IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH INKLUSI SMP N 4 MOJOSONGO BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2013/2014
SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh: RENI WIDIASTUTI NIM: 11110047
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAM A ISLAM NEGERI SALATIGA 2014 i
ii
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH INKLUSI SMP N 4 MOJOSONGO BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2013/2014
SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh: RENI WIDIASTUTI NIM: 11110047
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAM A ISLAM NEGERI SALATIGA 2014 iii
iv
v
vi
MOTTO
Hiduplah seakan engkau akan mati besuk. Belajarlah seakan engkau akan hidup selamanya -Mahatma Gandhi
vii
PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan hati, skripsi ini penulis persembahkan kepada: 1. Orang tuaku tercinta bapak H. Rusidi dan ibu Musnidah yang senantiasa mencurahkan kasih sayang, dukungan, dan doa yang tidak pernah putus bagi putra putrinya. 2. Kakak-kakakku Muhammad Agus Widiyanto, Muhammad Nurul Ashari, dan Muhammad Anip Himawan yang selama ini selalu mendukungku dalam segala hal. 3. Ibu Lilik Sriyanti, M.Si, yang telah sabar dalam mengarahkan dan memberikan masukan-masukan dalam menyusun skripsi ini. 4. Budhe Sri, Pakde Yanto, Mbak Susi yang telah menjadi orang tua dan menjagaku selama aku tinggal di Salatiga. 5. Sahabat-sahabatku Sri Rahayu, Luluk Nurrohmah, Hesti Ambarwati, Mbak Nur Wulan Maslahah, dan Kunti Musyiah yang selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Semua teman-teman Tarbiyah khususnya PAI B angkatan 2010 yang sama-sama berjuang dan belajar bersama di STAIN Salatiga. 7. Semua pihak yang selalu memberi semangat dan dukungan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. 8. Pembaca yang budiman.
viii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat,
hidayah
dan
taufiqnya,
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya kejalan kebenaran dan keadilan. Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan. Adapun judul skripsi ini adalah “Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali Tahun Pelajaran 2013/2014”. Penulisan skripsi ini dapat selesai tidak lepas dari berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku ketua STAIN Salatiga.
2.
Bapak Suwardi, M.Pd, selaku ketua jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga.
3.
Bapak Rasimin, S.Pd.I., M.Pd, selaku ketua progdi Pendidikan Agama Islam.
4.
Ibu Dra. Lilik Sriyanti, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan, dan memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
5.
Segenap dosen dan karyawan STAIN Salatiga yang telah memberikan bekal pengetahuan, sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini.
6.
Bapak Syafii, M.Pd, kepala SMP N 4 Mojosongo Boyolali yang telah
ix
mengijinkan penulis mengadakan penelitian dalam rangka menyusun skripsi. 7.
Bapak Widodo, S.Ag selaku guru Pendidikan Agama Islam, Ibu Dra. Siti Muharromah selaku guru Pembimbing Khusus, Ibu Kanastrin selaku karyawan TU dan segenap keluarga besar SMP N 4 Mojosongo Boyolali yang telah memberikan banyak informasi kepada penulis.
8.
Ibu dan Bapak penulis, yang telah memberikan dukungan dan doa restu atas penyusunan skripsi.
9.
Semua pihak yang ikut serta memberikan motivasi dan dorongan dalam penulisan skripsi. Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang
setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT. Akhirnya dengan tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.
Salatiga, 27 Agustus 2014
Reni Widiastuti NIM. 11110047
x
ABSTRAK Widiastuti, Reni. 2014. Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali Tahun Pelajaran 2013/2014. Skripsi Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. Kata kunci: Implementasi Pendidikan Agama Islam, Anak Berkebutuhan Khusus, Inklusi Pembelajaran PAI merupakan pembelajaran agama Islam yang terdapat di sekolah umum. Kewajiban pihak sekolah untuk memberi pelajaran agama kepada siswa sesuai dengan keyakinan yang dimiliki. Baik yang dianut anak normal maupun anak berkebutuhan khusus. ABK berhak mendapatkan layanan pendidikan sebagaimana yang didapatkan oleh anak normal, salah satu solusinya yaitu pendidikan inklusi. Pendidikan inklusi menempatkan anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama di sekolah regular bersama dengan anak-anak normal lain agar ABK dapat mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) Bagaimana Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali 2) Apa Saja Faktor Pendukung dalam Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali 3) Apa Saja Faktor Penghambat dan Solusi dalam Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali. Metode yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2014 di SMP N 4 Mojosongo. Teknik pengumpulan data dengan wawancara kepada kepala sekolah, guru PAI, guru pembimbing khusus, dan siswa ABK. Data dikumpulkan berdasarkan catatan lapangan, observasi, dan dokumentasi kemudian data ditranskip menjadi data yang lengkap. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam diawali dengan langkah-langkah penyusunan perencanaan pembelajaran PAI di sekolah inklusi adalah melalui identifikasi, assesment atau pengukuran, penyusunan program yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik yang bersangkutan. Pelaksanaan pembelajaran PAI bagi ABK di beri pelayanan individu yaitu ABK sering didekati dan di beri pertanyaan agar tidak tertinggal dengan siswa normal lainnya dan untuk mengoptimalkannya dengan diberi jam tambahan sepulang sekolah. Evaluasi pembelajaran PAI dilakukan bersama dengan anak normal yang lain dengan waktu dan soal yang sama. Faktor pendukung yaitu dukungan orang tua siswa, komite sekolah, dan pemerintah Kabupaten Boyolali. Faktor penghambat dan solusi dalam pelaksanaan pembelajaran PAI yaitu kesadaran tentang pentingnya pendidikan bagi ABK yang relatif kurang. Solusi: sekolah mensosialisasikan pentingnya pendidikan bagi ABK, mengadakan pelatihan ketrampilan dan pengembangan bakat minat ABK.
xi
DAFTAR ISI SAMPUL …………………………………………………………………...
i
LOGO ……………………………………………………………….……...
ii
JUDUL ……...…………………………………..………………………….
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………….…………...………..
iv
LEMBAR PENGESAHAN ……...……………………………..………....
v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN …………..………………….…
vi
MOTTO ………………………....................................................................
vii
PERSEMBAHAN ……………………...………..………………………...
viii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………..
ix
ABSTRAK ………………………………………………...……………….
xi
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….
xii
DAFTAR TABEL DAN BAGAN ……….………………..………………
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………
xvii
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……………………………………...
1
B. Rumusan Masalah .……………………………………………
5
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………..
6
D. Manfaat Penelitian ……………………………………………
6
Penegasan Istilah …………………………………………….
7
F. Metode Penelitian …………………………………………….
9
G. Sistematika Penulisan ………………………………………...
16
E.
xii
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Agama Islam ……………………………………..
19
1.
Pengertian Pendidikan Agama Islam ………………..…..
19
2.
Tujuan Pendidikan Agama Islam ………………………..
21
3.
Fungsi Pendidikan Agama Islam ……………….………..
22
4.
Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam …………….…
23
5.
Sumber Pendidikan Agama Islam …………………….…
24
6.
Komponen Pelaksanaan Pembelajaran PAI ……………..
24
B. Anak Berkebutuhan Khusus ………………………………….
27
1.
Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus …....…………...
27
2.
Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus …...…………….
28
C. Kesulitan Belajar (Learning Disability) ...……………………
32
1.
Pengertian Kesulitan Belajar …...…………………...…...
32
2.
Karakteristik Kesulitan Belajar …..……………………...
35
3.
Klasifikasi Kesulitan Belajar …………………………....
35
4.
Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar …..……..……
37
D. Sekolah Inklusi ……………………………………………….
38
1.
Pengertian Sekolah Inklusi …...………………………….
38
2.
Model Sekolah Inklusi …........…………………………..
41
3.
Sejarah Inklusi di Indonesia ………………………..…....
43
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran Umum SMP N 4 Mojosongo Boyolalai …………..
46
1. Sejarah Berdirinya SMP N 4 Mojosongo Boyolali ........…
46
xiii
2. Visi, Misi, dan Tujuan SMP N 4 Mojosongo Boyolali …..
47
3. Profil Sekolah …………………………………………….
49
B. Temuan Penelitian ……………………………………………
54
1.
Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali ……………………………………..
2.
Faktor pendukung dalam implementasi
54
Pendidikan
Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali …………. 3.
68
Faktor penghambat dan solusi dalam implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali ……….
70
BAB IV PEMBAHASAN A. Implementasi
Pendidikan
Agama
Islam
bagi
anak
berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali ………………………………………….
72
B. Faktor pendukung dalam implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali ………………………. C. Faktor
penghambat
dan
solusi
dalam
80
implementasi
Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali …...
xiv
83
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan …………………………………………………...
86
B. Saran ………………………………………………………….
89
C. Penutup ……………………………………………………….
90
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL DAN BAGAN
Tabel 3.1
Identitas Sekolah …...…………………………………….
49
Tabel 3.2
Pendidik dan Tenaga Kependidikan ……………………..
50
Tabel 3.3
Data Guru Pengurus Inklusi ……………………………...
50
Tabel 3.4
Jumlah Siswa …………………………………………….. 51
Tabel 3.5
Jumlah Siswa Menurut Agama …………………………..
51
Tabel 3.6
Data Siswa Berkebutuhan Khusus ……………………….
52
Bagan 3.1
Struktur Organisasi SMP N 4 Mojosongo Boyolali ……..
53
Bagan 3.2
Struktur Organisasi Subbag Tata Usaha …………………
54
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
: Nota Pembimbing
Lampiran 2
: Surat Ijin Penelitian
Lampiran 3
: Surat Keterangan Bukti Penelitian
Lampiran 4
: Lembar Konsultasi
Lampiran 5
: Surat Keterangan Kegiatan (SKK)
Lampiran 6
: Pedoman Wawancara
Lampiran 7
: Verbatin wawancara
Lampiran 9
: Dokumentasi Foto
Lampiran 10 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Lampian 11
: Daftar Riwayat Hidup
xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam kehidupan suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Karena bagaimanapun juga, pendidikan merupakan sarana untuk mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Menurut (Suhartono, 2008:43), “pendidikan adalah segala jenis pengalaman kehidupan yang mendorong timbulnya minat belajar untuk mengetahui dan kemudian bisa mengerjakan suatu hal yang telah diketahui itu”. Disebutkan juga dalam (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, 2005:3) Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 “Pendidikan adalah usaha sadar dan rencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”. Pendidikan merupakan hak dan kewajiban bagi setiap individu untuk memanfaatkan semua potensi yang dimilikinya. Maka sangat wajar apabila pendidikan memiliki posisi penting dalam setiap kehidupan manusia. Dalam ajaran Islam juga mengutamakan tentang keimanan dan ilmu pengetahuan, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS. Al Mujaadilah ayat 11 yang berbunyi:
1 xviii
Artinya: Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS QS. Al Mujaadilah/58:11). Ayat di atas mengisyaratkan bahwa Allah memerintahkan hambanya untuk menuntut ilmu, itu artinya pendidikan menduduki posisi yang sangatlah penting. Demikian pula dengan pendidikan agama juga sangat penting, karena merupakan kebutuhan setiap individu terutama dalam hal ibadah dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan agama merupakan hal mendasar yang harus diberikan kepada semua peserta didik sebagai bekal kehidupan. Perwujudan pendidikan agama pada sekolah terangkum dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang merupakan mata pelajaran yang dijadikan kurikulum wajib untuk dipelajari oleh seluruh peserta didik yang beragama Islam. Pendidikan Agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup (way of life) (Daradjat, 2011:86). Pentingnya mempelajari ilmu agama ini bermakna luas, tidak memandang kondisi seseorang baik dia normal ataupun memiliki keterbatasan
xix 2
fisik, mental maupun perilaku. Anak berkebutuhan khusus juga berhak mendapatkan pendidikan. Amanat hak atas pendidikan bagi penyandang kelainan atau ketunaan ditetapkan dalam Undang Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 23 disebutkan bahwa: pendidikan khusus (anak luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial (Efendi, 2006:1). Ketetapan dalam Undang Undang No 20 Tahun 2003 tersebut bagi anak penyandang kelainan sangat berarti karena memberi landasan yang kuat bahwa anak berkelainan perlu memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana yang diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal pendidikan dan pengajaran. Memberikan kesempatan yang sama kepada anak berkelainan untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran berarti memperkecil kesenjangan angka partisipasi pendidikan anak normal dengan anak berkelainan. Pendidikan inilah yang menjadi terobosan terbentuknya pelayanan pendidikan bagi ABK berupa penyelenggaraan pendidikan inklusi. Pendidikan inklusi adalah pendidikan pada sekolah umum yang disesuaikan dengan kubutuhan siswa yang memerlukan pendidikan khusus pada sekolah umum dalam satu kesatuan yang sistematik (Smart, 2010:90). Program pemerintah berupa layanan pendidikan inklusi memungkinkan ABK untuk memperoleh ilmu pengetahuan di sekolah umum sebagaimana yang diperoleh anak normal. Program inklusi tersebut, anak-anak berkebutuhan khusus disekolahkan bersama dengan anak normal disekolah reguler, sehingga diharapkan anak
xx3
berkebutuhan khusus memiliki rasa percaya diri dan akhirnya mereka dapat mandiri. Sehingga, anak-anak normal akan terdidik dan belajar toleransi antar sesama manusia. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dapat dimaknai dengan anak-anak yang tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan, dan juga anak berbakat. Dalam perkembangannya, saat ini konsep ketunaan berubah menjadi berkelainan (exception) atau luar biasa (Sujiono, 2009:166). Beberapa yang termasuk dalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, dan anak dengan gangguan kesehatan. Penulis, dalam hal ini tertarik melakukan penelitian di SMP N 4 Mojosongo Boyolali. Sekolah ini menerima siswa berkebutuhan khusus untuk memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal) dalam pendidikan. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang telah menerapkan pendidikan inklusi yaitu menggabungkan peserta didik yang berkebutuhan khusus dengan peserta didik normal pada umumnya untuk belajar bersama. Melalui pendidikan inklusi, anak berkebutuhan khusus dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki anak melalui pendidikan di sekolah. Di sekolah ini mereka memperoleh haknya, sama seperti anak yang normal lainnya dalam mendapatkan pengajaran dan pendidikan, begitu pula dalam pembelajaran pendidikan agama Islam.
xxi 4
Dari latar belakang diatas muncul ketertarikan penulis untuk melakukan penelitian dengan judul “IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH INKLUSI SMP N 4 MOJOSONGO BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2013/2014”.
B. Fokus Penelitian Ada beberapa fokus penelitian yang peneliti bahas yaitu: 1.
Bagaimana
implementasi
Pendidikan
Agama
Islam
bagi
anak
berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali? 2.
Apa saja faktor pendukung dalam implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali?
3.
Apa saja faktor penghambat dan solusi dalam implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali?
C. Tujuan Penelitian Berdasar fokus penelitian di atas, maka dapat diketahui bahwa tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Untuk mengetahui bagaimana implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali.
xxii 5
2.
Untuk mengetahui apa saja faktor pendukung dalam implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali.
3.
Untuk mengetahui apa saja faktor penghambat dan solusi dalam implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan bisa memberikan informasi yang jelas tentang pelaksanaan pembelajaran PAI pada anak berkebutuhan khusus, sehingga dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1.
Secara Teoritis a. Penelitian ini diharapkan bisa menambah wawasan khasanah keilmuan dalam ilmu pendidikan dan pembelajaran Pendidikan Agama Islam khususnya di Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga. b. Memberikan sumbangan ilmiah bagi kalangan akademis yang mengadakan penelitian berikutnya maupun mengadakan riset baru tentang pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada sekolah inklusi.
2. Secara Praktis a. Penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi baru tentang pelaksanaan Pendidikan Agama Islam pada anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi SMP Negeri 4 Mojosongo Boyolali.
xxiii 6
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan proses pelaksanaan pembelajaran PAI yang tepat bagi ABK, serta masyarakat dapat mengetahui cara mendidik anak yang baik khususnya pada ABK untuk memudahkan dalam menghadapi dan memahami tingkah laku mereka.
E. Penegasan Istilah 1.
Implementasi Pendidikan Agama Islam Implementasi
merupakan
kata
asing
yang
telah
dibahasa
indonesiakan yang beranonim dengan kata penerapan, begitupun dalam (KBBI, 2007:427), implementasi berarti “pelaksanaan atau penerapan”. Sedangkan Pendidikan Agama Islam didefinisikan sebagai: Usaha yang berupa pengajaran, bimbingan, dan asuhan terhadap anak agar kelak selesai pendidikannya dapat memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam serta menjadikannya sebagai jalan kehidupan baik pribadi maupun kehidupan masyarakat (Syafaat, 2008:16). Jadi implementasi Pendidikan Agama Islam adalah pelaksanaan mata pelajaran PAI dalam rangka proses bimbingan dan asuhan supaya ajaran yang diperoleh ketika belajar dapat diamalkan oleh peserta didik berkebutuhan khusus. 2.
Anak Berkebutuhan Khusus Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang memiliki karakteristik khusus. Keadaan khusus membuat mereka berbeda dengan
xxiv 7
anak pada umumnya. Lynch Lewis dalam (Yusuf, dkk 2003:7), mengelompokkan ABK menjadi: anak berkesulitan belajar, gangguan wicara, retardasi mental, gangguan emosi, gangguan fisik dan kesehatan, gangguan pendengaran, gangguan pengelihatan, dan tuna ganda. Anak luar biasa (ALB) merupakan kelompok yang sudah jelas kedudukannya (dalam UU No.2/1989 dan PP No.72/1991 disebut berkelainan fisik dan/atau mental dan/atau perilaku). Mereka terdiri atas tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, dan tunaganda. Anak yang mempunyai kemampuan dan kecerdasan luar biasa tidak dikategorikan sebagai anak luar biasa (UUSPN Pasal 8:2). Anak dengan problema belajar tidak secara eksplisit disebut dalam UUSPN atau PP 72/1991 tentang pendidikan luar biasa (Yusuf dkk, 2003:7). SMP N 4 Mojosongo, ABK yang ditangani adalah anak-anak dengan kesulitan belajar atau sering disebut learning disorders. Anak kesulitan belajar adalah anak yang memiliki gangguan satu atau lebih dari proses dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa lisan atau tulisan, gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kemampuan yang tidak sempurna dalam mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau menghitung. 3.
Sekolah Inklusi Istilah terbaru yang digunakan dalam mendeskripsikan penyatuan bagi anak-anak berkelainan (difabel) ke dalam program sekolah reguler adalah
inklusi.
Ada
sebagian
xxv 8
orang
mengartikannya
sebagai
mainstreaming, namun ada juga yang mengartikan sebagai full inclusion, yang berarti menghapus sekolah khusus. Namun yang pasti, inklusi berarti bahwa tujuan pendidikan bagi yang mengalami hambatan adalah keterlibatan yang sebenarnya dari tiap anak dalam kurikulum, lingkungan, interaksi yang ada di sekolah (Smith, 2006:45-46). Dari pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa sekolah inklusi adalah lembaga pendidikan yang memungkinkan anak-anak berkebutuhan khusus ikut berbaur dalam kelas reguler bersama anak-anak normal. Dalam hal ini ABK yang dimasukkan dalam kelas reguler adalah anakanak berkebutuhan khusus dalam tingkat tertentu yang dianggap masih dapat mengikuti kegiatan anak-anak lain meski memiliki keterbatasan.
F. Metode Penelitian 1.
Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan alam penelitian ini adalah kualitatif, menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis, gambar, dan bukan angka, yang mana data diperoleh dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2011:4). Data yang berasal dari naskah, wawancara, catatan, lapangan, dokumentasi dideskripsikan sehingga dapat memberikan kejelasan terhadap keadaan atau realitas. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif. Menurut (Sukardi, 2004:157) penelitian deskriptif merupakan
xxvi 9
metode penelitian yang menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya. Penelitian ini juga sering disebut non-eksperimen, karena pada penelitian ini peneliti tidak melakukan kontrol dan memanipulasi variabel penelitian. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti mendeskripsikan dan menginterpretasi implementasi PAI bagi ABK di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali. 2.
Kehadiran Peneliti[ Kehadiran peneliti yang dimaksud adalah bahwa peneliti sebagai pengamat dan tidak sepenuhnya sebagai pemeran serta tetapi masih melakukan fungsi pengamatan, ia sebagai anggota pura-pura, jadi tidak melebur dalam arti sesungguhnya (Moleong, 2011:77). Peneliti menjadi pengamat dalam pembelajaran PAI di SMP N 4 Mojosongo dan mengikuti secara pasif kegiatan pembelajaran selama penelitian berlangsung.
3.
Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang dijadikan sebagai objek kajian dalam penyusunan skripsi ini adalah di SMP N 4 Mojosongo Boyolali. Lokasi sekolah mempermudah peneliti untuk melakukan penelitian dan observasi karena letaknya yang tidak terlalu jauh dari pusat kota Boyolali.
4.
Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a.
Primer Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh secara lagsung (Arikunto, 2006:145). Digunakan untuk mendapatkan data
xxvii 10
tentang implementasi PAI bagi ABK di sekolah inklusi SMPN 4 Mojosongo Boyolali. Adapun untuk memperoleh data dengan melakukan wawancara dengan para informan yang telah ditentukan meliputi berbagai hal yang berkaitan dengan persiapan dan pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi ABK. Adapun sumber data dalam penelitian ini yaitu: Kepala Sekolah, Guru Pendidikan Agama Islam, (GPK) Guru Pendamping Khusus/ Penanggungjawab inklusi. b.
Sekunder Sumber data sekunder adalah sumber data pendukung atau penunjang penelitian ini (Arikunto, 2006:145). Sumbernya berupa dokumen, arsip, buku, karya ilmiah lainnya serta foto kegiatan belajar mengajar.
5.
Prosedur Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data yang valid, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa prosedur pengumpulan data, yaitu: a.
Observasi (Pengamatan) Observasi yaitu pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejalagejala dalm objek penelitian (Afifuddin, 2009:134). Metode observasi penulis gunakan untuk mengumpulkan data tentang keadaan siswasiswi berkebutuhan khusus dan kondisi keagamaan. Observasi dilakukan berkaitan dengan masalah yang diteliti dengan mengadakan pengamatan, pencatatan dan mendengarkan secara cermat.
xxviii 11
Observasi dilakukan dilingkungan SMP N 4 Mojosongo Boyolali. Hal-hal yang diobservasi adalah pelaksanaan pembelajaran PAI, letak geografis, dan fasilitas. Obsevasi dimaksudkan untuk dapat mengetahui adanya faktor-faktor yang berpengaruh, baik faktor pendukung maupun faktor penghambat dan solusi yang dilakukan dalam proses pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi ABK di SMP N 4 Mojosongo Boyolali. b.
Wawancara (Interview) Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. (Moleong, 2011:186). Dengan metode ini penulis mendapatkan informasi ataupun data tentang rencana pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi ABK, pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi ABK, evaluasi pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi ABK, dan solusi yang dilakukan oleh guru Pendidikan Agama Islam dalam mengatasi kesulitan-kesulitan pembelajaran yang dialami ABK di SMP N 4 Mojosongo Boyolali. Dalam hal ini peneliti mewawancari pihak yang terkait yaitu: Kepala Sekolah, Guru Pendidikan Agama Islam, dan (GPK) Guru Pendamping Khusus/ Penanggungjawab inklusi.
xxix 12
c.
Dokumentasi Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar, maupun elektronik (Sukmadinata, 2008:221). Dokumen-dokumen yang diperlukan dalam penelitian skripsi ini antara lain: Rencana pelaksanaan pembelajaran PAI, data siswa berkebutuhan khusus, tenaga pendidik dan kependidikan, data guru pembimbing khusus, dan data-data lain yang menunjang penelitian ini.
6.
Analisis Data Analisis data bertujuan menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan di interpretasi, dalam memberikan interpretasi data yang diperoleh, akan digunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, dan kejadian yang terjadi pada saat sekarang (Sugiyo, 2006:82). Sehingga digunakan metode deskriptif untuk mendeskripsikan pelaksanaan PAI bagi anak berkebutuhan khusus di Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali. Ada tiga kegiatan dalam analisis data, yaitu: a.
Reduksi data diperlukan karena banyaknya data dari masing-masing informan yang dianggap tidak relevan dengan fokus penelitian sehingga perlu dibuang atau dikurangi. Reduksi data dilakukan dengan memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian, maka akan memberikan gambaran yang lebih tajam.
xxx 13
b.
Penyajian data adalah deskripsi penemuan dari apa yang di peroleh dilapangan, yang paling sering digunakan untuk menyajikan data untuk penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.
c.
Verifikasi atau menarik kesimpulan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan sebuah kesimpulan yang dapat di uji kebenarannya berdasarkan penyajian data yang diperoleh dari informan yang menjadi objek penelitian di lapangan.
7.
Pengecekan Keabsahan Data Untuk menjamin keabsahan data temuan yang diperoleh peneliti menanyakan langsung kepada obyek, peneliti juga berupaya mencari jawaban dari sumber lain. (Bungin, 2004:99) menyatakan “keabsahan data dilakukan untuk meneliti kredibilitasnya menggunakan teknik kehadiran peneliti di lapangan, observasi mendalam, triangulasi (menggunakan beberapa sumber, metode, peneliti, dan teori), pembahasan dengan sejawat melalui diskusi, melacak kesesuaian hasil dan pengecekan anggota”. Untuk memperoleh keabsahan data, teknik yang penulis gunakan adalah: a.
Triagulasi Triagulasi
adalah
pemeriksaan
keabsahan
data
dengan
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data itu (Moleong, 2002:178). Hal itu dapat dicapai dengan jalan: membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara atau dengan membandingkan
xxxi 14
apa yang dikatakan orang-orang saat penelitian dengan apa yang dikatan disepanjang waktu. b.
Menggunakan Bahan Referensi Penggunaan referensi sebagai pendukung dari observasi yang dilakukan oleh peneliti. Menurut Eister dalam (Moleong, 2002:181) kecukupan
referensi
sebagai
alat
untuk
menampung
dan
menyesuaikan dengan teknik untuk keperluan evaluasi. c.
Teknik Member Check Menurut Lincolin dalam (Moleong, 2002:221) teknik member check
yaitu
dengan
mendatangi
kembali
informasi
sambil
memperlihatkan data yang sudah diketik pada lembar catatan lapangan yang sudah disusun menjadi paparan data dan temuan penelitian. Serta dikonfirmasikan pada informan apakah maksud informan itu sudah sesuai dengan apa yang ditulis atau belum. Intinya dalam member check, informan dan peneliti mengadakan review terhadap data yang diperoleh dalam penelitian baik isi maupun bahasannya. 8.
Tahap-tahap Penelitian Dalam penelitian kualitatif ada beberapa tahap yang perlu dilakukan, yaitu: a.
Tahap Pra Lapangan (menyusun rencana penelitian dan memilih lapangan, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai keadaan lapangan, memilih dan
memanfaatkan informasi, menyiapkan
kelengkapan penelitian, memperhatikan etika penelitian).
xxxii 15
b.
Tahap Pekerjaan Lapangan (memahami latar penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan, berperan aktif sambil mengumpulkan data).
c.
Tahap Analisis Data (menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari interview, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain sehingga dapat dengan mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Tahap ini dilakukan peneliti sesuai dengan cara yang telah ditentukan sebelumnya).
d.
Tahap Pelaporan Data (merupakan tugas akhir dari rangkaian proses penelitian. Pada tahp ini peneliti menyusun laporan hasil penelitian dengan format tulisan dan bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca).
G. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah didalam memahami pokok bahasan skripsi maka penulis membagi menjadi lima bab. Sistematikanya adalah sebagai berikut: 1.
Bagian awal yang meliputi: sampul, logo, judul, persetujuan pembimbing, lembar pengesahan, pernyataan keaslian tulisan, motto, persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel dan bagan, daftar lampiran.
2.
Bagian inti yang memuat: Bab I : Pendahuluan Dalam bab ini penulis mengemukakan: latar belakang masalah, fokus masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, sistematika penulisan.
xxxiii 16
Bab II : Kajian Pustaka Dalam penelitian ini dikemukakan kajian pustaka yang meliputi: A. Pendidikan Agama Islam terdiri dari pengertian Pendidikan Agama Islam, tujuan PAI, fungsi PAI, ruang lingkup PAI, sumber PAI, komponen pelaksanaan PAI. B. Anak Berkebutuhan Khusus terdiri dari pengertian ABK, jenis-jenis ABK. C. Sekolah inklusi terdiri dari pengertian sekolah inklusi, model sekolah inklusi, sejarah inklusi di Indonesia. Bab III : Paparan Data dan Temuan Penelitian Dalam bab ini akan mengurai tentang gambaran umum SMP N 4 Mojosongo Boyolali yang meliputi: A. Gambaran umum SMP N 4 Mojosongo Boyolali Sejarah Berdirinya SMP Negeri 4 Mojosongo Boyolali, Visi Misi dan Tujuan SMP N 4 Mojosongo Boyolali, Profil Sekolah. B. Paparan Data dan Temuan Penelitian Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali yang terdiri dari: Penyusunan Rencana Pembelajaran PAI bagi ABK, Pelaksanaan Pembelajaran PAI bagi ABK, Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran PAI bagi ABK. Faktor pendukung dalam implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali. Faktor penghambat
xxxiv 17
dan solusi dalam implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali. Bab IV: Pembahasan Pada bab ini akan mengurai tentang Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali yang terdiri dari: Penyusunan Rencana Pembelajaran PAI bagi ABK, Pelaksanaan Pembelajaran PAI bagi ABK, Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran PAI bagi ABK. Faktor pendukung dalam implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali. Faktor penghambat dan solusi dalam implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali. Bab V: Penutup Bab ini merupakan bab terakhir yang terdiri dari: kesimpulan, saran, dan kata penutup.
xxxv 18
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan Agama Islam 1.
Pengertian Pendidikan Agama Islam Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya,
yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata
pelajaran/ kuliyah pada semua jalur, jenjang, dan jenis penelitian (Pasal 1 ayat 1). Tayar Yusuf mengartikan pendidikan agama Islam adalah usaha sadar generasi orang tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan, dengan keterampilan kepada generasi muda agar kelak menjadi manusia bertaqwa kepada Allah SWT (Majid, 2006:130). Kata Pendidikan Agama Islam terdiri dari dua kata berbeda, yaitu pendidikan dan agama Islam. Pendidikan berasal dari kata didik yang diberi awalan pe- dan akhiran -an yang mengandung arti perbuatan (hal, cara, dan sebagainya). Istilah pendidikan semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu pedagoie yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Inggris, yaitu education yang berarti pengembangan dan bimbingan. Sedangkan dalam
xxxvi 19
bahasa Arab istilah ini sering di terjemahkan dengan tarbiyah, yang berarti pendidikan (Ramayulis, 2008:1). Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa (Kurikulum PAI, 2002:3). Sementara itu pengertian lebih spesifik tentang Pendidikan Agama Islam diberikan (Syafaat, 2008:16) Pendidikan Agama Islam yaitu usaha yang berupa pengajaran, bimbingan dan asuhan terhadap anak agar kelak selesai pendidikannya dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agama Islam, serta menjadikannya sebagai jalan kehidupan, baik pribadi maupun kehidupan masyarakat. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi pendidikan agama Islam adalah suatu pelaksanaan kegiatan yang terencana untuk memperoleh hasil yang efektif dan efisien sesuai dengan tujuan yang ditunjukkan kepada anak didik yang sedang tumbuh agar mereka mampu menumbuhkan sikap dan budi pekerti yang baik serta dapat memelihara perkembangan jasmani dan rohani secara seimbang dimasa sekarang dan mendatang sesuai dengan aturan agama Islam dan menjadikan agama Islam menjadi pandangan hidup.
xxxvii 20
2.
Tujuan Pendidikan Agama Islam Makna tujuan secara etimologi adalah “arah, maksud atau haluan”, dalam bahasa Arab “tujuan” diistilahkan dengan ghayat, ahdaf, atau maqashid. Sementara dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan goal, purpose, objectives. Secara terminologi, tujuan berarti “sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sebuah usaha atau kegiatan selesai”. Oleh H. M. Arifin menyebutkan, bahwa tujuan proses pedidikan Islam adalah “Idealitas (cita-cita) yang mengandung nilai-nilai Islam yang hendak dicapai dalam proses kependidikan yang berdasarkan ajaran Islam secara bertahap”(Arief, 2002:19). Secara umum, tujuan pendidikan Islam menurut (Daradjat, 2011:30-33) terbagi kepada: tujuan umum, tujuan sementara, tujuan akhir, dan tujuan operasional. a.
Tujuan umum adalah tujun yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan ini meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku, kebiasaan, dan pandangan.
b.
Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal.
c.
Tujuan akhir adalah tujuan yang dikehendaki agar peserta didik menjadi manusia-manusia sempurna (insan kamil) setelah ia menghabisi sisa umurnya.
xxxviii 21
d.
Tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengaan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Suatu unit kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu.
3.
Fungsi Pendidikan Agama Islam Berbicara mengenai Pendidikan Agama Islam tentunya tidak terlepas dari apa fungsi dan tujuannya. Maka dari itu Pendidikan Agama Islam mempunyai beberapa fungsi yaitu: a.
Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaatan peserta didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga.
b.
Penanaman mental, yaitu sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
c.
Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.
d.
Perbaikan,
yaitu
untuk
memperbaiki
kesalahan-kesalahan,
kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. e.
Pencegahan,
yaitu
untuk
menangkal
hal-hal
negatif
dari
lingkungannya atau budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia
xxxix 22
seutuhnya. f.
Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum, sistem dan fungsionalnya.
g.
Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain (Majid, 2006:134-135).
4.
Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara lain: hubungan manusai dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungannya (Ramayulis, 2008:22-23). Sebagaimana diketahui, ajaran pokok Islam adalah aqidah (keimanan), syariah (keislaman), dan akhlak (ihsan). Ketiga ajaran pokok ini kemudian diajarkan dalam bentuk rukun iman, rukun Islam, dan akhlak. Dari ketiganya lahirlah Ilmu Tauhid, Ilmu Fiqh, dan Ilmu Akhlak. Ketiga kelompok ini kemudian dilengkapi dengan pembahasan dasar hukum Islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits, ditambah lagi dengan sejarah Islam (tarikh) sehingga secara berurutan: Ilmu Tauhid (keimanan), Ilmu Fiqh, Aqidah Akhlak, Ilmu Al-Qur’an dan Al-Hadits, Tarikh Islam (Majid, 2006:77).
xl 23
5.
Sumber Pendidikan Agama Islam Sumber pendidikan Islam yaitu al-Qur’an, as-Sunnah, ucapan para sahabat (mazhab al-sahabl), kemaslahatan umat (masalih al-mursalah), tradisi atau adat yang sudah dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat (al-‘urf), dan hasil ijtihad para ahli. Selain itu ada pula yang meringkaskan sumber pendidikan Islam menjadi tiga macam yaitu alQur’an, as-Sunnah, Ijtihad.
6.
Komponen Pelaksanaan Pembelajaran PAI Komponen pelaksanaan pendidikan berati kajian tentang sistem pendidikan yang merupakan satu kesatuan, saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Menurut Hunt dalam (Syaifuddin dkk, 2007:10) pembelajaran itu efektif
jika siswa
memperoleh pengalaman baru dan perilakunya berubah menuju titik akumulasi kompetensi yang dikehendaki. Terdapat lima bagian penting dalam
peningkatan
efektivitas
pembelajaran,
yaitu
perencanaan,
komunikasi, pembelajaran itu sendiri (pelaksanaan pembelajaran), pengaturan, dan evaluasi. Pada penelitian ini, peneliti hanya membahas tentang perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. a.
Perencanaan pembelajaran Perencanaan pembelajaran adalah suatu proses pembuatan rencana, model, pola, bentuk, konstruksi, yang melibatkan guru, peserta didik, serta fasilitas lain yang dibutuhkan, yang tersusun secara sistematis agar terjadi proses pembelajaran yang efektif dan
xli 24
efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan (Chamsijiatin dkk, 2008:4). Beberapa tahap yang harus dilalui dalam perencanaan pembelajaran dan pengorganisasian siswa berkebutuhan khusus. Tahapan tersebut meliputi kegiatan sebagai berikut: 1) menetapkan bidang-bidang atau aspek problema/kesulitan belajar yang akan ditangani, apakah seluruh mata pelajaran, sebagian mata pelajaran, atau hanya bagian tertentu dari suatu mata pelajaran. 2) menetapkan pendekatan pembelajaran yang akan dipilih termasuk rencana pengorganisasian siswa, apakah
bentuknya berupa pelajaran
remedial, penambahan laitihan-latihan di dalam kelas atau luar kelas, pendekatan kooperatif, pembelajaran individual.
atau kompetitif. 3) menyusun program Program pembelajaran individual (PPI)
disusun agar anak peproblema belajar/bermasalah mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan khusus mereka (Yusuf dkk, 2003:48). b.
Pelaksanaan pembelajaran Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari rencana
pelaksanaan
pembelajaran.
Rencana
pelaksanaan
pembelajaran menjadi panduan yang harus digunakan dalam pembelajaran, karena di dalam rencana pembelajaran tersebut telah ditetapkan tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan penilaian pembelajaran (Lapono dkk, 2008:131).
xlii 25
Pelaksanaan pembelajaran pada model pendidikan inklusi, pada tahap ini, guru melaksanakan program pembelajaran serta pengorganisasian siswa berproblema belajar/kesulitan belajar sesuai dengan rancangan yang telah disusun dan ditetapkan pada tahap sebelumnya. Sudah tentu pelaksanaan pembelajaran harus senantiasa disesuaikan dengan perkembangan anak, tidak dapat dipaksakan sesuai dengan target yang akan dicapai oleh guru. Program tersebut bersifat fleksibel. Dalam hal pendidikan, terapi yang paling efektif untuk menangani anak berkesulitan belajar adalah dengan memberikan pengajaran remedial. Remedial teaching atau pengajaran perbaikan adalah suatu bentuk pengajaran yang bersifat menyembuhkan atau membetulkan, atau dengan singkat pengajaran yang membuat menjadi baik (Ahmadi, 2004: 152). c.
Evaluasi pembelajaran Evaluasi diterapkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan seorang
pendidik
dalam
menyampaikan
materi
pelajaran,
menemukan kelemahan-kelemahan baik yang berkaitan dengan materi, metode, media, ataupun sarana (Nizar, 2002:78). Evaluasi dilakukan untuk membantu mengatasi problema belajar anak, perlu dilakukan pemantauan secara terus-menerus terhadap kemajuan dan/atau kemunduran belajar anak. Jika anak mengalami kemajuan dalam belajar, pendekatan yang dipilih oleh
xliii 26
guru perlu terus dimantapkan, tetapi jika tidak terdapat kemajuan perlu diadakan peninjauan kembali, baik mengenai isi dan pendekatan program, maupun motivasi anak yang bersangkutan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangannya. Diharapkan pada akhirnya semua problema belajar pada anak secara bertahap dapat diperbaiki sehingga anak terhindar dari kemungkinan tidak naik kelas atau bahkan putus sekolah.
B. Anak Berkebutuhan Khusus 1.
Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus Istilah ABK adalah pengganti istilah anak berkebutuhan cacat atau penyandang cacat. Istilah ABK adalah untuk menunjuk mereka yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan sosial. ABK memiliki masalah dalam sensori, motorik, belajar, dan tingkahlakunya. Semua ini mengakibatkan terganggunya perkembangan fisik anak. Hal ini karena sebagian besar ABK mengalami hambatan dalam merespon rangsangan yang diberikan lingkungan untuk melakukan gerak, meniru gerak, dan bahkan ada yang memang fisiknya terganggu sehingga ia tidak dapat melakukan gerakan yang terarah dengan benar. (Efendi, 2006:26) mengatakan Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki kelainan atau penyimpangan dari rata-rata anak normal, dalam aspek fisik, mental, dan sosial, sehingga untuk
xliv 27
mengembangkan potensinya perlu layanan pendidikan khusus sesuai dengan karakteristiknya. Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya (Smart, 2010:33). Sesuai dengan kata “exception” anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus bisa diartikan sebagai individu yang mempunyai karakteristik yang berbeda dari individu lainnya yang dipandang oleh masyarakat pada umumnya (Thalib, 2010:245). ABK adalah anak yang memiliki karakteristik khusus. Keadaan khusus membuat mereka berbeda dengan anak pada umumnya. Pemberian predikat berkebutuhan khusus tentu saja tanpa selalu menunjukkan kepada pengertian lemah mental. Tidak identik juga dengan ketidak mampuan emosi atau kelainan fiisik (Santoso, 2010:127). Dari beberapa paparan di atas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa, anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi, ataupun fisik. ABK memiliki penyimpangan dari rata-rata anak normal sehingga untuk mengembangkan potensinya perlu layanan pendidikan khusus yang sesuai dengan karakteristiknya. 2.
Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus mempunyai jenis-jenis yang berbeda berdasarkan karakteristiknya dan hambatan yang di miliki anak
xlv 28
berkebutuhan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) berdasarkan
karakter
dan
kekhususannya.
