167 PNS Terima SK Kenaikan Pangkat Sebanyak 167 Pegawai Negeri Sipil mendapatkan Surat Keputusan (SK) kenaikan pangkat. Dari jumlah tersebut, untuk golongan III/d kebawah sebanyak 147 orang, sedangkan golongan IV/a dan IV/b sebanyak 20 orang. Kenaikan pangkat diberikan kepada PNS yang memilik prestasi kerja dan telah mengabdi dengan melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik. Secara simbolis, SK diberikan oleh Sekretaris Daerah Purworejo Drs Tri Handoyo MM, kepada 10 orang perwakilan PNS, saat Upacara Hari Senin di Halaman Setda Purworejo, Senin (19/10). Dalam sambutan yang dibacakan Sekretaris Daerah Purworejo Drs Tri Handoyo MM, Bupati Purworejo mengatakan, dengan kenaikan pangkat ini diharapkan dapat menumbuhkan motivasi dan semangat dalam meningkatkan kinerja. “Sebagai pembina kepegawaian daerah, saya akan selalu mengevaluasi pelaksanaan tugas Saudara sebagai pegawai negeri sipil,” katanya. Bupati Purworejo menambahkan, kenaikan pangkat bagi PNS bukan hak yang harus didapat oleh semua PNS, melainkan merupakan penghargaan dari pemerintah atas prestasi kerja dan pengabdiannya terhadap tugas dan fungsi, yang telah dilaksanakannya dengan baik. “Masih banyak PNS yang menganggap bahwa kenaikan pangkat adalah hak yang diperoleh secara otomatis dan teragendakan,” tuturnya. Lebih lanjut Bupati Purworejo menambahkan, pemberian kenaikan pangkat harus diupayakan tepat waktu dan orang. Tepat waktu berarti pemberian kenaikan pangkat diupayakan tepat pada waktunya, sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tepat orang berarti setiap pimpinan SKPD harus mengusulkan kenaikan pangkat bawahannya berdasarkan kinerja yang ditunjukkan. “Pimpinan SKPD juga harus tegas untuk tidak mengusulkan
kenaikan pangkat bagi bawahan, yang kinerjanya buruk atau melakukan pelanggaran disiplin PNS,” tandasnya.
Pabrik Pelet Kayu Dibangun Di Purworejo PT Energi Management Indonesia ( Persero ) yang merupakan perusahaan BUMN pada Minggu 4 Oktober 2015 resmi mendirikan pabrik pelet kayu atau wood pellet. Peletakan batu pertama pembangunan pabrik yang terletak di Jl Ringroad Barat, Kelurahan Sucen Jurutengah dilakukan oleh Bupati Purworejo Drs H Mahsun Zain M Ag, Direktur Energi Management Indonesia ( EMI ) Dr Aris Yunanto serta sejumlah pejabat daerah setempat. Aris mengatakan, pabrik yang berdiri di atas tanah seluas sekitar 9.000 m2 dengan anggaran Rp 40 milyar tersebut ditargetkan dapat beroperasi pada pertengahan tahun 2016. Sedang tujuan pendirian pabrik dalam upaya penghematan serta menyiapkan energy alternative ( energy terbarukan ) yang ramah lingkungan. Kelak, limbah industri pengolahan kayu di Kedu Selatan, kayu kaliandra dan glirsidia (pohon gamal) dapat dipakai sebagai pengganti energy batubara. Dalam keterangannya saat beramah tamah dengan wartawan di pringgitan Pendapa kabupaten Purworejo, Aris mengutarakan juga. Indonesia merupakan penghasil biomassa terbesar ke dua di dunia, sesudah Brasil. Tetapi bio massa tersebut hingga kini belum dimanfaatkan secara maksimal. Termasuk pohon kaliandra, termasuk penghasil energy yang cukup besar. “ Sesudah melalui penelitian di lapangan yang cukup lama, akhirnya dipilih Purworejo sebagai tempat mendirikan pabrik pellet kayu.” Ujarnya.
