Prosiding Skripsi Semester Ganjil 2009/2010
SK - 07
PEMBUATAN SENSOR GAS RESISTOR DAN TRANSISTOR BERBAHAN POLIMER KONDUKTIF ORGANIK: LAPISAN DASAR POLIPIROL DAN VARIASI LAPISAN ATAS POLIANILIN, POLI-3METILTIOFENA, POLITIOFENA
Made Asmawati*, Suprapto1 Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK Telah dilakukan penelitian mengenai pembuatan sensor gas resistor dan transistor berbahan polimer konduktif. Polimer konduktif tidak stabil terhadap perubahan lingkungan, kelemahan ini merupakan dasar dari pembuatan sensor gas berbahan polimer konduktif. Pembuatan sensor gas resistor dan transistor lapisan rangkap dengan monomer pirol, anilin, 3-metiltiofena dan tiofena dilakukan dengan metode elektropolimerisasi. Polimerisasi secara elektrokimia kimia ini menggunakan metode voltametri siklis. Laju scan yang digunakan adalah 100 mV/s dengan interval potensial -1V sampai +2,5V. Voltamogram yang dihasilkan pada monomer ketika ada lapisan dasar dan tanpa lapisan dasar relatif berbeda. Perubahan resistansi ketika dipaparkan ke udara dan pada bensin, minyak tanah dan biosolar pada berbagai variasi sensor gas menunjukkan pola yang berbedabeda. Dengan demikian gugusan sensor gas ini dapat digunakan untuk uji kualitatif bensin, minyak tanah dan biosolar. Kata kunci: Sensor gas, Polimer konduktif, Elektropolimerisasi.
ABSTRACT The fabrication of organic conducting polymer resistor and transistor gas sensor has been done. Organic conducting polymer unstable to the environmental changes, this drawback was explored in the application of organic conducting polymer for gas sensor. The fabrication of resistor and transistor gas sensor with polypyrrole, polyaniline, poly-3-methylthiophene and polythiophene active materials was done electrochemically. Cyclic voltammetric analysis was carried out at scan rate 100 mV/s and potensial interval -1V to +2,5V. Interdigitated electrodes were used as sensor substrate. Voltammogram of monomers with and without base layer was different. The gas sensor resistance alteration when exposed to the petroleum derivatives were different. Radar plot give different pattern between gasoline, biosolar and kerosene. Thus, the array of the sensors fabricated could be applied for qualitative analysis of petroleum derivates. Key words: Gas sensor, Conducting polimer, Electropolimerization.
PENDAHULUAN Seiring kesadaran yang makin meningkat terhadap masalah lingkungan dan perkembangan pesat industri yang berpengaruh pada emisi gas polutan membuat permintaan akan sensor menjadi meningkat. Untuk memonitor gas-gas yang berbahaya diperlukan alat monitoring yaitu sensor gas. Sensor secara umum didefinisikan sebagai alat yang mampu menangkap fenomena fisika atau kimia dan mengubahnya menjadi sinyal listrik baik arus listrik ataupun tegangan listrik (Venema, 1998). * Corresponding author Phone : +6285257005600, e-mail:
[email protected] 1 Alamat sekarang : Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Untuk analisis gas, kromatografi gas (GC) dan kromatografi gas-spektrometri massa (GC-MS) telah digunakan secara luas dan umum. Tetapi karena peralatan GC dan GC-MS tidak mudah dibawa atau tidak portable sehingga pengukuran secara insitu sulit dilakukan. Selain itu biaya pemeliharaan instrumen dan operasionalnya juga mahal. Oleh karena itu, sensor gas mulai dikembangkan (Suprapto, 2007) Material aktif pada sensor gas dapat berupa logam, oksida logam, polimer komposit dan polimer konduktif. Sensor gas berbahan logam dan oksida logam banyak diaplikasikan untuk monitoring gas-gas hasil pembakaran seperti CO, CO2, NO2 dan gas sejenisnya. Sensor gas berbahan polimer komposit dan polimer konduktif banyak diaplikasikan untuk pengukuran uap senyawa organik. Sensor gas berbahan logam dan
oksida logam beroperasi pada suhu tinggi sehingga mengkonsumsi energi yang lebih besar dibanding sensor gas berbahan polimer yang dapat dioperasikan pada suhu ruang. Disamping itu tersedianya polimer dengan struktur kimia yang beragam, fabrikasi yang sederhana dan mudah dan harga bahan monomer yang relatif murah menyebabkan polimer konduktif merupakan material yang prospektif untuk aplikasi sensor gas (Shirakawa, 2001). Polimer konduktif mulai dikembangkan pada pertengahan tahun 1970-an dan telah melahirkan penelitian yang intensif untuk mempelajari sifat-sifat kelistrikan polimer konduktif dari material insulator, semi konduktor sampai konduktor. Material jenis baru ini bersifat semikonduktif dan konduktif dengan sifat elektrik dan optik mirip dengan semikonduktor anorganik namun memiliki kelenturan mekanis seperti plastik/polimer. Akan tetapi mekanisme pembawa muatan pada polimer semikonduktif memiliki perbedaan mendasar dengan semikonduktor anorganik. Tidak semua polimer dapat menjadi konduktif, hanya polimer terkonjugasi yang bisa menjadi konduktor (ikatan pada rantai berupa ikatan tunggal dan rangkap yang berposisi berselang-seling) (Shirakawa, 2001). Struktur ikatan tunggal atau rangkap yang berselang-seling dengan orbital p tumpang tindih dengan orbital p lain memudahkan transfer muatan sepanjang rantai polimer yang dioksidasi parsial dengan aseptor elektron (I2, AsF5) atau reduksi parsial dengan donor elektron (Na, NH3) (Limin, 2001). Keuntungan dari polimer konduktif adalah merupakan material dengan sifat listrk seperti logam tetapi bersifat elastis seperti plastik. Polimer konduktif mempunyai konduktifitas tinggi, transparan, prosesnya mudah dan tidak rumit, harganya murah dan sintesisnya bisa dipilih ( Levi dkk, 2002). Umumnya, sensor gas dari polimer konduktif organik menunjukan sensitivitas yang baik, khususnya untuk senyawa polar. Temperatur operasional yang rendah (<50 0C) membuat sensor sangat sensitif terhadap kelembaban. Walaupun beberapa sensor tidak terpengaruh oleh gangguan lingkungan namun waktu hidupnya hanya sekitar 9-18 bulan. Lifetime yang pendek disebabkan oksidasi pada polimer, atau rusaknya sensor terhadap bahan kimia yang dapat merusak hubungan antara polimer dan elektroda (Schaller,1998). Polimer konduktif organik adalah polimer yang mengandung ikatan konjugasi yang panjang. Ikatan terkonjugasi sepanjang rantai-rantai polimer, sehingga elektronnya terdelokalisasi (Limin, 2001). Polimer konduktif merupakan material amorf, beberapa berbentuk semikristalin dan menunjukkan cacat material yang yang berasal dari reagen sintesis atau dari pengotor ion dopan. Mobilitas muatan antar rantai, dikenal sebagai loncatan antar rantai (chain hopping), sangat dipengaruhi oleh keseragaman dan kekristalan rantai. Konduktivitas polimer konduktif semikristalin lebih besar daripada polimer konduktif amorf (Pratt, 1996). Fluktuasi konduktivitas selama Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