Untuk
ABK
dengan
kekhususan tertentu seperti ABK dengan masalah berkesulitan belajar dapat ditempatkan dalam kelas inklusif. Anak yang termasuk berpredikat ABK menurut Santoso antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar. a.
Tunanetra Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam pengelihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan, yaitu buta total (blind) dan low vision. Karena tunanetra memiliki keterbatasan dalam indra pengelihatan, maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu, prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat faktual dan bersuara. Sebagai contoh adalah penggunaaan tulisan Braille, gambar timbul, benda model, dan benda nyata. Sedangkan media yang bersuara adalah tape recorder dan peranti lunak (software) (Santoso, 2010: 128-129).
b.
Tunarungu Tunarungu adalah inividu yang memiliki hambatan dalam pendengaran permanen Tunarungu
maupun temporer
diklasifikasikan
xlvi 29
berdasrkan
(tidak permanen). tingkat
gangguan
pendengaran, yaitu gangguan pendengaran sangat ringan (27-40 dB), gangguan pendengaran ringan (41-55 dB), gangguan pendengaran sedang (56-70 dB), gangguan pendengaran berat 71-90 dB), gangguan pendengaran ekstrem/tuli (di atas 91 dB). Hambatan dalam pendengaran pada individu tunarungu berakibat terjadinya hambatan dalam berbicara. Sehingga, mereka disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu tunarungu menggunakan bahasa isyarat. Bahasa isyarat melalui abjad jari telah dipatenkan secara internasional. Untuk komunikasi dengan isyarat bahasa masih berbeda-beda di setiap negara (Santoso, 2010: 129-130). c.
Tunagrahita Tunagrahita adalah individu yang memiliki tingkat kecerdasan di bawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan. Klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkat IQ (Intelligent Quotient). Tunagrahita ringan (IQ = 51-70), tunagrahita sedang (IQ = 36-51), tunagrahita berat (IQ = 20-35), dan tunagrahita sangat berat (IQ di bawah 20). Pembelajaran bagi individu tunagrahita lebih dititikberatkan pada kemampuan bina diri dan sosialisasi (Santoso, 2010:130).
d.
Tunadaksa Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuromuscular dan struktur tulang
xlvii 30
yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral
palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan
masuk kategori ringan bila memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik, tetapi masih bisa ditingkatkan melalui terapi. Sedang, jika memiliki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, dan berat jika memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik (Santoso, 2010:131). e.
Tunalaras Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Individu tunalaras biasanya menunjukkan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di sekitarnya. Penyebab tunalaras terbagi menjadi faktor internal (dari dalam diri) dan faktor eksternal (dari lingkungan sekitar) (Santoso, 2010:131).
f.
Kesulitan Belajar Individu kemampuan
mengalami dasar
gangguan
psikologis,
pada
khususnya
satu
atau
pemahaman
lebih dan
penggunaan bahasa, berbicara, dan menulis. Gangguan tersebut selanjutnya
mempengaruhi
kemampuan
berpikir,
membaca,
berhitung, ataupun berbicara. Penyebabnya antara lain gangguan persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak, dyslexia, dan afasia perkembangan. Individu kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau
xlviii 31
di atas rata-rata, mengalami gangguan motorik persepsi-motorik, gangguan koordinasi gerak, gangguan orientasi arah dan ruang, serta mengalami keterlambatan perkembangan konsep (Santoso, 2010: 131-132).
C. Kesulitan Belajar (Learning Disability) 1.
Pengertian Kesulitan Belajar Definisi kesulitan belajar khusus menurut (Smith, 2006:75) “Kesulitan belajar khusus (specific learning disability) berarti suatu gangguan pada satu atau lebih proses psikologi dasar yang meliputi pemahaman atau penggunaan bahasa, lisan atau tulisan, yang dapat diwujudkan dengan kemampuan yang tidak sempurna dalam mendengar, berfikir, berbicara, membaca, menulis, dan mengeja, atau melakukan perhitungan matematis. Istilah ini meliputi kondisi-kondisi tertentu seperti gangguan persepsi (perceptual andicaps), luka otak (brain injury), disfungsi minimal otak/ DMO (minimal brain dysfunction/MBD), disleksia (dyslexia), dan aphasia perkembangan (developmental aphasia). Istilah ini tidak termasuk anak-anak yang mempunyai masalah-masalah belajar (learning problems) yang diakibatkan terutama faktor penglihatan (tunanetra), pendengaran (tunarungu), atau gangguan gerak (tunadaksa), terbelakang mental (tunagrahita), keridakstabilan emosi (emotional disturbance), atau hal-hal yang merugikan dari ligkungan, mental, budaya, ataupun ekonomi”.
xlix 32
Banyak definisi tentang kesulitan belajar. Bahkan setiap istilah diartikan berbeda oleh setiap ahli, salah satunya (Mulyati, 2010: 6-7) memilih beberapa istilah dan mendefinisikannya untuk menggambarkan kesulitan belajar mempunyai pengertian luas, diantaranya: a.
Learning Disorder (ketergangguan belajar): Suatu keadaan yang dialami seseorang saat proses belajar mengajar, timbul gangguan karena respon yang bertentangan.
b.
Learning Disabilities (ketidakmampuan belajar): Suatu keadaan yang dialami seorang siswa yang menunjukkan ketidakmampuan dalam belajar bahkan menghindari belajar.
c.
Learning Disfunction (ketidakfungsian belajar): Suatu keadaan siswa yang menunjukkan gejala tidak berfungsinya proses belajar dengan baik.
d.
Under Achiever (prestasi di bawah kemampuan): Suatu keadaan siswa yang memiliki tingkat potensi intelektual di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah.
e.
Slow Learner (lambat belajar): Suatu keadaan siswa yang lambat dalam
proses
belajarnya
sehingga
membutuhkan
waktu
dibandingkan dengan murid yang lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama. Dalam (Osman, 2002:4) menjelaskan bahwa: Suatu kelompok heterogen dari gangguan yang diwujudkan oleh kelemahan mencolok dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan matematika, penalaran,
l 33
menulis, membaca, berbicara, mendengarkan, atau keterampilan bergaul. Gangguan ini adalah hakiki bagi individu itu dan diduga merupakan akibat disfungsi sistem saraf pusat. Meskipun lemah belajar bisa terjadi berbarengan dengan kondisi cacat lainnya (misalnya, kelemahan saraf sensor, retardasi mental, gangguan emosional dan sosial), dengan pengaruh sosial-lingkungan (misalnya, perbedaan cultural, instruksi yang tidak memadai atau tidak cukup faktor-faktor psikogenetik), dan terutama gangguan karena merasa kurang diperhatikan, yang semuanya bisa menimbulkan masalah belajar, namun lemah belajar bukan akibat langsung dari kondisi atau pengaruh tersebut. Namun tidak semua kesulitan dalam proses belajar dapat disebut learning disorders (LD). Sebagian anak mungkin hanya mengalami kesulitan dalam mengembangkan bakatnya. Kadang-kadang, seseorang memperlihatikan
ketidakwajaran
dalam
perkembangan
alaminya,
sehingga tampak seperti LD, namun ternyata hanyalah keterlambatan dalam proses pendewasaan diri saja. Sebenarnya para ahli telah menentukan kriteria-kriteria pasti di mana seseorang dapat dinyatakan sebagai penderita LD (Wood, 2011: 24). Berdasarkan gambaran di atas, penulis dapat membuat batasan yang lebih ringkas sebagai berikut: Anak kesulitan belajar adalah anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademiknya, yang disebabkan oleh adanya disfungsi minimal otak, atau dalam psikologis belajar, sehingga prestasi belajarnya tidak sesuai dengan
li34
potensi yang sebenarnya, dan untuk mengembangkan potensinya secara optimal mereka memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus. 2.
Karakteristik Kesulitan Belajar Menurut Clements, dalam (Sunardi, 2000:26) ada 10 karakteristik yang dianggap paling sering ditemukan, yaitu: hiperaktif (hyperactivity), gangguan persepsi motorik (perceptual-motor impairments), emosi labil (emotional lability), lemah dalam mengoordinasi secara umum (general coordination deficits), gangguan pemusatan perhatian (disorder of attention), impulsif (impulsivity), gangguan berfikir dan mengingat (disorders of memory and hinking), kesulitan belajar spesifik (specific learning disabilities), gangguan wicara dan pendengaran (disorders of speech and hearing), tanda neorologi tampak samar (neurological signs). Berbagai macam karakteristik banyak ditemui pada anak berkesulitan belajar, banyak ahli yang memberikan karakteristik yang berbeda-beda. Tidak semua karakteristik tersebut ditemukan pada setiap anak berkesulitan belajar, biasanya seorang anak hanya menunjukkan beberapa karakteristik saja. Karena itulah, penanganan terhadap anak berkesulitan belajar antara anak yang satu dengan anak yang lain berbeda, dan setiap anak memiliki kurikulum tersendiri karena adanya perbedaan karakteristik yang ditunjukkan.
3.
Klasifikasi Berkesulitan Belajar Secara garis besar (Abdurrahman, 2003:11) dan (Yusuf, 2005:6066) mengklasifikasikan kesulitan belajar ke dalam dua kelompok, yaitu:
lii 35
a.
Kesulitan
belajar
yang
berhubungan
dengan
perkembangan
(developmental learning disabilities), mencakup: 1) Gangguan perkembangan motorik dan persepsi 2) Gangguan perkembangan bahasa dan komunikasi 3) Gangguan penyesuaian perilaku sosial 4) Kesulitan belajar kognitif b.
Kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities) Menunjuk kepada adanya kegagalan pencapaian prestasi akademik
yang
sesuai
dengan
kapasitas
yang
diharapkan.
Kegagalan-kegagalan tersebut mencakup penguasaan keterampilan dalam membaca, menulis, dan/ matematika. Kesulitan belajar akademik dapat diketahui oleh guru atau orang tua ketika anak gagal menampilkan salah satu atau beberapa keterampilan akademik. Berbagai
literatur
yang
mengkaji
kesulitan
belajar
hanya
menyebutkan tiga jenis kesulitan belajar akademik sebagai berikut: 1) Kesulitan belajar membaca (Disleksia) Anak penderita disleksia adalah anak yang menghadapi kesulitan dalam membaca, menulis dan mengeja. 2) Kesulitan belajar menulis (Disgrafia) Disgrafia adalah masalah pembelajaran spesifik yang berdampak terhadap kesulitan dalam menyampaikan hal yang ada dalam pikiran dalam bentuk tulisan, yang akhirnya menyebabkan tulisannya menjadi buruk.
liii 36
3) Kesulitan belajar menghitung (Diskalkulia) Diskalkulia adalah masalah yang memberi dampak terhadap operasi penghitungan dalam matematika. Mereka mengalami kelemahan dalam proses pengamatan dan mengingat fakta dan rumus untuk menyelesaikan perhitungan matematika. 4.
Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar Menurut (Abdurrahman, 2003:10) penyebab utama kesulitan belajar siswa adalah faktor internal, yaitu kemungkinan adanya neurologis. Sedangkan penyebab utama problem belajar adalah faktor eksternal, yaitu antara lain berupa strategi pembelajaran yang keliru, pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak dan pemberian ulangan penguatan yang tidak tepat. Sebenarnya disfungsi neurologis sering tidak hanya menyebabkan kesulitan belajar tetapi juga dapat menyebabkan tuna grahita dan gangguan emosional. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan disfungsi neurologis yang akhirnya dapat menyebabkan kesulitan belajar antara lain: 1) faktor genetik, 2) luka pada otak karena trauma fisik atau karena kekurangan oksigen, 3) biokimia yang hilang, 4) biokimia yang dapat merusak otak, 5) pencemaran lingkungan, 6) gizi yang tidak memadai, 7)
pengaruh-pengaruh
psikologis
dan
sosial
yang
merugikan
perkembangan anak. Fenomena kesulitan belajar seorang anak biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau belajarnya. Namun, kesulitan
liv 37
belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku (misbehavior) anak seperti sukar berteriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah, dan gemar membolos (Syah, 2010:184).
D. Sekolah Inklusi 1.
Pengertian Sekolah Inklusi Sekolah menurut Undang Undang Republik Indonesi No. 20 Tahun 2003 Pasal 18, tentang pendidikan nasional, sekolah adalah lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan formal yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi. Sekolah adalah sebuah lembaga yang ditujukan khusus untuk pengajaran dengan kualitas formal (Alif, 2006:6). Inklusi (dari kata bahasa Inggris: inclusion-peny) merupakan istilah baru yang digunakan untuk mendeskripsikan penyatuan bagi anak-anak berkelainan (penyandang hambatan/cacat) ke dalam program-program sekolah adalah inklusi. Bagi sebagian besar pendidik, istilah ini dilihat sebagai deskripsi yang lebih positif dalam usaha-usaha menyatukan anak-anak yang memiliki hambatan dengan cara-cara yang realistis dan komprehensif dalam kehidupan pendidikan yang menyeluruh (Smith, 2006:45). Inklusi dapat berarti penempatan anak-anak yang memiliki hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, interaksi sosial, dan konsep diri (visi-misi) sekolah.
lv 38
Pendidikan inklusi terjadi manakala pengintegrasian dalam penempatan peserta didik di kelas-kelas reguler berdasarkan atas ide pandangan hidup yang berbeda dengan pandangan sebelumnya. Konsep inklusi berdasarkan atas gagasan bahwa sekolah reguler harus menyediakan lingkungan belajar bagi seluruh peserta didik sesuai dengan kebutuhannya, apapun tingkat kemampuan atau pun kelainannya. Sekolah inklusi menyelenggarakan berbagai keterampilan berkaitan dengan budaya, sosial, kelompok etnik dan latar belakang sosial. Sekolah inklusi menyediakan lingkungan yang inklusif dalam arti kata bahwa sekolah mampu melayani semua anggota dalam lingkungan tersebut. Inklusi biasanya memberikan penempatan belajar ke arah kelas reguler tanpa menghiraukan tingkat atau tipe kelainannya (Delphie, 2009:16). Pendidikan
inklusi
mengakui
bahwa
masalah-masalah
pembelajaran merupakan bentuk yang saling berhubungan secara bersama antara lingkungan khusus, ruang kelas khusus, beserta guru khusus dan peserta didik khusus. Kurikulum model pembelajaran dan strategi pembelajaran dipergunakan oleh guru agar seluruh peserta didik yang berkelainan dapat terlayani dalam ruang kelas reguler. Komitmen terhadap pendidikan inklusi diartikan bahwa guru, sekolah, lingkungan dapat memberikan dukungan terhadap upaya-upaya pemecahan masalah yang muncul di dalam kelas dan sekolah sebagai upaya untuk mewujudkan hak setiap peserta didik dalam mendapatkan pelayanan
lvi 39
sebaik mugkin agar mereka yang berkelainan tidak mendapatkan resiko negatif. Kurikulum yang digunakan pada pendidikan inklusif adalah kurikulum yang fleksibel, sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa. Model pendidikan ini sebenarnya berupaya untuk memberikan ksempatan yang sama kepada ABK agar dapat memperoleh kesempatan yang sama dengan anak-anak yang lainnya. Yaitu, setiap anak memiliki akses yang sama ke sumber-sumber belajar yang tersedia, dan sarana yang dibutuhkan ABK dapat terpenuhi dengan baik (Smart, 2010:90). Sejalan dengan perkembangan layanan pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus, sekolah inklusi memberikan pelayanan yang berbeda dengan sekolah-sekolah khusus lainnya. Model yang diberikan sekolah
inklusif
ini
menempatkan
pada
keterpaduan
penuh,
menghilangkan keterbatasan dengan menggunakan prinsip education for all. Layanan pendidikan ini diselenggarakan pada sekolah-sekolah reguler. Dalam kelas inklusi terdiri atas dua orang guru dan yang satunya adalah guru khusus yang bertugas membantu anak-anak ABK yang merasa kesulitan dalam belajar. Semua anak diperlakukan dan memiliki hak dan kewajiban yang sama sengan anak-anak normal lainnya. Dari beberapa paparan di atas penulis dapat menyimpulkan sekolah inklusi adalah lembaga pendidikan yang memungkinkan semua anak dapat belajar bersama-sama tanpa membedakan hambatan atau kesulitan
lvii 40
yang mungkin dimiliki oleh anak. Anak normal dan ABK akan memperoleh keuntungan secara kognitif dan sosial dalam pembelajaran inklusi. Rasa saling menghargai, memahami, membantu, dan bertoleransi akan terbentuk dalam diri anak didik. ABK akan terbiasa hidup dalam lingkungan yang inklusif (tidak terpisah) sehingga memiliki kesiapan untuk hidup bersama di tengah masyarakat. 2.
Model Sekolah Inklusi Pilihan penempatan model pelayanan pendidikan disesuaikan dengan kondisi dan potensi lapangan. Pada umumnya ada tiga tipe pilihan pengelolaan anak dengan problema belajar di sekolah-sekolah umum yaitu kelas khusus, ruang sumber, dan kelas reguler (Yusuf dkk, 2003:58-61): a.
Kelas khusus Sistem pelayanan dalam bentuk kelas khusus biasnya menampung antara 10 hingga 20 anak berproblema belajar di bawah asuhan seorang guru khusus. Ada dua jenis kelas khusus yang biasa digunakan, yaitu kelas khusus sepanjang hari belajar dan kelas khusus untuk mata pelajaran tertentu atau kelas khusus sebagian waktu. Pada kelas khusus sepanjang hari belajar, anak-anak berproblema belajar dilayani oleh guru khusus. Anak-anak di kelas ini mempelajari semua jenis mata pelajaran dan hanya berinteraksi dengan anak-anak lain yang tidak berproblema belajar pada saat turun main atau istirahat.
lviii 41
b.
Ruang sumber Ruang sumber merupakan ruang yang disediakan oleh sekolah untuk memberikan pelayanan pendidikan khusus bagi anak-anak yang membutuhkan, terutama yang berproblema belajar. Di dalam ruang sumber terdapat guru remedial atau guru sumber dan berbagai media belajar. Aktivitas utama dalam ruang sumber umumnya berkonsentrasi pada upaya memperbaiki ketrampilan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung. Guru sumber atau guru remedial dituntut untuk menguasai bidang keahlian yang berkenaan dengan pendidikan anak berproblema belajar. Guru sumber juga diharapkan dapat menjadi pengganti guru kelas dan menjadi konsultan bagi guru reguler. Anak belajar di ruang sumber sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
c.
Kelas reguler Sistem pelayanan dalam bentuk kelas reguler dimaksudkan untuk mengubah citra adanya dua tipe anak, yaitu anak berproblema belajar dan anak tidak berproblema belajar. Dalam kelas reguler yang dirancang untuk membantu anak berproblema belajar diciptakan suasana belajar yang kooperatif sehingga semua anak dapat menjalin kerjasama dalam mencapai tujuan belajar. Suasana belajar kompetitif dihindari agar anak berproblema belajar tidak putus asa. Program pendidikan individual diberikan kepada semua anak yang membutuhkan, baik yang berproblema
lix 42
belajar, yang memiliki keunggulan, maupun yang memiliki penyimpangan lainnya. Dalam kelas reguler semacam ini berbagai metode untuk berbagai jenis anak digunakan bersama. 3.
Sejarah Inklusi di Indonesia Pendidikan inklusi di Indonesia bisa diurutkan dalam rentetan sejarah sebagai berikut: a.
Sebelum kemerdekaan 1) 1909 : Dr. Westhoff mendirikan sekolah tunanetra pertama di Indonesia yang diberi nama SLB A Wiyata Guna Bandung. 2) 1927 : Folker merintis pendidikan tunagrahita pertama yang diberi nama “Folker School” yang terletak di Bandung. 3) 1930 : Ny. Roelfsema mendirikan “Vereniging Voor Onderwijs an Doffstomme Kenderen in Indonesia”. 4) 1938 : di Wonosobo, Bruder Karitae mendirikan “Werk Voor Kinderen in Nederlands Vost Indie” yang merupakan sekolah tunarungu.
b.
Perkembangan PLB tahun 1984-1990 1) Pengenalan wajib belajar 6 tahun. 2) Pendirian SDLB dengan dana proyek inpres. 3) Keluarnya Kepmen 002/U/1986 tentang pendidikan terpadu. 4) Pendirian SLB Pembina baik di tingkat nasional maupun di tingkat provinsi.
lx 43
c.
