MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 54/PUU-XII/2014
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN, SERTA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN DPR DAN AHLI/SAKSI PEMOHON (IV)
JAKARTA SELASA, 7 OKTOBER 2014
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 54/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan [Pasal 10 ayat (2), Pasal 11 huruf c, dan Pasal 34 ayat (1)], serta Pengujian Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara [Pasal 13] terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Faisal ACARA Mendengarkan Keterangan DPR dan Ahli/Saksi Pemohon (IV) Selasa, 7 Oktober 2014, Pukul 11.08 – 12.12 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6)
Arief Hidayat Maria Farida Indrati Wahiduddin Adams Muhammad Alim Anwar Usman Patrialis Akbar
Cholidin Nasir
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti ii
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Faisal B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Adria Indra Cahyadi 2. Yusril Ihza Mahendra 3. Gugum Ridho Putra 4. Elfano Eneoni 5. Edi Mulyono 6. Rozy Fahmi 7. Arfa Gunawan C. Ahli dari Pemohon: 1. Margarito Kamis 2. Dian Puji N. Simatupang D. Pemerintah: 1. Mualimin Abdi 2. Liana 3. Jaya E. Pihak Terkait: 1. Ahmad Anang Hernandi
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.08 WIB 1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Sidang dalam Perkara Nomor 54/PUU-XII/2014 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon untuk memperkenalkan.
2.
yang hadir saya persilakan
KUASA HUKUM PEMOHON: ARFA GUNAWAN Baik, terima kasih, Yang Mulia. Pemohon yang hadir kami Kuasa Hukumnya dari (suara tidak terdengar jelas), saya Arfa Gunawan. Sebelah kiri saya Adria Indra Cahyadi. Sebelah kiri saya Rozy Fahmi. Sebelah kanan saya, Edi Mulyono, Gugum Ridho Putra, dan Elfano Eneoni. Serta Prinsipal kami Ir. Faisal, sebelah paling kiri. Terima kasih.
3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. DPR tidak hadir. Dari Presiden, Pemerintah yang hadir?
4.
PEMERINTAH: NASRUDIN Terima kasih, Yang Mulia. Dari Pemerintah yang hadir saya sendiri Nasrudin, sebelah kiri saya Ibu Liana dan Pak Jaya. Terima kasih.
5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Agenda persidangan kita pada hari ini semestinya yang pertama itu mendengarkan keterangan dari DPR. Karena DPR-nya baru, kayaknya belum bisa menghadiri persidangan karena kelengkapannya juga belum lengkap, ya. Jadi kita pada hari ini agenda yang kedua mendengarkan keterangan Ahli dari Pemohon, ya. Ada dua orang Ahli, ya, Pemohon yang dihadirkan?
6.
KUASA HUKUM PEMOHON: ARFA GUNAWAN Betul, Yang Mulia.
1
7.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Yang pertama, Dr. Dian Puji Simatupang, S.H., M.H. dan Dr. Margarito Kamis. Baik, silakan Ahli untuk maju ke depan, untuk diambil sumpahnya. Ini Pak Dian dan Pak Margarito kedua-duanya muslim, ya? Saya persilakan, Yang Mulia Dr. Anwar Usman untuk memandu sumpah ini.
8.
HAKIM ANGGOTA: ANWAR USMAN Mohon ikuti kata-kata saya. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.”
9.
SELURUH AHLI BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH: Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.
10. HAKIM ANGGOTA: ANWAR USMAN Terima kasih. 11. KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Yang Mulia. Silakan kembali ke tempat. Rohaniwan terima kasih. Pemohon, siapa dulu yang akan didengar keterangannya? 12. KUASA HUKUM PEMOHON: ARFA GUNAWAN Dr. Dian dulu, Yang Mulia. 13. KETUA: ARIEF HIDAYAT Dr. Dian. Akan dipandu atau diserahkan Ahli langsung? 14. KUASA HUKUM PEMOHON: ARFA GUNAWAN Diserahkan Ahli saja langsung.
2
15. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, saya persilakan Dr. Dian untuk ke mimbar. Ini sebelum saya mulai, perlu saya sampaikan pada Pemohon dan Presiden yang diwakili. Pada kesempatan hari ini sebetulnya sidang Pleno, ya, yang minimal harus dihadiri oleh tujuh orang Hakim, tapi karena ada sesuatu dan lain hal terutama Ketua hari ini harus menghadiri undangan yang penting di Surabaya dalam rangka ulang tahun TNI, maka tidak bisa hadir. Kita berenam, maka persidangan ini adalah sidang Panel yang diperluas karena tidak mengambil putusan, maka ini sah menurut hukum acara, ya, saya beritahukan, ya. Saya persilakan Pak Dr. Dian untuk memulai. 16. AHLI DARI PEMOHON: DIAN PUJI N. SIMATUPANG Baik, terima kasih, Yang Mulia Ketua. Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Majelis Mahkamah Konstitusi, Bapak/Ibu sekalian. Izinkan saya menyampaikan keterangan Ahli berkaitan dengan mekanisme pemeriksaan investigatif dan kewenangan Badan Pemeriksan Keuangan. Mohon selanjutnya. Yang Mulia bahwa kerugian negara pada hakikatnya harus dapat dilihat secara sistem hukum pada tiga sistem hukum yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, yaitu dalam hukum perdata, hukum administrasi, dan juga hukum pidana. Dalam hukum perdata, kita dapat melihat di dalam peraturan presiden tentang pengadaan barang dan jasa. Dalam hukum administrasi negara diatur di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan hukum pidana dalam beberapa peraturan perundang-undangan berkaitan dengan tindak pidana, khususnya tindak pidana korupsi. Selanjutnya. Yang Mulia, pengertian kerugian negara menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, Pasal 1 angka 22 merupakan kekurangan uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum, baik sengaja maupun lalai. Identifikasi pengertian tersebut jelas, Yang Mulia, kita melihat bahwa pengertian kerugian negara tidak semata-mata hanya berkaitan dengan tindak pidana tetapi juga kelalaian yang bersifat administrasi atau perbuatan melawan hukum baik pidana maupun perdata. Selanjutnya. Inilah unsur kerugian negara, Yang Mulia. Bahwa secara identifikasi teori hukum anggaran negara dan keuangan publik, kerugian menurut Pasal 1 angka 22 tadi di dalam Undang-Undang Perbendaharaan Negara merupakan kerugian yang hanya merupakan kekurangan atas uang, barang, dan surat berharga.
