FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA (UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA) Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA SMF ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA Nama Mahasiswa
: Giovanni W Putra
NIM
: 11 2013 281
Dr. Pembimbing
: dr. Benyamin Sp. PD
IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. M Tanggal lahir : 15 November 1959 Status Perkawinan : Sudah menikah Pekerjaan : Karyawan Alamat : Jl Cajoa RT 01/01, Jakarta Utara
Jenis Kelamin : Laki-laki Suku Bangsa : Jawa Agama : Islam Pendidikan : SMP
ANAMNESIS Diambil dari : Autoanamnesis
Tanggal : 09/06/15
Jam : 07.00
Keluhan utama : Demam sejak 7 hari SMRS Riwayat Penyakit Sekarang : 3 hari SMRS pasien mengatakan bahwa ia tiba-tiba demam. Demam juga disertai dengan sakit kepala dan mual. Pasien tidak mengkonsumsi obat apapun. 2 hari SMRS, demam dan mual masih dirasakan, dan pasien mengalami muntah 1 kali. Pasien lalu berobat ke klinik, dan diberikan obat penurun panas serta antibiotic. Setelah mengkonsumsi obat, keluhan pasien 1
tidak dirasakan membaik. 1 hari SMRS, demam masih belum dirasakan berkurang dan pasien masih merasakan mual dan sakit kepala, pasien juga mengalami muntah 1 kali. Pasien juga mengatakan bahwa timbul bintik-bintik merah pada lengan dan perut. Akhirnya pasien datang ke IGD RSUD Koja, dan dilakukan pemeriksaan darah. Hasil yang didapatkan adalah jumlah trombosit sebesar 50.000/ul, dan pasien dirawat inap. Penyakit Dahulu (-) Cacar
(-) Malaria
(-) Batu ginjal/Sal.kemih
(-) Cacar Air
(-) Disentri
(-) Burut (Hemia)
(-) Difteri
(-) Hepatitis
(-) Penyakit Prostat
(-) Batuk Rejan
(-) Tifus Abdominalis(-) Wasir
(-) Campak
(-) Skrofula
(-) Diabetes (DMT 2)
(-) Influenza
(-) Sifilis
(-) Alergi dingin
(-) Tonsilitis
(-) Gonore
(-) Tumor
(-) Khorea
(-) Hipertensi
(-) Penyakit Pembuluh
(-) Demam Rematik Akut
(-) Ulkus Ventrikuli
(-) Pendarahan Otak
(-) Pneumonia
(-) Ulkus Duodeni
(-) Psikosis
(-) Pleuritis
(-) Gastritis
(-) Neurosis
(-) Tuberkulosis
(-) Batu Empedu
lain-lain :
(-) Operasi (-) Kecelakaan
Riwayat Keluarga Hubungan
Kakek Nenek Ayah Ibu Istri Anak 1 Anak 2
Umur (Tahun)
Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui 52 th 23 th 20 th
Jenis
Keadaan
Penyebab
Kelamin
Kesehatan
Meninggal
L P L P P L P
Meninggal Meninggal Meninggal Meninggal Sehat Sehat Sehat
Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui -
2
Adakah Kerabat yang Menderita : Penyakit Alergi Asma Tuberkulosis Artritis Rematisme Hipertensi Jantung Ginjal Lambung
Ya
Tidak
-
+ + + + + + + + +
Hubungan
ANAMNESIS SISTEM Kulit (-) Bisul
(-) Rambut
(-) Keringat Malam
(-) Kuku
(-) Kuning/Ikterus
(-) Sianosis
(+) Petechie
Kepala (-) Trauma
(+) Sakit Kepala
(-) Sinkop
(-) Nyeri pada Sinus
(-) Nyeri
(-) Perdarahan konjunctiva
(-) Sekret
(-) Gangguan Penglihatan
(-) Kuning/Ikterus
(-) Ketajaman Penglihatan menurun
Mata
Telinga (-) Nyeri
(-) Tinitus
(-) Sekret
(-) Gangguan Pendengaran (-) Kehilangan Pendengaran
Hidung (-) Trauma
(-) Gejala Penyumbatan
(-) Nyeri
(-) Gangguan Penciuman
(-) Sekret
(-) Pilek
(-) Epistaksis Mulut (-) Bibir kering
(-) Lidah kotor
(-) Gangguan pengecapan
(-) Gusi berdarah 3
(-) Selaput
(-) Stomatitis
Tenggorokan (-) Nyeri Tenggorokan
(-) Perubahan Suara
Leher (-) Benjolan
(-) Nyeri Leher
Dada ( Jantung / Paru – paru ) (-) Nyeri dada
(-) Sesak Napas
(-) Berdebar
(-) Batuk Darah
(-) Ortopnoe
(-) Batuk
Abdomen ( Lambung Usus ) (-) Rasa Kembung
(-) Perut Membesar
(+) Mual
(-) Wasir
(+) Muntah
(-) Mencret
(-) Muntah Darah
(-) Tinja Darah
(-) Sukar Menelan
(-) Tinja Berwarna Dempul
(-) Nyeri Perut
(-) Tinja Berwarna Ter
(-) Benjolan Saluran Kemih / Alat Kelamin (-) Disuria
(-) Kencing Nanah
(-) Stranguri
(-) Kolik
(-) Poliuria
(-) Oliguria
(-) Polakisuria
(-) Anuria
(-) Hematuria
(-) Retensi Urin
(-) Kencing Batu
(-) Kencing Menetes
(-) Ngompol Katamenia (-) Leukore
(-) Pendarahan
(-) lain – lain Saraf dan Otot (-) Anestesi
(-) Sukar Mengingat
(-) Parestesi
(-) Ataksia
(-) Otot Lemah
(-) Hipo / Hiper-esthesi
(-) Kejang
(-) Pingsan 4
(-) Afasia
(-) Kedutan
(-) Amnesia
(-) Pusing
(-) lain – lain
(-) Gangguan bicara
Ekstremitas (-) Bengkak
(-) Deformitas
(-) Nyeri
(-) Sianosis
(+) Ptekie
Berat Badan : Berat badan rata – rata (kg)
: 45 kg
Berat tertinggi kapan (kg)
: 52 kg
Berat badan sekarang
: 52 kg
Tinggi badan
: 157 cm
IMT
: (52/1,572)=21,13 Normal
RIWAYAT HIDUP
Riwayat Kelahiran Tempat Lahir : (+) di rumah( ) Rumah Bersalin
( ) RS Bersalin
Ditolong oleh : ( ) Dokter
(+) Dukun
( ) Bidan
( ) lain - lain
Riwayat Imunisasi ( ) Hepatitis
(+) BCG
( ) Campak
( ) DPT
( ) Polio
( ) Tetanus
Riwayat Makanan Frekuensi / Hari
: 3-4x/ hari
Jumlah / hari
: Banyak
Variasi / hari
: Nasi, sayur, ikan, tahu, tempe
Nafsu makan
: Baik
Pendidikan 5
( ) SD
(+) SLTP
( ) SLTA
( ) Sekolah Kejuruan
( ) Akademi
( ) Universitas
( ) Kursus
( ) Tidak sekolah
Kesulitan Keuangan
: Ada
Pekerjaan
: Tidak ada
Keluarga
: Tidak ada
Lain – lain
:-
A. PEMERIKSAAN JASMANI Pemeriksaan Umum Tinggi Badan
: 157 cm
Berat Badan
: 52 kg
Kesadaran
: Compos Mentis (GCS: 15)
Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
Tekanan Darah
: 120/70 mmHg
Nadi
: 90 x/ menit
Suhu
: 38 0C
Pernafasaan
: 20 x/menit
Keadaan gizi
: Cukup
Sianosis
: Tidak ada
Udema umum
: Tidak ada
Habitus
: Atletikus
Cara berjalan
: Normal
Mobilitas ( aktif / pasif )
: Aktif
Umur menurut taksiran pemeriksa
: Sesuai umur
Aspek Kejiwaan Tingkah Laku
: Wajar
Alam Perasaan
: Biasa
Proses Pikir
: Wajar
Kulit 6
Warna