PLB dari tahun 1990-sekarang 1) Pengenalan wajib belajar 9 tahun. 2) Perluasan Subdit PSLB menjadi Direktorat PLB. 3) Uji coba model pendidikan terpadu (menuju pendidikan inklusi) di berbagai daerah. 4) Berkembangnya sekolah-sekolah inklusi di daerah-daerah (Ma’ruf, 2009:12-13). Di Indonesia, sejak awal tahun 2000 pemerintah mengembangkan
program pendidikan inklusi. Program ini merupakan kelanjutan program pendidikan terpadu yang sesungguhnya pernah diluncurkan di Indonesia pada tahun 1980-an, tapi kemudian kurang berkembang, dan baru mulai tahun 2000 dimunculkan kembali dengan mengikuti kecenderungan dunia, menggunakan konsep pendidikan inklusi. Tindak lanjut yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia melalui Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah adalah mengeluarkan surat dinas tertanggal 20 Januari 2003, dengan Nomor 380/C.C6/MN/2003. Surat Dinas tersebut ditujukan kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten atau Kota di seluruh Indonesia
agar
mengupayakan
berbagai
model
penyelenggaraan
pendidikan. Salah satunya adalah pendidikan yang mengikutsertakan ABK untuk belajar bersama-sama dengan anak sebayanya di sekolah umum (Delphie, 2010:16).
lxi 44
Pada tahun 2004 di Indonesia di selenggarakan Konvensi Nasional dengan menghasilkan Deklarasi Bandung dengan komitmen Indonesia menuju pendidikan inklusi. Untuk memperjuangkan hak-hak anak dengan hambatan belajar, pada tahun 2005 diadakan Simposium Internasional
di
Bukittinggi
dengan
menghasilkan
rekomendasi
Bukittinggi yang isinya antara lain menekankan perlunya terus dikembangkan program pendidikan inklusi sebagai salah satu cara menjamin bahwa semua anak benar-benar memperoleh pendidikan dan pemeliharaan yang berkualitas dan layak (Romlah, 2010:42). Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus selalui mengalami perkembangan dari waktu ke waktu sejalan dengan tuntutan mereka untuk mendapatkan pendidikan yang sama dengan anak normal lainnya. Pendidikan inklusi dianggap sebagai layanan pendidikan yang paling sesuai utnuk mengembangkan potensi mereka pada saat ini.
lxii 45
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum SMP N 4 Mojosongo Boyolali 1.
Sejarah Berdirinya SMP Negeri 4 Mojosongo SMP Negeri 4 Mojosongo berdiri pada tahun 1976 dengan nama Pemda yang berlokasi di SD Mojosongo 2 atas prakarsa para bapak ibu guru SD di kecamatan Mojosongo. Pada tahun 1978 sekolah dipindahkan ke SD Kemiri. Kemudian pada tahun 1984 SMP PEMDA di Negerikan statusnya menjadi SMP Negeri 2 Mojosongo. Pada tahun 1984 Berdasarkan surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Republik Indonesia Nomor: 0557/0/1984 tanggal 20 November 1984. SMP Negeri 2 Mojosongo mengalami beberapa kali perubahan atau berganti nama dari SMP Negeri 2 Mojosongo menjadi SLTP Negeri 4 Mojosongo sampai dengan tahun 1996. Pada tahun 2005 sekolah berganti nama lagi menjadi SMP Negeri 4 Mojosongo sampai sekarang. Status akreditasi “A” bisa diraih oleh SMP Negeri 4 Mojosongo pada tahun 2005. Begitu juga status Rintisan Sekolah Standar Nasional (RSSN) yang di raih pada tahun 2008 dan sekolah terus mengupayakan agar SMP Negeri 4 Mojosongo menjadi Sekolah Standar Nasional. Karena sekolah sering menjumpai anak-anak yang kompetensinya rendah sehingga harus mendapat pelayanan khusus. Maka sekolah
lxiii 46
mencoba mengajukan program ke DIKPORA untuk menjadikan sekolah penyelenggara inklusi. Sejak tahun 2010, SMP Negeri 4 Mojosongo di percaya untuk melaksanakan program sekolah inklusi. 2.
Visi, Misi dan Tujuan SMP Negeri 4 Mojosongo a.
Visi : “Terwujudnya sekolah dengan warga yang bertaqwa, berdisiplin, dan berprestasi”. Indikator: 1) Terwujudnya kurikulum sekolah yang bermutu, efisien, efektif, relevan, dan bersaing. 2) Terwujudnya budi pekerti luhur yang didasari iman dan taqwa. 3) Terwujudnya kesadaran dan tanggung jawab dalam mengemban misi pendidikan. 4) Terwujudnya pendidikan yang merata kompetitif dan mandiri. 5) Terwujudnya sistem pendidikan aktif, transparan, dan akuntabel. 6) Terwujudnya lingkungan yang sehat, nyaman, dan bersih.
b.
Misi Sekolah 1) Meningkatkan pembelajaran dan bimbingan yang terarah secara efektif, efisien sehingga siswa dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensinya. 2) Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut sehingga menjadi sumber keimanan, ketaqwaan, dan kearifan dalam bertindak serta berprestasi dibidang keagamaan.
lxiv 47
3) Menyelenggarakan
kegiatan
ekstra
kulikuler
untuk
mengembangkan minat dan bakat siswa. 4) Menyelenggarakan kegiatan kemanusiaan untuk menigkatkan nilai kerukunan, kebersamaan, dan kepedulian siswa terhadap sesama. 5) Menyelenggarakan bimbingan dan pelatihan dalam bidang keterampilan diluar jam pembelajaran efektif untuk memberikan bekal kecakapan hidup kepada siswa. 6) Menumbuhkan
semangat
dalam
meningkatkan
prestasi
akademik, olah raga, dan kesenian. 7) Meningkatkan
kesadaran
mengembangkan sikap
dan
tanggung
jawab
dengan
disiplin dalam mengemban misi
pendidikan. 8) Membudayakan siswa untuk bersikap dan berperilaku sesuai norma susila, hukum, agama, dan sosial. 9) Menjalin kerjasama yang harmonis dan sinergis dengan masyarakat. 10) Menciptakan lingkungan sekolah yang tertib, bersih, indah, dan aman. c.
Tujuan : Secara khusus sesuai dengan visi dan misi sekolah, tujuan SMP Negeri 4 Mojosongo sebagai berikut:
lxv 48
1) Peningkatan nilai rata-rata Ujian Nasional minimal +0,2 setiap tahun. 2) Setiap guru mampu mengembangkan silabus dan sistem penilaian. 3) Setiap guru mampu melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (CTL). 4) Setiap guru mampu melaksanakan penilaian berbasis kelas (Class Based Assessement). 5) Telah dilaksanakan pembelajaran dengan model lesson study. 3.
Profil Sekolah Berdasarkan dokumen profil sekolah, diperoleh data tentang SMP Negeri 4 Mojosongo Boyolali sebagai berikut: a.
Identitas Sekolah Tabel 3.1 Identitas Sekolah 1 2 3 4
Nama Sekolah No. Statistik Sokolah Tipe Sekolah Alamat Sekolah
5 6 7
Telepon/HP/Fax Email Status Sekolah
8 9 11
Nilai Akreditasi Sekolah Luas Lahan Jumlah Rombel
lxvi 49
SMP Negeri 4 Mojosongo Boyolali 201030906035/ 20308493 A Jl. Nagka. Kelurahan Kemiri, Kecamatan Mojosogo, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah (0276) 324360
[email protected] Negeri / SK Penegrian No. 05570/0/1984 Tgl. 20 Nop 1984 90 skor = A 13.005 m2 17
b.
Pendidik dan Tenaga Kependidikan Tabel 3.2 Pendidik dan Tenaga Kependidikan
No
Tingkat Pendidikan
1 S3/S2 2 S1 3 D4 4 D3/ Sarmud 5 D2 6 D1 7 ≤ SMA/ Sederajat Jumlah
Jumlah dan Status Guru GT/PNS GTT/Guru Bantu L P L P 3 10 14 1 2 2 2 1 2 16 20 1 -
Jumlah 3 25 4 2 3 37
Tabel 3.3 Data Guru Pengurus Inklusi
5
Dra. Siti Muharromah Mafilatul, S.Pd
Jenis Jabatan dalam Dinas Kepala SMP N 4 Mojosongo Wakil Kepala Sekolah Urs. Kurikulum, Guru BK/GPK Koordinator BK/GPK Guru
6
Sarimin, S.Pd
Guru
7
Agus Daryono, S.Pd
Guru
8
Marjito, S.Pd
Guru
9
Sutamti, S.Pd
Guru
10
Endang Tri P., S.Pd
Guru
11
Harman Sujiyanto
Guru
12
Drs. Hardi, M.Pd
Guru
13
Dra. Sri Suharni
Guru
No
Nama
1
Syafii, M.Pd
2
Adam Purwono, S.Pd Sri Haryani, S.Pd
3 4
lxvii 50
Jabatan dalam Pengurus Penanggung Jawab Ketua Sekretaris dan penyusun assesmen Bendahara dan penyusun assesmen Guru ABK, penyusun RPP Mapel Bhs. Inggris Kelas IX Guru ABK, penyusun RPP Mapel Bhs. Indonesia Kelas VIII Guru ABK, penyusun RPP Mapel IPA Kelas IX Guru ABK, penyusun RPP Mapel Matematika Kelas VII Guru ABK, penyusun RPP Mapel Matematika Kelas IX Guru ABK, penyusun RPP Mapel Bhs. Inggris Kelas VIII Guru ABK, penyusun RPP Mapel IPA Kelas VIII Guru ABK, penyusun RPP Mapel Bhs.Indonesia Kelas IX Guru ABK, penyusun RPP Mapel Bhs. Inggris Kelas VII
c.
14
Mulyono, S.Pd
Guru
15
Romiyatun, S.Pd
Guru
16
Sri Darwati
Guru
Guru ABK, penyusun RPP Mapel IPA Kelas VII Guru ABK, penyusun RPP Mapel Bhs. Indonesia Kelas VIII Guru ABK, penyusun RPP Mapel Matematika Kelas VIII
Keadaan siswa Tabel 3.4 Jumlah Siswa No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Kelas VII A VII B VII C VII D VII E VII F VIII A VIII B VIII C VIII D VIII E VIII F IX A IX B IX C IX D IX E IX F JUMLAH
Laki-laki 20 19 20 20 20 20 15 16 14 13 15 16 14 15 16 14 12 12 290
Perempuan 14 14 14 13 14 14 13 14 14 14 13 14 10 8 8 10 8 12 219
Jumlah 34 33 34 33 34 34 28 30 28 27 28 30 24 23 24 24 20 24 509
Tabel 3.5 Jumlah Siswa Menurut Agama No 1 2 3
Kelas
VII VIII IX Jumlah
Islam 199 166 134 499
Kristen 1 3 2 6
lxviii 51
Agama Katolik 2 0 1 3
Hindu 0 0 1 1
Budha 0 0 0 0
Jumlah 202 169 138 509
Dari keseluruhan siswa inklusi di SMP N 4 Mojosongo tahun ajaran 2013/2014 dikategorikan sebagai ABK yang mengalami kesulitan belajar. Sebagaimana yang diungkapkan Dra. Siti Muharromah: “Siswa berkebutuhan khusus yang ada di sini yaitu siswa yang mengalami kesulitan belajar namun ada beberapa yang lamban belajar akan tetapi kami mengategorikan sebagai anak yang mengalami kesulitan belajar”. Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Sekolalh Bapak Syafii, M.Pd dalam kutipan wawancara berikut ini: “Kesulitan belajar ada juga yang slow leaner, kalau ada ketunaan yang lain ya akan diterima. Sejauh ini belum ada ketunaan yang terlalu berat yang mendaftar disekolah ini mugkin mereka lebih memilih ke SLB. Jumlahnya sekitar 20 siswa mbk”. Jumlah siswa berkebutuhan khusus tahun 2013/2014 yang ada di SMP Negeri 4 Mojosongo Boyolali berjumlah 20 anak, terdiri dari 4 siswa
perempuan
dan
16
siswa
laki-laki.
Dalam
pelaksanaan
pembelajarannya siswa inklusi dijadikan satu dengan siswa-siswa normal lainnya. Untuk lebih jelas penulis sajikan data ABK di bawah ini: Tabel 3.6 Data Siswa Berkebutuhan Khusus No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nama Wahyu Heriyanto Tatang Firmansyah Nurhana Tri Aris Budiyanto Aria Dwi Prakoso Burhanudin Rinto Endriyanto Eko Windiarto Muh Ilyas Rifai Trimani Heni Lestari Putra Satria Armedian Prasetyo Adi Prasetyo Azis Mustofa Rani Ayu Kusuma D
L/P L L P L L L L L L P L L L L P lxix 52
Kelas 7D 7D 7A 7B 7E 7E 7E 7F 7F 7F 8C 8D 8A 8F 8A
IQ 103 81 81 81 81 85 81 81 81 88 81 81 88 91 81
Jenis Kelainan Lamban belajar Kesulitan belajar Kesulitan belajar Kesulitan belajar Kesulitan belajar Kesulitan belajar Kesulitan belajar Kesulitan belajar Kesulitan belajar Kesulitan belajar Kesulitan belajar Kesulitan belajar Kesulitan belajar Lamban belajar Kesulitan belajar
16 17 18 19 20
d.
Sidiq Purnama Aji Bekti Nugroho Syifa Gorita Maryadi Moh Rafik Setiawan
L L P L L
8D 8B 9A 9F 9F
81 82 81 91 91
Kesulitan belajar Kesulitan belajar Kesulitan belajar Lamban belajar Lamban belajar
Struktur Organisasi Sekolah Organisasi dalam arti luas yaitu suatu badan yang mengatur segala urusan untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan kerjasama antar individu dalam sebuah organisasi melalui adanya struktur organisasi. Adapun struktur organisasi SMP N 4 Mojosongo Boyolali sebagai berikut: Struktur Organisasi SMP N 4 Mojosongo Boyolali2013/2014
KOMITE SEKOLAH SARIYONO,BA
KEPALA SEKOLAH SYAFII.M.Pd
,M.Pd
KASUBBAG TU SURATNO WAKASEK ADAM PURWONO, S.Pd .SUKINI
WAKA KURIKULUM Drs. MARYONO
WAKA KESISWAAN WIDODO, S.Ag
WAKA UR SARANA PRAS WIDODO, S.Ag
WAKA UR HUMAS Drs. HARDI, M.Pd
SRI PARYANTI SRI WAHYUNIWALI KELAS
GURU MAPEL
BP/BK SISWA
Bagan 3.1 Struktur Organisasi SMP N 4 Mojosongo Boyolali201
lxx 53
Struktur Organisasi Subbag Tata Usaha KASUBBAG TATA USAHA SURATNO
BAGIAN KESISWAAN RITA ISTANTI
BAGIAN KEPEGAWAIAN SURATNO
BAGIAN JAGAMALAM SUPARDI
BAGIAN KEBERSIHAN AMRI
BAGIAN BENDAHARA SUKINI
BAGIAN SATPAM YOPI A
BAGIAN INVENTARIS SRIWAHYUNI
BAGIAN TK.KEBUN SUPARDI
BAGIAN ANGENDA KANASTRIN
BAGIAN JAGA SEK SUPARDI
Bagan 3.2 Struktur Organisasi Subbag Tata Usaha
Keterangan ---------------- Garis Koordinasi ___________ Garis Komando
B. Temuan Penelitian 1.
Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali a.
Penyusunan Rencana Pembelajaran PAI bagi ABK Langkah-langkah yang dilakukan sekolah sebelum melakukan penyusunan RPP ialah melakukan musyawarah dengan komite sekolah maupun orang tua murid mengenai layanan yang akan diberikan kepada siswa ABK. Kemudian anak diberikan tes IQ, hasil tes tersebut digunakan untuk menentukan apakah siswa tersebut memiliki intelegensi rata-rata, di atas rata-rata, atau dibawah ratarata dan kebutuhan khusus apa yang diderita siswa. Hasil ini juga
lxxi 54
digunakan dalam pertimbangan memilih pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan anak tersebut. Hal tersebut sangat penting karena guru dapat merencanakan pembelajaran yang sesuai. Sebagaimana hasil wawancara bersama GPK Dra. Siti Muharromah berikut: “ langkah-langkah yang perlu ditempuh yaitu identifikasi, assesment atau pengukuran selanjutnya guru baru mulai mendesain program pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak. Jadi, melalui beberapa langkah tadi guru tidak sembarangan dalam memberikan pembelajaran bagi ABK”. Rencana pembelajaran PAI bagi ABK di sekolah inklusi yang dilakukan SMP N 4 Mojosongo Boyolali sudah tersusun dengan baik. Penyusunan perencanaan pembelajaran tersebut disesuaikan berdasarkan pada kurikulum sekolah reguler. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Kepala Sekolah Syafii, M.Pd, menyatakan: “Sebenarnya untuk kurikulum di sekolah ini relatif sama dengan kurikulum yang ada di sekolah umum. Hanya saja ada sedikit modifikasi, terutama untuk materi-materi UN seperti Matematika, IPA, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris”. Hal serupa juga disampaikan oleh Dra. Siti Muharromah selaku guru pembimbing khusus: “Kurikulum sama dengan sekolah umum, hanya dimodifikasi waktunya mbak… Soalnya disini berkebutuhan khususnya baru kesulitan belajar. Kedepannya nanti kalau untuk siswa yang betul-betul mengalami ketunaan seperti tuna netra, tuna rungu wicara, dll nanti ada kurikulum tersendiri”. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Guru PAI Widodo, S.Ag berikut: “Berdasarkan pada kurikulum Pendidikan Agama Islam yang telah ditetapkan oleh departemen pendidikan dan kebudayaan, dalam pelaksanaan program PAI. Kurikulum yang dipakai di
lxxii 55
SMP N 4 Mojosongo Boyolali relatif sama dengan kurikulum yang ada di sekolah umum, sejauh ini masih menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang membedakan hanya pada penyampaian materi-materinya. Contohnya materi sholat yang dimodifikasi sedemikian rupa agar siswa berkebutuhan khusus lebih mudah dalam memahami mulai dari niat, bacaan, dan gerakannya”. Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa, kurikulum yang digunakan di SMP N 4 Mojosongo Boyolali untuk materi
PAI masih
menggunakan
kurikulum
tingkat
satuan
pendidikan (KTSP). Dalam pembuatan perencanaan pelaksanaan pembelajaran PAI sama seperti perencanaan pada umumnya, guru PAI wajib membuat perencanaan dalam pembelajaran. Pada hari Sabtu tanggal 19 April 2014 pukul 07.30 WIB di ruang wakil kepala SMP N 4 Mojosongo Boyolali penulis melakukan wawancara mengenai perencanaan pembelajaran PAI dengan Bapak Widodo. Berikut ini perencanan yang dilakukan guru PAI sebelum melaksanakan pembelajaran: 1) Penyusunan Silabus dan RPP Setiap kali pertemuan guru diharapkan menggunakan RPP dalam kegiatan belajar mengajar. Keberadaan RPP sangat membantu guru dalam penyampaian materi, karena anak yang mereka hadapi bukan hanya anak normal akan tetapi juga ABK sehingga memerlukan strategi dan perencanaan yang matang. Seperti perencanaan pada umumnya, setiap guru wajib membuat
(RPP)
Rencana
lxxiii 56
Pelaksanaan
Pembelajaran.
