Semiloka
Revisi PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan dan NSPK: Implikasinya terhadap kepemimpinan Kepala Dinas Kesehatan serta Staf Kementerian Kesehatan Hotel Saphir Yogyakarta, 30 Juni 2011
Sesi: Kajian Kebutuhan Daerah dalam Pelaksanaan Pembagian Urusan Pemerintahan
1. Propinsi Sulawesi Utara Upaya kesehatan sub bidang pencegahan penyakit ketegasan surveillance dan KLB menurut PP 38 dilakukan kabupaten/kota saja, saya kurang setuju. Ini harus dilakukan bersama-sama bukan hanya kabupaten, tapi provinsi juga berperan sejak awal. Pengalaman kita: kalau kabupaten kota kita, pasti diobok-obok sampai ke bupati bahkan ke gubernur. Demikian juga tentang penanggulangan bencana, tetap skala kabupaten tapi propinsi juga ikut, jangan sampai tunggu direbut pihak lain dulu baru kita turun. Maka Kadinkes Provinsi sejak awal sudah terlibat dalam pencegahan. Ibu anak. Menu dana bantuan APBN sudah ditentukan dari pusat dan ini tidak cocok dengan kebutuhan kita dan mudah-mudahan bisa diserahkan pada provinsi untuk disesuaikan dengan kebutuhan programnya. Revitalisasi pelayanan dasar. Kondisi sekarang puskesmas sedang tinggal habisnya. Usul Prov diberi peran untuk diklat-diklat seperti kepemimpinan, manajemen, dll. Ada block grant untuk propinsi ini bagus tapi waktu diberikan ke puskesmas, mereka belum siap, ini juga perlu perhatian lebih lanjut. Antara kadinkes dengan direktur RS tidak pernah ketemu. Ini bagaimana peran propinsi untuk bisa saling koordinasi. Pembiayaan kesehatan. Sudah jalan dari BUK. Saya usulkan, dokumen yang dibawa ke pusat, harus lewat musrembang jika tidak maka dianggap tidak ada. Jadi itu termasuk untuk penguatan peran propinsi sebagai asistensi semua usulan yang keluar dari kabupaten selalu diketahui propinsi. Jamkesda, saya setuju, bagaimana dana blockgrant diberikan untuk kabupaten kota, kita sama-sama perkuat aspek leadership dan manajemen di puskesmas, agar tidak ada indikasi kita habiskan saja uangnya. SDM. Ada alokasi dana untuk tenaga kesehatan dan disesuaikan dengan kebutuhan SDM.
Obat. Provinsi diberi peran untuk buffer stock. Usul: pusat mengurus obat program dan sebagian buffer stock, dan kab/kota khusus obat pelayanan dasar dan diakomodir dalam DAK. Pemberdayaan masyarakat. Peran provinsi untuk malakukan kegiatan inovasi kerjasama dengan lintas sector terkait. Contoh untuk posyandu, diknas ada PAU, BKKBN ada BKD, bagaimana peran provinsi untuk mengintegrasikan? Kalau di tempat kami hanya perlu peran gubernur, dan ini berhasil. Apakah hal-hal seperti ini bisa diatur juga untuk kerjasama lintas sector kesehatan dengan yang lain? Peran provinsi sangat penting disini. Manajemen kesehatan. Peran tim fungsional di dinkes untuk mengkaji dan memberikan usulan pada dinkes serta bupati. Laporan. Peran provinsi untuk mengkoordinir laporan dari kabupaten/kota. Kapan jadwalnya, agar laporan dibuat secara rapid an dapat dikumpulkan secara periodic. Tanya: Dwi Handono. Untuk Bapelkes, bagaimana peran kab/kota dalam hal ini pelatihan-pelatihan, karena sekarang tidak ada peran kabupaten/kota dalam hal ini. Jawab: Bapelkes bukan sekedar tempat untuk pelatihan. Ada tim pengkaji dari tim Bapelkes, ajukan ke Kadinkes Provinsi kalau kabupaten perlu training ini.