Karena di daerah Purworejo dan sekitarnya banyak sekali pohon kaliandra ditanam oleh petani dan pabrik pengolahan kayu. Limbah pengolahan kayu, kelak dapat diserap oleh pabrik pellet kayu. Seperti di Kecamatan Kaligesing, pohon kaliandra ditanam petani untuk pakan ternak kambing. Bersamaan dengan mulai dibangunnya pabrik pellet kayu, PT EMI sudah melakukan kerja sama dengan KUD Kaligesing yang menyatakan siap mensuplai kayu kaliandra. Pohon kaliandra yang kelak diharapkan dapat jadi pegganti batubara, pernah dicoba ditanam di Thailand dan beberapa negara di Asia Tenggara. Ternyata kualitas pohonnya masih kalah jauh dengan kaliandra yang tumbuh di Indonesia. Satrio
Astungkoro Direktur PT Energy Biomasa Indonesia (EBI)
yang merupakan anak usaha PT EMI Persero dalam mengoperasikan pabrik pellet kayu, mengatakan bahwa, pabrik tersebut kelak dalam setahun dapat memproduksi 36.000 ton pellet. Jika dikonversikan menjadi pembangkit listrik dapat menghasilkan listrik sedikitnya 5 Megawatt (MW). Dikatakan juga, kalori pellet kayu melebihi batubara karena dalam keadaan biasa dapat mencapai 4.800 kilo kalori {kkal). Bahkan jika dibuat arang aktif atau bio car coal dapat mencapai 7500 kalori. Ini menunjukkan pellet kayu lebih unggul. Di samping itu, limbah batubara masuk katagori B3 atau berbahaya, sedang abu pellet kayu dapat langsung diaplikasikan ke tanah untuk menjadi pupuk. Batubara susah dibakar dan jika sudah terbakar harus sampai habis, baru mau mati. “ Pellet kayu seperti kayu bakar dengan tingkat kalori tidak kalah dengan batubara. Bisa dimatikan jika tidak dipakai dan bila dibutuhkan dapat dibakar lagi.” Ujar Aris Yunanto. Aris mengatakan pula, pellet kayu terbagus adalah kayu keras. Antara lain kaliandra merah ( caliandra callothyrsus). Tanaman itu bandel dan dapat tumbuh di tanah dengan kadar air sangat rendah hingga di tanah subur. Kaliandra dapat hidup di pantai maupun dataran tinggi.
Satrio menambahkan, kaliandra merah dapat menyuburkan tanah melalui fiksasi nitrogen dalam tanah. Tinggi pohon tersebut hanya sekitar 2,5 sampai 3 meter dengan diameter 10 cm. Jika ingin lebih bagus, bisa dijadikan arang terlebih dahulu sehingga kalorinya mencapai 7000 sampai 7500 kal. Itu sudah setara dengan batu bara kelas terbaik dan kelebihannya tidak mengakibatkan polusi ,baik dalam pemanfaatan produk maupun limbahnya. Kelak bahan baku pellet kayu didatangkan bukan hanya dari wilayah Kabupaten Purworejo, namun diharapkan dapat didatangkan dari Wonosobo, Kebumen, Magelang, Temanggung, Banyumas dan sejumlah daerah yang jangkauannya tidak terlalu jauh dari lokasi pabrik. Aris tidak pernah mengkhawatirkan hasil penjualan produksi pabrik pellet kayu. Karena saat ini Negara industry seperti Jepang dan Korea ketika menerima informasi akan segera dibangun pabrik wood pellet telah memesan untuk dapat segera dilayani. “Tetapi karena pabriknya baru dibangun, belum ada MoU dengan negara konsumen. Bukan hanya itu, perusahaan pembangkit listrik, industri makanan dan minuman di dalam negeri juga sudah banyak sekali yang pesan untuk dilayani. Kami kelak akan mengutamakan melayani kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu. Belum memikirkan soal ekspor, karena permintaan dari dalam negeri juga sangat banyak,” tuturnya. Pelet kayu adalah bio massa ramah lingkungan sehingga sangat bagus untuk industri makanan dan minuman. Kelak akan mengutamakan untuk melayani kebutuhan dalam negeri, baru menyasar ke ekspor. Program selanjutnya akan mengembangkan usaha pembangkit listrik dengan kapasitas 5 hingga 10 MW di beberapa lokasi di tanah air. Pembangkit listrik dengan pellet kayu kelak akan dinamakan “listrik hijau” yang ramah lingkungan dan lebih hemat, tutur Aris Yunanto( AD )