berada pada lingkungan kimia merupakan sifat polimer konduktif yang digunakan dalam aplikasinya sebagai sensor gas. Polimer konduktif yang banyak dipelajari adalah polipirol, politiofen, polianilin dan turunannya (Suprapto, 2007). Berdasarkan mode operasinya sensor elektrokimia dibedakan menjadi dua yaitu, sensor yang mengukur tegangan (potensiometri), yang mengukur aliran listrik (amperometri) dan yang mengukur konduktivitas dan resistivitas (konductrimetri). Semua metode ini menggunakan metode khusus, dimana reaksi kimia terjadi maupun transport muatan dimodulasi oleh reaksi. Didalam pengukuran haruslah terdapat aliran listrik (Nanto&stetter, 2003). Resistor gas sensor merupakan bentuk alat paling popular dari sensor gas. Film tipis dan material serat dapat dimanfaatkan sebagai bahan sensor resistor kimia dan output sinyalnya adalah perubahan resistansi. Kerugian resistor kimia adalah alatnya dipengaruhi banyak faktor lingkungan, tidak hanya ditentukan oleh resistansi film polimer konduktif, tetapi juga hubungan resistansinya dengan elektroda (Bai, 2007). Dengan mengetahui sifat elektrokimia dan morfologi film polimer yang dihasilkan maka dapat diketahui sifat sensor berbahan polimer konduktif. Film polimer konduktif tersebut akan digunakan sebagai material sensor gas seperti resistor sensor gas dan field effect transistor sensor gas (Suprapto, 2007). Dari paparan diatas didapat tujuan dari penelitian ini adalah pembuatan sensor gas berbentuk resistor dan transistor dengan bahan aktif polimer konduktif polipirol dan variasi lapisan atas polianilin, politiofena dan poli-3-metiltiofena. METODE PENELITIAN Alat dan bahan Alat Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah PCB (printed circuit board), beaker gelas, erlenmeyer, wadah kaca berbntuk kubus dengan volume 500 mL, pipet ukur, alat suntik ukuran 1ml, penjepit buaya, kabel, potensiostat PG 330, sel elektrokimia yang terdiri dari elektroda kerja Au; elektroda pembanding Ag/AgCl; dan elektroda bantu Pt, power supply, kamera digital dan mikroskop optik. Bahan Bahan-bahan yang diperlukan pada penelitian ini adalah larutan emas yang mengandung KAu(CN)4 (LTH bunguran), larutan CuCl2, larutan detegen, anilin, pirol, tiofena, 3-metiltiofena, garam tetrabutilamonium heksafluorofosfat (TBAPF6), asetonitril, aquades, bensin, biosolar, dan minyak tanah. Prosedur Kerja Pembuatan larutan Monomer pirol, anilin, tiofena, dan 3metiltiofena dilarutkan dengan pelarut asetonitril hingga konsentrasinya menjadi 0,1M. Larutan
monomer yang telah dibuat digunakan untuk melarutkan garam TBAPF6 sampai konsentrasinya menjadi 0,1M, sehingga didapatkan larutan 0,1M pirol/tetrabutilamonium heksafluorofosfat (TBAPF6); 0,1M anilin/tetrabutilamonium heksafluorofosfat (TBAPF6); 0,1M tiofena/tetrabutilamonium heksafluorofosfat (TBAPF6); dan 0,1M 3metiltiofena/tetrabutilamonium heksafluorofosfat (TBAPF6). Pembuatan elektroda interdigital Au Elektroda interdigital Au dibuat dari PCB (printed circuit board) yang berlapis tembaga. Pertama-tama yang dilakukan adalah membuat pola interdigital pada kertas transparan. Pola interdigital (resistor dan transistor) pada kertas transparan ditempelkan di atas PCB. Kemudian PCB dicuci dengan larutan CuCl2 sehingga didapatkan pola interdigital pada PCB. PCB dipotong sesuai pola interdigital. PCB dicuci dengan larutan detergen kemudian direndam dalam larutan emas yang mengandung KAu(CN)4 (LTH bunguran) pada suhu konstan 60ºC. Elektroda interdigital emas yang terbentuk dihubungkan dengan kabel. Voltametri siklis dari elektropolimerisasi lapisan dasar pirol dan analisis polimer yang terbentuk pada elektroda kerja. Lapisan dasar dibuat dengan metode elektropolimerisasi pada elektroda interdigital Au yang telah dihubungkan dengan potensiostat. Elektroda interdigital (resistor dan transistor) dicelupkan ke dalam larutan 0,1M pirol/tetrabutilamonium heksafluorofosfat (TBAPF6). Elektropolimerisasi dilakukan pada potensial -1V sampai +2,5V dengan laju scan 100mV/s sebanyak 3 siklis. Film yang terbentuk kemudian difoto permukaannnya menggunakan kamera digital dengan perbesaran 10 kali dan mikroskop optik dengan perbesaran 900 kali. Voltametri siklis dari elektropolimerisasi lapisan dasar polipirol yang dilapisi monomer dan analisis polimer yang terbentuk pada elektroda kerja. Lapisan atas anilin dibuat secara elektropolimerisasi pada elektroda interdigital Au yang telah dilapisi polipirol dihubungkan dengan potensiostat. Elektroda interdigital dengan lapisan dasar polipirol (resistor dan transistor) dicelupkan ke dalam larutan 0,1M anilin/tetrabutilamonium heksafluorofosfat (TBAPF6). Elektropolimerisasi dilakukan pada potensial -1V sampai +2,5V dengan laju scan 100mV/s sebanyak 50 siklis. Kemudian film polimer konduktif lapisan rangkap yang terbentuk difoto permukaannnya menggunakan kamera digital dengan perbesaran 10 kali dan mikroskop optik dengan perbesaran 900 kali. Langkah kerja ini dilakukan juga untuk monomer 3-metiltiofena dan tiofena.
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Uji sensor gas terhadap turunan minyak bumi Sensor gas yang terbentuk (resistor dan transistor) diukur resistansinya terhadap turunan minyak bumi yaitu bensin, biosolar, dan minyak tanah, menggunakan potensiostat PG 330 secara LSV (Linier Sweep Voltametry). Resistor Elektroda bantu Pt dan elektroda pembanding Ag/AgCl pada potensiostat PG 330, disambung menjadi satu lalu dihubungkan pada elektroda positif resistor menggunakan penjepit buaya dan kabel. Sedangkan elektroda kerja pada potensiostat PG 330 dihubungkan pada elektroda negatif resistor menggunakan penjepit buaya dan kabel. Resistansi diukur pada potensial -2,5V sampai +2,5V dengan laju scan 100mV/s secara LSV (Linier Sweep Voltametry) terhadap turunan minyak bumi dan terhadap udara yang diukur sebagai resistansi awal. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali. Nilai resistansi merupakan 1/slope dari grafik yang dihasilkan. Normalisai resistansi diperoleh dari nilai mutlak perubahan resistansi terhadap udara dan terhadap turunan minyak bumi dibagi resistansi terhadap udara. Transistor Elektroda bantu Pt dan elektroda pembanding Ag/AgCl pada potensiostat PG 330, disambung menjadi satu lalu dihubungkan pada source transistor menggunakan penjepit buaya dan kabel. Sedangkan elektroda kerja pada potensiostat PG 330 dihubungkan pada drain transistor menggunakan penjepit buaya dan kabel. Salah satu kutup pada power supply dihubungkan dengan drain transistor, sedangkan kutup yang lain dihubungkan dengan gate transistor. Resistansi diukur pada potensial -2,5V sampai +2,5V dengan laju scan 100mV/s secara LSV (Linier Sweep Voltametry) terhadap turunan minyak bumi dan terhadap udara yang diukur sebagai resistansi awal, pada 0V dan 16V. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali. Nilai resistansi merupakan 1/slope dari grafik yang dihasilkan. Normalisai resistansi diperoleh dari nilai mutlak perubahan resistansi terhadap udara dan terhadap turunan minyak bumi dibagi resistansi terhadap udara.