2. Kabupaten Klaten – dr. Ronny Roekmito, M.Kes Materi: Kajian kebutuhan dareah dalam pelaksanaan pembagian urusan pemerintahan. Dinkes adalah SKPD artinya mati hidupnya kadinkes ditangan bupati. Masalah di Kota, terdapat aparat-aparat sah di kabupaten dan aparat provinsi juga disitu. Misal: ada RS Kabupaten dan Provinsi di suatu kabupaten, ini tidak bisa salaing koordinasi, kadangkala RS provinsi merasa lebih tinggi dari kabupaten jadi sulit bekerjasama dengan aparat kabupaten. Ini yang kami angkat, mohon ada batasan instruksi untuk lebih bisa bekerjasama “ada kulonuwun” dengan aparat kabupaten, minimal saat pergantian direktur RS provinsi, RS kabupaten dan dinas juga diberitahu. Kajian SDM. Rekruitment apakah tidak mungkin ditangani langsung oleh Kemenkes sehingga tidak mengikuti kuota CPNS di daerah, karena daerah memang butuh tenaga tapi kalau berharap dari APBD klihatannya sangat berat, jadi kebutuhan tenaga dari kabupaten disampaikan pada kemenkes, dan kemenkes menyediakan tenaga untuk daerah sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan daerah. Selain itu tentang tenaga fungsional di dinkes tidak dapat tunjangan lain selain gaji yang setiap bulan diterima, sehingga dinkes kesulitan dapat tenaga kesehatan yang mau masuk kantor karena tidak aa yang
berminat. Kami sangat berharap, mereka yang masuk dinkes bisa dapat tunjangan dan dapat angka kredit sebagai penghargaan. Yang kemarin dikeluarkan oleh Kemenkes yaitu permenkes 971, tidak banyak berarti di kabupaten karena permenkes dibawah hierarki peraturan daerah. Contoh: sekretaris kesehatan bisa dijabat oleh orang non kesehatan, beda dengan syarat di permenkes 971. Ini sangat menyulitkan kami, karena kami ingin parter yang tau masalah kesehatan. Sudah kami ajukan tapi tidak ada tindak lanjut. Kajian Diklat. Dinas teknis di kabupaten tidak bisa mengadakan diklat, akhirnya kita siasati dalam bentuk refreshing dan lain-lain. Anggaran. Tahun 90-an Anggaran daerah dalam bentuk Block Grant langsung ke daerah dan terserah daerah mau pakai apa. Sekarang ada jamkesemas, jampersal – gaungnya luar biasa, tapi kami tidak melaksanakan karena yang namanya juknis saja dulu tidak ada tapi sekarang ada, jadi kami lakukan juga, BOK- kami curiga mindsetnya adalah menghabiskan dana, kalau benar ini akan membuat ada peningkatan program yang sebenarnya tidak dibutuhkan. DAK - 1 jiwa 2 dolar, hanya boleh digunakan oleh alkes, alat lab, fisik. Kami laksanakan walaupun kami tidak butuh, tapi yang tahun lalu tidak lagi kami lakukan, malah kami kembalikan dananya karena kami sudah tidak butuh lagi. Pertanyaan saya: Apakah tidak bisa DAK itu digunakan sesuai kebutuhan, bukan hanya titipan program dari pemerintah? Sektor kesehatan bukan sumber PAD, target 4,8 M setahun, dan dana untuk sector kesehatan 2 M. Apakah dana yang dihasilkan sector kesehatan tidak bisa digunakan hanya untuk sector kesehatan sebagai bentuk investasi? Jika bisa digunakan hanya oleh sector kesehatan, saya yakin banyak hal bisa kita lakukan dan program kita bisa berhasil dengan lebih baik. Perijinan dilakukan oleh kantor pelayanan terpadu, dan rekomendasi teknis dari dinkes. Dinkes kami tidak punya dana operasional untuk itu, hingga kami menunggu dijemput oleh mereka yang butuh mengurus perijinan. Kalau ditanya provinsi mengapa kami tidak jemput bola, maka saya cuma bisa menjawab: Pak, maaf kami tidak ada dana operasional untuk hal itu. Inilah kenyataannya. Jamkesda. Masalah: jamkesda sudah berjalan 4-5 tahun, dan kami melakukannya dengan sistem lelang umum. Hal ini sudah dikemukan di rakernas di Batam, tapi di salah satu Kabupaten, BPK mengatakan Jamkesda boleh penunjukan langsung melalui PT Askes. Apakah Kemenkes bisa mengatur hal ini, mana yang dipakai? Status kepala puskesmas. Yang ingin jadi ka pusk jarang, mis: wonosobo sampai sekarang kosong. Kami usulkan, Kapusk – pejabat fungsional yang disampiri tugas sebagai kepala puskesmas.
