2014

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 54/PUU-XII/2014

PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN, SERTA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN PRESIDEN DAN DPR (III)

JAKARTA RABU, 17 SEPTEMBER 2014

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 54/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan [Pasal 10 ayat (2), Pasal 11 huruf c, dan Pasal 34 ayat (1)], serta Pengujian Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara [Pasal 13] terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Faisal ACARA Mendengarkan Keterangan Presiden dan DPR (III) Rabu, 17 September 2014, Pukul 11.08 – 11.47 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)

Hamdan Zoelva Arief Hidayat Maria Farida Indrati Wahiduddin Adams Muhammad Alim Anwar Usman Patrialis Akbar Aswanto

Cholidin Nasir

(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti

i

Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Faisal B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Adria Indra Cahyadi 2. Yusril Ihza Mahendra 3. Gugum Ridho Putra 4. Bayu Nugroho 5. Edi Mulyono 6. Rozy Fahmi C. Pemerintah: 1. Mualimin Abdi 2. Rulita 3. Rita

ii

SIDANG DIBUKA PUKUL 11.08 WIB 1.

KETUA: HAMDAN ZOELVA Sidang Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 54/PUUXII/2014 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon diperkenalkan dulu.

2.

yang

hadir,

silakan

KUASA HUKUM PEMOHON: YUSRIL IHZA MAHENDRA Terima kasih, Yang Mulia. Kuasa Hukum Pemohon yang hadir pada kesempatan ini yang saya sendiri Yusril Ihza Mahendra, kemudian hadir Indra Cahyadi, Edi Mulyono, kemudian Rozy Fahmi, Bayu Nugroho, dan Gugum Ridho Putra. Sedangkan Pemohon Prinsipal Ir. Faizal juga hadir pada kesempatan ini dan duduk di paling ujung deretan kami ini. Terima kasih, Yang Mulia.

3.

KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik. Terima kasih. Dari Pemerintah yang mewakili presiden? Silakan.

4.

PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua. Pemerintah hadir, saya Mualimin Abdi dari Kementerian Hukum dan HAM, di kiri ada Pak Nasruddin dari Kementerian Hukum dan HAM, kemudian Bu Rulita dan Ibu Rita, kemudian di belakang juga ada dari Kementerian Hukum dan HAM. Sebelah kanan rekan dari Badan Pemeriksa Keuangan. Terima kasih, Yang Mulia.

5.

KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik, terima kasih. Dari DPR tidak bisa hadir, menyampaikan surat berhalangan hadir. Agenda sidang hari ini adalah mendengarkan keterangan dari Pemerintah dari DPR. Karena DPR tidk hadir, kita hanya akan mendengarkan keterangan dari presiden. Apa sudah siap? Ya, silakan.

1

6.

PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua. Yang saya hormati Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Yang saya hormati Pemohon, Prof. Yusril Ihza Mahendra. Yang saya hormati rekan-rekan dari Kementerian Hukum dan HAM dan dari Badan Pemeriksa Keuangan. Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Terkait dengan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang khususnya adalah terkait dengan ketentuan Pasal 11 huruf c dan Pasal 34 ayat (1), Presiden Republik Indonesia memberikan Kuasa kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia memberikan Kuasa kepada saya sendiri antara lain. Yang kedua, di dalam Kuasa juga di sana ada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang kebetulan tidak hadir pada hari ini. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, sebagaimana permohonan yang diregister di dalam Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Nomor 54/PUU-XII/2014 tanggal 24 Juni 2014 dengan perbaikan tanggal 29 Agustus 2014. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Jika mencermati seluruh uraian permohonan Pemohon, maka pokok permohonan dapat dikelompokkan sebagai berikut. Yang pertama bahwa menurut Pemohon, frasa kata dapat dalam Pasal 13 Undang-Undang Pengelolaan Keuangan Negara merupakan norma yang menyebabkan Undang-Undang Pengelolaan Negara merupakan norma yang menyebabkan ketidakpastian hukum dan perlakuan ketidaksamaan di hadapan hukum karena bermakna optional bagi BPK untuk menentukan kerugian negara atau daerah dan/atau unsur pidana bahwa BPK bisa menerapkan pemeriksaan investigatif atau tidak. Hal ini membuat Pemohon telah disidik dan dituntut oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dengan tuduhan tindak pidana korupsi dengan dasar laporan hasil pemeriksaan rutin BK Republik Indonesia, sehingga hal ini menurut Pemohon bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Yang kedua, menurut Pemohon, akibat penafsiran Pasal 11 huruf c Undang-Undang BPK yang tidak pasti terutama bolehnya BPK Republik Indonesia menghadirkan ahli internal dalam persidangan kerugian negara atau daerah telah secara nyata menimbulkan ketidakpastian hukum, di mana seseorang bisa dengan mudah didakwa lewat alat bukti 2