Hasil dan pembahasan Pembuatan elektroda interdigital Elektroda kerja emas pada penelitian ini meggunakan model interdigital dengan jarak antar elektroda 125 mikrometer dan lebar masing-masing elektroda 50 mikrometer. Pembuatan elektroda kerja dimulai dengan membuatan pola interdigital (resistor dan transistor) pada plat PCB (printed circuit board) pollivinil fiber yang berlapis tembaga, sebagaimana Gambar 1. Elektroda yang telah memiliki pola tersebut dicuci menggunakan larutan CuCl2 dengan tujuan mengoksidasi lapisan tembaga yang tidak tertutupi pola sehingga hanya pola interdigital yang tersisa pada plat PCB pollivinil fiber. PCB kemudian
dibersihkan dengan larutan basa untuk menghilangkan pengotor yang tersisa. Langkah selanjutnya yaitu pelapisan emas pada pola interdigital secara electroless pada suhu 600C dengan menggunakan larutan KAu(CN)4.
(a)
(b)
(c)
Gambar 1. Elektroda interdigital (a ) elektroda resistor, (b) elektroda resistor dengan perbesaran 10 kali, (c) elektroda transistor. Pada resistor terdiri dari dua elekteroda. Sedangkan pada transistor terdiri dari tiga elektoda yaitu elektroda source, drain dan satu elekteroda gate. Elektroda interdigital yang digunakan merupakan 4 resistor pararel yang tidak saling kontak. Resistor pararel tersebut merupakan tempat terjadinya endapan film pada proses elektropolimerisasi, sehingga apabila diberi potensial akan saling kontak dan resistansi yang ditimbulkan berasal dari polimer konduktif yang menempel pada elektroda tersebut. Jarak antar elektroda dibuat dalam skala mikro agar film yang dihasilkan lebih cepat menutupi celah antar elektroda dan mampu mempertinggi transport massa spesi-spesi elektroaktif. Pada penelitian selanjutnya Film polimer konduktif yang terbentuk pada elekroda kerja tersebut akan digunakan sebagai material sensor gas seperti resistor sensor gas dan field effect transistor sensor gas. Elektropolimerisasi Elektropolimerisasi dilakukan dengan metode voltametri siklis untuk mengetahui puncak oksidasi dan puncak reduksi dari monomer pada lapisan dasar dan lapisan atas, sehingga dapat diperkirakan besarnya potensial monomer agar tidak teroksidasi berlebih atau overoksidasi. Overoksidasi berpengaruh pada sifat kimia dan fisika polimer. Berdasarkan puncak oksidasi dan puncak reduksi maka diketahui berapa besarnya potensial yang diperlukan oleh monomer untuk mengendap pada elektroda kerja dari proses elektropolimerisasi dari monomernya pada saat larutan monomer diberi potensial dari puncak oksidasinya sehingga membentuk polimer. Puncak oksidasi merupakan potensial yang menyebabkan terbentuknya radikal kation yang terjadi secara elektrokimia pada monomer dimana radikal kation ini akan menyerang radikal kation yang lain atau oligomer yang terbentuk secara kimia membentuk oligomer dengan rantai yang lebih panjang. Polimerisasi tercapai apabila monomer telah mendekati nilai potensial oksidasi dari monomer tersebut. Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Elektropolimerisasi dilakukan dalam media sel elektrokimia, terdiri dari sel tiga elektroda yaitu emas (Au) sebagai elektroda kerja, platina (Pt) sebagai elektroda bantu dan Ag/AgCl sebagai elektroda pembanding. Elektropolimerisasi berlangsung pada media elektrolit yang terdiri dari campuran monomer, ion dopan berupa garam tetrabutilammoniumheksaflorofosfat (TBAPF6) dan asetonitril sebagai pelarut. Elektropolimerisasi berlangsung dengan menggunakan alat potensiostat PG 330. Asetonitril merupakan pelarut organik, sehingga sulit terjadinya oksidasi maupun reduksi, maka rentang jendela analisis yang digunakan lebih lebar. Berdasarkan hal ini maka asetonitril digunakan untuk mengetahui potensial oksidasi suatu senyawa dengan nilai potensial oksidasi tinggi, pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui potensial oksidasi monomer yang digunakan. Garam tetrabutilammoniumheksaflorofosfat (TBAPF6) berperan sebagai atom atau molekul doping yang menghasilkan cacat dalan rantai polimer (cacat struktur). Cacat inilah yang berperan dalam menghantarkan listrik, cacat dapat bermuatan positif, negatif, atau netral. Jumlah cacat bertambah dengan penambahan jumlah atom dopan. Tetapi jumlah atom dopan yang terlalu banyak dapat menurunkan sifat meknik polimer. Monomer yang digunakan pada penelitian adalah pirol, tiofena, 3-metiltiofena dan anilin. Pirol dalam asetonitril dan garam tetrabutilammoniumheksaflorofosfat (TBAPF6) sebagai lapisan dasar. Elektropolimerisasi lapisan dasar dilakukan pada elektroda resistor dan transistor. Lapisan atas yang digunakan pada penelitian ini adalah tiofena, 3-metiltiofena dan anilin. Berdasarkan variasi lapisan atas dan variasi geometri elektroda dapat dipelajari pengaruhnya terhadap voltamogram dan resistansi yang dihasilkan. Elektropolimerisasi semua monomer dilakukan dengan interval potensial dari -1V sampai dengan +2,5V dan laju scan 100 mV/s. Voltamogram Gambar 2 menunjukan voltamogram siklis pada elektropolimerisasi dari keempat monomer yang digunakan. Voltamogram siklis pirol/tetrabutilammonium heksafluorofosfat (TBAPF6) dalam asetonitril pada elektroda emas menunjukan puncak oksidasi dan puncak reduksi yang jelas, hal ini terlihat pada Gambar 2 (a), dimana puncak oksidasinya sebesar 0,39V dan puncak reduksi sebesar -0,56V. Penentuan puncak oksidasi pirol pada 0,39V adalah untuk menentukan potensial minimum yang diperlukan untuk mengoksidasi pirol agar terbentuk polimer konduktif yang diinginkan yaitu polipirol pada elektroda kerja. Berdasarkan puncak oksidasi dan puncak reduksi polipirol maka konduktivitas polipirol dapat diatur. Konduktivitas polipirol akan naik jika dioksidasi diatas nilai puncak oksidasi polipirol karena pada elektroda kerja kelebihan kation hal ini yang menyebabkan konduktivitas meningkat. Sedangkan
untuk menurunkan konduktivitas polipirol dengan mereduksi polipirol dibawah nilai puncak reduksi polipirol sehingga kation pada elektroda kerja berkurang. Gambar 2 (b) adalah voltamogaram siklis anilin /tetrabutilammonium heksafluorofosfat (TBAPF6) dalam asetonitril. Berdasarkan voltamogram tersebut puncak oksidasi untuk anilin/TBAPF6 sebesar 0,65V; 0,82V; dan 1,02V. Ketiga puncak oksidasi dari anilin tersebut menunjukkan tiga keadaan teroksidasi anilin, kemungkinannya Leuco-emeraldin, emeraldin, garam emeraldin atau pernigranilin. Penentuan puncak oksidasi anilin pada 0,65V; 0,82V; dan 1,02V adalah untuk menentukan potensial minimum yang diperlukan untuk mengoksidasi anilin agar terbentuk polimer konduktif yang diinginkan yaitu polianilin pada elektroda kerja. Berdasarkan puncak oksidasi dan puncak reduksi polianilin maka konduktivitas polianilin dapat diatur. Konduktivitas polianilin akan naik jika dioksidasi diatas nilai puncak oksidasi polianilin karena pada elektroda kerja kelebihan kation hal ini yang menyebabkan konduktivitas meningkat. Gambar 2 (c) adalah voltamogram 3metiltiofena/ tetrabutilammonium heksafluorofosfat (TBAPF6) dalam asetonitril. Puncak oksidasi dan puncak reduksi 3-metiltiofena terlihat jelas. Dimana puncak oksidasinya sebesar 0,59V dan puncak reduksinya sebesar -0,75V. Sedangkan tujuan dari penentuan puncak oksidasi dari elektropolimerisasi 3metiltiofena pada 0,59V adalah potensial minimal yang diperlukan untuk mengoksidasi monomer 3metiltiofena agar terbentuk polimer konduktif yang diinginkan yaitu poli(3-metiltiofena) pada elektroda kerja. 0,004