: Sawo matang
Effloresensi
: Tidak dilakukan
Jaringan Parut
: Tidak ada
Pigmentasi
: Normal
Pertumbuhan rambut
: Distribusi merata
Lembab/Kering
: Normal
Suhu Raba
: Febris
Pembuluh darah
: Tidak tampak pelebaran
Keringat
: Umum (+)
Turgor
: Baik
Ikterus
: Tidak ada
Lapisan Lemak
: Normal
Oedem
: Tidak ada
Petekie
: Ada
Lain-lain
:
Kelenjar Getah Bening Submandibula
: Tidak teraba membesar
Leher : Tidak teraba membesar
Supraklavikula
: Tidak teraba membesar
Ketiak : Tidak teraba membesar
Lipat paha
: Tidak teraba membesar
Kepala Ekspresi wajah
: Tenang
Simetri muka
: Simetris
Rambut
: Distribusi merata
Pembuluh darah temporal
: Teraba pulsasi
Mata Exophthalamus
: Tidak ada
Enopthalamus
: Tidak ada
Kelopak
: Oedem (-)
Lensa
: Jernih 7
Konjungtiva
: Anemis (-), Perdarahan (-)
Visus
: Normal
Sklera
: Ikterik (-)
Gerakan Mata
: Aktif
Lapangan penglihatan
: Normal
Tekanan bola mata
: Normal
Nistagmus
: Tidak ada
Telinga Tuli
: Tidak tuli
Selaput pendengaran
: Utuh, intak (+)
Lubang
: Lapang
Penyumbatan
: Tidak ada
Serumen
: Tidak ada
Pendarahan
: Tidak ada
Cairan
: Tidak ada
Mulut Bibir
: Lembab, tidak tampak pucat
Tonsil
: T1 – T1 tenang
Langit-langit
: Tidak ada kelainan
Bau pernapasan
: Tidak ada
Gigi geligi
: Utuh, caries dentis (-), gusi berdarah (-)
Trismus
: Tidak ada
Faring
: Tidak hiperemis
Selaput lendir
: Kemerahan
Lidah
: Tidak Kotor
Leher Tekanan Vena Jugularis (JVP)
: 5-2 cmH2O
Kelenjar Tiroid
: Tidak teraba membesar
Kelenjar Limfe
: Tidak teraba membesar
Deviasi trachea
: Tidak ada 8
Dada Bentuk
: Simetris, sela iga tidak melebar maupun penyempit
Pernafasan
: Torako-abdominal
Paru – Paru Depan Inspeksi Kiri
:Bentuk dada normal, simetris sewaktu statis dan dinamis, sela iga tidak melebar
Kanan
:Bentuk dada normal, simetris sewaktu statis dan dinamis, sela iga tidak melebar
Palpasi Kanan
:Tidak ada benjolan, sela iga tidak melebar, gerakan dinding dada simetris, Vocal fremitus sonor, nyeri tekan (-)
Kiri
:Tidak ada benjolan, sela iga tidak melebar, gerakan dinding dada simetris, Vocal fremitus sonor, nyeri tekan (-)
Perkusi Kanan
: Sonor di seluruh lapang paru
Kiri
: Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Kanan : SN vesikuler, wheezing (-), Rhonki (-), Kiri Belakang
: SN vesikuler, Wheezing (-), Rhonki (-) :
Inspeksi Kiri
: bentuk dada normal, simetris sewaktu statis dan dinamis, sela iga tidak melebar
Kanan : bentuk dada normal, simetris sewaktu statis dan dinamis, sela iga tidak melebar Palpasi
:
Kanan: tidak ada benjolan, sela iga tidak melebar, gerakan dinding dada simetris, Vocal fremitus sonor, nyeri tekan (-)
9
Kiri : tidak ada benjolan, sela iga tidak melebar, gerakan dinding dada simetris, Vocal fremitus sonor, nyeri tekan (-) Perkusi
:
Kanan: sonor di seluruh lapang paru Kiri : sonor di seluruh lapang paru Auskultasi : Kanan : SN vesikuler, wheezing (-), Rhonki (-), Kiri
: SN vesikuler, Wheezing (-), Rhonki (-)
Jantung Inspeksi
: ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: iktus cordis teraba di ICS V, di garis midkalvikula kiri
Perkusi
: Batas atas
: ICS II linea sternalis kiri
Batas kiri
: ICS IV linea axilaris anterior kiri
Batas kanan
: ICS III linea parasternal kanan
Auskultasi : BJ I-II murni reguler, Murmur (-), Gallop (-) Pembuluh Darah Arteri Temporalis
: pulsasi teraba
Arteri Karotis
: pulsasi teraba
Arteri Brakhialis
: pulsasi teraba
Arteri Radialis
: pulsasi teraba
Arteri Femoralis
: pulsasi teraba
Arteri Poplitea
: pulsasi teraba
Arteri Tibialis Posterior
: pulsasi teraba
Arteri Dorsalis Pedis
: pulsasi teraba
Perut Inspeksi
: Tidak membuncit, bekas operasi (-), penonjolan massa (-), dilatasi vena (-) tampak ptekie pada dinding abdomen
Palpasi Dinding perut
: Supel, tidak ada distensi, nyeri tekan epigatrium (+) 10
Hati
: Tidak teraba, nyeri tekan (-)
Limpa
: Tidak teraba, nyeri tekan (-)
Ginjal
: Ballottement (-), nyeri ketok CVA (-)
Perkusi
: Timpani pada abdomen, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi
: Bising usus normal
Refleks dinding perut
: Baik
Colok dubur
: Tidak dilakukan (tidak ada indikasi)
Anggota Gerak Lengan
Kanan
Kiri
Otot
:
Tidak atrofi
Tidak atrofi
Tonus
:
Normotonus
Normotonus
Massa
:
Eutrofi
Eutrofi
Sendi
:
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Gerakan
:
aktif
aktif
Kekuatan
:
5
5
Oedem
:
Tidak ada
Tidak ada
Lain-lain
:
Tidak ada
Tidak ada
Petechie
:
Ada
Ada
Kanan
Kiri
Tungkai dan Kaki Luka
:
Tidak ada
Tidak ada
Varises
:
Tidak ada
Tidak ada
Otot
:
Tidak atrofi
Tidak atrofi
Tonus
:
Lemah
Lemah
Massa
:
Tidak ada
Tidak ada
Sendi
:
Normal
Normal
Gerakan
:
Aktif
Aktif
Kekuatan
:
5
5
Oedem
:
Tidak ada
Tidak ada
Lain-lain
:
Tidak ada
Tidak ada
Petechie
:
Ada
Ada 11
Refleks
Kanan
Kiri
Refleks Tendon
Positif
Positif
Bisep
Positif
Positif
Trisep
Positif
Positif
Patela
Positif
Positif
Achiles
Positif
Positif
Refleks Patologis
Negatif
Negatif
PEMERIKSAAN PENUNJANG: Laboratorium tanggal 15/4/2015 Pemeriksaan Darah: Hb
: 16.1 g/dL
Leukosit
: 5,69 cell/mm3
Ht
: 45,8 %
Trombosit
: 50.000 /µL
RINGKASAN Wanita berusia 20 tahun datang ke IGD RSUD Koja dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS. Selain demam, dirasakan juga nyeri kepala, mual dan muntah. Serta ditemukannya bintik kemerahan pada lengan dan perut. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, TD 120/70 mmHg, Nadi 90 x/menit, suhu 380C, RR 20x/menit, ptekie pada
12
lengan dan abdomen. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar Hb 16.1 g/dl, Leukosit 5.69 cell/mm3, Ht 45.8%, Trombosit 50.000/ul.