produk BPK RI dan dikuatkan oleh ahli yang juga pembuat langsung dari produk tersebut, sehingga hal tersebut dianggap bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Yang ketiga, menurut Pemohon bahwa kata dibantu dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang BPK. Karena kata dibantu dapat dimaknai merupakan legitimasi sah bagi pembantu-pembantu BPK di daerah, termasuk perwakilan untuk mengambil tindakan di luar kewenangan dalam melakukan pemeriksaan investigatif secara mandiri tanpa perintah langsung dari BPK, sehingga hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, terkait dengan kedudukan Pemohon, Pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk menilai dan mempertimbangkannya apakah telah sesuai dengan ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 maupun berdasarkan putusanputusan Mahkamah Konstitusi terdahulu. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, berikut akan disampaikan terkait sebelum Pemerintah menyampaikan penjelasan terhadap materi muatan yang dimohon untuk diuji oleh Pemohon, maka Pemerintah dapat menyampaikan hal-hal sebagai berikut. Untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, maka perlu dilakukan pemeriksaan oleh satu badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri sebagaimana telah ditetapkan di dalam Pasal 23E UndangUndang Dasar 1945. Tujuan pemeriksaan oleh satu badan pemeriksa keuangan ini adalah untuk mengindentifikasi hal-hal yang perlu menjadi perhatian lembaga perwakilan. Adapun untuk Pemerintah pemeriksaan kinerja dimaksudkan agar kegiatan yang dibiayai oleh keuangan negara atau daerah diselenggarakan secara ekonomis, efisien, serta memenuhi sasarannya secara efektif. Agar BPK dapat mewujudkan fungsinya secara efektif dalam melaksanakan pemeriksaan Undang-Undang BPK mengatur beberapa hal pokok yang berkaitan dengan pemeriksaan, pengelolaan, dan tanggung jawab keuangan negara. Antara lain lingkup pemeriksaan, standar pemeriksaan, serta kebebasan, dan kemandirian di dalam pelaksanaan pemeriksaan. Lingkup pemeriksaan BPK sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pemeriksaan yang menjadi tugas BPK meliputi pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab mengenai keuangan negara. Pemeriksaan tersebut mencakup seluruh unsur keuangan negara 3

