16 Dapatkah Prestasi Akademik Mahasiswa diprediksi dari Kecerdasan Umum Non-Verbal? ARIES YULIANTO Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia
Abstrak Pembelajaran yang menekankan aplikasi di perguruan tinggi menuntut mahasiswa untuk memadukan apa yang sudah ia pelajari di bangku sekolah maupun di awal masa perkuliahan. Untuk itu,mahasiswa perlu untuk memiliki kemampuan penalaran yang baik. Dalam teori inteligensi g (general) factor yang dikemukakan oleh Spearman, kemampuan penalaran abstrak menjadi kemampuan utama yang menentukan intelektual atau kecerdasan seseorang. PM digunakan untuk mengetahui kecerdasan umum nonverbal dan secara khusus mengukur kemampuan eduktif (eductive ability) untuk menemukan serta menerapkan aturan sehingga membuat situasi kompleks menjadi lebih mudah (McAulay, Deary, Ferguson, & Frier, 2001). Di lain pihak, skor tes dengan pendekatan IRT memiliki sejumlah kelebihan dibandingkan pendekatan teori tes klasik. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kecerdasan umum nonverbal, yang diukur melalui tes APM dengan pendekatan IRT, dapat memprediksi prestasi akademik mahasiswa. Tes APM diberikan di semester genap 2005/2006 pada 297 mahasiswa semester 2 – 6 program S1 Reguler Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. hanya data dari 261 mahasiswa (41 laki-laki dan 220 perempuan) yang dianalisis. Setelah dilakukan analisis regresi sederhana dengan IPK saat lulus sebagai dependent variable, Dengan melakukan analisis regresi sederhana, diperoleh R2= 0,026 (F= 6,942; p=0,009). Namun ketika ditambahkan masa studi dan jenis kelamin sebagai prediktor, kecerdasan umum nonverbal tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Kata kunci: prestasi akademik, analisis regresi, kecerdasan non-verbal, mahasiswa
273
Psikologi Untuk Kesejahteraan Masyarakat
Pendahuluan Pada siswa yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, terjadi proses peralihan yang cukup membebankan siswa, baik dalam bidang akademik maupun dalam bidang sosial. Dalam bidang akademik, kurikulum di perguruan tinggi lebih ditujukan pada hal-hal yang bersifat aplikatif daripada mendasar seperti pada sekolah menengah, untuk mempersiapkan mereka memasuki dunia kerja. Dengan demikian, kompleksitas belajar semakin besar ketika seseorang memasuki perguruan tinggi. Selain itu, di perguruan tinggi pendekatan belajar yang digunakan lebih berorientasi pada siswa (student oriented) daripada guru (teacher oriented), yang menuntut mahasiswa untuk lebih aktif dan mandiri, antara lain dalam menentukan bidang studi yang akan diambil dan dalam memperoleh informasi untuk mengembangkan pengetahuannya. Pembelajaran yang menekankan aplikasi di perguruan tinggi menuntut mahasiswa untuk memadukan apa yang sudah ia pelajari di bangku sekolah maupun di awal masa perkuliahan. Oleh karena itu, kemampuan yang dibutuhkan untuk belajar di perkuliahan menjadi lebih tinggi dibandingkan pada saat di SLTA, yang hanya memberikan dasar pengetahuan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa untuk dapat belajar dengan baik di perguruan tinggi dibutuhkan kemampuan penalaran (reasoning) yang baik. Pada saat melakukan penalaran, kita menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki untuk menentukan jawaban. Jawaban yang didapat dari proses penalaran adalah kesimpulan dari hal yang telah diketahui sebelumnya (Halpern, 1996). Dari penjelasan ini diketahui bahwa dalam penalaran dibutuhkan pengetahuan sebelumnya yang sudah ada dalam ingatan. Sehingga untuk dapat mengikuti pendidikan dengan