MASALAH 1. Demam dengue PENGKAJIAN MASALAH 1. Demam dengue Demam dengue dipikirkan, dari hasil anamnesis, bahwa pasien merasakan demam yang tiba-tiba tinggi sejak 3 hari SMRS, ada rasa nyeri kepala yang hebat. Dari hasil pemeriksaan fisik juga didapatkan tanda perdarahan spontan yaitu, ptekie. Sedangkan dari hasil laboratorium didapatkan trombositopenia serta leukositopenia. Belum dapat dipastikan ini merupakan demam dengue ataupun demam berdarah dengue, karena tidak atau belum didapatkan tanda-tanda kebocoran plasma dan pemeriksaan penunjang lainnya. Dipikirkan juga demam tifoid, dimana terjadi demam tinggi secara tiba-tiba dan rasa nyeri kepala yang hebat. Pada demam tifoid juga bisa didapatkan leukositopenia pada pemeriksaan laboratorium. Dalam hal ini harus dibedakan dari pola demam dari tifoid yang biasanya tinggi pada malam hari dan rendah pada pagi hari. Pada demam tifoid juga didapatkan keluhan pada pencernaan berupa diare maupun konstipasi. Dipikirkan juga infeksi leptospirosis, dimana pada gejala klinisnya juga disertai dengan demam tinggi yang bisa mencapai 40oC, disertai dengan nyeri pada otot dan kepala yang hebat. Pada leptospirosis juga dapat disertai dengan perdarahan berupa epistaksis. Namun perlu dibedakan, biasanya pada leptopspirosis akan didapati fase terjadinya ikterik. Dipikirkan juga idiopatik trombositopenia purpura dimana terjadi penurunan kadar tromobosit yang disertai perdarahan pada kulit berupa ptekie-ptekie. Pada hal ini harus dicermati bahwa peningkatan demam pada ITP tidak tiba-tiba tinggi dan biasanya tidak ada nyeri kepala yang hebat serta tidak ada keluhan-keluhan pencernaan. Pada riwayat penyakit dahulu biasanya didapatkan riwayat infeksi 2-3 minggu sebelum onset tiba.
13
Rencana diagnostik:
Pemeriksaan H2TL setiap 24 jam
Pemeriksaan IgM dan IgG anti-dengue pada hari ke 6 penyakit
Pemeriksaan USG Abdomen pada hari ke 5 penyakit
Rencana pengobatan : Medikamentosa:
IVFD RA : Gelafusal = 3 : 2 kolf (24 jam)
Paracetamol 3 x 500 mg IV Drip
Omeprazole 40 mg IV
Non medikamentosa:
Observasi TTV
Diet bebas
Rencana edukasi:
Menjelaskan penyakit yang diderita pasien membutuhkan pengawasan dan perawatan yang adekuat, sehingga butuh rawat inap sampai kondisi stabil
Menjelaskan bahwa penyakit yang diderita mempunyai komplikasi seperti dengue shock syndrome
KESIMPULAN
14
Wanita berusia 20 tahun ini mengalami demam dengue yang kemungkinan demam berdarah dengue dan penyakit-penyakit lainnya masih belum dapat disingkirkan, dan dibutuhkan pemeriksaan-pemeriksaan lanjutan lainnya untuk dapat menegakkan diagnosisnya. PROGNOSIS 1. Ad vitam : Ad bonam 2. Ad functionam : Ad bonam 3. Ad sanationam : Ad bonam
Catatan Perkembangan Tanggal 16 April 2015 pukul 07.00 ( Hari ke-4 penyakit) 1. Masalah Demam dengue S
: Os masih demam, mual tapi tidak muntah. Tidak ada perdarahan spontan. Nyeri kepala belum berkurang.
O
: TD 120/70 mmHg, Nadi 89 x/menit, suhu 37.50C, RR 20x/menit Perdarahan conjunctiva -/-, perdarahan gusi (-), petekie (+) lengan-tungkaiabdomen. Hasil lab : Hb: 14.9 g/dl Ht 47.1 %,
A
Leukosit: 7300 /ul Trombosit: 45.000 /ul
: Demam dengue masih belum dapat ditegakkan, karena DBD masih belum dapat disingkirkan, melihat belum adanya tanda plasma leakage
P
: Terapi dilanjutkan
15
Tanggal 17 April 2015 pukul 07.00 ( Hari ke-5 penyakit) 1. Masalah Demam dengue S
: Os mengatakan demam berkurang, masih ada sedikit mual, tidak muntah. Tidak ada perdarahan spontan. Nyeri kepala sudah berkurang
O
: TD 110/70 mmHg, Nadi 85 x/menit, suhu 36.50C, RR 18 x/menit Perdarahan conjunctiva -/-, perdarahan gusi (-), petekie (+) lengan-tungkaiabdomen. Shiffting dullness (-). Ronki -/Hasil lab : Hb: 14.3 g/dl Ht: 40 %,
Leukosit: 10.500 /ul Trombosit: 28.000 /ul
Hasil USG : Hepatomegali non-spesifik, GB wall thickening, ascites, efusi pleura dekstra A
: Demam berdarah dengue dapat ditegakkan, melihat hemokonsentrasi didapatkan, terjadi penurnan hematokrit 20% setelah terapi cairan yang adekuat. Didapatkan juga plasma leakage dari hasil usg berupa ascites, efusi pleura.
