BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Tanah merupakan obyek yang sangat penting dalam terbentuknya suatu negara. Suatu negara diakui secara de facto jika dia memiliki wilayah, dengan kata lain kepemilikan hak atas tanah tersebut. Indonesia dapat dikatakan sebagai suatu negara agraris sehingga tanah yang dimliki oleh Negara Republik Indonesia merupakan suatu faktor produksi dan merupakan salah satu kebutuhan dasar yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia karena dari tanahlah kesejahteraan masyarakat Indonesia berasal. Hal tersebut dapat diperoleh baik dari yang dapat dihasilkan dari permukaan tanah seperti pertanian dan perkebunan, bahkan juga yang dapat dihasilkan di dalam kandungan tanah itu sendiri, seperti bahan tambang maupun minyak dan gas. Sangat strategisnya obyek tanah bagi bangsa Indonesia, maka hal ini diatur dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 33 Ayat (3) yang mengatur bahwa Bumi dan Air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. 1 Secara mendasar, tanah adalah segala hal yang terkandung di dalamnya adalah milik Negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Untuk mewujudkan amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tersebut (selanjutnya disingkat UUD 1945), maka diterbitkanlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disingkat Undang-Undang Pokok Agraria atau UUPA). Dengan demikian, kepemilikan terhadap tanah diwujudkan dengan hak-hak sebagai berikut: Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Membuka Tanah, Hak Memungut Hasil Hutan, Hak-Hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut. 2
1
Indonesia, Undang-Undang Dasar Tahun 1945, LN.No. 1959 Tahun 1945 Pasal 33 Ayat
(3). 2
Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, LN.No. 104 Tahun 1960, TLN.No.2943, Pasal 16 Ayat (1).
1
Universitas Indonesia
Analisis kepemilikan..., Adrianus Agung Nugroho, FH UI, 2011.
2
Dalam perjalanan waktu, terjadi pergeseran kebijakan pertanahan yang semula bercirikan sosial berubah kearah kebijakan yang cenderung prokapital, terjadi karena pilihan orientasi kebijakan ekonomi yang pada saat itu lebih cenderung menekankan pada pemerataan, bergeser ke arah pertumbuhan ekonomi terutama sejak tahun 1970 an. 3 Undang-Undang Pokok Agraria berusaha meminimalkan ketimpangan dalam akses perolehan dan pemanfaatan tanah dengan memuat ketentuan tentang pembatasan pemilikan dan penguasaan tanah. Dunia bisnis semakin berkembang dan tidak bersifat nasional, tapi sudah bersifat internasional dan tanpa batas. Para pelaku bisnis saat ini telah melakukan aktivitas bisnis lintas negara baik regional maupun internasional. Properti merupakan salah satu hal yang menjadi perhatian dalam dunia bisnis, baik sebagai investasi maupun sebagai tempat para pelaku bisnis dalam menjalankan usaha maupun sebagai tempat tinggal. Pasar properti Asia sangat menarik di mata investor asing. Beberapa negara yang kerap menjadi incaran pilihan berinvestasi di sektor properti antara lain: Jepang, Australia, China, Hongkong dan Singapura. Sebenarnya, Indonesia sangat menarik bagi investor asing, akan tetapi investasi properti asing di Indonesia masih terganjal peraturan, pelarangan kepemilikan aset properti oleh warga negara asing sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia, 4 kecuali memenuhi ketentuan yang berlaku. Padahal, harga properti di Indonesia relatif kompetitif dibandingkan harga properti di beberapa negara Asia. Di sisi lain bahwa hukum tanah di Indonesia mempunyai kerangka dasar pembangunan hukum yang berlandaskan pada Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945, yang mempunyai makna untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Jadi secara umum, politik pertanahan ditujukan untuk menjamin keadilan bagi semua orang dalam memperoleh suatu hak atas tanah dan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh bagian manfaat dari tanah bagi diri sendiri dan keluarganya. Tentunya, rakyat disini adalah warga negara Indonesia
atau
badan hukum
3
Maria S.W. Sumardjono, Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2008), hal. 4 4 Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian oleh Orang Asing Yang Berkedudukan di Indonesia, LN No.59 Tahun 1996, TLN No.3644, Pasal 1 ayat (2).