3
Yang kedua, pasti, maksudnya bahwa uang, barang, dan surat berharga yang berkurang telah dipastikan jumlahnya atas hasil pemeriksaan dan bukan rekaan, dugaan, atau asumsi. Yang ketiga, nyata, maksudnya uang, barang, dan surat berharga yang berkurang tersebut nyata telah menjadi hak dan/atau kewajiban negara. Dan yang keempat, berkurangnya disebabkan perbuatan melawan hukum dengan sengaja, atau pidana, atau kelalaian administrasi negara. Dari identifikasi kerugian negara di dalam Undang-Undang Perbendaharaan ini, Yang Mulia, jelas dinyatakan bahwa pada hakikatnya unsur kerugian negara harus identifikasi terlebih dahulu baik kepastiannya, kenyataannya, maupun berkurangnya disebabkan oleh apa. Selanjutnya. Yang Mulia, di dalam hukum administrasi Negara, kelalaian yang mengakibatkan kerugian negara disebabkan adanya tindakan yang lebih mengutamakan kemanfaatan (doelmatig) daripada penyesuaian dengan hukum positif (rechtmatingheid) sehingga ada beberapa norma administrasi yang harus dikesampingkan. Oleh sebab itu, perlu ada pemeriksaan yang lebih khusus dibanginkan dengan pemeriksaan yang bersifat umum, sehingga untuk mengidentifkasi apakah memang tetap ada kemanfaatan (doelmatig) dibandingkan dengan penyesuaian dengan hukum positif. Tidak seluruh kerugian negara itu, Yang Mulia, merupakan perbuatan melawan hukum karena UndangUndang Nomor 1 Tahun 2004 membuka penyelesaian kerugian negara dengan pengenaan sanksi administrasi. Selanjutnya. Inilah, Yang Mulia, di dalam dasar hukum bahwa dibuka, undang-undang membuka norma tentang kemungkinan kerugian negara diselesaikan dengan penyelesaian, tidak hanya penyelesaian pindana. Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara mengatur setiap kerugian negara di daerah disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku yang pada hakikatnya tidak merujuk hanya pada peraturan perundang-undangan di bidang tindak pidana, tetapi seluruh peraturan perundangan-undangan yang terkait dengan penyelesaian kerugian. Di dalam penjelasannya, Yang Mulia, di selanjutnya. Jelas di sini dinyatakan bahwa kerugian negara dapat terjadi karena pelanggaran hukum atau kelalaian pejabat negara atau pegawai negeri, bukan bendahara, dalam rangka melaksanakan kewenangan administrasi atau oleh bendahara dalam rangka melaksanakan kewenangan kebendaharaan. Penjelasan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 mengidentifikasi tidak seluruh kerugian negara ujung-ujungnya berada hanya pada tindak pindana, tetapi dapat dilakukan melalui penyelesaian administrasi sepanjang yang bersangkutan melakukan pelaksanaan kewenangan administrasi atau bendahara dalam rangka melaksanakan kebendaharaan. 4
Oleh sebab itu, ganti rugi sebagaimana dimaksud didasarkan pada ketentuan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara membuka kemungkinan penyelesaian dengan cara membalikkan kekayaan negara yang hilang atau berkurang, serta meningkatkan disiplin dan tanggung jawab para pegawai negeri, pejabat negara pada umumnya, dan para pengelola keuangan pada khususnya. Penjelasan ini, Yang Mulia, sebagai otentifikasi bahwa tidak seluruh penyelesaian kerugian negara hanya berujung pada tindak pidana atau penyelesaian sanksi pidana saja. Selanjutnya. Di Pasal 13 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, Yang Mulia, dinyatakan bahwa pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara di daerah dan atau unsur pidana. Pemeriksaan investigatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 pada hakikatnya, Yang Mulia, koheren, sama dengan pemeriksaan tujuan tertentu yang memuat sesimpulan. Salah satu simpulan mengenai jumlah kerugian negara, penyebab terjadinya kerugian, dan siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Oleh sebab itu, Yang Mulia, identifikasi atas ungkapan indikasi kerugian negara di daerah dalam unsur pidana tidak dapat hanya dilakukan dengan pemeriksaan rutin biasa karena pemeriksaan rutin tidak memberikan kesimpulan, tetapi hanya opini. Oleh sebab itu, pemeriksaan investigatif harus menjadi dasar untuk menentukan adanya/tidak adanya kerugian negara, khususnya berkaitan dengan jumlah kerugian negara yang nyata ada dan pasti tadi, penyebab terjadinya kerugian dan siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Di dalam pemeriksaan rutin, tidak pernah ada mengungkapkan jumlah kerugian negara, penyebab terjadinya kerugian, dan siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Selanjutnya. Yang Mulia, inilah bagan secara teori hukum keuangan negara dan anggaran negara bahwa identifikasi kerugian negara tidak ujung-ujungnya dari kerugian negara itu, Yang Mulia, langsung ke perbuatan melawan hukum. Dari penelitian disertasi yang pernah saya lakukan waktu S3 tahun 2011, Yang Mulia. Bahwa 88% identifikasi kerugian negara itu dari kerugian negara, dari pemeriksaan finansial langsung otomatis menyimpulkan adanya perbuatan melawan hukum. Ada hak-hak dari seseorang yang kemudian dirugikan atas dasar hal ini karena seharusnya ketika ada kerugian negara, maka harus diidentifikasi dengan pemeriksaan investigatif dengan melakukan pemeriksaan finansial untuk mengidentifikasi/mengetahui kekurangan yang uang, barang, surat-surat berharga yang nyata dan pasti, berapa uang yang memang telah berkurang dan kemudian memang apakah uang surat berharga itu pasti menjadi hak dan kewajibannya negara?