P
: Terapi dilanjutkan
Tanggal 18 April 2015 pukul 17.00 (Hari ke-6 penyakit) 1. Masalah Demam berdarah dengue S
: Os mengatakan sudah tidak demam, sudah tidak mual. Tidak ada perdarahan spontan. Nyeri kepala sudah menghilang
O
: TD 110/70 mmHg, Nadi 80 x/menit, suhu 36.50C, RR 18 x/menit Perdarahan conjunctiva -/-, perdarahan gusi (-), petekie (+) lengan-tungkaiabdomen. Shiffting dullness (-). Ronki -/Hasil lab : Hb: 13.1 g/dl Ht: 37 %,
Leukosit: 10.200 /ul Trombosit: 54.000 /ul
Hasil IgM dan IgG anti-dengue (+) A
: Demam berdarah dengue derajat II menjadi diagnosis pasti, setelah hasil pemeriksaan definitif didapatkan positif. 16
P
: Rencana diagnostik
Pemeriksaan H2TL setiap 24 jam
Rencana terapi Medika-mentosa
RA : Gelafusal = 2 : 1 (24 jam)
Non Medika-mentosa Diet bebas Mobilisasi cepat Rencana edukasi
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa penyakit yang dideritanya adalah DBD karena memenuhi kriteriakriteria penyakit DBD
Tanggal 19 April 2015 pukul 07.00 ( Hari ke 7 penyakit) 1. Masalah Demam berdarah dengue S
: Mobilisasi baik. Keluhan lain (-)
O
: TD 120/70 mmHg, Nadi 80 x/menit, suhu 36.50C, RR 18 x/menit Hasil lab : Hb: 12.6 g/dl Ht: 35.2 %,
Leukosit: 9.500 /ul Trombosit: 128.000 /ul
A
: Masalah demam berdarah dengue derajat II teratasi
P
: Rencana memulangkan pasien Rencana edukasi
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa penyakit DBD sudah teratasi dan pasien sudah sembuh dan diperkenankan rawat jalan
Menjelaskan bahwa DBD adalah penyakit yang dapat dicegah dengan gerakan 3M Plus 17
TINJAUAN PUSTAKA
Demam Berdarah Dengue Pendahuluan Sampai saat ini Demam Berdarah Dengue ( DBD ) merupakan masalah kesehatan yang bersifat endemis dan timbul sepanjang tahun. Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak namun sering juga dialami oleh orang dewasa yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas. Diagnosis laboratoris DBD pada anak dan dewasa tidak dibeda-bedakan. Diagnosis itu memakai kriteria umum yaitu isolasi virus dengan cara kultur, pemeriksaan serologis dengan mendeteksi antibody anti-dengue, maupun pemeriksaan asam nukleat dari RNA virus dengue sekaligus mendeteksi jenis serotype virus dengue untuk keperluan epidemiologi. Konsekuensinya diperlukan pemahaman prosedur pemeriksaan yang dilakukan secara rutin maupun untuk penelitian, beserta interpretasi hasil uji laboratorisnya. Infeksi virus dengue yang terjadi dan menyerang manusia menimbulkan gejala klinis yang bervariasi dari yang ringan yaitu demam dengue, DBD (Demam Berdarah Dengue) serta yang paling berat demam berdarah dengue dengan disertai syok (DSS) / Dengue Syok Sindrom. 18
Insiden demam berdarah meningkat pada musim hujan kemudian menurun pada akhir musim hujan. Timbulnya penyakit DBD ditandai adanya korelasi antara strain dan genetik tetapi akhir-akhir ini ada tendensi agen penyebab DBD di setiap daerah berbeda. 2)Pemberantasan DBD juga penyakit menular lain didasarkan pada pemutusan rantai penularan. Dalam hal ini komponen penularan terdiri dari virus Aedes Aegipty dan manusia. Karena sampai saat ini belum terdapat vaksin yang efektif terhadap virus itu, maka pemberantasan ditujukan kepada manusia dan terutama pada vektornya dengan melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk DBD. Penderita penyakit DBD bila tidak mendapat perawatan yang memadai dapat mengalami perdarahan yang hebat, syok dan dapat mengakibatkan kematian. Oleh karena itu semua kasus DBD sesuai kriteria WHO harus mendapat perawatan di tempat pelayanan kesehatan ataupun rumah sakit.1
Pembahasan Definisi Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang ditandai dengan demam mendadak 2 sampai 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechie), lebam (echymosis), ruam (purpura), kadang-kadang disertai oleh mimisan, buang air besar berdarah, muntah darah, kesadaran menurun atau renjatan (shock). Demam berdarah dengue ditandai oleh empat gejala klinis utama: demam tinggi, fenomena hemoragik, sering disertai dengan hepatomegali dan pada kasus berat disertai tanda – tanda kegagalan sirkulasi. Pasien ini dapat mengalami syok yang diakibatkan oleh kebocoran plasma yang disebut dengan sindrom syok dengue.1
Etiologi Demam dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus Dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Viirus (Arbovirus) yang sekarang dikenal sebagai 19
genus Flavivirus, famili Flaviviride dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: Den-1, Den-2, Den-3, Den-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe Den-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.1,2 Cara penularan Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynosiensis dan beberapa spesies yang lain juga dapat menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk aedes tersebut dapat mengundang virus dengue pada saat mengigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari(extrinsic incubation peroid) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan sebelumnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya(transovarian transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak dalam tubuh nyamuk, nyamuk itu akan dapat menularkan virus selama hidupnya(infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tubas 4-7 hari(intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggiit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.1 Epidemiologi Istilah demam berdarah di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina pada tahun 1953. Wabah serupa pertama kali terjadi pula di Bangkok pada tahun 1958 yang kemudian berjangkit dalam bentuk epidemi di beberapa negara lain di Asia Tenggara, diantaranya Hanoi, Malaysia, Saigon dan Indonesia.
20
Di Indonesia demam berdarah dengue pertama kali dicurgai di Surabaya pada tahun 1968. Dimana kasus pertama yang ditemukan di Jakarta dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian demam berdarah dengue dilaporkan di Bandung dan di Yogyakarta pada tahun 1972. Epidemi pertama yang ditemukan di luar pulau Jawa dilaporkan pada tahun 1972 di Sumatera Barat dan Lampung, disusul oleh Riau, Sulawesi Utara dan Bali. Pada tahun 1974 epidemi dilaporkan di Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Demam berdarah dengue menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia pada tahun 1993. Bedasarkan jumlah kasus demam berdarah dengue, Indonesia menempati urutan kedua setelah Thailand. Sejak tahun 1968 angka kesakitan rata-rata demam berdarah dengue di Indonesia terus meningkat dari 0,05 hingga 8,14 pada tahun 1973 kemudian meningkat kembali menjadi 8,65 pada tahun 1983 dan mencapai angka tertinggi pada tahun 1998 yaitu 35,19 per 100.000 penduduk dengan jumlah penderita sebanyak 72.133 orang. Morbiditas dan mortalitas demam berdarah dengue yang dilaporkan berbagai negara bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya usia penduduk, kepadatan vektor, tingkat penyebaran virus dengua, prevalansi serotipe virus dengue dan kondisi meteorologis. Tidak ditemukan perbedaan antara jenis kelamin namun angka kematian ditemukan lebih banyak terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Pada awal terjadinya wabah di sebuah negara, pola distribusi umur memperlihatkan 86-95% proporsi kasus terbanyak berasal dari golongan anak berusia kurang dari 15 tahun. Namun pada wabah selanjutnya, jumlah kasus golongan usia dewasa muda semakin meningkat.1,2 Patogenesis Virus merupakan organisme yang hanya dapat hidup dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu, terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan penjamu. Teori yang banyak dianut pada DBD adalah teori hipotesis infeksi sekunder (secondary heterogenous infection theory) dan teori hipotesis immune enhancement. Kedua teori tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa manusia yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotype virus dengue yang heterolog punya resiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibody heterolog yang sudah ada sebelumnya akan mengenali virus lain yang menginfeksi, membentuk kompleks antigen-antibodi. Kompleks tersebut berikatan dengan Fc reseptor membrane sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibody 21
heterolog maka virus tidak dinetralisir oleh tubuh, maka bebas bereplikasi dalam sel makrofag. Teori lain yaitu Antibody Dependent Enhacement (ADE ) menyatakan bahwa suatu proses akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue dalam mononuclear sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut. Terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga mengakibatkan keadaankeadaan seperti hipovolemia, dan syok. Berdasarkan teori secondary heterolog infection bahwa akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibody amnestik yang terjadi dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit yang menghasilkan titer tinggi antibody Ig G anti dengue, terbentuk kompleks virus antigen-antibodi. Kompleks tersebut mengaktifkan system komplemen, terutama C3 dan C5, selanjutnya akibat aktivasi C3 dan C5 dilepaskan C3a dan C5a yang menyebabkan permeabilitas dinding pembuluh darah meningkat dan merembesnya plasma dari intravascular ke ekstravascular yang ditandai dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium, dan terdapat cairan dalam rongga serosa (efusi pleura dan ascites).1-3 Selain mengaktivasi system komplemen, kompleks virus-antigen-antibodi, juga mengakibatkan agregasi trombosit dan mengaktivasi system koagulasi melalui kerusakkan sel-endotel pembuluh darah. Kedua factor tersebut menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat perlengketan kompleks antigen-antibodi pada membrane trombosit sehingga dikeluarkan ADP ( adenosine diphosphate ) akibatnya trombosit melekat satu sama lain. Agregasi trombosit menyebabkan : -
Penghancuran oleh RES sehingga mengakibatkan trombositopenia
-
Pengeluaran platelet factor III sehingga terjadi koagulopati konsumtif (KID) yang ditandai oleh peningkatan FDP (Fibrinogen Degradation Product) sehingga terjadi penurunan factor pembekuan.