sebagaimana dimaksud Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yaitu pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara. Sehubungan dengan itu kepada BPK diberi kewenangan untuk melakukan tiga jenis pemeriksaan. Yang pertama pemeriksaan keuangan yaitu pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemeriksaan keuangan ini dilakukan oleh BPK dalam rangka memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah. Yang kedua pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Yang ketiga pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja temasuk dalam pemeriksaan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif. Pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK tersebut dilakukan melalui proses identifikasi masalah, analisis, evaluasi yang dilakukan secara independent, objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana diatur di dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004. Proses dan tujuan pemeriksaan BPK dilakukan untuk semua jenis pemeriksaan dalam rangka memberikan penilaian tentang bagaimana cara pemerintah mengelola keuangan negara. Dalam semua jenis pemeriksaan BPK akan menilai kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan kehandalan sistem pengendalian intern yang dapat mengakibatkan kerugian negara. Berdasarkan standar tersebut apabila menemukan penyimpangan dari ketentuan perundang-undangan atau kecurangan yang berakibat kerugian negara, maka pemeriksa harus mengungkap hal tersebut dalam laporan hasil pemeriksaan. Hasil dari pemeriksaan yang diterbitkan oleh BPK tersebut di atas tidak dapat dipandang lebih rendah kualitasnya atau lebih sumir dari pada hasil pemeriksaan investigatif. Secara kelembagaan semua hasil pemeriksaan BPK adalah keputusan lembaga negara BPK sebagaimana dimuat di dalam ketentuan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang BPK yang menyatakan bahwa hasil pemeriksaan adalah hasi akhir dari proses penilaian kebenaran, kepatuhan, kecermatan, kredibilitas, dan keandalaan data atau informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan secara independen, objektif, dan professional, berdasarkan standar pemeriksaan yang dituangkan dalam laporan hasil pemeriksaan sebagai keputusan BPK. 4

Kemudian, Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Yang pertama, yang terkait dengan materi muatan yang dimohonkan untuk diuji, pemerintah dapat memberikan penjelasan sebagai berikut. Yang pertama, terhadap frasa kata dapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 13 Undang-Undang Pengelolaan Keuangan Negara, sebagaimana telah disampaikan oleh Pemerintah yang terkait di dalam atau tertera di dalam pokok permohonan Pemohon, maka Pemerintah dapat memberikan keterangan sebagai berikut. Yang pertama. Bahwa yang dimaksud dengan kata dapat dalam undang-undang quo dengan pemeriksaan investigatif adalah menggambarkan dua hubungan sebagai berikut. Yaitu yang pertama kewenangan yang boleh digunakan oleh BPK atau kemungkinan BPK dapat mengungkap indikasi perbuatan pidana yang dapat menimbulkan kerugian negara. Dalam menggunakan kewenangan tersebut, BPK berpedoman kepada tata kerja yang berlaku di lingkungan BPK serta standar pemeriksaan. Selanjutnya, penulisan norma kata dapat dalam ketentuan a quo menurut Pemerintah, hal ini terkait dengan mekanisme atau proses pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, sebagaimana diatur dicantumkan di dalam lampiran 2 angka 267, yang menyebutkan bahwa untuk menyatakan sifat diskresioner dari satu kewenangan, maka diberikan kepada seseorang atau lembaga dengan menggunakan kata dapat. Yang ketiga bahwa frasa kata dapat, tidak dapat dibaca sebagai wajib karena dapat … dapat mendistorsi kewenangan-kewenangan konstitusional BPK dalam mengungkap kerugian negara, serta mendistrosi harapan masyarakat yang menghendaki BPK dapat mengoptimalkan temuan yang mengungkapkan kerugian negara melalui jenis pemeriksaan yang manapun, serta tidak sejalan dengan standar yang berlaku umum bagi akuntan publik. Yang keempat, dalam pemeriksanaan keuangan negara. BPK menemukan adanya unsur pidana, maka BPK melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang untuk memproses penegakan hukumnya, di sisi lain aparat penegak hukum tetap berwenang untuk melakukan penyelidikan maupun penyidikan atas indikasi tindak pidana yang mengakibatkan kerugian negara dari sumber informasi lainnya baik laporan atau informasi dari masyarakat, aparat pengawas, internal pemerintah atau yang sekarang disebut sebagai APIP. Dalam proses penyidikan aparat penegak hukum yang berwenang, maka aparat penegak hukum mengumpulkan informasi terkait dengan perkara yang diperiksa termasuk informasi yang diperoleh dari LHP BPK. Selanjutnya Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Menurut hemat Pemerintah bahwa pemeriksaan atau 5