Data Kekeringan Di Kabupaten Purworejo Berbeda Hampir semua wilayah di Jawa Tengah terjadi kekeringan ekstrem selama beberapa bulan terakhir. Bahkan sampai berita ini ditulis, belum ada tanda-tanda hujan mau turun. Daerah-daerah di sepanjang Pantai Selatan Jawa Tengah, Pantura, Wonogiri, Karanganyar selama lebih dari 100 hari terakhir tidak turun hujan sama sekali. Dalam kondisi kekeringan ekstrem dan tidak ada “ awan hujan “, praktis hujan buatan tidak dapat dilakukan. Reni Kaningtyas, Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jawa Tengah mengungkapkan, hampir semua wilayah di Jawa Tengah selama lebih dari 60 hari tanpa hujan sama sekali. Daerah yang terpantau sesekali masih turun hujan hanya di Jawa Tengah bagian tengah, yakni Banyumas dan sekitar Gunung Slamet. Menurut perkiraan, baru pada akhir Oktober atau awal November “awan hujan” mulai muncul mengawali datangnya musim hujan. “ Jika tidak ada awan hujan, bagaimana NaCI ( garam ) bisa disebar ?” ujarnya. Sarwa Pramana, Kepala Penanggulangan Bencana Daerah ( BPBD ) Jawa Tengah menuturkan kalau BPPD seluruh Jawa Tengah sekarang berkonsentrasi pada penanganan tanggap darurat guna mengatasi kekeringan. Guna mengatasi kekeringan, Jawa Tengah menerima bantuan sebesar Rp 9,5 milyar dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Dana itu digunakan untuk pembuatan embung dan sumur bor. Dua kabupaten yang paling terdampak pada kekeringan yakni Wonogiri dan Klaten. Berbeda Data.
Sementara itu di Kabupaten Purworejo yang merupakan lumbung padinya Jawa tengah, kekeringan mulai terasa sejak menjelang musim panen MT 2. Akibatnya, sejumlah wilayah tidak dapat panen secara normal. Ada wilayah yang masuk katagori dapat panen namun kurang air bahkan ada pula yang gagal panen ( puso ). Namun yang membingungkan, dua instansi yang menangani telah menyajikan data berbeda tentang luasnya areal gagal panen (puso). Dinas Pertanian, Peternakan, Kelautan dan Perikanan (DPPKP) dalam jumpa pers yang dilakukan di Ruang Bagelen, Setda Purworejo, mengutarakan kalau wilayah gagal panen (puso) terdapat di enam kecamatan dengan luas mencapai 467 Ha. Wilayah terluas gagal panen di Kecamatan Purworejo yang mencapai 210 Ha dan terkecil di wilayah Kecamatan Bener yang hanya enam hektar. Menurut DPPKP, kekeringan terjadi akibat pemanasan global dan lahan tangkapan air berkurang. Tetapi data dari Dinas Pengairan Kabupaten Purworejo per 31 Agustus 2015 yang merupakan data terakhir MT2, menunjukkan bahwa wilayah gagal panen ( puso) mencapai 560 Ha. Artinya, wilayah puso dari Dinas Pengairan lebih luas 100 Ha dari data yang ada di DPPKP. Dengan perbedaan data yang cukup besar , menimbulkan pertanyaan, dinas mana yang mampu menyajikan data paling akurat ? Kenapa terjadi selisih hingga seluas itu ? Lalu bagaimana cara menghitung dari masing-masing dinas sehingga terjadi perbedaan luas areal puso ? Sedang areal puso merupakan areal riil yang menyangkut kehidupan petani. Sehingga kurang serampangan.