-
Gangguan fungsi trombosit sehingga walaupun jumlahnya cukup namun tidak berfungsi baik
-
Aktivasi koagulasi menyebabkan diaktifkannya factor Hageman selanjutnya terjadi aktivasi sistim kinin yang memacu peningkatan permeabilitas kapiler, sehingga mempercepat terjadinya syok. 22
Keempat hal inilah yang menyebabkan perdarahan massif pada DBD.1-3 Manifestasi klinik Manifestasi kilnis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue (DSS). Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari yang diikuti fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat.1 Diagnosis Infeksi
virus
dengue dapat asimptomatis
atau
dapat
menimbulkan demam
undifferentiated, demam dengue atau demam berdarah dengue. Dengan rembesan plama yang dapat menimbulkan syok (sindrom syok dengue).
a) Demam dengue (DD) Gejala klasik dari demam dengue ialah gejala demam tinggi mendadak, kadang-kadang bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang, atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit (1-2 hari ) kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari ke-6 atau ke-7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain itu, dapat juga ditemukan petekie. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan leukopeni kadang-kadang dijumpai trombositopeni. Pada keadaan wabah telah dilaporkan adanya demam dengue yang disertai dengan perdarahan seperti epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri, dan menoragi. Demam dengue yang disertai dengan perdarahan harus dibedakan dengan demam berdarah dengue. Pada penderita demam dengue tidak dijumpai kebocoran plasma sedangkan pada penderita demam berdarah dengue dijumpai kebocoran plasma yang dibuktikan dengan adanya hemokonsentrasi, pleural efusi dan asites.1 b) Demam Berdarah Dengue (DBD) Perubahan patofisiologis utama yang menentukan keparahan penyakit pada demam berdarah dengue dan yang membedakannya dengan demam dengue adalah rembesan
23
plasma seperti dimanifestasikan oleh peningkatan hematokrit (hematokonsentrasi, efusi serosa atau hipoprotemia). Bentuk klasik dari demam berdarah dengue ditandai dengan demam tinggi, mendadak, terjadi antara 2-7 hari, disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan farings hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi. Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple Leede’s test) positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekie ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila dan wajah yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar dengan variasi dari teraba sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit namun pembesaran hati lebih sering ditemukan pada penderita dengan syok. Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok. Banyak pasien sembuh secara spontan, atau setelah periode singkat terapi cairan dan elektrolit. Pada kasus yang lebih berat, bila kehilangan plasma sangat banyak, terjadi syok dan dapat berkembang dengan cepat menjadi syok hebat dan kematian bila tidak diatasi dengan tepat. Keparahan penyakit dapat diubah dengan mendiagnosis awal dan mengganti kehilangan plasma. Trombositopenia dan hemokonsentrasi biasanya dapat terdeteksi sebelum demam menghilang. Hingga kini diagnosis demam berdarah dengue masih berdasarkan atas patokan yang telah dirumuskan oleh WHO pada tahun 1975 yang terdiri dari 4 kriteria klinik dan 2 kriteria laboratorik dengan syarat bila kriteria laboratorik terpenuhi ditambah minimal 2
24
kriteria klinik (satu diantaranya ialah panas), dengan menggunakan kriteria WHO diatas maka ketepatan diagnosis berkisar 70 – 90%. 1 Kriteria Klinik 1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari. 2. Manifestasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji tournikuet positif dan salah satu bentuk lain (petekia, purpura, ekimosis, epistaksis dan perdarahan gusi), hematemesis dan atau melena. 3. Pembesaran hati 4. Renjatan yang ditandai oleh nadi lemah, cepat disertai tekanan nadi menurun (menjadi 20mmHg atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan sistol menurun sampai 80mmHg atau kurang) disertai kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, penderita menjadi gelisah, timbul sianosis di sekitar mulut.
Kriteria Laboratorik Pemeriksaan laboratotium didapatkan trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari meningginya nilai hematokrit sebanyak 20% atau lebih dibandingkan dengan nilai hematokrit pada masa konvalesen. Menurut World Health Organization (1997), DBD diklasifikasikan menjadi 4 tingkat keparahan.
