LEMBARAN DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA ( Berita Resmi Daerah Tlngkat II Yogyakarta ) Nomor: 13 TAHUN 1991 Seri: C ----------------------------------------------------------------PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTAMADYA KEPALA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA Menimbang :
Mengingat :
a.
bahwa laju perkembangan pembangunan nasional yang digariskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara mendorong perkembangan pembangunan di daerah.
b.
bahwa perkembangan pembangunan di daerah tersebut meliputi perkembangan pembangunan bangunan di Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta.
c.
bahwa perkembangan pembangunan bangunan di Kotamadya perlu dilandasi tertib teknik yang berlaku baik dalam lingkup Daerah, Regional maupun'Nasional.
d.
bahwa perkembangan pembangunan bangunan di Kotamadya perlu memperhatikan pelestarian budaya dari keserasian lingkungan serta pelestarian lingkungan.
e.
bahwa perkembangan pembangunan bangunan yang dilaksanakan di Kotamadya perlu memperoleh pengarahan dan bimbingan teknis dari Pemerintah Daerah.
f.
bahwa laju perkembangan pembangunan bangunan cukup pesat oleh karenanya dipandang perlu, Pemerintah Daerah meningkatkan pengaturan dan penertiban bangunan dalam bentuk Peraturan Daerah.
1.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.
2.
Undang-undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kota Besar dalam lingkungan Propinsi J awa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
tentang
3.
Algemene Voorwaarden Voor de Uitvoering Bij Aanneming Van Openbare Werken, (Syarat-syarat Umum untuk pelaksanaan Bangunan Umum yang dilelangkan). Statsblad 1941.
4.
Undang-undang Pengairan.
Nomor
11
Tahun
1970
tentang
5.
Undang-undang Jalan.
Nomor
13
Tahun
1980
tentang
6.
Undang-undang Nomor Ketentuan-ketentuan Lingkungan Hidup.
4
Tahun Pokok
7.
Undang-undang Nomor Perindustrian.
5
Tahun
1985
tentang
8.
Undang-undang Nomor Ketenagalistrikan.
15
Tahun
1985
tentang
9.
Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun jo. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun.
10.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan.
11.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 29 Tahun 1986 tentang Analisis mengenai Dampak Lingkungan.
12.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 14 Tahun 1987 tentang Penyerahan sebagian Urusan Pemerintahan di Bidang Pekerjaan Umum kepada Daerah.
13.
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 02/KPTS/85 tentang Ketentuan Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran.
14.
Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 1959 tentang Penyerahan Secara Nyata Beberapa Urusan Daerah Istimewa Yogyakarta kepada Daerah Swatantra Tingkat II Kotapraja Yogyakarta.
15.
Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta Nomor 7 Tahun 1986 tentang Rencana Induk Kota Yogyakarta Tahun 1985-2005.
1982 tentang Pengelolaan
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta.
BAB III PERSYARATAN TEKNIS Bagian Pertarma Persyaratan Umum Arsitektur Paragraf 1 Garis Sempadan Pasal 3 (1)
Garis Sempadan Bangunan terluar yang sejajar dengan as jalan/as rencana jalan dan atau as sungai sekeliling bangunan ditentukan berdasarkan garis batas luar Daerah Pengawasan Jalan/lebar rencana jalan dan atau lebar sungai serta peruntukan persil/pekarangan.
(2)
Letak garis sempadan tersebut ayat (1) Pasal ini ditentukan sebagai berikut : a.
terhadap jalan yang sudah ditentukan perannya sekurang-kurangnya terimpit dengan batas luar Daerah Pengawasan Jalan.
b.
terhadap rencana jalan, separuh lebar jalan ditambah 1 (satu) meter dihitung dari tepi rencana jalan.
c.
terhadap sungai, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau petunjuk dari instansi yang bertanggung jawab urusan sungai. Pasal 4
(1)
Garis Sempadan Pagar adalah gar is sisi terluar dinding atau tiang pagar yang berbatasan dengan jalan ditentukan berimpit dengan batas terluar rencana jalan atau Daerah Milik Jalan.
(2)
Tinggi dan bentuk pagar yang berbatasan dengan jalan di atur dengan Surat Keputusan Kepala Daerah.
(3)
Garis lengkung pagar di sudut persimpangan jalan ditentukan dengan ukuran radius/serongan/lengkungan atas dasar fungsi/peranan jalan. Pasal 5
(1)
Garis sempadan jalan masuk ke persil ditentukan dengan batas terluar garis rencana jalan.
(2)
Jumlah jalan perhitungan.
masuk/keluar
persil
ditentukan
berimpit
berdasarkan
Pasal 6 (1)
Garis Semp:adan Teras adalah garis sisi terluar lantai teras,
yang sejajar dengan arah jalan di sekeliling bangunan adalah separuh lebar rencana jalan dikurangi sebanyak -banyaknya 2 (dua) meter dan tidak melewati garis sisi terluar pagar. (2)
Lantai teras tidak dibenarkan diberi dinding sebagai ruang tertutup. Pasal 7
(1)
Garis Konstruksi terluar loteng bangunan yang berderet sejajar dengan arah jalan di sekeliling bangunan adalah separuh ketentuan sempadan garis sisi terluar bangunan yang bersangkutan dikurangi paling sedikit 1 (satu) meter.
(2)
Loteng bangunan tidak dibenarkan mengarah/menghadap ke persil atau pekarangan tetangga.