kerugian negara hanya bisa diungkap melalui pemeriksaan investigatif. Pemeriksaan investigatif baru dapat dilakukan apabila ada alasan yang cukup kuat dan akurat, sehingga pemeriksaan investigatif dapat dilaksanakan secara objektif dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebelum sebuah temuan pemeriksaan, akan dilanjutkan untuk diperdalam dengan pemeriksaan investigatif, pemeriksa harus melakukan analisis informasi awal untuk menilai kecukupan alasan dilaksanakannya pemeriksaan investigatif. Sehingga menurut hemat Pemerintah kata dapat sama sekali tidak menentukan faktor ada atau tidaknya, atau halhal yang terkait dengan ketidakpastian hukum yang menyebabkan seseorang tidak bersalah, dan dijatuhi tindak pidana korupsi atau sebaliknya orang yang melakukan tindak pidana korupsi tidak dapat dijatuhi pidana. Seseorang hanya dapat dijatuhi hukum pidana apabila di dalam proses peradilan yang bersangkutan dan terbukti telah melakukan satu tindak pidana. Selanjutnya Yang Mulia, terkait dengan permohonan pengujian ketentuan Pasal 11 huruf c Undang-Undang BPK, yaitu yang terkait dengan bolehnya BPK Republik Indonesia menghadirkan ahli internal dalam persidangan kerugian negara atau daerah yang telah secara nyata menimbulkan ketidakpastian hukum, dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut. Bahwa ketentuan Pasal 11 huruf c Undang-Undang BPK yang memberikan kewenangan kepada BPK untuk dapat memberikan keterangan ahli dalam proses peradilan mengenai kerugian negara atau daerah harus dipandang sebagai kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan kepada satu lembaga dan bukan perorangan. Oleh karena itu, dalam melakukan pelaksanaanya atau dalam pelaksanaan teknisnya, BPK sebagai suatu lembaga perlu menyusun suatu aturan yang bersifat teknis untuk menentukan siapa saja yang dapat mewakili BPK sebagai suatu lembaga dalam pemberian keterangan ahli. Untuk itulah BPK mendapatkan menerbitkan peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian Keterangan Ahli. Yang kedua, dalam ketentuan Pasal 2 ayat (2) Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2010 menyatakan bahwa BPK menugaskan anggota BPK, pelaksana BPK, pemeriksa atau tenaga ahli dari luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK untuk memberikan keterangan ahli. Ketentuan ini secara limitatif memberikan kepastian hukum siapa saja yang dapat ditugaskan untuk memberikan keterangan ahli dengan kriteria sebagaimana dinyatakan di dalam Pasal 11 Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa penunjukkan dan penugasan ahli dilakukan dengan mempertimbangkan kompetensi ahli yang memiliki pemahaman mengenai: 1. Pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara atau 6

2.