Universitas Indonesia
Analisis kepemilikan..., Adrianus Agung Nugroho, FH UI, 2011.
3
Indonesia. Hubungan hukum antara warga negara Indonesia dan warga negara asing dalam tatanan hukum pertanahan nasional serta perbuatan hukumnya diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria, prinsip yang dianut disini salah satunya adalah prinsip nasionalitas. 5 Pada masa keemasan industri properti yang dimulai dari tahun 1990, hal ini terlihat dengan meningkatnya permintaan properti oleh masyarakat, sebagaimana ditunjukkan oleh data pembangunan lima tahun (Pelita) V dan VI, 6 maka timbul gagasan untuk memasarkan properti kepada orang asing. Oleh karena itu, pada tahun 1996 diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 yang mengatur tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah (selanjutnya disingkat PP 40 Tahun 1996 tentang HGB, HGU, HP Atas Tanah). Pada waktu yang sama diterbitkan juga Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 yang mengatur tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing Yang Berkedudukan di Indonesia (selanjutnya disingkat PP 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Orang Asing), yang diikuti dengan peraturan pelaksanaannya. Hal tersebut ditindak lanjuti dengan diterbitkannya dua (2) Peraturan Menteri yakni Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian oleh Orang Asing dan kemudian diganti dengan Peraturan Menteri Negara Agraria /Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing. Akan tetapi ketentuan hukum formal yang diatur oleh peraturan pemerintah tersebut kurang diminati oleh warna negara asing (selanjutnya disingkat WNA), bahkan dalam kenyataannya,
sering terjadi penyelundupan
hukum oleh warga negara asing melalui berbagai cara, pada umumnya dengan membuat perjanjian dengan warga negara asing sebagai penerima kuasa dan warga negara Indonesia (selanjutnya disingkat WNI) sebagai pemberi kuasa, yang memberikan kewenangan kepada warga negara asing untuk menguasai hak atas
5
Maria S.W. Sumardjono, Pengaturan Hak Atas Tanah Beserta bangunan bagi Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing, (Jakarta: Penerbit buku kompas, 2008), hal.1. 6 Liputan khusus, “Pembangunan RSH: Pertaruhan Idealisme Real Estat Indonesia (REI)”. Diakses dari www.reindonesia.org, tanggal 23 Juni 2010.
Universitas Indonesia
Analisis kepemilikan..., Adrianus Agung Nugroho, FH UI, 2011.
4
tanah dan melakukan segala perbuatan hukum terhadap tanah tersebut, yang secara yuridis dilarang oleh Undang Undang Pokok Agraria. 7 Saat ini harga properti di Indonesia dapat dikatakan merupakan yang paling rendah di Asia dibandingkan dengan negara maju seperti Amerika Serikat atau Inggris. Di Amerika harga produk properti komersial (apartemen) US $16.216/ unit sedang di Indonesia hanya US $1.287/ unit. Dibandingkan dengan negara tetangga, harga apartemen bisa mencapai US$ 11.324/unit. 8 Di Amerika, orang asing boleh membeli high rise apartment maupun landed property, serta bisa mendapatkan kredit perumahan hingga 30 tahun. Bahkan pajak pembayaran pinjaman perumahan bisa menjadi pengurangan pajak pendapatan. Di Singapura, orang asing boleh memiliki high rise apartment tapi tidak boleh membeli landed property, sedangkan di Malaysia membolehkan orang asing dan siapapun juga untuk membeli properti dan tinggal di Malaysia. Negara Indonesia sebagai negara berkembang merupakan daerah tujuan investasi bagi negara-negara maju untuk memperluas kegiatan bisnis global. Oleh sebab itu, semakin banyak pula orang asing 9 yang menetap di Indonesia untuk menjalankan bisnisnya, namun ada batasan-batasan bagi orang asing untuk dapat memiliki hunian tempat tinggal. Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Suharso Monoarfa menjelaskan bahwa, kepemilikan properti untuk warga negara asing di Indonesia nampaknya semakin mendekati kenyataan, bahkan subjek dari tanah dan bangunan (properti) untuk warga negara asing yang selama ini menjadi keinginan sebagian kalangan, khususnya industri properti di Indonesia sudah disepakati. Subyeknya sudah disepakati, yakni warga negara asing yang tinggal di Indonesia dalam jangka waktu tertentu, hal ini disampaikannya dalam kongres The International Real Estate Federation (FIABCI) di Nusa Dua Bali pada tanggal 26 Mei 2010. 10 7