(3)
Garis Konstruksi terluar loteng bangunan tidak dibenarkan melewati batas pekarangan yang berbatasan dengan tetangga. Pasal 8
(1)
Garis konstruksi terluar suatu tritis ("overstek") yang berderet sejajar dengan arah rencana jalan di sekeliling bangunan, adalah separuh ketentuan sempadan garis sisi terluar bangunan bersangkutan.
(2)
Garis konstruksi terluar suatu tritis yang mengarah ke tetangga, tidak dibenarkan melewati batas pekarangan yang berbatasan dengan tetangga.
(3)
Ruang di bawah tritis tidak sebagaimana ruang tertutup.
dibenarkan
diberi
dinding
Pasal 9 Garis sisi terluar dan garis konstruksi terluar menara air, cubluk, septitank, kolam atau bangun-bangunan lain diatur dengan Keputusan Kepala Daerah. Paragraf 2 Tata Ruang Dalam Pasal 10 Perlengkapan, bentuk dan ukuran ruang harus memenuhi syarat-syarat kesehatan dan keselamatan umum yang berlaku. Paragraf 3 Tata Ruang Luar Pasal 11
(1)
Setiap persil/pekarangan yang akan didirikan harus: a. Disertai rencana penghijauannya (taman). b. Dilengkapi saluran pembuangan atau peresapan air hujan. c. Dilengkapi saluran pembuangan air kotor dan atau septitank lengkap dengan peresapannya. d. Mempunyai temp at parkir yang memadai dan tidak memenuhi jalan di sekelilingnya kecuali persil yang tidak terjangkau roda empat. e. Direncanakan keadaan permukaan tanahnya.
(2)
Bilamana persil/pekarangan tersebut ayat (I) berada di lingkungan yang belum mempunyai jaringan jalan maka pemohon/pendiri bangunan harus menyediakan jalan menuju ke persil, menurut petunjuk Dinas Tata Kota.
(3)
Setiap persil/pekarangan bilamana memerlukan jembatan atau titian untuk masuk ke persilnya harus dibuat menurut petunjuk Dinas Pekerjaan Umum. Paragraf 4 Tata Bangunan Pasal 12
Prosentase luas proyeksi atap terhadap luas persil pekarangan ditentukan at as dasar kepentingan kesehatan lingkungan pencegahan bahaya kebakaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 13 Koefisien Dasar Bangunan (KDB) atau prosentase luas lantai terhadap luas persil/pekarangan ditentukan atas dasar kepentingan pelestarian lingkungan/resapan air permukaan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 14 Setiap bangunan tidak diperbolehkan menghalangi pandangan lalu lintas jalan. Pasal 15 (1)
Setiap bangunan baik langsung ataupun tidak langsung tidak diperbolehkan mengganggu atau menimbulkan gangguan keamanan/keselamatan umum, keseimbangan, kelestarian dan kesehatan lingkungan.
(2)
Setiap bangunan baik langsung diperbolehkan dibangun/berada selokan/parit pengairan. Pasal 16
atau tidak di atas
langsung tidak sungai/saluran/
Setiap bangunan diusahakan mempertimbangkan segi-segi pengembangan konsepsi bangunan tradisional, hingga secara estitikal dapat mencerminkan perwujudan corak budaya setempat (Yogyakarta). Paragraf 5 Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Pasal 17 Setiap bangunan harus mempunyai sistem, sarana dan alat perlengkapan pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang bersumber dari listrik, gas api atau yang sejenis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 18 Setiap bangunan atau kompleks bangunan harus dapat dijangkau oleh alat pemadam kebakaran sedekat mungkin. Pasal 19 Setiap bangunan harus dilengkapi petunjuk secara jelas tentang: a. Cara menyelamatkan diri dari bahaya kebakaran. b. Cara menghindari bahaya kebakaran. c. Cara mengetahui sumber bahaya kebakaran. d. Cara mencegah bahaya kebakaran. Paragraf 6 Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Pasal 20 Setiap bangunan harus memiliki sistem dan kelengkapan untuk mencegah ancaman pencemaran baik yang timbul dari dirinya sendiri maupun yang datang dari luar agar tidak merusak keseimbangan lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 21 (1)
Setiap bangunan harus menyediakan tempat sampah di dalam persil secara tertutup dengan jumlah menurut kebutuhan dan diletakkan di tempat yang mudah dicapai oleh armada sampah (kebersihan).
(2)
jumlah dan ukuran tempat sampah diperhitungkan dengan jumlah penghuni (penghasil sampah), sesuai ketentuan petaturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 22
(1)
Tidak dibenarkan membuang barang sisa atau bahan bangunan
yang menimbulkan pencemaran keseimbangan lingkungan: (2)
lingkungan
atau
mengganggu
Penimbunan bahan-bahan bangunan tidak diperkenankan di daerah manfaat jalan serta mengganggu lingkungan. Paragraf 7 Perlengkapan Ruang dan Bangunan Pasal 23
Setiap bangunan diusahakan dilengkapi dengan penerangan luar/alami secukupnya. Pasal 24 Setiap bangunan atau kompleks bangunan dilengkapi dengan tiang bendera yang bentuk, ukuran dan tempat petunjuk/ketentuan yang berlaku.
menurut
Pasal 25 (1)
Setiap bangunan dapat dilengkapi dengan alat bangunan pengaman terhadap usaha kekerasan (pengrusakan) antara lain: terali, pagar, pintu pagar, gardu jaga/menara jaga.
(2)
Setiap bangunan dapat dilengkapi dengan tempat yang aman dan terlindung dari pandangan umum. Pasal 26
(1)
Setiap bangunan wajib dilengkapi dengan tanda nomor IMBB.
