NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN 1985/1986
REPUBLIK INDONESIA
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
BAB I UMUM
Telah merupakan suatu kenyataan sejarah bahwa perkembangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat yang mengarah kepada kemajuan suatu bangsa, senantiasa mensyaratkan adanya perjuangan dan membawa serta perubahan-perubahan dalam berbagai segi dan dimensi kehidupan. Sebagai suatu rangkaian pembaharuan pada berbagai tingkat perimbangannya, perjuangan yang merupakan pengejawantahan ideologi negara dan pandangan hidup bangsa selalu menuju ke suatu bentuk, dan tatanan kehidupan masyarakat yang dinamis dan lebih baik. Sejarah telah mengajarkan bahwa perjuangan untuk mencapai kehidupan berbangsa dan bernegara yang makmur dan sejahtera, bukanlah suatu perjuangan tanpa pengorbanan. Mengikuti liku-liku perjalanan sejarah Indonesia akan terlihat betapa generasi demi generasi telah menyemarakkan persada nusantara dengan berbagai pengorbanan, mulai dari perjuangan untuk menghimpun rakyat Indonesia menjadi satu bangsa, bersatu padu dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan menjamin kelestarian eksistensinya, sampai kepada usaha besar bangsa Indonesia untuk membangun suatu masyarakat sejahtera yang berkeadilan, masyarakat Pancasila. Limabelas tahun yang lalu, bangsa Indonesia telah memancangkan tonggak sejarah bagi dimulainya suatu babak baru dalam kelanjutan perjuangannya. Bagi bangsa Indonesia, babak itu merupakan garis pemisah antara kecenderungan yang serba sepihak, liberal ataupun terpimpin, dengan sikap yang mengacu kepada keseimbangan, keserasian dan keselarasan yang bersumber pada pemahaman Pancasila secara utuh dan menyeluruh. Alur perjalanan sejarah yang demikian itulah yang terus diusahakan agar menjelma menjadi kenyataan tahap demi tahap sesuai dengan rencana, dan pengutamaan yang selaras dengan perkembangan kesanggupan bangsa. Kini bangsa Indonesia tengah berada diambang pintu tahun kedua Repelita IV, suatu tahap pembangunan yang telah semakin mendekatkan rakyat Indonesia kepada cita-cita perjuangan. Repelita IV bukanlah semata merupakan kelanjutan dan peningkatan dari PelitaPelita sebelumnya, melainkan juga mempunyai posisi yang penting dan menentukan bagi terciptanya kerangka landasan pembangunan nasional. Keberhasilan Repelita IV akan memungkinkan terlaksananya tahap pemantapan kerangka landasan dalam Repelita V dan tahap tinggal landas dal3:m Repelita VI, untuk memacu pembangunan menuju masyarakat adil dan Departemen Keuangan RI
2
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
makmur berdasarkan Pancasila. Untuk menciptakan kerangka landasan pembangunan tersebut, perlu diupayakan terciptanya kondisi nasional yang memberikan rangsangan serta peluang seluas-luasnya bagi potensi pembangunan agar dapat berperan serta dalam usaha pembangunan nasional. Dengan segenap potensi pembangunan, dana dan daya yang dapat digali dan dikerahkan dari dalam negeri akan semakin meningkatkan dan memantapkan ketahanan ekonomi terhadap pengaruh dari berbagai kemungkinan gejolak atau krisis ekonomi dunia. Pembangunan dengan asas kepercayaan pada diri sendiri, merupakan kekuatan yang tidak ternilai harganya bagi bangsa yang sedang membangun. Kepercayaan pada diri sendiri bertambah penting artinya, karena dalam tahun-tahun yang akan datang pembangunan posti bertambah berat, karena masalah yang ditangani makin besar, dan aspirasi masyarakat pun bertambah luas. Oleh sebab itu perlu dikembangkan kebijaksanaan ekonomi yang bertumpu di atas Trilogi Pembangunan, suatu kebijaksanaan yang telah dianut Pemerintah sejak pembangunan nasional dicanangkan raJa 1 April 1969. Prioritas pembangunan dalam Repelita IV, sesuai dengan Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang, tetap menempatkan sektor pertanian sebagai sektor yang akan terus dikembangkan dan ditingkatkan menuju swasembada pangan, serta pengembangan sektor industri, balk industri berat maupun industri ringan. Dalam hubungan ini, apabila dikaji dan ditelusuri kembali rangkaian kebijaksanaan ekonomi yang telah ditempuh Pemerintah selama ini hingga tahun kedua Repelita IV, maka tampak jelas kesinambungan usaha menuju kepada memperluas, meningkatkan dan sekaligus memperkuat landasan kegiatan ekonomi melalui pengembangan industri di atas sektor pertanian yang mandiri. Kebijaksanaan juga ditujukan kepada perluasan kesempatan kerja, mengutamakan penggunaan hasil produksi dalam negeri, dan peningkatan ekspor. Kesemuanya itu ditunjang oleh kebijaksanaan di bidang fiskal yang lebih mengarah pada asas keadilan, dan kebijaksanaan moneter yang diupayakan untuk merangsang kegiatan dunia usaha, dan memantapkan kestabilan. Tujuan tersebut dan kebijaksanaan penunjangnya mengisi dan menyatu secara terpadu dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi yang memadai, pemerataan pembangunan dan hasilnya, dan pemeliharaan kestabilan. Diharapkan pada akhimya tercipta strnktur perekonomian yang lebih seimbang dan mantap, dengan tingkat kelenturan produksi yang tinggi yang dalam batasbatas tertentu, mampu meredam setiap kegoncangan ekonomi baik dalam maupun luar negeri. Dengan perkembangan yang mengarah kepada terciptanya keadaan tersebut, perekonomian Indonesia yang modern, tangguh dan demokratis berdasarkan Pancasila akan menopang terwujudnya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Departemen Keuangan RI
3
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Sejalan dengan cita pembangunan tersebut, sertadengan memperhatikan perkembangan keadaan perekonomian dunia yang masih belum sepenuhnya pulih dari resesi, pada tahun pertama pelaksanaan Repelita IV oleh Pemerintah telah diambil beberapa langkah kebijaksanaan ekonomi yang penting. Langkah nyata dalam rangka menegakkan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan tampak lebih jelas dengan telah disahkannya tiga undangundang perpajakan baru yang baik semangat maupun pengaturannya lebih sesuai dengan tuntutan pembangunan yang semakin berkembang. Di bidang moneter, tanggung jawab yang diberikan kepada bank-bank Pemerintah dalam menentukan suku bunga simpanan maupun pinjaman, telah merangsang dunia perbankan untuk mengerahkan dana-dana masyarakat, terlebih karena pada saat yang sama ketentuan pagu kredit perbankan ditiadakan. Bagi masyarakat, adanya kenaikan dalam tingkat pendapatan, terpeliharanya kestabilan harga, dan terkendalinya nilai tukar devisa te1ah semakin meningkatkan hasratnya untuk menabung, yang dilakukan diantaranya melalui sektor perbankan maupun lembaga keuangan lainnya. Dengan demikian terdapat titik temu aliran dana yang menghasilkan kegunaan bagi berbagai pihak, yakni antara masyarakat penabung, sektor perbankan dan tersedianya sumber dana pembangunan. Dan dalam rangka meningkatkan daya saing ekspor Indonesia, serta mengurangi tekanan yang berat terhadap neraca pembayaran, pada bulan Maret 1983 te1ah diadakan penyesuaian nilai tukar rupiah terbadap dollar Amerika Serikat. Agar supaya pengerahan dana pembangunan, baik yang bersumber dari dalam negeri maupun dari luar negeri, memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi pembangunan, usaha pengendalian dan penghematan penggunaan dana harus terus ditingkatkan. Oleh karena itu penge1uaran rutin diusahakan dapat ditekan, dan dikendalikan tanpa mengurangi fungsi pe1ayanan kepada masyarakat, serta pemeliharaan terhadap hasil pembangunan yang telah dicapai. Namun demikian, mengingat pentingnya peningkatan pendayagunaan aparatur negara, maka dalam tahun 1985/1986 direncanakan suatu kenaikan gaji bersih pegawai negeri sebesar 20 persen dan pensiun antara 27 - 59 persen. Di lain pihak prioritas pembangunan dipertajam agar penge1uaran pembangunan dapat memberikan hasil guna dan daya guna yang lebih besar, disertai dengan pengurangan, atau penghapusan terhadap berbagai subsidi sejauh yang dapat dilakukan tanpa mengorbankan kepentingan stabilisasi, serta kebutuhan masyarakat banyak. Pemberian subsidi ditata sedemikian rupa agar terdapat alokasi sumber ekonomi secara lebih efisien, dan terhindar dari adanya distorsi harga-harga yang tidak wajar. Sejalan dengan hal tersebut, maka pengeluaran untuk subsidi bahan bakar minyak dalam tahun 1985/1986 te1ah
Departemen Keuangan RI
4
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
dapat ditekan lebih lanjut, yang terutama disebabkan karena adanya peningkatan efisiensi dalam pengolahan bahan bakar tersebut. Di lain pihak subsidi untuk pupuk diperkirakan akan meningkat lebih besar, yang berkaitan erat dengan semakin intensifnya penggunaan pupuk dalam rangka mempertahankan, dan meningkatkan kemajuan yang te1ah dicapai di bidang pengadaan pangan, dan produksi komoditi pertanian lainnya. Adapun penjadwalan kembali beberapa proyek renting dan pengendalian impor secara se1ektif, te1ah dilaksanakan dalam rangka penghematan di bidang devisa, dan upaya untuk mengurangi tekanan terhadap neraca pembayaran. Sedangkan di bidang moneter, kebijaksanaan moneter dan perkreditan tetap ditujukan kepada penggunaan dana yang terarah dan produktif. Perimbangan yang belum memadai antar berbagai sektor kegiatan dalam perekoDamian, serta sifat perekonomian terbuka yang sangat dipengaruhi oleh hambatan dalam kegiatan ekspor, dan resesi perekonomian dunia yang be1um sepenuhnya pulih, menimbulkan akibat yang tak terhindarkan terhadap perekonomian Indonesia dalam tahun-tahun terakhir Pelita III, yang masih berasa pengaruhnya hingga diambang tahun kedua Repelita IV. Agar perkembangan pembangunan waktu lalu lebih dapat dipahami dalam ruang lingkup keadaan yang melatarbelakanginya, dan terlebih renting dadpada itu, agar supaya permasalahan yang dihadapi dalam masa pembangunan yang akan datang dapat ditanggulangi dengan tanggap, serta dapat memanfaatkan peluang yang mungkin tercipta, maka keadaan ekonomi dunia perlu dan senantiasa secara cermat terus diikuti perkembangannya. Tanda-tanda perbaikan ekonomi dunia yang mulai tampak pada tahun akhir Pelita III belum sepenuhnya menunjukkan perkembangan yang diharapkan. Bahkan akhir-akhir ini diperkirakan terdapat kecenderungan gejala perlambatan kembali dari kegiatan ekonomi negara industri utama, yaitu Amerika Serikat, yang dalam tahun 1984 diperkirakan mengalami kenaikan pertumbuhan ekonomi tertinggi diantara negara-negara industri lainnya, yakni sebesar 7,3 persen. Perekonomian dunia yang belum sepenuhnya bangkit ke arab pemulihan sebagaimana yang diharapkan, hanya memberikan pengaruh yang terbatas manfaatnya bagi perkembangan ekonomi negara-negara berkembang. Pertumbuhan ekonomi negara-negara industri secara. keseluruhan dalam tahun 1984 diperkirakan menunjukkan kenaikan rata-rata sebesar 4,9 persen, atau 2,3 persen lebih tinggi dibandingkan kenaikan tahun lalu, dimana Jepang dan Kanada diperkirakan mengalami kenaikan tertinggi setelah Amerika Serikat, yakni sebesar 5,0 persen dan 4,6 persen, sedangkan negara-negara industri lainnya dalam kelompok tujuh negara industri besar diperkirakan menunjukkan kenaikan rata-rata sekitar 2,5 persen.
Departemen Keuangan RI
5
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Pertumbuhan ekonomi yang dicapai negara-negara industri utama tersebut, erat kaitannya dengan menurunnya tingkat pengangguran serta laju inflasi. di negara-negara tersebut. Tingkat pengangguran rata-rata di negara-negara industri tersebut diperkirakan telah dapat ditekan menjadi 7,6 persen dalam tahun 1984 dibandingkan 8,3 persen dalam tahun 1983, sedangkan laju inflasi diperkirakan menunjukkan sedikit penurunan dari sebesar 5,0 persen dalam tahun 1983 menjadi 4,3 persen dalam tahun 1984. Sisi lain perkembangan perekonomian dunia yang pada umumnya menunjukkan perbaikan, telah ditandai dengan makin meningkatnya suku bunga riil di Amerika Serikat yang bertahan pada tingkat yang relatif tinggi, sebagai akibat dari pelaksanaan kebijaksanaan moneter yang ketat di negara tersebut. Suku bunga untuk nasabah-nasabah utama (US Prime Rate) di Amerika Serikat mencapai tingkatan yang tinggi, sekitar 13 persen pada bulan September 1984. Perbedaan dalam tingkat produktivitas serta laju pertumbuhan perekonomian, dan tingkat inflasi antara berbagai negara di dunia, serta tingginya suku bunga riil di Amerika Serikat, telah mengakibatkan masuknya modal dari negara-negara lain ke Amerika Serikat, yang kemudian mengakibatkan naiknya nilai tukar mata uang Amerika Serikat terhadap pelbagai macam mata uang asing. Meningkatnya nilai tukar mata uang dollar Amerika selanjutnya telah mengakibatkan kegoncangan posar valuta internasional di berbagai negara, serta kemerosatan yang cukup besar pada nilai tukar mata uang - mata uang penting dunia. Ketidakstabilan nilai tukar valuta asing, kebijaksanaan moneter yang ketat, tingginya suku bunga menimbulkan rangkaian akibat berupa naiknya defisit transaksi berjalan negaranegara industri. Usaha mengatasi defisit tersebut telah menimbulkan dampak sampingan yang kurang menguntungkan, khususnya bagi perkembangan ekspor negara-negara berkembang, karena adanya langkah-langkah proteksionisme yang dilakukan oleh negara-negara industri dalam rangka melindungi hasil produksi dalam negeri mereka. Perkembangan perekonomian dunia telah dipengaruhi pula oleh ketidakstabilan dalam posar minyak dunia. Meningkatnya produksi serta peleposan cadangan minyak negara-negara di luar OPEC, dan upaya penghematan penggunaan energi minyak telah menyebabkan terganggunya keseimbangan posar, dan kecenderungan terjadinya penurunan harga minyak dunia. Menghadapi keadaan demikian, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dalam sidangnya bulan Oktober 1984 di Geneva memutuskan untuk tetap mempertahankan tingkat harga yang berlaku sekarang, dengan jalan mengurangi produksi dari batas tertinggi 17,5 juta barrel menjadi sebesar 16,0 juta barrel per hari, serta menetapkan kuota baru bagi negara-negara anggotanya.
Departemen Keuangan RI
6
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Setetah mengalami defisit dalam neraca pembayaran yang cukup besar dalam tahun 1982/1983, dengan latar belakang perkembangan keadaan perekonomian dunia yang menunjukkan adanya sedikit perbaikan, dalam tahun 1983/1984 neraca pembayaran Indonesia menunjukkan keadaan yang lebih baik yaitu surplus sebesar US $ 2.070 juta, meskipun transaksi berjalan masih mengalami defisit sebesar US $ 4.151 juta. Namun demikian, defisit tersebut apabila dibandingkan dengan defisit tahun 1982/1983, memperlihatkan adanya perbaikan yang berarti. Kemajuan di bidang neraca pembayaran tersebut tidak terlepos dari perkembangan ekspor bukan minyak yang menunjukkan kenaikan sebesar 36,6 persen, dimana dalam tahun sebelumnya mengalami penurunan. Oleh karena penerimaan ekspor minyak mengalami penurunan, walaupun penurunan tersebut jauh lebih rendah dari tahun 1982/1983, kenaikan penerimaan ekspor keseluruhan dalam tahun 1983/1984 hanya sebesar 6,1 persen. Dalam tahun 1984/1985 perkembangan neraca pembayaran diperkirakan masih akan mengalami surplus sungguhpun tidak sebesar dalam tahun 1983/1984. Berbagai langkah kebijaksanaan di bidang perdagangan luar negeri, khususnya dalam rangka mendorong ekspor, terus dilakukan oleh Pemerintah mengingat peranannya sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan, serta sebagai sektor pendorong gerak perekonomian nasional yang penting. Menghadapi situasi perekonomian internasional yang tidak menentu, serta guna mengurangi ketergantungan pada ekspor minyak dan gas bumi, kebijaksanaan mendorong ekspor secara menyeluruh melalui pola pengembangan ekspor terpadu terus ditingkatkan. Usaha tersebut meliputi peningkatan dan diversifikasi ekspor di luar minyak dan gas bumi, perluasan kemudahan dibidang perpajakan dan perkreditan, perbaikan mutu barang ekspor, pelaksanaan sistem imbal beli, pengembangan ekspor barang-barang produksi hasil industri dan perluasan posaran di luar negeri ke negara-negara selain rekan dagang. Dalam rangka memperluas ekspor Indonesia, maka telah dijajagi kemungkinan peningkatan perdagangan dengan negara-negara Eropa Timur. Ternyata negara-negara tersebut sangat membutuhkan komoditi ekspor Indonesia seperti karet, timah, kopi, teh, minyak kelapa sawit dan sebagainya. Juga terlihat peluang untuk mengekspor barang-barang manufaktur ke Eropa Timur sepanjang harganya mampu bersaing di posaran internasional. Selain dari itu juga meliputi penyesuaian nilai tukar mata uang dollar Amerika, pengendalian impor, serta pengelolaan bantuan dan pinjaman luar negeri secara lebih cermat. Dalam rangka pengelolaan bantuan yang lebih berdaya guna, maka telah dikeluarkan Inpres No.8 Tahun 1984 yang menegaskan ketentuan tentang pengendalian dalam penggunaan kredit ekspor luar negeri, agar pembayaran kembali dikemudian hari tetap dalam batas kemampuan keuangan negara.
Departemen Keuangan RI
7
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Pelaksanaan berbagai kebijaksanaan di bidang ekspor tersebut tertuang antara lain dalam Peraturan Pemerintah No.1 bulan Januari 1982 yang menyangkut pengaturan jual beli devisa, tata cara ekspor dan sebagainya. Di bidang prosedur ekspor, telah diadakan penyederhanaan perizinan, dan penghapusan izin yang meliputi berbagai bidang antara lain bidang kehutanan, pertanian, perhubungan, dan perdagangan. Di bidang perpajakan, sejak 1 Januari 1984 pungutan MPO ekspor atas eksportir telah dihapuskan, dan untuk beberapa komoditi tertentu yang semula dikenakan pajak ekspor sebesar 10 persen diturunkan menjadi 0 persen, serta penurunan pajak ekspor tambahan atas jenis komoditi tertentu lainnya. Selain itu, sejak 10ktober 1984 pungutan langsung oleh Pemerintah Daerah terhadap beberapa komoditi ekspor penting telah pula dihapuskan. Sejalan dengan usaha meningkatkan mutu barang-barang ekspor, sampai dengan Agustus 1984 telah ditetapkan standar mutu untuk 165 jenis barang-barang perdagangan, dimana dari jumlah tersebut standar mutu dari 38 jenis barang sudah dilaksanakan. Memantapkan ekspor, dan memperluas posarannya, memerlukan kerja keras baik dari Pemerintah maupun masyarakat, khususnya dunia usaha. Pemerintah telah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meniadakan berbagai hambatan yang dapat mengurangi daya saing komoditi ekspor Indonesia di posaran internasional. Kebijaksanaan di bidang impor selain ditujukan kepada memperlancar pengadaan bahan baku/penolong, dan barang modal dalam rangka pemenuhan kebutuhan bahan pokok yang diperlukan masyarakat, dan pemeliharaan kestabilan, juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari program pembangunan jangka panjang sektor industri. Melalui kebijaksanaan impor yang mendukung pertumbuhan sektor industri, sektor tersebut didorong untuk mencapai tahap perkembangan yang efisien melalui persaingan yang sehat, dan selanjutnya meningkat menuju tahapan perluasan ekspor hasil produksinya, suatu keterpaduan langkah yang tidak hanya mengarah kepada penghematan devisa, akan tetapi juga sekaligus meningkatkan penerimaannya, serta sejalan dengan usaha peningkatan penggunaan produksi dalam negeri. Dalam hubungan ini, Pemerintah telah mengusahakan untuk sejauh mungkin tidak memberi keringanan bea masuk, tetapi sekaligus menyesuaikan tarif bea masuk dan pajak penjualan impor terhadap impor barang-barang yang telah dapat diproduksi di dalam negeri seperti kertas untuk jenis tertentu, pipa besi dan produk polyvinyl chloride (PVC), aluminium sheet dan fuli aluminium jenis-jenis tertentu. Demikian pula terhadap beberapa produk yang telah dapat dirakit di dalam negeri telah diberlakukan tarif bea masuk, dan pajak penjualan impor yang baru. Dengan berlakunya Undang-Undang Pajak Penghasilan pada tanggal 1 Januari 1984, Departemen Keuangan RI
8
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
pungutan MPO atas barang-barang impor dihapuskan, sedangkan pungutan baru dikenakan terhadap impor barang yang dilakukan oleh importir yang menggunakan API, APIS atau APIT yaitu sebesar 2,5 persen dari nilai dasar impor (cif). Terhadap impor barang yang dilakukan oleh importir yang tidak menggunakan sistem perijinan impor, dikenakan pungutan sebesar 7,5 persen dari nilai dasar impor (cif). Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara ditetapkan, bahwa pembangunan industri ditujukan untuk memperluas kesempatan kerja, memeratakan kesempatan berusaha, meningkatkan ekspor, menghemat devisa, menunjang pembangunan daerah, dan memanfaatkan sumber alam dan energi serta sumber daya manusia. Dengan demikian pembangunan industri selain diharapkan dapat mewujudkan struktur ekonomi yang seimbang antara industri dan pertanian, juga diarahkan agar di dalam sektor industri sendiri semakin terwujud keseimbangan dan keserasian antara industri besar/sedangdan industri kecil, antara industri hilir dan industri hulu, antara industri padat modal dan industri padat karya, serta harus mampu meningkatkan keahlian dan ketrampilan masyarakat, dan mempertinggi sikap mental pembaharuan. Dengan arah kebijaksanaan tersebut, dan dengan Pancasila sebagai dasar perjuangan bangsa, tahap industrialisasi yang merupakan tahap yang sulit, dan mengandung kerawanan kiranya dapat dilalui tanpa menimbulkan ketegangan sosial. Apabila dalam Pelita I dan II sektor industri telah tumbuh rata-rata sebesar 13,0 persen dan 13,7 persen, maka dalam Pelita III turun menjadi 8,9 persen setahun. Pertumbuhan sektor industri pengolahan, dilihat sebagai komponen produk domestik bruto, dalam tahun 1983 secara riil menunjukkan kenaikan sebesar 2,2 persen, setelah mengalami titik kenaikan yang terendah dalam tahun 1982. Sejak awal Pelita I, sektor tersebut hingga tahun-tahun pertama Pelita III telah berkembang tidak kurang dari 9 persen. Kelambanan yang terjadi dalam pertumbuhan sektor industri dipenghujung tahun Pelita III, tidak terlepos dari adanya pengaruh resesi ekonomi dunia, serta adanya kekurangserasian pertumbuhan antarsektor industri. Industri hilir, yang pada umumnya merupakan industri substitusi impor, telah berkembang relatif lebih pesat dibanding industri hulu, sehingga menyebabkan lemahnya kaitan antarindustri, baik vertikal maupun horizontal, dan belum dapat memberikan kemantapan pada struktur industri yang ada. Sehubungan dengan hat tersebut, untuk memantapkan dan memperkokoh struktur industri nasional, telah ditempuh kebijaksanaan program terpadu, yaitu dengan mengembangkan industri yang saling menunjang dengan sektor lainnya. Program tersebut terdiri dari rangkaian usaha berupa peningkatan keterkaitan antara berbagai jenis industri secara vertikal dan horizontal, pembinaan industri kecil, peningkatan peranan bangsa Indonesia sendiri dalam
Departemen Keuangan RI
9
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
pembangunan industri, serta peningkatan ekspor hasil produksinya. Dengan berbagai usaha tersebut akan tercipta keserasian yang memberi kekuatan pada keseluruhan pertumbuhan industri. Kemajuan yang dapat dicapai oleh sektor industri pada tingkat akhir berkaitan erat dengan kemantapan pertumbuhan, dan perkembangan produktivitas sektor pertanian, dimana peningkatan daya beli sebagian besar masyarakat beserta pemerataan pendapatan yang berlangsung di sektor ini, merupakan faktor yang sangat menunjang tegak tahannya sektor industri. Pembangunan sektor pertanian berdasarkan Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang tidak hanya menyangkut peningkatan produksi semata, akan tetapi meliputi pula usaha mengangkat kehidupan sosial, pendidikan dan tingkat kehidupan para petani di pedesaan pada umumnya. Dengan demikian pembangunan pertanian diharapkan memberikan arti yang utuh bagi peningkatan sebagian besar kesejahteraan bangsa Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pembangunan pertanian dilaksanakan dengan berlandaskan Trimatra Pembangunan Pertanian, yaitu keterpaduan dalam usaha tani, dalam komoditi, dan dalam pengembangan wilayah dengan sasaran sebagaimana yang tercakup dalam Sapta Karya Pembangunan Pertanian, dan dengan menerapkan Panca Usaha Tani. Sungguhpun pertumbuhan sektor pertanian sejak Pelita I setiap tahunnya menunjukkan tingkat kenaikan yang berbeda, akan tetapi sumbangannya terhadap produk domestik bruto riil terus mengecil, sementara nilai produksinya terus meningkat. Apabila pada awal Pelita I, sumbangan sektor pertanian masih sebesar 46,9 persen dari produk domestik bruto riil, maka pada akhir Pelita III diperkirakan menurun menjadi hanya sekitar 29 persen. Produksi tanaman pangan sebagai komponen produksi pertanian terpenting menunjukkan perkembangan yang mengesankan. Dalam Pelita III produksi beras menunjukkan pertumbuhan sebesar 6,5 persen pertahun, dimana dalam Pelita I dan II pertumbuhan produksinya adalah sebesar 4,7 persen dan 3,8 persen pertahun. Di samping produksi beras, produksi palawija dan hortikultura telah memainkan peran yang cukup penting pula dalam pemenuhan kebutuhan bahan pangan yang meningkat. Agar peningkatan produksi beras dapat pula meningkatkan tarat hidup petani lebih layak, tingkat harga dasar gabah yang diterima oleh petani setiap tahunnya selalu ditinjau kembali, dan dinaikkan. Untuk itu pada bulan Pebruari 1985, harga dasar gabah kering giling di KUD dinaikkan menjadi Rp 175,00 perkilogram. Didukung oleh besarnya peranan nilai tambah yang diciptakan oleh sektor perdagangan, lembaga keuangan dan jasa lainnya, serta sektor-sektor lainnya, produk domestik Departemen Keuangan RI
10
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
bruto riil secara keseluruhan dalam tahun 1983 diperkirakan menunjukkan adanya kemajuan yang cukup berarti, yakni kenaikan sebesar 4,2 persen. Sungguhpun kenaikan tersebut masih lebih kecil dari rata-rata pertumbuhan per tahun dalam periode 1970 - 1982, akan tetapi masih lebih tinggi dari yang dicapai dalam tahun 1982. Pertumbuhan ekonomi yang tercermin dari perkembangan produk domestik bruto sangat dipengaruhi, dan ditentukan oleh perimbanganperimbangan yang terjadi di dalam tingkat pembentukan modal, serta tingkat produktivitas modal, dan tenaga kerja yang .ada. Produk domestik bruto, alas dasar harga konstan tahun 1973, dari tahun 1969 sampai dengan tahun 1983 telah meningkat rata-rata sebesar 7,2 persen pertahun. Kenaikan ini terutama disebabkan oleh meningkatnya pembentukan modal domestik bruto rata-rata sebesar 15,2 persen pertahun dalam periode tersebut. Pembentukan modal domestik bruto yang dalam tahun 1969, alas dasar harga konstan 1973, baru berjumlah 11,2 persen dari produk domestik brutonya, dalam tahun 1983 diperkirakan telah meningkat menjadi 30,5 persen. Hal ini tiada lain menunjukkan adanya kemajuan di dalam pembentukan atau penanaman modal, baik yang dilakukan oleh masyarakat, dunia usaha, maupun Pemerintah. Kegiatan penanaman modal yang dilakukan oleh dunia usaha, sejalan dengan terpeliharanya kestabilan, dan prospek yang baik dari perkembangan pembangunan, terus menunjukkan peningkatan. Penanaman modal yang dilakukan melalui fasilitas penanaman modal dalam negeri (PMDN) sampai dengan bulan Agustus 1984 telah disetujui sebesar Rp 20.632,4 milyar, sedangkan penanaman modal asing (PMA) dalam periode yang sama, rencana investasinya mencapai nilai sebesar US $ 14.915,2 juta. Dalam rangka meningkatkan penanaman modal, oleh Pemerintah telah diberikan berbagai rangsangan antara lain dalam bentuk penyederhanaan prosedur penanaman modal, fasilitas pengampunan pajak, penetapan tarip penyusutan yang lebih tinggi, serta ketentuan bahwa perorangan dapat melaksanakan penanaman modal melalui fasilitas PMDN tanpa harus berbentuk badan hukum. Berbagai fasilitas tersebut diberikan agar tercipta iklim penanaman modal yang menarik, meskipun fasilitas bebas pajak, dan pemutihan modal bagi penanam modal di Indonesia dihapuskan. Sebagai kompensasi, semacam pemutihan modal masih dimungkinkan, yakni segala dana yang ditabung dalam deposito tidakakan diusut asal usulnya. Sumber pembentukan modal yang terpenting adalah dana-dana yang dapat dikerahkan dan disalurkan melalui APBN. Sebagai piranti anggaran dalam melaksanakan Repelita demi Repelita, sejak Pelita I, volume Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah berhasil ditingkatkan terus dalam jumlah yang cukup besar. Volume APBN pada awal Pelita I yang berjumlah Rp 334,7 milyar, telah berkembang menjadi hampir lima puluh lima kali dalam
Departemen Keuangan RI
11
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
tahun terakhir Pelita III. Perkembangan APBN terus diusahakan agar tetap berimbang dan dinamis, sehingga peranannya sebagai stabilisator, dan akselerator pembangunan tetap dapat dipertahankan. Resesi ekonomi dunia yang telah mempengaruhi perekoDamian Il}donesia pada gilirannya telah mempengaruhi penyusunan RAPBN 1985/1986. Dengan latar belakang kebijaksanaan dan perkembangan perekonomian baik nasional maupun internasional, serta usaha untuk tetap terpeliharanya kesinambungan pembangunan, maka volume RAPBN tahun anggaran 1985/1986 direncanakan berimbang pada tingkat sebesar Rp 23.046,0 milyar. Di sisi penerimaan negara, rencana tersebut terdiri dari penerimaan dalam negeri sebesar Rp 18.677,9 milyar, dan penerimaan pembangunan sebesar Rp 4.368,1 milyar, sedangkan di sisi pengeluaran negara rencana tersebut terdiri dari pengeluaran rutin sebesar Rp 12.399,0 milyar, dan pengeluaran pembangunan sebesar Rp 10.647,0 milyar. Pengeluaran pembangunan selain dialokasikan untuk berbagai sektor, juga diserasikan dengan pembiayaan pembangunan regional dan perluasan kesempatan kerja melalui berbagai program Inpres, dalam rangka pemerataan pembangunan dan hasilnya. Dengan demikian pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas memperoleh gambaran yang lebih nyata, utuh dan menyeluruh melalui peranan ganda dari pengeluaran pembangunan. Dalam tahun 1985/1986 bantuan pembangunan Dati I adalah sebesar Rp 280,0 milyar. Bantuan tersebut dimaksudkan untuk pemeliharaan jembatan dan jalan propinsi, perbaikan dan penyempumaan irigasi, eksploitasi dan pemeliharaan pengairan, pembangunan daerah minus serta pengembangan perkotaan. Sedangkan bantuan pembangunan bagi Dati II antara lain adalah untuk proyek-proyek prasarana dan produksi yang dapat memperluas lapangan kerja dan proyek padat karya. Untuk mempedancar distribusi hasil-hasil produksi, kepada Dati II juga diberikan bantuan pembangunan prasarana jalan. Gambaran perkembangan volume APBN yang terus meningkat, memberikan harapan yang besar untuk tetap berlangsungnya pembangunan nasional guna mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Namun demikian, di balik kemajuan tersebut berbagai tantangan dan hambatan, serta upaya pemecahannya telah pula menjadi bahagian dari pelaksanaan APBN, khususnya dalam beberapa tahun terakhir ini. Seperti yang telah dikemukakan perekonomian dunia yang dilanda krisis, dan berlangsung berkepanjangan telah memberikan dampak yang tidak diinginkan terhadap perekonomian Indonesia. Dalam usaha untuk memperkecil pengaruh yang ditimbulkan resesi duma tersebut, terutama dalam mengamankan penerimaan negara melalui APBN, oleh Pemerintah telah diambil berbagai langkah kebijaksanaan untuk meningkatkan ketahanan
Departemen Keuangan RI
12
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
ekonomi nasional, serta menciptakan landasan yang kuat guna berlangsungnya kelancaran proses pembangunan. Salah satu kebijaksanaan yangtelah diambil adalah dengan disahkannya beberapa undang-undang perpajakan yang baru, yang merupakan perbaikan secara mendasar terhadap undang-undang perpajakan yang lama. Dengan kebijaksanaan tersebut Pemerintah bukan saja berupaya untuk lebih menyeimbangkan struktur penerimaan negara, yang sebagian besar masih bergantung pada penerimaan dari minyak bumi dan gas alam, akan tetapi juga berusaha untuk meningkatkan rasa keikutsertaan masyarakat secara aktif dalam memberikan andil dan peranannya di dalam pembangunan melalui bidang perpajakan. Langkah-Iangkah untuk menegakkan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan, khususnya melalui usaha peningkatan penerimaan dalam negeri di luar minyak, telah dilaksanakan ketika memasuki tahun pertama Repelita IV, yakni dengan diberlakukannya UndangUndang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan serta Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan sejak tanggal 1 Januari 1984. Sedangkan Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sedianya berlaku pada tanggal 1 Juli 1984, dengan Undang-Undang No.8 Tahun 1984 telah ditangguhkan berlakunya sampai selambat-Iambatnya tanggal 1 J anuari 1986. Namun demikian mengingat pentingnya peranan pajak tersebut, Pemerintah bertekad untuk melaksanakannya pada 1 April 1985. Dalam rangka pelaksanaan undang-undang ini, maka mulai tahun anggaran 1985/ 1986 dalam penerimaan pajak pertambahan nilai, termasuk di dalamnya pajak pertambahan nilai atas penjualan bahan bakar minyak (BBM) sebesar 10 persen. Berlainan dengan undang-undang perpajakan yang lama yang mempunyai sistem, prosedur dan pentaripan yang rumit, undang-undang perpajakan yang baru tersebut lebih mencerminkan kesederhanaan, serta lebih mendorong pemerataan, dan memberikan kepostian hukum. Di samping Undang-Undang Perpajakan tersebut, Pemerintah kini tengah mempersiapkan perundang-undangan mengenai pabean, pajak kekayaan, dan iuran pembangunan daerah, guna lebih memantapkan peningkatan penerimaan dalam negeri. Untuk mewujudkan kebijaksanaan yang lebih realistis dengan keadaan perekonomian nasional, serta guna meningkatkan kesadaran para wajib pajak dalam menaati pembayaran pajaknya, maka sejak 1 Januari 1985 tarip pajak kekayaan telah diturunkan dari 1 persen menjadi 0,5 persen, sedangkan batas kekayaan yang tidak kena pajak telah dinaikkan dari Rp 14 juta menjadi Rp 80 juta. Sumber penting lainnya dari penanaman modal adalah tabungan masyarakat yang antara lain terkumpul melalui sektor perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Sejak dilaksanakannya kebijaksanaan moneter 1 Juni 1983, dana-dana yang berasal dari masyarakat yang dapat
Departemen Keuangan RI
13
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
dihimpun oleh sektor perbankan menunjukkan kenaikan yang mengesankan. Sampai dengan bulan September 1984, dana perbankan telah mencapai jumlah sebesar Rp 14.705,8 milyar, diantaranya sebesar Rp 7.905,2 milyar atau 53,8 persen merupakan dana deposito dan tabungan yang merupakan sumber dana yang renting bagi pembentukan modal untuk disalurkan berupa kredit bagi kegiatan usaha. Sementara itu dalam periode Juni 1983 - Juni 1984, volume deposito berjangka telah menunjukkan kenaikan sebesar Rp 2.787;2 milyar. Meningkatnya dana-dana masyarakat yang terhimpun oleh sektor perbankan menunjukkan adanya kestabilan ekonomi, dan iklim terse but harus dipertahankan agar upaya pembangunan dengan kekuatan sendiri secara bertahap dapat terwujud menjadi kenyataan. Terpeliharanya kestabilan ekonomi mencerminkan terselenggaranya pengendalian jumlah uang beredar yang sesuai dengan kebutuhan perekonomian. Sungguhpun jumlah uang beredar terus meningkat, diusahakan agar pengaruhnya terhadap tingkat harga senantiasa dalam batas-batas yang aman, namun mendorong kegiatan pembangunan. Dalam tahun 1984, laju inflasi menunjukkan peningkatan sebesar 8,8 persen, sedangkan pada tahun sebelumnya menunjukkan kenaikan sebesar 11,5 persen. Pelaksanaan pembangunan nasional senantiasa diupayakan berjalan seirama dengaIi pembinaan dan pemeliharaan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis, baik di bidang ekonomi, sosial maupun politik. Tegaknya demokrasi Pancasila merupakan syarat mutlak bagi terjaminnya stabilitas nasional, dan kesinambungan pembangunan. Oleh sebab itu, pembangunan politik dan pendidikan politik seperti yang digariskan oleh GBHN terus menerus dilaksanakan. Dalam rangka pembaharuan, dan penyederhanaan kehidupan politik, maka kepada DPR telah diajukan lima RUU masing-masing tentang: Perubahan UU Pemilu, Perubahan UU tentang Susunan dan Kedudukan MPR/DPR/DPRD, Perubahan UU tentang Parpol dan Golkar, Organisasi Kemasyarakatan, dan tentang Referendum. Kelima RUU tersebut kini dalam pembahasan, dan diharapkan pada waktunya akan mendapat persetujuan akhir dari Dewan Perwakilan Rakyat. Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Dengan demikian manusia Indonesia yang sehat, cerdas dan berbudi luhur merupakan modal pembangunan yang sangat menentukan. Dalam kaitan ini unsur terpenting di dalam pengembangan sumber daya manusia adalah pendidikan. Sehubungan dengan itu dalam tahun pertama Repelita IV kebijaksanaan di bidang pendidikan terutama ditekankan dan diarahkan pada peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan, peningkatan dan pemerataan kesempatan belajar dalam rangka pelaksanaan wajib
Departemen Keuangan RI
14
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
belajar, serta penyesuaian pendidikan dengan kebutuhan pembangunan nasional, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Di samping itu juga dilakukan pembinaan terhadap generasi muda dalam tugasnya sebagai penerus perjuangan bangsa, dan pembangunan nasional, serta pengelolaan pendidikan yang lebih berdaya guna dan berhasil guna. Guna meningkatkan mutu pendidikan, telah dilaksanakan penataran guru/pembina pada berbagai tingkat pendidikan, yang meliputi berbagai bidang studi dan pengelolaan, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah, sementara kesejahteraan para guru dan dosen tetap menjadi perhatian Pemerintah. Untuk itu Pemerintah dalam tahun 1985/1986, merencanakan untuk memberikan tunjangan jabatan fungsional kepada guru sekolah tingkat dasar dan menengah. Pembangunan juga mengusahakan agar setiap warga negara dapat memperoleh derajat kesehatan yang tinggi menuju terbentuknya keluarga yang sehat dan sejahtera. Oleh karena manusia merupakan modal terpenting dan menentukan dalam pembangunan nasional, serta agar pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat dapat terlaksana dengan baik, maka perlu terus ditingkatkan pembangunan kesehatan dan pengaturan pertumbuhan jumlah penduduk. Untuk itu sejak Pelita I telah dan terus dilaksanakan pembangunan di bidang kesehatan, antara lain berupa pembangunan Puskesmas dan rumah sakit, pengadaan tenaga dokter dan tenaga medis, penyuluhan kesehatan, pemberantasan penyakit menular, peningkatan gizi masyarakat, dan alih teknologi di bidang kesehatan dan peralatan kesehatan. Bersamaan dengan itu terus diusahakan pula peningkatan program keluarga berencana (KB) nasional yang pelaksanaannya ditempuh melalui pendekatan kemasyarakatan baik melalui jalur formal maupun informal, dan mengarah kepada pengalihan tanggung jawab pengelolaan dari Pemerintah kepada masyarakat. Di samping itu juga dilaksanakan norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera (NKKBS) melalui program lintas sektoral agar terwujud keluarga yang sehat, makmur dan sejahtera. Terciptanya kerangka landasan seperti yang diamanatkan oleh GBHN harus benarbenar dapat diwujudkan, agar tempat beranjak pembangunan bertambah kuat sehingga bangsa Indonesia dapat terus tumbuh dan berkembang. Dengan penuh kepercayaan pada kemampuan sendiri, dan hanya dengan persatuan yang makin kukuh segala rintangan dan tantangan yang berat dalam tahun-tahun mendatang akan teratasi, serta cita dan harapan dapat menjadi kenyataan. Maka teramat penting bagi segenap aparatur negara, dan masyarakat untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila, agar arah dan pelaksanaan pembangunan tetap benar, dan tujuannya tidak tersimpangkan.
Departemen Keuangan RI
15
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
BAB II ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
2.1. Pendahuluan Sejak pembangunan nasional dirimlai pada tahun 1969/1970, tahun pertama pelaksanaan Pelita pertama hingga memasuki tahun kedua Pelita IV, kebijaksanaan keuangan negara tetap diarahkan, dan berpegang teguh pada kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan tarat hidup, kecerdasan, dan kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia, guna mewujudkan amanat yang terkandung di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, dan ditegaskan kembali di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Apa yang ditetapkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara dijabarkan di dalam Repelita, dan secara operasional setiap tahun diwujudkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi yang memadai serta kestabilan nasional yang sehat dan dinamis, sebagai suatu rangkaian tak terpisahkan dari Trilogi Pembangunan, tetap menjadi dasar kebijaksanaan bagi pengelolaan keuangan negara. Dengan demikian penerimaan negara beserta pengalokasiannya kepada seluruh sektor pembangunan, diarahkan kepada terwujudnya Trilogi Pemba.i1gunan tersebut secara optimal. Dalam memelihara pengaruh APBN terhadap perkembangan moneter, khususnya terhadap meningkatnya laju inflasi, keseimbangan antara penerimaan negara, dan pengeluaran negara sebagai
pelaksanaan
prinsip-prinsip
anggaran
yang
berimbang
dan
dinamis,
tetap
dipertahankan. Hal demikian merupakan salah satu upaya pemantapan stabilitas ekonomi, yang berarti pula menjaga sendi-sendi kestabilan kehidupan masyarakat. Kemajuan pembangunan nasional yang dilaksanakan sejak tahun 1969 itu tercermin tidak hanya dari terus meningkatnya volume APBN. Beberapa indikator seperti bertambah luasnya prasarana dan sarana seperti perhubungan, pendidikan, kesehatan serta penciptaan lapangan kerja diseluruh pelosok tanah air telah ikut mendorong laju pertumbuhan, dan memperluas usaha pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, sehingga menambah kemantapan iklim perekonomian nasional secara menyeluruh dan terpadu. Hal demikian sangatlah diperlukan untuk menjamin terus berlangsungnya pembangunan nasional secara berkesinambungan. Meningkatnya taraf hidup, kecerdasan serta kesejahteraan seluruh rakyat, sebagai tujuan utama dari pembangunan merupakan babagian yang tak dapat dipisahkan dari ukuran keberhasilan pembangunan secara menyeluruh.
Departemen Keuangan RI
16
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Perkembangan volume APBN, hila dalam tabun pertama Pelita I jumlah penerimaan baru sebesar Rp 334,7 milyar, maka dalam tabun terakhir Pelita III realisasinya telah meningkat menjadi Rp 18.315,1 milyar, yang berarti meningkat sebesar hampir 55 kali lipat dalam jangka waktu lima betas tahun. Bila dibandingkan dengan rencana anggaran penerimaan dalam Repelita, maka realisasinya selalu melampaui rencana dalam setiap Repelita. Dalam Repelita I dan II anggaran penerimaan yang direncanakan berjumlah Rp 2.463,0 milyar dan Rp 12.467,6 milyar, dalam realisasinya masing-masing mencapai jumlah sebesar Rp 3.283,2 milyar dan Rp18.019,4 milyar, sehingga dengan demikian masing-masing melampaui rencananya sebesar Rp 820,2 milyar dan Rp 5.551,8 milyar. Demikian pula rencana anggaran penerimaan dalam Repelita III sebesar Rp 43.510,6 milyar ternyata dalam pelaksanaannya telah dilampaui sebesar Rp 22.883,1 milyar, yaitu dengan realisasi penerimaannya sebesar Rp 66.393,7 milyar. Dalam Repelita III anggaran yang direncanakan berimbang pada jumlah sebesar Rp43.510,6 milyar, yang terdiri dari penerimaan dalam negeri sebesar Rp 34.273,1 milyar, dan penerimaan pembangunansebesar Rp 9.237,5 milyar, sedangkan pengeluaran negara terdiri dari pengeluaran rutin sebesar Rp 21.661,2 milyar, dan pengeluaran pembangunan sebesar Rp21.849,4 milyar. Di dalam pelaksanaannya selama lima tahun Pelita III, yakni dari tahun 1979/1980 sampai dengan tahun 1983/1984, realisasi penerimaan negara telah dapatn mencapai Rp 66.393,7 milyar, terdiri dari penerimaan dalam negeri sebesar Rp 55.987,4 milyar, dan penerimaan pembangunan sebesar Rp 10.406,3 milyar. Dengan demikian dibandingkan dengan rencananya, masing-masing lebih besar dengan Rp 21.714,3 milyar dan Rp 1.168,8 milyar. Adapun pengeluaran rurin dan pengeluaran pembangunan dalam lima tahun pelaksanaan Pelita III terse but dicapaijumlah sebesar Rp 32.247,5 milyar dan Rp 34.129,2 milyar, sehingga masing-masing mengalami kenaikan sebesar Rp 10.586,3 milyar dan Rp 12.279,8 milyar dari yang direncanakan. Dibalik kemajuan tersebut, dalam beberapa tahun terakhir, berbagai tantangan dan hambatan, telah mempengaruhi perkembangan APBN, khususnya di bidang penerimaan negara. Perekonomian dunia yang dilanda krisis, dan berlangsung berkepanjangan telah memberikan dampak yang kurang menguntungkan bagi perekonomian Indonesia. Adapun usaha untuk memperkecil pengaruh yang di timbulkan resesi dunia tersebut, terutama untuk mengamankan penerimaan negara melalui APBN, Pemerintah telah mengambil berbagai kebijaksanaan antara lain berupa pembaharuan di bidang perpajakan, penyesuaian nilai tukar dollar Ametika terhadap rupiah, penjadwalan kembali proyek-proyek, dan kebijaksanaan moneter 1 Juni 1983. Oleh sebab itu upaya peningkatan penerimaan negara di luar minyak bumi dan gas Departemen Keuangan RI
17
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
alam, seperti penerimaan dari sumber-sumber perpajakan, bea dan cukai, serta penerimaan bukan pajak, telah dan akan terus dilaksanakan. Adanya potensi perpajakan yang masih besar dalam masyarakat, yang berkembang sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi, memerlukan penanganan dan pendayagunaan yang cermat dan secara berencana terus dikembangkan agar tujuan mencapai kemandirian dalam pembiayaan pembangunan secara bertahap dapat menjadi kenyataan. Untuk itu mulai akhir tahun anggaran 1983/1984 telah diberlakukan beberapa undang-undang perpajakan yang baru dengan perbaikan secara mendasar terhadap sistem perpajakan lama yang antara lain meliputi dasar pengenaan pajak, tarip pajak serta tata cara pembayaran pajaknya. Dalam undang-undang perpajakan rang baru tersebut, unsur-unsur kesederhanaan, pemerataan atau keadilan dan kepostian mendapat pengaturan yang lebih sesuai dengan perkembangan pembangunan. Sebagai peralatan fiskal, kebijaksanaan perpajakan diarahkan bukan saja untuk meningkatkan penerimaan negara, akan tetapi juga dimaksudkan untuk menciptakan iklim yang memungkinkan terwujudnya beberapa sasaran pembangunan nasional, seperti pemerataan pendapatan dan beban pembangunan, perluasan kesempatan kerja, serta membantu terciptanya suasana yang lebih sesuai dengan pola hidup sederhana. Iklim tersebut selanjutnya akan mendorong pertumbuhan industri dalam negeri, perdagangan, kestabilan barga, serta menunjang upaya stabilisasi ekonomi nasional. Dalam melaksanakan undang-undang perpajakan yang baru, diperlukan disiplin dari berbagai pihak, baik dari pengelola pajak maupun dari masyarakat wajib pajak. Dalam hubungan ini pembenahan aparatur perpajakan, baik yang menyangkut prosedur dan tata kerja administrasi perpajakan, maupun peningkatan disiplin dan pembinaan mental aparat pemungut pajak, terusmenerus dilaksanakan. Agar pelaksanaan undang-undang pajak dapat berjalan lancar telah dan terus diadakan penyuluhan terhadap pengusaha, badan-badan usaha, asosiasi-asosiasi, serta para wajib pajak pada umumnya. Selanjutnya agar penerimaan dan pengeluaran negara dapat diurus secara efisien dan efektif, maka perlu ditingkatkan pengawasan, dan terus disempurnakan baik tata cara pengelolaannya, maupun ketrampilan petugas yang bersangkutan. Kebijaksanaan yang ditempuh untuk melaksanakan hal tersebut antara lain dengan meningkatkan efisiensi penggunaan dana., serta mengarahkan kegiatan pembangunan pada proyek-proyek yang berprioritas tinggi. Di sektor pengeluaran rutin, pengendalian dan penghematan dalam menyelenggarakan kegiatan Pemerintah terus dilakukan. Pengurangan dan penghapusan berbagai subsidi, sedikit demi sedikit telah dilaksanakan seiring dengan meningkatnya perekonomian pada umumnya, tanpa harus mengorbankan kebutuhan dan kesejahteraan dari sebagian besar masyarakat, dan agar terdapat alokasi sumber-sumber ekonomi yang sehat. Sementara itu pengeluaran pembangunan tetap diarahkan untuk membiayai proyek-proyek yang Departemen Keuangan RI
18
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
benar-benar bermanfaat bagi masyarakat luas, baik sarana maupun prasarana, guna menumbuhkan seluruh sektor perekonomian masyarakat.
2.2. Pelaksanaan APBN 1984/1985 ( Semester I ) 2.2.1. Ringkasan Pelaksanaan APBN dalam tahun anggaran 1984/1985 ditandai oleh perkembangan keadaan ekonomi nasional yang relatif lebih baik, dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Berbagai usaha dan langkah kebijaksanaan yang telah diambil, baik untuk memperkecil pengaruh resesi dunia, maupun dalam rangka pemulihan perekonomian di dalam negeri, pada hakekatnya memerlukan penyesuaian sikap, dan kerja keras, baik dari masyarakat, khususnya dunia usaha, maupun segenap aparat negara, khususnya aparat penge1ola keuangan negara. Se1ama semester I tahun anggaran 1984/1985, realisasi penerimaan dan pengeluaran negara masing-masing dapat mencapai Rp 8.546,6 milyar dan Rp 8.540,4 milyar, yang berarti masingmasing meningkat dengan 6,7 persen bila dibandingkan dengan realisasinya dalam periode yang sarna tahun anggaran sebe1umnya. Jumlah penerimaan dan pengeluaran negara dalam semester I 1984/1985 tersebut berarti masing-masing mencapai 41,6 persen dan 41,5 persen dari rencana APBN 1984/1985 yang berimbang pada jumlah Rp 20.560,4 milyar. Dalam semester I 1984/1985, realisasi penerimaan dalam negeri mencapai jumlah sebesar Rp 7.390,6 milyar yang terdiri dari penerimaan minyak bumi dan gas alam sebesar Rp 4.971,8 milyar, dan penerimaan di luar minyak bumi dan gas alam sebesar Rp 2.418,8 milyar. Jumlah penerimaan dalam negeri tersebut berarti 45,8 persen dari jumlah yang direncanakan dalam APBN 1984/1985. Apabila dibandingkan dengan penerimaan dalam negeri dalam semester I 1983/1984 sebesar Rp 6.372,7 milyar, maka te1ah terjadi kenaikan sebesar 16,0 persen. Kenaikan tersebut terutama disebabkan karena meningkatnya penerimaan dari sektor minyak, penerimaan cukai, dan penerimaan bukan pajak. Kebijaksanaan penge1uaran rutin dalam tahun anggaran 1984/1985 diarahkan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas yang lebih tinggi, terutama dalam memberikan pe1ayanan kepada masyarakat, serta merawat sarana dan prasarana hasil pembangunan. Adapun realisasi pengeluaran rutin dalam semester I 1984/1985 mencapai Rp 4.295,9 milyar, yang berarti 42,5 persen dari penge1uaran rutin yang direncanakan dalam APBN 1984/1985. Dibandingkan dengan pengeluaran rutin dalam semester I 1983/1984, terdapat peningkatan sebesar 19,1 persen.
Departemen Keuangan RI
19
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Meningkatnya kemampuan sumber-sumber dana dari dalam negeri guna membiayai pembangunan nasional, terlihat dari meningkatnya tabungan Pemerintah yang merupakan se1isih an tara penerimaan dalam negeri dan pengeluaran rutin. Dalam semester I 1984/1985 telah berhasil dihimpun tabungan Pemerintah sebesar Rp 3.094,7 milyar. Dibandingkan dengan tabungan Pemerintah semester I 1983/1984 yang berjumlah sebesar Rp 2.764,3 milyar maka terdapat peningkatan sebesar 12,0 persen. Realisasi penerimaan pembangunan yang bersumber dari luar negeri dalam semester I 1984/1985 menunjukkan jumlah sebesar Rp 1.156,0 milyar. Dana ini dibutuhkan guna menambah dana pembiayaan pembangunan agar sasaran pembangunan dapat tercapai. Bila dibandingkan dengan penerimaan pembangunan dalam semester I tahun sebe1umnya sebesar Rp 1.634,5 milyar, maka berarti terdapat penurunan sebesar 29,3 persen. Penerimaan pembangunan bersama tabungan Pemerintah berjumlah Rp3.094,7 milyar, membentuk dana pembangunan sebesar Rp 4.250,7 milyar pada semester I 1984/1985. Dalam semester I 1984/1985, realisasi pengeluaran pembangunan mencapai jumlah sebesar Rp 4.244,5 milyar. Jumlah tersebut terdiri dari realisasi pembiayaan pembangunan sektoral yang dilaksanakan oleh departemen/lembaga sebesar Rp 1.552,7 milyar, pembiayaan pembangunan regional berupa bantuan pembangunan daerah (program Inpres) dan Ipeda sebesar Rp 844,1 milyar, realisasi penge1uaran pembangunan lainnya sebesar Rp 714,9 milyar, dan penge1uaran pembangunan dalam bentuk bantuan proyek sebesar Rp 1.132,8 milyar. Dengan demikian dari dana pembangunan sebesar Rp 4.250,7 milyar tersebut te1ah digunakan untuk membiayai penge1uaran pembangunan sebesar Rp 4.244,5 milyar.
2.2.2. Penerimaan dalam negeri Dalam rangka menunjang kegiatan pembangunan yang semakin meningkat dan meluas, baik segi perencanaan maupun pelaksanaan operasionalnya, maka diperlukan tersedianya dana pembangunan yang semakin meningkat pula. Sejalan dengan semakin ineningkatnya kebutuhan dana pembangunan yang hams disediakan, upaya penyediaannya haruslah selalu diusahakan terutama dari sumber dalam negeri. Dengan demikian pembangunan yang dilaksanakan untuk se1anjutnya akan dapat lebih tumbuh dan berkembang di atas kemampuan sendiri. Sehubungan dengan itu, upaya untuk meningkatkan penerimaan dalam negeri dalam tahun 1984/1985 terus dilakukan seraya diarahkan untuk menunjang peningkatan produksi dan investasi, memperluas kesempatan kerja, serta lebih mengusahakan pemerataan pembangunan dan pemeliharaan kestabilan. Dengan berbagai kebijaksanaan dan usaha yang te1ah dijalankan, maka dalam semester Departemen Keuangan RI
20
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
I tahun anggaran 1984/1985 realisasi penerimaan dalam negeri mencapai jumlah sebesar Rp7.390,6 milyar. Jumlah realisasi penerimaan dalam negeri semester I 1984/1985 tersebut terdiri dari penerimaan minyak bumi dan gas alam sebesar Rp 4.971,8 milyar dan penerimaan di luar minyak bumi dan gas alam sebesar Rp 2.418,8 milyar. Realisasi penerimaan minyak bumi dan gas alam dalam semester I 1984/1985 sebesar Rp 4.971,8 milyar tersebut adalah 48,0 persen dari yang direncanakan dalam APBN. Apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan dalam semester I tahun sebe1umnya yang sebesar Rp 4.206,7 milyar, berarti mengalami kenaikan sebesar Rp 765,1 milyar atau 18,2 persen. Peningkatan penerimaan ini antara lain disebabkan oleh adanya penyesuaian nilai tukar dollar Amerika terhadap rupiah, serta meningkatnya volume ekspor dari gas alam. Realisasi penerimaan di luar minyak bumi dan gas alam sebesar Rp 2.418,8 milyar tersebut berarti telah mencapai 41,8 persen dari jumlah seluruhnya yang direncanakan dalam APBN. Penerimaan di luar minyak bumi dan gas alam tersebut telah meningkat sebesar Rp 252,8 milyar atau 11,7 persen hila dibandingkan dengan realisasinya dalam semester I tahun 1983/1984 sebesar Rp 2.166,0 milyar. Adapun penerimaan di luar minyak bumi dan gas alam terdiri dari penerimaan pajak penghasilan sebesar Rp 875,0 milyar, pajak penjualan sebesar Rp 272,2 miyar, pajak penjualan impor sebesar Rp 125,9 milyar, bea masuk sebesar Rp 276,5 milyar, cukai sebesar Rp 375,5 milyar, pajak ekspor sebesar Rp 38,8 milyar, penerimaan Ipeda sebesar Rp 68,2 milyar, penerimaan pajak lainnya sebesar Rp 33,5 milyar, dan penerimaan bukan pajak sebesar Rp 353,2 milyar. Langkahlangkah kebijaksanaan yang diambil dalam rangka meningkatkan penerimaan negara di luar minyak bumi dan gas alam antara lain berupa pelaksanaan undang-undang perpajakan yang baru. Undang-Undang Pajak Penghasilan tahun 1984 yang sudah berlaku sejak bulan Januari 1984 mengandung berbagai kebijaksanaan yang pada prinsipnya mendorong kegiatan dunia usaha dan pembangunan nasional, dengan senantiasa berusaha untuk menciptakan iklim perpajakan yang menjamin keadilan, pemerataan dan kepostian hukum. Upaya ke arah pemungutan pajak yang lebih adil dan merata tercermin dengan semakin ringannya beban pajak bagi golongan masyarakat berpendapatan rendah melalui peningkatan penghasilan tidak kena pajak (PTKP). PTKP yang sebelumnya dikenal dengan istilah BPBP (batas pendapatan bebas pajak), yang semula untuk satu keluarga terdiri dari suami, isteri, serta tiga orang anak adalah sebesar Rp 1.050.000,- kini telah ditingkatkan menjadi Rp 2.880.000,-. Sedangkan lapisan kena pajak, dan penggolongan tarip lebih sederhana, dan terdiri dari tiga lapisan tarip, yaitu 15 persen untuk penghasilan sampai dengan Rp 10 juta, 25 persen untuk penghasilan di atas Rp 10
Departemen Keuangan RI
21
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
juta sampai dengan Rp 50 juta, dan 35 persen untuk penghasilan di atas Rp 50 juta. Adapun pengampunan pajak yang ditentukan sejak 18 April 1984 akan memberikan pengaruh positif terhadap kejujutan dan keterbukaan wajib pajak, sehingga dengan pengampunan pajak terse but diharapkan akan dapat memperluas jumlah wajib pajak. Pengampunan pajak diberikan atas pendapatan yang diperoleh dalam tahun 1983, dan sebelumnya yang belum pernah, atau belum sepenuhnya dikenakan atau dipungut pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dengan berbagai kebijaksanaan dan usaha-usaha tersebut di atas, dalam semester I tahun anggaran 1984/1985 realisasi penerimaan pajak penghasilan telah mencapai Rp 875,0 milyar. Jumlah terse but adalah 35,7 persen dari yang direncanakan dalam APBN. Undang-Undang Pajak Penjualan 1951 sebenarnya tidak berlaku lagi setelah disahkannya Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang semula direncanakan untuk diberlakukan pada tanggal 1 Juli 1984. Tetapi sehubungan dengan penundaan pelaksanaan Undang-Undang PPN 1984 tersebut hingga selambat-lambatnya tanggal 1 Januari 1986, maka Undang-Undang Pajak Penjualan 1951 masih berlaku hingga tanggal berlakunya undang-undang baru tersebut. Dalam semester I 1984/1985, penerimaan pajak penjualan dan pajak penjualan impor adalah sebesar Rp 272,2 milyar, dan Rp 125,9 milyar. Apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan pajak penjualan dan pajak penjualan impor dalam semester I 1983/1984 yaitu masing-masing sebesar Rp 252,7 milyar dan Rp 122,5 milyar, terlihat adanya.kenaikan sebesar 7,7 persen dan 2,8 persen. Sejalan dengan kebijaksanaan umum di bidang perpajakan, kebijaksanaan di bidang bea masuk di samping dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan negara, juga diarahkan kepada pemenuhan kebutuhan masyarakat banyak, serta mendorong perkembangan industri dalam negeri. Sehubungan dengan itu Pemerintah tetap memberikan keringanan tarip, maupun beberapa pembebasan sebagian bea masuk atas sejumlah bahan baku dan barang-barang tertentu, yang dimaksudkan untuk memelihara dan menunjang perkembangan industri di dalam negeri. Dalam rangka menjamin kelancaran arus dokumen dan pengeluaran barang, telah pula dilaksanakan penyempurnaan tala laksana pabean di bidang impor. Realisasi penerimaan bea masuk dalam semester I tahun 1984/1985 mencapai Rp 276,5 milyar, yang berarti 40,6 persen dari yang direncanakan dalam APBN. Bila dibandingkan dengan penerimaan bea masuk semester I tahun anggaran sebelumnya sebesar Rp 267,3 milyar, maka terdapat kenaikan sebesar 3,4 persen. Realisasi penerimaan cukai dalam semester I 1984/1985 adalah sebesar Rp 375,5 Departemen Keuangan RI
22
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
milyar, yang berarti mencapai 51,6 persen dari yang direncanakan dalam APBN. Apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam periode yang sarna tahun anggaran sebelumnya yang besamya Rp 334,4 milyar, berarti mengalami kenaikan sebesar 12,3 persen. Kenaikan ini terutama berasal dari kenaikan penerimaan cukai tembakau dengan meningkatnya produksi rokok. Keadaan perekonomian yang masih belum sepenuhnya pulih dari resesi, membawa pengaruh yang kurang menguntungkan terhadap perkembangan harga barang-barang ekspor non migas di posaran dunia. Di samping itu timbul pula hambatan yang dikenakan negaranegara maju terhadap barang-barang ekspor negara dunia ketiga, termasuk Indonesia, berupa pembatasan (kuota) impor terbadap berbagaijenis komodiri. Hal tersebut telab berpengaruh kepada volume maupun nilai ekspor Indonesia dalam semester I 1984/1985. Untuk meningkatkan ekspor non migas di tengah perkembangan perekonomian dunia yang masih lamban, Pemerintah telah menurunkan tarip pajak ekspor terhadap beberapa komoditi tertentu, antara lain bauksit dan pekatannya. Sejalan dengan perkembangan tersebut, realisasi penerimaan pajak ekspor untuk semester I 1984/1985 hanya mencapai sebesar Rp 38,8 milyar atau 31,4 persen dari rencananya dalam APBN. Apabila dibandingkan dengan penerimaan yang sarna dalam semester I tahun sebelumnya sebesar Rp50,6 milyar, berarti terdapat penurunan sebesar 23,3 persen. Penerimaan Ipeda dalam semester I tahun 1984/1985 adalah sebesar Rp 68,2 milyar, yang berarti mengalami kenaikan sebesar 28,2 persen bila dibandingkan dengan penerimaan dalam semester I tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp 53,2 milyar. Upaya peningkatan penerimaan jenis ini selalu diusahakan dengan lebih meningkatkan kualitas petugas pelaksana melalui pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kepada masyarakat luas, sehingga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar iuran tersebut. Realisasi penerimaan pajak lainnya yang terdiri dari pajak kekayaan, bea meterai, dan bea lelang, dalam semester I 1984/1985 mencapai Rp 33,5 milyar. Jumlah tersebut berarti 44,4 persen dari yang dianggarkan dalam APBN 1984/1985. Apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam semester I tahun sebelumnya sebesar Rp 23,6 milyar, berarti mengalami kenaikan sebesar 41,9 persen. Dalam semester I 1984/1985 penerimaan bukan pajak realisasinya mencapai Rp 353,2 milyar, atau 57,4 persen dari yang dianggarkan dalam APBN 1984/1985. Apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam semester I tahun sebelumnya sebesar Rp 205,5 milyar, maka terdapat kenaikan sebesar Rp 147,7 milyar atau 71,9 persen. Penerirnaan bukan pajak terdiri dari Departemen Keuangan RI
23
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
berbagai jenis penerimaan negara, antara lain berupa bagian Pemerintah atas laba perusahaan negara, dan bank negara, serta berbagai jenis penerimaan departemen dan lembaga Pemerintah lainnya, seperti iuran hak pengusahaan hutan (IHPH), uang pendidikan, bea nikah dan akte kelahiran pada catatan sipil, hasil penjualan barang milik negara, sewa rumah dinas, dan sebagainya. Perbandingan penerimaan dalam negeri, semester I 1983/1984 dan 1984/1985 dapat dilihat dalam Tabel II.2 Tabel II.2 PENERIMAAN DALAM NEGERI, SEMESTER 1 1983/1984 DAN 1984/1985 (dalam milyar rupiah) .Semester I Semester 11) Kenaikan / 1983/1984 1984/1985 Penurunan (%) Jems penerimaan Penerimaan minyak bumi dan 4.971,80 18,2 A. gas alam 4.206,70 Penerimaan di luar minyak B. bumi dan gas alam 2.166,00 2.418,80 11,7 1. Pajak penghasilan 856,2 875 2,2 2. Pajak penjualan 252,7 272,2 7,7 3. Pajak penjualan impor 122,5 125,9 2,8 4. Bea masuk 267,3 276,5 3,4 5. Cukai 334,4 375,5 12,3 6. Pajak ekspor 50,6 38,8 -23,3 7. Ipeda 53,2 68,2 28,2 8. Pajak lainnya 23,6 33,5 41,9 9. Penerimaan bukan pajak 205,5 353,2 71,9 Jumlah 6.372,70 7.390,60 6,0
2.2.3. Penerimaan pembangunan Untuk memungkinkan ekonomi nasional dapat tumbuh dan berkembang di atas kemampuannya sendiri, penerimaan dalam negeri senantiasa diusahakan peningkatan dan peranannya di dalam penyediaan dana pembangunan yang diperlukan. Namun upaya memobilisasikan dana pembangunan tersebut harus diusahakan tidak melampaui kekuatan ekonomi yang ada. Oleh karena itu dana yang berasal dari luar negeri masih diperlukan sebagai pelengkap untuk membiayai berbagai kegiatan pembangunan. Penerimaan pembangunan, yaitu dalam bentuk bantuan program dan bantuan proyek, dalam semester I 1984/1985 realisasinya masing-masing sebesar Rp 23,2 milyar dan Rp 1.132,8 milyar. Pengelolaan sumber dana yang berasal dari luar negeri tersebut senantiasa diarahkan seefisien mungkin untuk membiayai proyek-proyek pembangunan yang produktif dan berprioritas tinggi.
2.2.4. Pengeluaran rutin Kebijaksanaan Pemerintah di bidang pengeluaran rutin tidak terlepos dari upaya untuk Departemen Keuangan RI
24
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
meningkatkan tabungan Pemerintah, yang merupakan sumber utama bagi pembiayaan pembangunan, di samping berhubungan erat dengan pengamanan dan pemeliharaan hasilhasil pembangunan. Oleh sebab itu setiap kegiatan pengeluaran harus dipertimbangkan agar selalu berlandaskan pada prinsip-prinsip hemat, tidak mewah, serta lebih efektif dan efisien sehingga pelaksanaannya dapat lebih terarah dan terkendali. Dalam pedoman pelaksanaan APBN yang tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 29 tahun 1984 dinyatakan bahwa pelaksanaan APBN diarahkan kepada penggunaan kemampuan dan hasil produksi dalam negeri sejauh mungkin, sebagai upaya untuk lebih mendorong peningkatan produksi dalam negeri. Seiring dengan itu, dalam rangka meningkatkan kelancaran, dayaguna dan hasilguna serta pengamanan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa, telah ditetapkan pula Keputusan Presiden Nomor 30 tahun
1984
tentang
Tim
Pengendali
Pengadaan
Barang/Peralatan
Pemerintah
di
Departemen/Lembaga. Dalam semester I 1984/1985, realisasi pengeluaran rutin diperkirakan mencapai jumlah sebesar Rp 4.295,9 milyar, yang terdiri dari belanja pegawai sebesar Rp 1.602,3 milyar, belanja barang sebesar Rp 406,9 milyar, subsidi daerah otonom sebesar Rp 913,0 milyar, pembayaran bunga dan cicilan hutang sebesar Rp 1.238,1 milyar, dan lain-lain pengeluaran rutin sebesar Rp135,6 milyar. Realisasi pengeluaran rutin sebesar Rp 4.295,9 milyar tersebut merupakan 42,5 persen dari rencananya dalam APBN 1984/1985 dan menunjukkan peningkatan sebesar 19,1 persen hila dibandingkan dengan semester I 1983/ 1984. Perkembangan realisasi pengeluaran rutin dalam sem(.ster I 1984/1985 dapat diikuti dalam Tabel II.3 Realisasi belanja pegawai sebesar Rp 1.602,3 milyar selama semester I 1984/1985 merupakan peningkatan sebesar 14,2 persen dari realisasi dalam semester I tahun sebelumnya, dan berarti pula telah menyerap 50,2 persen dari dana yang dianggarkan dalam APBN 1984/1985, Peningkatan re'alisasi belanja pegawai ini antara lain sebagai akibat diberikannya kenaikan gaji sebesar 15 persen dari gaji yang dibayarkan kepada pegawai negeri sipil/ ABRI dan pensiunan, Pemberian kenaikan gaji itu sendiri merupakan langkah yang ditempuh Pemerintah dalam usaha meningkatkan kesejahteraan pegawai negeri sipil/ ABRI dan pensiunan, sehingga dapat bekerja lebih baik dan dengan demikian akan meningkatkan produktivitas kerja. Kenaikan realisasi belanja pegawai juga disebabkan meningkatnya realisasi tunjangan beras, dari Rp 137,7 milyar dalarn semester I 1983/1984 menjadi Rp 255,2 milyar dalarn semester I 1984/1985 yang berarti meningkat sebesar 85,3 persen.
Departemen Keuangan RI
25
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986 Tabel II.3 PENGELUARAN RUTIN, SEMESTER I 1983/1984 DAN 1984/1985 (dalam milyar rupiah) Jenis Pengeluaran 1. Belanja pegawai a. Tunjangan beras b. Gaji dan pensiun c. Biaya makan (lauk pauk) d. Lain-lain bel. peg. dalam negeri e. Belanja pegawai luar negeri 2. Belanja barang a. Dalam negeri b. Luar negeri 3. Subsidi daerah otonom a. .Belanja pegawal b. Non belanja pegawai 4. Bunga dan cicilan hutang a. Dalam negeri b. Luar negeri 5. Lain -lain a. Subsidi BBM b. Lain - lain Jumlah
1983/84 1.402,90 137,7 1.051,30 147,7 42,7 23,5 369,9 357,5 12,4 722,7 641,5 81,2 623 0,9 622,1 489,9 483,6 6,3 3.608,40
1984/85 1) 1.602,30 255,2 1.123,70 151 41 31,4 406,9 391,6 15,3 913 828,8 84,2 1.238,10 0,4 1.237,70 135,6 126,4 9,2 4.295,90
1) Angka sementara
Kenaikan (%) 14,2 85,3 6,9 2,2 -4 33,6 10 1) 9,5 23,4 26,3 29,2 3,7 98,7 -55,6 99 -72,3 -73,9 46 19,1
Tabel II.4 PENGELUARAN PEMBANGUNAN, SEMESTER I 1983/1984 DAN 1984/1985 1) (dalam milyar rupiah) Kenaikan (%) Jenis pengeluaran 1983/84 1984/85 2) 1. Pembiayaan Departemen/Lembaga 1.609,40 1.552,70 -3,5 a. Departemen/lembaga 1.369,70 1.348,90 -1,5 b. H a n k a m 239,7 203,8 -15 2. Pembiayaan bagi daerah 603,2 844,1 39,9 a. Bantuan pembangunan desa 24 92,8 286,7 b. Bantuan pembangunan kabupaten 30,1 194,2 545,2 c. Bantuan pembangunan Dati I 59,7 57,7 -3,4 d. Bantuan sekolah dasar 330 311,1 -5,7 e. SalaDa kesehatan / Puskesmas 9,1 21,5 136,3 f. Bantuan pembangunan dan pemugaran 8,4 g. Bantuan penghijauan dan reboisasi 51,3 32,2 -37,2 h. Prasarana jalan 45 57,1 26,9 i. Pembangunan Timor Timur 0,8 0,9 12,5 j. Ipeda 53,2 68,2 28,2 3. Pembiayaan Lain-lain 548,6 714,9 30,3 a. Subsidi pupuk 176,2 237,3 34,7 b. Penyertaan modal pemerintah 197,6 260,6 31,9 c. Lain - lain 174,8 217 24,1 Jumlah 2.761,20 3.111,70 12,7 1) Di luar bantuan proyek 2) Angka sementara
Hal ini terutama disebabkan perhitungan harga beras untuk pegawai Degen, yang semula Rp 327,-/kg dinaikkan menjadi Rp 366,-/kg sejak 1 April 1984. Se1anjutnya, penyesuaian harga beras ini mempengaruhi pula pembayaran uang makan/lauk pauk. Agar pe1aksanaan penge1uaran rutin dapat berjalan secara hemat dan efisien, penge1uaran untuk belanja barang harus dilakukan secara selektif dan terkendali. Dengan berpedoman kepada ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam Keputusan Presiden Nomor 30 tahun 1984, pe1aksanaan be1anja barang dalam semester I 1984/1985 mencapai jumlah sebesar Rp 406,9 milyar, yang berarti suatu kenaikan sebesar 10 persen dan realisasi dalam periode yang sama tahun sebelumnya. Pengeluaran rutin untuk subsidi daerah otonom dalam semester I 1984/1985 mencapai jumlah sebesar Rp 913,0 milyar, yang berarti meningkat sebesar 26,3 persen dibandingkan dengan semester I tahun sebelumnya. Kenaikan realisasi subsidi daerah otonom ini disebabkan adanya kenaikan gaji pegawai daerah otonom sebesar 15 persen dari gaji yang dibayarkan tahun sebe1umnya. Realisasi pembayaran bunga dan cicilan hutang dalam semester I 1984/1985 sebesar Rp 1.238,1 milyar terdiri dari pembayaran bunga dan cicilan hutang dalam negeri sebesar Rp 0,4 milyar, dan untuk pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri sebesar Rp 1.237,7 milyar. Bila dibandingkan dengan realisasi dalam semester I 1983/1984 terdapat kenaikan sebesar Rp 615,1 milyar. Lain-lain pengeluaran rutin, yang antara lain menampung pengeluaran untuk subsidi bahan bakar minyak, penggantian biaya pengiriman surat dinas bebas porto, biaya giro pos dan lain-lain, se1ama semester I 1984/1985 mencapai realisasi sebesar Rp 135,6 milyar, yang berarti 72,3 persen lebih rendah dibandingkan dengan realisasi dalam semester I 1983/1984. Hal ini disebabkan terutama oleh lebih rendahnya realisasi subsidi bahan bakar minyak.
Departemen Keuangan RI
26
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
2.2.5. Tabungan Pemerintah Usaha untuk meningkatkan tabungan Pemerintah, yang merupakan sumber utarna bagi pembiayaan pembangunan, dilakukan dengan meningkatkan jumlah penerimaan dalam negeri bersamaaan dengan penghematan dalam pengeluaran rutin. Upaya peningkatan penerimaan dalarn negeri ditempuh antara lain dengan penyempurnaan perundang-undangan pajak, intensifikasi dan extensifikasi pungutan pajak, penyempurnaan administrasi serta pembenahan aparatur perpajakan, sedang di bidang penge1uaran rutin antara lain dengan jalan menyempurnakan pedoman pe1aksanaan APBN di samping peningkatan mutu aparat pe1aksanaannya. Selama semester I 1984/1985 te1ah berhasil dihimpun tabungan Pemerintah sebesar Rp 3.094,7 milyar, yang berarti telah mencapai 51,2 persen dan yang direncanakan dalam APBN 1984/1985. Bila dibandingkan dengan realisasi dalam semester I 1983/1984, jumlah tersebut menunjukkan peningkatan sebesar Rp 330,4 milyar atau 11,9 persen.
2.2.6. Pengeluaran pembangunan Berbagai langkah dan kebijaksanaan yang telah diambil Pemerintah selama pelaksanaan Repelita I, II dan III, telah meletakkan landasan yang lebih kuat bagi pelaksanaan Repelita IV. Dalam tahun anggaran 1984/1985, yang merupakan tahun pertama pelaksanaan Repelita IV, kebijaksanaan yang dijalankan berkenaan dengan pelaksanaan anggaran telah dituangkan dalam Keputusan PresideD Nomor 29 tahun 1984 tentang Pelaksanaan APBN. Dengan tetap berlandaskan pada Trilogi Pembangunan, serta selalu berpedoman kepada Keputusan Presiden tersebut diatas, pelaksanaan pengeluaran pembangunan selama semester I 1984/1985 mencapai jumlah sebesar Rp 4.244,5 milyar. Jumlah tersebut meliputi pembiayaan rupiah sebesar Rp 3.111,7 milyar, dan pengeluaran pembangunan dalam bentuk bantuan proyek sebesar Rp 1.132,8 milyar. Pengeluaran pembangunan berupa pembiayaan rupiah sebesar Rp3.111,7 milyar tersebut terdiri dari pengeluaran pembangunan untuk proyek-proyek sektoral yang dikelola departemen/lembaga sebesar Rp 1.552,7 milyar, pengeluaran pembangunan bagi daerah sebesar Rp 844,1 milyar, dan sisanya berupa pengeluaran pembangunan lainnya sebesar Rp 714,9 milyar. Pengeluaran pembangunan bempa pembiayaan pembangunan bagi daerah merupakan bantuan yang diberikan Pemerintah pusat kepada Pemerintah daerah untuk menjalankan pembangunan yang meliputi program-program Inpres, Ipeda dan pembiayaan bagi Timor Timur. Selama semester I 1984/1985, telah berhasil direalisasikan bantuan sebesar
Departemen Keuangan RI
27
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Rp844,1 milyar, yang berarti telah menyerap sebesar 55,7 persen dari dana yang direncanakan dalam tahun 1984/1985. Jumlah tersebut meliputi pembiayaan bagi program bantuan pembangunan desa sebesar Rp 92,8 milyar, bantuan pembangunan kabupaten sebesar Rp 194,2 milyar, dan bantu.an pembangunan Dati I sebesar Rp 57,7 milyar. Di samping itu jumlah tersebut juga meliputi program bantuan pembangunan sekolah dasar sebesar Rp 311,1 milyar, sarana kesehatan/Puskesmas sebesar Rp 21,5 milyar, bantuan pembangunan posar sebesar Rp8,4 milyar, bantuan penghijauan dan reboisasi sebesar Rp 32,2 milyar, serta bantuan bagi prasarana jalan sebesar Rp 57,1 milyar. Selebihnya adalah realisasi program bantuan pembangunan Timor Timur sebesar Rp 0,9 milyar, dan program pembangunan dengan dana Ipeda sebesar Rp 68,2 milyar. Realisasi bantuan pembangunan desa dan bantuan pembangunan kabupaten masingmasing sebesar Rp 92,8 milyar dan Rp 194,2 milyar dalam semester I 1984/1985 merupakan realisasi dari anggaran yang disediakan dalam tahun anggaran 1984/1985. Bantuan pembangunan Dati I, yang diberikan dalam rangka meningkatkan keselarasan pembangunan sektoral dan regional, meratakan hasil-hasil pembangunan, serta meningkatkan partisiposi daerah dalam pembangunan, dalam semester I 1984/1985 telah direalisasikan sebesar Rp 57,7 milyar yang berarti 3,4 persen di bawah realisasi semester I 1983/1984. Demikian pula halnya dengan program pembangunan sekolah dasar, realisasinya menunjukkan penurunan sebesar 5,7 persen dibandingkan dengan semester I tahun lalu. Tetapi realisasi sebesar Rp 311,1 milyar ini telah menyerap dana sebesar 53,6 persen dari yang direneanakan dalam tahun 1984/1985. Realisasi program-program pembangunan sarana kesehatan/Puskesmas, prasarana jalan dan program pembangunan Timor Timur dalam semester I 1984/1985 telah menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan realisasi dalam periode yang sarna tahun sebelumnya. Begitu pula halnya dengan pengeluaran pembangunan dengan dana Ipeda, realisasinya sebesar Rp 68,2 milyar dalam semester I 1984/1985 menunjukkan peningkatan sebesar 28,2 persen bila dibandingkan dengan realisasi dalam semester I tahun sebelumnya. Bantuan pembangunan dan pemugaran pasar, yang diberikan Pemerintah pusat kepada Pemerintah daerah dalam rangka melindungi para pedagang kecil golongan ekonomi lemah, dalam semester I 1984/1985 telah direalisasikan sebesar Rp 8,4 milyar, sedangkan bantuan penghijauan dan reboisasi yang bertujuan untuk menyelamatkan kelestarian sumber-sumber alam, dalam waktu yang bersamaan telah direalisasikan sebesar Rp 32,2 milyar. Pengeluaran pembangunan lainnya, yang terdiri dari subsidi pupuk, penyertaan modal Pemerintah dan lain-lain pembangunan, dalam semester I 1984/1985 telah direalisasikan masing-masing sebesar Rp 237,3 milyar, Rp 260,6 milyar, dan
Departemen Keuangan RI
28
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Rp 217,0 milyar. Dibandingkan dengan semester I 1983/1984, realisasi tersebut menunjukkan peningkatan masingmasing sebesar 34,7 persen, 31,9 persen dan 24,1 persen. Pengeluaran pembangunan dalam rangka penyertaan modal Pemerintah antara lain dipakai untuk pembiayaan PT Dok Perkapalan Tanjung Priok, PT GIA/Cengkareng, PT PINDAD, PT Industri Mesin Produksi Indonesia (IMPI) dan PT PAL Indonesia. Sedangkan pengeluaran pembangunan lainnya terutama digunakan untuk meningkatkan pelaksanaan program keluarga berencana, pengembangan statistik, sertifikat ekspor, lingkungan hidup, proyek sumber daya laut dan lain-lainnya. Perbandingan antara realisasi pengeluaran pembangunan di luar bantuan proyek dalam semester I 1984/1985 dengan semester I 1983/1984 ditunjukkan dalam Tabel II.4.
2.3
Rencana APBN 1985/1986 Berbagai program dan proyek pembangunan yang disusun dalam reneana APBN
1985/1986 merupakan pelaksanaan operasional tahun kedua Reneana Pembangunan Lima Tahun keempat (Repelita IV). Seperti halnya pada tahun-tahun yang lampau, landasan kebijaksanaan raneangan APBN 1985/1986 tetap bertumpu pada Trilogi Pembangunan, yakni pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat, pertumbuhan ekonomi yang eukup tinggi, dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Demikian pula prinsip-prinsip anggaran berimbang yang dinamis tetap pula dipertahankan dalam penyusunan rancangan APBN 1985/1986. Situasi perekonomian intemasional yang belum sepenuhnya pulih dari resesi, malah ditandai dengan mulai melambannya kembali pertumbuhan ekonomi negara-negara industri, rendahnya permintaan akan komoditi-komoditi ekspor dari negara-negara sedang berkembang, serta meningkatnya langkah-langkah proteksionisme dari negara-negara maju, telah mempengaruhi perkembangan perekonomian negara-negara dunia ketiga, termasuk Indonesia. Demikian pula posaran dan harga minyak bumi dalam beberapa tahun terakhir ini menunjukkan keadaan labil, yaitu sejak diberlakukannya kuota produksi sebesar 1,3 juta barrel pada bulan April 1982, dan penurunan harga minyak dari US $ 34,00 menjadi US $ 29,00 pada tanggal14 Maret 1983. Dari keadaan tersebut diperkirakan masa-masa sulit sebagai akibat dari resesi ekonomi dunia dan perkembangan harga minyak bumi masih akan dirasakan dalam tahun anggaran 1985/1986. Di bidang keuangan negara, akan tetap dilaksanakan berbagai langkah kebijaksanaan untuk meningkatkan efisiensi dan penghematan, serta mengarahkan penggunaan
Departemen Keuangan RI
29
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
keuangan negara untuk bidang-bidang yang mempunyai prioritas yang tinggi. Di samping itu, dengan pembaharuan-pembaharuan di bidang perpajakan, diharapkan penerimaan dalam negeri di luar minyak bumi dan gas alam akan dapat lebih ditingkatkan. Dalam tahun 1985/1986, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara direncanakan berimbang pada jumlah sebesar Rp..23.046,0 milyar. Di sisi penerimaan negara, jumlah tersebut terdiri dari penerimaan minyak bumi dan gas alam, dan penerimaan di luar minyak bumi dan gas alam, yang masing-masing direncanakan sebesar Rp 11.159,7 milyar dan Rp7.518,2 milyar, serta penerimaan pembangunan yang direncanakan sebesar Rp 4.368,1 milyar. Di sisi pengeluaran negara, jumlah tersebut terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan yang ,masing-masing direncanakan sebesar Rp 12.399,0 milyar dan Rp10.647,0 milyar. Dengan demikian tabungan Pemerintah yang direncanakan adalah sebesar Rp 6.278,9 milyar. Tabungan Pemerintah tersebut bersama-sama dengan penerimaan pembangunan akan membentuk dana pembangunan yang direncanakan akan mencapai Rp10.647,0 milyar. Dana tersebut akan digunakan untuk membiayai berbagai jenis pengeluaran pembangunan sektoral yang dilaksanakan oleh Departemen/Lembaga Negara sebesar Rp3.644,3 milyar, pembangunan regional berupa proyek-proyek Inpres, dana Ipeda, serta bantuan pembangunan Timor Timur sebesar Rp 1.643,5 milyar, dan berbagai pembiayaan pembangunan lainnya seperti penyertaan modal Pemerintah, subsidi pupuk, dan lain-lain pengeluaran yang seluruhnya direncanakan berjumlah sebesar Rp 1.062,0 milyar. Dalam pengeluaran pembangunan termasuk didalamnya pengeluaran pembangunan dalam bentuk bantuan proyek yang direncanakan 3ebesar Rp 4.297,2 milyar.
2.3.1. Penerimaan dalam negeri Kebijaksanaan untuk menciptakan landasan yang kuat guna mempercepat proses pembangunan yang selama ini dijalankan, pada hakekatnya mempunyai arah dan tujuan untuk meningkatkan penerimaan dalam negeri terutama dari sumber-sumber di luar minyak bumi dan gas alam. Dengan kebijaksanaan ini Pemerintah bukan saja berupaya untuk lebih menyeimbangkan struktur penerimaan negara yang sebagian besar masih tergantung pada penerimaan dari minyak bumi dan gas alam, akan tetapi juga berusaha-untuk meningkatkan rasa keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan melalui bidang perpajakan. LangkahIangkah umuk menegakkan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan, khususnya melalui usaha peningkatan penerimaan dalam negeri di luar minyak, telah dilaksanakan ketika memasuki tahun awal Pelita IV, yakni dengan disahkannya beberapa undang-undang Departemen Keuangan RI
30
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
perpajakan baru sebagai penggami dari undang-undang perpajakan lama warisan kolonial yang dirasakan telah tidak sesuai lagi dengan alam dan gerak pembangunan sekarang ini. UndangUndang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan serta Undang-Undang temang Pajak penghasilan telah diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 1984, sedangkan Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak penjualan atas Barang Mewah direncanakan akan berlaku pada tanggal 1 April 1985. Berlainan dengan undang-undang perpajakan yang lama yang mempunyai sistem, prosedur dan penaripan yang rumit, undangundang perpajakan yang baru lebih mencerminkan kesederhanaan serta lebih mendorong pemerataan dan memberikan kepostian hukum. Di samping undang-undang perpajakan tersebut, kini tengah dipersiapkan beberapa rancangan undang-undang, antara lain mengenai pabean, pajak kekayaan, dan iuran pembangunan daerah, guna lebih memantapkan peningkatan penerimaan di dalam negeri. Sejak berlakunya undang-undang perpajakan yang baru, berbagai perubahan dalam teknis pelaksanaan pemungutan pajak telah pula dilaksanakan.. Hal itu meliputi perubahanperubahan prosedur dan administrasi perpajakan, pembaharuan bemuk-bentuk formulir, serta pendataan dan pemberian nomor pokok wajib pajak (NPWP) sesuai dengan perundangundangan yang baru. Sejalan dengan itu, telah pula dilaksanakan penataran untuk seluruh aparat perpajakan, baik untuk meningkatkan pengetahuan teknis di lapangan, maupun umuk meningkatkan disiplin serta mental aparat perpajakan. Akan tetapi usaha tersebut akan kurang bermanfaat tanpa keikutsertaan serta kesadaran .dari seluruh wajib pajak. Untuk itu penyuluhan-penyuluhan juga telah diberikan kepada wajib pajak guna meningkatkan kesadaran, serta pemahaman tentang arti pentingnya undang-undang perpajakan tersebut dalam era pembangun. Namun Pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa pembinaan yang dilakukan, baik terhadap aparat perpajakan maupun para wajib pajak, memerlukan waktu umuk mencapai mekanisme yang diinginkan oleh undang-undang perpajakan yang baru, terutama dalam tujuannya meningkatkan peranan penerimaan dalam negeri di luar minyak bumi dan gas alam sebagai sumber utama penerimaan negara. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 1985/1986, penerimaan dalam negeri direncanakan mencapai Rp 18.677,9 milyar, yang terdiri dari penerimaan minyak bumi dan gas alam sebesar Rp 11.159,7 milyar dan penerimaan di luar minyak bumi dan gas alam sebesar Rp 7.518,2 milyar. Perkembangan penerimaan dalam negeri sejak 1969/1970 sampai dengan 1985/1986 dapat dilihat pada Tabel II.6
Departemen Keuangan RI
31
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Tabe1 II. 6 PENERIMAAN DALAM NEGERI, 1969/1970 -1985/1986 ( dalam milyar rupiah) Kenaikan Jumlah Persentase Tahun anggaran Jumlah PELITA I 1969/1970 243,7 1970/1971 344,6 100,9 41,4 1971/1972 428 83,4 24,2 1972/1973 590,6 162,6 38 1973/1974 967,7 377,1 63,9 PELITA II 1974/1975 1.753,70 786 81,2 1975/1976 2.241,90 488,2 27,8 1976/1977 2.906,00 664,1 29,6 1977/1978 3.535,40 629,4 21,7 1978/1979 4.266,10 730,7 20,7 PELITA III 1979/1980 6.696,80 2.430,70 57 1980/1981 10.227,00 3.530,20 52,7 1981/1982 12.212,60 1.985,60 19,4 1982/1983 12.418,30 205,7 1,7 1983/1984 14.432,70 2.014,40 16,2 PELITA IV 1984/19851) 16.149,40 1.716,70 11,9 1985/19862) 18.677,90 2.528,50 15,7 1) APBN 2) RAPBN
2.3.1.1. Penerimaan minyak bumi dan gas alam Dari keseluruhan penerirnaan negara yang bersurnber dari dalam negeri, penerimaan yang berasal dari sektor minyak bumi dan gas alam masih tetap merupakan sumber penerimaan yang penting dalam tahun 1985/1986. Namun demikian, melihat perkembangan harga dan permintaan minyak mentah di posaran dunia yang masih diliputi kelesuan akibat keadaan perekonomian negara-negara industri yang belum sepenuhnya bangkit dari kemelut resesi, penerimaan dari sektor ini tidak dapat diharapkan akan mengalami lonjakan yang besar seperti yang terjadi dalam Pelita II dan permulaan Pelita III. Adapun penerimaan dari sektor gas alam (LNG) diperkirakan mengalami kenaikan. Gas alam yang rnerupakan salah satu sumber energi alternatip bagi industri-industri besar sebagai pengganti minyak bumi, dalam masa.masa terakhir ini menghadapi permintaan yang meningkat dengan cukup berarti. Pembatasan produksi yang disepakati bersama oleh negara-negara anggota OPEC baru-baru ini diharapkan akan membawa pengaruh yang positif terhadap perkembangan tingkat harga minyak mentah di posaran dunia. Dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 1985/1986 penerimaan rninyak bumi dan gas alarn direncanakan sebesar Rp 11.159,7 milyar. Apabila
Departemen Keuangan RI
32
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
penerimaan minyak bumi dan gas alam tersebut dibandingkan dengan rencana dalam APBN tahun 1984/1985 yang berjumlah Rp 10.366,6 milyar, berarti terdapat peningkatan sebesar Rp793,1 rnilyar atau 7,7 persen. Penerimaan rninyak bumi dan gas alam tersebut terdiri dari penerimaan minyak bumi yang direncanakan sebesar Rp 9.479,6 milyar, dan penerirnaan gas alam sebesar Rp 1.680,1 milyar. Perkembangan penerimaan pajak penghasilan rninyak bumi dan gas alam sejak tahun 1969/1970 sampai dengan tahun 1985/1986 dapat dilihat dalam Tabel II.7. Tabel II. 7 PENERIMAAN MINYAK BUMI DAN GAS ALAM, 1969/1970 -1985/1986 ( dalam milyar rupiah )
Tahun anggaran
Pajak penghasilan minyak bumi dan gas alam
PELITA I 1969/1970 1970/1971 1971/1972 1972/1973 1973/1974 PELITA II 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979 PELITA III 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 1983/1984 PELITA IV 1984/1985 1) 1985/1986 2) 1) APBN 2) RAPBN
Penerimaan minyak lainnya
Kenaikan
Jumlah
Jumlah
Persentase
48,3 68,8 112,5 198,9 344,6
17,5 30,4 28,2 31,6 37,6
65,8 99,2 140,7 230,5 382,2
33,4 41,5 89,8 151,7
50,8 41,8 63,8 65,8
973,1 1.249,10 1.619,40 1.948,70 2.308,70
-15,9 -1,1 15,9 -
957,2 1.248,00 1.635,30 1.948,70 2.308,70
575 290,8 387,3 313,4 360
150,4 30,4 31 19,2 .+ 18,5
4.259,60 7.019,60 8.627,80 8.170,40 9.520,20
-
4.259,60 7.019,60 8.627,80 8.170,40 9.520,20
1.950,90 2.760,00 1.608,20 -457,4 1.349,80
84,5 64,8 22,9 -5,3 16,5
- 10.366,60 . - 11.159,70
846,4
8,9
793,1
7,7
10.366,60 11.159,70
2.3.1.2. Penerimaan di luar minyak bumi dan gas alam Untuk membiayai pelaksanaan pembangunan yang sernakin meningkat dalam Pelita IV, Pemerintah tidak lagi sepenuhnya dapat bertumpu pada penerimaan yang berasal dari minyak bumi dan gas alam. Menyadari hat tersebut, upaya peningkatan penerimaan negara di luar minyak bumi dan gas alam, baik pajak langsung maupun tidak langsung, merupakan suatu langkah keharusan bagi berhasilnya pembangunan yang akan dilaksanakan untuk waktu-waktu mendatang, khususnya pada tahun kedua pelaksanaan Pelita IV ini.
Departemen Keuangan RI
33
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Sebagai tindak lanjut ditetapkannya beberapa undang-undang perpajakan baru, sejak 18 April 1984 diambil pula kebijaksanaan untuk memberi pengampunan pajak. Kebijaksanaan ini tiada lain dimaksudkan untuk menunjang dan melengkapi pelaksanaan sistem perpajakan yang baru, dengan jalan menciptakan pangkal tolak yang bersih yang berlandaskan pada kejujutan dan keterbukaan dari masyarakat. Pengampunan pajak ini diberikan kepada wajib pajak perorangan atau badan, dengan nama dan dalam bentuk apapun baik yang telah maupun yang belum terdaftar sebagai wajib pajak. Untuk itu atas pendapatan yang diperoleh dalam tahun 1983 dan sebelumnya dan kekayaan yang dimiliki pada 1 Januari 1984 dan sebelumnya, yang belum pernah atau belum sepenuhnya dikenakan pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, diberikan pengampunan pajak. Pengampunan ini juga diberikan terhadap pajak perseroan atas laba yang diperoleh dalam tahun 1983 dan sebelumnya, pajak atas bunga, dividen, dan royalty (PBOR) yang terhutang atas bunga, dividen, dan royalty yang dibayarkan atau disediakan untuk dibayarkan sampai dengan 31 Oesember 1983, serta terhadap MPO wapu yang terhutang dalam tahun 1983 dan sebelumnya. Sementara itu terhadap pajak pendapatan buruh yang terhutang dalam tahun pajak 1983 dan sebelumnya, serta terhadap pajak penjualan yang terhutang dalam tahun 1983 dan sebelumnya, juga diberikan pengampunan pajak. Terhadap pajak-pajak yang belum pernah atau belum sepenuhnya dikenakan atau dipungut yang dimintakan pengampunan pajak, dikenakan tebusan dengan tarip 1 persen dan 10 persen dari jumlah kekayaan yang dijadikan dasar untuk menghitung jumlah pajak yang dimintakan pengampunan. Di samping itu kepada wajib pajak yang mengajukan permintaan pengampunan pajak akan dibebaskan dari pengusutan fiskal, dan laporan tentang kekayaannya tidak akan dijadikan dasar penyidikan dan penuntutan pidana dalam bentuk apapun. Untuk memberi peluang agar wajib pajak memperoleh informasi lebih jelas dan mempunyai waktu cukup untuk mengisi laporan kekayaannya, maka batas waktu pengampunan pajak diperpanjang dari akhir Desember 1984 menjadi 30 Juni 1985. Upaya yang dilakukan Pemerintah di bidang penerimaan negara di luar minyak bumi dan gas alam tersebut di samping diarahkan bagi peningkatan pendapatan negara juga diusahakan agar lebih dapat menciptakan iklim dan gairah usaha dalam negeri, melancarkan perdagangan dalam dan luar negeri, melindungi barang-barang yang sudah dapat diproduksi di dalam negeri, meningkatkan diversifikasi ekspor, melindungi golongan ekonomi lemah, menciptakan suasana pola hidup sederhana, sehingga dapat lebih menjamin pemerataan pendapatan. Selanjutnya untuk lebih mendorong tumbuhnya industri dalam negeri, serta untuk lebih meningkatkan dampak positif di bidang ekonomi dari sistem perpajakan nasional, maka
Departemen Keuangan RI
34
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
sejak 9 Agustus 1984 telah ditetapkan tarip penyusutan baru yang lebih tinggi. Penyusutan yang lebih tinggi tersebut diberikan antara lain kepada mesin-mesin pertanian, mesin-mesin yang mengolah produk asal binatang atau nabati, mesin-mesin tekstil dan lainnya. Tarip penyusutan yang dipercepat tersebut diharapkan akan merangsang tumbuhnya investasi baru yang selanjutnya akan memperkokoh kemandirian perekonomian nasional. Di dalam RAPBN tahun 1985/1986, penerimaan negara di luar minyak bumi dan gas alam terbagi atas penerimaan pajak penghasilan, penerimaan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, penerimaan bea masuk, penerimaan cukai, penerimaan pajak ekspor, penerimaan Ipeda, penerimaan pajak lainnya, dan penerimaan bukan pajak. Di dalam perkembangannya, penerimaan negara di luar minyak bumi dan gas :rlam senantiasa menunjukkan adanya peningkatan sejalan dengansemakin baiknya pengelolaan keuangan negara, serta semakin meningkatnya partisiposi masyarakat di dalam pembangunan. Apabila dalam tahun 1969/1970, yaitu tahun pertama Pelita I, besarnya penerimaan ini baru mencapai Rp 177,9 milyar: maka dalam tahun terakhir Pelita III, yaitu tahun 1983/1984, jumlah tersebut telah meningkat menjadi Rp 4.912,5 milyar, atau suatu kenaikan lebih dari 27 kali. Mengingat perkembangan perekonomian, serta dengan memperhitungkan pengelolaan sistem perpajakan yang semakin baik, atas dasar undang-undang perpajakan yang bam beserta kelengkapannya, maka penerimaan negara di luar minyak bumi dan gas alam untuk tahun 1985/1986 direncanakan sebesar Rp 7.518,2 milyar. Penerimaan ini terdiri dari penerimaan pajak penghasilan sebesar Rp 3.074,0 milyar, yakni pajak penghasilan perseorangan sebesar Rp797,3 milyar dan pajak penghasilan badan sebesar Rp 2.276,7 milyar, penerimaan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah sebesar Rp 1.666,4 milyar, bea masuk sebesar Rp 717,1 milyar, cukai sebesar Rp 963,3 milyar, pajak ekspor sebesar Rp 101,7 milyar, Ipeda sebesar Rp 167,4 milyar, pajak lainnya sebesar Rp 96,4 milyar, dan penerimaan bukan pajak sebesar Rp 731,9 milyar. Apabila dibandingkan dengan penerimaan tahun sebelumnya, yaitu tahun 1984/ 1985, penerimaan di luar minyak bumi dan gas alam tersebut mengalami peningkatan sebesar Rp 1.735,4 milyar atau 30,0 persen. Perkembangan penerimaan di luar minyak bumi dan gas alam sejak tahun 1969/1970 sampai tahun 1985/1986 dapat dilihat pada Tabel II.8.
Departemen Keuangan RI
35
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986 Tabel II. 8 PENERIMAAN DI LUAR MINYAK BUMI DAN GAS ALAM 1969/1970 1985/1986 (dalam milyar rupiah) Tahun anggaran PELITA I 1969/1970 1970/1971 1971/1972 1972/1973 1973/1974 PELITA II 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979 PELITA III 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 1983/1984 PELITA IV 1984/1985 1) 1985/1986 2)
Jumlah
Kenaikan Jumlah Persentase
177,9 245,4 287,3 360,1 585,5
67,5 41,9 72,8 225,4
37,9 17,1 25,3 62,6
796,5 993,9 1.270,70 1.586,70 1.957,40
211 197,4 276,8 316 370,7
36 24,8 27,8 24,9 23,4
2.437,20 3.207,40 3.584,80 4.247,90 4.912,50
479,8 770,2 t377,4 663,1 664,6
24,5 31,6 11,8 18,5 15,6
5.782,80 7.518,20
870,3 1.735,40
17,7 30
1) APBN 2) RAPBN
Berlakunya Undang-Undang Pajak Penghasilan sejak 1 Januari 1984 yang menggantikan Undang-Undang Pajak Pendapatan 1944, Undang-Undang Pajak Perseroan 1925, Undang-Undang PBDR 1970 dan Un dang-Un dang No.8 Tahun 1967 tentang MPO/MPS, diharapkan akan menciptakan iklim dan gairah usaha yang lebih baik yang akan mendorang kegiatan Junia usaha dan perekonomian nasional umumnya. Hal ini pada gilirannya akan meningkatkan penerimaan pajak sehingga memperkokoh kemandirian dalam penyediaan sumber dana yang dibutuhkan oleh pembangunan. Dengan undang-undang pajak penghasilan ini diharapkan akan lebih diwujudkan prinsip kesederhanaan, prinsip kepostian dan prinsip pemerataan, yang berarti di samping ditujukan bagi penambahan pengumpulan dana sebesarbesarnya, undang-undang ini juga dimaksudkan untuk menciptakan suasana kehidupan dan berusaha yang lebih adil dan merata dalam kepostian hukum yang berlaku. Kesederhanaan daripada tarip pajak, yang hanya terdiri atas tiga tingkat dan tarip rata-rata yang lebih rendah dari tarip rata-rata dalam undang-undang perpajakan sebelumnya, diharapkan akan lebih merangsang para wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak. Di samping itu lebih luasnya dasar pengenaan pajak, terutama dengan dimasukkannya semua jenis pendapatan ke dalam dasar pengenaan pajak, diwajibkan kepada pegawai negeri untuk mengisi
Departemen Keuangan RI
36
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
surat pemberitahuan (SPT) pajak penghasilan, serta dihapuskannya segala bentuk fasilitas dan pembebasan pajak, diharapkan akan semakin memperluas potensi penerimaan pajak ini. Sebagai perwujudan dari pemerataan pendapatan dan beban pembangunan, agar perkembangan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai selama ini dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, walaupun tarip pajak lebih rendah serta lebih sederhana, unsur progresivitas tidaklah diabaikan akan tetapi sekaligus dilaksanakan untuk pengumpulan dana bagi pembangunan. Tarip pajak tersebut adalah sebesar 15 persen, 25 persen dan 35 persen, masing-masing untuk penghasilan kena pajak sampai dengan Rp 10 juta, antara Rp 10 juta sampai Rp 50 juta, dan lebih dari Rp 50 juta. Di samping itu lebih tingginya batas pendapatan tidak kena pajak (PTKP) dari batas pendapatan bebas pajak (BPBP) yang dulu terdapat dalam sistem perpajakan yang lama, diharapkan dapat lebih melindungi golongan ekonomi lemah dan masyarakat yang berpendapatan rendah . Penerimaan pajak penghasilan perseorangan dalam RAPBN tahun 1985/1986 direncanakan meningkat dari tahun sebelumnya. Kalau dalam APBN 1984/1985 penerimaan pajak penghasilan perseorangan aclalah sebesar Rp 577,6 milyar, maka dalam RAPBN tahun 1985/1986 diharapkan bisa mencapai Rp 797,3 milyar, yang berarti terdapat peningkatan sebesar Rp 219,7 milyar atau 38,0 persen. Peningkatan tersebut berlangsung sejalan dengan meningkatnya penghasilan para pegawai negeri dan karyawan swasta, meningkatnya dasar pemungutan pajak dari karyawan asing, serta semakin efektifnya pemotongan oleh bendaharawan Pemerintah atas pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan tetap, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan dan jabatan yang dibebankan kepada keuangan negara. Keputusan PresideD Domer 26 tahun 1984 tentang Pengampunan Pajak diharapkan akan mempercepat proses terciptanya sikap jujur dan terbuka para pemberi kerja untuk melakukan pemotongan dan penyetoran pajaknya, sehingga untuk masa mendatang akan meningkatkan efektifitas pemungutan pajak. Adanya perluasan perusahaan dan munculnya penanaman modal baru, sebagai hasil nyata dari kebijaksanaan penyesuaian tarip penyusmall baru yang lebih menguntungkan para pengusaha, diharapkan akan membawa pengaruh positif terhadap perluasan dan peningkatan kesempatan kerja baru. Di samping hat ini akan menambah kapositas efektif pemungutan pajaknya, diharapkan pula dapat lebih mendorong gairah usaha yang pada gilirannya akan memperluas tersedianya barang-barang produksi dalam negeri. Upaya peningkatan penerimaan pajak penghasilan badan diusahakan melalui kebijaksanaan tarip yang lebih sesuai dengan perkembangan dunia usaha, di samping ditekankan pula untuk memperluas dasar pengenaan pajaknya. Menyadari pentingnya perluasan
Departemen Keuangan RI
37
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
dasar pengenaan pajak tersebut bagi peningkatan penerimaan pajak penghasilan, Pemerintah melalui kebijaksanaan di bidang perpajakan telah memberikan kesempatan kepada para penanam modal untuk menggunakan fasilitas pengampunan pajak. Di samping itu apabila penanam modal lebih dulu menyimpan dananya melalui deposito berjangka sekurangkurangnya selama tiga bulan, maka penanam modal tersebut akan dibebaskan dari kemungkinan pengusutan perpajakannya. Sejalan dengan kebijaksanaan tersebut, telah dilakukan penyesuaian atas tarip penyusutan yang ditetapkan lebih tinggi sehingga penyusutan dapat lebih dipercepat. Kebijaksanaan ini diharapkan akan lebih meringankan beban pajak penghasilan yang harus dibayar oleh pengusaha, yang selanjutnya akan mendorong investasi baru dan pada gilirannya akan meningkatkan jumlah dan potensi wajib pajak. Sehubungan dengan semakin pentingnya mobilisasi sumber dana dari dalam negeri, Pemerintah berupaya dengan sungguhsungguh melaksanakan pengawasan terhadap perusahaan negara. Pengawasan ini dilakukan untuk lebih meningkatkan produktivitas dan efisiensinya sehingga akan meningkatkan penghasilan perusahaan negara tersebut, untuk selanjutnya diharapkan akan meningkatkan penerimaan pajak serta ketertiban pembayaran pajaknya. Di dalam perkembangannya, penerimaan pajak penghasilan badan ini terus mengalami pertumbuhan yang menggembirakan. Dalam RAPBN tahun 1985/1986 penerimaan pajak penghasilan badan direncanakan sebesar Rp2.276,7 milyar. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp 1.873,5 milyar, maka berarti meningkat sebesar Rp 403,2 milyar atau 21,5 persen. Peningkatan kegiatan ekonomi nasional khususnya pengembangan dunia usaha senantiasa mendapat perhatian Pemerintah. Upaya Pemerintah menciptakan peraturan perundangundangan yang lebih luas dimensi cakupannya, lebih sederhana, dan lebih tegas menjamin kepostian hukum, yang mendorong lahirnya Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah dalam rangka menunjang perkembangan dunia usaha. Dari padanya diharapkan berlanjut akan meningkatnya kegiatan dunia usaha, serta kesadaran melaksanakan kewajiban di bidang perpajakan. Dalam undangundang tersebut hanya terdapat dua tarip yaitu 0 persen dan 10 persen, sedangkan bagi barang mewah dikenakan tambahan pajak sebesar 10 persen dan 20 persen. Namun untuk menunjang perkembangan perpajakan dalam memenuhi kebutuhan dana yang diperlukan pembangunan serta untuk membantu menciptakan suasana pola hidup sederhana, tarip pajak pertambahan nilai terse but dapat diubah menjadi serendah-rendahnya 5 persen, dari setinggitingginya 15 persen, serta tarip pajak penjualan khusus atas barang mewah dapat diubah menjadi setinggi-tingginya 35 persen. Dalam rangka lebih mendorong upaya peningkatan
Departemen Keuangan RI
38
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
ekspor, terutama komoditi non migas, serta untuk lebih menunjang upaya diversifikasi ekspor, dalam undang-undang yang baru ini tarip pajak penjualan atas barang-barang ekspor adalah 0 persen. Kesederhanaan dalam tarip pajak pertambahan nilai akan lebih dapat dirasakan bila dibandingkan dengan sistem yang lama dengan tarip yang bervariasi antara delapan jenis tarip. Jumlah tarip tersebut diperbanyak lagi dengan diberikannya berbagai pembebasan sebagian atas produk-produk tertentu. Tarip yang lebih sederhana yang diterapkan dalam sistem baru ini akan sangat membantu pe1aksanaannya karena akan mudah dipahami baik oleh pemungut maupun pembayar pajaknya. Untuk lebih mendorong kepatuhan membayar pajak dengan jalan memberikan rasa aman bagi para wajib pajak, terutama mereka yang merasa telah membayar pajak lebih daripada yang seharusnya, maka dalam sistem baru ini diatur dengan je1as ketentuan mengenai pembayaran kembali daripada ke1ebihan dalam pembayaran pajak. Sedangkan sebagai upaya untuk menghilangkan pengarub pajak berganda yang terdapat Facia sistem yang lama, dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai tahun 1984 ditentukan adanya sistem kredit. Sistem kredit ini menetapkan, bahwa beban pajak yang telah ada Facia bahan baku yang dipakai perusahaan dapat diperhitungkan/dikurangkan dari pajak pertambahan nilai yang terhutang alas hasil produksi perusahaan itu. Di samping itu dapat dihilangkan pula kemungkinan adanya usaha-usaha untuk me1akukan integrasi vertikal antara dua perusahaan alan lebih, yang semata-mata untuk menghindari pajak dengan mengorbankan efisiensi. Dalam hubungannya dengan perdagangan luar negeri, sistem baru ini mengintegrasikan bea masuk yang dikenakan atas barang-barang impor dengan pajak pertambahan nilai yang dikenakan atas barang-barang perdagangan dalam negeri. Sedangkan bagi pajak pertambahan nilai yang dikenakan atas bahan baku yang digunakan untuk memproduksi barang-barang ekspor secara periodik dapat dimintakan pengembaliannya. Kebijaksanaan ini bersama-sama dengan kebijaksanaan lamnya, terutama kebijaksanaan pajak pertambahan nilai sebesar 0 persen atas barang-barang ekspor, diharapkan akan semakin mendorong ekspor, khususnya komoditi non migas baik dalam hal kualitas, volume maupun pengembangan diversifikasinya. Di samping itu sistem baru ini juga menciptakan ik!im usaha yang lebih menarik bagi golongan ekonomi lemah. Hal ini disebabkan karena adanya batasan yang jelas mengenai jenis perusahaan yang dapat digolongkan sebagai perusahaan kecil, sehingga akan menciptakan kepostian bagi upaya penyeragaman beban pajaknya. Dalam pada itu mulai tahun anggaran 1985/1986 di dalam penerimaan pajak pertambahan nilai termasilk didalamnya pajak pertambahan nilai atas penjualan bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri. Berdasarkan pertimbangan bahwa pelaksanaan Undang-Undang Pajak Pertambahan
Departemen Keuangan RI
39
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Nilai tahun 1984 yang ditunda sampai selambat-lambatnya 1 Januari 1986 dapat dilaksanakan pada awal tahun anggaran 1985/1986, maka penerimaan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah dalam RAPBN tahun 1985/1986 direncanakan sebesar Rp 1.666,4 milyar. Di bidang penerimaan bea masuk, dilanjutkan dan ditingkatkan usaha-usaha yang diarahkan bagi penciptaan iklim dan gairah usaha yang mendorong terlaksananya pembangunan industri dalam negeri yang efisien, tangguh dan memiliki daya saing yang kuat. Sehubungan dengan hal rersebut, kebijaksanaan tarip bea masuk selalu diusahakan agar mampu memberikan perhitungan yang wajar bagi industri dalam negeri, tanpa melupakan kepentingan konsumen, pengamanan penerimaan negara, serta menunjang peiaksanaan kebijaksanaan perdagangan luar negeri. Dalam rangka memberikan perlindungan dan mendorong pertumbuhan industri dalam negeri, terutama industri yang menghasilkan nilai tambah yang tinggi, menyerap tenaga kerja yang banyak, menggunakan sumber daya dalam negeri, .serta mampu menyediakan barangbarang yang diminta konsumen baik di dalam maupun di luar negeri dengan harga yang memadai, maka kepada industri tersebut diberikan beberapa keringanan pembebanan taripnya. Untuk itu dalam mendorong pertumbuhan industri : perakitan di tanah air, kepada sektor industri tersebut diberikan perlindungan dengan tarip I CKO yang lebih rendah dari tarip produk yang sama yang diimpor dalam keadaan built up/non-KO. Sedangkan untuk memberikan perlindungan bagi semakin tumbuhnya industri pengolahan di dalam negeri, impor terhadap produk-produk sejenis dikenakan tarip yang lebih tinggi. Sebagai upaya menunjang pengembangan industri di dalam negeri, telah pula ditetapkan kebijaksanaan yang memberikan keringanan pembebanan impor atas pemasukkan bahan baku/bahan penolong yang digunakan dalam proses produksi. Sesuai dengan kebijaksanaan yang digariskan dalam Repelita IV, kebijaksanaan tarip senantiasa diusahakan agar dapat berjalan seirama dengan kebijaksanaan pengaturan tata niaga, di dalam memberikan perlindungan bagi industri di dalam negeri, dan upaya pengutamaan penggunaan barang-barang hasil produksi dalam negeri. Diharapkan kedua kebijaksanaan tersebut dapat saling mengisi dan melengkapi secara harmonis. Berkenaan dengan program wajib belajar, telah diberikan beberapa bentuk keringanan bea masuk atas kertas tulis dan kertas cetak serta beberapa buku ilmu pengetahuan tertentu. Selanjutnya untuk menunjang
kebijaksanaan
Pemerintah
di
bidang
pentaripan,
usaha
penanggulangan
penyelundupan terus ditingkatkan dengan meningkatkan ketrampilan aparat pabean serta memperlancar arus dokumen, baik impor maupun ekspor. Untuk itu, dalam rangka penyempumaa dan penertiban sistem administrasi pabean telah dilaksanakan persiapan-
Departemen Keuangan RI
40
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
persiapan kearah penerapan sistem komputer di bidang operasional pabean dari pengumpulan data. Berdasarkan langkah-Iangkah yang telah dilaksanakan di bidang bea masuk, maka dalam RAPBN tahun 1985/1986 penerimaan bea masuk direncanakan sebesar Rp 717,1 milyar. Apabila dibandingkan dengan rencana penerimaan bea masuk dalam APBN 1984/ 1985, maka terlihat peningkatan sebesar Rp 35,7 milyar. Kebijaksanaan. cukai yang se1ama ini dijalankan , di samping diarahkan kepada fungsinya sebagai penghimpun dana, juga dimaksudkan guna mencapai sasaran-sasaran tertentu lainnya. Penerimaan cukai ini terdiri dari cukai tembakau, cukai gula, cukai bir, dan cukai alkohol sulingan. Di dalam perkembangannya, penerimaan cukai dipengaruhi antara lain oleh perkembangan pertumbuhan produksi, penyesuaian harga pita dengan harga jualnya, peningkatan daya beli masyarakat konsumen, serta intensifikasi dan verifikasi pemungutannya. Dalam rangka lebih mendorong perkembangan industri rokok dan hasil tembakau dalam negeri terutama bagi produsen yang tergolong pengusaha lemah, dan banyak menyerap tenaga kerja, maka pada 1 April 1984 telah ditetapkan pembebasan sebagian tarip cukai terhadap hasil tembakau buatan dalam negeri. Fasilitas tersebut diberikan kepada perusahaan sigaret kretek tangan (SKT), dengan ketentuan bahwa perusahaan yang produksinya lebih dari 4 milyar batang setahun dikenakan tarip 25 persen diri harga pita cukai, yang produksinya antara 750 juta batang sampai 4 milyar batang setahun dikenakan ta.rip 22,5 persen dari harga pita cukai, yang produksinya antara 100 juta sampai 750 juta batang setahun dikenakan tarip 20 persen dari pita cukai, dan bagi perusahaan yang produksinya 100 juta batang atau kurang setahun dikenakan tarip 15 persen dari pita cukainya. Sedangkan bagi jenis produksi sigaret buatan mesin, baik sigaret putih mesin (SPM) maupun sigaret kretek mesin (SKM) dikenakan tarip tunggal yang besarnya 40 persen dari harga pita cukainya. Di samping itu untuk memberikan kesempatan bagi berkembangnya produksi tembakau di dalam negeri, sejak 1 April 1984 tidak lagi diberikan pembebasan sebagian cukai terhadap impor hasil tembakau. Terhadap impor hasil tembakau dipungut cukai sepenuhnya, yaitu 70 persen dari pita cukainya untuk sigaret buatan mesin dan tembakau iris, 50 persen untuk sigaret kretek bukan buatan mesin, serta 40 persen untuk jenis cerutu. Sebagaimana halnya dengan cukai tembakau, kebijaksanaan di bidang cukai lainnya juga disempurnakan sesuai dengan perkembangan ekonomi. Sehubungan dengan itu, guna mempertahankan harga yang lebih sesuai dengan daya beli masyarakat dan menjamin kelayakan tingkat pendapatan petani tebu, sejak 1 Mei 1984 diadakan penyesuaian harga dasar Departemen Keuangan RI
41
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
pemungutan cukai gula, yaitu untuk jenis SHS I, SHS II, dan HS I, masing-masing sebesar Rp40.000,- per kuintal, Rp 39.850,- per kuintal, dan Rp 39.700,- per kuintal. Di samping itu telah pula diadakan penertiban penanaman tebu, baik tebu rakyat bebas.(TRB) maupun tebu rakyat intensifikasi (TRI). Sehubungan dengan perlunya pengawasan terhadap minuman keras, produksi bir diperkirakan tidak akan mengalami kenaikan yang berarti. Demikian juga terhadap alkohol sulingan, diperkirakan produksinya akan sedikit mengalami penurunan. Berdasarkan pertimbangan atas langkah-langkah yang sedang, dan akan dilaksanakan terutama dengan semakin efektifnya pemungutan cukai, prospek produksi, dan penyesuaian tarip cukai terutama untuk tembakau dan gula, maka dalam RAPBN tahun 1985/1986 penerimaan cukai direncanakan sebesar Rp 963,3 milyar. Apabila rencana penerimaan cukai tersebut dibandingkan dengan yang direncanakan dalam tahun anggaran sebelumnya, berarti meningkat dengan Rp 235,8 milyar. Adapun penerimaan pajak ekspor dan pajak ekspor tambahan, akhir-akhir ini mengalami sedikit penurunan di dalam realisasinya. Penurunan tersebut bukan saja disebabkan karena menurunnya nilai maupun volume ekspor beberapa komoditi tertentu, melainkan diakibatkan pula oleh adanya penurunan dan pembebasan pajak ekspor, serta pajak ekspor tambahan terhadap berbagai barang-barang ekspor dalam rangka mendorong ekspor yang selama ini terus diusahakan peningkatannya. Untuk itu, kebijaksanaan di bidang pajak ekspor dalam tahun anggaran 1985/1986 akan tetap diarahkan agar selalu menunjang berbagai usaha dan kebijaksanaan Pemerintah dalam rangka meningkatkan daya saing komoditi ekspor Indonesia di posaran intemasional. Segi lain dari kebijaksanaan tersebut adalah, bahwa barangbarang yang dianggap penting bagi konsumsi dalam negeri, serta untuk menjaga kelestarian lingkungan alam, seperti minyak kelapa sawit dan hasil-hasilnya, serta beberapa jenis kayu gergajian mewah, sejak Januari 1984 telah diadakan pengenaan kembali tarip pajak ekspor tambahannya. Di samping itu sebagai upaya penyediaan bahan bagi industri pengolahan kayu dalam negeri, sejak Mei 1980 telah diadakan pembatasan ekspor terhadap kayu gelondongan. Berdasarkan berbagai langkah kebijaksanaan yang dilaksanakan Pemerintah di bidang ekspor, yang pada pokoknya mengarah pada upaya penciptaan iklim yang lebih mendorong gairah usaha untuk rnempertahankan dan mendorong nilai maupun volume ekspor, maka dalam RAPBN 1985/1986 penerimaan pajak ekspor dan pajak ekspor tambahan diperkirakan akan mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan yang tertera dalam APBN 1984/1985. Dalam RAPBN 1985/1986 penerimaan pajak ekspor dan pajak ekspor tambahan tersebut direncanakan akan mencapai sebesar Rp 101,7 milyar.
Departemen Keuangan RI
42
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Kebijaksanaan di bidang Ipeda pada dasamya tetap diarahkan bagi terciptanya sasaran pertumbuhan, dan gerak pembangunan ekonomi daerah yang lebih merata me1alui upaya peningkatan penerimaannya. Dalam rangka meningkatkan potensi penerimaan Ipeda, terus dibina kerjasama yang lebih baik dengan Pemerintah Daerah, di samping secara terus menerus diadakan pembinaan terhadap administrasi pendataannya, penetapan dan penagihannya, serta penyuluhan kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadarannya dalam membayar Ipeda. Dalam RAPBN 1985/1986, penerimaan Ipeda direncanakan sebesar Rp 167,4 milyar yang berarti meningkat sebesar Rp 16,8 milyar dari yang direncanakan dalam APBN 1984/1985. Kebijaksanaan Pemerintah di bidang penerimaan pajak lainnya untuk tahun 1985/ 1986 masih merupakan kelanjutan dan peningkatan dari kebijaksanaan yang sudah diambil pada masa sebelumnya. Kebijaksanaan tersebut di samping ditujukan untuk menghimpun dana pembangunan yang bersumber dari dalam negeri, juga diarahkan untuk menciptakan iklim dunia usaha yang lebih sehat, serta untuk mempercepat proses pemerataan pendapatan guna lebih memantapkan stabilitas perekonomian nasional. Penerimaan negara yang berasal dari penerimaan pajak lainnya, yaitu pajak kekayaan, bea meterai dan bea lelang, menunjukkan perkembangan yang memadai. Hal ini menunjukkan semakin membaiknya kesadaran masyarakat dalam rangka memenuhi kewajiban pajaknya, terutama terhadap kekayaan yang dimilikinya, serta transaksi perekonomian yang lebih bertanggung jawab. Untuk mendorong perkembangan yang lebih realistis seirama dengan keadaan perekonomian nasional, dewasa ini sedang dibahas Rancangan Undang-Undang Pajak Kekayaan dan Ipeda. Batas kekayaan yang tidak terkena pajak mulai 1 Januari 1985 dinaikkan dari Rp 14 juta menjadi Rp 80 juta, sedang taripnya diturunkan dari 1 persen menjadi 0,5 persen. Dengan kebijaksanaan tersebut diharapkan kesadaran para wajib pajak untuk memenuhi kewajiban pajaknya akan meningkat. Tarip bea meterai yang berlaku sekarang dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan. Untuk itu mulai 1 Maret 1985 terhadap tarip bea meterai juga diadakan beberapa penyesuaian, antara lain atas kuitansi atau tanda penerimaan uang, konosemen-konosemen, dan polis asuransi jiwa, yang saat ini adalah Rp 10,-, akan dinaikkan menjadi Rp 100,-. Sedangkan untuk promes, aksep, dan surat-surat berharga lainnya tarip meterainya juga diadakan penyesuaian dari Rp 25,- menjadi Rp 500,-. Kuitansi yang memuat angka penjualan di atas Rp 50.000,- baru dikenakan bea meterai, sedangkan sebelumnya kuitansi yang bernilai di atas Rp 5.000,- sudah dikenakan bea meterai. Sehubungan dengan semakin banyaknya kegiatan le1ang, dan semakin meningkatnya mutu para juru lelang, penerimaan di bidang ini untuk masa-masa mendatang diharapkan akan mengalami
Departemen Keuangan RI
43
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
peningkatan. Berdasarkan langkah-Iangkah yang sedang dan akan dilaksanakan Pemerintah, terutama dengan kebijaksanaan pengampunan pajak serta dengan semakin membaiknya perekonomian di tanah air, dalam RAPBN 1985/1986 besarnya penerimaan pajak lainnya direncanakan sebesar Rp 96,4 milyar. Apabila penerimaan tersebut dibandingkan dengan rencana penerimaan tahun 1984/1985 yaitu sebesar Rp 75,4 milyar, berarti meningkat sebesar Rp 21,0 milyar atau 27,9 persen. Penerimaan bukan pajak oleh Pemerintah senantiasa diusahakan pula peningkatan sumbangannya bagi penerimaan negara. Untuk itu langkah-Iangkah kebijaksanaan yang sudah dirintis sejak awal Pelita I akan terus dikembangkan. Penerimaan bukan pajak yang terdiri dari penerimaan berbagai departemen/lembaga non departemen, seperti penerimaan pendidikan, penerimaan jasa, penerimaan kejaksaan dan pengadilan serta penerimaan lainnya, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri, dalam perkembangannya te1ah mengalami peningkatan. Dalam penerimaan bukan pajak tersebut termasuk pula penerimaan dari bagian Pemerintah atas laba perusahaan negara/bank negara serta iuran hasil hutan dan royaltynya. Dalam RAPBN 1985/ 1986 penerimaan bukan pajak direncanakan sebesar Rp 731,9 milyar. Apabila penerimaan tersebut dibandingkan dengan APBN 1984/1985 berarti terdapat peningkatan sebesar Rp 116,9 milyar atau 19,0 persen.