Natalia Christine Purba, “Keabsahan Perjanjian Innominaat dalam Bentuk Nominee Agreement :Analisis Kepemilikan Tanah Oleh Warga Negara asing”, Tesis, (Depok : Magister Kenotaritan FHUI, 2006), hal.67 8 Tjahja Gunawan Diredja, ”Tak Perlu Khawatir Orang Asing Memiliki Properti”, (Harian Kompas, 4 Februari 2009), hal 37. 9 Hiramsyah Thaib, “Tak Perlu Khawatir Orang Asing Memiliki Properti”, Hal.2. Diakses dari www.kompas.com, tanggal 24 September 2010. Menurut Presiden Direktur PT.Bakrieland Development, Hiramsyah Thaib, pekerja asing yang bekerja di Indonesia tercatat 83.452 orang. 10 Suharso Monoarfa, “ Satu Langkah Lagi, Properti Bisa Dibeli WNA”, hal.1. Diakses dari www.google.com ,tanggal 25 Juni 2010.
Universitas Indonesia
Analisis kepemilikan..., Adrianus Agung Nugroho, FH UI, 2011.
5
Pemerintah tengah menyusun berbagai inisiatif yang terkait dengan sektor properti, di antaranya terkait dengan kepemilikan, pemanfaatan tanah, serta pembiayaan properti. Menurut Wakil Presiden Boediono, ada 4 (empat) hal yang terkait dengan sektor properti yaitu rencana pembangunan yang rasional dan realistis, industri yang efisien, kejelasan peraturan dan hukum, serta pembiayaan. Jika keempat (4) hal tersebut bisa berjalan seiring dan sejalan, Boediono yakin industri properti di tanah air bisa tumbuh dengan baik. Masalahnya, saat ini keempat hal itu belum bisa dilakukan dengan maksimal akibat banyaknya hal yang mempengaruhi, di antaranya karena industri ini belum memiliki blueprint pembangunan sektor perumahan. Ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi hampir pada semua negara yang sedang berkembang, hal ini disampaikannya saat membuka kongres The International Real Estate Federation (FIABCI), di Nusa Dua, Bali, pada tanggal 26 Mei 2010. 11 Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dalam penyusunan tesis ini dengan judul, Analisis kepemilikan tanah dan bangunan oleh warga negara asing atau badan hukum asing dalam kaitannya dengan investasi asing di Indonesia.
1.2 Perumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan permasalahannya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengaturan tentang kepemilikan tanah dan bangunan bagi warga negara asing menurut hukum positip dan pelaksanaannya di Indonesia? 2. Apakah masalah-masalah yang timbul terhadap kepemilikan tanah dan bangunan oleh
warga
negara asing pasca berlakunya Undang Undang
Penanaman Modal ?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan permasalahan tersebut di atas maka yang menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 11
Boediono, “Empat Hal Tentukan Keberhasilan Properti Nasional”, hal.1. Diakses dari www.metrotv.news.com , tanggal 25 Juni 2010.
Universitas Indonesia
Analisis kepemilikan..., Adrianus Agung Nugroho, FH UI, 2011.
6
1. Untuk menganalisis kebijakan regulasi dan kepastian hukum kepemilikan tanah dan bangunan oleh orang asing atau badan hukum asing di Indonesia dan untuk menganalisis pelaksanaannya terkait kepemilikan tanah dan bangunan oleh warga negara asing dan badan hukum asing di Indonesia. 2. Untuk mengetahui pandangan
dunia usaha khususnya properti, terkait
kepemilikan tanah dan bangunan oleh warga negara asing dan badan hukum asing di Indonesia dengan diberlakukannya Undang Undang Penanaman Modal, serta bahan pertimbangan bagi Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dalam menentukan regulasi terkait pemilikan tanah dan bangunan oleh orang asing atau badan hukum asing di Indonesia.