Derajat I : Demam disertai dengan gejala konstitusional non-spesifik, satu-satunya
manifestasi perdarahan adalah tes torniket positif dan muntah memar. Derajat II : Perdarahan spontan selain manifestasi pasien pada Derajat I, biasanya
pada bentuk perdarahan kulit atau perdarahan lain. Derajat III : Gagal sirkulasi dimanifestasikan dengan nadi cepat dan lemah serta penyempitan tekanan nadi atau hipotensi, dengan adanya kulit dingin dan lembab
serta gelisah. Derajat IV : Syok hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak terdeteksi. 25
Klasifikasi DBD menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2010) yaitu: a. Dengue tanpa tanda bahaya dan dengue dengan tanda bahaya (dengue without warning signs). Kriteria dengue tanpa tanda bahaya dan dengue dengan tanda bahaya: 1. Bertempat tinggal di atau bepergian ke daerah endemik dengue. 2. Demam disertai 2 dari hal berikut : Mual, muntah, ruam, sakit dan nyeri, uji torniket positif, lekopenia, adanya tanda bahaya. 3. Tanda bahaya adalah Nyeri perut atau kelembutannya, muntah berkepanjangan, terdapat akumulasi cairan, perdarahan mukosa, letargis, lemah, pembesaran hati > 2 cm, kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat. 4. Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran plasma tidak jelas) b. Dengue berat (severe dengue). Kriteria dengue berat : Kebocoran plasma berat, yang dapat menyebabkan syok (DSS), akumulasi cairan dengan distress pernafasan. Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinisi gangguan organ berat, hepar (AST atau ALT ≥ 1000, gangguan kesadaran, gangguan jantung dan organ lain). Untuk mengetahui adanya kecenderungan perdarahan dapat dilakukan uji tourniquet. 1
c) Sindrom syok dengue (SSD) Kondisi pasien yang berkembang kearah syok tiba-tba menyimpang setelah demam selama 2-7 hari. Penyimpanagan ini terjadi pada waktu segera setelah penurunan suhu antara hari ketiga dan ketujuh sakit. Terjadi tanda khas dari kegagalan sirkulasi: kulit menjadi dingin, bintul-bintul, dan kongesti; sinosis sirkumoral sering terjadi; nadi menjadi cepat. Pasien pada awal dapat mengalami letargi, kemudian menjadi gelisah dan dengan cepat memasuki tahap kritis dan syok. Nyeri abdominal akut adalah keluhan sering segera sebelum syok. Sindrom syok dengue biasanya ditandai dengan nadi cepat, lemah dengan penyempitan tekanan nadi (<20 mm Hg), tanpa meperhatikan tingkat tekanan, misal 100/90 mm Hg atau hipotensi dengan kulit dingin dan lembab dan gelisah. Pasien yag syok dalam bahaya kematian bila pengobatan yang tepat tidak segera diberikan. Pasien dapat melewati tahap syok berat, dengan tekanan darah atau nadi menjadi tidak terbaca. Namun, kebanyakan pasien tetap sadar hampir pada tahap terminal. Durasi syok adalah pendek: secara khas pasien meninggal 12-24 jam, atau sembuh dengan cepat setelah terapi 26
pengantian volume yang tepat. Efusi pleural dan asites dapat terdeteksi melalui pemeriksaan fisik atau radiografi. Syok yang tidak teratasi dapat menimbulkan perjalanan penyakit terkomplikasi, dengan terjadinya asidosis metabolis, perdarahan hebat dari saluran gastrointestinal dan organ lain, dan prognosisnya buruk. Pasien dengan hemoragi intrakranial dapat mengalami konvulsi dan koma. Ensefalopati, yang dilaporkan kadang, dapat terjadi dalam pengaruhnya dengan gangguan metabolis dan elektrolit atau perdarahan intrakranial. Pemulihan pada pasien dengan sindrom syok dengue teratasi adalah singkat dan tidak rumit. Bahkan pada kasus syok berat, jika tealah teratasi, pasien yang dapat bertahan akan membaik dalam 2-3 hari, meskipun efusi pleural dan asites masih tampak. Tanda prognosis yang baik adalah keluaran urine adekuat dan kembali mempunyai nafsu makan. Temuan umum selama masa penyembuhan demam berdarah dengue adalah bradikardia sinus atau aritmia dan karakteristik ruam petekial konfluen dengan area bulat kecil bagian kulit normal. Ruam makulopapular atau tipe rubella kurang umum pada demam berdarah dengue dibanding demam dengue dan mungkin terlihat baik pada awal atau tahap lanjut penyakit. Perjalanan demam berdarah dengue kira-kira 7-10 hari.1-3 Pemeriksaan penunjang Hematologi 1. Jumlah leukosit normal, tapi biasanya menurun dengan doominasi sel neutrofil. Selanjutnya pada akhir fase demam, jumlah leukosit dan sel neutrofil bersama-sama menurun sehingga jumlah sel limfosit secara relatif meningkat. Eningkatan jumlah sel limfosit atipikal di darah tepi dapat dijumpai pada hari sakit ketiga sampai hari ke tujuh. 2. Jumlah trombosit, penurunan mennjadi < 100.000. pada umumnya trombositopenia terjadi sebelum adanya peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum suhu turun. Jumlah trombosit <100.000 biasanya ditemukan antara hari sakit ketiga sampai ketujuh. Pemeriksaan awal biasanya dilakukan saat pasien diduga menderita DBD. 3. Kadar hematokrit, peningkatan nilai hematokrit menggambarkan hemokonsentrasi selalu dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka akan terjadinya perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada
umumnya
penurunan
trombosit
mendahului
peningkatan
hematokrit.
Hemokosentrasi dengan peningkatan hematokrit sebesar 20% mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan plasma. 27
4. Pemeriksaan laboratorium lain:
Kadar albumin menurun sedikit
Eritrosit dalam tinja hampir selalu ditemukan
Penurunan faktor koagulasi dan fibrinolitik
Pada kasus berat dijumpai disfungsi hati, penurunan kelompok vit Kdependent
Serum komplemen menurun
Hipoproteinemia
Hiponatremia
SGOT dan SGPT meningkat
Asidosis metabolik berat dan peningkatan kadar urea nitrogen pada syok berkepanjangan
Radiologis a. Roentgen thorax PA terdapat gambaran efusi pleura terutama pada hemitorak kanan b. USG abdomen tampak ascites dan efusi pleura bagian kanan Serologis Dikenal 6 jenis serologi yang dapat menentukan adanya virus dengue, yaitu : a. Uji hemaglutinasi inhibisi (HI test), paling sering dipakai dan merupakan gold standard serologi untuk dengue. Uji Hi sensitive tapi tidak spesifik. Untuk diagnosis positif terdapat kenaikan titer 4x lipat dari titer serum akut (>1280). Baik pada serum akut maupun konvalesen. b. Ig M Elisa, kelebihan uji ini adalah hanya perlu satu serum akut saja. Spesifitas sama uji HI, sensifitas sedikit dibawah uji HI. c. Ig G Elisa, sedikit lebih spesifik disbanding Ig M Elisa. d. Uji netralisasi paling spesifik dan sensitive untuk virus dengue. e. Uji komplemen fiksasi. f. PCR (polymerase chain reaction), sangat spesifik dan sensitive.4 Diagnosa banding
28
1. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus atau infeksi parasit seperti: demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya, leptospirosis, dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan DBD dengan penyakit lain 2. Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya(DC). Pada DC biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai dengan ruam makulopapular, injeksi konjuctiva dan ada nyeri sendi. Proporsi uji torniquet positif, ptekie dan epiktasis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok. 3. Perdarahan seperti ptekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi, misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis sejak semula pasien nampak sakit berat, demam naik turun dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas terdapat leukositosis disertai dominasi sel PMN. Pemeriksaan LED dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi virus dengan bakteri. 4. Idiopathic trombocytopenic purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan dibawah kulit. Pada hari-hari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat menghilang, tidak dijumpai leukopenia, tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak ditemukan pergeseran ke kanan hitung jenis. Pada fase penyembuhan DBD, jumlah trombosit lebih cepat kembali ke normal daripada ITP. 5. Perdarahan juga dapat terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfa dapat teraba dan anak sangat anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosis leukemia. Pada anemia aplastik anak sangat anemik, demam timbul akibat infeksi sekunder.pada pemeriksaan darah ditemukan pansitopenia. Pada pasien dengan perdarahan hebat, pemeriksaan foto toraks dan kadar protein dapat membantu menegakkan diagnosis. Pada DBD ditemukan efusi pleura dan hipoproteinemia sebagai tanda perembesan plasma. Penatalaksanaan Pada dasarnya pengobatan demam berdarah dengue bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat 29