Laporan hasil pemeriksaan BPK terkait kerugian negara atau daerah yang akan dinyatakan keterangan ahlinya. Selanjutnya, Yang Mulia. Bahwa pernyataan atau ketentuan kata dapat dalam ketentuan Pasal 11 huruf ... ketentuan Pasal 11 UndangUndang BPK seharusnya dapat dipandang dengan objektif yang dengan diartikan bahwa keterangan ahli adalah sebagai salah satu dari alat bukti sebagaimana dimaksud di dalam ketentuan Pasal 184 KUHAP. BPK tidak dapat serta merta mengajukan ahlinya apabila tidak diminta menjadi ahli oleh aparat penegak hukum, dengan demikian pernyataan atau kata dapat dimaksudkan apabila lembaga pengadilan atau aparat penegak hukum meminta keterangan ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan. Selanjutnya, Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Bahwa keterangan yang diberikan ahli didasarkan pada kompetensi dan pemahaman pengetahuan tentang substansi yang dimuat dalam laporan hasil pemeriksaan atau LHP BPK sehingga ahli yang ditugaskan oleh BPK haruslah pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan dan menyusun LHP yang terkait. Dalam hal tertentu disebutkan dalam ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf g dan Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang BPK bahwa BPK dapat menugaskan pemeriksa dari luar BPK untuk melaksanakan pemeriksaan keuangan negara untuk dan atas nama BPK. Dalam hal ahli BPK yang dimintakan keterangannya didasarkan pada pemeriksaan dan penyusunan LHP atau Laporan Hasil Pemeriksaan yang dilaksanakan oleh pemeriksa dari luas BPK untuk dan atas nama BPK, maka BPK akan menugaskan pemeriksa dari luar BPK tersebut untuk memberikan keterangan ahli. Hal ini dalam rangka memberikan kepastian tentang kompetensi ahli, yakni keterangan yang didasarkan pada kompetensi dan pemahaman atau pengetahuan tentang substansi yang dimuat dalam LHP BPK. Selanjutya, Yang Mulia. LHP BPK bukanlah merupakan penyebab seseorang didakwa oleh aparat penegak hukum telah melakukan perbuatan pidana, dalam proses peradilan di mana Pemohon yang dalam hal ini menjadi terdakwa proses hukum didasarkan pada bukti-bukti yang ditemukan di dalam penyelidikan dan penyidikan oleh kejaksaan dan bukan berawal dari LHP BPK. LHP BPK digunakan oleh kejaksaan dan pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi yang didakwa kepada Pemohon dan bukan untuk memastikan bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi, melainkan untuk memastikan berapa nilai kerugian negara yang terjadi karena hal demikian sesuai dengan ketentuan Pasal 11 huruf c Undang-Undang BPK, kemudian BPK adalah ahli tentang atau yang memiliki tugas tentang untuk menilai kerugian negara dalam proses peradilan. Selanjutnya, Yang Mulia. Terkait dengan frasa dibantu sebagaimana tercantum di dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang BPK dimaknai bahwa pembantu-pembantu BPK di daerah, termasuk perwakilan untuk mengambil tindakan yang di luar kewenangannya 7

untuk melakukan pemeriksaan investigatif, maka pemerintah dapat memberikan penjelasan sebagai berikut. Satu. Bahwa ketentuan Pasal 23G ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi. Ketentuan tersebut menegaskan bahwa perwakilan BPK diadakan di setiap provinsi untuk memperlancar pelaksanaan tugas dan kewenangan BPK. Dari ketentuan tersebut tidak dapat disimpulkan bahwa perwakilan BPK bukanlah merupakan BPK. Hubungan struktural dan fungsional antara BPK dengan perwakilan sebagaimana diamanatkan oelh Pasal 23G ayat 2 Undang-Undang Dasar Tahun 1945, daitur lebih lanjut dalam Undang-Undang 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, yaitu dalam bab 7 tentang Pelaksana Badan Pemeriksa Keuangan. Ketentuan Pasal 34 UndangUndang BPK menjabarkan bahwa pelaksana BPK tersebut terdiri atas sekretariat jenderal, unit pelaksana tugas pemeriksaan, unit pelaksanaan tugas penunjang, perwakilan, pemeriksa, dan pejabat lain yang ditetapkan oleh BPK sesuai dengan kebutuhan. Yang kedua, Yang Mulia bahwa hasil pemeriksaan BPK bukanlah merupakan hasil pekerjaan individual pemeriksa atau salah satu satuan kerja di BPK seperti perwakilan BPK, tetapi merupakan produk lembaga negara BPK karena pemeriksa dan perwakilan BPK melakukan pemeriksaan berdasarkan penugasan dari BPK untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK. Yang ketiga, pelaksanaan dan kewenangan oleh para pelaksana BPK tersebut merupakan wujud adanya distribusi kewenangan BPK kepada unsur-unsur pelaksana BPK termasuk salah satunya adalah BPK perwakilan. Salah satu bentuk implementasi frasa dibantu dalam hubungan organisasi BPK dapat berbentuk melalui pemberian penugasan yaitu dengan adanya penerbitan surat tugas yang juga telah diberikan mandat kepada pejabat-pejabat pelaksana BPK termasuk oleh kepala BPK perwakilan yang dapat memberikan penugasan untuk melaksanakan perwakilan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Sebagai salah satu unsur penyelenggara negara, pemberian mandat dari BPK kepada para pelaksana BPK, tentunya juga mendasarkan pada asas-asas umum pemerintahan yang baik berdasarkan peraturan perundang-undangan. Kemudian selanjutnya Yang Mulia, selain pemberian mandat dalam keputusan BPK Nomor 39/K/1-8.3/7/2007 yang mengatur tentang organisasi dan tata kerja pelaksana, diatur pula mengenai hubungan atau adanya informasi dalam bentuk laporan dari pelaksana BPK termasuk Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan sebagai penerima mandat kepada pemberi mandate, yaitu BPK.

