, maka dilanjutkan pada pengujian hipotesis penelitian atau hipotesis alternatif. Sehingga hasil analisisnya akan membuktikan apakah data yang diperoleh dari hasil post test terhadap responden akan mendukung atau tidak terhadap hipotesis yang telah diajukan. Adapun hipotesis nol (Ho) yang akan diuji
menyatakan bahwa “tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap penerapan model PBI (problem based instructiom terhadap prestasi belajar IPS siswa kelas V di SD gugus V kecamatan Sukasada. Pengujian hipotesis tersebut dilakukan dengan uji “t” dengan ketentuan hipotesis, tolak Ho jika thitung > ttabel dan terima Ho jika thitung < ttabel. Dari hasil perhitungan uji-t diperoleh thitung sebesar 5,82. Untuk mengetahui signifikansinya maka dibandingkan dengan nilai ttabel dengan db = n1 + n2 -2 = 45. Harga t tabel untuk db 45 dan taraf signifikansi 5% adalah 2,014. Karena thitung lebih besar dari nilai ttabel (5,82 > 2,014) maka Ho ditolak. Ini berarti model PBI berpengaruh terhadap prestasi
e-Journal MIMBAR PGSDUniversitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun:2014 belajar IPS siswa kelas V di SD gugus V kecamatan Sukasada. Hasil analisis terhadap nilai prestasi belajar IPS siswa menunjukkan bahwa rata-rata skor yang dicapai kelompok eksperimen 22,07, sedangkan rata-rata skor yang dicapai kelompok kontrol adalah 15,90. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata skor prestasi belajar IPS siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari pada rata-rata skor prestasi belajar IPS siswa pada kelompok kontrol. Dari hasil uji hipotesis dengan Uji-t diperoleh t hitung 5,82 dan ttabel 2,014 untuk dk 45 dengan taraf signifikansi 5%. Ini berarti H0 ditolak Ha diterima. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar IPS antara siswa yang menggunakan model PBI dengan siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal ini terjadi karena pembelajaran PBI menempatkan siswa dalam kelompok belajar yang heterogen atau berbeda tingkat kecepatannya menerima pelajaran dan memecahkan permasalahan yang diberikan. Model PBI merupakan model pembelajaran yang berdasarkan masalah nyata dan bermakna yang membutuhkan penyelesaian nyata secara berkelompok. Pembelajaran ini, membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah ada di dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia di sekitarnya. Dalam model PBI siswa akan dikelompokkan menjadi beberapa kelompok kecil, masing-masing anggota kelompok saling membantu dan memberikan ide-idenya dalam pemecahan masalah. Pembelajaran secara kelompok juga dapat meningkatkan interaksi sosial siswa dan mempermudah pengelolaan kelas karena dengan ada satu orang siswa berkemampuan akademis lebih tinggi disetiap kelompok guru mendapatkan satu asisten untuk setiap kelompok. Hal ini menjadikan siswa tidak lagi bertindak pasif, menerima dan menghafal konsep yang diberikan oleh guru, sehingga siswa menjadi lebih kritis dan kreatif dalam mengembangkan ide-ide sera konsepkonsep IPS.
Temuan ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang telah relevan dilakukan oleh Ni Luh Putu Puspita Widi Artini dan Komang Edi Arianto yang menyatakan bahwa prestasi belajar IPS siswa yang mengikuti model pembelajaran problem based instruction (PBI) lebih baik dari pada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional, hal ini dikarenakan siswa menjadi lebih aktif dan kritis dalam proses pembelajaran di kelas. Hal ini juga didukung pendapat Ibrahim (dalam Trianto, 2007:70) yang menyatakan pengajaran berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan kemampuan itelektuan. Sehingga, menjadikan siswa otonom dan mandiri dalam proses pembelajaran. Pada proses pembelajaran IPS yang dilakukan di dalam kelas pada pembelajaran PBI seluruh rangkaian pembelajaran yang berlangsung sampai pada penemuan suatu konsep IPS, sepenuhnya dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru. Kegiatan PBI memberikan pengaruh positif terhadap suasana pembelajaran di kelas, yaitu menimbulkan suasana yang aktif, menyenangkan dan kompetitif. Dengan terciptanya suasana pembelajaran yang seperti itu, tentunya dapat menciptakan pembelajaran IPS yang lebih efektif. Penerapan pembelajaran PBI membiasakan siswa bertindak aktif mencari jawaban atas masalah, keadaan atau situasi yang dihadapi dan menarik kesimpulan melalui proses berpikir yang kritis, logis dan sistematis. Sedangkan dalam proses pembelajaran konvensional guru masih berusaha memindahkan pengetahuan yang dimilikinya kepada siswa. Guru menjelaskan materi secara berurut, kemudian siswa diberi kesempatan untuk bertanya dan mencatat. Kemudian guru memberikan soal dan membahasnya dengan meminta beberapa siswa untuk mengerjakan di papan tulis. Di akhir pembelajaran guru membantu siswa untuk mengerjakan merefleksi kembali materi yang telah dipelajari kemudian memberikan pekerjaan rumah (PR). Pada
e-Journal MIMBAR PGSDUniversitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun:2014 saat kegiatan pembelajaran berlangsung, siswa hanya duduk dengan tenang dan memperhatikan guru menjelaskan materi pelajaran. Hal semacam ini justru akan mengakibatkan guru sulit mengetahui pemahaman siswa karena siswa yang belum mengerti cenderung malu untuk bertanya. Situasi pembelajaran tersebut cenderung membuat siswa pasif dalam proses pembelajaran, sehingga daya pikir siswa tidak termotivasi mengikuti pembelajaran, pemahaman konsep kurang mendalam dan sulit mengembangkan rendahnya prestasi belajar IPS siswa. DAFTAR RUJUKAN Gunawan, Rudy. 2011. Pendidikan IPS Filosofi, Konsep dan Aplikasi. Bandung: ALFABETA. Ibrahin & Nur. 2000. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah. UNESA-UNIVERSITY PERSS: Surabaya. Kuartolo, Y. 2007. Mengimplementasikan KTSP dengan Pembelajaran Pasrtisipatif dan Tematik Menuju Sukacita dalam Belajar (joy in learning). Jurnal Pendidikan Penabur. Tahun ke-6, no. 9, 66-80. Koyan, I W. 2007. Statistik Terapan (Teknik Analisis Data
Kuatitatif). Singaraja: PPS Undiksha Singaraja. Mudyahardjo, Redja, dkk. 1999. Dasardasar Kependidikan (Konsep dan Masalah Pendidikan di Indonesia). Jakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Nurhadi. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Universitas Negeri Malang. Surabaya. Nurkancana, W., & Sunartana, P.P.N. 1986. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. Pargito. 2010. “Dasar-dasar Pendidikan IPS”. Tersedia pada http//blog.unila.ac.id/pargito/20 10/08/04/dasar-dasarpendidikan-IPS/. (Diakses tanggal 29 Januari 2013). Sudjana. 1996. Metode Statistika. Bandung: Tarsito. Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta. Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik: Konsep Landasan teoritis-praktis & Implementasinya. Jakarta: Prestasi Pustaka.