0,010
0,003
0,008 Arus (A)
Arus (I)
0,002 0,001 0,000 -0,001
0,006 0,004 0,002
-0,002
0,000 -0,003
-0,002 -1,0
-0,004 -1,00 -0,75 -0,50 -0,25 0,00 0,25 0,50 0,75
-0,5
0,0
Potensial (V)
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
Potensial (V)
(a)
(b)
0,0020
0,001524 0,001270
Arus (A)
Arus (A)
0,0015
0,0010
0,001016 0,000762
0,0005
0,000508 0,0000
0,000254 -0,0005 -1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
Potensial (V)
(c)
0,000000 -1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
Potensial (V)
(d)
Gambar 2. Voltamogram siklis pada potensial -1V sampai +2,5V dengan laju scan 100mV/s dalam asetonitril/TBAPF6; (a) pirol; (b) anilin; (c) 3-metiltiofena; (d) tiofena. Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Gambar 3.2 (d) terlihat dengan jelas puncak oksidasi dan puncak reduksi dari tiofena/tetrabutilammonium heksafluorofosfat (TBAPF6) dalam asetonitril. Dimana puncak oksidasinya sebesar 0,64V dan puncak reduksinya sebesar -0,69V. Maksud dari penetuan puncak oksidasi pirol pada elektropolimerisasi yaitu pada 0,64V adalah potensial minimum yang diperlukan untuk mengoksidasi tiofena agar terbentuk polimer konduktif yang diinginkan yaitu politiofena pada elektroda kerja. Potensial oksidasi masing-masing monomer dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Potensial oksidasi monomer. EA (Potensial Oksidasi) Monomer V Pirol 0,39 Anilin
0,65; 0,82 dan 1,02
3-metiltiofena
0,59
Tiofena
0,68
Voltamogram lapisan atas pada elektropolimerisasi dengan lapisan dasar pirol dan tanpa lapisan dasar pirol terlihat pada Gambar 3.3. Lapisan rangkap ini menimbulkan pertukaran partikel secara keseluruhan atau hanya terorientasi pada kedua kutup permukaan sehingga harapkan konduktifitas lapisan rangkap yang ditimbulkan lebih baik dari pada menggunakan hanya satu lapisan. Gambar 3 (a) dan (b) adalah voltamogram anilin/tetrabutilammonium heksafluorofosfat (TBAPF6) dalam asetonitril tanpa lapisan dasar pirol dan diatas lapisan dasar pirol. Puncak oksidasi anilin tanpa lapisan dasar terlihat lebih jelas dibandingkan voltamogram anilin pada lapisan atas. Puncak oksidasi anilin tanpa lapisan dasar pirol yaitu sebesar 0,65V; 0,82V; dan 1,02V, sedangkan puncak oksidasi anilin pada lapisan atas sebesar 0.62V. Dari voltamogram yang dihasilkan lapisan atas anilin hanya terlihat puncak reduksinya saja, puncak oksidasinya kurang terlihat, hal ini disebabkan karena polianilin tidak stabil pada interval potensial yang digunakan untuk elektropolimerisasi monomer anilin yaitu -1V sampai 2,5V. Selain hal tersebut siklis yang terlalu banyak dilakukan menimbulkan histeresis dengan tidak munculnya puncak oksidasi yang tepat.
Tabel 2. Potensial oksidasi lapisan atas.
0,012
0,010
0,010
EA (Potensial Oksidasi) V
0,008 Arus (A)
Arus (A)
0,008 0,006 0,004
0,006
Monomer
0,004 0,002 0,000
0,002
-0,002
0,000
Tanpa lapisan dasar polipirol
-0,004
-0,002 -1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
3-metiltiofena
0,65; 0,82 dan 1,02 0,59
tiofena
0,68
-0,006
2,5
-1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
Potensial (V)
Potensial (V)
(b)
(a) 0,004 0,0020
Anilin
Dengan lapisan dasar polipirol 0,62 1,2 0,63
0,003 0,0015
Arus (A)
Arus (A)
0,002 0,0010
0,0005
0,001 0,000 -0,001
0,0000
-0,002 -0,0005 -1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
-0,003 -1,5 -1,0 -0,5 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0
Potensial (V)
Potensial (V)
(c)
(d) 0,020
0,001524
0,015 0,010 Arus (A)
Arus (A)
0,001270 0,001016 0,000762
0,005 0,000 -0,005
0,000508
-0,010 0,000254
-0,015 0,000000 -1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
Potensial (V)
(e)
-1,5 -1,0 -0,5 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0
Potensial (V)
(f)
Gambar 3. Voltammogram siklis pada potensial -1V sampai +2,5V dengan laju scan 100mV/s dalam asetonitril/TBAPF6; (a) anilin; (b) anilin di atas pirol; (c) 3metiltiofena; (d) 3-metiltiofena di atas pirol; (e) tiofena; (f) tiofena di atas pirol. Gambar 3 (c) terlihat bahwa pada 3metiltiofena/ tetrabutilammonium heksafluorofosfat (TBAPF6) dalam asetonitril memiliki potensial oksidasi sebesar 0,59V. Sedangkan pada Gambar 3 (d) terlihat bahwa ketika diberikan lapisan atas poli-3metiltiofena, dimana puncak oksidasinya sebesar 1,2V. Puncak oksidasi ketika diberikan lapisan atas tidak terlihat jelas dan sulit ditentukan. Dimana interval yang digunakan terlalu besar untuk 3metiltiofena menyebabkan hal tersebut. Gambar 3 (e) adalah voltamogram siklis tiofena/tetrabutilammonium heksafluorofosfat (TBAPF6) dalam asetonitril, dimana potensial oksidasi sebesar 0,68V. Gambar 4 (f) adalah voltamogram tiofena/tetrabutilammonium heksafluorofosfat (TBAPF6) dalam asetonitril di atas pirol. Puncak oksidasinya adalah sebesar 0,63V. Berdasarkan puncak oksidasi tiofena tanpa ada lapisan dasar pirol ini yaitu sebesar 0,68V maka digunakan untuk menentukan interval potensial tiofena sebagai lapisan atas. Potensial oksidasi masing-masing monomer dapat dilihat pada tabel 2. Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Foto sensor gas Film polimer yang terendapkan pada elektroda kerja berwarna hitam dan secara fisik menutupi semua permukaan elektroda interdigital, hal ini terlihat pada Gambar 4 (b) dan Gambar 4 (d). Ketebalan film polimer yang dihasilkan berpengaruh terhadap konduktivitas. Film polimer yang terbentuk pada elektroda menandakan bahwa pada monomer terjadi radikal kation dimana radikal kation ini akan menyerang radikal kation yang lain atau oligomer yang terbentuk secara kimia membentuk oligomer dengan rantai yang lebih panjang. Semakin banyak endapan polimer maka dikatakan semakin cepat pembentukan polimer. Pada penelitian ini secara umum film polimer yang terbentuk secara fisik memiliki ketebalan yang cukup. Film polimer yang dihasilkan polianilin lebih tipis karena permukaan lapisan dasar terkikis kembali, hal ini karena polianilin akan tereduksi oleh potensial oksidasi monomernya menyebabkan overoksidasi berlangsung sehingga endapan yang terbentuk pada permukaan elektroda terdegradasi kembali.