perdarahan. Pasien demam dengue dapat berobat jalan sedangkan pasien demam berdarah dengue dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus demam berdarah dengue dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien demam berdarah dengue dengan baik, diperlukan dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium yang memadai, cairan kristaloid dan koloid, serta bank darah yang senantiasa siap bila diperlukan. Diagnosis dini dan memberikan nasehat untuk segera dirawat apabila terdapat tanda syok, merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain, perjalanan penyakit demam berdarah dengue sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong. Kunci keberhasilan tatalaksana demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue terletak pada ketrampilan para dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik. Pasien demam dengue dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien dianjurkan:
Tirah baring, selama masih demam. Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan. Untuk menurunkan suhu menjadi < 39°C, dianjurkan pemberian antipiretik Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral
Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesen
Pada pasien demam dengue, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan. Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit membedakan antara demam dengue dan demam berdarah dengue pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada demam dengue akan terjadi penyembuhan sedangkan pada demam berdarah dengue terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok). Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada demam dengue tanpa disertai gejala syok. Oleh karena itu, orang tua atau pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat, buang air besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut merupakan tanda kegawatan, sehingga harus segera dibawa segera ke rumah sakit. Pada pasien yang tidak mengalami komplikasi setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi diobservasi. Perbedaan patofisilogik utama antara demam dengue, demam berdarah dengue dan sindrom syok dengue dengan penyakit lain adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Gambaran klinis demam 30
berdarah dengue atau sindrom syok dengue sangat khas yaitu demam tinggi mendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana demam berdarah dengue terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma dangangguan hemostasis. Prognosis demam berdarah dengue terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit. Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunan jumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2 trombosit/ Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit dan sebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencermikan perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian caiaran. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada asus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus danpenurunan jumlah trombosit < 50.000/41. Secara umum pasien DBD derajat I dan II dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B dan A.1-4
Fase Demam Tatalaksana demam berdarah dengue fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana demam dengue, bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Parasetamol direkomendasikan untuk pemberian atau dapat disederhanakan seperti tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Dosis Paracetamol menurut kelompok usia Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam 31
berikutnya. Bayi yang masih minum asi, tetap harus diberikan disamping larutan oralit. Bila terjadi kejang demam, disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam. Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma danpedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dantekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan dengan menggunakan Hb. Sahli dengan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb. Penggantian Volume Dasar patogenesis demam berdarah dengue adalah perembesan plasma yang terjadi pada fase penurunan suhu, maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, danjumlah volume urin. Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%. Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahanlahan. Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume dan komposisi cairan yang diperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai 8%), seperti tertera pada tabel 2 dibawah ini.1-4
32
Tabel 2. Kebutuhan cairan pada dehidrasi sedang (defisit cairan 5-8%) Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai dengan derajat hemokonsentrasi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak umur yang sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat diperhitungan dari tabel 3 berikut.
Tabel 3. Kebutuhan cairan rumatan Misalnya untuk anak berat badan 40 kg, maka cairan rumatan adalah 1500+(20x20) =1900 ml. Jumlah cairan rumatan diperhitungkan 24 jam. Oleh karena perembesan plasma tidak konstan (perembesam plasma terjadi lebih cepat pada saat suhu turun), maka volume cairan pengganti harus disesuaikan dengan kecepatan dankehilangan plasma, yang dapat diketahui dari pemantauan kadar hematokrit. Penggantian volume yang bedebihan danterus menerus setelah plasma terhenti perlu mendapat perhatian. Perembesan plasma berhenti ketika memasuki fase penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali kedalam intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan edema paru dandistres pernafasan. Pasien harus dirawat dansegera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok yaitu gelisah, letargi/lemah, ekstrimitas dingin, bibir sianosis, oliguri, dan nadi lemah, ekanan nadi menyempit (20mmHg atau kurang) atau hipotensi, dan peningkatan mendadak dari kadar hematokrit atau kadar hematokrit meningkat terus menerus walaupun telah diberi cairan intravena. Jenis cairan yang dapat digunakan bedasarkan rekomendasi WHO: Kristaloid -
Larutan ringer laktat (RL) Larutan ringer asetat (RA) Larutan garam faal (normal saline/NaCl) Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL) 33
- Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA) - Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faal (D5/1/2LGF) (Catatan: untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh larutan yang mengandung dekstran) Koloid - Dekstran 40 - Plasma - Albumin 1-4 Algoritma Penatalaksaan
34
Gambar 1. Tatalaksana kasus tersangka demam berdarah dengue Pada awal perjalanan penyakit demam berdarah dengue tanda/gejalanya tidak spesifik, oleh karena itu orang tua/anggota keluarga diharapkan untuk waspada jika meiihat tanda/ gejala yang mungkin merupakan gejala awal penyakit demam berdarah dengue. Tanda/gejala awal penyakit demam berdarah dengue ialah demam tinggi 2-7 hari mendadak tanpa sebab yang jelas, terus menerus, badan terasa lemah/anak tampak lesu.
Pertama-tama ditentukan terlebih dahulu:
35
1. Adakah tanda kedaruratan yaitu tanda syok (gelisah, nafas cepat, bibir biru, tangan dankaki dingin, kulit lembab), muntah terus menerus, kejang, kesadaran menurun, muntah darah, berak darah, maka pasien perlu dirawat (tatalaksana disesuaikan dengan bagan 3,4,5) 2. Apabila tidak dijumpai tanda kedaruratan, periksa uji tourniquet/uji Rumple Leede/uji bendung dan hitung trombosit; - Bila uji tourniquet positif dan/ atau trombosit 100.000/pl, pasien di observasi (tatalaksana kasus tersangka demam berdarah dengue) - Bila uji tourniquet negatif dengan trombosit 100.000/pl atau normal , pasien boleh pulang dengan pesan untuk datang kembali setiap hari sampai suhu turun. Pasien dianjurkan minum banyak seperti air teh, susu, sirup, oralit, jus buah dll serta diberikan obat antipiretik golongan parasetamol jangan golongan salisilat. Apabila selama di rumah demam tidak turun pada hari sakit ketiga, evaluasi tanda klinis adakah tanda-tanda syok yaitu anak menjadi gelisah, ujung kaki/tangan dingin, sakit perut, berak hitam, kencing berkurang; bila perlu periksa Hb, Ht, dantrombosit. Apabila terdapat tanda syok atau terdapat peningkatan Hb/Ht danatau penurunan trombosit, segera kembali ke rumah sakit. Pasien dengan keluhan demam 2-7 hari, disertai uji tourniquet positif (demam berdarah dengue derajat I) atau disertai perdarahan spontan tanpa peningkatan hematokrit (demam berdarah dengue derajat II) dapat dikelola seperti tertera pada Gambar 1. Apabila pasien masih dapat minum, berikan minum sebanyak 1-2 liter/hari atau 1 sendok makan setiap 5 menit. Jenis minuman yang dapat diberikan adalah air putih, teh manis, sirop, jus buah, susu atau oralit. Obat antipiretik (parasetamol) diberikan bila suhu > 38.5°C. Pada anak dengan riwayat kejang dapat diberikan obat anti konvulsif. Apabila pasien tidak dapat minum atau muntah terus menerus, sebaiknya diberikan infus NaCL 0,45% : dekstrosa 5% dipasang dengan tetesan rumatan sesuai berat badan. Disamping itu perlu dilakukan pemeriksaaan Ht, Hb 6 jam dan trombosit setiap 2 jam. Apabila pada tindak lanjut telah terjadi perbaikan klinis dan laboratorium anak dapat dipulangkan; tetapi bila kadar Ht cenderung naik dan trombosit menurun, maka infus cairan diganti dengan ringer laktat dan tetesan disesuaikan seperti pada Gambar 1.
