RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 48/PUU-XI/2013 Tentang Pengelolaan Kekayaan Dari Suatu Perguruan Tinggi
I. PEMOHON Center for Strategic Studies University of Indonesia (CSSUI) atau Pusat Kajian Masalah Strategis Universitas Indonesia yang dalam hal ini di wakili oleh; 1. Prof. Dr. Arifin P. Soeria Atmadja, S.H., sebagai Pemohon I; 2. Drs. R. M. Sigit Edi Sutomo, sebagai Pemohon II; 3. Dr. Machfud Sidik, M.Sc., sebagai Pemohon III; 4. Dr. Tjip Ismail, S.H., MBA., M.M, sebagai Pemohon IV; 5. Dr. Darminto Hartono, S.H., L.LM, sebagai Pemohon V; 6. Dr. Dian Puji N. Simatupang, S.H., M.H, sebagai Pemohon VI. II. OBJEK PERMOHONAN Pasal 2 huruf g dan huruf i Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara terhadap UUD 1945. III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji adalah: 1. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945.” 2. Pasal 10 ayat (1) UU Mahkamah Konstitusi, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final. (a) Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” 3. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan para Pemohon. IV. KEDUDUKAN PEMOHON (LEGAL STANDING) Pemohon adalah perseorangan warga Indonesia yang merupakan badan hukum privat yang anggotanya memiliki profesi sebagai dosen pada sebuah perguruan tinggi. Para Pemohon merasa hak-hak konstitusionalnya dirugikan dan atau berpotensi dirugikan dengan berlakunya Undang-Undang a quo. Kerugian konstitusional yang dimaksud adalah para Pemohon yang berasal dari badan hukum bahwa Pasal 2 UU Nomor 17 Tahun 2003 huruf g dan
i berpotensi melanggar hak konstitusional orang per orang, masyarakat, bangsa, dan negara serta berpotensi menciptakan ketidakpastian hukum karena mengatur kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah sebagai badan hukum privat dan kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah sebagai wujud pengelolaan keuangan negara. V. NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DIUJI A. NORMA MATERIIL Norma yang diujikan, yaitu : a) Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah b) Pasal 2 huruf I Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah B. NORMA UUD 1945 Norma yang dijadikan sebagai penguji, yaitu : Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan UndangUndang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat VI. Alasan-Alasan Pemohon Undang-Undang a quo Bertentangan Dengan UUD 1945 1. Ketentuan Pasal 2 huruf g dan huruf i Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, tidak memberikan pengakuan, jaminan, perliindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Akibatnya Pasal 2 huruf g dan huruf i Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 memperdalam ruang lingkup keuangan negara pada hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu yang dapat dinilai dengan uang, yang berasal, bersumber, dan diperoleh dari negara. Ketentuan tersebut menciptakan pengelolaan APBN dan distribusi risiko keuangan negara yang tidak efisien bagi negara, sehingga akan membatasi alokasi sumber daya anggaran pendapatan dan belanja negara bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat untuk mencapai tujuan bernegara, khususnya dalam mencapai anggaran belanja untuk penelitian dan
pengembangan serta pengembangan kapasitas melalui pendidikan dan pelatihan yang rutin dan berkelanjutan; 2. Akibat dari ketidakpastian dan ketidaksamaan hukum dalam Pasal 2 huruf g dan huruf i Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 adalah terjadinya benturan hukum dan inkonsistensi dalam pengelolaan dan pemeriksaan serta pertanggungjawaban keuangan yang dianggap termasuk ruang lingkup keuangan negara. Selain itu, membawa impikasi yang tidak menguntungkan karena negara mempunyai kewajiban dan tanggungjawab dalam menganggung risiko yang terjadi pada semua lingkup keuangan negara, yag seharusnya tidak menjadi tangungjawab negara atau setidaknya bukan bekaitan dengan tujuan bernegaa. Di sisi lain, ruang lingkup keuangan negara tersebut tidak membedakan subjek hukum yang memiliki hak dalam memiliki, mengelola, dan mempertangungjawabkan keuangannya, sehingga dalam praktiknya akan menimbulkan konflik norma, konflik kewenangan, dan konflik hukum yang tidak hanya menimbulkan kerusakan sistem hukum nasional secara keseluruhan; 3. Ketidakpastian dan ketidaksamaan hukum yang ditimbulkan Pasal 2 huruf g dan huruf i Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 menyebabkan subjek hukum, baik pribadi hukum maupun badan hukum yang merupakan subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban yang mandiri dan terpisah, yang dijamin dan ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan akan berpotensi dilanggar hak konstitusionalnya. Hak dalam kaitannya dengan subjek hukum tersebut akan sangat terkait dengan aspek wewenang,karena hak merupakan wewenang-wewenang yang didapat dari hukum objektif (refleks atau bayangan dari hukum objektif), maka dijawab pertanyaan tersebut bisa diperdapat dari sifat hukum objektif, yaitu mengatur hidup manusia dalam masyarakat dan pula melindungi dan memperkembangkan kepentingankepentingan manusia yang hidup dalam masyarakat; 4. Adanya Pasal 2 huruf g dan huruf i Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 mengabaikan pemahaman mengenai hak yang memiliki keterkaitan dengan hukum, yaitu hak tidak hanya diatur oleh hukum, tetapi juga melindungi kepentingan-kepentingan yang terkait dengan pelaksanaan hak tersebut. Dalam kaitannya dengan keuangan negara, hak dan kewajiban yang dimiliki negara sebagai badan hukum publik yang oleh hukum diberikan kekuatan yang bebas sebagai pemegang hak dan kewajibannya. Dengan demikian, hak dan hukum dalam kaitannya keuangan negara adalah hak yang terberi dan ditetapkan hukum sebagai hak dan kewajiban negara sebagai badan hukum publik, sehingga negara dengan bebas dapat mengelola, mempertanggungjawabkan, dan menanggung risikonya dalam suatu UU
5.