(2)
Nomor urut IMBB, bentuk, ukuran dan tempat ditentukan dengan Keputusan Kepala Daerah.
pemasangannya
Pasal 27 Setiap bangunan harus diberi ornamen atau ragam hias atau komponen atau elemen bercorak budaya Yogyakarta atau serasi dengan model/gaya arsitektur bangunan itu sendiri dan sesuai dengan lingkungan. Bagian Kedua Persyaratan Khusus Arsitektur Paragraf 1 Bangunan Umum Pasal 28 Yang termasuk bangunan umum adalah bangunan yang dikunjungi oleh umum yang digunakan untuk :
a. Peribadatan, kesenian, olah raga dan yang sejenis. b. Rekreasi. c. Jasa. Pasal 29 Jika Setiap bangunan umum secara fungsional hendaknya cenderung pada segi sosial. Pasal 30 Setiap bangunan umum harus mempunyai jarak bangunan dengan bangunan di sekitarnya dalam satu persil/pemilikan sekurang-kurangnya 4 (empat) meter atau sama tinggi dengan bangunan. Pasal 31 Setiap bangunan umum harus memiliki pintu bahaya dengan lebar sedernikian rupa hingga mampu mengosongkan ruang atau bangunan dalan keadaan penuh tidak lebih dari 2,5 (dua setengah) menit. Paragraf 2 Bangunan Perdagangan dan Jasa Pasal 32 Yang termasuk bangunan perdagangan dan jasa adalah bangunan yang digunakan untuk: a. Tempat transaksi jual/beli secara langsung. b. Tempat penjualan jasa. Pasal 33 Setiap bangunan dapat diletakkan berderet dan bersambung dengan ketentuan harus memasang alat pencegah menjalarnya kebakaran dari dan ke bangunan lain. Pasal 34 Setiap bangunan dapat dibangun dengan KDB sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak mengubah status fungsinya. Pasal 35 Setiap bangunan perdagangan dan jasa harus memiliki pintu bahaya dengan ketentuan sedemikian rupa sehingga mampu mengosongkan ruang atau bangunan tidak lebih dari 2.5 (dua setengah) menit. Pasal 36 Setiap bangunan perdagangan dan jasa secara fungsional hendaknya
cenderung pada segi efisien dan efektif.
ekonomi
dan
mencerminkan
perwujudan
yang
Paragraf 3 Bangunan Pendidikan Pasal 37 Yang termasuk bangunan pendidikan adalah bangunan yang gunakan untuk kegiatan : a. Pendidikan formal, non formal, agama, kejuruan dan ketrampilan. b. Pengelolaan sumber informasi atau data yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan. c. Penelitian, pengamatan, perencanaan, perancangan yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan. Pasai 38 Bangunan pendidikan dapat dibangun dengan KDB sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 39 Setiap bangunan harus mempunyai jarak bangunan dengan bangunan sekitarnya dalam satu persil sekurang-kurangnya 6 (enam) meter atau sama dengan tinggi bangunan. Pasal 40 Setiap bangunan harus memperhitungkan lebar pintu keluar ruangan atau bangunan tidak lebih dari 5 (lima) menit untuk kelas, 3 (tiga) menit untuk laboratorium dan harus memperhitungkan lebar pintu keluar halaman. Pasal 41 Bangunan pendidikan segi sosial.
secara
fungsional
hendaknya
cenderung
pada
Paragraf 4 Bangunan Industri Pasal 42 Yang termasuk Bangunan lndustri adalah bangunan yang digunakan untuk kegiatan: a. Mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya yang bersifat konsumtif dalam jumlah yang banyak atau terbatas. b.
Penyimpanan barang dalam jumlah banyak atau terbatas.
c.
Pembangkit penyalur atau pembagi tenaga. Pasal 43
Setiap bangunan dapat dibangun dengan KDB perundang-undangan yang berlaku. Pasal 44 Setiap bangunan atau kompleks bangunan harus mempunyai jarak bangunan dengan bangunan lain di sekitarnya dalam satu persil sekurang-kurangnya -6 (enam), meter atau sama dengan tinggi bangunan. Pasal 45 Bangunan lndustri secara fungsional hendaknya mencerminkan perujudan yang mangkus (efisien) dan sangkil (efektif). Pasal 46 Bangunan lndustri harus dilengkapi petunjuk tentang besarnya tingkat bahaya terhadap ancaman jiwa secara langsung maupun tidak langsung. Paragraf 5 Bangunan Kelembagaan Pasal 47 Yang termasuk Bangunan Kelembagaan adalah digunakan untuk kegiatan : a. Bidang perkantoran. b. Bidang kesehatan dan perawatan sosial. c. Bidang komunikasi.
semua
bangunan
yang
Pasal 48 Setiap bangunan harus mempunyai jarak bangunan dengan bangunan sekitarnya sekurang-kurangnya 6 (enam) meter atau sama dengan tinggi bangunan atau berdasarkan ketentuan kelayakannya. Pasal 49 Bangunan Kelembagaan dapat dibangun dengan KDB sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 50 Bangunan Kelembagaan secara fungsional dan estetika mencerminkan perujudan sosial, budaya setempat. Paragraf 6 Bangunan Perumahan
hendaknya
Pasal 51 (1)
Yang dimaksud Bangunan Perumahan adalah semua bangunan yang digunakan untuk tempat rumah tinggal.