8

Adanya kewajiban pelaporan tersebut merupakan bukti bahwa BPK perwakilan menerima mandat dan melaksanakan tugas atau kewenangan dari BPK, namun tetap wajib melaporkan mengenai hasil pekerjaan yang diterimanya kepada BPK. Yang selanjutnya, Yang Mulia, ketentuan Pasal 6 ayat (1) UndangUndang BPK menyatakan, “BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, Bank Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.” Dalam melaksanakan tugasnya dan kewenangannya tersebut, khususnya terhadap pemeriksaan uang daerah, BPK dibantu oleh perwakilan BPK yang ada di daerah, yang merupakan satu kesatuan dengan Badan Pemeriksa Keuangan yang ada di pusat. Sehingga kata perwakilan dapat juga mengandung arti untuk dan atas nama, sehingga dalam hal ini tindakan yang dilakukan BPK secara mutatis mutandis merupakan tindakan BPK secara institu … institusional. Demikian, Yang Mulia, seluruh rangkaian keterangan Pemerintah sebagai yang sudah dibacakan tadi, sampailah kepada petitum. Berdasarkan penjelasan dan argumentasi di atas, maka Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang memeriksa, mengadili, dan memutus pengujian Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan dan Undang-Undang 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tangggung Jawab Keuangan terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 untuk memberikan putusan yang bijaksana dan seadil-adilnya. Demikian Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, atas perhatian Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi diucapkan terima kasih. Jakarta, 17 September 2014, Kuasa Hukum Presiden Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Amir Syamsudin, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Azwar Abubakar. Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. 7.

KETUA: HAMDAN ZOELVA Terima kasih, Pak Dr. Mualimin yang mewakili Pemerintah. Selanjutnya, Pemohon ada yang mau diklarifikasi kepada Pemerintah?

8.

KUASA HUKUM PEMOHON: YUSRIL IHZA MAHENDRA Ya, ingin ditanyakan beberapa hal.

9

9.

KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, silakan.

10.