3. Kabupaten Musi Banyu Asin – dr. Taufik Materi: Kajian kebutuhan daerah dalam pelaksanaan urusan pemerintahan Secara umum, bagian utara dari sumsel, hampir stengah juta jiwa menurut data tahun 2000. 40 % orang jawa, paling banyak tinggal di daerah daerah timur, 12 kecamatan, berbatasan dengan prop jambi. Sekarang kab banyu asin punya 25 puskesmas, 6 rinap dikembangkan 2 lagi, 3 RS – 2 RS pengembangan di jalan lintas Jambi. 87 poskesdes. Poskesdes tahun 2011 akan ditingkatkan lagi hingga desa yang luas wilayahnya bisa dapat 2 atau lebih poskesdes. Urusan bidang kesehatan yang menjadi urusan daerah adalah: (1) masalah rujukan, menurut UU No 32 Tahun 2004 Pasal 13 dan 14 bahwa Penanganan kesehatan merupakan urusan wajib dilaksanakan Pemerintah daerah baik Provinsi maupun kabupaten/kota, dan PP. 38 Tahun 2007 Urusan kesehatan yang menjadi urusan 34 kegiatan bidang kesehatan yang menjadi urusan daerah: 1. Penyelenggaraan, bimbingan dan pengendalian operasional bidang kesehatan 2. Penyelenggaraan survailans epidemiologi, penyelidikan KLB dan gizi buruk 3. Penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan penyakit menular 4. Penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan skala kabupaten 5. Penyelenggaraan penganggulangan gizi buruk 6. Pengendalian operasional penanggulangan bencana dan wabah skala kabupaten 7. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan haji setempat 8. Penyelenggaraan upaya kesehatan pada daerah perbatasan, terpencil, rawan dan kepulauan 9. Penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan sesuai kondisi lokal 10. Pengelolaan jaminan pemeliharaan kesehatan sesuai kondisi lokal 11. Penyediaan dan pengelolaan buffer stock obat provinsi, alat kesehatan, reagensia dan vaksin 12. Penempatan tenaga kesehatan strategis 13. Registrasi, akreditasi, sertifikasi tenaga kesehatan tertentu sesuai peraturan perundangan 14. Registrasi, akreditasi, sertifikasi sarana kesehatan sesuai dengan perundangan 15. Pengambilan sampling/contoh sediaan farmasi di lapangan 16. Pemeriksaan setempat sarana produksi dan distribusi sediaan farmasi 17. Pengawasan dan registrasi makanan minuman produksi rumah tangga 18. Sertifikasi alat kesehatan dan PKRT kelas I 19. Pemberian izin praktik tenaga kesehatan tertentu
20. Pemberian rekomendasi izin sarana kesehatan tertentu yang diberikan oleh pemerintahan pusat dan provinsi 21. Pemberian izin sarana kesehatan meliputi RS Pemerintah Klas C, D, RS swasta yang setara, praktik berkelompok, klinik umum/spesialis, Rumah bersalin, Klinik dokter/gigi/keluarga. Kedokteran komplementer, dan pengobatan tradisional serta sarana penunjang yang setara 22. Pemberian rekomendasi izin PBF cabang, PBAK dan industri kecil obat tradisional 23. Pemberian izin apotik , toko obat 24. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan kesehatan yang mendukung perumusan kebijakan 25. Pengelolaan survey kesehatan daerah skala kabupaten 26. Implementasi penapisan IPTEK di bidang pelayanan kesehatan 27. Pengelolaan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan sekunder 28. Penyelenggaraan promosi kesehatan 29. Perbaikan gizi keluarga dan masyarakat 30. Penyehatan lingkungan 31. Pengendalian penyakit 32. Penyelenggaraan kerjasama luar negri ska 33. Pembinaan, monitoring, pengawasan dankabupaten 34. Pengelolaan sistem informasi kesehatan
Sistem informasi kesehatan, hambatan – dulu pernah dapat perangkat alat tapi sampai sekarang tidak berjalan terus, dan di dinkes kami tidak adak seksi yang langsung menangani ini. Dulu seksi administrasi sekarang seksi secretariat. Untuk pengorganisasian dinas kesehatan alurnya didasarkan pada:
Gambar Struktur organisasi dinkes banyu asin
Program pembiayaan gratis dan jamkesda. Seluruh masyarakat muba dapat bantuan untuk berobat di kelas 3. Kami dari PP 38 ini, selama ini kab banyu asin, dinilai punya kemampuan fiscal tinggi, dan sudah beberapa tahun sudah tidak dapat dana bantuan khusus, padahal ada beberapa program yang sumber dananya dari situ. Akibat dari eksplorasi minyak adalah kerusakan
lingkungan yang berimbas pada kesehatan keluarga di sana. Jadi, kami minta perhatiannya untuk bantu kami mengatasi hal ini, akibat kerusakan lingkungannya.
Tanggapan dan kebutuhan lain yang belum disebutkan: Abidin Siregar, Staf Direktur BUK Bina Gizi dan KIA Tahun 95, kita punya model otonomi daerah percontohan. Situasinya relative lebih nyaman, tangan pusat masih terasa, daerah sadar harus melakukan sesuatu, dan penilaian yang menjadi ukuran prestasi dan keberhasilan program. Bupati dan gubernur bisa saling bersaing. Sekarang, banyak angka yang dimanipulasi, dan dinkes jadi tidak bisa berlaku apa-apa, sehingga kebijakan kita didaerah bisa dibilang sudah berbau politik. Jadi usul saya, bisa melihat kembali ke waktu lalu, sehingga mencari cara-cara kreativ untuk mengkoordinasi peran masing-masing baik pusat dan daerah.
Dinkes Kota Jogja. Propinsi lebih kea rah coordinator, yang mengkoordinir kegiatan-kegiatan secara terpadu, dan masalah-masalah yang ada di kab/kota. Tapi kalau provinsi yang langsung mengawasi puskesmas, kami kurang setuju. Untuk rekrut SDM yang ada diprovinsi, kab/kota diberi kewenangan untuk ikut seleksi, karena kab/kota punya syarat dan jumlah sendiri untuk memenuhi kebutuhan mereka. Puskesmas. Yang fungsional dan disampiri structural, kurang setuju karena ini akan membebani mereka dengan dua tugas yang berat. Kami lebih setuju eselonnya dinaikkan jadi eselon 3B. Jampersal. Mohon ditinjau kembali. Asuransi jaminan sosial yang dikelola oleh PT Askes, kami juga kesulitan, karena sudah ada mekanisme tidak sesuai dengan APBD. Di kota jogja, sudah ada temuan tidak sesuai dengan mekanisme APBD. Jadi untuk berikutnya tidak kami jalankan, dan ini justru benar. Jadi kami mohon ini dicermati kembali.