baik di perguruan tinggi, maka mahasiswa harus menggunakan penalaran untuk mengaplikasikan pengetahuan yang telah diberikan sebagai dasar pada awal perkuliahan atau di sekolah sebelumnya. Dengan demikian, pembelajaran di sekolah dan di awal perkuliahan memberikan dasar pengetahuan dalam ingatan yang akan digunakan pada proses penalaran pada tingkat pendidikan selanjutnya. Dalam teori inteligensi g (general) factor yang dikemukakan oleh Spearman, kemampuan penalaran abstrak menjadi kemampuan utama yang menentukan intelektual atau kecerdasan seseorang. Hal ini diketahui dari hasil analisis faktor bahwa skor tes berkorelasi pada satu faktor, yang disebut oleh Charles Spearman sebagai faktor g, yang menunjukkan kemampuan seseorang untuk melakukan penalaran mengenai semua tugas-tugas mental (Bower, 2003). Spearman mendefinisikan faktor g dalam teori inteligensinya sebagai eduction of 274
Psikologi Untuk Kesejahteraan Masyarakat
correlates (Gregory, 2000).Eduction mengacu kepada proses memahami hubungan berdasarkan kesamaan fundamental yang dipersepsikan diantara stimulus. Tes Progressive Matrices (PM) dari Raven telah dikenal luas dan dipercaya sebagai salah satu tes terbaik yang mengukur general fluid intelligence. Dari penelitian-penelitian psikometrik mengenai kecerdasan, general fluid intelligence merefleksikan kemampuan adaptif atau pemecahan masalah, dan biasanya bersifat nonverbal. Kecerdasan ini diperlukan untuk menangani permasalahanpermasalahan yang kompleks sehingga memiliki pengaruh yang penting pada aktivitas sehari-hari. PM digunakan untuk mengetahui kecerdasan umum nonverbal dan secara khusus mengukur kemampuan eduktif (eductive ability) untuk menemukan serta menerapkan aturan sehingga membuat situasi kompleks menjadi lebih mudah (McAulay, Deary, Ferguson, & Frier, 2001). Di lain pihak, pendekatan teori tes klasik (classical test theory) dengan menjumlahkan jawaban yang benar untuk mendapatkan skor tes setiap subyek, dianggap memiliki kelemahan. Salah satu kelemahannya adalah memungkinkannya skor tes memiliki standard error of measurement (SEM) yang cukup besar karena berlaku sama untuk semua skor (Embretson & Reiss, 2000). Dengan kata lain, skor total tidak dapat menunjukkan kemampuan sebenarnya dari setiap orang. Sebaliknya dalam item response theory (IRT), dimungkinkannya diperoleh SEM yang kecil karena setiap skor memiliki nilai yang berbeda. Selain itu, teori tes klasik bersifat group dependent dan test dependent. Maksudnya, apabila kelompok sampel yang diambil terdiri dari individu-individu dengan kemampuan tinggi, maka tes tersebut akan tergolong mudah karena sebagian besar individu dapat menjawab item-item tes dengan benar. Sebaliknya, apabila kelompok sampel terdiri dari individu-individu dengan kemampuan rendah, maka tes tersebut akan tergolong sukar karena sebagian besar individu tidak dapat menjawab dengan benar. Hal ini tidak terjadi apabila analisis tes menggunakan IRT. Bagaimana bila skor tes PM diperoleh dengan pendekatan IRT untuk mendapatkan skor yang memiliki error yang kecil? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kecerdasan umum nonverbal dapat memprediksi prestasi akademik mahasiswa. Berbeda dengan yang biasanya dilakukan selama ini, yaitu skor PM diperoleh dari total jawaban benar setiap subyek, dalam peneliti ini akan digunakan pendekatan IRT untuk mendapatkan skor tes. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk mendukung keyakinan selama ini bahwa kecerdasan umum nonverbal merupakan prediktor penting bagi prestasi akademik.