KUASA HUKUM PEMOHON: YUSRIL IHZA MAHENDRA Terima kasih, Yang Mulia. Pertama tadi, Saudara Dr. Mualimin Abdi yang mewakili presiden memperkenalkan kehadiran wakil BPK di sini. Kami ingin bertanya, apa maksud kehadiran wakil BPK di sini? Sepanjang saya pahami Undang-Undang Dasar Tahun 1945, BPK itu merupakan lembaga negara yang terpisah dari presiden. Tadi ketika membacakan keterangan pemerintah, mengatakan Kuasa Hukum Presiden adalah Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Apakah kehadiran BPK di situ BPK sudah menjadi subordinasi presiden atau bagaimana ceritanya itu tolong dijelaskan? Apakah tidak sebaiknya Saudara dari BPK itu hadir di sini sebagai Pihak Terkait? Atau Saudara dari BPK itu hadir di situ ikut memberi masukan terhadap apa yang tadi dibacakan oleh Saudara Mualimin Abdi? Kalau itu yang terjadi, kami keberatan atas keterangan Pemerintah tadi, kok ada masukan dari BPK? Tolong secara jujur dijelaskan, Saudara memberikan masukan apa tidak pada keterangan presiden itu? Kedua, kalau kita membaca Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, itu kan dibedakan 3 jenis pemeriksaan. Pemeriksaan keuangan, tujuannya itu adalah untuk memberikan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah. Kedua, pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan dengan tujuan apakah dana-dana yang dibiayai dengan kegiatan APBN/APBD itu diselenggarakan ekonomis dan efisien memenuhi syarat sasaran efektif atau tidak. Ini kan biasanya dilakukan dalam pemeriksaan yang bersifat rutin. Yang ketiga, baru pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Tujuannya adalah untuk dilakukan secara khusus di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Memang tidak jelas maksudnya apa pemeriksaan khusus itu, tapi dikatakan termasuk dalam pemeriksaan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif. Sepanjang yang kita pahami, kalau investigatif itu tentu kaitannya dengan sudah satu penyidikan, satu penyelidikan, jadi sudah ada unsur pidananya di situ. Nah, persoalannya sekarang ini alangkah banyaknya orang-orang didakwa ke pengadilan, itu bukan dengan pemeriksaan investigatif, tapi hanya pemeriksaan nomor 1, nomor 2 tadi, pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Tapi di situ sudah ditulis di sini ada kerugian 10

negara sekian. Dan itu laporan dalam bentuk ringkasan. Dan itu dijadikan alat bukti di persidangan. Pasal 184 KUHAP itu mengatakan alat bukti surat itu adalah alat bukti yang sah. Padahal BPK itu memeriksa, ya sambil-sambil lalu, bukan pemeriksaan investigatif. Disebutkan kerugian negara satu … katakanlah Rp100.000.000,00 ini sudah alat bukti surat. 184 KUHAP itu alat bukti surat itu alat bukti yang sah. Ini alat bukti pemeriksaan mengatakan ada kerugian Rp100.000.000,00. Itu harus diminta ahli hadir. Ahli itu orang yang memeriksa ini. Kalau kita baca, pelajari KUHAP menurut pendapat kami, ahli itu adalah orang yang betul-betul expert, independent menilai suatu … sesuatu ini … suatu fakta, tapi kalau dihadirkan sebagai ahli, orang yang memeriksa itu sendiri ahli dari mana dia ini? Dia cuma pegawai BPK yang akan mati-matian mempertahankan hasil pemeriksaannya. Bagaimana orang ini bisa dianggap sebagai ahli? Dan keterangan ahli menurut Pasal 184 KUHAP itu alat bukti yang sah. Orang didakwa di daerah-daerah itu hanya dengan 2 lembar ringkasan apa namanya … ringkasan hasil pemeriksaan, 1 orang yang memeriksa itu menghadirkan ahli, dipenjarakan orang banyak sekali di pengadilan. Pertanyaan kami, Yang Mulia, apakah Saudara berpendapat bahwa apa namanya … kata dapat tadi memang seharusnya seperti itu? Ataukah kemudian, pemeriksaan-pemeriksaan yang sambil lalu itu bisakah itu dijadikan suatu dasar untuk mendakwa orang? Hakim hanya mengatakan, ya ini adalah bukti surat, tapi kenyataannya tidak merupakan satu hasil penelitian yang mendalam. Itu pertanyaan-pertanyaan kami yang kiranya mohon diklarifikasi oleh pemerintah. Terima kasih. 11.

KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik. Terima kasih. Ini sebelumnya perlu saya sampaikan tadi memang melalui Kepaniteraan, BPK ini hadir dari instansinya, bukan karena inisiatif Pemerintah. Tapi memang Kepaniteraan mendudukkan dulu di situ sebelum jelas statusnya. Tapi masalahnya Pak Mualimin memperkenalkan. Itu saja. Tapi begini, untuk BPK ini, bisa mengajukan sebagai Pihak Terkait karena ini terkait dengan BPK atau nanti jika dibutuhkan, Mahkamah akan meminta keterangan dari BPK dalam proses persidangan selanjutnya. Untuk selainnya, silakan Pak Mualimin menjawab tadi berapa pertanyaan klarifikasi dari Pemohon.