2.3.2. Penerimaan pembangunan Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan bangsa Indonesia sejak Pelita I hingga sekarang te1ah memberikan hasil nyata berupa semakin meningkatnya taraf hidup dan kesejahteraan se1uruh rakyat. Semakin meningkatnya kegiatan pembangunan, baik jenis maupun kualitasnya dalam dimensi yang semakin me1uas, di satu sisi meningkatkan kesejahteraan rakyat, tetapi di sisi lain menambah tanggung jawab Pemerintah dalam menyediakan dana bagi pembangunan yang terus berkembang. Usaha pengerahan dana pembiayaan pembangunan, sesuai dengan yang diamanatkan dalam GBHN, senantiasa harus terus diupayakan terutama dengan menggalinya dari sumber-sumber dana dalam negeri, baik yang berasal dari tabungan Pemerintah maupun dari tabungan masyarakat. Sedangkan dana bantuan yang berasal dari luar negeri yang diterima sebagai penerimaan pembangunan, digunakan sebagai pe1engkap. Dengan demikian untuk masa-masa selanjutnya, pembangunan yang dilaksanakan adalah pembangunan yang dilandasi oleh kemampuan bangsa Indonesia sendiri yang bertumpu kepada kepercayaan diri, menuju perekomomian nasional yang mandiri, dinamis, dan stabil. Oleh sebab itu,dana yang bersumber dari bantuan luar negeri barus senantiasa diarahkan bagi Departemen Keuangan RI
44
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
pembiayaan kegiatan-kegiatan pembangunan yang bersifat produktif dan berprioritas tinggi, dalam rangka memperluas kesempatan kerja dan memperlancar proses pemerataan pembangunan dan hasilnya. Dalam RAPBN tahun 1985/1986, penerimaan pembangunan direncanakan sebesar Rp 4.368,1 milyar, yang terdiri dari bantuan program sebesar Rp 70,9 milyar, dan bantuan proyek sebesar Rp 4.297,2 milyar. Perkembangan penerimaan pembangunan se1ama tahun 1969/1970 hingga tahun 1985/1986 dapat dilihat dalam Tabel II.9. Tabe1 II. 9 BANTUAN LUAR NEGERI, 1969/1970 - 1985/1986 (dalam milyar rupiah) Tahun anggaran PELITA I 1969/1970 1970/1971 1971/1972 1972/1973 1973/1974 PELITA II 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979 PELITA III 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 1983/1984 PELITA IV 1984/1985 1) 1985/1986 2)
Bantuan program
Bantuan proyek
Jumlah
Kenaikan Jumlah Persentase
65,7 78,9 90,5 95,5 89,8
25,3 41,5 45 62,3 114,1
91 120,4 135,5 157,8 203,9
29,4 15,1 22,3 46,1
32,3 12,5 16,5 29,2
36,1 20,2 10,2 35,8 48,2
195,9 471,4 773,6 737,6 987,3
232 491,6 783,8 773,4 1.035,50
28,1 259,6 292,2 -10,4 262,1
13,8 111,9 59,4 -1,3 33,9
64,8 64,1 45,1 15,1 14,9
1.316,30 1.429,70 1.663,90 1.924,90 3.867,50
1.381,10 1.493,80 1.709,00 1.940,00 3.882,40
345,6 112,7 215,2 231 1.942,40
33,4 8,2 14,4 13,5 100,1
39,5 70,9
4.371,50 4.297,20
4.411,00 4.368..1
528,6 -42,9
13,6 -1
1) A P B N 2) RAP B N
2.3.3. Pengeluaran rutin Sasaran kebijaksanaan penge1uaran rutin, tidak bisa dipisahkan dari sasaran kebijaksanaan
anggaran
secara
kese1uruhan
yang
mencakup
ketiga
unsur
Trilogi
Pembangunan, yaitu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju terciptanya keadilan sosial bagi se1uruh rakyat, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Peningkatan tabungan Pemerintah tidak mungkin dapat terlaksana hanya dengan peningkatan penerimaan negara saja, tetapi harus pula disertai tindakan penghematan, serta pengarahan penge1uaran rutin untuk mencapai sasaran-sasaran yang te1ah ditentukan. Penge1uaran rutin yang me1iputi be1anja pegawai, be1anja barang, subsidi daerah otonom, pembayaran bunga dan cicilan hutang, serta penge1uaran rutin lainnya,
Departemen Keuangan RI
45
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
dalam
perkembangannya
te1ah
menunjukkan
peningkatan
selaras
dengan
tingkat
perkembangan pembangunan yang dicapai. Apabila pada tahun pertama Pelita I realisasi penge1uaran rutin baru mencapai Rp 216,5 milyar, raJa akhir tahun Pelita II meningkat menjadi Rp 2.743,7 milyar, dan pada akhir tahun Pelita III meningkat lagi menjadi Rp 8.411,8 milyar. Dalam APBN 1984/1985, pengeluaran rutin direncanakan sebesar Rp 10.101,1 milyar. Perkembangan pengeluaran rutin tersebut dapat diikuti pada Tabel II.10 Tab e I II. 10 PENGELUARAN RUTIN, 1969/1970 - 1985/1986 (dalam milyar rupiah) Tahun anggaran PELITA I 1969/1970 1970/1971 1971/1972 1972/1973 1973/1974 PELITA II 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979 PELITA III 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 1983/1984 PELITA IV 1984/1985 1) 1985/19862) 1) Angka APBN 2) Angka RAPBN
Jumlah
Kenaikan Jumlah Persentase
216,5 288,2 349,1 438,1 713,3
71,7 60,9 89 275,2
33,1 21,1 25,5 62,8
1.016,10 1.332,60 1.1>29,8 2.148,90 2.743,70
302,8 316,5 297,2 519,1 594,8
42,5 31,1 23,3 31,9 27,7
4.061,80 5.800,00 6.977,60 6.996,30 8.411,80
1.318,10 1.738,20 1.177,60 18,7 1.415,50
48 42,8 20,3 0,3 20,2
1.689,30 2.297,90
20,1 22,7
10.101,10 12.399,00
Tahun PELITA I 1969/1970 1970/1971 1971/1972 1972/1973 1973/1974 PELITA II 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977 /1978 1978/1979 PELITA III 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 1983/1984 PELITA IV 1984/19851) 1985/19862) 1) Angka APBN 2) Angka RAPBN
Tabel II. 11 BELANJA PEGAWAI, 1969/1970 - 1985/1986 ( dalam milyar rupiah) Uang Lain-lain Belanja makan bel. l.n Tunjangan Gaji dan peg. d.n. beras pensiun
Jumlah
28,8 33,5 31,9 31,3 50,6
56,4 70,6 99,7 131,6 173,9
10,7 11,7 12,1 14,6 16,8
3,8 10,8 14,5 17,3 20,2
4,1 4,8 5,2 5,6 7,4
103,8 131,4 163,4 200,4 268,9
59,5 111,9 114,9 126,2 132,8
301,7 400 424,8 672,9 760,3
24,4 43,5 45,7 47,8 51,2
24,7 25,8 36,9 31,5 33,6
9,8 12,7 14,3 14,8 23,7
420,1 593,9 636,6 893,2 1.001,60
179,9 252 253,3 289,9 346,1
1.053,90 1.482,90 1.660,40 1.749,00 1.996,00
109,9 193,2 240,5 254,9 261,3
47,1 61,2 79,5 78,6 87,6
29,1 34 43,4 45,7 66
1.419,90 2.023,30 2.277,10 2.418,10 2.757,00
415,7 482,5
2.307,90 3.115,80
286,6 313,3
99,9 116,6
79,4 89,1
3.189,50 4.117,30
Dalam tahun anggaran 1985/1986, yang merupakan tahun kedua pelaksanaan Repelita IV, sasaran utama kebijaksanaan pengeluaran rutin adalah peningkatan dana tabungan Pemerintah, di samping usaha-usaha untuk mengurangi secara bertahap pemberian subsidi dalam berbagai bentuknya. Selanjutnya juga diusahakan peningkatan peranan golongan ekonomi lemah, produksi dalam negeri, serta perluasan kesempatan kerja seperti yang telah dijalankan dalam tahun-tahun sebelumnya. Usaha-usaha tersebut diwujudkan antara lain dengan diberlakukannya Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 1984 yang merupakan penyempurnaan lebih lanjut daripada Keputusan Presiden Nomor 14A Tahun 1980 dan Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan APBN. Dalam Keputusan Presiden Nomor 29 tersebut, golongan ekonomi lemah diberi kesempatan berusaha yang lebih luas lagi, yaitu dalam rangka membantu dan membimbing pertumbuhan, serta meningkatkan kemampuan yang lebih besar bagi mereka untuk berperanserta dalam proses pembangunan. Demikian pula penggunaan barang dan jasa produksi dalam negeri makin digalakkan, dan ditingkatkan untuk lebih mendorong peningkatan produksi dalam negeri. Rangkaian kebijaksanaan yang telah dijalankan Pemerintah di bidang pengeluaran rutin tersebut frat kaitannya dengan usaha-usaha peningkatan
Departemen Keuangan RI
46
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
kegiatan pembangunan dan pelayanan Pemerintah kepada masyarakat, serta dalam rangka mengamankan dan memelihara kekayaan negara yang diperoleh sebagai hasil kegiatan pembangunan. Dalam tahun anggaran 1985/1986, anggaran untuk pengeluaran rutin direncanakan sebesar Rp 12.399,0 milyar, yang berarti Rp 2.297,9 milyar atau 22,7 persen di atas anggaran pengeluaran rutin dalam APBN 1984/1985. Jumlah tersebut meliputi pengeluaran untuk belanja pegawai sebesar Rp 4.117,3 milyar, belanja barang sebesar Rp 1.529,9 milyar, subsidi daerah otonom sebesar Rp 2.590,4 milyar, pembayaran bunga dan cicilan hutang sebesar Rp 3.559,1 milyar, dan lain-lain pengeluaran rutin sebesar Rp 602,3 milyar. 2.3.3.1. Belanja pegawai Kebijaksanaan belanja pegawai yang akan dijalankan Pemerintah dalam tahun 1985/1986 adalah dalam rangka meningkatkan kualitas pelaksanaan tugas Pemerintah, yang dicerminkan antara lain dalam bentuk peningkatan jumlah, dan mutu aparatur negara beserta perlengkapannya, pembinaan dan penertiban aparatur negara, di samping dilakukan pula penyempurnaan di bidang organisasi dan administrasinya. Langkah-langkah tersebut telah dimulai dengan usaha peningkatan kesejahteraan pegawai negeri/ ABRI dan pensiunan dalam tahun-tahun yang lalu, antara lain dalam bentuk kenaikan gaji. Perkembangan realisasi be1anja pegawai sejak Pe1ita I menunjukkan, bahwa pada awal Pe1ita I realisasinya baru mencapai jumlah sebesar Rp 103,8 milyar, sedangkan pada akhir Pe1ita II mencapai jumlah sebesar Rp 1.001,6 milyar. Pada akhir Pe1ita III jumlah realisasi belanja pegawai mencapai jumlah sebesar Rp 2.757,0 milyar, yang berarti meningkat 2,75 kali hila dibandingkan dengan realisasi pada akhir Pe1ita II. Kenaikan ini adalah karena se1ama Pelita III te1ah beberapa kali dilakukan perbaikan penghasilan pegawai negeri/ ABRI dan pensiunan, antara lain dalam bentuk pemberian gaji bulan ke 13 dan 14 dalam tahun 1979/1980, pemberian tunjangan perbaikan penghasilan (TPP) dalam tahun 1.980/ 1981 dan 1981/1982, dan berupa pemberian gaji bulan ke 13 dalam tahun 1983/1984. Usaha perbaikan penghasilan pegawai negeri/ ABRI se1alu dilakukan dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara setiap tahunnya, dan pada awal Pe1ita IV usaha perbaikan tersebut diwujudkan dengan diberikannya kenaikan sebesar 15 persen dari gaji yang dibayarkan. Dalam tahun 1985/1986 be1anja pegawai direncanakan meningkat sebesar Rp 927,8 milyar karena ditetapkannya kebijaksanaan untuk meningkatkan penghasilan pegawai negeri/ABRI sebesar 20 persen, dan Departemen Keuangan RI
47
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
pensiunan sebesar 27 - 59 persen. Dalam tahun anggaran 1985/1986, anggaran untuk be1anja pegawai direncanakan sebesar Rp 4.117,3 milyar, yang terdiri dari tunjangan beras sebesar Rp 482,5 milyar, gaji dan pensiun sebesar Rp 3.115,8 milyar, uang makan/lauk pauk sebesar Rp313,3 milyar, lain-lain be1anja pegawai dalam negeri sebesar Rp 116,6 milyar, dan be1anja pegawai luar negeri sebesar Rp 89,1 milyar. Perkembangan realisasi be1anja pegawai dapat dilihat pada Tabel II.11.
2.3.3.2. Belanja barang Dalam rangka menunjang kegiatan usaha golongan ekonomi lemah serta menunjang perluasan kesempatan kerja, maka kebijaksanaan 'be1anja barang dalam tahun anggaran 1985/1986 akan lebih diarahkan pada pembe1ian barang-barang dan jasa produksi dalam negeri yang kebanyakan dihasilkan oleh golongan tersebut. Untuk menjamin lebih terlaksananya kebijaksanaan dimaksud, dalam tahun 1984 telah dikeluarkan pula Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 1984 tentang Tim Pengendali Pengadaan Barang/Peralatan Pemerintah di Departemen/Lembaga, di samping Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 1984 tentang Pelaksanaan APBN. Dalam Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 1984 dinyatakan bahwa untuk pembelian/pemborongan barang dan jasa Pemerintah dengan nilai kontrak sebesar Rp200 juta ke atas harus me1alui Tim Pengendali dan Pengadaan. Penurunan batas nilai kontrak dari Rp 500 juta dalam Keputusan Presiden Nomor 14A Tahun 1980 menjadi Rp 200 juta tersebut adalah dalam rangka penghematan dan rasionalisasi dunia usaha. Selanjutnya dengan dike1uarkannya Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 1984, ke1ancaran dan kehasilgunaan dalam pengadaan barang/peralatan dan jasa di lingkungan departemen/lembaga diharapkan dapat lebih ditingkatkan lagi. Dalam melaksanakan tugasnya, kepada Tim pengendali dan Pengadaan ditekankan agar memperhatikan harga dan kualitas yang paling menguntungkan negara, di samping pengutamaan penggunaan barang dan jasa produksi dalam negeri. Dengan diberlakukannya kedua Keputusan Presiden tersebut, pengadaan atau pembelian barang dan jasa yang diperlukan akan sesuai dengan prioritas, dan anggaran yang disediakan, sehingga dengan demikian dapat lebih terkendali dan terarah, serta dicapai penghematan dalam pelaksanaan anggaran belanja barang. Pengeluaran rutin melalui belanja barang yang pada awal Pelita I baru mencapi sebesar Rp 50,3 milyar, pada akhir Pelita II meningkat menjadi Rp 419,5 milyar, dan pada akhir Pelita III mencapai jumlah sebesar Rp 1.057,1 milyar. Dalam RAPBN 1985/1986, anggaran untuk belanja barang direncanakan sebesar Rp 1.529,9 milyar, yang terdiri dari belanja barang dalam Departemen Keuangan RI
48
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
negeri sebesar Rp 1.451,8 milyar dan belanja barang luar negeri sebesar Rp 78,1 milyar.
2.3.3.3: Subsidi daerah otonom Pengeluaran untuk subsidi daerah otonom erat kaitannya dengan kebijaksanaan belanja pegawai, oleh karena pemberian subsidi daerah otonom sebagian besar digunakan untuk pembayaran gaji pegawai negeri sipil dalam lingkungan daerah otonom. Di samping itu makin. meningkatnya kegiatan pembangunan, khususnya pembangunan SD Inpres dan Puskesmas, ikut mempengaruhi besarnya subsidi daerah otonom, karena didalamnya ditampung pula pembiayaan untuk tambahan guru-guru SD Inpres dan tenaga medis. Selanjutnya dalam subsidi daerah otonom ditampung pula penggantian biaya akibat dihapuskannya sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) sekolah dasar kelas satu sampai dengan kelas enam, pembayaran gaji lurah dan perangkatnya, serta tunjangan pamong desa. Dalam rangka pemerataan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan, maka dalam tahun anggaran 1985/1986 direncanakan pula untuk menambah jumlah guru sekolah dasar Inpres, tenaga paramedis dan tenaga medis Puskesmas di daerah-daerah. Pengeluaran subsidi daerah otonom dalam tahun anggaran 1985/1986 direncanakan sebesar Rp 2.590,4 milyar, untuk belanja pegawai sebesar Rp 2.349,0 milyar, dan belanja non pegawai sebesar Rp 241,4 milyar. Dengan demikian hila dibandingkan dengan APBN 1984/1985, rencana pembiayaan subsidi daerah otonom sebesar Rp 2.590,4 milyar tersebut berarti meningkat sebesar Rp 805,8 milyar atau 45,2 persen, oleh karena ditetapkannya kebijaksanaan meningkatkan penghasilan pegawai negeri dan pensiunan.
2.3.3.4. Bunga dan cicilan hutang Dana yang dipergunakan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan, selain berupa dana yang dihimpun dari dalam negeri, juga berupa dana pinjaman dari luar negeri. pengembalian pinjaman yang dipergunakan untuk membiayai pembangunan proyek-proyek pada waktu jatuh tempo adalah dalam bentuk pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri. Seiring dengan makin meningkatnya kemampuan keuangan negara, yang antara lain didukung oleh hasil-hasil yang diperoleh dari proyek-proyek yang telah menghasilkan, realisasi pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri yang jatuh tempo makin meningkat pula setiap tahunnya. Hal ini didasarkan pada perhitungan, bahwa setiap penambahan hutang luar negeri harus sesuai dengan kemampuan pengembaliannya, di samping pemanfaatan bantuan luar negeri tersebut harus benar-benar untuk proyek-proyek, dan kegiatan yang produktif,
Departemen Keuangan RI
49
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
sehingga tidak sangat memberatkan beban keuangan negara. Di samping untuk pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri, terdapat pula pembayaran bunga dan cicilan hutang dalam negeri, yaitu untuk pembayaran tagihan jasa umum seperti bunga atas uang muka Bank Indonesia kepada Pemerintah. Realisasi pembayaran bunga dan cicilan hutang pada permulaan Pelita I baru mencapai Rp 14,4 milyar, pada akhir Pelita II meningkat menjadi Rp 534,5 milyar, dan meningkat lagi menjadi sebesar Rp 2.102,6 milyar pada akhir Pelita III. Dalam APBN 1984/1985, untuk pembayaran bunga dan cicilan hutang direncanakan sebesar Rp 2.686,1 milyar, sedangkan dalam tahun anggaran 1985/1986 direncanakan sebesar Rp 3.559,1 milyar, yang terdiri dari pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri sebesar Rp 3.529,1 milyar, dan pembayaran bunga dan cicilan hutang dalam negeri sebesar Rp 30,0 milyar. Dengan demikian bila dibandingkan dengan APBN 1984/1985, rencana pembayaran tersebut mengalami kenaikan sebesar Rp 873,0 milyar atau 32,5 persen.
2.3.3.5. Lain-lain pengeluaran rutin pembiayaan rutin yang ditampung dalam lain-lain pengeluaran rutin antara lain terdiri dari pengeluaran untuk subsidi pangan, subsidi bahan bakar minyak dan Pemilu. Di samping itu, melalui lain-lain pengeluaran rutin dibebankan pula pembiayaan yang bersifat non departemental seperti biaya sural menyurat melalui pos dan giro pos. Dalam perkembangannya, realisasi lain-lain pengeluaran rutin selama Pelita III menunjukkan peningkatan yang sangat besar dibandingkan dengan Pelita I dan II. Hal ini terutama disebabkan meningkatnya pengeluaran subsidi bahan bakar minyak sehubungan dengan kenaikan-kenaikan harga minyak mentah di posaran internasional, di samping juga. disebabkan pengeluaran untuk subsidi impor pangan terutama beras, gandum, dan gula dalam rangka kebijaksanaan stabilisasi harga pangan di dalam negeri. Dalam APBN 1984/1985, lain-lain pengeluaran rutin dianggarkan sebesar Rp1.177,0 milyar, sedangkan dalam tahun anggaran 1985/1986 direncanakan sebesar Rp 602,3 milyar, yang berarti lebih rendah hila dibandingkan dengan anggaran tahun sebelumnya. Rencana anggaran sebesar Rp 602,3 milyar tersebut disediakan untuk subsidi bahan bakar minyak sebesar Rp 532,3 milyar, dan penge1uaran rutin lainnya antara lain untuk biaya sural menyurat me1alui pos, giro pos dan bebas porto sebesar Rp 30,0 milyar, dan persiapan Pemilu sebesar Rp 40,0 milyar.
Departemen Keuangan RI
50
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
2.3.4.Tabungan Pemerintah Sesuai dengan kebijaksanaan anggaran berimbang yang dinamis, tabungan Pemerintah sebagai unsur utama dalam dana pembangunan tetap memegang peranan yang sangat penting dalam Pelita IV. Usaha-usaha untuk meningkatkan dana pembangunan melalui tabungan Pemerintah terus dilakukan setiap tahunnya dengan jalan meningkatkan penerimaan negara, baik melalui peningkatan sumber-sumber penerimaan yang sudah ada, maupun dengan mencari sumber-sumber penerimaan yang baru. Usaha tersebut harus diikuti pula dengan tindakan penghematan dalam pengeluaran rutin, sehingga dapat diperoieh selisih yang lebih besar antara penerimaan dalam negeri dan pengeluaran rutin untuk menambah besar tabungan Pemerintah. Perkembangan realisasi tabungan Pemerintah selama ini menunjukkan peningkatanpeningkatan, yaitu dari Rp 27,2 milyar pada awal Pelita I, menjadi Rp 1.522,4 milyar pada akhir Pelita II, dan menjadi Rp 6.020,9 milyar pada akhir Pelita III. Pada APBN 1984/1985, tabungan Pemerintah diharapkan dapat dihimpun sebesar Rp 6.048,3 mitral. Selanjutnya dalam tahun anggaran 1985/1986, tabungan Pemerintah direncanakan dapat dihimpun sebesar Rp6.278,9 milyar, yang merupakan selisih antara penerimaan dalam negeri sebesar Rp l8.677,9 milyar dan pengeluaran rutin sebesar Rp 12.399,0 mitral. Perkembangan realisasi tabungan Pemerintah dapat diikuti pada Tabel II.12, Tabel II.13 Tab e I II. 12 TABUNGAN PEMERINTAH, 1969/1970 - 1985/1986 (dalam milyar rupiah)
Tahun anggaran
Jumlah
Kenaikan Jumlah
PELITA I 1969/1970 1970/1971 1971/1972 1972/1973 1973/1974 PELITA II 1974/1975 1975/1976 1976{1977 1977{1978 1978{1979 PELITA III : 1979{1980 1980{1981 1981{1982 1982{1983 1983{1984 PELITA IV: 1984{1985 1) 1985{1986 2) I) Angka APBN 2) Angka RAPBN
Persentase
27,2 56,4 78,9 152,5 254,4
29,2 22,5 73,6 101,9
107,4 39,9 93,3 66,8
737,6 909,3 1.276,20 1.386,50 1.522,40
483,2 171,7 366,9 110,3 135,9
189,9 23,3 40,3 8,6 9,8
2.635,00 1.112,60 4.427,00 + 1. 792,0 5.235,00 808 5.422,00 187 6.020,90 598,9
73,1 68 18,3 3,6 11
6.048,30 6.278,90
Departemen Keuangan RI
27,4 230,6
0,5 3,8
Tab el II.13 PERBANDINGAN TABUNGAN PEMERINTAH DAN BANTUAN LUAR NEGERI TERHADAP ANGGARAN PEMBANGUNAN 1969/1970 - 1985/1986 Dibiayai oleh Anggaran (milyar Tabungan Bantuan Tahun anggaran Pemerintah luar negeri (%) (%) PELITA I: 1969/1970 118,2 23 77 1970{1971 176,8 31,9 68,1 1971{1972 214,4 36,8 63,2 1972{1973 310,3 49,1 50,9 1973/1974 458,3 55,5 44,5 PELITA II : 1974{1975 969,6 76,1 23,9 1975/1976 1.400,90 64,9 35,1 1976{1977 2.060,00 62 38 1977{1978 2.159,90 64,2 35,8 1978{1979 2.557,90 59,5 40,5 PELITA III : 1979{1980 4.016,10 65,6 34,4 1980{1981 5.920,80 74,8 25,2 1981{1982 6.944,00 75,4 24,6 1982{1983 7.362,00 73,6 26,4 1983{1984 9.903,30 60,8 39,2 PELITA IV : 1984{19852) 10.459,30 57,8 42,2 1985{19863) 10.647,00 59 41 I) Termasuk saldo anggaran lebih 2) APBN 3) RAPBN
51
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
2.3.5. Pengeluaran pembangunan Dalam perjalanannya menuju suatu masyarakat arlit makmur melalui pembangunan nasional, bangsa Indonesia telah berhasil menyelesaikan serangkaian program pembangunan yang dituangkan dalam tiga Repelita yaitu Repelita I, II dan III. Pelita III yang telah herakhir pada tahun 1983/1984 telah memberikan hasil-hasil yang positif, sehingga tercapailah keadaan yang mantap untuk melanjutkan pembangunan dalam Repelita IV sebagai pelaksanaan tahap keempat dari Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang. SelaI1)a Pelita III, dana yang telah dibelanjakan untuk pembiayaan pembangunan mencapai jumlah sebesar Rp 34.129.,2 milyar, yang terdiri dari pembiayaan rupiah sebesar Rp 23.926,9 milyar, dan bantuan proyek sebesar Rp 10.202,3. milyar. Bila dibandingkan dengan anggaran yang direncanakan dalam Repelita III, maka jumlah pengeluaran pembangunan sebesar Rp 34.129,2 milyar tersebut menunjukkan kenaikan sebesar Rp 12.279,8 milyar, atau 56,2 persen dari yang direncanakan dalam Repelita III. Pembiayaan pembangunan sebesar Rp 34.129,2 milyar selama Pelita III telah menghasilkan berbagai macam program pembangunan yang ditujukan kepada usaha peningkatan kesejahteraan rakyat, pembagian pendapatan yang makin merata, dan perluasan kesempatan kerja, baik melalui pembangunan sektaral yang dilaksanakan oleh departemen/ lembaga maupun melalui pembangunan regional dalam berbagai bentuk program Inpres dan bantuan pembangunan melalui Ipeda. Dalam pelaksanaannya, berbagai kebijaksanaan dan program pembangunan sektaral yang didasarkan kepada unsur prioritas, penyebaran serta pemerataan pembangunan itu diselaraskan dengan pembangunan regional, sehingga pembangunan sektaral yang berlangsung di daerah benar-benar sesuai dengan potensi dan permasalahan masing-masing daerah. Di lain pihak pelaksanaan pembangunan regional dalam berbagai bentuk program Inpres dan bantuan pembangunan melalui Ipeda, juga merupakan usaha untuk tercapainya keserasian laju pertumbuhan antar daerah menuju kepada pemerataan pembangunan. Ditinjau secara sektoral, pengeluaran pembangunan selama Pelita III digunakan antara lain untuk membiayai program-program pembangunan bidang ekonomi, terutama di sektor pertambangan dan energi, sektor perhubungan dan pariwisata serta sektor pertanian dan pengairan, dengan jumlah pengeluaran masing-masing sebesar Rp 5.175,0 milyar, Rp 4.457,0 milyar dan Rp 4.235,2 milyar. Hal ini berarti bahwa tiap sektor pembangunan tersebut telah menyerap dana masing-masing sebesar 15,2 persen, 13,1 persen dan 12,4 persen dari seluruh jumlah pengeluaran pembangunan dalam Pelita III. Pengeluaran pembangunan lainnya yang Departemen Keuangan RI
52
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
menyerap dana cukup besar dalam Pelita III adalah sektor pendidikan, generasi muda, kebudayaan nasional dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sektor pembangunan daerah, desa, dan kota, serta sektor tenaga kerja dan transmigrasi, dengan alokasi dana masingmasing sebesar Rp 3.397,1 milyar, Rp 2.894,2 milyar dan Rp 1.797,5 milyar, atau masingmasing telah menyerap dana sebesar 9,9 persen, 8,5 persen dan 5,3 persen dari seluruh jumlah pengeluaran pembangunan selama Pelita III. Dengan demikian keenam sektor pembangunan bidang ekonomi yang sebagian besar dananya dikelola departemen/lembaga itu telah menyerap dana sebesar Rp 21.956,0 milyar atau 64,3 persen dari seluruh /pengeluaran pembangunan selama Pelita III. Sesuai dengan arab dan kebijaksanaan Pelita III, penggunaan dana di keenam sektor .pembangunan bidang ekonomi tersebut ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan yang makin merata bagi seluruh rakyat, yang berarti pula makin memperkokoh ketahanan nasional. Melalui pembangunan sektor pertambangan dan energi, telah dilaksanakan inventarisasi dan pemetaan, serta ditingkatkap eksplorasi dan exploitasi kekayaan alam berupa sumber mineral dan energi, sehingga penerimaan negara dari produksi ekspor pertambangan dapat bertambah. Dalam kegiatan ini pula peranserta swasta nasional lebih ditingkatkan, terutama dalam pertambangan rakyat. Selanjutnya melalui pembangunan sektor perhubungan dan pariwisata, pembangunan prasarana angkutan dan perhubungan lebih ditingkatkan, sehingga dapat memperlancar arus barang/jasa dan manusia ke seluruh daerah, terutama daerah pedesaan dan daerah terpencil, serta dalam kota, dan dengan demikian merangsang dan menunjang pencapaian sasaransasaran pembangunan. Melalui pembangunan sektor perhubungan dan pariwisata ini pula telah ditingkatkan, dan diperluas kepariwisataan dalam rangka meningkatkan penerimaan devisa, perluasan lapangan kerja, di samping untuk memperkenalkan kebudayaan bangsa. Pemhangunan sektor pertanian dan pengairan yang telah dilaksanakan selama Pelita III, merupakan kelanjutan dalam rangka meningkatkan produksi pangan yang diarahkan untuk memperbaiki tingkat hidup petani, memperluas kesempatan kerja, dan menjamin penyediaan panganuntuk masyarakat pada tingkat harga yang layak. Di samping itu juga te1ah diarahkan agar dapat menunjang pembangunan industri pertanian, serta dapat meningkatkan ekspor non migas. Pembiayaan pembangunan sektor pendidikan, generasi muda, kebudayaan nasional dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam Pelita III diarahkan kepada usaha-usaha peningkatan kecerdasan bangsa. Rangkaian kebijaksanaan pokok yang telah dirumuskan dalam Repelita III adalah dalam rangka tercapainya tujuan pembangunan di bidang pendidikan dan pengembangan generasi muda. Kegiatan-kegiatan tersebut ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan, kesempatan belajar yang dikaitkan dengan aspek pemerataan, peranan pendidikan dalam pembangunan, serta mempersiapkan Departemen Keuangan RI
53
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
generasi muda sebagai penerus perjuangan dan pembangunan nasional. Pembangunan regional dalam Pelita III yang dilaksanakan melalui sektor pembangunan daerah, desa dan kota merupakan kelanjutan kegiatan yang telah dilaksanakan dalam Pelita II. Peranan pembangunan daerah dalam Pelita III semakin bertambah besar karena dalam melanjutkan pelaksanaan Trilogi Pembangunan, tekanan lebih diberikan kepada usaha pemerataan khususnya pemerataan pembangunan di seluruh wilayah tanah air. Masalah-masalah yang menonjol dalam sektor tenaga kerja dan transmigrasi selama Pelita III di bidang ketenagakerjaan adalah pertambahan penduduk yang tinggi sehingga menimbulkan kelebihan tenaga kerja, kekurangseimbangan dalam
susunan
unsur
tenaga
kerja
dan
penyebaran
tenaga
kerja,
serta
adanya
kekurangseimbangan antara tenaga kerja terdidik dan tak terdidik, di samping juga belum tersedianya posar tenaga kerja yang menyalurkan tenaga kerja secara efektif dan efisien. Untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, selama Pelita III telah ditempuh berbagai langkah dan kebijaksanaan di bidang tenaga kerja yang bersifat menyeluruh, dan terpadu, dengan sasaran perluasan serta pemerataan kesempatan kerja produktif dan numeratif, sehingga dengan demikian dapat meningkatkan pemerataan pembagian pendapatan. Dengan memperhatikan hasil-hasil pembangunan yang dicapai selama Pelita III maka dalam RAPBN 1985/1986, yang merupakan pelaksanaan tahun kedua Pelita IV, arah dan kebijaksanaan pembangunan yang ditempuh selama Pelita III terus dilanjutkan dan ditingkatkan agar peningkatan tarat hidup, kecerdasan dan kesejahteraan yang makin merata dan adil bagi seluruh rakyat dapat tereapai, dan pada gilirannya dapat merupakan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan berikutnya. Sementara itu makin meningkatnya program-program pembangunan yang akan dijalankan hams diimbangi pula dengan pengerahan dana pembangunan yang lebih besar. Seperti halnya dengan Repelita-repelita sebelumnya, pengerahan dan penggunaan dana pembangunan dalam RAPBN 1985/1986, yang merupakan reneana operasional tahunan daripada Repelita IV tetap berlandaskan pada Trilogi Pembangunan. Dengan demikian di dalam pengerahan dan penggunaan dana tersebut, keserasian antara pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi serta stabilitas nasional akan tetap menjadi pertimbangan pokok. Dengan berlandaskan pada arah dan sasaran serta berpedoman kepada kebijaksanaan yang telah ditetapkan, pengeluaran pembangunan dalam tahun anggaran 1985/1986 direncanakan sebesar Rp 10.647,0 milyar, yang terdiri dari pembiayaan rupiah sebesar Rp 6.349,8 milyar dan bantuan proyek sebesar Rp 4.297,2 milyar. Bila dibandingkan dengan APBN 1984/1985, pembiayaan rupiah sebesar Rp 6.349,8 milyar tersebut menunjukkan
Departemen Keuangan RI
54
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Rp262,0 milyar alan 4,3 persen lebih besar. Perkembangan pengeluaran pembangunan di luar bantuan proyek sejak pelaksanaan Repelita I hingga sekarang dapat diikuti pada Tabel II.14 Tabel II.14 PENGELUARAN PEMBANGUNAN, 1969/1970 -1985/1986 1) ( dalam milyar rupiah) Kenaikan Jumlah Persentase Tahun anggaran Jumlah PELITA I: 1969/1970 92,9 1970/1971 128,1 35,2 37,9 1971/1972 150,9 22,8 17,8 1972/1973 235,9 85 56,3 1973/1974 336,8 100,9 42,8 PELITA II 1974/1975 765,9 429,1 127,4 1975/1976 926,3 100,4 20,9 1976/1977 1.280,90 354,6 38,3 1977/1978 1.419,20 138,3 10,8 1978/1979 1.568,30 149,1 10,5 PELITA III : 1979/1980 2.697,90 1.129,60 72 1980/1981 4.486,40 1.788,50 66,3 1981/1982 5.276,20 789,8 17,6 1982/1983 5.434,70 158,5 3 1983/1984 6.031,70 597 11 REPELITA IV 1984/1985 2) 6.087,80 56,1 0,9 1985/19863) 6.349,80 262 4,3 1) Di luar bantuan proyek 2) Angka APBN 3) Angka RAPBN
Penggunaan anggaran pembangunan yang direncanakan sebesar Rp 10.647,0 milyar tersebut akan lebih dipertajam prioritasnya dalam Repelita IV, yaitu diarahkan kepada proyekproyek yang secara langsung alan tidak langsung meningkatkan pemerataan kegiatan pembangunan baik dalam bidang ekonomi, sosial, kebudayaan, politik maupun penahanan dan keamanan. Di samping itu diarahkan pula kepada proyek-proyek yang dapat meningkatkan laju pertumbuhan terutama sektor pertanian dalam rangka swasembada pangan, sektor industri yang menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, sena pada sektor-sektor lain yang menunjang tereapainya sasaran pertumbuhan dan keseimbangan struktur perekonomian. Pengarahan pengeluaran pembangunan kepada proyek-proyek yang diprioritaskan untuk pertumbuhan dan pemerataan tersebut pada gilirannya akan menunjang tereapainya sasaran kestabilan perekonomian. Dalam reneana anggaran pembangunan tersebut telah termasuk pula peningkatan bantuan pembangunan daerah, dengan tujuan lebih meningkatkan peranserta
Departemen Keuangan RI
55
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
masyarakat dalam kegiatan pembangunan. Berdasarkan pada kebijaksanaan yang telah digariskan, anggaran pembangunan sebesar Rp 10.647,0 milyar tersebut dialokasikan pada sektor pendidikan, generasi muda, kebudayaan nasional dan kepereayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebesar Rp 1.510,8 milyar, sektor pertanian
dan pengairan sebesat Rp 1.430,4 milyar, dan sektor perhubungan dan pariwisata sebesar Rp 1.425,4 milyar. Selanjutnya untuk anggaran sektor pertambangan dan energi direncanakan sebesar Rp 1.301,7 milyar, sektor pembangunan daerah, desa dan kota sebesar Rp 868,2 milyar dan sektor tenaga kerja dan transmigrasi sebesar Rp 676,8 milyar. Selebihnya dialokasikan kepada dua belas sektor pembangunan lainnya. Dengan demikian keenam sektor pembangunan yang telah disebutkan masing-masing mendapat alokasi sebesar 14,2 persen, 13,4 persen, 13,4 persen, 12,2 persen, 8,2 persen dan 6,4 persen dari anggaran yang direncanakan dalam tahun 1985/1986. Pembangunan sektor pendidikan, generasi muda, kebudayaan nasional dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terutama dititik beratkan pada peningkatan mutu dan perluasan pendidikan dasar dalam rangka mewujudkan dan memantapkan pelaksanaan wajib belajar, serta meningkatkan perluasan kesempatan belajar pada tingkat pendidikan menengah. Pelaksanaan wajib belajar ini dituangkan dalam program Inpres sekolah dasar, yang diberikan dalam rangka mempercepat penuntasan keikutsertaan anak usia sekolah pada pendidikan dasar. Untuk mendukung tercapainya perluasan kesempatan kerja yang merupakan kebutuhan yang makin mendesak, berbagai tingkat dan jenis pendidikan ketrampilan serta latihan kejuruan yang dapat menciptakan kegiatan kerja, lebih diperluas dan ditingkatkan. Pembangunan sektor pertanian dan pengairan dalam tahun 1985/1986 merupakan kegiatan yang diarahkan kepada usaha untuk meningkatkan produksi pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan, kebutuhan in du stri dalam negeri serta meningkatkan ekspor, meningkatkan pendapatan petani, memperluas kesempatan kerja, mendorong pemerataan kesempatan berusaha, mendukung pembangunan daerah, serta meningkatkan kegiatan transmigrasi. Dengan demikian sektor pertanian akan makin kuat guna mendorong perkembangan industri dalam rangka mencapai keseimbangan ekonomi. pembangunan sektor perhubungan dan pariwisata yang meliputi perhubungan darat, lalit, dan udara, serta pembangunan pos dan telekomunikasi, dalam RAPBN 1985/ 1986 tetap mendapatkan perhatian sesuai dengan prioritas yang telah digariskan dalam GBHN. Termasuk didalamnya usaha peningkatan dalam pengembangan jasa meteorologi dan geofisika untuk menunjang keselamatan masyarakat pada umumnya, keselamatan pelayaran dan penerbangan Departemen Keuangan RI
56
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
pada khususnya, serta untuk kepentingan pembangunan di berbagai sektor. Demikian juga pembangunan pariwisata terus ditingkatkan melalui kebijaksanaan terpadu, antara lain berupa peningkatan kegiatan promosi dan pendidikan kepariwisataan, penyediaan sarana dan prasarana, serta peningkatan mutu dan kelancaran pelayanan. Di sektor pertambangan dan energi, usaha-usaha untuk meningkatkan produksi dan ekspor hasil pertambangan, terutama sektor minyak bumi dan gas alam yang merupakan sumber penerimaan negara yang terbesar selama ini, akan dilanjutkan dan diperluas. Oleh sebab itu kegiatan pembangunan sektor pertambangan yang meliputi inventarisasi dan pemetaan, eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam berupa sumber mineral dan energi dalam tahun 1985/1986 terus ditingkatkan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna, sehingga produksi dan ekspor pertambangan serta penerimaan negara akan dapat meningkat pula. Demikian pula dengan pembangunan tenaga listrik yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat kota dan desa, serta mendorong kegiatan ekonomi khususnya industri, terus dilanjutkan dan ditingkatkan. Kegiatan pembangunan dalam sektor pembangunan daerah, desa dan kota tetap diarahkan kepada perluasan kesempatan kerja, pembinaan dan pengembangan lingkungan pemukiman pedesaan dan perkotaan yang sehat, serta peningkatan kemampuan penduduk untuk memanfaatkan sumber-sumber kekayaan alam. Untuk terlaksananya sasaran ini, bantuan pembangunan yang diberikan kepada daerah berupa program-program Inpres dan bantuan pembangunan lainnya makin ditingkatkan dan disempurnakan. Diberikannya berbagai program bantuan pembangunan kepada daerah selama ini, telah memberikan kesempatan kepada daerah untuk merencanakan dan )11elaksanakan pembangunan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas masing-masing daerah. Selanjutnya bantuan proyek yang dalam RAPBN 1985/1986 disediakan sebesar Rp4.297,2 milyar, direncanakan untuk membiayai berbagai macam proyek prasarana serta sektor-sektor produktif dan bermanfaat, yang tersebar dalam delapan belas sektor pembangunan. Perincian pengeluaran pembangunan secara sektoral dalam RAPBN 1985/1986 adalah sebagai berikut :
Departemen Keuangan RI
57
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
( dalam ribuan rupiah) 1. SEKTOR PERTANIAN DAN PENGAIRAN
1.430.363.000
Sub Sektor Pertanian
900.971.000
Sub Sektor Pengairan
529.392.000
2. SEKTOR INDUSTRI
655.141.000
Sub Sektor Industri
655.141.000
3. SEKTOR PERT AMBANGAN DAN ENERGI Sub Sektor Pertambangan Sub Sektor Energi 4. SEKTOR PERHUBUNGAN DAN PARIWISATA Sub Sektor Prasarana Jalan Sub Sektor Perhubungan Darat Sub Sektor Perhubungan Laut Sub Sektor Perhubungan Udara Sub Sektor Pos dan Telekomunikasi Sub Sektor Pariwisata 5. SEKTOR PERDAGANGAN DAN KOPERASI
1.301.679.000 275.975.000 1.025.704.000
1.425.350.000 621.658.000 238.095.000 274.739.000 190.365.000 71.580.000 28.913.000 128.830.000
Sub Sektor Perdagangan
60.012.000
Sub Sektor Koperasi
68.818.000
6. SEKTOR TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI Sub Sektor Tenaga Kerja Sub Sektor Transmigrasi 7. SEKTOR PEMBANGUNAN DAERAH, DESA DAN KOTA Sub Sektor Pembangunan Daerah, Desa dan Kota
676.788.000 98.531.000 578.257.000 868.219.000 868.219.000
8. SEKTOR AGAMA
63.595.000
Sub Sektor Agama
63.595.000
9. SEKTOR PENDIDIKAN, GENERASI MUDA, KEBUDAYAAN NASIONAL DAN KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA
Sub Sektor Pendidikan Umum dan Generasi Muda Sub Sektor Pendidikan Kedinasan Sub Sektor Kebudayaan Nasional dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Departemen Keuangan RI
1.510.846.000 1.361.126.000 102.092.000 47.628.000
58
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
10. SEKTOR KESEHATAN, KESEJAHTERAAN SOSIAL, PERANAN W ANITA, KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA
413.362.000
Sub Sektor Kesehatan Sub Sektor Kesejahteraan Sosial dan Peranan Wanita Sub Sektor Kependudukan dan Keluarga Berencana
254.962.000 58.308.000 100.092.000
11. SEKTOR PERUMAHAN RAKY AT DAN PEMUKIMAN
437.641.000
Sub Sektor Perumahan Rakyat dan Pemukiman
437.641.000
12. SEKTOR HUKUM
80.720.000
Sub Sektor Hukum
80.720.000
13. SEKTOR PERTAHANAN DAN KEAMANAN NASIONAL Sub Sektor Pertahanan dan Keamanan Nasional
714.064.000 714.064.000
14. SEKTOR PENERANGAN, PERS DAN KOMUNlKASI SOSIAL Sub Sektor Penerangan, Pers dan Komunikasi Sosial
67.687.000 67.687.000
15. SEKTOR ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI DAN PENELITIAN Sub Sektor Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Sub Sektor Penelitian
207.938.000 74.383.000 133.555.000
16. SEKTOR APARATUR PEMERINTAH
176.441.000
Sub Sektor Aparatur Pemerintah
17. SEKTOR PENGEMBANGAN DUNIA USAHA Sub Sektor Pengembangan Dunia Usaha 18. SEKTOR SUMBER ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP Sub Sektor Sumber Alam dan Lingkungan Hidup
JUMLAH
176.441.000 229.147.000 229.147.000 259.189.000 259.189.000
10.647.000.000
Pengeluaran pembangunan yang dibiayai dengan rupiah diperinci atas tiga bagian besar, yaitu pengeluaran pembangunan departemen/lembaga termasuk di dalamnya departemen Hankam, bantuan pembangunan bagi daerah, dan lain-lain pengeluaran pembangunan. Pengeluaran pembangunan melalui departemen/lembaga merupakan pembiayaan yang disediakan untuk pembangunan sektoral dan dikelola oleh departemen/lembaga, sedangkan
Departemen Keuangan RI
59
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
pengeluaran pembangunan berupa bantuan pembangunan bagi daerah merupakan bantuan yang diberikan Pemerintah pusat kepada Pemerintah daerah untuk melaksanakan pembangunan sesuai dengan potensi dan prioritas daerah masing-masing dalam bentuk program Inpres, bantuan Ipeda dan bantuan pembangunan Timor Timur. Dalam perkembangannya, programprogram Inpres yang terdiri dari bantuan pemb:mgunan desa, bantuan pembangunan kabupaten, bantuan pembangunan Dati I, bantuan pembangunan sekolah dasar, bantuan pembangunan sarana kesehatan, bantuan pembangunan/pemugaran posar, bantuan penghijauan/rebuisasi, dan bantuan pembangunan prasarana jalan, menunjukkan hasil-hasil yang nyata. Bantuan pembangunan desa, yang diberikan untuk mendorong dan mengarahkan usahausaha swadaya gotongroyong masyarakat dalam membangun desanya, pada awal Pelita I baru diberikan kepada 44.478 desa dengan jumlah bantuan sebesar Rp 2,6 milyar. Pada akhir Pelita II telah meningkat menjadi Rp 24,0 milyar dengan jumlah desa sebanyak 60.645 buah, dan pada akhir Pelita III meningkat lagi menjadi Rp 91,6 milyar dengan jumlah desa sebanyak 66.437 buah. Dalam APBN 1984/1985, jumlah bantuan yang diberikan adalah sebesar Rp 92,8 milyar untuk 67.448 desa, sedang dalam RAPBN 1985/1986 bantuan terse but ditingkatkan menjadi Rp 98,6 milyar, berhubung dengan bertambahnya jumlah bantuan menjadi Rp 1.350 ribu tiap desa. Sementara itu bantuan pembangunan kabupaten yang besarnya didasarkan atas jumlah penduduk, dimaksudkan untuk menciptakan dan memperluas lapangan kerja, serta meningkatkan partisiposi penduduk dalam pembangunan. Oleh sebab itu selain bantuan berupa uang, kepada seBap kabupaten diberikan juga bantuan peralatan berupa satu buah mesin gilas jalan. Adapun proyek-proyek yang dapat dibiayai oleh dana bantuan pembangunan kabupaten meliputi proyek/kegiatan yang bersifat pemeliharaan jalan dan jembatan yang sudah ada, serta proyek peningkatan dan pembangunan jalan yang dapat membuka daerah terisolasi sehingga dapat mengembangkan perekonomian daerah dan memperluas kesempatan berusaha. Di samping itu dapat juga dipergunakan untuk membiayai proyekproyek yang bersifat meningkatkan ketrampilan penduduk pedesaan, dalam rangka memanfaatkan dan memelihara sumber alam, dan pemeliharaan prasarana pedesaan. Dengan makin bertambahnya jumlah penduduk dan kemampuan keuangan negara, bantuan yang diberikan terus meningkat pula setiap tahunnya. Dalam tahun 1970/1971, bantuan yang diberikan baru mencapai jumlah sebesar Rp 5,6 milyar, kemudian menjadi Rp 42,5 milyar dan Rp 87,1 milyar masing-masing pada awal Pelita II dan Pelita III. Dalam RAPBN 1985/1986 yang merupakan tahun kedua Pelita IV bantuan yang diberikan direncanakan sebesar Rp 215,9 milyar alas dasar perhitungan
Departemen Keuangan RI
60
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Rp 1.250,- bantuan per jiwa dan bantuan minimum yang diberikan adalah sebesar Rp 170,0 juta untuk kabupaten. Dalam rangka meningkatkan keselarasan pembangunan sektoral dan regional, meratakan hasil-hasil pembangunan, dan untuk meningkatkan keserasian laju pertumbuhan antar daerah serta meningkatkan peranserta daerah dalam pembangunan, bantuan pembangunan Dati I dalam RAPBN 198511986lebih ditingkatkan penggunaannya. Program Inpres Dati I ini terdiri dari bantuan yang ditetapkan penggunaannya, dan diarahkan penggunaannya. Bantuan yang ditetapkan digunakan untuk membiayai perbaikan jalan dan jembatan, perbaikan dan peningkatan irigasi, serta biaya eksploitasi dan pemeliharaan pengairan. Sedangkan bantuan yang diarahkan, digunakan untuk pembiayaan proyek-proyek yang meningkatkan taraf hidup rakyat serta untuk mengembangkan daerah-daerah minus di daerah kritis. Dalam APBN 1984/1985, bantuan yang diberikan adalah sebesar Rp 253,0 milyar dengan bantuan minimum untuk liar propinsi sebesar Rp 9,0 milyar, sedangkan dalam RAPBN 1985/1986 direncanakan sebesar Rp 280,0 milyar dengan bantuan minimum sebesar Rp 10,0 milyar, dan bantuan maksimum Rp 12,0 milyar. Adapun bantuan pembangunan sekolah dasar yang bertujuan untuk memperluas kesempatan belajar, terutama bagi anak-anak usia sekolah pada pendidikan dasar yang berada di pedesaan, daerah terpencil, daerah transmigrasi, dan pemukiman baru, dalam tahun 1985/1986 lebih ditingkatkan lagi. Pada mulanya bantuan pembangunan sekolah dasar ini diberikan untuk pembangunan dan rehabilitasi gedung-gedung sekolah dasar, penyediaan bukubuku pelajaran, serta buku bacaan bagi anak-anak sekolah dasar saja. Selanjutnya ditingkatkan dengan pembangunan penambahan ruang kelas baru, dan kemudian diperluas lagi pada tahun berikutnya dengan pembangunan rumah bagi kepala sekolah dan guru yang bertugas di daerah terpenci1. Dalam tahun 1982/1983, bantuan pembangunan sekolah dasar lebih ditingkatkan lagi, yaitu ditambah dengan penyediaan paket peralatan olah raga untuk sekolah dasar negeri dan swasta, serta madrasah ibtidaiyah. Adapun jumlah bantuan yang telah diberikan dalam tahun 1973/1974 adalah sebesar Rp 17,2 milyar, kemudian ditingkatkan menjadi Rp 19,7 milyar pada awal Pelita II, dan ditingkatkan lagi menjadi Rp 155,8 milyar pada awal Pelita III. Dalam APBN 1984/1985, yang merupakan permulaan Pelita IV, bantuan yang diberikan adalah sebesar Rp 580,8 milyar, dan dalam RAPBN 1985/1986 direncanakan sebesar Rp 617,0 milyar. Jumlah tersebut meliputi antara lain pembangunan gedung sekolah baru, pembangunan rumah guru dan kepala sekolah di daerah terpencil, perbaikan gedung-gedung sekolah yang sudah ada, penyediaan buku-buku pelajaran dan buku bacaan, serta penyediaan alat-alat olah raga dalam
Departemen Keuangan RI
61
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
bentuk paket. Sebagaimana halnya dalam Pelita III, sasaran peningkatan pelayanan kesehatan dan perbaikan gizi dalam Pelita IV tetap diutamakan kepada golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, baik di desa maupun di kota. Untuk keperluan itu dalam tahun 1985/ 1986 bantuan pembangunan yang diberikan melalui Inpres Sarana Kesehatan lebih ditingkatkan lagi jumlahnya. Bila dalam APBN 1984/1985 jumlah bantuan yang diberikan sebesar Rp 98,4 milyar maka dalam RAPBN 1985/1986 disediakan sebesar Rp 114,5 milyar yang direncanakan dipergunakan antara lain untuk pembangunan puskesmas baru, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, dan pernmahan untuk dokter dan paramedis. Untuk membantu para pedagang kecil golongan ekonomi lemah, yang sebagian besar berpenghasilan rendah, melalui bantuan pembangunan dan pemugaran posar diberikan kesempatan kepada Pemerintah daerah untuk menyediakan tempat berjualan/posar dengan sewa semurah mungkin. Dalam tahun 1978/1979, bantuan yang diberikan baru sebesar Rp 1,2 milyar, sedangkan dalam APBN 1984/1985 disediakan sebesar Rp 10,6 milyar. Untuk tahun 1985/1986 anggaran yang direncanakan untuk program Inpres ini adalah sebesar Rp 11,5 milyar. Kelestarian sumber alam dan lingkungan hidup tetap mendapat perhatian yang besar dalam Repelita IV. Sehubungan dengan itu anggaran bagi bantuan penghijauan dan reboisasi, yang bertujuan untuk menyelamatkan kelestarian sumber-sumber alam, tanah hutan, dan air, lebih ditingkatkan lagi. Kegiatan penghijauan meliputi penanaman tanaman tahunan, pembuatan hutan rakyat, pembuatan bangunan pencegah erosi, percontohan pertanian terpadu, dalam pelaksanaannya banyak melibatkan aparatur Pemerintah desa serta berbagai lembaga yang ada di desa. Pada awal pelaksanaannya tahun 1976/1977, anggaran yang diberikan untuk program Inpres ini baru sebesar Rp 16,0 milyar. Dalam tahun 1984/ 1985 disediakan anggaran sebesar Rp 39,8 milyar, dan dalam tahun 1985/1986 anggaran untuk program Inpres ini direncanakan sebesar Rp 42,3 milyar. Dengan diberikannya bantuan penunjangan jalan kabupaten sejak 1979/1980, selama Pelita III telah berhasil diperbaiki jalan sepanjang 33.021 km dan jembatan sebanyak 62.383 buah dengan jumlah biaya sebesar Rp 200,7 milyar. Sedangkan dalam APBN 1984/ 1985 disediakan bantuan sebesar Rp 80,1 milyar untuk memperbaikijalan sepanjang 7.500 km dan jembatan sebanyak 19.050 buah. Bantuan ini sangat bermanfaat bagi Dati II dalam rangka pembangunan
daerah,
khususnya
dalam
membuka
daerah
yang
masih
terisolasi,
menghubungkan daerah produksi hasil pertanian dengan daerah pemasarannya. Oleh sebab itu dalam tahun 1985/1986 bantuan yang direncanakan untuk program bantuan penunjangan jalan Departemen Keuangan RI
62
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
ditingkatkan menjadi Rp 87,5 milyar. Bantuan pembangunan kepada daerah Timor Timur diberikan sejak tahun 1977/1978. Bantuan yang diberikan dalam rangka memberi kesempatan kepada propinsi termuda ini agar dapat sejajar dengan tingkat kemajuan daerah-daerah lainnya di Indonesia, digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan pembangunan, terutama pada sektor pendidikan, kesehatan, dan sektor pemerintahan. Dalam tahun 1977/1978, bantuan yang diberikan adalah sebesar Rp 3,5 milyar, kemudian Rp 4,5 milyar dalam tahun 1978/1979, dan se1ama Pelita III telah diberikan bantuan sebesar Rp 30,7 milyar. Dalam APBN 1984/1985, bantuan pembangunan untuk daerah Timor Timur adalah sebesar Rp 8,5 milyar, sedangkan dalam RAPBN 1985/1986 disediakan bantuan sebesar Rp 8,8 milyar. Pembiayaan pembangunan lainnya dalam RAPBN 1985/1986 disediakan sebesar Rp1.062,0 milyar, yang terdiri dari pembiayaan subsidi pupuk sebesar Rp 557,8 milyar, penyertaan modal Pemerintah sebesar Rp 255,6 milyar, dan pembiayaan lain-lain pembangunan sebesar Rp 248,6 milyar. Pemberian subsidi pupuk oleh Pemerintah pada hakekatnya bertujuan untuk mendukung program swasembada pangallo Dengan diberikannya subsidi ini, harga pupuk akan dapat disesuaikan dengan clara beli rakyat dan petani kecil, sehingga mereka dapat membe1i pupuk sesuai dengan yang diperlukan. Bila dalam APBN 1984/1985 anggaran untuk subsidi pupuk disediakan sebesar Rp 458,7 milyar, maka dalam tahun 1985/1986 direncanakan untuk ditingkatkan menjadi Rp 557,8 milyar. Pembangunan melalui sektor pengembangan dunia usaha dilakukan Pemerintah me1alui penyertaan modal Pemerintah pada perusahaanperusahaan negara yang bergerak di berbagai sektor, diantaranya sektor pertanian, industri, pertambangan, perhubungan, dan perkreditan. Realisasi pengeluaran pembangunan bagi penyertaan modal Pemerintah disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara setiap tahunnya. Dalam APBN 1984/1985 anggaran yang disediakan adalah sebesar Rp 359,6 milyar, sedangkan dalam RAPBN 1985/1986 disediakan sebesar Rp 255,6 milyar, yang direncanakan antara lain untuk pembiayaan proyek-proyek pabrik pupuk, tambang batu bara, dan proyekproyek perkebunan tanaman komoditi ekspor. Selanjutnya penge1uaran pembangunan lainnya yang dianggarkan sebesar Rp 248,6 milyar dalam RAPBN 1985/1986, ditujukan kepada program pembangunan yang menyangkut kepentingan masyarakat umum yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan
negara,
dan
lembaga
Pemerintah
lainnya.
Program-program
pembangunan tersebut diantaranya adalah program pembinaan keluarga berencana, program pengembangan statistik/sensus, dan pengembangan program perumahan rakyat. Rencana penge1uaran pembangunan dalam tahun 1985/1986 dapat dilihat pada Tabel II.15 dan Tabel
Departemen Keuangan RI
63
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
II.16. Tabel II. 15 RENCANA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA, 1985/1986 ( dalam milyar rupiah) Penerimaan
Pengeluaran
A. PEN. DALAM NEGERI I. Penerrmaan minyak bumi dan gas alam
18.677,90 11.159,70
II. Penerimaan di luar minyak bumi dan gas alam
7.518,20
1. Pajak penghasilan 2. Pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah
3.074,00 1.666,40
3. Bea masuk dan cukai 4. Pajak ekspor 5. Ipeda 6. Pajak lainnya 7. Penerimaan bukan pajak
1.680,40 101,7 167,4 96,4 731,9
B. PEN. PEMBANGUNAN I. Bantuan program II. Bantuan Proyek Jumlah
4.368,10 70,9 4.297,20 23.046,00
Jumlah
A. PENG. RUTIN I. Belanja pegawai 1. Tunjangan beras 2. Gaji/pensiun 3. Biaya makan (lauk-pauk) 4. Lain-lain belanja pegawai dalam negeri 5. Belanja pegawai luar negeri II. Belanja baraag 1. Dalam negeri 2. Luar negeri III. Subsidi daerah otonom 1. Belanja pegawai 2. Belanja non pegawai IV. Bunga dan cicilan hutang 1. Dalam negeri 2. Luar negeri V. Lain-lain B.PENG. PEMBANGUNAN I. Pembiayaan dalam rupiah II. Bantuan proyek Jumlah
12.399,00 4.117,30 482,5 3.115,80 313,3 116,6 89,1 1.529,90 1.451,80 78,1 2.590,40 2.349,00 241,4 3.559,10 30 3.529,10 602,3 10.647,00 6.349,80 4.297,20 23.046,00
Tabel II. 16 RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN, 1985/1986 (dalam milyar rupiah) Jenis Pengeluaran
I. Pembiayaan Departemen/Lembaga 1. Departemen/Lembaga 2. Departemen Hankam II. pembiayaan bagi daerah 1. Bantuan pembangunan desa 2. Bantuan pembangunan kabupaten 3. Bantuan pembangunan Dati I 4. Pembangunan SD 5. Pelayanan kesehatan/Puskesmas 6. Bantuan pembangunan posar 7. Bantuan penghijauan 8. Pembangunan prasarana jalan 9. Timor Timur 10. I P e d a III. Pembiayaan lain-lain 1. Subsidi pupuk 2. Penyertaan modal pemerintah 3. Lain-lain IV. Bantuan proyek Jumlah
Departemen Keuangan RI
1984/1985 APBN 3.510,00 3.129,80 380,2 1.516,50 92,8 201,9 253 580,8 98,4 10,6 39,8 80,1 8,5 150,6 1.061,30 45'8,7 359,6 243 4.371,50 10.459,30
1985/1986 RAPBN 3.644,30 3.249,10 395,2 1.643,50 98,6 215,9 280 617 114,5 11,5 42,3 87,5 8,8 167,4 1.062,00 557,8 255,6 248,6 4.297,20 10.647,00
64
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
2.3.6. Pengawasan pembangunan Fungsi pengawasan keuangan negara memegang peranan yang makin penting, terutama dengan makin meningkatnya volume anggaran yang dikelola sebagai konsekuensi dari makin meluasnya kegiatan pembangunan yang dilaksanakan selama Pelita I, II dan III. Dalam Pelita IV, fungsi pengawasan makin ditingkatkan dan disempumakan lagi, serta disesuaikan dengan sasaran-sasaran pembangunan yang hendak dicapai. Peningkatan pengawasan pertama-tama mempunyai arti peningkatan aparatur pengawasan, baik organisasi maupun kegiatannya. Peningkatan organisasi tersebut meliputi peningkatan kedudukan, penyesuaian besarnya organisasi dan personil, peningkatan tatakerja keterampilan serta keahlian, sedangkan peningkatan kegiatan berarti perluasan ruang lingkup dan luasnya jangkauan pengawasan. Selanjutnya peningkatan pengawasan adalah juga menggerakkan seluruh aparatur pelaksana untuk secara aktif melaksanakan pengawasan terhadap bawahannya, yang biasa disebut pengawasan atasan langsung. Akibat dari peningkatan pengawasan atasan langsung maka timbul kebutuhan akan peningkatan media yang akan dipergunakan dalam pengawasan tersebut. Oleh karenanya perlu diciptakan dan ditingkatkan mutu sistem pengendalian manajemen dalam tiap aparatur Pemerintah. Peningkatan penggunaan hasilhasil pengawasan oleh seluruh aparatur yang berwenang, yaitu peningkatan pelaksanaan tindak lanjut, baik itu berupa tinda._an terhadap para pelaku, maupun berupa tindakan penyempumaan kelembagaan, kepegawaian, dan ketatalaksanaan, juga merupakan salah satu aspek dari peningkatan pengawasan. Langkah-langkah yang diambil dalam usaha peningkatan pengawasan serta peningkatan penggunaan hasil-hasil pengawasan oleh seluruh aparatur yang berwenang itu hams diikuti pula dengan usaha peningk::ttan pengertian dan kesadaran akan pengawasan dari seluruh masyarakat, baik aparatur Pemerintah maupun masyarakat umum, atau dengan kala lain peningkatan pemasyarakatan pengawasan. Pada akhir tahun Pelita III telah ditempuh kebijaksanaan untuk melaksanaka_ sistim pengawasan terpadu secara struktural. Untuk mewujudkan integrasi secara struktural di bidang pengawasan seperti dim aksu d, telah diterbitkan Keputusan PresideD Nomor 31 tahun 1983 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1983 tentang Kedudukan, Tugas pokok, Fungsi dan Tatakerja, serta Struktur Organisasi Menko Ekuin dan Pengawasan Pembangunan, dan Inpres No. 15 tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan, yang berlaku sebagai landasan operasional pengawasan. Pelaksanaan pengawasan di bidang anggaran dilakukan dengan cara pemeriksaan secara Departemen Keuangan RI
65
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
rutin, dan pemeriksaan secara serentak pada akhir tahun anggaran terhadap proyekproyek Pelita dan proyek-proyek pembangunan daerah. Adapun jumlah laporan pemeriksaan terhadap realisasi APBN/APBD selama tahun keempat Pelita III adalah sebanyak 11.590 laporan, yang meliputi laporan hasil pemeriksaan penerimaan, pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Sedangkan pemeriksaan serentak terhadap proyek-proyek Pelita, yang pada akhir tahun Pelita I baru mencapai 1.956 proyek, pada akhir Pelita II telah mencakup 3.178 proyek dan selanjutnya pada tahun keempat Pelita III bertambah lagi menjadi 5.211 proyek. Hasil pemeriksaan tersebut menggambarkan kemajuan di dalam disiplin administrasi para pelaksana proyek, yang tercermin dari perkembangan jumlah berita acara yang tidak benar dan realisasi fisik yang tidak sesuai dengan DIP. Berita acara yang tidak benar pada periode tersebut masing-masing adalah 0,20 persen, 0,14 persen dan 0,03 persen dari nilai yang diperiksa. Sedangkan jumlah kejadian realisasi fisik yang tidak sesuai dengan DIP pada akhir Pelita I, Pelita II, dan pada tahun keempat Pelita III masing-masing adalah sebanyak 0,19, 0,04 dan 0,08 kejadian per proyek. Perkembangan hasil pemeriksaan khusus proyekproyek Pelita dapat diikuti pada Tabel II.17. Mulai tahun terakhir Pelita III, pemeriksaan serentak atas proyek-proyek Repelita tidak lagi dilaksanakan tiap tahun tetapi akan dilakukan sewaktu-waktu bilamana dianggap perlu. Hal ini adalah karena berdasarkan hasil-hasil pengawasan sejak Pelita I sampai dengan akhir tahun keempat Pelita III, disiplin administrasi proyek-proyek Pelita secara keseiuruhan bertambah baik.
1. Jumlah Proyek Pelita Yang dipcriksa 2. Nilai DIP yang diperiksa ( jutaan rupiah)
Tabel II.17 HASIL PEMERIKSAAN KHUSUS PROYEK.PROYEK PELlTA, 1969/1970 - 1982/1983 PEL1TA I PEL ITA II PEL ITA III 1969/1970 1970/1971 1971/1972 1972/1973 1973/1974 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 759 992 1.483 1.791 1.956 2.100 2.512 2.783 2.940 3.178 4.024 4.262 4.821 5.211 -20,18% -42,26% -71,60% -80,89% -80% -79,06% -81,21% -88,74% -89,66% -90,10% -96,45% -88,39% -90,88% -93,33% data-data tak 58.475 87.756 138.784 146.851 222.104 355.103 507.867 647.025 846.773 1.687.5402) 1.912.8172) 3.246.9192) 4.116.729 dijumpai karena sasaran pemeriksaan ada1ah Kas Opname s.d.a 51.599 85.639 137.410 145.703 213.694 350.173 501.445 632.544 834.956 - 3) - 3) - 3)
3. Nilai SKO yang diperiksa 4. Fenerbitan SPMU oleh KPN: (Murni) (jutaan Rp) - beban tetap s.d... 18.514 48.408 70.057 80.157 97.038 - beban sementara s.d... 20.276 16.089 27.620 30.782 44.634 - jumlah s.d... 38.790 64.497 97.677 110.939 141.672 5. Penerbitan SPMU oleh KPN : (dalam pcrsentase) - beban tetap s.d... 47 % 75% 72 % 72% 68,49% - bcban sementara s.d... 53% 25% 28% 28% 31,51% 6. Berita acorn yang tidak benar (jutaan RP)I) 1.151 248 111 108 306 368 - jumlab kejadian 106 52 78 144 78 7. Realisasi pisik yang tak sesuai dengan DIP (jumlah kejadian) 129 201 88 354 215 8. Nilai SlAP yang dipcriksa per 1 April tahun berikutnya (jutaan Rp) 12-375 23.221 27.324 38.370 41.142 86.683 1) Daiam Pelita I terdiri atas pcnerbitan SPMU murni SlAP: dalam Pelita II khusus penerbitan SPMU murni saja 2) Jumlab anggaran yang diperiksa 3) Mulai tabun anggaran 1979/1980 DIP berfungsi sebagai SKO
154.759 66.740 221.499
207.011 97.140 304.151
226.171 129.233 355.404
246.333 159.682 406.015
362.421 261.639 624.060
676.024 491.214 I.l67.238
857.295 616.065 1.473.360
1.054.011 718.567 1.772.578
69,86% 30,14%
68,06% 31,94%
63,63% 36,37%
60,67% 39,33%
58,07% 41,93%
57,92% 2,08%
58,19% 41,81%
59,46% 40,54%
273 95
260 66
979 173
1.214 122
3.398 157
828 -
3.123 268
1.098 366
234
224
277
126
282
364
361
410
160.789
251.326
369.361
566.015
704.540
969.814
1.180.162
1.647.101
Dalam tahun 1983/1984, telah dilakukan pemeriksaan serentak terhadap belanja pegawai daerah otonom dan pegawai pusat pada 27 propinsi, dalam rangka memperoleh gambaran mutakhir mengenai jumlah pegawai Pemerintah serta permasalahannya. Dari hasil pemeriksaan belanja pegawai tersebut, ditemukan hal-hat mengenai ketertiban administrasi Departemen Keuangan RI
66
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
kepegawaian maupun hal-hal yang merugikan negara, diantaranya ialah pembayaran gaji pegawai fiktif, pembayaran gaji kepada pegawai yang belum/tidak berhak, pembayaran rangkap kepada pegawai berupa pembayaran dari perusahaan dan dari Pemerintah daerah, pembayaran rangkap kepada pegawai berupa pembayaran dari dua instansi Pemerintah, kelebihan pembayaran tunjangan keluarga, kelebihan pembayaran kepada pegawai yang tidak patuh kepada disiplin kepegawaian (meninggalkan tugas lebih dari 2 bulan tanpa alasan), kesalahan perhitungan yang mengakibatkan pembayaran gaji lebih besar dari seharnsnya, kesalahan perhitungan yang mengakibatkan pembayaran pensiunan lebih besar dari yang seharnsnya, dan sebagainya. Pemeriksaan secara rutin juga dilakukan terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang meliputi pemeriksaan atas Persero, Perum, Perjan, dan perusahaan-perusahaan negara yang didirikan dengan undang-undang tersendiri, seperti Pertamina dan bank-bank milik negara. Terhadap BUMN ini pada umumnya dilakukan pemeriksaan terhadap neraca dan perkiraan rugi laba, yang diakhiri dengan pernyataan akuntan yang dapat dipergunakan untuk menilai kemajuan dan ketertiban perianggungjawaban keuangan. Pernyataan akuntan "menyetujui tanpa syarat" (yaitu pernyataan terhadap laporan keuangan BUMN jang disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi) dari tahun ke tahun terus meningkat jumlahnya. Hal ini menunjukkan bahwa administrasi pertanggungjawaban keuangan perusahaan semakin bertambah baik. Pada akhir Pelita II, dari selurnh BUMN yang diperiksa terdapat 79 perusahaan yang memperoleh pernyataan "menyetujui tanpa syarat", sedang dalam tahun terakhir Pelita III terdapat kenaikan jumlah pernsahaan yang mendapat pernyataan "menyetujui tanpa syarat menjadi 230 perusahaan. Pengeluaran negara yang menyangkut subsidi BBM mengalami kenaikan karena meningkatnya biaya pokok BBM dan semakin naiknya permintaan masyarakat akan BBM. Sehubungan dengan itu telah dilakukan penelitian atas pengetrapan prinsip-prinsip perhitungan biaya BBM yang telah ditetapkan. Usaha-usaha Pertamina di dalam mencapai accountability dan auditability di bidang tata usaha keuangannya meliputi pula anak-anak perusahaan/joint venture Pertamina. Selain itu dilakukan pula pemeriksaan terhadap para kontraktor minyak asing yang mengadakan kerja sama dengan Pertamina dalam bentuk Kontrak Bagi Hasil, dan Kontrak Karya. Pemeriksaan tersebut dilakukan terhadap selurnh kontraktor minyak asing yang telah berproduksi secara komersial. Pada umumnya hasil pemeriksaaan terhadap kontraktor minyak asing tersebut menguntungkan Pemerintah karena terdapat koreksi-koreksi perhitungan biaya, yang mengakibatkan bertambahnya bagian Pemerintah berupa pajak dan minyak mentah.
Departemen Keuangan RI
67
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Sejak tahun 1979/1980 tahap pengawasan ditingkatkan dengan pemeriksaan operasional, yang berarti adanya perluasan sasaran pemeriksaan. Kalau dalam Pelita I dan Pelita II pemeriksaan hanya ditujukan terntama kepada segi keuangan saja, maka pada Pelita III sasaran diperluas sampai kepada pemeriksaan untuk melihat apakah suatu kegiatan/program dilaksanakan dengan menggunakan dana yang tersedia secara efisien, dan apakah hasil atau manfaat yang diinginkan dari suatu kegiatan/program telah diperoleh secara efektif. Pemeriksaan operasional ini dilaksanakan baik terhadap kegiatan/program yang dibiayai dengan dana-d.ana yang berasal dari APBN/APBD, maupun terhadap badan-badan usaha negara. Pemeriksaan operasional tersebut belum dapat menjangkau seluruh bidang kegiatan pemerintahan umum dan pembangunan, melainkan baru terbatas kepada sasaran-sasaran yang diprioritaskan. Di bidang penerimaan negara, pemeriksaan operasional dilakukan terhadap penerimaan pajak/lpeda serta bea dan cukai. Sedangkan untuk program pembangunan, pemeriksaan operasional dilakukan terhadap program transmigrasi termasuk program pemukiman daerah transmigrasi, program peningkatan produksi tanaman pangan program pembangunan jaringan irigasi baru, program perbaikan dan peningkatan irigasi, program pengembangan daerah rawa, program rehabilitasi dan. pemeliharaan jalan dan jembatan, program pembangunan jalan dan jembatan. Selanjutnya terhadap program pembangunan daerah, pemeriksaan operasional dilakukan antara lain terhadap proyek-proyek Inpres pembangunan kabupaten, sarana kesehatan, sekolah dasar, serta reboisasi dan penghijauan. Sementara itu terhadap Badan Usaha Milik Negara, pemeriksaan operasional dilakukan antara lain terhadap perkreditan , penyaluran pupuk, telekomunikasi, serta pos dan giro. Dari hasil pemeriksaan operasional tersebut, telah ditemukan beberapa bidang yang dipandang masih dapat ditingkatkan dayaguna dan hasilgunanya; kepada para pejabat yang bertanggungjawab telah disarnpaikan saran-saran penyempumaan lebih lanjut. Dalam tahun 1983/1984 telah dilakukan pula pemeriksaan khusus terhadap kasuskasus penyimpangan, dan pengawasan terhadap kelancaran pelaksanaan pembangunan. Dari hasil pemeriksaan khusus tersebut ditemukan 147 kasus yang diduga mengandung unsur tindak pidana, terdiri dari 106 kasus yang menyangkut APBN/APBD, dan 41 kasus yang menyangkut BUMN/BUMD. Selanjutnya sebanyak 28 kasus yang menyangkut APBN/ APBD, dan sebanyak 8 kasus yang menyangkut BUMN/BUMD telah disampaikan kepada Kejaksaan Agung. Dalam triwulan I tahun 1984/1985, dari hasil pemeriksaan khusus ditemukan 47 kasus yang mengandung unsur tindak pidana, terdiri dari 43 kasus yang menyangkut APBN/ APBD,
Departemen Keuangan RI
68
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
dan 4 kasus yang menyangkut BUMN. Dari kasus yang menyangkut APBN/APBD, sebanyak 14 kasus telah diteruskan ke Kejaksaan Agung, sedangkan terhadap 2 kasus yang menyangkut BUMN telah dilakukan tindak lanjutnya berupa tindakan administratif dan tuntutan ganti rugi kepada yang bersangkutan. Semua kasus yang disampaikan kepada Kejaksaan Agung telah diteruskan pula kepada Kejaksaan Tinggi di masing-masing daerah. Dalam rangka meningkatkan jumlah aparat pengawasan, melalui pendidikan pembantu akuntan, ajun akuntan dan akuntan, yang diselenggarakan pada Sekolah Tinggi Akuntansi Negara telah dihasilkan tenaga-tenaga pemeriksa. Dewasa ini Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah memiliki 3.239 orang tenaga pemeriksa yang terdiri dari 1.190 orang akuntan, 1.473 orang ajun akuntan, dan 309 orang pembantu akuntan, ditambah pula dengan 267 orang tenaga-tenaga sarjana dan sarjana muda jurusan non akuntan yang dijadikan tenaga pemeriksa setelah mendapatkan pendidikan tambahan. Sernentara itu jumlah tenaga pemeriksa pada aparat pengawasan fungsionallainnya seperti Inspektorat Jenderal, Inspektorat Wilayah Propinsi, dan Inspektorat Wilayah Kabupaten/ Kotarnadya berdasarkan data sementara adalah sebanyak 7.370 orang. Bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, jumlah tenaga pemeriksa tersebut menunjukkan adanya kenaikan. Di samping usaha-usaha meningkatkan jumlah aparat pengawasan, dilakukan pula usaha untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan teknis dari tenaga-tenaga yang sudah ada melalui penataranpenataran, baik yang diselenggarakan oleh BPKP maupun oleh departemen , atau Pemerintah Daerah. Selanjutnya untuk menciptakan keseragaman mutu hasil pemeriksaan, kepada para pemeriksa dibekali norma pemeriksaan, yaitu standar-standar keahlian para pelaksana, pelaksanaan tugas, dan pelaporan yang harns dipenuhi. Sedangkan sebagai petunjuk pelaksanaan pengawasan secara lebih teknis, kepada para pengawas dibekali pula dengan tata cara pelaksanaan pemeriksaan. Meskipun usaha-usaha peningkatan aparat pengawasan secara kualitas maupun kuantitasnya terus dijalankan, tetapi jumlah dan kondisi aparat pengawas yang ada saat ini masih belum memadai bila dibandingkan dengan makin kompleks dan luasnya ruang lingkup pengawasan, serta makin banyaknya objek pemeriksaan yang hams ditangani. Sehubungan dengan itu agar dapat mendukung tercapainya sasaran strategis pengawasan pada masa mendatang, dalam tahun 1985/1986 Pemerintah terus berusaha meningkatkan serta menyempurnakan fungsi pengawasan. Di samping itu dilanjutkan usaha untuk meningkatkan mutu sistem pengendalian manajemen, sehingga dapat menghasilkan mekanisme pengawasan terhadap bawahan, dalam arti bahwa pengawasan atasan bukan lagi merupakan pekerjaan terpisah dari fungsi pimpinan. Selanjutnya hasil-hasil pengawasan aparat pengawasan
Departemen Keuangan RI
69
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
fungsional diharapkan akan menjadi bagian dari informasi untuk pengambilan keputusan dan perumusan kebijaksanaan. Sejalan dengan itu pendidikan dan latihan tenaga pengawas, serta pengembangan petunjukpetunjuk tatacara pelaksanaan pemeriksaan terus dilanjutkan untuk lebih meningkatkan mutu aparat pengawasan fungsional. Seluruh kebijaksanaan dan langkahIangkah di bidang pengawasan tersebut diarahkan agar pada akhir Repelita IV terbentuk sistem pengendalian manajemen yang mampu mencegah secara dini terjadinya pemborosan, kebocoran, dan penyimpangan. Sistem pengendalian manajemen tersebut akan ikut mewujudkan aparatur Pemerintah yang berdayaguna dan berhasilguna, karena berkembangnya standar dan norma untuk mengukur efisiensi, di samping pelaksanaan rencana memiliki pengendalian yang menjamin tercapainya tujuan-tujuan yang ditetapkan dalam rencana.
Departemen Keuangan RI
70
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
BAB III HARGA, GAJI DAN UPAH
3.1. Pendahuluan Stabilitas ekonomi yang cukup mantap merupakan landasan yang menjamin lancarnya pembangunan tahap berikutnya. Oleh karena itu senantiasa diusahakan tercapainya kestabilan harga di dalam negeri melalui penyediaan bahan kebutuhan pokok yang cukup, dan penyaluran yang cepat bagi masyarakat. Melalui program stabilisasi senantiasa diusahakan agar laju inflasi dapat dikendalikan, sehingga dapat memperkuat landasan bagi pelaksanaan Repelita selanjutnya. Dari perkembangan laju inflasi selama Pelita I sampai dengan Pelita III, terlihat bahwa rata-rata laju inflasi dalam Pelita I (1969/1970-1973/1974) adalah sebesar 17,48 persen setahun, sedang dalam Pelita II (1974/1975-1978/1979) dan Pelita III (1979/1980-1983/1984) laju inflasi menurun masing-masing menjadi rata-rata sebesar 14,77 persen dan sebesar 13,16 persen per taboo. Selanjutnya selama sembilan bulan dalam tahun pertama pelaksanaan Repelita IV atau tepatnya sampai dengan bulan Desember 1984, laju inflasi adalah sebesar 3,46 persen atau rata-rata 0,38 persen sebulan. Untuk periode yang sarna tahun sebelumnya, laju inflasi adalah sebesar 7,33 persen atau rata-rata 0,81 persen per bulan. Apabila diteliti barang dan jasa yang mempengaruhi tingkat kenaikan barga-barga, bahan pangan merupakan salah sarti kelompok barang yang terrenting. Oleh karena itu Pemerintah senantiasa menjaga stabilitas harganya agar tetap dalam jangkauan daya beli masyarakat. Dengan produksi beras dalam tahun 1984 yang diperkirakan lebih tinggidari tahun sebelumnya, secara umum harga beras di beberapa kota selama bulan April-Oktober 1984 telah mengalami penurunan. Perbedaan harga rata-rata terendah, dan harga rata-rata tertinggi di beberapa kota adalah sekitar 2,8 persen. Harga-harga di dalam negeri juga dipengaruhi oleh harga-harga di luar negeri, seperti misalnya dengan emas, komoditi ekspor dan lain-lain., Dalam bulan-bulan terakhir tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Nopember, harga emas di bursa internasional cenderung mengalami penurunan, dan hal itu telah mengakibatkan harga emas di pasar Jakarta mengalami penurunan pula. Dilain pihak menguatnya nilai dollar Amerika telah menyebabkan kurs matauang terse but terus meningkat di posaran. Namun matauang lainnya secara umum tidak mengalami gejolak harga yang cukup besar. Sementara itu perkembangan harga komoditi ekspor di pasar internasional selama tahun anggaran 1984/1985 sampai dengan bulan Nopember menunjukkan perkembangan yang agak baik, khususnya dalam hal lada putih, lada
Departemen Keuangan RI
71
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
hitam, kopi robusta eks Lampung dan timah putih. Sebaliknya penurunan harga telah terjadi pada karet jenis RSS III, dan perkembangan harga yang tak menentu telah terjadi pada kopra serta minyak sawit. Perkembangan indeks harga perdagangan besar Indonesia dalam tahun 1984 sampai dengan bulan Agustus telah meningkat sebesar 11,5 persen, sebagai akibat meningkatnya indeks harga pada sektor-sektor pertanian sebesar 12,0 persen, pertambangan dan penggalian sebesar 8,6 persen, industri sebesar 12,3 persen, serta sektor impor dan ekspor masingmasing sebesar 10,7 persen dan 11,9 persen. Dalam periode yang sarna, indeks harga sektor perdagangan besar bahan bangunan dan konstruksi telah meningkat pula sebesar 7,2 persen. Tabe1 III. 1 PERSENTASE KENAlKAN INDEKS BIAYA HIDUP DI JAKARTA DAN INDEKS HARGA KONSUMEN INDONESIA 1969/1970 - 1984/1985 Tahun kenaikan REPELITA I 1) 1969/1970 1970/1971 1971/1972 1972/1973 1973/1974
Persentase + 10,65 % + 7,78 % + 0,81 % + 20,79 % + 47,35 %
REPELITA II 1) 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979
+ 20,10 % + 19,77 % + 12,12 % + 10,08 % + 11,79 %
REPELITA III 2) 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 1983/1984
+ 19,13 % + 15,85 % + 9,80 % + 8,40 % + 12,63 %
REPELITA IV 1984/1985 (sampai dengan bulan Desember)
+
3,46 %
1) Repelita I dan II berlaku Indeks Biaya Hidup di Jakarta 2) Repelita III mulai diguruikan Indeks Barga Konsumen Indonesia
3.2. Perkembangan harga 3.2.1. Indeks harga konsumen Indonesia Berdasarkan perkembangan indeks harga 150 macam barang dan jasa di 17 kala propinsi, yang digunakan sebagai pengukur perkembangan laju inflasi, terlihat bahwa laju Departemen Keuangan RI
72
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
inflasi selama tahun anggaran 1984/1985 sampai dengan bulan Desember, adalah sebesar 3,46 persen atau rata-rata 0,38 persen per bulan. Pada periode yang sarna tahun sebelumnya, laju inflasi adalah sebesar 7,33 persen, atau rata-rata 0,81 persen. perkembangan yang lebih terperinci menunjukkan bahwa dalam bulan Agustus dan September 1984 telah terjadi deflasi masing-masing sebesar 0,15 persen dan 0,10 persen, sedang dalam bulan-bulan April, Mei, Juni, Juli dan Desember 1984 laju inflasi masing-masing sebesar 1,31 persen, 0,65 persen, 0,28 persen, 0,37 persen dan 1,04 persen, serta dalam bulan Oktober dan Nopember 1984laju inflasi adalah sarna, yaitu sebesar 0,03 persen. Bila dilihat faktor penyebab laju inflasi selama periode April-Desember 1984 berdasarkan kelompok maupun sub kelompok barang dan jasa, terlihat bahwa laju inflasi sebesar 3,46 persen tersebut disebabkan oleh meningkatnya indeks harga kelompok makanan dan kelompok perumahan, masing-masing sebesar 2,64 persen dan 2,30 persen, indeks harga kelompok sandang dan kelompok aneka barang dan jasa masing-masing sebesar 2,49 persen dan 7,16 persen. Kenaikan indeks harga kelompok makanan sebesar 2,64 persen antara lain disebabkan naiknya indeks harga sub kelompok daging dan hasil-hasilnya sebesar 7,45 persen, indeks harga sub kelompok ikan segar sebesar 7,71 persen, indeks harga sub kelompok kacang-kacangan sebesar 6,97 persen dan indeks harga sub kelompok minuman yang tidak beralkohol sebesar 6,38 persen. Sementara itu penurunan indeks harga sub kelompok lainnya dalam kelompok makanan terjadi pada indeks harga sub kelompok lemak dan minyak yaitu sebesar 3,98 persen dan indeks harga sub kelompok bumbu-bumbuan sebesar 5,17 persen. Bila diteliti lebih lanjut,kenaikan yang cukup besar pada kelompok makanan terjadi pada bulan Desember 1984 yaitu sebesar 2,47 persen yang disebabkan naiknya indeks harga sub kelompok padi-padian, ubi-ubian dan hasil-hasilnya sebesar 4,03 persen, indek harga sub kelompok telur, susu dan hasil-hasilnya sebesar 5,79 persen dan indeks harga sub kelompok bumbu-bumbuan sebesar 9,76 persen. Dalam indeks harga kelompok perumahan, peningkatan sebesar 2,30 persen yang terjadi selama periode April-Desember 1984 adalah akibat meningkatnya indeks harga sub kelompok biaya tempat tinggal, dan indeks harga sub kelompok biaya penyelenggaraan rumah tangga, masing-masing sebesar 2,43 persen dan 5,74 persen. Kenaikan yang cukup besar pada indeks harga sub kelompok biaya penyelenggaraan rumah tangga pada bulan April dan Nopember 1984 masing_masing sebesar 1,88 persen dan 1,33 persen adalah sebagai akibat meningkatnya upah pembantu di 10
dari 17 .kota propinsi di Indonesia.
Departemen Keuangan RI
73
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986 Tabel III. 2 INDEKS HARGA KONSUMEN INDONESIA, 1979/1980 - 1984/1985 ( 1977/1978 = 100) Tahun anggaran/ rata-rata bulan 1979/1980 Maret 1980/1981 Maret 1981/1982 Juni September Desember Maret 1982/1983 Juni September Desember Maret 1983/1984 Juni September Desember Maret 198411985 April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
Makanan 144,82 172,60 174,35 177,38 179,34 183,38 183,42 186,29 192,72 189,70 205,23 210,48 212,70 220,54 221,16 224,27 225,29 225,93 223,20 222,45 221,52 220,90 226,35
Perumahan 146,70 171,83 176,86 178,32 182,26 200,12 202,01 204,96 209,76 228,76 234,86 236,45 238,08 263,88 265,64 265,88 266,14 267,34 267,94 267,95 268,53 269,46 269,99
Sandang 173,82 192,82 194,43 197,28 198,19 200,27 202,03 204,48 205,02 204,60 210,18 212,96 214,04 215,14 215,72 216,03 217,50 218,77 219,68 219,77 220,34 220,46 220,58
139,58 161,88 163,47 166,70 168,76 183,90 184,93 187,73 189,32 210,57 217,18 219,51 221,54 229,77 240,34 240,87 240,93 241,68 244,14 244,57 246,03 246,35 246,54
Umum 147,14 172,14 174,73 177,40 179,82 189,63 190,49 193,41 197,85 205,99 216,19 219,61 221,53 233,42 236,48 238,02 238,69 239,58 239,22 238,98 239,06 239,14 241,63
Tabel III. 3 INDEKS UMUM HARGA KONSUMEN DI 17 KOTA DI INDONESIA, 1979/1980 -1984/1985 ( 1977/1978 = 100 ) Tahun anggaran/ rata-rata bulan 1979/1980 Maret 1980/1981 Maret 1981/1982 Maret 1982/1983 Maret 1983/1984 Juni September Desember Maret 1984/1985 April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
Medan 149,51 171,33 183,30 199,93 211,37 213,27 214,89 227,01 230,64 232,45 231,33 234,08 233,18 233,19 232,90 233,03 236,52
Departemen Keuangan RI
Padang Palembang Jakarta Bandung Semarang 148,09 156,98 143,02 147,,21 149,10 177,61 188,24 160,77 175,19 179,89 191,30 204,08 175,99 194,21 197,24 210,58 223,02 189,84 214,79 218,28 214,69 237,59 197,40 227,93 224,46 221,68 242,29 200,11 233,21 231,53 226,33 243,75 200,65 234,70 233,51 238,88 257,37 215,22 243,86 239,78 238,52 255,12 219,48 244,05 243,17 238,11 256,52 220,39 246,25 244,48 240,46 258,46 220,89 246,72 245,18 240,48 257,55 221,73 247,57 246,40 240,08 258,03 221,67 247,09 245,43 238,55 259,55 221,34 246,29 245,73 238,11 258,60 221,59 247,36 245,65 238,78 257,49 221,61 247,90 245,78 239,65 259,20 224,25 252,34 247,31
Yogyakarta Surabaya Denpasar 152,82 148,73 147,57 177,62 183,09 185,29 208,57 203,58 206,45 220,98 223,79 239,33 236,02 237,43 245,14 237,77 241,52 240,40 242,56 245,34 242,12 255,48 255,28 262,82 255,67 259,72 272,00 258,H 261,47 275,91 257,08 262,93 275,07 258,82 263,62 276,91 258,08 263,08 276,97 258,12 263,43 273,51 258,08 263,02 273,45 257,40 263,36 274,69 262,13 265,16 274,56
74
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Tabel III. 3 (lanjutan) Tahun anggaran/ rata-rata bulan 1979/1980 Maret 1980/1981 Maret 1981/1982 Maret 1982/1983 Maret 1983/1984 Juni September Desember Maret 1984/1985 April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
Mataram 148,29 175,17 192,53 214,57 214,67 218,25 222,9 230,55 232,65 234,56 236,1 236,56 235,44 232,6 231,82 232,66 236,21
Kupang 150,42 175,51 193,91 218,04 223,8 219,76 218,37 227,47 227,9 230,84 231,44 231,15 232,09 232,05 231,33 229,84 229,65
Pontianak 148,55 161,45 180,95 197,81 205,68 210,65 212,56 223,4 225,36 225,95 228,83 226,55 228,62 228,54 228,65 228,9 229,09
Banjarmasi n 163,97 191,49 208,81 219,97 243,27 242,5 244,17 253,95 255,21 258 257,23 257,97 259,71 259,55 258,92 259,46 260,84
Manado 149,2 179,67 193,53 209,31 216,92 221,09 225,27 235,81 241,19 247,81 246,33 246,12 242,63 238,78 241,19 241,17 241,01
Ujung pandang Ambon 145,24 135,52 164,46 144,37 191,42 160,28 201,52 177,7 206,96 192,2 208,25 200,3 212,72 206,01 223,56 216,13 224,39 217,11 226,7 219,65 228 227,17 228,79 232,09 227,72 224,74 227,09 215,79 227,68 212,4 227,55 211,15 230,39 212,73
Jayapura 128,93 157,35 180,66 214,87 231,22 233,63 227,18 231,68 231,02 229,43 236,62 237,19 241,57 244,06 253,81 249,35 242,03
Indeks harga kelompok sandang selama bulan April-Desember 1984 telah meningkat sebesar 2,49 persen. Peningkatan terse but disebabkan oleh naiknya indeks harga sub kelompok san dang lakiIaki, sub kelompok sandang anak-anak, dari sub kelompok sandang wanita masing-masing sebesar 3,62 reIsen, 3,52 persen dan 1,97 persen, serta kenaikan indeks harga sub kelompok barang pribadi, dan sandang lainnya sebesar 1,49 persen. Bila dilihat perkembangan per bulannya, peningkatan yang cukup besar dari indeks harga ketiga jenis sandang yaitu sandang laki-Iaki, sandang wanita, dan sandang anakanak telah terjadi dalam bulan Juni dan Juli 1984, yaitu pada saat-saat menjelang Idul Fitri, sedapg dalam bulan-bulan lainnya hanya mengalami peningkatan yang relatif rendah. Indeks harga kelornpok aneka barung dan jasa yang meningkat sebesar 7,16 persen, antara lain disebabkan naiknya indeks harga sub kelompok transpor sebesar 10,13 persen, indeks harga sub kelompok pendidikall sebesar 8,61 persen, dan indeks harga sub kelompok kesehatan sebesar 5,35 persen. Kenaikan yang cukup besar dari biaya angkutan umum dalam bulan April 1984, kenaikan harga alar-alar tulis dan buku tulis, yang termasuk pada indeks harga sub kelompok pendidikan, dalam bulan Juli dan Nopember 1934, serta meningkatnya harga obat tanpa resep adalah merupakan faktor penyebab meningkatnya beberapa
indeks harga tersebut di atas. Perkembangan indeks harga konsumen beserta komponennya dapat dilihat dalam Tabel III.1 Laju inflasi di 17 kota selama sembilan bulan tahun anggaran 1984/1985 telah menunjukkan perkembangan yang relatif besar untuk kota Jayapura, Denpasar, Medan, dan DKI Jakarta yaitu masingmasing sebesar 4,57 persen, 4,45 persen, 4,15 persen dan 4,13 persen, sedangkan laju penurunan harga terjadi di kota Ambon sebesar 1,35 persen . Laju inflasi di kota-kota lainnya hanya berkisar antara 0,33 persen sampai 3,44 persen. Perkembangan indeks harga konsumen di setiap kala dapat dilihat dalam Tabel III. 3.
Departemen Keuangan RI
75
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
3.2.2.
Harga beberapa barang konsumsi utama Perkembangan harga beras di beberapa kala di Indonesia selama periode April sampai dengan
Oktcber 1984 secara umum relatif stabil. Produksi beras dalam tahun 1984 yang diperkirakan lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya, serta penyaluran yang cukup lancar ke pasaran telah
menyebabkan stabilnya harga beras dalam periode tersebut. perkembangan harga beras yang relatif stabil antara lain terjadi di kola Semarang, Medan dan Banjarmasin, masing-masing pada tingkat harga Rp 291,67, Rp 348,02 dan Rp 333,46 per kilogram. Sedangkan harga yang bervariasi antara Rp 263,36 sampai Rp 425,- per kilogram terjadi di kola Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Ujungpandang dan Denposar. Perbedaan harga rata-rata terendah, dan harga rata-rata tertinggi di beberapa kola adalah sebesar 2,8 persen. Harga tepung terigu di beberapa kola di Indonesia dalam periode April-Oktober 1984 berkisar antara Rp 275,- sampai Rp 395,- per kilogram. Peningkatan yang cukup tinggi telah terjadi hampir di semua kola dalam bulan Agustus 1984, dengan peningkatan terbesar terjadi di kola Ujungpandang yaitu sebesar 13,8 persen. Sedangkan dalam bulan-bulan lainnya harga tepung terigu tidak mengalami peningkatan yang berarti, bahkan di kota Banjarmasin selama periode April-Oktober 1984 mengalami kestabilan, yaitu tetap pada tingkat harga Rp 275,- per kilogram Tabel III.4 HARGA RATA-RATA BERAS MUTU MENENGAH, TEPUNG TERIGU, GULA PASIR DAN TEKSTIL DI BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA, 1973/1974 - 1984/1985
Kota Bandung
Yogyakarta
Semarang
Surabaya
Medan
Banjarmasm
Ujungpandang
Denpasar
jenis barang Beras Tepung terigu Gula posir Tekstil Beras Tepung terigu Gula posir Tekstil Beras Tepung terigu Gula posir Tekstil Beras Tepung terigu Gula posir Tekstil Beras Tepung terigu Gula posir Tekstil Beras Tepung terigu Gula posir Tekstil Beras Tepung terigu Gula posir Tekstil Beras Tepung terigu Gula posir Tekstil
Departemen Keuangan RI
( Rp{kg ) ( Rp{kg) ( Rp{kg ) (Rp{m) ( Rp{kg ) ( Rp{kg ) ( Rp{kg ) (Rp{m) ( Rp{kg ) ( Rp{kg ) ( Rp{kg ) (Rp{m) ( Rp{kg) ( Rp{kg ) ( Rp{kg ) (Rp{m) ( Rp{kg ) ( Rp{kg) (Rp{kg) (Rp{m) ( Rp{kg ) ( Rp{kg) ( Rp{kg ) (Rp{m) ( Rp{kg) ( Rp{kg) ( Rp{kg) (Rp{m) ( Rp{kg) ( Rp{kg ) ( Rp{kg ) (Rp{m)
1973/1974 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979 Maret Maret Maret Maret Maret Maret 103,33 103,33 146,25 150,-157,71 172,78 81,66 100,-125,-123,33 125,-166,89 135,-170,-185,-193,33 215,84 262,5 241,66 220,-200,-250,-250,-311,11 82,17 90,-120,-115,128,06 153,89 75,-95,-120,-130,-125,-166,11 125,67 159,5 175,-185,-226,39 261,67 250,-246,67 235,-235,-250,250,-91,67 103,33 143,33 150,-159,79 170,09 75,-96,67 125,-125,-125,-160,-125,-165,-176,67 180,-218,88 244,34 180,-193,33 183,33 221,67 242,08 273,96 89,-104,-135,-150,-160,88 173,33 79,-90,-120,-125,-124,13 157,5 129,-160,-180,-180,-217,33 255,81 250,-245,-215,-200,-213,75 300,-103,75 105,-125,-135,139,63 165,-85,-100,-130,-140,-135,-173,33 140,-170,-190,-190,-230,-257,25 200,-200,-200,-200,-200,-325,-133,75 93,75 135,94 132,18 131,85 191,84 84,17 100,-125,-125,-135,44 175,83 137,5 165,-188,75 190,-235,62 278,54 206,67 175,-175,-176,25 201,25 265,62 95,-105,-125,-130,-135,-155,-75,-90,-120,-120,-120,-168,33 140,-165,190,-190,-223,75 252,5 200,-200,-250,-250,-200,-425,-80,-92,5 145,-155,-156,67 182,5 90,-100,-125,-135,-135,-175,-140,-165,-185,190,-215,-262,5 210,-180,-200,-225,-275,--
76
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
K o t a / Jenis barang Bandung Beras Tepung terigu Gula pasir Tekstil Y ogyakarta Beras Tepung terigu Gula pasir Tekstil Semarang Beras Tepung terigu Gula pasir Tekstil Surabaya Beras Tepung terigu Cula posir Tekstil Medan Beras Tepung terigu Gula pasir Tekstil Banjarmasin Beras Tepung terigu Gula pasir Tekstil Ujungpandang Beras Tepung terigu Gula pasir Tekstil Denposar Beras Tepung terigu Gula pasir Tekstil 1) Sampai dengan Oktober 198
( Rp/kg) (Rp/kg ) ( Rp/kg) (Rp/m) ( Rp/kg ) ( Rp/kg ) (Rp/kg ) (Rp/m) ( Rp/kg ) ( Rp/kg ) ( Rp/kg ) (Rp/m) ( Rp /kg ) ( Rp/kg ) ( Rp/kg ) (Rp/m) ( Rp /kg ) ( Rp/kg ) ( Rp/kg ) (Rp/m) ( Rp/kg) ( Rp/kg) ( Rp/kg ) (Rp/m) ( Rp/kg) ( Rp/kg ) ( Rp/kg ) (Rp/m) ( Rp/kg) ( Rp/kg) ( Rp/kg) (Rp/m)
Tabel 111.4 (lanjutan) 1979/1980 1980/1981 Maret Maret 219,94 252,97 193,74 226,46 287,92 481,63 571,67 600,183,07 196,3 178,34 225,-272,5 511,-437,5 500,206,71 226,38 188,54 225,33 278,12 473,97 326,46 351,67 214,68 205,51 175,19 216,82 269,34 486,83 400,-450,206,5 236,16 195,5 250,-290,75 503,-400,-425,-219,38 210,41 176,11 224,22 281,57 529,57 400,-475,-200,-222,-178,75 228,34 278,75 510,-400,-600,-245,-285,-190,-255,-273,75 555,-300,-350,--
1981/1982 Maret 281,88 250,-527,87 590,8 208,55 252,75 514,-500,-239,89 260,-503,8 400,-206,34 250,-516,4 415,2 246,25 275,-510,-425,-242,91 265,-550,-500,-230,-250,-550,600,-315,-255,-- . 525,-350,--
1982/1983 Maret 319,22 275,67 540,-541,67 271,99 273,83 527,33 500,-288,36 265,33 518,83 400,-274,21 261,84 528,48 423,04 315,-275,-550,-425,-268,65 272,-563,-525,-385,-267,-550,-700,-381,-271,536,-350,--
1983/1984 Maret 272,16 330,83 564,17 649,75 221,33 321,67 542,42 500 236,08 323,17 542,25 567,58 217,25 319,08 550,25 461,25 289,75 342,58 576,25 430,42 260,5 275,-575,33 525,-322,92 327,42 584,92 500,-267,5 327,75 559,67 407,08
1984/19851) s/d Oktober 315,63 375,33 626,67 714,-269,35 373,39 599,56 633,33 291,67 386,33 621,67 762,5 275,;n 377,-610,72 702,52 349,43 395,-625,-900.-332,55 275,635,-740,-280,6 393,34 650,-650,-425,-375,-615,-500,--
Kebijaksanaan Pemerintah dalam usaha meningkatkan produksi gula pasir antara lain dilaksanakan melalui rehabilitasi pabrik-pabrik gula, pembangunan pabrik-pabrik baru, dan penyesuaian harga provenue gula pasir. Di sam ping itu dalam rangka menunjang program tebu rakyat intensifikasi, mulai bulan Oktober 1980'Pemerintah menjamin pemasaran seluruh gula rani baik yang merupakan bagian petani, maupun yang merupakan bagian pabrik. Dengan demikian petani dapat menerima harga yang ditetapkan, dan konsumen terhindar dari gejolak kenaikan harga. Berdasarkan perkembangan harga gula posir di beberapa kota selama periode April-Oktober 1984 sebagaimana terlihat dalam Tabel III.4, kenaikan harga yang cukup tinggi terjadi dalam bulan Mei dan Agustus 1984 yang berkisar antara 0,3 persen sampai 6,3 persen. Kenaikan harga tepung terigu yang terjadi pada bulan Agustus 1984 telah pula mempengaruhi perkembangan harga gula pasir, sehingga dalam bulan tersebut terjadi peningkatan di kota Ujungpandang, Semarang dan Surabaya, masing-masing sebesar 4,0 persen, 2,6 persen dan 2,3 persen. Produksi tekstil yang mencukupi telah menyebabkan perkembangan harga tekstil di
Departemen Keuangan RI
77
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
beberapa kota relatif stabil. Dalam bulan-bulan menjelang Idul Fitri, yaitu bulan Juni dan Juli 1984, harga tekstil tidak mengalami kenaikan yang berarti, bahkan di kota Semarang dalam bulan Juli 1984 harga menurun sebesar 0,3 persen. Selama periode April-Oktober 1984, harga tekstil di beberapa kota berkisar antara Rp 500,- sampai Rp 900,- per meter. Harga terendah terjadi di kola Denpasar dengan tingkat harga Rp 500,- per meter, sedang harga tertinggi terjadi di kota Medan dengan harga Rp 900,- per meter. perkembangan harga barang-barang konsumsi Utama dapat dilihat dalam Tabel IlI.4. Tabel III.5 HARGA BEBERAPA VALUTA ASING DI JAKARTA, 1969/1970 -1984/1985 (hargajual/dalam rupiah per satuan) Tahun anggaran/ rata-rata bulan DM US $ Yen £ HK$ Sing $ 1969/1970 Maret 379,-858,5 63,123,1970/1971 Maret 378,882,62,123,1971/1972 Maret 413,-1.035,72,5 146,127,1972/1973 Maret 414,-980,-80,162,140,1973/1974 Maret 415,-1,25 920,-81,166,153,1974/1975 Maret 416,1,25 950,83,-173,-160,1975/1976 Maret 415,-1,25 830,82,165,153,1976/1977 Maret 415,1,25 690,88,167,167,-1977/1978 Maret 412,1,6 780,89,-179,196,1978/1979 Maret 627,8 3,15 1.302,40 134,291,8 341,6 1979/1980 Maret 632,5 2,57 1.422,50 129,75 289,75 347,25 1980/1981 Maret 632,3,09 1.431,25 123,5 304,75 302,75 1981/1982 Maret 653,75 2,81 1.197,50 115,5 312,276,5 1982/1983 Maret 761,8 3,25 1.151 ,-11 7,40 366,8 318,4 1983/1984 Juni 979,2 4,16 1.527,139,461,6 383,4 September 989,8 4,12 1.488,130,6 461,21 370,6 Desember 996,6 4,31 1.443,131,4 469,6 365,8 Maret 1.020,4,47 1.465,131,2 478,2 386,1984/1985 April 1.006,-4,52 1.443,75 131,75 483,75 383,-Mei 1.011,60 4,46 1.418,132,4 482,6 370,2 Juni 1.015,-4,4 1.408,75 133,481,75 372,-Juli 1.024,4,28 1.373,75 133,75 478,362,75 Agustus 1.041,20 4,33 1.390,13 5 ,80 486,6 363,6 September 1.062,50 4,39 1.365,139,492,25 354,75 Oktober 1.064,4,36 1.326,25 139,25 491,5 349,25 1.067,20 4,41 1.345,-138,8 496,357,Nopember
Swiss F
NFL
110,-125,130,145,205,376,-365,25 335,25 348,75 370,-463,4 455,2 456,2 465,2 461,25 448,-444,75 427,5 432,-426,25 422,5 433,2
125,-140,-143,153,147,-157,-184,-323,2 314,5 274,-251,25 284,8 341,6 329,8 324,-341,-338,5 328,8 330,25 322,322,2 312,5 308,316,4
3.2.3. Indeks harga emas dan valuta asing Fluktuasi kurs matauang dollar Amerika telah mempengaruhi perkembangan harga emas, baik di posaran lokal maupun di posaran internasional. Selama tahun anggaran 1984/1985 sampai dengan bulan Nopember, harga emas 24 karat, 23 karat dan 22 karat di pasar Jakarta telah menurun masing-masing sebesar 7,2 persen, 7,5 persen dan 5,7 persen. Dalam periode yang sarna di pasaran London, harga emas menurun sebesar 15,8 persen. Bila dibandingkan penurunan harga emas di pasar Jakarta dengan di pasar London, maka terlihat bahwa di pasaran Jakarta harga emas mengalami penurunan yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan penurunan yang terjadi di pasar London. Hal ini memperlihatkan bahwa minat masyarakat terhadap logam mulia emas masih cukup besar. Di samping itU penurunan harga Departemen Keuangan RI
78
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
emas tersebut juga merupakan akibat bertambahnya permintaan terhadap matauang dollar Arnerika. Bila dilihat perkembangannya setiap bulan, harga emas 24 karat, 23 karat dan 22 karat selama tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Nopember 1984 umumnya mengalami penurunan. Khususnya dalam bulan Juli 1984, masing-masing mengalami penurunan sebesar 4,6 persen, 4,5 persen dan 4,1 persen. Sedangkan selama empat bulan terakhir yaitu bulan Agustus, September, Oktober dan Nopember 1984, harga emas 24 karat, 23 karat dan 22 karat relatif stabil yaitu tetap raJa harga Rp 11.500,-, Rp 11.000,- dan Rp 10.500,- per gram. perkembangan harga emas dapat dilihat dalam Tabel III.6. Tabel III. 6 HARGA EMAS DI PASAR JAKARTA DAN DI PASAR LONDON, 1969/1970 - 1984/1985 ( dalam rupiah per gram) London Tahun anggaran / Jakarta 24' 23 ' 22' US $/ 1 fine oz rata-rata bulan 1969/1970 Maret 490,-470,-450,-35.32 1970/1971 Maret 510,480,450,-37.38 1971/1972 Maret 620,-580,450,-48.40 1972 / Maret 1.050,1.000,950,-90.00 1973/1974 Maret 1.775,-1.675,1.575,-111.75 1974/1975 Maret 2.312,50 2.212,50 2.100,-177.50 1975 / Maret 1.837,50 1.737,50 1.637,50 129.55 1976/1977 Maret 2.050,1. 950,-1.850,149.13 1977/ 1978 Maret 2.350,-2.260,-2.150,-179.75 1978/1979 Maret 5.080,-4.880,4.680,239.75 1979/1980 Maret 10.750,9.750,-9.000,547.25 1980/ 1981 Maret 10.100,9.593,75 9.100,-576.75 1981 / Maret 7.150,-6.725,-6.375,316.25 1982/1983 Maret 9.980,9.534,9.048,413.00 1983/1984 Juni 12.580,- 11.940,-11.320,-415.00 September 12.800,-- 12.000,-11.500,-385.00 Desember 12.340,-- 11.690,-11.090,375.00 Maret 12.390,- 11.890,-11.140,393.00 1984/1985 April 12.237,50 11.662,50 11.025,-383.75 Mei 12.080,11.480,11.860,384.70 Juni 12.300,11.750,11.000,371.50 Juli 11.737,50 11.225,10.550,336.10 Agustus 11.500,-- d.OOO..10.500,347.11 September 11.500,-- 11.000,-10.500,-346.68 Oktober 11.500.11.000,10.500,336.00 Nopember 11.500,-11.000,10.500,330.80
Meningkatnya kurs matauang dollar Amerika sejak awal tahun anggaran 1984/1985 masih terus berlangsung sampai dengan bulan Nopember 1984. Selama periode AprilNopember 1984, kurs matauang tersebut meningkat sebesar 4,6 persen yaitU dari Rp 1.020,menjadi Rp 1.067,20 per dollarnya. Dari perkembangan kurs dollar setiap bulannya terlihat bahwa kurs dollar Amerika telah mengalami peningkatan tertinggi dalam bulan September 1984 yaitu sebesar 2,1 persen, sedangkan dalam bulan-bulan lainnya selama periode tersebUt Departemen Keuangan RI
79
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
hanya meningkat antara 0,1 sampai 1,7 persen. Kurs dollar Hongkong terus meningkat dengan peningkatan terbesar terjadi dalam bulan September 1984, yaitu sebesar 2,4 persen. Secara urn urn dapat dikatakan bahwa peningkatan yang cukup besar raJa kurs dollar Amerika, maupun pada kurs dollar Hongkong dalam bulan tersebut disebabkan permintaan dalam jumlah yang relatif besar di posaran. Keadaan sebaliknya telah terjadi pada harga matauang Asia yaitu Yen, dollar Singapura dan beberapa matauang Eropa Barat, yang permintaannya tidak menentu sehingga berakibat tidak stabilnya kurs matauang tersebut di pasaran. Bila dilihat perkembangan kurs Yen setiap bulan, maka selama delapan bulan dalam tahun anggaran 1984/1985 atau dalam periode April-Nopember 1984, telah terjadi penurunan dalam bulanbulan Mei, Juni, Juli dan Oktober 1984, sedangkan sebaliknya dalam bulan-bulan lainnya terjadi peningkatan antara 1,1 sampai 1,5 persen. Pola yang hampir sarna terjadi raJa kurs dollar Singapura yang mengalami kenaikan kurs tertinggi dalam bulan Agustus 1984 yaitU sebesar 1,8 persen, sedangkan dalam bulan Juli 1984 mengalami penurunan sebesar 0,8 persen. Secara keseluruhan selama periode April-Nopember 1984, kurs Yen menurun sebesar 1,3 persen, sedang kurs dollar Singapura meningkat dengan 3,7 persen. Perkembangan beberapa matauang Eropa Barat yaitu Poundsterling Inggris, Mark Jerman, Franc Swiss dan Guilder Belanda dalam periode yang sarna secara umum menunjukkan penurunan masingmasing sebesar 8,2 peTscH, 7,5 persen, 6,9 per:sen dan 7,2 persen. Penurunan kurs matauang Poundsterling Inggris dalam bulan Oktober 1984 sebesar 2,8 persen merupakan penurunan yang terbesar diantara penurunan yang terjadi selama kurun waktu April-Nopember 1984. Sedangkan kurs matauang Mark Jerman dan Franc Swiss mengalami penurunan terbesar dalam bulan Juli 1984 masing-masing sebesar 2,5 persen dan 3,9 persen, demikian pula kurs Guilder Belanda mengalami penurunan terbesar dalam bulan September 1984 sebesar 3,0 persen. Perkembangan kurs beberapa valuta asing di pasar Jakarta dapat dilihat dalam Tabel III.8
3.2.4. Harga barang-barang ekspor Memasuki tahun pertama Repelita IV, atau tepatnya pada tahun anggaran 1984/1985 sampai dengan bulan Nopember, harga komoditi ekspor di posar lokal Jakarta yaitu lada putih dan kopi robusta telah mengalami peningkatan masing-masing sebesar 5,6 persen dan 2,0 persen, sedangkan komoditi karet dan kopra selama periode terse bUt telah menurun sebesar 23,8 persen dan 16,7 persen. Secara umum dapat dikatakan bahwa peningkatan dan penurunan harga yang terjadi di posaran lokal adalah akibat perkembangan harga yang terjadi di pasaran internasional. Mengamati perkembangan harga di posaran internasional dalam kaitannya dengan
Departemen Keuangan RI
80
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
ekspor beberapa komoditi Indonesia, terlihat bahwa beberapa komoditi mempunyai prospek yang baik sekali dalam usaha pengembangan ekspor. Hal ini tercermin pada Tabel 111.8, dimana komoditi lada putih, lad a hiram, kopi robusta eks Lampung, dan timah putih selama tahun pertama Repelita IV sampai dengan bulan Nopember 1984 mengalami pemasaran yang makin baik. Selama periode April-Nopember 1984, harga lada putih di posar London, dan lada biram di posar New York telah meningkat masing-masing sebesar 21,9 persen dan 21,0 persen. Menguatnya harga lada putih dan lada biram tersebut adalah akibat menurunnya persediaan, karena memburuknya panen lada dunia dalam tahun 1983/1984 yang diperkirakan masih terus berkelanjutan dalam tahun pallen 1984/1985. Harga kopi robusta eks Lamrung di posar Singapura dalam periode yang sarna naik sebesar 14,1 persen, walaupun di pasar New York sebagai pusat pemasaran kopi dunia dalam periode terse but mengalami penurunan sebesar 5,3 persen. perkembangan harga timah putih di posar London selama periode April-Nopember 1984 menunjukkan kenaikan sebesar 13,5 persen. Peningkatan tersebut bukan merupakan akibat dari meningkatnya permintaan, akan tetapi akibat menurunnya nilai Pound sterling Inggris di pasaran moneter internasional. Perkembangan yang sebaliknya telah terjadi pada harga kopra di posar Manila, dan di posar London serta minyak sawit eks Malaysia di pasar London, yang selama periode April-Nopember 1984 mengalami penurunan masing-masing sebesar 17,0 persen, 17,8 persen dan 15,7 persen. Demikian pula halnya dengan harga karet RSS III di posar New York, London dan Singapura, selama periode tersebut telah mengalami penurunan masing-masing sebesar 27,7 persen, 17,2 persen dan 28,2 persen. Penurunan harga karet sintetis, sehubungan dengan menurunnya harga minyak bumi, merupakan salah sarli sebab menurunnya harga karet tersebut. perkembangan harga komoditi di posar lokal, dan di posar internasional dapat dilihat pada Tabel III.7, Tabel III.8
Departemen Keuangan RI
81
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Tabel III. 7 HARGA BEBERAPA BARANG EKSPOR DI JAKARTA, 1969/1970 - 1984/1985 ( dalam rupiah per kilogram) Tahun anggaran/ Kopra rata-rata bulan (Sulawesi) RSS I Lada putih Kopi robusta 1969/1970 Maret 125,66 50,18 295,-126,57 1970/1971 Maret 106,1 65,4 199,25 156,1971 /1972 Maret 103,12 58,2 257,6 120,62 1972/1973 Maret 199,77 79,7 431,4 293,09 1973/1974 Maret 305,56 192,43 752,19 360,46 1974/1975 Maret 178,35 94,51 526,25 245,82 1975/1976 Maret 243,59 89,18 455,37 507,1976/1977 Maret 278,29 215,5 1.100,2.090,1977/1978 Maret 306,47 233,33 917,5 862,5 1978/1979 Maret 626,66 256,67 1.276,25 1.169,1979/1980 Maret 777,94 242,26 1.162,50 1.225,1980/1981 Maret 690,21 263,4 822,5 968,75 1981/1982 Maret 508,48 243,8 880,-783,6 1982/1983 Maret 701,09 219,8 956,-1.025,1983/1984 Juni 1.041,64 313,26 1.270,1.200,-September 992,74 363,78 1.450,1.150,Desember 1.103,43 467,32 2.510,1.250,Maret 1.006,25 535,07 2.665,1.275,1984/1985 April 939,44 560,38 2.540,1.300,Mei 889,84 540,65 2.660,1.325,-Juni 791,42 577,25 2.670,1.300,Juli 795,54 543,48 2.440,1.300,Agustus 820,36 493,15 2.600,1.325,September 853,37 432,74 2.925,1.350,Oktober 797,9 445,77 2.850,1.235,Nopember 766,78 445,77 2.815,1. 300,-
Tahun anggaran/ rata-rata bulan
1969/1970 1970/1971 1971/1972 1972/1973 1973/1974 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 1983/1984
1984/1985
Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Juni September Oesember Maret April Mei Juni Jull Agustus September Oktober Nopember
Tabel III..8 HARGA BEBERAPA BARANG EKSPOR UTAMA DI PASAR INTERNASIONAL, 1969/1970 - 1984/1985 RSS III Kopra Kopi robusta Lada putih Lada hitam Timah putih Minyak US $/lt US $flt Str $1 pic us $ ct/lb Br tIlt US $ ct/!b Br £ I mt Br tIlt US $ ct/lb Brp I kg Str $ ct/kg York) (London) (Singapnra) (Manila) (London) Lampung eks Palembang (London) (New York) (London) Malaysia (Singapura) (New York) (London) 20,88 17,08 16,01 26,4 42,43 27,83 35,88 39,67 43,52 51,7 69,43 65,06 43,24 54,36 53,29 58,11 57,2 56,84 54,54 50,7 47,01 45,47 45,59 45,58 42,33 41,1
Departemen Keuangan RI
20,65 14,6 12,6 24,59 39,98 24,89 41,22 38,86 48,34 59,87 66,35 57,25 48,24 73,58 71,81 75,48 81,21 80,2 77,64 73,41 68,01 70,07 70,3 71,38 68,59 66,41
59,35 98,83 83,2 137,45 203,96 117,8 179,05 186,44 196,43 247,44 300,91 240,63 163,5 200,56 219,33 221,23 228,53 225,31 215,08 198,55 182,17 179,2 180,04 179,78 167,30' 161,87
205,-176,28 115,92 201,5 767,67 258,93 178,46 456,76 664,5 520,76 406,25 327,05 329,58 479,01 645,-655,33 747,726,83 845,-723,25 658,5 648,54 703,13 620,-
240,53 208,55 141,84 221,21 899,6 304,6 192,5 551,5 437,06 796,45 516,75 389,43 330,25 321,69 472,92 638,01 653,4 744,15 735,75 800,17 829,4 728,682,6 642,13 747,63 611,54
82,38 117,13 95,5 90,-165,93 118,53 215,38 815,23 280,-285,-395,-399,-356,94 292,5 332,5 362,5 480,5 487,5 487,5 487,5 551,37 551,-551,-562,25 566,556,--
33,65 39,28 36,43 42,28 62,31 42,86 78,15 294,56 120,67 154,75 104,52 114,48 114,69 117,49 117,42 126,04 128,15 127,45 133,5 132,75 127,66 127,2 128,2 122,26 121,42
49,77 42,73 47,4 60,5 98,93 88,3 102,55 164,6 188,75 150,62 139,-100,-128,88 132,-126,56 135,-243,-244,8 245,-245,245,-245,241,01 274,5 317,5 298,5
57,72 55,6 45,52,25 79,92 90,-79,14 117,31 116,67 86,52 95,67 83,-73,-64,"71,63 66,84 98,7 90,07 92,45 96,8 97,6 92,5 91,88 105,1 114,8 108,94
1.578,54 1.472,20 1.477,60 1.736,50 3.524,-3.043,26 3.594,05 6.155,94 5.917,50 7.328,7.906,83 6.084,13 7.070,78 8.957,10 8.581,41 8.506,16 8.616,20 8.523,48 8.762,42 9.055,25 9.170,38 9.412,60 9.352,08 9.594,25 9.596,50 9.676,94
109,58 117,6 81,35 115,-276,87 197,85 591,74 319,5 679,61 612,602,33 505,17 376,5 400,66 648,85 705,79 739,5 767,23 905,63 817,33 590,28 566,6 616,-631,75 623,39
82
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
3.2 .5 .Indeks harga perdagangan besar Indonesia Dalam tahun 1983, indeks harga perdagangan besar meningkat sebesar 18,2 persen, atau dari indeks 302 dalam tahun 1982 menjadi 357 dalam tahun 1983. Kenaikan tersebut disebabkan oleh meningkatnya indeks harga sektor pertanian sebesar 13,7 persen, sektor pertambangan dan penggalian sebesar 9,0 persen, sektor industri sebesar 17,1 persen, sektor impor sebesar 20,9 persen, dan sektor ekspor sebesar 19,5 persen. Dalam perkembangannya yang terakhir, yaitu dalam tahun 1984 sampai dengan bulan Agustus, indeks harga perdagangan besar terse but meningkat sebesar 11,5 persen, sebagai hasil dari kenaikan indeks harga sektor pertanian sebesar 12,0 persen, sektor pertambangan dan penggalian sebesar 8,6 persen, sektor industri sebesar 12,3 persen, serta indeks sektor impor dan sektor ekspor masing-masing sebesar 10,7 persen dan 11,9 persen. Peningkatan indeks harga sektor pertanian terjadi pada indeks harga masing-masing sub sektor tanaman perdagangan, bahan makanan, peternakan, perikanan, serta sub sektor perkayuan dan hasil-hasil hutan. Indeks harga sektor pertambangan dan penggalian meningkat karena peningkatan yang terjadi antara lain pada indeks harga sub sektor batubara, sub sektor penggalian, dan sub sektor garam. Pada indeks harga sektor industri, peningkatan telah terjadi pada indeks harga semua sub sektornya, yaitu antara lain sub sektor industri minyak nabati dan lemak, serta sub sektor industri pengilangan minyak dan hasilhasilnya. Di sektor impor, kenaikan terjadi pada indeks harga sub sektor hasil industri pemintalan, perajutan, tekstil dan lainnya, sub sektor hasil industri kertas dan hasil-hasilnya, serta sub sektor hasil industri pengilangan minyak. Demikian pula halnya dengan indeks harga perdagangan besar bahan ekspor, peningkatan terjadi pada indeks harga masing-masing sub sektor bahan makanan dan sejenisnya, biji logam bukan besi, serta sub sektor hasil-hasil tanaman perdagangan dan ternak. Perkembangan Indeks harga perdagangan besar Indonesia dapat dilihat dalam Tabel III.9. Tabel III. 9 ANGKA INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR INDONESIA, 1977 -1984 ( 1975 = 100 )
S e k tor I. Pertanian 2. Pertambangan dan penggalian 3. In d u s t r i 4. Impor 5. E k s p o r Indek Umum Kenaikan indeks (%)
1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984 1)
145 130 128 108 116 122
162 144 139 118 127 114 -6,56
213 175 178 153 246 195
262 218 210 174 375 253
302 266 234 191 414 282
336 311 257 201 430 302
382 339 301 243 514 357
428 368 338 269 575 398
71,05
29,74
11,46
7,09
18,21
11,48
-
1) Sampai dengan buIan Agustus
Departemen Keuangan RI
83
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
3.2.6. Indeks harga perdagangan besar bahan bangunan/konstruksi Perkembangan indeks umum harga perdagangan besar bahan bangunan dan konstruksi dalam tahun 1983 telah menunjukkan peningkatan sebesar 11,8 persen. Kenaikan tersebut tercermin dati kenaikan yang terjadi pada masing-masing indeks harga jenis bangunan tempat tinggal sebesar 11,0 persen, jenis bangunan bukan tempat tinggal sebesar 12,3 persen, jenis pekerjaan umum untuk pertanian sebesar 13,0 persen, jenis pekerjaan umum untuk jalan dan jembatan sebesar 11,5 persen, jenis bangunan listrik dan transmisinya sebesar 12,2 persen, bangunan dan konstruksi lainnya sebesar 11,9 persen, sella indeks harga untuk jenis perbaikan bangunan sebesar 12,5 persen. Pada perkembangannya yang terakhir yaitu pada tahun 1984 sampai dengan bulan Agustus, indeks umum harga perdagangan besar bahan bangunan dan konstruksi telah meningkat sebesar 7,2 persen. Peningkatan terse but disebabkan oleh peningkatan masing-masing pada indeks harga jenis bangunan pekerjaan umum untuk pertanian sebesar 8,9 persen, jenis bangunan pekerjaan uIhum untuk jalan dan jembatan sebesar 7,5 persen, serta indeks harga jenis bangunan lainnya yang berkisar antara 5,9 persen dan 7,4 persen. perkembangan angka indeks harga perdagangan besar bahan bangunan/konstruksi dapat dilihat pada Tabel III.10. Tabel III. 10 ANGKA INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR BAHAN BANGUNAN/KONSTRUKSI DI INDONESIA MENURUT lENIS, 1977 -1984 ( 1975 = 100 ) Jenis 1. Bangunan tempat tinggal 2. Bangunan bukan temp at tinggal 3. Pekerjaan umum untuk pertanian 4. Pekerjaan umum untuk jalan dan jembatan 5. Bangunan listrik dan transmisinya 6. Bangunan dan konstruksi lainnya 7. Perbaikan bangunan Umum Persentase perubahan
1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
114 113 109 112 106 111 113
123 124 120 123 116 123 122
149 152 146 151 142 154 151
175 177 192 183 160 182 179
191 193 213 205 170 200 196
209 211 239 226 181 219 216
232 237 270 252 203 245 243
248 254 194 271 215 261 261
112
122
150
177
194
212
237
254
8,93
22,95
18
9,6
9,28
11,79
7,17
1) Sampai dengan bulan Agustus
3.3. Gaji dan upah di berbagai sektor ekonomi Peraturan pengupahan secara regional, sektoral, maupun sub sektoral senantiasa mengalami peningkatan dati tahun ke tahun. Sampai dengan tahun _pertama pelaksanaan Repelita IV sampai dengan bulan September, secara kumulatif telah dihasilkan 16 buah peraturan pengupahan secara regional, 58 buah peraturan pengupahan secara sektoral, dan 300
Departemen Keuangan RI
84
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
buah peraturan pengupahan secara sub sektoral. Pada Tabel III.11 dapat dilihat bahwa dalam tahun 1983 upah minimum di semua sektor telah meningkat antara 4,5 sampai 18,6 persen. Demikian pula halnya dengan upah maksimum dalam tahun 1983 meningkat antara 3,0 sampai 32,4 persen, kecuali pada sektor pegawai negeri yang tidak mengalami perubahan dalam upah minimum maupun upah maksimum. Sampai dengan semester I tahun 1984, upah minimum di semua sektor mengalami peningkatan yaitu pada sektor bangunan, sektor listrik, dan sektor perkebllnan masing-masing sebesar 36,7 persen, 19,7 persen dan 17,5 persen. Sedangkan peningkatan upah maksimum terjadi disektor perhubungan, sektor bangunan, dan sektor perdagangan/bank/asuransi masing-masing sebesar 24,3 persen, 23,1 persen dan 18,9 persen. Bila perkembangan upah selama periode Januari-Juni 1984 dibandingkan dengan periode Januari-Juni 1983, kenaikan upah minimum terjadi terutama pada sektor bangunan dan sektor perkebunan yaitu masing-masing sebesar 38,5 persen dan 22,6 persen, sedangkan sektor-sektor lainnya hanya meningkat antara 2,0 persen sampai 12,2 persen. Dalam hal upah maksimum, kenaikan terjadi pada sektor perdagangan/bank/asuransi sebesar 43,5 persen, sektor perhubungan sebesar 28,4 persen dan sektor bangunan sebesar 24,1 persen, sedangkan sektor perkebunan, sektor industri, sektor jasa dan sektor lainnya meningkat sekitar 4,5 persen sampai 18,2 persen. Dilain pihak penurunan terjadi pada sektor pertambangan sebesar 0,6 persen, sedangkan sektor listrik tidak mengalami perubahan.
Sektor ( Rata-rata upah minimum) 1. Perkebunan 2. Pertambangan 3. Industri 4. Bangunan 5. Listrik 6. Perdaganganlbank/asuransi 7. Perhubungan 8. Jasa-jasa 9. Lain-lain/pegawai negeri ( Rata-rata upah maksimum ) 1. Perkebunan 2. Pertambangan 3. Industri 4. Bangunan 5 Listrik 6. Perdaganganlbank/asuransi 7. Perhubungan 8. Jasa-jasa 9. Lain-Iain/pegawal negeri
Departemen Keuangan RI
Tabel III. 11 UPAH MINIMUM DAN MAKSIMUM DI BERBAGAI SEKTOR, 1975 -1984 ( rupiah per bulan) 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981
1982
1983
19841)
8.429 32.452 25.099 17.742 14.262 19.182 22.606 27.837 13.300
9.101 37.187 28.589 20.665 14.262 25.782 23.114 29.158 14.300
10.932 41.061 29.178 24.498 14.262 29.754 27.051 29.158 16.280
12.993 44.118 34.720 25.881 17.318 32.914 35.128 29.158 16.280
14.919 46.826 36.255 26.381 20.494 34.681 36.116 30.977 16.280
17.606 60.069 42.137 29.105 21.050 42.112 41.972 33.270 26.500
21.877 64.510 46.299 29.893 27.279 53.245 50.517 39.391 32.400
25.485 69.423 57.278 35.025 33.843 63.009 60.662 50.927 32.400
27.207 72.540 65.570 36.718 40.121 67.283 69.475 56.491 32.400
31.974 73.362 72.235 50.209 48.039 70.185 72.056 58.193 35.760
118.314 158.178 251.242 117.039 89.595 174.181 171.991 125.287 83.500
138.214 209.827 297.238 173.590 89.595 189.030 172.419 227.235 84.700
150.211 269.179 333.647 205.778 135.046 250.416 205.527 228.752 241.200
172.530 280.337 409.246 287.166 150.196 297.695 248.405 228.752 241.200
176.036 309.528 442.956 294.840 219.832 320.799 268.536 275.233 241.200
191.411 448.725 496.738 370.994 231.719 361.254 382.665 322.339 291.500
262.721 550.025 556.348 455.424 320.299 440.503 492.624 359.035 307.400
277.328 554.975 672.658 509.021 351.723 532.146 527.361 381.078 307.400
289.408 620.200 712.165 524.395 465.520 656.676 554.632 393.412 307.400
295.745 712.650 834.889 645.606 465.520 780.928 689.618 415.078 342.550
85
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
BAB IV MONETER DAN PERKREDITAN
4.1.
Pendahuluan Kebijaksanaan moneter dalam Repelita IV, yang mempunyai kaitan erat dengan
kebijaksanaan fiskal dan perkembangan neraca pembayaran, bertujuan untuk meneruskan usaha kearah tercapainya sa saran pembangunan sesuai dengan trilogi pembangunan. Beberapa tujuan pokok yang akan dicapai adalah peningkatan usaha mobilisasi tabungan masyarakat melalui bank dan lembaga keuangan bukan bank, meningkatkan usaha pemerataan pembangunan dengan meningkatkan golongan ekonomi lemah, memelihara kestabilan perekonomian dengan menjaga kestabilan harga, serta meningkatkan efisiensi dan peranan lembaga-lembaga keuangan. Dalam tahun pertama Rep.dita IV, kebijaksanaan moneter telah memasuki tahun kedua penataan kembali sistem perbankan Indonesia, yang pada dasarnya bertujuan untuk ineningkatkan pengerahan dana masyarakat melalui pemberian tanggung jawab yang lebih besar kepada bank-bank untuk menetapkan sendiri persyaratan-persyaratan penghimpunan dana dari dan pemberian kredit kepada masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, pagu kredit perbankan dihapuskan, dan kredit likuiditas Bank Indonesia kepada bank-bank untuk sektor ekonomi yang bukan prioritas dihentikan. Untuk lebih menunjang usaha peningkatan dana masyarakat, telah diambil kebijaksanaan untuk tidak memungut atau menangguhkan pemungutan pajak penghasilan atas pendapatan bunga deposito berjangka, dan tabungan lainnya. Di samping itu penerbitan sertifikat deposito terus dilanjutkan, sebagai salah satu pilihan bagi masyarakat untuk menanamkan kelebihan dananya. Transaksi di pasar uang antar bank melalui kliring di Jakarta, senantiasa disempurnakan dengan ikut sertanya Bank Indonesia untuk menjaga perkembangan suku bunga antar bank. Sedangkan untuk mengembangkan jual beli surat berharga di posar modal, tatacara penyelesaian transaksi effek di bursa telah disederhanakan, dan keringanan pajak atas pendapatan bunga dividen dan royalty (PBDR) juga berlaku bagi pembelian obligasi. Selanjutnya dalam rangka meningkatkan usaha pemerataan pembangunan, Pemerintah senantiasa mendorong peningkatan produksi barang-barang kebutuhan rakyat, serta pengembangan usaha golongan ekonomi lemah. Untuk itu fasilitas kredit likuiditas tetap disediakan untuk pinjaman yang berprioritas tinggi, dengan beberapa penyesuaian dalam ketentuan dan persyaratan. Departemen Keuangan RI
86
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Sebagai sarana pengendalian moneter, di samping ketentuan untuk memelihara cadangan wajib minimum bank-bank yang sejak 1 Januari 1978 besarnya adalah 15 persen dari kewajiban y;mg dapat dibayar, sejak 1 Pebruari 1984 telah diterbitkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI). SBI ini dapat digunakan (melalui operasi posar terbuka) untuk menanamkan kelebihan dana likuiditas dari bank yang belum dioperasikan. Sebaliknya sebagai sarana untuk menanggulangi kekurangan likuiditas, Bank Indonesia menyediakan fasilitas diskonto yang merupakan upaya terakhir bagi bank-bank dalam usahanya untuk memperoleh tambahan dana. Usaha untuk meningkatkan peranan pembiayaan pembangunan dengan dana dari masyarakat, pembinaan lembaga-lembaga keuangan senantiasa ditingkatkan, dan meliputi pembinaan terhadap lembaga perbankan, lembaga keuangan bukan bank, dan perasuransian, serta peningkatan peranan pasar uang dan modal. Pembinaan disektor perbankan diarahkan untuk mengembangkan sistem perbankan yang sehat, baik bank Pemerintah maupun bank swasta nasional. Pembinaan bank pembangunan daerah dilaksanakan melalui program pemberian bantuan teknis dan pendidikan, serta perluasan jaringan kliring lokal di tempattempat yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia. Terhadap bank umum swasta nasional juga diberikan keringanan dalam persyaratan pembukaan kantor cabang. Sementara itu peranan lembaga keuangan bukan bank (LKBB) ditingkatkan dengan diberikannya fasilitas diskonto ulang dalam perdagangan surat-surat berharga yang dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan.
4.2. Jumlah uang beredar dan sehab-sehab perubahannya Jumlah uang beredar selama 6 bulan pertama tahun anggaran 1984/1985 telah mengalami peningkatan sebesar Rp 38,3 milyar (0,5 persen), yaitu dari posisinya sebesar Rp8.054,7 milyar pada akhir bulan Maret 1984, menjadi Rp 8.093,0 milyar pada akhir bulan September 1984. Peningkatan tersebut terdiri dari peningkatan uang kartal sebesar Rp 10,4 milyar, dan uang giral sebesar Rp 27,9 milyar. Dengan demikian secara keseluruhan sampai dengan bulan September 1984, posisi uang kanal adalah sebesar Rp 3.563,9 milyar atau 44 persen dari jumlah uang beredar, dan uang giral sebesar Rp 4.529,1 milyar atau 56 persen dari jumlah uang beredar. Peranan uang giral yang cukup tinggi di dalam komponen uang beredar tersebut menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat di dalam menggunakan jasa-jasa perbankan.