5
Kemudian, apabila telah diidentifikasi secara nyata dan pasti uang, surat berharga dan barang tersebut yang telah hilang itu, Yang Mulia, atau kekurangan itu, maka baru kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan performa atau pemeriksaan performance yang di sinilah, Yang Mulia, di dalam pemeriksaan performa ini akan disimpulkan apakah kekurangan tersebut menjadi maladministrasi akibat ketidaksengajaan atau memang teridentifikasi karena perbuatan melawan hukum baik pidana maupun perdata? Nah kemudian, dari pemeriksaan performa inilah, Yang Mulia, disimpulkan misalnya kalau ada maladministrasi, maka yang seseorang disebutkan di dalam pemeriksaan harus dikenakan sanksi administrasi. Sementara (suara tidak terdengar jelas) kalau pemeriksaan performa yang mengidentifikasi ada perbuatan melawan hukum, maka laporan investigatif itulah, Yang Mulia, yang dijadikan dasar untuk melakukan penyidikan. Yang Mulia, tadi saya sampaikan bahwa 88% yang terjadi dalam fakta adalah dari pemeriksaan finansial ketika diidentifikasi ada kerugian, pemeriksaan finansial yang nyata pada saat fakta terjadi seringkali (suara tidak terdengar jelas) finansial langsung disimpulkan perbuatan melanggar hukum. Ada pelanggaran hak-hak dari seseorang khususnya seorang ketika dia harus diberikan hak untuk membela diri di dalam pemeriksaan performa, dan ini serta dari 100 penelitian yang saya lakukan … 100 kasus yang dilakukan penelitian, maka 88% keseluruhan tersebut langsung tidak melakukan pemeriksaan performa terlebih dahulu, tapi langsung dari pemeriksaan finansial ke … simpulan perbuatan melanggar hukum. Padahal, Yang Mulia, di dalam pemeriksaan performa diharuskan si pemeriksa atau orang yang diperiksa diberikan ... wawancara atau penjelasan terlebih dahulu, dengan disebut dengan asas asersi. Baik, selanjutnya. Yang Mulia, bahwa apabila kita melihat pada bagan yang tadi, maka kita sesuai dengan Pasal 16 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, laporan hasil pemeriksaan (suara tidak terdengar jelas) yang koheren dengan pemeriksaan investigatif, pada hakikatnya memuat kesimpulan dan memuat tanggapan pejabat pemerintah dan rekomendasi pemeriksa. Di sisi lain, Yang Mulia, dalam peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2007 juga jelas dinyatakan, jika pemeriksaan tujuan tertentu dengan maksud eksaminasi atau mendeteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan peraturan perundangan, kecurangan, serta ketidakpatutan, pemeriksa harus merancang pemeriksaan dan menetapkan prosedur tambahan untuk memastikan kondisi demikian terjadi dan menentukan dampaknya terhadap yang diperiksa. Nah, ketentuan-ketentuan itu tersebut, Yang Mulia, jelas mengidentifikasi sesuai dengan ilmu dari yang bagan tadi bahwa pemeriksaan finansial tidak bisa serta merta membuat simpulan, kemudian
6
adanya perbuatan melawan hukum, khususnya perbuatan melawan hukum pidana. Dengan demikian, apabila diidentifikasi ada kekurangan yang nyata dan pasti ada uang, surat berharga dan barang, maka harus dilanjutkan terlebih dahulu dengan pendalaman pemeriksaan performa. Selanjutnya. Yang Mulia, kalau tidak terjadi pemeriksaan investigatif, maka akan terjadi hal-hal yang dimaksud. Pertama adalah seseorang akan diperiksa tanpa ada bukti yang … bukti yang tidak valid karena bukan didasarkan pada pemeriksaan keuangan yang sebelumnya dilakukan. Jadi, pemeriksaan investigatif, Yang Mulia, pada hakikatnya ada dua pemeriksaan, pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan performa. Pemeriksaan performalah yang dapat menyimpulkan ada tidaknya kerugian negara akibat perbuatan melawan hukum atau kelalaian. Tidak bisa pemeriksaan keuangan tiba-tiba menyimpulkan adanya kerugian atau perbuatan melawan hukum atau kelalaian (suara tidak terdengar jelas) administrasi karena bagaimanapun, Yang Mulia, akuntan tidak pernah dididik atau diberikan pengetahuan secara pengetahuan hukum. Kemudian yang kedua, Yang Mulia, ada bukti yang tidak akurat dan tidak objektif karena pemeriksa tidak pernah melakukan pengujian silang bersifat asersi dengan pihak yang berkepentingan. Bahwa, Yang Mulia, ada hak-hak dari seseorang ketika dia tidak dilakukan pengujian silang, maka hak asasi seorang untuk mendapatkan pembelaan melalui sifat asersi dari pemeriksaan. Jadi, pemeriksa harus meminta tanggapan yang diperiksa tidak akan pernah terjadi apabila tidak ada pemeriksaan investigatif. Yang ketiga adalah adanya pengambilan relevansi dengan beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait untuk memastikan adanya unsur perbuatan melawan hukum bahwa pemeriksaan investigatif, Yang Mulia, akan mendalami seluruh peraturan-peraturan yang menjadi dasar seseorang yang diperiksa bahwa dia tetap berada pada dasar hukum yang ditetapkan. Selanjutnya. Yang Mulia, karakteristik pemeriksaan investigatif, pemeriksa menurut peraturan Badan Pemeriksa … Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2008, harus menerapkan asas asersi yaitu asas di mana semua pihak atau orang yang terkait dengan objek pemeriksaan diberikan kesempatan untuk didengar dan diminta keterangan. Yang Mulia, jika tidak ada … jika tidak dilakukan pemeriksaan investigatif pada seseorang, maka asas asersi ini tidak akan pernah diterapkan. Oleh sebab itu, diabaikannya asas asersi yang lazim termuat dalam laporan pemeriksaan investigatif, hakikatnya berpotensi melanggar hak asasi atau hak warga negara khususnya pihak yang terkait yang diperiksa sesuai dengan syarat dan prosedur yang seharusnya. Yang Mulia, pemeriksaan atau audit pada hakikatnya harus mengandung reasonable assurance (keyakinan yang memadai) sebagai
7