12.

PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Terima kasih, Yang Mulia. Kalau yang pertama sudah klir ya, Prof. yang kehadiran BPK. Jadi, klirnya saya memperkenalkan. Jadi, saya apa ... tadi sudah diklarifikasi oleh Pak Ketua Yang Mulia. 11

Kemudian terkait dengan kalau nanti keterangan secara lengkap, Yang Mulia, Pemerintah akan menjelaskannya secara tertulis lebih lengkap nanti apa ... karena ini banyak sekali yang ditanyakan oleh Prof. Yusril. Kemudian yang lain yang terkait dengan keterangan presiden, memang keterangan presiden ini memang diolah dari berbagai masukan yang kami dapat. Kalau kita cermati memang keterangan presiden ini memang sangat-sangat teknis yang terkait dengan kerja dari BPK yang nanti BPK kalau diizinkan menjadi pihak terkait juga mungkin akan ada hal-hal yang dikutip dari keterangan pemerintah. Oleh karena itu bahwa kami sebagai Kuasa Hukum Presiden memang berbagai sumber kami olah untuk dijadikan keterangan yang dibacakan hari ini. Kami mempersilakan Yang Mulia untuk menilai apakah ini apa ... ada kaitan kompetensinya dan nilainya saya persilakan kepada Yang Mulia untuk mempertimbangkannya. Tapi terkait dengan hal-hal yang sifatnya tadi pertanyaan yang lebih teknis, nanti kami akan sampaikan secara tertulis. Demikian, Yang Mulia. Terima kasih, Prof. 13.

KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik, intinya jawaban secara komprehensif akan disampaikan secara tertulis oleh pemerintah. Kemudian sekali lagi, kepada BPK jadi ada dua alternatif, bisa mengajukan surat kepada Mahkamah sebagai Pihak Terkait, ya. Kemudian yang kedua, nanti dalam persidangan Mahkamah akan melihat apakah memang nanti memerlukan keterangan dari BPK, sehingga Mahkamah akan meminta keterangan dari BPK. Tapi kalau ada permintaan lebih dulu sebagai Pihak Terkait, kami akan langsung beri kesempatan keterangan Pihak Terkait, ya. Baik, Pemohon apakah akan mengajukan saksi atau ahli?

14.

KUASA HUKUM PEMOHON: YUSRIL IHZA MAHENDRA Akan mengajukan ahli.

15.

KETUA: HAMDAN ZOELVA Ahli. Berapa orang?

16.

KUASA HUKUM PEMOHON: YUSRIL IHZA MAHENDRA Saksi sedang dipertimbangkan. Ahli tiga orang.

12

17.

KETUA: HAMDAN ZOELVA Ahli tiga orang. Dari Pemerintah?

18.

KUASA HUKUM PEMOHON: YUSRIL IHZA MAHENDRA Minta maaf, ada lima, Yang Mulia.

19.

KETUA: HAMDAN ZOELVA Ada lima?

20.

KUASA HUKUM PEMOHON: YUSRIL IHZA MAHENDRA Ya.

21.

KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, dari Pemerintah?

22.

PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Pemerintah nanti akan dirapatkan dulu.

23.

KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, akan dikoordinasikan dulu. Baik, kalau begitu tiga dulu yang pertama sidang nanti selanjutnya, duanya setelah itu. Sidang selanjutnya akan dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 7 Oktober 2014, pukul 11.00 WIB untuk mendengarkan keterangan DPR, ya sekarang belum hadir, dan keterangan ahli dari Pemohon tiga orang.

13

Demikian sidang hari ini dan sidang dinyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 11.47 WIB Jakarta, 17 September 2014 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004

Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.

14