6.
7.
8.
VII.
APBN untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat guna mencapai tujuan bernegara; Bahwa Pasal 2 huruf g dan huruf i Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 berpotensi mengabaikan keterkaitan antra keuangan negara dengan subjek hukum negara sebagai badan hukum publik dalam menjaga kepastian pada kepentingan hukum yang harus dilindungi hukum keuangan negara. Hukum keuangan negara harus mengatur kepetingan publik negara, dan tidak kepentingan privat negara atau bahkankepentingan privat subjek hukum perdata lainnnya. Hal ini berarti negara dalam mengadakan perbuatan menurut hukum privat hakikatnya merupakan quasi staatshenosse yang tunduk pada kekuatan hukum perdata, sehingga tidak tunduk pada hukum publik yang mengaturnya. Jika suatu hak dalam keuangan dipertahankan oleh negara dalam peraturan perundang-undangan sebagai hak dan kewajibannya secara publik, maka keuangan tersebut merupakan keuangan negara. Namun, jika suatu hak dalam keuangan dipertahankan negara atas inisiatif yang dirugikan karena pelanggaran hak tersebut, keuangan tersebut bukanlah keuangan negara, tetapi keuangan pemilik hak tersebut menurut hukum; Berdasarkan teori hukum tersebut dipahami bahwa kepastian hukum yang adil dan persamaan dihadapan hukum dalam pengelolaan keuangan negara merupakan sarana menuju pengelolaan keuangan negara untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat untuk mencapai tujuan bernegara; Meskipun secara normatif Pasal 2 huruf g dan huruf i Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 telah diatur dan dilaksanakan, tetapi secara empiris hal tersebut menimbulkan paradoks yang mengarah pada irrasionalitas dan disharmonisasi dalam memahami ruang lingkup keuangan negara, khususnya keuangan perusahaan negara/perusahaan daerah dan badan hukum yang mendapatkan fasilitas pemerintah; Walaupun saat ini sudah ada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dan Peraturan Perundang-undangan lainnya dalam pengelolaan keuangan perusahaan negara/perusahaan daerah, tetapi dalam praktiknya tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003. Misalnya, pengelolaan piutang perusahaan negara/perusahaan daerah yang menimbulkan kerugian kostitusionalitasnya, sehingga diuji dan telah diputus di Mahkamah Konstitusi. PETITUM 1. Menerima dan mengabulkan permohonan pengujian Pasal 2 g dan huruf i Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286 terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Menyatakan Pasal 2 huruf g dan huruf i Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286, bertentangan dengan Pasal 28C ayat (2) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, sepanjang frasa “termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah” dan frasa “kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.” 3. Menyatakan Pasal 2 huruf g dan huruf i UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286, sepanjang frasa “termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah,” dan frasa “kekayaan pihak lain yang diperbolehkan dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah” tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya. Dengan demikian bunyi Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara hanya meliputi huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g tanpa frasa termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah, dan huruf h. 4. Menyatakan Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara berlaku konstitusionalnya bersyarat (conditionally constitutionali) sepanjang frasa “pihak lain” diartikan tidak termasuk badan hukum yang hak dan kewajibannya diatur menurut hukum dan peraturan perundang-undangan tersendiri. 5. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.