sifat pemeriksaaan yang akan hilang jika pengabaian asas, syarat, dan prosedur pemeriksaan tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Selanjutnya. Yang Mulia, ingin saya sampaikan di sini bahwa pada hakikatnya kerugian negara dan yang akibat perbuatan melawan hukum dan kelalaian menurut Utrecht sebagaimana yang dikemukakan Van der Port juga di dalam buku Adminsitrasi Negara jelas dinyatakan dibedakan secara tegas bahwa apabila kerugian negara itu karena didasarkan atas paksaan atau suap, maka pada hakikatnya itu adalah pidana. Demikian juga apabila ada tipuan yang bersifat muslihat, maka itu adalah pidana. Oleh sebab itu, identifikasi dari pemeriksaan awal disinvestigatif Yang Mulia, mengindentifikasi apakah kekurangan uang, surat berharga dalam bank tersebut memang betul-betul terjadi akibat paksaan atau suapan dan tipuan yang bersifat muslihat. Nah simpulan ini, Yang Mulia, hanya dapat dilakukan, atau dapat terjadi di dalam pemeriksaan investigatif, jadi tidak dapat dilakukan dengan pemeriksaan finansial saja. Baik, selanjutnya. Mengenai kelalaian, Yang Mulia, di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tersebut berkaitan dengan kerugian negara, maka kalau seseorang kerugian negara karena salah kira atau dwaling karena pertimbangan pokok yang salah, seseorang mengambil tindakan hukum administrasi tetapi didasarkan pada motivasi yang tidak tepat, atau ketidakteguhan seseorang atau hak seseorang atau salah kira mengenai suatu ketentuan, Yang Mulia. Kemudian salah kira mengenai kewenanganya sendiri atas dasar wewenang yang melekat pada pejabat publik, maka hukum administrasi negara membukanya dengan menuntut ganti kerugian dan sanksi administrasi karena ketetapan yang dilakukan tetap sah, tetapi dapat dibatalkan sesuai dengan prosedur administrasi negara. Jadi, Yang Mulia pada dasarnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 membuka kemungkinan bahwa tidak seluruh kerugian negara itu pasti ujung-ujungnya adalah sanksi pidana karena identifikasi yang sudah jelas karena paksaan atau suapan atau tipuan pasti akan berujung pada pidana, tetapi kalau salah kira pada hakikatnya merupakan bagian dari pengenaan sanksi administrasi. Selanjutnya. Yang Mulia, yang terakhir. Bahwa penentuan simpulan kerugian negara, baik karena perbuatan melawan hukum dan kelalaian hakikatnya kembali, Yang Mulia, harus dilakukan dalam suatu pemeriksaan investigatif karena mengingat dalam … dalamnya aspek pemeriksaan yang dilakukan. Bahwa menyimpulkan ada tidaknya perbuatan pidana, Yang Mulia tidak bisa dengan pemeriksaan finansial karena akuntan bagaimanapun tidak pernah dibekali suatu pengetahuan hukum, bagaimana dia memahami bahwa ini masuk pada perbuatan melawan hukum baik pidana, perdata, maupun ini disebut sebagai kalalaian dalam hukum administrasi. 8
Kemudian, pemeriksaan investigatif harus dilaksanakan agar kewenangan hukum yang lahir akibat hasil pemeriksaan tersebut sah dan tidak melanggar hak untuk memperoleh persamaan di hadapan hukum dalam menjalani proses hukum sesuai dengan syarat dan prosedur yang sah dan memiliki standar dan kepastian hukum, seperti tadi, Yang Mulia, ada asas asersi di dalam pemeriksaan investigatif, yang jika tidak dilakukan pemeriksaan investigatif, Yang Mulia, seseorang yang punya hak untuk membela diri dengan asas asersi diberikan dengan keleluasaan atau diberikan hak itu sesuai dengan ketentaun yang ada. Demikian, Yang Mulia, Majelis Yang Mulia, Yang Mulia Ketua dan Bapak Ibu Yang Mulia dan Anggota. Izinkan saya menyelesaikan ini. Terima kasih, assalamualaikum wr. wb. 17. KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Pak Dian. Silakan kembali ke tempat duduk. Sebelum saya meminta Pak Margarito. Sesuai dengan Surat Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia tertanggal 17 September. BPK mengajukan permohonan untuk Pihak Terkait. Sekarang sudah hadir, silakan memperkenalkan yang hadir siapa? 18. PIHAK TERKAIT: AHMAD ANANG HERNANDI Yang kami hormati, Majelis. Kami ditugaskan untuk mewakili BPK sebagai Pihak Terkait. Kami perkenalkan bahwa saya adalah Ahmad Anang Hernandi, Kepala Direktorat Legislasi Analisis dan Bantuan Hukum. Barangkali ini dulu, Yang Mulia, yang kami sampaikan dalam sidang kali ini. 19. KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Apakah sudah siap untuk memberikan keterangan atau nanti sidang berikutnya? 20. PIHAK TERKAIT: AHMAD ANANG HERNANDI Yang Mulia, kami akan menyampaikan penjelasan dari BPK pada kesempatan sidang minggu depan. 21. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, ya. Jadi nanti pada sidang berikutnya tolong disampaikan keterangannya, baik secara lisan maupun tertulis.
bisa
9
22. PIHAK TERKAIT: AHMAD ANANG HERNANDI Baik, Yang Mulia. 23. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Selanjutnya Dr. Margarito Kamis, saya persilakan ke mimbar. 24. AHLI DARI PEMOHON: MARGARITO KAMIS Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, dan salam sejahtera buat kita semua. Pak Ketua Majelis yang saya muliakan, Bapak-Bapak dan Ibu Hakim Anggota Majelis yang juga saya muliakan. Terima kasih banyak Pak Ketua dan semua Anggota Majelis memungkinkan saya hadir di sidang yang mulia ini untuk memberikan keterangan sebagai Ahli dalam beberapa isu pada perkara ini. Saya akan memulainya dengan mengidentifikasi dua soal hukum. Pertama, apakah BPK perwakilan di provinsi adalah BPK yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar, yaitu BPK RI yang dengan itu berhak kah mereka menunaikan seluruh fungsi BPK RI? Kedua, apakah ... ini nyambung dengan apa yang disampaikan oleh keterangan oleh Saksi/Ahli pertama tadi, apakah fungsi dan/atau wewenang atau terminologi memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara, itu fungsi atau fungsi BPK adalah melakukan pemeriksaan, pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Soal hukumnya adalah apakah terminologi pengelolaan dan tanggung jawab negara itu sama nilai hukumnya dan makna hukumnya dengan pemeriksaan menentukan kerugian keuangan negara dalam suatu tindak pidana korupsi? Itu dua isu hukum yang ingin saya jelaskan. Bapak-Bapak Hakim Majelis Mahkamah yang sangat saya muliakan. Perihal BPK perwakilan di daerah, khususnya di provinsi, saya berpendapat ia bukanlah BPK dalam arti yang disebut di dalam Pasal 23A, ia hanya menunjuk pada tempat kantor itu berada, bukan melaksanakan fungsi sebagaimana dinyatakan secara eksplisit (verbis) pada Pasal 23 ayat (1). Jadi BPK perwakilan hanyalah menunjuk tempat bahwa ada BPK di daerah, tapi bukan BPK yang menyelenggarakan fungsi sebagaimana yang otomatis atau demi hukum menyelenggarakan fungsi sebagaimana diatur pada Pasal 23E ayat (1). Tetapi apakah BPK perwakilan tidak dapat melaksanakan fungsi BPK RI? Jawaban saya, dapat. Apa syaratnya? Atau dapat tapi bersyarat. Syaratnya apa? Syaratnya adalah harus ada penugasan, misalnya diberikan surat tugas dalam hal katakanlah seperti kalau melakukan pemeriksaan investigatif harus ada surat tugas dari BPK RI, wakil tidak sama dengan perwakilan yang mewakili tentu bukan yang 10