layak
bila
cara
menghitungnya
hanya
Joko Wagiyono, Kepala Bidang Irigasi Dinas Pangairan Kabupaten Purworejo ketika dimintai konfirmasinya menegaskan kalau luas areal gagal panen ( puso ) di wilayahnya mencapai 560 Ha yang tersebar di 21 Daerah Irigasi (DI). Wilayah terluas mengalami gagal panen di DI Kedung Putri yang mencapai 271 Ha. Dirinya yakin, data tersebut benar karena untuk melayani kebutuhan air petani menjelang musim panen MT2, selalu dilakukan oleh Mantri Pengairan siang malam. Masing-masing Mantri harus membuat
laporan lengkap 15 hari sekali. Dari debet air yang ada, kemudian disesuaikan dengan luas areal yang membutuhkan, pasti dapat dihitung luas areal yang tidak dapat terlayani sepenuhnya hingga terjadi gagal panen.” Ujarnya.” Karena sudah ada rumusan pasti mengenai kebutuhan air untuk mengelola padi sejak ditanam hingga menjelang panen. Tanggal 31 Agustus merupakan hari terakhir penghitungan luas wilayah sehingga sudah terdapat angka pasti mengenai wilayah yang berhasil panen normal, kekurangan air namun dapat panen serta wilayah puso.” DPPKP juga mengakui kalau dinasnya dengan dinas lain ada penghitungan berbeda karena ada perbedaan definisi dalam penghitungan. Tetapi jika muncul perbedaan yang cukup mencolok layak dipertanyakan mengenai keakuratannya. Watujagir, Joko Wagiyono juga mengungkapkan kalau persoalan pengairan memang cukup banyak. Sebab air merupakan kebutuhan utama bagi petani. Apalagi Kabupaten Purworejo dikenal sebagai daerah agraris dan lumbung padinya Jawa Tengah. Untuk memantau persoalan air memang ada daerah yang harus ditangani lebih dari daerah lain karena terjadi kasus pengairan yang cukup serius. Seperti saat ini Dinas Pengairan sedang berupaya menangani DI Watujagir, di wilayah Kecamatan Bruno. DI tersebut bermanfaat untuk mengoncori sawah seluas 215 Ha dan Saluran Sekunder Watujagir mengoncori Desa Blimbing serta Kaliwungu dibutuhkan untuk mengairi 72 Ha sawah . Sampai tahun 1982 Saluran Sekunder Watujagir berjalan normal. Tetapi akibat degradasi dan sifat sungai yang aneh, kini saluran tidak berfungsi sama sekali. DI Watujagir mengandalkan air dari Sungai Brengkok. Sungai tersebut mempunyai perilaku aneh yakni, aliran sungai dalam tempo sekejap bisa berpindah. Sering sekali aliran Sungai Brengkok pindah Dapat saja, tanah datar dan kering yang semula agak jauh dari aliran sungai, dalam tempo sekejap mendadak berubah jadi daerah aliran sungai. Sedang daerah yang semula jadi aliran sungai berubah
menjadi kering. Sifat sungai seperti itu membingungkan warga,” ujar Joko Wagiyono.
yang
sering
Akibat tidak berfungsinya Saluran Sekunder Watujagir yang mengakibatkan 72 Ha sawah tidak bisa mendapat suplisi air, akhirnya masyarakat membuat usulan untuk dibangun checkdam di Sungai Bengkok kiri. Harapannya, tahun 2016 sudah diadakan review desain dan tahun 2017 pelaksanaan pembangunan fisik sudah terealisasi. Sebab ceckdam itu sangat dibutuhkan petani di Blimbing dan Kaliwungu. Usulan sudah disepakati oleh Ketua GP3A DI Watujagir, Ketua P3A Desa Blimbing (Kabupaten Wonosobo), Ketua P3A Desa Kalikarung dan diperkuat oleh Balai PSDA Progo, Bogowonto dan Lukula, PPL Kecamatan Bruno serta Dinas SDA/ ESDM Kabupaten Purworejo. Baik diketahui, DI Watujagir terletak di perbatasan wilayah Kabupaten Purworejo dan Wonosobo. Manfaat airnya untuk petani di dua kabupaten tersebut. (AD/berbagai sumber)