275
Psikologi Untuk Kesejahteraan Masyarakat
Prestasi
Achievement atau prestasi sering kali disebutkan baik dalam penelitian maupun percakapan sehari-hari, namun jarang sekali diberikan definisinya. Hal ini mungkin saja karena prestasi dianggap sudah dipahami oleh sebagian besar orang. Dalam konteks pendidikan, prestasi disebut juga sebagai prestasi akademik (academic achievement) atau performa akademik (academic performance). Robinson dan Biran (2006) menyatakan “academic achievement is defined as a person's level of success as measured by the school system's standards” (Robinson & Biran, 2006, hlm 52). Sesuai definisi dari Robinson dan Biran ini, maka prestasi akademik diketahui dari nilai rapor (untuk siswa sekolah) atau indeks prestasi (untuk mahasiswa). Tes Progressive Matrice
Tes Progressive Matrices (disingkat PM) diperkenalkan oleh Raven pada tahun 1938. Tes PM merupakan pengukuran yang baik terhadap penalaran induktif (Gregory, 2000). Tes ini terdiri dari beberapa rangkaian item pilihan berganda, yang kesemuanya mengikuti prinsip yang sama. Setiap item mewakili sebuah analogi perseptual dalam bentuk matriks. Beberapa hubungan yang valid menghubungkan item-item dalam setiap baris dari matriks dan beberapa hubungan yang valid menghubungkan item-item dalam setiap kolom dari matriks. Setiap matriks ditampilkan dalam sedemikian rupa sehingga sebuah bagian matriks yang terletak di kanan bawah dihilangkan. Penempuh tes harus memilih di antara enam atau delapan pilihan jawaban yang paling baik untuk melengkapi setiap matriks. Secara sekilas, tes PM tampaknya melanggar aturan bahwa sebuah tes inteligensi seharusnya melibatkan bermacam jenis butir soal. Walaupun semua butir soal pada setiap tes dalam bentuk matriks, sebenarnya tes tersebut melibatkan berbagai macam jenis permasalahan dengan memvariasikan prinsip yang melandasi setiap matriks. Setiap penempuh tes harus berhasil memecahkan beragam permasalahan penyimpulan logis untuk mendapatkan skor tes yang tinggi (Murphy & Davishofer, 2001). Tes PM merupakan salah satu tes yang mengatasi masalah budaya yang paling banyak dipakai. Pengujian analisis faktor pada Laboratorium milik Spearman pada tahun 1930 menunjukkan bahwa tes yang dibuat untuk analogi gambar yang sederhana menunjukkan korelasi yang tinggi dengan beberapa tes inteligensi-tes inteligensi yang lain. Dan yang lebih penting, menunjukkan faktor muatan yang tinggi terhadap faktor g dari teori inteligensi Spearman (Murphy & Davidshofer, 2001).
276
Psikologi Untuk Kesejahteraan Masyarakat
Ada 3 jenis tes PM. Pertama, Coloured Progressive Matrices (CPM) digunakan untuk anak usia 4 hingga 10 tahun dan orang dewasa yang diduga memiliki retardasi mental. Untuk usia yang lebih tua, yaitu remaja dan dewasa, dapat menggunakan Standard Progressive Matrices (SPM). Jenis ketiga, yaitu Advanced Progressive Matrices (APM). Tes ini digunakan untuk intellectually advanced subject yang menganggap SPM terlalu mudah (Gregory, 2000). Karena keunggulan psikometri yang dimiliki, tes PM banyak digunakan pada penelitian-penelitian dengan berbagai tujuan. Tes PM banyak digunakan dalam penelitian dasar (basic research) dan untuk penyaringan intelektual (Gregory, 2000). Selain itu, PM juga digunakan untuk membandingkan kemampuan intelektual penduduk Rusia dan penduduk Inggris (Lynn, 2001), mengetahui kemampuan intelektual umum pasien dengan kerusakan otak (Caffarra, Vezzadini, Zonato, Copelli, & Venneri, 2003), dan mengetahui kemampuan kognitif penderita hypoglycemia (McAulay, et. Al, 2001). Item Response Theory
Pendekatan IRT didasarkan pada model matematika, dimana peluang individu penempuh tes untuk menjawab item dengan benar terkait dengan kemampuan individu itu sendiri dan karakteristik item. Dengan demikian, pendekatan IRT meletakkan sebuah dimensi pengetahuan atau sifat dimana item tes bergantung pada respons dari individu penempuh tes (Wainer & Mislevy, 1990). Dalam pendekatan teori tes klasik, skor tes dapat dimaknai apabila dibandingkan posisinya terhadap kelompok norma. Sebaliknya pada pendekatan IRT, karena kemampuan individu dan kemampuan item berada pada skala yang sama, maka keduanya dapat langsung diperbandingkan. Dalam IRT, skor tes disebut sebagai theta (Hambleton, Swaminathan, & Rogers, 1991). Metode Penelitian
