Tanggal Penerbitan
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI Ibnu Khayath Farisanu - STIE Widya Praja Tana Paser
Dalam ekonomi, persaingan merupakan upaya-upaya yang dilakukan oleh penjual yang berusaha mencapai tujuan yang ditetapkan -seperti memperoleh laba, memperluas pangsa pasar atau meningkatkan volume penjualan, dengan melakukan beragam strategi terkait bauran pemasaran -seperti harga, produk, distribusi dan promosi. Ini merupakan proses dimana para pelaku usaha dipaksa menjadi lebih efisien dan efektif dalam menawarkan pilihan-pilihan produk dan jasa dalam harga yang lebih rendah. (Lubis dkk, 2009) Pasar disebut bersaing sempurna jika (1) terdapat sejumlah besar penjual dan pembeli komoditi, sedemikian rupa sehingga tindakan seorang individu tidak dapat mempengaruhi harga komoditi tersebut; (2) produk dari seluruh perusahaan dalam pasar adalah homogen; (3) terdapat mobilitas sumber daya yang sempurna; dan (4) konsumen, pemilik sumber daya dan perusahaan dalam pasar mempunyai pengetahuan yang sempurna mengenai harga-harga serta biaya-biaya sekarang dan masa mendatang. (Salvatore, 2012) Ini yang kemudian disebut dengan istilah Pasar Persaingan Sempurna. Pasar persaingan sempurna tidaklah sama dengan pasar persaingan bebas yang
https://ibnukhayathfarisanu.wordpress.com
[email protected]
13 Mei 2017 Pembelajaran
10
menjadi karakteristik kebanyakan pasar hari ini. Menurut Fukuyama, prinsip-prinsip liberal dalam ekonomi “pasar bebas” telah menyebar dan berhasil memproduksi kesejahteraan material yang belum pernah dicapai sebelumnya. Kedua hal tersebut terjadi di negara-negara industri dan di negara-negara berkembang. Negara-negara yang sedang berkembang memiliki peluang untuk meningkatkan volume perdagangan dengan melakukan ekspansi usaha ke beragam pasar internasional. Namun di sisi lain, negara-negara lain juga membanjiri pasar domestik dengan beragam barang/jasa. (Lubis dkk, 2009) Yang menjadi masalah utama adalah ketika para pelaku usaha besar dan transnasional dapat menguasai kegiatan usaha domestik melalui perilaku-perilaku anti persaingan. Untuk itulah, materi pembelajaran kali ini akan mengungkap aturan yang terkait dengan persaingan usaha. Ini perlu menjadi perhatian agar nilai-nilai persaingan usaha yang sehat mendapat perhatian lebih besar dalam sistem ekonomi Indonesia, dimana persaingan akan menguntungkan masyarakat yang akan mendapatkan barang dan/atau jasa dalam harga yang rendah, kualitas yang lebih baik, atau pelayanan yang lebih memuaskan.