Departemen Keuangan RI
87
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986 Tabel IV. 1 JUMLAH UANG BEREDAR, 1969/1970 - 1984/1985 ( dalam milyar rupiah) Uang Uang Persentase kartal giral % % Jumlah Perubahan Perubahan 126,3 60 84,4 40 210,7 79,9 61,1 166,8 62 103,4 38 270,2 59,5 28,2 210,3 58 150 42 360,3 90,1 33,3 291,1 55 239,2 45 530,3 170 47,2 421,1 54 363,2 46 784,3 254 47,9 538,5 52 488,6 48 1.027,10 242,8 31 659,3 46 768,6 54 1.427,90 400,8 39 853,4 47 962 53 1.815,40 387,5 27,1 1.035,80 49 1.075,10 51 2.110,90 295,5 16,3 1.368,70 49 1.431,20 51 2.799,90 689 32,6 1.773,90 47 2.023,20 53 3.797,10 997,2 35,6 2.228,70 43 2.985,50 57 5.214,20 1.417,10 37,3 2.541,30 38 4.233,40 62 6.774,70 1.560,50 29,9 3.000,70 41 4.378,70 59 7.379,40 604,7 8,9 3.283,80 44 4.221,60 56 7.505,40 126 1,7 3.306,50 43 4.409,40 57 7.715,90 210,5 2,8 3.333,30 44 4.235,90 56 7.569,20 -146,7 -1,9 3.553,50 44 4.501,20 56 8.054,70 485,5 6,4 675,3 9,2 3.508,90 43 4.563,70 57 8.072,60 17,9 0,2 3.572,70 45 4.410,30 55 7.983,00 -89,6 -1,1 4.046,70 49 4.136,20 51 8.182,90 199,9 2,5 3.615,20 45 4.420,90 55 8.036,10 -146,8 -1,8 3.631,60 46 4.302,70 54 7.934,30 -101,8 -1,3 3.563,90 44 4.529,10 56 8.093,00 158,7 2
Akhir Waktu 1969/1970 Maret 1970/1971 Maret 1971/1972 Maret 1972/1973 Maret 1973/1974 Maret 1974/1975 Maret 1975/1976 Maret 1976/1977 Maret 1977/1978 Maret 1978/1979 Maret 1979/1980 Maret 1980/1981 Maret 1981/1982 Maret 1982/1983 Maret 1983/1984 Joni September Desember Maret Kumulatif 1984/1985 April Mei Juni Juli I) Agustus 1) September 1) I) Angka sementara
Tabel IV. 2 SEBAB - SEBAB PERUBAHAN JUMLAH UANG BEREDAR, 1969/1970 - 1984/1985 (dalam milyar rupiah) Tagihan pada perusahaan & Perorangan l) 1969/1970 Maret -7 -4,1 151,1 1970/1971 Maret -4,7 -16,2 127,6 1971/1972 Maret 153,1 53 100,1 1972/1973 Maret 124,4 -25,3 227,5 1973/1974 Maret 154,2 -13,9 458,6 1974/1975 Maret 1 23,3 549,5 1975/1976 Maret -319,6 -418 1.273,10 1976/19.77 Maret 476,2 -417,9 718,6 1977/1978 Maret 441,1 -143,9 307,7 1978/1979 Maret 985,1 -445,9 1.605,80 1979/1980 Maret 2.497,30 -1.099,60 809,4 1980/1981 Maret 2.296,40 -1.825,50 1.836,20 1981/1982 Maret -67,6 -72,3 2.605,00 1982/1983 Maret 16,4 697,1 3.036,10 1983/1984 Juni 429 -347,9 361,8 September 671 -871 608,4 Desember 406,4 -395 810,1 Maret 1.178,50 -105,2 853,1 Kumulatif 2.684,90 -1.719,10 2.633,40 1984/1985 April 130,1 -369,2 158,4 Mei 160,6 -83,9 395,7 Juni 241,3 -312,2 353 Juli 2) -35,7 -471,3 332,5 Agustus 2) -35,6 -266 527,8 September 2) -215,8 112,2 198 1) Termasuk tagihan pada badan/lembaga dan perusahaan Pemerintah 2) Angka sementara Akhir waktu
Aktiva Luar negeri
Departemen Keuangan RI
Pemerintah pusat
Simpanan berjangka & Tabungan -27,5 -39,8 -92,9 -50,8 -180,4 -138,1 -277,2 -195 -134,4 -190,7 -650,4 -686,2 -684,5 -1.491,40 -596,7 -654,9 -973,8 -610,1 -2.835,50 -374 -65 -124,5 -162,4 -170,2 -123,9
Lainnya bersih
Perubahan
-32,6 -7,4 -123,2 -105,8 -164,5 -192,9 142,5 -194,4 -175 -1.265,30 -559,5 -203,8 -220,1 -1.653,50 279,8 457 5,6 -830,8 -88,4 472,6 -497 42,3 190,1 -157,8 188,2
79,9 59,5 90,1 170 254 242,8 400,8 387,5 295,5 689 997,2 1.417,10 1.560,50 604,7 126 210,5 -146,7 485,5 675,3 17,9 -89,6 199,9 -146,8 -101,8 158,7
88
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Jika dilihat dari sektor-sektor yang mempengaruhi jumlah uang beredar, dalam periode April-September 1984, sektor tagihan pada perusahaan dan perorangan memberikan pengaruh menambah yang cukup besar, yaitu sebesar Rp 1.965,4 milyar. Di samping itu sektor aktiva luar negeri bersih, dan sektor lainnya bersih juga memberikan pengaruh menambah pada jumlah uang beredar, masing-masing sebesar Rp 244,9 milyar dan Rp 238,4 milyar. Pengaruh menambah sektor tagihan pada perusahaan dan perorangan tersebut menunjukkan suatu perkembangan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan periode yang sarna tahun lalu, yaitu sebesar Rp 970,2 milyar. Peningkatan yang cukup besar pada sektor tagihan pada perusahaan dan perorangan ini, satu dan lain adalah karena peningkatan kredit untuk pembiayaan di bidang perindustrian dan jasa-jasa. Sektor Pemerintah pusat selama semester pertama tahun anggaran 1984/1985 menunjukkan pengaruh mengurang, pada jumlah uang beredar sebesar Rp 1.390,4 milyar, sedangkan dalam periode yang sama tahun yang lalu, sektor Pemerintah pusat tersebut memberikan pengaruh mengurang sebesar Rp 1.218,9 milyar. Usaha untuk meningkatkan tabungan masyarakat yang terus dilakukan Pemerintah tercermin dari besarnya pengaruh mengurang pada jumlah uang beredar yang ditimbulkan oleh sektor simpanan berjangka dan tabungan. Dalam periode April-September 1984, sektor tersebut memberikan pengaruh mengurang sebesar Rp 1.020,0 milyar. 'Perkembangan jumlah uang beredar, dan sebab-sebab perubahannya secara lengkap dapat diikuti pada Tabel lV.l dan Tabel IV.2.
4.3. Dana dan Kredit Perbankan 4.3.1. Dana perbankan Kebijaksanaan
di
bidang
mobilisasi.
dana
perbankan
senantiasa
mengalami
penyempurnaan sesuai dengan perkembangan. Sejak Juni 1983, kepada bank-bank Pemerintah telah diberikan tanggung jawab yang lebih besar di dalam usaha pengerahan dana, serta sekaligus mengurangi ketergantungan bank-bank kepada dana likuiditas Bank Indonesia. Bankbank Pemerintah diberi kebebasan dalam menentukan tingkat suku bunga deposito dan tabungan lainnya, kecuali terhadap deposito berjangka waktu 24 bulan yang bunganya ditetapkan sekurang-kurangnya 12 persen per tahun. Sampai dengan akhir bulan September 1984, dana perbankan mencapai jumlah sebesar Rp 14.705,8 milyar. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 6.800,6 milyar (46,3 persen) adalah dana giro, sedangkan dana deposito dan , tabungan masing-masing adalah sebesar Rp 7.266,9 milyar (49,4 persen), dan Rp 638,3 milyar (4,3 persen). Dana giro sebesar Rp 6.800,6 milyar terse but sebagian besar berasal dari dana giro bank-bank Pemerintah, yaitu sebesar Rp 5.034,6 milyar, sedangkan dana giro bank-bank Departemen Keuangan RI
89
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
swasta nasional adalah sebesar Rp 1.252,6 milyar, dan dana giro cabang bank-bank asing adalah sebesar Rp 513,4 milyar. Dari dana yang dihimpun dalam bentuk deposito sebesar Rp7.266,9 milyar, Rp 4.122,1 milyar merupakan dana yang berhasil dihimpun oleh bank-bank Pemerintah, Rp 1.908,2 milyar oleh bank-bank swasta nasional, dan Rp 1.236,6 milyaroleh cabang bank-bank asing. Sedangkan dana tabungan yang berhasil dihimpun oleh bank-bank Pemerintah adalah berjumlah Rp 531,3 milyar, oleh bank-bank swasta nasional sebesar Rp106,8 milyar dan oleh cabang bank-bank asing sebesar Rp 0,2 milyar, sehingga secara keseluruhan jumlah dana tabungan mencapai Rp 638,3 milyar. Tabel IV. 3 DANA PERBANKAN RUPIAH DAN V ALUTA ASING, 1972 - 1984 ( dalam milyar rupiah ) 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 Desember Desember Desember Desember Desember Desember Desember Desember Desember Desember, 381,8 !i31,7 890,1 1.181,10 1.618,30 1.853,40 2.254,40 3.180,40 4.927,00 6.033,10 186,2 255 363 464,4 680,7 804,7 1.034,80 1.888,10 3.449,00 4.266,70 168,9 244 482,3 645,4 831,2 901,9 1.035,20 1.086,60 1.196,70 1.399,60 26,7 32,7 44,8 71,3 106,4 146,8 184,4 205,7 281,3 366,8 50,1 79,6 112,3 159,3 238,7 303,8 436,3 604,6 930,2 1.210,80 29,9 55,9 80,1 110,1 164,7 20'\,2 302,6 431,7 666,6 740,8, 18,5 21,1 28,9 44,3 66 89 117,7 153,1 231,3 417,4 1,7 2,6 3,3 4,9 8 11,6 16 19,8 32,3 '52,6 90,7 145,2 187,1 203,3 224 255,6 333,1 458,6 553,7 765;2 44,7 71,4 117,1 132,8 141 142,6 198;5 240 330,8 372,2 46 73,8 70 70,5 83 113 134;5 218,5 222,8 392,9 0,1 0,1 0,1 0,1 140,8 224,8 299,4 362,6 462,9 559,4 769,4 1.063,20 1.483,90 1.976,00 74,6 127,3 197,2 242,9 305,7 345,8 501,1 671,7 997,4 1.113,00 64,5 94,9 98,9 114,8 149,2 202 252,2 371,6 454,1 810,3 1,7 2,6 3,3 4,9 8 11,6 16,1 19,9 32,4 52,7 522,6 756,5 1.189,50 1.543,70 2.081,20 2.412,80 3.023,80 4.243,60 6.410,90 8.009,10 260,8 382,3 560,2 703,3 986,4 1.150,50 1.535,90 2.559,80 4.446,40 5.379,70 233,4 338,9 581,2 760,2 980,4 1.103,90 1.287,40 1.458,20 1.650,80 2.209,90 28,4 35,3 48,1 76,2 114,4 158,4 200,5 225,6 313,7 419,5
I. Bank-bank Pemerintah Giro Deposito c Tabllngan II. Bank-bank swasta nasional Giro Deposito Tabungan III. Cahang bank-bank asing Giro Deposito Tabungan IV. Sub total (II + III) Giro Deposito Tabungan V. Jumlah besar (I + IV ) 1) Giro Deposito 2) Tabungan 3)
1) Terdiri atas dana bank-bank umum, bank pembangunan dan bank tabungan termasuk dana milik pemerintah pusat dan bukan penduduk. 2) Termasuk sertifikat deposito. 3) Termasuk tabungan pegawai dan setoran ongkos naik hajj. 1982 Desember Maret I.
Bank-bank Pemerintah G ir 0 Deposito Tabungan II. Bank-bank swasta nasional Giro Deposito Tabungan III. Cabang bank-bank asing Giro Deposito Tabungan IV. Sub total (II + III ) Giro Deposito Tabungan 1) V. Jumlah besar( I + IV) Giro Deposito 2) Tabungan 3)
6.168,40 4.028,50 1. 718,2 421,7 1.695,20 954,6 672,6 68 1.003,70 412,8 590,8 0,1 2.698,90 1.367,40 1.263,40 68,1 8.867,30 5.395,90 2.981,60 489
7.106,60 4.485,40 2.154,90 466,3 1.707,90 869,6 765,6 72,7 1.376,30 559,4 816,7 0,1 3.084,20 1.429,00 1.582,30 72,9 10.190,80 5.914,40 3.737,20 539,2
1984
1983 Juni 7.195,50 4.325,10 2.356,40 514 2.058,00 1.047,70 933,2 77,1 1.378,50 568,3 810 0,2 3.436,50 1.616,00 1. 7 43,2 77,3 10.632,00 5.941,10 4.099,60 591,3
Sept. 7.917,00 4.471,40 2.988,70 456,9 2.343,50 1.170,10 1.086,40 87 1.398,80 552,9 845,7 0,2 3.742,30 1. 723,0 1.932,10 87,2 11.659,30 6.194,40 4.920,80 544,1
Des. 8.381,40 4.260,80 3.63.1,2 489,4 2.616,80 1.230,20 1.292,30 94,3 1.398,30 539,8 858,3 0,2 4.015,10 1. 770,0 2.150,60 94,5 12.396,50 6.030,80 5.781,80 583,9
Maret 9.080,60 4.660,60 3.882,30 537,7 2.736,70 1.173,40 1.463,30 100 1.519,80 516,4 1.003,20 0,2 4.256,50 1.689,80 2.466,50 100,2 13.337,10 6.350,40 6.348,80 637,9
April 9.111,70 4.471,10 4.074,40 566,2 2.888,80 1.259,00 1.526,80 103 1.555,60 543,2 1.012,20 0,2 4.444,40 1.802,20 2.539,00 103,2 13.556,10 6.273,30 6.613,40 669,4
Me i 9.250,20 4.502,10 4.163,10 585 2.927,20 1.233,70 1.590,10 103,4 1.543,20 508,5 1.034,50 0,2 4.470,40 1.742,20 2.624,60 103,6 13.720,60 6.244,30 6.787,70 688,6
Juni .9.167,9 4.451,40 4.133,30 583,2 3.068,60 1.270,50 1.693,10 104,9 1.582,20 521,7 1.060,40 0,2 4.650,80 1.792,20 2.753,50 105,1 13.818,70 6.243,60 6.886,80 688,3
Juli 9.106,90 4.426,90 4.109,40 570,6 3.156,20 1.293,60 1.756,80 105,8 1.599,90 541,2 1.058,50 0,2 4.756,10 1.834,80 2.815,30 106 13.863,00 6.261,70 6.924,70 676,6
Agust. 9.200,80 4.525,10 4.131,90 543,8 3.239,70 1.272,00 1.858,30 109,4 1.657,10 505,2 1.151,70 0,2 4.896,80 1.777,20 3.010,00 109,6 14.097,60 6.302,30 7.141,90 653,4
Sept. 4) 9.688,00 5.034,60 4.122,10 531,3 3.267,60 1.252,60 1.908,20 106,8 1.750,20 513,4 1.236,60 0,2 5.017,80 1.766,00 3.144,80 107 14.705,80 6.800,60 7.266,90 638,3
1) Terdiri atas dana bank-bank umum, bank pembangunan dan bank tabungan termasuk dana milik pemerintah pusat dan bukan penduduk. 2) Termasuk sertifikat deposito. 3) Termasuk tabungan pegawai dan setoran ongkos naik haji. 4) Angka sementara.
Departemen Keuangan RI
90
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Tabel IV.4 DEPOSITO BERJANGKA RUPIAH DAN VALUTA ASING SELURUH BANK, TABANAS DAN TASKA, 1972 - 1984 ( dalam milyar rupiah, kecuali dalam juta rupiah untuk Taska) 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 Desember Desember Desember Desember Desember Desember Desember Desember Deserrtber Deposito berjangka 24 bulan 12 bulan 6 bulan 3 bulan 1 bulan 1) Lainnya 2) TABANAS TASKA
233,4 94,1 32,8 61,1 22,1 11,5 11,8 25,6 99
338,9 136,6 47,6 88,7 32,1 16,8 17,1 32,5 84
581,2 234,2 81,7 152,1 55,1 28,8 29,3 43,9 74
760,2 306,4 106,8 199 72 37,6 38,4 70 115
980,4 522,8 117,6 234,8 53,4 47,1 4,7 109,1 158
1.103,90 605,5 90,7 264,5 59,2 81,2 2,8 153,6 138
1.287,40 612,2 111,4 359,5 80,1 122,2 2 191,5 120
1.458,20 612,2 127,4 471,9 74,3 152,9 19,5 212,6 112
1.650,80 679,5 141,4 476,3 136,4 195,5 21,7 291,7 122
Juli
Agust
2.209,90 833,7 244,7 537 191,8 361,6 41,1 384,3 168
1) Termasuk deposito yang sudahjatuh waktu dan deposit on call 2) Termasuk deposito berjangka waktu 9 dan 18 bulan 1982 Desember Deposito berjangka 24 Bulan 12 bulan 6 bulan 3 bulan 1 bulan 1) Lainnya 2) TABANAS TASKA
2.981,60 967,3 342,8 694,9 253,4 640,3 82,9 445,8 307
1983 Maret
Juni
Sept
3.737,20 950,9 370,5 1.001,50 372,2 937,9 104,2 399,5 303
4.099,60 897,9 492,8 1.059,60 544,1 1.031,90 73,3 460,7 317
4.920,80 785,5 844,5 1.262,60 685,8 1.225,10 117,3 483,9 366
Des 5.781,70 684 1.316,20 1.540,90 750 1.379,40 111,2 531,9 331
Maret
April
6.348,80 591,4 1.669,80 1.609,90 819,3 1.489,60 168,8 575,7 357
6.613,40 569,6 1. 788,5 1.697,20 879,5 1.550,90 127,7 584,9 343
Mei 6.787,70 519 1.839,50 1.693,40 986 1.618,00 131,8 580,7 357
1984 Juni 6.886,80 480,8 2.045,10 1.842,10 998,6 1.401,40 118,8 572,2 372
6.924,70 450,6 2.194,20 1.732,10 960,4 1.459,40 128 574 391
7.141,90 418,7 2.335,40 1.714,70 1.081,80 1.461,80 129,5 580,3 421
Sept 3) 7.266,90 407,8 2.357,00 1.723,30 990,3 1.668,80 119,7 585,5 413
1) Termasuk deposito yang sudah jatuh waktu dan deposit on call 2) Termasuk deposito berjangka waktu 9 dan 18 bulan. 3) Angka sementara.
Dengan demikian bila pada akhir tahun 1983/1984 jumlah dana perbankan secara keseluruhan baru sebesar Rp 13.33 7,1 milyar, maka raJa akhir September 1984 dana tertersebut terdiri dari deposito berjangka waktu 1 bulan sebesar Rp 1.668,8 milyar (23,0 persen), berjangka waktu 3 bulan sebesar Rp 990,3 milyar (13,6 persen), berjangka waktu 6 bulan sebesar Rp 1.723,3 milyar (23,7 persen), berjangka waktu 12 bulan sebesar Rp 2.357,0 milyar (32,4 persen), berjangka waktu 24 bulan sebesar Rp 407,8 milyar (5,6 persen), dan deposito lainnya sebesar Rp 119,7 milyar (1,7 persen). Perkembangan deposito berjangka dapat diikuti pada Tabel IV.4.
4.3.1.2. Tabanas dan Taska Tabungan pembangunan nasional (Tabanas), dan tabungan asuransi berjangka (Taska) adalah saran a penghimpun dana masyarakat yang lebih menonjolkan segi pendidikan kepada masyarakat terutama generasi muda untuk hidup berhemat. Jenis tabungan ini diikuti oleh para pelajar, pramuka, pegawai, dan masyarakat pada umumnya. Sejak 1 Juni 1983, kebijaksanaan mengenai Tabanas telah memberikan kesempatan bagi para penabung untuk menikmati tingkat suku bunga yang lebih tinggi dari pada sebelumnya. Jika semula saldo Tabanas yang diberikan
Departemen Keuangan RI
91
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
bunga 15 persen setahun hanyalah sampai dengan jumlah maksimum Rp 200.000, sedang selebihnya diberikan bunga 6 persen setahun, maka dalam kebijaksanaan yang bam saldo ini telah ditingkatkan menjadi Rp 1.000.000, dan selebihnya bersuku bunga 12 persen setahun. Sedangkan suku bunga Taska tidak mengalami perubahan, yaitu tetap 9 persen setahun. Sampai dengan akhir September 1984, jumlah Tabanas telah mencapai sebesar Rp 585,5 milyar dengan 12.087 ribu penabung. Bila dibandingkan dengan posisinya pada akhir Maret 1984 sebesar Rp575,7 milyar, tercatat adanya kenaikan sebesar Rp 9,8 milyar (1,7 persen). Kenaikan jumlah penabung Tabanas pada periode April-September 1984 mencapai 613 ribu penabung, sedangkan pada periode yang sarna tahun lalu kenaikan jumlah penabung adalah sebanyak 387 ribu penabung. Posisi Taska sebesar Rp 413 juta pada bulan September 1984 menunjukkan adanya peningkatan sebesar Rp 56 juta (15,7 persen) hila dibandingkan dengan posisinya pada akhir bulan Maret 1984 sebesar Rp 357 juta. Pada periode April-September tahun sebelumnya, kenaikan Taska mencapai Rp 63 juta (20,8 persen). Selanjutnya perkembangan Tabanas dan Taska dapat diikuti pada Tabel IV.4.
4.3.1.3. Sertifikat Deposito Sertifikat deposito semula diterbitkan oleh Bank Indonesia dengan nama Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dalam rangka me intis terbentuknya pasar uang di Indonesia, di samping sebagai wadah penghimpun dana masyarakat. Kemudian dalam tahun 1971 program SBI tersebut diikuti oleh bank-bank Pemerintah, dan cabang bank asing, dan selanjutnya dikenal sebagai sertifikat deposito. Untuk lebih meningkatkan peranan sertifikat deposito diperluas lagi dengan penerbitan sertifikat deposito atas unjuk dalam rupiah bagi bank-bank umum, dan bankbank pembangunan. Jangka waktu sertifikat deposito ini ditetapkan sendiri oleh bank-bank penerbit dengan ketentuan tidak kurang dari 15 (lima belas) hari. Bank-bank penerbit adalah bank-bank yang secara berturut-turut selama dua tahun terakhir telah memenuhi persyaratan yang ditentukan, serta mempunyai kewajiban untuk menjamin pelunasan sertifikat deposito yang diterbitkannya sesuai dengan jangka waktunya. Selain itu bank penerbit dapat memiliki sertifikat deposito yang diterbitkan oleh bank-bank lain dalam jumlah tidak melebihi 7,5 persen dari jumlah pinjarnan yang diberikannya. Sampai dengan akhir September 1984, posisi sertifikat deposito yang diterbitkan oleh bank-bank Pemerintah, dan cabang bank-bank asing mencapai Rp 224,0 milyar, yang terdiri atas sertifikat deposito bank-bank Pemerintah sebesar Rp 189,1 milyar (84,4 persen), dan sertifikat deposito cabang bank-bank asing sebesar Rp 34,9 Departemen Keuangan RI
92
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
milyar (15,6 persen). Selama periode April-September 1984, sertifikat deposito bank-bank Pemerintah menunjukkan penurunan sebesar Rp 157,1 milyar, sedangkan sertifikat deposito cabang bank-bank asing meningkat sebesar Rp 4,9 milyar. Dengan demikian secara keseluruhan sertifikat deposito selama periode tersebut menurun sebesar Rp 152,2 milyar. Penurunan tersebut pada umumnya karena setelah sertifikat deposito jatuh waktu, para penabung kemudian memilih jenis tabungan lain yang lebih menarik. Dibandingkan dengan periode yang sarna tahun lalu, sertifikat deposito meningkat sebesar Rp 127,4 milyar. Perkembangan sertifikat deposito dapat diikuti pada Tabel IV.5. Tabel IV.5 SERTIFlKAT DEPOSITO BANK-BANK, 1970/1971 - 1984/1985 ( dalam milyar rupiah)
Akhir waktu 1970/1971 Maret 197111972 Maret 1972/1973 Maret 1973/1974 Maret 1974/1975 Maret 1975/1976 Maret 1976/1977 Maret 1977/1978 Maret 1978/1979 Maret 1979/1980 Maret 1980/1981 Maret 198111982 Maret 1982/1983 Juni September Desember Maret 1983/1984 April M ei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember J anuari Pebruari Maret 1984/1985 April Me i Juni Juli Agustus September 1)
Bank-bank Pemerintah 1,3 6,2 48,6 70 70 14,5 13,7 15,7 28 55,9 51,2 53,4 62,4 59,3 91,2 133,1 165,2 212,1 202,6 213,1 204,7 329,2 373,8 352,2 358,7 369,5 346,2 390,4 294,7 260,4 231 222,1 189,1
Bank-bank Asing 0,3 0,8 1,5 8,1 9,5 24,4 32,2 43,9 14,1 18,8 26,6 22,8 16,6 4,1 12,3 10,9 39,7 31,3 32,4 29,9 31,2 24,8 34,7 42,1 21,4 26,9 26,9 30 35,8 37 41,4 28,8 28,7 34,9
J umlah 0,3 2,1 7,7 56,7 79,5 94,4 46,7 57,6 29,8 46,8 82,5 74 70 66,5 71,6 102,1 172,8 196,5 244,5 232,5 244,3 229,5 363,9 415,9 373,6 385,6 396,4 376,2 426,2 330,7 301,8 259,8 250,8 224
1) Arigka sementara dalam memupuk pembiayaan pembangunan, sejak 22 Oktober 1984 program tersebut
Departemen Keuangan RI
93
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
4.3.2. Pemberian kredit perbankan Kebijaksanaan perkreditan dalam tahun 1983/1984 dan 1984/1985 adalah sejalan dengan kebijaksanaan moneter pada umumnya yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesempatan berusaha dengan tetap memelihara kestabilan. Melalui kebijaksanaan 1 Juni 1983, bank-bank didorong untuk meningkatkan kemampuannya di dalam melaksanakan pemberian kredit dengan dana yang berasal dari masyarakat. Dengan berlakunya kebijaksanaan tersebut, kredit perbankan dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu kredit yang berprioritas tinggi, dan kredit yang bukan prioritas. Bagi kredit bukan prioritas, sejak Agustus 1982 tidak lagi disediakan fasilitas kredit likuiditas Bank Indonesia, sedangkan untuk kredit yang berprioritas tinggi, yaitu dalam rangka tetap mendorong kegiatan pengusaha golongan ekonomi lemah, serta produksi dalam negeri, fasilitas kredit likuiditas tetap diberikan. Sebagai tindak lanjut dari kebijaksanaan pembebasan pagu kredit perbankan, serta untuk menjaga likuiditas bank-bank dalam melaksanakan pemberian kredit sehari-hari, sejak Pebruari 1984 Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai fasilitas diskonto. Jangka waktu maksimal diskonto pertama adalah 15 hari, yang dapat diperpanjang maksimal 7 hari untuk setiap kali perpanjangan, dengan jangka waktu seluruhnya tidak melebihi 29 hari. Jumlah dasar kredit yang disediakan adalah 5 persen dari jumlah dana pihak ketiga. Fasilitas diskonto kedua disediakan untuk memudahkan bank dalam mengatasi kesulitan pendanaan hila rencana penarikan dana tidak sesuai dengan reo ncana penarikan kredit jangka menengah, dan jangka panjang. Jangka waktu dasar ditetapkan maksimal 60 hari, yang dapat diperpanjang maksimal 30 hari untuk setiap kali perpanjangan, sehingga jangka waktu seluruhnya tidak melebihi 120 hari. Jumlah fasilitas kredit adalah maksimal sebesar 3 persen dari jumlah dana pihak ketiga.
4.3.2.1. Pemberian kredit menurut sektor perbankan Perkembangan pemberian kredit perbankan yang senantiasa menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, merupakan pencerminan dari semakin besarnya peranserta sektor perbankan dalam pembiayaan pembangunan. Jika pada akhir tahun 1982/1983 posisi pemberian kredit perbankan adalah sebesar Rp 13.705 milyar, pada akhir tahun 1983/1984 posisinya telah meningkat menjadi Rp 16.135 milyar atau mengalami peningkatan sebesar Rp 2.430 milyar (17,7 persen). Dalam tahun 1984/1985 sampai dengan akhir September, jumlah tersebut meningkat menjadi sebesar Rp 18.043 milyar, yang berarti dalam periode I April-$eptember 1984 teIjadi peningkatan sebesar Rp 1.908 milyar (11,8 persen). Jumlah tersebut adalah lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatannya dalam periode yang sarna tahun 1983/1984 Departemen Keuangan RI
94
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
yang berjumlah sebesar Rp 900 milyar (6,6 persen). Jika dilihat perkembangannya menurut kelompok bank penyelenggara, tercatat bahwa jumlah pemberian kredit yang disalurkan melalui bank-bank umum Pemerintah tetap mengambil bagian yang terbesar. Hal ini sejalan dengan luasnya bidang usaha yang dapat dijangkau dengan lokasi cabang bank Pemerintah yang terse bar di seluruh Indonesia sampai ketingkat kecamatan. Penyaluran. kredit melalui bank-bank umum Pemerintah, termasuk kredit likuiditas Bank Indonesia sampai dengan akhir Sep1Jember 1984 mencapai Rp 12.773 milyar atau 70,8 persen dari kesduruhan ktedit perbankan. Sedangkan posisi pemberian kredit bank umum swasta nasional, kredit cabang bank asing, dan kredit langsung Bank Indonesia pada saat yang sarna masing-masing mencapai Rp 3.269 milyar (18,1 persen), Rp 1.095 milyar (6,1 persen), dan sebesar Rp 906 milyar (5,0 persen). Kenaikan pemberian kredit perbankan sebesar Rp 1.908 milyar dalam periode April-September 1984 tersebut disebabkan oleh kenaikan kredit bank-bank umum Pemerintah sebesar Rp 2.490 milyar (24,2 persen), kredit bank-bank umum swasta nasional sebesar Rp 686 milyar (26,6 persen), dan kredit cabang bank-bank asing sebesar Rp 118 milyar (12,1 persen), walaupun terjadi penurunan kredit langsung Bank Indonesia sebesar Rp 1.386 milyar (60,5 persen).
4.3.2.2. Pemberian kredit menurut sektor Pemerintah dan sektor swasta Kredit perbankan sebagai somber pembiayaan pembangunan dapat diperinci menurut kredit yang diberikan di sektor Pemerintah, dan kredit yang diberikan di sektor swasta. Kegiatan yang dibiayai dengan kredit di sektor Pemerintah diantaranya adalah usaha di bidang perindustrian, pertambangan, dan prasarana listrik, serta kegiatan perekonomian lain yang dilaksanakan oleh lembaga-Iembaga negara. Adapun kegiatan di sektor swasta yang dibiayai kredit perbankan adalah semua kegiatan yang diselenggarakan oleh perusahaan swasta, yayasan, koperasi, perorangan, dan lembaga-Iembaga bukan bank milik swasta. Posisi pemberian kredit perbankan sebesar Rp 18.043 milyar pada akhir September 1984 digunakan untuk membiayai kegiatan di sektor Pemerintah sebesar Rp 5.505 milyar (30,5 persen), dan di sektor swasta sebesar Rp 12.538 milyar (69,5 persen). Penyaluran kredit untuk sektor Pemerintah dalam periode April-September 1984 meningkat sebesar Rp 117 milyar, atau 2,2 persen terhadap posisinya sebesar Rp 5.388 milyar pada akhir Maret 1984. Kenaikan terse but berasal dari peningkatan kredit pada bank umum Pemerintah sebesar Rp 1.514 milyar, bank-bank umum swasta nasional sebesar Rp 5 milyar, dan cabang bank asing sebesar Rp 3
Departemen Keuangan RI
95
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
milyar, walaupun terdapat penurunan kredit yang disalurkan melalui kredit langsung Bank Indonesia sebesar Rp 1.405 milyar. Dalam perkembangannya selama periode April-September 1984, pembiayaan kredit di sektor swasta mengalami peningkatan sebesar Rp 1.791 milyar (16,7 persen), sehingga posisinya meningkat dari Rp 10.747 milyar pada akhir bulan Maret menjadi Rp 12.538 milyar pada akhir September 1984. Kenaikan pemberian kredit di sektor swasta tersebut sebagian besar berasal dari kenaikan kredit bank-bank umum Pemerintah, yaitu sebesar Rp 976 milyar, dari bank umum swasta nasional sebesar Rp 681 milyar, cabang bank asing sebesar Rp 115 milyar, dan dari Bank Indonesia sebesar Rp 19 milyar. Perkembangan kredit perbankan menurut sektor Pemerintah dan sektor swasta dapat diikuti pada Tabel IV.6. Tabel IV.6 KREDIT PERBANKAN DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING MENURUT SEKTOR PEMERINTAH DAN SEKTOR SWASTA, 1969/1970 – 1984/1985 (dalam milyar rupiah)
Sektor Bank Indonesia 1) Sektor Pernerintah 2) Sektor Swasta Bank-bank Urnurn Pernerintah Likuiditas sendiri Sektor Pernerintah Sektor Swasta Likuiditas Bank Indonesia Sektor Pernerintah Sektor Swasta Bank-bank Urnurn Swasta Nasional Likuiditas sendiri Sektor Pernerintah Sektor Swasta Likuiditas Bank Indonesia Sektor Swasta Cabang Bankotiank asing 3) Sektor Pernerintah Sektor Swasta Jurnlah kredit perbankan 4) Sektor Pernerintah Sektor Swasta Kredit dalarn valuta aging
1969/1970 Maret
1970/1971 Maret
71 69 2 163 72 7 65 91 50 41 22 21
81 78 3 253 138 21 117 115 39 76 28 24 -
21 1 1 4 4 260 126 134 -
24 4 4 11 11 373 138 235 6
1971/1972 Maret 86 83 3 374 221 46 175 153 57 96 35 28 28 7 7 15 15 510 184 326 24
1972/1973 Maret
1973/1974 Maret
126 122 4 470 302 11 291 168 59 109 55 49 2 47 6 6 34 34 685 194 491 85
136 132 4 815 538 38 500 277 104 173 72 67 3 64 5 5 64 64 1.087 277 810 127
1974/1975 Maret 177 174 3 1.111 686 71 615 425 203 222 98 93 3 90 5 5 63 63 1.449 451 998 305
1975/1976 Maret 264 260 4 1.516 1.008 104 904 508 312 196 149 140 4 136 9 9 76 2 74 2.005 682 1.323 984
1976/1977 Maret 345 342 3 1.869 1.174 119 1.055 695 428 267 211 199 4 195 12 12 99 1 98 2.524 894 1.630 1.193
1077/1978 Maret 343 339 4 2.187 1.542 199 1.443 545 411 134 286 274 4 270 12 12 144 144 2.960 953 2.007 1.115
1978/1979 Maret 1.968 1.948 20 2.696 1.883 207 1.676 813 559 254 382 347 5 342 35 35 207 2 205 5.253 2.721 2.532 387
1). Kredit langsung Bank Indonesia 2). Sejak Maret 1979 terrnasuk pinjarnan valuta aging kepada Pertarnina yang dinyatakan dalarn rupiah 3). Likuiditas sendiri 4). Kredit dalarn rupiah, terrnasuk kredit investasi, KIK dan KMKP
4.3.2.3. Pemberian kredit perbankan menurut sektor ekonomi Menurut sektor ekonomi, pemberian kredit perbankan sebesar Rp 18.043 milyar pada akhir September 1984 digunakan untuk kegiatan di sektor produksi sebesar Rp 8.018 milyar (44,4 persen), di sektor perdagangan sebesar Rp 6.227 milyar (34,5 persen), dan untuk kegiatan di sektor lainnya sebesar Rp 3.798 milyar (21,1 persen). Jumlah pemberian kredit untuk kegiatan di sektor produksi sampai dengan bulan September 1984 sebesar Rp 8.018 milyar tersebut digunakan untuk bidang perindustrian sebesar Rp 6.293 milyar, bidang pertanian sebesar Rp Departemen Keuangan RI
96
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
1.347 milyar, dan bidang pertambangan sebesar Rp 378 milyar. Selama periode AprilSeptember 1984 pemberian kredit untuk kegiatan produksi meningkat sebesar Rp 329 milyar (4,3 persen) yang berasal dari kenaikan kredit di bidang perindustrian sebesar Rp579 milyar, dan di bidang pertanian sebesar Rp 42 milyar, di samping penurunan di bidang pertambangan sebesar Rp 292 milyar. Sementara itu posisi pemberian kredit untuk ,egiatan di sektor perdagangan sampai dengan bulan September 1984 adalah sebesar lp 6.227 milyar, ini berarti bahwa selama periode April-September 1984 telah meningkat sebesar Rp 930 milyar. Sedangkan kredit untuk sektor ekonomi lainnya dalam periode yang iama telah meningkat sebesar Rp 649 milyar. Pemberian kredit di sektor perdagangan sebagian besar digunakan untuk pembiayaan pengadaan pangan. Di samping itu tercatat beberapa kegiatan lainnya yang dibiayai oleh kredit di sektor perdagangan, yaitu antara lain lsaha pengumpulan barang-barang dalam negeri, impor pupuk dan batu bara, distribusi kebutuhan pokok, dan perdagangan eceran.
Tabel IV.7 KREDIT PERBANKAN DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING MENURUT SEKTOR EKONOMI, 1969/1970 – 1984/1985 (dalam milyar rupiah)
SEKTOR Bank Indonesia 1) Produksi 2) Perdagangan Lain-lain Bank-bank Umum Pemerintah Produksi Perdagangan Lain-lain Bank-bank Umum SwastaNasional Produksi Perdagangan Lain-lain Cabang Bank-bank asing Produksi Perdagangan Lain-lain Jumlah kredit perbankan 3) Produksi Perdagangan Lain-lain Kredit dalam valuta asing
1969/1970 1970/1971 1971/1972 1972/1973 1973/1974 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979 Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret 71 163 22 4 260 -
81 253 28 11 373 6
86 374 35 15 510 24
126 18 105 3 470 223 149 98 55 15 22 18 34 13 14 7 685 269 290 126 85
136 21 112 3 815 390 247 178 72 21 23 28 64 25 15 24 1.087 457 397 233 127
177 17 158 2 0,11875 468 388 255 98 29 29 40 63 22 15 26 1.449 536 590 323 305
264 104 149 11 1.516 719 528 269 149 45 62 42 76 33 27 16 2.005 901 766 338 984
345 206 130 9 1.869 979 530 360 211 64 94 53 99 42 39 18 2.524 1.291 793 440 1.193
343 166 165 12 2.187 1.165 602 420 286 82 130 74 144 75 47 22 2.960 1.488 944 528 1.193
1.968 1.735 202 31 2.696 1.565 679 452 382 111 181 90 207 104 71 32 5.253 3.515 1.133 605 387
1) Kredit langsung Bank Indonesia 2) Sejak Maret 1979 termasukpinjaman valuta asing kepada Pertamina yang dinyatakan dalam rupiah 3) Termasuk kredit investasi, KIK dan KMKP, sampai dengan akhir Maret 1980 adalah posisikredit dalam rupiah 4) Angka sementara
Departemen Keuangan RI
97
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
S e k t o.r Bank Indonesia 1) Produksi 2) Perdagangan Lain-lain Bank-bank Umum Pemerintah Produksi Perdagangan Lain-lain Bank-bank Umum Swasta Nasional Produksi Perdagangan Lain-lain Cabang Bank-bank asing Produksi Perdagangan Lain-lain Jumlah kredit perbankan 3) Produksi Perdagangan Lain-lain (Kredit da1am valuta asing)
1979/80 Maret 2.009 1. 784 178 47 3.114 1.842 762 510 508 148 232 128 284 159 76 49 5.915 3.933 1.248 734 412
1980/81 Maret 2.314 1.795 402 117 4.620 2.526 1.121 973 784 178 382 224 436 273 121 42 8.111 4.772 2.026 1.356 359
1981/82 Maret 2.632 1.592 813 227 6.353 3.325 1.678 1.350 1.163 261 580 322 587 344 192 51 10.735 5.522 3.263 1.950 462
1982/83 Maret 2.388 1.139 821 428 8.854 4.970 2.293 1.591 1.726 450 780 496 737 412 241 84 13.705 6.971 4.135 2.599 901
Juni 2.293 1.027 837 429 9.062 5.116 2.353 1.593 1.784 466 785 533 661 384 212 65 13.800 6.993 4.187 2.620 827
1983/84 Des. Sept. 2.362 930 955 477 9.542 5.164 2.757 1.621 1.966 541 849 576 735 416 240 79 14.605 7.051 4.801 2.753 939
Maret
2.356 2.292 720 574 1.110 1.169 526 549 9.787 10.283 11.512 5.405 5.854 2.757 2.712 1.625 1.717 2.295 2.583 645 718 990 1.127 660 738 861 977 470 543 275 289 116 145 15.299 16.135 7.240 7.689 5.132 5.297 2.927 3.149 987 1.065
April
Me i
1984/85 Juni Juni
1.084 1.081 895 521 501 301 -563 580 594 11.782 12.107 12.292 12.644 5.860 5.908 6.071 3.902 4.139 4.328 1.750 1.735 1.708 2.701 2.808 2.917 775 780. 811 1.165 1.216 1.249 761 812 857 981 1.004 1.039 547 555 561 292 296 311 142 153 167 16.278 16.675 16.958 7.703 7.744 7.744 5.359 5.651 5.888 3.216 3.280 3.326 1.017 1.006 1.115
923 304 619 6.064 4.502 1.726 3.039 827 1.318 894 1.031 542 312 177 17.285 7.737 6.132 3.416 1.127
Agost. 4) Sept. 4) 938 906 274 273 664 633 12.773 6.131 6.253 4.728 4.477 1.785 2.043 3.177 3.269 870 905 1.399 1.427 908 937 1.068 1.095 560 587 323 323 185 185 17.827 18..043 7.835 8.018 6.450 6.227 3.542 3.798 1.136 1.146
1) Kredit langsung Bank Indonesia 2) Sejak Maret 1979 termasuk pinjaman valuta asing kepada Pertamina yang dinyatakan dalam rupiah 3) Termasuk kredit investasi, KIK dan KMKP, sampai dengan akhir Maret 1980 adalah posisikredit dalam rupiah 4) Angka sementara
4.2.4. Pemberian kredit perbankan menurut Dati I Pemerataan sarana dan hasil pembangunan juga diusahakan melalui pemberian fasilitas kredit perbankan untuk membiayai kegiatan perekonomian di berbagai sektor yang dialokasikan sesuai dengan kebutuhannya di masing-masing daerah tingkat I di Indonesia. Sampai dengan akhir bulan September 1984, pemberian kredit perbankan untuk seluruh Dati I di Indonesia, tidak termasuk kredit langsung Bank Indonesia, telah mencapai jumlah sebesar Rp 16.582,3 milyar. Kredit tersebut digunakan untuk berbagai kegiatan perekonomian yang dapat diperinci sebagai berikut. Untuk membiayai kegiatan di sektor produksi telah dipergunakan kredit sebesar Rp 7.303,0 milyar (44,0 persen), bidang pertanian sebesar Rp 1.347,3 milyar, bidang pertambangan sebesar Rp 104,4 milyar, dan bidang perindustrian sebesar Rp 5.851,3 milyar. Untuk sektor perdagangan telah disalurkan sebesar Rp 6.167,6 tnilyar (37,2 persen), dan di sektor lain-lain sebesar Rp 3.111,7 milyar (18,8 persen) termasuk kredit untuk bidang jasa-jasa sebesar Rp 2.768,8 milyar. Secara keseluruhan, dalam periode ]anuari-September 1984 telah terjadi peningkatan pemberian kredit di seluruh Dati I sebesar Rp 4.626,5 milyar (38,7 persen), yang berasal dari kenaikan pemberian kredit di sektor produksi sebesar Rp 604,9 milyar (9,0 persen), sektor perdagangan sebesar Rp 2.496,8 milyar (68,0 persen), dan sektor lain-lain sebesar Rp 1.524,8 milyar (96,1 persen). Bila dilihat pemberian kredit di tiap-tiap Dati I, terlihat perkembangan yang cukup menggembir_kan, karena daerah di luar pulau Jawa telah menikmati pemberian kredit yang lebih meningkat. Di Dati I Sumatera Utara terdapat peningkatan volume kredit yang cukup besar, yaitu sebesar Rp 165,1 milyar (20,7 persen), disusul kemudian oleh Dati I Sumatera Selatan dengan Rp 115,6 milyar (49,4 persen), Dati I Kalimantan Barat dengan Rp 67,0 milyar Departemen Keuangan RI
98
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
(32,6 persen), Dati I Sumatera Barat dengan Rp 51,4 milyar (26,5 persen), dan di Dati I Kalimantan Timur meningkat dengan Rp 50,7 milyar (24,0 persen). Posisi penyaluran kredit di Dati I DKI Jakarta raJa akhir bulan September 1984 menunjukkan jumlah sebesar Rp8.351,1 milyar. Dengan demikian selama sembilan bulan dalam tahun 1984, penggunaan kredit di DKI Jaya telah meningkat sebesar Rp 3.183,3 milyar (61,6 persen) terhadap posisinya sebesar Rp 5.167,8 milyar raJa akhir bulan Desember 1983. Peningkatan tersebut tersalur ke sektor produksi sebesar Rp 278,2 milyar (9,5 persen), ke sektor perdagangan sebesar Rp1.932,7 milyar (25,8 persen), dan ke sektor lain-lain sebesar Rp 972,4 milyar (35,4 persen). Dati I Jawa Timur telah menggunakan kredit sebesar Rp 1.839,2 milyar, yang berarti meningkat sebesar Rp355,3 milyar (23,9 persen) terhadap posisinya sebesar Rp 1.483,9 milyar raJa akhir bulan Desember 1983. Pertambahan tersebut dimanfaatkan untuk kegiatan di sektor produksi sebesar Rp 169,8 milyar (19,2 persen), sektor peraagangan sebesar Rp 124,6 milyar (25,6 persen), dan sektor lain-lain sebesar Rp 60,9 milyar (53,3 persen). Kenaikan kredit yang cukup tinggi di sektor produksi terutama digunakan untuk kegiatan perindustrian. Dalam periode yang sarna, Dati I Jawa Tengah telah menggunakan kredit scbesar Rp 978,6 milyar, yang berarti meningkat sebesar Rp 147,4 milyar (17,7 persen) dari posisinya sebesar Rp 831,2 milyar raJa akhir bulan Desember 1983. Jumlah pertambahan tersebut dipergunakan ulltuk membiayai usaha di sektor produksi sebesar Rp 38,4 milyar (8,3 persen), di sektor perdagangan sebesar Rp 66,8 milyar (23,2 persen), dan di sektor lain-lain sebesar Rp 42,2 milyar (50,8 persen). Dati I Jawa Barat sampai dengan akhir bulan September 1984 telah menggunakan kredit sebesar Rp 1.297 milyar, atau selama sembilan bulan terse but telah meningkat sebesar Rp 185,5 milyar (16,7 persen). Jumlah peningkatan terse but dipergunakan untuk kegiatan di sektor produksi sebesar Rp 12,5 milyar (2,1 persen), di sektor perdagangan sebesar Rp 72,0 milyar (25,7 persen), dan di sektor lain-lain sebesar Rp 101,0 milyar (41,0 persen). Jumlah pemberian kredit di Dati I lainnya, sampai dengan akhir bulan September 1984 adalah sebesar Rp 4.115,9 milyar. Dengan demikian sejak akhir bulan Desember 1983 telah meningkat sebesar Rp 755,0 milyar (22,5 persen). Seperti halnya raJa Dati I-Dati I terse but di atas, kenaikan pemberian kredit sebagian besar berasal dari penggunaan kredit di sektor produksi sebesar Rp 106,0 milyar (5,7 persen), perdagangan sebesar Rp 300,7 milyar (27,8 persen), dan di sektor lain-lain sebesar Rp 348,3 milyar (82,0 persen). perkembangan pemberian kredit perbankan menurut Dati I sampai dengan akhir bulan Agustus 1984, dapat diikuti pada Tabel IV.8.
Departemen Keuangan RI
99
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Tabel IV. 8. KREDIT RUPIAH PERBANKAN MENURUT DATI I DAN SEKTOR EKONOMI TIDAK TERMASUK KREDIT LANGSUNG BANK INDONESIA 1) DESEMBER 1983 - SEPTEMBER 1984 (dalam milyar rupiah) D ati I 1. DKl Jaya 2. Jawa Timur 3. Jawa Barat 4. Jawa Tengah 5. Sumatera Utara 6. Sumatera Selatan 7. Sulawesi Selatan 8. Kalimantan Barat 9. Kalimantan Timur 10. Sumatera Barat 11. Lampung 12. Kalimantan Selatan 13. Maluku 14. Ria u 15. B a l i 16. D.I. Yogyakarta 17. D.I. Ace h 18. Sulawesi Utara 19. Jam b i 20. Sulawesi Tengah 21. Nusa Tenggara Barat 22. Kalimantan Tengah 23. Nusa Tenggara Timur 24. IrianJaya 25. Sulawesi Tenggara 26. Bengkulu 27. Timor Timur Jumlah
Produksi Des. Sept.
Perdagangan Des. Sept.
Lain-lain Des. Sept.
2.913,40 882,5 585,7 460,5 522,9 112,3 117
1.536,20 487,1 279,9 287,6 208,9 85 106,9 44,2 38,2 52,9 81,3 48,9 48 33,1" 55,9 40,4 54 53,5 21,2 24,1 23,2 15,1 15 10,2 13,4 5,9 0,7 3.670,80
718,2 114,3 246,4 83,1 66,1 36,6 48 17,6 20,3 36,4 18,8 16,5 7 17,3 23,2 24 15,9 13,7 8,6 9,6 10,1 4,5 8,4 8,3 5,5 7,7 0,8 1.586,90
152,7 104,4 82,5 124,4 86,1 85,8 48,8 51,8 41,2 43,5 29,2 25 25,2 15,5 15,1 10,3 8,9 8,9 0,7 6.698,10
3.191,60 1.052,30 598,2 498,9 589,8 112,5 118,6 203,5 169,8 116,9 83,8 114,4 101,2 88 47,1 53,9 24,5 34 36,7 14,9 20,6 13,4 9,2 2,1 2,6 4,2 0,3 7.303,00
3.468,90 611,7 351,9 354,4 238,2 175,5 126,9 40 56,5 70,6 113,9 73,8 62,1 47,3 65,8 51 59 53,7 25 25,2 25,7 18,9 18,3 11,3 14,3 6,9 0,8 6.167,60
1.690,60 175,2 347,4 125,3 135 61,5 69,8 29,1 35,6 57,6 34 35 20,2 42,5 32,4 30,7 41,8 26,6 13,7 21,9 15,1 10,4 12,6 18,6 13,1 14,6 1,4 3.111,70
Des.
Jumlah Sept. 2)
5.167,80 1.483,90 1.112,00 831,2 797,9 233,9 271,9 205,6 211,2 193,7 182,6 189,8 141,1 136,2 127,9 116,2 111,1 110,7 59 58,7 58,5 35,1 38,5 28,8 27,8 22,5 2,2 11.955,80
8.351,10 1.839,20 1.297,50 978,6 963 349,5 315,3 272,6 261,9 245,1 231,7 223,2 183,5 177,8 145,3 135,6 125,3 114,3 75,:162 61,4 42,7 40,1 32 30 25,7 2,5 16.582,30
1) Termasuk Bapindo dan Bank Pembangunan Daerah 2) Angka sementara
4.3.2.5. Pemberian kredit investasi Kegiatan investasi terus berkembang sejalan dengan kegiatan pembangunan yang semakin meningkat. Sehubungan dengan itu, Pemerintah senantiasa menyempurnakan ketentuan-ketentuan yang menunjang pelaksanaan investasi, alltara lain bank-bank Pemerintah dapat memberikan fasilitas kredit investasi ulltuk industri perkayuan yang berintikan kayu lapis. Demikian pula bank-bank swasta nasional, dan bank asing yang memenuhi persyaratan, dapat pula berperan serta memberikan kredit untuk pembiayaan investasi dengan jumlah maksimum masing-masing sebesar 20 persen dan 35 persen dari baki debet pinjaman, dan sebanyak mungkin dipergunakan untuk proyek-proyek yang menggunakan hasil produksi dalam negeri. Jumlah maksimum pinjaman untuk setiap nasabah bank umllm swasta nasional adalah 10 persen dari modal sendiri, dan tidak lebih dari Rp 1 milyar. SelanjUtnya bank-bank umum
Departemen Keuangan RI
100
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
swasta nasional, dan bank-bank asing diberikan kesempatan melakukan penyertaan modal dalam perusahaan-perusahaan yang potensial, dengan jangka waktu maksimum 8 tahun. Sampai dengan akhir bulan September 1984, pinjaman investasi perbankan dalam rupiah dan valuta asing yang disetujui telah mencapai jumlah sebesar Rp 6.199 milyar. Jumlah terse but telah disalurkan oleh bank-bank Pemerimah sebesar Rp 4.674 milyar, oleh Bank Indonesia sebesar Rp 1.371 milyar, oleh bank-bank umum swasta nasional sebesar Rp 152 milyar, dan oleh cabang bank-bank asing sebesar Rp 2 milyar. Keseluruhan jumlah kredit sebesar Rp 6.199 milyar tersebut dipergunakan untuk kegiatan di bidang perindustrian sebesar Rp 2.766 milyar (44,6 persen), jasa-jasa sebesar Rp 1.004 milyar (16,2 persen), pertanian sebesar Rp 891 milyar (14,4 persen), pertambangan sebesar Rp 734 milyar (11,8 persen), perdagangan sebesar Rp 223 milyar (3,6 persen), dan di bidang lain-lain sebesar Rp 581,0 milyar (9,4 persen). Dibandingkan dengan posisinya pada bulan Maret 1984, dalam periode April-September 1984 telah terjadi peningkatan yang cukup berarti terutama di bidang perindustrian, dan di bidang jasa-jasa, yaitu masing-masing meningkat dcngan Rp 193 milyar (7,5 persen), dan Rp 114 milyar (12,8 persen). Menyusul kemudian peningkatan di bidang pertanian st;besar Rp 99 milyar (12,5 persen), perdagangan sebesar Rp 73 milyar (48,7 persen), dan di bidang lain-lain sebesar Rp 49 milyar (9,2 persen). Dilain pihak terdapat penurunan di bidang pertambangan sebesar Rp 19 milyar (2,5 persen). Dengan demikian secara keseluruhan dalam periode April-September 1984, te12h terjadi peningkatan sebesar Rp 509 milyar (8,9 persen) atau rata-rata perbulan sebesar Rp 85 milyar. Kenaikan dalam periode 1984/1985 tersebut adalah lebih baik dari yang terjadi dalam periode 1983/1984 yang mengalami penurunan sebesar Rp 306 milyar (5,1 persen). Ada pun posisi kredit investasi yang telah direalisasikan sampai dengan akhir bulan September 1984 adalah sebesar Rp 4.795 milyar. Dengan demikian, dalam periode AprilSeptember 1984 telah terjadi peningkatan sebesar Rp 63 milyar (1,3 persen) terhadap posisinya sebesar Rp 4.732 milyar pada akhir bulan Maret 1984. Peningkatan tersebut hemal dari kenaikan kredit di berbagai sektor ekonomi, terutama di bidang jasa-jasa, dan di bidang pertanian, yaitu masingmasing sebesar Rp 132 milyar (17,6 persen), dan sebesar Rp 92 milyar (18,6 persen). Juga terjadi kenaikan di bidang perdagangan sebesar Rp 61 milyar (57,5 persen), dan di bidang -lainlain sebesar Rp 82 milyar (19,0 persen), di samping penurunan di bidang pertambangan sebesar Rp 292 milyar (46,2 persen), dan di. bidang perindustrian sebesar Rp 12 milyar (0,5 persen).
Departemen Keuangan RI
101
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Tabel IV. 9 KREDIT INVESTASI PERBANKAN DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING MENURUT SEKTOR EKONOMI, 1) 1969/1970 - 1984/1985 ( dalam mityar rupiah ) 1969/1970 Maret
Yang disetujui perbankan Pertanian Industri Pertambangan Jasa-jasa 2) Lain - lain Realisasi Pertanian Industri Pertambangan Jasa - jasa 2) Lain -lain
1970/1971 Maret
32 8 11 1 11 1 17 6 5 1 5 -
1971/1972 Maret
78 20 35 22 1 49 13 20 15 1
1972/1973 Maret
115 11 61 40 3 77 6 45 25 1
1973/1974 Maret
147 12 75 1 54 5 107 8 58 39 2
1974/1975 Maret
175 18 84 1 62 10 119 10 61 41 7
1975/1976 Maret
198 19 100 66 13 143 13 73 47 10
270 36 110 5 104 15 196 29 82 5 70 10
1976/1977 Maret
1977/1978 Maret
343 48 137 5 137 16 263 41 97 4 111 10
362 69 143 5 127 18 288 57 109 3 107 12
1978/1979 Maret
448 86 154 10 185 13 343 71 118 2 143 9
1) Sampai dengan Maret 1980, adalah posisi kredit investasi dalam rupiah pada bank-bank Pemerintah 2) Termasuk kredit untuk sektor perdagangan
Sektor Yang disetujui perbankan Pertanian lndustri Pertambangan Perdagangan Jasa-jasa 2) Lain -lain Realisasi Pertanian lndustri Pertambangan Perdagangan Jasa-jasa 2) Lain - lain
1979/80 Maret
1980/81 Maret
662 114 212 6 306 24 463 78 158 2 207 18
3.752 243 968 1.973 49 485 34 3.311 117 917 1.806 39 361 71
1981/82 Maret 4.571 355 1.314 2.002 84 661 155 3.759 219 1.190 1.623 67 521 139
1982/83 Maret 5.996 644 2.164 1.934 121 800 333 4.605 389 1.958 1.182 99 676 301
Juni 5.393 617 2.304 1.092 121 894 365 4.455 416 1.894 1.073 101 645 326
1983/1984 Sept Des 5.650 713 2.359 1.040 138 984 416 4.579 438 2.003 983 117 663 375
5.793 734 2.480 837 129 1.141 472 4.648 477 2.176 769 115 716 395
Maret 5.690 792 2.573 753 150 890 532 4.732 495 2.316 632 106 752 431
April 5.755 815 2.579 753 158 916 534 4.670 509 2.248 579 121 765 448
Mei 5.762 831 2.602 737 160 899 533 4.668 522 2.222 563 123 773 465
1984/1985 Juni Juli 5.681 852 2.643 562 167 925 532 4.658 539 2.340 366 134 813 466
5.794 878 2.669 564 184 963 536 4.630 583 2.225 367 139 827 489
Agust 3) Sept 3) 6.054 6.199 875 891 2.722 2.766 736 734 177 223 975 1.004 569 581 4.694 4.795 586 587 2.242 2.304 340 340 150 167 870 884 506 513
1) Sampai dengan Maret 1980, adalah posisi kredit investasi dalam rupiah pacta bank-bank Pemerintah. 2) Sampai dengan Maret 1980, termasuk kredit untuk sektor perdagangan 3) Angka sementara.
4.3.2.6. Program kredit untuk golongan ekonomi lemah Untuk mendorong peranan pengusaha golongan ekonomi lemah dalam meningkatkan produksi dalam negeri, kebijaksanaan moDeler perbankan 1 Juni 1983 tetap memberikan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, melalui pemberian fasilitas kredit perbankan untuk jenis usaha yang berprioritas tinggi. Sehubungan dengan hat itu, pembiayaannya tetap disediakan melalui fasilitas kredit likuiditas Bank Indonesia, di samping keringanan suku bunga, dan kemudahan-kemudahan untuk memperoleh kredit yang diperlukan. Beberapa jenis kredit berprioritas tinggi tersebut antara lain adalah Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), Kredit Kecil (KK), Kredit Umum Pedesaan (Kupedes), Kredit Koperasi, Kredit Bimas, kredit investasi sampai dengan Rp 75,0 juta, Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dan Kredit Candak Kulak (KCK). Pemberian fasilitas kredit melalui Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) kepada pengusaha kecil yang dilaksanakan sejak akhir tahun 1973, te1ah mengalami beberapa penyempurnaan, baik mengenai besarnya volume kredit yang diberikan maupun mengenai bagian pembiayaan pinjaman, suku bunga serta jangka waktu pinjamannya.
Departemen Keuangan RI
102
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Jika pada awal dilaksanakannya, jumlah maksimum KIK adalah sebesar Rp 5 juta setiap nasabah dengan suku bunga 12 persen setahun, dan jangka waktu maksimum 5 tahun, maka dalam perkembangannya hingga bulan September 1980 jumlah maksimum KIK te1ah menjadi Rp 10 juta, dapat diberikan tambahan plafon sebesar Rp 5 juta, suku bunga 10,5 persen setahun dengan jangka waktu maksimum menjadi 10 tahun. Sejak tanggal 1 Juni 1983, bat as tertinggi KIK dinaikkan lagi menjadi Rp 15 juta, tanpa adanya tambahan plafon, daD dengan suku bunga 12 persen setahun. Selanjutnya pada bulan Juli 1984 diadakan penyesuaian dalam kebijaksanaan KIK/ KMKP. Jumlah kredit likuiditas Bank Indonesia untuk program kredit ini yang semula ditetapkan 80 persen, di tUrunkan menjadi 55 persen, sedang sisanya sebesar 25 persen akan dibiayai dengan dana yang berasal dari Bank Dunia, sedangkan bagian dana dari bank pelaksana tetap 20 persen. Jangka waktu KIK adalah 8 tahun dengan masa tenggang 4 tahun, serta plafon kredit yang dapat disesuaikan dengan kemampuan pelunasan pinjaman oleh nasabah. Ketentuan jumlah maksimum KMKP pada awal diselenggarakannya program ini adalahsebesar Rp 5 juta rupiah, dengan suku bunga 15 persen setahun, danjangka waktu maksimum 3 tahun. Selanjutnya sejak September 1980 plafon KMKP te1ah menjadi Rp 10 juta, dan diberikan tambahan plafon sebesar Rp 5 juta, sehingga jumlah maksimum kredit menjadi Rp 15 jtita, dengan jangka waktu 3 tahun (yang setiap saat dapat diperpanjang), dan suku bunga 12 persen setahun. Mulai 1 Juni 1983 jumlah kredit tersebut ditingkatkan menjadi Rp 15 juta tanpa tambahan plafon, dengan suku bunga tetap sebesar 12 persen setahun. Dalam bulan Juli 1984, jangka waktu KMKP ditetapkan 5 tahun dengan masa tenggang 1 tahun, dan plafon kredit yang senantiasa disesuaikan dengan kemampuan pelunasan pinjaman oleh nasabah. Jumlah KIK dan KMKP yang disetujui sampai dengan bulan September 1984 tercatat sebesar Rp 2.945 milyar, dengan jumlah 1.956 ribu pemohon. Jumlah-jumlah tersebut terdiri dari KIK yang disetujui sebesar Rp 872 milyar (29,6 persen) dengan 238 ribu pemohon, dan KMKP yang disetujui sebesar Rp 2.073 milyar (70,4 persen) dengan 1.718 ribu pemohon. Dalam periode April-September 1984, jumlah KIK mengalami peningkatan sebesar Rp 47 milyar (5,7 persen) dengan pyningkatan nasabah sebesar 10 ribu pemohon (4,4 persell), sedangkan KMKP meningkat sebesar Rp 212 milyar (11,4 persen) dengan peningkatan nasabah sebesar 97 ribu pemohon (6,0 persen). Dengan demikian posisi KIK dan KMKP dalam 6 bulan pertama tahun anggaran 1984/1985 (April-September 1984) menunjukkan pertambahan sebesar Rp 259 milyar (9,6 persen), dengan peningkatan permohonan sebanyak 107 ribu pemohon, atau rata-rata setiap bulannya meningkat sebesar Rp 43,2 milyar dengan 18 ribu pemohon.,Perkembangan KIK dan KMKP dapat dilihat pada Tabel IV.10.
Departemen Keuangan RI
103
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Tabel IV. 10 VESTASI KECIL DAN KREDIT MODAL KERJA P YANG DISETUJUI 1973/1974 - 1984/1985 (dalam milyar rupiah) Periode 1973/1974 Maret 1974/1975 Maret 1975/1976 Maret 1976/1977 Maret 1977/1978 Maret 1978/1979 Maret 1979/1980 Maret 1980/1981 Maret 1981/1982 Juni September Desember Maret 1982/1983 Juni September Desember Maret 1983/1984 April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember J anuari Pebruari Maret 1984/1985 April Mei Juni Juli Agustus September 1)
KIK
KMKP
6 19 34 55 79 113 190 366 421 477 528 571 608 648 685 723 732 741 749 756 766 778 783 790 799 805 819 825 835 847 882 857 860 872
4 18 41 75 124 188 349 656 799 958 . 1.062 1.178 1.300 1.378 1.454 1.542 1.578 1.605 . 1.627 1.657 1.679 1.697 1.725 1. 761 1.798 1.814 1.830 1.861 1.888 1.938 1.961 1.998 2.022 2.073
1) Angka sementara
Pemberian Kredit Kecil (KK) yang diselenggarakan sejak tahun 1974, senantiasa ditingkatkan dari waktu kewaktu sesuai dengan perkembangan. Di samping Kredit Kecil, sejak tahun 1978 telah pula diselenggarakan program kredit Midi untuk pengusaha yang memerlukan kredit dalam jumlah maksimum sampai dengan Rp 500 ribu. Berbeda dengan Kredit Kecil yang sumber dananya berasal dari APBN, Kredit Midi dananya sebagian berasal dari kredit likuiditas Bank Indonesia, dan sebagian lagi dari bank pelaksana. Selanjutnya sejak Januari 1984 telah
Departemen Keuangan RI
104
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
diselenggarakan program kredit baru yang merupakan pengganti dari program Kredit Kecil, dan Kredit Midi. Fasilitas kredit untuk pengusaha kecil ini dikenal dengan Kredit Umum Pedesaan (Kupedes). Kredit ini dananya berasal dari kredit likuiditas Bank Indonesia, dana perbankan yang berhasil dihimpun dari masyarakat, dan dana APBN yang telah disalurkan dalam rangka penyelenggaraan program Kredit Keci!. Sampal dengan akhir September 1984, posisi Kredit Kecil tercatat sebesar Rp 14,4 milyar atau suatu penurunan sebesar Rp 22,1 milyar ( 60,5 persen ) terhadap posisinya pada akhir bulan Maret 1984 sebesar Rp 36,5 milyar. Penurunan tersebut terdiri dari penurunan kredit untuk usaha investasi sebesar Rp 1,5 milyar, dan untuk usaha eksploitasi sebesar Rp 20,6 milyar, yang disebabkan karena selain makin banyak para nasabah mengembalikan kredit dalam periode tersebut, juga disebabkan beralihnya nasabah Kredit Kecil ke Kredit Umum Pedesaan. Dengan dikeluarkannya fasilitas Kupedes ini, fasilitas Kredit Mini dan Kredit Midi masih diteruskan sampai dengan jatuh tempo kredit masing-masing, sedangkan permintaan kredit baru dialihkan ke Kupedes. Fasilitas kredit ini dimaksudkan untuk mengembangkan, dan meningkatkan usaha-usaha kecil di pedesaan, baik usaha-usaha yang sebelumnya pernah dibantu dengan fasilitas Kredit Kecil/Kredit Midi, maupun usaha calon nasabah baru. Jumlah pinjaman yang diberikan kepada nasabah Kupedes adalah minimum sebesar Rp 25.000,- dan maksimum sebesar Rp 1.000.000,-. Kredit tersebut dapat digunakan untuk investasi dengan bunga 12 persen setahun, dan jangka waktu maksimum 3 tahun. Dalam hal Kupedes dipergunakan untuk modal kerja dikenakan suku bunga 18 persen setahun, dan jangka waktu maksimum 2 tahun. Bagi nasabah yang menunggak pengembalian pinjamannya, suku bunga_ya akan dinaikkan masing-masing menjadi 18 persen setahun untuk kredit investasi, dan 24 persen setahun untuk kredit modal kerja. Sampai dengan akhir September 1984, posisi Kupedes yang diselenggarakan sejak Januari 1984 telah mencapai Rp 88,6 milyar, atau rata-rata Rp 9,8 milyar setiap bulan. Perkembangan Kredit Kecil dan Kupedes dapat dilihat pada Tabel IV.11. Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan pemberian kredit kepada pengusaha kecil, PT Askrindo dalam kegiatannya telah menyediakan jasa pertanggungan atas kredit perbankan yang diberikan. Dalam tahun 1984 sampai dengan bulan September 1984, jumlah pertanggungan yang diberikan terhadap. Kredit Investasi Kecil (KIK) adalah sebesar Rp 71,2 milyar untuk 13 ribu nasabah, terhadap Kredit Modal Kerja Perman en (KMKP) sebesar Rp236,2 milyar untuk 176 ribu nasabah, dan terhadap kredit eksploitasi biasa sebesar Rp 36,9 milyar untuk 62 ribu nasabah. Secara keseluruhan, jumlah pertanggungan yang diberikan kepada KIK, KMKP, dan kredit eksploitasi biasa adalah sebesar Rp 344,3 milyar untuk 251
Departemen Keuangan RI
105
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
ribu nasabah. Menurut sektor ekonomi, dari keseluruhan jumlah pertanggungan tersebut di atas, sebesar Rp 11,7 milyar merupakan jumlah pertanggungan yang diberikan secara masal kepada 124 ribu nasabah, dan Rp 332,6 milyar merupakan pertanggungan kredit yang diberikan secara individual kepada 127 ribu nasabah. Secara terperinci pemberian pertanggungan secara masal meliputi sektor pertanian sebesar Rp 8,5 milyar untuk 122 ribu nasabah, perdagangan sebesar Rp 1,4 milyar untUk 389 nasabah, dan sektor jasa-jasa sebesar Rp 1,8 milyar untuk 1.682 nasabah. Pemberian pertanggungan secara individual terdiri dari nilai pertanggungan di sektor pertanian sebesar Rp 10,0 milyar untuk 5 ribu nasabah, industri sebesar Rp 23,2 milyar untuk 5 ribu nasabah, perdagangan sebesar Rp 231,4 milyar untuk 68 ribu nasabah, jasa-jasa sebesar Rp49,1 milyar untuk 9 ribu nasabah, dan di sektor ekonomi lainnya sebesar Rp 18,9 milyar untuk 40 ribu nasabah. Di dalam keseluruhan kredit yang dijamin PT Askrindo, termasuk kredit sebesar Rp 0,2 juta untuk satU BUUD/KUD. Guna mendorong kegiatan para pengusaha kecil, PT Bahana sejak tahun 1974 telah pula memberikan bantUan dalam bentuk penyertaan modal, pemberian kredit penjembatan, maupun dalam bentuk penanaman lainnya. Sampai .dengan bulan September 1984, PT Bahana telah melakukan penanaman dana sebesar Rp 4.285,0 juta yang terdiri dari kredit penjembatan sebesar Rp 3.612,0 juta, penyertaan modal sebesar Rp 662,1 juta kepada 39 buah perusahaan dan penanaman dana lainnya sebesar Rp 10,9 juta. Bantuan tersebut terutama dipergunakan untuk usaha di sektor perdagangan dan industri. Di samping program-program kredit diatas, maka untuk meningkatkan pendapatan serta menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat pedesaan dan kota-kota kecamatan, sejak tahun 1976 Pemerintah menyelenggarakan program Kredit Candak Kulak untuk para bakul/pedagang kecil di pedesaan. Pada waktu dimulainya program kredit tersebut, jumlah pinjaman yang dapat diberikan kepada seorang peminjam maksimum adalah Rp 15.000,-, yang sejak bulan Juli 1982 ditingkatkan menjadi Rp 30.000,-. Sampai dengan akhir bulan September 1984, perputaran KCK telah mencapai sebesar Rp 162 milyar yang meliputi 13.588 peminjam, sedangkan pada akhir bulan Maret 1984 jumlahnya baru mencapai Rp 150 milyar dengan jumlah 12.956 peminjam. Hal ini berarti bahwa dalam periode AprilSeptember 1984 perputaran KCK mengalami peningkatan sebesar Rp 12 milyar (8,0 persen), dengan peningkatan sebanyak 632 nasabah. Kredit ini disalurkan oleh Bank Rakyat Indonesia dengan syarat lunak, dan bunga yang rendah melalui 4.964 BUUD/KUD yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Departemen Keuangan RI
106
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Tabel IV. 11 KREDIT KECIL DAN KREDIT UMUM PEDESAAN, 1974/1975 1984/1985
Periode 1974/1975 Maret 1975/1976 Maret 1976/1977 Maret 1977/1978 Maret 1978/1979 Maret 1979/1980 Maret 1980/1981 Maret 1981/1982 Juni September Desember Maret 1982/1983 Juni September Desember Maret 1983/1984 April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Pebruari Maret 1984/1985 April Mei Juni Juli Agustus September l)
Kredit Kecil Kredit Umum Pedesaan Jumlah pinjaman Jumlah pinjaman peminjam rupiah ) peminjam rupiah) 61.824 131.603 207.773 252.810 342.246 407.266 618.229 665.708 710.290 750.822 744.740 760.659 758.040 756.806 766.208 757.601 756.509 749.503 741.159 723.855 716.597 702.934 695.438 687.340 603.741 566.404 491.130 445.294 393.474 353.920 313.829 272.250 234.972
2.137 5.029 8.192 11.058 15.754 20.398 41.322 47.162 50.879 54.414 56.968 60.256 59.065 59.641 62.932 62.673 63.592 63.925 62.088 59.902 58.533 57.281 57.204 57.911 4-9.220 ,44.306 36.518 31.689 26.411 22.991 19.670 16.599 14.416
13.104 57.467 161.406 224.519 296.783 359.981 398.974 450.553 498.277
2.880 12.172 30.662 45.332 58.579 71.230 75.280 82.708 88.624
1) Angka sementara.
Guna membantu mengatasi kebutuhan akan perumahan, Pemerintah sejak tahun 1976 menyediakan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang disalurkan melalui Bank Tabungan Negara. Sampai dengan akhir bulan September 1984, posisi pemberian KPR mencapai jumlah sebesar Rp 721 milyar, yang digunakan untuk membangun 215.613 unit rumah yang terdiri dari 92.417 unit dibangun oleh rerum Perumnas, dan 123.196 unit dibangun oleh non Perumnas. Bila dibandingkan dengan posisinya pada bulan Maret 1984 sebesar Rp 620 milyar, selama
Departemen Keuangan RI
107
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
periode April-September 1984 pemberian KPR telah mengalami peningkatan sebesar Rp 101 milyar (16,3 persen) untuk membangun 19.778 unit rumah. Dari jumlah tersebut, sebanyak 3.882 unit dengan nilai sebesar Rp 8 milyar dibangun oleh rerum Perumnas, dan 15.896 unit dengan nilai Rp 93 milyar dibangun oleh non Perumnas. Kredit untuk pembangunan rumah oleh rerum Perumnas dananya berasal dari APBN, sedangkan kredit untuk pembangunan rumah non Perumnas dananya berasal dari dana perbankan.
4.4. Lembaga-lembaga keuangan 4.4.1. Lembaga keuangan perbankan Kebijaksanaan Pemerintah untuk mengembangkan dan membina sektor perbankan dalam tahun 1984/1985 merupakan kelanjutan dari kebijaksanaan dalam tahun anggaran sebelumnya yang diarahkan untuk menumbuhkan sistem perbankan yang sehat, dan berhasil guna dalam menunjang pembangunan nasional. Untuk tetap meningkatkan keikutsertaan masyarakat dalam membiayai pembangunan, dalam Repelita IV sasaran kebijaksanaan moDeter diarahkan untuk meningkatkan efisiensi kerja, serta menyempurnakan organisasiorganisasi lembaga keuangan. Hal itu dimaksudkan agar lembaga-lembaga keuangan lebih efektif menjalankan fungsinya sebagai perantara keuangan dalam bentuk mobilisasi daD penyaluran dana-dana masyarakat. Lembaga-Iembaga keuangan perbankan akan dikembangkan dan diperluas agar pelayanannya dapat menjangkau ke seluruh daerah kabupaten, kecamatan, dan pedesaan. Pembinaan yang telah dilakukan selama ini terutama diarahkan kepada usaha untuk lebih mengembangkan bank pembangunan daerah (BPD), bank perkreditan rakyat (BPR), dan bank pembangunan koperasi. Usaha memperkuat permodalan BPD serta pembinaannya dalam bentuk pemberian bantuan teknis dan pendidikan tetap dilanjutkan. Dalam tahun 1983/84 bantuan tersebut diberikan kepada 2 BPD, sehingga sampai saar ini telah dicakup 27 buah BPD yang tersebar merata di setiap ibukota propinsi. Di samping itu, guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan jasa perbankan terutama di daerah-daerah, Pemerintah telah memperlunak persyaratan pendirian kantor cabang, dan kantor cabang pembantu BPD. Usaha untuk meningkatkan bank perkreditan rakyat di dalam rangka membantu pengusaha golongan ekonomi lemah yang berada di pedesaan terus dilakukan dengan pemberian fasilitas kredit likuiditas yang disalurkan melalui Bank Rakyat Indonesia (BRI). Jumlah kredit yang diperoleh daTi BRI adalah antara 1,5 sampai 3 kali modal sendiri, dengan suku bunga 13,5 persen per rabun, dan jangka waktu satu tahun.
Departemen Keuangan RI
108
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Demikian pula sejak Pebruari 1983 tata kerja bank-bank umum yang berbadan hukum koperasi, disesuaikan dengan tempat dimana bank didirikan terutama mengenai besarnya modal koperasi. Usaha menciptakan pertumbuhan yang lebih seimbang diantara bank-bank umum swasta nasional (BUSN), dilaksanakan melalui pemberian kemudahan untuk membuka kantor cabang, dan kantor cabang pembantu, sedangkan himbauan untUk melakukan penggabungan usaha (merger) terus dilanjutkan. Dalam tahun 1983/1984, dan semester I 1984/1985, sebanyak 2 bank telah melakukan penggabungan usahanya, sehingga BUSN yang telah mengadakan merger sampai dengan AgustUs 1984 berjumlah 94 bank. Berdasarkan Keppres nomor 29 tahun 1984 sebagai pengganti Keppres no. 14A tahun 1980, bank-bank dan lembaga-Iembaga keuangan bukan bank masih tetap dapat menerbitkan surat jaminan bank dalam rangka memberikan kesempatan lebih luas bagi masyarakat, dan pengusaha ekonomi lemah. Dalam rangka memperluas dan memperlancar lalu lint as uang giral, perluasan kliring lokal di wilayah, yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia terus ditingkatkan. Dalam tahtm terakhir ini, jumlah tempat penyelenggara kliring lokal tersebut telah bertambah dengan 3 tempat sehingga menjadi 24 tempat. Jumlah kantor cabang pembantu sebagai peserta tidak langsung dari kliring lokal telah bertambah dengan 24 kantor, sehingga jumlahnya menjadi 80 kantor pacta akhir Juli 1984.
4.4.2. Lembaga-Iembaga keuangan bukan bank Lembaga-Iembaga keuangan bukan bank (LKBB) mempunyai peranan penting dalam menunjang pengerahan dana dari masyarakat untuk kemudian menyalurkan dana tersebut bagi kegiatan yang produktip. Ada 3 macam jenis LKBB, yaitu jenis yang bergerak di bidang pembiayaan pembangunan, jenis investasi, dan jenis lainnya. Tugas LKBB jenis pembiayaan pembangunan terutama adalah memberikan. kredit jangka menengah atau jangka panjang, dan melakukan penyertaan modal dalam perusahaan-perusahaan. LKBB jenis investasi terutama melakukan usaha sebagai perantara dalam menerbitkan surat-surat berharga, dan menjamin serta menanggung terjualnya surat-surat berharga (underwriter). Sedangkan tugas LKBB jenis pembiayaan lainnya adalah memberikan pinjaman kepada masyarakat golongan berpenghasilan menengah untuk memiliki rumah. Untuk lebih meningkatkan peranan LKBB di dalam pengembangan posar uang dan modal, serta agar peranannya selaras dengan kebijaksanaan ekonomi keuangan, tugas pembinaan dan pengawasan LKBB yang semula dilaksanakan oleh Bank Indonesia, sejak tahun 1982 dilakukan oleh Departemen Keuangan. Di samping itu
Departemen Keuangan RI
109
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
pendirian LKBB tetap hanya diberikan untuk kantor perwakilannya saja. Demikian pula untuk lebih meningkatkan peranan LKBB dalam perdagangan surat-surat berharga, Bank Indonesia telah memberikan fasilitas diskonto ulang. Surat berharga yang dapat didiskonto ulangkan kepada Bank Indonesia telah diperluas dengan obligasi. Untuk tahap pertama, jumlah obligasi yang dapat didiskonto ulangkan kepada Bank Indonesia ditetapkan sebesar 70 persen dari nilai nominalnya. Dalam tahun 1983/1984, surat-surat berharga yang didiskontokan kepada Bank Indonesia berjumlah sebesar Rp 156 milyar, dan jumlah surat berharga yang dibeli kembali oleh LKBB adalah sebesar Rp 197 milyar. Posisi fasilitas diskonto ulang pada akhir Maret 1983 tercatat sebesar Rp 43 milyar. Dengan adanya pembelian kembali suqtt-surat berharga yang lebih besar sejumlah Rp 41 milyar, berarti posisi fasilitas diskonto ulang menurun menjadi Rp 2 milyar pada akhir Maret 1984. Selanjutnya dalam tahun 1984/1985 (sampai dengan Juli 1984), telah dijual surat-surat berharga kepada Bank Indonesia sebesar Rp 57 milyar, dan dibeli kembali sebesar Rp 51 milyar. Dengan demikian posisi fasilitas diskonto ulang pada akhir Juli 1984 naik menjadi Rp 8 milyar. Adapun penanaman dana dari LKBB secara keseluruhan selama periode AprilSeptember 1984 mengalami kenaikan sebesar Rp 65.milyar (6,0 persen), sehingga posisinya menjadi Rp 1.155 milyar. Sementara itU jumlah dananya pada periode yang sarna telah meningkat sebesar Rp 58 milyar atau 5,2 persen, sehingga posisinya menjadi sebesar Rp 1.162 milyar. Penanaman dana dari LKBB sebesar Rp 1.155 milyar pada akhir September 1984 terse but terdiri dari penanaman dana LKBB jebis investasi sebesar Rp 917 milyar (79,4 persen) dan jenis pembangunan sebesar Rp 238 milyar (20,6 persen). Kedua jenis penanaman dana tersebut, dalam periode April-September 1984 mengalami kenaikan masing-masing sebesar 5,2 persen, dan 9,2 persen. Di lain pihak jumlah dana yang berhasil dihimpun oleh LKBB jenis investasi sampai dengan September 1984 berjumlah sebesar Rp 919 milyar atau 4,2 persen lebih tinggi dari posisinya sebesar Rp 882 milyar pada akhir Maret 1984. Sedangkan jumlah dana LKBB jenis pembangunan berjumlah sebesar Rp 243 milyar, yang berarti mengalami kenaikan sebesar 9,5 persen dalam periode yang sarna. Dengan berkembangnya perekonomian Indonesia, maka mulai ditempuh pula cara pernbiayaan alternatip melalui leasing, yang secara formal mulai diperkenalkan oleh Pemerintah sejak tahun 1974. Leasing adalah kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala, disertai dengan. hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan, atau
Departemen Keuangan RI
110
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersarna. Sejak diselenggarakannya sampai dengan akhir semester I 1984, jumlah perusahaan leasing telah mencapai 41 perusahaan yang terdiri dari 1 perusahaan milik negara, 14 perusahaan milik swasta nasional, dan 26 perusahaan leasing patungan.Kegiatan usaha leasing antara lain dapat dilihat dari besarnya nilai kontrak leasingnya, yang selama April-Juni 1984 mencapai sebesar Rp 108,5 milyar. Dibandingkan dengan nilai kontrak leasing dalam periode yang sarna tahun lalu sebesar Rp 47,2 milyar, maka dalam tahun 1984 terdapat peningkatan kegiatan leasing yang cukup besar.
4.4.3. Perasuransian Perkembangan perekonomian dalam lahar pernbangunan yang semakin meningkat akan memperluas bidang-bidang usaha perasuransian, yang pada gilirannya akan membawa kernajuan kegiatan di bidang perasuransian. Kegiatan asuransi meliputi pemberian pertanggungan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat kebakaran, pengangkutan, kesehatan tenaga kerja, pensiunan, kematian, dan bea siswa. Kegiatan ini di Indonesia dapat digolongkan ke dalam 3 golongan, yaitu asuransi kerugian dan reasuransi, asuransi jiwa, dan asuransi sosial. Industri asuransi mempunyai beberapa fungsi, antara lain menanggung resiko, sebagai alar pernupukan modal, sebagai salah satu sumber pendapatan Pemerintah, maupun sebagai penyerap tenaga kerja. Sampai dengan tahun 1983, jumlah dana investasi dari sektor asuransi telah mencapai jumlah sebesar Rp 900,2 milyar, yang berasal dari dana-dana investasi asuransi kerugian, dan reasuransi sebesar Rp 159,9 milyar, asuransijiwa sebesar Rp 169,9 milyar, dan asuransi sosial sebesar Rp 570,4 milyar. Bila hal ini dibandingkan dengan dana investasi dari sektor asuransi dalam tahun 1982, berarti telah terjadi kenaikan sebesar Rp 225,5 milyar (33,4 persen). peningkatan ini disebabkan adanya peningkatan dana-dana investasi dari sektor-sektor asuransi kerugian dan reasuransi, asuransi jiwa, serta asuransi sosial, masingmasing sebesar Rp8,2 milyar (5,4 persen\ Rp 58,8 milyar (52,9 persen), dan Rp 158,5 milyar (38,5 persen). Berdasarkan perkembangan sampai dengan semester I 1984/1985, jumlah perusahaan asuransi kerugian, dan reasuransi kerugian adalah sebanyak 68 buah, 3 buah diantaranya merupakan perusahaan milik negara, 53 buah milik swasta nasional, dan 12 buah milik patungan. Jumlah premi bersih yang diterima selama semester f1984/1985 adalah sebesar Rp 52,1 milyar sedangkan jumlah tagihan bersih yang harus dibayar dalam periode yang sarna hanya berjumlah sebesar Rp 21,1 milyar. Asuransi jiwa bertalian dengan pemberian jaminan terhadap resiko yang timbul terhadap kematian, dan masa pensiun. Sampai saat ini jumlah perusahaan asuransi Departemen Keuangan RI
111
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
jiwa yang ada di Indonesia, termasuk Koperasi Asuransi Indonesia (KAI), adalah sebanyak 15 perusahaan. Pemerintah telah memberikan kesempatan kepada pengusaha nasional untuk mendirikan perusahaan asuransi jiwa baru, sedangkan pengusaha asing dapat melakukan usaha patungan dengan perusahaan asuransi jiwa nasional yang ada. Perkembangan usaha asuransi jiwa pada saat ini terlihat pada jumlah polis yang dalam tahun 1983 berjumlah 2.259.760 buah, sedangkan pada tahun 1978 baru mencapai 1.817.906 buah. Dengan demikian selama 5 tahun terse but terjadi kenaikan sebesar 24,4 persen, atau rata-rata setiap tahun sebesar 4,9 persen. Dalam periode yang sarna, jumlah uang pertanggungan asuransi jiwa telah meningkat sebesar Rp 1.741,8 milyar (195,3 persen), sehingga jumlahnya menjadi sebesar Rp 2.633,8 milyar dalam tahun 1983, atau rata-rata setiap tahunnya mengalami peningkatan sebesar Rp 348,4 milyar (39,1 persen). Dalam tahun 1983 saja jumlah pertanggungan meningkat sebesar Rp699,0 milyar (36,1 persen). Sementara itu jumlah dana investasi asuransi jiwa yang ditanam dalam bentuk deposito, pinjaman polis, dan jenis-jenis investasi lainnya, sampai dengan tahun 1983 mencapai sebesar Rp 169,9 milyar. Dari jumlah tersebut Rp 80,4 milyar diantaranya diinvestasikan dalam deposito, dan Rp 38,0 milyar diinvestasikan dalam pinjaman polis. Kalau dibandingkan dengan jumlah dana investasi dalam tahun 1978, investasi perusahaan asuransi jiwa telah meningkat sebesar Rp 140,9 milyar (484,7 persen), atau rata-rata Rp 28,2 milyar (96,9 persen) setiap tahunnya. Sedangkan dalam tahun 1983 tercatat peningkatan sebesar Rp 58,8 milyar (52,9 persen). Perkembangan perusahaan asuransi so sial menunjukkan gambaran adanya pembinaan serta penyempurnaan yang dilakukan terhadap perusahaan tersebut. Jumlah peserta asuransi sosial sejak tahun 1978 sampai dengan 1983 naik rata-rata 21,8 persen setiap tahunnya. Jika dalam tahun 1978 pesertanya adalah sebanyak 2.308 ribu orang, dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi sebanyak 4.821 ribu orang. Jumlah nilai pertanggungannya dalam periode yang sarna juga menunjukkan peningkatan rata-rata sebesar 58,7 persen setiap tahunnya, sehingga posisinya dalam tahun 1983 menjadi Rp 1.969 milyar. Jumlah premi dalam periode yang sarna mengalami kenaikan dengan 59,1 persen pertahun, sehingga jumlah premi untuk tahun 1983 berjumlah Rp 114,3 milyar. Perkefnbangan dana investasi yang dilakukan perusahaan asuransi sosial juga meningkat. Selama periode 5 tahun, dana investasi meningkat sebesar Rp 95,7 milyar setiap tahunnya, sedangkan dalam tahun 1983 saja tercatat peningkatan sebesar Rp 158,5 milyar (38,5 persen), yakni dari posisinya sebesar Rp 411,9 milyar dalam tahun 1982, menjadi Rp 570,4 milyar pada tahun 1983. Perkembangan dana investasi dari
Departemen Keuangan RI
112
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
sektor asuransi dapat diikuti dalam Tabel IV.12. Tabel IV. DANA INVESTASI DARI SEKTOR ASURANSI, 1969 - 1983 ( dalam juta rupiah) kerugian reasuransi
Periode 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1)
1.103 2.073 4.344 5.475 8.889 12.827 18.322 25.247 32.530 39.481 54.983 77.246 105.288 151.629 159.861
Asuransi jiwa 30 222 404 961 2.051 2.527 7.743 11.264 18.085 29.064 40.609 59.405 83.560 111.182 169.946
Asuransi sosial 1.560 2.631 3.163 3.756 4.872 8.188 21.333 36.198 60.267 92.004 126.939 177.531 296.405 411.903 570.391
Jumlah 2.693 4.926 7.911 10.192 15.812 23.542 47.398 72.709 110.882 160.549 222.531 314.182 485.253 674.714 900.198
1) Angka sementara
4.4.4. Pasar Modal Dalam rangka meningkatkan peranserta masyarakat dalam pemilikan saham, dan obligasi yang diterbitkan perusahaan atau badan usaha, Pemerintah senantiasa berusaha untuk menyempurnakan tala cara perdagangan efek di bursa. Sejak bulan Juli 1983 telah dipercepat tala cara penyelesaian transaksi efek di bursa dari 14 hari menjadi 4 hari. Di samping itu guna meningkatkan kegiatan perdagangan efek, sejak Juni 1983 bank dan LKBB yang ingin menjadi pedagang efek diwajibkan menyisihkan modal usaha sekurang-kurangnya Rp 250 juta. Sedangkan bagi badan hukum lainnya yang berbentuk PT, dan perorangan harus mempunyai modal disetor atau modal sendiri sekurang-kurangnya Rp 100 juta. Sejak Januari 1983 telah diadakan penyempurnaan ketentuan mengenai pemberian keringanan perpajakan bagi perorangan, dan badan usaha yang membeli obligasi yang telah memperoleh ijin dari Menteri Keuangan tidak dilakukan pengusutan fiskal. Pembelian obligasi tidak dapat dipergunakan baik secara langsung maupun tidak langsung sebagai dasar pengenaan pajak mengenai masa sebelum pembelian. Pajak alas bunga, dividen dan royalty yang terhutang alas pembayaran bunga dan hadiah obligasi diberikan keringanan berupa tidak ditagihnya sebesar 50 persen, sehingga tarip pengenaan efektip adalah 10 persen yang bersifat pungutan final. Selanjutnya
Departemen Keuangan RI
113
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
tidak dilakukan lagi penagihan pajak penjualan dan pajak perseroan yang terhutang dari hasil penerimaan bunga dan hadiah obligasi. Di samping itu Pemerintah telah membebaskan pajak penghasilan alas dana pensiun yang ditanam dalam bentuk saham, dan sertifikat dana yang diperdagangkan di luar bursa, serta obligasi yang dikeluarkan oleh badan usaha milik negara. Berbagai kegiatan promosi dan penelitian telah ditingkatkan untuk menjadikan pasar modal sebagai sarana pembiayaan yang potensial, dan efektif. Dalam tahun 1983/1984 dan semester I 1984/1985, telah disetujui permohonan 8 perusahaan untuk memasarkan sahamnya, dan 1 perusahaan untuk memasarkail obligasi melalui posar modal. Dengan demikian, sejak diaktipkannya kembali bursa efek di Indonesia pada bulan AgustUs 1977, maka sampai dengan Agustus 1984, jumlah perusahaan yang telah terdaftar adalah sebanyak .26 buah, 23 buah diantaranya menerbitkan saham sejumlah 57,2 juta lembar saham dengan nilai emisi . Rp 130,8 milyar, dan 3 buah badan usaha menerbitkan obligasi sebanyak 263.230 lembar dengan nilai Rp 154,7 milyar. Berdasarkan harga penawaran perdana, kedua puluh enam perusahaan, dan badan usaha itu telah menyerap dana masyarakat melalui pasar modal sebesar Rp 285,5 milyar. Perkembangan perusahaan-perusahaan/badan-badan usaha yang telah memasyarakatkan saham dan obligasi melalui posar modal dapat diikuti dalam Tabel IV.13 dan Tabel IV.14. Dengan mulai diterbitkannya obligasi, berarti pasar modal di Indonesia mulai memasuki tahap lanjut dalam perluasan transaksi modalnya. Adapun perusahaan/badan usaha yang menerbitkan obligasi sampai dengan Agustus 1984 adalah PT Jasa Marga (di bidang jalan tol), Bank Pembangunan Indonesia (di bidang perbankan), dan PT Papan Sejahtera (di bidang perumahan). Penerbitan berbagai jenis sertifikat saham PT Danareksa berkaitan erat dengan tujuan menyebarluaskan pemilikan sertifikat kepada masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah, dan menengah. Sampai dengan Agustus 1984, PT Danareksa telah menerbitkan dua jenis sertifikat yaitu sertifikat saham dan sertifikat dana, yang seluruhnya berjumlah 7.420 ribu sertifikat dengan nilai Rp 72,3 milyar. Jumlah sertifikat saham dan sertifikat dana yang berada di masyarakat sampai dengan akhir tahun 1983/1984 adalah sebanyak 6.115 ribu lembar dengan nilai sebesar Rp 60,5 milyar.
Departemen Keuangan RI
114
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Tabel IV. 13 PERUSAHAAN-PERUSAHAAN/BADAN USAHA YANG TELAH MEMASYARAKATKAN SAHAM MELALUI PASAR MODAL SAMPAI DENGAN AGUSTUS 1984 Jumlah Harga Nilai pasar Perusahaan emisi Kumulatif penawaran Perdana Kumulatif (lembar) (lembar) (Rp/lembar) (Juta Rp) (Juta Rp) 1. PT Semen Cibinong - Emisi I - Emisi II 2. PT Centex - Emisi I - Emisi II 3. PT BAT Indonesia 4. PT Tificorp 5. PT Richardson Vicks Indonesia 6. PT Goodyear Indonesia 7. PT Merck Indonesia 8. PT Multi Bintang Indonesia 9. PT Unilever Indonesia 10. PT Sepatu Bata Indonesia 11. PT Unitex 12. PT Sucaco 13. PT Bayer Indonesia 14. PT Panin Bank Indonesia - Emisi I - Emisi II 15. PT Squibb Indonesia 16. PT Asuransi Jiwa Panin Putra 17. PT Sari Husada 18. PT Panin Union Insurance Ltd 19. PT Regnis Indonesia 20. PT Pfizer Indonesia 21. PT Delta Jakarta 22. PT Hotel Prapatan 23. . PT Jakarta International Hotel
Departemen Keuangan RI
342.116 214.980
342.116 557.096
10.000 16.750
3.421,20 3.600,90
3.421,20 7.022,10
116.000 584.000 6.600.000 1.100.000 360.000 6.150.000 1.680.000 3.520.012 9.200.000 1.200.000 733.500 4.800.000 2.324.100
673.096 1.257.096 7.857.096 8.957.096 9.317.096 15.467.096 17.147.096 20.667.108 29.867.108 31.067.108 31.800.608 36.600.608 38.924.708
5.500 5.000 2.500 7.250 3.000 1.250 1.900 1.570 3.175 1.275 1.475 1.100 1.325
638 2.920,00 16.500,00 7.975,00 1.080,00 7.687,50 3.192,00 5.526,40 29.210,00 1.530,00 1.081,90 5.280,00 3.079,40
7.660,10 10.580,10 27.080,10 35.055,10 36.135,10 43.822,60 47.014,60 52.541,00 81.751,00 83.281,00 84.362,90 89.642,90 92.722,30
1.637.500 3.162.500 972.000 1.020.000 1.000.000 765.000 523.500 600.000 347.400 1.665.976 6.618.600
40.562.208 43.724.708 44.696.708 45.716.708 46.716.708 47.481.708 48.005.208 48.605.208 48.952.608 50.618.584 57.237.184
3.475 3.550 1.050 2.950 1.850 1.150 1.540 1.425 2.950 1.050 1.500
5.690,30 11.226,90 1.020,60 3.009,00 1.850,00 879,8 806.2 855 .1.024,8 1.749,30 9.927,90
98.412,60 109.639,50 110.660,10 113.669,10 115.519,10 116.398,90 117.205,10 118.060,10 119.084,90 120.834,20 130.762,10
115
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Tabel IV. 14 PERUSAHAAN-PERUSAHAAN/BADAN USAHA YANG TELAH MEMASYARAKATKAN OBLIGASI MELALUI PASAR MODAL (Januari 1983 sId Agustus 1984)
Perusahaan PT Jasa Marga I
Bank Pembangunan
PT Papan Sejakhtera
PT Jasa Marga II
Jumlah
Jumlah emisi Pecahan Harga nominal (lembar) Harga Perdana Nilai Harga (ribu Rp) (juta Rp) 125.000 46.000 24.080 2.960 960 1.000 15.000 6.000 4.500 5.500 1.650 1.000 1.000 1.000 1.680 1.000 400 200 1. 300 2.600 2.250 6.550 4.800 6.800 263.230
10 50 100 1.000 5.000 10.000 10 100 500 1.000 10.000 10 50 100 500 1.000 5.000 10.000 50 100 500 1.000 5.000 10.000
1.250,00 2.300,00 2.408,00 2.960,00 4.800,00 10.000,00 150 600 2.250,00 5.500,00 16.500,00 10 50 100 840 1.000,00 2.000,00 2.000,00 65 260 1.125,00 6.550,00 24.000,00 68.000,00 154.718,00
4.5. Perkiraan jumlah uang beredar dan kredit perbankan tahun 1985/1986 Perkiraan jumlah uang beredar didasarkan pada anggapan-anggapan, bahwa kenaikan Darga dalam tahun 1985/1986 tidak banyak berbeda dibandingkan dengan tahun 1984/1985. Pada akhir tahun 1984/1985 jumlah uang beredar dan kredit perbankan diperkirakan sebesar Rp8.943,0 milyar, dan Rp 19.845,0 milyar. Dalam tahun 1985/1986 jumlah uang beredar diperkirakan akan bertambah dengan Rp 1.221,0 milyar (13,7 persen), sedangkan kredit perbankan bertambah dengan Rp 4.565,0 milyar (23,0 persen). Dengan demikian posisi jumlah uang beredar, dan kredit perbankan pada akhir tahun 1985/1986 diperkirakan mencapaijumlah Rp 10.164,0 milyar dan Rp 24.410,0 milyar.
Departemen Keuangan RI
116
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
BAB V NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI
5.1.
Pendahuluan Memasuki tahun pertama Repelita IV, perkembangan ekonomi dunia belum
sepenuhnya pulih dan resesi yang berkepanjangan, sehingga pengaruh positifnya masih dirasakan terbatas bagi kemajuan ekonomi negara-negara berkembang. Tanda-tanda perbaikan ekonomi yang telah mulai tampak dalam tahun terakhir Pelita III belumlah sepenuhnya berkembang seperti yang diharapkan. Sebagai akibatnya, proses peningkatan kegiatan yang berlangsung dalam tahun 1984 belum secara merata terjadi pada semua negara industri. Amerika Serikat, Kanada dan Jepang mengalami peningkatan kegiatan yang lebih tinggi, sementara kegiatan di negara-negara industri lainnya hanya menunjukkan sedikit perbaikan. Dengan dicapainya perluasan kegiatan tersebut, Amerika Serikat, Jepang dan Kanada dalam tahun 1984 berhasil mempertahankan momentum pertumbuhan ekonominya, sehingga kalau diukur dan pertambahan produk nasional bruto (GNP), masing-masing diperkirakan mengalami kenaikan sebesar 7,3 persen, 5,0 persen dan 4,6 persen. Keadaan ini menempatkan mereka sebagai negara-negara yang mempunyai laju pertumbuhan yang relatif lebih cepat di antara kelompok negara-negara industri utama. Sementara itu negara-negara industri lainnya seperti Jerman Barat, Italia dan Perancis diperkirakan sedikit mengalami peningkatan yaitu masingmasing sebesar 2,7 persen, 2,5 persen dan 1,3 persen. Sebaliknya Inggris diperkirakan justru mengalami penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi menjadi 2,4 persen, dari sebesar 3,2 persen dalam tahun 1983. Dengan tingkat pertumbuhan yang dicapai oleh masing-masing negara industri tersebut, secara keseluruhan produk nasional bruto (GNP) negara-negara industri dalam tahun 1984 diperkirakan dapat meningkat kembali menjadi 4,9 persen, setelah dalam tahun sebelumnya mengalami perbaikan dari sebesar negatif 0,2 persen dalam tahun i982 menjadi 2,6 persen daiam tahun 1983. Sejalan dengan pertumbuhan yang dicapai negara-negara industri, produk nasional bruto negara-negara berkembang pada pelbagai belahan bumi seperti di Asia, Afrika dan Amerika Latin juga mengalami peningkatan, masing-masing diperkirakan sebesar 5,6 persen, 3,4 persen dan 2,1 persen dan sebesar 5,5 persen, 1,1 persen dan nol persen dalam tahun 1983. Di kawasan Asia Tenggara, negara-negara ASEAN seperti Thailand, Departemen Keuangan RI
117
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Malaysia dan Singapura diperkirakan berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi negaranya masing-masing dari sebesar 5,8 persen, 5,8 persen dan 7,9 persen dalam tahun 1983 menjadi sebesar 6,0 persen, 6,7 persen dan 8,0 persen dalam tahun 1984. Sedangkan Philipina justru diperkirakan mengalami penurunan dalam tingkat pertumbuhan ekonominya dari 1,4 persen dalam tahun 1983 menjadi negatif 6,0 persen dalam tahun 1984. Pertumbuhan ekonomi dunia tersebut dapat dicapai dengan adanya perluasan kegiatan investasi, peningkatan produksi, serta perkembangan aktivitas di bidang perdagangan antarnegara. Peningkatan kegiatan-kegiatan tersebut se1anjutnya mendorong perluasan kesempatan kerja, sehingga angka pengangguran dapat lebih dikendalikan selaras dengan kemajuan ekonomi yang dicapai masing-masing negara. Dalam tahun 1984, Jepang dengan penurunan angka pengangguran yang diperkirakan menjadi 2,6 persen, dari 2,7 persen dalam tahun 1983, masih tetap merupakan negara dengan tingkat pengangguran terendah di antara ke1ompok negara-negara industri utama. Penurunan yang sarna dialami pula oleh Amerika Serikat dan Kanada masing-masing diperkirakan menjadi 7,5 persen, dan 11,3 persen dalam tahun 1984, dari 9,6 persen, dan 11,9 persen dalam tahun sebe1umnya. Sementara itu Jerman Barat be1um dapat menurunkan angka pengangguran dari tingkat 8,2 persen. Sebaliknya Inggris, Italia, dan Perancis justru sedikit mengalami kenaikan dalam tingkat penganggurannya, yaitu masing-masing menjadi 12,6 persen, 9,9 persen dan 10,0 persen. Dengan arah perkembangan tersebut, tingkat pengangguran rata-rata di tujuh negara industri utama diperkirakan menurun, yaitu menjadi 7,6 persen dalam tahun 1984 dibandingkan dengan 8,3 persen dalam tahun 1983. Terpeliharanya stabilitas, dan terciptanya iklim usaha yang menguntungkan hanya mungkin dicapai jika laju inflasi dapat dipertahankan pada tingkat yang terkendali. Melalui kebijaksanaan pengendalian moneter, tingkat inflasi rata-rata dalam tahun 1984 di negaranegara industri secara keseluruhan diperkirakan dapat diturunkan menjadi 4,3 persen dari 5,0 persen dalam tahun sebelumnya. Di antara negara-negara industri tersebut, Jepang dengan laju inflasi yang diperkirakan sebesar 0,8 persen, merupakan negara yang paling berhasil mempertahankan tingkat stabilitas ekonominya. Sedangkan negara-negara lainnya seperti Jerman Barat, Kanada, dan Inggris te1ah dapat menu runkan tingkat inflasinya di bawah lima persen, dengan masing-masing diperkirakan sebesar 2,3 persen, 4,0 persen dan 4,9 persen. Sementara itu meskipun masih merupakan negara dengan tingkat inflasi tertinggi di antara negara-negara industri, Italia dengan berbagai upaya diperkirakan telah berhasil menurunkan laju inflasi ke tingkat 11,9 persen dari 15,0 persen dalam tahun sebelumnya. Sebaliknya
Departemen Keuangan RI
118
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Amerika Serikat sekalipun tingkat inflasinya masih di bawah lima persen, diperkirakan justru mengalami sedikit kenaikan yaitu diperkirakan menjadi 3,9 persen dari 3,8 persen dalam tahun sebe1umnya. Sepadan dengan hasil pengendalian yang dicapai oleh negara-negara industri, laju inflasi negara-negara berkembang di Afrika, Asia dan Amerika Latin diperkirakan dapat dikendalikan masing-masing ke tingkat sebesar 12,0 persen, 7,1 persen dan 12,0 persen. Adapun tingkat inflasi negara-negara ASEAN seperti Malaysia, dan Singapura diperkirakan sedikit mengalami kepaikan, masing-masing menjadi 4,5 persen dan 3,0 persen, dari sebesar 3,7 persen dan 1,2 persen dalam tahun 1983. Philipina diperkirakan mempunyai angka inflasi yang paling tinggi, yaitu 45,0 persen dalam tahun 1984 dibandingkan dengan 10,3 persen dalam tahun 1983. Sementara itu Thailand diperkirakan mampu mengendalikan angka inflasinya pada tingkat 3,5 persen. Terkendalinya laju inflasi bagi terciptanya iklim usaha yang mendukung peningkatan kegiatan ekonomi tersebut diusahakan dengan pengendalian jumlah uang beredar. Kebijaksanaan ini yang dipertajam oleh upaya pemerintah negara-negara industri, terutama Amerika Serikat, untuk menarik dana masyarakat sebagai cara menutup defisit anggaran belanjanya telah mengakibatkan bertahannya suku bunga riil pada tingkat yang cukup tinggi. Suku bunga nasabah utama di Amerika Serikat (US Prime Rate) mengalami peningkatan lebih tinggi dibanding dengan kenaikan suku bunga antar bank baik di London (LIBOR) maupun di Singapura (SIBOR). Sekalipun tidak sebesar ketika suku bunga mencapai tingkat tertinggi yaitu sekitar 20,5 persen dalam bulan Juli 1981, US Prime Rate tetap bertahan pada tingkat yang cukup tinggi, yaitu sebesar 13 persen jika dibanding dengan tingkat sebesar 11,5 persen, seperti yang dicapai oleh LIBOR maupun SIBOR dalam bulan September tahun 1984. Perbedaan yang terdapat pada perkembangan tingkat suku bunga ini mengakibatkan mengalirnya dana investasi masuk ke Amerika Serikat, yang pada gilirannya telah mempercepat tingkat perluasan kegiatan ekonomi negara terse but, dan mendorong timbulnya kesenjangan yang makin lebar dengan negara-negara industri terkemuka lainnya. Perbedaan tingkat kegiatan ekonomi di satu pihak, dan tingginya tingkat suku bunga yang timbul sebagai akibat kebijaksanaan yang diambil dalam proses penyesuaian oleh beberapa negara industri di lain pihak, mendorong semakin kuamya nilai tukar matauang Amerika Serikat terhadap pelbagai macam matauang asing (currency) lainnya. Keadaan ini menimbulkan ketidakstabilan pasar valuta internasional, baik di Eropa, Amerika Serikat, Hongkong, maupun Singapura, dan mengakibatkan berbagai matauang kuat dunia seperti Mark Jerman, Pound Sterling-Inggris, Yen Jepang, Franc Perancis, Guilder Belanda, Dollar Departemen Keuangan RI
119
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Singapura dan Dollar Kanada mengalami kemerosotan nilai (depresiasi) yang cukup besar. Di lain pihak hal ini mengakibatkan beberapa negara yang sampai sekarang masih mendasarkan nilai tukar tetapnya terhadap dollar Amerika Serikat, seperti Thailand, terpaksa menempuh kebijaksanaan devaluasi sekaligus melakukan pengambangan atas dasar sekelompok matauang asing (currency-basket) negara-negara rekan dagangnya yang utama. Ketidakstabilan kurs dollar Amerika, tindakan penyesuaian nilai tukar matauang, makin ketatnya pengendalian moneter, besarnya defisit anggaran belanja, dan tingginya tingkat suku bunga, di samping mewarnai ketidakpostian situasi moneter intemasional juga telah mengakibatkan terganggunya keseimbangan sistem moneter, dan mekanisme pembayaran dunia. Kecenderungan tersebut menimbulkan rangkaian akibat terhadap perkembangan perdagangan dunia dalam tahun 1984. Volume impor negara-negara industri dalam tahun 1984 diperkirakan meningkat dengan 11,9 persen, sedangkan volume ekspornya dalam periode terse but hanya meningkat sebesar 8,6 persen, sehingga defisit neraca perdagangan mereka menjadi semakin besar. Besamya defisit neraca perdagangan di satu pihak, serta perkembangan yang terdapat pada lalu lintas transfer, dan jasa-jasa di lain pihak, mengakibatkan defisit transaksi berjalan negara-negara industri secara keseluruhan dalam tahun 1984 diperkirakan mengalami kenaikan, yaitu menjadi US $ 52,5 milyar dari sebesar US $ 18,9 milyar dalam tahun sebelumnya. Melihat perkembangan transaksi berjalan negara-negara industri tersebut, Amerika Serikat diperkirakan mengalami kenaikan defisit yang cukup besar, yaitu dari US $ 41,6 milyar dalam tahun 1983 menjadi sebesar US $ 90,0 milyar dalam tahun 1984. Sementara itu, Jepang diperkirakan mengalami kenaikan surplus, daTi US $ 20,5 milyar dalam tahun 1983 menjadi US $ 35,0 milyar dalam tahun 1984, sedangkan negara-negara industri lainnya seperti Jerman Barat, Inggris dan Kanada diperkirakan mengalami penurunan surplus, masing-masing menjadi sebesar US $ 3,7 milyar, US $ 2,2 milyar dan Dol milyar dollar Amerika, dari sebesar US $ 3,9 milyar, US $ 4,4 milyar dan US $ 1,4 milyar dalam tahun sebelumnya. Di lain pihak defisit transaksi berjalan Perancis diperkirakan sedikit dapat diperbaiki dari US $ 3,8 milyar dalam tahun 1983 menjadi sebesar US $ 2,4 milyar dalam tahun 1984. Usaha mencegah semakin besarnya defisit transaksi berjalan ke arah keseimbangan neraca pembayaran, menimbulkan kecenderungan makin meningkatnya tindakan proteksionisme yang dilakukan oleh negaranegara industri sebagai upaya untuk melindungi industri dalam negeri masing-masing terhadap persaingan barang-barang sejenis daTi negara lain. Upaya tersebut dilakukan baik dalam bentuk kenaikan tarif maupun dalam bentuk kebijaksanaan bukan tarif, seperti penentuan kuota impor, persetujuan pembatasan ekspor, persyaratan mutu, peraturan kesehatan dan lain-lain.
Departemen Keuangan RI
120
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Proteksionisme dalam segala bentuknya ini merupakan penghambat bagi dayaguna (effisiensi) perdagangan antarnegara, dan sangat membatasi ekspor dari negara-negara berkembang, yang selanjutnya mengakibatkan tertekannya pertumbuhan perdagangan dunia dalam tahun 1984. Meskipun demikian, adanya sedikit peningkatan kegiatan ekonomi di pelbagai negara industri, dan beberapa negara berkembang, telah mendorong harga beberapa barang primer non minyak tetap ke arab yang lebih baik, walaupun tidak sebaik dalam tahun 1983, sedangkan di lain pihak, sekalipun harga kelompok barang-barang industri mengalami perbaikan, namun masih lebih rendah dad harga yang dicapai oleh kelompok barang primer non minyak. Perkembangan ini menjadikan posisi perbandingan pertukaran (terms of trade) negara-negara berkembang mengalami peningkatan dari negatif 3,5 persen dalam tahun 1983 menjadi sebesar 0,1 persen dalam tahun 1984. Sebaliknya negara-negara industri diperkirakan mengalami penurunan dari sebesar 2,2 persen dalam tahun 1983 menjadi 0,3 persen dalam tahun 1984. Kesenjangan yang masih terdapat antara permintaan dan penawaran minyak dunia, dipertajam pula oleh peleposan cadangan, dan penawaran minyak hasil produksi negaranegara di luar OPEC, serta berhasilnya penghematan (konservasi) energi minyak. Kesemuanya itu telah menyebabkan terganggunya keseimbangan posar, dan mengakibatkan timbulnya penurunan harga seperti yang telah dilakukan oleh Norwegia, Inggris dan Nigeria. Menghadapi situasi demikian, dalam rangka menjaga kestabilan harga minyak, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dalam sidang daruratnya yang berlangsung dalam bulan Oktober 1984 di Jenewa, memutuskan untuk tetap mempertahankan harga pada tingkat yang berlaku sekarang, dengan jalan mengurangi produksi dari batas tertinggi 17,5 juta barrel menjadi sebesar 16,0 juta barrel per hari, serta menetapkan ketentuan kuota baru bagi negara-negara anggotanya. Berdasarkan perkembangan barga, dan perbandingan pertukaran serta keadaan posaran minyak seperti yang diuraikan di atas, volume, dan nilai ekspor maupun impor negaranegara berkembang secara keseluruhan, sekalipun diperkirakan mengalami sedikit peningkatan, tetapi masih belum seperti yang diharapkan. Dengan perkembangan ekspor, dan impor di negara-negara industri, dan negara-negara berkembang tersebut, maka volume perdagangan dunia dalam tahun 1984 diperkirakan mengalami sedikit peningkatan. Perkembangan perdagangan dunia, dan kecenderungan yang terjadi pada moneter internasional, di samping memperlangka dana yang dapat dipinjamkan, juga mempermahal biaya peminjaman di berbagai pusat keuangan internasional. Besarnya kebutuhan dana untuk membiayai pembangunan, dan menutup defisit neraca pembayaran, serta lesunya ekspor kebanyakan negara-negara berkembang, menyebabkan menumpuknya beban hutang negara
Departemen Keuangan RI
121
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
berkembang yang meningkat secara cepat dari US $ 478,6 milyar dalam tahun 1979 menjadi US $ 830,1 milyar dalam tahun 1984. Dari jumlah tersebut, US $ 728,9 milyar di antaranya merupakan hutang negara-negara berkembang bukan pengekspor minyak. Sementara itu besarnya kewajiban pengembalian bunga maupun cicilan hutang di satu pihak, serta turunnya ekspor di lain pihak telah menyebabkan debt-service-ratio (DSR) negara-negara terse but menjadi semakin tinggi. Keadaan ini mengakibatkan beberapa negara berkembang mengalami kesulitan dalam melunasi kembali hutang-hutangnya, yang pada gilirannya telah menimbulkan masalah likuiditas perbankan internasional, dan membahayakan operasi bank-bank pemberi pinjaman,
sehingga
mereka
lebih
berhati-hati
dalam
memberikan
pinjaman
baru.
Kecenderungan ini diperkirakan masih akan terus berlanjut dalam beberapa tahun mendatang, dan akan merupakan salah satu penghambat ke arah pemulihan ekonomi dunia. Pelbagai indikator ekonomi, dan moneter internasional tersebut di atas menimbulkan kesadaran akan semakin tingginya tingkat ketergantungan timbal balik, baik antarnegara industri, antarnegara berkembang, maupun antara negara industri dan negara berkembang. Kesadaran itu menempatkan masalah pemulihan kembali ekonomi dunia menjadi tanggung jawab bagi semua negara sehingga upaya pemecahannya memerlukan kerjasama yang sungguhsungguh, serta penanganan secara tuntas melalui berbagai perundingan yang sedang berlangsung. Dengan diawali oleh Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) tujuh negara industri terkemuka, yang berlangsung dalam bulan Juni 1984 di London, upaya mencari jalan keluar dari resesi ke arah pemulihan kembali ekonomi dunia secara menyeluruh, tuntas dan mantap terus diusahakan melalui perundingan-perundingan, dan kerjasama dalam berbagai forum internasional. Forum perundingan dan kerjasama intemasional seperti dalam pertemuan Bank Dunia (IBRD), Dana Moneter Internasional (IMF), Konperensi Perserikatan Bangsa-bangsa dalam Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD), Persetujuan Umum ten tang Tarif dan Perdagangan (GATT), maupun Dialog Utara-Selatan, menjadi teramat penting sebagai sarana perjuangan bagi semua negara untuk menegakkan tatanan ekonomi dunia baru yang lebih adil. Terciptanya Tata Ekonomi Dunia Baru (TED B) merupakan kebutuhan mendesak, baik untuk kestabilan ekonomi dunia yang lebih mantap, maupun sebagai jawaban terhadap tuntutan keadilan sosial dalam hubungan ekonomi antarbangsa. Hal tersebut disebabkan karena resesi yang timbul dewasa ini an tara lain bersumber dari kerawanan dan ketidakseimbangan struktural di semua aspek yang berakar pada tatanan lama, yang dirasakan sudah tidak sesuai dalam menjawab masalah, dan tantangan yang dihadapi. Namun demikian kenyataan saling ketergantungan antara negara-negara maju, dan berkembang, yang merupakan dasar untuk
Departemen Keuangan RI
122
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
dialog, dan kerjasama internasional, belum dengan sepenuh hati diikhtiarkan oleh negaranegara maju. Hal ini mengakibatkan kelambanan terus mewarnai berbagai negosiasi yang sudah, dan sedang berjalan bagi terwujudnya TEDB. Dalam hubungan ini, kecuali komitmen politik untuk memperbaharui tekad dalam usaha mempertahankan pemulihan ekonomi agar bertambah mantap, dan bertahan lama, KTT tidak menghasilkan kesepakatan mengenai tindakan penyelesaian terhadap masalah-masalah proteksionisme, tingkat suku bunga yang tinggi, dan defisit anggaran belanja khususnya di Amerika Serikat, yang merupakan penghambat usaha mempercepat dan mempertahankan pemulihan ekonomi dunia. Ini berarti bahwa lalu lint as perdagangan internasional sebagai salah satu syarat mendasar dalam meningkatkan, dan mempertahankan laju pemulihan ekonomi dunia akan tetap mengalami hambatan. Dalam hubungan dengan penyelesaian hutang luar negeri negara-negara berkembang, KTT sepakat untuk mendesak agar bank-bank komersial, dan lembaga-Iembaga internasional memberi kelonggaran waktu bagi negara-negara peminjam untuk membayar kembali hutangnya. Di lain pihak upaya mencari jalan penyelesaian dari krisis hutang negara-negara "berkembang, menimbulkan dorongan kepada sebelas negara di Amerika Latin yaitu Mexico, Brasilia, Chili, Bolivia, Costarica, Equador, Peru, Argentina, Venezuela, Colombia dan Republik Dominika, mengadakan pertemuan untuk membicarakan masalah hutang luar negeri mereka di Cartagena, Colombia pada tanggal 21 sampai dengan 22 Juni 1984. Pertemuan ini menghasilkan kesepakatan untuk mendesak negara, dan lembaga pemberi pinjaman agar memberikan kelonggaran waktu bagi pembayaran hutanghutang mereka melalui penjadwalan kembali (rescheduling), menurunkan tingkat suku bunga, dan menghapuskan kebijaksanaan yang bersifat protektif dan restriktif dalam perdagangan. Sementara itu untuk memperkuat kedudukan negara-negara berkembang dalam proses pengambilan keputusan politik tentang masalah-masalah ekonomi global, pengembangan kerjasama ekonomi antarnegara berkembang (kerjasama selatan-selatan) lebih diarahkan untuk mencapai kemandirian individual, dan kolektif sebagai strategi perjuangan untuk mewujudkan TEDB. Usaha peningkatan kerjasama tersebut dilakukan melalui berbagai forum internasional pada tingkat bilateral dan multilateral, baik di dalam maupun di luar forum PBB, seperti gerakan Non blok, Kelompok 77, Organisasi Konperensi Islam (OKI), kelompok regional seperti ASEAN, dan lain sebagainya. Kerjasama ekonomi ini meliputi kegiatan-kegiatan di bidang pangan dan pertanian, perdagangan, moneter dan keuangan, industri, ilmu pengetahuan dan teknologi, pengangkutan dan komunikasi, energi, ketrampilan teknik, dan lain sebagainya.
Departemen Keuangan RI
123
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Sebagai bagian dari strategi untuk menciptakan kemandirian individual dan kolektif dalam KTT terakhir di New Delhi, gerakan non blok telah menggariskan suatu pendekatan baru yang bertujuan untuk menanggulangi krisis ekonomi dunia dengan tindakan-tindakan darurat jangka pendek, baik di bidang keuangan dan moneter, perdagangan, dan energi maupun di bidang pangan dan pertanian. Pendekatan ini juga dimaksudkan sebagai usaha untuk memberikan dorongan bagi terlaksananya negosiasi global yang masih tetap mengalami kemacetan dalam Dialog Utara-Selatan. Di samping merupakan upaya merealisasikan konsep kemandirian kolektif, program ini juga merupakan suatu pedoman bagi pembangunan ekonomi untuk dikembangkan pada tingkat sub-regional, regional dan global. Dalam kerangka kerjasama ekonomi regional, usaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi ke arah pemulihan, dan memperkuat kerjasama antar negara-negara anggota ASEAN telah menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Pelbagai kemajuan telah dapat dicapai dalam kerjasama ekonomi tersebut, yang meliputi sektor-sektor pertanian, industri, perdagangan, keuangan dan perbankan. Di bidang perdagangan, hasil kerjasama tersebut tercermin dalam perluasan jumlah barang yang tercakup dalam perjanjian perdagangan preferensial. Sedangkan di bidang industri, melalui dana pembiayaan bersama telah dibangun proyek-proyek ASEAN,dan didirikan proyek-proyek industri komplementer. Ikhtiar politik untuk secara aktif memantapkan pemulihan ekonomi dunia yang menyeluruh dan merata, telah pula diupayakan oleh Bank Dunia (IBRD) dan Dana Moneter Internasional (IMF) melalui sidang-sidangnya yang berlangsung dalam bulan September 1984. Dalam sidang tersebut diadakan pengkajian terhadap pelbagai indikator serta masalah-masalah mendasar yang masih mewarnai situasi ekonomi dan moneter internasianal, seperti berbagai aspek pemulihan ekonomi dunia, kekurangan likuiditas, dan beban hutang negara-negara berkembang, tingkat suku bunga, masalah proteksi, defisit anggaran belanja, serta gejolak kurs matauang. Sidang berhasil mencapai kesepakatan, bahwa agar pemulihan kembali ekonomi dunia dapat bersifat tetap dan pesat, diserukan kepada negara-negara industri untuk terus melaksanakan strategi kebijaksanaan moneter yang tidak menimbulkan pengaruh inflatoir, mengurangi defisit anggaran belanja, melakukan usaha-usaha untuk mengatasi masalah struktural dengan cara mendorong mobilitas tenaga kerja, serta meniadakan indeksasi dalam kontrak-kontrak. Sedangkan negara-negara berkembang perlu pula melaksanakan penyesuaian yang efektif, mempertahankan stabilitas dalam negeri, melaksanakan kebijaksanaan harga yang fleksibel dan realistis, menekan defisit anggaran belanja, serta mengawasi pengeluaran Pemerintah ke arab penggunaan yang produktif. Untuk memungkinkan negara-negara
Departemen Keuangan RI
124
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
berkembang dapat membayar kembali hutang-hutang luar negerinya, dan melaksanakan pembangunan
ekonomi
negaranya,
negara-negara
industri
dihimbau
untuk
tetap
mempertahankan pertumbuhan ekonominya pada tingkat yang memadai, membuka posar bagi ekspor negara-negara berkembang, menghindari kebijaksanaan yang terlalu bersifat proteksionistis, serta perlu menurunkan tingkat suku bunga. Sedangkan negara-negara debitur perlu melaksanakan kebijaksanaan penyesuaian yang mantap, yaitu yang dapat memperkuat posisi ekonomi luar negeri mereka, sehingga pada akhirnya dapat memulihkan kepercayaan untuk memperoleh pinjaman (credit worthiness), serta memungkinkan seger a meningkatkan kembali pertumbuhan ekonominya. Sehubungan dengan masalah hutang luar negeri negaranegara berkembang, sidang menegaskan sikapnya bahwa masalah hutang luar negeri negara-negara berkembang hanya dapat diselesaikan sebaik-baiknya melalui kerjasama yang frat antara negara-negara debitur dan negara-negara kreditur. Kerjasama internasional yang ditekankan oleh IMF tersebut meliputi bidang pembiayaan bersyarat lunak (concessional financing), kebijaksanaan perdagangan serta pengawasan (surveillance) efektif terhadap kebijaksanaan yang ditempuh beberapa negara untuk mencegah terjadinya gejolak kurs :matauang secara tajam. Dalam hubungan ini sidang menyambut baik penjadwalan kembali pembayaran hutanghutang luar negeri untuk jangka waktu beberapa tahun, dan mengharapkan agar IMF tetap dapat memainkan peranannya dalam pelaksanaan strategi pengelolaan hutang luar negeri secara terkoordinir. Dalam hubungannya dengan proteksionisme yang masih terus berlangsung, sidang menyatakan keprihatinannya, karena hila hal ini tidak segera diatasi, akan dapat membahayakan proses pemulihan kembali perekonomian, serta dapat menghambat kelancaran bekerjanya sistem keuangan dan perdagangan internasional. Oleh sebab itu sidang menyambut baik komitmen-komitmen kearah kebijaksanaan perdagangan terbuka, dan menyerukan perlunya ditingkatkan, dan dikembangkan disiplin dalam sistem perdagangan intemasional kepada semua negara
anggota,
dengan
tindakantindakan
yang
nyata
untuk
mencegah
timbulnya
proteksionisme baru, dan menghapuskan kebij aksanaan -ke bij aksanaan proteksionistis. Tantangan politik untuk menghentikan dan memutar balik kecenderungan ke arah proteksionisme, menjadikan pertemuan para menteri dalam GATT (Persetujuan Umum tentang Tarif dan Perdagangan) forum paling tepat dalam mengadakan perundingan terusmenerus untuk mengurangi rintangan-rintangan terhadap perdagangan. Dari hasil pertemuan, sidang telah menghasilkan kesepakatan untUk memberikan wewenang kepada "suatu kelompok" guna mengadakan pengkajian mengenai masalah-masalah di bidang perdagangan, seperti faktorfaktor penghambat proses penyesuaian struktural, baik di bidang produksi maupun
Departemen Keuangan RI
125
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
perdagangan, mengurangi proteksionisme, dan menghilangkan tindakan meayimpang dari prinsip-prinsip GATT lainnya, serta mencari upaya penyelesaian dari masalah-masalah yang belum terselesaikan dalam perundingan perdagangan multilateral (MTN). Di samping itu lembaga ini juga diminta untuk meneliti pelaksanaan prinsip-prinsip GATT, guna membantu negara-negara berkembang dalam meningkatkan perdagangan internasionalnya dengan tidak mengabaikan prinsip "special and differential treatment". Dalam hubungan ini partisiposi yang lebih aktif dari negara-negara berkembang untuk menegakkan sistem perdagangan intemasional yang lebih adil dan seimbarlg dirasakan makin penting, terutama dalam menghadapi sikap dan kecenderungan proteksionisme negara-negara industri sebagai tindakan yang menyimpang dari prinsip multilateralisme, non-diskriminasi, dan transparansi sebagai prinsip dasar sistem perdagangan intemasional. Untuk meningkatkan kerjasama perdagangan internasional atas dasar keuntungan bersama, resiprositas dan non diskriminasi, dalam rangka UNCTAD dikembangkan diversifikasi perdagangan antara negara-negara industri dan berkembang di satU pihak, dengan negara-negara sosialis Eropa Timur di lain pihak. Di samping itu usaha peningkatan kegiatan perdagangan juga dilakukan melalui pembentukan/perbaikan instrumen-instrumen perdagangan yang ada, untUk meningkatkan aliran sumber keuangan ke negara-negara berkembang. Dalam hubungan ini berbagai usaha telah dilakukan untuk menjadikan Generalized System of Preferences (GSP) bukan saja sebagai "hasil sementara" akan tetapi merupakan "hasil permanen" dalam sistem perdagangan internasional. Pola perkembangan ekonomi dan moneter internasional, komitmen politik negaranegara industri terhadap hasil-hasil negosiasi global, serta masih sulitnya dicapai kesepakatan dalam berbagai kerjasama antarnegara yang masih terus berlangsung dewasa ini, menjadikan perlunya pengamatan dan kewaspadaan terhadap berbagai kemungkinan yang dapat menghambat pelaksanaan pembangunan. Dengan menyadari keterkaitan ekonomi Indonesia dalam hubungan ekonomi internasional, maka dalam rangka meningkatkan ketahanan ekonomi terhadap tantangan-tantangan yang mungkin akan terjadi, perlu ditempuh langkah-langkah untuk meningkatkan penerimaan devisa, dan menghemat penggunaannya melalui pelbagai kebijaksanaan, baik di bidang perdagangan luar negeri, maupun lalu lintas devisa.
5.2. Kebijaksanaan di bidang perdagangan luar negeri Dalam tahun pertama Repelita IV, kebijaksanaan neraca pembayaran dan perdagangan
Departemen Keuangan RI
126
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
luar negeri ditujukan untuk meningkatkan laju perkembangan ekspor, sehingga tersedia devisa untuk mendukung pembiayaan impor bahan baku, bahan penolong, dan barang modal yang dibutuhkan, sesuai dengan sasaran investasi dalam sektor-sektor pembangunan. Sehubungan dengan itu untuk mengurangi ketergantungan pada hasil minyak bumi, maka peningkatan pengembangan ekspor lebih diarahkan kepada ekspor di luar minyak dan gas alam, yang diupayakan melalui perluasan posar dan peningkatan clara saing barang-barang ekspor Indonesia di luar negeri. Namun demikian sebagai akibat belum mantapnya usaha pemulihan ekonomi dunia, dan adanya berbagai hambatan dalam perdagangan internasional, maka dalam rangka mempertahankan keseimbangan neraca pembayaran telah diusahakan penghematan dalam penggunaan devisa, pengendalian impor yang lebih diarahkan kepada pengembangan produksi dalam negeri, serta pemanfaalan pinjaman dan penanaman modal luar negeri.