Sampel dan Teknik Sampling Sampel penelitian berasal dari mahasiswa S1 Program Reguler, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Teknik sampling yang digunakan adalah accidental sampling, yaitu dengan mencari mahasiswa yang bersedia untuk dites pada waktu yang telah ditentukan oleh peneliti. Pengetesan dilakukan di bulan Maret 2006 (semester genap 2005/2006) pada 189 mahasiswa semester 2, 106 mahasiswa semester 4, dan 2 mahasiswa semester 6 (usia antara 17 – 21 tahun). Dari 297 mahasiswa yang dites, hanya 265 mahasiswa yang lulus S1 hingga 277
Psikologi Untuk Kesejahteraan Masyarakat
agustus 2010. Namun hanya data dari 261 mahasiswa (41 laki-laki dan 220 perempuan) yang dapat diolah karena 3 orang menjawab benar pada semua item tes. Alat Pengumpulan Data Ada dua variabel pada penelitian ini, yaitu Kecerdasan Umum Nonverbal dan Prestasi Akademik. Kecerdasan umum nonverbal, sebagai variabel bebas (independent variable) diukur menggunakan tes Advance Progressive Matrices (APM). APM digunakan karena dianggap cocok untuk mahasiswa yang memiliki kemampuan intelektual yang tinggi. Skor tes berasal dari Set 2, sama seperti pengetesan APM biasanya, namun tidak berdasarkan total yang dijawab benar melainkan berdasarkan IRT model 1 (satu) logistik parameter. Dari penelitian Yulianto (2006), dengan subyek sebanyak 942 orang, diperoleh nilai Alpha-Cronbach sebesar 0,87. Dengan demikian, tes APM dapat dikatakan reliabel, sesuai Murphy dan Davidshofer (2001) yang mengemukakan bahwa koefisien reliabilitas antara 0,8-0,9 dikatakan moderately high reliability. Selain itu, diperoleh korelasi item dengan skor total dari 30 item antara 0,25 – 0,55, yang signifikan pada LOS 0,001. Oleh karena itu, tes APM dapat dikatakan valid. Analisis IRT dilakukan dengan menggunakan software QUEST. Diperoleh reliability of item estimate sebesar 1,0 dan standard error (SE) antara 0,08-0,15. Menurut Embretson dan Riese (2000) SE yang kecil menunjukkan item yang secara optimal tepat untuk mengukur suatu kemampuan. Untuk variabel Prestasi Akademik, sebagai variabel terikat (dependent variable), diketahui dari indeks prestasi kumulatif (IPK) ketika subyek lulus kuliah, sesuai yang dikemukakan oleh Robinson dan Biran (2006). Untuk itu, peneliti akan meminta bantuan kepada Manajer Pendidikan untuk mendapatkan data IPK yang ada di SIAK-NG. Selain itu, diperoleh informasi mengenai jenis kelamin dan lamanya masa studi setiap subyek. Teknik Analisis Data Untuk mengetahui seberapa besar prediksi kecerdasan umum non-verbal terhadap prestasi akademik, maka digunakan analisis regresi sederhana. Selain itu, karena juga dikumpulkan data mengenai jenis kelamin dan masa studi, maka kedua variabel ini akan disertakan sebagai prediktor dalam analisis regresi berganda. Analisis regresi akan diolah menggunakan software SPSS versi 16.00.
278
Psikologi Untuk Kesejahteraan Masyarakat
Hasil Rata-rata IPK seluruh subyek sebesar 3,2453. Hal ini menunjukkan prestasinya cukup baik, karena tergolong sangat memuaskan. Sedangkan untuk theta dari tes APM, diperoleh rata-rata sebesar 1,4308. Untuk masa studi (dalam semester) diperoleh rata-rata 9,82. Untuk hasil lebih lengkap, dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Statistik Deskriptif untuk setiap variabel penelitian Mean
Std. Deviation
N
Prestasi akademik (IPK)
3,2453
0,2396
261
Kecerdasan nonverbal (theta)
1,4308
1,0871
261
8,82
1,0620
261
masa studi (semester)
Baik untuk kecerdasan maupun prestasi, subyek perempuan memiliki skor yang lebih tinggi dibandingkan subyek laki-laki (tabel 2). Meskipun demikian, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kecerdasan antara subyek laki-laki dan perempuan (t = 1,437; p>0,05). Sebaliknya, ada perbedaan signifikan antara laki-laki dan perempuan dalam hal prestasi (t = 6,564; p<0,05), dimana perempuan lebih tinggi. Tabel 2. Statistik deskriptif kecerdasan dan Prestasi berdasarkan Jenis Kelamin jenis kelamin Kecerdasan (theta)
laki-laki perempuan
Prestasi (IPK)
laki-laki perempuan
N
Mean
Std. Deviation
41
1,2073
1,16294
220
1,4725
1,06998
41
3,0361
,20460
220
3,2843
,22539
Dengan melakukan analisis regresi sederhana dengan kecerdasan umum nonverbal (theta) sebagai prediktor, diperoleh diperoleh R2= 0,026 (F= 6,942; p=0,009). Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa kecerdasan nonverbal memberikan pengaruh yang bermakna pada LOS 0,05, meskipun hanya 2,6% varians dari prestasi akademik yang dapat diprediksi oleh kecerdasan nonverbal. Lebih lanjut, dari hasil pada tabel 3 (model 1), dapat dibuat persamaan regresi: Prestasi akademik = 3,194 + 0,036*kecerdasan (ß = 0,162; t = 2,635; p=0,009). Artinya, ketika kecerdasan bernilai 0 (nol), maka nilai IPK-nya sebesar 3,194. Kenaikan kecerdasan sebesar 1 theta, menyebabkan pertambahan IPK sebesar 0,036.