1/9
Tanggal Penerbitan
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI Ibnu Khayath Farisanu - STIE Widya Praja Tana Paser
13 Mei 2017 Pembelajaran
10
LANDASAN HUKUM Menimbang bahwa setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu, dengan tidak terlepas dari kesepakatan yang telah dilaksanakan oleh Negara Republik Indonesia terhadap perjanjian-perjanjian internasional, atas inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat, disusunlah UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Ini bukanlah pertama kalinya Indonesia memikirkan untuk memperkenalkan undang-undang seperti ini. Sebetulnya, sekitar dua puluh tahun yang lalu (sekitar 1980-an) sudah dipertimbangkan manfaat dari diterapkannya undang-undang anti monopoli, tetapi ide ini tidak dapat diterima oleh pemerintah pada masa itu. Justru, kebijakan pemerintah cenderung berpihak pada pengusaha besar.(Maarif, 2000) Dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, pelaku usaha yang menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum, diuraikan di Pasal 2. Tujuan utama dari pembentukannya, sebagaimana diuraikan di Pasal 3, adalah untuk: a. menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat; b. mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya
https://ibnukhayathfarisanu.wordpress.com
[email protected]
kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil; c. mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan d. terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha. Persaingan antar pelaku usaha di dunia bisnis dan ekonomi adalah sebuah keharusan. Agar persaingan dapat berlangsung, maka kebijakan ekonomi nasional yang diperlukan adalah mewujudkan pasar yang berfungsi dan mekanisme harga. Pasar yang bebas harus dicegah untuk dikuasai oleh satu, dua, atau beberapa pelaku usaha saja (monopoli dan oligopoli), karena pasar yang hanya dikuasi oleh sejumlah pelaku usaha terbuka peluang untuk menghindari atau mematikannya mekanisme pasar (market sehingga harga-harga mechanism) ditetapkan secara sepihak dan merugikan konsumen. Pelaku usaha yang jumlahnya sedikit dapat membuat berbagai kesepakatan untuk membagi wilayah pemasaran, mengatur harga, kualitas, dan kuantitas barang dan jasa yang ditawarkan (kartel) guna memperoleh keuntungan yang setinggi-tingginya dalam waktu yang relatif singkat. Persaingan di antara para pelaku usaha juga dapat terjadi secara curang (unfair competition) sehingga merugikan konsumen, bahkan negara. Prasyarat pengaturan hukum menjadi hal yang sangat perlu diperhatikan untuk menjamin terselenggaranya pasar yang bebas secara adil. (Sukarmi, 2010)
2/9
Tanggal Penerbitan
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI Ibnu Khayath Farisanu - STIE Widya Praja Tana Paser
13 Mei 2017 Pembelajaran
10
PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT PERJANJIAN Persaingan usaha tidak sehat, menurut UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. Pelaksanaan dari persaingan usaha tidak sehat dapat melalui perjanjian-perjanjian antar pelaku usaha. UU melarang beberapa bentuk perjanjian yang dilakukan oleh pelaku usaha, sebagaimana diuraikan dalam pasalpasal berikut ini: Bagian Pertama - OLIGOPOLI Pasal 4 (1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, sebagaimana dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Bagian Kedua - PENETAPAN HARGA Pasal 5 (1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas mutu suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi: a. suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau b. suatu perjanjian yang didasarkan undangundang yang berlaku.
https://ibnukhayathfarisanu.wordpress.com
[email protected]
Pasal 6 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama. Pasal 7 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Pasal 8 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang membuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Bagian Ketiga - PEMBAGIAN WILAYAH Pasal 9 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Bagian Keempat - PEMBOIKOTAN Pasal 10 (1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. (2) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya, untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut: a. merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain; atau b. membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang dan atau jasa dari pasar bersangkutan.
3/9
Tanggal Penerbitan
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
13 Mei 2017 Pembelajaran
Ibnu Khayath Farisanu - STIE Widya Praja Tana Paser
Bagian Kelima - KARTEL Pasal 11 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Bagian Keenam - TRUST Pasal 12 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Bagian Ketujuh - OLIGOPSONI Pasal 13 (1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
10
Bagian Kedelapan - INTEGRASI VERTIKAL Pasal 14 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat. Bagian Kesembilan - PERJANJIAN TERTUTUP Pasal 15 (1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu. (2) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok. (3) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok: a. harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok; atau b. tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
KEGIATAN Selain melalui perjanjian, persaingan usaha tidak sehat dapat dilakukan melalui kegiatan, diantaranya diuraikan dalam beberapa pasal berikut ini: Bagian Pertama - MONOPOLI Pasal 17 (1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
https://ibnukhayathfarisanu.wordpress.com
[email protected]
(2)
Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila : a. barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substansinya; atau b. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau c. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
4/9
Tanggal Penerbitan
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI Ibnu Khayath Farisanu - STIE Widya Praja Tana Paser
Bagian Kedua - MONOPSONI Pasal 18 (1) Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Bagian Ketiga - PENGUASAAN PASAR Pasal 19 Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa: a. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan; atau b. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu; atau c. membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan; atau d. melakukan praktek monopoli terhadap pelaku usaha tertentu.