5.2.1.Kebijaksanaan di bidang ekspor Usaha mengurangi ketergantungan pacta sektor minyak terus dilaksanakan, lebihlebih pada tahun 1984 di mana situasi minyak dunia semakin memburuk. Hal ini terjadi karena meningkatnya produksi minyak dari negara-negara di luar OPEC, yang kemudian diikuti dengan diturunkannya harga minyak oleh Inggris, Norwegia dan Nigeria pada pertengahan Oktober 1984. Keadaan ini memaksa OPEC untuk mengadakan sidang di Jenewa pada tanggal 29 Oktober 1984 dengan keputusan untuk mengurangi produksinya dari 17,5 juta barrel menjadi 16 juta barrel per hari dan tetap mempertahankan harga patokan minyaknya sebesar US $ 29 per barrel. Dengan penurunan produksi tersebut, Indonesia mendapat pengurangan kuota produksi sebesar 111.000 barrel per hari yang berarti penerimaan dari sektor minyak agak berkurang. Mengingat situasi perminyakan yang tidak menentu tersebut, telah diambil kebijaksanaan untuk lebih meningkatkan penerimaan devisa dari hasil ekspor di luar minyak dan gas, antara lain dengan melalui usaha diversifikasi, peningkatan daya saing barang-barang ekspor serta perluasan pasaran di luar negeri. Di samping itu peranan ekspor barang-barang industri diusahakan pula peningkatannya. Serangkaian tindakan Pemerintah untuk meningkatkan ekspor di luar minyak dan gas diawali dengan kebijaksanaan ekspor yang tertuang dalam PP No.1 bulan Januari 1982, yang kemudian dilanjutkan dengan tindakan devaluasi rupiah terhadap matauang dollar Amerika pada bulan Maret 1983. Dalam tahun pertama Pelita IV ini Pemerintah tetap melanjutkan kebijaksanaan ekspor sebagaimana yang tertuang dalam PP No.1 tahun 1982 beserta peraturanperaturan pelaksanaannya, seperti pemberian sertifikat ekspor, kredit ekspor, pajak ekspor dan Departemen Keuangan RI
127
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
pajak ekspor tambahan, penyederhanaan dan penyempurnaan prosedur ekspor, serta sistem imbal beli di mana pembelian barang-barang Pemerintah dari luar negeri yang memakai dana APBN dikaitkan dengan ekspor di luar minyak dan gas. Dalam pemberian fasilitas sertifikat ekspor, prosentasenya yang semula ditetapkan setiap 6 bulan, mulai tanggal 1 Juli 1984 ditetapkan setiap 12 bulan. Sampai dengan bulan November 1984, terdapat 2.144 jenis barang yang sudah memperoleh tasilitas sertifikat ekspor, meliputi berbagai macam barang yang tidak terbatas pada produk tekstil saja, tetapi juga produk-produk lainnya. Mengenai prosedur ekspor, telah dilakukan penyederhanaan perizinan yang berlaku dan penghapusan izin-izin yang dapat menghambat ekspor, di antaranya telah dicabut 16 perizinan di bidang pengusahaan hutan, 12 perizinan di bidang pertanian, 12 perizinan di sektor perhu bungan, dan 17 perizinan di sektor perdagangan. Demikian juga mulai 1 Oktober 1984 dihapuskan pungutan langsung dari Pemerintah Daerah terhadap beberapa komoditi ekspor yaitu plywood, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, gaplek, dan jagung. Sementara itu mum barang yang diekspor harus memenuhi standar mutu yang ditetapkan dan selalu ditingkatkan. Untuk itu sampai dengan Agustus 1984 telah ditetapkan standar mutu untuk 165 jenis barang-barang perdagangan, dan dari jumlah terse but baru 38 jenis barang yang sudah dilaksanakan. Sistem imbal beli, yang telah dilaksanakan sejak bulan Januari 1982 sampai 3 Oktober 1984, mencakup kontrak yang sudah ditandatangani dengan 21 negara sebesar US $ 937,0 juta, sedangkan realisasinya mencapai US $ 465,6 juta. Di antara 21 negara tersebut, negara yang paling besar melaksanakannya adalah Republik Federasi Jerman, disusul kemudian oleh Jepang. Di bidang perpajakan, mulai t;mggal 1 Januari 1984 pungutan MPO ekspor atas eksportir telah dihapuskan. Selanjutnya tarif pajak ekspor yang dikenakan atas beberapa komoditi seperti bauksit dan pekatannya, serta biji nikel dan pekatannya diturunkan dari 10 persen menjadi nol persen. Begitu pula untuk refined bleached deodorized stearin dan crude stearin, pajak ekspor tambahannya diturunkan. Sedangkan untUk mencegah penyalahgunaan fasilitas sertifikat ekspor bagi hasil industri tekstil yang diekspor ke Hongkong, Singapura, Malaysia dan Taiwan, para eksportir diharuskan menyertakan laporan surveyor yang dikeluarkan oleh PT Sucofindo, sedang sistem pembayaran yang dapat digunakan hanyalah irrevocable letter of credit, yang nilainya sarna dengan harga jual sebenamya. Dalam ekspor produk tekstil, juga ditetapkan bahwa setiap eksportir barus menyerahkan bukti pembayaran iuran ekspor produk tekstil untuk mendapatkan surat keterangan asal, lisensi ekspor, dan surat persetujuan ekspor produk tekstil. Selanjutnya untuk memperluas pemasaran pakaian jadi,
Departemen Keuangan RI
128
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
terutama ke negara-negara Eropa dan Amerika, telah dilakukan beberapa pendekatan dengan negara-negara tersebut, antara lain dengan mengirimkan misi-misi dagang agar memperoleh kuota yang lebih besar. Sebagai hasilnya telah dicapai persetujuan bilateral dengan negaranegara yang tergabung dalam masyarakat ekonomi Eropa (MEE), Swedia dan Amerika Serikat, sehingga Indonesia memperoleh kuota ekspor sebanyak 12 juta potong ke negara MEE, 3 juta potong ke Swedia dan 11 juta potong ke Amerika Serikat. Dalam rangka memperlancar pelaksanaan, dan mengambil manfaat sebesar-besamya dari kuota ekspor tekstil tersebut, Pemerintah mengeluarkan ketentuan mengenai kuota ekspor produk tekstil, dan peratUran pelaksanaannya, di mana kuota tersebut diberikan kepada eksportir terdaftar yang secara berkala barus melaporkan kegiatan ekspomya. Eksportir yang telah menerima kuota harus melaksanakan sendiri ekspomya, kecuali dengan persetujuan Departemen Perdagangan untuk bisa mengalihkan sebagian atau seluruh kuotanya kepada eksportir lainnya. Selanjutnya untuk memantapkan pemasaran tembakau di pasaran internasional, Pemerintah dalam tahun ini menyesuaikan kembali ketentuan ekspor tembakau. Karena udang dipandang mempunyai potensi yang besar untuk menambah penerimaan devisa hasil ekspor, maka Pemerintah mulai bulan Maret 1984 menggalakkan pembudidayaan udang tambak, antara lain dengan mengadakan Proyek Tambak Inti Rakyat di atas tanah seluas 350 ha di desa Pusaka Jaya Utara, Karawang, dengan tujuan meningkatkan produksi udang untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, dan untuk diekspor. Kemudian dilanjutkan dengan program intensifikasi tambak musim tanam tahun 1984/1985, yang dimulai tanggal 4 Januari 1984, dengan tujuan untuk lebih memantapkan peningkatan produksi udang/bandeng, pendapatan petani tambak, dan peningkatan devisa negara dari hasil ekspor udang dan bandeng. Sementara itu untuk menghindarkan persaingan yang tidak sehat di antara eksportir kayu lapis yang dapat mempengaruhi harganya, maka Asosiasi Panel Kayu Indonesia telah membentuk 7 kelompok pemasaran kayu lapis sebagai Badan Pemasaran Bersama Ekspor Kayu Lapis, yang dikukuhkan Menteri Perdagangan pada tanggal 15 Oktober 1984. Dengan adanya badan ini, kontrakkontrak penjualan untuk ekspor kayu lapis harns mendapat persetujuan daTi badan terse but. Kemudian pada tanggal 13 September 1984 juga telah dikeluarkan ketentuan mengenai pengawasan mutu kayu lapis untuk ekspor. Sementara itu kegiatan ekspor beberapa jenis komoditi meliputi pupuk, semen, besi beton, ban mobil, kertas, aspal, minyak sawit dan inti sawit, diawasi karena kebutuhan di dalam negeri semakin meningkat. Dalam rangka kerjasama regional, sidang Menteri-menteri ASEAN ke-16 bulan Mei 1984 dalam rangka ASEAN Preferential Trading Arrangement telah menyetujui pemb_rian
Departemen Keuangan RI
129
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
preferensi tarif antara 20 persen sampai maksimum 50 persen. Di antara barang-barang yang mendapat preferensi tersebut Indonesia dapat mengekspor 8.283 jenis ke negara-negala ASEAN lainnya. Selain kerjasama dengan negara-negara ASEAN, usaha meningkatkan pemasaran komoditi di luar minyak juga terus dikembangkan baik melalui kerjasama bilateral, regional maupun multilateral. Dalam hubungan ini di samping telah diadakan pernndingan bilateral dengan negara-negara anggota MEE, Swedia, dan Amerika Serikat di bidang tekstil, juga terus ditingkatkan kerjasama dalam Organisasi Kopi Internasional (ICO), Dewan Timah Internasional (ITC), Perjanjian Timah Internasional (ITA), Asosiasi Negara-negara Produsen Timah (ATPC), Perjanjian Karet Alam Internasional (INRA), dan organisasi-organisasi lainnya yang berhubungan dengan kerjasama perdagangan barangbarang di luar minyak. Di samping itu pada saat ini juga sedang dijajagi oleh Pemerintah kemungkinan untuk mengadakan hubungan dagang langsung dengan RRC tanpa melalui pihak ketiga. Sedangkan untuk meningkatkan hubungan ekonomi dan perdagangan dengan negara-negara Eropa Timur, telah dikirim delegasi ekonomi Indonesia ke negara-negara Uni Soviet, Hongaria, Cekoslowakia dan Jerman Timur, dan sebagai kelanjutannya telah dibentuk team koordinasi dalam bidang kerja sarna ekonomi dan perdagangan dengan Eropa Timur. Untuk mempermudah hubungan dagang ini, kedutaan Republik Indonesia setempat diberi wewenang oleh Pemerintah untuk mengeluarkan visa bagi importir-importir negara-negara tersebut yang akan melakukan penjajagan ke Indonesia. Selain itu telah ditunjuk pula perusahaan pelayaran swasta dan Pemerintah untuk melaksanakan keagenan umum perkapalan ke negara-negara Eropa Timur. Dalam hubungan. ASEAN dengan negara-negara MEE, Indonesia sebagai negara anggota ASEAN turut memperjuangkan kepentingan-kepentingan ASEAN dalam bentuk penyampaian beberapa masalah yang berkaitan dengan adanya hambatan-hambatan di bidang tarif maupun non tarif. Di samping itu, MEE juga memberikan bantuan teknis kepada negara-negara ASEAN termasuk Indonesia, dengan memberikan kursus-kursus untuk meningkatkan kemampuan ekspor negara-negara tersebut. Selain mengadakan hubungan dengan MEE, ASEAN juga telah mengadakan hubungan kerjasama perdagangan dengan Amerika Serikat, jepang, Kanada, Australia dan New Zealand, yang kesemuanya merupakan upaya untuk meningkatkan pemasaran barang-barang ASEAN ke negara-negara tersebut, serta berusaha untuk menghilangkan atau mengurangi hambatanhambatan yang sebelumnya terjadi. Selanjutnya dalam rangka lebih meningkatkan ekspor di luar minyak dan gas, Pemerintah mengaktifkan fungsi dari atase-atase perdagangan Indonesia di luar negeri, antara lain dengan mengadakan pertemuan rutin antara pengusaha/eksportir-eksportir di dalam negeri
Departemen Keuangan RI
130
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
dengan para atase perdagangan di luar negeri. Dengan pertemuan-pertemuan tersebut para eksportir dapat menyampaikan informasi tentang produk mereka, dan sebaliknya para atase perdagangan dapat memberikan informasi kepada eksportir tentang permintaan konsumen di luar negeri. Dengan demikian diharapkan barang-barang produksi Indonesia akan dapat lebih mudah masuk ke posar internasional. Selain itu Pemerintah telah memperbanyak pusat-pusat promosi dagang di luar negeri, serta memperbanyak pengiriman misi-misi dagang ke luar negeri yang dipimpin langsung oleh Menteri Perdagangan. Sementara itu kegiatan Bursa Komoditi yang diresmikan pada bulan Desember 1982 dalam waktu dekat akan dimulai. Oleh karena sampai sekarang baru asosiasi pengusaha di bidang karet (Gapkindo) yang telah menyatakan dukungannya terhadap pemasaran karet melalui bursa, maka Pemerintah menetapkan bahwa karet merupakan komoditi pertama yang diperniagakan di bursa. Untuk itu dibentuk Komite Karet yang bertugas menyusun ketentuanketentuan perniagaan karet di bursa tersebut.
5.2.2.Kebijaksanaan di bidang impor Kebijaksanaan di bidang impor ditujukan untuk menunjang pertumbuhan industri dalam negeri dengan memperlancar pengadaan beberapa bahan baku/penolong dan barang modal, serta untuk menjaga kestabilan harga beberapa bahan pokok yang diperlukan masyarakat. Dalam rangka lebih memberikan kepostian berusaha, dan mendorong industri dalam negeri, Pemerintah telah memperluas pemberian fasilitas berupa pembebasan sebagian dan/atau seluruh bea masuk dan pajak penjualan impor terhadap pemasukan bahan baku/penolong serta barang modal, seperti kacang kedele, peralatan laboratorium, peralatan pertukangan, permesinan, perkakas tangan, serta elektro motor. Di lain pihak, dalam rangka memberikan perlindungan terhadap barang-barang yang telah dapat dihasilkan, dan mencukupi kebutuhan di dalam negeri, serta untuk menciptakan persaingan yang sehat dan wajar antara produksi dalam negeri dengan produksi eks impor sejalan dengan usaha peningkatan penggunaan/pemakaian
produksi
dalam
negeri,
Pemerintah
telah
mencabut
keringanan/pembebasan, dan sekaligus menaikkan tarif bea masuk dan pajak penjualan impor terhadap impor barang-barang seperti kertas untuk jenis tertentu, pipa besi dan produk polyvinyl chloride (PVC), aluminium sheet dan fuli aluminium jenis-jenis tertentu. Demikian pula terhadap beberapa produk yang telah dapat dirakit di dalam negeri, seperti me sin penggali (hydraulic excavator) dan wheel loader, juga telah diberlakukan tari( bea masuk dan pajak penjualan impor yang baru. Sedangkan untuk menjaga kestabilan harga minyak goreng di Departemen Keuangan RI
131
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
dalam negeri pada tingkat yang dapat dijangkau oleh masyarakat, Pemerintah telah membebaskan bea masuk dan pajak penjualan impor terhadap minyak goreng segala jenis yang diimpor dalam jumlah yang diatur oleh Menteri Perdagangan. Guna menjamin kelancaran pengadaan bahan baku/penolong yang masih harns diimpor dari luar negeri untuk proses produksi industri dalam negeri, Pemerintah telah mengeluarkan peraturan pelaksanaan mengenai tataniaga impor barang-barang yang termasuk kelompok produk industri. Dengan demikian, barang-barang yang telah dimasukkan ke dalam kelompok produk industri hanya dapat diimpor oleh importir produsen terdaftar bagi masingmasing kelompok produksi yang diakui oleh Menteri Perdagangan, dan importir terdaftar, yang dapat terdiri dari pernsahaan negara, perusahaan swasta nasional dan pernsahaan dalam rangka penanaman modal. Dalam rangka memanfaatkan kapositas industri, produk baja lembaran, gulungan dan pelat yang digiling pada suhu tinggi dan rendah, diatur dalam tataniaga ekspor dan impor secara terpadu. Dengan pengaturan tersebut, PT Krakatau Steel atau PT Giwang Selogam ditunjuk sebagai eksportir baja lembaran, gulungan dan pelat yang digiling pada suhu tinggi, dan sekaligus sebagai importir baja lembaran dan gulungan tertentu yang digiling pada suhu rendah. Untuk lebih memantapkan pelaksanaan tataniaga impor produk baja lembaran dan gulungan yang digiling pada suhu rendah, maka jenisnya diperluas lagi dengan menunjuk PT Krakatau Steel atau PT Tambang Timah sebagai importirnya. Demikian juga terhadap impor produk aluminium dan barang logam tidak inulia, telah diatur dalam tataniaga impor dengan menunjuk PT Tambang Timah sebagai importirnya. Sehubungan dengan berlakunya UndangUndang Pajak Penghasilan 1984, maka pungutan MPO atas barang-barang impor dihentikan, dan sebagai gantinya dipungut pajak penghasilan (PPh). Besarnya pungutan ditetapkan sebesar 2,5 persen bagi imp or barang yang menggunakan API, APIS atau APIT, dan sebesar 7,5 persen bagi impor barang yang tidak menggunakan API, APIS atau APIT masing-masing dihitung dari nilai dasar impor (cif). Adapun untuk mengurangi ketergantungan terhadap barang-barang impor, telah dilakukan usaha-usaha untuk mengarahkan penggunaan devisa dalam rangka menggalakkan penggunaan produksi industri di dalam negeri. Sehubungan dengan itu, beberapa peralatan yang digunakan untuk industri perminyakan telah dapat diproduksi di dalam negeri, walaupun untuk memproduksi peralatan tersebut sekitar 30 persen bahan bakunya masih perlu diimpor. Sementara itu. proyek Aromatik Plaju di Sumatera Selatan telah dilanjutkan pembangunannya sesuai dengan rencana penjadwalan kembali (rephasing). Untuk tahap pertama pembangunan proyek ini dibatasi pada perangkat hilir yang terdiri dari pabrik Pure Terepthalic Acid (PTA)
Departemen Keuangan RI
132
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
dengan kapositas 150.000 ton per tahun. PTA akan diproses lebih lanjut menjadi polyester oleh industri hilir, sedangkan bahan bakunya yang berupa paraxylene masih perlu diimpor. Dengan dilanjutkannya pembangunan proyek ini maka diharapkan akan lebih mendorong dan memantapkan industri sandang di dalam negeri.
5.3. Perkembangan neraca pembayaran dalam tahun 1984/1985 Walaupun berbagai hambatan telah mempengaruhi usaha pemulihan ekonomi dunia, namun dengan adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan baik di bidang ekspor, impor maupun lalu lintas devisa, neraca pembayaran Indonesia dalam tahun 1984/1Y85 diperkirakan masih mengalami surplus walaupun tidak sebesar tahun sebe1umnya. Jumlah penerimaan devisa dari hasil minyak dan gas bersih, dan ekspor bukan minyak dan gas dalam tahun 1984/1985 diperkirakan mencapai US $ 13.099 juta, sedangkan jumlah penge1uaran devisa untuk membiayai imp or dan jasa-jasa bukan minyak dan gas dalam periode yang sarna diperkirakan mencapai US $ 16.345 juta. Dengan deniikian realisasi transaksi berjalan dalam periode terse but diperkirakan akan mengalami defisit sebesar US $ 3.246 juta. Sedangkan lalu lintas modal bersih, yaitu jumlah pemasukan modal Pemerintah, dan pemasukan modal lainnya dikurangi dengan pembayaran kembali angsuran pokok hutang luar negeri, dalam tahun 1984/1985 diperkirakan mencapai sebesar US $ 3.191 juta. Sete1ah memperkirakan adanya selisih yang be1um diperhitungkan sebesar positif US $ 698 juta, neraca pembayaran dalam tahun 1984/1985 diperkirakan mengalami surplus sebesar US $ 643 juta. Perincian perkembangan neraca pembayaran dapat dilihat dalam Tabe1 V.l.
5.3.1.Ekspor Realisasi nilai ekspor minyak dan gas maupun bukan minyak dan gas dalam tahun 1984/1985 diperkirakan berjumlah sebesar US $ 19.779 juta, dibandingkan dengan nilai ekspor tahun 1983/1984 sebesar US $ 19.816 juta, berarti terdapat penurunan sebesar US $ 37 juta. Dari jumlah ekspor kese1uruhan tahun 1984/1985, nilai ekspor minyak dan gas berjumlah sebesar US $ 13.729 juta. Sedangkan ekspor bukan minyak dan gas diperkirakan mengalami kenaikan sebesar US $ 683 juta, yaitu dari US $ 5.367 juta dalam tahun 1983/1984 menjadi US $ 6.050 juta dalam tahun 1984/1985.
Departemen Keuangan RI
133
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986 Tabel V.l
NERACA PEMBAYARAN, 1969/1970 - 1984/1985 ( dalam jutaan US $ ) 1969/1970 I. Barang.barang don jasa.jasa 1. Ekspor, fob minyak dan gas tanpa minyak dan gas
1.044 384 660
+ +
2. Impor, fob minyak dan gas tanpa minyak dan gas 3. Jasa-jasa minyak dan gas tanpa minyak don gas 4. Transaksi berjalan minyak dan gas tanpa minyak dan gas H. S D R HI. Pemasnkan modal Pemerintab 1. Bantuan program 2. Bantnan prorok dan lain-lain
-
+ + + + +
IV. Lain lintas modallainnya V. Pembayaranhntang pokok VI. Jumlah I sId V VII. Sensih yang belum dapat diperhitungkan VIII. Lain lintas moneter
IV. Lain lintas modallainnya V. Pembayaranhntang pokok VI. Jumlah I sId V VII. Sensih yang belum dapat diperhitungkan VIII. Lain lintas moneter
+ + +
3.613 1.708 1.905 -3.074 461 -2.613 -1.295 606 689 756 641 -1.397 643 281 362
+ + + -
549 81 355 5 360
+
15,3 + 15,4 + 15,3 +
+ + + + + + +
0,5 6,8 0,1 9,4 4,9 13,1 22,6 46,7 11,8 20 0,5 8,1 36,5
27 31 99 56 43
+ + +
115 47 77 95 18
+ +
+ + +
+ + +
+ + + + +
-
persentase perubahan
1974/1975 + + +
+ + +
7.186 5.153 2.033 -5.097 -1.275 -3.822 -2.227 -1.240 987 138 2.638 -2.776 660 180 480
+ +
131 89 302 311 9
+
+
+ + + + + + + + +
+ +
98,9 201,7 6,7 65,8 176,6 46,3 72 104,6 43,3 81,7 311,5 98,7 2,6 35,9 32,6
+
-123,9 9,9
+ +
1.374 590 784
+ + +
14,1 33,2 3
+ + + + +
-1.248 132 -1.116 574 254 320 448 204 652 30 400 286 114
+ + + + + + + + + + + + +
13,2 40,4 10,7 17,1 18,7 15,9 15,5 51,1 24,7 7,1 8,4 1,1 32,6
325,9 + 51,6 + + -
190 78 94 6 100
+ +
65,2 66
-
persentase perubaban
1975/1976 + + +
+
+ + + +
persentase perubaban
1971/1972
1.204 443 761 -1.102 94 -1.008 490 214 276 388 135 523 28 369 283 86
1973/1974 I. Barang.barang don jasa.jasa 1. Ekspor, fob minyak dan gas tanpa minyak dan gas 2. Impor, fob minyak dan gas tanpa minyak dan gas 3. Jasa-jasa minyak dan gas tanpa minyak don gas 4. Transaksi berjalan minyak dan gas tanpa minyak dan gas H. S D R HI. Pemasnkan modal Pemerintab 1. Bantuan program 2. Bantnan prorok dan lain-lain
+ + +
-1.097 88 -1.009 448 204 244 501 92 593 35 371 308 63
+
persentase perubahan
1970/1971
7.146 5.273 1.873 -5.409 930 -4.479 -2.591 -1.205 -1.386 854 3.138 -3.992 1.995 74 1.921
+ + + +
+ + +
+ +
0,6 2,3 7,9 6,1 27,1 17,2 16,3 2,8 40,4 518,8 19 43,8 202,3 58,9 300,2
-1.075 77 11 353 364
+ -
720,6 13,5
+ + +
+ + + +
+
+ + +
+ + +
9.213 6.350 2.863 -7.173 1.753 -5.420 -2.842 887 -1.955 802 3.710 -4.512 1.823 147 1.676
+ + + + + + + + + +
38 166 893 108 -1.001
+ +
+ -
persentase 1973/1974 perubahan
1.939 965 974
+ + +
41,1 63,6 + 24,2
3.613 + 1. 708 + 1.905 +
86,3 77 95,6
+ + + + + + + + +
32,3 20,5 33,7 47,2 60,2 36,9 24,3 95,6 46,6 20,3 17,5 27,2
-3.074 461 -2.613 -1.295 606 689 756 641 -1.397 643 281 362
+ + + + + + + + +
+ + +
-1.651 159 -1.492 845 407 438 557 399 956 481 336 145
86,2 189,9 75,1 53,3 48,9 57,3 35,7 60,7 46,1 33,7 16,4 149,7
+ + + -
480 66 338 87 425
+ -
persentase pernbahan
1976/1977
persentase pernbahan
1972/1973
28,9 20,4 52,9 32,6 88,5 21 9,7 26,4 41,1 6,1 18,2 13 8,6 98,6 12,8
+ + + + -
+
+ + +
152,6 + 15,4 + + -
persentase 1977/1978 perubahan + + + + + + +
103,5 + 115,6 + -
10.860 7.353 3.507 7.866 1.490 6.376 3.684 1.418 2.266 690 4.445 5.135 2.106 157 1.949
+ + + + + + + + + +
17,9 15,8 22,5 9,7 15 17,6 29,6 59,9 15,9 14 19,8 13,8 -
+ + +
176 + 761 + 831 180 651
+ +
549 + 81 + 355 5 360
14,4 22,7
persentase perubahan
1978/1979 + + + -
+ + 15,5 + 6,8 + 16,3 +
363,2 + 358,4 + -
11.353 7.374 3.979 8.443 1.711 6.732 4.065 1.653 2.412 1.155 4.010 5.165 64 2.208 94 2.114
+ + + + + + + + + + + + +
392 + 632 877 169 708
4,5 0,3 13,5 7,3 14,8 5,6 10,3 16,6 6,4 67,4 9,8 0,6 4,8 40,1 8,5 122,7 17
Realisasi nilai ekspor secara kese1uruhan dalam periode April-Agustus 1984 menunjukkan peningkatan bila dibandingkan dengan realisasi nilai ekspor dalam periode yang sama tahun 1983, yaitu dari sebesar US $ 7.937,6 juta rnenjadi sebesar US $9.100,4 juta. Realisasi nilai ekspor sebesar US $ 9.100,4 juta tersebut terdiri dari nilai ekspor minyak dan gas sebesar US $ 6.765,5 juta, dan nilai ekspor di luar rninyak dan gas sebesar US $ 2.334,9 juta. Bila dibandingkan dengan realisasinya selarna periode April-Agustus 1983 sebesar US $5.959,8 juta, berarti nilai ekspor rninyak dan gas tersebut rnengalami kenaikan sebesar 13,5 persen. Peningkatan ini terjadi antara lain karena adanya peningkatan yang cukup besar dalarn ekspor gas alarn cairo Nilai ekspor di luar rninyak dan gas selarna periode April-Agustus 1984 tersebut berarti rneningkat sebesar US $ 357,1 juta atau 18,1 persen dibandingkan dengan nilai ekspornya dalarn periode yang sarna tahun 1983 sebesar US $ 1.977,8 juta. Peningkatan tersebut tidak terlepos dari adanya perbaikan dalarn perekonornian dunia, yang pada gilirannya Departemen Keuangan RI
134
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
rneningkatkan perrnintaan negara-negara industri terhadap barang-barang ekspor negara berkernbang, terrnasuk dari Indonesia. Sebagai salah satu komoditi dalarn kelornpok barang utama, ekspor kayu dalarn periode April-Agustus 1984 rnencapai nilai sebesar US $ 438,4 juta, yang berarti US $ 7,2 juta lebih rendah dari nilai ekspor pada periode yang sarna tahun sebelurnnya sebesar US $ 445,6 juta. Penurunan ini disebabkan oleh rnenurunnya harga kayu, rneskipun pernasanin kayu lapis ke beberapa negara sernakin rneningkat, diantaranya ke beberapa negara Asia, Tirnur Tengah, Eropa dan Arnerika Serikat. Ekspor karet yang dalarn periode April-Agustus 1983 realisasinya mencapai US $ 343,4 juta, dalam periode yang sarna tahun 1984 menunjukkan peningkatan rnenjadi sebesar US $ 373,4 juta, Meningkatnya nilai ekspor ini disebabkan oleh rneningkatnya perrnintaan Amerika Serikat akan karet alam untuk rnenambah cadangan strategisnya, dan perrnintaan dari Jepang karena meningkatnya kebutuhan untuk mermnuhi pesanan dari luar negeri, meskipun dalarn periode tersebut harga karet rnengalarni penurunan, Sebaliknya nilai ekspor tirnah yang dalam lima bulan pertama tahun 1984/1985 berjumlah sebesar US $ 103,9 juta, menunjukkan adanya penurunan sebesar US $ 30,8 juta bila dibandingkan dengan nilai ekspornya dalam periode yang sama tahun 1983/1984 yang berjumlah sebesar US $ 134,7 juta. Penurunan ini terjadi karena meskipun harga naik tetapi volume ekspornya menurun sebagai akibat pembatasan ekspor timah oleh Dewan Timah Internasional, dan adanya penggunaan bahan-bahan lain pengganti timah, sehingga pemakaian timah berkurang. Demikian pula nilai ekspor minyak sawit telah menurun dari sebesar US $40,2 juta dalarn periode April-Agustus 1983, rnenjadi sebesar US $ 9,8 juta dalarn periode yang sama tahun 1984, Menurunnya ekspor minyak sawit ini disebabkan oleh karena adanya pembatasan ekspor untuk memenuhi kebutuhan dalarn negeri, meskipun harganya di posar internasional mulai rnembaik. Sedangkan nilai ekspor biji sawit yang mencapai sebesar US $0,8 juta untuk periode April-Agustus 1983, dalam periode 1984 belum ada realisasinya, karena ada penundaan dalarn pelaksanaan ekspornya, Sebaliknya .nilai ekspor kopi yang pada lima bulan pertama tahun 1983/1984 mencapai US $ 203,6 juta, dalam periode yang sama tahun 1984/1985 meningkat menjadi US $ 233,4 juta. Kenaikan tersebut terjadi selain disebabkan oleh kenaikan harga kopi di posar internasional, juga disebabkan oleh naiknya kuota ekspor kopi. Kenaikan harga ini timbul karena adanya pembelian secara besar-besaran yang berlangsung setelah tersiar kabar kemungkinan rusaknya panen kopi Brazil tahun 1985 akibat hawa beku yang akan melanda negara tersebut, serta berkurangnya penawaran kopi robusta dari Departemen Keuangan RI
135
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Pantai Gading. Adapun barang lainnya seperti hewan dan hasilnya, lada, bungkil kopra, bahan makanan, barang tambang, dan lain-Iainnya termasuk kerajinan tangan dan pakaian jadi, selama lima bulan pertama 1984/1985 mencapai nilai ekspor sebesar US $ 1.067,5 juta atau US $ 338,0 juta lebih tinggi hila dibandingkan dengan nilai ekspornya dalam periode yang sarna tahun 1983/1984 sebesar US $ 729,5 juta. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya nilai ekspor komoditi lada, bahan makanan, barang tamba.p.g dan lain-lain, termasuk tekstil dan pakaian jadi. Nilai ekspor lada dan bahan makanan termasuk tapioka, kalau dalam lima bulan pertama tahun 1983/1984 masing-masing berjumlah sebesar US $ 17,4 juta dan US $ 34,2 juta, dalam jangka waktu yang sarna tahun 1984/1985 meningkat masing-masing menjadi sebesar US $ 22,7 juta dan US $ 50,2 juta. Selanjutnya barang tambang yang dalam periode April-Agustus 1983 nilai ekspornya sebesar US $ 175,6 juta, dalam periode yang sarna tahun 1984 meningkat sebesar US $ 94,7 juta, sehingga menjadi sebesar US $ 270,3 juta. Meningkatnya nilai ekspor barang tambang ini disebabkan oleh meningkatnya ekspor aluminium dan tembaga. Demikian pula nilai ekspor lain-lain meningkat dalam periode yang sarna dad sebesar US $ 378,6 juta dalam tahun 1983, menjadi US $ 626,1 juta untuk tahun 1984, yang disebabkan an tara lain oleh meningkatnya ekspor kerajinan tangan termasuk pakaian jadi, semen dan alat-alat listrik.
5.3.2. Impor Rangkaian kebijaksanaan di bidang impor yang telah dan sedang dilaksanakan dalam beberapa periode ini banyak mempengaruhi perkembangan impor dalam tahun 1984/1985. Berkaitan dengan itu, nilai impor bukan minyak dan gas dalam tahun 1984/1985 diperkirakan berjumlah sebesar US $ 12.169 juta, yang berarti US$ 646 juta atau 5,0 persen lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasi nilai impor bukan minyak dan gas dalam tahun 1983/1984 yang berjumlah sebesar US $ 12.815 juta. Lebih rendahnya nilai impor tersebut terutama disebabkan karena menurunnya impor yang dilakukan dalam rangka bantuan proyek. Sementara itu nilai impor minyak dan gas dalam tahun 1984/1985 diperkirakan berjumlah sebesar US $ 3.269 juta, yang berarti mengalami penurunan sebesar US $ 220 juta bila dibandingkan dengan realisasi nilai impor minyak dan gas pacta tahun sebelumnya yang berjumlah sebesar US $ 3.489 juta. Penurunan ini terutama disebabkan karena menurunnya impor peralatan untuk keperluan eksplorasi minyak sejalan dengan telah dapat diproduksinya beberapa perala tan pengeboran minyak oleh industri dalam negeri. Dilihat dari golongan barangnya, realisasi impor bukan minyak dan gas dalam periode April-Agustus 1984 berjumlah sebesar US $ 4.427,6 juta atau US $ 320 juta (6,7 persen) lebih Departemen Keuangan RI
136
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
rendah hila dibandingkan dengan realisasinya dalam periode yang sarna tahun 1983 yaitu sebesar US $ 4.747,6 juta. Lebih rendahnya nilai impor tersebut terjadi alas imp or semua golongan barang, baik barang konsumsi, bahan baku/penolong maupun barang modal. Sementara nilai impor kelompok barang konsumsi dalam tahun 1984 berjumlah sebesar US $314,6 juta. Hal ini berarti terdapat penurunan sebesar US $ 60,3 juta atau sebesar 16,1 persen hila dibandingkan dengan nilai impornya dalam periode yang sarna tahun 1;183 sebesar US $374,9 juta. Penurunan nilai impor ini terjadi alas impor hampir semua jenis barang konsumsi, dan telah menyebabkan menurunnya peranan impor barang konsumsi terhadap nilai impor bukan minyak dan gas secara keseluruhan dari 7,9 persen menjadi 7,1 persen. Selanjutnya realisasi impor bahan baku/penolong dalam periode April-Agustus 1984 juga menunjukkan adanya penurunan bila dibandingkan dengan realisasinya dalam periode yang sama tahun sebelumnya. Apabila realisasi nilai impor bahan baku/penolong dalam periode April-Agustus 1984 berjumlah sebesar US $ 2.168,0 juta, dalam periode yang sama tahun 1983 realisasi impornya berjumlah sebesar US $ 2.258,5 juta. Hal ini berarti lebih rendah sebesar US $ 90,5 juta, atau sebesar 4,0 persen. Lebih rendahnya nilai impor tersebut disebabkan karena menurunnya impor bahan kimia, bahan obat-obatan, pupuk, bahan-bahan kertas, bahan bangunan serta semen, kapur, dan bahan bangunan buatan pabrik lainnya. Namun demikian apabila dilihat dari peranan impor bahan baku/penolong terhadap impor bukan minyak dan gas seC(I,ra keseluruhan, persentasenya mengalami peningkatan dari 47,6 persen dalam periode April-Agustus 1983, menjadi sebesar 49,0 persen dalam periode yang sarna tahun 1984. Adapun realisasi nilai impor barang modal dalam periode April-Agustus 1984 berjumlah sebesar US $ 1.945,0 juta. Apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam periode yang sarna tahun 1983 yang berjumlah sebesar US $ 2.114,2 juta, berarti telah terjadi penurunan sebesar US $ 169,2 juta atau 8,0 persen. Penurunan ini terjadi pacta impor mesin-mesin, generator listrik, peralatan listrik dan lainnya. Penurunan dalam realisasi nilai impor ini telah mengakibatkan pula menurunnya persentase impor kelompok barang modal terhadap realisasi nilai impor bukan minyak dan gas secara keseluruhan, yaitu dari sebesar 44,5 persen dalam periode April-Agustus 1983, menjadi sebesar 43,9 persen dalam periode yang sarna tahun 1984. Gambaran yang terperinci mengenai impor bukan minyak dan gas dapat diikuti dalam Tabel V.3.
Departemen Keuangan RI
137
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986 Tabel V.3 NILAI IMPOR TANPA MINY AK DAN GAS MENURUT GOLONGAN BARANG, 1969/1970 - 1984/1985 (df, dalam jutaan US $) persentase persentase persentase persentase persentase Jenis barang 1969/1970 dari 1970/1971 dari 1971/1972 dari 1972/1973 dari 1973/1974 dari jumlah jumlah jumlah jumlah jumlah I. Barang konsumsi 180,7 22,1 178,1 17,7 157 13,2 293,7 16,2 544,1 18,9 1. Beras 46,9 44,1 27,3 132,6 367,8 2. Tekstil 28,3 16 11,9 23 13,2 3. Susu, makanan, minuman dan buah - buahan 23,7 34 31,9 22,3 48,6 4. Tembakau daD olahannya 7,3 1,8 2,6 4,1 6,3 1 1,4 1,7 3,5 7,7 5. Sabun dan kosmetik 6. Alat-alat rumah tangga 10,9 12,3 15,8 6,7 24,6 7. Lainnya 62,6 68,5 65,8 101,5 75,9 ll. Bahan baku/penolong 399,7 48,8 475,6 47,3 562,3 47,3 790,4 43,7 1.257,90 43,7 1. Bahan kimia 60,3 69,6 80 115,2 171 2. Bahan obat-obatan 12,9 14,3 13,6 18,8 31,6 27,6 19,5 35,2 46,2 68,8 3. Pupuk 4. Bahan-bahan kertas 21,3 26,9 25,2 30,1 53,3 5. Benang tenun 54,3 55,3 56,5 106,2 206,5 6. Semen. kapur dan bahan bangunan buatan pabrik 11,3 13,8 18,2 25,8 46,5 7. Besi baja dan logam 61,5 72,6 113,2 186,6 351,4 1,3 1,2 1,1 19 78,3 8. Bahan-bahan karet dan plastik 9. Bahan bangunan 6,1 10,8 16,3 25,7 56 10. Alat-alat listrlk 1 1,2 ' 0,9 5,7 23 11. Lainnya 142,1 190,4 202,1 211,1 171;5 III.Barang modal 238,7 29,1 352,6 35 470,6 39,5 724,5 40,1 1.079,00 37,4 1. Mesin-mesin 115,8 183,8 247,8 373,2 588,4 5,3 7,6 10,9 31,9 87,1 2. Generator listrik 3. Alat telekomunikasi 16,9 19,2 21 32,4 46,9 7,2 11 12,3 16,4 31,3 4. Peralatan listrik 5. Alat pengangkutan 44,7 62,9 81,4 141,2 301,3 6. Lainnya 48,8 68,1 97,2 129,4 24 Jumlah 819,1 100 1.006,30 100 1.189,90 100 1.808,60 100 2.881,00 100
Jenis barang
persentase persentase persentase persentase persentase dari 1975/1976 1976/1977 dari 1977/1978 dari 1978/1979 dari dari jumJah jum1ah jum1ah jumJah jum1ah 659 16,9 519 831,2 15,3 1.176,40 21,3 1.202,90 19,5 11,8 426,8 234,7 408,4 677,7 592,3 15,9 13,5 21,6 26,6 23,9
1974/1975
I. Barang konsumsi 1. Beras 2. Tekstil 3. SolO, makanan, minuman dan buah-buahan 4. Tembakau dan olahannya 5. Sabun dan kosmetik 6. Alat-alat rumah tangga 7. Lainnya n. Bahan bakufpenolong 1. Bahan kimia 2. Bahan obat-obatan 3. Pupuk 4. Bahan-bahan kertas 5. Benang tenon 6. Semen, kapur dan bahan bangunan buatan pabrik 7. Besi baja dan logam 8. Bahan-bahan karet dan plastik 9. Bahan bangunan 10. Alat-alat listrik 11. Lcinnya ill.Barang modal 1. Mesin-mesin 2. Generator listrik 3. Alat telekomunikasi 4. Peralatan listrik 5. Alat pengangkutan 6. Lainnya Jumlah
77,7 11,6 7,4 31,9 87,7 1.816,00 239,9 33,8 305,6 58,9 229,5 76,2 467,8 99,9 77,4 38,4 188,6 1.430,40 738,7 141 60,7 45,3 415,2 29,5 3.905,40
130,7 7,9 8,6 27,8 95,8 2.151,10 273,4 33 316,5 70,7 254,2
46,5
36,6
100
61,9 585,2 128,9 111 62,7 253,6 1.730,10 804,9 167,2 122 61,7 530,4 43,9 4.400,20
48,9
39,3
100
173,4 13,5 17,1 42,5 154,7 2.156,40 332,3 45,4 22,1 109,6 307,8 60,4 587,7 165,4 165,7 97,6 262,4 2.453,60 1.125,80 264,2 355,4 131,2 531,5 45,5 5.441,20
39,6
45,1
100
238,1 15,3 19,5 43,5 155,8 2.185,10 392,5 42,1 31,9 117,2 322,5 29,4 597,4 175,3 155,4 84,2 237,2 2.152,90 944,7 203,2 200,9 125,3 615,8 63 5.514,40
39,6
39,1
100
256,1 16 20,5 56,9 237,2 2.616,10 461,9 48,3 55,2 123,2 293,3 23,7 760,4 223,5 115,7 90,3 420,6 2.335,40 1.113,10 187,2 122,5 134,1 734,6 43,9 6.154,40
42,5
38
100
Berdasarkan PPUD yang diolah Biro Pusat Statistik
5.3.3.Pengeluaran jasa-jasa (netto) Usaha-usaha meningkatkan penerimaan devisa dan penghematan penggunaan devisa dalam bidang jasa-jasa terus digalakkan. Berkaitan dengan itu, fasilitas bebas visa selama dua bulan yang telah diberikan sejak 1 April 1983 kepada wisatawan dari 26 negara, mulai 1 September 1984 juga diberikan kepada para pengusaha dari negara-negara tersebut, bahkan telah ditambah dua negara lagi sehingga meliputi 28 negara. Demikian pula pembangunan Departemen Keuangan RI
138
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
industri dan sarana pariwisata dirangsang dengan memberikan keringanan bea masuk dan pajak penjualan impor atas barang-barang tertentu yang masih dibutuhkan dan belum dihasilkan di dalam negeri. Sementara itu kebijaksanaan pengiriman tenaga kerja Indonesiake luar negeri (Timur Tengah) terus digalakkan, dengan harapan dapat menambah penerimaan devisa yang berasal dari uang kiriman para tenaga kerja ke tanah air (remittance). Pengendalian tata pelaksanaan pengerahan tenaga kerja dewasa ini mencakup juga penentuan upah terendah, dan kewajiban mentransfer paling sedikit lima puluh persen penghasilan yang diterima. Selanjutnya usaha penghematan penggunaan devisa di bidang jasa-jasa dilaksanakan dengan tetap menerapkan bea fiskal perjalanan luar negeri sebesar Rp 150.000,- bagi setiap orang yang bepergian ke luar negeri. Pengeluaran devisa untuk jasa-jasa setelah dikurangi dengan penerimaan devisa dari jasa-jasa, baik minyak dan gas maupun di luar minyak dan gas, dalam tahun 1984/1985 diperkirakan berjumlah sebesar US $ 7.587 juta. Jumlah ini berarti lebih rendah sebesar US $ 76 juta hila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun sebelumnya yang berjumlah sebesar US $ 7.663 juta. Perkiraan penge1uaran devisa untuk jasa-jasa tersebut terdiri dari pengeluaran jasa-jasa bukan minyak dan gas sebesar US $ 4.176 juta, yang berarti lebih tinggi sebesar US $ 102 juta atau 2,5 persen hila dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya yang berjumlah sebesar US $ 4.074 juta. Lebih tingginya pengeluaran jasa-jasa tersebut terutama disebabkan karena meningkatnya pembayaran bunga pinjaman luar negeri. Di lain pihak pengeluaran jasa-jasa minyak (termasuk LNG) menunjukkan penurnnan sebesar US$ 178 juta atau sebesar 5,0 persen, yaitu dari US $ 3.589 jut3 dalam tahun 1983/1984 menjadi US $ 3.411 juta dalam tahun 1984/1985. 5.3.4. Lalu lintas modal dan transfer Dengan semakin meningkatnya kebutuhan pembiayaan dan terbatasnya penerimaan devisa yang dapat dihimpun, pemasukan modal baik dalam bentuk pemasukan modal Pemerintah maupun modallainnya tetap diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan neraca pembayaran, dan kelangsungan pembangunan ekonomi nasional. Namun demikian sikap berhati-hati dalam meminjam, dan selektif dalam pemilihan proyek-proyek yang dibiayai dari dana luar negeri tersebut lebih diperhatikan, sehingga penggunaannya dapat meningkatkan kemampuan pengembangan industri dalam negeri, dan mendorong perluasan lapangan kerja, serta pacta akhirnya tidak akan menyulitkan posisi neraca pembayaran dimasa yang akan datang. Sehubungan dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut, lalu lintas modal, yang merupakan hasil bersih pemasukan modal Pemerintah dan pemasukan modal lainnya setelah dikurangi dengan pembayaran angsuran pokok hutang luar negeri, dalam tahun 1984/1985 Departemen Keuangan RI
139
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
diperkirakan berjumlah sebesar US $ 3.191 juta. Jumlah tersebut terdiri dari pemasukan modal Pemerintah sebesar US $ 4.359 juta, dan pemasukan modallainnya sebesar US $ 341 juta. Apabila dibandingkan dengan realisasi tahun 1983/1984, masing-masing menurun sebesar US $ 1.434 juta atau 24,8 persen, dan sebesar US $ 850 juta atau 71,4 persen. Sedangkan realisasi pelunasan hutang pokok luar negeri dalam tahun 1984/1985 diperkirakan meningkat dari tahun sebelumnya sehingga mencapai jumlah sebesar US $ 1.509 juta. Peningkatan terse but adalah sejalan dengan semakin bertambah besarnya kewajiban penyelesaian hutang dari tahun-tahun sebelumnya yang telah jatuh tempo. 5.4. Perkiraan neraca pembayaran dalam tahun 1985/1986 Atas dasar perkiraan realisasi dalam tahun 1984/1985, dan dengan memperhitungkan perkembangan yang diperkirakan akan terjadi baik terhadap ekspor, impor maupun lalu lintas modal dalam periode berikutnya, neraca pembayaran Indonesia dalam tahun 1985/1986 diperkirakan masih akan mengalami surplus meskipun tidak sebesar dalam tahun 1984/1985. Keadaan ini diperkirakan terjadi karena di satu pihak realisasi transaksi berjalan diperkirakan akan mengalami defisit sebesar US $ 3.409 juta, dan di lain pihak lalu lintas modal bersih, baik yang berasal. dari pemasukan modal Pemerintah maupun pemasukan modal lainnya, setelah dikurangi angsuran pokok hutang luar negeri, dalam periode tersebut mencapai US $ 3.682 juta. Dengan demikian neraca pembayaran tahun 1985/1986 diperkirakan surplus sebesar US $ 273 juta. 5.4.1. Perkiraan nilai ekspor bukan minyak dan gas Kalau dalam tahun 1984/1985 nilai ekspor di luar minyak dan gas realisasinya diperkirakan mencapai US $ 6.050 juta, maka dalam tahun 1985/1986 nilai ekspornya diperkirakan mencapai sebesar US $ 7.009 juta, yang berarti meningkat sebesar. US $ 959 juta atau 15,9 persen. Adapun perkiraan kenaikan nilai ekspor di luar minyak dan gas terse but didasarkan pacta pertimbangan-pertimbangan : (1)
Mulai pulihnya perekonomian negara-negara industri dari pengaruh resesi, sehingga harga-harga komoditi di luar minyak dan gas di posaran internasional diharapkan akan meningkat, disertai dengan meningkatnya permintaan negara-negara tersebut terhadap komoditi di luar minyak dan gas;
(2)
Penanganan ekspor komoditi di luar minyak dan gas secara terpadu dan efisien;
(3)
Ditingkatkannya usaha perluasan posar antara lain dengan' mengadakan hubungan dagang dengan negara-negara Eropa Timur.
Departemen Keuangan RI
140
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
5.4.2. Perkiraan nilai impor bukan minyak dan gas Pengduaran devisa untuk impor bukan minyak dan gas dalam tahun 1985/1986 diperkirakan akan berjumlah sebesar US $ 13.342 juta. Jumlah ini adalah US $ 1.173 juta atau 9,6 persen lebih besar bila dibandingkan dengan perkiraan realisasi nilai impor bukan minyak dan gas dalam tahun 1984/1985 sebesar US $ 12.169 juta. Nilai impor bukan minyak dan gas tahun 1985/1986 didasarkan atas perkiraan-perkiraan sebagai berikut : (1) Kebijaksanaan kurs devisa untuk menjaga keseimbangan perdagangan luar negeri masih tetap dipertahankan. (2) Keadaan resesi ekonomi dunia yang menunjukkan pemulihan akan mempengarnhi perekonomian Indonesia khususnya di bidang produksi industri dalam negeri, sehingga untuk keperluan industri dalam negeri t_rsebut diperlukan impor bahan baku/penolong serta barang modal yang lebih tinggi. (3) Pemerintah masih tetap menjaga kestabilan harga barang-barang kebutuhan masyarakat sehingga terhadap barang yang belum mencukupi atau belum diproduksi di dalam
negeri
tetap dilakukan impor. (4)
Pemakaian produksi dalam negeri terus digalakkan.
(5)
Impor dalam rangka bantuan proyek dan bantuan program masih tetap diperlukan sesuai dengan kebutuhan pembangunan.
(6)
Kebijaksanaan penjadwalan kembali (rephasing) yang telah dilaksanakan untuk proyek proyek tertentu yang banyak menggunakan barang-barang impor masih tetap dipertahankan.
5.4.3.Perkiraan penerimaan minyak bersih termasuk LNG Situasi posaran minyak dunia sampai saat ini belum memperlihatkan tanda-tanda perbaikan seperti yang diharapkan. Situasi yang demikian ini sangat frat hubungannya dengan proses pemulihan ekonomi yang berjalan lamban, sehingga adanya kelebihan produksi minyak dunia tidak segera diikuti oleh penambahan permintaannya. Di samping itu harga minyak tunai (spot) diposaran dunia terus mengalami posang surut bersamaan dengan posang surntnya pemulihan perekonomian dunia, terntama di negara-negara industri, perubahan musim di belahan bumi non tropis, serta peleposan/penambahan cadangan (stock) minyak oleh negaranegara industri. Situasi yang demikian itu telah memaksa OPEC mengambil keputusan untuk memperbaiki situasi minyak yang ternyata sampai akhir tahun 1984 belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Bahkan sesuai dengan hasil pertemuan OPEC bulan Oktober 1984 telah diputuskan bahwa kuota produksi diturunkan dari 17,5 juta barrel menjadi 16 juta barrel per Departemen Keuangan RI
141
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
hari, sedangkan harga patokan minyak mentah masih tetap dipertahankan sebesar US $ 29 per barrel. Dengan adanya ketentuan kuota produksi minyak tersebut, maka kuota produksi minyak Indonesia harns diturunkan sebanyak 111.000 barrel per hari selama bulan November dan Desember 1984. Sementara itu dengan telah diproduksinya beberapa peralatan pengeboran minyak oleh industri dalam negeri, maka akan mempengaruhi penghematan penggunaan devisa untuk impor di sektor minyak. Di lain pihak devisa hasil ekspor gas alam yang dicairkan (LNG) diperkirakan akan mengalami peningkatan dalam tahun 1985/1986. Atas dasar perkiraan realisasi penerimaan minyak bersih termasuk LNG dalam tahun 1984/1985, serta perkiraan situasi pasaran minyak dunia yang akan terjadi, maka dalam tahun 1985/1986 penerimaan minyak bersih (termasuk LNG) diperkirakan berjumlah sebesar US $ 7.299 juta. 5.4.4. Perkiraan pos lainnya Pengeluaran devisa untuk pembayaran jasa-jasa. dalam tahun 1985/1986 diperkirakan masih akan lebih besar dari penerimaannya, sehingga sektor jasa masih menunjukkan hasil bersih yang negatif bagi penerimaan devisa negara. Sehubungan dengan itu, usaba peningkatan penerimaan devisa, dan penghematan penggunaannya di bidang jasa-jasa akan terus dilakukan melalui pengembangan sektor kepariwisataan, pengiriman tenaga kerja ke luar negeri, pembatasan perjalanan ke luar negeri, pengurangan secara bertahap penggunaan tenaga kerja asing/konsultan di Indonesia, serta peningkatan peranan armada niaga nasional dalam pengangkutan barang ekspor dan impor. Dalam tahun 1985/1986 hasil bersih untuk jasa-jasa diperkirakan berjumlah sebesar US $ 8.102 juta. Selanjutnya pemasukan modal Pemerintah dalam tahun 1985/1986 diperkirakan akan berjumlah sebesar US $ 4.974 juta, termasuk bantuan proyek sebesar US $ 4.016 juta. Sedangkan pemasukan modallainnya diperkirakan akan mencapai sebesar US $ 406 juta. Di lain pihak, pembayaran kembali hutang pokok luar negeri dalam tahun 1985/1986 diperkirakan sebesar US $ 1.698 juta.
Departemen Keuangan RI
142
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
BAB VI PENDAPATAN NASIONAL
6.1. Pendahuluan Sebagai suatu negara yang sedang berkembang, Indonesia sejak tahun 1969 dengan giat melaksanakan pembangunan nasional secara berencana dan bertahap serta berpegang teguh pada kebijaksanaan Trilogi Pembangunan. Tanpa mengabaikan usaha pemerataan dan kestabilan, pembangunan nasional mengusahakan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, yang pada gilirannya memungkinkan terwujudnya peningkatan tarat hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam kurun waktu 14 tahun, yakni sejak tahun 1969 sampai dengan tahun 1983 pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur melalui produk domestik bruto atas dasar harga yang berlaku telah berhasil ditingkatkan dengan rata-rata sebesar 26,2 persen per tahun. Sedangkan apabila diukur atas dasar harga konstan tahun 1973, maka dalarn periode tersebut telah terjadi kenaikan rata-rata sebesar 7,2 persen per tahun. Di samping telah dicapainya penmgkatan produk domestik bruto dari tahun ke tahun, telah terjadi pula perubahan struJ<:.tural yang penting; di satu pihak peranan sektor pertanian menurun sedangkan di lain pihak peranan sektor lainnya seperti sektor industri, sektor perdagangan, lembaga keuangan dan jasa lainnya, sektor bangunan, serta sektor listrik, gas dan air minum telah semakin meningkat. Keadaan tersebut merupakan suatu petunjuk terjadinya suatu proses keseimbangan yang lebih baik dalam struktur ekonomi, yaitu ke arab suatu perekonomian industri yang didukung oleh sektor pertanian yang tangguh.
6.2.
Perkembangan pendapatan nasional menurut lapangan usaha dan kontribusinya Hasil pembangunan ekonomi antara lain dicerminkan dari pendapatan nasional yang
senantiasa meningkat dalarn kurun waktu 14 tahun terakhir ini, yaitu dari periode tahun 1969 sampai dengan tahun 1983. Berdasarkan harga yang berlaku, pendapatan nasional sebagaimana tercermin dari perkembangan nilai produk domestik bruto dari tahun 1969 sarnpai dengan tahun 1983 telah menunjukkan jumlah yang semakin besar, yakni dari sebssar Rp 2.718,0 milyar menjadi sebesar Rp 71.214,7 milyar. Hal ini berarti bahwa selama kurun waktu tersebut, produk domestik bruto atas dasar harga yang berlaku mengalami kenaikan rata-rata sebesar 26,2 persen per tahun (Tabel VI.1).
Departemen Keuangan RI
143
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986 Tab e 1 VI. 1
PRODUK DOMESTIK BRUTO, 1969
Lapangan usaha 1. Pertanian, kehutanan, perikanan a. Tanaman bahan makanan b. Lainnya 2. Pertambangan & penggalian 3. industri pengolahan 4. Listrik, gas, dan air minum 5. Bangunan 6. Pengangkutan dan komunikasi 7. Perdagangan, lembaga keuangan dan jasa lainnya
- 1983 (dalam milyar rupiah atas dasar harga yang berlaku)
1969 1.339,00 823 516 129 251 13 75 77
1970 1.575,00 962 613 173 293 15 100 96
1971 1.646,00 961 685 294 307 18 128 162
1972 1.837,00 1.071,00 766 491 448 20 174 182
1973 2.710,00 1.573,00 1.137,00 831 650 30,4 262 257
1974 4.003,40 2.096,00 1.401,00 2.374,00 890 52 406 442
1975 4.003,40 2.554,80 1.448,60 2.484,80 1.123,70 69,8 589,6 521,1
1976 4.812,00 3.043,90 1.768,10 2.930,00 1.453,30 98,1 812,6 662,6
1977 5.905,70 3.659,90 2.245,80 3.599,70 1.816,90 105,6 1.023,30 842,9
1978 6.706,00 3.991,40 2.714,60 4.357,60 2.420,40 118,3 1.242,10 1.031,60
1979 8.995,70 4.892,00 4.103,7' 6.979,80 3.310,60 148,8 1.789,70 1.421,50
1980 11.290,30 6.357,60 4.932,70 11.672,50 5.287,90 225,1 2.523,80 1.965,30
1981 13.642,50 8.101,80 5.540,70 12.970,60 5.821,70 288,2 3.117,80 2.353,20
1982 15.668,30 9.961,00 5.707,30 1l.707,8 7.680,70 380,3 3.507,20 2.795,20
1983 18.771,50 12.380,90 6.390,60 13.823,60 8.918,00 305,2 4.433,70 3.325,00
834
986
1.117,00
1.412,00
2.013,00
3.047,00
3.850,00
4.698,10
5.738,90
6.870,00
9.379,30
12.480,80
15.833,00
17.893,10
21.437,70
Dalam periode yang sama, produk domestik bruto yang dihitung atas dasar harga konstan tahun 1973, juga mengalami peningkatan dari sebesar Rp 4.820,5 milyar menjadi Rp 12.842,2 milyar, atau naik rata-rata sebesar 7,2 persen per tahun. Dengan demikian apabila perkembangan tersebut dikaitkan dengan laju pertumbuhan penduduk yang diperkirakan sekitar 2,2 persen per tahun, maka terlihat bahwa upaya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat selama kurun waktu memperihatkan hasil yang nyata. Produk domestik bruto sebesar Rp 12.842,2 milyar tersebut terbentuk dari nilai tambah bruto di semua sektor, antara lain sektor pertanian sebesar Rp 3.845,6 milyar, sektor industri pengolahan sebesar Rp 1.942,5 milyar serta sektor perdagangan, lembaga keuangan dan jasa lainnya sebesar Rp 4.427,8 milyar. Perkembangan secara lebih terperinci dapat diikuti pada Tabel VI.2. Tabel VI.2 PRODUK DOMESTIK BRUTO, 1969 -1983 (dalam milyar rupiah, atas dasar harga konstan tahun 1973) Lapangan usaha
1969
1970
1971
1972
1973
1974
1975
1976
1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1. Pertanian, kehutanan, perikanan a. Tanaman bahan makanan b. Lainnya 2. Pertambangan & penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas, don al£ minum 5. Bangunan 6. Pengangkutan don komunikasi 7. Perdagangan, 1embaga keuangan danjasa lainnya
2.263,00 1.373,00 890 452 399 19,6 114 158 1.414,90
2.356,00 1.402,00 954 522 435 22,5 143 165 1.538,50
2.441,00 1.436,00 1.005,00 551 490 24,7 171 210 1.657,00
2.479,00 1.415,00 1.064,00 674 564 26,2 222 229 1.873,00
2.710,00 1.573,00 1.137,00 831 650 30,4 262 257 2.013,00
2.811,00 1.681,00 1.1 30,0 859 755 37 320 288 2.199,00
2.811,20 1.696,10 1.115,10 828,1 847,9 41,2 364,8 302,7 2.434,90
2.943,70 1.755,50 1.1 88,2 952,3 930 46,3 384,5 342,6 2.556,90
2.981,30 1.734,20 1.247,10 1.070,00 1.057,70 49 463,8 438,7 2.821,50
3.134,80 1.835,80 1.299,00 1.048,80 1.235,60 56,9 528,9 514,2 3.047,30
3.255,60 1.908,80 1.346,80 1.046,90 1.395,30 68,6 562,8 559,8 3.275,90
3.424,90 2.073,40 1.351,50 1.034,60 1.704,60 77,9 639,3 609,4 3.678,50
3.593,50 2.261,20 1.332,30 1.069,10 1.877,80 89,9 720,2 676,9 4.027,20
3.669,80 2.294,40 1.375,40 939,8 1.900,70 105,5 757,8 716,6 4.235,20
3.845,60 2.412,30 1.433,30 956,5 1.942,50 112,8 804,5 752,5 4.427,80
Jumlah
4.820,50
5.182,00
5.544,70
6.067,20
6.753,40
7.269,00
7.630,80
8.156,30
8.882,00
9.566,50
10.164,90
11.169,20
12.054,60
12.325,40
12842,2
Setelah mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah dalam tahun 1982 yakni sebesar 2,2 persen, maka ekonomi mulai membaik dan dalam tahun 1983 telah mencapai sebesar 4,2 persen, suatu pertumbuhan yang dimungkinkan di samping oleh kebijaksanaan Pemerintah dan upaya masyarakat, juga karena adanya kebangkitan kembali ekonomi dunia. Dengan demikian selama Pelita III telah terjadi peningkatan rata-rata sebesar 6 persen per tahun. Sebagaimana terlihat pada Tabel VI.3, laju pertumbuhan produk domestik bruto sebesar 7,2 persen selama kurun waktu 14 tahun tersebut terutama didukung oleh sektor bangunan yang mempunyai tingkat pertumbuhan paling tinggi yaitu rata-rata sebesar 14,9 persen per tahun.
Departemen Keuangan RI
144
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986 Tabel VI.3 PRODUK DOMESTIK BRUTO, 1970.1983 ( persentase kenaikan ) Lapangan ulaha ( Atas dasar harga yang berlaku ) 1. Pertanian, kehutanan, perikanan 2. Pertambangan & penggalian 3. lndustri pengolahan 4. Listrik, gas daft air minum 5. Bangunan 6. Pengangkutan daft komunikasi 7. Perdagangan, 1embaga keuangan dan jasa 1ainnya Produk Domesdk Bruto ( Atas dasar harga konstan 1973 ) 1. Pertanian, kehutanan, perikanan 2. Pertambangan & penggalian 3. lndustri pengolahan 4. Listrik, gas daft air minum 5. Bangunan 6. Pengangkutan dan komunikasi 7. Perdagangan, 1embaga keuangan dan jasa lainnya Produk Domestik Bruto
1970
1971
1972
1973
17,6 34,1 16,7 15,4 33,3 24,7
4,5 69,9 4,8 20 28 68,8
11,6 67 45,9 11,1 35,9 12,3
47,5 69,2 45,1 52 50,6 41,2
18,2 19,1
13,3 13,4
26,4 24,3
42,6 48
4,1 15,5 9 14,8 25,4 4,4
3,6 5,6 12,6 9,8 19,6 27,3
1,6 22,3 15,1 6,1 29,8 9
8,7 7,5
7,7 7
13 9,4
1974
1975
1976
1977
1978
14,5 4,7 26,3 34,2 45,2 17,9
20,2 17,9 29,3 40,5 37,8 27,1
22,7 22,9 25 7,6 25,9 27,2
13,6 21,1 33,2 12 21,4 22,4
51,4 58,6
26,4 18,1
22 22,3
22,2 23,1
19,7 19,5
9,3 23,3 15,2 16 18 12,2
3,7 3,4 - 3,6 16,2 21,7 22,1 12,1
1,3 15 12,4 - 2,0 9,7 13,7 12,4 5,8 5,4 20,6 13,2 28,1
5,2
3,9
12,3 11,4 14 5,1
16,8 16,1 14 17,2
12,9 20,6 6,4 8,9
7,5 11,3
9,2 7,6
10,7 5
5 6,9
8 7,7
7,5 6,3
29 185,7 36,9 71,1 55 72
0,01
4,7
10,3 8,9
1979
1980
1981
34,1 60,2 36,8 12 48,4 37,8
25,5 67,2 59,7 51,3 41 38,3
20,8 11,1 10,1 28 23,5 19,7
36,5 40,8
33,1 41,9
26,9 18,9
5,2 22,2 13,6 13,6 8,9
4,9 3,3 10,2 15,4 12,7 11,1
12,3 9,9
9,5 7,9
-1,4
1982 1) 1983 2) 14,8 -9,7 31,9 32 12,5 18,8 13 10,4 2,1 -12,1 1,2 17,4 5,2 5,9 5,2 2,2
Rata-rata 3) 1970 - 1973
19,8 18,1 16,1 32,8 26,4 19
20,7 39,6 29 29,8 33,8 30,8
19,8 19,4
26,1 26,2
4,8 1,8 2,2 6,9 6,2 5
3,8 5,5 11,9 13,3 14,9 11,7
4,5 4,2
8,4 7,2
1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara 3) Dihitung dengan compound rate
Hal tersebut sejalan dengan makin meningkatnya kegiatan pembangunan di berbagai bidang seperti perumahan, jalan, jembatan dan irigasi. Di samping itu sektor listrik, gas dan air minum, sektor industri pengolahan serta sektor pengangkutan dan komunikasi juga cukup besar peranannya, yakni masing-masing dengan kenaikan rata-rata sebesar 13,3 persen, 11,9 persen dan 11,7 persen per tahun. Di samping itu sektor perdagangan, lembaga keuangan dan jasa lainnya serta sektor pertambangan dan penggalian masing-masing mengalami kenaikan ratarata sebesar 8,4 persen dan 5,5 persen per tahun. Sementara itu walaupun laju pertumbuhan sektor pertanian lebih rendah dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya, yaitu meningkat ratarata sebesar 3,8 persen per tahun, namun sumbangannya terhadap pembentukan produk domestik bruto masih tetap besar. Dari perbedaan laju pertumbuhan antarsektor tersebut dapat dilihat bahwa telah terjadi proses perubahan di dalam komposisi produk domestik bruto, yaitu ke arab struktur ekonomi yang lebih seimbang dengan sektor industri yang maju dan didukung oleh sektor pertanian yang tangguh. Hal ini pada gilirannya diharapkan dapat mengacu kepada perimbangan yang serasi dan sesuai dengan sasaran pembangunan ekonomi jangka panjang. Seperti terlihat pada Tabel VI.4, peranan sektor pertanian dalam tahun 1969 tampak menonjol, yaitu sebesar 46,9 persen dari seluruh nilai produk domestik bruto. Namun peranan tersebut berangsur-angsur menurun menjadi sebesar 29,9 persen dalam jangka waktu 14 tahun kemudian. Di lain pihak, peranan sektor-sektor lainnya di luar sektor pertanian pada umumnya menunjukkan tendensi yang semakin meningkat, seperti halnya sektor industri pengolahan, sektor bangunan serta sektor pengangkutan dan komunikasi, yang masing-masing meningkat dari sebesar 8,3 persen, 2,4 persen dan 3,3 persen dalam tahun 1969 menjadi sebesar 15,1 persen, 6,3 persen dan 5,8 persen dalam tahun 1983. Di samping itusektor perdagangan, lembaga keuangan dan jasa lainnya juga meningkat yaitu dari sebesar 29,3 persen dalam tahun 1969 menjadi sebesar 34,5 persen dalam tahun 1983.
Departemen Keuangan RI
145
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986 TabeI VI. 4 PERANAN MASING-MASING LAPANGAN USAHA DALAM PROD UK DOMESTIK BRUTO, 1969
Lapangan usaha
- 1983 ( persentase )
1969
1970
1971
1972
1973
1974
1975
1976
1977
1978
1979
1980
1981 1982 1) 1983 2)
49,3 4,7 9,2 0,5 2,8 2,8 30,7 100
48,6 5,3 9 0,5 3,1 3 30,5 100
44,8 8 8,4 0,5 3,5 4,4 30,4 100
40,3 10,8 9,8 0,4 3,8 4 30,9 100
40,1 12,3 9,6 0,5 3,9 3,8 29,8 100
32,7 22,2 8,3 0,5 3,8 4,1 28,4 100
31,7 19,7 8,9 0,5 4,7 4,1 30,4 100
31,1 18,9 9,4 0,6 5,3 4,3 30,4 100
31 18,9 9,5 0,6 5,4 4,4 30,2 100
29,5 19,2 10,6 0,5 5,5 4,5 30,2 100
28,1 21,8 10,3 0,5 5,6 4,4 29,3 100
24,8 25,7 11-Jun 0,5 5,6 4,3 27,5 100
25,3 24 10,8 0,5 5,8 4,4 29,2 100
26,3 19,6 12,9 0,6 5,9 4,7 30 100
26,4 19,4 12,5 0,7 6,2 4,7 30,1 100
46,9 9,4 8,3 0,4 2,4 3,3 29,3 100
45,5 10,1 8,4 0,4 2,7 3,2 29,7 100
44 9,9 8,8 0,5 3,1 3,8 29,9 100
40,8 11,1 9,3 0,4 3,7 3,8 30,9 100
40,1 12,3 9,6 0,5 3,9 3,8 29,8 100
38,7 11,8 10,4 0,5 4,4 4 30,2 100
36,8 10,9 11,1 0,5 4,8 4 31,9 100
36,1 11,7 11,4 0,6 4,7 4,2 31,3 100
33,6 12 11,9 0,6 5,2 4,9 31,8 100
32,8 11 12,9 0,6 5,5 5,4 31,8 100
32 10,3 13,7 0,7 5,6 5,5 32,2 100
30,7 9,3 15,3 0,7 5,7 5,4 32,9 100
29,8 8,9 15,6 0,7 6 5,6 33,4 100
29,8 7,6 15,4 0,9 6,1 5,8 34,4 100
29,9 7,4 15,1 0,9 6,3 5,9 34,5 100
(Atas dasar harga yang berlaku)
1. Pertanian, kehutanan, perikanan 2. Pertambangan & penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air milIum 5. Bangunan 6. Pengangkutan dan komunikasi 7. Perdagangan, lembaga keuangan dan jasa lainnya Produk Domestik Bruto (Atas dasar harga konstan 1973)
1. Pertanian, kehutanan, perikanan 2. Pertambangan & penggalian 3. lndustri pengolahan 4. Listrik, gas dan air milIum 5. Bangunan 6. Pengangkutan dan komunikasi 7. Perdagangan, lembaga keuangan dan jasa lainnya Produk Domestik Bruto 1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara
6.3.
Perkembangan pendapatan nasional menurut jenis penggunaan Perkembangan ekonomi nasional sarnpai dengan tahun 1983 selain ditunjukkan oleh
kenaikan per sektor, dapat pula dilihat dari perkembangan masing-masing komponen penggunaannya seperti terlihat pada Tabel VI.5 dan Tabel VI.6. Meningkatnya produk domestik bruto, alas dasar harga konstan tahun 1973, dari tahun 1969 sampai dengan tahun 1983 dengan rata-rata sebesar 7,2 persen per tahun, terutama disebabkan oleh meningkatnya pembentukan modal domestik bruto yaitu dari sebesar Rp 537,8 milyar dalam tahun 1969 menjadi sebesar Rp 3.921,2 milyar dalam tahun 1983, alan suatu kenaikan sebesar rata-rata 15,2 persen per tahun dalarn periode tersebut. Hal ini berarti bahwa kenaikan riil sebesar 7,2 persen per tahun selama 14 tahun tersebut terutarna berasal dari semakin tingginya kegiatan investasi, baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun oleh swasta. Selanjutnya di samping meningkatnya pembentukan modal domestik bruto, dalam periode yang sarna pengeluaran konsumsi pemerintah dan pengeluaran konsumsi rumah tangga juga telah menunjukkan peningkatan, yaitu masing-masing dari sebesar Rp 414,0 milyar dan Rp 3.791,5 milyar dalam tahun 1969 menjadi sebesar Rp 1.758,9 milyar dan Rp 11.501,1 milyar dalam tahun 1983, alan suatu kenaikan rata-rata sebesar 10,9 persen dan 8,2 persen per tahun. Terlihat bahwa peranan masing-masing jenis penggunaan produk domestik bruto dalarn periode tahun 1969 sarnpai dengan tahun 1983 telah menunjukkan perubahan dalam komposisi penggunaannya. Apabila dalam tahun 1969 peranan pembentukan modal domestik bruto atas dasar harga yang berlaku terhadap produk domestik bruto baru mencapai sebesar 11,7 persen, maka dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi 24,1 persen. Jika dihitung alas dasar harga konstan tahun 1973, pembentukan modal domestik bruto tetap menunjukkan kenaikan yaitu dari sebesar 11,2 persen dalam tahun 1969 menjadi 30,5 persen
Departemen Keuangan RI
146
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
dalam tahun 1983. Demikian pula halnya untuk konsumsi pemerintah, baik alas dasar harga yang berlaku maupun atas dasar harga konstan tahun 1973 dalam periode yang sarna, peran:annya narnpak semakin meningkat, yaitu dari masing-masing sebesar 7,3 persen menjadi sebesar 10,9 persen jika dihitung alas dasar harga yang berlaku, dan dari sebesar 8,6 persen menjadi sebesar 13,7 persen jika dihitung alas dasar harga konstan tahun 1973. Di lain pihak peranan konsumsi rumah tangga mengalarni penurunan yaitu dari sebesar 84,5 persen dalam tahun 1969 menjadi sebesar 69,1 persen dalam tahun 1983 bila dihitung atas dasar harga yang berlaku, walaupun alas dasar harga konstan tahun 1973 peranannya menunjukkan peningkatan dari sebesar 78,6 persen dalarn tahun 1969 menjadi sebesar 89,5 persen dalam tahun 1983. Dalam pada itu ekspor netto juga mengalmi perubahan, yaitu apabila dihitung atas dasar harga yang berlaku telah menurun dari negatif 3,5 persen dalam tahun 1969 menjadi negatif 4,1 persen dalam tahun 1983, sedangkan atas dasar harga konstan tahun 1973 menunjukkan suatu penurunan dari positif 1,6 persen dalam tahun 1969 menjadi negatif 33,8 persen dalam tahun 1983.
Jenis penggunaan 1. Pengeluaran konsumsi rumah tangga 3) 2. Pengeluaran konsumsi pemerintah 3. Pembentukan modal domestik bruto 4. Ekspor barang daD jasa 5". Dikurangi: Impor barons don jasa 6. Produk domestik bruto 7. Pendapatan netto terhadap luar negeri dari faktor produksi 8. Produk nasional bruto 9. Dikurangi: Pajak tak langsung nella 10. Dikurangi: Penyusutan 11. Produk nasional netto alas dasar biaya faktor produksi
Tabel VI.5 PENGGUNAAN PRODUK DOMESTIK BRUTO, 1969 -19 ( daiam milyar rupiah atas dasar harga yang beriaku ) 1971 1972 1973 1974 1975 1976 2.847,70 3.308,70 4.804,10 7.343,80 8.731,50 10.572,30 341 414 716 84-1,0 1.253,70 !.590, 580 857 1.208,00 1.797,00 2.511,70 3.204,90 526,8 762,4 1.356,10 3.044,50 2.897,20 3.621,30 623,5 778,1 1.330,80 2.318,30 2.811,60 3.522,30 3.672,00 4.564,00 6.753,40 10.708,00 12.642,50 15.466,70 - 67,9 -144,2 -254,4 -498,6 -556,8 -482,5 3.604,10 4.419,80 6.508,10 10.209,40 12.085,70 14.984,20 229 236 328 447 519,2 690,5 238,7 296,7 439 696 821 1.006,30 3.136,40 3.887,10 5.741,10 9.066,40 10.745,80 13.287,40
1969 2.297,80 199 317 328,4 424 2.118,00 - 34,9 2.683,10 135 176 2.372,10
1970 2.578,70 293 455 434 522,7 3.238,00 - 48,5 3.189,50 188 219 2.782,50
1977 12.481,00 2.077,30 3.826,40 4.512,80 3.864,50 19.033,00 -677,8 18.355,20 845,6 1.235,70 16.273,90
1978 1979 1980 1981 1982 1) 15.184,50 19.513,70 27.502,90 35.560,00 41.670,30 2.658,90 3.733,40 4.688,20 5.787,90 6.831,70 4.670,70 6.704,30 9.485,20 1l.553,4 13.467,10 4.973,90 9.628,70 13.849,20 14.927,90 13.345,20 4.742,00 7.554,70 10.079,80 13.802,20 15.681,70 22.746,00 32.025,40 45.445,70 54.027,00 59.632,60 -866,7 -1.484,40 -2.010,70 -1.924,90 -1.957,50 21.879,30 30.541,00 43.435,00 52.102,10 57.675,10 1.028,90 1.304,80 1.634,60 1.752,20 2.132,50 1.482,80 2.089,40 2.962,10 3.511,80 3.876,10 19.367,60 27.146,80 38.838,30 46.838,10 51,666,5
1983 2) 49.231,00 7.791,30 17.187,90 17.732,90 20.728,20 71.214,70 -3.035,90 68.178,80 2.280,60 4.629,00 61.269,20
1969
1970
1971
1972
1973
1974
1975
1976
1977
1978
1979
1980
1981
1982 1)
1983 2)
3.791,50 414 537,8 746 668,8 4.820,50 - 55,0 4.765,50 234,1 313,3 4.218,10
3.904,60 483,9 715,3 834 755,8 5.182,00 - 70,2 5.111,80 251,7 336,8 4.523,30
4.088,00 518,3 866,9 942,7 871,2 5.544,70 - 94,8 5.449,90 271,9 360,3 4.817,70
4.323,50 560,9 1.032,00 1.143,40 992,6 6.067,20 -183,9 5.883,30 294,5 394,2 5.194,60
4.804,10 716 1.208,00 1.356,10 1.330,80 6.753,40 -245,4 6.508,00 328 439 5.741,00
5.502,10 641 1.440,00 1.445,00 1.759,10 7.269,00 -378,3 6.890,70 351,7 472,5 6.066,50
5.699,20 835,5 1.650,20 1.410,10 1.964,20 7.630,80 -389 7.241,80 370,6 496 6.375,20
6.153,50 896,7 1.749,20 1.650,20 2.293,30 8.156,30 -314,1 7.842,20 399,1 530,8 6.912,30
6.399,60 1.044,40 2.027,50 1.805,80 2.395,30 8.882,00 -420,1 8.461,90 430,8 576,6 7.454,50
6.879,50 1.228,20 2.332,90 1.824,30 2.698,40 9.566,50 -493,2 9.073,30 466,2 624 7.983,10
7.865,80 1.345,00 2.436,00 1.822,00 3.303,90 10.164,90 -649,2 9.515,70 495,7 663,5 8.356,50
8.867,70 1.489,60 2.896,00 1.719,30 3.803,40 11.169,20 -758,7 10.410,50 544,3 728,5 9.137,70
10.349,50 1.641,00 3.218,50 1.678,20 4.832,60 12.054,60 -673,7 11.380,90 587,4 786,2 10.007,30
10.697,50 1.776,10 3.636,70 1.444,30 5.229,20 12.325,40 -652,7 11.672,70 600,6 803,9 10.268,20
11.501,10 1.758,90 3.921,20 1.535,00 5.874,00 12.842,20 -835,1 12.007,10 625,8 837,6 10.534,70
1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara 3) Residual
Tab e I VI. 6 ( dalam milyar rupiah atas dasar harga konstan tahun 1973 ) Jenis penggunaan 1. Pengeluaran konsumsi rumah tangga 3) 2. Pengeluaran konswnsi pemerintah 3. Pembentukan modal domestik bruto 4. Ekspor barang dan jasa 5. Dikurangi: Impor barang dan jasa 6. Produk domestik bruto 7. Pendapatan netto terhadap luar negeri dari faktor produksi 8. Produk nasional bruto 9. Dikurangi: Pajak tak langsung netto 10. Dikurangi: Penyusutan 11. Produk nasional netto atas dasar biaya faktor produksi 1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara
3) Residual
Departemen Keuangan RI
147
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
BAB VII PERKEMBANGAN USAHA DAN HASIL-HASIL PEMBANGUNAN EKONOMI
7.1. Pendahuluan Sampai dengan tahun pertama Repelita IV, berbagai kegiatan pembangunan yang telah dilaksanakan Pemerintah bersama-sama seluruh rakyat Indonesia telah mencapai hasil-hasil yang positif. Hal itu tercermin pada peningkatan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat, yang pada gilirannya menjadi kerangka landasan yang kokoh untuk melanjutkan pembangunan dalam masa-masa mendatang. Oleh karena itu dalam Repelita IV akan terus dilakukan pembangunan ekonomi yang berlandaskan Trilogi Pembangunan, yang pelaksanaan operasionalnya senantiasa disusun dalam kerangka kebijaksanaan ekonomi secara terpadu. Sehubungan dengan hal itu akan terus dilakukan upaya-upaya peningkatan hasil produksi barang dan jasa di berbagai bidang meliputi penanaman modal, pembinaan dunia usaha, pertanian, kehutanan, pertambangan dan energi, industri, perhubungan, telekomunikasi, pos dan pariwisata, pekerjaan umum, serta kependudukan dan transmigrasi. Adapun hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai selama ini dapat diikuti melalui uraian daripada masingmasing bidang di bawah ini.
7.2. Penanaman modal Strategi dasar pembangunan nasional diarahkan pada pemanfaatan sebesar-besarnya dari seluruh potensi yang ada untuk tercapainya tujuan pembangunan. Dalam hal ini, sesuai dengan arab dan sasaran Repelita IV, peranan swasta dan kopeiasi akan lebih ditingkatkan guna mencapai tingkat pertumbuhan seperti yang direncanakan. Oleh karena itu pengerahan dana daTi sektor swasta, baik nasional maupun asing dalam penanaman modal terus digairahkan melalui penciptaan prasarana dan sarana yang memungkinkan kegiatan pembangunan ekonomi dapat bergerak ke arab yang direncanakan. Berkenaan dengan arab dan tujuan pengembangan penanaman modal yang sesuai dengan strategi pokok pembangunan, kegiatan penanaman modal baik penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA) antara lain diarahkan untuk meningkatkan dan memperluas kapositas produksi nasional, menciptakan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan penerimaan devisa
Departemen Keuangan RI
148
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
serta mengusahakan perluasan kesempatan kerja. Dari segi pemerataan pembangunan, telah ditempuh berbagai kebijaksanaan untuk menyebar proyek-proyek ke seluruh wilayah Indonesia sejauh faktor-faktor ekonomis masih memungkinkan. Salah satu usaha yang dilakukan dalam rangka kebijaksanaan tersebut adalah mendekatkan lokasi proyek dengan bahan baku. Di samping itu juga telah dilaksanakan kebijaksanaan yang mendukung adanya kerjasama antara proyek penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri dengan para pengusaha, koperasi ataupun para petani setempat, baik dalam rangka partisiposi permodalan, sub-kontrak, maupun penampungan hasil-hasil usahanya. Dalam hal ini masyarakat umum telah diberikan kesempatan yang luas untuk berperanserta dalam perusahaan-perusahaan baik PMDN maupun PMA dengan memiliki saham dari perusahaan-perusahaan yang telah memasyarakatkan sahamnya. Penanaman modal juga diarahkan untuk meningkatkan penerimaan devisa antara lain dapat terlihat dalam perkembangan sektor perkayuan terutama kayu olahan, industri tekstil dan pakaian jadi sebagai komoditi ekspor. Di samping itu telah banyak pula diusahakan produk lain yang berorientasi pada ekspor seperti udang, kodak, ikan tuna, dan ikan cakalang dari sektor perikanan, serta coklat, teh, kepi, karel, ubi kayu dan kelapa sawit dari sektor perkebunan. Sejalan dengan itu sektor-sektor lain seperti industri makanan telah pula diarahkan pada ekspor. Dalam rangka perencanaan dan sebagai pedoman bagi penanaman modal telah diterbitkan daftar skala prioritas (DSP) yang penyusunannya dikaitkan dengan programprogram yang direncanakan. DSP menggambarkan suatu rencana penanaman modal yang terpadu, dengan sasaran pokok tercapainya peningkatan pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha serta pemerataan pembangunan di daerah-daerah dalam rangka pemanfaatan sumber kekayaan alam. Pada dasarnya kesempatan penanaman modal diberikan lebih banyak kepada swasta nasional dengan peran yang lebih besar kepada koperasi dan golongan ekonomi lemah, sedangkan swasta asing diarahkan kepada usaha patungan yang memerlukan modal besar, teknologi tinggi dan belum dapat diusahakan oleh swasta nasional. Sementara itu dalam rangka pengembangan dan pembinaan proyek prioritas sesuai dengan sasaran dalam Repelita IV, investasi di bidang industri logam dan mesin telah digalakkan secara khusus. Investasi yang telah disetujui di bidang tersebut antara lain meliputi bidang usaha pembuatan mesin automotive dan non-automotive, pembuatan komponen automotive, pengilangan baja (cold rolling mill) dan sebagainya. Untuk proyekproyek penting tersebut disusun suatu ketentuan teknis berupa kerangka acuan yang mengikat para investor dalam pelaksanaan proyek. Adapun guna meningkatkan pelayanan kepada investor telah pula dikembangkan berbagai pra-studi
Departemen Keuangan RI
149
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
kelayakan, dan penyiapan informasi proyek yang lebih sempurna, sehingga proyek-proyek dapat dipromosikan secara lebih konkrit. Dalam hubungan ini kegiatan promosi penanaman modal ditempuh melalui pendekatan yang optimal kepada para investor dengan cara promosi investasi langsung, serta dengan cara membantu mempertemukan berbagai unsur masyarakat yang ikut serta dalam bidang penanaman modal, baik di dalam maupun di luar negeri. Untuk itu telah dibuka 3 perwakilan BKPM di luar negeri, yakni di New York, Paris dan Frankfurt, sebagai sarana memperlancar pemberian informasi penanaman modal ke negara-negara di Amerika Serikat dan Eropa. Demikian pula telah diadakan kerjasama dengan berbagai pihak, yang antara lain bertujuan mengidentifikasi proyek-proyek yang diperkirakan akan menarik minat para calon investor, dan selanjutnya mempertemukan para peminat tersebut dalam suatu temu-usaha ke arab kerjasama yang lebih konkrit.
7.2.1. Penanaman modal dalam negeri Investasi melalui PMDN yang telah mendapat persetujuan Pemerintah sampai dengan bulan Agustus 1984 adalah sebanyak 4.248 proyek, dengan nilai rencana investasi sebesar Rp20.632,4 milyar. Jumlah tersebut termasuk proyek yang mengadakan perluasan/penambahan modal, serta proyek-proyek yang beralih status dari PMA menjadi PMDN, tetapi tidak termasuk proyek yang mengundurkan diri atau dibatalkan. Dari jumlah yang telah disetujuai tersebut sampai dengan bulan Maret 1984 telah direalisasikan sebesar Rp 6.037,7 milyar atau 29,3 persen dari rencana investasi sampai dengan bulan Agustus 1984. Sektor industri sebagaimana dalam tahun-tahun sebelumnya masih tetap merupakan sektor yang paling banyak menarik minat para investor dengan nilai rencana investasi sebesar Rp 13.540,9 milyar, meliputi sebanyak 2.948 proyek. Sedangkan realisasinya sampai dengan bulan Maret 1984 mencapai Rp4.078,4 milyar atau 30,1 persen dari nilai rencana investasi sampai dengan bulan Agustus 1984.
Kegiatan
di
sektor-sektor
lain
yang
juga
cukup
menonjol
adalah
sektor
pertanian/peternakan dengan nilai rencana investasi sebesar Rp 1.645,5 milyar dengan 215 proyek, sektor kehutanan dengan nilai rencana investasi sebesar Rp 1.564,9 milyar dengan 502 proyek, serta sektor pertambangan dengan nilai rencana investasi sebesar Rp 1.178,3 milyar dengan 54 proyek (Tabel VII.1). Adapun mengenai lokasi, sampai saat ini pulau Jawa masih tetap merupakan daerah yang paling banyak menyerap proyek-proyek PMDN sebagai lokasi usahanya. Sampai dengan bulan Agustus 1984, dari sebanyak 4.259 proyek PMDN, 2.766 proyek (64,9 persen) di antaranya berlokasi di pulau Jawa dengan nilai rencana investasi sebesar Rp 13.270,2 milyar, Departemen Keuangan RI
150
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
atau 64,3 persen dari seluruh rencananya. Perkembangan proyekproyek PMDN yang telah disetujui Pemerintah menurut lokasi usaha dapat diikuti pada Tabel VII. 2. Tab e I VII. 1 PROYEK-PROYEK PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI YANG TELAH DlSETUJUI PEMERINTAH MENURUT BIDANG USAHA, 1968 - 1984/1985 1) 1968 1982/1983 1983/1984 1984/1985 1968 Bidang Usaha Jum1ah Modal Jumlah Modal Jum1ah Modal Jumlah Modal Jumlah Proyek (Rp juta) Proyek (Rp juta) Proyek (Rp juta) Proyek (Rp juta) Proyek 1. Pertanian IPeternakan 167 580.375 13 445.732 31 460.211 4 159.148 215 2. Perikanan 33 48.161 15.147 16 208.387 2 4.383 51 3. Kehutanan 481 1.175.304 6 147.252 13 214.815 2 27.491 502 4. Pertarnbangan 27 145.106 8 892.317 18 139.027 1 1.800 54 5. Perindutrian 2.623 6.257.774 124 1.811.980 173 4.949.220 28 521.905 2.948 6. Perhubungan/Pariwisata 275 404.656 21 144.800 27 322.788 6 198.941 329 7. Perumahan/perkantoran 44 197.662 11 81.673 15 206.699 5 44.229 75 8. Prasarana 9 21.777 16 196.385 1 31.099 26 9. Usaha-usaha lainnya 29 49.857 9 54.428 6 38.743 3 14.579 47 10. Tenaga listrik 1 418.585 1 Jumlah 3.689 9.299.257 192 3.593.329 315 6.736.275 52 1.003.575 4.248 1) Sampai dengan bulan Agustus 1984 2) Jumlah proyek dan investasi berasal dari proyek baru, perluasan.perubahan, alih status dan yang dibatalkan/mengundurkan diri 3) Sampai dengan bulan Maret 1984.
Modal (Rp juta) 1.645.466 276.078 1.564.862 1.178.250 13.540.879 1.071.181 530.263 249.261 157.607 418.585 20.632.432
Realisasi 3) ( Rp juta ) 693.413 33.746 491.913 234.289 4.078.358 232.499 87.901 65.262 120.309 6.037.690
Tabel VII.2 PROYEK-PROYEK PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI YANG TELAH DISETUJUI PEMERINTAH MENURUT LOKASI USAHA, 1968 - 1984/1985 1) Lokasi usaha 1968 - 1981/1982 1982/1983 1983/19842) 1984/1985 1) 1968 - 1984/1985' Realisasi 3) Jumlah Modal Jumlah Modal Modal Modal Jumlah Modal ( Rp juta) Jumlah Jumlah proyek (Rpjuta) proyek (Rpjuta) proyek (Rpjuta) proyek (Rp juta) proyek (Rp juta) 781 1.350.692 18 296.068 36 730.512 838 2.863.180 718.260 1. DK1Jaya 885.908 3 1.846.847 16 829 3.179.665 43 655.098 97 154.990 985 5.836.600 1.492.651 2. Jawa Barat 3. Jawa Tengah 1.347.807 6 316 362.622 17 151.1 00 29 118.634 368 1.980.163 345.993 4. D1 Yogyakarta 26.541 54 49.922 3.792 4 58 80.255 47.959 869.626 7 5. Jawa Timur 446 952.802 29 594.736 35 92.790 517 2.509.954 692.733 6. D1 Aeeh 303.944 1 38 82.149 3 14.746 6 11.152 48 411.991 49.236 7. Sumatera Vtara 336.719 202 343.776 6 88.950 15 63.153 223 769.445 412.523 8. Sumalera Barat 33.434 1 52 168.053 7 53.099 7 8.899 67 263.435 92.709 9. Ri au 79.728 3 82 234.042 6 464.809 11 73.996 102 852.575 122.362 10. Jam b i 27.035 46 59.868 4 21.042 3 6.202 53 114.147 118.394 11. Sumatera Selatan 79.663 68 307.828 7 466.995 3 716 78 855.202 314.968 48.814 1 12. Bengkulu 14 18.512 1 5.679 3 8.795 19 81.800 8.274 13. Lampung 121.645 5 63 161.891 1 65.988 10 43.517 79 393.041 93.008 14. Kalimantan Barat 141.395 95" 128.919 9 144.124 10 19.017 114 433.455 420.334 159.212 3 15. Kalimantan Timur 196 854.026 13 159.471 11 31.087 223 1.203.796 481.666 40.077 1 16. Kalimantan Tengah 104 157.715 3 32.435 4 1.800 112 232.027 123.953 10.119 17. Kalimantan Selatan 60 180.342 6 22.742 66 213.203 93.622 18. Sulawesi Vtara 145.585 1 27 40.984 1 5.090 9 2.673 38 194.332 20.273 19. Sulawesi Tenggara 23.684 1 8 46.296 2 6.947 4 1.190 15 78.117 8.337 43.791 20. Sulawesi Tengah 24 67.623 4.263 2 -2.352 26 113.325 46.752 21. Sulawesi Selatan 34.101 3 77 112.797 10 218.460 4 44.347 94 409.705 89.831 22. M a I u k u 48.024 45 113.923 6 85.346 6 3.370 57 250.663 107.994 23. B a Ii 78.303 4 31 70.320 254 5 11.590 40 160.467 31.326 24. Nusa Tenggara Barat 3.661 1 6 44.522 2 6.954 2 1.767 11 56.904 7.699 279 1 25. Nusa Tenggara Timur 7 15.932 2 26.140 1.794 10 44.145 7.724 18 194.036 -1 -1.000 2 -26.064 18 167.305 89.109 26. lrianJaya 333 -1 3.689 9.299.257 195 3.593.329 318 57 1.003.575 6.037.690 JUMLAH 6.736.275 4.259 20.632.432 Keterangan: 1) Sampai dengan bulan Agustus 1984 2) Jumlah proyek don investasi berasal dari proyek baru, perluasan, perubahan, alih status daD yang dibatalkan/mengundurkan diri 3) Sampai dengan bulan Maret 1984
7.2.2. Penanaman modal asing Keikutsertaan pihak swasta asing dalam kegiatan investasi di Indonesia diatur dengan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1967. PMA yang telah disetujui Pemerintah sampai dengan bulan Agustus 1984 telah mencapai sebanyak 795 buah proyek dengan nilai rencana investasi sebesar US $ 14.915,2 juta. Jumlah tersebut sudah termasuk proyek yang mengadakan perluasan/penambahan modal, setelah diperhitungkan dengan proyek yang mengundurkan diri atau dibatalkan dan yang melakukan pengalihan status dari proyek PMA menjadi proyek PMDN. Realisasi penanaman modal asing sampai dengan bulan Maret 1984 mencapai US $ 6.472,5 juta atau 43,4 persen dari rencana investasi sampai dengan bulan Agustus 1984. Sebagaimana dapat diikuti pada Tabel VII.3, sektor perindustrian merupakan sektor yang Departemen Keuangan RI
151
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
paling banyak menarik minat para investor, baik dalam hal jumlah proyek maupun nilai rencana investasinya hila dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Realisasi PMA yang terbesar sampai dengan bulan Maret 1984 adalah sektor perindustrian, yaitu berjumlah US $ 3.845,0 juta atau 59,4 persen dari seluruh nilai realisasinya. Adapun sektor-sektor lain yang juga cukup dominan adalah sektor pertambangan dengan nilai rencana investasi sebesar US $ 1.451,4 juta meliputi 9 proyek, sektor jasa, perumahan/perkantoran sebesar US $ 659,3 juta dengan 54 proyek, dan sektor perhubungan/pariwisata sebesar US $ 421,4 juta dengan 28 proyek.
Tabel VII.3 PROYEK - PROYEK PENANAMAN MODAL ASING YANG TELAH DlSETUJUI PEMERINTAH MENURUT BIDANG USAHA, 1967 -1984 / 19851) 1967 - 1981/1982 1982/1983 1983/1984 1984/1985 1967 - 1984/1985 ReaJisasi Bidang usaha JumIah Modal Modal Modal Modal Jumlah Modal Modal Jumlah Jumlah Jumlah Proyek (US $ ribu) Proyek (US $ ribu) (US $ juta) proyek (US $ ribu) Proyek (US $ ribu) Proyek (US $ ribu) 1. Perindustrian 477 7.135.373 1.289.899 765.045 497 11.383.249 3.845,00 15 2.192.932 2. Pertanian 59 239.215 8.026 -2.224 -10.000 53 235.017 237,4 -3 -1 -2 3. Kehutanan 69 582.731 -74.944 -87.691 -24.848 57 395.248 504,1 -8 -1 -3 4. Peri k a n a n 24 147.970 3.737 5.449 4.874 24 162.030 340,7 -1 5. Pertambangan 10 1.444.983 6.422 9 1.451.405 969,9 -1 6. Perhubungan/Pariwisata 31 352.172 67.771 1.500 28 421.443 160,5 -3 7. Perdagangan 3 11.672 3 11.672 8. Konstruksi 63 93.924 29.950 57.715 14.276 70 195.865 120,6 9. Jasa lainnya *) 51 362.430 247.613 63.519 -14.250 54 659.312 294,3 -4 Jumlab 787 10.370.470 1.394.438 736.597 795 14.915.241 6.472,50 12 2.413.736 -4 *) Jasa.jasa lain + Perumahan/Perkantoran 1) Sampai dengan bulan Agustus 1984 2) Jumlah proyek dan investasi berasal dari proyek baru, perluasan, perubahan, aIih status PMA ke PMDN dan yang dibatalkan/mengundurkan diri 3) Sampai d..ngan bulan Maret 1984
Lokasi
Tabel VII.4 PROYEK-PROYEK PENANAMAN MODAL ASING YANG TELAH DISETUJUI PEMERINTAH MENURUT LOKASI USAHA, 1967 - 1984/1985 1) 1983/1984 2) 1984/1985 1) 1967 - 1984/1985 1967 - 1981/1982 1982/1983 Jumlah Modal Jumlah Modal Jumlah Modal Jumlah Modal Jumlah Modal proyek (US S ribu) proyek proyek (US S ribu) proyek proyek (US S ribu) (US S
JAW A 656.627 1. DKIJakarta 282 1.829.936 18 997.934 -1 -5 239.279 652.543 2. Jawa Barat 159 2.112.983 6 9 4 3. Jawa Tengah 21 233.010 1 9.496 -4.850 4. D.L Yogyakarta 3 8.385 120 -1 5. Jawa Timur 70 520.577 -1 38.646 -2 LUARJAWA 420.392 -12.479 6. D.L Aceh 6 435.910 1 -2 7. Sumatera Utara 46 1.939.404 -1 -13.693 8. Sumatera Barat 4 55.393 9. Ria u 23 320.227 123.740 -4 1 10. Jam b i 5 28.405 1 11. Bengkulu -10.000 -5.550 12. Lampung 8 85.551 -1 5.641 -2 -2 13. Sumatera Selatan 14 73.490 -1 2.346 -5.052 7 15.053 -2 14. Kalimantan Barat -57.917 15. Kalimantan Timur 22 235.497 -5 -3 16. Kalimantan Tengah 17 125.956 -1 -9.810 7 66.654 -1 3.500 -1 17. Kalimantan Selatan 18. Sulawesi Utara 3 77.893 -6.630 -27.433 19. Sulawesi Tengah 6 78.937 -1 -2 -1 20. Sulawesi Tenggara 3 29.655 21. Sulawesi Selatan 6 28.086 -1 8.307 22. Mal u k u 7 46.916 -1 23. B a 1 i 5 47.440 1.463 1 -3.499 24. Nusa Tenggara Barat 1 3.499 -1 25. Nusa Tenggara Timur 2 3.828 1 26. IrianJaya 15 309.625 2 34.483 -2 1 27. Beberapa Daerah Lainnya 45 1.658.160 JUMLAH 787 10.370.470 14 -9 -4 736.597 1.394.438 1) Sampai dengan bulan Agustus 1984 2) Jumlah proyek daD investasi berasal dari proyek baru, perluasan, perubahan, a1ih status daD yang dibatalkan/mengundurkan diri 3) SampaidenganimlanMaret 1984
Departemen Keuangan RI
Realisasi 3) Modal (US S juta)
294 178 22 2 67
3.554.136 4.359.086 250.182 3.655 665.932
869,2 1.664,70 333,9 7,4 359,8
5 45 4 20 6 3 13 5 14 16 5 3 2 3 5 6 6 3 16 45 788
843.823 1.937.773 41.700 491.535 32.656 64.360 74.855 10.001 130.317 96.383 52.100 77.893 30.593 29.655 20.199 36.916 78.977 5.518 368.836 1.658.160 14.915.241
125,7 524,2 40,9 100,3 5,4 54,2 134,6 24,5 331,3 85,6 57,2 11,7 228,5 6,7 381,6 25,7 65,8 3,5 0,4 253,1 776,6 6.472,50
152
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986 Tabel VII.5 PROYEK-PROYEK PENANAMAN MODAL ASING YANG TELAH DISETUjUl PEMERINTAH MENURUT NEGARA ASAL, 1967 1982/1983 1983/19842)
1967-1981/1982 Negara I. Amerika Serikat 2. Canada 3. Jepang 4. Korea Se1atan 5. Hongkong 6. Taiwan 7. Singapore 8. Malaysia 9. Philipina 10. India 11. Australia 12. New Zealand 13. Be1gia 14. Denmark 15. Perancis 16. Italia 17. Netherland 18. Jerman Barat 19. Inggris 20. Switzerland 21. Swedia 22. Panama 23. Brunei 24. Spanyol 25. Lichentein 26. Norwegia 27. Gabungan Negara 28. Negara Lainnya JUMLAH
- 1984/1985 1) 1)
1984/1985
Realisasi
Jumlah proyek
Modal (US $ ribu)
Jumlah proyek
Modal (US $ ribu)
Jumlah proyek
Modal (US $ ribu)
Jumlah proyek
Modal (US $ ribu)
Jumlah proyek
Modal (US $ ribu)
Modal ( US $ juta)
72 3 205 18 127 5 34 14 8 7 36 2 16 4 9 1 44 24 44 15 6 3 4 2 76 8
456.958 10.733 3.746.945 143.006 1.178.297 146.230 167.698 19.384 45.646 112.612 283.241 900 123.635 33.351 48.576 4.552 482.760 266.244 130.840 76.727 29.095 15.800 12.694 16.675 2.780.197 37.674 10.370.470
10 2 -
62.364
-3
484.392 442.599 12.954 58.269 7.052 5.569 -908 9.810 16.593 -12.810 38.276 47.977 -16.792 79.892 7.807 71.272 762 61.795 -500 25.000 -2.000 5.686 111.895 1.004 1.455.594
2
17.679
-
-
-4 -1 -1 -2 -1 -
62.602 -2.244 614.507
71 3 210 18 121 4 29 10 6 7 35 2 16 5 9 42 27 51 18 1 6 2 1 3
1.021.393 10.733 4.919.757 172.855 1.883.035 139.178 174.719 13.460 23.770 136.558 272.307 900 926.511 72.524 103.632 593.815 414.014 352.472 201.653 2.073 101.175 15.300 25.000 10.694 22.361 3.266.674 38.678
582,2 5,5 2.160,80 93,5 677,6 219,6 102,5 22 30,1 3,2 205,8 0,3 166,5 14,4 35,8 4,3 196,3 172,4 107,8 107 21,2 2,4 4,7 8,7 1.507,40 20,5
787 14.915.241
6472,5
787
-2 -1 -1 -1 1 -3 2 1 1 -
667.611 45.047 31.962 3.105 -3.000 -12.066 7.353 -776
-1 -1 -5 -1 -1 -2 -1 -
3 -
802.876 897 12.240 13.900 139.963 165.550 96.710 2.073 15.777 362.150 -
1 -1 1 -1 1 -
12
2.413.736
-8
1 -2 -1 3 5
2 2 -1 -
-4
-1.653 -2.016 2.652 7.079 17.263 -15.190 28.978 -5.492 -
-
3
12.432 -
79 8
736.597
-
1) Sampai dengan bulan Agustus 1984 2) Jumlah proyek dan investasi berasal dari proyek baru, perluasan, perubahan, alih status dan yang dibatalkan/mengundurkan diri 3) Sampai dengan bulan Maret 1984
Seperti halnya dengan PMDN, maka jumlah investasi PMA yang terbanyak juga berlokasi di pulau Jawa. Sebagaimana terlihat pada Tabel VII. 4, maka sejumlah 563 proyek atau 71,4 persen daTi 788 buah proyek PMA, dengan nilai rencana investasi sebesar US $ 8.832,9 juta atau 59,2 persen dari jumlah keseluruhan. rencana investasi berlokasi di pulau Jawa. Selanjutnya bila ditinjau dari segi besarnya nilai rencana investasi untuk tiap-tiap propinsi, maka Jawa Barat, DKI Jakarta dan Sumatera Utara merupakan daerah yang cukup menonjol. Nilai rencana investasi untuk ketiga wilayah tersebut masing-masing adalah sebesar US $ 4.359,1 juta meliputi sebanyak 178 proyek, US $ 3.554,1 juta dengan 294 proyek, dan US $ 1.937,8 juta dengan 45 proyek. Demikian pula dari segi negara asal investor, Jepang merupakan negara yang paling besar melakukan investasi di Indonesia. Sampai dengan bulan Agustus 1984, Jepang telah membangun 210 proyek dengan nilai rencana investasi sebesar US $ 4.919,8 juta, yang berarti 26,7 persen daTi jumlah proyek yang ada, dan 33,0 persen dari seluruh rencana investasi PMA. Selain itu beberapa negara lain yang juga cukup menonjol adalah Hongkong dengan nilai rencana investasi sebesar US $ 1.883,0 juta dan meliputi 121 proyek, Amerika Serikat dengan nilai rencana investasi sebesar US $ 1.021,4 juta meliputi 71 proyek, dan Belgia dengan nilai rencana investasi sebesar US $ 926,5 juta meliputi 16 proyek (Tabel VII. 5).
Departemen Keuangan RI
153
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
7.3. Pembinaan dunia usaha Pelaksanaan pembangunan ekonomi antara lain diarahkan untuk menumbuhkan peranan dan tanggung jawab masyarakat pedesaan agar secara aktif ikut berperanserta dalam pembangunan desa, sehmgga pada gilirannya dapat memetik dan menikmati hasil pembangunan guna menaikkan taraf hidupnya. Dalam hubungan ini koperasi merupakan salah satu wahana utama dalam membina kemampuan golongan ekonomi lemah, yang meliputi pedagang kecil, pengrajin yang menggunakan peralatan tradisional, serta pengusaha industri rumah. Dalam rangka pengembangan usaha koperasi/KUD tersebut, maka selain terus ditingkatkan pembinaan, juga telah diberikan sarana dan prasarana antara lain berupa bantuan permodalan serta latihan keterampilan baik administratif, maupun teknis, manajemen dan pemasaran. Hal tersebut dimaksudkan untuk memantapkan dan menumbuhkan swadaya koperasi/KUD, sehingga mampu menjadi pusat pelayanan kegiatan perekonomian pedesaan yang mandiri. Dalam Pelita III peningkatan dan pengembangan dunia usaha pada umumnya dan koperasi khususnya, antara lain diarahkan untuk meningkatkan kemampuan KUD dan koperasi primer dalam berprakarsa dan berswakarya. Dewasa ini KUD dan koperasi primer antara lain telah mampu melayani kepentingan anggota, sekaligus memajukan usaha anggotanya di berbagai sektor, seperti sektor perdagangan, sektor pertanian, sektor perkebunan, sektor industri, sektor perlistrikan desa, sektor perkreditan dan sektor pengangkutan. Untuk lebih memperkok6h kemampuan KUD dan koperasi primer maka dilakukan suatu kerjasama yang lebih erat, baik dengan koperasi primer lainnya maupun dengan usaha-usaha bukan koperasi di wilayah atau di daerahnya masing-masing. Sementara itu agar koperasi-koperasi primer dapat memainkan peranannya dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, khususnya yang berpendapatan rendah, maka selama Pelita III telah dltingkatkan pembinaan kelembagaan koperasi yang mencakup organisasi, tatalaksana dan pengawasan. Sehubungan dengan itu maka pembinaan kelembagaan koperasi diarahkan untuk meningkatkan penghayatan terhadap fungsi koperasi bagi setiap anggota, serta mempertinggi kemampuan para anggota dan petugas koperasi dalam berkoperasi. Hal ini diharapkan akan meningkatkan partisiposi dan kesediaan anggota antara lain untuk mengikuti rapat tahunan para anggota, rapat pengurus dan badan pemeriksa, yang pada gilirannya akan mempertinggi kemampuan para anggota, pengurus, pemeriksa, manajer dan pembantu manajer dalam mengelola koperasi sesuai dengan tugasnya masing-masing. Di samping itu juga dilakukan penyempurnaan organisasi dan tatalaksana koperasi, mendorong pembentukan dan pengembangan unit-unit organisasi, serta meningkatkan
Departemen Keuangan RI
154
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
usaha di masing-masing wilayah koperasi sesuai dengan kebutuhan para anggotanya. Sejalan dengan itu maka dilakukan pula penyempurnaan iklim perkoperasian melalui peningkatan kesadaran masyarakat, mengenai besarnya peranan koperasi bagi para anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya. Sementara itu guna meningkatkan kelancaran usaha koperasi unit desa (KUD), serta untuk memantapkan pertumbuhan dan pengembangannya, maka melalui Keppres Nomor 4 Tahun 1984 di setiap KUD dibentuk Badan Pembimbing dan Pelindung Koperasi Unit Desa (BPP-KUD), yang beranggotakan tokoh-tokoh yang berada di pedesaan dan atas usul camat setempat. Tugas daripada BPP KUD tersebut adalah memberikan bimbingan, ballman, saran dan nasehat kepada pengurus KUD, serta melindungi KUD daTi hal-hal yang dapat merusak citra dan kelangsungan hidupnya. Namun BPP KUD tersebut tidak boleh mencampuri kegiatan usaha KUD, tidak boleh melakukan usaha sendiri, serta tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat membebani atau menyaingi kegiatan KUD yang bersangkutan. Sedangkan biaya pembinaan yang dilakukan oleh BPP KUD dibebankan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II yang bersangkutan. Hasil-hasil yang telah dicapai selama pelaksanaan Repelita III menunjukkan peningkatan yang menggembirakan. Dalam tahun 1983 jumlah koperasi adalah sebanyak 24.791 buah, yang terdiri dari 6.327 buah KUD dan 18.464 buah non KUD, sedangkan dalam tahun 1984 telah meningkat menjadi sebanyak 25.956 buah, yakni 6.546 buah KUD dan 19.410 buah non KUD. Adapun jumlah KUD model dalam tahun 1984 meliputi sebanyak 3.701 buah yang tersebar di seluruh propinsi kecuali DKI Jakarta. Dalam pada itu jumlah anggota koperasi primer dalam tahun 1983 adalah sebanyak 9.539 ribu orang pada KUD dan 4.073 ribu orang pada non KUD, sedangkan dalam tahun 1984 telah terjadi peningkatan yaitu menjadi sebanyak 9.614 ribu orang pada KUD dan 4.290 ribu orang pada non KUD. Dengan meningkatnya jumlah baik lembaga maupun anggota koperasi tersebut, berarti bahwa wadah koperasi telah menyebar luas ke hampir seluruh lapisan masyarakat. Perkembangan jumlah BUUD dan KUD yang menyebar di seluruh Indonesia dapat dilihat pada Tabel VII.6. Jumlah simpanan anggota koperasi juga mengalami peningkatan yaitu dan Rp 103,1 milyar dalam tahun 1982 menjadi Rp 125,0 milyar dalam tahun 1983. Demikian pula halnya jumlah usaha koperasi telah bertambah dari Rp 2.322,1 milyar menjadi Rp 2.714,4 milyar. Kenaikan jumlah simpanan anggota dan jumlah nilai usaha koperasi tersebut menunjukkan meningkatnya partisiposi masyarakat terhadap kegiatan dan kelangsungan hidup wadah koperasi, yang sekaligus berarti pula bertambahnya kepercayaan masyarakat kepada Departemen Keuangan RI
155
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
koperasiJKUD dalam menyimpan dan mengelola uang anggotanya. Perkembangan jumlah dan simpanan koperasi dapat dilihat pada Tabel VII.7. Tabel VIl.6 JUMLAH BUUD DAN KUD SELURUH INDONESIA MENURUT PROPINSI. 1974 - 1984 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1) No. Propinsi BUUD KUD BUUD KUD BUUD KUD BUUD KUD BUUD KUD BUUD KUD BUUD KUD BUUD KUD BUUD KUD BUUD KUD BUUD KUD 1. D.L Aceh 27 22 31 48 27 57 7 83 12 103 12 103 12 103 12 103 843 48 296 15 298 2. Sumatera Utara 205 261 284 288 297 307 7 311 5 342 350 133 413 114 428 3. Sumatera Barat 57 100 53 133 7 185 21 185 7 232 7 232 7 232 4 235 4 234 233 276 274 281 9 11 12 11 11 22 5 57 7 47 7 47 7 48 7 47 7 47 33 170 113 178 4. Riau 5. Jambi 6 40 10 50 5 57 9 24 99 99 99 99 118 34 148 155 163 6. Sumatera Selatan 12 15 13 20 33 53 48 38 78 36 37 81 21 108 16 144 16 177 16 295 47 310 1 15 25 1 43 49 56 57 66 6 68 103 500 154 115 156 7. Bengkulu 8. Lampung 20 52 5 83 5 101 112 118 118 118 1 156 147 51 199 87 209 250 342 261 530 267 629 226 682 195 731 195 731 195 731 196 750 132 871 872 994 1.019 993 9. Jawa Barat 10. Jawa Tengah 206 282 118 402 93 437 88 454 80 471 86 492 86 492 67 522 67 521 584 586 588 599 11. D1 Yogyakarta 45 10 3 54 57 57 57 62 62 62 61 61 62 61 62 634 13 572 91 570 113 577 116 526 189 526 189 486 231 199 538 48 695 490 731 672 736 12. Jawa Timur 13. B a Ii 5 46 8 52 5 55 61 63 67 2 69 72 72 72 84 81 84 14. Nusa Tenggara Barat 9 5 9 5 2 12 24 16 25 16 25 16 25 16 9 92 57 66 115 145 144 147 15. Nusa Tenggara Timur 23 45 23 51 25 55 15 71 8 84 8 84 9 92 57 66 8 116 8 101 50 110 16. Timor Timur 1 1 10 18 61 14 67 17. Kalimantan Barat 2 32 4 44 52 78 80 80 154 154 1 26 1 203 92 204 18. Kalimantan Tengah 7 4 7 19 11 19 11 19 10 39 10 39 4 64 4 64 4 64 8 133 139 19. Kalimantan Selatan 11 47 7 79 5 99 3 106 2 116 2 115 1 117 3 119 130 66 160 110 164 20. Kalimantan Timur 2 2 6 4 4 6 4 10 1 26 1 26 1 27 153 158 43 206 21. Sulawesi Utara 26 4 19 12 20 14 28 15 6 83 1 90 1 90 1 90 105 122 123 32 123 22. Sulawesi Tengah 6 7 12 15 9 20 18 17 69 17 69 17 91 92 90 19 126 83 127 23. Sulawesi Selatan 228 69 141 172 106 229 68 288 71 302 71 302 71 302 71 302 71 301 71 399 316 417 24. Sulawesi Tenggara 34 40 1 56 1 63 3 73 11 75 11 77 15 79 14 79 37 120 65 140 2 2 2 4 4 24 26 70 120 31 123 25. Maluku 26. IrianJaya 5 5 4 2 6 3 10 8 18 8 27 15 27 15 47 30 47 69 78 JUMLAH 1.591 1.402 1.313 2.201 1.213 2.657 1.159 2.888 1.113 3.331 1.086 3.441 973 3.739 701 4.265 486 5.487 3.621 6.326 4.321 6.542 1) Angka sementara
Tahun 1969 1970 1971 1912 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1)
Primer 13.315 15.445 15.941 17.261 18.970 22.404 22.864 22.394 18.652 16.693 16.933 18.450 20.456 22.714 24.180 25.323
Tabel VII.7 JUMLAH DAN SIMP ANAN KOPERASI, 1969 - 1984 Jumlah koperasi (buah ) Simpanan koperasi ( Rp juta) Pusat Gabungan Induk Jumlah Induk Jumlah Primer Pusat Gabungan 548 78 8 13.949 71,8 522,8 1.750,50 940,5 215,4 698 105 15 16.263 185,3 1.237,90 3.276,10 1.521,60 331,3 675 124 15 16.775 357,7 1.531,00 4.678,90 2.344,50 445,7 659 119 15 18.054 222,8 1.118,10 4.977,40 3.344,90 291,6 683 127 15 19.795 189 1. 797,5 6.788,10 4.516,90 284,7 655 126 15 23.200 353,2 1.797,50 8.766,50 6.282,30 333,5 666 137 12 23.679 345 2.844,80 13.386,70 9.683,10 513,8 678 130 12 23.214 365,4 1.139,80 14.766,40 12.741,80 519,4 638 128 12 19.430 156,2 781,9 15.623,60 14.060,70 624,8 593 113 31 17.430 200,7 1.003,50 20.074,20 18.067,20 802,8 543 118 31 17.625 220,8 1.104,00 22.081,60 19.873,60 883,2 548 99 39 19.136 51.097,90 1628,7 273,1 1.639,20 54.638,90 571 113 44 21.184 74.191,00 2831,2 634,4 3.235,60 80.892,20 532 60 19 23.325 2) 2) 2) 2) 103.071,00 532 60 19 24.791 - 2) - 2) 124.991.0 2) - 2) 533 60 19 25.935 - 2) - 2) - 2) - 2) - 2)
1) Angka sementara
Bidang perkreditan juga mengalami perkembangan, yaitu hila dalam tahun 19811 1982 jumlah KUD penerima kredit yang dijamin oleh Perum PKK (Perusahaan Umum pengembangan Keuangan Koperasi) baru sebanyak 7.435 buah KUD dengan kredit sebesar Rp209,5 milyar, maka dalam tahun 1982/1983 telah meningkat menjadi sebanyak 11.334 buah KUD dengan kredit senilai Rp 270,9 milyar. Jumlah kredit candak kulak (KCK) melalui koperasi selama pelaksanaan Repelita III menunjukkan peningkatan yang cukup berarti, yakni apabila dalam tahun 1982 jumlah koperasi yang ikut menyelenggarakan KCK baru sebanyak 3.621 buah KUD denganjumlah perputaran kredit senilai Rp 113,7 milyar, maka dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi 4.286 buah KUD dengan perputaran kredit sebesar Rp 145,7 milyar. Dalam tahun 1984 sampai derigan bulan April 1984, jumlah koperasi yang ikut menyelenggarakan KCK adalah sebanyak 4.131 buah KUD, dengan perputaran kredit senilai Departemen Keuangan RI
156
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Rp 12,5 milyar. Adapun jumlah KUD yang ikut serta dalam pengadaan beras untuk stok nasional dalam tahun 1982/1983 adalah sebanyak 3.191 buah, dengan jumlah beras yang disediakan sebanyak 1.932,7 ribu ton, sedangkan dalam tahun 1983/1984 jumlah KUD adalah sebanyak 3.391 buah dengan beras sebanyak 851,7 ribu ton. Selanjutnya dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Mei 1984 jumlah KUD adalah sebanyak 2.054 buah dengan jumlah beras yang tersedia sebanyak 1.036,6 ribu ton. Dalam rangka melaksanakan tugasnya, setiap KUD wajib membeli gabah/beras dari para petani dengan harga dasar yang berlaku. Beras/gabah yang telah dibelinya kemudian dijual kepada Sub Dolog setempat dengan harga yang telah ditetapkan, sedangkan sisanya dijual ke posaran umum. Sehubungan dengan itu dalam tahun 1982/ 1983 sebanyak 1.107 buah KUD telah menyiapkan pengadaan beras untuk posaran umum sebanyak 64,5 ribu ton, yang meningkat dalam tahun 1983/1984 masing-masing menjadi 1.519 buah KUD dan 69,4 ribu ton beras. Sedangkan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Mei 1984 masing-masing telah mencapai sebanyak 2.054 buah KUD dan 7,6 ribu ton beras. Di bidang penyaluran sarana produksi pertanian, khususnya pupuk dan obat-obatan, jumlah KUD penyalur dalam musim tanam (MT) 1983 adalah sebanyak 3.332 buah yang menyalurkan bahan-bahan sebanyak 251.237 ton pupuk, dan 2.996.078 kg/liter obat-obatan. Kemudian dalam MT 1984 baik jumlah KUD, pupuk maupun obat-obatan telah meningkat masing-masing menjadi sebanyak 3.699 buah, 490.357 ton dan 3.419.550 kg/liter. Sedangkan pemasaran palawija yang meliputi jagung, kedelai dan kacang hijau dalam tahun 1982/1983 berjumlah masing-masing sebanyak 23,2 ribu ton, 229,0 ton dan 308,0 ton. Dalam tahun 1983/1984 sampai dengan November masing-masing telah mencapai 46,9 ribu ton, 8 ton dan 306 tOll. Sementara itu kegiatan koperasi/KUD di bidang perkebunan rakyat yang meliputi kopra, cengkeh dan tebu rakyat nampak semakin meningkat. Dalam tahun 1982, koperasi yang ikut memasarkan kopra berjumlah 126 buah KUD, dengan jumlah kopra yang dibeli sebanyak 29,9 ribu ton seharga Rp 5,5 milyar, sedangkan jumlah kopra yang telah terjual mencapai 27,6 ribu ton seharga Rp 5,5 milyar: dalam tahun 1983 masing-masing telah meningkat menjadi 184 buah KUD, pembelian kopra sebanyak 54,4 ribu ton seharga Rp 7,9 milyar, serta penjualan kopra sebanyak 50,1 ribu ton seharga Rp 8,5 milyar. Di bidang tataniaga cengkeh, hasil usaha yang dilakukan oleh KUD sampai dengan akhir Pelita III telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. Dalam tahun 1982 telah terbentuk koperasi pengelola cengkeh sebanyak 138 buah, dan jumlah cengkeh yang dapat dibeli seluruhnya sebanyak 24.609,9 ton seharga Rp 84,6 milyar. Dalam tahun 1983 jumlah
Departemen Keuangan RI
157
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
koperasi telah bertambah menjadi sebanyak 264 buah KUD, dengan pembelian cengkeh seluruhnya sebanyak 20.380,5 ton seharga Rp 152,9 milyar. Dari cengkeh yang tdah dibeli tersebut, yang terjual dalam tahun 1982 berjumlah sebanyak 18.788,1 ton seharga Rp 150,3 milyar, sedangkan yang terjual dalam tahun 1983 mencapai sebanyak 19.130,4 ton seharga Rp157,4 milyar. Pemberian kesempatan kepada KUD untuk mengelola tebu rakyat intensifikasi (TRI) dimaksudkan untuk melayani para petani tebu, terutama dalam hal perkreditan dan pemasaran gula tebu yang dihasilkannya. Kredit yang disalurkan KUD merupakan kredit yang diperlukan oleh petani tebu untuk penggarapan tanah, pembibitan, penebangan, dan biaya angkut dari areal penebangan ke pabrik gula. Dalam tahun 1983 jumlah kredit mencapai sebesar Rp 211,5 milyar yang disalurkan oleh 675 buah KUD, sedangkan dalam tahun 1984 sampai dengan bulan April 1984 jumlah kredit telah mencapai sebesar Rp 199,7 milyar yang disalurkan oleh 714 buah KUD. Jumlah gula tani yang dapat ditampung KUD dalam tahun 1982/1983 adalah sebanyak 556.900 ton, koperasi yang menampung sebanyak 651 buah, dan kredit yang disalurkan kepada petani sebesar Rp 241,2 milyar. Dalam tahun 1983/1984 jumlah gula telah mencapai sebanyak 652.200 ton, ditampung oleh 621 buah KUD, dengan kredit yang disalurkan kepada petani sebesar Rp 179,7 milyar. Penggabungan industri kecil yang memproduksi tahu dan tempe ke dalam wadah koperasi tabu dan tempe Indonesia (KOPTI) telah menjadi kenyataan. Dalam tahun 1982 jumlah KOPTI baru mencapai sebanyak 36 buah, dengan jumlah anggota sebanyak 12.277 orang, modal sebesar Rp 743,9 juta, dan jumlah kedelai yang dapat disalurkan sebanyak 26.292,2 ton, dalam tahun 1983 jumlahnya telah meningkat masing-masing menjadi sebanyak 67 buah, 18.286 orang, Rp 1,6 milyar, dan 53.175,6 ton kedelai. Perkembangan usaha koperasi di bidang perikanan rakyat selama Pelita III telah dapat menunjukkan hasil yang cukup baik. Dalam tahun 1982, jumlah koperasi perikanan baru sebanyak 585 buah, dengan jumlah anggota sebanyak 120.414 orang dan modal senilai Rp 71,4 milyar, sedangkan dalam tahun 1983 masing-masing telah mencapai 615 buah, 133.802 orang dan modal senilai Rp 70,0 milyar. Kegiatan koperasi di bidang peternakan meliputi pengadaan bibit sapi unggul impor, penyediaan makanan ternak, penyediaan obat-obatan ternak, serta pemasaran hasil temak. Dalam tahun 1982, jumlah koperasi petemakan baru sebanyak 469 buah, dengan jumlah
Departemen Keuangan RI
158
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
anggota sebanyak 45.281 orang dan nilai usaha sebesar Rp 40.969,8 juta. Sedangkan dalam tahun 1983 jumlah tersebut telah meningkat menjadi 491 buah, dengan anggota sebanyak 48.383 orang, dan nilai usaha sebesar Rp 61.046 juta. Demikian juga jumlah koperasi susu yang dalam tahun 1982 baru mencapai 162 buah dengan anggota sebanyak 38.630 peternak, dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi 173 buah dengan jumlah anggota sebanyak 41.732 orang. Adapun jumlah sapi betina yang dimiliki oleh anggota koperasi yang dalam tahun 1982 baru sebanyak 140.000 ekor, dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi 161.000 ekor. Adapun jumlah susu yang dapat ditampung dan dipasarkan oleh koperasi dalam tahun 1982 adalah sebanyak 108,1 juta liter atau 92,6 persen dari seluruh produksi susu dalam negeri yang berjumlah 116,7 juta liter. Dalam tahun 1983 jumlah susu yang ditampung oleh koperasi telah meningkat menjadi 130 juta liter atau 89,9 persen dari seluruh produksi susu dalam negeri yang berjumlah 144,6 juta liter. Keberhasilan koperasi di dalam membantu para anggotanya telah membuat para pengrajin di daerah-daerah pedesaan terangsang untuk bergabung di dalam wahana koperasi. Sehubungan dengan itu dalam tahun 1982 jumlah koperasi yang mengelola dan mengkoordinir para pengrajin adalah sebanyak 348 buah, beranggotakan sebanyak 59.536 orang, dan dengan usaha senilai Rp 208,2 milyar. Selanjutnya dalam tahun 1983 jumlah koperasi telah meningkat menjadi 675 buah, dengan jumlah anggota sebanyak 65.201 orang, dan dengan nilai usaha sebesar Rp 210,1 milyar. Pembinaan koperasi yang menangani jasa angkutan juga terus digalakkan sejak awal Pelita III, yakni mencakup koperasi angkutan darat, koperasi angkutan sungai dan penyeberangan serta koperasi angkutan laut. Dalam tahun terakhir Pelita III, jumlah koperasi jasa angkutan adalah sebanyak 165 buah yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia, dengan jumlah anggota sebanyak 29.362 orang, dan memiliki kendaraan sebanyak 7.352 buah, yang terdiri dari 5.550 buah kendaraan angkutan darat dan sungai, serta 1.802 buah kendaraan angkutan laut. Keberhasilan proyek perintis perlistrikan di daerah pedesaan yang dikelola oleh koperasi, secara bertahap telah pula merangsang masyarakat pedesaan untuk menjadi anggota koperasi perlistrikan desa. Beberapa koperasi telah berperan sebagai distributor listrik di pedesaan, yang dilakukan melalui pemanfaatan tenaga listrik yang dibangkitkan dan disediakan oleh PLN. Dalam tahun 1982, jumlah koperasi di bidang perlistrikan desa meliputi 118 buah yang tersebar di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Sumatera Barat. Dalam tahun 1983 jumlah terse but telah meningkat menjadi 298 buah yang tersebar di 20 propinsi. Departemen Keuangan RI
159
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Sampai dengan bulan Maret 1984 jumlah koperasi perlistrikan desa telah mencapai 313 buah, melayani pelanggan sebanyak 202.208 kepala keluarga pada 1.504 desa. Selain itu sejumlah 38 buah koperasi di bidang perlistrikan desa telah mampu untuk berswadaya melayani para anggotanya, hal ini berarti bahwa koperasi tersebut selain dapat membantu perekonomian masyarakat kecil di pedesaan, telah pula bermanfaat bagi sektor-sektor sosiallainnya.
7.4.
Pertanian
Dalam kurun waktu antara tahun 1969 sampai dengan tahun 1983 pembangunan di bidang pertanian yang diarahkan dan dilaksanakan melalui Sapta Karya Pembangunan Pertanian, telah menunjukkan perkembangan yang positif. Hal ini terlihat dari meningkatnya produksi bahan makanan sehingga memantapkan usaha swasembada pangan, meningkatnya tarat hidup petani, meluasnya kesempatan kerja yang mendorong tumbuhnya kesempatan untuk berusaha di bidang pertanian, meningkatnya produksi pertanian untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri, serta meningkatnya ekspor dan berkurangnya impor produksi pertanian. Perkembangan terse but juga tercermin dari adanya proyek-proyek besar di bidang pertanian yang membantu usaha pertanian rakyat dengan sistem perusahaan inti rakyat (PIR), serta adanya dukungan untuk pembangunan daerah yang tetap memperhatikan kelestarian sumber daya alam.
Jenis hasil 1. Bera. 2. Jagung 3. Ubi kayu 4. Ubi ja1ar 5. Kede1ai 6. Kacang tORah 7. Ikan lout 8. Ikan darat 9. Daging 10. Telur 11. Susu 12. Karet 13. Minyak sawit 14. Inti ,awit 15. Kelapa/kopra 16. K 0 P i 17. T e h 18. Cengkeh 19. Lad a 20. Tembakau 21. Gula tebu 22. K a pos 1) Angka diperbaiki 2) Angka semen tara
1969 12.249 2.292 10.917 2.260 389 267 785 429 309 58 29 778 189 1.221 175 62 12 17 84 922 3
1970 13.140 2.825 10.478 2.175 498 281 808 421 314 59 29 802 217 1.200 185 64 15 17 78 873 3
T abel VII.8 PRODUKSI BEBERAPA HASIL PERTANIAN TERPENTING, 1969 - 1984 (dalam ribu ton, kecuali dalam juta liter untuk susu) 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 13.724 13.183 14.607 15.276 15.185 15.845 15.876 17.525 17.872 2.606 2.254 3.690 3.011 2.903 2.572 3.143 4.029 3.606 10.690 10.385 11.186 13.031 12.546 12.191 12.488 12.902 13.751 2.211 2.066 2.387 2.469 2.433 2.381 2.460 2.083 2.194 516 518 541 589 590 522 523 617 680 284 282 290 307 380 341 409 446 424 820 836 889 949 997 1.082 1.158 1.227 1.318 424 433 389 388 393 401 414 420 430 332 366 379 403 435 449 468 475 486 68 78 81 98 112 116 131 151 164 36 38 35 57 51 58 61 62 72 804 808 845 817 782 856 838 844 898 249 270 289 348 397 431 483 532 642 -94 108 1.149 1.311 1.237 1.341 1.375 1.532 1.518 1.575 1.582 196 214 150 149 160 194 197 223 228 71 51 67 65 70 73 76 91 125 14 13 22 15 15 20 39 21 35 24 18 29 27 23 37 43 46 47 76 79 80 77 82 89 84 81 87 1.041 1.133 1.010 1.237 1.227 1.319 1.438 1.516 1.601 2 1,5 1,1 2,9 2,4 0,9 0,9 0,5 0,6
1980 20.163 3.991 13.726 2.079 653 470 1.395 455 571 259 78 1.020 701 126 1.759 285 106 39 37 116 1.831 6
1981 1982 1) 1983 2) 1984 2) 22.286 22.837 23.961 24.701 4.509 3.235 5.095 5.412 13.301 12.988 11.651 14.702 2.094 1.676 2.044 2.257 704 521 568 783 475 437 469 535 1.408 1.491 1.600 1.670 506 507 520 549 596 629 671 694 275 297 316 329 86 117 143 170 963 899 1.230 1.107 748 884 907 1.038 135 157 161 141 1.812 1. 723 1.607 2.015 295 281 302 309 110 93 113 116 40 33 45 56 39 34 40 41 118 106 120 121 1.700 1.618 1.693 1.769 10 14,7 7,7 40
Bila dikaji kembali hasil pembangunan di bidang pertanian, maka akan tampak peranan cukup besar dari sektor negara dalam menggerakkan dan mendorong kegiatan yang bersifat produktif di bidang pertanian. Namun demikian, disadari sepenuhnya bahwa masih Departemen Keuangan RI
160
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
banyak masalah yang dihadapi serta diperlukan hasil-hasil yang lebih mantap dan merata. Sehubungan dengan itu Pemerintah telah menetapkan kebijaksanaan dasar pembangunan di bidang pertanian yaitu berdasarkan Trimatra Pembangunan Pertanian. Kebijaksanaan tersebut meliputi kebijaksanaan usaha tani terpadu, komoditi terpadu dan wilayah terpadu, sedangkan upaya-upaya yang dilaksanakan untuk menunjang pelaksanaan kebijaksanaan tersebut ditempuh melalui empat usaha pokok yaitu intensifikasi, perluasan areal, diversifikasi dan rehabilitasi. Tataurut kebijaksanaan dan upaya-upaya tersebut semata-mata dimaksudkan untuk tercapainya komoditi pertanian yang tangguh sesuai dengan kadar dan perimbangan yang wajar dalam struktur perekonomian nasional. Pertanian yang tangguh adalah pertanian yang dinamis dan kokoh, optimal dalam memanfaatkan sumberdaya alam, tenaga, modal dan teknologi serta sekaligus mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani. Di dalam pengertian tersebut terkandung makna masyarakat petani yang mampu mengatasi tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan terhadap eksistensi serta kelestarian sumberdaya alamnya. Di samping itu juga tercermin pengertian rota dan struktur produksi pertanian yang mampu mengikuti dinamika perubahan permintaan industri hilir dan konsumsi akhir, yang dapat memberikan umpan batik bagi pengembangan industri dan jasa, serta dapat berperan dalam pembangunan regional dan nasional yang serasi dan seimbang. Gambaran daripada hasil-hasil pembangunan di bidang pertanian sampai dengan tahun pertama Repelita IV dapat diikuti melalui Tabel VII.8.