279
Psikologi Untuk Kesejahteraan Masyarakat
Tabel 3. koefisien regresi untuk setiap variabel penelitian Model
Unstandardized Coefficients B
1
2
SE
(Constant)
3,194
0,024
skor theta
0,036
0,014
(Constant) Kecerdasan (theta) masa studi (semester)
3,635 0,023
0,126 0,012
-0,067 0,195
jenis kelamin
Standardized Coefficients
t
Sig.
Beta 131,607
0,000
0,162
2,635
0,009
0,103
28,821 1,876
0,000 0,062
0,013
-0,295
-5,240
0,000
0,037
0,297
5,280
0,000
Variabel masa studi dan jenis kelamin kemudian ditambahkan ke dalam analisis regresi. Akibatnya ada pertambahan nilai R2 sebesar 0,214 menjadi 0,240 (F= 27,097; p=0,000). Dengan demikian, kecerdasan nonverbal, masa studi, dan jenis kelamin bersama-sama dapat memprediksi 24% varians dari prestasi akademik. Persamaan regresinya dapat dibuat sebagai berikut (model 2 tabel 3): Prestasi akademik = 3,635 + 0,023*kecerdasan – 0,067*masa studi + 0,195*jenis kelamin. Namun berbeda dengan hasil sebelumnya, hasil regresi ini menunjukkan kecerdasan tidak memberikan pengaruh yang signifikan (p>0,05). Sedangkan variabel masa studi dan jenis kelamin masing-masing memiliki pengaruh yang signifikan (p<0,05). IPK akan menurun sebesar 0,067 apabila masa studi bertambah 1 semester. Subyek berjenis kelamin perempuan akan menambah IPK sebesar 0,195. Dari hasil di atas, ternyata diketahui kecerdasan nonverbal tidak memberikan kontribusi yang cukup besar dan signifikan. Bahkan dibandingkan dengan jenis kelamin dan masa studi. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Côté dan Levine (2000), yang menyatakan bahwa faktor g, yang juga diukur oleh APM, sebagai prediktor yang penting untuk prestasi akademik. Masa studi memberikan pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap prestasi akademik. Hal ini sangat jelas karena semakin lama berkuliah, menyebabkan IPK semakin rendah. Seperti terlihat pada gambar 1, 50% (132 orang) subyek dapat menyelesaikan studi S1 dalam masa normal, yaitu 8 semester. Bila dilihat lebih lanjut, semakin sedikit subyek yang menyelesaikan studi dengan waktu lama. Walaupun maksimal masa studi S1 di Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia sebanyak 12 semester, ada 4 subyek dengan masa studi selama 13 orang. Hal ini dikarenakan ke empat mahasiswa tersebut pernah melakukan cuti akademik selama 1 semester.