(a)
(c)
(b)
(d)
Gambar 4. Gambar mikroskop optik elektroda interdigital; (a) dan (c) sebelum dilakukan elektropolimerisasi; (b) dan (d) setelah dilakukan elektopolimerisasi pirol/(TBAPF6) dalam asetonitril pada potensial -1V sampai +2,5V dengan laju scan 100mV/s.
Sedangkan untuk melihat film polimer pada elektroda kerja dengan perbesaran 900 kali ditunjukan pada Gambar 5. Pada Gambar 5 terlihat bahwa film polimer yang terendapkan pada permukaan elektroda kerja secara keseluruhan belum merata. Hal ini dapat dimungkinkan karena besarnya interval potensial yang digunakan yaitu sebesar -1V sampai dengan +2,5V. Pada interval potensial ini dapat dimungkinkan film polimer yang terendapkan pada elektroda kerja akan mengalami overoksidasi.
(a)
yang lain bersifat insulator. Berdasarkan hal ini dimungkinkan bahwa polimer yang terbentuk bukan pada keadaan oksidasi garam emeraldin tetapi pada keadaan oksidasi yang lain. Politiofena memiliki nilai resistansi terbesar sehingga konduktifitasnya sangat rendah atau bersirat insulator. Poli-3-metiltiofena memiliki resistansi yang cukup kecil sehingga konduktifitasnya cukup besar atau semikonduktif. Berdasarkan data resistansi pada tabel 3, dimana resistansi polipirol paling kecil sehingga memiliki konduktifitas yang baik maka polipirol dapat digunakan sebagai lapisan dasar untuk pembuatan polimer lapisan rangkap. Polimer lapisan rangkap berguna untuk menghindari histeresis yang timbul akibat penyebaran film yang tidak merata. Besarnya nilai resistansi pada elektroda resistor terlihat pada tabel 3.
(b) 0,000470
0,25 0,20
0,000465
0,15 0,000460 Arus (I)
Arus (I)
0,10 0,05 0,00 -0,05
0,000455 0,000450
-0,10 0,000445
-0,15 -0,20 -4
-3
-2
-1 0 Potensial (V)
1
2
0,000440
3
-3
-2
Resistansi awal Uji resistansi dilakukan setelah terbentuk film polimer pada elektroda interdigital, sensor gas yang dihasilkan pada berbagai varisai baik varisi lapisan dan variasi pola elektroda di uji resistansinya. Resistansi di ukur dengan linier sweep voltametry (LSV) selama 150 detik pada potensial -2,5V sampai 2,5V. Potensial diatas berlaku untuk elektroda resistor, sehingga dihasilkan bentuk voltamogram seperti Gambar 6. Polipirol memiliki resistansi yang paling kecil yaitu 25,8 Ω dibandingkan dengan polimer konduktif yang lain sehingga dapat dikatakan polipirol memiliki konduktivitas yang tinggi, karena tepatnya pelarut yang digunakan untuk polimerisasi polipirol sehingga didapatkan hasil resistansi cukup bagus sehingga memiliki konduktifitas yang baik atau semikonduktif. Sesuai dengan hasil yang diharapkan. Pada polianilin memiliki nilai resistansi cukup besar sehingga konduktifitasnya rendah. Mercourl melaporkan bahwa polianilin mempunyai beberapa keadaan oksidasi yaitu Leuco-emeraldin, emeraldin base, garam emeraldin atau pernigaranilin. Dari keempat keadaan tersebut hanya garam emeraldin yang bersifat konduktor yang baik sedangkan keadaan Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
2
3
2
3
0,000465
0,0020 0,000460
0,0015 0,0010
Arus (I)
Arus (I)
Elektroda kerja setelah elektropolimerisasi dengan perbesaran 900 kali; (a) anilin diatas pirol; (b) 3metiltiofena di atas pirol; (c) tiofena di atas pirol dalam asetonitril/TBAPF6.
1
(b)
0,0025
(c) 5.
0
Potensial (V)
(a)
Gambar
-1
0,0005 0,0000 -0,0005
0,000455 0,000450 0,000445
-0,0010 -0,0015
0,000440
-3
-2
-1
0 1 Potensial (V)
(c)
2
3
-3
-2
-1
0
1
Potensial (V)
(d)
Gambar 6. Resistansi pada elektroda resistor (a) pirol; (b) anilin; (c) 3-metiltiofena di atas pirol; (d) tiofena di atas pirol dalam asetonitril/TBAPF6. Tabel 3. Resistansi pada elektroda resistor sensor gas. Monomer
R0 (resistansi)
Pirol
25,8
Anilin
402 000
3-metiltiofena
2 810
tiofena
453 000
Resistansi pada elektroda transistor diukur pada dua jenis voltase gate, yaitu pada voltase gate 0V dan voltase gate 16V. Tipikal resistansi pada elektroda transistor terlihat pada Gambar 7. Pada voltase gate 0V memberikan nilai resistansi yang rendah, sedangkan pada voltase gate 16V resistansinya meningkat. Perubahan resistansi yang terjadi elektroda transistor poli-3-metiltiofena pada voltase gate 0V dan
A B
A B
0,04
0,000475
0,02 Arus (I)
Arus (I)
0,000470
0,000465
0,00 -0,02 -0,04
0,000460
-0,06 0,000455 -3
-2
-1
0 1 Potensial (V)
2
-3
3
-2
-1
0
1
2
3
Potensial (V)
(a)
(b) A B
0,000463 0,000462
Arus (I)
0,000461 0,000460 0,000459 0,000458 0,000457 -3
-2
-1
0 1 Potensial (V)
2
3
(c) Gambar 7. Resistansi pada elektroda transistor (a) polianilin diatas polipirol ; (b) poli-3metiltiofena di atas polipirol; (c) politiofena di atas polipirol, dimana A voltase gate sebesar 0 volt, B voltase gate sebesar 16 volt.
kimia (bensin, biosolar dan minyak tanah) yang dipaparkan pada polimer. Secara umum pada penelitian ini terjadi peningkatan resistansi sensor gas ketika dipaparkan terhadap senyawa uap bensin, biosolar dan minyak tanah. Perubahan ini karena transfer elektron yang terjadi antara film polimer pada sensor gas dan molekul analit yang diuji mengakibatkan perubahan fungsi kerja pada polimer sehingga menyebabkan respon perubahan pada arus source-drain atau potensial gate. Pengukuran resistansi dilakukan dengan metode potensiodinamik. Uap senyawa organik yang digunakan untuk mengukur perubahan resistansi adalah senyawa turunan minyak bumi yaitu bensin, biosolar dan minyak tanah. Bensin merupakan produk utama pada proses destilasi minyak bumi. Titih didih bensin sekitar 30 – 180 oC. Titik didih dari senyawa organik dicerminkan dari struktur molekulnya, khususnya tipe dari interaksi bersama ikatan intermolekular molekul pada keadaan cair. Bensin adalah bahan bakar yang mudah menguap dan mudah meledak pada tekanan rendah. Biosolar lebih berat dibandingkan dengan bensin dengan titik didih 230 – 305 oC, sehingga lebih sulit menguap dibandingkan bensin, biasanya digunakan sebagai bahan bakar mesin berkecepatan tinggi seperti truk dan bis. Minyak tanah juga digunakan sebagai senyawa uji pada resistansi sensor gas. A B C D
0,00058 0,00056 0,00054 Arus (I)
16V memiliki nilai perbedaan resistansi yang kecil pada masing-masing senyawa uji. Sehingga kurva yang dihasilkan saling menumpuk. Besarnya nilai resistansi pada voltase gate 0V dan 16V terlihat pada tabel 4.