diwakili. Jadi kalau saya mewakili Bapak-Bapak, saya bukanlah BapakBapak, saya melakukan tapi saya dapat melakukan tindakan Bapak-Bapak sejauh Bapak-Bapak menugaskannya secara eksplisit (verbis) tanpa itu saya tidak bisa melakukan tindakan Bapak-Bapak. Dan tentu saja dalam audit investigasi harus disebutkan secara tegas dalam surat tugas menugaskan, misalnya BPK RI Maluku Utara perwakilan Provinsi Maluku Utara, sebut siapa auditornya, dalam surat tugas itu disebut siapa auditornya melaksanakan audit investigasi dalam perkara abc misalnya, tanpa itu menurut saya tidak tepat secara hukum. Apakah audit pengelolaan ... memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sama nilai dan maknanya dengan audit tertentu atau investigasi? Saya berpendapat tidak. Sebab kekuasaan pengelolaan keuangan negara itu ada pada presiden. Policy set pengelolaan dan pelaksanaan harus secara konstitusional harus dimaknai, dipegang oleh presiden dengan dan berdasarkan peraturan perundangundangan kita sebagian didelegasikan kepada bupati, gubernur, bupati, walikota. Jadi wujudnya adalah memeriksa policy pengelolaan dan penggunaan policy yang tertuang pada APBN, APBD yang dikelola oleh presiden, gubernur, bupati, walikota. Sistem pemerintahan kita memang saya percaya, Majelis ini sependapat. Presiden misalnya dibantu oleh menteri-menteri, sistem hukum kita, sistem hukum sekurang-kurangnya sistem hukum keuangan negara kita menempatkan menteri-menteri sebagai kuasa pengguna anggaran, bukan pengguna anggaran, tapi kuasa. Kuasa dari siapa? Kuasa dari presiden. Gubernur juga begitu. Kuasa dari siapa? Pengguna anggaran mendapatkan kuasa dari siapa? Kuasa dari presiden. Inilah yang diperiksa dalam terminologi atau dalam konteks Pasal 23E. Tetapi detail pemeriksaan … tetapi detail pengelolaan karena kuasa dari presiden itu dikuasakan lagi kepada menteri dan di dalam kementerian atau di dalam organisasi itu ada organisasi dan ada fungsionaris-fungsionaris yang melaksanakannya secara spesifik, maka terjadi kekeliruan kepada fungsionaris-fungsionaris ini haruslah dilakukan pemeriksaan yang berbeda. Pemeriksaan yang berbeda itulah yang di dalam sistem hukum kita dikenal dengan audit investigasi. Oleh karena itu, maka karakter hukum dari audit investigasi mengharuskan perlakuan yang berbeda. Bagaimana bentuk perlakuannya? Bentuk perlakuannya menurut saya sekali lagi bila harus audit itu dilakukan oleh perwakilannya di daerah, maka kepala atau Pimpinan BPK RI wajib menerbitkan surat perintah kepada perwakilannya yaitu dengan menyebutkan siapa auditor secara spesifik dalam surat tugas itu untuk melakukan tindakan hukum berupa audit investigasi itu. Bila tidak demikian, saya berpendapat audit investigasi itu tidak tepat secara hukum atau tidak valid secara hukum. Oleh karena karakter dari … karakter hukum dari audit atau pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab itu berbeda dengan 11
pemeriksaan atau keadaan hukum dari pengelolaan keuangan dalam konteks Pasal 23 ayat (1) itu berbeda dengan keadaan hukum berupa kemungkinan ada tindak pidana, maka sekali lagi saya berbendapat hasil pemeriksaan dalam konteks Pasal 23E tidak dapat dijadikan dasar menentukan seseorang itu melakukan tindak pidana korupsi atau seseorang itu telah melakukan menyalahgunakan kewenangan yang mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara. Sebab sekali lagi, konteks Pasal 23E itu policy. Pembentukan APBN, APBD. Pengelolaan di bawahnya dilaksanakan secara konseptual memang dipegang oleh gubernur, bupati, walikota. Tetapi memang betul secara teknis dilaksanakan oleh masing-masing pembantunya, bahkan lebih kecil lagi oleh unsur-unsur yang terdapat di dalamnya dan dalam hal terjadi penyimpangan, maka menurut saya hasil pemeriksaan dalam konteks Pasal 23 ayat (1) tidak dapat dijadikan dasar untuk mengkualifikasi atau dasar untuk menyangka seseorang melakukan tindak pidana apalagi memastikan bahwa hal-hal atau keadaan-keadaan hukum yang ada pada hasil pemeriksaan itu menjadi dasar menentukan adanya kerugian keuangan negara dan seseorang itu melakukan … seseorang bertanggung jawab karena perbuatan itu. Sebab sudah menjadi pendapat umum, audit, atau pemeriksaan keuangan (audit financial) tidak pernah menyebutkan secara spesifik, siapa melakukan apa, kapan, dan bertanggung jawab apa? Selalu hanya bersifat general. Itu sebabnya, dalam sistem hukum kita … dalam sistem hukum keuangan kita selalu disebut dengan audit general. Jadi, hal yang general itu tidak bisa dipakai sebagai dasar untuk menerangkan sesuatu yang bersifat spesifik. Yang spesifik haruslah dilakukan dengan cara yang spesifik, dengan treatment yang spesifik pula. Itulah yang dapat saya sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini. Terima kasih banyak. Assalamualaikum wr. wb. 25. KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Pak Margarito. Pemohon, ada pertanyaan kepada Ahli untuk memperdalam? Saya persilakan. Dikumpulkan. Jadi, semuanya saja kepada dua Ahli langsung sekaligus. 26. KUASA HUKUM PEMOHON: ARFA GUNAWAN Langsung dikumpulkan? 27. KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan.