280
Psikologi Untuk Kesejahteraan Masyarakat
Gambar 1. Histogram masa studi subyek
Dari kedua variabel yang memiliki pengaruh signifikan, nilai ß untuk variabel jenis kelamin sedikit lebih besar (ß = 0,297) dibandingkan variabel masa studi (ß = -0,295). 0,295). Dengan demikian, dapat diketahui bahwa jenis kelamin memiliki pengaruh yang paling besar terhadap prestasi akademik. Dari penjelasan sebelumnya diketahui bahwa perempuan memiliki prestasi yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. laki. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Flook, Repetti, dan Ullman an (2005), yang mengungkapkan bahwa tidak perbedaan prestasi antara laki-laki dan perempuan. DISKUSI Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kecerdasan nonverbal, yang diukur oleh APM, dapat memprediksi prestasi akademik seseorang. Hasil penelitian ini tidak mendukung dugaan bahwa kecerdasan nonverbal dapat dijadikan prediktor bagi prestasi. Meskipun sebagai prediktor tunggal memiliki pengaruh yang signifikan, namun ketika prediktor ditambahkan, yaitu masa studi dan jenis kelamin, kecerdasan tidak memiliki pengaruh yang signifikan dibandingkan prediktor yang lain. Hasil ini berbeda dengan hasil-hasil penelitian selama ini yang mendukung bahwa kecerdasan, ke terutama nonverbal, menjadi prediktor utama bagi prestasi akademik seseorang. Ada beberapa penjelasan mengenai hal ini. Kemungkinan apabila yang diukur bukan IPK ketika lulus, melainkan IPK pada setiap semester, akan lebih terlihat pengaruh dari kecerdasan nonverbal. Sejumlah penelitian mengenai pengaruh terhadap prestasi akademik dilakukan dengan mengukur nilai prestasi pada setiap semester atau tahun, seperti pada Côté & Levine (2000)
281
Psikologi Untuk Kesejahteraan Masyarakat
dan Harms, Roberts, & Winter (2006). Penelitian serupa untuk memprediksi prestasi akademik, dapat dilakukan dengan melihat IPK setiap semester. Banyak faktor di luar kecerdasan yang lebih memiliki pengaruh terhadap prestasi akademik. Pada penelitian untuk memprediksi performa di perguruan tinggi, Côté dan Levine (2000) mengemukakan faktor-faktor lingkungan mungkin saja lebih sukses dalam memprediksi prestasi. Flook, Repetti, dan Ullman (2005) menyarankan bahwa untuk meningkatkan performa akademik di kelas dilakukan dengan meningkatkan penyesuaian sosial dan penyesuian emosional. Selain itu, pada penelitian tersebut ditemukan bahwa penerimaan teman sepermainan (peer acceptance), konsep diri, dan kesehatan mental mempengaruhi performa akademik. Meskipun jenis kelamin memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi akademik. Peneliti menganggap ada kekurangan dari segi metode. Diharapkan pada penelitian selanjutnya proporsi antara subyek laki-laki dan perempuan lebih seimbang, agar dapat terlihat pengaruhnya secara komprehensif.
282
Psikologi Untuk Kesejahteraan Masyarakat
REFERENSI Caffarra, P., Vezzadini, G., Zonato, F., Copelli, S., & Venneri, A. (2003). A normative study of a shorter version of Raven’s progressive matrices 1938. Neurological Science. 24: 336-339. Côté, J. E., & Levine, C.G. (2000). Attitude Versus Aptitude: Is Intelligence or Motivation More Important for Positive Higher-Educational Outcomes? Journal of Adolescent Research, Vol. 15 No. 1. Embretson, S.E, & Reise, S.P. (2000). Item Response Theory for Psychologist. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Flook, L., Repetti, R.L.,& Ullman, J.B. (2005). Classroom Social Experiences as Predictors of Academic Performance. Developmental Psychology, Vol. 41, No. 2, 319–327. Gregory, R.J. (2000). Psychological Testing: History, Principles, and Applications. 3rd ed. MA: Allyn & Bacon. Hambleton, R.K., Swaminathan, H, & Rogers, H.J. (1991). Fundamental of Item Response Theory. Volume 2. California: Sage Publications, Inc. Harms, P. D., Roberts, B. W., & Winter, D. (2006). Becoming the Harvard Man: Person-Environment Fit, Personality Development, and Academic Success. Personality and Social Psychology Bulletin, 32; 851. Lynn, Ricard. (2001) Intelligence in Rusia. Mankind Quarterly; Winter 2001; 42, 2. McAulay, V., Deary, I.J., Ferguson, S.C., & Frier, B.M. (2001). Acute Hypoglycemia in Humans Causes Attentional Dysfunction While Nonverbal Intelligence is Preserved. Diabetes Care; Oct 2001; 24, 10. Murphy, K.R., & Davidshofer, K.O. (2001). Psychological Testing: Principles and Applications. 5th ed. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Robinson, J. & Biran, M. (2006). Discovering Self: Relationships Between African Identity and Academic Achievement. Journal of Black Studies, Vol. 37, No. 1. Verguts, T. & De Boeck, P. (2002). The induction of solution rules in Raven’s Progressive Matrices Test. European Journal of Cognitive Psychology, 14 (4), 521–547.
283