1.4 Metode Penelitian Secara khusus menurut jenis, sifat dan tujuannya, suatu penelitian hukum oleh Soerjono Soekanto dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum sosiologi atau empiris. 12 Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah pendekatan penelitian hukum normatif yaitu, metode pendekatan yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan serta norma-norma yang berlaku dan mengikat masyarakat atau juga menyangkut kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Sebagai penelitian hukum normatif, untuk memperjelas analisis ilmiah terhadap bahan hukum di atas, penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan historis/sejarah. 13 Penulis akan melakukan analisis yuridis terkait peraturan perundangundangan yang ada dan menyangkut kepemilikan properti oleh warga negara asing atau badan hukum
asing (selanjutnya disingkat BHA). Penelitian ini
dilakukan dengan menganalisis peraturan hukum yang ada dan dikaitkan dengan pelaksanaan kepemilikan properti oleh warga negara asing yang berhubungan dengan peningkatan penanaman modal asing (selanjutnya disingkat PMA), pasca berlakunya Undang-Undang Penanaman Modal.
12
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta:UI-Press,1982), hal. 51 Johny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, cet. IV, (Malang: Banyumedia, 2008), hal. 299 13
Universitas Indonesia
Analisis kepemilikan..., Adrianus Agung Nugroho, FH UI, 2011.
7
Untuk menjawab perumusan permasalahan tersebut, metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif. Faktor yuridis adalah norma-norma hukum atau peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kepemilikan tanah dan bangunan oleh orang asing atau badan hukum asing di Indonesia sejak berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria dan peraturan yang terkait kepemilikan tanah dan bangunan oleh orang asing atau badan hukum asing. Kemudian akan dijelaskan juga kepemilikan tanah dan bangunan di negara Malaysia dan Singapura sebagai negara pembanding dalam penulisan ini. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian studi dokumen. Penelitian tersebut dilakukan dengan pengolahan data-data yang berasal pada bahan-bahan
kepustakaan.
Penelitian
studi
dokumen
bertujuan
untuk
mengumpulkan dan mengelola data-data sekunder yang berasal dari bahan-bahan hukum. Proses pengumpulan data-data bersifat kualitatif. Data-data sekunder ini diperoleh melalui pengelolaan dari bahan-bahan hukum yaitu sebagai berikut: 14 1.
Bahan-bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat yang berhubungan dengan penulisan ini. Contoh bahan-bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Keputusan Menteri Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional.
2.
Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang menjelaskan mengenai bahan hukum primer, dalam hal ini berupa buku-buku, karya tulis ilmiah, artikel jurnal international, makalah seminar dan data lain
yang
berkaitan dengan penelitian ini. 3.
Bahan-bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, misalnya kamus, ensiklopedia.
14
Sri Mamudji et all., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 31.
Universitas Indonesia
Analisis kepemilikan..., Adrianus Agung Nugroho, FH UI, 2011.
8
1.5 Kerangka Teoritis dan Konseptual Von Savigny menyatakan bahwa hukum itu tidak dibuat, akan tetapi tumbuh bersama-sama dengan masyarakat. 15 Positivisme dalam Teori Hukum (Legal Theory) mengandung arti bahwa suatu metode mengamati bagaimana manusia membuat hukum. Positivisme juga mengandung arti studi mengenai hukum sebagaimana adanya (as it is) yang dibedakan dari hukum sebagaimana seharusnya ada (law as it ought to be). Teori Hukum positivis tidak menolak apa yang seharusnya (the ought) dalam kerangka moral sebagai subyek yang tidak layak diperhatikan atau tidak berhubungan dengan hukum. Namun kaum positivis secara eksplisit menolak apa yang seharusnya (the ought) dalam pengertian yang sifatnya metafisik sebagai hasil langsung dari metaphysical non-positive is. Apa yang sekarang (the is) dari kaum positivis tercapai dengan eksistensi hukum manusia dan metode studinya adalah secara tegas tidak boleh keluar dari lingkup eksistensi. Kita juga menemukan apa yang seharusnya ada (an Ought) dalam lingkup ini tetapi ia bukan moral, apa yang seharusnya ada secara normative (Normative Ought), apa yang seharusnya ada menurut hukum berbeda dari kewajiban moral. 