13 Mei 2017 Pembelajaran
10
untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Pasal 21 Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Bagian Keempat - PERSEKONGKOLAN Pasal 22 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Pasal 23 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Pasal 24 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.
Pasal 20 Pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud
POSISI DOMINAN Ketika pelaku usaha dalam posisi dominan, yaitu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan
https://ibnukhayathfarisanu.wordpress.com
[email protected]
barang atau jasa tertentu, bukan berarti dapat semena-mena. Beberapa pasal menguraikan tentang hal ini sebagai berikut: Pasal 25 (1) Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk : a. menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas; atau
5/9
Tanggal Penerbitan
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
13 Mei 2017 Pembelajaran
Ibnu Khayath Farisanu - STIE Widya Praja Tana Paser
b.
(2)
membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau c. menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan. Pelaku usaha memiliki posisi dominan sebagaimana dimaksud ayat (1) apabila: a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% (lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang dan atau jasa tertentu; atau b. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% (tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang dan atau jasa tertentu.
Pasal 26 Seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain, apabila perusahaanperusahaan tersebut : a. berada dalam pasar bersangkutan yang sama; atau b. memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha; atau c. secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Pasal 27 Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan : a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen)
b.
10
pangsa pasar satu jenis barang dan atau jasa tertentu; dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang dan atau jasa tertentu.
Pasal 28 a. Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. b. Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. c. Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha yang dilarang sebagaimana dimaksud ayat (1), dan ketentuan mengenai pengambilalihan saham perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 29 (1) Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada Komisi, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penggabungan, peleburan atua pengambilalihan tersebut. (2) Ketentuan tentang penetapan nilai aset dan atau nilai penjualan serta tata cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dalam Peraturan Pemerintah.
PENGECUALIAN Hukum persaingan memang pada dasarnya mengharuskan pelaku usaha untuk dapat bersaing secara sehat. Namun perlu diingat juga bahwa penciptaan demokrasi ekonomi melalui persaingan yang sehat memiliki tujuan untuk menjaga keseimbangan kepentingan pelaku usaha, baik itu besar maupun kecil. Oleh karena itu perlu ada mekanisme perlindungan bagi pelaku usaha kecil ketika harus berhadapan dengan pelaku usaha dengan modal yang besar agar tetap
https://ibnukhayathfarisanu.wordpress.com
[email protected]
tercipta posisi tawar yang seimbang. Hukum persaingan juga tetap harus menjunjung tinggi kepentingan umum dan kepentingan nasional. (Nugroho, 2011) Dalam kaitannya dengan perlindungan seluruh pelaku usaha serta kepentingan umum dan nasional tersebut, UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat melengkapi dirinya dengan pasal-pasal
6/9
Tanggal Penerbitan
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI Ibnu Khayath Farisanu - STIE Widya Praja Tana Paser
pengecualian (exemptions). Ada sembilan butir pengecualian terhadap hukum persaingan di Indonesia serta ada satu pasal terkait pengaturan mengenai pelaku usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak dan cabang produksi yang penting bagi negara, sebagaimana diuraikan berikut ini:
e. f. g.
h. i.
Pasal 50 Yang dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah : a. perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau b. perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba; atau c. perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan; atau d. perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan; atau
13 Mei 2017 Pembelajaran
10
perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas; atau perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia; atau perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri; atau pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil; atau kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.
Pasal 51 Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.
Dengan demikian, UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat hadir untuk menjaga sistem perekonomian agar berjalan secara sehat dan adil. Untuk itu, pengaturan hukum untuk menjamin terselenggara pasar bebas secara adil mutlak diperlukan.