7.4.1. Tanaman pangan Produksi beras selama Pelita I, Pelita II dan Pelita III menunjukkan kenaikan yang mantap. Apabila selama Pelita I dan Pelita II pertumbuhan produksinya masing-masing mencapai 4,7 persen dan 3,8 persen per tahun, maka selama Pelita III telah meningkat menjadi 6,5 persen per tahun. Tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 6,5 persen per tahun tersebut dimungkinkan karena didukung oleh produksi beras per hektar dalam tahun 1983 yang mencapai rata-rata sebesar 2,6 ton, yang dalam tahun sebelumnya baru mencapai rata-rata sebesar 2,5 ton per hektar. Atas dasar itu maka produksi beras dalam tahun 1983 telah mencapai 23,9 juta ton, atau mengalami kenaikan sekitar 4,9 persen di atas produksi tahun 1982 yang baru berjumlah 22,8 juta ton (Tabel VII.9). Selanjutnya produksi beras sampai dengan bulan September 1984 telah meningkat lagi menjadi sekitar 24,7 juta ton atau sebesar 3,3 persen lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 1983. Hasil dari kenaikan produksi beras tersebut selain disebabkan oleh adanya peningkatan luasareal pallen dalam tahun 1984, juga karena tetap dilakukannya penggunaan pupuk, insektisida dan bibit unggul secara efektif, serta keberhasilan Departemen Keuangan RI
161
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
dalam mengatasi serangan hama/penyakit. Peningkatan tersebut juga ditunjang oleh keadaan iklim dan curah hujan yang normal serta adanya perbaikan irigasi, baik perbaikan terhadap saluran tersier, maupun dalam penggunaannya melalui organisasi pemakai air yang semakin efisien. Apabila dalam tahun 1982 luas areal panen yang dapat dicapai baru seluas 8.988 ribu hektar, maka dalam tahun 1983 telah bertambah menjadi seluas 9.102 ribu hektar, suatu kenaikan sebesar 1,3 persen. Luas areal panen yang dapat dicapai sampai dengan bulan September 1984 telah meningkat lagi menjadi 9.179 ribu hektar, atau meningkat dengan 77 ribu hektar dibandingkan tahun sebelumnya. Pertambahan luas areal panen tersebut terutama disebabkan meningkatnya luas areal panen intensifikasi sebesar 4,4 persen terhadap tahun sebelumnya, yaitu dad 6.343 ribu hektar dalam ta:.;un 1982 menjadi 6.623 ribu hektar dalam tahun 1983. Sedangkan pertambahan luas areal panen intensifikasi tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya luas areal panen Inmas seluas 175 ribu hektar atau sebesar 3,5 persen dari tahun sebelumnya, yaitu dari 5.047 ribu hektar dalam tahun 1982 menjadi 5.222 ribu hektar dalam tahun 1983 (Tabel VII.I0). Selanjutnya luas areal panen Bimas yang sebagian besar bergeser ke areal Inmas, dalam tahun 1983 meningkat sebesar 8,1 persen atau seluas 105 ribu hektar, yaitu dari seluas 1.296 ribu hektar dalam tahun 1982 menjadi 1.401 ribu hektar dalam tahun 1983. Sementara itu dalam rangka meningkatkan mutu intensifikasi, maka sejak tahun 1979 Pemerintah telah mengadakan pola kegiatan baru yang telah dikenal dengan intensifikasi khusus (Insus). lusus adalah suatu bentuk intensifikasi yang dilaksanakan oleh petani secara berkelompok sehamparan, yang bertujuan memanfaatkan potensi setiap lahan yang memungkinkan. Kerjasama kelompok petani tersebut diarahkan pada terwujudnya partisipasi dari semua petani untuk menerapkan sepenuhnya Panca Usaha Tani. Sedangkan sebagai pendorong agar sebanyak mungkin kelompok tani dapat lebih berpartisiposi dan ikut serta dalam intensifikasi khusus, maka diadakan perangsang, yaitu denl!an menyelenggarakan perlombaan antarkelompok intensifikasi khusus. Di samping lusus, Pemerintah juga melaksanakan operasi khusus (Opsus) yang merupakan penerapan intensifikasi khusus untuk daerah/lahan tadah hujan yang potensial dan dilakukan dengan lebih menggiatkan baik para petani maupun para petugas penyuluh yang ditunjang dengan penyediaan sarana produksi yang memadai.
Departemen Keuangan RI
162
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986 .Tabel VII. 9 AREAL PANEN DAN PRODUKSI BERAS, 1969
- 1984
Tahun
Areal panen (ribu ha)
Produksi ( ribu ton)
Rata-rata ( ton/ha )
1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1) 1983 2) 1984 2)
8.014 8.135 8.324 7.898 8.403 8.509 8.495 8.369 8.360 8.929 8.803 9.005 9.382 8.988 9.102 9.179
12.249 13.140 13.724 13.183 14.607 15.276 15.185 15.845 15.876 17.525 17.872 20.163 22.286 22.837 23.961 24.701
1,53 1,62 1,65 1,67 1,74 1,8 1,79 1,89 1,9 1,96 2,03 2,34 2,38 2,54 2,63 2,69
1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara
Tabel VII. 10 LUAS PAN EN BIMAS DAN INMAS PADI, 1969 -19831) ( dalam ribu hektar ) Tahun Bimas ... Biasa Baru 1969 926 383 1970 803 445 1971 827 569 1972 621 582 1973 662 1.170 1974 474 2.202 1975 425 2.258 1976 321 2.103 1977 272 1. 797 1978 236 1.724 1979 197 1.374 1980 125 1.249 1981 2) 119 1.265 1982 2) 77 1.219 1983 3) 63 1.338 1) Tidak termasuk Insus 2) Angka diperbaiki 3) Angka sementara
In mas Biasa Baru 722 99 571 334 867 525 1.166 800 1.076 1.080 410 638 343 611 370 .819 669 1.512 800 2.088 851 2.601 858 3.284 868 3.934 701 4.346 619 4.603
Jumlah 2.130 2.153 2.788 3.169 3.988 3724 3.637 3.613 4.250 4.848 5.023 5.516 6.186 6.343 6.623
Usaha ekstensifikasi dilakukan melalui perluasan areal tanam yaitu berupa pembukaan persawahan pasang surut atau pencetakan sawah baru,di samping pengkaitannya dengan usaha transmigrasi. Selama Pelita III, sawah yang sudah selesai dicetak meliputi 178.719 hektar dan areal yang sudah ditanami mencapai 153.934 hektar. Di samping itu penambahan areal pertanian di daerah transmigrasi mencapai 551.801 hektar, yang terdiri dari lahan pekarangan
Departemen Keuangan RI
163
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
seluas 98.814 hektar, lahan usaha seluas 377.605 hektar dan lahan yang. dibuka dengan cara swadaya transmigrasi sendiri seluas 75.382 hektar. Dari luas lahan yang telah dibuka tersebut, lahan yang sudah diusahakan penggunaannya mencapai seluas 366.779 hektar, atau 66,4 persen dari luas seluruh lahan yang sudah dibuka. Oleh karena peningkatan produksi pangan sangat ditentukan oleh kegiatan para petani, maka Pemerintah terus memberikan penyuluhan pertanian agar mereka mampu menggunakan teknologi baru. Di samping itu Pemerintah juga memberikan pelayanan kepada petani secara kontinyu dengan berbagai sarana produksi dan kredit, sehingga petani dapat meningkatkan produksi pangallo Demikian pula terus ditingkatkan kegiatan kursus tani, peragaan, informasi pertanian, pembinaan kelompok dan himpunan petani, serta penyelenggaraan perlombaan antarhimpunan petani. Untuk menunjang usaha tersebut, sampai dengan tahun 1983 telah terdapat 14.044 orang tenaga penyuluh pertanian lapangan (PPL), 3.071 orang penyuluh pertanian madya (PPM) dan 606 orang tenaga penyuluh pertanian spesialis (PPS) yang tersebar di wilayah kerja penyuluh pertanian (WKPP) di 26 propinsi. Dalam pengembangan produksi pangan, baik melalui program intensifikasi maupun dengan program Bimas dan Inmas yang masih memerlukan tersedianya sarana yang cukup, maka kepada para petani peserta tetap disediakan bantuan kredit untuk pengadaan sarana produksi yang dibutuhkan. Sebagaimana terlihat dalam Tabel VII.11, maka dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan September 1984, jumlah petani peserta Bimas dan Inmas telah mencapai sebanyak 43.900 orang dengan realisasi penyaluran kredit sebesar Rp 1,4 milyar. Sementara itu produksi palawija sampai dengan bulan September tahun 1984, seperti halnya dengan produksi padi, juga mengalami peningkatan yang mantap apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kenaikan tersebut antara lain disebabkan adanya pengembangan produksi palawija melalui pusat pengembangan pertanian palawija, di samping adanya pembinaan bagi daerah yang telah melaksanakan Bimas palawija serta adanya penyebaran bibit unggul. Untuk menunjang pelaksanaan kegiatan Bimas palawija, sebagaimana halnya dengan Bimas padi, Pemerintah juga menyediakan kredit bagi petani untuk pengadaan sarana produksi. Sehubungan dengan itu dari Tabel VII.12 dapat dilihat bahwa produksi jagung meningkat sebesar 57,5 persen, yaitu dari 3.235 ribu ton dalan tahun 1982 menjadi 5.095 ribu ton dalam tahun 1983. Produksi ubi jalar meningkat dengan 21,9 persen, yaitu dari 1.676 ribu ton dalam tahun 1982 menjadi 2.044 ribu ton dalam tahun 1983. Produksi kacang tanah dan. kedelai juga meningkat, yaitu masing-masing dari 437 ribu ton dan 606 ribu ton dalam tahun 1982 menjadi 469 ribu ton dan 633 ribu ton dalam tahun 1983, atau masing-masing mengalami kenaikan sebesar 7,3 persen dan 9,0 persen. Selanjutnya Pemerintah juga menyediakan kredit bagi petani untuk
Departemen Keuangan RI
164
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
pengadaan sarana produksinya. Oalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan September 1984, realisasi penyaluran kredit telah mencapai sekitar Rp 0,4 milyar, dengan jumlah petani peserta sebanyak 8.600 orang. Perkembangan mengenai penyaluran kredit Bimas palawija dapat diikuti dalam Tabel VII.13.
Tabel VII. 11 PENYALURAN KREDIT BlMAS DAN INMAS PADI, 1971/1972 - 1984/1985 (dalam jutarupiah dan ribu orang) Realisasi Pengembalian kredit kredit Tanun 1971/1972 9.815,10 9.458,90 1972/1973 15.330,80 14.557,10 1973/1974 36.492,30 33.584,30 1974/1975 53.096,50 48.301,60 1975/1976 72.288,50 64.573,40 1976/1977 71.314,30 60.682,40 1977/1978 62.515,10 51.173,50 1978/1979 60.282,90 49.548,30 1979/1980 49.503,90 41.846,10 1980/1981 50.115,20 39.633,70 1981/1982 62.501,80 42.794,60 1982/1983 59.353,70 29.353,70 1983/1984 23.493,20 11.011,90 1984/1985 1) 1.417;4 158,1 1) Posisi 30 September 1984 Kredit lomas padi mulai berIangsung MT 1977/1978
Jumlah petani 1.538,40 2.071,40 3.106,90 3.603,20 3.581,90 3.004,10 2.470,50 2.151,10 1.605,50 1.519,80 1.740,20 1.391,90 563 43,9
Tabel VII. 12 LUAS PANEN DAN PRODUKSI PALAWI]A, 1969 - 1984 ( dalam ribu hektar untuk luas panen, dan ribu ton untuk produksi ) Tahun
Luas
Jagung Produksi
1969 1910 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1) 1983 2) 1984 2)
2.435 2.939 2.626 2.160 3.433 2.667 2.445 2.095 2.567 3.025 2.594 2.735 2.955 2.061 3.018 1.966
2.292 2.825 2.606 2.254 3.690 3.011 2.903 2.572 3.143 4.029 3.606 3.991 4.509 3.235 5.095 5.412
Ubi kayo Luas panen 1.467 1.398 1.406 1.468 1.429 1.509 1.410 1.353 1.364 1.383 1.439 1.412 1.388 1.324 1.185 297
Produksi 10.917 10.471 10.690 10.385 11.186 13.031 12.546 12.191 12.488 12.902 13.751 13.726 13.301 12.988 11.651 14.702
Ubi jalar Luas panen 369 357 357 338 379 330 311 301 326 301 287 276 275 220 261 37
Produksi 2.260 2.175 2.211 2.066 2.387 2.469 2.433 2.381 2.460 2.083 2.194 2.079 2.094 1.676 2.044 2.257
Kacang tanah Luas panen Produksi 372 267 380 281 376 284 354 282 416 290 411 307 475 380 414 341 507 409 506 446 473 424 506 470 1) 508 475 461 437 484 469 419 535
Kedelai Luas panen 554 695 680 697 743 768 752 646 646 733 784 732 810 606 633 666
Produksi 389 498 516 518 541 589 590 522 523 617 680 653 1) 704 521 568 783
1) Angka diperbaiki
Departemen Keuangan RI
165
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986 Tabel VII.13 PENYALURAN KREDIT BIMAS PALAWIjA, 1973/1974 - 1984/1985 (dalamjuta rupiah dan ribu orang) Ta h u n
Realisasi kredit
Pengembalian kredit
Jumlah petani
1973/1974 1.277,30 1.191,90 1974/1975 5.393,70 4.356;6 1975/1976 9.073,80 7.325,70 1976/1977 8.917,30 7.048,10 1977/1978 6.893,10 5.445,80 1978/1979 6.480,50 5.007,90 1979/1980 5.226,80 4.215,20 1980/1981 6.215,30 4.058,40 1981/1982 9.204,00 4.788,60 1982/1983 11.306,10 5.361,70 1983/1984 4.007,40 1.204,40 1984/1985 1) 390 15,9 1) Posisi 30 September 1984 Sejak MT 1978/1979 termasuk Bimas Palawija tumpangsari
143,8 360,7 442,5 348,7 235,7 195 159,7 146,7 261,6 245,8 77,6 8,6
Tabel VII. 14 LUAS PANEN DAN PRODUKSI HORTIKULTURA, 1969 - 1984 (dalam ribu hektar dan ribu ton) Luas panen Tahun 1969 600 1970 641 1971 715 1972 694 1973 676 1974 647 1975 531 1976 459 1977 558 1978 642 1979 660 1980 673 1981 921 19821) 632 1983 2) 787 1984 2) 1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara
Departemen Keuangan RI
Sayuran Produksi 1.791 1.832 2.067 2.120 2.295 2.293 1.889 1.641 1.833 1.927 1.861 2.127 2.068 2.038 3.117 5.517
Luas panen 488 533 554 666 696 614 623 528 445 436 529 541 561 560 618 -
Buah-buahan Produksi 2.272 3.332 3.435 3.906 4.249 4.731 3.743 2.725 3.624 2.709 3.512 4.206 4.336 4.226 5.348 8.030
166
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986 Tabel VII. 15 PENGGUNAAN PUPUK UNTUK TANAMAN PANGAN, 1969 -1983 ( dalam ribu ton kadar pupuk ) Tahun 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 . 1981 1982 1) 1983 2) 1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara
N
P205
K20
155,2 162,1 219,2 262,3 312 290,8 311,3 313,3 442,4 478,9 550,9 787,3 946 1.060,10 973,4
36,2 31,3 24,2 43,5 65,3 95,7 110,2 99,3 104,7 126,9 129,9 210,9 299,2 354,6 317,3
1 3,6 1 2,3 1,9 6,8 1 3 9,7 11,7 17,8 13,9 14,9 43,3 54,3
Tabel VII. 16 PENGGUNAAN PESTISIDA UNTUK TANAMAN PANGAN, 1969 - 1983 ( dalam ton) Tahun 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 2) 1983 3) 1) Ekivalen Zinkphospide 2) Angka diperbaiki 3) Angka sementara
Insektisida
Rodentisida 1)
1.209,30 1.075,60 1.555,60 1.410,00 1.504,20 1.638,00 2.464,00 3.432,50 4.268,10 4.165,00 4.191,10 6.386,90 8.943,20 11.254,80 13.982,40
33,7 52,4 53 53 116 46,8 84 58 113 121 79 78,1 109,5 94,7 171,2
Sejalan dengan usaha pengembangan tanaman pangan, maka selain dilakukan peningkatan produksi beras dan produksi palawija, digiatkan pula peningkatan produksi hortikultura. Hal ini mengingat bahwa hasil-hasil produksi hortikultura sangat penting artinya dalam menunjang perbaikan gizi dan pola konsumsi masyarakat, di samping berperan pula Departemen Keuangan RI
167
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
dalam intensitas penggunaan tanah dan tenaga kerja. Sehubungan dengan itu maka pengembangan produksi hortikultura ditekankan pada pengembangan sayur-sayuran dan buahbuahan di sekitar kota yang pemasarannya dapat lebih cepat. Sebagaimana terlihat dalam Tabel VII.14, hasil produksi hortikultura secara keseluruhan sampai dengan tahun 1983 telah mengalami peningkatan sebesar 35,1 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal tersebut terutama disebabkan karena terjadinya peningkatan produksi sayur-sayuran sebesar 52,9 persen, yaitu dari 2.038 ribu ton dalam tahun 1982 menjadi 3.117 ribu ton dalam tahun 1983. Meningkatnya hasil produksi tanaman pangan sangat erat kaitannya dengan penggunaan pupuk dan pestisida, karena semakin luasnya areal panen dan meningkatnya mutu Insus. Meningkatnya penggunaan pupuk dan pestisida tersebut secara keseluruhan dapat diikuti melalui Tabel VII.15 dan Tabel VII.16. Kenaikan penggunaan pupuk terutama disebabkan oleh meningkatnya penggunaan pupuk jenis K20, yaitu dari sebanyak 43,3 ribu ton dalam tahun 1982 menjadi 54,3 ribu ton dalam tahun 1983. Meningkatnya penggunaan pestisida disebabkan oleh bertambahnya penggunaan pestisida dari jenis insektisida dan rodentisida. Kenaikan insektisida dan rodentisida masing-masing adalah sebesar 24,2 persen dan 80,8 persen, yaitu masing-masing dari 11.254,8 ton dan 94,7 ton dalam tahun 1982 menjadi 13.982,4 ton dan 171,2 ton dalam tahun 1983.
7.4.2. Tanaman perkebunan Perkebunan merupakan salah satu sektor yang terpenting dalam menunjang perekonomian Indonesia. Hal ini terutama terlihat dari besarnya sumbangan devisa melalui ekspor hasil-hasil produksinya. Menjelang akhir tahun 1983/1984, lebih dari US $ 1,5 milyar nilai ekspor berasal dari sektor perkebunan. Walaupun dalam pelaksanaanya dialami banyak tantangan, namun mengingat bahwa peranan sektor perkebunan yang demikian besar dalam menunjang pembangunan umumnya dan bagi peningkatan sumber pendapatan devisa atau rupiah khususnya, maka selama pelaksanaan Pelita telah dilaksanakan berbagai kebijaksanaan dan kegiatan yang diarahkan untuk meningkatkan produksi hasil perkebunan. Dalam pembahasan selanjutnya, perkebunan digolongkan atas perkebunan rakyat, perkebunan negara dan perkebunan besar swasta. Selanjutnya perkebunan negara dan perkebunan besar swasta disebut juga sebagai perkebunan besar. Sampai dengan tahun terakhir pelaksanaan Pelita III, perkebunan rakyat telah
Departemen Keuangan RI
168
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
mendapat prioritas utama dalam pengembangan usaha perkebunan. Hal tersebut berdasarkan kenyataan bahwa sebagian besar areal dan hasil perkebunan yang ada selama ini adalah milik dan hasil produksi perkebunan rakyat, yang mutu dan produktivitasnya relatif masih rendah. Oleh karena itu penyuluhan bagi perkebunan rakyat ditujukan untuk meningkatkan pendapatan petani melalui modernisasi usaha perkebunan, pengorganisasian usahapemasaran serta pengelolaannya melalui wadah KUD. Sedangkan pengembangan dan pembinaannya tidak lagi dilakukan secara partial, akan tetapi melalui pola pembinaan terpadu. Pola pembinaan terpadu tersebut dilaksanakan secara menyeluruh, baik secara vertikal yaitu berupa kegiatan penyuluhan, penyediaan sarana produksi dan kredit, maupun secara horisontal yang dilakukan sejak mulai penanaman, pemeliharaan tan am an, pengolahan hasil produksi dan pemasaran hingga pengembangan manajemen. Realisasi daripada pembinaan terpadu diwujudkan dalam bentuk
unit
pelaksana
proyek
(UPP),
yang
meliputi
pembinaan
untuk
berbagai
komoditi/budidaya perkebunan, terutama tanaman karet, kelapa, kopi, cengkeh, lada, kelapa sawit dan teh. Selama Pelita III areal tanaman Y.lng telah berhasil diremajakan adalah tanaman karet, kelapa, kopi, teh, lada dan coklat yang telah mencapai areal seluas 306.626 hektar, sedangkan untuk tanaman cengkeh mencapai areal seluas 3.000 hektar. Adapun perkehunan rakyat yang telah dibina melalui UPP meliputi 880 unit dengan areal tanam seluas 2.482 ribu hektar. Sementara itu upaya lainnya untuk lebih mengembangkan perkebunan rakyat adalah dengan menerapkan pola perkebunan inti. Dalam pola tersebut perkebunan besar milik Pemerintah, yakni Perusahaan Negara Perkebunan/PT Perkebunan (PNP/PTP), berfungsi sebagai inti atau pusat pengembangan perkebunan rakyat sekitarnya. Pada gilirannya perkebunan rakyat tersebut diharapkan dapat berkembang menjadi koperasi perkebunan rakyat. Pengembangan pola perkebunan inti tersebut, yang disebut proyek NES (nucleus estate smallholders) atau proyek perkebunan inti rakyat (PIR) meliputi budidaya karet, kelapa hibrida, kelapa sawit dan tebu. Perkebunan besar dalam NES/PIR tersebut berfungsi sebagai penyuluh, penyalur sarana produksi kepada perkebunan rakyat, pengolah hasil yang berasal dari rakyat/petani dan sebagai pemasar hasil produksinya. Sedangkan perkebunan rakyat hams menyediakan tanah dan tenaga kerja. Sampai dengan tahun 1983, realisasi luas areal hasil pembinaan pola NES/PIR adalah seluas 188.067 hektar untuk jenis tanaman kafer, kelapa sawit dan kelapa. Dari Tabel VII.17 dapat dilihat bahwa berhasilnya usaha pembina an perkebunan rakyat sampai dengan tahun 1983 tersebut ditandai dengan meningkatnya hasil kafer, teh dan cengkeh, masing-masing sebesar 55,6 persen, 47,1 persen dan 37,5 persen apabila dibandingkan dengan tahun 1982.
Departemen Keuangan RI
169
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Dalam waktu yang sarna hasil produksi perkebunan rakyat lainnya seperti lada, tembakau, kopi dan gula tebu juga mengalami peningkatan produksi, yaitu masing-masing sebesar 17,6 persen, 14,4 persen, 8,8 persen dan 2,1 persen. Sejalan dengan usaha dan kegiatan dalam bidang perkebunan rakyat, maka pembinaan dan pengembangan perkebunan besar swasta juga terus ditingkatkan. Hasil produksi usaha perkebunan besar swasta selama ini, khususnya sampai dengan tahun 1983, belum menunjukkan peningkatan seperti yang diharapkan. Hal ini antara lain karena berbagai jenis tanam_n seperti kafer, kelapa dan coklat yang telah diremajakan belum menunjukkan produktivitasnya, di samping masih adanya gangguan hama terhadap tanaman-tanaman terse but. Dalam tahun 1983, produksi kopi mengalami kenaikan sebesar 26,3 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni dari 5,7 ribu ton dalam tahun 1982 menjadi 7,2 ribu ton dalam tahun 1983. Sedangkan untuk produksi cengkeh dan teh, dalam tahun 1983 masing-masing telah meningkat sebesar 50,0 persen dan 5,1 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Perkembangan selanjutnya daripada hasil produksi perkebunan besar swasta dapat diikuti dalam Tabel VII.18. Sementara itu perkebunan besar negara (PNP/PTP) dalam Pelita III juga telah banyak mendapat perhatian dari Pemerintah. Hal ini dimasudkan agar perkebunan besar negara dapat mengimbangi tuntutan perkembangan dan kemajuan teknologi moderen serta permintaan posaran intemasional. Untuk itu ditempuh serangkaian kebijaksanaan yang ditujukan terutama untuk meningkatkan budidaya pengusahaan tanaman dan bentuk usahanya. Di samping menyangkut segi pengelolaan perkebunan/perusahaan, maka aspek sosial ekonomi khususnya pemberian imbalan kepada tenaga kerja juga diperhatikan sebaik-baiknya. Berbagai kegiatan yang dilakukan di bidang perkebunan negara tersebut ditandai dengan meningkatnya produksi beberapa hasil perkebunan negara dalam tahun 1983, seperti antara lain terlihat dan meningkatnya produksi kafer, minyak sawit dan teh, masing-masing sebesar 4,2 persen, 3,7 persen dan 18,0 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hasil-hasil yang dicapai di bidang perkebunan negara dapat diikuti melalui Tabel VII.19. Dari Tabel VII.20 dapat dilihat bahwa dengan berhasil ditingkatkannya produksi perkebunan dalam tahun 1983, baik perkebunan rakyat, perkebunan besar swasta maupun perkebunan negara, serta ditunjang pula oleh adanya kebangkitan kembali ekonomi dunia, maka volume ekspor hasil perkebunan telah meningkat pula. Apabila dalam tahun 1982 volume ekspor hasil utama perkebunan secara keseluruhan adalah sebesar 1.763,6 ribu ton, maka dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi 1.990,5 ribu ton, atau suatu kenaikan sebesar 12,8 persen dibandingkan dengan tahun
Departemen Keuangan RI
170
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
sebelumnya. Kenaikan tersebut terutama didukung oleh meningkatnya volume ekspor minyak sawit, lada dan karet, masing-masing sebesar 33,3 persen, 23,9 persen dan 20,2 persen. Oi samping itu juga disebabkan oleh meningkatnya volume ekspor tembakau, teh dan kopi, masing-masing sebesar 18,3 persen, 7,7 persen dan 6,3 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Tahun 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1) 1981 1) 1982 1) 1983 2) 1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara
Tabel VII. 17 PRODUKSI BEBERAPA HASIL PERKEBUNAN RAKYAT, 1969 - 1983 ( dalam ribu ton) Kelapa/ Gula Tembakopra Tebu kau Teh Karet Kopi Cengkeh 220 162 22 220 75 558 11 1.198 170 21 196' 69 15 571 1.147 178 24 221 69 572 14 1.308 196 7 247 74 13 559 1.233 140 14 199 69 22 599 1.335 132 14 250 69 15 571 1.370 144 14 223 74 15 536 1.527 178 13 267 78 17 610 1.513 181 14 352 72 37 584 1.554 206 17 485 68 612 21 1.561 209 17 498 73 616 35 1.630 276 21 1.203 69 715 34 1.765 290 24 1.364 100 642 29 1.707 262 17 1.352 97 585 32 1.592 285 25 1.380 111 910 44
Lada 17 17 24 18 29 27 23 37 43 46 47 37 40 34 40
Tabel VII. 18 PRODUKSI BEBERAP A HASIL PERKEBUNAN BESAR SWASTA, 1969 - 1983 ( dalam ribu ton) Ke1apa/ Gula Minyak Tebu sawit kopra Tahun Teh Kopi Karet 1 1969 110 5 9 72 60 2 1970 113 6 9 74 70 2 1971 114 7 10 122 79 3 1972 128 6 7 130 81 4 1973 109 4 10 118 82 6 1974 108 7 11 127 104 5 1975 109 6 10 126 126 5 1976 104 6 11 152 145 5 1977 107 6 11 162 147 21 1978 110 7 15 71 165 21 1979 112 8 16 73 168 33 19801) 120 6 18 84 221 25 1981 1) 127 9 14 116 266 11 1982 1) 125 6 16 72 285 19832) 124 7 16 72 286 11 1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara
Departemen Keuangan RI
Kapas 2,4 2,6 1,3 1,5 1,1 2,9 2,4 0,9 0,9 0,5 0,6 3 11 17,7 6,1
Inti sawit 13 15 18 17 18 21 24 27 29 22 23 38 41 47 47
171
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986 Tabel VII. 19 PRODUKSI BEBERAPA HASIL PERKEBUNAN NEGARA, 1969 - 1983 ( dalam ribu ton) Tahun Karet 1969 110 1970 118 1971 118 1972 121 1973 137 1974 138 1975 137 1976 142 1977 147 1978 162 1979 170 19801) 186 1981 1) 193 19821) 189 19832) 197 1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara
Minyak sawit 129 147 170 189 207 244 271 286 338 367 474 499 533 599 621
Inti sawit 28 33 39 42 46 52 57 56 64 72 85 90 100 110 115
Teh 31 34 37 37 43 40 46 49 51 59 92 68 72 61 72
Kopi 8 9 11 12 6 10 10 10 ]0 10 11 13 16 13 10
Tembakau 9 9 7 5 11 8 8 11 12 13 14 15 9 9 8
Gula tebu 630 603 708 756 293 860 878 902 924 960 1.030 273 220 195 191
Tabel VII. 20 VOLUME EKSPOR HASIL UTAMA PERKEBUNAN, 1969 - 1983 ( dalam ribu ton) Minyak Kopra dan bungkil Tahun Teh Lada Karet sawit Inti sawit Kopi Tembakau 1969 857,5 179,1 42,7 36,1 127,1 5,7 16,7 349,1 1970 790,2 159,2 42,4 41,1 104,3 11 2,6 393,1 1971 789,3 209 48,6 44,8 74,3 18,3 24,2 322,5' 1972 774,6 236,5 51,4 44 107 26,2 25,7 327,1 1973 890,2 262,7 39,2 39,6 100,8 33,3 25,6 282 1974 840,4 281,2 28,5 55,7 111,8 33,6 15,7 252,6 2) 1975 788,3 386,2 21 45,9 128,4 19,6 15,2 329,1 1976 811,5 405,6 25,6 47,5 136,4 20,5 28,8 396,7 1977 800,2 404,6 25,2 51,3 160,4 25,9 30,9 335,9 1978 918,2 412,3 7,3 61,6 222,8 27,3 38 324,4 2) 1979 967,3 437,8 33,1 65,9 230,7 24,9 25,7 381,4 2) 1980 I)' 981 502,9 42,9 74,2 238,7 28,3 29,7 430,1 19811) 812,8 196,4 22,7 71,3 210,6 25,3 34 321,8 19821) 797,6 259,5 6,9 63,7 227 20,2 36,3 352,4 19833) 958,9 345,8 2,2 68,6 241,2 23,9 45 304,9 1) Angka diperbaiki 2) Hanya bungkil kopra 3) Angka sementara
Jenis komoditi 1969 Kare t 220,7 Kopra dan bungkil kopra 20,6 Ko p i 51,3 Tcmbakau 13,8 Minyak sawit 22,2 Inti sawlt 4 Lada 10,4 Teh 9,7 Bunga, biji pala dan ccngkch 1.6 Rcmpah-rcmpah lainnya 4) 3,5 Jumlah 357,8 1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara 3) Hanya cengkeh 4) Scjak tahun 1980 tidak ada nilai ckspor
Departemen Keuangan RI
1970 260,9 35,1 65,8 11,5 36,5 5.U 2.9 17,3 2.1 4,3\ 441.4
Tabel VII. 21 NILAI EKSPOR HASIL UTAMA PERKEBUNAN, 1969 - 1983 ( dalam US $ juta ) 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1) 222.2 195,9 395 487,3 365,U 535,1 593,8 720,5 1.002,40 1.174,20 835,8 602,1 26,2 17,6 23.6 23,2 28,9 31.2 38.1 35 41,3 52,1 32,4 38 55.4 72.4 77,4 1UI,3 101.1 250 634.0 509,7 655.4 656 345,9 341,7 19,9 30.0 44.9 35,5 37,8 39,2 61,1 59,3 60,3 58,b 53,1 38,9 46.3 42.0 72,5 Ibb,U 158,1 142 192,8 208,3 253,7 254,7 106,9 64,4 5,5 3,7 4.8 8.4 5.1 3,7 5.8 1,5 7.2 8.1 4,4 2,2 24.7 20.5 28.0 24.6 22.8 46,2 65,6 69,8 47,3 58,1 47,2 44,9 28,7 31.4 30,2 43,6 53,1 55 121.0 92,3 91,7 112,7 100.8 89,5 1.8 2.1 1.7 2,5 5.0 9,7 10,9 11.2 10,9 27,9 80,3 0,33) 4.4 3.4 6.5 6,1 3,7 5,6 7,8 9.0 0.3 435.1 419.0 684.6 898,5 78U,6 1.117,70 1.730,90 1.716,60 2.170,50 2.402,40 1.606,80 1.222,00
1983 2) 802,3 46,4 427,3 47,6 111,5 0,4 52 120,4 0,43) L608,3
172
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Meningkatnya volume ekspor beberapa hasil perkebunan tersebut disertai pula dengan kenaikan nilai ekspor hasil perkebunan dalam tahun 1983. Nilai ekspor keseluruhan dari beherapa komoditi perkehunan dalam tahun 1983, yang terdiri atas jenis komoditi karet, kelapa sawit, kopi, teh, lada dan tembakau, telah mencapai US $ 1.608,3 juta. Apabila dibandingkan dengan tahun 1982 dengan nilai sebesar US $ 1.222,0 juta, maka terdapat kenaikan sebesar 31,6 persen. Gambaran selanjutnya mengenai nilai ekspor beberapa hasil utama perkebunan dapat diikuti melalui Tabel VII.21.
7.4.3. Peternakan Salah satu masalah yang dihadapi di bidang peternakan sebelum Pelita berlangsung adalah rendahnya tingkat populasi ternak dengan perkembangan yang tidak merata. Hal ini antara lain disebabkan karena hampir 60 persen dari seluruh jenis ternak terkonsentrasi di pulau J awa yang justru luasnya hanya sebesar 7 persen dari luas seluruh daratan Indonesia, kecuali untuk jenis ternak babi yang sebagian besar dipelihara secara tradisional di Sumatela Utara, Sulawesi Utara, Bali dan Nusa Tenggara Timur. Oleh karena itu sejak dilaksanakannya pembangunan nasional, kegiatan di bidang peternakan diarahkan kepada peningkatan dan penyebaran populasi ternak, dan sekaligus juga untuk meningkatkan pendapatan para peternak dan memperluas kesempatan berusaha. Sehubungan dengan itu langkah-Iangkah telah dan terus dilakukan terutama dengan penyebaran bibit unggul ke daerah-daerah dalam usaha untuk mengatasi masalah kelahiran dan produktivitas ternak yang rendah, serta peningkatan pemotongan ternak jenis betina. Bibit unggul ternak tersebut disebarkan dari wilayah/propinsi sumber-sumber bibit ternak sapi seperti Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan dan Jawa Timur, ke wilayah/ propinsi lainnya yang potensial. Sedangkan untuk meningkatkan kualitas bibit-bibit sapi lokal, telah dikembangkan usaha pembinaan sumber bibitnya, misainya sapi Bali dikembangkan di pulau Bali, Sumbawa, dan beberapa lokasi di Sulawesi Selatan. Di samping itu juga dilakukan pembinaan terhadap para peternak sapi Ongole di pulau Sumba dengan jalan mendatangkan sapi jenis unggul dari luar negeri, antara lain seperti sapi jenis Brahman. Sedangkan dalam rangka meningkatkan mutu bibit sapi, maka dalarn tahun 19831 1984 te1ah disebar sebanyak 28.129 ekor bibit sapi. Demikian pula untuk bibit ternak kerb au , karnbingldomba dan kuda, dalarn waktu yang sarna te1ah disebar masing-masing sebanyak 6.452 ekor, 12.910 ekor dan 2.633 ekor. Berkaitan dengan usaha Pemerintah di bidang transmigrasi, bidang peternakan telah ditingkatkan peranannya untuk mendukung usaha pengembangan lokasi baru tersebut. Dalarn rangka menunjang program Departemen Keuangan RI
173
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
tersebut, sampai dengan Pelita III telah disebarkan sekitar 4.000 ekor dari berbagai jenis ternak, terutarna sapi dan kerbau, melalui dana transmigrasi. Di samping itu melalui dana bantuan Presiden juga telah diimpor berbagai jenis temak unggul seperti sapi jenis Brahman, Santa, Gertrudis dan Bilmon Red yang selanjutnya disebar ke daerah-daerah. Sedangkan untuk penyebaran bibit ternak jenis lainnya yaitu seperti bibit ayam DOC (day old chick) dari Pusat Pembibitan Cisarua juga terus dilaksanakan dan selanjutnya disalurkan ke seluruh propinsi Indonesia. Upaya lainnya yang telah dilakukan adalah dengan teknik inseminasi buatan (IB), yaitu suatu cara perkawinan pada hewan betina dengan alat berupa split pipet (insemination gun) yang telah diisi dengan semen dari pejantan. IB merupakan sarana untuk mengembangbiakkan ternak dengan cepat, teratur dan murah yang dapat memperkecil kemajiran serta tidak perlu memelihara pejantan, sehingga dengan demikian dapat dicegah adanya penyebaran penyakit dari satu hewan ke hewan lainnya sebagai akibat daripada perkawinan. Teknik IB di Indonesia telah dipergunakan sejak tahun 1970, namun baru dalam tahun 1973 dipergunakan semen beku, serta dalarn tahun 1975 dibangun laboratorium yang dapat memproduksi semen beku tersebut di Lembang dan Bandung. Sehubungan dengan ire dapat dikemukakan bahwa apabila se1arna Pelita II baru disalurkan sebanyak 67.000 dosis semen beku kepada 18 propinsi, maka pada akhir Pelita III telah berhasil disalurkan sebanyak 396.817 dosis semen beku untuk keperluan IB ke seluruh propinsi di Indonesia. Tenaga-tenaga untuk menangani pelaksanaan IB tersebut juga telah ditingkatkan, dan dalam rangka meningkatkan keterampilannya sudah banyak yang dikirim ke luar negeri antara lain ke New Zealand. Sebagai hasilnya, jumlah tenaga khusus untuk IB yang selama Pelita II baru berjumlah 295 orang telah berhasil ditingkatkan menjadi sebanyak 595 orang pada akhir Pelita III. Mengingat bahwa persediaan makanan ternak, baik kualitas maupun kuantitasnya, yang berasal dari hijauan makanan ternak masih dirasakan kurang terutama untuk daerahdaerah di pulau Jawa, maka telah dilaksanakan pembinaan terhadap kegiatan-kegiatan penyediaan makanan ternak. Adapun makanan ternak tersebut dapat dibedakan atas makanan hijauan yang terdiri dari rumput, leguminosa dan lain-lain, serta makanan penguat yang terdiri atas konsentrat. Sejalan dengan program penghijauan, maka kini telah dilakukan penanaman makanan hijauan ternak pada daerah/tanah-tanah kritis dan terlantar. Sedangkan dalam hal makanan temak jenis konsentrat, penyediaannya dilakukan oleh pihak swasta dengan pengawasan mutu oleh Pemerintah. Sementara itu di kebun-kebun bibit pusat di Cisarua dan Cisereuh, yang dilengkapi dengan laboratorium pemeriksaan bibit rumput dan bahan rerumputan. telah berhasil dikembangbiakkan jenis rerumputan atau makanan
Departemen Keuangan RI
174
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
hijauan temak baru serta memperbaiki jenis yang ada untuk disebarkan ke kebun-kebun bibit di berbagai propinsi. Di kebun bibit ditingkat propinsi tersebut, bibit-bibit diperbanyak, diamati daya adaptasi dan daya tumbuhnya untuk kemudian disebarkan ke tiap kabupaten. Selanjutnya dari kebun-kebun bibit tingkat kabupaten dan tingkat kecamatan disalurkan kepada peternak di kecamatan, desa dan kampung sampai ke padang penggembalaan. Dengan demikian akan tercapai upaya dalam mendapatkan rumput alam yang bermutu tinggi di samping usaha budidaya rumput. Walaupun selama sepuluh tahun terakhir ini serangan penyakit pada temak pada umumnya dapat diatasi dan dikendalikan, namun tidak dapat diabaikan adanya beberapa penyakit yang berasal dari virus seperti penyakit tetelo, penyakit mulut dan kuku pada sapi, penyakit jembrana di Bali dan penyakit zoonosa rabies. Di samping itu juga telah dapat ,ditanggulangi penyakit asal bakteri antara lain seperti penyakit ngorok, penyakit antrax, radang paba dan keluron menular (brucellosis), -parasit darah (surra, bebesiosis), dan penyakit kulit menular (scabies). Selama lima tahun pelaksanaan Repelita III telah dilakukan kegiatan pengamanan ternak dengan mengaktitkan fungsi penyidikan, penolakan, pencegahan dan pemberantasan penyakit. Dalam hubungan ini telah selesai dibangun dan berfungsi 5 buah Balai Penyidikan Hewan, 2 di antaranya berada di Denposar dan Ujungpandang yang dibangun alas ban_an FAa (Food Agriculture Organisation) dan TJNDP (United Nation Development Program). Sebuah balai dibangun di Bukittinggi dengan bantuan dari pemerintah j erman Barat, sedangkan 2 buah lagi berada di Medan dan Tanjung Karang yang dibangun alas bantuan dari pemerintah jepang. Di samping itu juga telah dibangun 3 buah Laboratorium Penyidikan Penyakit Hewan jenis A di tingkat pusat, dan laboratorium jenis B di setiap propinsi serta laboratoriumjenis C di setiap kabupaten. Selanjutnya dalam rangka pencegahan penyakit ternak, dewasa ini juga telah direhabilitir beberapa karantina hewan serta vaksinasi massal yang\ditangani secara khusus. Dalam tahun 1983/1984 telah dapat disediakan dan disebarkan vaksin dan obat- obatan darijenis ND Kumarov, Fowl Pox F, SE, Anthrax, Brucella dan Rabies, masing-masing sebanyak 50.000 ribu dosis, 13.500 ribu dosis, 4.000 ribu dosis, 1.550 ribu dosis, 20 ribu dosis dan 522 ribu dosis. Guna menanggulangi wahab yang tidak dapat diduga baik mengenai kejadian maupun waktunya, maka Pemerintah telah mempersiapkan baik alat-alat ataupun tenaganya. Sehubungan dengan itu, penyediaan tenaga penyuluh, kader peternak, petugas laboratorium diagnostik dan tenaga vaksinator terus ditingkatkan. Apabila dalam tahun 1982/1983 jumlah tenaga penyuluh petemakan spesialis (PPS) dan tenaga penyuluh peternakan lapangan/demonstrator masing-masing baru berjumlah 368 orang dan 936 orang, dalam tahun
Departemen Keuangan RI
175
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
1983/1984 telah meningkat masing-masing menjadi 428 orang dan 1.407 orang. Selanjutnya jumlah petugas laboratorium diagnostik dan petugas vaksinator yang dalam tahun 1982/1983 masing-masing baru sebanyak 312 orang dan 1.130 orang, dalam tahun 1983/1984 juga telah meningkat masing-masing menjadi 313 orang dan 5.436 orang.
Tabel VII. 22 POPULASI TERNAK, 1969 - 1984 ( dalam ribu ekor) Tahun Sapi 1969 6.447 1970 6.130 1971 6.245 1972 6.286 1973 6.637 1974 6.380 1975 6.242 1976 6.237 1977 6.217 1978 6.330 1979 6.362 1980 6.440 1981 6.516 1982 6.594 1983 1) 6.660 19841) 6.751 1) Angka sementara
Tahun 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 19832)
Sapi perahan 52 59 66 68 78 86 90 87 91 93 94 103 113 140 162 169
Kerbau 2.976 2.976 2.976 2.822 2.489 2.415 2.432 2.284 2.292 2.312 2.432 2.457 2.488 2.513 2.538 2.533
Kambing 7.544 6.336 6.943 7.189 6.793 6.517 6.315 6.906 7.232 8.051 7.659 7.691 7.790 7.891 8.049 8.098
Domba 2.998 3.362 3.146 2.996 3.457 3.403 3.374 3.603 3.804 3.611 4.071 4.124 4.177 4.231 4.316 4.343
Babi 2.878 3.169 3.382 3.350 2.768 2.906 2.707 2.947 2.979 2.902 3.183 3.155 3.364 3.587 3.677 4.079
Kuda 642 692 665 693 645 600 627 631 659 615 596 616 637 658 665 704
Tabel VII. 24 VOLUME EKSPOR TERNAK DAN HASIL-HASILNYA, 1969 -1983 ( dalam ribu ekor untuk temak, dalam ribu ton untuk kulit dan tulang ) Ternak Kulit Sapi Kerbau S api Kerbau Kambing Domba 38,2 18,7 3,4 0,6 1,8 1 59,4 29,1 2,8 0,7 1,5 0,6 50,6 22,4 2,4 0,5 1,3 0,7 54,2 28 3,3 0,6 1,4 0,8 51,1 11,5 2,6 0,5 1.1 0,7 45 13,2 1,5 0,4 0,8 0,9 31,9 4,2 0,4 0,1 1,5 0,9 24,5 2,1 1,4 0,1 2,3 0,8 9 0,2 1,1 0,2 2,1 0,9 0,4 0 1,4 0,1 2,3 1 0 0 2,1 0,1 2,6 0,9 0 0 0,4 193 1) 2,3 0,5 0 0 0,6 28 1) 3,6 0,7 0 0 0,7 187 1) 3 0,9 0 0 1,2 97 1) 3,4 0,8
Ayam 62.476 63.438 75.640 82.627 84.380 93.100 98.475 102.382 107.493 114.987 121.357 184.556 197.132 211.302 232.687
Itik 7.269 7.370 10.416 12.404 11.124 13.620 14.125 15.182 16.032 17.541 18.089 21.078 22.426 23.861 25.436 27.014
Tulang 10,6 8,1 8,1 9,5 5,6 9,2 7,2 9,4 8 7,9 9,2 5,2 4,4 2,5
1) Angka dalam ton 2) Angka sementara
Departemen Keuangan RI
176
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986 Tabel VII.25 NILAI EKSPOR TERNAKDAN HASIL-HASILNYA, 1969 -1983 (dalam US $ ribu) T ernak Sapi Kerbau Tahun 1969 596 251 1970 1.391,00 698,3 1971 1.262,50 485,8 1972 2.315,10 1.226,80 1973 3.636,20 813,6 1974 7.471,30 1.658,30 1975 5.824,90 712,9 1976 3.949,30 299,1 1977 1.582,90 26 1978 70,3 0 1979 0 0 1980 0 0 1981 0 0 1982 0 0 19831) 0 0 1) Angka sementara
Sapi 1.134,40 1.560,60 1.691,20 3.193,00 3.341,70 1.790,30 425,9 1.922,20 1.672,90 2.516,80 5.368,40 990,4 1.800,00 2.246,30 3.662,80
Kulit Kerbau Kambing 170,3 1.985,60 385,5 2.412,50 237,1 2.243,70 398 3.196,90 398,1 4.704,00 395,1 3.010,30 109,2 5.433,90 147 11.421,30 157,4 9.926,70 139 11.810,20 299,7 24.843,30 69 18.026,50 30 14.974,50 154,6 14.694,70 83,2 13.007,10
Domba 693,6 652 1.046,70 1.401,20 2.308,40 2.248,30 3.087,40 4.423,00 6.083,80 7.677,80 10.843,90 6.822,60 7.792,80 7.966,10 7.245,30
Tulang 52,5 172,5 255,6 169 105,8 195,9 164,5 590,5 393,9 524,1 626,6 615,3 535,2 124,6 0
JumJah 4.883,40 7.272,40 7.222,60 11.900,00 15.307,80 16.769,50 15.758,70 22.752,40 19.843,60 22.738,20 41.981,90 26.523,80 25.132,50 25.186,30 23.998,40
Berbagai cara telah dilaksanakan untuk meningkatkan populasi ternak. Hasil-hasil yang dicapai di bidang peningkatan populasi ternak sampai dengan tahun pertama Repelita IV dapat diikuti melalui Tabel VII.22. Dari tabel tersebut terlihat bahwa apabila dibandingkan dengan tahun 1982, maka populasi ternak jenis sapi, sapi perahan dan kambing dalam tahun 1983 telah menunjukkan kenaikan dari masing-masing sebanyak 6.594 ribu ekor, 140 ribu ekor dan 7.891 ribu ekor dalam tahun 1982, menjadi 6.660 ribu ekor, 162 ribu ekor dan 8.049 ribu ekor dalam tahun 1983. Disusul kemudian kenaikan populasi ternak domba, babi dan kuda, yaitu dari masing-masing sebanyak 4.231 ribu ekor, 3.587 ribu ekor dan 658 ribu ekor dalam tahun 1982, meningkatkan menjadi 4.316 ribu ekor, 3.677 ribu ekor dan 665 ribu ekor dalam tahun 1983. Demikian juga populasi ternak Ryall dan itik menunjukkan kenaikan masingmasing sebesar 7,2 persen dan 6,6 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sejalan dengan meningkatnya hasil-hasil yang dicapai di bidang pengembangan populasi ternak, maka produksi daging, telur dan susu juga menunjukkan peningkatan yang cukup mantap. Dalam tahun 1983, ketiga jenis produk tersebut masing-masing telah mencapai sebanyak 671,0 ribu ton, 316,0 ribu ton dan 142,9 juta liter (Tabel VII.23). Apabila dibandingkan dengan produksi tahun 1982 yang masing-masing baru berjumlah 628,6 ribu ton, 297,0 ribu ton dan 117,6 juta liter, maka produksi daging telah meningkat sebesar 6,7 persen, produksi telur 6,4 persen dan produksi susu 21,5 persen. Sementara itu sebagaimana terlihat dalam Tabel VII.24 dan Tabel VII.25, volume dan nilai ekspor ternak dan hasil-hasilnya tidak lagi mengalami kenaikan bahkan kegiatan ekspor
Departemen Keuangan RI
177
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
ternak sapi dan kerbau telah dihentikan sejak tahun 1979, meskipun jumlah populasi ternak secara keseluruhan meningkat setiap tahunnya. Dengan demikian dalam tahun 1983 sebagian besar ekspor hasil ternak adalah berupa kulit sapi, kerbau, kambing dan domba dengan nilai ekspor sebesar US $ 23,9 juta. Apabila dibandingkan dengan nilai ekspor tahun 1982 yang berjumlah US $ 25,1 juta, maka nilai ekspor hasil ternak turun sebesar 4,4 persen. Penurunan tersebut disebabkan karena meningkatnya permintaan daging dan protein hewani, serta kulit dan tulang di dalam negeri sebagai akibat dari berkembangnya sektor industri.
7.4.4. Perikanan Indonesia dikenal sebagai suatu negara maritim yang terdiri dari pulau-pulau dengan perairan yang me1iputi tiga perempat bagian dari se1uruh wilayah negara. Dengan letak geografis yang ada sella ditunjang oleh iklim tropis sepanjang tahun, keadaan tersebut sangat menguntungkan produktivitas dan pengembangan budidaya ikan di Indonesia. Namun mengingat bahwa penangkapan ikan memerlukan tatacara yang benar agar pelaksanaannya dapat produktif dan efisien, maka selama Pelita III telah ditempuh usaha-usaha intensifikasi penangkapan sekaligus pengembangbiakan daTi berbagai jenis ikan dan udang di samping juga dilakukan usaha pengembangan perikanan darat. Titik berat pembangunan di bidang perikanan dalam Repelita IV ditujukan pada pembinaan dan pengembangan perikanan rakyat. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan para nelayan, memperluas kesempatan berusaha, mempertinggi produksi, meningkatkan mutu gizi pangan dan sekaligus untuk meningkatkan ekspor. Sementara itu hasil-hasil yang telah dicapai di bidang perikanan dalam tahun 1983 antara lain tercermin pada produksi ikan yang telah mencapai 2.120 ribu ton, atau 6,1 persen lebih tinggi dibandingkan dengan produksi tahun sebelumnya yakni sebanyak 1.998 ribu ton. Hasil produksi ikan dalam tahun 1983 tersebut sebagian besar merupakan produksi ikan lalit, yaitu sebanyak 1.600 ribu ton atau 75,5 persen dari hasil keseluruhan, sedangkan sisanya sebanyak 520 ribu ton adalah ikan darat. Produksi ikan sampai dengan tahun 1983 telah meningkat menjadi sekitar 2.120 ribu ton atau sebesar 6,7 persen lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 1982. Kenaikan produksi ikan tersebut selain disebabkan peningkatan produksi ikan taut sebesar 7,3 persen, juga karena meningkatnya produksi ikan darat sebesar 2,6 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dapat diketengahkan bahwa besarnya peningkatan produksi ikan taut tersebut terutama karena bertambahnya kapal-kapal perikanan bermotor dan meningkatnya penggunaan alat-alat penangkap ikan moderen seperti jaring jenis gill net, purseseine, pole and line, dan long line. Di lain pihak, penggunaan perahu tanpa motor dan alatDepartemen Keuangan RI
178
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
alat penangkap ikan tradisional te1ah menurun yang menunjukkan te1ah terjadinya pergeseran dan pergantian dari alat-alat penangkapan tradisional ke alat-alat penangkapan yang lebih produktif. Sementara itu walaupun pertumbuhan produksi ikan darat tidak secepat produksi ikan laut, namun produksi ikan darat juga menunjukkan jumlah yang terus meningkat, terutama yang terdiri dari hasil tambak, kolam dan sawah. Dalam tahun 1983, produksi budidaya perikanan darat mengalami kenaikan sebesar 5,4 persen dibandingkan dengan tahun sebe1umnya, yaitu dari 241 ribu ton dalam tahun 1982 menjadi 254 ribu ton dalam tahun 1983. Sampai dengan bulan September tahun 1984, produksinya te1ah meningkat lagi sehingga mencapai 279 ribu ton, atau suatu kenaikan sebesar 9,8 persen bila dibandingkan dengan tahun sebe1umnya. Meningkatnya produksi budidaya perikanan darat tersebut terutama disebabkan intensifikasi budidaya tambak di samping adanya perluasan arealnya. Apabila luas areal budidaya tambak dalam tahun 1982 baru mencapai 400,5 ribu hektar, maka dalam tahun 1983 telah mencapai 405,6 ribu hektar atau suatu kenaikan 1,3 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Meningkatnya penggunaan perahu/kapal motor serta alat-alat penangkap ikan moderen terlihat dari jumlah perahu/kapal motor yang dalam tahun 1982 baru sebanyak 85.083 buah, dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi 94.300 buah, yang berarti peningkatan sebesar 10,8 persen. Sebaliknya dalam periode yang sarna jumlah perahu tanpa motor telah menurun dari 215.466 buah dalam tahun 1982 menjadi 212.400 buah dalam tahun 1983, atau suatu penurunan sebesar 1,4 persen. Selanjutnya guna menunjang dan mempercepat pertumbuhan produksi perikanan lalit, terutama perikanan rakyat, maka sejak Pelita III telah dilaksanakan rehabilitasi dan pembangunan pangkalan pendarat ikan (PPI) serta pelabuhan perikanan (PP). PPI dan PP tersebut dilengkapi dengan tempat pelelangan, pabrik es, gudang pendingin dan lain-lain fasilitas yang diperlukan untuk mengembangkan produksi, pemasaran dan pengolahan hasilhasil perikanan. Dalam hubungan ini, sampai dengan tahun 1983/1984 telah dibangun 149 buah PPI yang tersebar di 25 propinsi kecuali untuk DI Yogyakarta dan Timor Timur. Di samping itu juga telah dibangun 24 buah PP, yang terdiri alas 21 buah PP pantai, 2 buah PP nusantara dan sebuah PP samudera. Sedangkan untuk mendukung pengembangan budiclara tambak dan perikanan darat lainnya, telah dibangun saluran tambak di Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan yang keseluruhannya mencapai sepanjang 590 km. Tersedianya benih dan induk ikan dalam jumlah dan mutu yang memadai sangat Departemen Keuangan RI
179
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
menentukan berhasilnya usaha perikanan budidaya. Untuk mengatasi hal tersebut, selain mengandalkan benih dari sumber alam, ditingkatkan pula peranan yang lebih aktif dari balai benih ikan (BBl). Sampai dengan tahun 1983/1984 telah direhabilitasi dan dibangun BBI sebanyak 43 unit. Dalam waktu yang sarna telah dibangun sebanyak 3 unit balai benih udang (BBU) dan 3 unit balai benih udang galah (BBUG). Pemasaran ikan, baik di dalam negeri maupun ke luar negeri, sampai dengan tahun 1983 telah menunjukkan peningkatan yang mantap. Dilihat dari segi konsumsinya, rata-rata konsumsi ikan segar per kapita per tahun dalam negeri dari tahun 1978 sampai dengan tahun 1983 terus menunjukkan peningkatan. Apabila dalam tahun 1978 konsumsi ikan baru mencapai 11,4 kg per kapita, maka dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi 13,1 kg per kapita, atau mengalami kenaikan rata-rata 2,8 persen per tahun. Dalam waktu yang sama, ekspor hasil-hasil perikanan juga menunjukkan perkembangan yang sangat menggembirakan.
Udang 1) Volume Nilai Tahun 1969 5.637 878 1970 7.333 4.278 1971 15.319 14.697 1972 23.411 29.809 1973 28.787 57.562 1974 32.721 84.571 1975 25.121 78.431 1976 31.463 116.991 1977 31.627 140.233 1978 32.620 161.955 1979 34.943 200.483 1980 31.934 180.904 1981 24.971 162.827 1982 2) 25.575 181.640 19833) 26.170 194.450 I) Segar dan awetan 2) Angka diperbaiki 3) Angka sementara
Tabel VII.28 VOLUME DAN NILAI EKSPOR HASIL-HASIL PERIKANAN, 1969 - 1983 (Volume dalam ton, nilai dalam US $ ribu) Ikan segar Katak Ikan hias Lain-lain Volume Nilai Volume Nilai Volume Nilai Volume Nilai 2.332 326 28 9 42 20 13.387 1.111 1.247 169 652 286 104 38 12.724 2.188 4.118 892 568 384 103 29 10.648 2.992 3.865 471 867 749 190 37 12.823 3.875 5.868 678 2.867 3.774 286 56 14.370 6.115 7.106 1.145 1.182 1.258 305 54 13.639 5.316 4.693 1.505 1.553 2.768 321 92 9.050 5.395 7.041 2.378 3.160 3.924 350 61 12.375 8.026 11.049 5.154 1.980 5.355 358 65 12.496 12.211 13.907 7.851 2.325 6.236 359 96 14.274 17.286 16.810 10.334 2.657 7.184 399 114 13.655 18.712 31.308 19.373 1.612 4.754 473 136 13.378 21.187 29.540 21.163 2.778 9.431 364 114 1 i .625 31.852 45.114 29.838 1.517 3.585 217 98 17.195 34.255 33.910 19.820 3.300 8.750 200 170 24.720 32.410
Jumlah Volume Nilai 21.426 2.444 22.060 6.959 30.756 18.994 41.156 34.941 52.178 68.185 54.953 92.344 40.738 88.191 54.389 131.380 57.510 163.018 63.486 193.424 68.464 236.827 7S.705 226.354 75.178 225.387 89.618 249.416 88.300 255.600
Ekspor ikan selama Pelita III, baik volume maupun nilainya telah mengalami kenaikan, yakni masing-masing dengan rata-rata sebesar 6,8 persen dan 5,7 persen per tahun. Selanjutnya untuk tahun 1983, sebagaimana terlihat pada Tabel VII.28, pemasaran hasil ikan ke luar negeri telah mencapai 83.550 ton dengan nilai sebesar US $ 247.420 ribu. Apabila dibandingkan dengan tahun 1982 dengan volume ekspor sebesar 61.805 ton senilai US $ 244.959 ribu, maka berarti volume dan nilai ekspornya telah meningkat masing-masing sebesar 35,2 persen dan 1,0 persen. Volume dan nilai ekspor hasil ikan dalam tahun 1983 tersebut belum termasuk ekspor uhliruhlir yang berjumlah 4.750 ton senilai US $ 8.180 ribu. Ekspor hasil-hasil perikanan dalam tahun 1983 sebagian besar adalah berupa udang segar dan awetan, yang mencapai 29,6 persen dari seluruh volume, dan 76,1 persen dari seluruh nilai ekspor hasil perikanan. Pada urutan
Departemen Keuangan RI
180
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
kedua adalah ekspor ikan segar yang mencapai 38,4 persen dari volume atau 7,7 persen dari seluruh nilai ekspor hasil perikanan. Sedangkan negara-negara tujuan utama ekspor hasil perikanan adalah ]epang, Singapura, Hongkong, Negeri Belanda, Amerika Serikat, Belgia dan Luxemburg.
7.4.5. Pangan dan gizi Pembangunan di bidang pangan dan gizi sampai dengan akhir Pelita III dititikberatkan pada peningkatan penyediaan pangan secara merata, di samping tercukupinya kebutuhan gizi yang sesuai dengan daya beli masyarakat banyak. Di samping itu, maka juga ditujukan untuk meningkatkan gizi masyarakat melalui penganekaragaman pola konsumsi pangan masyarakat, sehingga konsumsi bahan pangan bukan beras terus meningkat. Dalam menunjang usaha tersebut, Pemerintah melakukan kebijaksanaan barga, peningkatan jumlah sarana penyangga, melancarkan penyaluran bahan pangan, serta pembangunan gudanggudang pangan di seluruh pelosok tanah air. Sehubungan dengan kegiatan tersebut, telah dilakukan peningkatan produksi, memperbaiki sarana distribusi dan pemasaran, memantapkan harga serta memperbaiki pengolahan dan penyimpanan hasil produksi pangan. Sejalan dengan kebijaksanaan yang berorientasi pada harga, Pemerintah mengusahakan terwujudnya harga pangan yang stabil pada tingkat yang wajar, baik bagi kepentingan produsen maupun konsumen. Untuk itu secara berkala Pemerintah telah menetapkan harga dasar yang diterima oleh petani produsen dan harga batas tertinggi yang dibayar oleh konsumen. Penentuan harga yang wajar bagi produsen terutama ditujukan untuk memberikan dorongan kepada petani produsen meningkatkan hasil produksinya. Sedangkan penetapan harga batas tertinggi yang dibayar oleh konsumen dimaksudkan agar harga pangan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak, sehingga usaha perbaikan dan peningkatan gizi masyarakat dapat tercapai. Penetapan harga dasar dan harga batas tertinggi tersebut tidak hanya berlaku terhadap bahan pangan pokok beras saja, melainkan juga untuk beberapa jenis palawija, antara lain jagung, kedelai, dan kacang hiiau. Sedangkan khusus harga dasar kacang tanah sejak tahun 1982/1983 telah dihapuskan karena harga kacang tanah di posaran sudah tinggi sehingga tidak perlu lagi ditetapkan harga dasarnya. Sehubungan dengan harga dasar gabah/beras dapat dikemukakan bahwa pada awal Pe1ita III harga dasar gabah kering giling di tingkat BUUD/KUD adalah sebesar Rp 85,- per kilogram. Agar petani produsen padi lebih bergairah dalam meningkatkan produksinya, maka harga dasar gabah/beras tersebut te1ah ditingkatkan sehingga sampai dengan akhir tahun Pe1ita III mencapai sebesar Rp 145,- per kilogram. Mulai awal Pebruari Departemen Keuangan RI
181
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
1984 harga dasar gabah/beras telah ditingkatkan lagi menjadi Rp 165,- per kilogram (Tabel VII.29). Demikian pula untuk tahun 1985, terhitung mulai tanggal1 Pebruari 1985 te1ah diputuskan untuk menaikkan lagi harga dasar gabahlberas giling di tingkat BUUD/KUD menjadi Rp 175,- per kilogram. Untuk menjamin agar para petani produsen benar-benar dapat menerima harga penjualan hasil produksinya sesuai dengan harga dasar yang telah ditetapkan, maka pembelian gabah dan hasil palawija dari petani dilaksanakan terutama melalui koperasi unit desa (KUD). Untuk lebih meningkatkan keterkaitan kebijaksanaan pangan dengan koperasi baik di bidang pengadaan maupun penyalurannya, maka sejak tanggal 1 Juni 1983 kepada koperasi diberikan kredit dengan suku bunga rendah, yakni sebesar 12 persen per tahun., dan diikutsertakan dalam penyediaan sarana lepas panen: Di samping itu untuk memperkuat daya saing dan membantu pemupukan modal bagi KUD, maka dalam pengadaan gabah/beras te1ah diberikan pula margin tataniaga yang lebih besar dari yang diberikan kepada pihak swasta non KUD. Sebagai perbandingan dapat dikemukakan bahwa pengadaan gabahlberas yang berasal dari kUD dalam tahun 1983/1984, te1ah mencapai sebanyak 1.037,6 ribu ton alan sebesar 89 persen dari se1uruh pengadaan gabahlberas dalam negeri, sedangkan sisanya sebanyak 137,0 ribu ton atau sebesar 11 persen berasal dari non KUD. Selain mendorong perkembangan KUD, Pemerintah juga terus memperbaiki sarana distribusi dan pemasaran serta pengolahan dan penyimpanan hasil pertanian pangan. Hal ini antara lain terlihat dari pembangunan gudang-gudang pangan Pemerintah di se1uruh pe1osok tanah air. Sampai dengan bulan Juli 1984, jumlah gudang Pemerintah yang te1ah selesai dibangun dan dapat berfungsi mencapai 1.118 buah dengan kapasitas tampung se1uruhnya sebesar 2.467,2 ribu ton. Jumlah gudang tersebut terdiri atas gudang Bulog baru sebanyak 599 buah dengan kapositas tampung sebanyak 1.901,8 ribu ton, gudang semi permanen sebanyak 430 buah dengan kapositas tampung sebanyak 397,0 ribu ton, dan gudang Bulog lama sebanyak 89 buah dengan kapositas tampung sebanyak 168,4 ribu ton. Dengan tersedianya gudanggudang penyimpanan tersebut diharapkan pengadaan pangan untuk sarana penyangga dapat berjalan lancar. Dalam tahun 1983/1984 pembelian beras (berupa gabah setara beras) yang berasal dari dalam negeri adalah sebanyak 1.210,8 ribu ton, sedangkan dalam tahun 1984 sampai dengan bulan Agustus jumlah terse but telah meningkat menjadi sekitar 2.250,0 ribu ton, atau 85,8 persen lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 1983/1984. Agar persediaan beras berada dalam jumlah yang cukup, maka dalam tahun 1983/1984 telah dilakukan impor beras sebanyak 1.109,6 ribu ton. Dari jumlah impor beras dalam tahun 1983/1984 tersebut, sebanyak 81,5 persen dilakukan melalui impor komersial, sedangkan
Departemen Keuangan RI
182
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
sisanya dalam rangka bantuan pangallo Pengadaan beras dalam negeri dan impor dapat diikuti melalui Tabel VII.30. Dengan adanya beras dalam jumlah yang cukup, maka perkembangan harga beras di posaran umum dapat dikendalikan dalam batas-batas yang wajar. Pengendalian harga tersebut antara lain dilakukan melalui penyaluran beras ke seluruh pelosok tanah air, baik untuk memenuhi kebutuhan pegawai dan karyawan tertentu maupun untuk umum melalui operasi posar. Secara keseluruhan, beras yang disalurkan dalam tahun 1983/1984 adalah 1.866 ribu ton atau 36,6 persen lebih rendah dibandingkan dengan penyaluran beras dalam tahun sebelumnya yang mencapai jumlah 2.944 ribu ton. Gambaran dari perkembangan harga beras di beberapa kola besar dari tahun 1974/1975 sampai dengan tahun 1983/1984 dapat diikuti melalui Tabel VII.31.
Tabel VII. 29 HARGA DASAR PADI DAN GABAH, 1974/1975 - 1985/1986 ( dalam rupiah per kilogram )
Tahun
Padai kering Lumbung di desa
Padi kering giling di desa
Gabah kering lumbung di desa
Gabah kering giling di desa
Gabah kering giling di BUUD/KUD
1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979 1979/1980
30,00 42,00 50,00 51,00 54,00
31,30 44,50 52,50 54,00 57,00
38,50 54,50 64,00 66,50 70,50
40,60 57,50 67,50 70,00 74,00
42,30 58,50 68,50 71,00 75,00 85,00 95,00 105,00 120,00 135,00 145,00 165,00 1) 175,00 2)
1980/1981 1981/1982 1982/1983 1983/1984 1984/1985 1985/1986 I) BerIaku mulai I Pebruari 1984 s/d 31 Januari 1985 2) BerIaku mulai 1 Pebruari 1985
Departemen Keuangan RI
183
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986 Tabel VII.31 HARGA BERAS KUALITAS MENENGAH DI BEBERAPA KOTA BESAR, 1974/1975 - 1983/1984 ( dalam rupiah per kilogram)
Kota
Tahun 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979 JAKARTA 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 1983/1984 1974{1975 1975{1976 1976{1977 1977{1978 1978{1979 BANDUNG 1979{1980 1980{1981 1981{1982 1982{1983 1983{1984 1974{1975 1975{1976 1976{1977 1977{1978 1978{1979 1979{1980 SEMARANG 1980{1981 1981{1982 1982{1983 1983{19H 1) Angka sementara
April 84,63 96,52 119,22 125,41 128,9 151),36 128,17 215,88 230,36 259,04 80,46 86,69 109,25 118,03 122,15 140,21 172,98 200 210,38 230,1 75,06 85,69 111,97 111,72 120,3 153,61 175,43 195,52 207,46 243,41
Mei 77,94 91,87 111,28 125,66 128,55 159,99 185,34 213,88 230,36 285,87 77,99 80,22 109,08 124 124,6 153,46 177,71 198,75 207,62 223,04 74,78 86,59 111,63 118,5 123,91 159,25 179,91 194,17 196,22 234,54
Juni 76,59 91,98 115,14 125,93 128,35 178,64 184,46 213,28 230,36 285,87 75,32 85,3 117,8 126,34 124,42 171,7 179,77 202,87 206,48 220,83 75,08 92,31 119,34 120,0(1 125,1:3 171,06 180,9'! 193,68 99,OO 235,33
Juli 76,88 96,52 11 7,80 126,32 129,72 185,78 184,14 213,28 230,36 285,87 75,4 93,98 123,57 127,02 129,48 180,53 186,68 202,04 211,96 232,81 77,32 97,67 120 120 127,53 172,7 180,34 194,85 206,04 295,6
Bulan Agustus September Oktober Nopember 76,74 76,76 75,88 82,12 101,34 108,83 110,25 120,07 121,19 121,91 121,49 121,85 125,24 125 125,74 132,69 129,15 128,36 135,55 140,29 185,1 183,6 187,43 187,55 183,82 186,6 208,22 212,03 213,56 213,56 215,5 225 230,36 232,99 233,42 242,53 286,45 288,39 ,288,39 292,01 76,75 75,37 75 79,77 95,79 102,72 107,31 127,68 124,56 125,18 125 125 126,82 125 127,11 132,64 133,88 127,72 136,53 141,84 179,33 175 179,33 180 180,01 181,39 203,02 221,03 209,13 202,37 224,56 228,76 212,13 236,53 252 263,65 285,03 313,53 318,17 317,08 75,05 76,51 77,97 84,75 101,39 111,86 119,45 120,07 128,53 128,43 124,12 124 126,48 128,02 129,5 132,48 129,48 132,25 138,9 140,91 174,27 178,72 180,51 183,3 179,95 185,56 208,46 216,59 196,81 201,64 224,18 231,7 211,93 241,63 256,96 259,86 254,42 286,86 285,32 299,78
Desember Januari Pebruari 90,/6 93,1 95,58 126,87 126,87 125,21 123,31 126,13 125,93 133,54 134,91 135,01 140,32 140,56 144,58 187,27 140,56 188,28 213,41 213,94 214,74 224,43 228,28 234,36 253,62 270,69 268,6 300,16 321,35 322,19 88,42 87,22 90,46 127,68 125,18 124,33 125 125 125 134,11 134,79 132,5 141,6 140,79 146,41 180 182,26 180,66 221,03 216,42 215,37 231,17 230,83 228,15 260 261 255,83 325,98 313,77 334,22 88,27 90,55 85,15 122,18 125,71 124,61 124 124,79 123,7 132,14 131,01 130,92 139,88 139,69 144,58 186,91 189,85 184,63 217,78 218,49 215,71 236,56 243,94 244,16 264,96 275 271,29 301,66 324,04 313,05
Maret 99,53 120,35 126,02 137,08 152,1 184,02 215,42 232,5 261,73 318,81 93,99 120,03 124,42 131,79 146,92 180,66 203,73 221,19 243,7 310,47 90 123,09 116,63 124,69 148,93 175,82 199,52 225,59 267,29 283,79
Pebruari 79,64 120,58 123,66 125 146,41 172,5 226,67 233,53 289,62 334,9 90,37 125,96 125,86 128,56 144,63 186,2 212,84 229,34 280,98 290,36 107,55 199,88 130,42 134,41 156,33 189,64 218,15 250,63 280 303,4
Maret 80,69 117,2 114,6 125 145 172,5 199,04 209,19 274,92 319,9 88,65 117,81 121,13 130.00 148,22 181,77 206,51 207,71 273,1 283,98 104,25 116,75 127,28 133 150 185,31 216,58 234,51 280 300
Tabel VII.31 ( lanjutan) Kota
Tahun 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 YOGYAK 1978/1979 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 1983/1984 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 SURABAY 1978/1979 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 1983/1984 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 MEDAN 1978/1979 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982'/1983 1983/1984 1) Angka sementara
April 66,09 73,37 107,36 113,98 120 145 172,57 190,38 183,31 245,96 69 83,65 109,18 114,72 122,52 145,61 180 194,76 200,28 257,07 101,55 141,03 118,2 135,16 128,26 150 185 213,02 232,69 288,4
Departemen Keuangan RI
Mei 66,8 77,12 108,16 114,36 120,12 157,31 176,37 195,6 189,48 241,88 71,46 81,85 109,18 118,75 121,43 156,24 184,23 195,8 201,57 252,36 97,88 115,71 126,58 138,76 130,73 162,5 197,1 212,8 234,32 297,83
Juni 66,92 84,81 115,3 115,15 121,92 178,97 178,81 200 191,46 239,88 72,35 86,9 111,71 122,71 128,25 164,56 185 195,23 208,96 252,11 97,76 114,54 128,25 135 134,27 169,08 198,81 212,8 234,62 302,31
Juli 69,18 91,16 117,8 119,06 125,4 167,5 180 199,4 197,6 247,15 74,32 90,19 112,05 125,84 133,3 167,6 179,83 198,13 209,99 255,29 93,6 116,83 130 137,72 146,1 183 198,81 211,87 225 304,59
Bulan Agustus September Oktober 68,37 67,65 68,64 96,02 103,44 107,48 124,15 125 122,78 125,59 127,42 125 124,61 127,08 133,46 167,5 167,5 169,1 178,3 181,31 212,96 197,41 200,38 217,78 202,29 247,15 217,06 257,94 283,53 296,21 74,03 74,58 73,73 96,48 109,17 109,99 122,12 125,25 126,55 128,42 131,2 132,59 134,81 136,78 139,57 165,96 165,26 169,2 178 182,15 204,11 199,46 199,19 205,2 211,12 247,06 253,91 262,46 268,52 274,28 90,6 85,18 85,6 125,4 128,71 133,84 125,9 125 129,19 139,12 139,23 140,18 144,65 144,66 145,15 181,25 184,6 185,15 205,41 202,69 206,31 210 208,98 211,38 222,6 220 226,1 315 363,85 338,2
Nopember Dcsember Januari 77,74 85,65 84,48 120,15 123,19 123,68 122,5 123,64 125,OG 125 125 125 135 133,95 134,52 172,4 172,5 172,5 226 227,5 229,9 225,59 233,19 245,28 279,96 281,83 291,25 297,13 304,68 312,76 85,58 89,19 90,62 112,9 124,88 126,28 128,43 128,9 127,97 136,59 132,53 128,78 142,46 139,39 141,41 172,87 178,67 184,66 212,1 212,9 212,68 212,72 221,48 230,72 257,5 283,23 292,36 277,5 279,42 320,5 102,17 108,07 110,17 132,87 133,47 129,66 137,77 135,2 133,12 144,42 144,5 143,94 154,54 161,17 162,9 189,32 190,6 190 223,64 225 222,53 231,57 245,5 252,54 235,16 269,35 280 315 315 310,77
184
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Kota
PALEMBANG
BANJARMASIN
UJUNG
Tahun 1974{1975 19750976 1976{1977 1977{1978 1978{1979 1979{1980 1980{1981 1981{1982 1982{1983 1983{1984 1974{1975 1975{1977 1976{1977 1977{1978 1978{1979 1970{1980 1980{1981 1981{1982 1982{1983 1983{1984 1974{1975 1975{1976 1976{1977 1977{1978 1978{1979 1979{1980 1980{1981 1981{1982 1982{1983 1983{1984
April 116,56 119,29 130,2 142,34 151,6 164,96 186 216,27 238,77 297,02 106,25 88,58 131,47 132,25 132 155 201,98 209,83 242,91 308,52 78,76 99,8 120,4 115 126 140 185 200 255 273,6
Mei 112,1 118,79 132,28 142,34 151,83 173.,10 198,08 217,25 239,1 297 106,25 87,82 131,25 133,2 132,45 158,55 214,37 211,27 242,91 312,31 75 92,12 120 115 127,21 145,38 185 200 225 273,69
Juni 115,92 11 7 ,99 132,86 142,13 152,43 180,01 197,71 228 239,1 297 106,25 94,42 130,39 133,75 131,69 168,12 206,26 216,48 242,91 312,31 75 88,6 115 113,46 125 148,6 180,62 191,54 225 270
Tabel VII. 31 ( lanjutan) Bu1an Oktober Nopember Desember Januari Pebruari Agustus September 112,01 109,69 102,95 90,79 101,32 106,95 113,78 111,26 105,23 105,23 107,5 122,38 129,13 130,16 137,85 139,66 133,62 139,1 139,04: 142,44 142,73 142,23 142,33 142,26 146,47 147,23 146,36 152,65 147,86 141,91 145,06 151,04 152,94 155,12 164,11 189,26 186,36 181,68 183,19 183,04 183,41 185,09 195 196,15 200 207,2 219,61 215 215 231,66 230,83 229,99 229,99 227,09 226,61 226,61 239,1 247,2 265,67 265,67 273,31 293,12 297,24 297,08 299,12 335 334,42 303,52 298,32 337,69 90,33 77,61 75 79,44 101,41 97,87 95,73 . 89,92 83,06 85,05 100,88 106,13 121,67 128,2 110,28 112,91 121,95 120,58 125,53 124,7 125,32 126,58 118,75 121,92 130,2 130 131,25 131,25 134,05 127,08 126,68 131,25 147,76 157,33 170,46 175,13 179,72 178,46 185,87 184,1 182,5 186,6 205,95 205,64 205,51 205,51 206,64 206,74 208,68 221,31 221,31 221,31 221,31 232,79 239,46 242,43 242,91 242,91 246,98 250,66 256,66 266,41 260,65 312,31 312,31 316,79 318,55 323,22 356,92 332,11 94,06 92,5 89,4 89,03 100 95,8 97,29 90 97,4 96,5 96 107,5 112,08 115 120 120 120 120,19 122,5 125 125 110 110 110,96 11 7 ,60 126,75 125 127,07 125 121,45 120 123,8 125 130,77 142,39 160,83 165 165 174,2 181 185 185 180 180 182,03 185 190,77 200 206,25 200 200 202 206,4 220,19 230 226,04 225 229 234,2 247,69 275,2 275,5 277,29 270 270 274,4 275 285,58 298,65 299,6
Juli 112,83 115,58 134,53 142,1 152,46 187,69 195 231,66 239,1 297 106,25 103,39 121,21 133,2 133,77 173,17 205,95 220,47 242,91 312,31 89,44 90 120 109 125 156,54 180 194,07 225 270
Maret 105,2 134,59 142,5 149,71 164,96 185,05 215 229,66 297,24 349,99 92,82 130,14 132,43 131,39 157,34 187 209,19 242,91 268,65 333,46 97,5 115 119,5 127,11 140 185 206.15 225 276,11 294,81
1) Angka sementara
Dalam rangka penganekaragarnan konsumsi masyarakat agar tidak hanya tergantung pada beras, serta untuk meningkatkan gizi masyarakat, telah dilaksanakan pula pengadaan dan penyaluran tepung terigu yang bahan bakunya berupa gandum yang diperoleh dari impor. Dalam hubungan ini maka dalam tahun 1983/1984 telah diimpor gandum sebanyak 1.722 ribu ton atau 10,6 persen lebih banyak dibandingkan dengan impor dalam tahun 1982/1983 yang sebanyak 1.557 ribu ton. Dari jumlah impor gandum dalam tahun 1983/1984 tersebut, dan ditambah lagi dengan sebanyak 118 ribu ton dari sisa stok tahun sebelumnya, telah dapat disalurkan kepada masyarakat sebanyak 1.648 ribu ton atau sebesar 89,6 persen. Usaha-usaha lain yang telah dilakukan dalam rangka perbaikan gizi masyarakat antara lain ditempuh melalui penyuluhan, fortifikasi bahan raTIgan, usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK), usaha-usaha khusus lainnya, dan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG). Dalam hal penyuluhan gizi, khususnya masyarakat petani produsen telah diarahkan untuk meningkatkan intensifikasi tanaman palawija di tanah kering dan penganekaragaman usaha pertanian dengan cara tumpangsari antara jenis tanaman kacangkacangan dengan sayur-sayuran. Selanjutnya kegiatan fortifikasi bahan pangan, UPGK dan usaha-usaha khusus lainnya, masing-masing diwujudkan melalui peningkatan jumlah produksi garam beryodium, perluasan jangkauan UPGK sampai ke pelosok tanah air, serta penanggulangan kekurangan vitamin A dan zat besi. Sedangkan dalam hal SKPG, pada akhir Pelita III telah dikembangkan suatu sistem untuk mencegah terjadinya krisis pangan yang antara lain sebagai akibat daripada bencana alam dan musim kering yang berkepanjangan. Upaya-upaya tersebut telah mulai dilaksanakan di daerah-daerah pemanduan
Departemen Keuangan RI
185
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
seperti Lombok Tengah di NTB, Karang Asem di Bali dan Boyolali di Jawa Tengah. Dalam tahun 1983/1984, kegiatan SKPG telah dikembangkan lagi ke daerah Lombok Timur, pekalongan, Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Timur.
7.5. Kehutanan Hutan sebagai sumber kekayaan alam dan merupakan salah satu unsur pertahanan nasional, harus dilindungi kelestariannya, daD dimanfaatkan guna meningkatkan kesejahteraan rakyat secara optimal. Dalam Repelita IV pembangunan di bidang kehutanan ditujukan dan dilaksanakan melalui Sapta Karya Pembangunan Kehutanan, yang ditempuh melalui berbagai kegiatan antara lain meliputi pelestarian, perlindungan, serta pengawetan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Hal tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan keseimbangan dan kelestariannya, sehingga akan tetap bermanfaat bagi generasi yang akan datang. Selain itu juga ditujukan pada pengusahaan sumberdaya bulan, yang meliputi peningkatan produksi hutan berupa kayu dan hasil hutan ikutan. Untuk itu terus dilakukan kegiatan rehabilitasi sumberdaya alam, melalui pemulihan kemampuan dan produktivitas sumberdaya bulan, tanah dan air yang kritis sehingga dapat memenuhi fungsinya secara maksimal sebagai produsen, pengatur tata air, pencegah erosi, pelindung, pengawet dan pelestari alam, serta sebagai penunjang peningkatan so sial. Sasaran pembangunan di bidang kehutanan diharapkan dapat terwujud melalui peningkatan inventarisasi dan tataguna bulan, perlindungan dan pelestarian alam, reboisasi, penghijauan dan rehabilitasi lahan serta pengusahaan hutan. Di samping itu juga dilakukan peningkatan bidang-bidang lain seperti penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, pengawasan dan pendayagunaan aparatur, serta sarana penunjang.
7.5.1. Inventarisasi dan tataguna hutan Kegiatan di bidang inventarisasi hutan yang telah dicapai selama Pelita III dan tahun pertama Repelita IV, antara lain meliputi survai udara, lapangan dan penggunaan jasa satelit, masing-masing meliputi areal kawasan hutan seluas 5.029 ribu hektar, 1.977,5 ribu hektar dan 36.060 ribu hektar. Dari hasil survai tersebut telah diperoleh potret kawasan hutan sebanyak 22.726 lembar dengan skala 1:100.000. Sementara itu dalam rangka penataan batas kawasan hutan yang terdiri alas hutan lindung, hutan pendidikan dan hutan penelitian, maka sejak Pelita I sampai dengan Pelita III telah berhasil dibuat tatabatas kawasan hutan sepanjang 31.400 kilometer. Hasil kegiatan tersebut baru sebesar 21,3 persen dari seluruh panjang batas kawasan
Departemen Keuangan RI
186
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
hutan yang diperkirakan sepanjang 147.000 kilometer. Sejalan dengan kegiatan tersebut, sejak tahun 1981 sampai dengan bulan Juni 1984 telah dilaksanakan tatabatas dalam rangka pengukuhan areal reboisasi pada bekas tanah negara bebas, yang mencakup areal seluas 260,4 ribu hektar. Dalam waktu yang sarna, juga telah berhasil dicapai pengukuhan dan penatagunaan hutan lindung seluas 24.569,5 ribu hektar, hutan suaka alam dan hutan wisata seluas 15.891,0 ribu hektar, hutan produksi terbatas seluas 22.939,2 ribu hektar, hutan produksi bebas seluas 25.905,8 ribu hektar dan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas 24.317,4 ribu hektar. Dalam rangka pengelolaan hutan yang meliputi peningkatan pembinaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, maka diperlukan adanya tataguna hutan. Sampai dengan bulan Juni 1984 telah dapat disusun dan diselesaikan pola tataguna hutan kesepakatan (TGHK) di 19 propinsi di luar pulau Jawa. Dari hasil TGHK tersebut telah dapat diidentifikasikan luas areal hutan di Indonesia sekitar 147 juta hektar. Sementara itu pemetaan yang mempunyai peranan penting di bidang kehutanan, sampai dengan bulan Juni 1984 telah dapat memenuhi semua kebutuhan peta dasarnya. Jenis peta dasar yang telah selesai dibuat antara lain berupa peta topografi, peta TPC (Tactical Pilotage Chart), peta JOG Qoint Operation Graffic Ground), peta lalit, peta geologi, peta land-use, peta tanah, peta daerah aliran sungai (DAS) di 27 propinsi, peta ketinggian dan peta thematic. Sedangkan untuk kegiatan pendataan kehutanan yang meliputi pengumpulan data dan pengolahannya, maka dalam tahun pertama Repelita IV telah dapat diwujudkan suatu sistem informasi yang dipusatkan pada suatu basis data dan sistem informasi, sehingga diharapkan tidak terjadi tumpang tindih dalam pengumpulan, pengolahan, pengamanan dan penyimpanan data, di samping juga akan memudahkan pelayanan, informasi dan menjaga konsistensi data. Dalam rangka peningkatan penyempurnaan aparatur dan sarana penunjang telah dilakukan peningkatan aparatur pelaksana inventarisasi dan tataguna bulan, melalui pendidikan tenaga ukur, tenaga gambar dan tenaga penafsir potret udara. Sejak tahun 1981 sampai dengan bulan Agustus 1984, jumlah tenaga juru ukur, juru gambar dan tenaga penafsir potret udara, masing-masing telah berjumlah 604 orang, 87 orang dan 176 orang. Sebagai sarana penunjang telah dibangun balai inventarisasi dan pemetaan bulan, berikut sub balainya, masing-masing sebanyak 10 balai dan 31 sub balai.
7.5.2. perlindungan hutan dan pelestarian alam Pada hakekatnya perlindungan hutan dan pelestarian alam dalam rangka konservasi
Departemen Keuangan RI
187
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
sumberdaya alam dan lingkungan hidup, ditujukan untuk menjaga keberadaan plasma nutfah dan kelestarian potensi sumberdaya alam beserta ekosistemnya dari kemungkinan bahaya kerusakan dan penurunan, baik kualitas maupun kuantitasnya. Usaha perlindungan hutan dan pelestarian alam dilaksanakan melalui beberapa kelompok kegiatan, antara lain meliputi pengembangan taman nasional, pengelolaan hutan lindung, pembinaan wisata alam, pembinaan pencinta alam, monitoring dampak lingkungan serta kegiatan pengamanan hutan. Konservasi kawasan hutan antara lain ditempuh melalui kegiatan pengalokasian, pengelolaan dan pembinaan hutan suaka alam, hutan wisata dan taman nasional sebagai model ekosistem, gejala alam, sumber plasma nutfah, keanekaragaman dan keunikan jenis flora dan fauna, serta keindahan alam, baik di daratan maupun di perairan. Guna menunjang berbagai kegiatan tersebut, maka selama Pelita III telah dilakukan penunjukan atau penetapan suaka alam dan hutan wisata yang mencapai 12.076,2 ribu hektar dan tersebar pada 306 lokasi diseluruh Indonesia. Suaka alam dan hutan wisata tersebut terdiri atas hutan cagar alam seluas 6.784,3 hektar, suaka margasatwa seluas 4.784,4 ribu hektar, taman wisata seluas 172,8 ribu hektar, taman baru seluas 326,4 ribu hektar, dan taman laut seluas 8,4 ribu hektar, yang tersebar di 5 lokasi. Sedangkan konservasi di luar kawasan bulan, antara lain ditempuh melalui inventarisasi dan identifikasi berbagai jenis tumbuhan dan satwa liar yang populasinya diancam kepunahan, di samping juga melalui kegiatan yang berorientasi pada masalah botani, serta pengamanan terhadap daerah pengungsian dan daerah perlindungan satwa baik di darat maupun di laut. Selama Pelita III, antara lain telah dilakukan studi dan inventarisasi flora dan fauna di 20 lokasi yang mencakup kawasan seluas 2,1 juta hektar, penetapan sebanyak 521 jenis satwa dan 36 jenis flora yang dilindungi peraturan perundang-undangan, serta inventarisasi sebanyak 20 jenis kekayaan laut. Di samping itu juga dilakukan pembinaan terhadap populasi jenis satwa langka, antara lain berupa rehabilitasi orang hutan di Tanjung Puting (Kalimantan Tengah) dan Bahorok (Sumatera Utara), gajah di pinggiran Air Sugihan (Sumatera Selatan), Riau dan Sumatera Utara, burung muho di Sulawesi Utara, burung jalak di Bali Barat, dan rusa di pulau Bawean. Sejalan dengan kegiatan tersebut, ditingkatkan pula pembinaan dan pengembangan kebun binatang dan oceanorium di 21 lokasi, dengan jumlah koleksi sebanyak 500 jenis satwa, di mana 50 jenis di antaranya termasuk jenis satwa yang dilindungi. Dalam rangka menunjang pelestarian jenis-jenis satwa yang tidak dilindungi, maka telah ditingkatkan penertiban perburuan, selain sebagai obyek olah raga dan wisata, melalui penetapan 11 lokasi taman baru. Sedangkan upaya konservasinya dilakukan melalui pembinaan dan pengembangan taman nasional, yang selama Pelita III telah berhasil mencapai 16 lokasi
Departemen Keuangan RI
188
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
dengan luas areal seluruhnya 4.626,5 ribu hektar. Dari 16lokasi tersebut, 5 lokasi di antaranya telah ditetapkan pada tanggal16 Maret 1980 bertepatan dengan dicanangkannya World Conservation Strategy, yaitu di gunung Leuser, Ujung Kulon, gunung Gede-Pangrango, gunung Baluran dan pulau Komodo. Sedangkan 11 lokasi lainnya, yaitu di gunung Kerinci, gunung Seblat, Bukit Barisan Selatan, Kepulauan Seribu, gunung Tengger-Semeru, gunung MeruBetiri, Bali Barat, daerah Kutai, Tanjung Puling, Dumoga Bone, serta Lore Lindu-Manusela telah ditetapkan pada tanggal14 Oktober 1982, bertepatan dengan Kongres Taman Nasional Sedunia ke III di Bali. Dalam rangka pembinaan populasi satwa liar, selain dilakukan usaha pemanfaatan juga tetap diperhatikan kelestariannya melalui pengurangan populasi yang telah melampaui keseimbangan ekosistemnya, baik untuk kepentingan konsumsi dalam negeri maupun untuk ekspor. Sumbangan devisa dari ekspor satwa liar dalam tahun 1983/1984 mencapai US $5.934,3 ribu, yang berasal dari berbagai jenis satwa liar sebanyak 1.688,1 ribu ekor. Bila dibandingkan dengan tahun 1982/1983 dengan nilai ekspor sebesar US $ 4.884,3 ribu yang berasal dari 1.234,2 ribu ekor, berarti masing-masing telah meningkat sebesar 21,5 persen dan 36,8 persen. Dalam pada itu sejalan dengan upaya-upaya dalam bidang perlindungan hutan dan pelestarian alam, pembinaan terhadap pencinta alam juga dilaksanakan dan ditingkatkan. Untuk itu selama Pelita III telah diadakan penyuluhan, bimbingan dan pendidikan yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran dan kecintaan masyarakat terhadap wisata alam.
7.5.3. Reboisasi, penghijauan dan rehabilitasi lahan Dalam rangka pelaksanaan program penyelamatan hutan, tanah dan air, maka setiap tahunnya terus ditingkatkan kegiatan di bidang reboisasi, penghijauan dan rehabilitasi lahan. Hal ini dimaksudkan untuk mengimbangi kerusakan kawasan hutan sebagai akibat dari perladangan berpindah, penggarapan lahan yang keliru, kebakaran hutan dan penggembalaan ternak secara liar. Oleh karena itu dalam tahun 1983/1984 berbagai usaha penunjang telah dilaksanakan, antara lain dengan dipekerjakannya sebanyak 7.432 orang petugas lapangan penghijauan dan reboisasi, serta 169 orang petugas khusus penghijauan. Dan kegiatan yang telah dilakukan tersebut, hasil reboisasi dalam tahun 1983/1984 telah meningkat sebesar 57,3 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu dari 118.400 hektar menjadi 186.300 hektar (Tabel VII.32). Selanjutnya dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Juni 1984 realisasinya telah mencapai 75.434 hektar. Di samping kegiatan-kegiatan tersebut, maka dalam rangka reboisasi lahan kritis juga telah dilakukan persiapan-persiapan kearah pembangunan Departemen Keuangan RI
189
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
hutan jenis kayu indah dan langka, antara lain berupa studi-studi dan penyiapan rencana pengembangannya pada areal seluas 720.000 hektar, yang tersebar di 15 propinsi. Sedangkan dalam rangka pengembangan dan pembenihan, antara lain telah dilakukan pengembangan teknologi benih dan pemulihan jenis pohon. Dalam hubungan ini, selama Pelita III telah dibangun somber benih seluas 4.600 hektar, dan untuk menunjang kegiatan tersebut telah dibangun Pusat Teknologi Benih di Bogor, Pusat Pemulihan Pohon di Yogyakarta dan Unit Pengembangan Teknologi Persemaian di Benahat, Sumatera Selatan. Sejak tahun 1976/1977 kegiatan penghijauan, seperti halnya reboisasi dilakukan melalui dana Inpres bantuan penghijauan dan reboisasi. Dalam pelaksanaannya kegiatan tersebut dilakukan melalui metoda sipil teknis, yaitu kegiatan yang dikaitkan dengan pernbangunan irigasi, dan dengan metoda vegetatif yang antara lain dilakukan melalui pembuatan kebun-kebun rakyat. Selama Pelita III, melalui metoda sipil teknis telah berhasil clibangun sebanyak 2.390 unit checkdam, yang sarna dengan luas kawasan penghijauan seluas 579.500 hektar, pembuatan beras dan saluran air seluas 184.576 hektar, serta pembuatan petak percontohan penghijauan sebanyak 2.753 unit yang masing-masing luasnya antara 10 sampai 20 hektar. Sedangkan melalui metoda vegetatif telah berhasil dibuat kebun rakyat seluas 1.613,6 ribu hektar. Dari hasil-hasil yang telah dicapai tersebut, maka selama Pelita III realisasi kegiatan penghijauan secara keseluruhan telah meningkat sebesar 44,2 persen bila dibandingkan dengan Pelita II, yaitu dari rata-rata seluas 364.360 hektar per tahun, menjadi 525.400 hektar per tahun. Selanjutnya dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Juni I 1984 juga telah berhasil dilakukan penghijauan seluas 311.000 hektar. Dalam rangka kegiatan rehabilitasi lahan, maka dilakukan upaya pemukiman kembali bagi para peladang berpindah untuk mencegah rusaknya sumberdaya alam berupa hutan, yang pelaksanaannya dilakukan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan. Sehubungan dengan itu, sampai dengan tahun 1982/1983 telah dilaksanakan pemukiman kembali terhadap para peladang berpindah sebanyak 6.262 kepala keluarga (KK), yang kemudian ditingkatkan lagi dalam tahun 1983/1984 menjadi 7.210 KK. Di samping itu dilakukan juga pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) secara terpadu, serta penyuluhan guna peningkatan partisiposi masyarakat dalam pemeliharaan kelestarian sumberdaya alam.
Departemen Keuangan RI
190
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Tabel VII. 32 AREAL PENGHIJAUAN DAN REBOISASI, 1969 - 1984 ( dalam hektar ) Tahun
Penghijauan
Reboisasi
1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 2)
149.578 98.681 102.259 107.855 104.500 149.802 70.623 302.697 632.689 665.991 578.400 558.100 501.900 378.600 610.000 311.000
33.174 35.315 22.118 35.650 53.402 50.682 89.658 170.543 204.148 276.544 213.000 179.700 147.000 118.400 186.300 1) 75.434
1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara
Tabel VII. 33 PENGUSAHAAN HUTAN SAMPAI DENGAN MARET 1984 1) Jenis dan sifat usaha 1.Perusahaan yang merupakan usaha nasional 2.Perusahaan patungan 3.Peruasahaah dalam rangka PMA Jumlah perusahaan yang telah memperoleh HPH
Jumlah (unit)
Luas areal (ribu ha)
Investasi ( US$ juta)
457
45.032,9
1.971,1
61
7.840,7
240,3
2
126,0
8,1
520
52.999,6
2.219,5
1) Angka sementara
7.5.4. Pengusahaan hutan Berdasarkan tataguna hutan kesepakatan luas kawasan hutan produksi di Indonesia adalah sekitar 70 juta hektar, yang pengusahaannya di luar Jawa selain dilakukan oleh Perum Perhutani juga dilaksanakan oleh pemegang hak pengusahaan hutan (HPH). Dalam hubungan ini, sampai dengan akhir bulan Maret 1984 telah dilakukan pengusahaan hutan sebanyak 520 unit dengan areal konsesi seluas 52,9 juta hektar dan investasi yang ditanam senilai US $ 2.219,5 juta (Tabel VII.33). Apabila ditinjau dari status dan sumber permodalannya, dari 520
Departemen Keuangan RI
191
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
unit perusahaan yang telah memperoleh HPH tersebut, sebanyak 457 unit di antaranya adalah perusahaan nasional dengan areal pengusahaan seluas 45,0 juta hektar dan investasi senilai US $ 1.971,1 juta. Sedangkan selebihnya sebanyak 61 unit merupakan perusahaan patungan dan 2 unit lagi berupa penisahaan asing dalam rangka PMA. Luas areal hutan dan besarnya investasi yang ditanam oleh kedua jenis perusahaan tersebut masingmasing adalah 7,8 juta hektar dan US $ 240,3 juta, serta 0,1 juta hektar dan US $ 8,1 juta. Sejalan dengan pengaturan melalui HPH, hasil produksi kayu dalam tahun 1983 berjumlah sebesar 9.702 ribu meterkubik yang terdiri atas 8.986 ribu meter kubik kayu rimba, dan 716 ribu meterkubik kayu jati. Jumlah tersebut apabila dibandingkan dengan tahun 1982 yang telah mencapai sebesar 13.015 ribu meter kubik, berarti mengalami penurunan sebesar 3.313 ribu meterkubik atau sebesar 25,4 persen. Hal tersebut disebabkan terutama karena adanya kebijaksanaan untuk mengurangi secara bertahap ekspor kayu bulat guna lebih mendorong industri pengolahan kayu dalam negeri. Selanjutnya dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Maret 1984, produksinya telah mencapai sebesar 1.204 meterkubik, yang terdiri atas 754 ribu meterkubik kayu rimba dan 450 ribu meterkubik kayu jati. Walaupun produksi kayu da\am tahun 1983 telah menurun, namun hasil volume dan nilai ekspornya telah meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dalam tahun 1982 volume dan nilai ekspor kayu yang terdiri atas kayu rimba dan kayu jati baru sebanyak 5.980 ribu meterkubik senilai US $ 849,6 juta, sedangkan dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi 6.613 ribu meterkubik senilai US $ 891,3 juta. Tabel VII. 34 PRODUKSI DAN EKSPOR KAYU, 1969 - 1984 Produksi (ribu m3) Ekspor Volume % Nilai Kayu Kayu jati rimba Tahun J umIah (ribu m3 produksi (US$juta) 1969 520 7.587 8.107 3.596 44,3 26 1970 568 11.856 12.424 7.412 59,6 100,6 1971 770 12.968 13.738 10.760 78,3 168,6 1972 597 17.120 17.717 13.981 78,4 230,7 1973 676 25.124 25.800 19.488 75,5 583,9 1974 620 22.660 23.280 18.448 79,2 725,7 1975 595 15.701 16.296 13.921 85,4 501,6 1976 480 20.947 21.427 18.521 86,4 783,8 1977 573 22.366 22.939 19.806 86,3 961,4 1978 475 25.781 26.256 20.262 65,2 1.008,70 1979 575 24.490 25.065 19.610 74,2 1.786,60 1980 500 21.240 21.740 14.327 65,9 1.805,70 1981 578 15.376 15.954 8.425 52,8 1.035,40 1982 692 12.323 13.015 5.980 45,9 849,6 1983 1) 716 8.986 9.702 6.613 68,2 891,3 1984 2) 450 754 1.204 2.123 76,3 385 1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara
Departemen Keuangan RI
192
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Tabel VII. 35 JENIS-JENIS KAYU DALAM PERSENTASE DARIPADA VOLUME EKSPOR KAYU, 1970 - 1983
Tahun Meranti 1970 68,5 1971 62,7 1972 62,7 1973 58 1974 64,3 1975 68 1976 64,5 1977 63,4 1978 66 1979 58,9 1980 57,8 1981 54,1 1982 56,7 19831) 70,2 1) Angka sementara
Ramin 9,3 10,4 11,9 8,8 5 6 6,9 5,s 5,5 3,9 3,8 3,2 14,6 14,6
Aglutis 5,8 2,9 2,5 3,9 6 3 2,2 1,9 1,8 1,9 1,7 2 1,2 2,7
Jati
Kapur/ keruing
Pulai 0,6 0,3 0,4 0,8 0,2 0,3 0,3 0,4 0,2 0,2 0,1 0,2 0,7 0,8
1,6 0,2 0,4 1,7 2,2 1 2,9 4 2,3 1,8 2,7 2,9 0,7 1,7
1,1 0,1 1,1 6,9 8,9 10 10,2 10,1 10,6 11,7 10,7 10,8 14,4 4,5
Lain-lain 13,1 22,6 21 19,9 13,4 11,7 13 14,4 13,6 21,6 23,2 26,8 11,7 5,5
Jumlah 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Hal ini berarti telah terjadi peningkatan volume dan nilai ekspor masing-masing sebesar 10,6 persen dan 4,9 persen. perkembangan volume dan nilai ekspor kayu dapat diikuti melalui Tabel VII.34. Dilihat dari sudut permintaan, beberapa jenis kayu dari Indonesia cukup dikenal dan mempunyai posaran yang mantap di luar negeri. Jenis kayu tersebut antara lain adalah kayu meranti, ramin, kruing, agatbis, pulai dan jati. Sebagaimana terlihat Facia Tabel VII. 35, sejak lima tahun terakhir jenis kayu meranti merupakan bagian terbesar dalam komposisi ekspor kayu Indonesia, yaitu dari 58,9 persen dalam tahun 1979 meningkat menjadi 70,2 persen dalam tahun 1983. Demikian pula jenis kayu ramin, agatbis dan jati peranannya telah meningkat masingmasing dari 3,9 persen, 1,9 persen dan 0,2 persen menjadi 14,6 persen, 2,7 persen dan 0,8 persen. Walaupun jenis-jenis kayu tersebut pemasarannya ke luar negeri telah mantap, namun beberapa jenis kayu lainnya masih harus dikembangkan dan dipromosikan agar dapat memasuki posaran dunia. Oleh karena itu guna mencegah kemungkinan melemahnya ekspor kayu di posaran internasional, antara lain telah dilakukan diversifikasi komoditi dan pemasarannya melalui pengembangan pemasaran ekspor hasil olahan/industri dan perluasan negara tujuan ekspor. Akibat positif daripada kebijaksanaan tersebut ditandai dengan berkembangnya industri kayu gergajian dan kayu lapis di dalam negeri, yang sampai dengan bulan Maret 1984 jumlahnya telah mencapai 412 unit dengan kapositas produksi sebanyak 11,9 juta meterkubik. Sedangkan jumlah industri kayu lapis, dalam waktu yang sarna telah berjumiah sebanyak 162 unit dengan kapositas produksi sebanyak 8,0 juta meterkubik. Departemen Keuangan RI
193
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
7.6. Pertambangan dan energi Selama Pelita III, peranan bidang pertambangan dan energi masih tetap besar dalam menunjang pertumbuhan ekonomi Indonesia, walaupun dalam kurun waktu tersebut hampir seluruh komoditi tambang yang diekspor mengalami kesulitan pemasaran. Namun demikian produksi beberapa bahan tambang masih menunjukkan peningkatan apabila dibandingkan dengan tahun terakhir Pelita II, khususnya di sektor minyak dan gas bumi. Perekonomian dunia yang tidak menentu bagi Indonesia merupakan hambatan utama dalam mencapai peningkatan produksi bahan-bahan tambang utama, yang tercermin dari pembatasan produksi minyak bumi sebagaimana telah disepakati oleh negara-negara penghasil minyak OPEC dan pernbatasan ekspor timah dari Dewan Timah Internasional terhadap anggota-anggotanya. Sehubungan dengan itu telah dilakukan upaya-upaya antara lain berupa pengembangan inventarisasi dan eksploitasi berbagai sumberdaya mineral dan energi, serta pengembangan teknologi pertambangan yang mencakup pula pengolahannya. Upaya-upaya tersebut selain dimaksudkan untuk
menjamin
kelangsungan
dan
peningkatan
produksi,
juga
ditujukan
untuk
penganekaragaman hasil-hasil pertambangan, baik untuk keperluan ekspor maupun guna memenuhi kebutuhan bahan baku industri di dalam negeri. Sampai dengan tahun terakhir Pelita III telah dapat diselesaikan perluasan kilang minyak Cilacap serta pembangunan unit hydro cracker di Dumai dan di Balikpapan dalam rangka pemehuhan BBM dalam negeri, di sam ping perluasan kilang LNG (liquified natural gas) Arun dan kilang LNG Badak. Dengan hasil-hasil terse but Indonesia telah dapat mengurangi ketergantungannya terhaclap impor bahan bakar minyak (BBM), LNG dan LPG (liquified petroleum gas). Selama Pelita III, perkembangan yang paling menonjol di sektor pertambangan antara lain ditandai oleh keberhasilan dalam meningkatkan produksi batu bara, sebagai langkah persiapan menuju pengembangan dan pemanfaatan batU bara secara besar-besaran di masa datang.
7.6.1. Minyak dan gas bumi Hasil produksi minyak bumi dalam tahun kelima Pelita III mencapai 517,6 juta barrel, yang terdiri dari 477,9 juta barrel minyak mentah, dan selebihnya sebanyak 39,7 juta barrel berupa kondensat. Jumlah terse but menunjukkan peningkatan sebesar 12,7 persen apabila dibandingkan dengan produksi tahun keempat Pelita III yang berjumlah 459,0 juta barrel. Dengan melemahnya posaran minyak dunia akhir-akhir ini dan pembatasan produksi yang disepakati oleh para anggota OPEC sebagai salah satu upaya untuk mempertahankan tingkat harga yang kini berlaku, maka perkembangan produksi minyak bumi menjadi kurang Departemen Keuangan RI
194
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
menggembirakan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka ditempuh kebijaksanaan untuk meningkatkan eksplorasi, antara lain dengan menggiatkan survai selsmik dan pemboran sumur minyak. Kegiatan eksplorasi yang dilaksanakan dari tahun ke tahun telah memperlihatkan hasil yang meningkat. Jika dalam tahun terakhir Pelita II baru dilaksanakan survai seismik sepanjang 21.000 kilometer lintasan, dan pemboran sebanyak 141 sumur minyak, maka dalam tahun terakhir Pelita III telah berhasil dilakukan survai seismik sepanjang 56.944 kilometer lintasan dan pemboran sumur minyak sebanyak 250 sumur. Dalam tahun 1983 telah dilakukan eksplorasi terhadap 4 lokasi baru yang meliputi daerah Riau, Melawai Barat, Melawai Timur dan Sumatera Selatan. Adapun produksi minyak bumi dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Juni 1984 telah mencapai sekitar 259 juta barrel, yang terdiri alas 237 juta barrel minyak mentah dan 22 juta barrel kondensat. Perubahan situasi posaran minyak bumi internasional yang terjadi selama Pelita III, selain berpengaruh terhadap produksi minyak bumi juga menghambat usaha peningkatan ekspor. Realisasi ekspor minyak bumi Indonesia selama Pelita III, kecuali tahun terakhir Pelita III yang sedikit meningkat, dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan menurun hila dibandingkan dengan tahun terakhir Pelita II. Volume ekspor minyak bumi dan hasil minyak dalam tahun 1983/1984 telah mencapai sebanyak 413,1 juta barrel atau sebesar 22,9 persen lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun 1982/1983 yang baru mencapai sebanyak 336,1 juta barrel (Tabel VII.36). Sedangkan volume ekspornya dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Juni 1984 telah mencapai sekitar 215 juta barrel. Sementara itu meningkatnya kebutUhan terhadap BBM dalam negeri telah diimbangi dengan pengadaan dan peningkatan produksi BBM yang berasal dari kilang minyak dalam negeri. Dalam hubungan ini selama Pelita III khususnya dalam tahun 1983/1984 telah ditingkatkan kapositas pengilangan minyak di kilang Balikpapan dan Cilacap, masing-masing sebanyak 200 ribu barrel per hari. Di samping itu juga dilakukan pembangunan unit hydrocracker kilang Dumai, yang dapat mengolah bahan residu berkadar belerang rendah, dengan kapositas 85 ribu barrel per hari. Dengan ditingkatkannya kapositas pengilangan di dalam negeri tersebUt, maka produksi minyak bumi yang telah dapat diolah dalam tahun 1983/1984 mencapai 99 juta barrel atau 10 persen lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan demikian secara keseluruhan produksi pengilangan minyak bumi dalam tahun terakhir Pelita III telah mencapai 198 juta barrel, yang terdiri atas 99 iuta barrel hasil kilang dalam negeri dan sebanyak 99 juta barrel dari hasil kilang luar negeri (Tabel VII.37). Selanjutnya dari jumlah BBM hasil kilang dalam negeri terse but telah diposarkan untuk keperluan di dalam negeri sebanyak 161 juta barrel, atau 2 juta barrel lebih banyak jika dibandingkan dengan tahun
Departemen Keuangan RI
195
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
sebelumnya. Berbeda dengan minyak bumi, gas bumi tetap dapat ditingkatkan produksinya selama Pelita III. Produksi gas bumi dalam tahun 1983/1984 mencapai sebanyak 1.278 milyar kakikubik, dan yang telah dimanfaatkan adalah sebanyak 1.123 milyar kakikubik atau 87,9 persen. Apabila dibandingkan dengan produksi dan pemanfaatan dalam tahun 1982/1983 yang masing-masing berjumlah 1.100 milyar kakikubik dan 932 milyar kakikubik, maka berarti telah terjadi peningkatan masing-masing sebesar 16,2 persen dan 20,5 persen. Sedangkan apabila dibandingkan dengan produksi dan pemanfaatan gas bumi dalam tahun terakhir Pelita II yang masing-masing baru mencapai 868,2 milyar 'kakikubik dan 650,6 milyar kakikubik, maka terdapat kenaikan sebesar 47,2 persen dan 76,6 persen. Peningkatan pemanfaatan gas bumi tersebut antara lain disebabkan karena adanya peningkatan pemanfaatan gas bumi untuk LNG, pembuatan pupuk urea, energi pengganti BBM bagi kilang minyak dan pabrik semen Cibinong, serta bagi perusahaan gas negara (PGN) di kota Jakarta dan Bogor. Perkembangan produksi dan pemanfaatan gas bumi sampai dengan tahun 1983/1984 dapat diikuti melalui Tabel VII.38. Tabel VII. 37 VOLUME PENGILANGAN MINYAKMENTAH, 1969/1970 -1983/1984 ( dalam juta barrel ) Tahun
Minyak mentah yang diolah ( in-take)
Persentase kenaikan
1969/1970 1970/1971 1971/1972 1972/1973 1973/1974
75,8 86,0 93,1 103,0 128,9
– 13,5 8,3 10,6 25,1
1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979
115,5 117,8 116,6 161,3 158,2
- 10,4 2,0 1,1 38,3 - 2,0
1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 1983/19841)
195,0 189,9 191,0 183,1 198,0
23,3 – 3,3 0,6 – 4,1 8,1
1) Angka sementara
Departemen Keuangan RI
196
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Tabel VII. 38 PRODUKSI DAN PEMANFAATAN GAS BUMI, 1974/1975 - 1983/1984 ( milyar kaki kubik ) Tahun
Produksi
1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 1) 1983/1984 2)
206,2 239,2 344,4 633,1 868,2 1.028,8 1.042,2 1.136,2 1.100,0 1.278,0
Pemanfaatan 78,4 85,2 148,1 366,7 650,6 795,1 813,1 914,8 932,0 1.123,0
1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara
,
Tabe1 VII. 39 PRODUKSI DAN EKSPOR TIMAH, 1969/1970 -1983/1984 (dalam ribu ton) Bijih
Tahun 1969/1970 1970/1971 1971/1972 1972/1973 1973/1974 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 1983/1984 1)
17,9 19,1 20,5 21,5 22,9 25,5 25,1 23,3 26,2 27,4 30,2 33,6 35,9 33 25,4.
Produksi Logam timah
Ekspor 14,8 15 18,8 23,2 24,6 24,3 28,4 31,2 33 30,2 25,8
16,4 17,4 19,1 20,7 21 23,6 20,7 26,5 24,3 25,6 27,2 31,3 32,8 27,7 25
1) Angka sementara
Produksi LNG di Indonesia baru mulai dilakukan sejak Pelita II, yakni di LNG Plant Badak dan LNG Plant Arun. Dalam tahun 1983/1984, jumlah produksi LNG telah mencapai 11,0 juta ton sarna dengan sebanyak 569,3 juta MMBTU, yang berarti mengalami kenaikan sebesar 17,2 persen dibandingkan dengan tahun 1982/1983 yang berjumlah 9,4 juta ton sarna dengan 485,1 juta MMBTU. Sejalan dengan meningkatnya produksi LNG tersebut, maka ekspor LNG yang telah dimulai sejak tahun 1977 juga terus menunjukkan peningkatan. Apabila dalam tahun 1982/1983 baru diekspor sebanyak 477,8 juta MMBTU, maka dalam tahun Departemen Keuangan RI
197
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
1983/1984 telah meneapai sebanyak 555,5 juta MMBTU yang berarti terjadi peningkatan sebesar 16,3 persen. Produksi LPG yang berasal dari kilang minyak Plaju, Sungai Gerong, LPG Plant Rantau di Sumatera Utara, Mundu di Cirebon, Lex Plant Union Oil Samail di Kalimantan Timur dan LPG Plant Areo di J awa Barat, sampai dengan tahun terakhir Pelita III terus mengalami peningkatan. Produksi LPG dalam tahun 1983/1984 meneapai sebanyak 514.198 metrik ton atau 5,6 persen lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 1982/1983 yang berjumlah 486.834 metrik ton. Dalam waktu yang sarna, volume ekspor LPG telah menurun sebesar 1,0 p_rsen, yaitu dari sebesar 461.559 metrik ton dalarn tahun 1982/1983 menjadi sebesar 456.952 metrik ton dalam tahun 1983/1984. Di lain pihak nilai ekspornya telah menunjukkan peningkatan, yaitu dari US $ 86,4 juta dalam tahun 1982/1983 menjadi US $ 108,1 juta dalarn tahun 1983/1984, atau suatu peningkatan sebesar 25,1 persen.
7.6.2. Timah Hasil produksi timah dalam tahun 1982/1983 meneapai sebanyak 33,0 ribu ton bijih timah dan 30,2 ribu ton logam timah. Dalam tahun 1983/1984 terjadi penurunan produksi menjadi sebanyak 25,4 ribu ton bijih .timah dan 25,8 ribu ton logam timah. Adapun volume ekspor tin:ah dalam 2 tahun yang sarna juga mengalami penurunan, yaitu jika dalam tahun 1982/1983 meneapai sebanyak 27,7 ribu ton senilai US $ 351.997 juta, maka dalam tahun 1983/1984 menjadi sebanyak 25,0 ribu ton senilai US $ 309.505 juta. Penumoan tersebut antara lain disebabkan oleh adanya kemerosotan harga timah di posaran internasional, kesulitan pemasaran di luar negeri, serta pembatasan kuota ekspor yang dikenakan oleh Dewan Timah Internasional kepada negara-negara pengekspor timah. Sedangkan penjualan logam timah di dalam negeri dalam tahun 1982/1983 dan tahun 1983/ 1984 masing-masing meneapai sebanyak 464,2 ton dan 406,1 ton. Perkembangan produksi dan ekspor logam timah dapat dilihat pada Tabel VII.39. 7.6.3. Nikel Jumlah ekspor hasil tambang nikel selama 2 tahun terakhir Pelita III berturut-turut mengalami penurunan, yaitu apabila dalam tahun 1982/1983 berjumlah sebanyak 897,5 ribu ton senilai US $ 19.566 juta, maka dalam tahun 1983/1984 telah turun menjadi 810,7 ribu ton senilai US $ 15.870 juta. Penurunan tersebut disebabkan karena berkurangnya jumlah permintaan nikel di posaran dunia.
Departemen Keuangan RI
198
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Tabel VII. 40 PRODUKSI DAN EKSPOR BIJIH NIKEL, 1969/1970 -1983/1984 (dalam ribu ton) Tahun
Produksi
Ekspor
1969/1970 1970/1971 1971 /1972 1972/1973 1973/1974
311,0 689,0 850,0 971,5 989,9
232,0 538,4 764,7 737,5 830,4
1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979
781,1 751,2 1.177,4 1.316,7 1.778,0
853,2 707,6 924,5 830,0 887,6
1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 1983/1984 2)
853,2 707,6 924,5 830,0 887,6
1.192,4 1.238,7 1.207,5 897,5 1) 810,7
1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara
Tabel VII. 41 PRODUKSI DAN EKSPOR KONSENTRAT TEMBAGA, 1972/1973 - .1983/1984 (dalam ribu ton kering) Tahun
Produksi
Ekspor
1972/1973 1973/1974 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 1983/1984 2)
9,7 125,9 212,6 201,3 223,3 189,1 184,9 188,5 178,3 197,5 225,4 1) 199,7
8,3 114,2 207,2 194,2 216,8 220,6 167,8 187,1 176,6 209,7 211,6 202,8
1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara
Departemen Keuangan RI
199
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986 Tabel VII. 42 PRODUKSI DAN EKSPOR P ASIR BESI, 1970/1971 - 1983/1984 ( dalam ribu ton) Tahun
Produksi
Ekspor
53,8 298,2 237,6 321,7 349,2 346,2 299,7 317,2 120,2 78,5 68,3 105,6 135,7 1) 122,1
242,7 276,2 283,6 348,6 290,1 276,9 291,2 66,5 9,5 35,1 25,5 10,3 12
1970/1971 1971 /1972 1972/1973 1973/1974 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 1983/1984 2)
Tabel VII. 43 PRODUKSI BATU BARA, 1969/1970 ( dalam ribu ton)
Tahun 1969/1970 1970/1971 1971/1972 1972/1973 1973/1974 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 1983/19841)
Produksi 176 175,4 196,8 177,2 145,9 171,6 204 183,3 248,5 256 267,3 329,3 376,2 456,5 614,7
Persentase kenaikan -0,4 12,2 -10 -17,7 17,6 18,9 -10,1 35,6 3 4,4 23,2 14,2 21,3 34,6
1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara 1) Angka sementara
Jumlah feronikel yang diekspor dalam tahun 1982/1983 dan 1983/1984 masingmasing mencapai sebanyak 4.923,1 ton senilai US $ 21.274 juta dan 4.935,1 ton senilai US $ 23.001 juta. Dalam tahun 1982/1983 telah di ekspor nikel matte sebanyak 15.876 ton senilai US $100.624,4 ribu, dan dalam tahun 1983/1984 telah meningkat menjadi 22.443 ton senilai US $ 42.248,5 ribu. Perkembangan jumlah produksi dan ekspor bijih nikel dapat dilihat dalam Tabel VII.40.
7.6.4. Tembaga Produksi tembaga dalam tahun 1981/1982 telah mencapai 197,5 ribu ton, dari dalam tahun 1982/1983 meningkat menjadi sebanyak 225,4 ribu ton. Sedangkan dalam tahun 1983/1984 jumlahnya mengalami penurunan menjadi sebanyak 199,7 ribu ton. Adapun jumlah ekspornya dalam tahun 1981/1982 telah mencapai sebanyak 209,7 ribu ton senilai US $130.536 juta, dan kemudian dalam tahun 1982/1983 meningkat menjadi sebanyak 211,6 ribu ton senilai US $ 114.130 juta. Namun dalam tahun 1983/1984 menurun menjadi sebanyak 202,8 ribu ton senilai US $ 130.469 juta. Perkembangan jumlah produksi dan ekspor konsentrat tembaga dapat dilihat pada Tabel VII.41.
Departemen Keuangan RI
200
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
7.6.5. Pasir besi Penambangan pasir besi sejak 1 Maret 1982 hanya dilakukan di daerah Cilacap, karena daerah penambangan di daerah Pelabuhan Ratu telah habis cadangannya. Sedangkan pengembangan cadangan pasir besi di daerah pantai selatan Yogyakarta masih terbatas dalam studi kelayakan, dan sedang dilakukan penelitian lanjutan guna mencari metode pemrosesan lainnya dalam rangka pemanfaatan pasir besi Yogyakarta menjadi bahan baku bagi pabrik besi baja PT Krakatau Steel. Hasil produksi pasir besi yang dalam tahun 1981/1982 sebanyak 105,6 ribu ton, dalam tahun 1982/1983 meningkat menjadi 129,9 ribu ton, sedangkan dalam tahun 1983/1984 mengalami penurunan menjadi 122,1 ribu ton. Dalam tahun 1982/1983 dan 1983/1984 telah diekspor masing-masing sebanyak 10,3 ribu ton senilai US $ 123,1 ribu dan 12,0 ribu ton senilai US $ 119,9 ribu. Perkembanganjumlah produksi dan ekspor pasir besi dapat dilihat pada Tabel VII.42. Tabel VII. 44 PRODUKSI DAN PENJUALAN DALAM NEGERI LOGAM 1969/1970 - 1983/1984 (dalam kilogram) Tahun Produksi Penjualan 1969/1970 261 1970/1971 255,4 1971/U)72 343,4 1972/1973 332,3 288,4 1973/1974 327,3 324 1974/1975 260 262,5 1975/1976 321,5 290 1976/1977 349,2 398 1977/19'18 252,3 269 1978/1979 220,3 250,9 1979/1980 197,4 186,2 1980/1981 224,7 246,1 1981/1982 172,6 170,7 1982/1983 262,4 251,2 1983/1984 1) 265,1 261 I) Angka sementara
T a bel VII. 45 PRODUKSI, PENJUALAN DALAM NEGERI DAN EKSPOR LOGAM PERAK, 1969/1970 - 1983/1984 (dalam ton) Tahun Produksi Penjualan Ekspor 1969/1970 10,5 1970/1971 9,2 1971/1972 8,1 1972/1973 9,2 2,6 6,7 1973/1974 8,4 3,8 7,3 1974/1975 6,1 2,1 4 1975/1976 4,2 0,3 1 1976/1977 3,1 3,9 1977/1978 2,8 3,1 1978/1979 2,2 2,4 1979/1980 1,8 1,8 1980/1981 2,3 2,41) 1981/1982 1,9 1,9 1982/1983 3,1 2,9 I) 1983/1984 1,7 1,7 1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara
7.6.6. Batu bara Dalam tahun 1983/1984 produksi batu bara berjumlah 614,7 ribu ton, yang berarti peningkatan sebanyak 158,2 ribu ton atau 34,7 persen dibandingkan dengan produksi tahun 1982/1983 yang baru mencapai 456,5 ribu ton. Selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar di dalam negeri, maka sebagian daripada produksi batu bara tersebut telah pula diekspor. Dalam tahun 1983, jumlah ekspor batu bara Indonesia mencapai sebanyak 283,8 ribu ton, yang berarti suatu kenaikan sebanyak 162,5 ribu ton atau 133,9 persen bila dibandingkan dengan tahun 1982 yang baru mencapai 121,3 ribu ton. Perkembangan produksi batu bara dapat dilihat pada Tabel VII.43.
Departemen Keuangan RI
201
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
7.6.7. Emas dan perak Penambangan emas dan perak yang dilakukan di penambangan Cikotok, Banten Selatan, Jawa Barat telah semakin dalam, sehingga kadar emas dan perak dari bijih yang dihasilkan menjadi semakin rendah, sedangkan kadar logam timbal dan seng semakin tinggi. Melalui proses yang telah disempurnakan, selain dihasilkan konsentrat emas dan perak juga diperoleh konsentrat timbal dan seng yang dapat diekspor walaupun saat ini jumlahnya masih kecil. Selain itu emas dan perak juga dihasilkan oleh Freeport Indonesia Inc berupa logam ikutan dalam konsentrat tembaga, dan oleh sejumlah pertambangan rakyat yang dilaksanakan dengan peralatan dan teknik yang sederhana serta dengan hasil produksi yang tidak teratur. Selama tahun 1983/1984 hasil produksi dan penjualan emas di dalam negeri, masing-masing meneapai 266,1 kilogram dan 261,0 kilogram, yang berarti telah terjadi peningkatan sebanyak 3,7 kilogram untuk produksi dan sebanyak 9,8 kilogram untuk penjualannya, masing-masing bila dibandingkan dengan tahun 1982/1983. Sedangkan produksi dan penjualan logam perak dalam tahun 1983/1984 masing-masing meneapai 1,7 ton dan 1,7 ton, yang berarti mengalami penurunan sebanyak 1,4 ton atau 45,2 persen untuk produksi dan sebanyak 1,2 ton atau 41,4 persen untuk penjualannya hila dibandingkan dengan tahun 1982/1983. Perkembangan produksi dan penjualan logam emas dan perak dapat dilihat pada Tabel VII.44 dan Tabel VII.45.
7.6.8. Bauksit Penambangan bauksit di Indonesia dilakukan di daerah pulau Bintan dan sekitarnya, yaitu di pulau Tembiling, pulau Kelong dan pulau Dendang, yang masing-masing dilengkapi dengan instalasi pencucian. Sementara itu penambangan di pulau Angkut telah dihentikan karena cadangan bauksitnya telah habis. Penambangan di pulau Koyang sejak tahun 1982 telah dihentikan, walaupun cadangan bauksitnya masih ada, yang disebabkan karena penambangan tersebut tidak menguntungkan. Dalam tahun 1982/1983 jumlah produksi dan ekspor bauksit masing-masing berjumlah sebanyak 721,0 ribu ton dan 792,6 ribu ton, sedangkan dalam tahun 1983/1984 masing-masing telah meningkat menjadi sebanyak 841,9 ribu ton dan 861,2 ribu ton, atau suatu peningkatan sebesar 17 persen dan 9 persen. Perkembangan produksi dan ekspor bauksit dapat dilihat pada Tabel VII.46. Dari tabel tersebut terlihat bahwa produksi dan ekspor bauksit dalam tahun terakhir Pelita III mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun terakhir Pelita II, yang terutama disebabkan karena pemasaran bauksit Indonesia hanya tertuju ke Jepang, sedangkan di Jepang telah terjadi restrukturisasi dalam industri, sehingga menurunkan permintaan bauksit di negara tersebut. Departemen Keuangan RI
202
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
7.6.9. Granit Dewasa ini penambangan batu granit dilaksanakan di pulau Karimun, Riau. Dalam pada itu penjualan batu granit dilaksanakan baik untuk keperluan ekspor khususnya ke Singapura dan Malaysia, maupun untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Dalam tahun 1982/1983, jumlah produksi dan ekspor granit mencapai 2.307,0 ribu ton dan 713,6 ribu ton, sedangkan dalam tahun 1983/1984 telah terjadi penurunan masing-masing menjadi 2.190,7 ribu ton dan 1.390,4 ribu ton. Hal ini berarti produksi granit mengalami penurunan sebanyak 116,3 ribu ton atau 5 persen, sedangkan ekspornya telah meningkat sebanyak 676,80 ribu ton atau sebesar 95 persen. Perkembangan produksi dan ekspor granit dapat dilihat pada Tabel VII.47.
7.6.10. Bahan-bahan tambang lainnya Bahan-bahan tambang lainnya, yang termasuk dalam bahan galian industri atau bahan galian golongan C, terdiri alas kaolin, mangaan, aspal, yodium, belerang, fosfat, ashes, posir kuarsa, marmer, gamping lempung, peldspar, bentonit, yarosit dan kalsit. Kegiatan penambangan bahan-bahan tambang tersebut dilakukan oleh badan usaha milik negara (BUMN) dan perusahaan swasta nasional. Pada umumnya bahan tambang ini diperuntukkan bagi konsumsi dalam negeri, walaupun di antaranya telah ada yang diekspor dalam jumlah relatif kecil dan secara tidak teratur. Perkembangan produksi tambang lainnya dapat dilihat pada Tabel VII.48. Tabel VII.48 PRODUK BAHAN GALIAN 1), 1972 - 1983 ( dalam ton kecuali marmer dalam m2 slabs) 1974 1975 1976 1977 1978
Jenis 1972 1973 1979 1980 1981 1982 19834) 1. Bahan - bahan semen a. Gamping 411.976 995.767 1.114.079 1.374.433 2.120.909 3.724.575 1.657.528 2.690.439 7.605.644 3.360.484 9.753.942 6.865.621 b. Lempung 76.610 164.287 219.066 '270.893 379.569 653.782 332.152 583.522 1. 716.811 524.643 1.266.078 907.771 2. Marmer 9.717 12.232 13.520 19.828 25.944 35.216 33.496 25.216 25.315 28.842 1.603 220 3. Aspal 115.580 95.149 75.170 115..697 104.990 138.739 161.817 80.601 173.018 276.626 192.563 725.752 4. Yodium 9,6 19,4 25,9 33,1 27 11,9 7,3 25,3 29,3 25,3 28,9 25,2 5. Mangaan 7.522 15.965 18.228 14.192 8.780 6.847 5.889 6.909 4.196 2.639 17.894 7.783 6. BeIerang 900 1.951 2.349 3.944 3.483 1.697 1.7633) 1803) 1973) 4973) 1.144 3.639 3.598 7. Fosfat 1.320 819 5.563 7.902 7.465 6.071 5.323 11.111 7.295 5.631 2.949 8. As b e s 223 283 92 50 31 15 103) 253) 74 9. K a 0 1 i n 12.906 29.609 25.971 30.528 29.323 38.006 37.115 58.529 75.647 80.904 75.870 _2) 10. Posir kwarsa 44.148 64.161 62.688 85.979 110.809 221.441 310.051 106.244 260.074 155.730 938.618 _2) 11. Feldspar 2.756 1.648 6.616 13.721 12.266 16.750 13.345 11.939 12. K a Is it 3.485 2.764 1.704 784 1.241 _2) 13. Yarosit 274 341 1.196 148 147 _2) 14. Bentonit 4.191 2.847 6.396 3.973 7.597 _2) 15. G ips 290 453 855 570 _2) 1) Mcrupakan hasil usaha swasta nasional, pcrusahaan daerah dan lain-lain 2) Data tidak terscdia 3) Angka diperbaiki 4) Angka scmcntara
7.6.11. Listrik Pembangunan di bidang kelistrikan ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat, baik masyarakat pedesaan maupun perkotaan, serta untuk mendorong dan
Departemen Keuangan RI
203
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
merangsang kegiatan ekonomi. Sejalan dengan perkembangan teknologi yang demikian pesat di segala bidang, maka peranan listrik semakin mempunyai arti penting, baik sebagai sarana kehidupan sehari-hari maupun sebagai sarana produksi. Hal ini terlihat antara lain dari permintaan tenaga listrik yang semakin meningkat yang diakibatkan oleh terus bertambahnya tingkat kebutuhan masyarakat. Oleh sebab itu pembangunan di bidang kelistrikan terus dilakukan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Pelaksanaan pembangunan tenaga listrik tersebut didasarkan pada kebijaksanaan yang menyatukan seluruh sektor tenaga listrik dalam satu kesatuan perencanaan yang menyeluruh, serta diarahkan pada pendekatan secara regional, dengan maksud agar tercapai suatu sistem interkoneksi regional, lengkap dengan pembarigkit transmisi dan distribusi. Selanjutnya dalam rangka diversifikasi penggunaan sumber energi dan penghematan bahan bakar minyak, rencana dan pembangunan tenaga listrik dikaitkan dengan kebijaksanaan umum bidang energi, yaitu sejauh mungkin memanfaatkan potensi sumber energi non minyak dan penghematan bahan bakar minyak. Selama Pelita III, pembangunan dan rehabilitasi tenaga listrik secara bertahap telah dapat meningkatkan baik clara terposang pembangkit tenaga listrik maupun jaringan listriknya. Dalam tahun 1982/1983, rehabilitasi dan pembangunan yang dilakukan pada pusat pembangkit tenaga listrik mencakup kapositas sebesar 355,720 MW, sedangkan dalam tahun 1983/1984 telah meningkat menjadi sebesar 501,800 MW, atau suatu peningkatan sebesar 41 persen. Di samping itu dalam tahun yang sarna juga telah dilakukan rehabilitasi dan pembangunan jaringan transmisi, gardu induk dan jaringan distribusi. Dengan peningkatan rehabilitasi dan pembangunan di bidang kelistrikan tersebut, maka telah dibuka peluang yang lebih besar dalam pengusahaan tenaga listrik. Dalam tahun 1982/1983 jumlah produksi tenaga listrik, penjualan tenaga listrik, daya tersambung dan daya terpasang, masing-masing mencapai 11.843,151 MWH, 9.072,596 MWH, 5.269,251 KVA dan 3.405,980 MW. Sedangkan dalam tahun 1983/1984 masing-masing telah berkembang menjadi sebesar 13.296,410 MWH, 10.023,619 MWH, 6.126,669 KV A dan 3.924,41 MW, yang berarti terjadi peningkatan masing-masing sebesar 12 persen, 10 persen, 16 persen dan 15 persen. Perkembangan produksi, penjualan, daya tersambung dan daya terpasang tenaga listrik dapat diikuti pada Tabel VII.50. Di samping itu dengan meningkatnya pembangunan tenaga listrik, maka telah meningkat pula kebutuhan tenaga-tenaga terampil. Untuk itu selama Pelita III telah dilakukan pendidikan dan latihan di bidang teknis dan administratif baik di pusat pendidikan dan latihan PLN, maupun pada lembaga-lembaga pendidikan dan latihan di luar PLN.