0,00052 0,00050 0,00048
Tabel 4. Resistansi pada elektroda transistor sensor gas.
0,00046 0,00044 -3
R 0 (resistansi) Monomer Anilin
Voltase gate (0 V) 7.570.000
Voltase gate (16 V) 2.030.000
3-metiltiofena
775
139
tiofena
6.790.000
9.270.000
Uji sensor gas terhadap turunan minyak bumi Resistansi Sensor gas atau sensor kimia mampu membedakan atau mendeteksi bahan kimia dalam hal ini gas atau uap senyawa organik, dan mengubahnya menjadi sinyal listrik. Karakteristik sensor yang ideal ditentukan dari sejauh mana sensor tersebut memiliki kemampuan yang baik dalam mengenali zat yang ingin dideteksinya. Respon yang ditimbulkan sensor gas yaitu perubahan resistansi ketika dipaparkan pada gas-gas yang dapat dioksidasi dan direduksi. Sensor gas berbahan polimer konduktif organik menunjukan perubahan reversibel pada resistansi bahan-bahan Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
-2
-1
0 1 Potensial (V)
2
3
Gambar 8. Resistansi sensor gas resistor polianilin diatas polipirol, yang dipaparkan pada A udara, B bensin, C biosolar, dan D minyak tanah. Tabel 5. Resistansi pada elektroda resistor polianilin /tetrabutilammonium heksafluorofosfat (TBAPF6) dalam asetonitril diatas pirol. Normalisasi Resistansi Gas yang diuji resistansi (Ω) ((R0-R)/R) Udara (R0)
402.000
-
Bensin (R)
-753.000
2,87
Biosolar (R)
1.620.000
3,04
Minyak tanah (R)
625.000
0,56
Gambar 8 menunjukan perubahan resistansi resistor dengan lapisan atas polianilin/tetrabutilammonium heksafluorofosfat (TBAPF6) dalam asetonitril. Adanya senyawa uap meningkatkan resistansi sensor gas. Berdasarkan Gambar 8 respon resistansi yang ditimbulkan senyawa uji yaitu bensin, biosolar dan minyak tanah terlihat perbedaanya dengan jelas. Meningkatnya resistansi ini terjadi karena kontak antara dua lingkungan yang berbeda secara kimia antara film polimer pada sensor gas dan uap senyawa uji yang menimbulkan medan listrik. Transfer elektron yang terjadi antara film polimer pada sensor gas dan molekul senyawa uji mengakibatkan perubahan fungsi kerja pada polimer sehingga menyebabkan respon arus pada kutub positif dan negatif.
Tabel 6. Resistansi pada elektroda resistor poli-3metiltiofena/tetrabutilammonium heksafluorofosfat (TBAPF6) dalam asetonitril diatas polipirol. Normalisasi Gas yang diuji Resistansi (Ω) resistansi ((R0-R)/R) Udara (R0) 2.810 Bensin (R)
190.000
66,61
Biosolar (R)
507.000
179,21
Minyak tanah (R)
116.000
40,11
A B C D
0,00058
A B C D
0,0025 0,0020
Arus (I)
0,0015 0,0010 0,0005 0,0000
0,00056 Arus (I)
Pada saat dikenai uap biosolar sensor gas dengan lapisan atas polianilin menunjukan respon resistansi terbesar yaitu sekitar 1.620.000 Ω. Berdasarkan nilai tersebut sensor gas dengan lapisan atas polianilin memiliki sensitivitas rendah terhadap biosolar, sehingga nilai konduktivitas yang dihasilkan rendah. Minyak tanah memberikan respon yang sedang pada sensor gas, sedangkan biosolar memberikan respon terendah. Besarnya respon yang ditimbulkan sensor gas dipengaruhi oleh kecepatan partikel senyawa uji berinteraksi dengan sensor gas, ketika waktu dan komposisi senyawa uji dibuat konstan. Gambar 9 menunjukan perubahan resistansi resistor dengan lapisan atas poli-3metiltiofena/tetrabutilammonium heksafluorofosfat (TBAPF6) dalam asetonitril. Keempat senyawa yang diuji memberikan perubahan respon resistansi yang cukup dengan kisaran di bawah 1 kΩ. Besarnya respon resistansi yang ditimbulkan dapat dilihat pada tabel 6.
0,00054 0,00052 0,00050 0,00048 0,00046 0,00044 -3
Gambar
Tabel
10.
-2
-1
0 1 Potensial (V)
2
3
Resistansi sensor gas resistor politiofena/(TBAPF6) dalam asetonitril diatas polipirol, ketika dipaparkan ke A udara, B bensin, C biosolar, dan D minyak tanah.
.7.
Resistansi pada elektroda resistor poltiofena/tetrabutil-ammonium heksafluorofosfat (TBAPF6) dalam asetonitril diatas polipirol. Normalisasi Resistansi Gas yang diuji resistansi (Ω) ((R0-R)/R) Udara (R0) 453.000 Bensin (R)
414.000
0,09
Biosolar (R) Minyak tanah (R)
507.000
0,12
116.000
0,74
-0,0005 -0,0010 -0,0015 -3
-2
-1
0
1
2
3
Potensial (V)
Gambar 9. Resistansi sensor gas resistor poli-3metiltiofena diatas polipirol, ketika dipaparkan A udara, B bensin, C biosolar, dan D minyak tanah.
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Gambar 10 menunjukan perubahan resistansi resistor dengan lapisan atas politiofena/tetrabutilammonium heksafluorofosfat (TBAPF6) dalam asetonitril. Adanya senyawa uap meningkatkan resistansi resistor sensor gas dengan lapisan atas politiofena. Berdasarkan Gambar 10 ketiga senyawa uji menunjukan perubahan kenaikan resistansi yang begitu jelas. Besarnya respon yang ditimbulkan sensor gas dipengaruhi oleh interaksi antara senyawa uji pada sensor gas, ketika waktu dan komposisi senyawa uji dibuat konstan. Pada saat dikenai uap biosolar sensor gas menunjukan respon resistansi terbesar yaitu sekitar 507.000 Ω. Berdasarkan nilai tersebut sensor gas dengan lapisan
atas politiofena memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap biosolar. Besarnya respon resistansi yang ditimbulkan dapat dilihat pada tabel 7.
A B C D
0,00055 0,00050 Arus (I)
0,00045
A B C D
0,00060
0,00040 0,00035 0,00030 0,00025 0,00020
0,00055
0,00015 0,00010
Arus (I)
0,00050
-3
-2
-1
0 1 Potensial (V)
2
3
0,00045 0,00040
0,00030 -3
-2
-1
0
1
2
3
Potensial (V)
Gambar 11. Resistansi sensor gas pada elektroda transistor polianilin diatas polipirol dengan voltase gate sebesar 0 Volt, yang dipaparkan ke A udara, B bensin, C biosolar, dan D minyak tanah. Tabel
8.