KASUS PERSAINGAN USAHA
Larang Pedagang Jual Produk Le Minerale, Aqua bakal Disomasi www.jawapos.com - Minggu, 2 Oktober 2016 - 18:22 WIB Aqua, perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) ternama di dunia tengah menjadi sorotan. Di Indonesia, sejumlah pedagang mengeluhkan ihwal adanya larangan menjual produk AMDK pesaing Aqua, Le Minerale. Praktik tidak menyenangkan ini bahkan dilakukan dengan ancaman dan intimidasi. Jika para pedagang tersebut masih nekat menerima dan menjual produk Le Minerale, status Star Outlet (SO) pedagang minuman yang mempunyai armada penjualan 5.000 galon dan 5.000 karton perbulan, diturunkan statusnya mejadi whole seller bahkan hingga menjadi retail. Artinya, mengambil harga Aqua jauh lebih mahal. Para pedagang itu dipaksa membuat surat pernyataan agar tidak menjual produk Le Minerale pertanggal 1 September 2016, dan harus menghabiskan stok Le Minerale digudang mereka. Jika tidak mau, akan menerima konsekuensi sanksi berupa penurunan kategori dari dari PT TIV (Danone). Peringatan ini disampaikan secara lisan maupun tertulis kepada para pedagang di wilayah Jakarta, Bekasi, Cikarang, Cileungsi. Bahkan seluruh Jawa Barat dan diperkirakan dijalankan secara nasional. Beberapa toko mendapatkan info surat elektronik dan bahkan telah meneken surat sosialisasi dari PT.TIV (Danone) yang melarang Pedagang menjual produk Le Minerale. Seperti Toko Fanny atau Toko Chun Chun di Karawang, Toko Sumber Air Pratama, Toko Cahyana, Toko Ahmad
https://ibnukhayathfarisanu.wordpress.com
[email protected]
7/9
Tanggal Penerbitan
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI Ibnu Khayath Farisanu - STIE Widya Praja Tana Paser
13 Mei 2017 Pembelajaran
10
Nur, Toko Ary Sadi, Toko Handi, Toko Septyan, Toko Noval, Toko Yania, dan Toko Nalue Jaya (Rostika). Para pedagang pun kebingungan dan merasa ada ketidakadilan dengan adanya hal-hal seperti itu. "Jelas kami resah. Bayangkan, kami dikasih ultimatum menghabiskan stok Le Minarale hanya dalam satu minggu. Kita jadi bingung menyimpan stok. Gudang kami dicek langsung sama pihak Aqua," jelas Julie, pemilik Toko Yania di Jalan Raya Narogong, Bekasi. Julie merasa terdapat ketidakadilan. Apalagi selama 15 tahun lebih membantu menjual Aqua. Senada dengan Julie, Edi Sopadi pemilik Toko Noval kerap mengeluh. Ia mengungkapkan, karena membandel status outletnya yang sudah SO pun, dicopot. "Saya menolak untuk tidak menjual Le Minarale. Eh status toko saya sebagai SO dicabut. Ini merugikan saya. Bahkan membuat pendapatan toko menurun drastis," terang Edi. Adapun para pedagang ini berniat melaporkan PT TIV (Danone) kepada Komisi Pengawasan Persaingan Usaha. Aqua dinilai sudah melakukan monopoli sebagaimana yang diatur dalam UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, terutama Bab 1 Pasal 1 dan 2 yang melarang adanya praktek penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Sementara, PT Tirta Fresindo Jaya (Le Minerale), melalui kuasa hukumnya, Suyanto Simalango Patria melakukan somasi terbuka terhadap seluruh pihak yang menghalangi penjualan mereka dagang Le Minerale, salah satunya Aqua. Suyanto menegaskan, tindakan menghalang-halangi penjualan merupakan perbuatan melawan hukum. "Bahwa perlu disampaikan tindakan tersebut merupakan tindakan melawan hukum yang jelas membawa kerugian bagi klien kami dan para pedagang dan toko," kata Suyanto sebagaimana dilansir Rmol Jakarta, Minggu (2/10). Suyanto menegaskan pihak yang terbukti melakukan tindakan tersebut melanggar ketentuan Pasal 19 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pihak