Departemen Keuangan RI
204
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986 TABELVII.50 PRODUKSI, PENjUALAN, DAY A TERSAMBUNG DAN DAYA TERPOSANG TENAGA LISTRIK, 1972/1973 -1983/1984 Uraian
1972/1973
1973/1974
1974/1975
1975/1976
1976/1977
1977/1978
Produksi tenaga listrik (MWH) Penjualan tenaga listrik (MWH) Daya tersambung (KVA) Daya terposang (MW)
2.494.477 1.892.609 934.617 850,16
3.006.669 2.214.950 1.076.264 970,77
3.345.241 2.444.107 1.261.&15 1.116,84
3.770.294 2.803.613 1.426.376 1.129,40
4.127.390 3.081.817 1.594.482 1.376,50
4.740.660 3.532.027 1.933.511 2.862,74
1978/1979
1980/1981
1981/1982
1982/1983
1983/1984
5.722.816 7.004.288 8.420.386 4.286.921 5.343.406 6.473.026 1) 2.459.052 3.063.354 1) 3.744.236 2.413,38 2.535,92 1) 2.554,801)
1979/1980
10.137.910 7.845.466 4.502.788 3.032,49
11.846.151 9.072.596 5.269.251 3.405,98
13.296.410 10.023.619 6.126.669 3.924,41
1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara
Sejalan dengan peningkatan permjntaaan tenaga listrik yang terus berkembang, telah ditingkatkan pula pembangunan pusat-pusat pembangkit tenaga listrik dengan tetap didasarkan pada diverifikasi energi. Selama Pelita III telah dapat diselesaikan pembangunan sejumlah pusat pembangkit tenaga listrik di beberapa lokasi, antara lain pusat listrik tenaga air (PLTA) Maninjau, PLTA Wonogiri, PLTA Lodoyo, pusat listrik tenaga uap (PLTU) Semarang Unit III, pusat listrik tenaga' gas (PLTG) Semarang Unit IV, PLTG Padang Unit III, PLTG Palembang Unit III, PLTG Para Posir (Medan) Unit V, dan PLTG Ujungpandang unit II. Oemikian juga beberapa pusat listrik tenaga disel (PLTD) yang tersebar di kala-kola dan di daerah pedesaan. Selanjutnya kini juga sedang diselesaikan pembangunan beberapa pusat pembangkit tenaga listrik, antara lain meliputi PLTU Suralaya Unit I, PLTU Belawan Unit I dan II, PLTG Ujungpandang, PLTG Gresik Unit III, PLTG Denpasar, PLTD Bukit Asam, PLTD Tarakan, PLTD Pontianak dan PLTD Ujungpandang. Dalam rangka pemerataan pembangunan, program kelistrikan desa telah ditingkatkan melalui partisiposi masyarakat setempat dan pihak Pemda. Adapun jumlah desa yang mendapat aliran listrik telah meningkat dari sebanyak 2.244 desa pada akhir Pelita II menjadi sebanyak 8.051 desa pada akhir Pelita III. Di samping itu sekitar 2.000 ibukota kecamatan dari sejumlah 3.340 ibukota kecamatan yang ada juga telah mendapat aliran listrik.
7.7. Industri Pertumbuhan sektor industri yang telah dicapai selama ini adalah cukup tinggi, yaitu mencapai rata-rata 13,0 persen per tahun dalam Pelita I, 13,7 persen per tahun dalam Pelita II dan 8,9 persen per tahun dalam Pelita III. Sejalan dengan pembangunan yang dilakukan di sektor industri, maka terus ditingkatkan pula keterpaduan antarsektor sehingga lebih memantapkan proses industrialisasi. Dalam pada itu pemanfaatan kekayaan alam yang merupakan potensi u'tama bidang industri, dalam Pelita III telah banyak menunjukkan peningkatan. Hal ini terlihat dari perkembangan industri LNG, meningkatnya penggunaan dan pengolahan gas alam untuk industri baja, pupuk urea dan petro kimia, pengolahan kapur dan tanah liat untuk industri semen, serta penggunaan kayu gelondongan untuk industri kayu
Departemen Keuangan RI
205
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
gergajian dan kayu lapis. Oleh karena pembangunan sektor industri memerlukan mobilitas yang tinggi, maka selama Repelita IV akan terus dilakukan pengamanan terhadap penyediaan sarana angkutan, baik di dalam negeri maupun untuk angkutan komoditi ekspor, seperti angkutan semen, pupuk, baja, kertas, dan kayu lapis. Dalam hubungan ini akan terus dilakukan peningkatan penyediaan prasarana, terutama di wilayah pengembangan industri seperti zona industri Cikampek, Cibinong, Gresik, Cilacap, Cilegon, Lhok Seumawe dan Indarung. TabeI VII.51 BEBERAPA HASIL INDUSTRI, 1969/1970 - 1984/1985 Jenis produksi 1. Tekstil (juta meter) 2. Benang tenun (ribu ball 3. Assembling mobil (ribu buah) 4. Assembling sepeda motor (ribu buah) 5. Pup uk - Urea (ribu ton) - Z A (ribu ton) 6. Semen (ribu ton) 7. Ban kendaraan bermotor (ribu buah) 8. Gelas/botol (ribu ton) 9. Kaca polos (ribu ton) 10. Aluminium sulfat (ribu ton) 11. Asam sulfat (ribu ton) 12. Kertas (ribu ton) 13. Minyak kelapa (ribu ton) 14. Minyak goreng (ribu ton) 15. Sabun cuci (ribu ton) 16. Rokok kretek (milyar batang) 17. Rokokputih (milyarbatang) 18. Korek api (juta kotak) 1) Angka diperbaiki 2) Data tidak tersedia 3) Angka sementara
1969/70
1970/71
1971/72
1972/73
1973/74
449,8 182,1 5
598,3 217 2,9
732 239 16,9
852 262 23
926,7 316,2 36,7
1974/75
1975/76
1976/77
1977/78
1978/79
19. 20. 21. 22. 23. 24.
Tapal gigi (juta tube) Deterjen (ribu ton) Accu (ribubuab) Radio (ribubuah) Televisi (ribu buah) Assembling mesin jabit (ribu buab) 25. Baterai keriog (juta buah) 26. Plat song (ribu ton) 27. Kawat baja (ribu ton) 28. Besi spons (n"bu ton) 29. Lampu pijarJTL (juta buah) 30. Besi beton (ribu ton) 31. Air conditioner (ribu buah) 32. Kabellistrik/telekom (ribu ton) 33. Kapal baja baru (ribu BRT) 1) 34. Sprayer (ribubuah) 35. Vet sin (ribu ton) 36. Mesin dise1 (ribu boob) 37. Susu kental manis (juta peti) *) Da1am ribu ton 1) Angka dipedtaiki 2) Angka smentara
1980/81
1981/82 1982/83
1983/84
1984/853)
974 1.017,10 1.247,00 1.332,50 1.576,00 1.910,00 1.027,30 2.094,00 1. 708,9 1.995,10 364 445,4 662,9 678,3 837,3 998 1.184,00 1.223,00 1.370,00 1.662,00 65,6 78,9 75,3 83,9 108,7 102,5 172,51) 209,9 188,4 155,8
737,3 663 39,8
251
300
167,6
271,8
330,5
31,1
50
100
150
379,3
193,4
1.672,40
-34,3
85,4 542
102,9 568,4
108,4 530,4
120,0 49,7 722,3
115,7 122,8 819
209,1 387,4 406,0 990,0 1.437,2 1.827,0 1.985,1 2.006,7 1.944,1 2,204,8 129,1 113,8 105,2 93,3 141,0 147,8 180,8 195,2 209,6 208,0 828,9 1.241,40 1.979,30 2.878,60 3.629,00 4.705,10 5.851,80 6.844,20 7.650,00 8.078,10
- 2) - 2) - 2)
2.481,70 1.390,40
13,4 -0,5 -5,6
366,4 12,2 17 263 27 133 19 11 269
401,5 11 3 3,6 22,2 258,2 26 132,2 20,5 13,7 322
507,7 7,4 7,2 8,6 30,1 260,7 27,2 132,4 21,4 14,7 348
857,6 16,6 11,6 11,2 39,6 264,5 28,8 132 23,7 16,8 475,3
1.351,5 1.704,0 1.796,00 1.883,30 2.339,10 2.540,40 2.898,40 3.320,00 3.816,90 3.885,60 3.673,30 37,2 34,8 32,3 36,4 59,9 63,7 68,4 77,3 84,8 93,1 102 22,3 21,6 29,5 30,9 43,6 51,4 67,3 106,2 89,9 100,7 110,9 17,2 14,3 13,7 15,1 18,5 18,8 12,9 15,4 17,7 17,8 26,8 17,7 8,6 15,3 18,9 19,8 24,5 50,9 39,8 37,2 32,2 44,9 47,2 43,2 46,7 54,4 83,5 155,2 214,2 232 246,6 296,9 369,2 264,5 265 268,4 276,2 276,3 319,1 452 610 480,01) 442,1 381,7 28,7 29,4 30,6 32,6 31,3 37,8 266,2 278,9 326,4 326.21) 342 131,3 148,9 164,6 175,5 194,9 218,5 202,9 213 207,8 213,01) 199 30,2 30,6 . 33,3 37,9 40,9 43,5 41,5 50,5 55,6 61,11) 68,2 20,4 21,9 23,5 22,6 23,1 25,7 28,6 33,4 28,4 27,1 28,01) 566 707 780 772 506,1 539,8 553 586,2 664,8 681,4 817
- 2) - 2) - 2) - 2) - 2) - 2) 127,3 114 100,8 23,8 9,9 272,3
902,5 736,1 2.071,70 45,1 1.166,60 49,6 258,9 144,5 203,7
-5,4 9,6 10,1 52,9 37,5 24,6 -13,8 4,9 -6,5 11,6 -0,7 19,9
j
221,6
410
1970/71
1971/72
1972/73
1973/74
1974/75
1975/76
1976/77
1977/78
15 32 364 5
25 4 56 393 5
26 6 262 416 65
30 5 130 700 60
32 7 140 900 70
46 7 180 1.000 135
108 35 220 1.000 166
104 34 480 1.100 210
104 39 575 1.000 460
109 44 690 1.536 733
114 47 1.747 1.019 660
123 54 3.320 1.111 730
14 54 9 4 5 5 1 7 -
14 55 34 6 10 5 4 15 -
262 72 67
520 240 145 43
400 420 156 85
484 442 185 98
-
-
2
800 132 70 30 18 120 20 7 23 40 7 2 2
400 144 70 30
15 -
340 72 70 15 12 75 20 6 15 -
19 115 24 9 25 20 7 8 2,21)
21 202 23 9 22 15 8 8 3
26 296 30 9 27 20 8 24 4
25 240 29 13 19 15 10 25 4
600 420 185 100 30 300 26 16 17 37 22 30 4
478 462 250 108 100 30 500 47 17 35 78 20 25 5
525 527 294 143 282 34 641 74 19 40 134 26 34 6
-
377,4
)
1969/70
6 74 32
503,3
Persentase perubahan 1983/84 terbadap 3) 1969/70 1982/83 343,5 16,8 813,2 21,3 3.016,00 -17,5
21,4
( Jenis produksi
1979/80
1978/79 1979/80
1980/81
1981/82
1982/83
138 145 64 67 3.651,6 3.521,0 1.155 1.590 847 654 552 554 302 160 385 37 672 54 19 41 154 34 69 5
394 577 317 126 391 36 744 55 47 32 160 33,41) 65 93,8 *)
1983/84 1984/852) 165 75;5 4.080 1.503 623
55 39 2.135 529 264
290 634 419 147 800 55 1.026 69 50 12 170 36 59 101,3 *)
97 287 175 62 350 27 500 26 26 6 67 12 26 37,9 *)
Presentase perobahan 1983/84 tedtadap 2) 1969/70 1982/83 1.001 14 13 12.400 16 314 - 5,4 13.740 -4,7 1.971 1.873 4.829 22.700 1.431 4.900 70 -
-26,2 10 33 15 105 54 38 25 6 -62,6 6 6 9 8
Untuk memantapkan struktur industri, maka terus dilakukan pengembangan industri berskala besar, yang didukung dan diperkuat oleh industri berskala menengah dan kecil. Walaupun produksi dan nilai tambah industri kecil selama ini masih sangat rendah, clara serapnya terhadap tenaga kerja cukup besar sehingga dalam Repelita IV akan terus diusahakan peningkatan peranannya di dalam struktur industri nasional. Dari segi penyebaranura, sampai dengan akhir Pelita II sebagian besar pembangunan industri masih berlokasi di pulau Jawa, sedangkan untuk daerah-daerah di luar Jawa jumlahnya masih terbatas. Dalam Pelita III telah dimulai dengan pembangunan industri-industri dasar/hulu yang mengolah sumberdaya alam dan energi, yang sebagian berlokasi di luar pulau Jawa. Berdirinya industri dasar/hulu tersebut telah mampu menggerakkan pembangunan wilayah, baik industri hilir dan industri kecil Departemen Keuangan RI
206
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
maupun kegiatan ekonomi lainnya. Namun mengingat bahwa industri dasar/hulu mempunyai ciri padat modal, berskala besar, menggunakan teknologi tinggi, serta berlokasi di daerah yang berdekatan dengan sumberdaya alam dan energi yang pada umumnya belum berkembang, maka timbul masalah regional baru yang memerlukan pemecahan secara konsepsional dan terpadu. Permasalahan tersebut antara lain berupa pengaturan tataruang pemukiman, lingkungan hidup, penyediaan sarana dan prasarana, pendidikan dan latihan bagi tenaga kerja siap pakai, serta pengembangan kehidupan perekonomian daerah. Perkembangan sektor industri yang cukup pesat selama Pelita III selain karena adanya peranserta masyarakat, juga disebabkan oleh dorongan sektor-sektor lainnya di samping juga melalui pembinaan terhadap industri itu sendiri (Tabel VII. 51). Gambaran yang lebih terperinci tentang berbagai aspek perkembangan kegiatan industri beserta hasil-hasilnya dapat diikuti melalui uraian berikut ini.
7.7.1. Industri logam dasar Kelompok industri mesin dan logam dasar meliputi industri logam dan produk dasar, industri mesin, industri motor dan perlengkapan pabrik, industri peralatan listrik dan elektronika profesional, serta industri alat angkut. Hasil produksi kelompok industri tersebut sebagian besar merupakan barang modal yang sangat diperlukan dalam kegiatan di berbagai sektor ekonomi. Oleh karena itu laju pertumbuhan kelompok industri mesin dan logam dasar senantiasa sejalan dengan perkembangan sektor-sektor ekonomi lainnya, terutama yang menjadi konsumen dari kelompok industri tersebut. Dalam Pelita III pengembangannya mulai bergeser ke arah hulu, yaitu industri yang menghasilkan bahan baku, komponen dan peralatan mesin. Sedangkan dalam Repelita IV pengembangannya ditekankan pada industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri, baik industri berat maupun ringan. Tab e I VII. 52 BEBERAPA HASIL INDUSTRI LOGAM DASAR, 1969/1970 - 1984/1985 Jenis produksi 1. Assembling mobil (ribu buah) 2. Plat seng (ribu ton) 8. Besi spons (ribu ton) 4. Besi beton (ribu ton) 5. Kapal baja ba:ru (ribu BRT) 1) 6. Mesin penggilas jalan (buah) 7. Huller (ribu buah) 8. Kawat baja (ribu ton) 9. ,Mesin disel (ribu buah) 10. Ekstrusi aluminium (ribu ton) 11. Aluminium sheet (ribu ton) 12. Pesawat terbang (buah) 18. Pesawat helikopter (buah) 14. Ingot baja (ribu ton) 15. Pipa air/gaJI/minyak (ribu ton) 16. Pipa listrik . (ribu ton) 17. Pipa bajaspiral (ribu ton) 18. Radiator (ribu bush) 19. Piston (ribubuah) 20. Tabung gambar (ribu buah) 21. Transformator (ribu bush) 22. Traktor tangan (buah) 23. Traktor mini (buah) 24. Generator set (unit) 1) Angka diperbaiki 2) Data tidak tersedia 3) Angka sementara
1969/70 5 8,5 4,5 7,1 200 2,2 -
Departemen Keuangan RI
1970/71 2,9 84,4 10 15 200 ,..-
1971/72 16,9 66,6 74 15 200 -
1972/78 28 69,6 75 15 200.0 2,5 15 -
1978/74 36,7 70 120 22,9 860 3,5 80 2 -
1974/75 65,6 70 115 25,4 575 3,5 80 8 4 8 -
1975/76 78,9 145 202 22 475 4 48,4 8 2,4 5,2 2 116 85 50 12 15 50 0,8 30 -
1976/77 75,8 156 296,3 27,2 546 1 84,6 24 2,4 6,5 8 18 186 88 55 18,5 17,8 57,5 12,5 1,2 80 -
1977/78 83,9 185 240 19,4 400 0,8 98 25,8 2,6 9,7 7 6 67,2 45 60 15 27 180 26,7 1,2 44 -
1978/79 108,7 185 300 16,9 120 2,2 100 80,4 2,8 9,7 16 16 80 47,8 66 5 52 185 55 1,4 280 25 -
1979/80 102,5 250 99,6 500 85,2 450 2,5 108 25 6,1 9,5 16 16 122,4 47,8 75,8 7 100 135 25 1,4 550 150 8.279,00
1980/81 1981/82 1982/83 1983/84 172,51) 209,9 188,4 155,8 294,2 301,5 816,7 419 281,9 884,5 891 800 640,5 671,8 748,8 1.026,00 40,4 41,3 82,4 12,1 816 431 404 423 1,8 1,1 1,7 0,5 148,2 159,7 128,8 147,3 84,1 69,4 64,6 58,6 8,2 10,7 12,8 16 11,8 18,7 15,1 8 12 17 21 15 12 12 21,01) 18 897,1 486 698 762 68,1 102 122,2 178,4 60,2 109,6 114,1 1) 166,6 80,5 81,4 46,2 50 160,4 178,1 170,7 41,8 140 81,1 125 60 59,8 73,2 - 2) - 2) 2,8 3,9 4,7 9,8 877 1.074,00 1.271,00 1.065,00 192 65 116 68 8.820,00 16.875,00 20.859,00 45.215,00
1984/85 3) 39,8 174,6 850 500 6,1 177 0,7 62 26,2 7 8,4 4 6 888,8 75 69,4 25 17,5 30 - 2) 4,8 625 48 18.850,00
207
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Perkembangan yang telah dicapai di bidang industri logam dasar dalam pelaksanaan Repelita III pada umumnya cukup menggembirakan. Sebagai hasilnya, saat ini industri mesin dan peralatan pabrik sudah mampu membuat komponen-komponen mesin/peralatan untuk pabrik gula, kelapa sawit, kafer, semen, kopi, teh, mesin tenun, mesin plastik dan komponenkomponen pabrik lainnya. Dalam tahun 1983/1984 telah dihasilkan motor disel sebanyak 58,6 ribu unit, sedangkan dalam tahun 1978/1979 baru berjumlah 30,4 ribu unit. Hal ini berarti bahwa selama periode tersebut telah terjadi peningkatan rata-rata sebesar 18,6 persen per tahun. Sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dihasilkan lagi sebanyak 26,2 ribu unit. Adapun produksi ingot baja/billet yang dalam tahun 1978/1979 mencapai sebanyak 80 ribu ton, dalam tahun 1983/1984 telah meningkat menjadi 762 ribu ton, suatu kenaikan rata-rata sebesar 56,9 persen per tahun. Dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dapat diproduksi sebanyak 333,3 ribu ton. Adapun produksi besi heron dalam waktu yang sarna telah meningkat dari 300 ribu ton menjadi 1.026 ribu ton, yang berarti telah terjadi peningkatan ratarata sebesar 27,9 persen setahun, sedangkan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dapat dihasilkan sebanyak 500,0 ribu ton. Produksi industri transformator, yang dalam tahun 1982/1983 baru mencapai 4,7 ribu buah, dalam tahun 1983/1984 telah meningkat menjadi 9,8 ribu buah, atau suatu kenaikan sebesar 108,5 persen. Untuk tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dapat diproduksi sebanyak 4,3 ribu buah. Namun untuk produksi aluminium sheet, yang dalam tahun 1978/1979 berjumlah 9,7 ribu ton dan kemudian terus meningkat menjadi sebanyak 15,1 ribu ton dalam tahun 1982/1983, dalam tahun 1983/ 1984 telah menurun menjadi sebanyak 8,0 ribu ton. Adapun dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984, telah diproduksi sebanyak 3,4 ribu ton. Walaupun perkembangan beberapa hasil industri logam dasar cukup baik sebagaimana dapat dilihat pada Tabel VII.52, namun masih banyak dihadapi hambatan-hambatan. Hal tersebut antara lain menyangkut masalah ketergantungan akan bahan baku yang sampai saar ini masih harus diimpor, belum cukup berkembangnya industri hulu atau industri barang antara, resesi dunia yang belum sepenuhnya pulih, serta masih lemahnya keterkaitan industri baik secara horizontal maupun vertikal.
7.7.2. Industri kimia dasar Dalam Pelita III telah diusahakan tercapainya sa saran di bidang industri kimia dasar, yang meliputi penguatan struktur industri dan peningkatan pertumbuhan industri nasional. Hal ini antara lain ditandai oleh tumbuhnya wilayah-wilayah/zona industri yang tersebar di Departemen Keuangan RI
208
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
beberapa wilayah seperti di Aceh, Sumatera Barat, Riau, Sumatera bagian selatan, pulau Jawa, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur. Hasil pengembangan tersebut telah terlihat pada peningkatan kegiatan sektor-sektor ekonomi ,lainnya yang berkaitan dengan kelompok industri kimia dasar. Hal ini telah menimbulkan dampak yang positif berupa pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja dan lalu lintas ekonomi antarwilayah, pemerataan pembangunan, serta peningkatan kemampuan teknologi industri. Dalam Repelita IV akan terus ditingkatkan upaya pengembangan industri-industri yang mempunyai dampak pengembangan wilayah. Kelompok industri kimia dasar, yang antara lain menghasilkan pupuk, kertas, semen, ban kendaraan bermotor, pestisida, kaca palos, asam sulfat, dan serat sintetis, dalam tahun terakhir Pelita III secara umum menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Jika dalam tahun 1982/1983 produksi pupuk urea mengalami sedikit penurunan hila dibandingkan dengan tahun 1981/1982, maka dalam tahun 1983/1984 telah dapat meningkat menjadi sebanyak 2.204,8 ribu ton yang berarti sebesar 13,4 persen di alas tahun sebelumnya. Hal ini antara lain disebabkan karena makin meningkatnya permintaan masyarakat akan pupuk. Demikian pula halnya dengan pupuk TSP, dalam tahun 1983/1984 produksinya telah mencapai sebanyak 783,0 ribu ton, atau 35,6 persen lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 1982/1983 yang baru berjumlah 577,4 ribu ton. Di lain pihak terjacli sedikit penurunan produksi pupuk ZA, dari 209,6 ribu ton dalam tahun 1982/1983 menjacli 208,0 ribu ton dalam tahun 1983/1984. Walaupun demikian hal ini tidak akan berpengaruh terhadap kapositas produksi petani pemakai pupuk. Dengan meningkatnya produksi dan kebutuhan pupuk, maka terus dilaksanakan usahausaha untuk menunjang kelancaran distribusinya. Proyek sarana distribusi pupuk Pusri IV (PSD IV), yang l?erupakan lanjutan daripada PSD III, merupakan salah satu langkah yang ditempuh Pemerintah dalam memperlancar distribusi pupuk. Adapun kegiatannya mencakup pengadaan kapal curah dan suku cadang, pembangunan unit pengantongan pupuk di Ujungpandang, serta pengadaan gerbong kereta api dan pembangunan gudang-gudang pupuk. Sementara itu jumlah produksi berbagai jenis kertas dalam tahun 1983/1984 juga telah mengalami peningkatan. Jika dalam tahun 1982/1983 baru dihasilkan sebanyak 296,6 ribu ton kertas, maka dalam tahun 1983/1984 produksinya meningkat menjadi 369,2 ribu ton, atau kenaikan sebesar 24,5 persen. Di lain pihak produksi berbagai jenis ban luar kendaraan bermotor dan ban luar sepeda motor telah mengalami sedikit penurunan. Dalam tahun 1982/1983 produksinya masing-masing berjumlah 3.885,6 ribu buah dan 2.567,1 ribu buah, namun dalam tahun 1983/1984 hanya mencapai sebanyak 3.673,3 ribu buah ban kendaraan bermotor dan 2.438,5 ribu ban sepeda
Departemen Keuangan RI
209
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
motor, suatu penurunan masing-masing sebesar 5,5 persen dan 5,0 persen. Cabang industri anorganik dan industri bahan-bahan kimia organik dasar, yang antara lain menghasilkan semen, kaca palos, asam sulfat dan zink oksida, dalam tahun terakhir Pelita III telah berkembang dengan baik. Apabila dalam tahun 1982/1983 produksi semen baru berjumlah 7.650,0 ribu ton, maka dalam tahun 1983/1984 telah mencapai sebanyak 8.078,1 ribu ton, yang berarti telah terjadi peningkatan sebesar 5,6 persen di bandingkan dengan tahun sebelumnya. Demikian pula halnya dengan produksi kaca palos, dalam waktu yang sama telah meningkat dari 100,7 ribu ton menjadi 110,9 ribu ton, atau suatu kenaikan sebesar 10,1 persen. Perkembangan beberapa hasil industri kimia dasar dapat diikuti pada Tabel VII. 53.
Tab e I VII. 53 Jenis produksi 1. a. Urea (ribu ton) b. ZA (ribu ton) c. TSP (ribu ton) 2. K e r t a s (ribu ton) 3.Semen(ributon) 4. Ban kendaraan bermotor (ribu ton) 5. Ban sepeda motor (ribu ton) 6. Kaca palos (ribu ton) 7. Aluminium sulfat (ribu ton) 8. Asam sulfat (ribu ton) 9.Soda(ributon) 10. Zat asam (iuta M3) 11. Asam arang (ribu ton) 12.Acety1ene (ribu M3) 13. Pestisida (ribu ton) 14. Synthetic resin (ribu ton) 15. Bahan kimia tekstil (ton) 16. Zink oksida (ton) 17. Bahan peledak (ribu ton) 18. Asam chlorida (ribu ton) 19. Serat sintetis (ribu ton) 1)Angka diperbaiki
2) Data tidal tersedia
BEBERAPA HASIL INDUSTRI KIMIA DASAR, 1969/1970 - 1983/1984 1969/70 1970/71 1971/72 1972/73 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 1983/84 3) 1.827,0 1.985,1 2.006,71) 1.994,1 102,9 108,4 120 115,7 209,1 387,4 406 990 1.437,20 2.204,80 85,4 49,7 122,8 129,1 113,8 105,2 93,3 141 147,8 180,8 195,2 209,6 208 114,4 465 559,3 577,4 783 22,2 30,1 39,6 47,2 43,2 46,7 54,4 83,5 155,2 214,2 232 246,6 296,9 369,2 17 568,4 530,4 722,3 819 828,9 1.241,40 1.979,30 2.878,60 3.629,00 4.705,10 5.851,80 6.844,20 7.650,00 8.078,10 542 401,5 507,7 857,6 1.351,50 1.704,00 1.796,00 1.883,30 2.339,10 2.540,40 2.898,40 3.320,00 3.816,90 3.885,60 3.673,30 366,4 792 1.432,80 1.200,00 1.520,00 1.658,20 2.070,50 2.319,70 2.801,30 2.567,10 2.438,50 22,3 21,6 29,5 30,9 43,6 51,4 67,3 106,2 89,9 100,7 110,9 3 7,2 11,6 17,2 14,3 13,7 15,1 18,5 18,8 12,9 15,4 17,7 17,8 26,8 3,6 8,6 11,2 17,7 8,6 15,3 18,9 19,8 24,5 50,9 39,8 37,2 32,2 44,9 0,9 1,8 2,8 2,9 4,2 8,8 8,8 9,5 8,5 17,6 18,8 15.6 29 _2) 0,4 2,8 3,5 3,7 4,6 4,8 4,9 6,3 6,8 7,2 8,21) 8,1 9,5 9,5 9,8 2,2 2,1 0,8 2,5 2,3 2,8 3,5 2,2 4,7 4,9 4,6 3,9 0,5 99,2 123,8 241,2 289,1 305 335 246,7 511,6 534,5 600 244,2 0,4 1 2,3 2,5 10,2 9,1 20,8 25,7 33,6 48 36,6 0,5 1,9 3,2 31,3 14 31 51,2 57,2 81 _2) 509,5 532,2 527 627 4.460,00 6,557,5 11.800,00 25.392,0 45069,0 1) 43.898,00 1.127.0 1.329,0 0,1 471,4 801,7 810 7:)1,0 970 980 1.284,0 1.250,0 1.189,00 1.154,00 1.550,00 1.870,00 - 1.150,00 718 480 614 541 0,9 1,2 3,7 4,5 2.2 3,9 4 4,3 5,3 11 10,9 9,6 10,5 10,7 0,4 72,9 89 112 113,7 118,3 3) Angka sementara
7.7.3. Aneka industri Kelompok aneka industri (industri hilir) mempunyai peranan yang cukup besar dalam pembangunan industri secara keseluruhan. Hal ini antara lain karena aneka industri dapat merupakan jembatan antara kelompok industri hulu (dasar) dengan ke1ompok industri kecil, dan sekaligus mempererat keterkaitan antara industri besar dengan industri kecil, sehingga dapat memperkokoh struktur industri nasional. Di samping itu dalam menyerap tenaga kerja, ke1ompok aneka industri ini lebih besar peranannya apabila dibandingkan dengan kelompok industri hulu yang re1atif lebih padat modal. Aneka industri yang meliputi industri pangan, tekstil, kimia, alar listrik dan logam serta bahan bangunan dan umum, dalam tahun terakhir Pelita III menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Dalam tahun 1983/1984 produksi margarine te1ah mencapai 85,5 ton, sedangkan dalam tahun 1982/1983 baru berjumlah 30,1 ton, atau suatu kenaikan sebesar 184,0 persen. Selanjutnya dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 te1ah dihasilkan sebanyak 28,3 ton. Demikian pula halnya dengan produksi susu kental manis, te1ah terjadi kenaikan sebesar 8,0 persen, yaitu
Departemen Keuangan RI
210
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
dari 93,8 ribu ton dalam tahun 1982/1983 menjadi 101,3 ribu ton dalam tahun 1983/1984. Kemudian dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dapat diproduksi sebanyak 37,9 ribu ton. Produksi rokok kretek dan susu cair te1ah meningkat masing-masing sebesar 11,6 persen dan 67,9 persen, yakni dari 61,1 milyar batang dan 11,1 juta ]iter dalam tahun 198211983, menjadi 68,2 milyar batang dan 18,6 juta liter dalam tahun 1983/1984. Selanjutnya dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984, telah dihasilkan masing-masing sebanyak 23,8 milyar batang dan 6,6 juta liter. Dalam periode yang sarna produksi minyak ke1apa mengalami penurunan sebesar 13,7 persen, yakni dari 442,1 ribu ton dalam tahun 1982/1983 menjadi 381,7 ribu ton dalam tahun 1983/1984. Produksi industri tekstil seperti benang tenun, tekstil dan pakaian jadi telah menunjukkan peningkatan bila dibandingkan dengan tahun sebe1umnya. Produksi tekstil, meningkat sebesar 16,8 persen, yakni dari 1.708,9 juta meter dalam tahun 19821 1983 menjadi 1.995,1 juta meter dalam tahun 1983/1984, sedangkan dalam tahun pertama Repe1ita IV sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dapat dihasilkan sebanyak 737,3 juta meter. Bersamaan dengan itu produksi benang tenun dan pakaian jadi juga te1ah menunjukkan suatu peningkatan, yakni dari 1.551,0 ribu bal dalam tahun 1982/1983 menjadi 1.662,0 ribu bal dalam tahun 1983/1984, yang berarti meningkat sebesar 7,2 persen. Adapun industri kimia seperti tapal gigi dan diterjen juga mengalamj peningkatan produksi yang cukup besar. Jika dalam tahun 1982/1983 baru dihasilkan sebanyak 145,0 juta tube tapal gigi dan 66,8 ribu ton diterjen, maka dalam tahun 1983/1984 telah meningkat menjadi 165,1 juta tube dan 75,5 ribu ton, suatu peningkatan sebesar 13,9 persen dan 13,0 persen. Sedangkan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 masing-masing telah berjumlah 55,0 juta tube dan 39,2 ribu ton. Industri alat listrik dan logam, yang antara lain menghasilkan televisi, radio, sepeda motor, dan baterai kering, secara keseluruhan menunjukkan sedikit penurunan apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun khusus untuk baterai kering telah terjadi peningkatan sebesar 9,9 persen, yakni dari 576,6 juta buah dalam tahun 1982/1983 menjadi 633,6 juta buah dalam tahun 1983/1984, dan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dihasilkan sebanyak 287,2 juta buah. Perkembangan beberapa hasil aneka industri dapat diikuti melalui Tabel VII.54.
Departemen Keuangan RI
211
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986 Tabel VII.54 BEBERAPA HASIL ANEKA INDUSTRI, 1969/1970 - 1984/1985 Jenis produksi 1969/70 19670/197 1971/1972 1972/1973 1973/1974 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 1983/1984 1984/1985 1. Tekstil (juta meter) 449,8 598,3 732 852 926,7 974 1.017,00 1.247,00 1.332,50 1.576,00 1.910,00 2.027,30 2.094,00 1.708,90 1.995,10 737,3 2. Benang tenon (ribu ba1) 182,1 217 239 262 316,2 364 445,4 622,9 678,3 837,3 998 1.184,00 1.233,00 1.551,00 1.662,00 633 3. Margarine (ton) 7,5 7 7,5 7,3 8,1 10,7 10,7 13,1 15,3 17,7 18,5 19,3 19,6 30,1 85,5 28,3 4. Minyak kelapa (ribu ton) 263 258,2 260,7 264,5 264,5 265 268,4 276,3 319,1 319,1 452 610 480,0 1) 442,1 381,7 127,3 5. Minyak goreng (ribu ton) 27 26 27,2 28,8 28,7 29,4 30,6 32,6 31,3 37,8 266,2 278,9 326,4 326,21) 342 114 6. Sabun cuei (ribu ton) 133 132,2 132,4 132 131,3 148,9 164,6 175,5 194,9 218,5 202,9 213 207,8 213 199 100,8 7. DeteIjen (ribu ton) 4 5,6 5,2 6,6 7 34,9 33,4 38,5 44,2 46,5 54,4 63,9 66,8 75,5 39,2 8. Rokok kretek (milyar batang) 19 20,5 21,4 23,7 30,2 30,6 33,3 37,9 40,9 43,5 41,5 50,5 55,6 61,1 68,2 23,8 9. Rokok putih (milyar batang) 11 13,7 14,7 16,8 20,4 21,9 23,5 22,6 23,1 25,7 28,6 33,4 28,4 27,1 28 9,9 10. Korek api (juta kotak) 269 322 348 475,3 566 707 780 772 506,1 539,8 553 586,2 664,8 681,4 817 272,3 11. Tapal gigi (juta tube) 15 25 26 30 32 46 107,8 103,6 104,4 108,5 113,9 123 137,5 145 165,1 55 503,3 12. Assembling sepeda motor (ribu buah) 21,4 31,1 50 100 150 261 300 267,6 271,8 330,5 221,6 410 577,4 379,3 193,4 13. A c c u (ribu buah) 32 56,2 262 130 140 180 220 480 575 690 1.747,20 3.319,70 3.651,60 3.521,00 4.080,00 2.135,00 14. Radio (ribubuah) 363,5 393,3 416 700 900 1.000,00 1.000,00 1.100,00 1.000,00 1.536,00 1.018,80 1.110,50 1.154,90 1.589,90 1.503,10 529 15. Televisi (ribu buah) 2) 4,5 4,7 65 60 70 135 166 210 260 733,2 659,8 730,1 846,9 653,5 622,8 263,7 16. Assembling mesin jahit (ribu bubo) 14 13,5 262 340 800 400 520 400 484 600 477,6 525,4 531,6 393,5 290,2 96,7 17. Baterai kering (juta buah) 54 55,2 72 72 132 144 240 420 442 420 462 526,7 553,6 576,6 633,6 287,'2 18. Lampu pijar/TL (juta buah) 3,5 5,5 6 12,3 18 18,9 21 26 24,8 30,4 29,9 33,8 36,5 35,7 55,1 27,1 19. Air Conditioner (ribu buah) 4,5 4,7 31,8 20 20 24 23 30 29,3 26,4 47,4 73,5 53,6 55 68,9 26,4 20. Kabellistrik/telekom (ribu.ton) 1 4 6 9 9 9 9 12,5 15,7 17,4 19,1 18,7 47 50 26,3 21. Susu bubuk (ribu ton) 1,7 3,8 9,6 13,5 16,8 26,5 28,3 27,6 27,9 9,8 22. Susu kenta! manis (juta peti) 1,5 2,4 2,2 2,5 3,5 4,4 4,1 4,8 5,5 5,2 93,8*) 101,3*) 37,9*) 23. Susu cair (juta liter) 2,5 4 3,9 3,6 5,9 8,5 9,2 11,1 18,6 6,6 *) Dalam ribu ton 1 ) Angka diperbaiki 2) Mu1ai tahun 1978/1979, terdiri dari TV hitam putih dan TV berwarna 3) Angka sementara
7.7.4. Industri kecil Pembangunan di bidang industri kecil ditujukan untuk memperluas kesempatan kerja, memeratakan kesempatan berusaha, meningkatkan ekspor, menghemat devisa, menunjang pembangunan daerah serta memanfaatkan sumberdaya alam, energi dan manusia. Dalam hubungan ini diusahakan untuk terciptanya kaitan yang erat antara industri kecil, industri menengah dan industri besar, sehingga dapat diharapkan pembangunan industri besar dan menengah secara langsung akan merangsang pembangunan sektor industri keci!. Untuk itu telah digariskan pokok-pokok kebijaksanaan di bidang pembangunan industri kecil yang antara lain bertujuan menciptakan iklim usaha melalui penetapan skala prioritas, meningkatkan pembangunan di daerah, meningkatkan ekspor serta meningkatkan pengetahuan para pengusaha/pengrajin. Mengingat lokasi usaha industri kecil tersebar di seluruh wilayah tanah air bahkan sampai ke pedalaman, maka pengembangannya lebih dikaitkan dengan potensi setempat, yaitu melalui pengembangan wilayah-wilayah pusat pertumbuhan industri (WPPI). Oleh karenanya. salah satu prioritas pengembangan wilayah dalam kelompok industri kecil berorientasi kepada pengembangan zona dan kawasan industri, terutama melalui penciptaan usaha industri kecil baru yang dinamis di samping optimalisasi usaha industri kecil yang telah ada. Untuk lebih mendukung terciptanya sa saran pengembangan industri kecil, maka ditempuh beberapa kebijaksanaan sektoral, antara lain berupa pemberian prioritas pengembangan kepada industri kecil yang hasilnya dapat memenuhi kebutuhan orang banyak, mempunyai keterkaitan dengan sektor-sektor lain, serta produksinya berorientasikan kepada komoditi ekspor. Semen tara itu di bidang kelembagaan telah didirikan sarana pembinaan, yakni meliputi 9 pusat pengembangan industri kecil (PPIK), 7 pusat pelayanan informasi, 80 unit pelayanan teknis dan 13 pusat pelayanan promosi yang penyebarannya hampir merata di seluruh wilayah tanah air. Dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984, telah berhasil diresmikan penggunaan buah lingkungan industri kecil (UK), yang tersebar di Yogyakarta, Magetan,
Departemen Keuangan RI
212
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Semarang, Bandung, Tegal, Sidoarjo, Tasikmalaya dan Sukabumi. Di samping itu juga telah dilaksanakan pembangunan 6 buah perkampungan industri kecil (PIK) masing-masing di Jakarta yang meliputi Pulogadung, Tebet dan Tangerang, di Sukabumi (Jawa Barat), di Gunung Sempu (Yogyakarta), serta di Pare-Pare (Sulawesi Selatan). Sejalan dengan itU telah dibangun pula saran a usaha industri kedl (SUlK) yang terletak di dalam kawasan-kawasan industri Pulogadung (Jakarta), Medan, Cilacap dan Surabaya. Tenaga penyuluh lapangan (TPL) terus pula ditingkatkan, baik jumlah maupun mutunya. Apabila dalam tahun 1979/1980 jumlah TPL yang berhasil dididik baru sebanyak 93 orang, maka dalam tahun 1983/1984 telah bertambah menjadi 2.151 orang. Sedangkan jumlah tenaga penyuluh lapangan spesialis (TPLS), yang merupakan peningkatan dari TPL, dalam tahun 1982/1983 telah berjumlah 438 orang. Dengan bertambahnya sarana pembina tersebut maka kemampuan pembinaan juga telah meningkat, yakni apabila dalam tahun 1979/1980 jumlah sentra industri kecil yang dibina baru sebanyak 281 buah, maka dalam tahun 1983/1984 telah meningkat menjadi 690 buah, yang tersebar di hampir seluruh propmsl.
7.8. Perhubungan, telekomunikasi, pos dan kepariwisataan Pelaksanaan pembangunan perhubungan, pos dan telekomunikasi serta kepariwisataan sampai dengan tahun pertama Pelita IV ditekankan pada kegiatan rehabilitasi dan peningkatan prasarana serta sarana yang ada, sehingga dapat menyediakan kapositas jasa yang semakin baik bagi masyarakat. Di samping itu terus dilakukan pula pembangunan prasarana dan sarana baru sesuai dengan pertumbuhan jasa perhubungan, telekomunikasi, pos dan kepariwisataan yang setiap tahunnya terus meningkat. Dengan adanya peningkatan pembangunan tersebut, telah dapat diperluas jangkauan pelayanan perhubungan, arus barang dan jasa, serta komunikasi dan mobilitas penduduk ke seluruh pelosok wilayah Nusantara. Usaha tersebut juga telah dapat'menembus isolasi dan mendorong laju pertumbuhan daerahdaerah terpencil serta meningkatkan perdagangan antardaerah yang lebih seimbang dan lancar. Dengan pembangunan perhubungan, maka wilayah Nusantara telah dapat dihubungkan oleh suatu sistem perhubungan yang semakin terpadu dan teratur. Dewasa ini peningkatan kapositas di bidang perhubungan telah mampu melayani kenaikan permintaan masyarakat dengan tingkat pertumbuhan sekitar 12 persen per'tahun. Selain itu hasil-hasil yang dicapai juga telah dapat menjangkau dan memenuhi pelayanan kebutuhan masyarakat luas. Hal ini terwujud dari meningkatnya pemerataan pembangunan
Departemen Keuangan RI
213
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
perhubungan secara menyeluruh, baik secara nasional maupun regional, sehingga semakin memantapkan perwujudan stabilitas nasional dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan ketahanan nasional.
7.8.1. Perhubungan darat Program pembangunan di bidang perhubungan darat, sampai dengan tahun pertama Repelita IV, pada umumnya telah dapat dilaksanakan sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai. Hal tersebut telah ditunjang pula dengan usaha-usaha yang dapat meningkatkan efisiensi pelayanan jasa perhubungan, pengaturan pengoperasian dan keselamatan lalu lintas, serta pembinaan dan pengembangan usaha angkutan darat termasuk peningkatan pendidikan, keterampilan dan latihan bagi petugas. Pembangunan di bidang perhubungan darat tetap ditujukan untuk lebih meningkatkan pemanfaatan jalan raya, kereta api, serta angkutan sungai, danau dan penyeberangan. Selama Pelita III telah dilakukan peningkatan fasilitas keselamatan jalan raya berupa pembangunan rambu-rambu lalu lintas, lampu pengatur lalu lintas dan pusatpusat pengujian kendaraan bermotor. Pelayanan angkutan kola, angkutan antarkota . dan angkutan bis perintis ke daerah terpencil juga telah ditingkatkan guna melancarkan arus penumpang, angkutan pariwisata, angkutan transmigrasi dan angkutan ke seluruh daerah terpencil yang secara ekonomis potensial. Hasil pembangunan yang telah dicapai di bidang perhubungan darat, khususnya angkutan jalan raya, ditandai dengan meningkatnya jumlah armada angkutan jalan raya yang telah mencapai 1.748.073 buah dalam tahun 1983. Apabila dibandingkan dengan tahun 1982 yang baru berjumlah 1.582.5 5 3 buah, armada angkutan jalan raya telah meningkat 10,5 persen atau sebanyak 165.520 buah (Tabel VII.55). Dalam periode yang sarna, angkutan sungai, danau dan penyeberangan telah mengalami kenaikan angkutan barang sebesar 21 persen dan angkutan penumpang sebesar 21,7 persen, yaitu masing-masing dari 3.928.651 ton menjadi 4.752.761 ton, dan dari sebanyak 14.796.574 orang menjadi 18.004.915 orang. Sedangkan bidang perkeretaapian dalam tahun 1983 telah mengalami kenaikan sebesar 9,7 persen untuk angkutan penumpang dan 1,9 persen .untuk angkutan barang hila dibandingkan dengan tahun 1982, yaitu dari masing-masing 43,2 juta orang menjadi sebanyak 47,4 juta orang, dan dari 5,3 juta ton barang menjadi sebanyak 5,4 juta ton barang. Dalam rangka mengatasi kebutuhan angkutan umum dalam kola, serta guna mengurangi kepadatan lalu lintas dalam kola, maka jumlah angkutan armada bis bertingkat dan
Departemen Keuangan RI
214
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
tidak bertingkat terus ditambah. Jika dalam tahun 1982 jumlah armada bis kota di beberapa kota besar di luar Jakarta baru sebanyak 604 buah, yang terdiri alas 85 bis bertingkat dan 519 buah bis tidak bertingkat, maka dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi sebanyak 680 buah bis, yang terdiri alas 105 buah bis bertingkat dan 575 buah bis tidak bertingkat. Dalam hal ini Surabaya mempunyai bis kota sebanyak 208 buah, Medan 117 buah, Semarang 134 buah, Solo 15 buah, Tanjung Karang 42 buah, Bandung 144 buah, dan Ujungpandang 20 buah. Adapun jumlah armada bis kota yang ada di Jakarta dalam tahun 1983 adalah sebanyak 1.609 buah. Tab e I VII. 55 ARMADA ANGKUTAN JALAN RAY A, 1969 -1983 (dalam satuan) Tahun Bis 1969 20.497 1970 23.451 1971 22.562 1972 26.488 1973 30.368 1974 31.439 1975 35.900 1976 39.389 46.644 1977 1978 57.835 1979 69.545 1980 86.166 19811) 112.078 19821) 134.430 19832) 160.260 1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara
Mobil 95.660 99.814 112.878 131.175 144.060 166.356 189.480 220.692 268.098 328.022 383.648 478.066 590.538 657.104 717.873
Mobil -212.123 235.816 256.988 277.210 307.739 337.701 377.990 419.240 471.099 531.206 5.815.311 639.464 1 722.441 791.019 869.940
Jumlah 328.280 359.081 392.428 434.873 482.167 535.496 603.370 679.321 785.841 917.063 1.034.7241) 1.203.6961) 1.425.057 1.582.553 1.748.073
Tab e I VII. 56 PEMAKAIAN JASA KERETA API, 1969 - 1983 Tahun
Penumpang J umlah Outa orang)
1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 19821) 19832)
55,4 52,4 50,9 40,1 29,4 25,4 23,8 20,1 21 29,2 37,7 40,7 39,9 43,2 47,4
km (orang) 3.422 3.466 3.623 3.352 2.727 3.466 3.534 3.371 3.082 4.751 5.981 6.229 6.080 6.271 6.313
Barang J umlah Outa ton) 4 3,9 4,2 4,6 5 4,5 3,9 3,3 3,3 4,2 4,2 4,3 4,8 5,3 5,4
Ian (ton) 859 855 949 1.038 1.069 1.116 959 701 814 1.022 1.016 980 1.016 1.063 951,2
1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara
Departemen Keuangan RI
215
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Untuk menjaga kelancaran , ketertiban dan keselamatan lalu lintas angkutan jalan raya telah dikembangkan pula fasilitas pengaturan dan pengawasan, yang antara lain meliputi pembangunan alat pengujian, rambu jalan, tanda jalan, pagar pengaman jalan, lampulampu pengatur lalu lintas dan kendaraan patroli. Dalam waktu yang sama telah dibangun pula pusat pengujian kendaraan bermotor di Bekasi, Jawa Barat yang bertujuan untuk menguji kendaraan laik darat. Dalam rangka mengembangkan armada angkutan kota telah ditingkatkan pula sistem dan fasilitas angkutan dalam kota, antara lain berupa terminal dan shelter. Sedangkan guna memperlancar angkutan kota, khususnya angkutan umum di kota-kota besar, sistem angkutan disusun secara terpadu antara angkutan bis dengan angkutan kereta api kota. Pengembangan pedesaan yang sekaligus berfungsi sebagai angkutan perintis dan melayani daerah-daerah terpencil, telah diusahakan dalam bentuk angkutan campuran antara barang dan penumpang. Armada bis perintis tersebut terus ditingkatkan jumlahnya, sehingga apabila dalam tahun 1982 jumlah bis perintis baru mencapai sebanyak 142 buah, dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi 165 buah. Bis-bis perintis terse but melayani daerahdaerah terpencil dengan perincian untuk stasiun Ujungpandang sebanyak 7 bis, Pangkal Pinang 6 bis, Kupang 6 bis, Ambon 5 bis, Bengkulu 23 bis, Mataram 5 bis, Sumbawa 8 bis, Jayapura 11 bis, Sarong 7 bis, Manokwari 4 bis, Biak 6 bis, Merauke 4 bis, Dilli 18 bis, Balik papan 4 bis, Palu 8 bis, Padang 10 buah bis, Lubuk linggau 9 bis, Banda Aceh 14 bis dan Palembang 10 bis. Selain itu telah dilengkapi pula pengadaan terminal angkutan, bengkel kendaraan dan tempat tunggu bis. Angkutan kereta api mempunyai peranan semakin penting, baik kini maupun di masa mendatang, dalam menunjang laju pembangunan nasional. Hal ini disebabkan karena jenis angkutan ini selain lebih hemal dalam pemakaian bahan bakar, juga lebih kecil tingkat pencemarannya dibandingkan dengan angkutan jalan raya lainnya. Angkutan kereta api juga sangat efektif dan efisien dalam memperlancar distribusi beberapa hasil produksi, seperti minyak, batu bara, besi beton, semen, pupuk dan kelapa sawit, serta untuk pengangkutan transmigrasi dan pariwisata. Demikian pula bagi kota-kota besar yang telah mendesak keperluan jasa angkutan masalnya, telah dilakukan peningkatan penggunaan jasa kereta api kala, sehingga arus penumpang akan lebih lancar, lebih cepat dan lebih teratur di samping juga dapat mengurangi kemacetan lalu lintas. Sampai dengan tahun pertama Repelita IV, peranan angkutan kereta api terus meningkat dalam melayani angkutan penumpang dan barang. peningkatan tersebut disebabkan oleh bertambahnya permintaan untuk jasa angkutan hasil-hasil industri, pertambangan, perkebunan dan pertanian, di samping juga melayani angkutan Departemen Keuangan RI
216
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
pariwisata, transmigrasi dan angkutan kala. Untuk dapat meningkatkan kapositas angkutan dan mutu pelayanan kereta api tersebut, antara lain telah dilakukan peningkatan jalan kereta api serta rehabilitasi dan penambahan lok uap, lok disel, lok listrik, kereta penumpang dan gerbong barang. Sebagian daripada kebutuhan prasarana dan sarana kereta api tersebut telah pula diproduksi di dalam negeri, yang menunjukkan peningkatan operasianal perusahaan sehingga mampu beroperasi secara efektif dan efisien. Dalam tahun 1982, jumlah angkutan penumpang kereta api adalah sebanyak 43,2 juta orang atau 6,2 juta penumpang per kilometer, sedangkan dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi 47,4 juta orang atau 6,3 juta orang per kilometer. Demikian pula angkutan barang dalam waktu yang sarna telah mengalami peningkatan dari 5,3 juta ton dalam tahun 1982 menjadi 5,4 juta ton dalam tahun 1983. Sedangkan angkutan barang dalam ton per kilometer mengalami penurunan hila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu dari 1.063,0 ton per kilometer dalam tahun 1982 menjadi sebesar 951,2 ton per kilometer dalam tahun 1983. Perkembangan jumlah angkutan penumpang dan barang dapat diikuti melalui Tabel VII.56. Sementara itu pembuatan sarana dan suku cadang kereta api terus dikembangl)an sehingga kebutuhan sarana dan prasarana kereta api dapat dipenuhi dari hasil produksi dalam negeri. Sejak tahun 1981 sampai dengan tahun 1983, PT Inka (Industri Kereta Api) teiah merakit 400 gerbong dari bahan complete manufacturing (CM) keluaran Sumitomo Jepang. Hasil yang teiah dicapai di bidang saran a dan prasarana kereta api selama 5 tahun pelaksanaan Pelita III antara lain meliputi rehabilitasi lok uap sebanyak 38 buah, lok disel sebanyak 590 buah, kereta penumpang sebanyak 1.623 buah, gerbong sebanyak 10.070 buah, serta rehabilitasi/peningkatan jalan kereta api sepanjang 2.329 kilometer. Selain itu telah pula dilakukan penambahan lok disel sebanyak 75 buah, kereta rei listrik (KRL) sebanyak 60 buah, kereta rei disel (KRD) sebanyak 112 buah, kereta penumpang sebanyak 360 buah dan gerbong sebanyak 400 buah. Hasil rehabilitasi di bidang perkeretaapian dapat diikuti pada Tabel VII.57. Dalam pada itu Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) juga mempunyai proyekproyek pembangunan kereta api yang cukup besar, antara lain proyek pengembangan pengangkutan batu bara Bukit Asam dengan kereta api (P3Baka) dari Tanjung Enim ke Tarahan, yang bertujuan untuk mengangkut batu bara sebanyak 3 ton setahun sebagai sumber energi bagi PLTU di Suralaya. Di samping itu juga telah dilakukan pembangunan lintas kereta api antara Meneng-Kabat di Jawa Timur yang ditujukan untuk memperlancar distribusi pupuk di wilayah tersebut. Dalam rangka mengatasi masalah angkutan masal di wilayah Jabotabek, teiah dilakukan peningkatan kapositas dan mutu pelayanan angkutan kereta api kala melalui
Departemen Keuangan RI
217
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
penambahan sarana angkutan dan peningkatan prasarananya. Adapun tujuan proyek kereta api Jabotabek tersebut antara lain untuk mengurangi beban jalan raya, penghematan energi bahan bakar minyak melalui sistem propulsi kereta api dengan listrik dari PLN, penghematan waktu, meningkatkan kapasitas angkut serta menciptakan sistem transportasi yang terpadu antara kereta api dan jalan raya. Selanjutnya juga telah dilakukan penelitian terhadap penggunaan angkutan kereta api untuk angkutan petikemas serta penelitian pembangunan lintasan baru bagi pengembangan industri semen di pulau Jawa dan Sumatera.
TabelVII. 57 REHABILITASI DI BIDANG PERKERETAAPIAN, 1969/1970 - 1983/1984 1969/70 1970/71 1971/12 1972/73 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 1983/84 94,6 124,6 513,7 578,8 620 968 164 732,7 565,3 326,4 349,7 354,9 126,1 150,3 272 40,2 280,3 232,2 298,7 294,2 296,2 351,2 397,2 207 164,5 295,7 188,4 218,4 180,9 5.243 7.943 14.385,50 191 1.606 81 301 2) 190 140 42 2) 55 4) 99 79 3.359 2.474 973 1.382,40 422 762 ,3 1.376,60 4.038,30 7.701 38 1) 58 1) 39 I) 15 1) 67 1) 115 1) 2.906 3.675 11.514 15.055 3.371 3.469 15 10 23 69 68 48 31 28 7 3 13 16 40 91 103 111 111 107 118 163 128 387 15 2 2 8 20 65 62 176 390 444 635 406 256 246 328 387 92 52 58 25 680 714 2.772 2.960 3.120 2.253 2.272 1.825 1.583 2.223 2.112 301 236 455 135 130 42 20 15 15 69 196 111 93 259 34 22 42 34 56 83 38 21 389 3) 1.136,5 5) 1.341 5)
Uraian 1. Penggantian rei (km) 2. Penggantian bantalan(ribu bt) 3. Perbaikan pilar jembatan(m 3) (ton) 4. Bangunan operasional (m2) 5. Lok uap (buah) 6. Lok disel (buah) 7. Lok listrik (buah) 8. Kereta (buah) 9. Rehabilitasi gerbong (buah) 10. Assembling gerbong (buah) I 1. a. beton (buah) b. baja(buah) 1. Unit
2. Buah
3. Angka diperbaiki
4. Angka sementara
5. Ton
Perkembangan di bidang angkutan sungai dan danau sampai dengan tahun pertama Repelita IV sangat dirasakan manfaatnya dalam memperlancar angkutan daerah pedalaman dan daerah terpencil, terutama bagi penduduk di tepi sungai dan danau yang belum dilayani oleh jenis angkutan lain. Di samping itu pembangunan angkutan penyeberangan juga telah dapat meningkatkan hubungan penyeberangan sungai dan selat, serta beberapa lokasi sarana angkutan jalan. Dengan demikian, baik pelayanan angkutan jalan raya maupun angkutan sungai, danau dan penyeberangan telah dapat ditingkatkan menjadi satu kesatuan hubungan yang terpadu. Pelaksanaan pembangunan angkutan sungai, danau dan penyeberangan, sampai dengan tahun pertama Repelita IV telah ditempuh beberapa kebijaksanaan antara lain mengutamakan proyek lanjutan agar segera dapat terwujud dan langsung dapat beroperasi, serta penyediaan jasa angkutan sepanjang tahun secara tetap dan teratur. Dalam hubungan ini, penyediaan jasa angkutan diarahkan agar pihak swasta dan koperasi khususnya golongan ekonomi lemah dapat turut berperanserta, di samping dimaksudkan juga untuk memekarkan bidang usaha pelayanan tradisional. Hasil-hasil yang dicapai selama 5 tahun pelaksanaan Pelita III antara lain meliputi pembangunan 25 buah dermaga sungai, danau dan penyeberangan, 5 buah terminal, 11 buah gedung kantor, pengadaan 15 buah kapal dan 4.379 buah rambu-rambu, pembersihan alur sepanjang 1.096 kilometer dan pengerukan sekitar 300.000 meterkubik. Di samping itu
Departemen Keuangan RI
218
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
angkutan penyeberangan juga telah dapat beroperasi di 19 lintasan yang dilayari oleh 62 kapal, di mana setiap lintasan dilayari oleh lebih dari 2 kapal penyeberangan baik milik swasta, koperasi maupun Pemerintah. Sedangkan dalam tahun pertama Repelita IV telah dilakukan peningkatan dan pembangunan sarana dan prasarana angkutan sungai, danau dan penyeberangan berupa rehabilitasi dan penambahan kapal, pembangunan dermaga dan terminal, penambahan fasilitas keselamatan pelayaran serta pembersihan dan pengerukan alur pelayaran. Selain itu juga telah dilakukan peningkatan pelayaran operasional, penyempurnaan kelembagaan serta pembinaan \ terhadap usaha masyarakat di bidang angkutan sungai, danau dan penyeberangan. Hasil-hasil yang dicapai dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Juni tahun 1984 adalah meliputi pembangunan 9 buah dermaga penyeberangan, 2 buah dermaga sungai, 4 buah terminal penyeberangan, 2 buah terminal sungai dan 291 buah rambu sungai. Selanjutnya telah pula dilakukan penambahan 2 buah sarana angkutan sungai dan danau, 11 buah kapal inspeksi serta pengerukan sebanyak 113.211 meterkubik. Sementara itu akan terus ditingkatkan pembangunan lintas dari Sabang sampai ke Los Palos, lintas angkutan sungai, danau dan penyeberangan di Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya, lintas-lintas di kepulauan Maluku dan Irian Jaya, serta lintas-lintas perairan dipedalaman Kalimantan, di samping juga sedang diselesaikan sebanyak 8 buah lintasan baru.
7.8.2. Perhubungan taut pembangunan di bidang perhubungan taut ditandai dengan meningkatnya penyediaan jasa angkutan taut baik oleh sektor Pemerintah, swasta maupun koperasi. Hal tersebut antara lain meliputi peningkatan kapositas angkutan armada pelayaran dan mutu pelayanan dalam negeri yang terdiri atas armada pelayaran nusantara, armada pelayaran lokal, armada pelayaran rakyat dan armada pelayaran perintis. Selain itu terus dilakukan pula peningkatan kapositas armada pelayaran dan mutu pelayanan luar negeri yang meliputi armada pelayaran samudera umum dan armada pelayaran samudera khusus. Untuk dapat meningkatkan jasa perhubungan taut secara keseluruhan, dilakukan peningkatan fasilitas armada taut, peralatan pelabuhan, pengerukan kolam pelabuhan, alur pelayaran, keselamatan pelayaran, kesyahbandaran, telekomunikasi pelayaran, fasilitas pengamanan taut dan pantai, pengembangan jasa industri maritim dan pekerjaan bawah air, serta peningkatan kapositas galangan kapal. pengembangan armada angkutan taut terse but dilakukan oleh pihak swasta nasional, di samping juga usaha patungan antara pihak swasta nasional dengan swasta asing. Dalam hal ini partisiposi Pemerintah dibatasi pada kegiatan pelayaran tertentu saja, dengan menciptakan iklim usaha Departemen Keuangan RI
219
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
yang ditujukan untuk merangsang pihak swasta dalam menunjang pengembangan armada nasional. Peranan perhubungan laut secara keseluruhan terus ditingkatkan untuk mencapai keterpaduan berbagai jenis pelayaran, sehingga dapat meningkatkan pelayaran antarpulau yang lebih efektif, efisien, teratur, dapat menjangkau daerah-daerah terpencil dan dapat meningkatkan kegiatan ekspor. Selain itu juga dilakukan pembinaan pelayaran rakyat sebagai modal angkutan tradisional yang potensial, dan diarahkan pada usaha wiraswasta bahari nasional dengan mendorong perusahaan-perusahaan kecil untuk bergabung dalam bentuk koperasi, serta pembinaan sistem organisasi, manajemen dan diversifikasi usaha. penyediaan jasa perintis diselenggarakan oleh Pemerintah, sedangkan pelaksanaan angkutan transmigrasi diselenggarakan oleh Pemerintah dan swasta. Armada pelayaran Nusantara dan pelayaran lokal sebagai jaringan utama angkutan taut dalam negeri telah dan terus ditingkatkan melalui penambahan kapositas armada pelayaran, penyempurnaan sistem trayek pelayaran,. serta pembinaan perusahaan-perusahaan pelayaran. Kegiatan-kegiatan tersebut dimaksudkan agar sistem angkutan taut dapat meningkatkan kegiatan pemasaran, pengembangan daerah terutama di Indonesia bagian timur, serta memperlancar arus barang dan penumpang, termasuk transmigrasi. Selanjutnya pola jaringan pelayaran Nusantara telah dipadukan dengan jaringan yang dilayani kapal pelayaran lokal, sehingga terwujud suatu sistem pelayaran terpadu yang menunjang kelancaran arus barang dan penumpang dengan aman, cepat dan teratur, serta tarip jasa yang terjangkau. Dalam tahun 1982/1983, jumlah muatan yang diangkut oleh armada pelayaran Nusantara meliputi barang sebanyak 7.457.610 ton dan 4.376 unit petikemas penumpang sebanyak 475.896 orang, dengan memakai karat sebanyak 397 buah dengan kapositas seluruhnya 503.375 DWT. Sedangkan dalam tahun 1983/1984 jumlah muatan yang diangkut telah meningkat menjadi 8.423.463 ton barang dan 1_.927 unit petikemas, 495.245 penumpang, dengan memakai karat sebanyak 387 buah dengan kapositas 486.824 DWT. Dalam periode tersebut telah terjadi peningkatan muatan barang dan petikemas sebesar 13 persen dan 218 persen, serta penumpang sebesar 4 persen. Sebaliknya jumlah dan kapositas armada mengalami penurunan, karena pada akhir Pelita III sebanyak 62 karat dengan clara muat 60'.690 DWT telah berusia di alas 30 rabun, sehingga tidak dapat lagi beroperasi sepenuhnya. Namun .untuk lebih meningkatkan lagi produktivitas angkman lalit, maka karat-karat tersebut secara bertahap sampai dengan bulan Agustus 1984 diganti dengan karat-karat produk,si dalam negeri. Perkembangan armada niaga Nusantara dapat dilihat pada Tabel VII.58. Sejalan dengan meningkatnya angkutan transmigrasi dari tempat asal ke tempat tujuan, armada pelayaran Nusantara telah memanfaatkan prasarana dan
Departemen Keuangan RI
220
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
sarana perhubungan taut yang ada tanpa mengganggu fungsi mama kegiatan pelayarannya. Dalam kaitan ini juga telah dilaksanakan peningkatan fasilitas pelabuhan, baik di daerah asal transmigrasi maupun di pelabuhan kecil yang melayani daerah-daerah pemukiman transmigrasi. Selama ini armada pelayaran Nusantara telah melaksanakan pengangkutan transmigrasi dari beberapa pelabuhan asal yaitu Tanjung Priok, Semarang, Surabaya, Benoa dan Lembar ke berbagai daerah tujuan pemukiman transmigrasi di Sumatera, Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku dan Irian Jaya. Pelayaran lokal sebagai unsur penunjang pelayaran Nusantara Regular Liner Service (RLS), telah berkembang adalah seperti yang diharapkan terutama dalam mengumpulkan barang-barang ke pelabuhan pengumpul. Untuk menunjang perkembangan armada pelayaran lokal tersebut, terus dilakukan peningkatan dan pembangunan beberapa prasarana dan sarana pelabuhan perahu layar, antara lain di Sibolga, Palembang, Sunda Kelapa, Cirebon, Tegal, Semarang, Gresik, Kendari, Bitung, Paotere, Donggala, Idi dan Ternate. Dalam tahun 1982/1983, jumlah armada pelayaran lokal baru sebanyak 1.049 buah karat dengan kapasitas 129.400 DWT, serta mengangkut barang dan penumpang masing-masing seberat 2.444.677 ton dan sebanyak 610.747 orang. Walaupun dalam tahun 1983/1984 jumlah karat telah menurun menjadi 1.025 buah, namun kapasitasnya telah meningkat menjadi 133.138 DWT, serta mengangkut 2.481.347 ton barang dan 653.496 orang. Perkembangan jumlah armada pelayaran lokal dapat dilihat pada Tabel VII.59. Bidang pelayaran rakyat selain merupakan jenis angkutan laut penunjang pelayaran Nusantara yang melayari daerah-daerah terpencil, juga merupakan pelayaran yang sesuai dengan potensi angkutan laut tradisional sehingga terus dikembangkan dan dibina. Pem binaan pelayaran rakyat dimaksudkan untuk membantu meningkatkan kehidupan so sial ekonomi masyarakat dan sekaligus memberikan kesempatan untuk berkembang bagi golongan ekonomi lemah. Untuk menunjang pelayaran terse but, terus dilakukan pembinaan melalui usaha koperasi dan motorisasi perahu layar dengan mengutamakan golongan ekonomi lemah. Dalam tahun 1982/1983, kapositas armada pelayaran rakyat baru sebesar 180.477 DWT dengan jumlah muatan sebanyak 2.155.600 ton, sedangkan dalam tahun 1983/ 1984 masing-masing telah meningkat menjadi 195.460 DWT dan 2.294.436 ton, atau suatu kenaikan masing-masing sebesar 8,3 persen dan 6 persen. Di samping itu dalam tahun yang sarna juga telah dimotorisasikan sebanyak 1.390 kapal melalui dana Bantuan Presiden, usaha koperasi serta usaha swadaya masyarakat.
Departemen Keuangan RI
221
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986 Tab e 1 VII. 58 ARMADA PELAYARAN NIAGA NUSANTARA, 1969 - 1983 Kapal-k.apal yang beroperasi
Jumlah kapal
Tahun
Kapal 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982i) 1983 1) Angka sementara
182 273 282 282 267 300 305 340 316 322 373 390 361 397 387
DWT 184.350 267.759 321.669 321.669 284.931 272.411 311.950 330.419 310.570 312.000 386.954 406.378 425.428 503.375 486.824
Kapal 130 232 215 282 267 300 305 340 316 322 373 390 361 397 387
DWT 138.004 234.685 238.535 321.669 284.931 272.411 311.950 330.419 310.570 312.000 386.954 406.378 425.428 503.375 4.824
T abel VII. 59 ARMADA DAN MUATAN PELAYARAN LOKAL, 1969 -1983
Tahun Jumlah kapal 1969 803 1970 777 1971 623 1972 679 1973 980 1974 965 1975 858 1976 1.277 1977 1.348 1978 1.448 1979 1.389 1980 1.081 1981 1.090 1982 1.144 1983 2) 1.025 1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara
Kapositas ( ribu DWT ) 60,7 90 83 86 92,6 92,6 92,8 132,1 147,9 155,6 163,2 154,8 161,4 129,41) 133,1
Muatan yang ( ribu ton) 1.162 1.278 1.479 1.543 1.208 938 1.278 1.382 1.822 1.899 1.970 2.200 2.271 2.445 2.481
Pembangunan di bidang pelayaran perintis juga terus ditingkatkan, antara lain melalui perluasan hubungan angkutan laut ke daerah-daerah terpencil dan terisolir, penambahan pe!abuhan yang disinggahi, pengaturan pelayaran serta penambahan frekuensi. Di samping itu
Departemen Keuangan RI
222
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
terus dilakukan pula pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaannya, dengan sejauh mungkin memanfaatkan usaha pelayaran swasta setempat terutama pengusaha golongan ekonomi lemah. Demikian pula pembinaan pelayaran diarahkan pad a sistem angkutan laut yang teratur, tetap, cepat, murah dan aman. Dalam tahun 1982/1983, jumlah armada pelayaran perintis yang telah dioperasikan adalah sebanyak 36 kapal, yang melayari 35 trayek dan menyinggahi sebanyak 214 pelabuhan, dengan muatan yang diangkut seberat 53.166 ton barang dan 161.387 orang. Sedangkan dalam tahun 1983/1984, telah terjadi penurunan yaitu jumlah armada yang dioperasikan menjadi 31 kapal, melayari 29 trayek, menyinggahi 177 pelabuhan dengan muatan seberat 31.200 ton barang dan 127.848 penumpang. Berkurangnya jumlah kapal yang digunakan dan trayek yang dilayari terse but adalah karena telah banyaknya trayek-trayek ekonomi yang dapat dilayari pelayaran lokal dan pelayaran rakyat, antara lain di pantai barat Aceh, pantai barat Sumatera, Riau dan Banjarmasin. Pe1ayaran samudera telah pula meningkat karasitasnya, di samping telah dilakukan pula penyesuaian terhadap perkembangan teknologi, baik semi container (petikemas) maupun full container. Di samping itu setiap tahun kaposltas dan jumlah kapalnya juga telah disesuaikan dengan pertumbuhan permintaan akan jasa angkutan laut. Adanya peningkatan penggunaan angkutan petikemas pada gilirannya teiah meningkatkan kapositas angkut disamping lebih efisien pula penggunaannya. Dalam tahun 1983/1984, kapositas yang tersedia telah mencapai sebesar 732.052 DWT, bermuatan nasional seberat 6.270.000 ton dan bermuatan asing seberat 12.694.000 ton. Dengan adanya usaha peningkatan angkutan petikemas, sampai dengan bulan Agustus tahun 1984 PT Jakarta Lloyd telah memiliki serta mengoperasikan sebanyak 7 buah kapal, yang terdiri atas 3 buah kapal full container, dan 4 buah kapal semi container dengan clara angkut seluruhnya masing-masing 61.500 DWT dan 61.200 DWT. Jumlah dan kapositas kapal petikemas tersebut telah mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan akhir Pelita III yang berjumlah 11 buah kapal dengan kapositas seluruhnya 130.325 DWT, oleh karena kapal petikemas konvensional tidak dioperasikan lagi. Jumlah muatan yang diangkut kapal nasional dalam taliun 1982/1983 adalah sebanyak 18.465 ribu ton, sedangkan dalam tahun 1983/1984 telah meningkat menjadi 18.964 ribu ton. Perkembangan jumlah armada dan muatan pelayaran samudera dapat dilihat pada Tabel VII.60. Pelayaran khusus, yang antara lain mengangkut minyak bumi, minyak kelapa sawit, kayu, nikel, bauksit, posir besi, pupuk, aspal, dan semen, sampai dengan akhir Pelita III telah meningkat, baik jumlah armada maupun daya angkutnya. Dalam tahun 1982/1983, jumlah armada pelayaran khusus baru mencapai 2.501 buah kapal dengan kapositas seluruhnya
Departemen Keuangan RI
223
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
2.267.740 DWT, 649.489 BRT dan 361.408 HP, serta mengangkut muatan non migas dan migas masing-masing seberat 14.772.041 ton/meterkubik dan 39.682.628 liter/ton. Sedangkan dalam tahun 1983/1984 telah meningkat menjadi 2.542 buah kapal, dengan kapositas 2.240.215 DWT, 606.489 BRT dan 425.587 HP, serta mengangkut muatan nonmigas dan migas sebanyak 36.981.535 ton/meterkubik dan 95. 784.541 liter/ton. Hal ini berarti telah terjadi peningkatan masing-masing sebesar 1,6 persen, 17,7 persen, 150 persen dan 141 persen. Kenaikan muatan tersebut antara lain disebabkan karena meningkatnya produksi di bidang industri semen, pupuk, minyak kelapa sawit, kayu olahan, bijih tambang serta minyak dan gas bumi. Adanya peningkatan pelayaran khusus dalam negeri tersebut juga telah memperlancar distribusi bahan pangan serta bahan 'bakar minyak (BBM) ke seluruh pelosok tanah air. Untuk memelihara dan meningkatkan kelancaran lalu lintas kolam pelabuhan dan alur pelayaran!- pengerukan kolam pelabuhan dan alur pelayaran telah dan terus ditingkatkan. Dalam tahun 1983/1984 telah berhasil dilakukan pengerukan lumpur sebanyak 15,71juta meterkubik, yang dilakukan di pelabuhan-pelabuhan dan alur pelayaran Belawan, Bengkulu, Pulau Batam, Jambi, Palembang, Tanjung Priok, Sunda Kelapa, Cirebon, Semarang, Tegal, Gresik, Probolinggo, Panarukan, Tanjung Petak, Sei Barito, Sei Kahayan, Sei Mahakam, Ujungpandang, Kendari, Manado dan Bitung. Pengerukan tersebut dilakukan oleh 39 buah kapal keruk dengan kapositas 39 juta meterkubik. Hasil-hasil pengerukan pelabuhan dapat dilihat pada Tabel VII.61.
Pengembangan fasilitas pelabuhan merupakan salah satu penunjang kegiatan pelayaran, terutama dengan semakin meningkatnya standar kapal dan bongkar muat barang. Oleh sebab itu pembangunan fasilitas pelabuhan terus ditingkatkan sesuai dengan pertumbuhan lalu limas pelayaran dan arus bongkar muat barang yang terjadi di masing-masing pelabuhan. Kegiatan tersebut dilakukan melalui rehabilitasi, pembangunan baru dan peningkatan fasilitas dermaga, fasilitas gudang dan lapangan penumpukan, serta peningkatan peralatan bongkar muat barang. Di samping itu dilakukan pula peningkatan operasional melalui pembentukan perusahaan umum pelabuhan dan pengelompokan pelabuhanpelabuhan dalam 4 Perum pelabuhan yang berpusat di Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak dan Ujungpandang. Keempat pelabuhan tersebut ditunjang oleh 14 pelabuhan kolektor sebagai pengumpul dan pengirim barang ekspor. Sedangkan untuk kegiatan angkutan laut domestik, disediakan sebanyak 25 pelabuhan Utama yang tersebar di seluruh wilayah tanah air. Selain itu juga telah dilakukan peningkatan keterampilan tenaga kerja dan buruh pelabuhan agar pengoperasiannya dapat dilaksanakan Departemen Keuangan RI
224
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
dengan lebih. baik. Hasil-hasil yang telah dicapai dalam tahun 1983/1984, antara lain meliputi rehabilitasi dan peningkatan dermaga seluas 5.917 meter persegi, pembangunan dermaga baru seluas 54.026 meterpersegi, pembangunan penahan gelombang seluas 8.186 meter persegi serta pembangunan lapangan penumpukan seluas 41.145 meter persegi. Dengan pembangunan tersebut, produktivitas rata-rata dermaga pelabuhan telah mencapai 700-800 ton/meter per tahun. Perkembangan fasilitas pelabuhan dapat diikuti melalui Tabel VII.62. Tabel VII. 60 ARMADA DAN MUATAN PELAYARAN SAMUDERA, 1969 -1983 Tahun
JumIah kapal
1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1) Angka sementara
Kapositas (ribu DWT) 39 48 59 53 41 45 47 50 54 52 50 58 61 62 51
318 386 489 467 387 339 412 450 491 513 513 668 802 827 732
Muatan yang ( ribu ton) 1.343 1.913 2.650 6.923 9.917 5.967 5.406 10.452 12.121 12.120 14.095 16.752 16.636 18.465 18.964
Tab e I VII. 61 HASIL PENGERUKAN PELABUHAN, 1969/1970 - 1983/1984 ( dalam juta m3 ) Tahun 1969/1970 1970/1971 1971/1972 1972/1973 1973/1974 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/19831) 1983/1984
Target
Realisasi
11.0 10.0 15,6 16 16 16 16 16 19 20,1 15 17,2 17,2 14,7 15.7
16.0 11,5 16,6 16 16 16 16,7 17,5 21,4 16,7 15 17,2 17,2 14,7 15,7
Persentase terhadap target 145 115 106 100 100 100 104 109 103 83 100 100 100 100 100
1) Angka sementara Ketelangan : JumIah lumpur yang dikeruk dinyatakan dalam juta m 3 hopper ( lumpur bercampur air )
Departemen Keuangan RI
225
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986 Tabel VII.62 REALISASI FISIK PEMBANGUNAN FASILITAS PELABUHAN, 1969/1970 -1984/1985 1977/1978 PELITA I 1974/1975 1975/1976 1976/1977 Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Fisik Fisik Fisik Fisik Fisik pelabuhan pelabuhan pelabuhan pelabuhan pelabuhan 1. Kade / dennaga - Rehabilitasi - Penambahan 2. Penahan gelombang - Rehabilitasi - Penambahan 3. G u d a n g - Rehabilitasi - Penambahan 4. Lis t ri k
Fisik
pelabuhan
1979/1980 Jumlah Fisik
(m2) (m2)
29.764 18.921
27 17
2.310 22.680
2 15
21.190 22.750
4 18
2.550 33.878
4 17
9.257 23.206
10 17
14.473 14.455
6 15
11.690 15.942
(m2) (m2)
6.455 135
6 1
1.500
2
2.190 1.800
1 5
2.732 230
4 8
1.521 1.075
3 4
515 -
3 3
2.700 3.253
(m2) (m2)
48.334 11.700
15 9
3.720 11.946
1 4
53.281 11.650
2 6
5.928 1.960
1 1
10.725 8.007
6 11
7.175 2.242
5 6
12.425 3.804
299 60
6 3
-
1
-
2
6
-
55
5
800 320
5 5
300
- Rehabilitasi (kva) - Penambahan (kva) 5. Fasilitas air - Rehabilitasi (ton/hari) - Penambahan (ton/h..n) 6. AJat bongkar moat - Rehabilitasi - Penambahan
1978/1979 Jumlah
2
15
3
3.399
16
-
-
-
-
360
1
-
-
-
-
-
2.035
4
150
-
1.700
4
500
4
400
6
2.025
8
155.340
3
6 25
2 1
900! 1.000
4
2 unit
3
3 unit
2
5 unit 40 unit
10
756
7 31.218 m2
-
(ton) (ton) (hp)
1981/1982 Jumlah
1980/1981 Jumlah Fisik 1. Kode / dermaga - Rehabilitasi - Penambahan 2. Penahan gelombang - Rehabilitasi - Penambahan 3. G u d an g - Rehabilitasi - Penambahan 4. Listrik - Rehabilitasi (kva) - Penambahan (kva) 5. Fasilitas air - Rehabilitasi (ton/hari) - Penambahan (ton/hari) 6. AIat bongkar muat - Rehabilitasi - Penambahan
pelabuhan
Fisik
pe1abuhan
pelabuhan
1982/1983 Jumlah Fisik
1983/1984 Jumlah
pelabuhan pelabuhan
1984/1985 1) J um1ah Fisik Fisik pelabuhan
(m2) (m2)
2.145 11.535
5 64
3.296 31.368
6 47
2.325 24.270
4 31
3 35
2.514 54.026
(m2) (m2)
260 1.810
1 6
1.066 1.246
2 4
45 3.100
1 1
1 2
8.186
(m2) (m2)
4.800 22.500
1 2
17.794 2.600
2 4
11.465 5.255
4 5
800
90
4
200
1
1
1
200
1
59.070
6
(ton) (ton) (hp)
-
-
8.216 17.497
0 0
-
0 0
400
T abe I VII. 63 REHABILITASIIPEMBANGUNAN FASILITAS KESELAMATAN PELAY ARAN, 1972/1973 - 1984/1985 ( dalam satuan ) Jenis sarana L Pcrambuan daft pencrangan pantai : 1. Elektrifikasi menara suar 2. Rambu suax 3. Pelampung suar 4. ADak pelampung 5. Lampu peIabuhan 6. Buoy tender 7. Supply Vessel 8. Kapal rambu (watch boat) 9. Pangkalan bantu sarana navigasi 10. Ben g k e I 11. Dermaga . IL Telekomunikasi: 1. Stasiun radio kelas I 2. Stasiun radio kelas II 3. Stasiun radio kelas III 4. Stasiun radio kelas IV 1) Masing-masing adalah merupakan bagian dari 2) Angka sementara
1972/73 10 13 8 -
1973/74
1974/75
1975/76
1976/77
1977/78
1978/79
1979/80
1980/81
1981/82
11 13 26
4 9 6 -
12 17 -
7 5 10
9 13
11 25 7
10 11 20 -
12 18 1 6
12 38 7 15
26 39 7
11 23 2 27
6 25 23
2 2 1 2
7
10
12
5
3
4
1 2 1 2 -
5 1
2 2
5 1
14 2
1 1 - 800 m2 1) 700 m2 1)
4 -
-
5 2
-
-
1.100 m2
1 -
7 -
-
-
1
26
4 6 8
11
-
1 5
23
1982/83 1983/84 1) 1984/85 2)
6
Di bidang jasa maritim, dewasa ini telah dapat ditingkatkan kemampuan perawatan, perbaikan dan pembangunan kapal- kapal serta pembersihan alur dan daerah perairan dari kerangka- kerangka kapal, karang dan ranjau. Dalam hubungan ini terus ditingkatkan perawatan dan perbaikan kapal nasional, di samping juga kemampuan dan fasilitas galangan kapal dalam negeri. Dalam tahun 1983/1984, jumlah kapositas galangan kapal telah mencapai 163.700 DWT dengan produksi doking sekitar 127 juta DWT. Sampai dengan bulan Agustus tahun 1984, sebanyak 60 persen dari armada pelayaran nasional yang berukuran di bawah 10.000 DWT telah dapat diperbaiki oleh galangan kapal dalam negeri. Di samping itu juga telah dilakukan Departemen Keuangan RI
226
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
pembersihan alur-alur pelayaran dan daerah pelabuhan dari kerangka kapal dan ranjau, terutama di pelabuhan Sunda Kelapa dan Cilacap. Selanjutnya untuk meningkatkan kemampuan perusahaan dok/galangan kapal dalam negeri, dilakukan pembinaan di bidang manajemen keuangan serta pembentukan usaha patungan perusahaan dok/galangan kapal dalam negeri dengan perusahaan dok/galangan kapalluar negeri. Demikian pula dalam rangka keselamatan dan keamanan pelayaran, dalam waktu yang sama telah dapat ditingkatkan kemampuan dan modernisasi sarana keselamatan dan keamanan pelayaran di perairan Indonesia, antara lain berupa pembangunan fasilitas navigasi, menara suar, rambu suar, radio pantai, peningkatan kesyahbandaran, pcnjagaan laut dan pantai serta jasa klasifikasi. Sedangkan guna meningkatkan pengawasan teknis pembangunan reparasi kapal, terus dilakukan pembinaan klasifikasi Indonesia dan penambahan sarana laboratorium. Hasil rehabilitasi fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dapat diikuti melalui Tabel VII.63.
7.8.3. Perhubungan udara Kegiatan pembangunan sektor perhubungan udara sampai dengan tahun pertama Pelita IV ditandai antara lain oleh usaha pemenuhan kebutuhan masyarakat di bidang jasa angkutan udara yang semakin meningkat. Selain itu juga oleh adanya peningkatan frekuensi penerbangan, perluasan jaringan penerbangan, penambahan jumlah dan komposisi armada, peningkatan kemampuan landasan udara serta penambahan peralatan keselamatan penerbangan. Sejalan dengan itu ditempuh usaha-usaha untuk menciptakan kemudahan-kemudahan bagi lalu lintas penumpang, barang, hewan, tanaman dan pos melalui udara, serta dapat menjangkau ke se1uruh tanah air. Se1ain diusahakan pertumbuhan angkutan komersial dalam dan luar negeri, te1ah pula dilakukan peningkatan pe1ayanan angkutan perintis di daerah-daerah terpencil, serta peningkatan pe1ayanan angkutan transmigrasi dan pelayanan angkutan haji. Selama Pelita III, pertumbuhan prasarana, sarana dan angkutan udara mengalami kenaikan, walaupun pada tahun terakhir Pelita III tingkat pertumbuhannya tidak setinggi awal Pelita III. Sehubungan dengan itu terus dilaksanakan proyek-proyek lanjutan dalam masa Pelita IV, termasuk di dalamnya pembangunan dan peningkatan beberapa pe1abuhan udara dan lapangan terbang, serta peningkatan kemampuan pegawai melalui pendidikan dan latihan. Sampai dengan tahun pertama Repe1ita IV, telah dapat dikembangkan sebanyak 5 buah pe1abuhan udara, yaitu di Medan, Surabaya, Denpasar, Ujungpandang, dan Biak guna menampung pesawat berbadan lebar tipe B-747, A-300 dan DC-lO. Di samping itu juga te1ah dilaksanakan pembangunan landasan udara baru sesuai dengan pertumbuhan lalu lintas udara, Departemen Keuangan RI
227
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
antara lain di Meulaboh, Pulau Batam, Pangkalan Bun, Kota Baru, Samarinda, Timika, Nabire, Poso, Waingapu, Ampenan, Bima, Ruteng, Waikabubak dan Baucau. Dalam pada itu telah pula dibangun dan ditingkatkan pe1abuhan udara perintis di 75 lokasi yang tersebar di 27 propinsi di Indonesia. Sehubungan dengan akan diproduksinya pesawat CN-235, maka pelabuhan udara yang semula direncanakan menjadi pelabuhan udara yang dapat dioperasikan dengan pesawat Fokker 27 (F-27), disesuaikan menjadi pelabuhan udara yang dapat dioperasikan untuk pesawat CN-235. Hasil pembangunan yang telah dicapai dalam tahun pertama Repelita IV antara lain te1ah terdapatnya 9 landasan yang dapat didarati oleh pesawat tipe C-l60 dan CN-235, 3 landasan oleh pesawat Hercules tipe L-I00-300, 20 landasan oleh F-28, 7 landasan oleh DC-9, 2 landasan oleh DC-lO dan A-300 serta 2 landasan yang dapat didarati oleh B-747. Adapun pelabuhan udara internasional di Cengkareng sedang dalam taraf penyelesaian, dan sesuai dengan jadwal akan beroperasi penuh dalam bulan April 1985. Uji coba pendaratan dan lepas landas telah dilakukan, sedangkan penyelesaian pekerjaan akan dilanjutkan dengan penyempurnaan gedung terminal dan fasilitas peralatan kese1amatan penerbangan. Di bidang keselamatan penerbangan, hingga tahun pertama Repelita IV juga telah ditingkatkan fasilitasnya, antara lain bahwa semua pelabuhan udara yang melayani pesawat jet secara bertahap diperlengkapi dengan instalasi peralatan navigasi DVOR (Doppler Very High Omni Range). Di samping itu juga telah dilakukan pemasangan alat bantu pendaratan ILS (Instrumen Landing System) di 7 pelabuhan udara yaitu Polonia di Medan, Talangbetutu di Palembang, Halim Perdanakusumah di Jakarta, Juanda di Surabaya, Samsudin Noor di Banjarmasin, Hasanuddin di Ujungpandang dan Mokmer di Biak, sedangkan pada 6 pelabuhan udara lainnya sedang dalam persiapan pemasangan instalasi. Demikian pula telah dilakukan pemasangan fasilitas radar di 7 pelabuhan udara, fasilitas telekomunikasi di 46 pelabuhan udara, fasilitas pengangkat pesawat di 3 pelabuhan udara dan fasilitas pemadam kebakaran di 48 pelabuhan udara. Selain itu sesuai dengan sa saran yang hendak dicapai, jumlah pelabuhan udara yang beroperasi lebih dari 12 jam telah menjadi 20 buah pelabuhan udara. Kegiatan penerbangan perintis terus ditingkatkan pula melalui penambahan frekuensi penerbangan dan lapangan terbang perintis. Sampai dengan tahun pertama Repelita IV, jumlah lapangan terbang perintis telah berhasil ditambah menjadi 95 buah yang dilayani oleh 19 buah pesawat DHC-6 dan 16 buah pesawat C-212. Dalam rangka meningkatkan pemanfaatan pelabuhan udara, fasilitas dan pesawat terbang, serta untuk mengurangi kepadatan arus lalu lintas udara dari pemakaian jasa terminal pelabuhan udara, telah dilakukan pembukaan Departemen Keuangan RI
228
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
beberapa pelabuhan udara bagi penerbangan malam, dengan mengusahakan agar perusahaanperusahaan penerbangan memanfaatkan fasilitas tersebut. Dalam hubungan ini baru sepuluh buah pelabuhan udara (Pelud) yang dioperasikan secara penuh melalui perpanjangan jam operasi dan dilengkapi dengan fasilitas penerbangan malam, yaitu Medan, Palembang, Kemayoran Jakarta, Halim Perdanakusumah Jakarta, Semarang, Surabaya, Bali, Banjarmasin, Ujungpandang dan Biak. Selanjutnya telah direncanakan pula sebanyak 42 Pelud untuk melayani penerbangan malam, dimana 30 buah di antaranya telah siap dengan fasilitas penerbangan malam. Sejalan dengan pembangunan pelabuhan udara dan fasilitas keselamatan penerbangan, telah ditingkatkan pula sarana angkutan udara yaitu pesawat udara bermesin turbo-prop dan pesawat bermesin turbo-jet. Hal ini dimaksudkan untuk menunjang kemajuan teknologi angkutan udara agar dapat memenuhi dan melayani permintaan angkutan udara baik di dalam maupun di luar negeri. Dalam tahun pertama Repelita IV, angkutan udara dalam negeri telah dilayani oleh sebanyak 768 buah pesawat, ,yang terdiri alas 231 buah pesawat yang mempunyai kapositas tinggallandas di alas 10 ton, 353 buah pesawat dengan kapositas tinggal landas di bawah 10 ton dan 184 buah pesawat helikopter. Dari jumlah tersebut, sebanyak 188 buah di antaranya dipergunakan untuk melayani penerbangan berjadwal, 250 buah pesawat untuk melayani penerbangan tidak berjadwal ,dan sisanya sebanyak 330 buah lagi dipergunakan untuk melayani penerbangan umum. Di samping itu penggunaan pesawat hasil rakitan PT Nurtanio juga telah meningkat, yaitu bila dalam tahun 1978 baru sebanyak 2 buah pesawat, maka dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi sebanyak 16 buah pesawat dan dipergunakan untuk melayani penerbangan perintis. Jumlah pesawat yang digunakan untuk masing-masing armada penerbangan telah pula meningkat. Dalam tahun pertama Repelita IV, PT Garuda Indonesian Airways (GIA) telah menggunakan 86 buah pesawat, PT Merpati Nusantara Airways (MNA) menggunakan 57 buah pesawat, Mandala menggunakan 15 buah pesawat, Bouraq menggunakan 26 buah pesawat dan Seulawah menggunakan 4 buah pesawat. Adapun dalam menunjang program transmigrasi dan pelaksanaan angkutan haji, telah dapat ditingkatkan baik kapositas angkutan maupun mutu pelayanannya. Untuk melaksanakan angkutan transmigrasi, Pelita Air Service sebagai pengelolanya telah memiliki 6 buah pesawat udara tipe Hercules (L-I00-300) dan 3 buah pesawat udara tipe Transall (C-I00). Dalam tahun 1983/1984, angkutan transmigrasi udara telah diangkut melalui udara adalah sebanyak 28.921 kepala keluarga (KK), sedangkan dalam waktu yang sarna jemaah haji udara telah dapat diangkut sebanyak 49.943 orang dari 4lokasi penerbangan. Di samping itu, usaha untuk
Departemen Keuangan RI
229
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
menunjang keberhasilan program pariwisata, baik di dalam maupun di luar negeri, antara lain dilakukan melalui reduksi harga tiket untuk wisata remaja dan paket wisata (package tour), serta meningkatkan penerbangan borongan dari luar negeri langsung ke tempat-tempat obyek pariwisata tanpa mengganggu penerbangan berjadwal. Sejalan dengan itu telah pula dilakukan peningkatan fasilitas terminal di beberapa pelabuhan udara guna melayani arus wisatawan yang langsung ke tempat-tempat obyek wisata. Apabila pada akhir Pelita II jumlah penumpang dalam negeri yang diangkut baru sebanyak 4.711.000 orang dan 45.884 ton barang/pos, maka pada akhir Pelita III telah meningkat menjadi 5.292.000 orang dan 49.790 ton barang/ pos, atau masing-masing telah mengalami kenaikan sebesar 12 persen dan 9 persen. Angkutan penerbangan sipil ke luar negeri juga mengalami peningkatan, yaitu dari sebanyak 733.839 penumpang dan 9.884 ton barang/pos menjadi 1.047.113 penumpang dan 28.366 ton barang/pos, yang berarti masing-masing mengalami kenaikan sebesar 43 persen dan 187 persen. Perkembangan penerbangan sipil di dalam negeri dan ke luar negeri dapat diikuti melalui Tabel VII.64 dan Tabel VII.65. Hasil pembangunan yang telah dicapai di bidang meteorologi dan geofisika selama Pelita III antara lain ditandai dengan bertambahnya jaring-jaring stasiun, dan digantinya hampir semua peralatan lama dengan yang baru sesuai dengan kemajuan teknologi. Di samping itu sebagian besar stasiun yang ada juga sudah mampu beroperasi selama 24 jam sehari. Jumlah stasiun-stasiun meteorologi, geofisika, klimatologi dan iklim serta stasiun penguapan dan hujan, sejak tahun 1969 sampai dengan tahun 1984 selalu mengalami kenaikan, yaitu masing-masing dari sebanyak 56 buah menjadi 107 buah, dari 6 buah menjadi 27 buah, dari 92 buah menjadi 324 buah dan dari 2.320 buah menjadi 4.024 buah yang berani masing-masing mengalami peningkatan sebesar 91,1 persen, 350 persen, 252 persen dan 74 persen. Dalam periode yang sama data meteorologi dan geofisika yang dihasilkan meningkat dengan sekitar 90 persen per tahun, sedangkan pelayanan jasanya rata-rata naik sebesar 30 persen per tahun. Sampai dengan bulan Juni tahun 1984, telah selesai dibangun dan dioperasikan stasiun geofisika Tanjung Pandan di Sumatera Selatan, stasiun geofisika Saumlaki di Maluku, serta stasiun Klimatologi Sicincin, Pulau Baai dan Lasiana Kupang, masing-masing di Sumatera Barat, Bengkulu dan Nusa Tenggara Timur. Adapun hasil penelitian yang telah diterbitkan dalam publikasi, antara lain meliputi penelitian mengenai standardisasi pengumpulan dan penyebaran data/informasi, penelitian kartografi normal yang bertipe hujan di Jawa Tengah, Jawa Timur dan daerah ramalan cuaca, serta penelitian sistematika gempa dan polusi udara. Kenyataan bahwa sebagian besar areal pertanian masih merupakan daerah tadah hujan, menunjukkan bahwa keadaan iklim
Departemen Keuangan RI
230
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
yang tidak menentu pada suatu periode dapat memberikan pengaruh yang besar pada produksi pertanian, yaitu berupa banjir atau merajalelanya hama tanaman. Oleh karenanya informasi dari meteorologi dan geofisika bagi sektor pertanian harus dapat dipercaya dan tepat pada waktunya. Hal ini akan terpenuhi apabila data hujan yang dikumpulkan dari 4.204lokasi dapat diterima tepat pada waktunya. Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian besar data hujan masih mengalami keterlambatan yang disebabkan karena banyak lokasi renakar hujan yang letaknya sangat terpencil dan jauh dari sarana komunikasi. Untuk itu ditempuh kebijaksanaan dengan mendirikan lebih kurang 750 stasiun hujan utama sistem telemetry di seluruh wilayah Indonesia. Stasiun hujan utama ini dilengkapi pula dengan sensor lain seperti suhu, kelembaban, radiasi matahari dan arab angin. Di samping itu untuk setiap balai penyuluhan pertanian juga dibangun stasiun meteorologi pertanian khusus, lengkap dengan sarana telekomunikasinya. Tabel VII 64 PENERBANGAN SIPIL DALAM NEGERI, 1969 - 1983 Km pesawat Penumpang Barang Jam terbang Tonjkm Tahun (ribu) (ribu) (ton) (ribu) (ribu) 1969 12.162 499 4.129 52.506 1970 16.480 770 4.940 80.185 1971 20.458 993 7.015 102.494 1972 26.942 1.235 11.094 125.502 1973 33.194 1.649 13.790 213.925 42.448 106 1974 2.126 19.252 264.461 1975 46.972 2.323 22.619 302.570 116 1976 55.377 2.782 28.781 378.925 137 1977 59.142 3.373 32.908 151 396.519 1) 19781) 85.578 4.711 45.884 950.167 196 19791) 70.150 4.246 39.560 463.918 176 19801) 78.439 4.664 45.268 521.483 190 1981 87.546 5.5881) 50.459 616.433 212 1982 1) 87.626 5.538 56.834 800.589 223 19832) 89.180 5.292 49.790 809.023 227 1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara Tabel VII.65 PENERBANGAN SIPIL KE LUAR NEGERI, 1969 -1983 Tahun Km pesaat Penumpang Barang TonJkm (ribu) (orang) (ton) Jam terbang (ribu) 1969 5.385 98.937 3.326 46.302 1970 6.883 79.287 4.019 84.549 1971 6.555 80.651 7.354 102.815 10.451 1972 7.237 85.963 2.304 122.427 10.340 1973 7.340 97.098 3.125 127.384 10.429 1974 7.506 109.840 3.574 180.340 1975 8.779 134.675 3.635 216.824 11.791 1976 10.696 169.985 3.318 291.371 14.377 1977 14.115 245.217 3.953 369.607 17.016 1978 1) 19.424 733.839 9.884 526.918 29.480 1979 1) 22.136 748.378 10.042 34.101 653.135 1980 1) 24.341 923.057 17.791 37.624 731.272 1981 1) 24.240 1.158.743 20.562 34.741 1.166.893 1982 1) 26.302 1.083.269 22.718 34.499 1.348.512 1983 2) 23.991 1.047.113 28.366 1.175.027 36.758 1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara
Departemen Keuangan RI
TonJkm (ribu) 34.920 51.045 68.501 82.209 115.062 114.401 164.955 196.602 233.290 457.459 279.250 321.233 373.166 387.597 374.671
TonJkm (ribu) 31.451 40.831 47.151 56.073 62.674 80.620 87.914 97.412 146.353 193.543 240.804 335.510 449.329 531.404 545.760
231
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
7.8.4. Telekomunikasi, pos dan giro Telekomunikasi sebagai salah satu pendorong dan penggerak pembangunan nasional terus ditingkatkan kemampuannya guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus meningkat setiap tahun, baik yang menyangkut hubungan komunikasi di dalam maupun di luar negeri. Dalam tahun pertama pelaksanaan Repelita IV, pembangunan di bidang telekomunikasi ditujukan untuk menciptakan kerangka landasan bagi pembangunan tahap-tahap Pelita berikutnya. Untuk itu terus ditingkatkan sistem jaringan transmisi, fasilitas telepon otomat, telepon umum, telegrap dan telex, sehingga memungkinkan hubungan telekomunikasi yang lebih luas dan cepat. Melalui serangkaian pembangunan yang dilaksanakan selama ini telah berhasil dilakukan peningkatan fasilitas telepon, telegrap, telex dan jaringan transmisi, serta penambahan sejumlah stasiun bumi. Kesemuanya itu dimaksudkan untuk memperluas pemanfaatan satelit Palapa dan sejumlah fasilitas penunjang lainnya. Di bidang telekomunikasi dalam negeri, sampai dengan bulan Agustus tahun 1984, antara lain telah dapat diselesaikan pembangunan telepon otomat sebanyak 152.000 satuan sambungan (SS), sambungan telex sebanyak 2.850, alur telegrap sebanyak 1.380 SS, sirkit tandem sebanyak 1.080 SS, alur transmisi teresterial sebanyak 15.070 alur dan stasiun bumi kecil (SBK) sebanyak 10 buah. Di samping itu telah diselesaikan pula program ekstra sebanyak 75 buah SBK, sambungan kontener sebanyak 900 SS, sambungan telepon manual sebanyak 7.150 SS, telepon umum sebanyak 3.500 buah, serta sentral sambungan telepon jarak jauh (STJJ) sebanyak 14 buah dengan kapositas masing-masing 50 SS. Sementara itu dalam periode yang sarna telah diselesaikan pula sambungan telepon sebanyak 26.000 SS, sentral transit perluasan sambungan langsung jarak jauh (SLJJ) 7.583 sirkit, transmisi teresterial 11.819 alur, serta STJJ sebanyak 1.854 SS. Dengan adanya kegiatan tersebut, maka dalam tahun 1983 jumlah sentral telepon otomat (STO) telah mencapai 170 buah dengan kapositas seluruhnya 576.797 SS, sampai dengan bulan Agustus tahun 1984 telah dapat ditingkatkan lagi menjadi 173 buah dengan kapositas seluruhnya 583.947 SS. Demikian pula halnya kapositas telepon manual, yaitu sebanyak 86.579 SS dalam tahun 1983 dan bertambah lagi menjadi 91.54855 dalam tahun 1984. Perkembangan jumlah sentral dan kapositas telepon dapat diikuti pada Tabel VII.66.
Departemen Keuangan RI
232
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986 TabeI VII. 66 JUMLAH SENTRAL DAN KAPASITAS TELEPON, 1969 -1984 ( sentral dalam buah, kapositas dalam satuan sambungan ) Otomat Sentral Kapasitas 1969 26 84.660 1970 28 90.660 1971 33 95.300 1972 33 110.860 1973 34 121.460 1974 37 125.500 1975 39 144.100 1976 45 160.600 1977 54 218.320 1978 69 367.200 1979 101 460.100 1980 137 524.860 1981 156 549.520 1982 164 557.963 1983 1) 170 576.797 1984 2) 173 583.947 1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara Tahun
Manual Sentral 506 504 496 506 504 507 507 507 503 493 468 457 469 1) 503 1) 509 509
Kapasitas 122.718 102.167 96.142 101.782 101.920 104.092 99.563 104.896 107.292 108.253 87.772 73.762 79.054 86.579 89.336 91.548
Sistem yang digunakan dalam bidang telekomunikasi telah mengalami banyak perkembangan, antara lain teiepon lokal dengan sistem manual secara bertahap telah diganti dengan sistem otomat walaupun baru menjangkau di kala-kala. Pada awal Pelita I, jumlah sentral manual adalah sebanyak 506 buah, sedangkan pada awal Repelita IV adalah sebanyak 509 buah. Kenyataan ini menunjukkan bahvva selama periode tersebut tidak mengalami banyak perubahan. Di lain pihak jumlah sentral telepon otomat telah meningkat dengan pesat, yaitu dari 26 sentral pada awal Pelita I menjadi sebanyak 173 sentral pada awal Repelita IV. Di samping itu, hubungan telepon interlokal dengan sistem manual secara bertahap juga telah diganti dengan sistem otomat dan dimasukkan ke dalam jaringan SLJJ. Pada awal Repelita IV, jumlah kala yang sudah masuk jaringan SLJJ mencapai sebanyak 104 kala, sedangkan yang mendapat hubungan SLJJ terbatas adalah sebanyak 20 kala. Di samping itu hubungan telepon internasional dengan sistem manual dan semi otomatis secara bertahap juga telah diganti dengan sambungan langsung internasional (SLI). Sampai dengan bulan Agustus tahun 1984/1985, telah dapat dilakukan hubungan melalui SLI ini dengan sebanyak 58 negara. Di bidang telex, telah dilakukan peningkatan jaringan pada 4 buah sentral tandem nasional yang berlokasi di Medan, Jakarta, Surabaya dan Ujungpandang. Selanjutnya masing-masing sentral tandem tersebut dihubungkan dengan sentral lokal yang tersebar di beberapa kota. Selama Pelita III, kapositas sentral yang terposang telah mencapai 15.840 satuan sambungan yang melayani 24 kota di Indonesia. Selain itu juga telah
Departemen Keuangan RI
233
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
dilakukan peningkatan sistem telegrap teleprinter sebagai pengganti sistem morse dan digunakan untuk menghubungkan telegrap pada 400 lokasi di kota-kota besar, ibukota kabupaten dan beberapa kota kecamatan. Adapun lalu lintas telepon internasional telah pula meningkat dari sebanyak 2.622,3 ribu permintaan dalam tahun 1982 menjadi 3.120,1 ribu dalam tahun 1983. Hal ini berarti bahwa dalam periode tersebut telah terjadi suatu kenaikan sebesar 19 persen. perkembangan jasa telekomunikasi dapat diikuti melalui Tabel VII.67.
.. Lalu lintas telepon international: - Banyak pennintaan (ribu) #NAME? b. Lalu lintas telepon dalam negeri: - Lokal (jumlahpulsa) 1) - Sambungan langsung jarak jaub: Jumlah paisa (ribu ) Jumlah call (ribu) Co Telegrap dalam negeri: - Jumlah telegrap (ribu) . - Jumlahkata (ribu) d. Telegrap luar negeri: - Jumlah telegrap (ribu) - Jumlah kata (ribu) e. Telex dalam negeri : - Jumlah pulsa (ribu) f.Telex luar negeri : - Jumlah call (ribu) 1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara
1969
1970
1971
62,4 277,0
151,3 1.190,8
202,3 1.249,1
TabeI VII.67 PEMAKAIAN ]ASA TELEKOMUNIKASI, 1969 - 1984 1972 1973 1974 1976 1977 1975 208,8 1.364,8
257,8 1.219,1
331,1 2.302,1
1978
1979
1980
1981
1982
19831)
19842)
964,5 6.619,9
1.094,4 7.446,1
1.396,0 8.864,4
2.376,7 12.480,1
2.622,2 16.849,5
3.120,1 18.793,1
1.775,3 9.988,0
1.136.158,0 1.543.184,7 2.169.647,9 2.524.807,4 3.353.442,0 4.297.047,0 4.949.036,0
2.527,8,.
414,3 3.196,2
629,3 4.431,1
176.513,9 157,463,7 182.426,7 217.776,1 240.865,3 758.760,2 796.918,5 5.877,0 6.419,1 7.558,1 7.916,6 9.427,9 10.096,9 10.013,2 30.532,5 30.579,6 . 30.233,3 39.332,5 50.889,2 51.430,9 48.950,1
11.011,9 58.718,8
772,0 5.426,8
13.741,0 72.083,1
14.830,4 75.753,3
12.114,8 70.315,2
10.868,5 63.158,8
10.212,6 64.174,5
10.632,3 67.621,5
10.038,2 53.551,8
5.027,8 26.631,0
2.084,8 55.817,0
2.133,0 60.059,0
2.389,9 62.827,0
2.696,5 3.459,0 3.776,1 4.070,4 4.403,6 4.905,4 5.503,5 6.452,4 3.574,1 74.576,0 105.247,0 113.527,5 106.345,6 124.244,1 134.402,2 150.103,1 167.885,3 191.073,1
6.920,6 7.141,8 7.958,94 4.064,5 205.372,51) 240.073,6 122.156,5
389,4 12.663,6
391,0 11.990,3
379,2 11.381,3
411,4 11.961,1
488,3 15.023,1
493,7 15.419,7
470,1 14.730,8
400,3 13.239,2
351,3 11.529,4
307,6 9.682,4
267,7 7.930,3
231,6 6.790,4
205,9 7.271,6
3.701,1
4.934,0
6.786,7
7.876,2
9.925.3
12.684,7
17.164,9
23.321,9
27.926,3
35.894,3
43.297,1
56.903,7
25.7
68,3
124,8
185,7 -
276,4
368,8
563,4
663,0
992,2
1.284,0
1.673,1
2.190,5
140,7 4.548,1
104,6 3.327,5
40,2 1.263,9
82.479,7 271.864,0 336.399,6 181.237,6 2.735,7 3.294,51)
3.656,9
2.103,3
Sementara itu telah dilakukan pula penambahan jaringan transmisi, yang merupakan salah satu unsur renting dalam peningkatan jasa telekomunikasi baik di dalam maupun di luar negeri, dengan kabel kawat masa ganda (multi-pairs wire), kabel koaksial dan kabel optek. Di samping itu telah dipakai pula sistem gelombang mikro (GM) teresterial, yang meliputi GM Lintas-Sumatera dengan 693 aluran, GM Jawa-Bali dengan 2.206 saluran yang dirangkaikan dengan sistem transmisi hambur-tropo (tropos catter), GM SurabayaBanjarmasin dengan 48 aluran dan GM Indonesia Timur dengan 196 aluran. Sedangkan perluasan sistem gelombang radio frekuensi tinggi HF, VHF, dan UHF telah mencapai sebanyak 197 stasiun. Penggantian Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD) Palapa Al yang dalam operasi pertama baru mempunyai 12 transponder telah diganti, dengan satelit Palapa generasi kedua Bl dan B2 yang mempunyai 24 transponder. Peningkatan hubungan internasional dilaksanakan melalui sistem komunikasi intelsat yang mencakup dua kawasan, yaitu kawasan Samudera Hindia (Indian Ocean Region) dengan kemampuan up-link 6 aluran dan down-link 14 aluran, serta kawasan Samudera Posifik (Posific Ocean Region) dengan kemampuan up-link 5 aluran dan-down link 14 aluran. Dalam rangka peningkatan sarana telekomunikasi internasional, sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dapat diselesaikan pembangunan sistim komunikasi kabel laut (SKKL) Asean antara Indonesia-Singapura sebanyak 480 kallal, SKKL Medan-Penang dan stasiun kabel sebanyak 480 kallal, SKKL Medan-Singapura 1.260 kallal, sentral telepon di_ital di Medan sebanyak 2.100 kallal, stasiun referensi time division multiple accses (TDMA) dan terminal TDMA di Jatiluhur sebanyak 240 kanal, mikrowave link Jakarta-Jatiluhur sebanyak Departemen Keuangan RI
234
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
572 kanal, pengadaan uninterruptible power supply (UPS) 200 KVA dan 1 unit antena track telemetry command and monitoring (TTCM) di Jatiluhur, pengadaan peralatan VFT-MUX sebanyak 48 terminal, penambahan trafo tegangan tinggi 3x250 KVA, sirkit sewa telegrap sebanyak 120 kanal, sirkit sewa suara/data sebanyak 20 kallal, serta 4.096 trunks telepon internasional dan nasional. Demikian pula industri telekomunikasi PT Inti, telah berkembang dalam meningkatkan kemampuannya di bidang usaha telekomunikasi dan elektronika. Selanjutnya guna menertibkan penggunaan frekuensi radio serta persiapan keanggotaan Indonesia dalam sistem monitoring radio internasional, kini te1ah dioperasikan 1 buah stasiun monitor bergerak, 3 buah stasiun tetap yakni di Cakung, Ulan Kayu dan Samarinda, serta telah siap untuk dioperasikan sebanyak 18 buah stasiun monitoring bergerak. Pembangunan di bidang pos dan giro sampai dengan tahun 1984/1985 dimaksudkan untuk memperluas fasilitas pos dan giro dan meningkatkan jasa pelayanannya, sehingga dapat menjangkau kecamatan-kecamatan di wilayah Nusantara termasuk daerah-daerah pemukiman transmigrasi. Untuk menunjang hal tersebut, telah dilakukan pembangunan kantor pos dan kantor pos pembantu di kecamatan-kecamatan, serta kantor pus tambahan, kantor pos besar dan kantor pos ke1as I di ibukota propinsi dan kala-kala lainnya. Di samping itu juga te1ah dilakukan penambahan, dan perluasan jasa pos ke1iling kala dan jasa pos ke1iling desa, sehingga pe1ayanan pos dapat menunjang kegiatan so sial ekonomi masyarakat. Di samping itu, dari segi operasi te1ah pula berhasil ditingkatkan mutu pe1ayanan pos dan giro, antara lain dengan memperpendek waktu tempuh surat, penambahan jaringan dan perluasan pe1ayanan. Selain itu te1ah berhasil pula ditetapkan sistem kode pos untuk se1uruh Indonesia guna mendukung kelancaran operasi. Hasil-hasil yang te1ah dicapai sampai dengan bulan Mei 1984 meliputi pembangunan kantor pos pembantu/kantor pos tambahan sebanyak 485 buah, kantor pos sebanyak 30 buah, kantor pos besar/ kantor pos ke1as I sebanyak 21 buah, kantor kepala daerah pos sebanyak 3 buah, kendaraan bermotor roda 4 sebanyak 48 buah serta bis sural sebanyak 1.214 buah. Dengan peningkatan fasilitas pos dan giro tersebut, kini pelayanannya te1ah mampu menjangkau 3.103 ibukota kecamatan dari sejumlah 3.488 ibukota kecamatan yang ada, sebagai sentral pos desa sekitarnya. Jangkauan pelayanan pos dan giro ke desa-desa te1ah mencapai 60.232 desa dari sejumlah 66.159 desa yang ada di Indonesia. Hal ini berarti pelayanan pos dan giro telah dapat melayani 91,3 persen dari seluruh ibukota kecamatan yang ada dan 91,0 persen dari selruh desa di Indonesia. Se1ama Pelita III hingga tahun pertama Repelita IV, te1ah banyak kemajuan yang dapat dicapai, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Dari segi kuantitas, telah berhasil diletakkan dasardasar kebijaksanaan untuk
Departemen Keuangan RI
235
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
djadikan program pengembangan tahun-tahun berikutnya, yakni berupa perluasan jangkauan pelayanan sampai ke desa-desa, daerah-daerah pemukiman trasmigrasi serta daerah terpencil, yang antara lain dilakukan dengan memperbanyak unitunit pelayanan pos bergerak. Sedangkan dari segi kualitas antara lain ditandai dengan berhasilnya diadakan ikatan kontrak dengan perusahaan angkutan umum, sehingga dapat mengatasi kemungkinan hambatan-hambatan yang mengganggu ke1ancaran pos dan giro. Dengan adanya peningkatan kualitas tersebut, angkutan pos me1alui darat pada umumnya lancar. Guna menambah fasilitas alat angkutan pos untuk pemantapan waktu tempuh, telah diadakan perjanjian kerjasama angkutan pos dengan perusahaan swasta. Adapun angkutan pos laut pada umumnya tidak ada hambatan, karena frekuensi dan jumlah kapal sudah semakin bertambah dan daerah yang dilintasi juga semakin luas. Demikian pula angkutan pos udara semakin lancar, dengan lebih seringnya frekuensi penerbangan dan adanya tambahan trayek baru sehingga hampir menjangkau seluruh pelosok Nusantara. Di samping itu dalam kedudukannya sebagai anggota UPU (United Post Union) dan APPU (Asia Posific Post Union), Indonesia telah banyak memperoleh manfaat dari kedua organisasi tersebut dalam mencapai kemajuan di bidang pos dan giro. Dalam pada itu telah dilakukan pula pemasyarakatan kode pos, yang untuk tahap pertamanya dimulai di wilayah DKI Jakarta dan kemudian disusul oleh propinsi-propinsi lairmya. Pelayanan pos dan giro selain berpedoman kepada volume lalu lintas pos dan perhitungan biaya, juga ditujukan untuk meningkatkan jangkauan pelayanan ke daerah-daerah terpencil dan daerah-daerah transmigrasi. Dalam tahun 1983 telah disampaikan surat pos sebanyak 348 juta buah, weselpos senilai Rp 445,80 milyar, peredaran giro dan cekpos sebesar Rp 2.569,41 milyar serta jumlah tabungan pada BTN sebesar Rp 81.063,60 juta. Sedangkan sampai dengan bulan Mei 1984, surat pos yang disampaikan berjumlah sebanyak 27,74 juta buah, weselpos senilai Rp 163,70 milyar, peredaran giro dan cekpos sebesar Rp 967,50 milyar, serta jumlah tabungan BTN sebesar Rp 23.795,90 juta. Perkembangan arus lalu lintas pos dan giro dapat diikuti melalui Tabel VIII.68.
Departemen Keuangan RI
236
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986 Tabel VII.68 ARUS LALU LINTAS POS DAN GIRO, 1969 -1984 Peredaran Tabungan Surat pos Weselpos dan cekpos Bank Tahun (juta ) ( mityar ( juta ( mityar 14,9 1969 147 97,63 59,37 20,81 1970 159 106,65 146,05 26,48 1971 181,9 124,3 317,65 32,53 1972 196 157,26 499,52 1973 176,5 204,19 1.414,98 45,65 1974 187,23 325,61 2.325,82 63,3 1975 199,84 426,43 4.358,18 81,29 1976 200,56 471,45 7.042,17 99,48 121,71 1977 236,7 660,59 10.908,80 138,81 1978 252,29 840,34 15.526,00 174,56 1979 265,86 1.113,16 20.705,801 126,94 1980 276,2 1.558,70 32.338,06 1981 1) 272,75 1.933,42 42.850,29 152,08 1982 299,23 2.208,42 58.064,31 183,771) 1983 348 2.569,41 81.063,60 445,8 27,74 967,5 23.795,90 1984 2) 163,7 1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara
7.8.5. Kepariwisataan Pembangunan di bidang pariwisata diarahkan selain untuk meningkatkan dan memperluas kesempatan kerja serta kesempatan berusaha, juga dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan devisa, serta pengenalan alam dan kebudayaan Indonesia. Selama Pelita III telah dilakukan langkah-Iangkah pembinaan dan pengembangan pariwisata, antara lain berupa peningkatan dan pembangunan daerah-daerah tujuan wisata, serta pengembangan mutu produk wisata Indonesia, dan wisata remaja. Untuk lebih meningkatkan arus wisatawan dari luar negeri, telah dilakukan berbagai usaha antara lain pembebasan visa selama 2 bulan bagi wisatawan dari 26 negara posaran wisatawan yang potensial, kemudahan keimigrasian, peningkatan pelayanan bagi wisatawan asing serta peningkatan keahlian dan keterampilan petugas-petugas yang menangani pariwisata. Pembinaan dan pengembangan obyek wisata sejak Pelita III hingga tahun pertama Repelita IV terutama ditujukan pada 10 daerah tujuan wisata (DTW) yaitu propinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Dalam upaya mengembangkan obyek wisata yang tersebar di 10 DTW dan beberapa propinsi lainnya tersebut, dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agus.tus tahun 1984 telah dilaksanakan studi perencanaan pengembangan, baik yang berupa rencana induk perencanaan, tapak kawasan dan detil desain Departemen Keuangan RI
237
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
maupun lanjutan pembangunan fasilitas obyek-obyek wisata di DTW yang te1ah mantap pengembangannya. Dalam rangka perintisan pengembangan obyek-obyek wisata di luar 10 DTW, dalam tahun pertama Repe1ita IV te1ah dipersiapkan pengembangan pariwisata di tiga propinsi yaitu Riau, Bengkulu dan Kalimantan Tengah. Sed:mgkan guna menunjang ke1ancaran arus wisatawan sampai ke DTW, diusahakan peningkatan prasarana, sarana dan penunjang lainnya seperti tempat penginapan, jasa biro perjalanan, penerbangan borongan yang langsung ke tempat obyek wisata, serta pemandu wisata. Kegiatan di DTW tersebut telah menghasilkan peningkatan arus wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia. Dalam tahun 1982, jumlah wisatawan asing yang datang ke Indonesia baru sebanyak 592.046 orang, sedangkan dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi 638.855 orang, yang berarti mengalami kenaikan sebesar 7,9 persen. Sedangkan lama tinggal di Indonesia ratarata bagi wisatawan asing dalam tahun 1983 adalah 11,7 malam per kunjungan, dengan pengeluaran rata-rata sebesar US $ 58,8 per malam sehingga jumlah seluruh pengeluaran wisatawan asing mencapai sekitar US $ 439,5 juta. Perkembangan bidang kepariwisataan dapat diikuti melalui Tabe1 VII.69.
Tahun 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 3) 1983
Tabel VII.69 PERKEMBANGAN DI BIDANG PARIWISATA, 1969 - 1983 Wisatawan Kamar hotel Biro Penerimaan Tenaga kerja (orang) (buah ) (juta US $) (orang) (kamar) 2.972 86.100 2) 297 10,8 7.233 129.319 359 16,2 8.278 3.390 3.671 178.781 2) 545 22,6 10.048 4.850 221.179 242 27,6 - 1) 5.510 270.303 2) 253 40,9 - 1) 11.000 313.452 414 54,4 48.300 12.766 366.293 437 62,3 53.960 21.925 401.237 453 70,6 - 1) 42.356 433.393 2) 464 81,3 - 1) 42.575 2) 468.614 467 94,3 - 1) 31.406 2) 501.430 295 250,7 2) 86.398 94.360 34.300 2) 561.178 3) 330 289,0 2 38.308 2) 600.151 3) 409 309,1 112.156 ) 38.627 592.046 426 358,8 1.139.282 638.855 436 439,5 113.928 38.621
1) Data tidak tersedia 2) Angka diperbaiki 3) Angka sementara
Untuk meningkatkan arus wisatawan baik asing maupun domestik, dalam tahun 1983 telah dilakukan usaha-usaha dan kegiatan pemasaran melalui koordinasi dan kerjasama terpadu guna menghadapi persaingan yang cukup ketat di pasaran pariwisata internasional. Kegiatan dan upaya tersebut antara lain meliputi pemasangan iklan pada media internasional, untuk mempromosikan dan menjual produk wisata Indonesia. Selain itu juga dilakukan pembuatan bahan promosi/cetakan yang bertemakan "Indonesia destination of endless diversity" (Indonesia
Departemen Keuangan RI
238
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
adalah tempat tujuan yang beraneka ragam tanpa putus-putusnya), yaitu meliputi sejarah, budaya dan alam serta wisata marina. Sementara itu untuk memperkenalkan secara lebih mendalam mengenai atraksi dan fasilitas wisata Indonesia, telah diselenggarakan widya wisata. Melalui kerjasama dengan KBRI di luar negeri, Garuda Indonesian Airways, hotel-hotel dan biro perjalanan di dalam negeri. Program tersebut ditujukan antara lain bagi kalangan pengusaha/pedagang dan wartawan dengan cara peninjauan langsung ke obyek-obyek wisata, untuk mengetahui fasilitas, pelayanan, prosedur dan unsur-unsur lainnya yang berkaitan dengan kedatangan wisatawan asing di Indonesia. Di samping itu perwakilan Pusat Promosi Pariwisata Indonesia (P3I) di luar negeri juga telah berperanserta, secara aktif, dalam setiap kesempatan untuk memperkenalkan Indonesia sebagai negara tujuan wisata. Hal itu sekaligus merupakan kesempatan bagi industri dan perusahaanperusahaan untuk melakukan kontak dagang dengan industri pariwisata dari berbagai negara yang ikut serta. Kegiatan bina masyarakat dimaksudkan untuk membimbing, dan mengarahkan masyarakat untuk mendukung kebijaksanaan, program dan kegiatan yang dilakukan Pemerintah di bidang kepariwisataan. Untuk menunjang kegiatan tersebut, dilakukan peningkatan kerjasama dengan media masa guna menyebarkan informasi kepariwisataan dan hasil-hasilnya, serta meningkatkan sadar wisata dari para pejabat, dan pemuka-pemuka organisasi dan masyarakat. Selain itu telah pula digalakkan wisata di kalangan para remaja melalui pengadaan bahan-bahan informasi berupa buku petunjuk perjalanan wisata remaja, yang selalu diterbitkan setiap tahun. Di samping itu juga dilakukan monitoring, pengendalian, pembinaan dan pengembangan wisata remaja di empat daerah, yaitu Kalimantan Barat, Jawa Timur, Sulawesi Tengah dan Maluku. Dalam tahun 1983, jumlah tempat menginap yang telah mendapatkan klasifikasi hotel mencapai sebanyak 283 buah hotel berbintang dengan kamar sebanyak 20.090 buah, sedangkan yang belum diklasifikasikan berjumlah sebanyak 792 buah dengan kamar sebanyak 18.537 buah. Posisi ini tidak berbeda dengan keadaan tahun 1982, oleh karena dalam tahun 1983 pelaksanaan klasifikasi hotel terpaksa ditunda yang disebabkan adanya resesi dunia. Demikian pula dengan biro perjalanan, yang memperoleh ijin usaha dalam tahun 1983 tercatat sebanyak 436 perusahaan, yang terdiri atas biro perjalanan umum (BPU) sebanyak 185 buah perusahaan, cabang biro perjalanan umum (CBPU) 108 buah perusahaan, dan agen perjalanan (AP) sebanyak 143 buah perusahaan. Bila dibandingkan dengan tahun 1982 yang baru mencapai 426 buah perusahaan, maka berarti terdapat peningkatan usaha baru sebanyak 10 buah perusahaan atau sebesar 2,3 persen.
Departemen Keuangan RI
239
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Pariwisata dalam negeri pada tahun pertama Repelita IV mengalami peningkatan yang cukup tinggi, yang antara lain disebabkan adanya kebijaksanaan Pemerintah untuk meningkatkan biaya fiskal perjalanan ke luar negeri. Di lain pihak, kebijaksanaan tersebut telah menurunkan jumlah wisatawan Indonesia yang berkunjung ke Singapura sebesar 38 persen dalam tahun 1983, bila dibandingkan dengan tahun 1982. Selanjutnya kegiatan pemasaran dan promosi baik di dalam maupun ke luar negeri semakin ditingkatkan melalui pemasangan iklan dan penyebaran informasi mengenai atraksi dan fasilitas wisata Indonesia. Sementara itu guna membantu kelancaran arus wisatawan asing clari luar negeri, dilakukan peningkatan pemasaran dan promosi yang terpadu dan agresif berdasarkan penelitian yang menyeluruh, antara lain berupa penambahan pintu masuk penerbangan dan pintu masuk pelabuhan laut, serta pelayanan telekomunikasi di tempat menginap. Selain itu telah pula disempurnakan koordinasi pemanfaatan obyek wisata, dan peningkatan atraksi wisata yang akan dapat meningkatkan clara saing produk wisatawan Indonesia. Berbagai kebijaksanaan tersebut diharapkan akan dapat meningkatkan arus wisatawan pada waktu yang akan datang. Untuk menunjang perkembangan pariwisata, kini sedang dipersiapkan Rancangan Undang-undang Kepariwisataan Nasional.
7.9. Pekerjaan umum Pembangunan di bidang pekerjaan umum yang meliputi bidang pengairan, cipta karya dan bina marga telah menunjukkan hasil yang semakin nyata di dalam menunjang dan mendukung keberhasilan pembangunan sektor-sektor lain. Hal tersebut tercermin antara lain dari tercapainya sasaran fisik sejak tahun pertama Pelita I sampai dengan Pelita III. Pelaksanaan pembangunan yang dilakukan dalam tahun pertama Repelita IV merupakan kesinambungan dari tahap-tahap Repelita sebelumnya, dan sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh kerangka landasan dalam pencapaian sasaran Repelita IV.
7.9.1. Pengairan Pembangunan di bidang pengairan dititikberatkan pada peningkatan produksi pangan terutama beras, yakni melalui usaha intensifikasi dan ekstensifikasi areal persawahan. Dalam rangka itu antara lain dilakukan pembukaan areal persawahan baru terutama di luar pulau J awa, sehingga dengan peningkatan produksi padi tersebut pada gilirannya pendapatan para petani juga dapat ditingkatkan. Di samping itu bidang pengairan telah pula menunjang kegiatan sektor- sektor lainnya, seperti pembangunan waduk serba guna yang dapat dimanfaatkan untuk
Departemen Keuangan RI
240
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
pembangunan areal pertanian, pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan penyediaan air industri. Sedangkan untuk menunjang peningkatan kesejahteraan masyarakat, telah disediakan air baku yang memenuhi syarat-syarat kesehatan bagi daerah pemukiman. Program pembangunan di bidang pengairan yang dilaksanakan dalam Pelita III mencakup masalah perbaikan dan peningkatan irigasi, pembangunan jaringan irigasi baru, pengembangan daerah rawa, serta penyelamatan hutan, tanah dan air. Untuk menunjang kegiatan tersebut, dilakukan pula penelitian, survai, penyelidikan dan perancangan pengembangan sumber-sumber air, guna mempercepat jangkauan fungsional pelayanan produksi dalam kawasan yang telah dikembangkan. Hal itu dilakukan dengan meningkatkan pelayanan produksi, sehingga mampu memberikan pelayanan yang le.bih cepat dan tepat melalui pemanfaatan sumber-sumber clara alam yang ada. Selain itu guna melindungi kawasan pemukiman masyarakat pedesaan dan masyarakat lainnya, telah dilakukan pengamanan terhadap daerah yang peka terhadap bencana banjir. Dalam tahun 1982/1983 telah dilakukan perbaikan dan peningkatan areal irigasi seluas 72.468 hektar, dan kemudian dalam tahun 1983/1984 telah mencapai seluas 88.561 hektar. Adapun hasil-hasil yang telah dicapai selama pelaksanaan Pelita III meliputi perbaikan dan peningkatan irigasi seluas 386.651 hektar, pembangunan jaringan irigasi baru seluas 437.271 hektar, pengembangan daerah rawa seluas 437.271 hektar, serta penyelamatan hutan, tanah dan air seluas 587.100 hektar. Sedangkan proyek-proyek yang sampai dengan akhir Pelita III sudah atau hampir terselesaikan antara lain berupa rehabilitasi jaringan irigasi utama Cisadane seluas 40.600 hektar, Ciujung seluas 24.300 hektar, Sedeku seluas 30.000 hektar, Gambarsari seluas 20.000 hektar, Pamali Carnal seluas 30.000 hektar, Pekalen Sampean seluas 229.000 hektar, Delta Brantas seluas 32.000 hektar dan Tabo-tabo seluas 11.500 hektar. Sementara itu dalam tahun pertama Repelita IV te1ah dimulai pembangunan irigasi tersier dan drainase di daerah irigasi Cirebon, Madiun, Serayu, Jawa Timur, serta Lombok Se1atan. Se1ain itu secara intensif juga mulai dilaksanakan rehabilitasi jaringan irigasi di daerah Semarang Barat dan Simalungun, yang masing-masing mencakup wilayah se1uas 19.400 hektar dan 45.000 hektar. Dalam waktu yang sarna, pembangunan jaringan irigasi baru dititikberatkan pada pembangunan irigasi sedang dan kecil, dengan prioritas utama pada lokasi-lokasi yang memenuhi persyaratan yang ditentukan. Persyaratan dimaksud adalah se1ain lokasi yang bersangkutan sangat memerlukan pembangunan irigasi guna menunjang peningkatan produksi pertanian, para pemilik tanahnya juga harus menunjukkan partisiposi yang tinggi dalam program irigasi dan pencetakan sawah baru. Hal ini terutama diterapkan pada areal transmigrasi, sehingga program pembangunan
Departemen Keuangan RI
241
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
jaringan irigasi terse but sekaligus dapat menunjang keberhasilan program transmigrasi. Se1ain dilakukan pengembangan irigasi sedang, kecil dan sederhana, juga dilanjutkan pembangunan prasarana irigasi baru yang lebih besar. Selama masa Pelita III te1ah dibangun jaringan irigasi baru pada areal se1uas 437.271 hektar antara lain me1iputi proyek irigasi Krueng Jrue Kiri se1uas 2.500 hektar, Gumbasa seluas 7.200 hektar, Cidurian se1uas 9.900 hektar, Lodoyo se1uas 12.400 hektar, Be1itang se1uas 19.500 hektar, Way Jepara se1uas 6.600 hektar dan Way Pangubuan seluas 5.000 hektar. Untuk seluruh proyek terse but sudah dapat dise1esaikan jaringan irigasi utamanya, sedangkan jaringan tersier dan drainasenya sedang dalam
tarat
penyelesaian.