Resistansi elektroda transistor polinilin/tetrabutilammonium heksafluorofosfat (TBAPF6) dalam asetonitril diatas polipirol dengan voltase gate sebesar 0 Volt. Normalisasi Resistansi Gas yang diuji resistansi (Ω) ((R0-R)/R) Udara (R0) 7.570.000 Bensin (R)
1860.000
0,75
Biosolar (R) Minyak tanah (R)
225.000
0,97
461.000
0,94
Gambar 11 dan Gambar 12 menunjukan respon resistansi elektroda transistor polianilin/tetrabutilammonium heksafluorofosfat (TBAPF6) dalam asetonitril diatas polipirol berturutturut dengan voltase gate sebesar 0 V dan 16V. Saat dikenai uap biosolar dengan voltase gate sebesar 0 V mengalami punurunan resistansi, nilai resistansi yang ditimbulkan sebesar 225.000 Ω. Uap bensin dan minyak tanah memberikan kenaikan respon resistansi. Besarnya respon resistansi dengan voltase gate 0V dapat dilihat pada tabel 8. Hal yang sama terjadi pada uji resistansi dengan voltase gate sebesar 16 V, dimana penurunan resistansi terjadi pada uap biosolar dengan respon resistansi sebesar -48.300 Ω. Uap bensin dan minyak tanah memberikan kenaikan respon resistansi pada elektroda transistor polianilin dengan voltase gate 16V. Besarnya respon resistansi dengan voltase gate 16V dapat dilihat pada tabel 9.
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Gambar 12. Resistansi sensor gas transistor polianilin/ (TBAPF6) dalam asetonitril diatas polipirol dengan voltase gate sebesar 16 V, yang dipaparkan ke A udara, B bensin, C biosolar, dan D minyak tanah. Tabel
9.
Resistansi pada elektroda transistor polianilin/tetrabutil-ammonium heksafluorofosfat (TBAPF6) dalam asetonitril diatas polipirol dengan voltase gate sebesar 16 Volt. Normalisasi Resistansi Gas yang diuji resistansi (Ω) ((R0-R)/R) Udara (R0) 2.030.000 Bensin (R) 557.000 0,73 Biosolar (R) -48.300 1,02 Minyak tanah 506.000 0,75 (R)
Gambar 13 menunjukan respon resistansi elektroda transistor poli-3-metiltiofena/ tetrabutilammonium heksafluorofosfat (TBAPF6) dalam asetonitril diatas polipirol dengan voltase gate sebesar 0 V. Keempat senyawa yang uji perbedaan memberikan respon resistansi yang cukup kecil, sehingga pada pada gambar terlihat saling tumpang tindih dan sulit terlihat peningkatan resistansi yang ditimbulkan. Besarnya respon resistansi yang ditimbulkan poli-3-metiltiofena dengan voltase gate sebesar 0 V dapat dilihat pada tabel 10. A B C D
0,0050
0,0025 Arus (I)
0,00035
0,0000
-0,0025
-0,0050 -3
-2
-1
0
1
2
3
Potensial (V)
Gambar 13. Resistansi sensor gas transistor poli-3metiltiofena diatas polipirol dengan voltase gate sebesar 0 Volt, yang dipaparkan ke A udara, B bensin, C biosolar, dan D minyak tanah.
Tabel 10. Resistansi pada elektroda transistor poli-3metiltiofena/tetrabutilammonium heksafluorofosfat (TBAPF6) dalam asetonitril diatas polipirol dengan voltase gate sebesar 0 Volt. Normalisasi Resistansi Gas yang diuji resistansi (Ω) ((R0-R)/R) Udara (R0) 775 Bensin (R)
8.390
9,82
Biosolar (R) Minyak tanah (R)
7.310
8,43
7.650
8,87
Gambar 14 menunjukan respon resistansi elektroda transistor poli-3-metiltiofena/ tetrabutilammonium heksafluorofosfat (TBAPF6) dalam asetonitril diatas polipirol dengan voltase gate sebesar 16 V. Besarnya respon resistansi yang ditimbulkan sensor dengan lapisan atas poli-3metiltiofena dengan voltase gate sebesar 16 V dapat dilihat pada tabel 11. A B C D
Arus (I)
0,015
0,000
-0,015
-0,030
-0,045 -3
-2
-1
0 1 Potensial (V)
2
3
Gambar 14. Resistansi sensor gas transistor poli-3metiltiofena di atas polipirol dengan voltase gate sebesar 16 Volt, yang dipaparkan ke A udara, B bensin, C biosolar, dan D minyak tanah. Tabel 11. Resistansi pada elektroda transistor poli-3metiltiofena/tetrabutilammonium heksafluorofosfat (TBAPF6) dalam asetonitril diatas polipirol dengan voltase gate sebesar 16 Volt. Normalisasi Gas yang diuji Resistansi (Ω) resistansi ((R0-R)/R) Udara (R0) 139 Bensin (R)
6.030
42,46
Biosolar (R)
7.190
50,86
Minyak tanah (R)
7.100
50,17
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
A B C D
0,00056
Arus (I)
0,00054 0,00052 0,00050 0,00048 0,00046 -3
-2
-1
0
1
2
3
Potensial (V)
Gambar 15. Resistansi sensor gas transistor politiofena di atas polipirol dengan voltase gate sebesar 0 Volt, yang dipaparkan pada A udara, B bensin, C biosolar, dan D minyak tanah. Gambar 15 menunjukan perubahan resistansi transistor dengan lapisan atas politiofena/tetrabutilammonium heksafluorofosfat (TBAPF6) dalam asetonitril dengan voltase gate sebesar 0 Volt. Adanya senyawa uap meningkatkan resistansi sensor gas. Meningkatnya resistansi ini terjadi karena kontak antara dua lingkungan yang berbeda secara kimia antara film polimer pada sensor gas dan uap senyawa uji yang menimbulkan medan listrik. Transfer elektron yang terjadi antara film polimer pada sensor gas dan molekul senyawa uji mengakibatkan perubahan fungsi kerja pada polimer sehingga menyebabkan respon pada potensial sourcedrain. Besarnya respon yang ditimbulkan sensor gas dipengaruhi oleh kecepatan partikel senyawa uji berinteraksi dengan sensor gas, ketika waktu dan komposisi senyawa uji dibuat konstan. Pada saat dikenai uap biosolar sensor gas transistor dengan lapisan atas politiofena menunjukan respon resistansi terbesar yaitu sekitar 608.000 Ω. Minyak tanah memberikan respon yang sedang pada sensor gas, sedangkan bensin memberikan respon terendah. Besarnya respon yang ditimbulkan sensor gas dipengaruhi oleh kecepatan partikel senyawa uji berinteraksi dengan sensor gas, ketika waktu dan komposisi senyawa uji dibuat konstan. Besarnya respon resistansi yang ditimbulkan politiofena dengan voltase gate sebesar 0 V dapat dilihat pada tabel 12. Tabel
12. Resistansi pada elektroda transistor politiofena/ tetrabutilammonium heksafluorofosfat (TBAPF6) dalam asetonitril diatas polipirol dengan voltase gate sebesar 0 Volt. Normalisasi Resistansi Gas yang diuji resistansi (Ω) ((R0-R)/R) Udara (R0) 6.790.000 Bensin (R) 254.000 0,96 Biosolar (R) 608.000 0,91 Minyak tanah 334.000 0,95 (R)
Gambar 16 menunjukan perubahan resistansi transistor dengan lapisan atas politiofena/tetrabutilammonium heksafluorofosfat (TBAPF6) dalam asetonitril dengan voltase gate sebesar 16 Volt, Meningkatnya resistansi ini terjadi karena kontak antara dua lingkungan yang berbeda secara kimia antara film polimer pada sensor gas dan uap senyawa uji yang menimbulkan medan listrik. Transfer elektron yang terjadi antara film polimer pada sensor gas dan molekul senyawa uji mengakibatkan perubahan fungsi kerja pada polimer sehingga menyebabkan respon pada arus source-drain atau potensial gate. Berdasarkan Gambar 16 dapat dilihat bahwa memiliki tipikal respon resistansi yang sama dengan voltase gate sebesar 0 Volt. Besarnya respon resistansi yang ditimbulkan tiofena dengan voltase gate sebesar 16 V dapat dilihat pada tabel 13.