(2)
Bentuk Bangunan Perumahan adalah : a. Rumah tinggal tunggal; b. Rumah tinggal kopel; c. Rumah tinggal susun; d. Rumah tinggal bedeng; e. Rumah tinggal kompleks (Real Estate). Pasal 52
Bangunan Perumahan harus mempunyai jarak bangunan dengan bangunan sekitarnya sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter atau pertimbangan lain dapat berimpit. Pasal 53 Bangunan Perumahan dapat dibangun Perundang-undangan yang berlaku.
dengan
KDB
sesuai
Peraturan
Pasal 54 Bangunan Perumahan secara fungsional dan estetika hendaknya cenderung mencerminkan perujudan pada segi budaya setempat namun tidak meninggalkan segi efisiensi. Paragraf 7 Bangunan Campuran Pasal 55 Yang termasuk Bangunan adalah semua bangunan dengan status induk: a. Bangunan Perumahan ditambah dengan perdagangan dan jasa, atau industri, atau kelembagaan. b. Bangunan Umum ditambah dengan : - perdagangan dan jasa, atau - kelembagaan c. Bangunan lndustri ditambah dengan : - perdagangan dan jasa, atau - kelembagaan. d. Bangunan Kelembagaan ditambah dengan : - perdagangan dan jasa. e. Bangunan Pendidikan ditambah dengan : - bangunan umum, atau - perdagangan dan jasa, atau - kelembagaan. Pasal 56
Semua Bangunan Campuran diatur menurut status induknya ditambah status tambahannya yang menyesuaikan dengan status induknya, dan bukan sebaliknya. Paragraf 8 Bangunan Khusus Pasal 57 Yang termasuk Bangunan Khusus: a. Semua bangunan milik pemerintah yang bersifat rahasia dan diatur secara tersendiri. b.
Semua bangunan yang sifatnya perlu pengaturan tersendiri. Bagian Ketiga Persyaratan Sistem Struktur Paragraf 1 Muatan Pasal 58
Pemilihan dan penentuan sistem struktur bangunan, didasarkan pada Peraturan Muatan Indonesia yang berlaku dan harus memperhitungkan kemampuan teknologi yang ada serta hendaknya memperhatikan sistem struktur bangunan tradisional, sepanjang ada hubungan secara arsitektural. Paragraf 2 Keselamatan Umum Pasal 59 (1)
Sistem struktur bangunan harus memperhatikan keselamatan manusia dari bencana a1am dan bencana yang ditimbulkan oleh perbuatan manusia di dalam dan atau dari luar bangunan.
(2)
Sistem struktur bangunan harus mendukung fungsi tata ruang, sehingga tidak akan menyebabkan timbulnya bencana di antara sesama manusia. Paragraf 3 Keselamatan Lingkungan Pasal 60
(1)
Sistem struktur bangunan harus memperhatikan keselarasan dan keserasian iingkungan.
keselamatan,
(2)
Penentuan sistem struktur bangunan harus tidak merugikan atau merusak lingkungan atau bangunan di sekelilingnya, bilamana struktur tersebut sedang dilaksanakan atau setelah dihuni.
Paragraf 4 Keselamatan Bangunan Pasal 61 (1)
Penentuan sistem struktur bangunan harus mempertimbangkan ketahanan bangunan terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh serangga atau mikro organisme atau cuaca agar umur bangunan tidak menjadi lebih pendek, dari yang telah disyaratkan.
(2)
Penentuan sistem struktur bangunan harus diperhitungkan umur bangunan secara keseluruhan, meliputi : a. Umur struktur utama. b. Umur struktur penunjang. c. Umur struktur pelengkap. d. Umur Instalasi. e. Umur kelengkapan bangunan. f. Umur peralatan bangunan. g. Dan lain-lain yang dianggap perlu. Bagian Keempat Persyaratan Sistem Konstruksi Paragraf 1 Bangunan Satu Lantai Pasal 62
Yang termasuk bangunan satu lantai dapat berujud : a. Bangunan permanen. b. Bangunan semi permanen. c. Bangunan sementara. Pasal 63 (1)
Bangunan permanen harus ditentukan umur bangunannya.
(2)
Bangunan permanen dapat dinyatakan bangunan habis karena alasan : a. konstruksi atau b. arsitektur atau c. planologi.
(3)
Bangunan permanen yang dinyatakan rapuh oleh Kepala Daerah harus diterima oleh yang bersangkutan.
rapuh
sebelum
umur
Pasal 64 (1)
Bangunan semi permanen tidak diperkenankan di bangun di jalan arteri dan kolektor.
(2)
Bangunan semi permanen harus ditentukan umur bangunannya dan dinyatakan roboh tidak lebih dari 15 (lima belas) tahun.
(3)
Bangunan semi permanen yang dinyatakan rapuh (roboh) oleh Kepala Daerah harus diterima oleh yang bersangkutan. Pasal 65
(1)
Bangunan sementara tidak diperkenankan berada di pinggir jalan arteri dan kolektor, kecuali untuk kepentingan dalam kegiatan dan dalam waktu tertentu harus dengan ijin Kepala Daerah.
(2)
Bangunan sementara harus ditentukan umurnya dan tidak lebih dari 5 (lima) tahun.
(3)
Bangunan semen tara yang dipergunakan tidak diperbolehkan untuk rumah tangga.
(4)
Bangunan sementara yang dinyatakan rapuh oleh Kepala Daerah harus diterima oleh yang bersangkutan.
sebagai
brak
kerja
Paragraf 2 Bangunan Bertingkat Pasal 66 Yang termasuk bangunan bertingkat adalah : a. Bangunan permanen yang lebih dari satu lantai, tinggi dan jumlah maksimal lantai sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. b.