Adapun
proyek-proyek
yang
masih
terus
ditingkatkan
pembangunannya me1iputi proyek irigasi Krueng Baro, Jambu Aye, Batang Gadis, Way Rarem, Teluk Lada, Ciletuh, Pada Waras, Kedu Selatan, Bali, Wawotobi, Sungai Dareh Sitiung, dan Dumoga. Kegiatan lain daripada program ini adalah pengembangan air tanah bagi daerahdaerah pertanian yang berlahan kering dan rawan yang langka air permukaan, seperti daerah Yogyakarta Se1atan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Lombok, dan Timor. Hasil-hasil yang te1ah dicapai di bidang pembangunan irigasi baru se1ama dua tahun terakhir pe1aksanaan Pe1ita III, yaitu dalam tahun 1982/1983 dan 1983/1984, masing-masing adalah se1uas 108.607 hektar dan 39.680 hektar. Dalam tahun pertama Repe1ita IV pembangunan daerah rawa masih me1anjutkan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan se1ama Pe1ita III, antara lain berupa penyempurnaan jaringan reklamasi daerah rawa serta perluasan dan penambahan areal pertanian baru. Dalam hubungan ini standar prasarana reklamasi daerah rawa te1ah ditingkatkan, agar dapat dilakukan pengaturan air dengan lebih baik, dan dengan biaya peme1iharaan yang lebih rendah. Pemanfaatan daerah rawa selain ditujukan untuk memperluas areal pertanian yang ada, juga dimaksudkan untuk memperluas dan memperbaiki daerah pemukiman penduduk, te1ah dilaksanakan melalui kegiatan pengembangan pengairan posang surut di daerah Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Kegiatan tersebut juga mencakup proyek reklamasi rawa bukan posang surut yang terdapat di daerah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Hasil yang telah dicapai dalam tahun terakhir Pelita III di bidang pengembangan daerah rawa meliputi areal seluas 86.729 hektar, yang sebagian besar merupakan lahan yang potensial untuk usaha tani. Sedangkan hasil yang dicapai selama Pelita III meliputi areal seluas 456.189 hektar. .
Penyelamatan hutan, tanah dan air dimaksudkan guna meningkatkan pengamanan
Departemen Keuangan RI
242
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
daerah produksi pertanian, daerah pemukiman penduduk, dan daerah industri terhadap gangguan bencana banjir. Di samping itu juga ditujukan untuk mengembangkan pemanfaatan sumber-sumber air sungai yang memiliki potensi tinggi dalam memenuhi keperluan sektor pertanian, kebutuhan air bersih untuk pemukiman penduduk, keperluan air industri untuk pembangkit tenaga listrik serta kebutuhan air di pelabuhan. Untuk menanggulangi bencana banjir lahar sebagai akibat dari meletusnya gunung-gunung berapi seperti di sekitar daerahdaerah gunung Merapi, gunung Kelud, gunung Semeru, gunung Agung dan gunung Galunggung, maka dilakukan pembangunan dan pengendalian kantong posir (check dam) serta tanggul. Selain itu program ini juga dimaksudkan untuk mengamankan sungai-sungai yang merupakan sumber-sumber air bagi jaringan irigasi yang telah ada. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi pengaturan dan pengamanan sungai, yaitu berupa pengerukan dasar sungai, perluasan aliran, pembuatan sudetan, perlindungan dan perkuatan tebing, pembuatan tanggul, pembuatan saluran banjir, pembuatan pintu-pintu banjir, serta latihan penanggulangan banjir, baik bagi para petugas maupun bagi penduduk setempat. Selama 5 tahun Pelita III telah berhasil dilakukan penyelamatan hutan, tanah dan air seluas 587.100 hektar, di antaranya yang dilakukan dalam tahun 1982/1983 dan tahun 1983/1984 masing-masing seluas 248.601 hektar dan 63.698 hektar, yang dilaksanakan secara khusus melalui proyekproyek pengaturan dan pengamanan sungai besar. Proyek-proyek terse but terdiri atas proyek Bengawan Solo, Citanduy, Cisanggarung, sungai Arakundo, sungai Ular, sungai Brantas dan pengendalian banjir Jakarta. Selain untuk pengendalian banjir, proyek itu juga dimaksudkan untuk menunjang sektor industri, seperti pembangunan pembangkit tenaga listrik dan penyediaan air, baik untuk keperluan industri maupun rumah tangga. Dalam hubungan ini, telah dilaksanakan pula pembangunan waduk-waduk besar, seperti waduk Wonogiri yang sudah berfungsi dan Wadas Lintang yang sedang dalam tahap penyelesaian. Pengutamaan kegiatan pada program jaringan tersier, dalam Pelita III telah meperlihatkan hasil yang cukup menggembirakan, yaitu tercapainya areal seluas 1.680.573 hektar. Pembangunan jaringan tersier dilaksanakan melalui pemanfaatan jaringan-jaringan irigasi yang telah dibangun, dan dewasa ini secara langsung telah dapat menunjang program intensifikasi produksi pertanian.
7.9.2. Perumahan rakyat dan pemukiman Salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dilakukan melalui peningkatan pembangunan di bidang perumahan rakyat dan pemukiman. Sehubungan dengan Departemen Keuangan RI
243
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
itu, pembangunan perumahan rakyat dan pengembangan pemukiman penduduk diarahkan untuk dapat tersebar ke berbagai lokasi pemukiman yang meliputi sekitar 6.000 desa pada 200 kota. Pembangunan perumahan rakyat dan pemukiman tersebut pada dasarnya merupakan tanggung jawab masyarakat itu sendiri dengan mendapatkan bantuan dan pembinaan dari Pemerintah, terutama yang menyangkut peningkatan mutu kehidupan masyarakat banyak yang berpenghasilan rendah. Sehubungan dengan itu kini sedang dikembangkan suatu sistem yang lebih terarah dan terpadu, terutama yang berkaitan dengan masalah pembiayaan, perluasan kesempatan kerja, kesehatan lingkungan, produksi bahan bangunan lokal, keserasian pembangunan daerah, pemukiman serta tataguna tanah perkotaan dan pedesaan. Pembangunan perumahan rakyat terutama ditujukan untuk meningkatkan perbaikan kampung/lingkungan pemukiman kota, pemugaran perumahan desa dan pembinaan yang menunjang kegiatan tersebut. Kebijaksanaan pembangunan di bidang pemukiman rakyat sangat erat kaitannya dengan kebijaksanaan di sektor lainnya seperti kependudukan, pertanahan, perkreditan, serta riset dan teknologi. Program perumahan rakyat mencakup perintisan pemugaran perumahan desa, perintisan perbaikan lingkungan perumahan kota, perbaikan kawasan pusat kota bagi kota-kota sedang dan kecil termasuk lingkungan kawasan posarnya, perintisan peremajaan kota, pembangunan perumahan rakyat, serta pengembangan kredit pemilikan rumah (KPR). Kebijaksanaan umum yang ditempuh di bidang ini antara lain dengan melibatkan masyarakat sebanyak mungkin, di samping tetap memperhatikan aspek-aspek pemerataan dan keterjangkauan khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan menengah. Kegiatan perbaikan kampung di daerah perkotaan mencakup bina lingkungan, bina usaha dan bina manusia, yang antara lain berupa perbaikan jalan lingkungan dan jalan setapak, penanggulangan sampah lingkungan, perbaikan saluran pembuangan air hujan, pembuangan air limbah rumah tangga dan pengadaan air bersih. Kegiatan tersebut juga berupa pengadaan sarana fasilitas sosial lainnya seperti Puskesmas, gedung sekolah dasar, pembinaan kesejahteraan ibu dan anak (PKK), serta kegiatan-kegiatan lainnya yang ditujukan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah perkotaan, yang sebagian besar penduduknya berpenghasilan rendah. Sehubungan dengan itu, dalam tahun 1983/1984 telah dilakukan perbaikan kampung pada 190 kala, meliputi areal seluas 3.701 hektar yang dapat memberikan manfaat bagi 1.183.220 orang penduduk kampung. Adapun secara keseluruhan selama 5 tahun pelaksanaan Pelita III telah berhasil dilaksanakan perbaikan kampung seluas 17.980 hektar, yang dapat memberikan manfaat langsung kepada 5.436.600 penduduk di berbagai propinsi.
Departemen Keuangan RI
244
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Hal ini berarti bahwa selama periode tersebut pelaksanaan program perbaikan kampung telah dapat melampaui target yang direncanakan dalam Repelita III seluas 15.000 hektar. Pengadaan perumahan rakyat bagi masyarakat berpenghasilan rendah selama ini telah dilaksanakan melalui Perum Perumnas yakni berupa pemberian fasilitas KPR dari Bank Tabungan Negara (BTN). Selain dengan Perum Perumnas, BTN juga mengadakan kerjasama dengan perusahaan pembangunan perumahan swasta, yang bertujuan untuk membangun perumahan rakyat bagi mereka yang berpenghasilan menengah dan tinggi. Dalam tahun 1983/1984, Perum Perumnas telah membangun sebanyak 12.963 rumah siap huni yang terdiri atas 3.680 unit rumah sederhana, 8.523 unit rumah inti dan 760 unit rumah susun. Adapun selama 5 tahun pelaksanaan Pelita III, jumlah keseluruhan rumah siap huni yang telah selesai dibangun mencapai 81.323 unit, terdiri atas 28.030 unit rumah sederhana, 50.269 unit rumah inti dan 3.024 unit rumah susun. Dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Juni 1984 juga telah seksai dibangun sebanyak 1.537 unit, terdiri atas 787 unit rumah inti, 110 unit rumah sederhana, dan 640 unit rumah susun. Perkembangan jumlah perumahan yang dibangun oleh Perum Perumnas dapat dilihat pada Tabel VII.71.
Propinsi I. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.
Rumah sederhana 3.948 368 11.216 5.250 1.946 1.166 3.046 1.078
1978/1979 Rumah inti 898 12.018 4.230 1.230 1.222 768 20.366
Rumah Jumlah sederhana 4.846 1.412 368 500 90 23.234 2.186 9.480 1.020 3.176 8 1.166 34 4.268 400 140 1.078 1.078 200 120 340 1.838 134 250 -
Tab eI VII. 71 PEMBANGUNAN PERUMAHAN RAY AT OLEH PERUMNAS, 1978/1979 - 1983/1984 ( dalam unit rumah ) 1979/1980 1982/1983 1980/1981 1981/1982 Rumah Rumah3) Rumah Rumah 3) Rumah Rumahh3) Rumah inti Jumlah sederhana inti Jumlah sederhana inti inti Jumlah sederhana 388 388 388 388 388 3.594 1.742 2.479 3.891 2.342 1.252 1.734 7.552 5.457 500 1.192 1.192 1.764 600 1.212 400 600 1.000 612 612 600 200 700 500 452 600 450 540 306 680 986 148 406 1.094 158 286 444 286 158 510 1.032 522 300 822 522 140 58 7.200 9.386 1.8642) 522 2.386 12.212 9.087 9.606 15.098 882 1.628 3.576 4.596 1.190 1.666 2.856 746 2.500 6.900 2.500 2.508 830 830 4.400 4.584 3.730 34 64 64 1.230 3.900 194 1.300 2.500 3.500 1.542 1.736 1.200 4.872 6.264 240 1.774 2.014 500 1.014 100 100 508 354 862 514 500 764 534 140 324 324 534 534 300 500 1.078 200 216 216 216 500 500 216 216 300 502 304 806 200 32 120 656 656 32 688 340 400 400 400 134 480 480 2.504 250 282 282 4 278 200 500 300 200 500 300 300 200 200 200 356 216 572 9.696 23.610 19.805 27.517 13.914 12.050 49.580 42.510 7.953 20.003
D.l. Ace h Sumatern Utara Sumatern Barat Ria u J ambi Swnatern Selatan Bengkulu Lampung DK1Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.l. Yogyakarta Jawa TImur BaIi Nusa Tenggara Barut Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Belatan Kalimantan Timur 200 Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan 1.070 Sulawesi Tenggara Maluku Irian Jaya Timor Timor 49.654 7.712 29.288 Jumlah I) Angkadiperbaiki 2) Termasuk Tangerang dan Depok 3) Sejak tahun 1980/1981 pada rumah sederhana termasuk rumah susun 4) Sejak tahun 1983/1984 rumah sederhana terma,uk rumah susun don RKTM
Rumah 4) Jumlah sederhana 388 13.009 1.764 1.212 1'49 1.500 444 198 21.299 935 24.704 1.620 8.314 333 1.230 200 11.136 478 10 1.264 534 216 300 502 200 688 43 400 2.504 171 278 500 92.090
4.441
1983/1984 1) Rumah inti Jumlah 606
606
638
787
706 727 1.518 2.988 148
935 2.326 1.060 1.718 3.466 158
304 432 238 218
806 482 281 389
8.523
12.964
Pembangunan rumah dengan dukungan KPR dari BTN telah pula ditingkatkan dan dikembangkan hampir di seluruh ibukota propinsi dan ibukota kecamatan. Selama Pelita III, hasil yang telah dicapai oleh Perum Perumnas dan non Perumnas yang mendapat dukungan KPR masing-masing sebanyak 88.289 unit rumah dan 104.563 unit rumah, sehingga seluruhnya berjumlah 192.852 unit rumah. Sedangkan yang dibangun tanpa dukungan KPR masing-masing telah mencapai sebanyak 81.323 unit rumah dan 104.563 unit rumah, sehingga keseluruhannya berjumlah 185.886 unit rumah. Di samping itu terdapat pula perumahan yang dibangun oleh PT
Departemen Keuangan RI
245
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Papan Sejahtera atas dukungan KPR, yang selama Pelita III telah mencapai sebanyak 1.243 unit rumah. Adapun perusahaan-perusahaan pembangunan perumahan swasta yang tergabung dalam perusahaan Real Estate Indonesia (REI), juga telah banyak memberikan sumbangannya dalam pembangunan perumahan, khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan menengah ke atas. Pemugaran perumahan pedesaan dimaksudkan agar sebanyak mungkin rakyat desa dapat mendiami rumah dan lingkungan yang sehat, dengan mengarahkan agar dapat dilakukan secara mandiri melalui rumah percontohan dan penyuluhan yang diberikan. Pada dasarnya kegiatan tersebut merupakan usaha gotong royong masyarakat desa yang bersangkutan dengan mendapatkan bantuan dan bimbingan dari Pemerintah. Kegiatannya selain mencakup pemugaran rumah-rumah desa, juga meliputi perbaikan jalan lingkungan desa, penyediaan air bersih, pengadaan sarana mandi-cuci-kakus (MCK), serta perintisan unit produksi bahan bangunan setempat. Selama Pelita III telah dilaksanakan pemugaran perumahan di 4.923 desa yang terse bar di 25 propinsi kecuali propinsi OKI Jakarta dan Irian Jaya, di samping juga telah dilakukan di 120 desa dalam rangka penanggulangan bencana alam atau penanggulangan darurat. Sedangkan pembangunan jalan lingkungan desa telah diselesaikan sepanjang 990.214 meter, pengadaan sarana air bersihsebanyak 1.281 unit, pembuatan saluran pembuangan air kotor sepanjang 25.444 meter, pembangunan sarana MCK sebanyak 993 unit, dan pengadaan peralatan penukangan sebanyak 1.281 unit. Selain pengadaan perumahan rakyat, perbaikan kampung dan pemugaran perumahan desa, maka dilakukan pula kegiatan-kegiatan penunjang yang bertujuan untuk memudahkan pelaksanaan program perumahan rakyat secara keseluruhan. Kegiatan terse but antara lain berupa pembinaan umum pembangunan perumahan rakyat, perintisan pengadaan produksi bahan-bahan bangunan setempat, peningkatan keterampilan, serta penelitian perumahan rakyat baik yang bersifat nasional maupun regional. Pembinaan di bidang pembangunan perumahan rakyat tersebut telah dilaksanakan melalui Pusat Informasi Teknik Bangunan (PITB), dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran, pengetahuan, motivasi, kemampuan dan keterampilan masyarakat luas, dan juga aparat Pemerintah daerah. Selain itu juga dimaksudkan untuk menunjang pelaksanaan proyek perintis perbaikan lingkungan perumahan desa (P3LPD), proyek perintis perbaikan lingkungan perumahan kota (P3LPK), serta usaha-usaha lain di bidang pemukiman. Kegiatan penelitian di bidang air bersih dan kesehatan lingkungan pemukiman, telah dilaksanakan dengan pembuatan model bangunan sederhana pengolah air yang disebut embung-embung, yang dimaksudkan untuk mencukupi keperluan air bersih di propinsi Nusa Tenggara Timur. Adapun unit usaha pengolahan air bersih yang menggunakan
Departemen Keuangan RI
246
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
tanah gambut sebagai bahan pengolahannya, telah dibangun di propinsi Kalimantan Selatan. Sejalan dengan makin meningkatnya kebutuhan air bersih, terus dilakukan upaya pengadaan dan penyediaan air bersih yang dapat menjangkau baik kota-kota-besar, rnaupun kota-kota kecil, termasuk ibukota kecamatan (IKK) yang terdapat di seluruh propinsi. Dalam tahun terakhir pelaksanaan Pelita III, telah dapat dilakukan penambahan kapositas produksi air bersih sebesar 5.082,5 liter per detik untuk kota. Sedangkan selama 5 tahun pelaksanaan Pelita III kapositas produksi air bersih, telah mencapai 18.254 liter per detik, tersebar di 710 kota besar, sedang dan kecil termasuk IKK. Di samping itU selama periode tersebut juga telah berhasil dilakukan pengadaan air di 627 IKK, 390 di antaranya ditangani dengan sistem IKK sepenuhnya, 139 dengan sistem BNA (basic need approach), dan 98 sisanya melalui Inpres kesehatan. Sejalan dengan itu, dalam Pelita III telah dilakukan peningkatan dan pemerataan pelayanan air bersih, khususnya bagi penduduk yang berpenghasilan rendah. Hal itu dilaksanakan melalui peningkatan penyediaan dan pemasangan hidran umum, serta sambungan ke rumah-rumah guna mencapai tingkat pelayanan penduduk semaksimal mungkin. Dalam tahun 1983/1984 telah dapat diposang sambungan rumah sebanyak 69.146 buah dan 2.651 hidran umum yang mampu melayani 1.221.660 jiwa penduduk di 357 kota. Dengan demikian, selama lima tahun pelaksanaan Repelita III jumlah sambungan rumah yang telah dipasang mencapai 227.309 buah, dan hidran umum sebanyak 9.322 buah, yang dapat melayani penduduk sebanyak 4.137.520 jiwa di 25 propinsi kecuali Sumatera Barat dan Jawa Barat. Kegiatan program penunjang air bersih dilakukan untuk mempersiapkan, mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan proyek air bersih di berbagai kala di seluruh propinsi, sehingga dapat melayani penduduk dengan baik terutama berdasarkan kemampuannya sendiri. Sehubungan dengan itu, dalam tahun 1983/1984 telah dibentuk 28 badan pengelola air minum (BPAM), sedangkan sampai dengan tahun terakhir pelaksanaan Pelita III jumlah seluruh BPAM telah mencapai 150 buah. Peningkatan status BPAM menjadi Perusahaan Daerah Air Minum (POAM), terus diusahakan, dan sejalan dengan itu dilakukan pula usaha peningkatan keterampilan tenaga-tenaga teknisi air bersih. Pembangunan di bidang sanitasi lingkungan meliputi kegiatan kebersihan kala, serta pembangunan sarana pembuangan air kotor dan saluran pembuangan air hujan. Kegiatan terse but ditujukan untuk meningkatkan mutu lingkungan pemukiman terutama dalam mencegah berjangkitnya penyakit. Dalam hubungan ini, selama Pelita III telah dilaksanakan perbaikan sarana lingkungan kota termasuk persampahan di 15 kala, sedangkan untuk pembangunan sarana pembuangan air kotor telah selesai dibangun instalasi pengolahan air kotor, termasuk
Departemen Keuangan RI
247
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
jaringan pipanya di Tangerang. Selain itu kini sedang dilakukan juga pembangunan sarana pembuangan air kotor di kota Bandung, Jakarta dan Medan. Sampai dengan tahun 1983/1984 telah dibangun saluran pembuangan air hujan di 25 kala yang tersebar di berbagai daerah. Mengingat bahwa pembangunan gedung-gedung, baik yang dilaksanakan oleh Pemerintah maupun swasta, semakin meningkat, maka diperlukan pengaturan dan pembinaannya agar pelaksanaan dan pemanfaatannya dapat berdaya guna dan berhasil guna. Untuk itu terus ditingkatkan keselamatan bangunan-bangunan umum agar tidak cepat rusak, tidak mudah runtuh, aman dari bahaya kebakaran, bebas dari genangan banjir, dan mendapatkan sinar matahari yang cukup. Di lain pihak, dalam rangka tertib bangunan telah disusun berbagai peraturan antara lain mengenai standar, pedoman pelaksanaan, prosedur pengadaan bangunan negara, peraturan bangunan nasional, serta model peraturan setempat di kola kabupaten dan kotamadya. Selama Pelita III telah disusun rencana tataruang kala sebanyak 176 kota, serta rencana tataruang daerah yang diperuntukkan bagi sebanyak 61 daerah yang tersebar di berbagai propinsi di seluruh Indonesia.
7.9.3. Prasarana jalan dan jembatan Pelaksanaan pembangunan jalan selama Pelita III dan tahun pertama Repelita IV ditujukan untuk meningkatkan kemampuan pelayanan jaringan jalan yang tersebar di seluruh Indonesia agar dapat melayani lalu lintas yang semakin berkembang, terutama arus-arus jalan yang mempunyai nilai sosial dan ekonomi yang tinggi. Di sam ping itu pembinaan jaringan jalan ditujukan untuk meningkatkan pengangkutan barang dan jasa dari pusat-pusat produksi ke daerah-daerah pedesaan, serta untuk mendorong mobilitas manusia sekaligus mengembangkan dan meratakan pembangunan beserta hasil-hasilnya di seluruh nusantara. Dengan demikian prioritas utama kegiatannya diberikan kepada perbaikan dan peningkatan jalan yang menghubungkan antara pusat-pusat produksi dengan daerah-daerah pemasaran dan pelabuhan, serta jalan-jalan yang membuka daerah-daerah yang potensial tetapi masih terisolir. Di daerahdaerah yang telah menunjukkan perkembangan yang relatif tinggi, masyarakat pemakai jalan ikut membiayai jalan-jalan baru melalui sistem tol. Kegiatan yang telah dilakukan sampai dengan tahun pertama Repelita IV meliputi programprogram rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan, penunjangan jalan dan jembatan, peningkatan jalan dan penggantian jembatan, serta program pembangunan jalan dan jembatao baru. Bidang rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan telah dapat memperbaiki kerusakan-kerusakan setempat pacta ruas-ruas jalan arteri dan kolektor yang telah mempunyai kondisi fisik yang mantap, sehingga Departemen Keuangan RI
248
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
jalan terse but tetap terpelihara. Hasil yang dicapai dalam program tersebut selama Pelita III meliputi jalan sepanjang 31.971 km, termasuk di antaranya yang dicapai dalam tahun 1982/1983 sepanjang 9.414 km dan dalam tahun 1983/1984 sepanjang 4.841 km. Sedangkan kegiatan rehabilitasi dan pemeliharaan jembatan selama Pelita III telah mencapai 41.059 meter, termasuk di antaranya yang dicapai dalam tahun 1982/1983 dan tahun 1983/1984 masingmasing sepanjang 8.212 meter dan 10.749 meter. Kegiatan yang dilakukan di bidang penunjangan jalan dan jembatan telah dapat memperbaiki kondisi jalan yang tidak mantap dan kritis menjadi baik, sehingga dapat melayani pertumbuhan lalu lintas dalam jangka pendek sebelum jalan tersebut ditingkatkan luasnya. Hasil yang telah dicapai selama Pelita III meliputi peningkatan jalan sepanjang 90.547 km, di antaranya dalam tahun 1982/1983 sepanjang 18.381 km, dan dalam tahun 1983/1984 sepanjang 15.943 km, sedangkan beberapa ruas jalan telah beberapa kali mengalami perbaikan. Adapun di bidang penunjangan jembatan, selama 5 tahun pelaksanaan Pelita III telah mencapai 141.308 meter, di antaranya dalam tahun 1982/1983 dan tahun 1983/1984, masing-masing mencapai 36.488 meter dan 24.0'55 meter. Sementara itu program peningkatan jalan dan penggantian jembatan telah dapat meningkatkan jumlah jaringan jalan arteri dan jalan kolektor ke dalam kondisi mantap, sehingga mampu memenuhi kebutuhan pertumbuhan lalu lintas yang terus meningkat pada arus-arus jalan tersebut. Selama Pelita III telah dapat ditingkatkan jalan sepanjang 10.708 km, diantaranya dalam tahun 1982/1983 telah dilaksanakan sepanjang 3.272 km, dan dalam tahun 1983/1984 sepanjang 2.448 km. Sedangkan peningkatan jembatan selama Pelita III telah mencapai sepanjang 14.412 meter, yaitu sepanjang 4.393 meter telah dilaksanakan dalam tahun 1982/1983 dan 3.887 meter daiam tahun 1983/1984. Dalam tahun 1982/1983 dan tahun 1983/1984 telah dilakukan penggantian jembatan sepanjang 8.768 meter dan 7.527 meter, sedangkan secara keseluruhan selama 5 tahun pelaksanaan Pelita III mencapai 42.848 meter. Pembangunari jalan baru ditujukan untuk dapat melayani pertumbuhan lalu lintas baik di daerah perkotaan, maupun dalam rangka pembukaan hubungan lalu lintas ke daerah yang terpencil, terisolir dan daerah pemukiman transmigrasi. Hasil yang telah dicapai selama Pelita III adalah meliputi pembangunan sepanjang 1.384 km jalan dan 6.868 meter jembatan. Hasil yang cukup baik tersebut tampak pada kenyataan bahwa jalan kritis yang pada akhir Pelita II masih sekitar 22 persen, maka pada akhir Pelita III telah dapat diatasi seluruhnya. Di lain pihak jalan mantap dan tidak mantap yang pada akhir Pelita II masing-masing adalah sebesar 13 persen dan 65 persen, maka pada akhir Petitt III jalan mantap telah meningkat menjadi sebesar 36 persen dan jalan tidak mantap berkurang menjadi 64 persen. Apabila dalam tahun 1982/1983
Departemen Keuangan RI
249
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
jumlah jalan mantap mencapai 12.392 km, maka dalam tahun 1983/1984 telah ditingkatkan menjadi 13.956 km. Di lain pihak, dalam periode yang sarna jumlah jalan tidak mantap telah diturunkan dari sepanjang 25.208 km dalam tahun 1982/1983 menjadi sepanjang 25.044 km dalam tahun 1983/1984. Sedangkan jumlah jalan kritis yang dalam tahun 1982/1983 mencapai sepanjang 900 km, dalam tahun 1983/1984 telah dapat diperbaiki seluruhnya. Sementara itu penggunaan aspal Buton terus dikembangkan, selain untuk meningkatkan produksi aspal dalam negeri, juga ditujukan untuk mengadakan penelitian mengenai peningkatan mUlti produksi dalam negeri, sistem distribusi, dan sistem pengelolaannya. Hasil penelitian yang dilakukan selama Petita III, telah dapat digunakan untuk peningkatan jaringan jalan antara lain meliputi lapisan tipis aspal Buton murni (Latasbum) dan lapisan aspal Buton dengan batu pecah agreget (Lasbutag). Kedua lapisan aspal tersebut digunakan untuk kondisi jalan dengan kepadatan lalu lintas sekitar 3.000 kendaraan per hari, dengan lebar perkerasan jalan sekitar 7 meter. Sedangkan jalan agreget padat tahan cuaca (Japat) digunakan untuk kegiatan penunjangan jalan, terutama untuk menghapuskan ruas-ruas jalan pada kondisi kritis dengan kepadatan lalu lintas yang relatif rendah. Dengan penggunaan cara/sistem tersebut maka dalam tahun 1982/1983 dan 1983/1984 masingmasing telah digunakan aspal Buton sebanyak 452.943 ton dan 453.383 ton dan untuk seluruh Pelita III sebanyak 1.399.633 ton. Sementara itu guna memperlancar pemasaran hasil produksi pertanian, perkebunan dan industri kecil di pedesaan, telah dilakukan bantuan penunjangan jalan kabupaten. Selama 5 tahun pelaksanaan Pelita III telah berhasil ditingkatkan penunjangan jalan kabupaten sepanjang 40.326 km, dan penunjangan jembatan sepanjang 51.781 meter. Hasil yang dicapai dalam tahun 1983/1984 di bidang penunjangan jalan kabupaten meliputi sepanjang 7.418 km, penunjangan jembatan sepanjang 19.396 meter dan penggantian gorong-gorong sepanjang 59.568 meter. Kegiatan tersebut ditingkatkan melalui penyediaan peralatan jalan dan peningkatan kemampuan teknis di lapangan. Berhasilnya pembangunan jalan dan jembatan terse but pada gilirannya telah dapat meningkatkan kelancaran mobilitas antardaerah, baik yang menyangkut kegiatan perdagangan dan produksi, maupun dalam rangka penyebaran penduduk dan penghapusan isolasi daerah-daerah terpencil. Pembangunan di bidang jalan dan jembatan dapat dilihat pada Tabel VII. 72.
Departemen Keuangan RI
250
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
1969/70 J a I a n (km) 1. Pemeliharaan 1) 2. Rehabilitasi 3. Peningkatan 4. Pembangunan baru 5. Penunjangan 2) Jembatan (m) 1. Pemeliharaan 1) 2. Rehabilitas! 3. Peningkatan 4. Pembangunan baru 5. Penunjangan 2)
1970/71
T abe I VII.72 PEMBANGUNAN DI BIDANG PRASARANA jALAN DAN jEMBATAN, 1969/1970 - 1984/1985 1971/72 1972/73 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81
1981/82
920 746 27 -
10.482 1.387 735 47 -
30.034 1.544 507 -
23.745 1.605 920 111
18.730 994 684 51 -
10.419 1.779 546 230 -
8.887 829 757 145
8.982 1.294 916 148 -
9.956 1.356 1.165 110
8.858 2.226 1.262 60 -
4.889 936 68 21.074
5.673 1.685 221 18.583
7.154 2.367 521 16.566
4.825 1.580 1.500 -
6.399 1.579 1.579 -
2.482 4.928 4.928 -
3.894 3.700 3.700 -
4.029 2.916 688 -
2.464 3.502 2.132 1.305 -
2.390 3.515 3.502 840 -
2.782 6.789 4.787 1.514 -
5.526 5.317 4.224 1.199
12.602 4.560 913 -
6.075
8.013
2.610 375 28.011
3.397 1.454 27.651
8.010 125 2.105 25.103
1982/83 9.414 3.272 400 18.381 8.212 4.393 2.108 36.488
1983/84
1984/85
4.841 2.448 174 15.943
157 3.502 331 1.128
10.749 3.887 826 24.055
775 1.834 115 26.301
1) Dalam Pelita llI, pemeliharaan menjadi satu dengan rehabilitasi 2) Dalarn Pelita I dan ll, penunjangan menjadi satu dengan peningkatan 3) Angka sementara
7.10. Kependudukan dan transmigrasi 7.10.1. Kependudukan Masalah pokok di bidang kependudukan dalam tahun kedua Repelita IV terutama ditandai oleh besarnya jumlah penduduk, pertumbuhan yang cukup tinggi dan penyebaran yang kurang merata. Di samping itu juga oleh adanya struktur umur yang kurang seimbang serta kualitas penduduk yang relatif masih rendah. Keadaan penduduk tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi perkembangan bidang ketenagakerjaan, terutama dalam mewujudkan lapangan kerja baru bagi angkatan kerja, yang setiap tahun jumlahnya diperkirakan bertambah sekitar 1,5 juta orang selama kurun waktu tersebut. Oleh karena itu di dalam melaksanakan pembinaan dan penempatan tenaga kerja, telah ditetapkan kebijaksanaan yang bersifat menyeluruh dan terpadu dan dititikberatkan pada perluasan kesempatan kerja yang produktif dan renumeratif, dan sekaligus bertujuan untuk meningkatkan pemerataan pendapatan dan kegiatan pembangunan. Jumlah penduduk Indonesia dalam tahun 1980 adalah sebanyak 147,5 juta, dan dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi 158,1 juta. Kenaikan tersebut terutama disebabkan karena masih tingginya tingkat pertumbuhan penduduk. Jika dalam periode 19601971 tingkat pertambahan penduduk adalah sebesar 2,1 persen, dalam periode 1971-1980 meningkat menjadi sebesar 2,3 persen, sedangkan dalam periode 1980-1990 diperkirakan menurun menjadi sekitar 2,0 persen. Dengan pertumbuhan yang relatif masih cukup tinggi ter3ebut, jumlah penduduk Indonesia dalam tahun 1985, tahun 1990 dan tahun 2000 diperkirakan akan meningkat masing-masing menjildi 165 juta jiwa, 184 juta jiwa dan 223 juta jiwa. Guna mengendalikan pertumbuhan jumlah penduduk tersebut, diusahakan untuk mempercepat turunnya tingkat kelahiran, antara lain melalui perluasan dan intensifikasi pelaksanaan program keluarga berencana ke seluruh wilayah dan lapisan masyarakat, termasuk daerah-daerah pemukiman baru. Sementara itu dengan adanya penyebaran penduduk yang kurang merata, sebanyak
Departemen Keuangan RI
251
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
98,7 juta orang, atau 61,1 persen dari sebanyak 161,6 juta penduduk dalam tahun 1984, berada di pulau Jawa yang luas wilayahnya hanya sekitar 7 persen dari seluruh wilayah Indonesia. Sebagai akibatnya, di samping dialaminya tekanan penduduk yang mencapai kepadatan 747 orang per kilometer persegi, diperkirakan sebanyak 41,2 juta jiwa atau 62,9 persen dari seluruh angkatan kerja juga berada di pulau Jawa. Di lain pihak, di wilayah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, yang masing-masing luasnya sekitar 26,6 persen, 27,8 persen, dan 9,7 persen dari seluruh wilayah Indonesia, jumlah penduduknya hanya sebanyak 31,9 juta, 7,6 juta dan 11,3 juta. Dengan demikian kepadatan penduduknya hanya mencapai 67 orang, 14 orang dan 60 orang per kilometer persegi. Dengan adanya ketimpangan penyebaran penduduk tersebut, maka di satu pihak sumber daya alam di daerah padat penduduk mengalami tekanan eksploitasi yang berlebihan, di lain pihak di daerah yang jarang penduduknya, sumber daya alam tidak dapat dikelola secara efektif. Oleh karena itu guna memungkinkan pendayagunaan sumber daya alam secara optimal, penyebaran penduduk terutama ditujukan pada tercapainya perimbangan yang lebih serasi antara sumber daya alam dan sumber daya manusia. Selain itu dalam rangka meningkatkan kesadaran serta pengetahuan di bidang kependudukan, dikembangkan pula penelitian di bidang kependudukan yang sekaligus dimaksudkan untuk memanfaatkan sumber daya manusia melalui berbagai kegiatan pembangunan. Perkembangan penduduk Indonesia, kepadatan serta proyeksinya sampai dengan tahun 1984 dapat dilihat pada Tabel VII.73. Masalah lain di bidang kependudukan adalah kurang seimbangnya struktur umur penduduk, yang ditandai dengan besarnya jumlah penduduk berusia muda. Hal ini terutama disebabkan karena masih cukup tingginya tingkat kelahiran, yaitu apabila dalam periode 19811985 tingkat kelahiran mencapai 33,72 per seribu, dalam periode 1986-1990 dan 1990-1995 masing-masing diperkirakan sebesar 31,26 per seribu dan 28,90 per seribu. Sebagai akibatnya apabila dalam tahun 1980 jumlah penduduk yang berumur 0-14 tahun baru mencapai sebanyak 59,7 juta, dalam tahun 1985, tahun 1990 dan tahun 2000, masing-masing diperkirakan akan meningkat menjadi 64,7 juta orang, 69,1 juta orang dan 76,2 juta orang. Demikian pula halnya dengan jumlah angkatan kerja, apabila dalam tahun 1983 baru mencapai 63,9 juta orang, dalam tahun 1988 diperkirakan akan meningkat menjadi 71,7 juta orang atau suatu kenaikan rata-rata sebesar 2,5 persen per tahun. Tingkat kenaikan tersebut berarti masih di alas pertumbuhan penduduk dalam periode 1980-1990 yang diperkirakan mencapai sekitar 2,0 persen per tahun. Sementara itu dengan adanya peningkatan penyediaan fasilitas pendidikan, terutama pada seko}ah dasar (SD) dan sekolah menengah tingkat pertama (SMTP), jumlah angkatan kerja dalam kelompok umur 10-14 tahun diperkirakan akan terus menurun baik secara proposional
Departemen Keuangan RI
252
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
maupun secara absolut. Apabila dalam tahun 1983 jumlah angkatan kerja dalam kelompok umur 10-14 tahun mencapai 2,0 juta orang, dalam tahun 1988 diperkirakan akan menurun menjadi 1,6 juta orang. Namun sebaliknya untuk angkatan kerja muda dalam kelompok umur 15-24 tahun, dalam periode yang sarna jumlahnya diperkrakan masih cukup besar, yaitu dari sebanyak 16,8 juta orang meningkat menjadi 17,9 juta orang. Selanjutnya apabila dilihat dari tingkat pendidikannya, dalam tahun 1983 diperkirakan 41,2 juta orang atau 64,5 persen dari seluruh angkatan kerja yang ada masih belum tamat SD, sedangkan yang telah menamatkan perguruan tinggi hanya mencapai 657.200 orang atau 1,0 persen. Dalam tahun 1985, perkembangan angkatan kerja yang belum tamat SD diperkirakan masih cukup besar, yaitu akan meningkat menjadi 42,5 juta orang, sedangkan yang tamat perguruan tinggi hanya sebanyak 754.000 orang. Guna menanggulangi permasalahan tersebut, antara lain telah ditempuh kebijaksanaan di bidang ketenagakerjaan, yakni meliputi peningkatan informasi posar kerja, perluasan kesempatan kerja, produktivitas tenaga kerja, serta peningkatan penyaluran, penyebaran dan pemanfaatan tenaga kerja khususnya tenaga kerja usia muda. Untuk itu pelaksanaan operasionalnya akan dituangkan ke dalam berbagai program, meliputi program pembangunan desa, program penyebaran tenaga kerja, program latihan, program generasi muda dan program peranan wanita. Program pembangunan desa terutama ditujukan untuk mengatasi masalah kekurangan kesempatan kerja bagi tenaga-tenaga penganggur atau penganggur musiman yang kurang terampil di daerah pedesaan. Dalam jangka pendek, program ini ditujukan untuk perluasan kesempatan kerja bersamaan dengan dilaksanakannya suatu proyek, sedangkan dalam jangka panjang, perluasan kesempatan kerja terutama dihubungkan dengan kebutuhan tenaga kerja setelah selesainya atau berfungsinya proyek tersebut. Dalam pelaksanaannya, program pembangunan desa dilakukan melalui proyek padat karya gaya baru (PPKGB) dan proyek padat karya jaringan tersier (PPKJT). Melalui PPKGB, antara lain dilakukan pembangunan jalanjalan desa dan prasarana desa lainnya, di samping juga ditanggulangi kekurangan kesempatan kerja sebagai akibat terjadinya bencana alam di beberapa daerah. Sedangkan melalui PPKJT, dilaksanakan pembangunan/rehabilitasi terhadap saluran air dan jaringan tersier, dengan tujuan untuk memberikan kesempatan kerja terutama bagi penduduk yang tinggal di daerah kecamatan miskin dan padat penduduk. Sehubungan dengan itu, dalam tahun 1982/1983 melalui PPKGB dan PPKJT telah dapat diserap tenaga kerja sebanyak 21.801.325 hari kerja. Tenaga kerja tersebut dipekerjakan pada pembangunan jalan desa, saluran air, pembuatan beras dan
Departemen Keuangan RI
253
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
prasarana desa lainnya, yang terse bar di 1.096 buah kecamatan miskin dan padat penduduk. Kemudian dalam tahun 1983/1984, melalui pembangunan/rehabilitasi jalan desa sepanjang 3.693 kilometer dan saluran tersier sepanjang 3.940,7 kilometer yang tersebar pada 1.084 kecamatan miskin dan padat penduduk, tenaga kerja yang diserap telah meningkat menjadi sebanyak 26.720.721 hari kerja. Sedangkan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Juli 1984, dari pembangunan/rehabilitasi prasarana dan sarana yang tersebar di 96 kecamatan miskin dan padat penduduknya telah dapat diserap tenaga kerja sebanyak 342.892 hari kerja. Sementara itu pelaksanaan pogram penyebaran tenaga kerja terutama ditujukan untuk menyebarkan dan memanfaatkan tenaga kerja terdidik ke daerah pedesaan, baik tenaga kerja sarjana maupun sarjana muda. Melalui proyek pengerahan tenaga kerja sukarela, mereka diaktifkan sebagai pelopor pembaharuan dan pembangunan di daerah pedesaan yang tersebar di seluruh propinsi. Dalam lokasi baru tersebut, para tenaga kerja sukarelalbadan usaha tenaga sarjana Indonesia (TKS/BUTSI) bertugas di berbagai bidang pembangunan, antara lain sebagai tenaga penyempurna administrasi desa, pelaksana program kejar paket A, penyuluh di bidang kesehatan, gizi dan keluarga berencana, serta kegiatan lain yang menunjang pembangunan, di samping juga ikut membantu menyebarkan teknologi tepat guna dan sistem padat karya. Sehubungan dengan itu, dalam tahun 1983/1984 jumlah TKS/ BUTSI yang dikerahkan ke daerah-daerah pedesaan di seluruh Indonesia telah mencapai 5.480 orang, yang berarti telah meningkat dengan 82,1 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang baru mencapai 3.010 orang. Di samping melalui program TKS/BUTSI, program penyebaran tenaga kerja juga dilaksanakan melalui kegiatan antarkerja yang ditunjang oleh informasi posar kerja yang akurat. Dengan demikian mobilitas tenaga kerja baik antar jabatan maupun antarlokasi dapat ditingkatkan. Melalui informasi pasar kerja, .antara lain dapat diketahui jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan menurut jenis pekerjaan, keterampilan dan imbalan jasa yang, diberikan. Dalam hubungan ini, dalam tahun 1983/1984 dengan jumlah pencari kerja yang terdaftar sebanyak 498.302 orang dan jumlah lowongan pekerjaan yang tersedia seb:inyak 112.815 orang, telah dapat ditempatkan sebanyak 84.836 tenaga kerja. Sedangkan daJam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Juli 1984, dengan jumlah pencari kerja sebanyak 104.941 orang dan jumlah lowongan pekerjaan yang tersedia sebanyak 23.221 orang, telah dapat ditempatkan sebanyak 15.635 orang. Di samping itu usaha penyebaran tenaga kerja juga dilaksanakan melalui program antarkerja antar lokal (AKAL), antarkerja antardaerah (AKAD) dan antarkerja antarnegara (AKAN). Dengan semakin meningkatnya pembangunan, pelaksanaan program AKAD diarahkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang semakin
Departemen Keuangan RI
254
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
meningkat di luar Jawa. Sedangkan guna memenuhi kebutuhan tenaga kerja di luar negeri, terutama dengan terbukanya kesempatan kerja di Timur Tengah, pengelolaannya dilaksanakan melalui program AKAN. Melalui program antarkerja tersebut, dalam tahun 1983/1984 telah dapat disalurkan tenaga kerja sebanyak 135.209 orang, dengan perincian sebanyak 84.836 orang disalurkan melalui AKAL, 19.583 orang melalui AKAD dan sebanyak 30.790 orang melalui AKAN. Dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Juli 1984, penyaluran tenaga kerja melalui AKAL mencapai sebanyak 15.635 orang, sedangkan melalui AKAD dan AKAN masing-masing mencapai 9.427 orang dan 11.346 orang. Sementara itu guna meningkatkan produktivitas tenaga kerja, diberikan program latihan dan keterampilan tenaga kerja khususnya kepada tenaga kerja usia muda dan wanita pedesaan yang belum memiliki pengalaman dan keterampilan. Di samping itu juga diberikan kepada beberapa tenagakerja yang sudah mendapatkan lapangan kerja tertentu, terutama yang sudah mandiri, tetapi produktivitas kerjanya masih rendah. Untuk menunjang kegiatan tersebut, selain melalui pembangunan/rehabilitasi balai latihan kejuruan (BLK), juga diberikan bimbingan kepada kursus-kursus swasta sebagai bagian dari sistem latihan nasional. Dalam tahun 1983/1984, jumlah tenaga kerja yang telah dilatih melalui BLK Industri (BLKI), BLK Pertanian (BLKP), Balai Pengembangan Manajemen dan Produktivitas (BPMP), Unit Produktivitas Nasional (UPN) dan Mobile Training Unit (MTU) seluruhnya mencapai 98.193 orang. Hal ini berartitelah terjadi kenaikan sebanyak 16.005 orang atau 19,6 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang baru mencapai 82.138 orang. Kenaikan ini selain disebabkan karena adanya penambahan tenaga instruktur dan perluasan clara tampung daripada BLK-BLK, juga karena semakin meningkatnya minat para pencari kerja untuk mengikuti latihan. Sedangkan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Juli 1984, telah dapat dilatih tenaga kerja sebanyak 1.734 orang melalui BLKI, 880 orang melalui BPMP dan sebanyak 1.120 orang melalui MTU.
Departemen Keuangan RI
255
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Tabel VII. 73 PENDUDUK INDONESIA DAN KEPADATANNYA PADA TAHUN 1971 SERTA PROYEKSINYA SAMPAI DENGAN TAHUN 1984 ( dalam ribu jiwa) Pulau J awa Sumatera Kalimantan Sulawesi Lainnya Indonesia Jumlah penduduk 19711) 76.086 20.808 5.155 8.527 8.632 119.209 1976 85.289 24.282 5.924 9.812 9.888 135.190 1977 87.076 24.989 6.079 10.070 10.128 138.342 1978 88.904 25.724 6.240 10.334 10.377 141.579 19801) 91.269 28.016 6.723 10.410 11.072 147.490 1981 93.340 29.028 6.942 10.665 11.340 151.315 1982 95.103 29.962 7.143 10.887 11.567 154.662 1983 96.893 30.929 7.350 11.112 11.799 158.083 1984 98.700 31.927 7.563 11.341 12.048 161.579 Kepadatan / Km 2 19711) 576 44 10 45 15 62 1976 633 45 11 43 17 67 1977 650 46 11 44 18 68 1978 663 47 11 46 18 70 1980 1) 690 59 12 55 19 77 1981 706 61 12 56 19 79 1982 719 63 13 58 20 81 1983 733 65 13 59 20 83 1984 747 67 14 60 20 84 Perkembangan rata - rata per tahun 1971 - 1984 2,13% 3,48% 3,34% 2,70% 2,28% 2,78% 1) Angka sensus
7.10.2. Transmigrasi Program transmigrasi terutama ditujukan untuk memperbaiki penyebaran penduduk dan tenaga kerja, untuk membuka dan mengembangkan daerah pertanian baru, serta untuk menunjang pembangunan daerah, khususnya di luar pulau Jawa dan Bali. Usaha-usaha tersebut pada gilirannya diharapkan akan dapat menjamin peningkatan tarat hidup, baik bagi para transmigran maupun bagi masyarakat sekitarnya. Untuk tersedianya prasarana, sarana dan fasilitas secara memadai bagi tumbuhnya kegiatan masyarakat baru, maka di daerah pemukiman transmigrasi antara lain telah dibangun jalan penghubung, jalan desa, lahan pertanian, serta perumahan berikut salafia air minum dan jamban keluarga. Guna melayani kegiatan. sosial-ekonomi para transmigran telah dibangun pula sarana penunjang seperti gedung sekolah, gedung koperasi/KUD, balai pengobatan, balai pertemuan/balai desa, rumah ibadah, rumah petugas dan rumah pos, yang kesemuanya disertai dengan perlengkapan dan peralatan. Di lain pihak, bagi daerah asal transmigran, pelaksanaan transmigrasi terutama ditujukan untuk pembangunan dan rehabilitasi daerah asal, serta mendorong masyarakat agar berperanserta
Departemen Keuangan RI
256
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
dalam bidang transmigrasi. Oleh karena itu penentuan daerah asal bagi para calon transmigran terutama diprioritaskan pada daerah yang terlalu padat, dae(ah aliran sungai (DAS) yang akan dihijaukan, daerah yang terkena proyek-proyek pembangunan serta daerah yang perlu dilestarikan. Selama Pelita III pelaksanaan transmigrasi dari tahun ke tahun selalu menunjukkan peningkatan. Apabila dalam tahun 1979/1980 jumlah transmigran yang ditempatkan baru mencapai sebanyak 51.985 kepala keluarga (KK), dalam tahun 1980/1981 telah meningkat menjadi 78.359 KK. Kemudian dalam tiga tahun terakhir Pelita III masing-masing telah meningkat menjadi 100.552 KK, 127.970 KK dan 169.010 KK. Dengan demikian selama 5 tahun pelaksanaan Repelita III telah dapat ditempatkan transmigran sebanyak 527.876 KK, yang terdiri atas 367.127 KK transmigran umum dan 160.749 KK transmigran swakarsa. Sedangkan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Oktober 1984 telah dapat ditemp atkan sebanyak 48.055 KK, yang terdiri atas 29.263 KK transmigran umum, 736 KK transmigran swakarsa berbantuan dan sebanyak 18.056 KK transmigran swakarsa murni. Perkembangan hasil penempatan transmigran dapat diikuti dalam Tabel VII.74. TabeI VII. 74 HASIL PENEMPATAN TRANSMIGRAN, 1969/1970 - 1984/1985 ( kepala keluarga ) Persentase Tahun Target Realisasi realisasi Pelita I 46.566 46.268 99,4 1969/1970 4.489 3.933 87,6 1970/1971 3.865 4.338 112,2 1971/1972 4.600 4.171 90,7 1972/1973 11.200 11.414 101,9 1973/1974 22.412 22.412 100 Pelita II 82.959 82.959 100 1974/1975 11.000 11.000 100 1975/1976 8.100 8.100 100 1976/1977 13.910 13.910 100 1977/1978 22.949 22.949 100 1978/1979 27.000 27.000 100 Pelita III 1) 500.000 527.876 105,6 1979/1980 50.000 51.985 104 1980/1981 75.000 78359 104,5 1981/1982 100.000 100.552 100,6 1982/1983 125.000 127.970 102,4 1983/1984 150.000 159.010 106 Pelita IV 1984/1985 2) 125.000 48.055 38,4 Jumlah
754.425
705.158
93,5
1) Angka diperbaiki, termasuk transmigran swakarsa 2) Angka sementara
Departemen Keuangan RI
257
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Sejalan dengan telah berhasilnya pelaksanaan program transmigrasi dalam Pelita III, maka dalam Pelita IV pelaksanaan program transmigrasi akan lebih dipadukan dengan pembangunan sektor-sektor lainnya, seperti sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, perindustrian, pendidikan dan kesehatan. Di sektor pertanian, pelaksanaan transmigrasi ditujukan untuk memperluas areal pertanian baru, serta meningkatkan produksi dari berbagai komoditi pertanian. Oleh karena itu pelaksanaan kegiatan ini langsung dikaitkan dengan pemindahan penduduk dan tenaga kerja dari daerah yang radar ke daerah yang jarang penduduknya. Dengan demikian diharapkan penyebaran potensi sumber daya manusia akan lebih seimbang dengan penyebaran potensi sumber alam, terutama untuk lahan pertanian. Bagi sektor industri, usaha di bidang transmigrasi akan lebih menjamin tersedianya tenaga kerja dan bahan baku, sehingga membuka kemungkinan yang lebih luas bagi pengolahan hasil-hasil pertanian di daerah transmigrasi. Sedangkan untuk sektor perdagangan, kegiatan transmigrasi akan memberikan kesempatan yang luas pada usaha-usaha penyalur hasil produksi dari daerah transmigrasi ke pasaran, baik di pasaran lokal maupun nasional. Sebaliknya pembangunan yang dilakukan di daerah transmigrasi akan memberikan peluang bagi usaha penyalur barang dan jasa yang dibutuhkan bagi pembangunan daerah transmigrasi itu sendiri. Dalam pelaksanaannya, program transmigrasi masih banyak mengalami hambatanhambatan, seperti terlihat dari pelaksanaan dalam tahun pertama Repelita IV sampai dengan bulan Oktober 1984 yang baru mencapai 38,4 persen dari target yang telah ditetapkan dalam tahun 1984/1985 yaitU sebanyak 125.000 KK. Hambatan-hambatan tersebut antara lain berupa kurangnya tenaga penyuluh yang terampil, belum memadainya sarana penerangan yang ada, belum terarahnya materi atau informasi yang disampaikan, serta masih lemahnya pelayanan dalam angkutan, kesehatan dan makanan bagi para transmigran. Di samping itu juga belum memadainya perkembangan KUD, sebagai lembaga yang diharapkan dapat mengembangkan perekonomian bagi daerah transmigrasi. Demikian juga sektor swasta belum memadai peranannya dalam menunjang perkembangan perekonomian daerah transmigrasi, khususnya yang menyangkut masalah pengelolaan dan perdagangan hasil-hasil pertanian. Guna mengatasi hambatan-hambatan tersebut, khusus kepada para petugas pengawal transmigran telah diberikan berbagai penataran, yang dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan di bidang keamanan dan kesehatan para transmigran. Di samping itu guna melancarkan angkutan bagi para transmigran, khususnya untuk daerah-daerah kosentrasi pengumpulan yakni di kabupaten-kabupaten, telah dilakukan penambahan angkutan transite. Sedangkan untuk memenuhi kecepatan waktu dan meningkatkan mutu makanan yang lebih
Departemen Keuangan RI
258
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
sempurna, maka di beberapa lokasi dan daerah asal telah diadakan dapur lapangan yang mobil. Sementara itu guna meningkatkan pengelolaan dan pemasaran hasil-hasil produksi dari daerah transmigrasi, telah ditingkatkan pula peranan koperasi dan usaha swasta. Khusus kepada daerah-daerah yang terkena musim kering dan beberapa daerah yang memerlukan perawatan kesehatan, telah diberikan bantuan bibit tanaman dan bantuan pangan. Demikian pula bagi lokasi-lokasi yang kurang subur telah dilaksanakan upaya penanggulangan, yaitu dengan memberikan pengapuran, mengadakan konservasi laban, serta intensifikasi dan diversifikasi usaha tani. Guna meningkatkan dan mendorong pelaksanaan transmigrasi swakarsa, kepada para caton transmigran swakarsa telah diberikan berbagai kemudahan, baik yang menyangkut masalah pengurusan pelaksanaan administrasi, ijin dan penyediaan fasilitas di daerah penerimaan, maupun mengenai kelancaran hub_mgan antara daerah asal dan daerah penerima. Selanjutnya usaha peningkatan transmigrasi swakarsa dilaksanakan pula dengan jalan mengikutsertakan para transmigran pada kegiatan perkebunan inti rakyat (PIR) khusus. Sejalan dengan itu dalam tahun pertama Pelita IV, sampai dengan bulan Oktober 1984, telah dapat dilaksanakan pengadaan tenaga pembina sebanyak 6.458 orang, yang terdiri dari 956 tenaga medis, 55 dokter, 2.631 guru SO, 1.622 guru SMTP, 534 penyuluh pertanian lapangan (PPL) dan 660 pembina koperasi. Selain ittt juga telah dilaksanakan rehabilitasi terhadap 67 lokasi lahan usaha yang kurang berhasil, dan pembinaan terhadap transmigran lama sebanyak 592.381 KK.
Departemen Keuangan RI
259
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
BAB VIII PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN SOSIAL DAN PEMBANGUNAN DAERAH
8.1. Pendahuluan Laju pembangunan yang telah dicapai sekarang ini tidak terlepas dari peranan manusia yang berfungsi sebagai pelaksana pembangunan. Oleh karena itu walaupun prioritas pembangunan masih ditekankan pada sektor ekonomi, namun unsur manusia dan unsur-unsur lainnya tetap mendapat perhatian yang seimbang. Oengan demikian dalam proses'pembangunan selanjutnya diharapkan akan dapat tercipta suatu strata masyarakat Indonesia yang berkepribadian kokoh, dan mempunyai etik moral yang kuat. Selaras dengan itu, pembangunan di bidang agama antara lain bertujuan untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia 'yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta mampu menciptakan keselarasan, keserasian dan keseimbangan baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, maupun dalam hubungannya dengan masyarakat dan alam sekitarnya. Pembinaan di bidang agama, baik melalui pendidikan formal maupun non formal, terus pula dikembangkan seiring dengan bidang-bidang lainnya. Dalam kaitannya dengan pembangunan di bidang pendidikan, jangkauannya tidak hanya terbatas pada pendidikan formal melainkan meliputi pula pendidikan luar sekolah yang menuntut peran serta aktif pihak swasta. Sasaran yang ingin dicapai di bidang ini antara lain adalah meningkatkan kecerdasan serta menumbuhkan semangat kebangsaan yang tinggi, yang pada gilirannya diharapkan akan menumbuhkan manusia Indonesia yang mampu membangun dirinya sendiri, serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Untuk itu berbagai sarana dan fasilitas pendidikan secara bertahap dan pasti terus ditingkatkan. Tersedianya gedung-gedung sekolah terutama di tingkat dasar yang menyebar di seluruh pelosok tanah air, serta semakin meningkatnya kesejahteraan dan mutu para pendidik, sebagaimana telah dapat dirasakan dewasa ini, merupakan wujud nyata dari upaya tersebut. Sejalan dengan upaya meningkatkan kualitas manusia Indonesia tersebut, pembangunan bidang kesehatan yang merupakan salah satu kebutuhan dasar setiap manusia terus pula dilaksanakan. Hal ini ditandai dengan makin berkembangnya berbagai fasilitas dan saran a kesehatan, yang berarti pula makin banyak anggota masyarakat yang mempunyai kesempatan untuk mendapatkan fasilitas dan pelayanan kesehatan. Di samping itu, keberhasilan upaya Departemen Keuangan RI
260
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak terlepas pula dari kemampuan dan kesadaran masyarakat itu sendiri. Untuk itu berbagai upaya dan penyuluhan, yang bertujuan membangkitkan motivasi serta kesadaran masyarakat akan arti pentingnya kesehatan dan keluarga berencana (KB), terus digalakkan. Norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera sudah dapat dirasakan oleh sebagian anggota masyarakat, terutama para peserta KB. Dalam rangka memantapkan usaha tersebut, pelayanan kepada para akseptor KB terus ditingkatkan, di samping penyediaan sarana dan fasilitas yang memadai. Pembangunan bidang kesejahteraan sosial yang merupakan bagian integral daripada kesatuan sistem pembangunan nasional, diarahkan guna meningkatkan tarat kesejahteraan sosial masyarakat secara adil dan merata, terutama bagi para penyandang perrnasalahan sosial. Hal ini tidak terlepas dari usaha untuk mewujudkan kondisi sosial yang dinamis dalam kehidupan individu, keluarga dan masyarakat, agar tercipta rasa amall, tertib serta tenteram lahir dan batin. Dalam hubungannya dengan usaha untuk rnenciptakan suasana tersebut, pembangunan di bidang hukum berasa semakin penting. Adanya kepastian hukum yang dapat rnenjamin hak-hak setiap warga negara, di samping aparat penegak hukum yang bersih dan berwibawa, serta ditunjang oleh kesadaran hukum masyarakat yang tinggi merupakan salah satu tujuan di bidang pembinaan hukum. Dengan bertumpu pada landasan tersebut, serta diiringi dengan penyediaan fasilitas yang memadai, diharapkan akan tercipta suatu kondisi sosial rnasyarakat sebagaimana diidam-idamkan. Kesemuanya itu akan terwujud apabila keutuhan bangsa serta integritas teritorial terus ditingkatkan pula. Maka dari itu, pembangunan di bidang pertahanan dan keamanan juga semakin berasa sebagai suatu kebutuhan yang mutlak. Berbagai langkah pembinaan telah dilakukan, demi terbentuknya suatu angkatan bersenjata yang tangguh serta mampu rnelindungi seluruh turnpah darah dan segenap bangsa Indonesia. Hal ini pada akhirnya diharapkan akan mampu menjamin kelangsungan pembangunan yang merata di seluruh wilayah tanah air serta kemajuan yang nyata dan ternikmati oleh segenap lapisan masyarakat. Di bidang pembangunan daerah, perlu ditingkatkan laju pertumbuhan daerah, serta pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air. Selaras dengan itu, terus ditingkatkan upaya guna menjabarkan asas Trilogi Pembangunan ke dalam konsepsi yang bersifat operasional, dinamis, serta mampu mengikuti laju pertumbuhan-daerah.
8.2. Agama Memasuki tahun pertarna Pelita IV, pembangunan di bidang agama terutama ditandai dengan semakin terbinanya hidup rukun di antara sesama umat beragama. Dengan demikian Departemen Keuangan RI
261
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
kesatuan dan persatuan bangsa dapat diperkokoh dan peranserta umat beragama dalam pembangunan dapat ditingkatkan pula. Untuk itu telah dikembangkan kehidupan keagamaan, khususnya di bidang pendidikan, yang dilakukan dengan cara memasukkan pendidikan agama ke dalam kurikulum, mulai dari sekolah dasar sampai dengan universitas. Usaha tersebut terutama ditujukan untuk meningkatkan dan menyelaraskan pembinaan antara pendidikan dan perguruan agarna dengan pendidikan umurn, serta menciptakan suasana yang mendorong ke arah berkembangnya pola berpikir secara ilmiah, agar tercapai tujuan pendidikan nasional yang berlandaskan Pancasila. Adapun pembinaan yang dilakukan terhadap para penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, selain ditujukan agar dalam pengembangannya tidak mengarah kepada adanya pembentukan agama baru, juga dimaksudkan agar pelaksanaan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa benar-benar sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
8.2.1. Pembinaan tata kehidupan beragama Pembinaan tata kehidupan beragama antara lain mencakup peningkatan sarana kehidupan beragarna, penerangan dan bimbingan hidup beragama serta peningkatan pelayanan ibadah hajj. Salah sarti perwujudan nyata dari pada upaya tersebut adalah dilakukannya pembangunan/rehabilitasi gedung balai nikah dan gedung pengadilan agama. Hal ini secara tidak langsung akan menunjang suksesnya program nasional kependudukan dan keluarga berencana, karena melalui gedung balai nikah ini kepada para calon suami istri dapat dibina dan diberikan penyuluhan mengenai kesejahteraan keluarga sesuai dengan undang-undang perkawinan. Sejalan dengan itu, selama 5 tahun pelaksanaan Repelita III telah dibangun balai nikah sebanyak 1.572 buah, dengan perincian masing-masing setiap tahunnya sebanyak 296 buah, 320 buah, 290 buah, 316 buah dan 350 buah. Sedangkan untuk tahun pertama Pelita IV sampai dengan bulan Agustus 1984, pembangunan balai nikah telah mencapai sebanyak 587 buah atau 237 buah lebih banyak hila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dalam waktu yang sarna juga telah ditingkatkan pembangunan gedung pengadilan agarna, yakni apabila dalarn tahun 1983/1984 telah dibangun 15 buah gedung pengadilan agama tingkat pertarna, maka dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984, telah dibangun 17 buah gedung pengadilan agama tingkat pertama dan 4 buah gedung pengadilan agama tingkat banding. Dalam pada itu telah dilakukan pula rehabilitasi terhadap 27 buah gedung pengadilan agama tingkat pertama dan sebuah gedung pengadilan agama tingkat banding. Guna mendorong para pemeluk agarna untuk mempelajari dan mendalami agamanya, Departemen Keuangan RI
262
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
maka terus ditingkatkan usaha penerbitan kitab suci dari berbagai agama. Jika dalam tahun 1983/1984 telah diterbitkan sebanyak 1.183.000 buah kitab suci dari berbagai agama, dalam tahun 1984/1985 sarnpai dengan bulan Agustus 1984, telah diterbitkan sebanyak 1.228.800 buah, yang terdiri atas 844.000 buah kitab suci agama Islam, 148.500 buah kitab suci agama Protestan, 132.000 buah kitab .suci agarna Katolik, 89.300 buah kitab suci agama Hindu dan 15.000 buah kitab suci agama Budha. Dalam rangka meningkatkan sarana kehidupan beragama maka telah dilaksanakan bantuan pembangunan/rehabilitasi tempat-tempat ibadah, terutarna terhadap kelompok masyarakat yang masih lemah sosial ekonominya, daerah pemukiman baru, daerah transmigrasi, daerah-daerah yang mempunyai nilai sejarah dan yang terletak di daerah strategis, serta tempat-tempat ibadah yang rusak karena bencana alam. Bantuan tersebut pada umumnya diberikan dalam bentuk biaya pembangunan/rehabilitasi, sarana ibadah serta buku-buku keagamaan. Dampak positif dari bantuan tersebut adalah terangsangnya masyarakat untuk berswadaya dalam membangun tempat ibadah sesuai dengan kebutuhannya, seperti terlihat dengan semakin banyaknya jumlah tempat ibadah dari tahun ke tahun. Apabila pada akhir Pelita II baru terdapat sebanyak 471.433 buah tempat ibadah, maka pada akhir Pelita III telah meningkat menjadi 577.660 buah, atau rata-rata 21.245 buah setiap tahunnya. Di samping itu jumlah tempat ibadah yang diberikan bantuan setiap tahunnya juga mengalami peningkatan. Apabila dalam tahun 1983/1984 bantuan pembangunan/rehabilitasi diberikan kepada 2.821 temp at ibadah, dalafu tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984, telah diberikan kepada 3.715 tempat ibadah, yang terdiri dari 2.834 mesjid, 335 gereja Protestan, 267 gereja Katolik, 221 pura Hindu dan 58 buah wihara Budha. Pemberian penyuluhan agama, sebagai salah satu pelaksanaan daripada program penerangan dan bimbingan hidup beragama, telah diberikan kepada masyarakat dari berbagai golongan agama, terutama masyarakat suku berasing, para transmigran, narapidana, dan kelompok khusus lainnya seperti tunasusila. Sehubungan dengan itu dalam tahun pertama Repelita IV telah diberikan penyuluhan agama kepada 2.790 kelompok pemeluk agama Islam, yang terdiri dari para karyawan instansi Pemerintah/swasta, suku berasing, para transmigran dan kelompok khusus lainnya, dan disertai pula dengan pengadaan 652.000 buah brosur agama dan 36.384 paket penyuluhan. Dalam periode yang sarna telah diberikan pula penyuluhan kepada para pemeluk agama Protestan dan Katolik masing-masing sebanyak 300 kelompok dan 185 kelompok yang terdiri dari suku berasing, para transmigran, narapidana dan kelompok lainnya, disertai pula dengan penyediaan brosur agama masing-masing sebanyak 60.000 buah
Departemen Keuangan RI
263
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
dan 22.000 buah, serta paket penyuluhan masing-masing sebanyak 4.200 buah dan 22.000 buah. Sedangkan untuk agama Hindu dan Budha telah diberikan penyuluhan kepada 25 kelompok transmigran dan suku berasing dengan disertai 32.000 buah brosur agama. Usaha peningkatan kerukunan hidup beragama dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dilaksanakan dengan berbagai kegiatan, seperti musyawarah intern umat beragama, antarumat beragama, pekan orientasi kerjasama antarumat beragama dengan Pemerintah, dan pengadaan buku pedoman kerukunan hidup beragama. Musyawarah intern umat beragamatelah dilaksanakan pada 13 lokasi dengan peserta sebanyak 1.300 orang, sedangkan musyawarah antarumat beragama telah diikuti oleh 540 orang dan dilaksanakan pada 6 lokasi. Dalam periode yang sama telah dilaksanakan pekan orientasi kerjasama antarumat beragama dengan Pemerintah pada 3 lokasi dengan peserta sebanyak 360 orang, di samping telah diberikan pula buku pedoman kerukunan hidup beragama sebanyak 17.200 buah. Peningkatan pelayanan ibadah haji terutama ditujukan untuk meningkatkan pengelolaan dan pelayanan kepada masyarakat dalam melaksanakan ibadah haji. Guna menunjang program tersebut, an tara lain telah dilaksanakan pembangunan/rehabilitasi asrama haji, baik untuk pelabuhan-pelabuhan pemberangkatan maupun pelabuhan-pelabuhan transit. Di samping itu juga telah diberikan penataran, baik kepada para petugas maupun jemaah, disediakan buku pedoman perjalanan dan ibadah haji, serta sarana lainnya seperti pembuatan film haji. Pada awal Pelita III pembangunan asrama haji dititikberatkan pada 4 kola pelabuhan udara tempat pemberangkatan jemaah, yaitu Jakarta, Surabaya, Ujungpandang, dan Medan. Untuk tahun 1983/1984 pembangunan asrama haji telah pula menjangkau beberapa pelabuhan transit yang jumlah jemaahnya sudah cukup banyak, seperti Banjarmasin dan Pontianak dengan luas masing-masing 1.200 meter persegi dan 2.400 meter persegi. Sedangkan untuk tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984, pembangunan asrama haji telah dapat ditingkatkan menjadi 7.695 meter persegi, dengan perincian 2.180 meter persegi untuk pelabuhan Surabaya, 2.800 meter persegi untuk Banjarmasin dan 2.715 meter persegi untuk pelabuhan.Pontianak. Sementara itu jika dilihat daerah asal daripada para jemaah, maka dalam tahun 1984/1985 jumlah jemaah haji yang paling banyak berasal dari Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, DKI Jakarta dan Jawa Tengah, dengan jumlah jemaah masing-masing sebanyak 7.008 orang, 5.097 orang, 3.907 orang, 3.615 orang dan 2.783 orang. Perkembangan jumlah jemaah haji dapat diikuti pada Tabel VIII.1.
Departemen Keuangan RI
264
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986 Tab e I VIII. 1 JUMLAH JEMAAH HAJI, 1969/1970 -1984/1985 (orang) Tahun 1969/1970 1970/1971 1971/1972 1972/1973 1973/1974 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979 197971980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 1983/1984 1984/19851) Jumlah
Haji melalui laut 8.681 12.845 19.781 16.039 17.071 15.575 9.612 7.351 12.124 119.079
Haji melalui udara 611 1.227 2.511 6.305 23.449 53 .828 45.366 18.238 23.146 73.035 41.697 74.897 66.961 55.246 48.317 38.126 572.960
Jumlah 9.292 14.072 22.292 22.344 40.520 69.403 54.978 25.589 35.270 73.035 41.697 74.897 66.961 55.246 48.317 38.126 692.039
1) Angka sementara
8.2.2. Pembinaan pendidikan agama Pembinaan pendidikan agama dalam pelaksanaannya mencakup pendidikan agama tingkat dasar, menengah dan tingkat tinggi. Usaha ini ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan umum pada pendidikan dan perguruan agama, serta mutu pendidikan agama pada sekolah umum. Untuk itu telah dilaksanakan berbagai kegiatan seperti pembangunan/ rehabilitasi gedung sekolah, penyempurnaan kurikulum, pemberian alat peraga dan olah raga serta penataran guru dan tenaga pembina. Dalam rangka meningkatkan mutu madrasah ibtidaiyah negeri (MIN) sebagai pendidikan agama tingkat dasar, dalam tahun 1983/ 1984 telah dilaksanakan penataran terhadap 3.500 guru, pembangunan/rehabilitasi gedung MIN sebanyak 83 buah, serta pengadaan buku pedoman bagi guru sebanyak 5,8 juta buah. Demikian pula dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984, masing-masing telah mencapai 1.500 guru, 51 buah dan 5 juta buah. Sejalan dengan pembinaan MIN, telah dilakukan pula pembinaan terhadap madrasah ibtidaiyah swasta (MIS). Apabila dalam tahun 1983/1984 dilaksanakan pembangunan/rehabilitasi terhadap 6.000 MIS, maka dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus telah meningkat menjadi 10.760 MIS. Sedangkan guna meningkatkan mutu pendidikan agama
Departemen Keuangan RI
265
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
pada sekolah dasar, dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dilaksanakan penataran terhadap 1.280 orang guru agama, pengadaan buku sebanyak 3,2 juta buah dan pengadaan alat peraga sebanyak 2.000 set. Pembinaan terhadap pendidikan agama tingkat menengah pertama terutama ditujukan untuk meningkatkan multi pendidikan umum pada madrasah tsanawiyah negeri (MTsN) dan pondok pesantren, serta pendidikan agama pada sekolah menengah tingkat pertama (SMTP). Khusus kepada MTsN, dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dilaksanakan pembangunan/rehabilitasi gedung sebanyak 154 buah, penataran terhadap 1.200 guru dan pengadaan buku sebanyak 1,2 juta buah. Sedangkan guna meningkatkan mutu pendidikan agama bagi SMTP, dalam periode yang sarna juga telah disediakan buku pelajaran dan pedoman bagi guru sebanyak 706.250 buah, dan diberikan penataran kepada 160 orang guru agama. Sementara itu terhadap pondok pesantren telah dilaksanakan pembinaan dan pengembangan melalui penataran tenaga pembina, penyediaan buku pelajaran dan perpustakaan,
penyediaan
alat-alat
keterampilan
dan
alat-alat
praktek,
serta
pembangunan/rehabilitasi gedung dan bengkel kerja. Untuk itu dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984, di samping telah dilaksanakan penataran terhadap 4.200 tenaga pembina, juga telah diberikan bantuan kepada 534 pondok pesantren, terdiri dari penyediaan buku pelajaran dan perpustakaan kepada 397 pondok pesantren, pemberian alar-alar keterampilan dan praktek kepada 66 pondok pesantren, serta pembangunan/rehabilitasi gedung dan bengkel kerja pada 71 pondok pesantren. Dengan demilGan secara keseluruhan mulai awal Pelita III sampai dengan tahun pertama Repelita IV, telah dilakukan pembinaan dan pengembangan terhadap 3:734 buah pondok pesantren yang meliputi penyediaan buku pelajaran dan perpustakaan bagi 2.030 pondok pesantren, penataran terhadap 6.163 tenaga pembina, penyediaan alar-alar keterampilan dan praktek untuk 891 pondok pesantren dan pembangunantrehabilitasi gedung dan bengkel kerja terhadap 813 pondok pesantren. Kegiatan pondok pesantren yang banyak mendapat perhatian, baik dari masyarakat maupun dari Pemerintah, dan dinilai telah berhasil adalah kegiatan terapi non medis yang agamis terhadap korban narkotika, yang antara lain dilakukan oleh pondok pesantren Suryalaya (Jawa Barat). Pondok pesantren tersebut sampai saar ini telah berhasil menyantuni korban narkotika sebanyak 100 orang, sehingga dapat kembali menjadi remaja yang baik, bergairah serta mempunyai kepercayaan kepada diri sendiri. Pembinaan terhadap pendidikan agama tingkat menengah alas terutama ditujukan untuk meningkatkan pendidikan pada madrasah aliyah negeri (MAN), pendidikan guru agarna
Departemen Keuangan RI
266
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
(PGA), serta peningkatan mutu pendidikan agarna pada sekolah menengah tingkat atas (SMTA). Dalam tahun 1983/1984, kepada MAN telah dilakukan pengadaan buku sebanyak 462.850 buah, penataran 7.500 guru dan pembangunan/rehabilitasi gedung MAN sebanyak 45 buah. Selanjutnya dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dilakukan pengadaan buku sebanyak 358.000 buah, dan pembangunan/rehabilitasi gedung MAN sebanyak 67 buah. Dalam periode yang sama telah ditingkatkan pula mutu madrasah aliyah swasta (MAS), yaitu dengan memberikan bantuan rehabilitasi terhadap 50 buah gedung MAS, dan pengadaan buku pelajaran sebanyak 239.800 buah. Adapun pembinaan terhadap PGAN terutama ditujukan agar lulusan PGAN benar-benar dapat dimanfaatkan sebagai tenaga guru yang baik dan mampu. Untuk itu dalam tahun 1983/1984 telah dilakukan penataran terhadap 7.500 guru agama, pengadaan buku pelajaran dan pedoman bagi guru sebanyak 650.000 buah serta pembangunan/perluasan 35 buah gedung PGAN Islam, Protestan, Katolik dan Hindu. Dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984, telah dilaksanakan penataran kepada 355 guru serta penyediaan buku pelajaran dan buku pedoman guru sebanyak 270.000 buah. Dalam periode yang sarna juga telah dilaksanakan pembinaan pendidikan agama pada SMTA yang meliputi penataran guru agama dan pengadaan buku, masing-masing sebanyak 160 orang dan 358.000 buah. Guna meningkatkan mutu perguruan tinggi agama, telah dilaksanakan berbagai kegiatan, antara lain pembangunan prasarana dan penyediaan sarana pendidikan, peningkatan mutu tenaga pengajar serta kegiatan penelitian. Dalam Pelita III telah dilaksanakan pembangunan/perluasan gedung Institut Agama Islam Negeri (lAIN) seluas 56.087 meter persegi, yang terdiri dari ruang kuliah, ruang kantor dan ruang perpustakaan. Di samping itu juga dilakukan penyediaan buku-buku ilmiah dan perpustakaan sebanyak 221.150 buah. Selanjutnya dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984, telah dilakukan pembangunan/perluasan gedung IAIN seluas 10.440 meterpersegi, dan disediakan buku-buku ilmiah dan perpustakaan sebanyak 6.750 buah. Hasil lain yang telah dicapai dalam periode yang sarna antara lain meliputi pelaksanaan kuliah kerja nyata (KKN) yang diikuti oleh 2.688 mahasiswa, serta penelitian di berbagai daerah mengenai masalah-masalab keagarnaan dan kemasyarakatan sebanyak 29 kali. Untuk meningkatkan mutu para pengajar dan tenaga administrasi, maka telah diberikan kesempatan kepada 117 dosen untuk mengikuti program posca sarjana dan program doktor.
Departemen Keuangan RI
267
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
8.3. Pendidikan dan kebudayaan 8.3.1. Pembinaan pendidikan formal dan nonformal Salah satu tujuan dari kemerdekaan bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, yang perumusannya dilakukan melalui serangkaian kebijaksanaan pokok pembangunan di bidang pendidikan. Dalam tahun pertama Repelita IV kebijaksanaan di bidang pendidikan terutama ditekankan dan diarahkan pada peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan, peningkatan dan pemerataan kesempatan belajar dalam rangka pelaksanaan wajib belajar, serta penyesuaian pendidikan dengan kebutuhan pembangunan nasional, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Di samping'itu juga dilakukan persiapan terhadap generasi muda dalam tugasnya sebagai penerus perjuangan bangsa dan pembangunan nasional, serta pengelolaan pendidikan yang lebih berdaya guna dan berhasil guna. Sejak Pelita III sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dan sedang dilaksanakan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan, yang antara lain dilakukan melalui penataran guru/ pembina, pengadaan buku pelajaran, buku bacaan dan buku perpustakaan, pengadaan laboratorium dan peralatan belajar, peningkatan keterampilan serta penyempumaan kurikulum. Penataran guru/pembina dilaksanakan pada berbagai tingkat pendidikan, yang meliputi berbagai bidang studi dan pengelolaan, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah. Sejak Pelita III sampai dengan bulan Agustus 1984, telah dan sedang ditatar sebanyak 2.291.039 orang untuk pendidikan dasar, 74.250 orang untuk pendidikan menengah umum, 20.706 orang untuk pendidikan menengah kejuruan dan teknologi, serta 20.509 orang untuk pendidikan guru termasuk penataran dosen. Buku pelajaran yang disediakan untuk tingkat pendidikan dasar adalah sebanyak 260.195.917 eksemplar, untuk sekolah menengah umum sebanyak 82.699.700 eksemplar, untuk sekolah menengah tingkat pertania (SMTP) kejuruan dan teknologi sebanyak 96.000 eksemplar, untuk sekolah menengah tingkat atas (SMTA) kejuruan dan teknologi sebanyak 6.671.945 eksemplar, serta untuk sekolah pendidikan guru/sekolah guru olah raga (SPG/SGO) sebanyak 7.350.963 eksemplar. Di samping buku pelajaran, telah disediakan pula buku perpustakaan untuk tingkat pendidikan dasar sebanyak 119.700.000 eksemplar, untuk SMP dan SMA sebanyak 14.048.235 eksemplar, untuk SPG/SGO sebanyak 1.367.240 eksemplar serta untuk pendidikan tinggi sebanyak 333.292 eksemplar. Sejalan dengan pengadaan buku pelajaran dan buku bacaan, maka telah dibangun pula sebanyak 1.782 ruang perpustakaan dan 1.816 ruang laboratorium untuk tingkat SMP, yang disertai dengan penerbitan 3.892.500 eksemplar buku Sistem Pengajaran Modul untuk SMP terbuka. Di samping itu untuk tingkat SMA juga dibangun 317 ruang perpustakaan, dan 367 Departemen Keuangan RI
268
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
ruang laboratorium serta 25 ruang laboratorium bahasa. Sedangkan untuk perguruan tinggi telah dibangun )7.467 meter persegi ruang perpustakaan dan 237.163 meterpersegi ruang laboratorium yang masing-masing dilengkapi dengan 305.611 eksemplar buku-buku perpustakaan dan 1.810 perangkat alat laboratorium. Selain itu juga telah dibangun sebanyak 1.310 buah perumahan dosen, dilakukan penelitian sebanyak 7.793 judul, dan diberikan bantuan kepada perguruan tinggi swasta . Dalam rangka peningkatan mutu di bidang pendidikan luar sekolah termasuk kepemudaan dan keolahragaan, telah diselenggarakan pendidikan dan latihan bagi tenaga pendidik termasuk tutor, monitor, pelatih, penggerak olah raga dan pembina/pemuka pemuda. Sejak Pelita III sampai dengan bulan Agustus 1984 telah ditatar sebanyak 383.936 tenaga teknis termasuk tutor, monitor, pembina dan instruktur serta diadakan buku paket A sebanyak 71.610.390 eksemplar. Guna menunjang kegiatan.kegiatan tersebut dalam waktu yang sama telah dibangun dan direhabilitasi, masing-masing sebanyak 56 buah dan 37 buah sanggar kegiatan belajar untuk tempat latihan tenaga teknis dan pengembangan sarana belajar. Dalam peningkatan mutu pendidikan di luar sekolah ini termasuk juga usaha mengintegrasikan kelompok belajar (Kejar) paket A dengan pendidik. an mala pencaharian serta pendidikan politik dan latihan kepemimpinan/keterampilan bagi generasi muda. Perkembangan peningkatan pendidikan dapat diikuti pada Tabel VIII.2. Tab e I VIII. 2 PEMBINAAN MUTU PENDIDIKAN DI BERBAGAI TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL, 1973/1974 -1984/1985 1973/74 1976/77 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 . Kegiatan 1974/75 1975/76 1977/78 1. Penataran guru/pembinaan (orang) - Pendidikan dasar 8.053 105.994 231.200 372.600 369.161 364.521 385.157 479.524 547.467 299.393 6.565 - Pendidikan menengah 5.284 2.072 5.675 7.176 6.376 18.032 23.512 25.177 25.744 - Pendidikan tinggi (dosen) 945 1.084 1.088 1.505 1.015 489 4.812 3.879 4.140 10.000 2. Pengadaan buku pelajaran ( ribu eksemplar ) 1) - Pendidikan dasar 25.840 4.544 43.823 60.000 58.960 105.811 41.468 68.800 31.840 45.400 106 11.048 29.441 19.946 17.813 18.717 20.884 - Pendidikan menengah 1.606 2.407 21.400 - Pendidikan tinggi 2) 3. Pengadaan buku perpustakaan ( ribu eksemplar ) 8.600 - Pendidikan dasar 6.600 6.900 7.316 7.314 8.500 12.500 14.000 15.000 30.000 - Pendidikan menengah 413 979 422 1.040 1.000 1.095 424 226 1.000 6 61 51 28 36 40 - Pendidikan tinggi 11 30 4. Pengadaan alat peraga/praktek/ ketarampilanflaboratorium (unit) - Pendidikan dasar 20.000 22.150 116.000 88.580 110.000 80.420 24.960 - Pendidikan menengah 424 3.023 2.307 4.258 5.795 2.852 2.271 65(SMP) 104(SMP) 3 39 76 50 273 270 - Pendidikan tinggi 19 35 1) Sejak tahun 1979{1980 termasuk buku PMP dan kurikulum 2) Termasuk dalam buku perpustakaan 3) Angka diperbaiki 4) Angka sementara
1983/84 1984/854) 304.018 17.292 10.360
275.480 6.238 2.855
56.488 18.0043) -
16.200 13.300 -
32.000 1.538 46
16.200 11.133 105
5.531 7.513 724
6.600 4.262 417
Usaha peningkatan kesempatan belajar yang dikaitkan dengan pemerataan memperoleh pendidikan, antara lain dilaksanakan melalui pembangunan gedung sekolah baru, penambahan ruang belajar pada sekolah yang ada, rehabilitasi gedung sekolah, serta peng. angkatan guru baru. Sehubungan dengan hal itu, untuk mewujudkan pelaksanaan wajib belajar pada tingkat pendidikan dasar, sejak Pelita III sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dan sedang dibangun melalui program bantuan Inpres sebanyak 76.940 unit gedung SD, penambahan ruang kelas Departemen Keuangan RI
269
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
baru sebanyak 129.800 buah, serta rehabilitasi sebanyak 134.500 sekolah termasuk SD swasta dan madrasah ibtidaiyah. Dalam waktu yang sarna telah dilaksanakan pengangkatan 439.580 guru, termasuk guru agarna dan tenaga teknis. Seperti diketahui, Pemerintah juga telah menghapuskan sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) untuk SD dan sebagai gantinya diberikan subsidi/bantuan pembiayaan penyeleng. garaan untuk SD negeri. Perkembangan pendidikan dasar telah menunjukkan hasil yang nyata seperti tercermin pada kenaikan angka partisiposi pendidikan. Dalam tahun 1979/ 1980 baru mencapai 83,8 persen sedangkan pada awal Repelita IV sarnpai dengan bulan Agustus 1984, telah meningkat menjadi 97,2 persen. Sebagai kelanjutannya, pada Hari Pendidikan Nasional (Harpenas) tanggal2 Mei 1984, Presiden telah mencanangkan gerakan wajib belajar untuk seluruh Indonesia. Adapun pendidikan bagi anak-anak yang mengalami cacat fisik, mental dan sosial, dilakukan melalui lembaga pendidikan khusus, yaitu sekolah luar biasa (SLB). Sejak tahun 1979/1980 sampai dengim bulan Agustus 1984, selain disediakan buku, alat peraga dan penataran guru/pembina, juga dibangun sejumlah gedung SLB baru dengan asramanya, serta dila:kukan rehabilitasi terhadap sejumlah SLB yang telah ada. Sedangkan pengembangan pembinaan taman kanak-kanak (TKK) dalam Pelita III, dan tahun pertama Pelita IV telah ditingkatkan dengan membangun TKK pembina, baik di tingkat nasional, tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten/kotamadya, sebagai TKK percontohan. Sejalan dengan perkembangan tingkat pendidikan dasar serta perluasan dan pemerataan kesempatan belajar pada tingkat SMTP, maka selmna Pelita III, dan tahun pertama Repelita IV sampai dengan bulan Agustus 1984 telah diusahakan pula peningkatan daya tampungnya. Untuk itu telah dibangun 2.919 unit sekolah baru, 18.054 ruang kelas baru, dan dilakukan rehabilitasi terhadap 1.598 gedung sekolah yang telah ada. Bersamaan dengan itu telah dikembangkan pula sebanyak 165 buah SMTP kejuruan yang tidak diintegrasikan ke dalam SMP, baik yang baru maupun lanjutan. Perluasan dan pemerataan kesempatan belajar pada tingkat SMTP tersebut telah memperlihatkan hasil yang baik. Hal ini tercermin pada kenaikan jumlah murid yang selama 5 tahun terakhir telah meningkat sebesar 79,1 persen atau rata-rata 15,8 persen per tahun. Apabila pada awal Pelita III jumlah murid baru sebanyak 2.983.000 orang, maka sampai dengan bulan Agustus 1984 telah meningkat menjadi sebanyak 5.342.200 orang. Hal ini disebabkan karena terjadinya kenaikan jumlah lulusan SD yang melanjutkan ke SMP yakni dari sebanyak 1.156.000 orang dalam tahun 1979/1980 menjadi 4.732.000 orang sampai dengan bulan Agustus 1984. Selanjutnya guna menunjang
Departemen Keuangan RI
270
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
perkembangan kegiatan belajar pada tingkat SMTP, maka dalarn waktu yang sarna juga telah dilakukan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar pada tingkat SMTA. Untuk itu telah dibangun sebanyak 517 unit gedung SMA baru, 5.085 ruang kelas baru, dan dilakukan rehabilitasi terhadap 460 sekolah yang telah ada. Bersamaan dengan itu pada SMTA kejuruan telah direhabilitasi/dikembangkan pula sebanyak 145 buah STM 3 tahun, serta dilakukan pembangunan/pembinaan terhadap 8 STM Pembangunan, 289 buah STM 3 tahun, 44 buah SMT pertanian/khusus, SMEA, sekolah menengah tehnologi kerumahtanggaan (SMTK), sekolah menengah kesejahteraan keluarga (SMKK), sekolah menengah pekerjaan sosial (SMPS), sekolah menengah industri kerajinan (SMIK), sekolah menengah seni rupa (SMSR), sekolah menengah karawitan indonesia (SMKI), dan sekolah menengah musik (SMM). Sedangkan untuk pendidikan guru, telah dilakukan pembangunan gedung baru, serta pembangunan ruang kelas dan rehabilitasi sejumlah SPG, SGO dan SGPLB. Kegiatan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar pada tingkat SMTA telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. Hal ini tercermin dari meningkatnya daya tampung SMTA yang dalam tahun 1979/1980 baru berjumlah 1.574.000 orang, dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah mencapai 2.733.200 orang. Hal ini berarti suatu peningkatan sebesar 70,6 persen selama periode tersebut atau rata-rata sebesar 14,7 persen per tahun. Guna menghadapi meningkatnya jumlah mahasiswa yang ingin melanjutkan pelajaran pada perguruan tinggi, maka selama Pelita III sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dibangun 765.547 meterpersegi ruang kuliah dan kantor, serta merehabilitasi gedung seluas 233.085 meterpesegi. Usaha perluasan dan pemerataan kesempatan belajar pada tingkat pendidikan tinggi, telah dapat meningkatkan daya tampung bagi lulusan SLTA yang akan me1anjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Dalam tahun 1979/1980 jumlah mahasiswa baru adalah sebanyak 424.700 orang, yang meningkat menjadi 803.776 orang dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984. Hal ini berarti peningkatan sebesar 89,3 persen dalam periode tersebut, atau rata-rata sebesar 22,3 persen per tahun. Pembinaan perguruan tinggi swasta juga terus ditingkatkan, antara lain me1alui penataan dan pemberian bantuan prasarana serta sarana. Untuk memperlrias kesempatan belajar kepada siswa dan mahasiswa yang berbakat dan berprestasi, juga telah diberikan sejumlah bea siswa. Se1ama Pe1ita III sampai dengan bulan Agustus 1984 telah diberikan bea siswa kepada 63.400 siswa SD, 39.927 siswa SLTP, 37.373 siswa SMTA, 22.424 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, 160 putra Nusa Tenggara Timur, 130 putra Irian Jaya dan 320 putra Timor Timur. Perkembangan kesempatan belajar diberbagai tingkat pendidikan formal dapat dilihat
Departemen Keuangan RI
271
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
pada Tabel VIII.3. Se1anjutnya dalam rangka meningkatkan pendidikan masyarakat te1ah pula ditingkatkan kegiatan pendidikan di luar sekolah. Usaha ini dilakukan melalui Kejar pendidikan dasar (Paket A), yang telah diikuti oleh 7.404.547 warga pe1ajar selama Pelita III dan tahun pertama Repelita IV sampai dengan bulan Agustus 1984. Adapun lembaga pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat (PLSM), jumlahnya te1ah mencapai 8.000 buah, dan menampung sebanyak 1.338.000 orang. T abel VIII. 3 PENYEDIAAN SARAN A GEDUNG DAN GURU BAGI PENDIDIKAN FORMAL, 1973/1974 -1984/1985 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82
o Kegiatan 1. Pembangunan gedung (unit) - Pendidikan dasar (a 3 ruang kelas) - Pendidikan menengah - Pendidikan tinggi 2. Pembangunan ruang kelas baru - Pendidikan dasar (ruang) - Pendidikan menengah (ruang) 1) - Pendidikan tinggi (m 2) 3. Rehabilitasi/pengembangan (sekolah) - Pendidikan dasar 2) - Pendidikan menengah - Pendidikan tinggi (m 2) 4. Pengangkatan/penempatan guru (orang) - Pendidikan dasar 3) - Pendidikan menengah - Pendidikan tinggi (dosen)
1982/83
1983/84
1984/85 4)
22.600 1.150 11
6.000 -
6.000 -
10.000 -
10.000 125 -
15.000 135 -
15.000 155
10.000 162 6
14.000 246 10
15.000 390 11
13.140 878 11
2.200 610 11
23.261
14.051
1.200 16.192
1.300 30.000
15.000 1.205 37.207
15.000 1. 725 52.334
15.000 1.900 54.500
20.000 2.202 89.750
25.000 35.000 15.700 6.000 1.614 6.003 103.500 175.347 218.683
19.100 5.420 123.767
4.610
1.219 7.151
10.000 703 8.105
16.000 179 9.194
15.000 103 27.225
15.000 92 24.380
15.000 286 24.435
20.000 608 29.629
25.000 923 67.080
25.000 1.154 48.020
21.000 1.202 50.184
28.500 784 14.085
18.000 -
18.000 -
50.000 -
60.000 60.000 4.075 36(SPG) -
75.000 8.460
50.000 7.390 10.500
50.000 5.320 21.000
103.350 10.480 32.946
121.100 12.600 33.790
91.830 19.672 36.144
23.300 28.488 36.845
1. Terdiri dari SMP & SMA, tennasuk ruang laboratorium, ruang ketrampilan dan ruang perpustakaan 2. Meliputi SD Negeri, SD Swasta, MI Swasta 3. Termasuk guru agama daD tenaga teknis lainnya 4. Angka sementara.
Untuk meningkatkan sistem pendidikan agar lebih sesuai dengan kebutuhan pembangunan, telah dilakukan berbagai kegiatan seperti penyempurnaan kurikulum tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah alas, penyempurnaan sistem pendidikan nasional, dan perluasan sekolah kejuruan. Penyempurnaan kurikulum dilaksanakan melalui perbaikan kurikulum lama (1975) menjadi kurikulum baru (1984) yang merupakan bagian penting dari perkembangan sistem pendidikan nasional guna memenuhi tuntutan pembangunan nasional. Sedangkan dalam rangka penyempurnaan sistem pendidikan nasional, telah disiapkan RUU sistem pendidikan nasional yang kini telah mencapai tahap penyelesaian terakhir. Guna memenuhi kebutuhan tenaga-tenaga kejuruan/teknik yang terdidik dan terampil, dewasa ini te1ah dikembangkan sekolah menengah kejuruan tingkat atas (SMTA-AKT) yang meliputi berbagai bidang dan 7 politeknik, dan sampai dengan bulan Agustus 1984 telah mempunyai 7.400 orang mahasiswa. Pembinaan dan pengembangan generasi muda sebagai kader-kader penerus perjuangan dan pembangunan nasional, selain dilakukan melalui pendidikan formal di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi juga dilaksanakan melalui berbagai kegiatan yang bersifat informal. Kegiatankegiatan tersebut diarahkan pada pengembangan kepemimpinan dan keterampilan, kesegaran jasmani dan daya kreasi, patriotisme dan idealisme, kesadaran berbangsa dan bernegara,
Departemen Keuangan RI
272
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
kepribadian dan budi pekerti luhur, serta partisipasi generasi muda dalam pembangunan. Sehubungan dengan itu, selama Pelita III dan tahun pertama Repelita IV sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dilaksanakan penataran P4, penataran pemuda tingkat perintis, penataran pengelola gelanggang, dan penataran tenaga teknis penilik generasi muda, yang masing-masing diikuti oleh 2.799 orang, 22.556 orang, 325 orang dan 2.192 orang. Selain itu juga telah dilakukan latihan pemuda tingkat pemuka yang diikuti oleh 6.480 orang dan latihan pendamping pembina pemuda yang diikuti oleh 210 orang. Sementara itu dalam rangka pembinaan serta pengembangan keterampilan dan daya kreasi generasi muda antara lain dilakukan pertukaran pemuda dengan luar negeri dan antarpropinsi, yang masing-masing diikuti 3.576 orang dan 4.855 orang, pembinaan terhadap 8.970 anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Poskibraka) dan Caraka Muda tingkat propinsi, penyelenggaraan festival pemuda yang mengikutsertakan 44.270 orang, perkemahan kerja pemuda yang diikuti oleh 3.057 orang, pembinaan unit kerja produktif terhadap 1.204 orang serta pembinaan terhadap 5.400 orang satuan tugas sukarela pemuda. Selain itu bantuan kepada KNPI juga telah dimanfaatkan guna meningkatkan aktivitas, fungsi, mutu, pemantapan organisasi, serta pengadaan prasarana dan sarana. Untuk itu telah dilakukan pengembangan desa pemuda di beberapa daerah/propinsi, lomba kreativitas pemuda, latihan instruktur terhadap 3.280 orang, serta latihan kepemimpinan manajemen yang mengikutsertakan 1.330 orang. Bantuan kepada pramuka dilakukan dengan menyelenggarakan latihan terhadap 30.955 orang, pembangunan gedung Cadika seluas 16.718 meterpersegi serta pengadaan buku pramuka sebanyak 310.185 eksemplar. Selanjutnya dalam rangka peningkatan/pengembangan wanita telah dilakukan latihan pengembangan belajar wanita yang diikuti 24.795 orang, serta lomba desa binaan keluarga sehat dan sejahtera di 26 propinsi. Untuk peningkatan pengelolaan pendidikan agar lebih berdaya guna dan berhasil guna, selama Pelita III dan tahun pertama Repelita IV sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dilaksanakan kegiatan-kegiatan, yang antara lain meliputi penataran tenaga nonedukatif, pembinaan dan peningkatan perencanaan serta penyempurnaan pengawasan. Penataran tenaga non edukatif telah dilakukan melalui sekolah star dan pimpinan administrasi (Sespa), sekolah pimpinan administrasi tingkat madya (Sepadya) dan sekolah pimpinan administrasi tingkat lanjutan (Sepala), yang masing-masing diikuti 300 orang, 260 orang, 150 orang, dan 805 orang, penataran tingkat menengah nasional dan regional terhadap 600 orang, penataran tingkat pelaksana terhadap 1.360 orang, pendidikan dan latihan kegrafikaan yang diikuti 6.519 orang serta penataran tenaga teknis kebudayaan yang diikuti 2.825 orang. Adapun pembinaan dan
Departemen Keuangan RI
273
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
peningkatan perencanaan dilaksanakan melalui berbagai kegiatan, antara lain penyempurnaan teknik dan metodologi perencanaan, pemantapan sistem dan mekanisme perencanaan terpadu, serta peningkatan mutu aparat perencanaan baik di pusat maupun di daerah melalui penataran perencanaan P2 dan P1 tertulis yang masing-masing diikuti oleh 60 orang dan 1.360 orang. Adapun peningkatan pengawasan dilakukan melalui penyempumaan sistem dan prosedur pengawasan terpadu, penyempurnaan sistem pelaporan, serta peningkatan mutu aparat pengawasan. Guna menunjang berbagai kegiatan tersebut, selama Pelita III dan tahun pertama Repelita IV sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dilakukan pembangunan/rehabilitasi gedung kantor pusat dan kantor wilayah, masing-masing seluas 25.054 meterpersegi dan 30.982 meterpersegi, gedung kotamadya/kabupaten sebanyak 117 unit, gedung kantor kecamatan sebanyak 8 unit, rumah dinas sebanyak 37 buah, serta pengadaan peralatan kantor kecamatan dan sarana mobilitas. Pembinaan di bidang olah raga ditujukan untuk mengolahragakan masyarakat, dan memasyarakatkan olah raga, selama Pelita III dan tahun pertama Repelita IV sampai dengan bulan Agustus 1984 antara lain telah diwujudkan pembangunan gedung olahraga dan kolam renang, masing-masing seluas 9.175 meter persegi dan 6.657 meter persegi, pengadaan peralatan olah raga sebanyak 52.583 paket, serta pengadaan buku-buku olah raga sebanyak 143.000 eksemplar. Berkaitan dengan itu juga telah dilaksanakan penataran terhadap 8.243 orang guru, pelatih, dan pembina, penyelenggaraan pemasalan olahraga yang mengikutsertakan 1.065.573 orang pelajar, mahasiswa, masyarakat dan penyandang cacat, serta pembinaan olahraga berbakat terhadap 18.658 orang.
8.3.2 Pembinaan kebudayaan Usaha pembinaan dan pengembangan budaya bangsa senantiasa ditujukan untuk menunjang pembangunan nasional. Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi dan menjawab tantangan zaman dalam berbagai bidang, antara lain bidang ekonomi, teknologi dan ilmu pengetahuan, serta mempercepat alih teknologi yang semakin tinggi. Untuk itu, nilai-nilai dan norma budaya yang dinamis, selaras dgn memberi arah pacta pembangunan harus dibina dan dikembangkan guna memperkuat penghayatan dan pengamalan Pancasila, memperkuat kepribadian bangsa, mempertebal rasa harga diri dan kebanggaan nasional, serta memperkokoh jiwa persatuan. Sejak Pelita III sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dilaksanakan berbagai program yang antara lain berupa program kepurbakalaan, kesejarahan, dan permuseuman. Untuk itu telah dilakukan survai dan perencanaan koleksi di 92 lokasi yang tersebar di 26 Departemen Keuangan RI
274
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
propinsi, pengadaan koleksi sebanyak 6 jenis di 26 propinsi, pameran dalam rangka pemantapan fungsi eksistensi museum dengan segenap aspeknya sebanyak 183 kali di 26 propinsi, pemberian bantuan kepada 60 museum daerah, pengadaan peralatan teknis.museum sebanyak 549 unit, serta pengadaan peralatan kantor museum sebanyak 872 unit. Dalam waktu yang sama juga telah dilakukan pemugaran peninggalan sejarah dan purbakala di 379 lokasi, studi kelayakan di 133 lokasi, pemeliharaan dan penyelamatan 1.564 situs, melanjutkan pemeliharaan Candi Borobudur serta rehabilitasi Monumen Nasional (Monas). Pengembangan dalam bidang seni budaya ditujukan untuk meningkatkan kreativitas seniman yang sehat, dan lebih memperkaya kesenian Indonesia yang beraneka ragam. Untuk itu telah dilakukan berbagai kegiatan, antara lain meliputi pembinaan sosio drama, penyuluhan teknis kesenian, pengembangan organisasi kesenian dan penyebarluasan kesenian. Di samping itu juga dilakukan peningkatan penghayatan seni oleh masyarakat yang mencakup 4 bidang seni, serta studi kelayakan di daerah tingkat II di 127 lokasi, yang tersebar di seluruh nusantara. Kemudian dilakukan juga penanggulangan terhadap pengaruh kebudayaan yang negatif, peningkatan apresiasi sastralseni, penyelesaian rencana induk Wisma Seni Nasional, serta pemberian bantuan peralatan kesenian pada kabupaten/kodya, kecamatan, dan daerah transmigrasi. Untuk pengembangan kebahasaan, kesusastraan, perbukuan, dan perpustakaan, maka sejak Pelita III dan tahun pertama Repelita IV sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dilakukan pengembangan bahasa serta sastra Indonesia dan daerah. Kegiatan tersebut antara lain berupa penyusunan/penerbitan perkamusan sebanyak 29 naskah, terjemahan 16 naskah, sayembara mengarang, pengembangan media kebahasaan sebanyak 30 naskah, penerbitan majalah, serta pembinaan bahasa Indonesia melalui TVRI dan RRI. Demikian pula dilaksanakan penambahan tenaga, pengadaan peralatan kantor, serta pengadaan buku sebanyak 1.351.636 eksemplar untuk perpustakaan wilayah, perpustakaan umum, perpustakaan keliling, perpustakaan desa dan perpustakaan perintis sekolah. Sejalan dengan itu telah dilakukan pula penulisan dan penerbitan naskah buku bacaan populer sebanyak 720.500 eksemplar, serta sayembara mengarang bacaan populer sebanyak 56 judul. Selain itu dalam bidang perpustakaan nasional juga telah dilaksanakan rekatalogisasi koleksi pustaka Indonesia dan asing, penerbitan pedoman penyuluhan perpustakaan sebanyak 6 naskah, serta pengembangan perpustakaan nasional. Kegiatan inventarisasi dan dokumentasi kebudayaan nasional ditujukan untuk membina Wawasan Nusantara. Sejak tahun 1979/1980 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah diadakan penilaian, penyempumaan, dan editing dari 800 naskah, penyusunan naskah kebudayaan daerah
Departemen Keuangan RI
275
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
dalam 5 aspek dengan ps:nerbitan sebanyak 372 judul, serta pembinaan bimbingan teknis operasional penelitian yang mengikutsertakan 457 orang. Selain itu juga telah diselenggarakan penataran tenaga teknis dokumentasi dan informasi kebudayaan yang diikuti 130 orang, dan penyusunan naskah dad 117 penelitian. Sejalan dengan usaha inventarisasi dan dokumentasi sejarah nasional, maka dilakukan penelitian, penulisan, dan penyusunan naskah biografi pahlawan nasional yang meliputi caton pahlawan sebanyak 36 judul, tokoh nasional sebanyak 120 judul, sejarah pahlawan sebanyak 26 judul serta biografi nasional sebanyak 17 judul. Usaha lain yang dilakukan adalah meliputi penelitian bahasa dan sastra Indonesia dan daerah sebanyak 665 naskah, penelitian purbakala sebanyak 5 aspek serta penerbitan majalah arkeologi.
8.4. Kesehatan dan keluarga berencana Sebagai kelanjutan dari tahun-tahun sebelumnya, pembangunan di bidang kesehatan dalarn tahun pertama Repelita IV diarahkan pada peningkatan kemarnpuan masyarakat untuk hidup sehat dan mengatasi sendiri masalah kesehatan yang sederhana, terutama melalui pencegahan dan penyembuhan. Selain itu juga ditujukan pada peningkatan kesehatan lingkungan terutama penyediaan sanitasi dasar guna perbaikan mutu lingkungan. Selanjutnya juga diarahkan pada pengurangan kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh penyakit yang banyak diderita rakyat banyak, terutama penyakit menular, penyakit yang hanya dapat dicegah dengan imunisasi, serta penyakit yang disebabkan oleh pengaruh buruk dari bahan yang berbahaya bagi kesehatan. Kegiatan ini ditunjang dengan pengadaan obat yang cukup dan terjangkau oleh masyarakat, serta peningkatan pendidikan, latihan dan pengelolaan tenaga kesehatan masyarakat. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, pembangunan di bidang kesehatan dilakukan secara terpadu dengan bidang-bidang lainnya ke dalam suatu sistem kesehatan nasional.
8.4.1. Pelayanan kesehatan Kegiatan yang dilakukan di bidang pelayanan kesehatan ditujukan untuk memberikan pelayanan kesehatan secara lebih merata dan lebih dekat kepada masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah baik di desa maupun di kota. Peningkatan dan pemerataan pelayanan kesehatan tersebut antara lain dilakukan melalui puskesmas, usaha kesehatan sekolah (UKS), pemerataan kesehatan masyarakat, pelayanan kesehatan gigi dan jiwa, serta peningkatan pelayanan laboratorium kesehatan. Selain itu telah dilakukan peningkatan pelayanan rumah
Departemen Keuangan RI
276
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
sakit, penarnbahan persediaan bahan-bahan dan obat-obatan, pembangunan kesehatan masyarakat desa, serta peningkatan pelayanan instalasi kesehatan. Untuk itu, seluruh sarana kesehatan diusahakan berada dalarn suatu sistem jaringan hubungan yang serasi dan efektif, yang dilakukan melalui sistem rujukan antara masyarakat, puskesmas dan rumah sakit di semua tingkat. Selanjutnya agar pelayanan kesehatan kepada rakyat dapat dilaksanakan dengan lebih baik dan merata, maka jumlah dan fungsi puskesmas terus ditingkatkan, sehingga sarnpai dengan bulan Agustus 1984 jumlahnya telah mencapai 5.453 buah. Untuk mendukung tugas puskesmas tersebut, dalam waktu yang sarna telah dibangun pula puskesmas pembantu dan puskesmas keliling, masing-masing sebanyak 15.136 buah dan 2.979 buah. Sedangkan bagi daerah-daerah terpencil yang jauh dari pelayanan rumah sakit, serta daerah perbatasan atau daerah yang angka kecelakaan lalu lintasnya tinggi, telah dibangun puskesmas perawatan sebanyak 158 unit, yang masing-masing dilengkapi 10 tempat tidur. Selain pembangunan puskesmas, telah dilakukan pula perbaikan 5.826 puskesmas dan penggantian peralatan medis sebanyak 2.702 set. Sejalan dengan semakin meningkatnya jumlah puskesmas, telah disediakan pula 19.787 tenaga kesehatan melalui program Inpres. Untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tenaga kesehatan di puskesmas, telah dilaksanakan penataran tenaga kesehatan terhadap 2.600 dokter puskesmas, 5.828 staf puskesmas, 3.076 tenaga laboratorium dan 3.691 tenaga record and report (RR) terpadu. Sedangkan dalam rangka memenuhi kekurangan tenaga di puskesmas, telah diadakan latihan cepat bagi pembantu paramedis sebanyak 1.416 orang, serta latihan klinis bagi 155 orang dokter dan 185 orang paramedis yang bekerja di puskesmas. Perkembangan sarana pelayanan kesehatan masyarakat dapat diikuti pada Tabel VIII.4. Tabel VIII. 4 JUMLAH SARAN A PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT, 1973/1974 -1984/1985 1) 1984/855)
1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 1983/84 1984/85
1. Puskesmas 2. Puskesmas Pembantu 2) 3. Puskesmas Ke1iling 4. BaJai Pengobatan 3) 5. B K I A 3)
2.343 7.124 6.801
3.113 7.124 6.928
3.443 4.602 2.744
3.893 4.180 2.412
4.053 4.180 2.412
4.353 604 4.180 2.412
4.553 7.342 729
4.753 8.342 979
4.953 10.342 1.479
5.153 5.353 12.342 13.6364) 1.979 2.479
5.453 15.136 2.979
1). Angka kumuIatif 2). Merupakan peningkatan dari BKlA dan Ba1ai Pengobatan 3). Sejak 1975/1976 berkurangnya jumlah BKIA dan Balai Pengobatan karena diintegrasikan 4). Angka diperbaiki 5). Angka sementara
Sampai dengan bulan Agustus 1984, pengobatan mala telah dikembangkan di 250 puskesmas yang tersebar di 24 propinsi, dan diperlengkapi dengan 167 set peralatan kesehatan mata dan obat-obatan mata. Di samping itu telah diselenggarakan pula latihan kesehatan mala bagi 221 paramedis dan 1.670 kader/pemuka masyarakat. Selanjutnya di bidang kesehatan olah raga telah dikembangkan pusat kesehatan olah raga di 8 propinsi. Dalam rangka pencegahan Departemen Keuangan RI
277
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
dan pengobatan penyakit pada anak-anak sekolah, telah dilakukan usaha kesehatan sekolah (UKS) melalui kunjungan berkala petugas puskesmas ke sekolah-sekolah. Selain dilakukan pemeriksaan guna menemukan kelainan-kelainan kesehatan yang ada sedini mungkin, dan pengobatan pertama bagi yang memerlukan, juga diberikan penyuluhan kesehatan kepada anakanak sekolah, imunisasi, serta pembinaan kesehatan lingkungan. Selama Pelita III telah dapat dicakup sebanyak 95.404 SD, 9.280 SLP dan 3891 SLA. Di samping itu dalam rangka UKS juga telah dilakukan penataran terhadap105.191 guru yang terdiri dati 97.620 guru SD, 5.224 guru SLTP dan 2.347 guru SLTA. Program perawatan kesehatan masyarakat sampai dengan bulan Agustus tahun 1984, telah dilaksanakan di 2.254 puskesmas dengan membina 82.426 keluarga, di samping juga terhadap golongan khusus yang berada di 52 panti dan tersebar di 24 propinsi. Bersamaan dengan itu, ditingkatkan pula pelayanan kesehatan gigi kepadamasyarakat. Dalam Pelita III, melalui usaha kesehatan gigi sekolah (UKGS) telah dilaksanakan pemanduan UKGS selektif bagi 108 SD, dan pengembangan pelayanan kesehatan gigi integrasi terhadap 258 SD di 139 daerah tingkat II. Sedangkan dalam rangka kesehatan gigi masyarakat desa, telah ditempatkan sebanyak 1.250 orang tenaga perawat gigi di 402 puskesmas. Selanjutnya dalam upaya kesehatan gigi sekolah telah dilakukan penempatan sebanyak 62 set klinik gigi lapangan (KGL), serta peningkatan pelayanan gigi di 104 RSU kelas D yang dilengkapi dengan 104 unit klinik gigi basis, di 40 RSU kelas C yang dilengkapi dengan peralatan bedah mulut sederhana,dan di 30 rumah sakit yang dilengkapi dengan peralatan rehabilitasi gigi (unit teknik gigi). Di samping itu juga dilakukan survai epidemiologi terhadap 11.500 orang, survai pengumpulan data kadar flour dalam posta gigi, standarisasil metodologi terhadap' 10 daerah pelayanan, dan UKGS di puskesmas-puskesmas, serta pemantapan standarisasi pelayanan di rumah sakit. Dalam Pelita III, telah dilakukan juga pelayanan kesehatan jiwa yang dititikberatkan pada upaya pencegahan, penyembuhan, rehabilitasi mental, serta penanggulangan penderita mental khususnya psikotik, gelandangan dan posung. Adapun pelaksanaannya dilakukan melalui rumah soot jiwa (RS jiwa), serta integrasi kesehatan jiwa ke puskesmas dan rumah sakit umum (RS umum). Untuk itu fungsi rumah sakit jiwa sebagai pusat rujukan pelayanan kesehatan jiwa semakin ditingkatkan. Selama Pelita III telah dilakukan integrasi kesehatan jiwa ke 560 puskesmas, dengan jumlah kunjungan posien mental sekitar 40.000 per tahun. Sedangkan melalui RSU, sejak tahun 1980/1981 sampai dengan akhir Pelita III, telah diintegrasikan kesehatan jiwa ke 90 RSU.
Departemen Keuangan RI
278
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Sementara itu guna menunjang peningkatan pelayanan kesehatan secara keseluruhan, terus ditingkatkan pula pelayanan laboratorium kesehatan, yakni melalui pemeriksaan laboratorium baik secara kualitatif maupun kuantitatif, di bidang mikrobiologi, patologi, kimia dan imunologi. Untuk itu baik sarana maupun peralatan laboratorium, terutama di daerahdaerah terpencil semakin ditingkatkan. Dalam hubungan ini selama Pelita III telah dilaksanakan pembangunan gedung dan penambahan ruang pemeriksaan di 27 balai laboratorium kesehatan, serta penambahan alat-alat laboratorium di 26 balai laboratorium dan 137 laboratorium kabupaten rumah sakit C. Sedangkan untuk meningkatkan pelayanan laboratorium di puskesmas, sampai dengan bulan Agustus tahun 1984 telah ditatar sekitar 3.076 tenaga laboratorium puskesmas. Guna meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, pelayanan melalui rumah sakit juga terus ditingkatkan dengan penyempurnaan sistem rujukan, baik antarberbagai tingkat rumah sakit maupun antara puskesmas dengan rumah sakit. Untuk lebih meningkatkan fungsi rujukan tersebut, dokter-dokter ahli dari rumah rumah sakit yang tingkatannya lebih tinggi telah dikirim ke tingkatan yang lebih rendah. Selain itu pengiriman penderita dari puskesmas ke rumah sakit kabupaten dan rumah sakit yang lebih tinggi semakin ditingkatkan. Untuk itu selama Pelita III telah ditingkatkan pula baik sarana fisik maupun tenaga kesehatannya melalui pemban_nan 11 RSU baru sebagai pengganti RSU yang telah ada. Dalamwaktu yang sarna telah dilakukan pula rehabilitasi terhadap 192 buah RSU kabupaten/kotamadya, 20 buah RSU di ibukota propinsi, 13 buah RS vertikal, 5 buah RS khusus vertikal dan sebuah Palang Merah Indonesia (PMI). Sejalan
Departemen Keuangan RI
279
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
dengan meningkatnya sarana fisik tersebut, diberikan pula bantuan berupa peralatan medis dan non medis kepada 135 RSU propinsi/kabupaten, dan 5 RS khusus vertikal. Peningkatan pembangunan sarana pelayanan kesehatan tersebut telah diikuti pula dengan peningkat an jumlah tenaga kesehatan. Untuk itu selama Pelita III telah ditempatkan di 133 RS sebanyak 263 tenaga dokter, yang memiliki keahlian dasar bedah, kesehatan anak, kebidanan dan kandungan serta penyakit dalam. Perkembangan tenaga kesehatan dapat diikuti pada Tabel VIII.5. Tabel VIII. 5 JUMLAH BEBERAPAjENIS TENAGA KESEHATAN, 1973/1974 -1983/1984 J enis Tenaga 1. D okter 2. Per a w a t 1) 3. Bid ani) 4. Penjenang kesehatan
1973/74
1974/75
1975/76
1976/77
1977/78
1978/79
1979/80
1980/81
1981/82 1982/83 2)
1983/84 3)
6.221 7.736 8.323 24.248
7.644 8.066 9.160 26.262
8.279 9.856 ) 10.720 ) 28.707
8.977 28.926
9.805 27.711
10.456 31.061
11.681 32.854
12.931 35.520
15.400 37.693
16.000 40.000
17.647 44.113
30.972
33.237
35.577
35.361
35.698
35.678
35.679
35.679
1) Sejak tahun 1976/1977 perawat dan bidan ditetapkan menjadi tenaga perawat kesehatan. 2) Angka diperbaiki 3) Angka sementara
Sementara itu guna memenuhi kebutuhan obat dalam masyarakat, selama Pelita III telah disediakan obat-obatan dan bahan-bahan obat antara lain untuk RSU khusus pusat, penanggulangan bencana alam, AMD (ABRI Masuk Desa) serta kegiatan sosial lainnya. Sedangkan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus telah diberikan bantuan obatobatan kepada 40 RS propinsi. Adapun untuk menggerakkan partisipasi masyarakat dalam peningkatan derajat kesehatannya, dibentuk Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD), melalui latihan dan bimbingan tenaga sukarelawan kesehatan desa, yang disebut promotor kesehatan desa (Prokesa). Sampai dengan akhir Pelita III, PKMD tersebut telah dikembangkan di 7.693 desa meliputi sebanyak 1.678 kecamatan, dan 269 Dati II yang tersebar di seluruh propinsi. Dari jumlah tersebut, yang dikembangkan melalui bantuan Pemerintah meliputi sebanyak 1.698 desa, di 410 kecamatan dan 101 Dati II, sedangkan sisanya. sebanyak 5.985 desa, di 1.268 kecamatan, dan 168 Dati II merupakan hasil swadaya masyarakat.
8.4.2. Pemberantasan penyakit menular Pemberantasan penyakit menular mempunyai peran yang cukup penting dalam menunjang pembangunan. Usaha pencegahan dan pemberantasan penyakit menular ditujukan khususnya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular, dengan pemutusan matarantai penularan penyakit. Kegiatan tersebut merupakan kelanjutan daripada upaya-upaya yang telah dilakukan dalam tahun sebelumnya dan didasarkan atas ketentuan
Departemen Keuangan RI
280
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
prioritas jenis penyakit yang telah ditetapkan. Sehubungan dengan itu, pemberantasannya diprioritaskan pada penyakit malaria melalui penurunan jumlah penderita, dan penanggulangan wabah yang terjadi di Jawa dan Bali, melindungi penduduk yang telah kebal dan berpindah dari Jawa dan Bali, serta menurunkan jumlah penderita di daerah yang keadaan sosial ekonominya rendah termasuk pemukiman transmigran dan pemukiman baru. Dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984, telah dilakukan pengumpulan dan pemeriksaan terhadap sekitar 749 ribu sediaan darah penderita, pemberian obat kepada sekitar 798 ribu orang penderita, dan penyemprotan terhadap sekitar 75 ribu buah rumah. Dengan demikian sejak Pelita III sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dilakukan pengumpulan dan pemeriksaan terhadap 48,3 juta sediaan darah, pengobatan alas 45 juta orang dan penyemprotan 17 juta buah rumah. Pemberantasan penyakit demam berdarah (arbovirosis) dalam tahun pertama Repelita IV sampai dengan bulan Agustus 1984, dilakukan melalui pemberantasan jentik nyamuk pada sekitar 200 ribu rumah dan penanggulangan fokus pada 800 lokasi. Dengan demikian selama Pelita III sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dilakukan pemberantasan jentik nyamuk terhadap 528.516 buah rumah dan penanggulangan 11.632 fokus. Pemberantasan penyakit kaki gajah (filariasis) dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 dilakukan melalui pemeriksaan terhadap 146.778 sediaan darah malam dan pengobatan terhadap 200.557 orang penderita. Dengan demikian sejak Pelita III sampai dengan bulan Agustus 1984 telah diperiksa sebanyak 737.702 sediaan darah malam, dan diobati sebanyak 1.136.573 orang penderita. Dalam waktu yang sama untuk pemberantasan penyakit rabies dan pes telah dilakukan pengumpulan dan pemeriksaan terhadap 200 sediaan darah tersangka rabies dan pengobatan terhadap 1.700 orang yang digigit oleh hewan tersangka rabies. Sejak Pelita III sampai dengan bulan Agustus tahun 1984, telah dikumpulkan dan diperiksa sebanyak 8.970 sediaan darah tersangka rabies, dan diobati sebanyak 66.408 orang penderita gigitan hewan tersangka rabies. Adapun dalam rangka pemberantasan penyakit pes, dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah diobati sebanyak 70 orang tersangka pes, sehingga sejak tahun 1979/1980 sampai dengan bulan Agustus tahun 1984 telah diobati sebanyak 1.424 orang tersangka penderita pes. Pemberantasan penyakit demam keong (scbistosomiasis) dilakukan melalui survai terhadap tikus, keong dan specimen tinja, sella pengobatan selektif terhadap penderita di daerah endemis, yaitu di sekitar danau Lindu (Sulawesi Tengah). Selama Pelita III telah dilaksanakan survai di 15 lokasi dan pengobatan terbatas terhadap 12.799 orang penderita. Di samping itu dilakukan juga pemberantasan terhadap penyakit anthrax, yakni penyakit menularyang bersumberdari binatang. Untuk itu dalam tahun 1984/1985 sampai dengan buIan Agustus 1984 tdah dilakukan pengumpulan dan pemeriksaan terhadap 10 sediaan dan Departemen Keuangan RI
281
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
pengobatan terhadap 30 orang tersangka penderita anthrax. Pemberantasan penyakit tersebut dilakukan di daerah endemis yaitu Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat dan Timor Timur, sehingga sejak Pelita III sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dilakukan pengumpulan dan pemeriksaan terhadap 361 sediaan dan pengobatan terhadap 844 orang penderita tersangka anthrax. Selain pemberantasan terhadap penyakit menular yang bersumber dari binatang, telah dilakukan pula pemberantasan penyakit yang menular secara langsung. Dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984, pemberantasan terhadap TBC paru dilakukan melalui pemeriksaan dahak dari 19.000 orang penduduk dan pengobatan kepada 2.000 orang penderita, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Dengan demikian sejak Pelita III sampai dengan bulan Agustus 1984 telah. diadakan pemeriksaan dahak terhadap 1.255.846 orang tersangka TBC, dan diobati sebanyak 141. 300 orang penderita, baik dengan streptomycin maupun rifampisin. Jumlah penderita yang diobati tersebut belum termasuk penderita yang diobati oleh BP4 (Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru) dan dirumah-rumah sakit. Untuk pemberantasan penyakit
frambosia
juga
te1ah
dilakukan
pemeriksaan
terhadap
sekitar
231.000
orangpendudukdan pengobatan terhadap 4.500 orang penderita, sehingga sejak Pelita III sampai dengan bulan Agustus tahun 1984 telah diperiksa sebanyak 37.268.231 orang penduduk dan diobati sebanyak 534.903 orang..penderita. Untuk pemberantasan penyakit ke1amin, dalam tahun pertama Repe1ita IV sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dilakukan pemeriksaan darah terhadap sekitar 20.500 orang, pemeriksaan gonorhoe terhadap 800 orang, dan pengobatan terhadap 17.500 orang penderita. Secara keseluruhan, sejak Pe1ita III sampai dengan bulan Agustus 1984 te1ah dilakukan pemeriksaan darah terhadap 916.940 orang, pemeriksaan gonorhoe terhadap 271.079 orang, dan pengobatan terhadap 287.893 orang penderita. Se1anjutnya untuk pemberantasan penyakit kusta yang mempunyai angka kesakitan tinggi, antara lain di daerah Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya, dalam tahun 1984 te1ah diperiksa sekitar 25 ribu anak sekolah, dan 24.900 orang kontak (orang yang mempunyai hubungan dengan penderita). Dari hasil pemeriksaan tersebut, te1ah diobati secara teratur sebanyak 15.200 orang penderita, sehingga dengan demikian secara kese1uruhan sejak Pelita III sampai dengan bulan Agustus tahun 1984 te1ah diperiksa sebanyak 20.608.702 anak sekolah dan 2.134.183 orang kontak, serta pengobatan terhadap 467.510 orang penderita. Dalam tahun yang sarna juga te1ah dilakukan pemberantasan terhadap penyakit cacing tambang dan parasit lainnya, melalui pemeriksaan sediaan darah dan sediaan tinja dari 105.153 orang, serta pengobatan terhadap sekitar 5.200 orang penduduk. Dengan demikian sejak tahun 1979/1980
Departemen Keuangan RI
282
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
sampai dengan bulan Agustus tahun 1984 telah dilakukan pemeriksaan sediaan darah dan tinja terhadap 105.153 orang, dan pengobatan terhadap 646.722 orang penduduk, Berkaitan dengan pemberantasan penyakit kholera, te1ah dikembangkan 482 puskesmas menjadi pusat rehidrasi, serta te1ah ditemukan dan diobati sebanyak 246.000 orang penderita diare dan 4.100 orang penderita tersangka kholera. Sehubungan dengan itu, sejak awal Pelita III sampai dengan bulan Agustus tahun 1984 te1ah dikembangkan sebanyak 811 puskesmas menjadi pusat rehidrasi, serta telah diobati penderita diare dan kholera masing-masing sebanyak 4.006.583 orang dan 1.205.192 orang. Dalam program pemberantasan penyakit menular te1ah dikembangkan pula berbagai konsep pengembangan kesehatan, antara lain kegiatan imunisasi dan epidemiologi. Berkaitan dengan kegiatan imunisasi, dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 te1ah dilakukan vaksinasi BCG pertama kepada 299.000 anak, vaksinasi TT (tetanus toxoid) kepada 282.000 ibu hamil dan anak, vaksinasi DPT (deptherina pertusis tetanus) kepada 282.000 anak, vaksinasi DT (depthelina tetanus) kepada 233.000 anak, vaksinasi polio kepada 97.000 anak, serta vaksinasi pencegahan penyakit campak (morbili) kepada 57.000 anak. Dengan demikian sejak Pelita III sampai dengan bulan Agustus tahun 1984 telah diberikan vaksinasi BCG pertama kepada 5.298.918 anak, vaksinasi IT kepada 282.000 ibu hamil dan anak, vaksinasi DPT kepada 6.32L529 anak, vaksinasi DT kepada 2.064.482, anak, vaksinasi polio kepada 1.103.652 anak serta vaksinasi pencegahan penyakit campak kepada sebanyak 470.612 anak. Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyakit menular termasuk penyebaran penyakit dari satu tempat ke tempat lainnya, telah dilakukan peningkatan kesehatan terhadap pelabuhan karantina haji, pengamanan kesehatan dalam perpindahan penduduk serta isolasi penderita penyakit menular. Guna menunjang kegiatan tersebut, maka fasilitas sarana kerja dan keterampilan petugasnya terus ditingkatkan. Dalam waktu yang sarna juga telah diadakan persiapan pengamanan terhadap terjangkitnya penyakit menular di 10 lokasi transmigrasi baru, terutama penyakit malaria. Dengan demikian selama Pelita III dan tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984, kegiatan tersebut secara keseluruhan telah mencakup 203 lokasi transmigrasi baru, di samping telah dilakukan pengamatan kesehatan bagi seluruh jemaah haji. Selain itu dalam tahun 1984 teiah dikembangkan pula isolasi penderita penyakit menular terhadap 11 rumah sakit di beberapa daerah, yang selain ditujukan pada penyakit yang nyatanyata menimbulkan masalah, juga terhadap penyakit menular yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan masalah. Untuk itu dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dilaksanakail pengamatan (surveillance) penyakit menular melalui survai terhadap 500
Departemen Keuangan RI
283
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
kejadian luar biasa (KLB), survai penyakit-penyakit tertentu di 255 rumah sakit, pengambilan 900 sampel, penyebaran data dalam bentuk bulletin epidemologi sebanyak 4.400 eksemplar, serta pelaksanaan survai entomologis serangga penular penyakit pada 200 lokasi. Sejak Pelita III dan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984, secara keseluruhan telah dilaksanakan penyelidikan terhadap 21.520 KLB, survai beberapa penyakit menular di 2.418 rumah sakit, pengambilan 741.495 sampel, dan penyebaran data dalam bentuk bulletin epidemiologi sebanyak 217.214 eksemplar. Untuk menunjang penurunan angka kematian anak balita dan peningkatan kemampuan masyarakat dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, terutama bagi golongan rawan dan masyarakat yang berpenghasilan rendah baik di desa maupun di kota, telah dilaksanakan usaha perbaikan gizi. Kegiatan ini diarahkan untuk melanjutkan dan meningkatkan status gizi masyarakat, serta pencegahan dan penanggulangan masalah gizi khususnya terhadap penderita kurang kalori protein (KKP), kurang vitamin A, anemia gizi besi serta gondok endemik melalui peranserta aktif masyarakat. Pencegahan dan penanggulangan KKP terutama ditujukan pada anak pra-sekolah, wan ita hamil, wanita menyusui serta penduduk di daerah rawan pangan dan bencana alam. Untuk menurunkan jumlah anak yang menderita KKP, baik dalam tingkat ringan maupun sedang, telah dilakukan peningkatan dan perluasan usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK). Sehubungan dengan usaha peningkatan pelayanan kesehatan bagi anak-anak penderita gizi buruk, kaitan antara UPGK dengan puskesmas juga semakin ditingkatkan. Kegiatan UPGK yang dilaksanakan secara terpadu di sektor kesehatan, pertanian, agama dan keluarga berencana, serta swadaya masyarakat tersebut antara lain mencakup penimbangan anak balita, penyuluhan gizi, pemberian paket pertolongan gizi, pemanfaatan tanaman pekarangan dan pemberian makanan tambahan. Dalam tahun pertama Repelita IV selain dilanjutkan pembinaan pada desa UPGK lama, juga te1ah dikembangkan UPGK pada 3.000 desa baru, sehingga sejak tahun 1979/1980 sampai dengan bulan Agustus tahun 1984/1985 kegiatan tersebut te1ah mencakup sebanyak 43.085 desa. Penanggulangan dan pencegahan kekurangan vitamin A pada aDak balita dalam tahun 1984/1985 sampai dengan Agustus 1984, telah dilaksanakan khusus untuk 15 propinsi rawan vitamin A yang desa-desanya belum terjangkau oleh UPGK melalui pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi terhadap 1.550 orang anak balita. Dengan demikian sejak Pelita III sampai dengan bulan Agustus tahun 1984 melalui kegiatan tersebut telah dicapai sebanyak 15.017.061 orang anak balita. Se1anjutnya guna menanggulangi dan mencegah gondok endemik, dalam waktu yang sarna telah dilakukan penyuntikan larutan radium dalam minyak terhadap daerah endemik berat meliputi 1.663.000 orang, sehingga dengan demikian
Departemen Keuangan RI
284
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
sejak Pelita III hingga bulan Agustus 1984 te1ah dilakukan penyuntikan terhadap 6.279.815 orang penduduk yang tinggal di daerah-daerah pegunungan. Sedangkan untuk menanggulangi dan mencegah anemia gizi besi telah dilakukan pemberian pil zat besi, penyuluhan gizi dan pemanfaatan tanaman pekarangan, yang pelaksanaannya diintegrasikan ke dalam UPGK, sehingga me1alui paket tersebut se1ama Pelita III telah dicukupi kebutuhan zat besi terhadap 1.790.650 orang ibu hamil Adapun sistem kewaspadaan pangan dan gizi yang se1ama Pelita III baru dilaksanakan di beberapa daerah pemanduan di 5 propinsi, dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah diperluas ke 2 propinsi baru yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur. Salah satu syarat penting untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal dalam masyarakat adalah tersedianya air bersih yang cukup dan memenuhi syarat kesehatan, terutama bagi penduduk yang berpenghasilan rendah baik di daerah pedesaan maupun di daerah perkotaan. Untuk itu se1ain disediakan sarana dan teknologi sederhana, terus dilakukan pula penyuluhan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memelihara sarana air bersih, serta pengawasan kualitas air minum dan pencemaran lingkungan. Adapun penentuan lokasi sarana air tersebut diprioritaskan pada daerah-daerah yang sulit memperoleh air bersih dan daerah yang tinggi angka kesakitan terhadap penyakit kholera dan penyakit perut lainnya. Sehubungan dengan itu, dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 te1ah dibangun berbagai jenis sarana air minum meliputi 3 buah penampungan mata air dengan perpipaan (PP), 7 buah sumur artesis (SA), 16 buah sumur gali (SGL), 1.277 buah sumur pompa tangan dangkal (SPT DK) dan 431 buah sumur pompa tangan dalam (SPT DL). Selanjutnya dalam waktu yang sama telah dibangun pula saringan pasir sederhana sebanyak 3 buah, sarana pengolahan Fe dan Mn sebanyak 7 buah dan kran umum sebanyak 40 buah. Selain telah dibangun berbagai sarana fisik tersebut, dilakukan pula pelaksanaan survai di 146 lokasi. Dengan demikian sejak Pelita III sarnpai dengan bulan Agustus tahun 1984 telah dibangun sebanyak 628 buah PP, 250 buah SA, 13.741 buah SGL, 244.411 buah SPT DK dan 27.160 buah SPT DL. Sejalan dengan itu, telah dibangun pula saringan posir sederhana, sarana pengolahan Fe dan Mn serta kran umum, masing-masing sebanyak 3 buah, 26 buah dan 40 buah, dan juga dilakukan survai di 800 lokasi. Untuk menciptakan lingkungan pemukiman yang sehat terutama bagi masyarakat kota dan masyarakat desa yang berpenghasilan rendah, dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dilakukan pemeriksaan umum di 129lokasi, pembangunan multiple latrine sebanyak 10 buah, peningkatan sanitasi perumahan dan lingkungan di 93 lokasi, pengamatan
Departemen Keuangan RI
285
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida di 1.660 lokasi, serta grading tempat pembuatan dan penyimpanan makanan (TP2M) sebanyak 1.180 buah. Dengan demikian sejak Pelita III sarnpai dengan bulan Agustus 1984 telah dilakukan pemeriksaan umum, peningkatan sanitasi perumahan dan lingkungan, serta pengarnatan pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida, masing-masing di 77.271lokasi, 413 lokasi dan 1.660 lokasi, di samping juga pembangunan multiple latrine dan grading TP2M, masing-masing sebanyak 428 buah dan 5.977 buah.