Penyusunan RPP di SMP N 4 Mojosongo dimodifikasi bahan ajarnya agar sesuai dengan kebutuhan siswa berkebutuhan khusus. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan guru PAI Bapak Widodo, S.Ag berikut ini: “Pembuatan silabus dan RPP dilakukan pada awal tahun ajaran baru. Silabus dibuat berdasarkan penjabaran dari Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) kedalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Hanya saja RPP ada sedikit modifikasi bahan ajarnya supaya ABK bisa megikuti pelajaran di kelas regular seperti dengan teman-temannya”. Dalam penyusunan RPP, modifikasi yang dilakukan adalah modifikasi bahan ajar agar sesuai dengan kemampuan ABK. Seperti yang diungkapkanan Kepala Sekolah, Syafii, M.Pd: “Penyusunan RPP sesuai dengan silabus, hanya saja ada modifikasi bahan ajar agar ABK bisa mengikuti pelajaran di kelas seperti teman-temannya. Modifikasi bahan ajar tersebut adalah dengan cara menurunkan tingkat kesulitannya agar ABK dapat menerima apa yang disampaikan guru dalam pembelajaran. Dalam memberikan layanan khusus ABK diawali dengan deskripsi kemampuan awal. Misalnya tadi saat saya mengajar bahasa Indonesia, kemampuan awal anak membaca itu sampai mana. Dengan kita tahu kemampuan awal anak tersebut, maka kita bisa memberikan layanan secara tepat”. Hal serupa juga diungkapkan oleh Dra. Siti Muharromah selaku guru pembimbing khusus: “Perencanaan pembelajaran inklusi meliputi penyusunan RPP yang dimodifikasi bahan ajarnya, disesuaikan dengan kemampuan ABK. RPP disusun untuk diaplikasikan di kelas. ABK satu dan lainnya penanganannya berbeda
lxxiv 57
tergantung masalah yang dialami anak”. Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa, penyusunan RPP sesuai dengan silabus hanya saja bahan ajar disesuaikan dengan kemampuan ABK agar dapat mengikuti pelajaran bersama teman-temannya di kelas. 2) Penentuan Strategi dan Metode Pembelajaran Metode mengajar adalah suatu pengetahuan tantang caracara mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru. Pengertian lain ialah teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas baik secara individu atau secara kelompok, agar pelajaran itu dapat diserap, dipahami, dan dimanfaatkan oleh siswa dengan baik. Dari hasil penelitian mengenai penentuan strategi dan metode pembelajaran agam Islam di SMP N 4 Mojosongo Boyolali dapat dilihat dari wawancara dengan Guru PAI Widodo, S.Ag berikut ini: “Metodekan banyak, yang lebih sering digunakan metode ceramah, namanya juga pelajaran agama. Metode drill juga ada, tanya jawab, demonstrasi. Terkadang saya memutar CD tentang sholat, itu bisa membantu anak mempertajam ingatanya. Metode ceramah yang saya gunakan saat pelajaran aqidah dan al-qur’an, tapi untuk pelajaran lain juga bisa. Metode yang lain juga ada seperti demonstrasi, menurut saya metode ini yang paling cocok….”. Guru PAI dalam menentukan strategi dan metode pembelajaran sudah dapat diterapkan untuk ABK sekaligus anak
lxxv 58
normal lainnya yang berada dalam satu kelas. Dalam penyampaian strategi maupun metode telah disesuaikan dengan kemampuan peserta didik. 3) Penyediaan sumber, alat, dan sarana pembelajaran Sekolah yang ideal adalah sekolah yang didalamnya terdapat sarana dan prasarana yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Adapun sarana yang pembelajaran
digunakan dalam
PAI antara lain ruang kelas, buku-buku yang
terkait dengan Pendidikan Agama Islam, mushola, mukena, peci, sarung, video, TV, VCD, iqro' serta hal-hal yang dapat digunakan sebagai media/sarana dalam pembelajaran. Dalam tahap penyediaan sumber, alat dan sarana pembelajaran guru PAI telah menerapkan/memanfaatkan sarana tersebut sesuai dengan kebutuhan seperti yang di ungkapkan Bapak Widodo, S.Ag di bawah ini: “Alhamdulillah mbak untuk sarana prasarananya insyaAllah selalu diupayakan agar mencukupi. Sarana dan prasarana untuk Pendidikan Agama Islam antara lain ruang kelas, buku-buku yang terkait dengan Pendidikan Agama Islam, mushola, mukena, peci, sarung, video, TV, VCD, iqro', serta hal-hal yang dapat digunakan sebagai media/sarana dalam pembelajaran”. 4) Penentuan cara, alat penilaian, dan hasil belajar Penilaian dalam pembelajaran berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan atau sebagai kontrol pelaksanaan program mengajar. Penentuan cara penilaian pembelajaran PAI di SMP N
lxxvi 59
4 Mojosongo dapat diketahui melalui wawancara dengan Bapak Widodo, S.Ag berikut ini: “Ini kan pendidikan agama mbak ya jadi bukan cuma penilaian dari tes tes tertulis: dilakukan melalui ulangan harian, ulangan semesteran dan UAS. Bisa juga dengan tes lisan, tes ini lebih melihat kemampuan siswa dalam memahami dan menghafal materi. Tapi lebih utama itu dari tes perbuatan: dilakukan dengan praktek langsung terhadap materi yang telah diajarkan serta dibiasakan kepada siswa pada kehidupan sehari-hari. Kalau saya pribadi ya mbak walaupun saat tes tertulis nilainya jelek tapi anak itu membaca al-Qur’annya lancar, sholatnya baik, dan akhlaknya baik itu pasti saya beri nilai bagus”. Dari wawancara tersebut dapat di simpulkan adapun cara penilaian
pembelajaran
Pendidikan
Agama
Islam
yang
diterapakan di SMP N 4 Mojosongo Boyolali antara lain dengan cara: a) Tes tertulis, dapat dilakukan melalui ulangan harian, ulangan semesteran dan ulangan akhir sekolah. b) Tes lisan, tes ini lebih melihat kemapuan siswa dalam memahami dan menghafal materi. c) Tes perbuatan, dilakukan dengan praktek langsung terhadap materi yang telah diajarkan serta dibiasakan kepada siswa. Hasil pembelajaran PAI merupakan barometer bagi baik atau buruknya pembelajaran yang telah dilakukan. Apakah sudah berjalan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan atau belum sesuai. Hasil pelaksanaan Pendidikan Agama Islam SMP N 4
lxxvii 60
Mojosongo Boyolali dapat dilihat dari wawancara dengan Bapak Widodo, S.Ag seperti yang akan dijelaskan di bawah ini: “Ndelalahnya itu mbak untuk pelajaran PAI itu anak-anak yang tergolong ABK itu tidak ada masalah itu. Malah terkadang ya anak yang dibilang ABK itu nilainya lebih bagus dari anak-anak normal lainnya. Lawong kalau dirumah itu rajin sholat, pinter ngaji. Ya walaupun tidak semuanya mbak ada juga yang agak lamban. Mungkin karena mereka itu di golongkan ABK karena nilai UNnya saja yang kurang memuaskan”. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa tidak semua ABK yang mengalami kesulitan belajar mengalami kesulitan dalam pembelajaran PAI, bahkan lebih baik daripada teman-temannya yang normal. Dikarenakan ABK tersebut telah mendapatkan pendidikan agama yang baik dilingkungan keluarganya. Jadi, lingkungan keluarga juga sangat berperan dalam keberhasilan anak. 5) Setting lingkungan pembelajaran SMP N 4 Mojosongo Boyolali adalah salah satu sekolah yang mendidik anak-anak yang mempunyai kemampuan di bawah rata-rata sehingga pengaturan ruang kelas dan siswa (setting
kelas)
merupakan
tahap
yang
penting
dalam
melaksanakan proses belajar mengajar. Karena itu kursi, meja dan ruang belajar perlu ditata sedemikian rupa sehingga dapat menunjang kegiatan pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta didik. Seperti yang di ungkapkan Bapak Widodo, S.Ag berikut ini:
lxxviii 61
“Adapun setting lingkungan pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan siswa. Soalnya di kelas kan kadang ada yang jumlahnya 2-3 ABK tapi ada juga yang tidak ada ABKnya sama sekali … ”. Selain itu, guru PAI juga menggunakan lingkungan sekolah untuk mendukung proses belajar mengajar seperti yang diungkapkan Bapak Widodo, S.Ag berikut ini. “ …Saat pembelajaran kadang saya mengajak ke mushola, kemudian dilanjutkan dengan sholat dhuhur bejamaah. Kadang saya juga mengumpulkan anak-anak berkebutuhan khusus untuk saya ajak shalat dhuha di mushola”. Siswa-siswi berkebutuhan khususpun mengaku senang dengan setting lingkungan pembelajaran yang di lakukakn Guru PAI, mereka mengaku senang dan tidak merasa bosan saat pembelajaaran PAI seperti yang diungkapkan RA siswa berkebutuhan khusus di bawah ini: “Menyenangkan mbak, pak Widodo sering guyon-guyon gitu jadi pembelajarannya tidak membosankan. Kadang kita diajak belajar di luar kelas, diajak ke Mushola juga”. Hal senada juga di ungkapkan oleh AP salah satu siswa berkebutuhan khusus dalam kutipan wawancara dibawah ini: “Emm nag dibanding pelajaran lain sih termasuk enak. Kadang kita diajak ke mushola buat praktek. Jadinya nggak membosankan. Nak di kelas teruskan membosankan trus ngantuk san mbak”. Salah
seorang
siswa
berkebutuhan
khusus
juga
memberikan pengakuan yang sama seperti rekan-rekannya. Seperti kutipan wawancara penulis dengan AM di bawah ini:
lxxix 62
“Walah enak banget mbak. Pas pelajaran di selingi becanda-becanda gitu. Saya dan teman-teman kadang juga di ajak ke mushola. Pernah juga mbak di ajak ke lapangan sekolah. Nak semua pelajaran kayak gitukan aku jadi seneng mbak”. Dari kutipan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa dengan merencanakan setting lingkungan pembelajaran dengan baik saat pelaksanaan pembelajaran siswa akan merasa nyaman dan senang. Apabila siswa merasa senang maka ABK akan lebih mudah menyerap materi yang diberikan oleh guru. b.
Pelaksanaan Pembelajaran PAI bagi ABK Implementasi pembelajaran PAI adalah suatu pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas. Pelaksanaan pembelajaran agama Islam di SMP N 4 Mojosongo Boyolali hampir sama dengan sekolah reguler, kurikulumnya relatif sama dengan kurikulum di sekolah umum, hanya dibatasi pada jumlah materinya. Materi yang diajarkan di SMP N 4 Mojosongo Boyolali menggunakan penyesuaian materi dari Departemen Pendidikan Nasional yang kemudian digunakan sebagai acuan dalam proses belajar mengajar. Seperti yang diungkapkan Bapak Widodo, S.Ag: “Materi yang diajarkan di SMP N 4 Mojosongo Boyolali kurang lebih sama dengan materi diterapkan di SMP Negeri pada umumnya. Soalnya kegiatan pembelajaran di sekolah ini dalam hal penataan ruang kelasnya menjadi satu kelas antara siswa berkebutuhan khusus dengan siswa normal lainnya”. Adapun pokok-pokok materi Pendidikan Agama Islam di SMP N 4 Mojosongo Boyolali secara garis besarnya sebagai berikut: 1) Al
lxxx 63
Qur’an, 2) Aqidah, 3) Akhlak, 4) Fiqih, 5) Tarikh/ Sejarah Islam. Pelaksanaan pembelajaran PAI di SMP N 4 Mojosongo Boyolali diungkapkan oleh Bapak Widodo, S.Ag sebagai berikut: “Pembelajaran Agama Islam di SMP N 4 Mojosongo Boyolali ini hanya 2 jam pelajaran dalam seminggu, dengan alokasi waktu pembelajaran hanya 40 menit/jam”. Selanjutnya langkah-lagkah yang dilakukan guru PAI saat pembelajaran melalui pengamatan yang dilakukan penulis pada hari Sabtu, 19 April 2014 jam 10.20 adapun tahap pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang ada di SMP N 4 Mojosongo Boyolali antara lain: 1) Pra Intruksional Tahap ini tahap sebelum pelajaran dimulai dengan doa pembukaan
yaitu
basmalah,
di
lanjutkan
dengan
guru
melakukan absensi, selanjutnya guru memberikan apersepsi. Setelah itu siswa berkebutuhan khusus ditempatkan dibangku paling depan. 2) Instruksional Pada tahap ini merupakan tahap inti dari serangkaian aktifitas pembelajaran yang dilakukan guru dengan peserta didik dalam mencapai suatu tujuan yang termuat dalam rencana pelaksanaan pembelajaran, dalam pelaksanaan pembelajaran guru PAI melakukan pendekatan dengan peserta didik serta menggunakan beberapa metode, tahapannya sebagai berikut:
lxxxi 64
Pertama, Guru menuliskan materi di papan tulis, dan menjelaskannya. Selanjutnya siswa menyalinnya
dalam buku
masing-masing, namun bagi beberapa ABK yang mengalami kesulitan, maka guru akan membantu. Metode ini digunakan guru pada awal pelajaran, bisa dikatakan prolog dari awal proses pembelajaran dan digunakan pada mata pelajaran PAI. Kedua, Siswa membaca satu persatu di depan, motode ini dilakukan agar peserta didik terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga proses pembelajaran tidak bersifat satu arah, melainkan ada feed back dengan peserta didik. Ketiga demontrasi, metode ini merupakan metode interaksi edukatif yang sangat efektif dalam membantu peserta didik untuk mengetahui proses pelaksanaan pembelajaran, metode ini biasanya digunakan pada materi pokok atau pokok bahasan yang membutuhkan praktek seperti materi pelaksanaan sholat, pelaksanaan haji dan lainnya. Keempat, cerita, metode ini merupakan metode yang di terapkan oleh semua guru mata pelajaran PAI sebagaimana upaya untuk mengembangkan pola pikir peserta didik, metode ini dinilai efektif dalam meningkatkan motivasi siswa dalam menguasai
materi
yang
akan
dibahas
pada
pertemuan
berikutnya. Kemudian guru memberi pertanyaan kepada siswa, dan lebih sering pertanyaan diberikan kepada ABK.
lxxxii 65
3) Penutup Tahap ini guru PAI memberikan penguatan atau kesimpulan tentang pembelajaran yang sudah disampaikan. Sebelum kegiatan pembelajaran diakhiri guru memberikan beberapa
pekerjaan
rumah
kepada
siswa.
Kemudian,
pembelajaran diakhiri dengan membaca doa bersama-sama. Pihak sekolah juga memiliki program khusus dalam pelaksanaan pembelajaran untuk ABK. Program tersebut yaitu memberikan
layanan
jam
tambahan
kepada
siswa-siswi
berkebutuhan khusus yang dilaksanakan setelah pulang sekolah. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan layanan individu kepada ABK yang bersekolah di sekolah regular agar ABK tidak ketinggalan pelajaran
dengan
siswa
normal
lainnya,
khususnya
dalam
pembelajaran PAI. c.
Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran PAI bagi ABK Evaluasi merupakan alat untuk mengukur sampai di mana kemampuan anak didik menguasai materi yang telah diberikan. Evaluasi dapat dijadikan oleh sekolah sebagai bahan introspeksi diri, dengan melihat sejauh mana kondisi belajar yang diciptakannya. Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pembelajaran PAI seperti yang diugkapkan Bapak Widodo, S.Ag: “Untuk tesnya ada ulangan setiap selesai materi mbak, tiap pertengahan semester juga ada UTS dan setiap akhir semester ada UAS. Soalnya sama, bentuk bisa bervariasi, ada soal dengan bentuk memilih jawaban seperti: pilihan ganda, dua
lxxxiii 66
pilihan (benar-salah, ya-tidak), menjodohkan, dan ada juga bentuk soal dengan uraian. Selanjutnya untuk non tes nya saya nilai dari perkembanganya saat mengikuti pelajaran, aktif dan tidaknya murid. Masalahnya kadang ada murid di dalam kelas tapi dia hanya bengong tidak bisa menangkap”. Berikut petikan wawancara dengan guru pembimbing khusus Dra. Siti Muharromah: “Evaluasi yang dilakukan pada kelas reguler sama dengan anak yang lain. Jika siswa ABK pada saat dilakukan evaluasi nilainya tidak memenuhi standar minimal, maka diadakan remedial. Remedial itu dilaksanakan bersama-sama dengan siswa lain yang juga belum memenuhi standar minimal. Ini menunjukkan kembali jika siswa ABK di kelas reguler mendapat perlakuan yang sama dengan siswa lain”. Hal senada juga dikemukakan oleh Kepala SMP N 4 Mojosongo Boyolali, Bapak Syafii, M.Pd: “Evaluasi yang dilakukan seperti evaluasi pada umumnya. Evaluasi yang dilakukan di kelas reguler ada program remedial untuk anak yang belum mencapai standar minimal yang ditetapkan.Jadi guru memantau anak secara terus menerus. Setelah itu juga diadakan review yaitu mengecek kembali keadaan siswa sebelum mendapatkan layanan khusus dan sesudahnya sehingga kita tahu perkembangannya sejauh mana dan program yang diberikan berhasil atau tidak”. Dari petikan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa, peran evaluasi sangat penting agar pembelajaran efektif. Di samping berguna untuk mengetahui pencapaian kompetensi siswa, juga informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk perencanaan pembelajaran berikutnya. Hasil evaluasi dapat menggambarkan siswa yang telah mencapai maupun yang belum mencapai standar kompetensi minimal yang ditetapkan sekolah. Siswa yang sudah mencapai kompetensi diadakan pengayaan sedangkan siswa yang
lxxxiv 67
belum mencapai standar kompetensi minimal diadakan remedial. Siswa berkebutuhan khusus juga mengikuti ujian seperti siswa lain. Seperti kutipan wawancara dibawah ini: RA mengatakan: “Sama mbak, pas ulangan saya juga ulangan, pas UTS saya juga UTS bareng temen-temen. …”. AP mengatakan: “Sama to mbak wong ulangannya satu kelas bareng-babreng soalnya juga sama. Tapi nak UTS sama UAS nggak tau mbak sama tidak…”. Guru Pendidikan Agama Islam Bapak Widodo, S.Ag juga menjelaskannya dalam kutipan wawancara berikut ini: “ABK juga mengikuti tes akhir semester maupun UAN sama seperti anak lainnya. Soal yang diberikan kepada ABK di SMP ini sama dengan anak yang lain. Sebenarnya soal yang diberikan pada ABK tidak harus sama dengan anak yang lain. Pada ujian akhir semester soal dapat dibuat oleh guru pembimbing sendiri, namun setelah diadakan pertemuan dengan wali murid, para wali murid sepakat jika anaknya mendapatkan soal yang sama dengan anak yang lain. Di SMP ini para ABK mengikuti UAN SMP sehingga mereka bisa melanjutkan ke SMA”. Dari petikan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa ABK di SMP N 4 Mojosongo mengikuti ujian yang sama dengan anak lain. Pemilihan ujian tersebut didasarkan atas kesepakatan orang tua atau wali murid sehingga tak jarang jika ABK dapat melanjutkan sekolah di sekolah-sekolah reguler. 2.
Faktor Pendukung dalam Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali Dalam pelaksanaan PAI bagi ABK di sekolah inklusi pastilah
lxxxv 68
pembelajaran tersebut tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya faktor yang mendukung terlaksananya pembelajaran. Berikut petikan wawancara dengan Dra. Siti Muharohah GPK SMP N 4 Mojosongo: “Faktor pendukung: semua guru disini sangat mendukung mbak…”. Lebih lanjut, dinyatakan juga oleh Bapak Widodo mengenai faktor pendukung dalam pembelajaran PAI sebagai berikut: “Dari sarana dan prasarana Alhamdulillah selalui di upayakan agar mendukung. Selain itu komite sekolah juga sangat mendukung mbak. Lalu dari pihak orang tua itu juga sangat mendukung, setiap diundang ke sekolah untuk berdoa bersama itu semua orang tua selalu datang mbak…”. Selain itu faktor pendukung dari segi peserta didik terdapat faktor pendukung dalam proses pelaksanaan pembelajaran PAI seperti kutipan wawancara di bawah ini: RA mengatakan: “Ya belajar terus mbak. Belajar dari jam 7- jam 8 kalau belum paham saya tanya sama bapak nak nggak ya sama ibuk. Biasanya nak soal agama mereka paham mbak”. AP menyatakan: “Lebih di dalami aja. Kalau pas pelajaran kadangkadang sih saya Tanya mbak sama pak widodo. Ya, walaupun lebih sering Tanya sama temen”. AM menyatakan: “Nak pelajaran PAI sih saya tanya sama orangtua mbak. La habis nak tanya dikelas ki pada di sorakin sama tementemen. Daripada malu ya saya tanya sama ortu”. Dari beberapa petikan wawancara di atas dan melalui pengamatan selama penelitian. Penulis dapat menyimpulkan bahwa faktor-faktor pendukung dalam pelaksanaan pembelajaran PAI di SMP N 4 Mojosongo diantaranya adalah: dukungan orang tua siswa, guru selalu mengajar dengan sabar dan tlaten, latar belakang pendidikan guru yang
lxxxvi 69
sudah sesuai, didukung oleh komite sekolah, keberadaan sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo didukung oleh pemerintah Kabupaten Boyolali, ABK berusaha agar tidak ketingggalan pelajaran dengan siswa lain, adanya jam tambahan untuk ABK, adanya guru pembimbing khusus, adanya sosialisasi tentang inklusi. 3.