Bangunan semi permanen yang lebih dari satu diperkenankan lebih dari 2 (dua) lantai. Pasal 67
(1)
Bangunan permanen sebagaimana dimaksud Pasal 66 huruf a harus dinyatakan umur bangunannya.
(2)
Bangunan permanen dapat dinyatakan bangunan habis, karena alasan : a. konstruksi atau b. arsitektur atau c. planologi.
(3)
Bangunan permanen yang dinyatakan rapuh oleh Kepala Daerah harus diterima oleh yang bersangkutan.
rapuh
sebelum
umur
Pasal 68 (1)
Bangunan semi permanen sebagaimana dimaksud Pasal 66 huruf b tidak diperkenankan berada di pinggir jalan arteri dan jalan kolektor.
(2)
Bangunan semi permanen harus ditentukan umur bangunannya dan dinyatakan roboh tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun.
Bagian Kelima Persyaratan Bahan Konstruksi Paragraf 1 Bahan Kayu Pasal 69 Kayu sebagai bahan konstruksi harus memenuhi syarat kekuatan dan keawetan tertentu serta didasarkan pada Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia. Paragraf 2 Bahan Baja Pasal 70 (1)
Pemakaian bahan baja sebagai bahan konstruksi harus sesuai ketentuan persyaratan yang berlaku secara keseluruhan dilapisi dengan bahan tahan korosi dan dilakukan secara berulang menurut umur ketahanan bahan pelapis.
(2)
Analisa perhitungan didasarkan pada Peraturan Baja Indonesia. Paragraf 3 Bahan Beton Pasal 71
(1)
Mutu campuran beton sebagai bahan konstruksi harus sesuai ketentuan persyaratan yang berlaku.
(2)
Analisa perhitungan Indonesia.
konstruksi
didasarkan
Peraturan
Beton
Bagian Keenam Persyaratan Bagian Konstruksi Paragraf 1 Atap Pasal 72 (1)
Konstruksi atap tertentu harus mampu memikul beban memiliki kekuatan yang dapat dipertanggungjawabkan.
(2)
Kemiringan atap harus disesuaikan dengan bahan penutup yang akan digunakan, hingga aman dan tidak akan mengakibatkan kebocoran.
(3)
Bidang atap harus merupakan bidang dikehendaki bentuk-bentuk tertentu.
(4)
Konstruksi
atap
dengan
bentuk
yang
tradisional
rata
dan
kecuali
tertentu
harus
direncanakan oleh pihak yang telah berpengalaman dan atau menguasai kaidah-kaidahnya. Paragraf 2 Dinding Pasal 73 (1)
Dinding harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat memikul berat sendiri, tekanan angin, gempa bumi atau getaran lainnya dan apabila merupakan dinding pemikul harus dapat pula memikul di atasnya.
(2)
Dinding di bawah permukaan tanah harus dibuat sedemikian rupa sehingga kedap air.
(3)
Dinding kamar mandi dan kakus, setinggi sekurang-kurang nya 1,50 meter di atas permukaan lantai dibuat kedap air.
(4)
Dinding harus terpisah dari pondasi oleh suatu lapisan kedap air (cementram) sekurang-kurangnya 15 cm di bawah permukaan lantai tersebut.
(5)
Dinding harus dibuat tegak lurus betul, kecuali dengan alasan yang dapat diterima.
(6)
Adukan perekat yang digunakan harus memenuhi syarat syarat kekuatan.
(7)
Di atas lobang horizontal dengan panjang lebih dari 1,00 meter dalam dinding, harus diberi balok latoi dari beton bertulang, rolak atau kayu yang diawetkan.
(8)
Konstruksi dinding dengan bentuk tradisional tertentu harus direncanakan oleh fihak yang telah berpengalaman dan atau menguasai kaidah-kaidahnya. Paragraf 3 Lantai Pasal 74
Lantai harus cukup kuat untuk menahan beban yang akan timbul dan harus diperhitungkan pelenturannya. Paragraf 4 Kolom/Tiang Pasal 75 (1)
Kolom harus kuat untuk memikul sendiri, gaya dan momen yang dipikul.
(2)
Konstruksi
Kolom/Tiang
dengan
bentuk
tradisional
tertentu
harus direncanakan oleh pihak yang telah berpengalaman dan atau menguasai kaidah-kaidahnya. Paragraf 5 Pondasi Pasal 76 (1)
Pondasi bangunan harus diperhitungkan sedemikian rupa sehingga dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri, beban-beban berguna dan gaya-gaya luar seperti tekanan angin, gempa bumi atau getaran lainnya.
(2)
Pondasi bangunan tidak boleh turun setempat.
(3)
Pondasi bangunan boleh turun merata tetapi tidak lebih dari ketentuan masing-masing jenis bangunan.
(4)
Macam pondasi ditentukan tanah di bawah bangunan.
(5)
Dalam hal kemiringan lahan lebih besar dari 10%, maka pondasi bangunan harus dibuat rata atau merupakan tangga dengan bagian atas dan bawah pondasi yang datar.