16 Para idealis hukum tata negara sering berilusi tentang pemerintahan oleh hukum (government by law), dan tidak pemerintahan oleh manusia (government by men). Sejarah membuktikan bahwa hal ini tidaklah mungkin. Hukum hanya sebagai alat. Untuk melahirkan hukum yang berwibawa perlu kombinasi yang tepat antara manusia dan hukum. Jatuh bangunnya suatu negara ditentukan oleh kombinasi ini. Sebaliknya bila dalam suatu sistem pemerintahan, unsur hukum sebagai tulisan yang mati (death letter rules) terlalu ditonjolkan, maka ini juga akan menghilangkan unsur keadilan yang justru hendak dicari oleh hukum bersangkutan. 17 15
Eddi Sopandi, Beberapa Hal dan Catatan berupa Tanya jawab Hukum Bisnis, (Bandung: Penerbit Refika Aditama), 2003, hal 6. 16 Erman Rajagukguk, Filsafat Hukum (Ekonomi), Kuliah ke 3 Filsafat Hukum Program Pascasarjana Magister Hukum FHUI, Jakarta, 2009. Disadur dari John Fich, Introduction to Legal Theory, (London: Sweet & Maxwell), 1974, hal 40 – 45; Ian McLeod, Legal Theory, Second Edition, (New York: Palgrave Macmillan, 2003), hal 75-81; R.M. Dworkin, ed., The Philosophy of Law, (Oxford University Press, 1977), hal. 17-22; H.L.A. Hart, The Concept of Law, (Oxford University Press, 1982), hal 202-207. 17 Charles Himawan, Hukum Sebagai Panglima, (Jakarta:Penerbit Buku Kompas, 2003),hal 114.
Universitas Indonesia
Analisis kepemilikan..., Adrianus Agung Nugroho, FH UI, 2011.
9
Teori hukum lain yang mendukung adalah teori yang dipelopori oleh John Locke dalam karyanya yang berjudul ”Second Treaties of Government”, seorang filsuf Inggris pada abad ke 18, yang mengemukan bahwa: Every man has a property in his own person. This no body has any right to but himself. The labour of his body, and the work of his hands, we may say, are properly his. 18 John Locke memberikan pendapat yang kuat terhadap pembenaran hukum alam atas hak-hak pribadi (private rights). Hak-hak pribadi tersebut adalah pilar utama dari teori kepemilikan saat ini. Lebih lanjut, John Locke memberikan justifikasi filosofis mengenai kepemilikan pribadi dan negara. Ia mengembangkan metodelogi yang membantu ekonomi menjadi lebih ilmiah. Dua sumbangannya melibatkan asumsi bahwa orang bertindak secara rasional dan beraksi terhadap insentif keuangan, yaitu teori uang dan bunga. Ia menentang peraturan pemerintah tentang tingkat suku bunga dan rencana pemerintah mendevaluasi mata uang Inggris, karena tindakannya tersebut akan berakibat buruk pada perekonomian. Sumbangan filisofisnya yaitu, mengemukakan proporsi yang agak konvensional bahwa manusia mempunyai hak atas pekerjaan mereka dan atas hasil dari pekerjaannya itu. Mereka menerima tanah sebagai milik mereka secara sah dengan memadukan pekerjaan mereka dengan tanah tersebut. Ini dapat diterima selama disana tetap ada cukup persediaan tanah untuk orang lain dan sepanjang apa yang diambil seseorang dari tanah itu tidak rusak sebelum dikonsumsi. Uang atau modal diakui Locke benar-benar merupakan hasil dari kerja sebelumnya. Jadi, kepemilikan uang dapat dibenarkan karena orang harus bekerja untuk mendapatkannya. Uang juga membuat manusia dapat mengumpulkan kekayaan lebih banyak lagi karena uang tidak rusak sebelum dikonsumsi. Selanjutnya, Locke berpendapat bahwa properti pribadi memiliki nilai praktis karena ketika manusia diizinkan mengumpulkan kekayaan, maka mereka akan lebih produktif. Kerangka dasar pembangunan hukum tanah haruslah diletakkan dalam upaya mewujudkan cita-cita hukum yaitu, dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pasal 33 ayat (3) yang menjadi dasar pembentukan hukum agraria nasional. Makna dari kebijakan pertanahan tersebut adalah bahwa berbagai ketentuan yang dibuat itu hendaklah memberikan landasan bagi setiap orang untuk mempunyai 18
John Locke, Second Treaties of Government, ( Indianapolis : Hackett Company Inc., 1980), hal.19
Publishing
Universitas Indonesia
Analisis kepemilikan..., Adrianus Agung Nugroho, FH UI, 2011.