36
Gambar 2. Tatalaksana kasus demam berdarah dengue derajat I dan derajat II Pasien DBD apabila dijumpai demam tinggi mendadak terus menerus selama 7 hari tanpa sebab yang jelas, disertai tanda perdarahan spontan (tersering perdarahan kulit danmukosa yaitu petekie atau mimisan) disertai penurunan jumlah trombosit 100.000/pl, dan peningkatan kadar hematokrit. Pada saat pasien datang, berikan cairan kristaloid ringer laktat/NaCI 0,9 % atau dekstrosa 5% dalam ringer laktat/NaCl 0,9 % 6-7 ml/kg BB/jam. Monitor tanda vital dankadar hematokrit serta trombosit tiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 1224 jam, kemudian: 1. Apabila selama observasi keadaan umum membaik yaitu anak nampak tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup, dankadar Ht cenderung turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. 37
Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi 3ml/kgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan setelah 24-48 jam. 2. Perlu diingat bahwa sepertiga kasus akan jatuh ke dalam syok. Maka apabila keadaan klinis pasien tidak ada perbaikan, anak tampak gelisah, nafas cepat (distres pernafasan), frekuensi, nadi meningkat, diuresis kurang, tekanan nadi < 20 mmHg memburuk, disertai peningkatan Ht, maka tetesan dinaikkan menjadi 10 ml/kgBB/jam, setelah 1 jam tidak ada perbaikan tetesan dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam. Apabila terjadi distres pernafasan danHt naik maka berikan cairan koloid 20-30 ml/kgBB/jam; tetapi apabila Ht turun berarti terdapat perdarahan, berikan tranfusi darah segar 10 ml/kgBB/jam. Bila keadaan klinis membaik, maka cairan disesuaikan sesuai poin pertama. DSS Sindrom syok dengue ialah demam berdarah dengue dengan gejala, gelisah, nafas cepat, nadi teraba kecil, lembut atau tak teraba, tekanan nadi menyempit (misalnya sistolik 90 dan diastolik 80 mmHg, jadi tekanan nadi 20 mmHg), bibir biru, tangan kaki dingin, tidak ada produksi urin. 1. Segera beri infus kristaloid (ringer laktat atau NaCl 0,9%) 10-20m1/kgBB secepatnya (diberikan dalam bolus selama 30 menit) dan oksigen 2 liter/ menit. Untuk sindrom syok dengue berat (demam berdarah dengue derajat IV, nadi tidak teraba dantensi tidak terukur) diberikan ringer laktat 20 ml/kgBB bersama koloid (lihat butir 2). Observasi tensi dannadi tiap 15 menit hematokrit dantrombosit tiap 4-6 jam. Periksa elektrolit dan gula darah. 2. Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat tetap dilanjutkan 15-20 ml/kg BB, ditambah plasma (fresh frozen plasma) atau koloid (dekstran 40) sebanyak 10-20 ml/kg BB, maksimal 30 ml/kg BB (koloid diberikan pada lajur infus yang sama dengan kristaloid, diberikan secepatnya). Observasi keadaan umum, tekanan darah, keadaan nadi tiap 15 menit, danperiksa hematokrit tiap 4-6 jam. Koreksi asidosis, elektrolit, dan gula darah. a. Apabila syok telah teratasi disertai penurunan kadar hemoglobin/hematokrit, tekanan nadi > 20 mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10 mm/kg BB/jam. Volume 10 ml/kg BB /jam dapat dipertahankan sampai 24 jam atau sampai klinis stabil danhematokrit menurun < 40%. Selanjutnya cairan diturunkan menjadi 7 ml/kg/BB sampai keadaan klinis danhematokrit stabil kemudian secara bertahap cairan diturunkan 5 ml dan seterusnya 3ml/kg BB/jam. Dianjurkan pemberian cairan 38
tidak melebihi 48 jam setelah syok teratasi. Observasi klinis, tekanan darah, nadi, jumlah urin dikerjakan tiap jam (usahakan urin 1 ml/kg BB/jam, BD urin < 1.020) dan pemeriksaan hematokrit & trombosit tiap 4-6 jam sampai keadaan umum baik. b. Apabila syok belum dapat teratasi, sedangkan kadar hematokrit menurun tetapi masih > 40 vol % berikan darah dalam volume kecil 10ml/kgBB. Apabila tampak perdarahan masif, berikan darah segar 20ml/kgBB dan lanjutkan cairan kristaloid 10ml/kg BB/jam. Pemasangan CVP (dipertahankan 5-8 cm H20) pada syok berat kadang-kadang diperlukan, sedangkan pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan. c. Apabila syok masih belum teratasi, pasang CVP untuk mengetahui kebutuhan cairan danpasang kateter urin untuk mengetahui jumlah urin. Apabila CVP normal ( 10 mmH20), maka diberikan dopamin.
Gambar 3. Tatalaksana kasus sindrom syok dengue Kriteria memulangkan pasien adalah:
Tidak ada demam selama 24 jam tanpa antipiretik Tampak perbaikan klinis Tiga hari setelah syok teratasi Perbaikan nafsu makan Peningkatan kadar trombosit (> 50.000/µL) Hematokrit stabil 39
Tidak dijumpai tanda-tanda distres pernafasan (dapat disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)
Komplikasi penyakit Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi pada pasien demam berdarah dengue antara lain:7 1. Gangguan
keseimbangan
elektrolit
meliputi
hiponatremia,
hipokalsemia,
dan
hipokalemia. 2. Overhidrasi 3. Ensefalopati atau ensefalitis 4. Hepatik ensefalopati 5. Gagal hepar 6. Gagal ginjal yang dapat disebabkan karena syok lama, hepatorenal sindrom dan hemoglobinuria 7. Gangguan metabolisme seperti hipoglikemia 8. Infeksi penyerta antara lain a. Infeksi gastrointestinal b. Infeksi saluran napas misalnya pneumonia c. Infeksi saluran kemih d. Infeksi kulit dan jaringan lunak
Pencegahan 1. Gerakan 3M o
menguras tempat-tempat penampungan air minimal seminggu sekali, dan menaburkan bubuk abate kedalamnya
o
menutup rapat tempat penampungan air
o
mengubur barang bekas yang dapat menampung air hujan
2. Pemberantasan vector o
Penyemprotan / Fogging
o
Menyingkirkan pakaian yang tergantung didalam rumah
o
Abatisasi selektif
o
Kerjabakti lingkungan dalam dan luar rumah
o
Penyuluhan masyarakat 40
3. Pemakaian repellent, menyemprot anti serangga di dalam rumah 4. Lapor ke puskesmas setempat Ada dua cara pemberantasan vector : -
Menggunakan insektisida Yang biasa dipakai adalah Malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos untuk membunuh jentik
-
Tanpa insektisida Contohnya adalah menguras bak mandi, menutup rapat tempat penampungan air dan mambersihkan halaman rumah.5
41