(6)
Kedalaman pondasi ditentukan oleh keadaan tanah setempat dan sistem konstruksi minimal 80 cm.
oleh
berat
bangunan
dan
keadaan
Bagian Ketujuh Persyaratan Ketahanan Konstruksi Paragraf 1 Tahan Gempa Bumi atau Getaran lainnya Pasal 77 Tiap-tiap bangunan harus diperhitungkan terhadap getaran dan gaya gempa bumi serta getaran lainnya. Palagraf 2 Tahan Api Pasal 78 Tiap-tiap bangunan dan bagian konstruksi yang dinyatakan mempunyai tingkat bahaya api cukup besar harus mempunyai konstruksi yang tahan api dengan ketahanan berdasarkan waktu terbakar bahan konstruksi masih bertahan aman. Paragrar 3 Tahan Angin Pasal 79
Tiap bangunan dan bagian konstruksi yang berada di tempat yang mempunyai kecepatan angin tinggi harus mempunyai kontruksi yang tahan tekanan angin. Bagian Kedelapan Persyaratan Utilitas Paragraf 1 Jaringan Air Bersih Pasal 80 Jenis, mutu sifat bahan dan peralatan instalasi air minum harus memenuhi baku dan ketentuan teknik yang berlaku. Pasal 81 Pemilihan sistem dan penempatan instalasi air minum harus disesuaikan dan aman terhadap sistem lingkungan, bangun-bangunan lain, bagian-bagian lain dari bangunan dan instalasi-instalasi lain sehingga tidak saling membahayakan, mengganggu dan merugikan serta memudahkan pengamatan dan pemeliharaan. Pasal 82 (1)
Pengadaan Air bersih diambil dari secara resmi oleh yang berwenang.
sumber
(2)
Pengadaan air lingkungan.
merusak
(3)
Untuk bangunan-bangunan dengan pelayanan air/air bersih yang tidak boleh terputus, disyaratkan memiliki sumber air/air bersih cadangan, yang jumlahnya cukup memenuhi kepastian pelayanan, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4)
Untuk bangunan yang memakai sistem air panas yang tersambung langsung dengan instalasi air/air bersih harus dipasang alat pencegahan arus balik dari sistem air panas ke sistem air dingin.
bersih
tidak
boleh
yang dan
dibenarkan menggangu
Pasal 83 (1)
Proses pelaksanaan instalasi air bersih harus memenuhi baku dan ketentuan-ketentuan dari instansi yang berwenang.
(2)
Sebelum instalasi air bersih dioperasikan harus dilakukan pengujian instalasi terlebih dahulu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Paragraf 2 Jaringan Air Hujan
Pasal 84 (1)
Dalam tiap-tiap pekarangan harus diadakan saluran-saluran pembuangan dan sumur peresapan air hujan guna menampung air hujan yang tidak meresap.
(2)
Bagian-bagian pipa saluran harus dicegah dari bahaya karatan.
(3)
Pipa saluran tidak diperkenankan dimasukkan ke dalam lobang lift dan harus dimasukkan dalam kotak saluran (Ducting). Paragraf 3 Jaringan Air Kotor dan Air Limbah Pasal 85
(1)
Semua air kotor dan air limbah pembuangannya harus melalui pipa-pipa tertutup dan sesuai dengan ketentuan teknik yang berlaku.
(2)
Letak sumur-sumur peresapan berjarak lebih 10 meter dari sumber air/air bersih terdekat dan atau tidak berada di bagian atas kemiringan tanah terhadap letak sumber air/air bersih tersebut. Paragraf 4 Pembuangan Kotoran/Sampah Pasal 86
Pembuangan kotoran yang berlaku.
sampah
dilaksanakan
sesuai
dengan
peraturan
Bagian Kesembilan Persyaratan Per lengkapan Mekanikal dan Elektrikal Paragraf 1 Jaringan Bahaya Kebakaran Pasal 87 Jenis penanggulangan bahaya penyediaan peralatan berupa : a. b. c. d. e.
kebakaran
dapat
dilakukan
Penampung air (water reservoir) Jaringan airpemadam kebakaran kota J aringan air tirai atap Tabung pemadam kebakaran Alat pencegah/penanggulangan bahaya kebakaran lainnya. Paragraf 2 Instalasi elevator/lift dan eskalator
dengan
Pasal 88 Jenis, mutu bahan dan peralatan instalasi yang dipakai, pemilihan sistem dan program pelaksanaan instalasi harus memenuhi baku dan peraturan perundang-ndangan yang berlaku. Paragraf 3 Instalasi Penghawaan, Penerangan dan Akustik Pasal 89 Jenis, mutu bahan dan peralatan instalasi yang dipakai, sistem dan proses pelaksanaan instalasi harus memenuhi baku dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Paragraf 4 Instalasi Listrik, Mesin dan Sanitasi Pasal 90 Jenis, mutu, sifat bahan instalasi dan alat-alat listrik/mesin dan sanitasi harus memenuhi serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 91 Instalasi, pemilihan sistem dan penempatan harus memperhitungkan kelayakan pemakaian dan am an terhadap sistem lingkungannya. Pasal 92 (1)
Pekerjaan pemasangan instalasi pelaksanaan yang berlaku.
harus
memenuhi
baku
(2)
Sebelum instalasi dioperasikan harus dilakukan pengujian lebih dahulu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 93
Untuk bangunan/ruang yang membutuhkan aliran listrik menerus disyaratkan memiliki pembangkit listrik darurat sebagai cadangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Paragraf 5 Jaringan Telepon, Elektronika dan Telekomunikasi Pasal 94 (1)
jenis, mutu, sifat bahan dan peralatan instalasi yang dipergunakan serta proses pelaksanaan harus memenuhi baku dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)
Pemilihan dan penempatan sistem instalasi harus aman terhadap lingkungan, bagian-bagian pembangunan dan instalasi lain tidak saling mengganggu dan merugikan. Paragraf 6 Penangkal Petir
' Pasal 95 (1)
Jenis, mutu, sifat-sifat bahan dan peralatan instalasi penangkal petir yang dipergunakan harus memenuhi baku dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)
Pemilihan dan penempatan sistem instalasi penangkal petir harus memenuhi baku dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB IV KETENTUAN PIDANA Pasal 96
(1)
Barangsiapa melanggar ketentuan-ketentuan Peraturan Daerah ini diancam pidana kurungan selama-lamanya 6 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 50.000,-
(2)
Perbuatan pidana sebagaimana adalah pelanggaran.
tersebut
ayat
(1)
Pasal
ini
BAB V PENYIDIKAN Pasal 97 Selain oleh Pejabat Penyidik POLRI, penyidikan atas tindak pidana dalam Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta yang pengangkatannya ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 98 Dalam melaksanakan tugas penyidikan, para Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 Peraturan Daerah ini berwenang: a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b.
Melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan;
c.
Menyuruh berhenti seseorang pengenal diri tersangka;
tersangka
dan
memeriksa
tanda
d.
Melakukan penyitaan benda atau surat;
e.
Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f.
Memanggil seseorang untuk tersangka atau saksi;
g.
Mendatangkan orang ahli yang dengan pemeriksaan perkara;
h.
Menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik POLRI bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui Penyidik POLRI memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka atau keluarganya;
i.
Mengadakan tindakan dipertanggungjawabkan.
lain
didengar
dan
diperlukan
menurut
diperiksa dalam
hukum
sebagai
hubungannya
yang
dapat
BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 99 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua ketentuan yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 100 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaanya akan diatur kemudian oleh Kepala Daerah. Pasal 101 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggai diundangkan. Yogyakarta, 17 Desember 1988 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta Ketua, (RUSMADI)
Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Yogyakarta
(DjATMIKANTO D.)
Diundangkan dalam Lembaran Daerah Disahkan oleh Gubernur Kepala Kotamadya Daerah Tingkat II Yogya- Daerah Istimewa Yogyakarta karta Nomor 13 Seri C Tanggal 1 dengan Surat Keputusan Nomor Maret 1991. 398/KPTS/1990 Tanggal 26 Desember 1990.
Sekretaris Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta (Drs. H. MUNAWlR) PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 1988 TENTANG BANGUNAN PENJELASAN UMUM Sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta Nomor 2 Tahun 1983 tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta tujuan pembangunan Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta antara lain adalah meningkatkan cetra Kotamadya Yogyakarta dan kondisi fisik lingkungan hidup sesuai dengan kemampuan daerah perkembangan teknologi tepat guna yang selaras dan sesuai dengan kepribadian dan kebudayaan warga kota dalam rangka mewujudkan kehidupan yang aman tertib lancar dan sehat. Selanjutnya juga ditentukan bahwa pembangunan fisik Kotamadya Yogyakarta meliputi seluruh wilayah dengan menitikberatkan pada pengendalian Tata Ruang dengan memperhatikan 2 (dua) karakteristik kota sehingga ada keserasian antara yang antik dan modern serta tetap menjaga kelestarian dalam dan lingkungan hidup. Pada saat ini pembangunan di Kotamadya Yogyakarta mendasarkan Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 20 Tahun 1956 dan Peraturan Daerah Kotapraja Yogyakarta Nomor 1 Tahun 1960. Peraturan Daerah tersebut perlu dijabarkan lebih lanjut dan disesuaikan dengan perkembangan keadaan Kotamadya dalam bentuk Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta tentang : Bangunan. Peraturan Daerah tentang Bangunan dimaksud hanya salah satu aspek dari ketentuan bangunan-bangunan yang ada. b. c.
Pasal 3
Yang dimaksud dengan bangunan semi permanen adalah bangunan berdinding papan/gedeg dan atau kotangan dan berlantai plesteran atau yang sejenis. Yang dimaksud dengan bangunan sementara adalah bangunan berdinding papan/gedeg tanpa pondasi dan beratap kajang atau yang sejenis. ayat (1) ayat (2) huruf a
: Cukup jelas. : Cukup jelas.
Untuk pengaturan bangun-bangunan.lainnya akan diatur tersendiri. Dalam peraturan Oaerah ini diatur segala sesuatu yang berkaitan dengan bangunan secara umum antara lain: Tentang golongan dan klasifikasi bangunan; Tentang persyaratan umum arsitektur, persyaratan khusus arsitektur, persyaratan sistem struktur, persyaratan sistem konstruksi, persyaratanbahan konstruksi, persyaratan bagian konstruksi, persyaratan ketahanan konstruksi, persyaratan utilitas. Dengan demikian Peraturan Oaerah ini dimaksudkan untuk mewujudkan tertib bangunan dalam arti menciptakan lingkungan I yang am an, tertib dan sehat sesuai dengan apa yang telah di i gariskan dalam Pola Oasar Pembangunan Oaerah. Adapun mengenai corak bentuk-bentuk bangunan, akan diatur tersendiri. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 : Cukup jelas. Pasal 2 ayat (1) : Cukup jelas. Pasal 2 ayat (2) : a. Yang dimaksud dengan bangunan permanen adalah bangunan setengah batu atau lebih tidak atau dengan kostruksi beton bertulang. b.
huruf c
:
Pasal 4 s/d 10 Pasal 11 ayat (1) butir a
butir b den c butir d
butir e Pasal 11 ayat (2)
Rencana jalan yang dimaksud disini. adalah yang belum ditentukan perannya berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan jo. Peraturan Pemerintah Nomer 26.Tahun 1985 tentang Jalan.
Cukup jelas. :
Cukup jelas.
:
Yang dimaksud dengan rencane penghijauan stall taman adalat tata tanaman halaman lingkungan bangunan, yang pengaturannya perlu mendapatkan petunjuk dari instansi yang berwenang.