Faktor Penghambat dan Solusi dalam Implementasi Pembelajaran PAI bagi ABK di Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali Selain faktor pendukung, ada juga faktor yang menghambat pelaksanaan pembelajaran PAI sebagaimana yang diungkapkan Bapak Widodo, S.Ag dalam wawancara di bawah ini: “…Mengahambat: 1) air mbak, sudah ada PAM tapi masih sulit. Padahal sudah dijadwalkan sholat jamaah tapi karena airnya tidak ada ya batal mbak. Solusi: selalu di upayakan mbak, biyar saat jadwal shalat jamaah tidak kehabisan air. 2) dari siswanya. Saat jadwal shalat jamaah ada saja siswa yang malah jajan. Saat pelajaran agama Islam ada juga yang siswa yang bolos mbak. Saya juga kurang tau mbak namanya juga anak-anak dunianya pasti berbeda dengan dunia kita yang sudah tua. Solusi: melibatkan orang tua, orang tua di panggil ke sekolah kemudian di beri pengarahan. 3) beberapa waktu yang lalu guru agamanya hanya satu. Solusi: menambah tenaga pengajar, walaupun masih honorer”. Bukan hanya itu ada faktor lain yang menghambat pelaksanaan pembelajaran seperti yang di jelaskan Dra Siti Muharromah di bawah ini: “…Siswa: kesadaran menerima jam tambahan masih kurang, harus dipaksa dan harus di beri penekanan. Seharusnya anak sudadah memiliki kesadaran sendiri Fasilitas pembelajaran PAI masih terbatas sebagaimana pernyataan Bapak Syafii, M.Pd berikut ini: “Fasilitas pembelajaran memang sudah ada, tetapi belum mencukupi sepenuhnya, untuk fasilitas pembelajaran PAI di antaranya
lxxxvii 70
ada musholla, tempat wudlu, al-qur‟an, dll”. Dari beberapa petikan wawancara di atas dan melalui pengamatan selama penelitian. Penulis dapat menyimpulkan bahwa faktor-faktor penghambat dan solusi yang dilakukan dalam pelaksanaan pembelajaran PAI di SMP N 4 Mojosongo diantaranya adalah: a.
Tingkat kesadaran masyarakat umum dan keluarga penyandang kelainan khusus tentang arti pentingnya pendidikan bagi ABK yang relatif kurang. Solusi: Sekolah mensosialisasikan pentingnya pendidikan bagi ABK, mengadakan pelatihan ketrampilan dan pengembangan bakat minat ABK.
b.
Masih terbatas sarana dan prasarananya. Seperti minimnya alat peraga dalam media pembelajaran. Solusi: Memanfaatkan dan mendayagunakan dengan sebaik-baiknya sarana prasarana yang ada.
c.
Buku-buku penunjang khususnya dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP N 4 Mojosongo Boyolali untuk ABK sesuai jenis ketunaan belum ada. Solusi: Dalam pelaksanaannya guru menggunakan buku-buku PAI yang sudah ada.
d.
Jam pelajaran PAI dirasa masih kurang. Solusi: Guru PAI mengadakan jam tambahan sepulang sekolah bagi ABK.
e.
Kurangnya kesadaran dari siswa dalam mengikuti pelajaran PAI. Solusi: Sebisa mungkin guru PAI melakukan pendekatan secara halus
kepada
siswa
dan
menyenagkan.
lxxxviii 71
menjadikan
pembelajaran
PAI
BAB IV PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di SMP N 4 Mojosongo Boyolali melalui metode observasi, wawancara, dan dokumentasi dimana telah terkumpul data dari pihak sekolah, maka penulis akan menganalisa data untuk dapat menjawab rumusan masalah dari penelitian ini sebagai berikut: A.
Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali 1.
Penyusunan Rencana Pembelajaran PAI bagi ABK Ketidaksetaraan dalam pendidikan tetap menjadi kekhawatiran dan perhatian bagi semua negara, namun diskriminasi tetap menyebar di sekolah dan sistem pendidikan. Untuk menjembatani jarak ini, sangat penting
menumbuhkan
kesadaran
pada
guru
dan
administrator
pendidikan tentang pentingnya pendidikan inklusi. Pendidikan inklusi itu sendiri sudah marak akhir-akhir ini di Indonesia. Pendidikan ini memungkinkan ABK untuk belajar bersama anak normal lain. Dengan begitu diskriminasi dapat dihilangkan, pendidikan inklusi merupakan suatu strategi untuk mempromosikan pendidikan universal atau pendidikan untuk semua. Pendidikan yang efektif, karena dapat menciptakan sekolah yang responsif terhadap kebutuhan anak dan masyarakat. Ada beberapa tahap yang harus dilalui dalam perencanaan
lxxxix 72
pembelajaran dan pengorganisasian siswa berkebutuhan khusus. Tahapan tersebut meliputi kegiatan sebagai berikut : (a) menetapkan bidangbidang atau aspek problema belajar yang akan ditangani, apakah seluruh mata pelajaran, sebagian mata pelajaran atau hanya sebagian tertentu dari suatu mata pelajaran, (b) menetapkan pendekatan pembelajaran yang akan dipilih termasuk rencana pengorganisasian siswa, apakah bentuknya berupa pelajaran remedial, penambahan latihan-latihan di dalam kelas atau luar kelas, pendekatan kooperetif atau kompetitif, (c) menyusun program pembelajaran individual. Program pembelajaran individual (PPI) disusun agar anak beproblema belajar/bermasalah mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan khusus mereka (Yusuf dkk, 2003:48). Hasil penelitian di SMP N 4 Mojosongo Boyolali mengenai perencanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam sudah terlaksana dengan baik akan tetapi belum ada penyusunan program pembelajaran individual, dikarenakan kurangnya guru pembimbing khusus dan siswa berkebutuhan khusus masih sebatas pada siswa berkesulitan belajar dan siswa lamban belajar. Adapun
langkah-langkah
yang dilakukan
sekolah
sebelum
melakukan penyusunan RPP ialah melakukan musyawarah dengan komite sekolah maupun orang tua murid mengenai layanan yang akan diberikan kepada siswa ABK serta sekolah bekerja sama atau meminta bantuan tenaga profesional di bidang psikologi agar anak dapat diberikan
xc 73
tes IQ. Hasil tes tersebut dapat digunakan untuk menentukan apakah siswa tersebut memiliki intelegensi rata-rata, di atas rata-rata, atau dibawah rata-rata. Hasil ini juga dapat digunakan dalam pertimbangan memilih pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan anak tersebut. Hal tersebut sangat penting karena sebagai guru hendaknya memahami kondisi individu siswa, dengan mengetahui kondisi individual siswa, guru dapat merencanakan pembelajaran yang sesuai. Sebagaimana hasil wawancara bersama Dra. Siti Muharromah berikut: “ langkah-langkah yang perlu ditempuh yaitu identifikasi, assesment atau pengukuran selanjutnya guru baru mulai mendesain program pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak. Jadi, melalui beberapa langkah tadi guru tidak sembarangan dalam memberikan pembelajaran bagi ABK”. Dalam penyusunan rencana pembelajaran di SMP N 4 Mojosongo Boyolali Guru Pendidikan Agama Islam menyusun rencana dan program pembelajaran (Silabus, RPP), penjabaran materi, menentukan strategi dan metode yang akan digunakan dalam pembelajaran, penyediaan sumber, alat, dan sarana pembelajaran, penentuan cara penilaian dan hasil belajar, dan setting lingkungan pembelajaran. Salah satunya dibuktikan dengan hasil wawancara dengan Bapak Widodo, S.Ag mengenai setting lingkungan pembelajaran di bawah ini: “Adapun setting lingkungan pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan siswa. Soalnya di kelas kan kadang ada yang jumlahnya 2-3 ABK tapi ada juga yang tidak ada ABKnya sama sekali … ”. Berdasarkan hasil temuan peneliti di atas dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah
xci 74
inklusi dapat terlaksana dengan baik jika ada perencanaan yang matang di setiap tahapannya, mulai dari identifikasi anak sampai pada penyusunan
rencana
pelaksanaan
Mengetahui
kesulitan
belajar
pembelajaran
merupakan
pembelajarannya
anak
modal
serta utama
itu
penetapan dalam
sendiri.
pendekatan
melaksanakan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam. 2.
Pelaksanaan Pembelajaran PAI bagi ABK Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam hendaknya senantiasa disesuaikan dengan perkembangan anak dan tidak dapat dipaksakan (fleksibel). Karena belajar merupakan kepentingan peserta didik bukan kepentingan guru. Apabila pelaksanaan pembelajaran mengabaikan kemampuan yang dimilikinya maka besar kemungkinan di dalam dirinya tidak akan tumbuh keaktifan, motivasi, kreatifitas untuk berprestasi
dalam
belajarnya.
Berdasarkan
perkembangan
dan
kemampuan anak, maka pembelajaran dapat terlaksana dengan baik dan tujuan yang ditetapkan dapat tercapai. Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari rencana pelaksanaan pembelajaran. Rencana pelaksanaan pembelajaran menjadi panduan yang harus digunakan dalam pembelajaran, karena di dalam rencana pembelajaran tersebut telah ditetapkan tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan penilaian pembelajaran (Lapono dkk, 2008:131). Pelaksanaan pembelajaran PAI di sekolah inklusi SMP N 4
xcii 75
Mojosongo Boyolali merupakan implementasi RPP yang telah disusun sebelumnya. Dalam proses pelaksanaannya siswa berkebutuhan khusus mendapatkan perlakuan yang sama seperti siswa lain. ABK dilibatkan langsung dalam pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran PAI di kelas menggunakan materi yang kurang lebih sama dengan sekolah umum lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Widodo selaku guru PAI berikut ini: “Materi yang diajarkan di SMP N 4 Mojosongo Boyolali kurang lebih sama dengan materi diterapkan di SMP Negeri pada umumnya. Soalnya kegiatan pembelajaran di sekolah ini dalam hal penataan ruang kelasnya menjadi satu kelas antara siswa berkebutuhan khusus dengan siswa normal lainnya”. Perbedaan terletak pada perhatian dan motivasi guru yang diberikan kepada siswa berkebutuhan khusus. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan penulis saat pembelajaran Pendidikan Agama
Islam
berlangsung
guru
mengkondisikan
kelas,
siswa
berkebutuhan khusus duduk di bangku depan dekat dengan guru agar guru lebih mudah memantau dalam proses pembelajaran. Guru juga sering mendekatinya dan memberikan pertanyaan. Adapun yang dilakukan pihak sekolah untuk mengoptimalkan pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam untuk anak berkebutuhan khusus yaitu dengan mengadakan jam tambahan. Program tersebut dilaksanakan setelah pulang sekolah, hal tersebut dilakukan untuk memberikan layanan individu kepada ABK yang bersekolah di sekolah regular agar ABK tidak ketinggalan pelajaran dengan siswa
xciii 76
normal lainnya, khususnya dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Dari hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran PAI di sekolah inklusi SMPN 4 Mojosongo Boyolali siswa berkebutuhan khusus dan siswa normal belajar bersama dalam satu kelas. Dalam pelaksanaannya siswa berkebutuhan khusus duduk di bangku depan dekat dengan guru agar guru lebih mudah memantau dalam proses pembelajaran. Selain itu
guru juga selalu melibatkan ABK dalam
pembelajaran kooperatif dengan anak normal lain yaitu dengan mendekati siswa berkebutuhan khusus dan di beri pertanyaan. Hal tersebut dilakukan agar ABK lebih mudah memahami pembelajaran dan tidak tertinggal dengan siswa normal lainnya. Selain itu, untuk mengoptimalkan layanan pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus pihak sekolah mengadakan jam tambahan yang dilaksanakan setelah pulang sekolah dan salah satu mata pelajarannya adalah Pendidikan Agama Islam. 3.
Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran PAI bagi ABK Evaluasi diterapkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan seorang pendidik
dalam
menyampaikan
materi
pelajaran,
menemukan
kelemahan-kelemahan baik yang berkaitan dengan materi, metode, media, ataupun sarana (Nizar, 2002:78). Evaluasi merupakan alat untuk mengukur sampai dimana kemampuan anak didik menguasai materi yang telah diberikan. Evaluasi bisa dijadikan sekolah sebagai bahan
xciv 77
introspeksi
diri,
dengan
melihat
sejauh
mana
kondisi
belajar
diciptakannya. Evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP N 4 Mojosongo Boyolali dilaksanakan serempak satu kelas seperti pada kelas reguler pada umumnya. Siswa ABK maupun siswa bukan ABK mendapatkan soal yang sama dengan waktu yang bersamaan pula. Dalam evaluasi diadakan pula remedial atau perbaikan. Setelah anak dievaluasi dan hasilnya tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka guru mengadakan remedial. Remedial ini bukan hanya untuk ABK saja tetapi juga untuk semua anak yang mengikuti tes dan hasilnya tidak atau kurang dari standar yang ditetapkan. Hal tersebut sebagaimana yang di ugkapkan Dra. Siti Muharromah berikut ini: “Evaluasi yang dilakukan pada kelas reguler sama dengan anak yang lain. Jika siswa ABK pada saat dilakukan evaluasi nilainya tidak memenuhi standar minimal, maka diadakan remedial. Remedial itu dilaksanakan bersama-sama dengan siswa lain yang juga belum memenuhi standar minimal. Ini menunjukkan kembali jika siswa ABK di kelas reguler mendapat perlakuan yang sama dengan siswa lain”. Remedial diadakan oleh guru sebagai upaya perbaikan terhadap sesuatu yang dipandang masih belum mencapai apa yang diharapkan atau diarahkan kepada pencapaian hasil belajar yang optimal. Dengan diadakannya remedial tersebut maka diharapkan ada peningkatan prestasi sesuai dengan kriteria keberhasilan yang ditetapkan. Untuk pelaksanaan evaluasi akhir atau tes akhir semester dan/atau tes kenaikan kelas dan UAN, siswa ABK mengikuti ujian bersama
xcv 78
teman-temannya yang lain. Meskipun ABK mendapatkan perlakuan yang khusus saat pembelajaran, akan tetapi mereka da
pat mengikuti ujian
bersama teman-temannya yang lain. Hal tersebut atas kesepakatan orang tua para ABK, karena semua program yang menyangkut ABK harus dilaksanakan secara terbuka dan harus ada konsultasi dengan pihak-pihak terkait khususnya orang tua. Seperti dalam kutipan wawancara dengan Bapak Widodo, S.Ag berikut: “ABK juga mengikuti tes akhir semester maupun UAN sama seperti anak lainnya. Soal yang diberikan kepada ABK di SMP ini sama dengan anak yang lain. Sebenarnya soal yang diberikan pada ABK tidak harus sama dengan anak yang lain. Pada ujian akhir semester soal dapat dibuat oleh guru mapel, namun setelah diadakan pertemuan dengan wali murid, para wali murid sepakat jika anaknya mendapatkan soal yang sama dengan anak yang lain. Di SMP ini para ABK mengikuti UAN SMP sehingga mereka bisa melanjutkan ke SMA”. Dari hasil penelitian di SMP N 4 Mojosongo Boyolali, maka dapat disimpulkan bahwa evaluasi dilakukan sebagai upaya untuk mengetahui pencapaian kompetensi siswa serta sebagai bahan untuk menyempurnakan perencanaan pembelajaran berikutnya. Evaluasi tengah semester, uijan kenaikan kelas maupun UAN dilaksanakan serempak satu kelas seperti pada kelas reguler pada umumnya. Siswa ABK maupun siswa bukan ABK mendapatkan soal yang sama dengan waktu yang bersamaan pula. Setelah anak dievaluasi dan hasilnya tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka guru mengadakan remedial.
xcvi 79
B. Faktor Pendukung dalam Implementasi Pembelajaran PAI bagi ABK di Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali Keberhasilan suatu pembelajaran tidak bisa lepas dari faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
Beberapa
faktor
pendukung
pelaksanaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi ABK di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongi Boyolali sebagaimana di ungkapkan Bapak Widodo, S.Ag dalam kutipan wawancara berikut ini : “Dari sarana dan prasarana Alhamdulillah selalui di upayakan agar mendukung. Selain itu komite sekolah juga sangat mendukung mbak. Lalu dari pihak orang tua itu juga sangat mendukung, setiap diundang ke sekolah untuk berdoa bersama itu semua orang tua selalu datang mbak…”. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan penulis di SMP N 4 Mojosongo Boyolali dapat dijabarkan faktor-faktor pendukung dalam pelaksanaan pembelajaran PAI antara lain sebagai berikut: 1.
Dukungan orang tua siswa Dukungan dan kerjasama antara orang tua ABK sangat membantu proses penyembuhan anak berkebutuhan khusus. Sekolah dan orang tua saling terbuka dan menyampaikan perkembangan yang telah dicapai oleh anak. Orangtua mendukung penuh penyelenggaraan pelaksanaan inklusi. Setiap akhir tahun menjelang ujian orang tua siswa selalu menghadiri undangan untuk berdoa bersama di sekolah.
2.
Guru selalu mengajar dengan sabar dan tlaten Guru PAI di Sekolah inklusi bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Didalamnya dituntut pengabdian dan juga ketekunan. Harus ada
xcvii 80
pula keikhlasan dan kesabaran dalam menyampaikan pelajaran. Sejatinya guru bukan hanya mendidik tetapi juga mengajarkan. Hanya orang-orang tertentu saja yang mampu menjalankannya. Hal tersebut dibuktikan penulis ketika melakukan observasi, saat proses pembelajaran berlangsung siswa berkebutuhan khusus belum paham dengan materi yang disampaikan, kemudian guru dengan sabar dan tlaten mengulang materi tersebut sampai siswa berkebutuan kusus tersebut paham. 3. Latar belakang pendidikan guru yang sudah sesuai Guru Pendidikan Agama Islam di SMP N 4 Mojosongo Boyolali mengajar sesuai dengan lulusan kependidikannya. Berdasarkan hasil dokumentasi yang diperoleh penulis, guru PAI di SMP N 4 Mojosongo Boyolali berlatar belakang S1 Pendidikan Agama Islam di IAIN Walisongo Semarang. Latar belakang pendidikan yang sudah sesuai tersebut sangatlah membantu terciptanya pembelajaran PAI yang efektif. 4.
Didukung oleh komite sekolah Berdasarkan dokumentasi yang diperoleh penulis, komite
turut
menghadiri sosialisasi pendidikan inklusi yang diadakan pihak sekolah. Bukan hanya itu, komite juga menghadiri doa bersama yang dilakukan bersama orang tua siswa di akhir tahun menjelang ujian.
xcviii 81
5.
Keberadaan sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo didukung oleh pemerintah Kabupaten Boyolali. Keberadaan sekolah inklusi sangat didukung dari pihak DIKPORA Boyolali. Pada tahun 2010 pihak SMP N 4 Mojosongo Boyolali mengajukan permohonan untuk di alihkan menjadi sekolah inklusi dan langsung mendapat tanggapan positif pemerintah Boyolali, karena sekolah inklusi tingkat SMP belum ada saat itu.
6.
ABK berusaha agar tidak ketingggalan pelajaran dengan siswa lain. Walaupun termasuk siswa berkebutuhan khusus mereka tidak berputus asa. Apabila tidak paham dengan pelajaran PAI mereka berusaha semaksimal mungkin dengan bertanya dengan teman bahkan orang tuanya saat dirumah. Semua itu dilakukan agar mereka tidak ketinggalan dengan siswa lain.
7.
Adanya jam tambahan untuk ABK Karena keterbatasan kemampuan siswa berkebutuhan khusus maka pihak sekolah berinisiatif mengadakan jam tambahan khusus yang dikelola langsung oleh GPK. Jam tambahan khusus tersebut dilaksanakan setiap hari senin-kamis setiap sepulang sekolah. Anak-anak normal lainnya yang ingin mengikuti jam tambahan juga diperbolehkan.
8. Adanya guru pembimbing khusus Adapun guru pembimbing khusus (GPK) bertugas sebagai konsultan dalam menangani ABK, ikut serta dalam merencanakan program pembelajaran, memonitor pelaksanaan program pembelajaran
xcix 82
dan mengevaluasi pelaksanaan program pembelajaran, memberi masukan guru tentang kondisi, kelebihan dan kelemahan ABK. Sehingga guru dapat menjadikannya sebagai acuan dalam menangani ABK. 9.
Adanya sosialisasi tentang inklusi. Setiap tahun ajaran baru selalu diadakan sosialisasi tentang sekolah inklusi kepada komite selanjutnya kepada guru dan yang terakhir kepada orang tua murid dan murid baru di SMP N 4 Mojosongo Boyolali.
C. Faktor Penghambat dan Solusi dalam Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali Proses pembelajaran juga tidak bisa terlepas dari beberapa faktor yang menghambatnya. Beberapa faktor penghambat pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam sebagaimana diungkapkan oleh Bapak Widodo, S.Ag dalam kutipan wawancara berikut ini: “…Mengahambat: 1) air mbak, sudah ada PAM tapi masih sulit. Padahal sudah dijadwalkan sholat jamaah tapi karena airnya tidak ada ya batal mbak. Solusi: selalu di upayakan mbak, biyar saat jadwal shalat jamaah tidak kehabisan air. 2) dari siswanya. Saat jadwal shalat jamaah ada saja siswa yang malah jajan.Saat pelajaran agama Islam ada juga yang siswa yang bolos mbak. Saya juga kurang tau mbak namanya juga anak-anak dunianya pasti berbeda dengan dunia kita yang sudah tua. Solusi: melibatkan orang tua, orang tua di panggil ke sekolah kemudian di beri pengarahan. 3) beberapa waktu yang lalu guru agamanya hanya satu. Solusi: menambah tenaga pengajar, walaupun masih honorer”. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan penulis di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo dapat dijabarkan faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan pembelajaran PAI dan solusinya bagi anak
c 83
berkebutuhan khusus di sekolah inklusi adalah: 1.