12
28. KUASA HUKUM PEMOHON: ARFA GUNAWAN Terima kasih, Majelis. Kepada Ahli Dian Puji Simatupang, terkait Pasal 13 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 yang menyebutkan, “Guna mengungkapkan adanya indikasi kerugian negara, atau daerah, dan/atau unsur tindak pidana, pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif.” Kata dapat pada Pasal 13 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, dalam pemahaman kami telah memberikan hak bagi pemeriksa BPK untuk dapat menggunakan atau tidak menggunakan pemeriksaan investigatif, yang notabene ditujukan khusus dalam rangka penilaian kerugian negara. Mohon penegasan pendapat Ahli terkait kata dapat. Karena Ahli tadi harus investigatif atau dapat investigatif. Terima kasih. 29. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ada yang lain? Silakan, langsung saja. 30. KUASA HUKUM PEMOHON: ARFA GUNAWAN Kepada Ahli Margarito Kamis. Terkait Pasal 34 ayat (1) UndangUndang BPK, yang menyatakan bahwa BPK dalam menjalankan kewenangannya dibantu oleh berbagai organ, salah satunya adalah perwakilan di daerah, yang menurut Ahli tadi harus ada surat tugas. Apakah menurut Ahli makna kata dibantu tersebut terkait penugasan tadi? Atau kalau terkait hukum … apa … kewenangan, apakah sifat pembantuan tadi delegatif sifatnya atau atributif? Sehingga konsekuensinya, apakah BPK perwakilan dapat berinisiatif memeriksa tanpa adanya penugasan? Mohon dipertegas. Tadi Ahli mengatakan tidak dapat dia inisiatif, dia harus diberikan penegasan. Itu satu. Yang kedua, apa akibat hukum apabila BPK perwakilan melakukan audit sendiri, atas keinginannya sendiri, inisiatif, tanpa ada surat penugasan tadi? Apa akibat hukum terkait laporannya tadi? Terima kasih. 31. KETUA: ARIEF HIDAYAT Cukup, ya? Dari Pemerintah? Cukup. Dari meja Hakim? Yang Mulia Pak Patrialis. 32. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih, Pak Ketua. Kepada Pak Dian Simatupang ya, Ahli. Tadi Saudara Ahli mengatakan untuk penentuan kerugian negara atau daerah, itu ada dua bentuk pemeriksaan, finansial dan performa, ada dua. Tadi dikatakan bahwa dalam pemeriksaan performa, itu dalam 13
pemeriksaan ternyata lebih-kurang 88% itu langsung dilakukan pemeriksaan bukan performa, tapi perbuatan melawan hukum. Menurut keahlian Saudara sebetulnya, seharusnya mana yang lebih didahulukan, diprioritaskan? Apakah pemeriksaan finansialkah atau pemeriksaan performa? Karena ternyata dalam praktik di lapangan, 88% itu langsung kepada perbuatan melawan hukum. Dan nyatanya, Pemohon ini dinyatakan bersalah. Yang kedua, apa sebetulnya yang tidak tepat atau yang salah terhadap kasus yang didalami oleh Pemohon? Sehingga, Pemohon ini mengatakan diri menjadi korban. Jadi mohon penegasan ya, penegasan. Yang kedua kepada Pak Margarito, Ahli Margarito bahwa di dalam pengelolaan keuangan negara, kita juga mengetahui bahwa pemeriksaan terhadap pengelolaan keuangan negara itu dilakukan pemeriksaan terhadap beberapa ketegori yaitu pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan juga pemeriksaan dengan tujuan tertentu, ada tiga kategori. Ini menurut Pak Margarito, pemeriksaan investigative itu masuk di dalam kategori yang mana? Karena Pemohon ini kan yang dipersoalkan itu kan juga berkaitan dengan persoalan ikhtisar, pemeriksaan yang ikhtisar tapi belum … artinya pemeriksaan yang begitu belum lengkap dan terperinci, sehingga beliau ini disalahkan, terima kasih. 33. KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Yang Mulia. Akhir? Ya kalau begitu enggak ada. Saya melanjutkan ini untuk Pak Margarito ini, kalau kita baca Pasal 23 itu kan ada dua ayat, ayat pertama 23G maksud saya supaya tepat. “Badan pemeriksa keuangan berkedudukan di Ibukota Negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.” Kemudian di ayat (2)-nya, “Ketentuan lebih lanjut mengenai badan pemeriksa keuangan diatur dengan undang-undang.” Ini menunjukkan bahwa perwakilan di daerah itu bisa dibentuk berdasarkan Undang-Undang BPK, kan begitu. Kemudian kita kaitkan dengan apa yang tadi sudah disampaikan oleh Ahli. Saya akan meminta klarifikasi dan penegasan. Dengan diangkatnya Kepala Perwakilan, dengan diangkatnya pejabat-pejabat di BPK perwakilan, atau juga malah diangkatnya pejabat-pejabat fungsional ada auditor dan sebagainya di masing-masing perwakilan, apakah itu tidak menunjukkan itu adalah penugasan yang diberikan oleh BPK Republik Indonesia kepada pejabat-pejabat yang bersangkutan, mulai dari kepala perwakilan, pejabat-pejabat struktural yang lain, maupun pejabat-pejabat fungsionalnya? Apakah penunjukkan atau beslit pengangkatan ini, itu tidak bisa dianggap sebagai penegasan? Apakah Ahli mengatakan ini penugasan yang sifatnya umum? Apakah masih memerlukan penugasan khusus untuk memeriksa pada kasus-kasus tertentu. Supaya dia
14
mempunyai kewenangan atas nama BPK yang dimaksudkan oleh UndangUndang Dasar. Jadi ada penugasan umum yang diangkat itu tadi dan ada penugasan khusus, apakah masih diperlukan adanya penugasan khusus itu? Saya minta klarifikasi dan penegasan dari Ahli, ya? Saya kira itu pertanyaan-pertanyaan baik dari Pemohon, tadi dari Yang Mulia Pak Patrialis, dan dari saya yang terakhir untuk Pak Margarito, saya persilakan untuk dijawab Pak Dian dulu atau Pak Margarito dulu? Saya persilakan. 