yang terbukti melanggar dapat dikenakan Sanksi Pidana Denda sampai dengan Rp 100 milar atau pidana kurungan. Hal ini disampaikan Suyanto menyusul informasi yang didapatkan, yakni ada pihak yang mengaku perwakilan dari PT Tirta Investama dan/atau afiliasinya dengan merek dagang Danone Aqua yang melarang pedagang menjual AMDK mereka Le Minerale. "Klien kami mendapat informasi ada pelarangan yang dilakukan dengan memberikan berbagai macam ancaman dan melakukan tindakan yang merugikan pedagang dan toko," jelas dia. Suyanto bersama tim hukumnya memastikan bakal melaporkan pihak yang kedapatan tindakan pengancaman ke Komisi Pengawasan Persaingan Usaha. Dia juga meminta kepada para pedagang dan toko yang mendapat ancaman agar berani melaporkan tindakan tersebut ke kepolisian. "Supaya melaporkan kegiatan tersebut dan melakukan kegiatan dagang AMDK merek Le Minerale seperti biasanya," tegas dia. Sumber Berita: http://www.jawapos.com/read/2016/10/02/ 54784/ larang-pedagang-jual-produk-le-minerale-aqua-bakal-disomasi-
https://ibnukhayathfarisanu.wordpress.com
[email protected]
8/9
Tanggal Penerbitan
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI Ibnu Khayath Farisanu - STIE Widya Praja Tana Paser
13 Mei 2017 Pembelajaran
10
DAFTAR BACAAN Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Mendag: Konsumen Cerdas Pacu Peningkatan Daya Saing Produk Nasional. Siaran Pers 20 April 2017. Jakarta: Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Perdagangan Republik Indonesia Kitab Undang-undang Hukum Perdata Lubis, Andi Gahmi, dkk. Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks. Jakarta: Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ), 2009 Lumantow, Carter H. Tinjauan Yuridis Tanggung Jawab Produsen terhadap Produk Cacat dalam
Kaitannya dengan Perlindungan Konsumen Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Jurnal Hukum Unsrat Edisi Khusus, Vol. I No. 2 April-Juni
2013
Maarif, Syamsul. Membahas Undang-undang Persaingan di Indonesia: Berbagai Tantangan dan Pendekatan. Diskusi Meja Bundar untuk Program Universitas Columbia-CSIS Mengenai Pembangunan Kelembagaan dalam Perekonomian Global, 18 Oktober 2000.
diakses 10 Mei 2017, 19:58 WITA Maileni, Dwi Afni. Tinjauan Yuridis Tanggung Jawab Produk terhadap Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Jurnal Dimensi Universitas Riau Kepulauan Batam, Volume 3 No.3 2014 Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perusahaan Indonesia. Cetakan ke-4.. Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2010. ISBN 978-979-414-798-6 Nugroho, Ahmad Adi. “Proteksi Ekonomi Nasional dalam Hukum dan Kebijakan Persaingan Usaha di Indonesia”, Negara dan Pasar dalam Bingkai Kebijakan Persaingan. Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia, 2011 Rusli, Tami. Tanggung Jawab Produk dalam Hukum Perlindungan Konsumen. Jurnal Pranata Hukum Universitas Bandar Lampung, Volume 7 Nomor 1 Januari 2012 Salvatore, Dominick. Mikroekonomi, Edisi Keempat. terj. Rudy Sitompul. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012. ISBN 978-979-015-632-6 Sukarmi. Peran UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam Meningkatkan Persaingan Usaha di Era AFTA. Jurnal Persaingan Usaha Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Edisi 4, Tahun 2010. ISSN 2087-0353 Undang-undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Yulius, Louis. Tanggung Jawab Pelaku Usaha atas Produk yang Merugikan Konsumen. Jurnal Lex Privatum Universitas Sam Ratulangi Volume I No. 3 Juli 2013
https://ibnukhayathfarisanu.wordpress.com [email protected]
9/9