(a)
(b)
(c) A B C D
0,00056
Gambar 17. Tipe radar plot pada elektroda resistor, dimana (a) pada bensin, (b) pada biosolar, (c) pada minyak tanah.
Arus (I)
0,00054 0,00052 0,00050 0,00048 0,00046 -3
-2
-1
0 1 Potensial (V)
2
3
Gambar 16. Resistansi sensor gas transistor politiofena di atas polipirol dengan voltase gate sebesar 16 Volt, yang dipaparkan pada A udara, B bensin, C biosolar, dan D minyak tanah. Tabel
Resistansi pada elektroda transistor politiofena/ tetrabutilammonium heksafluorofosfat (TBAPF6) dalam asetonitril diatas polipirol dengan voltase gate sebesar 16 Volt. Normalisas Gas yang diuji Resistansi (Ω) i resistansi ((R0-R)/R) Udara (R0) 9.270.000 -
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
13.
Bensin (R)
-14.200.000
2,53
Biosolar (R)
500.000
0,95
Minyak tanah (R)
949.000
0,9
Radar plot Berdasarkan uji respon resistansi terhadap senyawa uap turunan minyak bumi, maka dapat dibuat radar plot. Tipe radar plot yang didapatkan pada berbagai variasi sensor gas terhadap bensin, biosolar dan minyak tanah memiliki perbedaan tipikal radar plot. Sehingga gugusan sensor ini dapat digunakan untuk membedakan bensin, biosolar dan minyak tanah. Tipe radar plot pada sensor gas resistor dapat dilihat pada Gambar17 dan pada sensor gas transistor Gambar 18. Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Gambar 18. Radar plot sensor gas transistor ketika dipaparkan pada (a) bensin dengan voltase gate sebesar 0 V, (b) bensin dengan voltase gate sebesar 16 V, (c) biosolar dengan voltase gate sebesar 0 V, (d) biosolar dengan voltase gate sebesar 16 V, (e) minyak tanah dengan voltase gate sebesar 0 V, (f) miyak tanah dengan voltase gate sebesar 16 V.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa telah berhasil dibuat sensor gas resistor dan transisitor berbahan polimer konduktif organik dengan lapisan dasar polipirol dan variasi lapisan atas polianilin, poli-3-metiltiofena, tiofena. Lapisan atas berbengaruh terhadap voltamogram dimana puncak oksidasi dari monomer pirol, anilin, 3-metiltiofena dan tiofena, relatif berbeda, berturutturut sebesar 0,39V,( 0,65V; 0,82V; 1,02V), 0,59V dan 0,68V. Sedangkan puncak oksidasi untuk lapisan rangkap dimana lapisan dasarnya polipirol dan lapisan atasnya adalah monomer anilin, 3-metiltiofen dan tiofen relatif berbeda, berurutan dengan nilai sebesar 0,62V, 1,2V dan 0,63V. Resistansi yang ditimbulkan sensor gas lapisan rangkap dimana lapisan dasarnya polipirol dan lapisan atasnya adalah monomer anilin, 3-metiltiofena dan tiofena terhadap senyawa turunan minyak bumi berbeda-beda, diperlihatkan pada radar plot sehingga gugusan sensor ini dapat digunakan untuk membedakan bensin, biosolar dan minyak tanah. UCAPAN TERIMA KASIH 1. Suprapto, M.Si, Ph.D selaku Dosen Pembimbing atas semua diskusi, saran, dan bimbingan yang telah diberikan serta ilmu yang bermanfaat selama penyelesaian Tugas Akhir. 2. Drs. Lukman Atmaja, Ph.D. selaku Ketua Jurusan Program S1 Jurusan Kimia FMIPA ITS. 3. Dra. Yulfi Zetra, M.S selaku Koordinator Tugas Akhir Program S1 Jurusan Kimia FMIPA ITS. 4. Prof.Dr Mardi Santoso, M.Si selaku dosen wali. 5. Orang tua, Adik dan Keluarga besar atas segala doa, kepercayaan, dan dukungan yang tiada henti-hentinya. 6. Ali Mustofa dan Bilqis Najwa Azizah Ali terima kasih atas semua dukungan dan kesabarannya. 7. PEMDA Kabupaten Merauke serta masyarakat Merauke atas biaya selama kuliah di Kimia FMIPA-ITS. 8. Rekan-rekan tugas akhir S1 Kimia ITS. 9. Serta pihak-pihak lain yang telah membantu. DAFTAR PUSTAKA Bai, H., Shi, G., 2007, Review: Gas Sensors Based on Conducting Polymers, Sensors, 7: 267-307 Levi M. D., 2002, A Synopsis of recent attempts toward construction of rechargeable batteries utilizing conducting polimer cathodes and anodes, Wiley InterScience published, israel Limin,D., 2001, Conjugated polymers for LightEmiting Applications, Weinheim Nanto, H., Setter, J.R., 2003, Introduction to Chemosensors, John Wiley & Sons, New Jersey Pratt, Colin, 1996, Conducting Polymer, John Wiley & Sons, New Jersey Prosiding KIMIA FMIPA - ITS
Schaller E., Bosset J.O., 1998 , Electronic noses add their application to food, review article 33: p 305-316 Shirakawa. H, 2001, Nobel Lecture: The discovery of polyacetylene film—the dawning of an era of conducting polymers, University of Tsukuba, Japan Suprapto, 2007, Investigation of Organic Conducting Polymers For Gas Sensor, A thesis submitted to The University of Manchester for the degree of Doctor of Philosophy in the Faculty of Engineering and Physical Sciences Venema, A., 1998, Principles of Chemical Microsensors, Lecture Notes at Delft University of Technology BIOGRAFI PENULIS MADE ASMAWATI dilahirkan di Merauke pada tanggal 27 April 1985, sebagai anak kedua dari empat bersaudara. Penulis dilahirkan dari kedua orang tua yang bernama Ketut Astawa dan Mistiana. Penulis adalah alumnus dari , SD Inpres Kurik V, SLTP Negeri 4 Merauke dan SMA Negeri 2 Merauke. Setelah lulus menempuh Pendidikan Menengah atas, penulis melanjutkan Pendidikan Tinggi di Jurusan Kimia Fakultas MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya sebagai utusan dari Pemerintah Daerah Tingkat II Merauke (PEMDA Merauke) pada tahun 2004 dan terdaftar dengan NRP 1404100031. Selama menempuh pendidikan tinggi di ITS, penulis juga aktif mengikuti beberapa seminar dan study tour diantaranya pernah mengikuti Study Tour pada PT. Krakatau steel . Penulis sempat menempuh Kerja Praktek di PT. Mertex Mojokerto. Penulis menamatkan studi di Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya dengan mengambil Tugas Akhir pada bidang Kimia Analitik.