34. AHLI DARI PEMOHON: DIAN PUJI N. SIMATUPANG Terima kasih, Yang Mulia Ketua. Menjawab pertanyaan dari Pemohon Yang Mulia. Bahwa ketentuan Pasal 13 Undang-Undang 15 Tahun 2004 bahwa kata dapat tadi pada hakikatnya memang menimbulkan ketidakpastian yang berkaitan dengan … bahwa dalam mengidentifikasi tindakan perbuatan melawan hukum maupun kelalaian sebagai suatu kerugian negara, maka apabila merujuk kepada peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara bahwa tujuan apabila pemeriksaan diarahkan untuk mengindentifikasi adanya kecurangan atau perbuatan melawan hukum maka pemeriksa harus, harus, Yang Mulia, di dalam peraturan itu, kata harus, dipakai kata harus untuk melakukan pemeriksaan lanjutan. Oleh sebab itu, berkaitan dengan ketentuan bidang Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2007 tersebut, maka Pasal 13 menciptakan ketidakpastian hukum berkaitan dengan keharusan bahwa pendalaman terhadap kemungkinan seseorang memang dinyatakan melawan hukum atau kelalaian dari kerugian negara yang terjadi. Oleh sebab itu, di dalam APBN merujuk kembali pada peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2007 tadi, maka pemeriksa harus melakukan pendalaman, maka simpulan yang ada untuk mengidentifikasi, apakah seseorang merugikan negara karena perbuatan melanggar hukum pidana atau karena kelalaian, maka harus diidentifikasi dan pemeriksaan lanjutan yang dalam. Sehingga, Yang Mulia, tidak mungkin identifikasi atau simpulan atas perbuatan melanggar hukum (suara tidak terdengar jelas) terjadi pada pemeriksaan yang lain. Karena, Yang Mulia, sebagaimana yang saya sampaikan tadi, tidak mungkin seorang akuntan atau editor dibekali pengetahuan hukum untuk mengidentifikasi apakah … atau menyimpulkan seseorang kerugian negara yang terjadi akibat kelalaian hukum maupun (suara tidak terdengar jelas). Dengan demikian, Yang Mulia, ketentuan Pasal 13 pada hakikatnya harus (suara tidak terdengar jelas) keharusan bahwa untuk mengidentifikasi indikasi pidana atau kelalaian ada dengan melakukan pemeriksaan investigastif. Sebagaimana konsisten yang ketentuan di 15
dalam peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2007 tentang standar pemeriksaan keuangan negara. Kemudian berkaitan dengan pertanyaan dari Yang Mulia Hakim Dr. Patrialis Akbar bahwa pada hakikatnya, Yang Mulia, disampaikan tadi bahwa 88% penelitian bahwa dari pemeriksaan finansial langsung ke simpulan kewenangan hukum merupakan (suara tidak terdengar jelas) prosedur atau cacat simpulan. Terlalu prematur seseorang dinyatakan sebagai melawan hukum hanya (…) 35. KETUA: ARIEF HIDAYAT Jangan ditutup mik kertasnya. 36. AHLI DARI PEMOHON: DIAN PUJI N. SIMATUPANG Hanya atas dasar … Yang Mulia, maaf terlalu semangat. Atas dasar bahwa seseorang itu langsung dinyatakan melawan hukum ketika hanya dasar finansial. Terlalu prematur, Yang Mulia. Karena tidak ada pendalaman terhadap tindak pidana atau kelalaian yang terjadi. Jadi prematur ini atau sifat prematur ini juga terjadi karena tidak ada kesempatan diberikan kepada yang diperiksa ketika dia harus menjelaskan mengapa situasi itu terjadi. Mengapa dia mengabaikan suatu peraturan administrasi misalnya, Yang Mulia. Nah, itu tidak terjadi pada peraturan … pada pemeriksaan finansial saja. Sehingga yang terjadi sekarang itu, dari penelitian yang saya lakukan tadi, Yang Mulia, 88% itu terlalu prematur semua mengidentifikasi seseorang melakukan perubahan hukum pidana, yaitu dari hanya pemeriksaan finansial langsung meloncat kepada simpulan terjadi perbuatan hukum pidana itu juga, Yang Mulia. Padahal seharusnya, untuk mengidentifikasi itu, auditor harus kembali melakukan cross-check dengan yang diperiksa dengan asas-asas (suara tidak terdengar jelas). Nah, apa yang tidak tepat, Yang Mulia? Tadi Yang Mulia Hakim Dr. Patrialis Akbar sampaikan adalah karena syarat dan prosedur yang dilangkahi dan juga ada ketidakpastian dan hak untuk mendapatkan pembelaan, Yang Mulia, berkaitan dengan diberikannya kesempatan asas asesi. Asas asesi pada hakikatnya ditanyakan kepada yang diperiksa mengapa situasi-situasi ini dilakukan oleh dia, sehingga dia mungkin melakukan pengecualian terhadap beberapa peraturan adminitrasi? Nah, hal ini (suara tidak terdengar jelas), Yang Mulia, yang kemudian akhirnya menyebabkan adanya hak-hak dari seseorang yang dilampaui atau disimpangi dari prosedur syarat yang seharusnya ditetapkan di dalam peraturan perundang-undangan. Demikian, Yang Mulia. Terima kasih.
16
37. KETUA: ARIEF HIDAYAT Saya persilakan, Pak Margarito. 38. AHLI DARI PEMOHON: MARGARITO KAMIS Terima kasih banyak, Yang Mulia. Saya mulai dengan pertanyaan … menjawab pertanyaan Yang Mulia terdahulu. Apakah pembetukan BPK perwakilan dan pengangkatan, sebut saja ketua atau kepala, BPK dengan sendirinya bermakna penugasan kepada mereka untuk melakukan seluruh fungsi BPK? Saya berpendapat tidak. Dalam hal general, audit keuangan, ya. Tapi dalam hal audit tertentu dan kinerja, tidak. Harus ada penugasan yang bersifat khusus, terutama audit atau pemeriksaan investigatif. Karakter hukum dari … karakter dan akibat hukum dari dua audit, audit keuangan dan audit investgatif, berbeda. Hampir bisa dipastikan pada audit investigatif pasti didahului dengan dugaan ada tindak pidana dengan akibat hukum yang tentu saja berbeda terhadap orang yang diduga dilakukan melakukan tindak pidana. Konsekuensinya pasti ada tindak pidana atau tidak pasti ada tindak pidana. Sementara, dua konsekuensi hukum ini tidak akan kita temukan pada audit keuangan karena pada audit keuangan tidak berakhir dengan … tidak didahului dengan ada dugaan. Pada audit keuangan atau dalam istilah Pasal 23 ayat (1) huruf g ini, begitu tahun anggaran selesai, demi hukum harus melakukan pemeriksaan. Tidak ada … tidak digantungkan pada syarat, misalnya mesti ada dugaan terjadi keadaan hukum tertentu, tapi begitu berakhir tahun anggaran atau berakhir APBN/APBD dilaksanakan, demi hukum harus dilakukan pemeriksaan. Tetapi dan ada kemungkinan di situ seperti yang disampaikan oleh Ahli terdahulu, kemungkinan terjadi di situ ada sanksi administrasi, yaitu berupa tuntutan ganti rugi dan lain yang didasarkan pada audit. Sementara pada audit tertentu, tidak. Absolut sekurangkurangnya berdasarkan pengetahuan hukum umum dan keadaan hukum yang sudah sama-sama diketahui umum, audit investigasi sekali lagi mesti didahului dengan dugaan ada tindak pidana di situ hanya untuk memastikan berapa persisnya besaran kerugian keuangan negara, siapa yang sungguh-sungguh mesti bertanggung jawab, barulah dilakukan audit tertentu. Dan oleh karena itu, karena karakternya bersifat khusus, maka saya berpendapat memerlukan penugasan tertentu. Penugasan awal tidak bisa dibaca meliputi dan/atau menyangkut penugasan melakukan audit tertentu. Apa akibat hukumnya? Akibat hukumnya adalah menurut saya tindakan yang dilakukan oleh BPK perwakilan tanpa penugasan khusus, itu menurut saya tidak valid. Begitu, Yang Mulia, untuk pertanyaan Yang Mulia.