8.4.3. Pengadaan dan pengawasan obat, makanan dan minuman Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam tahun terakhir Pelita III di bidang pengadaan dan pengawasan obat, makanan serta minuman pada dasarnya merupakan kelanjutan dan peningkatan dari kegiatan yang dilakukan dalam tahun sebelumnya. Upaya ini meliputi pengawasan dalam produksi, distribusi dan penggunaan obat, termasuk obat tradisional, makanan dan minuman, kosmetika dan alat-alat kesehatan, serta pengawasan terhadap penyalahgunaan narkotika dan bahan obat.berbahaya lainnya. Untuk menunjang kegiatan tersebut telah ditetapkan daftar obat esensial (DOE) yang dipakai oleh semua unit kerja kesehatan dalam pengadaan obat di sektor Pemerintah. Obat yang dihasilkan di sektor Pemerintah besamya sekitar 5 persen dari seluruh obat yang beredar, sedangkan sisanya merupakan produksi sektor swasta. Selanjutnya untuk memperlancar distribusi obat, dilakukan penataan kembali pola distribusi obat, baik terhadap sektor Pemerintah maupun sektor swasta. Sejalan dengan peningkatan produksi obat, selama Pelita III telah dibangun sebanyak 134 buah gudang farmasi di seluruh kabupaten dan kotamadya, di sarnping juga telah tersedia sebanyak 283 buah pabrik farmasi. Adapun jumlah pedagang besar farmasi dan jumlah apotik masingmasing telah mencapai 912 buah dan 1.717 buah. Dalam rangka pembinaan di bidang produksi dan distribusi obat, dilakukan pengambilan 76.305 sample obat untuk seluruh propinsi dan 47.430 sample obat untuk tingkat pusat. Untuk melestarikan dan mengembangkan obat-obatan tradisional, dilakukan pengawasan melalui pendaftaran, pemberian informasi dan penyuluhan, serta evaluasi terhadap kegunaannya. Berkaitan dengan itu selama Pelita III telah terdaftar sebanyak 2.3 88 buah produk obat tradisional dari 370 buah perusahaan. Selain itu telah pula diterbitkan buku-buku dan pedoman penyuluhan yang bersifat teknis terutama mengenai jamu gendong, pemanfaatan tanaman obat tradisional dan obat keluarga serta pertemuan-pertemuan ilmiah dalam bentuk seminar dan lain-lain. Selanjutnya untuk mendapatkan keposrian mengenai keamanan, khasiat, nilai gizi, Departemen Keuangan RI
286
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
kegunaan, standar mutu dan persyaratan lain yang telah ditetapkan, kegiatan pendaftaran obat, makanan, alat kesehatan dan sebagainya semakin ditingkatkan. Berkaitan dengan itu selama Pelita III telah terdaftar produksi obat dalam dan luar negeri masing-masing sebanyak 4.516 macam dan 48 macam, serta produksi makanan dalam dan luar negeri sebanyak 8.467 macam dan 1.054 macam. Selain itu telah dilakukan pula pendaftaran terhadap produk kosmetika dalam dan luar negeri sebanyak 3.195 macam dan 3.146 macam, serta alat-alat kesehatan produksi dalam dan luar negeri masing-masing sebanyak 1.425 macam dan 2.256 macam. Dalam hal narkotika dan obat-obatan berbahaya lainnya, pengawasannya dilakukan melalui pengaturan izin impor bagi apotik atau badan usaha yang akan mengimpor dan mengedarkannya, di samping melalui wajib daftar dan pemeriksaan laboratorium terhadap sampel narkotika dan obat-obatan berbahaya lainnya yang telah beredar. Sementara itu untuk mendukung kegiatan pengujian obat dan makanan, sampai dengan akhir Pelita III telah dilakukan perluasan dan pembangunan gedung laboratorium pengujian obat dan makanan di 26 propinsi, yang terdiri dari laboratorium tipe B di 8 propinsi dan laboratorium tipe C di 18 propinsi. Sedangkan untuk menjamin keselamatan pemakaian obat, makanan dan lainnya, selama Pelita III antara lain telah diterbitkan dan diundangkan peraturan tentang bahan berbahaya, penandaan obat, kriteria obat jadi, serta kadaluwarsa makanan yang berasal dari susu dan makanan-makanan bayi.
8.4.4. Keluarga berencana Faktor penduduk merupakan salah satu modal dasar dan sekaligus sebagai faktor dominan dalam pembangunan nasional. Namun demikian, agar pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat dapat terlaksana dengan cepat, maka perlu adanya pengaturan pertumbuhan jumlah penduduk. Untuk itu sejak Pelita I sampai dengan Pelita III telah dilaksanakan program keluarga berencana (KB) nasional, yang ditempuh atas dasar sukarela. Sejalan dengan perkembangan waktu dan pertimbangan hasil-hasil yang telah dicapai selama ini, tujuan secara kuantitatif demografis semakin dipercepat. Penurunan fertilitas sebesar 50 persen dari keadaan tahun 1971, yang semula direncanakan dapat dicapai dalam tahun 2000, dipercepat untuk dapat dicapai dalam jangka waktu 10 tahun lebih awal yaitu dalam tahun 1990. Oleh karena itu dalam memasuki tahun kedua Repelita IV ini, usaha percepatan program KB nasional ditempuh melalui pendekatan kemasyarakatan baik melalui jalur formal maupun informal, dan mengarah kepada pengalihan tanggung jawab pengelolaan dari Pemerintah kepada masyarakat. Selain itu guna melaksanakan norma keluarga kecil yang bahagia dan Departemen Keuangan RI
287
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
sejahtera (NKKBS), juga telah diusahakan percepatan peningkatan kesejahteraan peserta KB yang dilakukan melalui program lintas sektoral dan pembangunan daerah. Program KB yang sebelumnya baru meliputi 16 propinsi, pada saat ini telah mampu menjangkau seluruh pelosok tanah air Indonesia. Pelaksanaan program KB atas dasar hasil sensus penduduk Indonesia tahun 1980, penggarapannya dilakukan menurut pembagian wilayah yang didasarkan pada klasifikasi propinsi sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah. Atas dasar penggarapan tersebut, propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur yang jumlah penduduknya banyak, dijadikan sebagai propinsi penyangga utama. Kemudian propinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur yang pasangan usia suburnya besar, dikategorikan sebagai propinsi penyangga. Propinsi Aceh, Riau dan Kalimantan Barat yang mempunyai dampak politis psikologis dinyatakan sebagai propinsi khusus. Propinsi Kalimantan Timur, Bengkulu, Sulawesi Tengah, Jambi, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Maluku, Irian J aya dan Timor Timur ditetapkan sebagai propinsi penerima transmigran. Sedangkan propinsi DI Yogyakarta, Bali dan Sulawesi Utara ditetapkan sebagai pengembang program kependudukan. Dengan caracara penggarapan yang taktis menurut spesifikasi propinsi tersebut, maka setiap propinsi meneruskan cara-cara tersebut kepada daerah-daerah tingkat kabupaten/kotamadya yang strategis potensial, dan dari kebupaten/kotamadya selanjutnya diteruskan pula ke tingkat kecamatan yang potensial tanpa meninggalkan kecamatan lainnya. Penggunaan alat kontrasepsi diarahkan pada alat kontrasepsi yang selain lebih murah juga mempunyai clara lindung yang efektif, seperti spiral atau IUD. Untuk itu telah dilakukan berbagai kegiatan program KB, antara lain Safari Spiral, Safari Catur Warga dan terakhir dikenal pula Safari KB Senyum (sungguh enak dan nyaman untuk masyarakat) Terpadu. Pelaksanaan program KB ini apabila dilihat dari dimensi perluasan jangkauan kuantitatifnya yaitu jumlah peserta KB baru, telah memberikan hasil yang cukup menggembirakan. Dalam tahun terakhir Pelita III telah diperoleh peserta KB baru sebanyak 5,2 juta, sehingga jumlah seluruhnya dari awal Pelita III sampai dengan bulan Juli 1984 telah mencapai sebanyak 18,4 juta peserta KB baru. Jika dalam tahun-tahun sebelumnya lebih dari 50 persen peserta KB baru menggunakan kontrasepsi pil, pada akhir Pelita III dan awal Pelita IV telah menurun sampai di bawah 50 persen. Di lain pihak, jumlah peserta KB baru yang menggunakan kontrasepsi IUD memperlihatkan kecenderungan meningkat yaitu dari sekitar 16 persen dalam tahun 1980/1981 menjadi sekitar 27 persen pada akhir Pelita III dan awal Pelita IV. Demikian pula halnya dengan peserta KB baru yang menggunakan metode suntikan telah meningkat dari sekitar 3
Departemen Keuangan RI
288
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
persen pada awal Pelita III menjadi sekitar 28 persen pada awal Pelita IV. Di samping terjadi peningkatan dalam jumlah peserta KB baru, dari segi kualitas pun menunjukkan kenaikan, yaitu sebagian besar peserta KB baru tersebut berumur di bawah 30 tahun dan berasal dari keluarga petani. Hal ini berarti bahwa penggarapan program KB telah dapat diarahkan kepada sasaran yang mempunyai potensi melahirkan yang tinggi, dan merupakan mayoritas daripada masyarakat yang berasal dari kalangan berpenghasilan rendah. Perkembangan jumlah peserta dan metode kontrasepsi yang digunakan dapat diikuti pada Tabel VIII.6. Tabel VIII. 6 JUMLAH AKSEPTOR BARU Y Al'TG DICAPAI MENURUT METODE KONTRASEPSI, 1969/1970 - 1984/1985 ( ribu orang) Tahun 1969/1970 1970/1971 1971/1972 1972/1973 1973/1974 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 1983/1984 1984/1985 1)
Pil
IUD
Lain -lain
Jumlah
14,6 79,8 281,8 607 857,7 1.087,80 1.330,30 1.481,70 1.593,90 1.524,50 1.550,90 2.120,80 1.908,60 2.055,20 2.316,20 382,6
29 76,4 212,7 380,3 293,2 187,2 252 400,2 366,5 405,7 398,2 496,8 596,8 892,4 1.424,50 265,9
9,5 24,9 24,9 91,6 218,2 317,9 384,3 330,9 286;1 285,7 280,5 433,5 461,4 937,6 1.505,40 335
53,1 181,1 519,4 1.078,90 1.369,10 1.592,90 1.966,60 2.212,80 2.246,50 2.215,90 2.229,70 3.051,10 2.966,80 3.885,20 5.246,10 983,5
1) Angka sementara sampai dengan bulan Juli 1984
Keberhasilan pelaksanaan program KB nasior.al ini selain didukung oleh kegiatan para petugas KB dan kesadaran masyarakat, ditunjang pula oleh penyediaan sarana pelayanan yang memadai, baik berupa klinik KB maupun tenaga medis dan administrasinya. Sejalan dengan meningkatnya kegiatan KB, jumlah klinik KB selama ini juga terus bertambah, sehingga sampai dengan bulan Juli 1984 telah mencapai 7.220 buah klinik yang tersebar sampai ke kecamatan-kecamatan dan desa-desa. Menurut statusnya, klinik tersebut terdiri dari 5.911 buah klinik milik Departemen Kesehatan, 480 buah klinik milik ABRI, 246 buah klinik milik instansi lainnya dan 583 buah klinik milik swasta. Selain melalui klinik KB, untuk menjangkau pelayanan KB yang lebih luas kepada masyarakat dikembangkan juga kegiatan pelayanan KB melalui till KB keliling. Di daerah perkotaan, pelayanan KB kepada masyarakat didukung oleh meningkatnya partisiposi para dokter dan bidan praktek swasta, selain juga dari dukungan pelayanan dan penanggulangan efek sampingan yang dilakukan di klinik dan di rumah sakit
Departemen Keuangan RI
289
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
yang menjadi pusat rujukan. Sedangkan untuk daerah pedesaan, pelayanan kegiatan KB ini dilakukan melalui pembantu pembina keluarga berencana desa (PPKBD) dan sub-PPKBD. Sedangkan jumlah tenaga medis yang mendukung pelayanan KB sampai dengan bulan Juni 1984 telah mencapai sebanyak 16.435 orang, yang terdiri dari 4.653 orang dokter, 6.584 orang bidan dan 5.198 orang pembantu bidan. Adapun jumlah tenaga administrasi klinik dan petugas lapangan masing-masing adalah sebanyak 4.722 orang dan 12.041 orang. Perkembangan KB dan tenaga pendukungnya dapat diikuti pada Tabel VIII.7. Tab el VIII. 7 JUMLAH KLINIK, PERSONALIA DAN PETUGAS LAPANGAN KELUARGA BERENCANA, 1969/1970 - 1984/1985 ( dalam jumlah orang, kecuali untuk klinik KB dalam satuan ) Tahun
Jumlah klinik
Dokter
Bidan
Pembantu bidan
Tenaga administtasi klinik
Petugas lapangao
727 1.465 1.861 2.137 2.235 3.018 3.343 3.620 3.791 4.134 5.118 5.609 6.129 6.586 7.064 7.220
421 556 791 883 1.186 1.956 2.316 2.569 2.750 2.882 3.594 3.808 3.975 4.303 4.601 4.653
855 1.678 1.758 1. 776 2.241 3.421 3.919 4.213 4.436 4.568 5.476 5.707 5.974 6.239 6.544 6.584
75 580 605 1.143 1.959 2.657 3.098 3.349 3.532 3.715 4.319 4525 4.661 4.920 3) 5.141 5.198
- 1) 322 1.275 1.646 1.970 2.609 2.995 3.232 3.392 3.504 3.927 4.096 4.242 4.478 4.667 4.722
- 2) - 2) 1.930 3.774 q.9Q.9 6.639 6.578 6.445 6.682 6.999 7.000 7.000 9.964 11.425 12.041 12.041
1969/1970 1970/1971 1971/1972 1972/1973 1973/1974 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 1983/1984 1984/19854)
1) Pekerjaan administrasi dirangkap pembantu bidan 2) Belum ada tenaga PLKB (Petugas Lapangan KB ) 3) Angka diperbaiki 4) Angka sementara sid bulanJuli 1984
Sejalan dengan perluasan jangkauan program KB, pembinaannya pun menunjukkan kemajuan. Hal ini dapat diukur melalui indikator kuantitatif, baik terhadap peserta KB aktif maupun peserta KB yang diaktifkan kembali setelah beristirahat menggunakan kontrasepsinya. Sampai dengan bulan Juli 1984, jumlah peserta KB yang telah dibina mencapai 14,1 juta peserta KB aktif atau sebesar 57,1 persen dari seluruh posangan usia subur, dan yang tetap setia menggunakan kontrasepsi secara berlanjut. Adapun menurut metode kontrasepsi yang dipakai, 54,8 persen dari peserta KB aktif tersebut memakai kontrasepsi pil, 28,3 persen memakai IUD, 9,3 persen memakai suntikan dan sisanya memakai alat kontrasepsi lainnya. Peningkatan jumlah peserta KB aktif telah diikuti pula dengan peningkatan usaha pembinaan melalui program integrasi gizi, yang dilakukan sampai ke desa-desa di seluruh wilayah Indonesia.
Departemen Keuangan RI
290
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Selain itu, dengan mengikuti program KB, maka peranan dan status wan ita akan lebih potensial baik sosial maupun ekonomis. Maka dari itu dikembangkan suatu usaha bersama dalam program peningkatan pendapatan yang dilakukan melalui kelompok-kelompok peserta KB. Apabila dilihat dari dimensi pelembagaan/pembudayaan, keberhasilan program KB ditandai dengan makin berkembangnya partisiposi, baik dari masyarakat maupun instansi Pemerintah yang semula belum turut menjadi pelaksana, dan pengelola program KB. Selain itu keterlibatan perusahaan-perusahaan untuk memberikan dukungan yang positif terhadap pelaksanaan program KB bagi buruh dan karyawannya juga semakin meningkat. Proses pelembagaan di dalam masyarakat ditandai dengan terus meningkatnya lembaga-Iembaga masyarakat seperti PPKBD, Sub PPKBD atau paguyuban-paguyuban akseptor. Sampai dengan bulan Agustus 1984, jumlah PPKBD dan paguyuban telah mencapai 184.191 buah. Melalui lembaga masyarakat ini selain dilakukan kegiatan pemberian kontrasepsi, telah pula dilaksanakan kegiatan-kegiatan lain yang berada dalam naungan program-program kependudukan yang sifatnya mendukung program kependudukan dan keluarga berencana (KKB). Kegiatan-kegiatan ini antara lain mencakup peningkatan gizi keluarga, yang salah satu kegiatannya adalah berupa penimbangan terhadap anak berumur di bawah lima tahun (balita), dan penyuluhan makanan sehat. Program gizi yang dilakukan melalui jalur program KKB ini dalam tahun 1984 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah mencakup 27.022 desa yang tersebar di seluruh wilayah tanah air dan telah memiliki 63.731 buah pos penimbangan balita. Di samping itu telah dilakukan pula program peningkatan pendapatan keluarga yang pada saat ini telah dilaksanakan di 8.138 kelompok akseptor KB, serta pemberian bib it kelapa hybrida kepada 500 ribu peserta KB lestari. Sementara itu dalam rangka program peningkatan usia perkawinan dan program pendidikan kependudukan, telah dilakukan pendekatan kepada para pemuda, pelajar dan mahasiswa. Sedangkan untuk lebih memberikan dukungan psikologis bagi peserta KB, telah dilakukan pemberian piagam penghargaan bagi peserta KB lestari 5 tahun, 10 tahun dan 16 tahun serta kepada lembaga masyarakat pengelola program KB di tingkat pedesaan.
8.5.
Kesejahteraan sosial Pembangunan di bidang kesejahteraan sosial merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari pembangunan nasional, dan pelaksanaannya dilakukan searah, saling menunjang dan saling mengisi dengan bidang-bidang pembangunan lainnya. Setiap tahap pembangunan di bidang kesejahteraan sosial diarahkan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan sosial masyarakat' Departemen Keuangan RI
291
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
secara adil dan merata, terutama bagi para penyandang permasalahan sosial. Sejak tahun pertama Repelita IV, pembangunan di bidang kesejahteraan sosial di samping diarahkan pada kelanjutan perbaikan dan perluasan segala kegiatan yang berfungsi pelayanan, juga lebih diutamakan pada kegiatan yang berfungsi pencegahan dan pengembangan. Sehubungan dengan itu, partisipasi sosial masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan sosial semakin dikembangkan.
8.5.1. Pembinaan kesejahteraan sosial Pelaksanaan pembangunan bidang kesejahteraan sosial dilakukan melalui berbagai program pembinaan, salah satu daripadanya adalah pembinaan generasi muda yang kegiatannya meliputi pembinaan Karang Taruna. Melalui wadah ini telah dilakukan pembinaan terhadap remaja, yang tujuannya untuk memberikan bimbingan agar dapat menyadari peranan dan tanggung jawabnya dalam menyongsong hari depan. Selain itu para remaja juga dibimbing dalam berbagai kegiatan yang meliputi keterampilan ekonomis produktif, penyuluhan dan bimbingan sosial. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai penanaman rasa tanggung jawab sosial yang dapat menumbuhkan dan mengembangkan rasa kebersamaan masyarakat dalam kesetiakawanan sosial, yang pada gilirannya akan mampu mengatasi atau menanggulangi berbagai permasalahan sosial di kalangan pemuda dan masyarakat. Melalui wadah Karang Taruna dimaksudkan pula untuk terwujudnya penghayatan dan pengamalan Pancasiladi kalangan remaja, agar dapat mencegah dan membatasi timbulnya masalah kenakalan atau kelainan tingkah laku remaja. Untuk menunjang kegiatan-kegiatan terse but, telah dilakukan pembinaan dalam bidang kepemimpinan sosial, pembinaan jasmani dan rohani serta kegiatan yang bersifat rekreatif. Dalam hubungan ini, sampai dengan bulan Oktober 1984 telah berhasil dibina sebanyak 13.450 karang taruna dan 14.800 remaja. Program lainnya adalah pembinaan kesejahteraan sosial, yang bertujuan memberikan bimbingan kepada para keluarga yang kondisi sosial dan ekonominya berada di batas rawan, yang bertempat tinggal di daerah minus, serta yang tinggal di daerah perkotaan yang padat dan miskin. Kegiatan ini meliputi bimbingan dan penyuluhan sosial, latihan usaha swadaya sosial masyarakat, pemberian bantuan stimulan berupa modal dan bahan usaha produktif, serta pengadaan pusat-pusat latihan kerja sebagai tempat kegiatan kerja produktif. Dengan bantuan ini diharapkan dapat tumbuh dan berkembang kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial, sehingga pada gilirannya mereka akan mampu berusaha secara swaclara, swakarsa dan swasembada dalam memenuhi kebutuhan dasar hidupnya semaksimal mungkin. Sejak awal Departemen Keuangan RI
292
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Pelita III sampai dengan akhir 1983/1984, melalui stimulan sarana produksi telah berhasil dibina dan ditingkatkan taraf hidup para keluarga yang berpenghasilan rendah sebanyak 242.709 keluarga bina swadaya. Di samping itu dalam waktu yang sama te1ah diberikan pula 7.908 unit stimulan dana kesejahteraan sosial yang te1ah melibatkan 79.080 kepala keluarga (KK). Se1ain bimbingan dan pengembangan kesejahteraan masyarakat, dalam waktu yang sarna juga te1ah diadakan pembinaan swadaya masyarakat di bidang perumahan dan lingkungan. Kegiatan ini antara lain meliputi penye1enggaraan latihan bagi ke1uarga miskin di bidang pembangunan perumahan secara gotong royong dengan semaksimal mungkin menggunakan potensi manusia dan alam yang ada. Selain itu juga berupa penanaman pengetahuan dan keterampilan dalam memelihara, pengembangan peranserta fungsi lingkungan bagi kesejahteraan sosial masyarakat, penggalakan penghijauan, pengaturan saluran air, pe1estarian sumber-sumber alam lainnya, serta pemberian stimulan bahan bangunan bukan lokal dan peralatan kerja. Sampai dengan akhir tahun 1983/1984, telah dapat dibina me1alui stimulan bahan bukan lokal sebanyak 24.399 KK, me1alui stimulan perbaikan lingkungan sebanyak 716 unit yang me1ibatkan 7.160 KK, serta melalui stimulan peralatan bangunan lokal sebanyak 697 unit yang me1ibatkan 6.970 KK. Dalam tahun 1984/1985 sarnpai dengan bulan Oktober 1984, telah berhasil dilakukan pembinaan me1alui potensi kesejahteraan sosial terhadap sebanyak 28.114 orang. Sedangkan dalam rangka pembinaan swadaya masyarakat di bidang perumahan dan lingkungan, melalui stimulan bahan bukan lokal sebanyak 18 unit telah berhasil dibina 6.384 perumahan warga binaan yang meliputi 17 desa. Usaha peningkatan peranan dan fungsi wanita ditujukan untuk mengembangkan kesejahteraan sosial wanita, khususnya dalam pemantapan kemampuan dan keterarnpilan, agar dapat berperan serta dalam proses pembangunan tanpa mengurangi peranannya dalam pembinaan keluarga sejahtera. Usaha-usaha tersebut terutarna diarahkan pada wanita yang kondisi kehidupannya tergolong miskin, khususnya yang bertempat tinggal di daerah pedesaan. Sarnpai dengan tahun 1983/1984 telah berhasil dibina 35.935 Dalam bina swadaya, dan 5.160 wanita dalam kepemimpinan. Dalam tahun 1984/1985 sarnpai dengan bulan Oktober 1984, telah berhasil dibina sebanyak 1.567 wanita dalam bina swadaya. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam pembinaan kesejahteraan masyarakat berasing ditujukan pada peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat yang hidup terpencil, terbelakang dan berpindah-pindah. Kegiatan tersebut berupa pembinaan dan bimbingan agar mereka memiliki kern au an dan kemarnpuan untuk mengembangkan kondisi sosial dan budayanya ke Departemen Keuangan RI
293
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
arah kehidupan sosial yang selaras dengan masyarakat Indonesia pada umumnya. Selain itu diberikan pula bimbingan mental, sosial dan berbagai keterampilan dalam bidang-bidang usaha kesejahteraan sosial. Sarana lain untuk membina masyarakat berasing adalah melalui pemukiman di suatu lokasi yang terletak pada jalur komunikasi dan ekonomi, yang dilengkapi dengan sarana umum seperti tempat ibadah, balai sosial dan sekolah sederhana. Sejalan dengan itu, kepada setiap keluarga diberikan bantuan rumah sederhana, dan tanah seluas 2 hektar sehingga diharapkan taraf hidup mereka akan dapat lebih ditingkatkan. Sampai dengan akhir bulan Oktober 1984 melalui kegiatan ini telah dapat dibina sebanyak 13.449 KK. Dalarn rangka mcngembangkan, menyebarluaskan dan melembagakan partisiposi sosial masyarakat dalam pembangunan di bidang kesejahteraan sosial, telah dilakukan peningkatan mutu dan kemarnpuan operasional organisasi sosial, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Untuk itu kepada para pengurus dan anggota organ isasi sosial diberikan latihan keterampilan dalam bidang manajemen dan prinsip-prinsip tehnik pendekatan sosial menurut bidang sasaran organisasi sosial. Sampai dengan akhir tahun 1983/1984, melalui kegiatan ini telah dapat dibina sebanyak 14.115 orang. Dalam tahun 1984/1985 sarnpai dengan bulan Oktober 1984, telah dapat dibina sebanyak 164 organisasi sosial. Sedangkan untuk menunjang kelancaran kegiatan di bidang kesejahteraan sosial, telah dibentuk tenaga kesejahteraan sosial sukarela (TKSS), yang terdiri atas para tokoh masyarakat dari berbagai profesi. Kegiatan ini dilakukan melalui pendekatan dan bimbingan sosial, serta latihan keterampilan dalam penanganan dan penanggulangan permasalahan sosial dalam masyarakat, yang sampai dengan akhir tahun 1983/1984 telah mencapai 5.490 orang. Sedangkan dalam rangka memantapkan keserasian dan kesetiakawanan masyarakat dalam mengatasi berbagai masalah, dalam waktu yang sarna telah dibina pula sebanyak 8.350 orang kader keserasian sosial. Kemudian untuk tercapainya hasil-hasil pembangunan kesejahteraan sosial secara luas dan merata, melalui latihan dan praktek lapangan di bidang kesejahteraan sosial te1ah dibina pekerja sosial masyarakat (PSM). Tenaga yang dipilih dari anggota masyarakat setempat, ditugaskan sebagai penggerak dan pelaksana dari peningkatan kesejahteraan sosial di lingkungan tempat tinggalnya, yang sekaligus sebagai pendorong kegiatan yang semakin meluas secara swadaya di kalangan masyarakat. Melalui kegiatan ini sarnpai dengan bulan Oktober 1984, telah berhasil dibina 70.088 orang PSM yang tersebar di seluruh propinsi. Dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Oktober 1984, telah diadakan penyuluhan sosial terhadap 5.347 orang. Sementara itu telah dilakukan pula pembinaan terhadap keluarga dan remaja yang mengalami permasalahan sosial psikologis, sehingga
Departemen Keuangan RI
294
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
melalui kegiatan ini sampai dengan akhir tahun 1983/1984 telah dibina sebanyak 8.833 KK dan 14.822 remaja putus sekolah.
8.5.2. Bantuan dan penyantunan sosial Dalam rangka memelihara dan meningkatkan kesejahteraan sosial bagi para penyandang masalah kesejahteraan sosial, telah dilakukan berbagai kegiatan yang bertujuan agar mereka mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri, tidak menggantungkan pada bantuan orang lain dan dapat ikut serta dalam proses pembangunan. Terhadap anak terlantar, yang meliputi anak-anak yatim piatu terlantar, anak-anak putus sekolah dan anak-anak dari keluarga miskin yang terhambat perkembangan sosialnya, telah diberikan bantuan dan penyantunan, baik melalui sistem paoli maupun sistem luar panti. Selama Pelita III, melalui sistem rami telah dapat dibina sebanyak 15.222 anak, sedangkan melalui sistem luar panti sebanyak 221.220 anak. Dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Oktober 1984, telah diberikan bantuan penyantunan dan pengentasan sosial terhadap 4.873 anak. Selain kepada anak terlantar, telah dilakukan pula pemberian bantuan dan penyantunan kepada para penyandang cacat, baik melalui sistem panti maupun sistem luar panti. Sampai dengan Pelita III, melalui sistem panti dan luar panti telah berhasil dibina masing-masing sebanyak 29.010 orang dan 105.900 orang, sedangkan melalui Loka Bina Karya (LBK) telah dibina sebanyak 300 orang. Dalam tahun. 1984/1985 sampai dengan bulan Oktober 1984, telah diberikan bantuan penyantunan dan pengentasan so sial terhadap 2.597 orang cacat. Untuk memulihkan kembali rasa harga diri, serta membangkitkan minat dan kecintaan bekerja bagi para gelandangan dan pengemis, kepada mereka telah diberikan bimbingan sosial, mental dan agama. Selain itu kepada mereka diberikan pula keterampilan yang bersifat ekonomis produktif, sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing. Setelah mendapatkan bimbingan dan keterampilan tersebut, para gelandangan dan pengemis itu disalurkan melalui kegiatan transmigrasi sosial, pemukiman lokal, pola swakarya dan pola pondok so sial. Sampai dengan akhir 1983/1984, melalui kegiatan ini telah dapat dibina sebanyak 13.745 KK, yaitu melalui swakarya sebanyak 4.835 KK, melalui transmigrasi sosial sebanyak 5.765 KK, melalui pemukiman lokal sebanyak 2.545 KK serta melalui pondok sosial sebanyak 600 KK. Sedangkan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Oktober 1984, telah diberikan bantuan penyantunan dan pengentasan kepada 561 orang dan 41 KK fakir miskin.
Departemen Keuangan RI
295
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Selanjutnya untuk menanggulangi kehidupan yang sesat dari kelompok wanita tunasusila (WTS), telah dilakukan usaha rehabilitasi, baik melalui sistem panti maupun sistem luar paoli. Dalam kegiatan ini kepada WTS tersebut diberikan pendidikan budi pekerti dan berbagai keterampilan agar dalam kehidupan bermasyarakat kelak mereka dapat berdiri sendiri dengan menjunjung harga dirinya. Sampai dengan akhir tahun 1983/1984, telah berhasil dibina sebanyak 6.610 orang, dengan perincian melalui sistem panti sebanyak 3.600 orang dan melalui sistem luar panti sebanyak 3.010 orang. Selain usaha rehabilitasi para WTS, telah dilakukan pula rehabilitasi bagi para bekas tahanan. Dalam hal ini kegiatan yang dilakukan melalui LBK bertujuan agar setelah mereka dianggap mampu untuk terjun ke dalam masyarakat, selanjutnya dapat disalurkan ke pasaran kerja sesuai dengan bakat dan jenis keterampilannya. Sampai dengan akhir tahun 1983/1984, melalui kegiatan ini telah berhasil dibina sebanyak 1.757 bekas narapidana. Dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Oktober 1984, telah diberikan penyantunan dan pengentasan kepada 1.177 orang tuna sosial. Selanjutnya telah dilakukan pula usaha rehabilitasi bagi para remaja yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, yang pelaksanaannya dilakukan melalui sistem panti dan luar panti. Untuk itu telah dibangun panti rehabilitasi sosial korban narkotika di Jakarla, Surabaya dan Medan, sedangkan untuk rehabilitasi anak nakal telah dibangun panti rehabilitasi di Jakarta, Palembang dan Semarang. Melalui panti-panti tersebut, sampai dengan Oktober tahun 1984 telah berhasil dibina sebanyak 4.411 anak korban narkotika dan anak nakal. Dalam hal pemberian bantuan dan penyantunan bagi para lanjut usia/jompo yang terlantar atau kurang terurus, telah dilaksanakan pembangunan panti baik di tingkat propinsi maupun di tingkat kabupaten. Melalui panti tersebut diberikan pembinaan dan pengembangan yang bersifat spiritual, kemasyarakatan dan rekreasi, serta kegiatan yang produktif bagi yang masih potensial. Sampai dengan akhir Pelita III, guna melayani sebanyak 430 orang lanjut usia, telah dibangun 43 buah wisma, yang terdiri dari 11 wisma tingkat propinsi, dan 32 wisma tingkat kabupaten. Selain itu telah dilakukan pula pembinaan terhadap para lanjut usia/jompo melalui sistem luar panti dan Sasana Tresna Wredha, masing-masing sebanyak 242.350 orang dan 2.720 orang. Sedangkan dalam tahun 1984/1985 sarnpai dengan bulan Oktober 1984, telah diberikan penyantunan dan pembinaan terhadap 4.765 orang lanjut usia. Untuk menimbulkan kesadaran masyarakat, khususnya generasi muda, terhadap arti dan nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan para pahlawan dan perintis kemerdekaan, telah dilakukan penyebarluasan gambar-garnbar dan buku-buku sejarah serta penulisan autobiografi para pahlawan dan perintis kemerdekaan. Di samping itu untuk maksud yang sama telah
Departemen Keuangan RI
296
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
dilakukan pemeliharaan dan pemugaran makarn perintis kemerdekaan, makam pahlawan dan taman makam pahlawan (TMP), serta pembangunan monumen kepahlawanan. Selama Pelita III telah dibangun dan dipugar sebanyak 157 buah TMP dan 9 buah makam pahlawan nasional serta penulisan buku perjuangan sebanyak 10.000 eksemplar. Selain itu juga telah diberikan bantuan dan penyantunan perintis/pejuang kemerdekaan, antara lain berupa bantuan usaha produktif kepada 1.165 orang, bantuan perbaikan rumah kepada 165 orang, dan bantuan pemugaran makam sebanyak 280 buah. Sampai kini jumlah perintis/pejuang kemerdekaan yang masih hidup dan yang jandanya telah mendapat pengakuan, masing-masing adalah sebanyak 2.525 orang dan 4.292 orang. Usaha yang berkaitan dengan pemberian bantuan dan penyantunan kepada para korban bencana alam pada dasarnya bersifat darurat, dan merupakan rehabilitasi agar kondisi sosial ekonomi para korban dapat menjadi lebih baik. Kegiatan ini antara lain dilakukan melalui pengadaan panti persinggahan pada daerah-daerah rawan bencana, seperti propinsi Aceh, Riau, Sulawesi Utara, Maluku dan Bali, di samping juga dilaksanakan melalui pemberian bantuan berupa beras, obat-obatan dan pakaian. Bersamaan dengan itu diusahakan pula peningkatan tarat hidup melalui bimbingan, motivasi dan berbagai .macam latihan keterampilan yang ekonomis produktif. Selain itu melalui pemukiman lokal dan transmigrasi sosial, para korban telah dipindahkan pula ke temp at lain. Sejak awal Pelita III sampai dengan bulan Oktober 1984, telah dilakukan rehabilitasi sosial korban bencana alam sebanyak 35.606 KK. Sedangkan selama Pelita III telah dilakukan pemberian bantuan bahan bangunan rumah kepada 2.075 KK, latihan pembimbing dan petugas lapangan sebanyak 540 orang, serta penyediaan panti persinggahan sebanyak 28 buah. Adapun jumlah para korban bencana alam yang ditransmigrasikan ke luar pulau Jawa dan Bali mencapai 3.840 KK dan yang ditempatkan pada pemukiman lokal di luar pulau Jawa dan Bali adalah sebanyak 3.388 KK.
8.6. Hukum dan perundang-undangan 8.6.1. Pembinaan dan pembaharuan hukum Pembinaan hukum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembangunan yang tengah berlangsung. Sehubungan dengan itu, kebijaksanaan pokok dalam pembangunan dan pembinaan hukum diarahkan agar hukum mampu memenuhi kebutuhan sesuai dengan tingkat dan perkembangan pembangunan di berbagai bidang. Dengan demikian dapat diciptakan ketertiban dan kepostian hukum yang pada gilirannya dapat memperlancar
Departemen Keuangan RI
297
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
pembangunan. Untuk itu telah dilaksanakan pembaharuan dan pembentukan perangkat hukum nasional. Dalam tahun 1983/1984 telah dihasilkan 7 buah undang-undang, yang terdiri dari Undang-Undang tentang Tambahan dan Perubahan Atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1982/1983, Undang-Undang tentang Perhitungan Anggaran Negara Tahun 1979/1980, Undang-Undang ten tang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Un dang-Un dang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan, Undang-undang tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, serta Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 1984/1985. Sementara itu dalam waktu yang sarna juga telah disahkan sebanyak 44 buah peraturan Pemerintah, antara lain Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984, Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai 1984, Pendaftaran, Pemberian Nomor Wajib Pajak, Penyampaian Surat Pemberitahuan, dan Persyaratan Pengajuan Keberatan, serta Peraturan Pemerintah tentang Pajak Atas Bunga Deposito Berjangka dan Tabungantabungan lainnya. Selain itu juga telah dihasilkan Peraturan Pemerintah ten tang Dewan Pers, Pelaksanaan KUHP, Asuransi Sosial Tenaga Kerja, Badan Administrasi Kepegawaian Negara, Pemberian Tunjangan Perbaikan Penghasilan Pensiun Bagi Penerima Pensiun/Tunjangan Yang Bersifat Pensiun, serta Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan Masyarakat. Sementara itu telah pula dihasilkan sejumlah Keputusan Presiden antara lain Keppres tentang Rencana pembangilnan Lima Tahun Keempat (Repelita IV) tahun 1984/1985-1988/1989, Jam Krida Olah Raga, Penangguhan Pajak Penghasilan Atas Bunga Pinjaman Yang Diterima Pemerintah Dalam Rangka Pinjaman Luar Negeri, Daftar Skala Prioritas Bidang Usaha Penanaman Modal Tahun 1983/ 1984, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Koordinasi Usaha Kesejahteraan Sosial Bagi Penderita Cacat, Koordinasi Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis, serta Keppres ten tang Dewan Standardisasi Nasional. Sedangkan yang berupa Instruksi Presiden, antara lain Inpres tentang Pelaksanaan Penjadwalan Kembali Proyek-proyek di lingkungan Departemen Pertambangan dan Energi, Penjadwalan Kembali Proyek-proyek Pembangunan yang Pembiayaannya Menggunakan Devisa Negara atau Kredit Komersial Luar Negeri, serta Inpres tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan. Selanjutnya dalam tahun 1983/1984 telah dibahas pula sejumlah rancangan undang-undang, antara lain meliputi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hukum Pidana, Perbendaharaan Negara, Grasi, Hukum Perdata Internasional, serta RUU tentang Pelimpahan Teknologi. Dalam rangka menunjang perancangan perundang-undangan, telah dilakukan kerjasama antara berbagai instansi yang ada hubungannya dengan bidang hukum. Kerjasama ini
Departemen Keuangan RI
298
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
berbentuk kegiatan ilmiah, antara lain berupa penelitian hukum, pertemuan ilmiah dalam bentuk lokakarya, seminar dan simposium serta penulisan karya ilmiah dalam berbagai bidang hukum. Sehubungan dengan itu, dalam tahun 1983/1984 telah dilaksanakan berbagai penelitian antara lain atas pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, (KUHAP), aspek hukum perlindungan berkenaan dengan perluasan lokasi industri, masalah yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan RUU Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, perlindungan hukum terhadap konsumen jasa angkutan, aspek hukum dalam praktek pertanggungan perbankan umuk usaha pemborongan bangunan, serta kejahatan akibat teknologi modem. Sedangkan pertemuan ilmiah yang diselenggarakan antara lain meliputi evaluasi terhadap pembangunan hukum Pelita III menjelang Pelita IV, harmonisasi hukum di negaranegara ASEAN, penanggulangan kejahatan dan pembinaan narapidana, serta hukum kedokreran. Di samping itu dalam waktu yang sarna juga telah dihasilkan penulisan karya ilmiah dengan judul Perlindungan hak-hak azasi manusia dalam KUHAP serta Politik hukum baru mengenai kedudukan dan Peranan hukum adat dan hukum Islam dalam pembinaan hukum.
8.6.2. Penegakan hukum Kegiatan yang dilakukan dalam penegakan hukum pada dasarnya diarahkan untuk meningkatkan ketertiban dan kepostian hukum dalam masyarakat. Untuk itu telah dilakukan pemantapan kedudukan dan wewenang badan-badan penegakan hukum, pemantapan sikap, perilaku dan kemampuan para penegak hukum, peningkatan operasi yustisi untuk pengamanan hasil-hasil dan pelaksanaan pembangunan yang sedang berjalan, serta penyempurnaan koordinasi dan kerjasama fungsional, baik antarsesama aparatur penegak hukum maupun dengan instansi-instansi lain. Selanjutnya untuk menunjang peningkatan dan penyempurnaan penegakan hukum, khususnya dalam' pembinaan peradilan, terus diusahakan agar proses peradilan lebih sederhana, cepat, jujur dan dengan biaya yang terjangkau oleh pencari keadilan dalam berbagai lapisan masyarakat. Dalam hubungan ini, dalam tahun 1983/1984 telah dibentuk 7 pengadilan negeri yang terletak di Garut, Pacitan, Kotacane, Sungai Liat, Putusibau, Gorontalo dan Watampone. Dengan demikian sampai dengan bulan Agustus tahun 1984/1985 telah dibangun 291 pengadilan negeri yang tersebar di hampir setiap kabupaten/kotamadya, dan 26 pengadilan tinggi yang terdapat pacta setiap propinsi kecuali Propinsi Timor Timur. Selain itu guna meningkatkan pemerataan kesempatan dalam memperoleh keadilan, di daerah-daerah yang wilayah pengadilan negerinya sangat luas dan sulit komunikasinya, telah diadakan tempattempat sidang pengadilan sehingga pelaksanaan tugas hakim keliling dapat berjalan lancar, di Departemen Keuangan RI
299
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
samping telah dipercepatnya proses penyelesaian perkara di temp at kasus/sengketa. Sementara itu dalam waktu yang sarna juga telah diadakan pembinaan personal peradilan, yang dilaksanakan dengan pemutasian hakim, baik secara regional maupun nasional. Sampai dengan bulan Agustus tahun 1984/1985 jumlah hakim telah mencapai 2.238 orang. Dalam rangka menunjang pembinaan peradilan, telah dilakukan peningkatan dalam penyediaan prasarana dan sarana hukum. Sehubungan dengan itu, dalam tahun 1983/1984 telah dibangun 7 gedung pengadilan negeri, 45 tempat sidang dan 11 gedung kejaksaan negeri/tinggi. Di samping itu juga telah dilakukan rehabilitasi dan perluasan/penyempurnaan 19 gedung pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, serta 79 gedung kejaksaan negeri/tinggi. Dengan demikian, sampai dengan tahun terakhir Pelita III telah dilakukan pembangunan 127 gedung baru pengadilan negeri, 12 gedung baru pengadilan tinggi dan 373 buah tempat sidang, serta rehabilitasi/penyempurnaan/perluasan 160 gedung pengadilan negeri daD gedung pengadilan tinggi serta 244 gedung kejaksaan tinggi/negeri. Di samping itu, untuk menunjang pembinaan dan pelaksanaan tugas-tugas penegak hukum, telah disediakan pula sebanyak 111 kendaraan yang terdiri atas berbagai jenis. Guna meningkatkan kesadaran hukum dalam masyarakat, telah dilaksanakan pula berbagai kegiatan penyuluhan hukum. Kegiatan tersebut dalam tahun 1983/1984 telah dilakukan di 2.915 desa, berupa penerangan tentang fungsi dan tugas pengadilan, antara lain melalui brosur-brosur yang disebarluaskan ke daerah-daerah, penyuluhan pacta masyarakat dalam bentuk ceramah, wawancara di TVRI/RRI, radio swasta serta tempat- tempat umum dan publikasi media cetak lainnya. Sedangkan penyuluhan hukum yang dilaksanakan melalui program jaksa masuk desa, sampai dengan bulan Agustus tahun 1984/1985 telah menjangkau 9.527 desa. Dalam rangka peningkatan pemerataan kesempatan untuk memperoleh keadilan bagi masyarakat, terutama bagi golongan yang kurang atau tidak mampu, terus dilakukan pemberian bantuan hukum. Sehubungan dengan itu, dalam tahun 1983/1984 telah diberikan bantuan hukum terhadap 4.496 perkara, sehingga sampai dengan akhir Pelita III telah diberikan bantuan hukum bagi pencari keadilan yang kurang mampu sebanyak 17.858 kasus pidana, yang tersebar di 26 pengadilan tinggi. Di samping itu, sejak tahun 1981/1982 telah dilakukan pula konsultasilbantuan hukum melalui 24 fakultas hukum negeri yang tersebar di seluruh Indonesia. Kegiatan tersebut sampai dengan tahun 1983/1984 telah meliputi sebanyak 45.440 kasus konsultasi hukum dan 2.450 perkara bantuan hukum, baik yang bersifat pidana maupun perdata. Sementara itu guna meningkatkan pelaksanaan penegakan hukum, telah ditingkatkan juga penyelesaian perkara. Dalam tahun 1983/1984, dari 766.880 perkara yang ada di Departemen Keuangan RI
300
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
pengadilan negeri, telah dapat diselesaikan 747.705 perkara atau sekitar 97 persen. Sedangkan dari 7.297 perkara yang ada pada pengadilan tinggi, telah dapat diselesaikan 5.184 perkara atau sekitar 71 persen. Selain itu dari 14.746 perkara yang ada di mahkamah agung, telah dapat diselesaikan sebanyak 7.729 perkara at au sekitar 52 persen, dan dari 703.042 perkara yang ada di kejaksaan telah dapat diselesaikan 698.336 perkara atau sekitar 99 persen. Selanjutnya dalam rangka meningkatkan kemampuan dan keterampilanaparat penegak hukum, serta guna pemantapan sikap dan kepekaannya terhadap perkembangan kesadaran hukum dan rasa keadilan masyarakat, telah diselenggarakan berbagai kegiatan pendidikan, latihan dan penataran. Kegiatan ini dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus telah diikuti oleh 3.816 orang, yang meliputi penataran administrasi kepegawaian, keuangan dan perlengkapan sebanyak 570 orang, penataran panitera/panitera pengganti sebanyak 150 orang, pendidikan calon hakim sebanyak 210 orang, pendidikan tenaga peneliti hukum sebanyak 30 orang, serta pendidikan perancang perundang-undangan sebanyak 70 orang. Berkaitan dengan pembinaan pemasyarakatan, sistem pemasyarakatan yang ada diarahkan agar narapidana dan anak didik setelah selesai menjalani hukumannya, mampu melanjutkan kehidupannya dengan wajar dan layak dalam masyarakat, dan agar dapat menjadi warga negara yang kreatif, produktif, taat serta menghormati hukum dan norma-norma pergaulan hidup yang berlakudalam masyarakat. Adapun pembinaan narapidana dan anak didik dilakukan melalui pembinaan spiritual, pendidikan umum, keterampilan perawatan dan pelayanan masyarakat, bimbingan sosial, serta program rekreasi/olahraga, keamanan dan ketertiban. Sementara itu guna meningkatkan bimbingan kemasyarakatan dan pengentasan anak, telah diadakan pendidikan di sekolah, pendidikan keammaan, pembinaan pramuka, serta keterampilan bertani, beternak dan berwiraswasta. Untuk menunjang sistem tersebut maka ditingkatkan pula pembangunan sarana penunjangnya. Dalam tahun 1983/1984 dan tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984, telah dilaksanakan pembangunan prasarana fisik berupa pembangunan baru/lanjutan masing-masing 22 dan 51 gedung lembaga pemasyarakatan (LP), perluasan/rehabilitasi masingmasing 24 dan 25 gedung LP, serta renovasi LP menjadi rumah tahanan (Rutan) masing-masing 73 dan 79 gedung. Di samping itu dalam waktu yang sarna juga telah dilakukan pembangunan balai bimbingan kemasyarakatan dan pengentasan anak (Bispa) masingmasing 5 dan 9 gedung. Dengan demikian sejak Pelita III sampai dengan bulan Agustus 1984, telah dilaksanakan pembangunan, baik baru maupun lanjutan, serta perluasan/rehabilitasi gedung LP masingmasing sebanyak 162 gedung dan 224 gedung. Selain itu dalam periode yang sarna juga telah
Departemen Keuangan RI
301
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
dibangun 38 gedung Bispa dan renovasi LP menjadi Rutan sebanyak 152 gedung.
8.6.3. Keimigrasian Sejalan dengan perkembangan ekonomi dan hubungan antar negara, pengembangan pariwisata, ketenagakerjaan, serta pelaksanaan ibadah keagamaan (haji dan umroh), maka baik frekuensi maupun volume lalu lintas orang dari dan ke luar negeri dari tahun ke tahun terus mengalarni peningkatan. Berkaitan dengan itu penanganan bidang keimigrasian diarahkan untuk menunjang perkembangan yang terjadi di bidang-bidang tersebut, tanpa mengabaikan segi pengawasannya agar tidak mengganggu stabilitas nasional. Dalam rangka menanggulangi subversi, pengawasan orang asing dan lalu lintas ke dan dati luar negeri terus ditingkatkan. Untuk mewujudkan usaha tersebut diperlukan prasarana dan sarana yang dati tahun ke tahun terus meningkat. Dalam tahun 1983/1984 telah dilaksanakan pembangunan 8 gedung kantor imigrasi yang terletak di pelabuhan-pelabuhan Cengkareng, Tanjung Priok, Surakarta, Tanjung Petak, Banda Aceh, Padang, Jambi dan Banjarmasin. Dalam waktu yang sarna telah dibangun pula 11 pos imigrasi yang terletak di Sinabi, Aruk, Liku, Jagoi Babang, Siding, Sebatik, Ubruk, Bupul, Senggih, Sentani dan Kabil. Demikian juga telah dilakukan rehabilitasi dan perluasan kantor imigrasi dan asrama tahanan imigrasi, masing-masing sebanyak 12 gedung dan 1 gedung. Dalam tahun 1983/1984, orang yang masuk ke Indonesia adalah sebanyak 1.011.379 orang, terdiri 286.030 orang Indonesia dan 725.349 orang asing. Sedangkan yang berangkat ke luar negeri berjumlah sebanyak 1.034.713 orang, terdiri dari 323.666 orang Indonesia dan 711.047 orang asing.
8.7. Pertahanan dan keamanan Pembangunan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) sampai dengan Pelita III telah mampu meletakkan dasar-dasar yang kokoh dalam menuju angkatan bersenjata yang modern, baik masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Di samping itu ABRI juga telah mampu mengamankan pembangunan nasional dan kedaulatan Negara RI, sehingga pembangunan ABRI akan selalu selaras dengan tingkat kemajuan pembangunan nasional. Pembangunan di bidang pertahanan dan keamanan telah berkembang terus, sehingga dapat menjadi kerangka landasan yang dapat diandalkan dan tahan uji. Kerangka landasan tersebut mempunyai pengertian yang seluas-luasnya, di mana tiap-tiap warga negara berhak dan wajib Departemen Keuangan RI
302
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
ikut serta dalam usaha pembelaan negara. Dwi fungsi ABRI harus dilaksanakan sebaik-baiknya, agar ABRI dapat terus memikul tugas sejarahnya sebagai stabilisator dan dinamisator, termasuk di dalamnya sebagai kekuatan yang menjaga dan sekaligus menyegarkan demokrasi Pancasila. Politik pertahanan dan keamanan dimaksudkan untuk menjamin keamanan negara serta turut memelihara perdamaian dunia pada umumnya dan keamanan di kawasan Asia Tenggara khususnya, sedangkan strategi pertahanan dan keamanan ditujukan untuk mencegah dan menangkal gangguan keamanan dalam negeri. Adapun pembangunan kekuatan pertahanan dan keamanan yang telah dilaksanakan adalah berupa peningkatan mutu personal, peralatan, komando dan pengendalian, serta penyempumaan sistem dan manajemen. Konsep pertahanan yang dikembangkan menyangkut pertahanan dan konsentrasi selektif sesuai dengan perkiraan keadaan, yang disertai dengan penyebaran kekuatan penangkal dan penempatan perbekalan dalam upaya menyesuaikan luas wilayah ke dalam strategi pagelaran kekuatan. Sesuai dengan doktrin dasar nasional Wawasan Nusantara, kekuatan yang dibangun tetap dikonsentrasikan pada kekuatan kewilayahan yang lebih mempertegas dan memantapkan prinsip kesatuan wilayah Nusantara, dengan inti kekuatan darat yang didukung kekuatan laut dan kekuatan udara. Di samping itu dalam rangka ketertiban masyarakat dan penegakan hukum, maka telah ditingkatkan mutu aparat kepolisian agar mampu hadir secara fisik, sekaligus sebagai pengayom dan pencipta rasa tenteram dan aman bagi lingkungan masyarakat. Selama Pelita III telah berhasil dicapai tonggak baru dalam sejarah perkembangan ABRI, yaitu dengan telah disahkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia, yang memberikan landasan hukum yang bersumber pada Undang-Undang Dasar 1945. Dengan adanya undangundang tersebut, ABRI menjadi seinakin mantap dalam mengemban tugas pokoknya, yaitu menjamin tetap tegaknya negara kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Implementasi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 dalam bidang organisasi telah dilaksanakan melalui Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 1983 tentang Pokok-Pokok dan Susunan Organisasi Departemen Pertahanan dan Keputusan Presiden Nomor 60 Tahun 1983 tentang Pokok-Pokok Susunan Organisasi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Dalam hubungan ini masalah utama yang telah mendapat perhatian semua pihak adalah pendayagunaan sumber daya nasional bagi upaya pertahanan keamanan negara, yang memerlukan koordinasi yang terus menerus antara semua pihak yang berkepentingan. Selama dua Pelita yang lalu, pembangunan ABRI masih dipusatkan pada pembangunan personalnya, yakni mencakup usaha untuk mendapatkan prajurit ABRI yang Departemen Keuangan RI
303
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
mewarisi jiwa dan semangat pejuang.Angkatan 1945, dan yang memiliki kemampuan profesional yang cukup tinggi dalam bidangnya. Hal tersebut dimaksudkan agar mampu mengemban tugas pokok ABRI dalam lingkungan yang terus bergerak dinamis guna mengikuti gerak pertumbuhan pembangunan nasional. Untuk menunjang usaha tersebut telah dilakukan kegiatan-kegiatan pokok, yang antara lain meliputi penyempurnaan sistem penerimaan anggota baru ABRI, agar mampu menjangkau seluruh pelosok tanah air. Selanjutnya dilakukan juga penyempurnaan sistem pendidikan dan latihan ABRI, mulai dari pendidikan tamtama hingga pendidikan tinggi perwira, serta penyempurnaan fasilitas perawatan personal melalui pembangunan sistem pangkalan. Adapun kekuatan personal militer yang telah dimiliki sampai dengan triwulan IV tahun 1983/1984 adalah sebanyak 411.833 orang, yang terdiri dari 216.003 orang TNI-AD , 36.944 orang TNI-AL, 25.098 orang TNI-AU, dan 133.838 orang Polri. Pembangunan kekuatan ABRI tersebut dilaksanakan untuk mewujudkan ABRI sebagai kekuatan yang kecil tetapi efektif, yaitu kecil dalam jumlah dan sederhana dalam organisasi, namun mampu melaksanakan tugas-tugas yang menjadi kewajibannya. Hal ini memerlukan daya pukul dan kecepatan bergerak yang tinggi, sehingga tingkat teknologi maju yang terus berkembang hams dapat dikuasai. Untuk menunjang usaha tersebut, maka secara bertahap beberapa peralatan utama ABRI telah mulai diganti dengan yang lebih maju tingkat teknologinya. Sampai dengan akhir tahun 1983/1984, telah dilakukan peningkatan kekuatan operasi untuk masing-masing angkatan dan Polri. Adapun kekuatan operasi tersebut meliputi 2 Brigif Linud, 82 Yonif, 53 Yonban, 2 Grup Sandha, 2 Grup Parako, 16 Kodam, 41 Korem, 292 Kodim dan 3215 Koramil untuk TN I-AD , 58 kapal, 25 pesawat udara (Pesud), 14 Heli, 6 Yonif Mar dan 10 Yonban Mar untuk TNI-AL, serta 102 Pesud, 47 Heli, dan 1 Yon Posgat untuk TNI-AU. Sedangkan untuk Polri adalah mencakup 17 Kodak, 33 Kowil, 281 Kores, 3.233 Kosek dan 56 Sat Brimob. Untuk mengurangi ketergantungan peralatan ABRI pada luar negeri, maka telah digalakkan industri nasional dalam pembuatan komponen atau suku cadang peralatan utama ABRI, sehingga pada akhirnya mampu berswasembada secara keseluruhan. Usaha-usaha tersebut meliputi pengembangan Unit Industri Bahan Peledak TNI-AU menjadi Perum Dahana, Unit Survai dan Pemetaan TNI-AU menjadi Perum Penas, Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio TNI-AU menjadi PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio, Penataran TNI-AL Surabaya menjadi PT Pabrik Kapal Indonesia, Perindustrian TNI-AD (Pindad) menjadi PT Pindad, serta Pabrik Roket Menang TNI-AU menjadi bagian dari divisi senjata PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio. Di samping itu koordinasi antardepartemen, yang sangat penting bagi pengembangan
Departemen Keuangan RI
304
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
industri pertahanan keamanan, juga telah dimantapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 1983 tentang Pembentukan Dewan Pembina dan Pengelola Industri-industri Strategis dan Industri Pertahanan Keamanan.
8.8. Penerangan Pembangunan di bidang penerangan terutama ditujukan untuk meningkatkan penerangan sampai ke desa-desa, dengan lebih meningkatkan pendayagunaan sarana penerangan seperti radio, televisi, film, pees, pameran dan media tradisional. Untuk itu telah dilaksanakan berbagai kegiatan penerangan terutama yang bersifat menggelorakan semangat pengabdian dan perjuangan bangsa, memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional, memasyarakatkan kebudayaan dan kepribadian Indonesia serta menggairahkan partisiposi masyarakat dalam pembangunan. Guna meningkatkan peranan pers dalam pembangunan, terus ditingkatkan pengembangan pers yang sehat, bebas dan bertanggung jawab, sehingga dapat menjalankan fungsinya dalam menyebarkan informasi yang obyektif, melakukan kontrol sosial yang konstruktif, menyalurkan aspirasi rakyat, serta memperluas komunikasi dan partisiposi masyarakat.
8.8.1. Operasional penerangan Pembangunan operasional bidang penerangan dalam pelaksanaannya mencakup peningkatan peranan pusat penerangan masyarakat (Puspenmas), dan peningkatan jumlah frekuensi dari berbagai jenis kegiatan penerangan umum, baik yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan penerangan di dalam negeri maupun di luar negeri. Sejalan dengan itu, telah ditingkatkan pula peranserta masyarakat pedesaan dalam pembangunan, yang dilakukan melalui penambahan sarana dan prasarana penerangan. Untuk itu melalui Puspenmas diberikan penerangan dan bimbingan, antara lain dengan memperkenalkan teknologi yang layak dan sesuai dengan perkembangan daerah pedesaan, mengembangkan sistem perekonomian yang lebih baik dengan mengutamakan asas gotong royong, mengembangkan usaha bersama melalui sistem koperasi, serta meningkatkan pemeliharaan kesehatan bagi lingkungan. Dengan adanya kegiatan tersebut, masyarakat pedesaan diharapkan akan dapat menggali dan memanfaatkan sumber-sumber kekayaan yang ada di daerahnya, yang pada gilirannya akan meningkatkan pula pendapatan atau kesejahteraannya. Hal ini secara tidak langsung akan mendidik masyarakat pedesaan agar tidak mudah terpengaruh pada keinginan untuk melakukan urbanisasi. Guna
Departemen Keuangan RI
305
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
menunjang usaha tersebut, dalam pembangunan gedung Puspenmas selalu dilengkapi dengan ruang aula, ruang perpustakaan, alat-alat duplikasi dan sarana mobilitas penerangan. Sehubungan dengan itu apabila dalam tahun 1983/1984 pembangunan gedung Puspenmas baru mencapai sebanyak 11 buah, dalarn tahun 1984/1985 sarnpai dengan bulan Agustus 1984 telah menjadi sebanyak 25 buah yang tersebar pada 11 ibukota propinsi meliputi propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Timor Timur, Nusa Tenggara Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bali dan Sulawesi Utara. Dengan demikian sampai dengan tahun pertama repelita IV sampai dengan bulan Agustus 1984 pembangunan gedung Puspenmas telah mencapai 275 buah yang mencakup 27 ibu kota propinsi. Sebagaimana halnya dengan Puspenmas, dalam meningkatkan mutu dan peranan juru penerang (Jupen) yang bertugas di kecamatan, juga dilengkapi dengan berbagai sarana penerangan antara lain berupa radio kaset. Hal ini dimaksudkan agar para Jupen tersebut dapat memonitor siaran-siaran Pemerintah, yang untuk selanjutnya dapat menyebarluaskan materi siaran tersebut kepada masyarakat sebelum diterima dokumen lengkapnya. Di samping itu guna menunjang kelancaran pelaksanaan penerangan sampai ke desa-desa, telah ditingkatkan pula penyediaan sarana mobilitas bagi para Jupen, yaitu meliputi mobil unit penerangan, mobil unit suara, mobil unit panggung, serta mobil unit visual mini yang terdiri alas muviani darat dan muviani air. Sampai dengan bulan Agustus 1984 tahun pertama Repelita IV, penyediaan muviani darat dan muviani air masing-masing telah berjumlah sebanyak 3.135 unit dan 300 unit. Dalam waktu yang sama juga telah dilaksanakan usaha peningkatan mutu dan peranan daripada Jupen wanita, terutarna dalam rangka meningkatkan peranserta wanita dalam pembangunan. Sarnpai dengan akhir Pelita III, jumlah Jupen wanita yang secara aktif ikut memberikan penerangan kepada kaum wanita di daerah-daerah pedesaan mencapai 380 orang, sedangkan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 sebanyak 110 orang. Salah satu kegiatan penerangan yang dilaksanakan secara langsung adalah pameran pembangunan, yang antara lain meliputi peragaan visual, hiburan dan sarasehan/pentaloka. Hal ini merupakan suatu kegiatan terpadu antara Pemerintah dengan unsur-unsur swasta, yang dalarn penyelenggaraannya terutarna disesuaikan dengan momentum hari-hari bersejarah. Selain itu kegiatan tersebut juga berfungsi sebagai salah satu promosi hasil-hasil industri, terutama industri kecil, baik melalui pameran di tingkat pusat, maupun di daerah-daerah sampai dengan tingkat kecarnatan yang dilaksanakan dengan pameran keliling. Pameran pembangunan di tingkat pusat dilakukan pada setiap tanggal 20 Mei, yaitu bertepatan dengan hari Kebangkitan Nasional, dan pada periode antara tanggal 21 Juni sarnpai dengan tanggal 21 Juli
Departemen Keuangan RI
306
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
berupa Pekan Raya Jakarta. Sedangkan untuk tingkat propinsi, pameran pembangunan dilaksanakan pada setiap tanggal 17 Agustus, bersamaan dengan peringatan hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Selanjutnya pada setiap tanggal 1 Oktober, yang bersamaan dengan dilakukannya peringatan hari Kesaktian Pancasila, dilakukan pula pameran pembangunan untuk tingkat kabupaten/kotamadya. Dalam rangka meningkatkan citra Indonesia di luar negeri, terus diusahakan peningkatan mutu, isi, jumlah serta frekuensi paket penerangan ke luar negeri yang disalurkan melalui perwakilan-perwakilan Indonesia yang berada di luar negeri. Demikian pula halnya kepada masyarakat Indonesia di luar negeri, dan masyarakat asing yang tinggal di Indonesia, telah diberikan pembinaan, baik melalui forum pertemuan/sarasehan maupun dengan pengadaan buku/brosur tentang pelaksanaan/perkembangan pembangunan di Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kerjasama dan persahabatan bagi bangsa-bangsa di kawasan ASEAN khususnya, dan dunia internasional pada umumnya, terutama yang mempunyai pengaruh langsung terhadap pembangunan di Indonesia. Dengan demikian minat luar negeri terhadap pelaksanaan pembangunan di Indonesia diharapkan akan semakin meningkat. Guna menunjang kebijaksanaan tersebut, dalarn tahun 1983/1984 antara lain telah diterbitkan majalah Indonesia Today sebanyak 48.000 eksemplar, Indonesia Elyoum sebanyak 18.000 eksemplar dan Indonesia Spotlight On Event sebanyak 72.000 eksemplar. Sedangkan khusus untuk Timor Timur, guna meningkatkan peranserta masyarakat dalam pembangunan maka dalam waktu yang sama telah diberikan 48.000 eksemplar brosur/ majalah yang terdiri atas 25 judul.
8.8.2. Pengembangan sarana penerangan 8.8.2.1. Radio Dalarn rangka meningkatkan frekuensi dan mutu siaran RRI, dalam tahun pertama Pelita IV antara lain telah dilaksanakan peningkatan sarana penyiaran, yang meliputi alat-alat studio/pemancar, OB Van dan gedung studio/pemancar. Di sarnping itu juga telah diadakan kompetisi siaran pedesaan, perekaman, penyebaran kaset penerangan dan penyuluhan ke daerah-daerah, perlombaan bintang radio dan televisi, serta penyelenggaraan siaran wanita dalam pembangunan. Selanjutnya guna meningkatkan kekuatan pemancar RRI, terutama yang ditujukan ke daerah-daerah Indonesia bagian timur dan Posifik Selatan, dewasa ini telah dilaksanakan pengudaraan pemancar gelombang pendek dengan kekuatan 250 kilowatt. Dengan demikian sampai dengan bulan Agustus 1984, RRI telah memiliki 301 buah pemancar yang
Departemen Keuangan RI
307
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
tersebar pada 49 stasiun di seluruh Indonesia dengan kekuatan terpasang sekitar 2.997 kilowatt. Untuk meningkatkan peranserta masyarakat pedesaan dalam pembangunan, terus ditingkatkan siaran pedesaan baik mengenai mutu maupun isinya. Untuk itu dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Juli 1984, jumlah jam siaran pedesaan telah ditingkatkan sehingga mencapai 484 jam dalam satu minggu, terdiri dari 244 jam per minggu yang disiarkan melalui 48 buah Radio Republik Indonesia (RRI) dan 240 jam per minggu yang disiarkan melalui 108 buah Radio Pemerintah Daerah (RPD). Dalam pada itu jumlah pendengar siaran pedesaan juga telah meningkat sebesar 5,4 persen, yaitu dari 39.000 orang dalam tahun 1983/1984 menjadi 41.325 orang dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984. Dari jumlah tersebut, kelompok dewasa merupakan kelompok pendengar yang paling banyak yakni 28.609 orang, kemudian diikuti oleh kelompok pemuda dan kelompok wanita yang masing-masing mencapai 6.814 orang dan 5.902 orang. Kegiatan pembinaan kelompok pendengar siaran pedesaan, dilakukan secara terpadu dengan kelompok pembaca dan pemirsa (Kelompencapir). Dengan demikian dalam pembinaan selanjutnya akan terus diusahakan agar di setiap desa di seluruh Indonesia terdapat sekurang-kurangnya 1 kelompok pendengar yang tergabung dalam Kelompencapir, sehingga pada gilirannya RRI akan dapat menyatu dan akrab dengan khalayak pendengarnya.
8.8.2.2. Televisi Dalam rangka meningkatkan daya jangkau penerangan dan pengembangan siaran di seluruh pelosok tanah air melalui televisi, terus dilakukan perbaikan dan penyempurnaan, baik mengenai mutu, isi maupun persentase siarannya. Di samping itu juga telah dilaksanakan intensifikasi penggunaan stasiun produksi keliling dalam bentuk mobil unit, terutama dalam rangka menggali potensi seni budaya bangsa yang tersebar di berbagai daerah. Selanjutnya untuk meningkatkan sarana produksi dan jangkauan siaran TVRI, sampai dengan akhir Pelita III telah dapat diselesaikan pengembangan tahap pertama studio produksi TVRI di Jakarta, pembangunan studio warna di Ujungpandang, Medan dan Palembang, pengadaan 10 unit stasiun produksi keliling, serta pembangunan 189 stasiun pemancar. Dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Juli 1984, telah dibangun lagi 10 buah stasiun pemancar. Dengan demikian secara keseluruhan jumlah stasiun pemancar TVRI yang berhasil dibangun sampai dengan periode tersebut telah mencapai 199 buah. Sehubungan dengan perluasan jangkauan siaran TVRI, apabila dalam tahun 1983/1984 luas daerah jangkauannya baru mencapai 495.609 kilometer, dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah meningkat menjadi Departemen Keuangan RI
308
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
534.808 kilometer. Demikian pula jumlah penduduk yang telah terjangkau oleh siaran TVRI, dalam periode yang sama telah meningkat dari 95,5 juta orang menjadi 115,2 juta orang. Sedangkan jumlah pesawat televisi yang terdaftar pada kantor pos dan giro dalam tahun yang sama telah mencapai 5.433.740 buah, yang berarti telah meningkat dengan 90.432 buah atau sebesar 1,6 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Perkembangan sarana dan jumlah jam siaran TVRI menurut jenis siaran dapat diikuti pada Tabel VIII.8 dan Tabel VIII.9. TabeI VIII. 8 JUMLAH JAM SIARAN TELEVESI MENU RUT JENIS SIARAN, 1969/1970 - 1984/1985 Jam siaran Hiburan Berita/penerangan/ pendidikan /kebudayaan Lain - lain Jumlah
1969/70
1970/71
1971/72
1972/73
1973/74
1974/75
1975/76
1976/77
1977/78
1978/79
1979/80
1980/81
1981/82
1982/83
1983/84 1984/85 1)
680 800
800 800
900 800
930 800
2.610 1.700
3.020 2.410
1.740 4.680
4.420 7.030
3.439 11.461
5.508 17.026
5.915 17.232
5.519 17.232
6.944 18.261
6.906 18.160
7.011 18.435
7.011 18.435
260
300
270
270
470
600
560
650
731
2.504
2.572
2.572
514
512
519
519
1.740
1.900
1.970
2.000
4.780
6.030
6.980
12.100
15.631
25.038
25.719
25.323
25.719
25.578
25.965
25.965
1) Angka sementara
Tabel VIII. 9 JUMLAH STUDIO, STASI_N PEMANCAR, PESAWAT TELEVISI, LUAS DAERAH DAN JUML_H PENDUDUK DALAM DAERAHPANCARAN TVRI, 1969/1970 - 1984/1985 Uraian 1. Studio (buah) 2. Stasion pemancar (buah) 3. Pesawat televisi (buah) 4. Luas dalam jangkauan (Km2) 18.500 5. Penduduk dalam daerah pancaran (juta orang) 1 ) Angka diperbaiki 2) Angka sementara
1969/70
1970/71
1971/72
1972/73
1973/74
1974/75
1975/76
1976/77
1977/78
1978/79
1979/80
1980/81
1981/82
1982/83
2 4 80.000
3 4 135.000 24.500 26,5
4 8 190.000 34.500 36,5
4 10 220.000 36.500 40
6 22 351.470 72.100 40,5
6 23 410.000 72.900 42
6 26 542.430 75.600 73
6 34 632.940 174.100 80,9
9 70 895.180 229.000 82
9 82 1.100.000 400.000 82
9 89 1.405.000 406.000 85
9 107 2.126.000 419.000 87
9 124 2.599.827 427.500 90
9 186 2.971.890 495.600 95,5
22,5
1983/84 1984/85 2) 9 189 5.343.308 495.600 95,5
9 199 5.433.740 534.808 115,2
8.8.2.3. Perfilman nasional Peningkatan dan pembinaan bidang perfilman nasional terutama ditujukan untuk meningkatkan citra, mutu, jumlah produksi serta kelancaran peredaran dan pemasaran fIlm Indonesia, baik dalam memenuhi kebutuhan di dalam negeri maupun di luar negeri. Guna mewujudkan iklim yang sehat bagi perkembangan industri perfilman dan rekaman video, terus diusahakan terciptanya mekanisme kerjasama, saling pengertian, rasa persatuan dan tanggung jawab di antara organisasi profesi. Selanjutnya dalam rangka peningkatan produksi film, yang sekaligus terkandung penertiban judulnya, pelaksanaannya diarahkan pada tercapainya suatu keseimbangan di antara tema-tema fIlm yang diproduksi, seperti film drama, komedi, action serta film khusus untuk anak-anak dan remaja. Sehubungan dengan itu, agar film/rekaman video produksi nasional dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, sedangkan film/rekaman video impor hanya berfungsi sebagai pelengkap, maka kemampuan mekanisme tata peredaran film/rekaman video nasional terus ditingkatkan. Sehubungan dengan usaha regenerasi pewarisan nilai-nilai sejarah perjuangan bangsa, di Pusat Produksi Film Negara (PPFN) pada saat ini telah dan sedang di produksi film-film sejarah seperti Serangan Fajar, Kartini, Jaka Sembung, Lebak Membara, Nopember 1828, Departemen Keuangan RI
309
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Kamp Tawanan Wanita, Kereta Api Terakhir dan Sejarah Orde Baru. Adapun film Sejarah Orde Baru dimaksudkan untuk meningkatkan kewaspadaan nasional terhadap bahaya laten PKI, di samping juga sebagai film pendidikan bagi generasi muda. Selanjutnya agar film tersebut dapat mencapai peredaran di dalam negeri selama dua tahun, disediakan 30 copy dengan perincian 27 copy untuk Daerah Tingkat I dan 3 copy untuk arsip nasional. Sedangkan untuk peredaran di luar negeri me1alui 59 kedutaan besar Republik Indonesia (KBRI) telah disediakan 60 copy. Dengan te1ah dilaksanakannya peningkatan di bidang pertunjukan, sejak tahun 1983/1984 PPFN telah diperkenalkan film Cinerama, yaitu suatu film yang dalam penyajiannya menggunakan layar lebar dan membentuk 180?, sehingga dapat menampung penonton sebanyak 3 kali lebih besar dibandingkan dengan pertunjukan film yang dalam penyajiannya menggunakan teknik biasa. Se1anjutnya dalam rangka meningkatkan mutu penyajian film, sejak tahun 1984/1985 diproduksikan fIlm dengan menggunakan sistem Imax yaitu suatu teknologi perfilman yang menggunakan sistem proyektor 70 mm/6 sound track. Selama Pelita III, te1ah diproduksi film ceritera nasional sebanyak 337 judul yang berarti rata-rata dapat diproduksi sebanyak 67 judul per tahun. Sedangkan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Juli 1984 telah dihasilkan 46 judul, di sampingjuga telah diproduksi film iklan, film dokumenter nasional dan film dokumenter/iklan yang dibuat orang asing, masing-masing sebanyak 16 judul, 76 judul dan 40 judul. Sementara itu guna meningkatkan usaha promosi dan pemasaran film Indonesia ke luar negeri, film-film Indonesia telah diikutsertakan dalam festival dan pekan film internasional, di samping setiap tahun juga diikutsertakan dalam Festival Film Asia dan Festival Film ASEAN secara rutin. Dalam hubungan ini, selama Pelita III telah diikuti festival dan pekan film internasional di Manila, Hongkong, Berlin, Cannes, London, Los Angeles dan Milano. Sedangkan dalam tahun 1984 antara lain telah diselenggarakan Festival Film Indonesia (FFI) di Yogyakarta dan Festival Film ASEAN XIV di Jakarta. Selanjutnya untuk lebih memperkenalkan budaya bangsa Indonesia di luar negeri, terus ditingkatkan usaha menghidupkan film produksi nasional. Selama Pelita III, jumlah ekspor film Indonesia ke luar negeri telah mencapai sebanyak 22 judul, yaitu ke Malaysia, Singapura dan Brunai.
8.8.2.4. Pers Peningkatan pembinaan di bidang pers terutama ditandai dengan telah ditetapkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 1982, yang merupakan perubahan alas Un dangUndang No. 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Departemen Keuangan RI
310
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Undang-Undang No. 44 Tahun 1967. Selanjutnya sebagai pelaksanaannya telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 1984 tentang Dewan Pers, yaitu sebuah lembaga yang akan mendampingi Pemerintah dalam membina dan mengembangkan pers nasional. Selain itu sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 21 Tahun 1982, saat ini sedang dilaksanakan pembahasan rancangan perubahan mengenai Sural Ijin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) oleh Dewan Pers. Sedangkan guna mengembangkan kebutuhan informasi, serta dalam rangka pelaksanaan interaksi positif, terutama dalam mewujudkan adanya pers yang bebas dan bertanggung jawab, terus ditingkatkan penyelenggaraan forumforum dialog antara Pemerintah, pers dan masyarakat. Sementara itu guna meningkatkan pemerataan informasi ke daerah-daerah pedesaan, secara bertahap telah ditingkatkan pelaksanaan program koran masuk desa (KMD) baik kualitas maupun kuantitas. Dari segi kualitas dicerminkan dalam peningkatan kemampuan mengelola KMD melalui penataran-penataran, sehingga dengan adanya KMD tersebut benar-benar akan dapat memberikan motivasi kepada masyarakat pedesaan untuk ikut berpatisiposi dalam pembangunan, sedangkan dari segi kuantitas peningkatannya nampak dari penambahan jumlah oplag. Di samping itu guna meningkatkan pelaksanaan KMD telah dibentuk pula kelompokkelompok pembaca di daerah pedesaan, yang kemudian ditingkatkan melalui kegiatan kerjasama dengan berbagai lembaga, khususnya yang mempunyai hubungan secara langsung dengan tugas di bidang pembangunan desa. Sehubungan dengan itu, dalam tahun 1983/1984 melalui program KMD telah dapat diedarkan koran sebanyak 8.675.000 eksemplar dari 50 penerbit dan tersebar pada 26 propinsi, sedangkan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Juli 1984 telah dapat diedarkan sebanyak 397.000 eksemplar melalui 16 penerbit.
8.9. Bantuan pembangunan daerah 8.9.1. Pembangunan desa, daerah tingkat I dan daerah tingkat II Kebijaksanaan yang ditempuh di bidang pembangunan daerah dalam tahun 1983/ 1984 merupakan kelanjutan dan peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya. Sejalan dengan Trilogi Pembangunan, kegiatan tersebut antara lain ditujukan pada pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh tanah air, serta peningkatan laju pertumbuhan setiap daerah, di samping itu juga untuk mempertebal semangat dan gairah partisiposi masyarakat dalam meningkatkan hasil guna dan clara guna kegiatan pembangunan di daerah. Sesuai dengan arab pembangunan daerah tersebut, maka dalam Pdita IV pembangunan pedesaan ditujukan untuk
Departemen Keuangan RI
311
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
mempercepat pertumbuhan desa, yang merupakan satu sistem terkecil dalam administrasi pemerintahan dan ekonomi, menjadi desa swasembada. Dengan demikian kedudukan desa sebagai obyek pembangunan berubah menjadi subyek pembangunan yang berketahanan di semua bidang, yang pada gilirannya akan dapat memantapkan ketahanan nasional. Untuk itu telah dilakukan evaluasi terhadap tingkat perkembangan desa, karena dalam jangka panjang desa-desa di seluruh Indonesia akan dikembangkan menjadi desa swasembada. Hasil evaluasi dan monitoring di bidang perkembangan desa sampai dengan tahun 1984/1985 menunjukkan adanya 16.385 desa yang telah menjadi desa swasembada, atau suatu peningkatan rata-rata sebesar 3,5 persen per tahun. Sedangkan untuk mendorong desa-desa agar lebih giat melaksanakan pembangunan desanya, telah diselenggarakan perlombaan desa. Kepada desadesa yang mencapai prestasi tinggi dan menjadi pemenang perlombaan diberikan penghargaan dan hadiah dalam bentuk proyek. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan dorongan yang positif bagi desa-desa lainnya agar lebih giat melaksanakan pembangunan. Sebagai hasilnya, desa-desa di 27 propinsi yang telah menjadi pemenang perlombaan desa kini dapat mengembangkan desanya secara lebih cepat dan baik. Sampai dengan tahun 1983/1984, jumlah desa yang telah menjadi pemenang perlombaan desa, baik di tingkat kabupaten/kotamadya daerah tingkat II maupun di tingkat propinsi daerah tingkat I, berjumlah 11.757 desa. Sejalan dengan pemerataan pembangunan ke seluruh wilayah tanah air, dilakukan juga pembangunan desa melalui sistem Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP). Usaha ini merupakan penerapan sistem penyusunan rencana daTi bawah, yang disesuaikan dengan kebutuhan dasar masyarakat desa yang berada pada wilayah kecamatan yang bersangkutan. pembangunan di wilayah kecamatan melalui sistem UDKP tersebut diutamakan pada kecamatan yang tergolong miskin, rawan, minus, terbelakang, serta berada di wilayah perbatasan/kepulauan dan radar penduduk, agar kecamalan-kecamatan tersebut dapat berkembang sesuai dengan kecamatan lainnya. Sampai dengan tahun 1983/1984, sistem UDKP ini telah dilaksanakan pada 2.045 kecamatan yang tersebar di 27 propinsi daerah tingkat I. Selain itu di wilayah kecarnatan UDKP telah dilaksanakan pula berbagai kegiatan, antara lain penataran terhadap 1.093 orang camat UDKP, serta kursus bagi 3.429 kepala urusan pembangunan. desa tingkat kecamatan dari 27 propinsi. Sejalan dengan itu telah dilaksanakan pula penempatan 1.183 TKS-BUTSI, musyawarah LKMD, diskusi UDKP dan temu karya LKMD di tingkat ke carnatan , serta rapat koordinasi pembangunan, baik di tingkat kabupaten/kotamadya maupun di tingkat propinsi. Melalui sistem UDKP, jumlah desa swasembada pada. kecamatan UDKP rata-rata meningkat 6,7 persen per tahun, sedangkan pada
Departemen Keuangan RI
312
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
kecamatan non UDKP rata-rata hanya b.ertambah dengan sebesar 3,2 persen per tahun. Dalam pada itu peningkatan jumlah proyek/program sektoral, regional, Inpres, dan swadaya masyarakat yang mengisi kecarnatan dengan sistem UDFY terse but rata-rata adalah sebanyak 25 proyek. Melalui inpres bantuan pembangunan desa, sampai dengan tahun 1983/1984 telah diberikan dana paket UDKP kepada 1.876 kecamatan. Dalam sistem UDKP tersebut, juga terkait kegiatan penerapan pola tatadesa dan pengembangan teknologi pedesaan. Berkaitan dengan itu telah dilakukan survai pendahuluan tatadesa pada 1.040 kecamatan, penerapan pola tatadesa di 672 desa, survai/pengkajian identifikasi masalah tatadesa di 6 kecarnatan yang meliputi 90 desa dan penyuluhan mengenai teknis pola tatadesa terhadap 216 tokoh masyarakat desa. Sedangkan guna penerapan dan pengembangan teknologi pedesaan telah dilakukan identifikasi spesifik terhadap 46 jenis teknologi pedesaan yang telah berhasil diterapkan dan dikembangkan, yakni meliputi bidang energi, pangan, pertanian, konstruksi dan material, di samping juga penetapan dan pemilihan 63 orang perugas teknologi pedesaan (PL TP) dan 345 orang kader teknologi pedesaan. Untuk menumbuhkan dan mengembangkan peranserta aktif swadaya masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan hidup dan pembangunan desanya, telah dibentuk pula lembaga ketahanan masyarakat desa (LKMD). Sampai dengan tahun 1983/1984, telah dibentuk sebanyak 63.698 LKMD atau sekitar 94,4 persen dari 66.448 desa yang ada di Indonesia. Jumlah tersebut menurut tingkat perkembangannya dapat dike1ompokkan ke dalam 3 kategori, yaitu kategori posif sebanyak 10.207 LKMD, kategori berkembang sebanyak 25.297 LKMD dan kategori aktif berfungsi sebanyak 28.194 LKMD. Selain itu guna mempercepat terwujudnya LKMD yang aktif berfungsi dalam pelaksanaan pembangunan, telah dikembangkan pula sebanyak 4.755 LKMD percontohan yang diharapkan akan menjadi LKMD teladan. Selanjutnya dalam rangka meningkatkan fungsi LKMD, telah dilaksanakan latihan bagi pelatih/instruktur PL-LKMD yang diikuti 6.488 orang, dan bagi kader LKMD-KPD yang diikuti 57.237 orang. Adapun untuk pengembangan teknologi desa telah diberikan latihan kepada 734 orang anggota masyarakat, sedangkan latihan guna meningkatkan keterampilan dalam pembangunan/pemugaran perumahan desa, pemukiman kembali penduduk dan penciptaan lapangan kerja, telah diikuti oleh 42.315 orang. Selain kegiatan tersebut, telah dilaksanakan pula penyuluhan dan peningkatan motivasi, terutama untuk desa-desa yang terbelakang. Kegiatan tersebut dilaksanakan dalam bentuk latihan sosio drama yang diikuti oleh 9.575 peserta dan kelompok kesenian rakyat, pementasan kegiatan LKMD melalui TVRI, siaran pedesaan melalui RRI dengan 41.380 kelompok pendengar, serta melalui penerbitan dan
Departemen Keuangan RI
313
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
penyebaran folder/poster/brosur-brosur penyuluhan. Kegiatan lain yang erat kaitannya dengan pembinaan LKMD adalah pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK). Untuk itu dibentuk kaderkader PKK melalui penyelenggaraan kursus-kursus PKK, yang sampai dengan tahun 1983/1984 telah diikuti oleh 290.598 orang. Sedangkan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan' bulan Agustus 1984 telah dilaksanakan latihan/kursus bagi tim penggerak PKK tingkat propinsi dan kabupaten/kotamadya, yang diikuti oleh 2.430 orang meliputi 27 propinsi dan terdiri dari 54 kabupaten/kotamadya. Berkaitan dengan pemukiman kembali penduduk desa, sejak tahun 1972/1973 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dimukimkan kembali penduduk sebanyak 29.669 KK pada 5'Ollokasi di 21 propinsi. Sedangkan sejak dimulainya kegiatan pemugaran perumahan dan lingkungan desa, yakni dalam tahun 1976/1977 sampai dengan bulan Agustus 1984, telah dilaksanakan pemugaran 46.890 rumah yang tersebar pada 1.896 lokasi/desa di 26 propinsi. Di samping itu guna meningkatkan peranan masyarakat dalam menunjang program dasawarsa air bersih dan penyehatan lingkungan pemukiman, telah dilakukan pula penyuluhan dan latihan bagi 21 orang petugas lapangan di Tangerang, Jawa Barat dan 32 orang di DI Yogyakarta. Untuk meningkatkan taraf hidupdan kesejahteraan penduduk di pedesaan serta guna mempercepat pembangunan pedesaan, terus ditingkatkan jumlah bantuan yang diberikan kepada setiap desa, sehingga dalam tahun 1983/1984 sebanyak 66.437 desa telah memperoleh bantuan sebesar Rp 91,6 milyar. Dalam waktu yang sarna hasil pelaksanaan Inpres pembangunan desa telah mencakup 106.441 proyek, yang terdiri atas prasarana produksi, perhubungan, pemasaran dan sosial, masing-masing sebanyak 30.935 buah, 17.831 buah, 3.583 buah dan 54.092 buah. Proyek-proyek tersebut dibangun melalui bantuan Pemerintah pusat, Pemerintah daerah dan swadaya masyarakat, masing-masing sebesar 61,4 persen, 0,3 persen dan 38,3 persen. Untuk membantu pelaksanaan pembangunan di daerah tingkat II, telah diberikan bantuan yang besarnya didasarkan atas jumlah penduduk. Bantuan tersebut ditujukan untuk penciptaan dan perluasan lapangan kerja di daerah-daerah, yakni melalui usaha perbaikan, peningkatan dan pembangunan berbagai jenis prasarana fisiko perekonomian dan lingkungan, 'yang sangat bermanfaat bagi masyarakat di daerah-daerah bersangkutan. Untuk mencapai tujuan tersebut, bantuan diarahkan pada pembangunan baik prasarana fisik, seperti jalan, jembatan, gorong-gorong, bendungan, dan saluran pembawa, maupun proyek-proyek lain seperti pengembangan potensi yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan. Untuk daerah perkotaan, penggunaan bantuan tersebut diarahkan pada proyekproyek yang dapat memperbaiki lingkungan hidup perkotaan, terutama lingkungan hidup masyarakat yang berpenghasilan
Departemen Keuangan RI
314
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
rendah. Dalam tahun 1983/1984 telah dibangun prasarana perhubungan meliputi jalan sepanjang 17.393,3 kilometer, dan jembatan sepanjang 27.227 meter, serta prasarana pengairan bernpa bendungan sejumlah 121.487 meterkubik, saluran pembawa sepanjang 13.741,9 kilometer dan bangunan pengairan lainnya sebanyak 664 buah yang dapat mengairi areal seluas 44.928 hektar. Selain itu juga telah dibangun pasar seluas 77.315 meterpersegi, riol sepanjang 434.415 kilometer, stasiun bus dan pelabuhan sungai, masing-masing sebanyak 23 buah dan 11 buah, serta penghijauan dan pencegahan banjir, masing-masing seluas 38.174 hektar dan 6.916,4 hektar. Di samping bantuan pembangunan daerah tingkat II tersebut, mulai tahun 1979/1980 diberikan pula bantuan penunjangan jalan kabupaten,. yang ditujukan untuk membantu daerah tingkat II untuk membangun jalan yang menghubungkan daerahdaerah terpencil, yang jumlah penduduk dan tingkat produktivitasnya cukup tinggi. Dengan bantuan tersebut, dalam tahun 1983/1984 telah berhasil dilaksanakan penunjangan jalan sepanjang 7.414 kilometer, penunjangan jembatan sepanjang 5.707 meter, pembangunan jembatan sepanjang 14.022 meter, serta penggantian gorong-gorong sepanjang 59.658 meter. Dengan semakin meningkatnya bantuan kepada Dati I, maka pelaksanaan pembangunan daerah lebih meningkat lagi sesuai dengan prioritas kebutuhannya. Bantuan tersebut antara lain digunakan untuk pemeliharaan jalan dan jembatan, masing-masing sepanjang 7.352,8 kilometer dan 8.321,5 meter, selain juga untuk perbaikan dan penyempurnaan irigasi yang terdiri dari bendungan sebanyak 56 buah dan saluran sepanjang 280,7 kilometer. Sementara itu dalam rangka pemeliharaan pengairan antara lain telah dilakukan pembangunan bangunan air sebanyak 112.082 buah, serta saluran pembawa dan pembuang, masing-masing sepanjang 61.748,2 kilometer dan 16.880,6 kilometer. Sejalan dengan itu telah dibangun pula fasilitas eksploitasi sebanyak 3.907 buah, serta tanggul banjir dan jaringan telepon, masing-masing sepanjang 5.225,1 kilometer dan 3.728,2 kilometer. Sedangkan melalui dana Inpres bantuan pembangunan daerah tingkat I sebesar Rp 253.000,juta telah dibangun sebanyak 2.604 buah proyek.
8.9.2. Tatakota dan tatadaerah Sejalan dengan proses pembangunan yang terus berlangsung, peranan kota sebagai pusat pemukiman, kegiatan ekonomi, sosial, politik, kebudayaan, administrasi, jasa dan pusat pemerintahan juga semakin besar. Oleh schab itu, telah dilakukan usaha pembinaan dan pengembangan perkotaan yang bertujuan, selain untuk pembangunan dan pengembangan terhadap kota tersebut, juga dimaksudkan untuk peningkatan pelayanan umum dan perbaikan Departemen Keuangan RI
315
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
kondisi lingkunganpemukiman yang aman, tertib da sehat bagi seluruh warganya. Untuk mencapai tujuan tersebut, ditempuh kebijaksanaan yang antara lain meliputi pembinaan reneana kota, pembinaan pengelolaan air minum dan pembinaan pemerim:ahan kota. Dalam rangka pembinaan pengelolaan air minum, telah dilaksanakan pengumpulan data/bahan-bahan yang meneakup masalah air minum di seluruh Indonesia. Atas dasar hasil pengumpulan data tersebut, dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah terdapat sebanyak 136 buah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), 75 buah Badan Pengelola Air Minum (BPAM), 30 buah Dinas Air Minum dan 27 buah Seksi Air Minum. Sementara itu dalam pembinaan reneana kota telah dilakukan kegiatan pengembangan kota Metropolitan Jakarta yang meliputi penyusunan rencana induk kota DKI Jakarta tahun 1985 - 2.005, serta rencana induk kota Tangerang, Cibinong, dan Bekasi, yang pengembangannya disesuaikan dengan pokok-pokok kebijaksanaan pengembangan wilayah Jabotabek. Selain itu juga telah disusun kerangka acuan kerja bantuan teknik bagi kota Semarang (Semarang Raya), Ujungpandang (Mamimasa Ora) dan Denpasar. Sejalan dengan itu dilakukan pula persiapan penyusunan rencana kota yang dikaitkan dengan program bantuan bagi 57 kota, pemberian bantuan teknis dan biaya dalam jumlah terbatas kepada daerah tingkat II yang akan melakukan reneana induk kotanya. Di samping itu juga dilakukan peningkatan kemampuan di bidang perencanaan kota melalui kursus yang diselenggarakan oleh Badan kerjasama Antar Kota Seluruh Indonesia (BKS-AKSI). Berkaitan dengan pembinaan pemerintahan kota, telah dilakukan pula pembentukan kota administratif sebanyak 28 buah di seluruh Indonesia, penyusunan raneangan peraturan Pemerintah mengenai pembentukan kota administratif Kota Bumi, Metro, Lahat, Palopo, Watampone, Bima, Lhokseumawe dan Pariaman. Selain itu telah dilakukan penelitian tentang reneana pembentukan kota administratif Sarong, Kuala Kapuas, Sampit, Pangkalan Brandan, Kota Banjar, Curup, Langsa, Bontang, Rantau Prapat, Kota Baru dan Amuntai. Selanjutnya dalam rangka pengembangan perkotaan telah dilakukan pula pembinaan kerjasama antara kotakota di dalam negeri, baik dengan kota-kota di luar negeri maupun dengan organisasillembaga intemasional perkotaan di luar negeri.
8.9.3. Tata agraria dan tataguna tanah Kegiatan program tataagraria seiring dengan program tataguna tanah ditujukan untuk meneiptakan tertib hukum pertanahan, tertib administrasi pertanahan, tertib penggunaan tanah, serta tertib pemeliharaan tanah dan lingkungan. Untuk itu telah dilakukan penertiban dan peningkatan pengurusan hak-hak atas tanah, pendaftaran tanah, pengembangan landreform serta Departemen Keuangan RI
316
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
proyek operasi nasional agraria (Prona). Adapun dari hasil penertiban dan peningkatan pengurusan hak-hak atas tanah, dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Juli 1984 telah diselesaikan sebanyak 34.302 surat keputusan hak tanah, dengan jumlah pemasukan uang kepada negara sebesar Rp 1.833.281.652,-. Dengan demikian sejak Pelita III sampai dengan bulan Juli 1984 telah diselesaikan sebanyak 171.053 sural keputusan hak tanah dengan penerimaan negara sebesar Rp 6.512.716.611,-. Sedangkan hasil-hasil yang telah dicapai dalam kegiatan pengembangan land reform sampai dengan akhir Pelita III antara lain meliputi identifikasi penguasaan pemilikan tanah pertanian pedesaan di 21 desa, pelaksanaan redistribusi tanah seluas 665.094 hektar, penertiban perjanjian bagi hasil pada 52 kabupaten, penyelesaian sengketa sebanyak 114 kasus, serta peningkatan tertib administrasi landreform terhadap 80.078 KK. Program pembangunan tataguna tanah terutama diarahkan pada daerah-daerah minus dan padat penduduknya, serta ditujukan untuk peningkatan pelayanan terhadap penyiapan daerah transmigrasi. Selain itu juga mencakup peningkatan inventarisasi dan evaluasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup, penyediaan sarana dan cara penataan kembali, penggunaan, penguasaan, dan pemilikan tanah, serta pengendalian penggunaannya. Dalam tahun 1983/1984, pengembangan tataguna tanah pada umumnya merupakan kelanjutan daripada kegiatan tahun sebelumnya yang meliputi pembuatan peta kerja, pemetaan kemampuan tanah, pemetaan penggunaan tanah pedusunan, pemetaan penggunaan tanah perkotaan, perencanaan tataguna tanah Dati II, perhitungan produktivitas tanah, monitoring lokasi daerah miskin, serta monitoring rencana tataguna tanah Dati II. Hasil yang dicapai di bidang pengembangan tataguna tanah sampai dengan Pelita III meliputi pembuatan peta kerja dengan skala 1:25 ribu seluas 7.760 ribu hektar, pemetaan kemampuan tanah dengan skala 1: 100 ribu dan 1:50 ribu, masing-masing seluas 9.088 ribu hektar dan 44.960 ribu hektar, serta pemetaan penggunaan tanah pedusunan dengan skala 1:200 ribu, 1: 100 ribu, 1:50 ribu dan 1:25 ribu, masing-masing seluas 11.264 ribu hektar, 78.592 ribu hektar, 14.494 ribu hektar dan 70.160 ribu hektar. Sementara itu telah dilakukan pemetaan penggunaan tanah perkotaan pada 64 kotamadya/kota administratif, 194 kota kabupaten dan 485 kola kecamatan. Di samping pemetaan penggunaan tanah, juga telah diselesaikan penyusunan rencana tataguna tanah Dati II di 250 kodya/kabupaten, perhifungan produktivitas tanah di 199 kabupaten, monitoring lokasi daerah miskin di 246 kabupaten, dan monitoring rencana tataguna tanah Dati II di 250 kabupaten/kodya.
Departemen Keuangan RI
317
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986 Lampiran 1 PERKIRAAN PENERIMAAN NEGARA TAHUNANGGARAN 1985/1986 (dalam jutaan rupiah) JENIS PENERIMAAN A. PENERIMAAN DALAM NEGERI I. Penerimaan Minyak Bumi dan Gas Alam 1. Pajak Penghasilan Minyak Bumi 2. Pajak Penghasilan Gas Alam II. Penerimaan di Luar Minyak Bumi dan Gas Alam 1. Pajak Penghasilan 1.1. Pajak penghasilan perseorangan - Hasil potongan penghasilan Pekerjaan - Usaha dan pekerjaan 1.2. Pajak penghasilan badan - Badan usaha milik negara - Badan usaha swasta - Hasil pungutan kegiatan usaha - Hasil potongan bunga deviden, royalty Dan sebagainya.
JUMLAH 18.677.900 11.159.700 9.479.600 1.680.100 7.518.200 3.074.000 797.300 -570.700 -226.600 2.276.700 -658.000 -1.010.100 -314.400 -294.200
2. Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah 3. Bea Masuk dan Cukai 3.1. Bea Masuk 3.2.Cukai - Cukai tembakau - Cukai lainnya 4. Pajak Ekspor 5.Ipeda 6. Pajak Lainnya 7. Penerimaan Bukan Pajak B. PENERIMAAN PEMBANGUNAN 1. Bantuan Program 2. Bantuan Proyek JUMLAH
Departemen Keuangan RI
1.666.400 1.680.400 717.100 963.300 -865.000 -98.300 101.700 167.400 96.400 731.900 4.368.100 70.900 4.297.200 23.046.000
318
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
DASAR PERHITUNGAN UNTUK PERKlRAAN PENERIMAAN NEGARA RAPBN 1985/1986
A.
PENERIMAAN DALAM NEGERI I. PENERIMAAN MINYAK BUMI DAN GAS ALAM Faktor-faktor yang diperhitungkan : produksi minyak diperkirakan sebesar 1,3 juta barrel minyak mentah sehari, dan 100 ribu barrel kondensat sehari harga rata-rata ekspor minyak mentah Indonesia diperkirakan sebesar US $ 29,50 per barrel. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka penerimaan minyak bumi dan gas alam diperkirakan sebesar Rp'11.1S9,7 milyar. II. PENERIMAAN DI LUAR MINYAK BUMI DAN GAS ALAM 1.
Pajak penghasilan 1.1. Pajak penghasilan perseorangan Faktor-faktor umum yang diperhitungkan : - perluasan dasar pengenaan pajak, - penertiban dan perluasan wajib pajak, - peningkatan penghasilan masyarakat, - timbulnya perusahaan-perusahaan baru dan perluasan perusahaan yang ada sehingga memperluas lapangan kerja, - berkembangnya kegiatan usaha produksi dan perdagangan, - peningkatan mutu aparat pajak. 1.1.1. Pajak hasil potongan penghasilan pekerjaan Faktor-faktor yang diperhitungkan akan mempengaruhi penerimaan : - perluasan dasar pengenaan pajak, - penertiban dan perluasan wajib pajak, - peningkatan verifikasi sehingga dapat ditagih pajak yang seharusnya dipungut, - penagihan yang lebih intensif atas tunggakan-tunggakan pajak, - peningkatan kesadaran dari para wajib pajak, - batas pendapatan tidak kena pajak sesuai dengan UndangUndang Pajak Penghasilan. Berdasarkan hal-hat tersebut, maka diperkirakan penerimaan yang berasal dari pajak hasil potongan penghasilan pekerjaan dapat mencapai Rp 570,7 milyar. 1.1.2. Pajak penghasilan usaha dan pekerjaan Faktor-faktor yang diperhitungkan akan mempengaruhi penerimaan : - perluasan dasar pengenaan pajak, - peningkatan penghasilan dan kegiatan usaha perseorangan, - penertiban dan perluasan jumlah wajib pajak dengan intensifikasi pemungutan melalui verifikasi yang mendalam, - peningkatan kegiatan penagihan atas tunggakan-tunggakan pajakpenghasilan,
Departemen Keuangan RI
319
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
-
pemeriksaan pembukuan yang lebih intensif atas jumlah laba perusahaan, - batas PTKP sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, diperkirakan penerimaan pajak penghasilan usaha dan pekerjaan dapat mencapai jumlah Rp 226,6 milyar.
1.2.
Pajak penghasilan badan Faktor-faktor umum yang diperhitungkan : - perluasan dasar pengenaan pajak, - penertiban dan perluasan wajib pajak, - berkembangnya kegiatan usaha produksi dan perdagangan, - timbulnya perusahaan-perusahaan baru, - naiknya penghasilan perusahaan-perusahaan. 1.2.1. Pajak penghasilan badan usaha milik negara Faktor-faktor yang diperhitungkan : - penertiban administrasi dan organisasi perusahaan - perusahaan negara, - peningkatan keuntungan daripada perusahaan negara, - intensifikasi pemungutan pajak. Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas diperkirakan pajak penghasilan badan usaha milik negara sebesar Rp 658,0 milyar. 1.2.2. Pajak penghasilan badan usaha swasta Dalam penerimaan ini termasuk pula pajak penghasilan atas laba yang/diperoleh badan aging yang ada di Indonesia. Faktor-faktor yang diperhitungkan akan mempengaruhi penerimaan : - peningkatan penghasilan dari badan-badan usaha swasta, - penertiban dan perluasan jumlab wajib pajak, - pemeriksaan pembukuan yang lebih intensif atas jumlah laba perusahaan, - penagihan yang lebih intensif atas tunggakan-tunggakan pajak, - kesadaran wajib pajak yang semakin baik yang mendorong perusahaan untuk lebih terbuka dalam pembukuannya. Berdasarkan faktor-faktor di atas, diperkirakin pajak penghasilan badan usaha swasta sejumlah Rp 1.010,1 milyar. 1.2.3. Pajak hasil pungutan kegiatan usaha Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan : - kegiatan usaha di bidang impor, - kegiatan usaba yang memperoleh pembayaran untuk barang dan jasa dari anggaran belanja negara. Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka diperkirakan dapat diperoleh pajak hasil pungutan kegiatan usaha sebesar Rp 314,4 milyar. 1.2.4. Pajak hasil potongan bunga, dividen, royalty dan sebagainya. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan : - berkembangnya kegiatan ekonomildunia usaha,
Departemen Keuangan RI
320
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
-
verifikasi yang intensif terhadap perusahaan-perusahaan dalam hal pembagian dividen, pembayaran bunga dan royalty. Berdasarkan faktor-faktor di atas maka penerimaan pajak hasil potongan bunga, dividen, royalty dan sebagainya diperkirakan akan mencapai sebesar Rp 294,2 milyar.
2.
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak penjualan atas Barang Mewah. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan adalah : - perkembangan perekonomian khususnya pacta sektor pertanian, industri, perdagangan dan jasa, - perluasan jumlah wajib pajak dan intensifikasi pemungutan melalui verifikasi yang lebih ketat atas penyerahan barang-barang dan jasa, - pengenaan pajak pertambahan nilai atas penjualan bahan bakar minyak (BBM), - perkembangan tata niaga impor. Berdasarkan hal-hal tersebut maka penerimaan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah diperkirakan mencapai Rp 1.666,4 milyar
3.
Bea Masuk dan Cukai 3.1.
Bea masuk Perkiraan penerimaan bea masuk didasarkan alas hal-hat sebagai berikut: - impor yang dapat dikenakan bea masuk diperkirakan sekitar US $ 5,1 milyar, - tarip rata-rata bea masuk diperkirakan sebesar 13,0 persen. Berdasarkan hal-hat tersebut, maka penerimaan bea masuk diperkirakan dapat mencapai Rp717,1 milyar.
3.2.
Cukai 3.2.1. Cukai tembakau Hal-hal yang dapat mempengaruhi penerimaan cukai tembakau adalah : - peningkatan produksi rokok dan hasil-hasil tembakau lainnya, - peningkatan clara beli masyarakat dengan naiknya pendapatan nasional, - peningkatan usaha pemungutan cukai berupa penyerasian pita cukai dengan perkembangan harga jualnya, - verifikasi yang lebih cermat alas perusahaan-perusahaan rokok, - pencegahan dan pemberantasan pita rokok palsu dan rokok tidak berpita cukai, - penyelesaian tunggakan-tunggakan cukai. Berdasarkan hal-hat tersebut di alas, diharapkan dapat diterima cukai tembakau sebesar Rp 865,0 milyar 3..2.2. Cukai lainnya Cukai lainnya terdiri dari cukai gula, cukai bir dan cukai alkohol sulingan.
Departemen Keuangan RI
321
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Hal-hal yang dapat meningkatkan penerimaan adalah : - peningkatan produksi gula, - intensifikasi pemungutan cukai dan penyesuaian harga dasar sesuai dengan perkembangan ekonomi. Berdasarkan hal-hal tersebut, maka cukai lainnya diperkirakan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 98,3 milyar. 4.
Pajak Ekspor Dasar perhitungan pajak ekspor adalah sebagai berikut : - ekspor di luar minyak diperkirakan sebesar US $ 7,0 milyar. Dengan dasar perhitungan tersebut, maka penerimaan pajak ekspor diperkirakan sebesar Rp 101,7 milyar.
5.
luran Pembangunan Daerah Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan : - peningkatan daripada nilai obyek Ipeda sejalan dengan kegiatan pembangunan, - intensifikasi pemungutan meliputi pokok pengenaan dalam tahun berjalan dan penagihan atas tunggakan hutang Ipeda tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka penerimaan Ipeda diperkirakan akan mencapai jumlah sebesar Rp 167,4 milyar.
6.
Pajak Lainnya Jenis penerimaan ini meliputi pajak kekayaan, bea meterai dan bea lelang. Perkiraan penerimaannya didasarkan atas hal-hal sebagai berikut : - naiknya nilai kekayaan sejalan dengan naiknya penghasilan, - berkembangnya kegiatan ekonomi, - perluasan wajib pajak dan intensifikasi pemungutan pajak, - peningkatan batas kekayaan yang tidak kena pajak, - penyesuaian tarip pajak kekayaan dan bea meterai, - peningkatan kegiatan dan transaksi ekonomi yang dapat dikenakan bea meterai, - pengawasan yang lebih ketat atas pemakaian bea meterai, - penyempurnaan dan peningkatan efektivitas dalam penggunaan kantor lelang. Dengan memperhitungkan hal-hal tersebut maka penerimaan pajak lainnya diperkirakan mencapai jumlah sebesar Rp 96,4milyar.
7.
Penerimaan Bukan Pajak Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan adalah : - penertiban administrasi perusahaan negara dan bank milik negara dalam rangka meningkatkan penerimaan, - verifikasi dan pengawasan yang lebih baik atas penyetoran daripada penerimaan departemen-departemen, - usaha intensifikasi dan ekstensifikasi daripada sumber-sumber penerimaan. Dengan faktor-faktor tersebut diperkirakan akan diterima penerimaan bukan pajak sebesar Rp731,9 milyar.
Departemen Keuangan RI
322
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
B.
PENERIMAAN PEMBANGUNAN Perkiraan penerimaan bantuan program dan bantuan proyek adalah sebagai berikut : -
bantuan program dalam tahun anggaran 1985/1986 diperkirakan sebesar Rp 70,9 milyar, realisasi (disbursement) dalam tahun 1985/1986 dari komitmen bantuan proyek tahun-tahun yang lalu dan tahun 1985/1986 diperkirakan sebesar Rp 4.297,2 milyar. Lampiran 2 ANGGARAN BELANJA RUTIN 1985/1986 DIPERINCI MENU RUT SEKTOR 1 SUB SEKTOR ( dalam ribuan rupiah)
Nomor Kode 1 1.1 1.2 2 2.1 3 3.1 3.2 4 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 5 5.1 5.2 6 6.1 6.2 7
Sektor/Sub Sektor SEKTOR PERTANIAN DAN PEN GAl RAN Sub Sektor Pertanian Sub Sektor Pengairan SEKTOR INDUSTRI Sub Sektor Industri SEKTOR PERTAMBANGAN DAN ENERGI Sub Sektor Pertambangan Sub Sektor Energi SEKTOR PERHUBUNGAN DAN PARIWISATA Sub Sektor Prasarana Jalan Sub Sektor Perhubungan Darat Sub Sektor Perhubungan Laut Sub Sektor Perhubungan Udara Sub Sektor Pos dan Telekomunikasi Sub Sektor Pariwisata SEKTOR PERDAGANGAN DAN KOPERASI Sub Sektor Perdagangan Sub Sektor Koperasi SEKTOR TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI Sub Sektor Tenaga Kerja Sub Sektor Transmigrasi SEKTOR REGIONAL DAN DAERAH/PEMBANGUNAN DAERAH, DESA DAN KOTA
Departemen Keuangan RI
J umlah 50.979.646,00 42.377.534,00 8.602.112,00 6.754.440,00 6.754.440,00 15.542.550,00 14.952.170,00 590.380,00 83.132.160,00 5.100.398,00 13.665.920,00 40.893.355,00 21.075.122,00 405.446,00 1.991.919,00 31.237.523,00 15.990.298,00 15.247.225,00 36.368.563,00 22.715.685,00 13.652.878,00 2.636.464.408,00
323
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Nomor Kode 7.1 8 8.1
Sektor/Sub Sektor
10 10.1 10.2 10.3 11 11.1 12 12.1
Kota SEKTOR AGAMA Sub Sektor Agama SEKTOR PENDIDIKAN, GENERASI MUDA, KEBUDAYAAN NASIONAL DAN KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA Sub Sektor Pendidikan Umum dan Generasi Muda Sub Sektor Pendidikan Kedlinasan Sub Sektor Kebudayaan Nasional dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa SEKTOR KESEHATAN, KESEJAHTERAAN SOSIAL, PERANAN WANITA, KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA Sub Sektor Kesehatan Sub Sektor Kesejahteraan Sosial dan Peranan Wanita Sub Sektor Kepencluclukan dan Keluarga Berencana SEKTOR PERUMAHAN RAKY AT DAN PEMUKIMAN Sub Sektor Perumahan Rakyat dan Pemukiman SEKTOR HUKUM Sub Sektor Hukum
13 13.1
SEKTOR PERTAHANAN DAN KEAMANAN NASIONAL Sub Sektor Pertahanan dan Keamanan Nasional
14 14.1 15 15.1 16 16.1 16.2 16.3
SEKTOR PENERANGAN, PERS DAN KOMUNlKASI SOSIAL Sub Sektor Penerangan, Pers dan Komunikasi Sosial PENELITIAN Sub Sektor Penelitian SEKTOR APARATUR PEMERINTAH Sub Sektor Aparatur Pemerintah Sub Sektor Lembaga Tertinggi Tinggi Negara Sub Sektor Keuangan Negara
9 9.1 9.2 9.3
JUMLAH
Departemen Keuangan RI
Jumlah 2.636.464.408,00 34.662.521,00 34.662.521,00
665.470.295,00 642.453.941,00 16.331.196,00 6.685.158,00
116.074.269,00 74.778.604,00 17.848.155,00 23.447.510,00 4.596.316,00 4.596.316,00 129.928.154,00 129.928.154,00 1.600.392.500,00 1.600.392.500,00 50.803.850,00 50.803.850,00 46.943.618,00 46.943.618,00 6.889.649.187,00 618.500.453,00 9.930.100,00 6.261.218.634,00 12.399.000.000,00
324
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Lampiran 3 ANGGARAN BELANJA PEMBANGUNAN 1985/1986 DIPERINCI MENURUT SEKTOR/SUB SEKTOR ( dalam ribuan rupiah )
Nomor Kode 1 1.1 1.2 2 2.1 3 3.1 3.2 4 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 5 5.1 5.2 6 6.1 6.2
Nilai Rupiah Proyek/ Teknis, Kredit Ekspor dan obligasi Sektor/Sub Sektor SEKTOR PERTANIAN DAN PENGAIRAN Sub Sektor Pertanian Sub Sektor Pengairan SEKTOR INDUSTRI Sub Sektor Industri SEKTORPERTAMBANGAN DAN ENERGI Sub Sektor pertambangan Sub Sektor Energi SEKTORPERHUBUNGAN DAN PARIWISATA
Rupiah 957.831.000 691.931.000 265.900.000 111.518.000 111.518.000 258.359.000 58.850.000 199.509.000 635.486.000
472.532.000 209.040.000 263.492.000 543.623.000 543.623.000 1.043.320.000 217.125.000 826.195.000 789.864.000
Jumlah 1.430.363.000 900.971.000 529.392.000 655.141.000 655.141.000 1.301.679.000 275.975.000 1.025.704.000 1.425.350.000
Sub Sektor Prasarana Jalan Sub Sektor Perhubungan Darat Sub Sektor Perhubungan Laut Sub Sektor perhubungan Udara Sub Sektor Pos dan Telekomunikasi Sub Sektor Pariwisata SEKTOR PERDAGANGAN DAN KOPERASI Sub Sektor Perdagangan Sub Sektor Koperasi SEKTOR TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI Sub Sektor Tenaga Kerja Sub Sektor Transmigrasi
365.469.000 68.050.000 95.545.000 80.903.000 9.289.000 16.230.000 76.294.000 45.800.000 30.494.000
256.189.000 170.045.000 179.194.000 109.462.000 62.291.000 12.683.000 52.536.000 14.212.000 38.324.000
621.658.000 238.095.000 274.739.000 190.365.000 71.580.000 28.913.000 128.830.000 60.012.000 68.818.000
539.795.000 70.000.000 469.795.000
136.993.000 28.531.000 108.462.000
676.788.000 98.531.000 578.257.000
Departemen Keuangan RI
325
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Rupiah
Nilai Rupiah Proyek/ Teknis, Kredit Ekspor dan obligasi
Jumlah
842.334.000
25.885.000
868.219.000
842.334.000 63.595.000 63.595.000
25.885.000
868.219.000 63.595.000 63.595.000
1.273.001.000
237.845.000
1.510.846.000
1.158.006.000 83.860.000
203.120.000 18.232.000
1.361.126.000 102.092.000
31.135.000
16.493.000
47.628.000
303.540.000 189.553.000
109.822.000 65.409.000
413.362.000 254.962.000
55.987.000
2.321.000
58.308.000
58.000.000
42.092.000
100.092.000
273.867.000
163.774.000
437.641.000
273.867.000 79.903.000 79.903.000
163.774.000 817.000 817.000
437.641.000 80.720.000 80.720.000
Nomor Kode Sektor/Sub Sektor
7 7.1 8 8.1 9
9.1 9.2 9.3
10
10.1 10.2 10.3 11 11.1 12 12.1
SEKTORPEMBANGUNAN DAERAH, DESA DAN KOTA Sub Sektor Pembangunan Daerah, Desa dan Kota SEKTOR AGAMA Sub Sektor Agama SEKTOR PENDlDlKAN, GENERASI MUDA, KEBUDAYAAN NASIONAL DAN KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA Sub Sektor Pendidikan Umum dan Generasi Muda Sub Sektor Pendidikan Kedinasan Sub Sektor Kebudayaan Nasional dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa SEKTOR KESEHATAN, KESEJAHTERAAN SOSIAL, PERANAN WANITA, KEPENDUDUKAN DAN KELUARGABERENCANA Sub Sektor Kesehatan Sub Sektor Kesejahteraan Sosial dan Peranan Wanita Sub Sektor Kependudukan dan Keluarga Berencana SEKTORPERUMAHAN RAKYAT DAN PEMUKIMAN Sub Sektor Perumahan Rakyat dan Pemukiman SEKTOR HUKUM Sub Sektor Hukum
Departemen Keuangan RI
326
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Nomor Kode Sektor/Sub Sektor
13 13.1 14 14.1 15 15.1 15.2 16 16.1 17 17.1 18. 18.1
SEKTOR PERTAHANAN DAN KEAMANAN NASIONAL Sub Sektor Pertahanan dan Keamanan Nasional SEKTOR PENERANGAN, PERS DAN KOMUNIKASI SOSIAL Sub Sektor Penerangan, Pers dan Komunikasi Sosial SEKTOR ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI DAN PENELITIAN Sub Sektor Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Sub Sektor Penelitian SEKTOR APARATUR PEMERINTAH Sub Sektor Aparatur Pemerintah SEKTORPENGEMBANGAN DUNIA USAHA Sub Sektor Pegembangan Dunia Usaha SEKTOR SUMBER ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP Sub Sektor Sumber Alam dan Lingkungan Hidup JUMLAH
Departemen Keuangan RI
Rupiah
Nitai Rupiah Bantuan Proyek/ Teknis, Kredit Eksgor dan obligasi
J umlah
395.210.000
318.854.000
714.064.000
395.210.000
318.854.000
714.064.000
49.115.000
18.572.000
67.687.000
49.115.000
18.572.000
67.687.000
138.523.000
69.415.000
207.938.000
39.281.000 99.242.000
35.102.000 34.313.000
74.383.000 133.555.000
174.327.000 174.327.000
2.114.000 2.114.000
176.441.000 176.441.000
11.274.000
217.873.000
229.147.000
11.274.000
217.873.000
229.147.000
165.828.000
93.361.000
259.189.000
165.828.000 6.349.800.000
93.361.000 4.297.200.000
259.189.000 10.647.000.000
327
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1985/1986 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
:
a. bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1985/ 1986 pada dasarnya merupakan rencana kerja Pemerintah dalam rangka pelaksanaan tahun kedua rencana tahunan Pembangunan Lima Tahun IV dan di samping itu dimaksudkan pula untuk memelihara dan meneruskan hasil-hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan pembangunan sejak Pembangunan Lima Tahun I sampai dengan tahun pertama Pembangunan Lima Tahun IV, dan sekaligus untuk meletakkan landasan bagi usahausaha pembangunan selanjutnya; b. bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk Tahun Anggaran 1985/1986 sebagai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun kedua dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun IV, tetap disusun dengan mengikuti prioritas nasional sebagaimana ditetapkan di dalam Pola Umum Pembangunan Lima Tahun IV yang tercantum dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor II/MPR/1983 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara; c. bahwa sehubungan dengan itu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1985/1986 perlu diatur dengan Undang-undang, dan untuk lebih menjaga kelangsungan jalannya pembangunan maka dalam Undang-undang tersebut diatur pula ten tang saldo-anggaran-Iebih dan sisa kredit anggaran proyek-proyek pada anggaran pembangunan Tahun Anggaran 1985/1986;
Mengingat
:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Indische Comptabiliteitswet (Staatsblad tahun 1925 Nomor 448) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 tentang Perubahan Posal 7 Indische Comptabiliteitswet (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 53);
Departemen Keuangan RI
328
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN: Menetapkan
: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1985/ 1986. Pasal l
(1)
Pendapatan Negara Tahun Anggaran 1985/1986 diperoleh dari : a. Sumber-sumber Anggaran Rutin; b. Sumber-sumber Anggaran Pembangunan.
(2)
Pendapatan Rutin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a menurut perkiraan berjumlah Rp 18.677.900.000.000,00.
(3)
Pendapatan Pembangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b menurut perkiraan berjumlah Rp 4.368.100.000.000,00.
(4)
Jumlah seluruh pendapatan Negara Tahun Anggaran 1985/1986 menurut perkiraan berjumlah Rp 23.046.000.000:000,00.
(5)
Perincian pendapatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) berturut-turut dimuat dalam Lampiran I dan Lampiran II. Pasal 2
(1)
Anggaran Belanja Tahun Anggaran 1985/1986 terdiri atas : a. Anggaran Belanja Rutin; b. Anggaran Belanja Pembangunan.
(2)
Anggaran Belanja Rutin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a menurut perkiraan berjumlah Rp 12.399.000.000.000,00.
(3)
Anggaran Belanja Pembangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b menurut perkiraan berjumlah Rp 10.647.000.000.000,00.
(4)
Jumlah seluruh Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 1985/1986 menurut perkiraan berjumlah Rp 23.046.000.000.000,00.
(5)
Perincian pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Jan ayat (3) berturut-turut dimuat dalam Lampiran III dan Lampiran IV.
(6)
Perincian dalam Lampiran III sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) memuat sektor dan sub sektor, sedangkan perincian lebih lanjut sampai pada kegiatan ditentukan dengan Keputusan Presiden.
Departemen Keuangan RI
329
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
(7)
Perincian dalam Lampiran IV sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) memuat sektor dan sub sektor, sedangkan perincian lebih lanjut sampai pada proyek-proyek ditentukan dengan Keputusan Presiden. Pasal 3
(1)
Pada pertengahan Tahun Anggaran dibuat a. Anggaran Pendapatan Rutin; b. Anggaran Pendapatan Pembangunan; c. Anggaran Belanja Rutin; d. Anggaran Belanja Pembangunan.
(2)
Pada pertengahan Tahun Anggaran dibuat laporan realisasi mengenal : a. Kebijaksanaan Perkreditan; b. Perkembangan Lalu-lintas Pembayaran Luar Negeri.
(3)
Dalam laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) disusun prognosa untuk 6 (enam) bulan berikutnya.
(4)
Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dibahas bersama oleh Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
(5)
Penyesuaian anggaran dengan perkembangan/perubahan keadaan dibahas bersama oleh Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 4
(1)
Kredit anggaran proyek-proyek pada Anggaran Belanja Pembangunan Tahun Anggaran 1985/1986 yang pada akhir Tahun Anggaran menunjukkan sisa, dengan Peraturan Pemerintah dipindahkan kepada Tahun Anggaran 1986/1987 dengan menambahkannya kepada kredit anggaran Tahun Anggaran 1986/1987.
(2)
Saldo-anggaran-Iebih Tahun Anggaran 1985/1986 ditambahkan kepada anggaran Tahun Anggaran 1986/1987 dan dipergunakan untuk membiayai Anggaran Belanja Pembangunan Tahun Anggaran 1986/1987. Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menyatakan pula, bahwa sisa kredit anggaran yang ditambahkan itu dikurangkan dari kredit anggaran Tahun Anggaran 1985/1986.
(3)
(4)
(5)
Sisa kredit anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebelum ditambahkan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1986/1987 terlebih dahulu diperiksa dan dinyatakan kebenarannya oleh Menteri Keuangan. Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Badan Pemeriksa Keuangan selambat-Iambatnya pada akhir triwulan I Tahun Anggaran 1986/1987.
Departemen Keuangan RI
330
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Pasal 5 Selambat-Iambatnya pada akhir Tahun Anggaran 1985/1986 oleh Pemerintah diajukan Rancangan Undang-undang tentang Tambahan dan Perubahan alas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1985/1986 berdasarkan tambahan dan perubahan sebagai hasil penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 6 (1)
Setelah Tahun Anggaran 1985/1986 berakhir dibuat perhitungan anggaran mengenai pelaksanaan anggaran yang bersangkutan.
(2)
Perhitungan Anggaran Negara sebagaimana dim.aksud dalam ayat (1) setelah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan disampaikan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun setelah Tahun Anggaran yang bersangkutan berakhir. Pasal 7
Ketentuan-ketentuan dalam Indische Comptabiliteitswet (Undang-undang Perbendaharaan) yang hertentangan dengan bentuk, susunan, dan isi Undangundang ini dinyatakan tidak berlaku. Pasal 8 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal l April 1985. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indoneia. Disahkan di Jakarta pada tanggal PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal MENTERI/SEKRET ARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, SUDHARMONO, SR.
Departemen Keuangan RI
331
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TEN TANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1985/1986 UMUM Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1985/1986 adalah anggaran pendapatan dan belanja negara tahun kedua dalam rangka pelaksanaan REPELITA IV. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1985/1986 mengikuri prioritas nasional sebagaimana ditetapkan di dalam Pola Umum Pelita Keempat, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor II/MPR/1983 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara. Prioritas diletakkan pada pembangunan di bidang ekonomi dengan ririk berat pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha-usaha memantapkan swasembada pangan, dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik industri berat maupun industri ringan, yang akan terus dikembangkan dalam Pelitaj'elita selanjutnya. Sejalan dengan prioritas pembangunan di bidang ekonomi, pembangunan di bidang polirik, sosial budaya, pertahanan keamanan, dan lain-lain, makin diringkatkan sepadan, dan agar saling menunjang dengan kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh pembangunan bidang ekonomi. Sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara, khususnya Pola Umum Pelita Keempat, kebijaksanaan dalam pelaksanaan pembangunan didasarkan kepada Trilogi Pembangunan, yakni pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat, pertumbuhan ekonomi yang cukup ringgi, dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Keriga unsur Trilogi Pembangunan tersebut saling kaitmengkait, dan perlu tetap dikembangkan secara serasi agar saling memperkuat. Anggaran berimbang yang dinamis perlu disertai penyempurnaan pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara agar penerimaan negara makin meningkat, sedangkan pengeluaran negara makin terkendali dan terarah, sehingga peranan Tabungan Pemerintab di dalam anggaran pembangunan dapat lebih ditingkatkan lagi. Peningkatan penerimaan negara diutamakan dari sumber-sumber di luar miIiyak bumi dan gas alam, antara lain melalui penyempurnaan sistem perpajakan, yang disertai dengan pemungutan pajak yang lebih intensif, dan ap;1fat yang makin mampu dan bersih. Di bidang pengeluaran, maka pengeluaran terutama ditujukan untuk menyelesaikan proyek-proyek, dan tahun berjalan, maupun dari tahun-tahun sebelumnya, di samping memelihara hasil-hasil pembangunan. Selanjutnya diperlukan pula pengeluaran untuk tugas umum Pemerintahan, antara lain untuk terus mendayagunakan aparatur negara agar lebih mampu melaksanakan tugas yang kian meningkat sesuai dengan perkembangan pelaksanaan pembangunan. Adapun bantuan pembangunan kepada Desa, Daerah Tingkat II, dan Daerah Tingkat I, serta bantuan pembangunan lainnya, seperti pengembangan sarana kesehatan, prasarana jalan,
Departemen Keuangan RI
332
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
dan penghutanan kembali tanah kritis, dilanjutkan sehingga secara keseluruhan dapat terus menggerakkan dan meratakan pembangunan daerah, serta mengurangi tekanan pengangguran. Di samping itu, terus pula dilaksanakan pembangunan di bidang pendidikan, serta bidangbidang lainnya, agar tercapai keserasian dan keselarasan pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah, yang diharapkan dapat menambah penyediaan dan perluasan lapangan kerja. Selanjutnya, agar biaya yang tersedia dapat dimanfaatkan secara maksimal sesuai dengan kebijaksanaan anggaran, maka penggeseran antar program dan antar kegiatan dalam anggaran belanja rutin, serta antar program dan antar proyek dalam anggaran belanja pembangunan, dilakukan dengan persetujuan Presiden, sedangkan penggeseran antar sektor dan antar sub sektor, baik dalam anggaran belanja rutin, maupun dalam anggaran belanja pembangunan, dilakukan dengan Undang-undang. Dalam rangka kesinambungan kegiatan pembangunan, sisa kredit anggaran proyekproyek pada anggaran pembangunan dan saldo-anggaran-Iebih Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1985/1986 ditambahkan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1986/1987. . Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1985/1986 disusun berdasarkan asumsi-asumsi umum sebagai berikut : a.
bahwa keadaan perekonomian Indonesia khususnya sektor perdagangan internasional, dan sektor penerimaan negara masih dipengaruhi oleh perekonomian dunia yang belum menunjukkan kepulihan yang berarti.
b.
bahwa kestabilan moneter, tersedianyabarang-barang kebutuhan pokok sehari-hari yang cukup tersebar merata dengan harga yang stabil dan terjangkau oleh rakyat banyak, dapat terus dipertahankan
c.
bahwa penerimaan negara, khususnya yang berasal dari sektor perdagangan internasional dapat mencapai target yang telah ditetapkan.
PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Masalah kebijaksanaan kredit dan lalu lintas pembayaran luar negeri sebagian besar berada di sektor bukan Pemerintah. Oleh sebab itu penyusunan kebijaksanaan kredit dan devisa dalam benruk dan ani seperti anggaran rutin dan anggaran pembangunan sukar untuk dilaksanakan, sehingga untuk itu dibuat dalam bentuk prognosa. Departemen Keuangan RI
333
Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986
Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Pasal ini menentukan bahwa jika diperlukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tambahan dan Peru bahan, maka pengajuannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan selambat-lambatnya pada akhir Tahun Anggaran 1985/1986. Pasal 6 Perhitungan Anggaran Negara sebagaimana dimaksud dalam Posal ini disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam benruk dan susunan yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan persetujuan Badan Pemeriksa Keuangan. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas.
Departemen Keuangan RI
334