Tingkat kesadaran masyarakat umum dan keluarga penyandang tentang arti pentingnya pendidikan bagi ABK yang relatif kurang. Solusi: Sekolah menyediakan buku penghubung siswa dengan orangtua untuk mengajak berperan serta dalam mengawasi perkembangan belajar dan kemandiriannya. Sedangkan untuk menghilangkan stigma negatif tentang ABK, Sekolah mensosialisasikan pentingnya pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus serta sekolah mengadakan pelatihan ketrampilan dan pengembangan bakat minat. Seperti: seni musik, seni tari, dan menjahit. Sehingga mereka tetap bisa berprestasi dan tidak kalah dengan siswa nomal lainnya.
2.
Sarana dan Prasarana Mengingat lembaga ini melayani anak berkebutuhan khusus, tentu saja memerlukan sarana dan prasarana lebih khusus dibanding dengan lembaga pendidikan lain untuk memberikan pelayanan yang optimal. sarana dan prasarana pembelajaran PAI memang sudah mencukupi akan tetapi masih sangat terbatas. Contohnya belum ada gambar peragaan sholat, boneka untuk praktik sholat jenazah, dan sering matinya saluran air sangat menghambat proses belajar mengajar PAI khusunya saat praktek sholat dan praktek wudlu. Solusi: Memanfaatkan dan mendayagunakan dengan sebaik-baiknya sarana prasarana yang ada, namun setiap guru dituntut untuk menggunakan metode pembelajaran yang menarik dan menyenangkan.
ci 84
Guru PAI juga selalu mengusahakan agar pasokan air untuk mushola tidak terlambat. 3.
Buku Penunjang Adapun
buku-buku
penunjang
khususnya
dalam
pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di SMP N 4 Mojosongo Boyolali untuk siswa berkebutuhan khusus sesuai jenis ketunaan belum ada. Solusi: Dalam pelaksanaannya guru menggunakan buku-buku PAI pada umumnya kemudian dalam penyampaiannya disesuaikan dengan kemampuan yang mereka miliki. 4.
Jam pelajaran PAI yang dirasa masih kurang Dalam satu minggu siswa hanya mendapatkan materi PAI sebanyak 2x40 menit, itu dirasakan masih sangat kurang. Solusi: Guru PAI mengadakan jam tambahan sepulang sekolah bagi anak-anak berkebutuhan khusus.
5.
Kurangnya kesadaran dari siswa dalam mengikuti pelajaran PAI. Saat akan dimulai pembelajaran masih ada saja murid yang bermalasmalasan masuk kelas, bahkan ada juga yang melarikan diri saat pelajaran. Solusi: Sebisa mungkin guru PAI melakukan pendekatan secara halus kepada siswa dan menjadikan suasana pembelajaran PAI yang menyenagkan. Sehigga siswa tidak lagi malas-malas mengikuti jam pelajaran PAI.
cii 85
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian dan pemahaman yang mengacu pada rumusan masalah yang ditetapkan serta berdasarkan analisis data yang diuraikan secara deskriptif pada bab IV, maka dapat disimpulkan bahwa: 1.
Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali: a. Langkah-langkah penyusunan rencana pembelajaran PAI bagi ABK di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali adalah identifikasi, assessment atau pengukuran, dan selanjutnya guru baru mulai mendesain program pembelajaran berdasarkan pada kemampuan awal ABK. Perencanaan yang dilakukan guru PAI sebelum pembelajaran yaitu menyusun RPP dan silabus, menentukan strategi dan metode, penyediaan sumber alat dan sarpras, alat penilaian dan hasil belajar, dan setting lingkungan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan ABK. b. Pelaksanaan Pembelajaran PAI bagi ABK
1) Siswa berkebutuhan khusus dan siswa normal belajar bersama dalam satu kelas. 2) Tahap pelaksanaan pembelajaran yaitu pra intruksional berisi pembukaan, intruksional berisi penyampaian materi, dan yang
ciii 86
terakhir yaitu penutup berisi kesimpulan. 3) Pelaksanaannya, untuk mengkondisikan kelas ABK duduk di bangku depan dekat dengan guru agar mudah dipantau dalam proses pembelajaran, ABK diberi pelayanan individu yaitu ABK sering didekati dan diberi pertanyaan agar ABK memahami pelajaran dan tidak tertinggal dengan siswa normal lainnya. Pihak sekolah memberikan layanan individu untuk ABK dengan mengadakan jam tambahan Pendidikan Agama Islam bagi siswa berkebutuhan khusus yang dilakukan setelah pulang sekolah. c.
Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran PAI bagi ABK adalah melalui pemantauan
secara
terus
menerus
terhadap
kemajuan
dan
kemunduran belajar anak. Evaluasi dilakukan bersama dengan anak normal yang lain dengan waktu dan soal yang sama, hal tersebut diterapkan pada UTS, UAS, UAN. Apabila hasil tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan maka diadakan remedial. 2.
Faktor pendukung dalam implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali dapat dijabarkan faktor-faktor pendukung dalam pelaksanaan pembelajaran PAI antara lain: a.
Dukungan orang tua siswa
b.
Guru selalu mengajar dengan sabar dan tlaten
civ 87
3.
c.
Latar belakang pendidikan guru yang sudah sesuai
d.
Didukung oleh komite sekolah
e.
Sekolah inklusi didukung oleh pemerintah Kabupaten Boyolali
f.
ABK berusaha agar tidak ketingggalan pelajaran dengan siswa lain
g.
Adanya jam tambahan untuk ABK
h.
Adanya guru pembimbing khusus
i.
Adanya sosialisasi tentang inklusi.
Faktor penghambat dan solusi dalam implementasi Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali Adapun faktor penghambat dan solusi pelaksanaan Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi adalah: a.
Tingkat kesadaran masyarakat umum dan keluarga penyandang kelainan khusus tentang arti pentingnya pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang relatif kurang. Solusi: Sekolah mensosialisasikan pentingnya pendidikan bagi ABK, mengadakan pelatihan ketrampilan dan pengembangan bakat minat.
b.
Masih terbatas sarana dan prasarananya. Seperti minimnya alat peraga dalam media pembelajaran. Solusi: Memanfaatkan dan mendayagunakan dengan sebaik-baiknya sarana prasarana yang ada.
c.
Buku-buku penunjang khususnya dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP N 4 Mojosongo Boyolali untuk siswa
cv 88
berkebutuhan khusus sesuai jenis ketunaan belum ada. Solusi: Dalam pelaksanaannya guru menggunakan buku-buku PAI yang sudah ada. d.
Jam pelajaran PAI yang dirasa masih kurang Solusi: Guru PAI mengadakan jam tambahan sepulang sekolah bagi anak-anak berkebutuhan khusus.
e.
Kurangnya kesadaran dari siswa dalam mengikuti pelajaran PAI. Solusi: Sebisa mungkin guru PAI melakukan pendekatan secara halus kepada siswa dan menjadikan suasana pembelajaran PAI yang menyenagkan.
B. Saran Sehubungan hasil penelitian ini, penulis dapat memberikan saran-saran sebagai berikut: 1. Bagi lembaga :
a. SMP N 4 Mojosongo Boyolali adalah sekolah inklusi maka diharapkan kedepannya ada ruang khusus untuk ABK. b. SMP N 4 Mojosongo Boyolali diharapkan lebih meningkatkan program-program yang berkaitan dengan Pendidikan Agama Islam, sehingga SMP N 4 Mojosongo Boyolali akan lebih berkembang lagi dimasa yang akan datang, serta dapat menghasilkan generasi penerus yang berkualitas, bermanfaat bagi bangsa dan Negara khususnya agama Islam.
cvi 89
2. Bagi guru di SMP N 4 Mojosongo Boyolali hendaknya guru dapat
memilih metode yang tepat dalam pembelajaran agar pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan dengan lebih optimal. 3. Bagi orangtua siswa, hendaknya orang tua memberikan perhatian yang
besar pada perkembangan anak, yaitu dengan meluangkan waktu ketika dirumah dengan mendampingi anaknya dalam proses belajar. 4. Bagi peneliti lain, agar dapat meneliti pembelajaran inklusi dari substansi
manajemen pendidikan yang lainnya atau tetap pada substansi yang sama akan tetapi pada latar penelitian yang berbeda.
C. Kata Penutup Demikian penelitian ini penulis susun sebagai salah satu syarat dalam melaksanakan penelitian. Dalam penulisan ini masih banyak kekurangan yang disebabkan karena kemampuan penulis yang masih sangat terbatas, maka dari itu penulis berharap kepada pembaca untuk memberikan masukan, saran dan kritik yang sifatnya membangun. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya, terimakasih atas semua pihak yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.
cvii 90
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Afifudin & Beni Ahmad Saebani. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia. Ahmadi, Abu & Widodo Supriyono. 2004. Psikologi Belajar (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta. Arief, Armai. 2002. Pengantar Illmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pers. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Bungin, Burhan. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo. Chamsijiatin, Lise dkk. 2008. Pengembangan Kurikulum SD 3 SKS. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Daradjat, Zakiah. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Delphie, Bandi. 2009. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan Inklusi. Klaten: PT. Intan Sejati. Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas. Efendi, Mohammad. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Lapono, Nasibi dkk. 2008. Belajar dan Pembelajaran SD (2SKS). Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Ma’ruf, Amir. 2009. Model Pendidikan Inklusi di MAN Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Majid, Abdul dan Dian Andayani. 2006. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi: Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: Remaja Rosdakarya.
cviii
Moleong, Lexy J. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Mulyasa E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mulyati. 2010. Diagnosa Kesulitan Belajar. Semarang: IKIP PGRI Semarang Press. Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press. Osman, Betty B. 2002. Lemah Belajar dan ADHD. Jakarta: Grasindo. Ramayulis. 2008. Metode Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia. Romlah, Mamah Siti. 2010. Pendidikan Agama Islam dalam Setting Pendidikan Inklusi. Tesis. Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Santoso, Satmoko Budi. 2010. Sekolah Alternatif, Mengapa Tidak. Jagjakarta: Diva Press. Smart, Aqila. 2010. Anak Cacat Bukan Kiamat. Yogyakarta: Kata Hati. Smith, J. David. 2006. Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua. Bandung: Nuansa. Sugiyo. 2006. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suhartono, Suparlan. 2008. Wawasan Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Sujiono dan Yuliani Nuraini. 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT Indeks. Sukardi. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta: Sinar Grafika. Sukmadinata, Nana Syaodiah. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Sunardi. 2000. Ortopedagogik Umum II Anak Berkesulitan Belajar. Surakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Sebelas Maret. Suprayogo, Imam. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
cix
Syafaat Aat, Sohari Sahrani. 2008. Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Mencegah Kenakalan Remaja (Juvenile Delinquency). Jakarta: Rajawali Press . Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Syaifuddin, Muhammad dkk. 2007. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Tafsir, Ahmad. 2005. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Cet. VI. Thalib, Samsul Bahri. 2010. Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif. Jakarta: Kencana. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. 2005. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Wood, Derek dkk. 2011. Kiat Mengatasi Gangguan Belajar. Jogjakarta: Kata Hati. Yusuf, Munawir dkk. 2003. Pendidikan bagi Anak dengan Problema Belajar. Solo: Tiga Serangkai.
cx
cxi
cxii
cxiii
cxiv
cxv
cxvi
cxvii
cxviii
PEDOMAN WAWANCARA I.
Identitas Informan 1. Nama 2. Usia 3. Jabatan 4. Pendidikan terakhir 5. Tempat wawancara 6. Wawancara hari/tanggal 7. Waktu
: : : : : : :
II. Sasaran Wawancara 1. Rencana pelaksanaan pembelajaran PAI 2. Pelaksanaan pembelajaran PAI 3. Sistem yang digunakan untuk mengevaluasi pembelajaran PAI 4. Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembelajaran PAI 5. Upaya yang dilakukan untuk menindak lanjuti kendala dalam pelaksanaan pembelajaran PAI III. Butir-butir Pertanyaan A. Kepala Sekolah 1. Kebutuhan khusus seperti apa yang diderita anak didik di sekolah ini? Berapa jumlahnya? 2. Bagaimana pelaksanaan kurikulum di sekolah ini pak? 3. Bagaimana menghadapi anak-anak dengan kebutuhan khusus tersebut apa ada pembimbing/ ruang khususnya? 4. Untuk penyusunan RPP di sekolah ini sama dengan sekolah umum tidak pak? 5. Sistem evaluasi untuk ABK bagaimana pak? 6. Untuk fasilitas pembelajaran PAI apakah sudah terpenuhi? B. Guru Pendidikan Agama Islam 1. Sejak kapan bapak mengajar di sini? 2. Kurikulum yang dipakai sama dengan sekolah umum atau tidak? 3. Bagaimana perencanaan dalam pelaksanaan PAI bagi ABK? 4. Metode seperti apa yang bapak gunakan dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam? 5. Sarpras menunjang tidak untuk pembelajaran PAI terutama untuk ABK? 6. Bagaimana penentuan cara penilaiannya pak?
cxix
7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Setting lingkungan pembelajaranmya? Untuk materi PAI di SMP N 4 Mojosongo dengan SMP pada umumnya sama atau tidak pak? Berapa jam dalam satu minggu materi pelajaran agama disampaikan? Evaluasi seperti apa yang digunakan untuk mengukur keberhasilan siswa pada pembelajaran PAI pak? Evaluasi untuk ABK dan siswa normal lainyya sama tidak pak? Untuk hasil pembelajaran PAI bagaimana pak? Apa faktor yang mendukung dan menghambat penerapan metode pembelajaran PAI bagi anak berkebutuhan khusus? Metode apa yang paling sesuai untuk ABK? Jika nilai ABK tidak memenuhi standar minimal bagaimana pak?
C. Guru Pembimbing Khusus 1. Sejak kapan ibu diangkat menjadi GPK? 2. Siswa berkebutuhan khusus seperti apa yang di ada di sekolah inklusi ini? 3. Bagaimana penyiapan kurikulumnya? 4. Berapa jumlah siswa inklusinya bu? berapa IQ nya? 5. Lalu Bu, bagaimana dengan penyusunan RPP untuk ABK? 6. Bagaimana cara mengevaluasi pembelajaran untuk ABK? 7. Apa saja faktor pendukung dan penghambat pendidikan inklusi di sekolah ini? 8. Bagaimana pihak sekolah tau kalau anak tersebut termasuk anak yang berkebuthan khusus? 9. Untuk evaluasinya bagaimana bu? Apakah siswa ABK juga ikut UAS seperti siswa normal lainnya? D. Siswa Berkebutuhan Khusus 1. Apa yang mendorong anda masuk ke sekolah ini? 2. Bagaimana perlakuan guru dan teman-teman di sekolah? 3. Saat di jelaskan dan belum paham apa yang anda lakukan? 4. Pembelajaran PAInya menyenagkan tidak? 5. Ujiannya sama dengan teman-teman yang lain tidak dek? Mengalami kesulitan tidak? 6. Menurut anda materi apa yang paling sulit dalam pembelajaran PAI?
cxx
VERBATIN WAWANCARA IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI SMP NEGERI 4 MOJOSONGO BOYOLALI Responden Usia Jabatan Pendidikan terakhir Tempat wawancara Hari/tanggal Waktu
: Syafii, M.Pd : 51 tahun : Kepala Sekolah : Magister Pendidikan : Ruang Kepala Sekolah : Selasa, 8 April 2014 : 10.20-11.20
NO PERANYAAN 1 Kebutuhan khusus seperti apa yang diderita anak didik di sekolah ini? Berapa jumlahnya?
2
Bagaimana pelaksanaan kurikulum di sekolah ini pak?
3
Bagaimana menghadapi anakanak dengan kebutuhan khusus tersebut apa ada pembimbing/ ruang khususnya?
JAWABAN KODE Kesulitan belajar ada juga yang slow Keadaan siswa leaner, kalau ada ketunaan yang lain ya akan diterima. Sejauh ini belum ada ketunaan yang terlalu berat yang mendaftar disekolah ini mugkin mereka lebih memilih ke SLB. Jumlahnya sekitar 20 siswa mbk. Sebenarnya untuk kurikulum di sekolah ini Penyusunan relatif sama dengan kurikulum yang ada di RPP sekolah umum. Hanya saja ada sedikit modifikasi, terutama untuk materi-materi UN seperti matematika, IPA, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris. Ada Guru Pembimbing Khususnya yaitu guru BK. BK sebagai kordinator, walaupun bukan lulusan pendidikan luar biasa tapi melalui proses, pengalaman dan memperoleh pengetahuan kami memilih BK karena berhubungan dengan kelebihan, kekurangan, dan kelemahan siswa. Jadi penelusurannya melalui guru BK, penentuan siswa ABK di lakukan oleh guru BK karena punya cukup banyak waktu karena tidak masuk jam pelajaran. Tapi sampai sekarang belum ada ruang khususnya untuk ABK.
cxxi
4
Untuk penyusunan RPP di sekolah ini sama dengan sekolah umum tidak pak?
5
Sistem evaluasi untuk ABK bagaimana pak?
6
Untuk fasilitas pembelajaran PAI apakah sudah terpenuhi?
Penyusunan RPP sesuai dengan silabus, hanya saja ada modifikasi bahan ajar agar ABK bisa mengikuti pelajaran di kelas seperti teman-temannya. Modifikasi bahan ajar tersebut adalah dengan cara menurunkan tingkat kesulitannya agar ABK dapat menerima apa yang disampaikan guru dalam pembelajaran. Dalam memberikan layanan khusus ABK diawali dengan deskripsi kemampuan awal. Misalnya tadi saat saya mengajar bahasa Indonesia, kemampuan awal anak membaca itu sampai mana. Dengan kita tahu kemampuan awal anak tersebut, maka kita bisa memberikan layanan secara tepat Evaluasi yang dilakukan seperti evaluasi pada umumnya. Evaluasi yang dilakukan di kelas reguler ada program remedial untuk anak yang belum mencapai standar minimal yang ditetapkan.Jadi guru memantau anak secara terus menerus. Setelah itu juga diadakan review yaitu mengecek kembali keadaan siswa sebelum mendapatkan layanan khusus dan sesudahnya sehingga kita tahu perkembangannya sejauh mana dan program yang diberikan berhasil atau tidak Fasilitas pembelajaran memang sudah ada, tetapi belum mencukupi sepenuhnya, untuk fasilitas pembelajaran PAI ya seperti yang panjenengan lihat di sini, di antaranya ada musholla, tempat wudlu, al-Qur’an, dll.
cxxii
Penyusunan Silabus dan RPP
Evaluasi pelaksanaan pembelajaran PAI
Faktor pendukung dan penghambat
VERBATIN WAWANCARA IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI SMP NEGERI 4 MOJOSONGO BOYOLALI Responden Usia Jabatan Pendidikan terakhir Tempat wawancara Hari/tanggal Waktu
: Widodo, S.Ag : 55 tahun : Guru PAI : S1 Pendidikan Agama islam : Ruang Wakil Kepala Sekolah : Sabtu, 19 April 2014 : 07.30-08.30
NO PERANYAAN 1 Sejak kapan bapak mengajar di sini? 2
Kurikulum yang dipakai sama dengan sekolah umum atau tidak?
3
Bagaimana perencanaan dalam pelaksanaan PAI bagi ABK?