17
Yang Mulia Pak Hakim, Pak Patrialis, saya berpendapat audit general dengan audit tertentu, berbeda. Apakah audit di kelompok manakah atau di kategori manakah audit tertentu harus diletakkan? Audit investigasi diletakkan? Saya berpendapat di audit tertentu ada tujuan tertentu, tujuan tertentu apa? Memastikan apakah ada penyalahgunaan wewenang yang berakibat terjadinya kerugian keuangan negara plus siapa yang mesti memikul tanggung jawab dari tindakan hukum itu. Dua hal atau dua keadaan hukum itulah yang menurut saya menjadikan audit tertentu, audit investigasi itu adalah atau lebih tepat diletakkan atau dikategorikan sebagai audit tertentu. Tentu saja berbeda dengan audit kinerja dan audit biasa atau audit keuangan. Begitu, Yang Mulia. Yang ketiga dari Pemohon, Kuasa Pemohon. Tidak dapat disebut apa yang terjadi di … dilakukan … apakah karakter atau sifat hukum dari tindakan atau dibutuhkan tindakan delegasi, wewenang yang bersifat delegasi, saya berpendapat tidak. Di depan ini saya percaya sekali Majelis punya pengetahuan hukum bahwa delegasi tidak bisa dilakukan atasanatasan, bawahan. Kalau mereka yang ada di provinsi itu harus dapat dikatakan semacam bawahan karena mereka bukanlah kepala-kepala yang ada di … kepala-kepala perwakilan atau ketua-ketua BPK perwakilan adalah mereka yang bukan atau jabatan itu diisi dengan cara yang berbeda dengan pengisian jabatan BPK, komisioner BPK, atau fungsionaris BPK di pusat. Tidak ada orang BPK di … ketua BPK di provinsi itu yang difit and proper oleh DPR. Dia ditunjuk oleh, diangkat saja oleh pimpinan BPK. Dan oleh karena itu, menyandang atau berdekatan dengan sifatnya sebagai bawahan. Oleh karena bawahan tidak bisa delegasi, penugasan. Nah, dalam kasus ini, mesti ditugaskan, bahkan bila dalam hal lebih menjamin akuntabilitas menurut saya lebih tepat diberi mandat. Karena dengan mandat, pemberi mandator sewaktu-waktu dapat meminta kepada mandataris untuk menjelaskan apa saja yang telah anda lakukan dengan mandat itu. Saya berpendapat, mandat lebih tepat karena sewaktu-waktu bisa dicabut, hanya kalau secara konseptual, saya yakin Pak Ketua Majelis dan Majelis sependapat, sekurang-kurangnya akan berpendapat, sama dengan saya bahwa kalau mandat kan agak sedikit permanen dan sifatnya agak fiks, sementara tugas by cash. Kapan saja melakukan ... kapan saja diperlukan tindakan tertentu, yaitu audit investigasi barulah diterbitkan surat penugasan pada organ itu plus penunjukan fungsionaris-fungsionarisnya untuk menunaikan apa yang ditugaskan. Menurut saya dengan karakter keadaan hukum audit investigasi, maka jauh lebih tepat secara hukum atau lebih pantas secara hukum bila diletakkan pada apa ... dikonsepkan dengan penugasan. Sebab, audit tertentu tidak terjadi setiap saat, mesti ada permintaan. Umumnya dalam sub sistem kita ini, umumnya diminta oleh penyidik barulah audit investigasi itu dilakukan atau umumnya misalnya kita seperti sudah
18
menjadi rahasia atau pendapat umum, misalnya pada kasus Century, itu dimintakan investigasi atau audit tertentu oleh DPR, jadi selalu by cash. Oleh karena by cash, maka menurut saya jauh lebih tepat dikerangkakan dalam kerangka penugasan. Bukan mandat, oleh karena kalau mandat, memang bisa dipanggil, tetapi itu lebih bersifat permanen, sehingga sekali lagi saya menegaskan bahwa lebih tepat penugasan, bukan mandat, apalagi delegasi. Begitu, Yang Mulia, yang dapat saya sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini. 39. KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Pak Margarito. Sebelum saya akhiri persidangan ini. Pemohon masih ada akan mengajukan ahli? 40. KUASA HUKUM PEMOHON: ARFA GUNAWAN Masih, Yang Mulia. 41. KETUA: ARIEF HIDAYAT Berapa ahli? 42. KUASA HUKUM PEMOHON: ARFA GUNAWAN Dua sampai tiga mungkin, tiga. 43. KETUA: ARIEF HIDAYAT Tiga, saya kira, ya, bisa, ya, tiga. Pemerintah? 44. PEMERINTAH: Tidak ada, Yang Mulia. 45. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ahli? 46. PEMERINTAH: Tidak ada.
19
47. KETUA: ARIEF HIDAYAT Tidak ada, ya. BPK? 48. PIHAK TERKAIT: AHMAD ANANG HERNANDI Kami nanti akan mengajukan ahli, dua ahli yang akan kami sampaikan. 49. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Jadi nanti kalau mau mengajukan ahli pada persidangan yang berikutnya lagi, ya. Tapi besok itu yang penting memberikan keterangan dulu ... terlebih dahulu, ya. Jadi saya ulangi, Pemohon besok bisa membawa tiga ahli, ya, untuk persidangan yang berikutnya. Terus kemudian sebelumya agenda kita adalah mendengar keterangan dari DPR kalau hadir, kemudian dari BPK, dan tiga orang ahli. Persidangan yang berikutnya lagi nanti ahli dari Pihak Terkait kalau mengajukan. Kalau Pemerintah sudah menyatakan tidak akan mengajukan ahli. Baik, untuk kedua Ahli, Pak Dian dan Pak Margarito saya ucapkan terima kasih atas keterangannya pada persidangan kali ini. Dan persidangan, saya kira sudah selesai dan ditutup ... oh, sebelumnya, pada persidangan berikutnya belum saya umumkan tadi. Sidang dilanjutkan pada hari Senin, 27 Oktober 2014, pada pukul 14.00 WIB, ya. Dengan agenda seperti yang saya sebutkan tadi mendengarkan keterangan DPR, kalau hadir, dan mendengarkan keterangan Pihak Terkait dari BPK, yang kemudian kita lanjutkan dengan keterangan ahli tiga orang dari Pemohon, ya. Baik, terima kasih, ya. Dengan ini sidang ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 12.12 WIB Jakarta, 7 Oktober 2014 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004 Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
20