: Cukup jelas. : Yang dimaksud dengan "tempat parkir yang memadai" adalah luesnya disesuaikan dengan fungsi bangunan dan kemungkinan perkembangannya. : Cukup jelas. :
Yang dimaksud dengan "jalan masuk" adalah lahan antara garis terluar rencana jalan dengan garis terluar jalan yang ads masih menjadi miliknya, maka pemilik dapat
membuat jalan masuk sampai dengan bates persil. ayat (3)
:
Cukup jelas.
Pasal 12
:
Yang dimaksud dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan dalam pasal ini adalah bahwa prosentase luas proyeksi atap terhadap luas persil/pekarangan tidak dibenarkan lebih dari 80%.
Pasal 13
:
Ketentuan tersebut dalam pasal ini adalah adanya batasan tidak dibenarkan lebih dari 80%.
Pasal 14
:
Cukup jelas.
Pasal 15 ayat (1) ayat (2)
: :
Cukup jelas. Yang dimaksud dengan "Sungai/Saluran/Selokan/Parit Pengairan" adalah seluruh bagian bantaran yang dipergunakan untuk mengalirkan air pengairan.
Pasal 16
:
Yang dimaksud deugan konsepsi bangunan tradisional adalah corak dasar bangunan yang berorientasi kepada corak budaya daerah setempat.
Pasal 17
:
Yang dimaksud sarana dan alat perlengkapan adalah prasarana baik yang berupa orang (Tim) maupun peralatan sebagai pendukung/ perlengkapan kegiatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran.
Pasal 17, 18, 19, 20 :
Yang
dimaksud setiap bangunan, adalah bangunan gedung beserta bangunan-bangunan yang secara langsung merupakan kelengkapan dari bangunan gedung tersebut dalam batas pemilikan yang difungsikan sebagai bangunan umum, bangunan perdagangandan jasa, bangunan pendidikan, bangunan industri dan bangunan kelembagaan.
Pasal 17 20
:
Yang dirnaksud sistelln adalah pola penyelesaian pencegc,lhan dan penanggulangan kebakaran.
Pasal 20
:
Yang
dimaksud
keler,gkapan
adalah
sarana dan alat perlengkapan tersebut pada Pasal 17. Pasal 28
:
Yang dimaksud jasa adalah jual beli bukan barang antara lain: hotel, travel bus.
Pasal 29
:
Yang dirnaksud secara fungsional hendaknya cenderung pada segi sosial adalah fungsi/guna bangunannya sesuai dengan polos kegiatan bersifat sosial.
Pasal 30 s.d. 35
:
Cukup jelas.
Pasal 36
:
Yang dimaksud secara fungsional hendaknya cenderung pads segi ekonomi dan mencerminkan perujudan yang efisien dan efektif adalah bahwa bangunan tersebut berfungsi optimal terhadap kegiatan ekonomi.
Pasal 37 s.d. 45
:
Cukup jelas.
Pasal 46
:
Yang dimaksud "memberi petunjuk tentang besarnya tingkat bahaya terhadap ancaman jiwa" adalah bentuk usaha/upaya secara visual yang dapat dipahami para pemakai bangunan.
Pasal 47 s.d. 54
:
Cukup jelas.
Pasal 52
:
Bangunan perumahan karena pertimbangan lain dapat berimpit harus mendapat persetujuan tetangga.
Pasal 55 s.d. 57
:
Cukup jelas.
Pasal 58
:
Yang dimaksud dengan "Sistem Struktur Bangunan .Tradisional" adalah pola penyelesaian struktur konstruksi bangunan tersebut mengikuti kaidah-kaidah tertentu sesuai dengan sejarah perkembangan bangunan tradisional.
Pasal 59 ayat (1)
:
Yang dimaksud bencana yang ditimbulkan oleh perbuatan manusia .di dalam dan atau dari luar bangunan adalah sebab akibat dari perbuatan manusia.
ayat (2)
:
Yang dimaksud "Sistem Struktur Bangunan hendaknya mendukung fungsi tate ruang" adalah pemeliharaan sistem struktur yang cocok dengan jenis den fungsi bangunan.
: :
Cukup jeias. Ketentuan umur bangunan ditentuken sebagai berikut : permanen 20 tahun, semi permanen 5 tahun, darurat 1 tahun.
:
Cukup jelas.
Pasal 64 s.d. 69
:
Cukup jelas.
Pasal 70
: :
Cukup jelas. Yang dimaksud Peraturan Baja Indonesia adalah Peraturan Baja yang diberlakukan di Indonesia.
:
Cukup jelas.
Pasal 60 s.d. 62 Pasal 63 ayat (1)
ayat (2)
ayat (1) ayat (2)
Pasal 71
Pasal 72 ayat (1) s.d. (4) : Cukup jelas. Pasal 73 s.d. 75
:
Cukup jelas.
Pagel 76
: :
Cukup jelas. Yang dimaksud dengan "Pondasi bangunan tidak boleh turun setempat "adalah bahwa akibat berat sendiri dan beban-beban lain, pondasi harus tufun bersama-sama sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.
ayat (1) ayat (2)
ayat (3) s.d. (6) : Cukup jelas. Pasal 77
:
Yang dimaksud dengan "getaran dan gaya gempa adalah semua gaya yang timbul akibat gempa bumi atau getaran lainnya yang mempengaruhi kestabilan bangunan tersebut.
Pasal 78 s.d. 86
:
Cukup jelas.
Pagel 87 a s.d. d
:
Cukup jelas.
Pagel 88 s.d. 101
:
Cukup jelas.