JAWABAN Saya disini mulai 2003, sebelumnya saya mengajar di SD di kecamatan cepogo. Berdasarkan pada kurikulum pendidikan agama Islam yang telah ditetapkan oleh departemen pendidikan dan kebudayaan, dalam pelaksanaan program PAI. Kurikulum yang dipakai di SMP N 4 Mojosongo Boyolali relatif sama dengan kurikulum yang ada di sekolah umum, sejauh ini masih menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang membedakan hanya pada penyampaian materi-materinya. Contohnya materi sholat yang dimodifikasi sedemikian rupa agar siswa berkebutuhan khusus lebih mudah dalam memahami mulai dari niat, bacaan, dan gerakannya. Pembuatan silabus dan RPP dilakukan pada awal tahun ajaran baru. Silabus dibuat berdasarkan penjabaran dari Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) kedalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian
cxxiii
KODE
Penyusunan RPP
Penyusunan Silabus dan RPP
4
5
6
kompetensi untuk penilaian. Hanya saja RPP ada sedikit modifikasi bahan ajarnya supaya ABK bisa megikuti pelajaran di kelas reguler seperti dengan teman-temannya. Metode seperti apa Metodekan banyak, yang lebih sering yang bapak gunakan digunakan metode ceramah, namanya dalam pelaksanaan juga pelajaran agama. Metode drill juga pendidikan agama ada, Tanya jawab, demonstrasi. Islam? Terkadang saya memutar CD tentang sholat, itu bisa membantu anak mempertajam ingatanya. Metode ceramah yang saya gunakan saat pelajaran aqidah dan al-qur’an, tapi untuk pelajaran lain juga bisa. metode yang lain juga ada seperti demonstrasi, menurut saya metode ini yang paling cocok. Sarpras menunjang Alhamdulillah mbak untuk sarana tidak untuk prasarananya insyaAllah selalu pembelajaran PAI diupayakan agar mencukupi. Sarana terutama untuk ABK? dan prasarana untuk pendidikan agama Islam antara lain ruang kelas, bukubuku yang terkait dengan Pendidikan Agama Islam, mushola, mukena, peci, sarung, video, TV, VCD, iqro', serta hal-hal yang dapat digunakan sebagai media/sarana dalam pembelajaran. Bagaimana penentuan Ini kan pendidikan agama mbak ya jadi cara penilaiannya pak? bukan cuma pake penilaian dari tes tes tertulis: dilakukan melalui ulangan harian, ulangan semesteran dan ulangan akhir sekolah. Bisa juga dengan tes lisan, tes ini lebih melihat kemapuan siswa dalam memahami dan menghafal materi. Tapi lebih utama itu dari tes perbuatan: dilakukan dengan praktek langsung terhadap materi yang telah diajarkan serta dibiasakan kepada siswa pada keidupan sehari-hari. Kalau saya
cxxiv
Penentuan Strategi dan Metode Pembelajaran
Penentuan Strategi dan Metode Pembelajaran
Penentuan Cara Penilaian
7
Setting lingkungan pembelajaranmya?
8
Untuk materi PAI di SMP N 4 Mojosongo dengan SMP pada umumnya sama atau tidak pak?
9
Berapa jam dalam satu minggu materi pelajaran agama disampaikan?
10
Evaluasi seperti apa yang digunakan untuk mengukur keberhasilan siswa pada pembelajaran PAI pak?
pribadi ya mbak walaupun saat tes tertulis nilainya jelek tapi anak itu membaca al-Qur’annya lancar, sholatnya baik, dan akhlaknya baik itu pasti saya beri nilai bagus. Adapun setting lingkungan pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan siswa. Soalnya di kelas kan kadang ada yang jumlahnya 2-3 ABK tapi ada juga yang tidak ada ABKnya sama sekali. Saat pembelajaran kadang saya mengajak ke mushola, kemudian dilanjutkan dengan sholat dhuhur bejamaah. Kadang saya juga mengumpulkan anak-anak berkebutuhan khusus untuk saya ajak shalat dhuha di mushola. Materi yang diajarkan di SMP N 4 mojosongo boyolali kurang lebih sama dengan materi diterapkan di SMP Negeri pada umumnya. Soalnya kegiatan pembelajaran di sekolah ini dalam hal penataan ruang kelasnya menjadi satu kelas antara siswa berkebutuhan khusus dengan siswa normal lainnya. Pembelajaran agama Islam di SMP N 4 Mojosongo Boyolali ini hanya 2 jam pelajaran dalam seminggu, dengan alokasi waktu pembelajaran hanya 40 menit/jam. Untuk tesnya ada ulangan setiap selesai materi mbak, tiap pertengahan semester juga ada UTS dan setiap akhir semester ada UAS. Bentuk soalnya bisa bervariasi, ada soal dengan bentuk memilih jawaban seperti: pilihan ganda, dua pilihan (benar-salah, ya-tidak), menjodohkan, dan ada juga bentuk soal
cxxv
Setting lingkungan pembelajaran
Pelaksanaan Pembelajaran PAI
Pelaksanan Pembelajaran PAI
Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran PAI
11
Evaluasi untuk ABK dan siswa normal lainyya sama tidak pak?
12
Untuk hasil pembelajaran PAI bagaimana pak?
13
Apa faktor yang mendukung dan menghambat penerapan metode pembelajaran PAI bagi anak berkebutuhan khusus?
dengan uraian. Selanjutnya untuk non tes nya saya nilai dari perkembanganya saat mengikuti pelajaran, aktif dan tidaknya murid. Masalahnya kadang ada murid di dalam kelas tapi dia hanya bengong tidak bisa menangkap. ABK juga mengikuti tes akhir semester maupun UAN sama seperti anak lainnya. Soal yang diberikan kepada ABK di SMP ini sama dengan anak yang lain. Sebenarnya soal yang diberikan pada ABK tidak harus sama dengan anak yang lain. Pada ujian akhir semester soal dapat dibuat oleh guru pembimbing sendiri, namun setelah diadakan pertemuan dengan wali murid, para wali murid sepakat jika anaknya mendapatkan soal yang sama dengan anak yang lain. Di SMP ini para ABK mengikuti UAN SMP sehingga mereka bisa melanjutkan ke SMA. Ndelalahnya itu mbak untuk pelajaran PAI itu anak-anak yang tergolong ABK itu tidak ada masalah itu. Malah terkadang ya anak yang dibilang ABK itu nilainya lebih bagus dari anak-anak normal lainnya. Lawong kalau dirumah itu rajin sholat, pinter ngaji. Ya walaupun tidak semuanya mbak ada juga yang agak lamban. Mungkin karena mereka itu di golongkan ABK karena nilai UNnya saja yang kurang memuaskan. Dari sarana dan prasarana Alhamdulillah selalu di upayakan agar mendukung Selain itu komite sekolah juga sangat mendukung mbak. Lalu dari pihak orang tua itu juga sangat mendukung, setiap diundang ke
cxxvi
Evaluasi pelaksanaan pembelajaran PAI
Hasil yang di capai dalam pelaksanaan pembelaajaran PAI
Faktor pendukung dalam pelaksanaan pembelajaran PAI
14
15
sekolah untuk berdoa bersama itu semua orang tua selalu datang mbak. Mengahambat: -air mbak, sudah ada PAM tapi masih sulit. Padahal sudah dijadwalkan sholat jamaah tapi karena airnya tidak ada ya batal mbak. Solusi: selalu di upayakan mbak, biyar saat jadwal shalat jamaah tidak kehabisan air. -dari siswanya. Saat jadwal shalat jamaah ada saja siswa yang malah jajan. Saat pelajaran agama Islam ada juga yang siswa yang bolos mbak. Saya juga kurang tau mbak namanya juga anakanak dunianya pasti berbeda dengan dunia kita yang sudah tua. solusi: melibatkan orang tua, orang tua di panggil ke sekolah kemudian di beri pengarahan. -beberapa waktu yang lalu guru agamanya hanya satu Solusi: menambah tenaga pengajar, walaupun masih honorer Metode apa yang paling Karena pembelajaran yang didalamnya sesuai untuk ABK? ada ABK itu yang paling penting praktek, tanpa praktek pembelajaran tak akan bisa maksimal. Intinya saya menggunakan metode yang berbedabeda supaya anak berkebutuhan khusus dan anak normal lainnya faham apa yang saya sampaikan. Jika nilai ABK tidak Jika siswa ABK pada saat dilakukan memenuhi standar evaluasi nilainya tidak memenuhi minimal bagaimana standar minimal, maka diadakan pak? remedial. Remedial itu dilaksanakan bersama-sama dengan siswa lain yang juga belum memenuhi standar minimal.
cxxvii
Faktor penghambat dan solusi
Pelaksanaan pembelajaran PAI
Evaluasi Pelaksanaan pembelajaran PAI
VERBATIN WAWANCARA IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI SMP NEGERI 4 MOJOSONGO BOYOLALI Responden Usia Jabatan Pendidikan terakhir Tempat wawancara Hari/tanggal Waktu
: Siti Muharromah : 49 tahun : Guru BK/ GPK : S1 BK : Ruang BK : Sabtu, 12 April 2014 : 10.30-11.00
NO PERANYAAN 1 Sejak kapan ibu diangkat menjadi GPK?
2
3
4
JAWABAN KODE Saya ditunjuk sebagai GPK sejak tahun 2010. Sebenarnya GPK lulusan PLB. Namun karena tidak ada lulusan PLB disekolah ini maka sekolah menunjuk BK sebagai penanggung jawab inklusi. Awalnya hanya guru BK tapi sekarang diprogramkan guru yang mengajar di jam tambahan akan memperoleh SK menjadi GPK juga mbk. Siswa berkebutuhan Siswa berkebutuhan khusus yang ada di Keadaan siswa khusus seperti apa sini yaitu siswa yang mengalami kesulitan yang di ada di sekolah belajar namun ada beberapa yang lamban inklusi ini? belajar akan tetapi kami mengategorikan sebagai anak yang mengalami kesulitan belajar. Bagaimana penyiapan Kurikulum sama dengan sekolah umum, Penyusunan kurikulumnya? hanya dimodifikasi waktunya mbak. RPP Dengan jam tambahan 20 menit bagi siswa yang mengalami inklusi. Soalnya disini berkebutuhan khususnya baru kesulitan belajar. Kedepannya nanti kalau untuk siswa yang betul-betul mengalami ketunaan seperti tuna netra, tuna rungu wicara, dll nanti ada kurikulum tersendiri. Berapa jumlah siswa Jumlah siswa inklusi tahun 2013/2014 inklusinya bu? berapa yang ada di SMP Negeri 4 Mojosongo
cxxviii
IQ nya?
5
6
7
8
Boyolali berjumlah 20 anak, terdiri dari 4 siswa perempuan dan 16 siswa laki-laki. Dalam pelaksanaan pembelajarannya siswa inklusi dijadikan satu dengan siswa-siswa normal lainnya. IQ nanti bisa saya perlihatkan datanya mbk. Lalu Bu, bagaimana Perencanaan pembelajaran inklusi meliputi dengan penyusunan penyusunan RPP yang dimodifikasi bahan RPP untuk ABK di ajarnya, modifikasi tersebut disesuaikan sekolah ini bu? dengan kemampuan ABK. RPP disusun untuk diaplikasikan di kelas. Jadi ABK satu dan lainnya penangannnya berbeda tergantung masalah yang dialami anak Bagaimana cara “Evaluasi yang dilakukan pada kelas mengevaluasi reguler sama dengan anak yang lain. Jika pembelajaran untuk siswa ABK pada saat dilakukan evaluasi ABK? nilainya tidak memenuhi standar minimal, maka diadakan remedial. Remedial itu dilaksanakan bersama-sama dengan siswa lain yang juga belum memenuhi standar minimal. Ini menunjukkan kembali jika siswa ABK di kelas reguler mendapat perlakuan yang sama dengan siswa lain”. Apa saja faktor Faktor pendukung: semua guru disini pendukung dan sangat mendukung mbak penghambat Faktor penghambat: sarana masih pendidikan inklusi di kurang,meskipun sudah ada, Seharusnya sekolah ini? setiap kelas inklusi dibuat model pegangan disetiap pintu masuknya. Namun karena sejauh ini belum ada siswa tunanetra maka sampai sekarang belum di buat seperti itu. Siswa: kesadaran menerima jam tambahan masih kurang, harus dipaksa dan harus di beri penekanan. Seharusnya anak sudadah memiliki kesadaran sendiri. Bagaimana pihak Kami seleksi menggunakan hasil UN sekolah tau kalau anak kemudian diperingkat, ditanyakandari SD tersebut termasuk nya termasuk penyelenggara inklusi tidak. anak yang Setelahitu dari tes IQ dan penerimaan berkebuthan khusus? guru-guru mapel yang mengajar.
cxxix
Penyusunan Silabus dan RPP
Evaluasi pelaksanaan pembelajaran PAI
Faktor pendukung dalam pelaksanaan pembelajaran PAI
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran PAI
9
Untuk evaluasinya bagaimana bu? Apakah siswa ABK juga ikut UAS seperti siswa normal lainnya?
Kemudian dimusyawarahkan dengan kepala sekolah dan wakil, guru, dan orang tua... langkah-langkah yang perlu ditempuh yaitu identifikasi, assesment atau pengukuran selanjutnya guru baru mulai mendesain program pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak. Jadi, melalui beberapa langkah tadi guru tidak sembarangan dalam memberikan pembelajaran bagi ABK. ABK juga mengikuti tes akhir semester maupun UAN sama seperti anak lainnya. Soal yang diberikan kepada ABK di SMP ini sama dengan anak yang lain. Sebenarnya soal yang diberikan pada ABK tidak harus sama dengan anak yang lain. Pada ujian akhir semester soal dapat dibuat oleh guru pembimbing sendiri, namun setelah diadakan pertemuan dengan wali murid, para wali murid sepakat jika anaknya mendapatkan soal yang sama dengan anak yang lain. Di SMP ini para ABK mengikuti UAN SMP sehingga mereka bisa melanjutkan ke SMA.
cxxx
Evaluasi pelaksanaan pembelajaran PAI
VERBATIN WAWANCARA IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI SMP NEGERI 4 MOJOSONGO BOYOLALI Nama lengkap Jenis kelamin TTL Alamat Agama Asal Sekolah Nama ayah dan ibu Tempat wawancara Hari/tanggal Waktu
: RA (Rani Ayu Kusuma Dewi) : Perempuan : Boyolali, 7 Maret 1997 : Gatak, Nepen, Teras, Boyolali : Islam : SDN Nepen : Amat Juari dan Yamti : Ruang Kelas 8A : Kamis, 7 Mei 2014 : 11.40-12.00
NO PERANYAAN 1 Apa yang mendorong anda masuk ke sekolah ini? 2
3
4
5
6
JAWABAN Saya awalnya mendaftar di SMP N 3 Boyolali tapi tidak diterima makanya saya mendaftar disini Bagaimana perlakuan guru Baik mbak, teman-teman juga tidak dan teman-teman di pernah mengejek saya. Gurunya juga sekolah? baik-baik Saat di jelaskan dan belum Ya belajar terus mbak. Belajar dari jam paham apa yang anda 7- jam 8 kalau belum paham saya Tanya lakukan? sama bapak nak nggak ya sama ibuk. Biasanya nak soal agama mereka paham mbak. Pembelajaran PAInya Menyenagkan mbak, pak widodo sering menyenagkan tidak? guyon-guyon gitu jadi pembelajarannya tidak membosankan. Kadang kita diajak belajar di luar kelas, diajak ke mushoa juga. Ujiannya sama dengan Sama mbak, pas ulangan saya juga teman-teman yang lain tidak ulangan, pas UTS saya juga UTS dek? Mengalami kesulitan bareng temen-temen. Menurut saya PAI tidak? nggak sulit-sulit bnget ok mbak ya sejauh ini biasa-biasa aja. Nggak sulitsulit banget kayak matematika gitu. Menurut anda materi apa Menurut saya yang paling sulit itu yang paling sulit dalam menghafal mbak. Kalau dapat tugas pembelajaran PAI? menghafal gitu saya paling males.
cxxxi
KODE
Faktor pendukung
Setting Lingkungan Pembelajaran
Evaluasi pelaksanaan pembelajaran PAI
VERBATIN WAWANCARA IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI SMP NEGERI 4 MOJOSONGO BOYOLALI Nama lengkap Jenis kelamin TTL Alamat Agama Asal Sekolah Nama ayah dan ibu Tempat wawancara Hari/tanggal Waktu NO
1
2 3
: AP (Armedian Prasetyo) : Laki-laki : Boyolali, 20 Desember 1996 : Wonosari, Kemiri, Mojosongo, Boyolali : Islam : SDN 1 Kemiri : Waluyo dan Winarsih : Ruang Kelas 8D : Kamis, 7 Mei 2014 : 09.00-09.15
PERANYAAN Apa yang mendorong anda masuk ke sekolah ini? Bagaimana perlakuan guru dan teman-teman di sekolah? Saat di jelaskan dan belum paham apa yang anda lakukan?
4
Pembelajaran PAInya menyenagkan tidak?
5
Ujiannya sama dengan teman-teman yang lain tidak dek? Mengalami kesulitan tidak?
6
Menurut anda materi apa yang paling sulit dalam pembelajaran PAI?
JAWABAN Soalnya deket mbak dengan rumah saya. Daripada jauh-jauh ya saya sekolah di sini saja Biasa saja mbak. Wong saya juga punya temen-temen maen. Lebih di dalami aja. Kalau pas pelajaran kadang-kadang sih saya Tanya mbak sama pak widodo. Ya, walaupun lebih sering Tanya sama temen. Emm nag dibanding pelajaran lain sih termasuk enak. Kadang kita diajak ke mushola buat praktek. Jadinya nggak membosankan. Nak di kelas teruskan membosankan trus ngantuk san mbak. Sama to mbak wong ulangannya satu kelas bareng-babreng soalnya juga sama. Tapi nak UTS sama UAS nggak tau mbak sama tidak soale nggak lihat punya temen juga. Kesu;itanne dulu mbak pas kelas 7 pelajarane susah banet pahame. Tapi pas kelas 8 udah agak mendingan Itu mbak tajwid. Saya nggak pahampaham. Pas dijelaskan sih agak paham tapi nag di ulangi lagi lupa lagi.
cxxxii
KODE
Faktor pendukung
Setting Lingkungan Pembelajaran
Evaluasi pelaksanaan pembelajaran PAI
VERBATIN WAWANCARA IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI SMP NEGERI 4 MOJOSONGO BOYOLALI Nama lengkap Jenis kelamin TTL Alamat Agama Asal sekolah Nama ayah dan ibu Tempat wawancara Hari/tanggal Waktu
: AM (Aziz Mustofa) : laki-laki : Klaten, 7 Juni 1999 : Kripik Cilik, Malangan, Tulung, Klaten : Islam : SDN 2 Malangan : Muri dan Umi Jariyat : Ruang kelas 8 F : Rabu, 6 Mei 2014 : 09.00-09.15
NO PERANYAAN 1 Apa yang mendorong anda masuk ke sekolah ini?
2
3
4
5
JAWABAN Kepepet mbak, la wong daftar dimanamana nggak terima. Yasudah saya daftar di sini saja. Eh bener Pas daftar disini langsung ditrima Saat di jelaskan dan belum Nak pelajaran PAI sih saya tanya sama paham apa yang anda orangtua mbak. La habis nak tanya lakukan? dikelas ki pada di sorakin sama tementemen. Daripada malu ya saya tanya sama ortu. Pembelajaran PAInya Walah enak banget ok mbak. Pas menyenagkan tidak? pelajaran di selingi becanda-becanda gitu. Saya dan teman-teman kadang juga di ajak ke mushola. Pernah juga mbak di ajak ke lapangan sekolah. Nak semua pelajaran kayak gitukan aku jadi seneng mbak. Ujiannya sama dengan Ujiane sama kita nggak di beda-bedain teman-teman yang lain tidak mbak. Ya mungkin yang bikin beda kita dek? Mengalami kesulitan sama temen-temen ki di kasih jam tidak? tambahan buat materi-materi UN. Sejauh ini nggak mbak, saya di rumah ikut ngaji soale. Jadi nggak terlalu sulit pelajaran PAI Materi apa yang paling sulit Itu mbak nak hafalan-hafalan gitu susah dalam pembelajaran PAI? banget hafalnya.
cxxxiii
KODE
Faktor pendukung
Setting Lingkungan Pembelajaran
Evaluasi PAI
Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo Boyolali
Denah Lokasi SMP N 4 Mojosongo Boyolali
cxxxiv
Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Wawancara dengan Guru Pendidikan Agama Islam
cxxxv
Ruang BK Sekaligus Ruang Guru Pembimbing Khusus
Penulis Bersama Guru Pembimbing Khusus
cxxxvi
Ruang Guru di SMP N 4 Mojosongo Boyolali
Ruang Tata Usaha SMP N 4 Mojosongo Boyolali
cxxxvii
Suasana Saat Pembelajaran
Wawancara Penulis dengan RA
cxxxviii
Wawancara Penulis dengan AP dan AM
Wawancara Penulis dengan N
cxxxix
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri 1.
Nama
: Reni Widiastuti
2.
Tempat/ Tanggal Lahir
: Kab. Semarang, 29 Juli 1992
3.
Jenis Kelamin
: Perempuan
4.
Agama
: Islam
5.
Alamat
: Desa Pager RT 03 RW 01, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Semarang
6.
Tempat Penelitian
: SMP Negeri 4 Mojosongo, Boyolali
B. Pendidikan 1.
RA At-Taqwa Pager, Kaliwungu, Semarang, lulus tahun 1998
2.
SD N 1 Mudal Boyolali, lulus tahun 2004
3.
MTs Negeri Boyolali, lulus tahun 2007
4.
MAN 1 Boyolali, lulus tahun 2010
5.
S1 STAIN Salatiga sampai sekarang Salatiga, 27 Agustus 2014
Penulis
cxl