10
hak dan kesempatan yang sama untuk menerima bagian manfaat tanah, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya, sehingga dapat memperoleh kehidupan yang layak. 19 Secara khusus, penjabaran politik pertanahan meliputi hal-hal sebagai berikut : 20 1. Mencegah perbuatan yang bersifat memperkaya diri secara tidak adil bagi sebagian kecil masyarakat; 2. Mengupayakan penggunaan tanah secara optimal dan mencegah penelantaran tanah; 3. Menjaga kelayakan harga tanah sehingga terjangkau bagi semua pihak. 4. Menjaga ketersediaan bahan pangan; 5. Melestarikan sumber daya alam berupa tanah dan lingkungannya; 6. Melindungi hak perseorangan dan masyarakat hukum adat serta memberikan jaminan terhadap kepastian haknya; 7. Memberikan kemungkinan untuk menyediakan tanah bagi kepentingan umum dengan memberikan penghormatan bagi perorangan yang terkena dampak berupa ganti kerugian yang adil, yang meliputi hal-hal yang bersifat fisik/materiil dan nonfisik/immaterial, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; Semakin terbukanya negara kita bagi pelaku bisnis asing yang menambah maraknya pemanfaatan tanah, hendaknya tidak semakin mempertajam polarisasi antara kelompok yang kuat dengan kelompok yang lemah dalam penguasaan dan pemanfaatan tanah. Dalam berbagai kegiatan ekonomi tampil tiga pelaku di dalamnya yakni Negara/Pemerintah, pihak swasta dan masyarakat, masing-masing mempunyai posisi tawar yang berbeda karena perbedaan di dalam akses terhadap modal dan akses politik, berkenaan dengan sumber daya alam berupa tanah yang terbatas itu. Kedudukan yang tidak seimbang dalam posisi tawar di antara masyarakat dan pihak swasta lebih dikukuhkan dengan adanya kewenangan pembuat kebijakan
19
Maria S.W. Sumardjono, Tanah dalam perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2008), hal. 20. 20 Ibid., hal. 21.
Universitas Indonesia
Analisis kepemilikan..., Adrianus Agung Nugroho, FH UI, 2011.
11
untuk merancang kebijakan yang bias terhadap kepentingan sekelompok kecil masyarakat tersebut dalam upaya penguasaan dan pemanfaatan tanah. 21 Hak-hak atas tanah yang individual dan bersifat pribadi tersebut dalam konsepsi Hukum Tanah Nasional mengandung dalam dirinya unsur kebersamaan. Unsur kebersamaan atau unsur kemasyarakatan tersebut ada pada tiap hak atas tanah, karena semua hak atas tanah secara langsung ataupun tidak langsung bersumber pada hak bangsa, yang merupakan hak bersama. Sifat pribadi hak-hak atas tanah yang sekaligus mengandung unsur kebersamaan atau kemasyarakatan tersebut tercantum dalam Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 6 yang mengatur bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. 22 Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 1 sampai Pasal 3 mengatur bahwa adanya hak bangsa sebagai hak penguasaan atas tanah yang tertinggi. Hak bangsa adalah sebutan yang diberikan oleh para ilmuwan hukum tanah pada lembaga hukum dan hubungan hukum konkret dengan bumi, air, ruang angkasa Indonesia, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Undang-Undang Pokok Agraria sendiri tidak memberikannya nama yang khusus. Hak ini merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dalam hukum tanah nasional. Hak-hak penguasaan atas tanah yang lain secara langsung atau tidak langsung bersumber padanya. Hak Bangsa mengandung dua (2) unsur yaitu unsur kepunyaan dan unsur tugas kewenangan untuk mengatur dan memimpin penguasaan dan penggunaan tanah bersama yang dipunyainya. Hak bangsa atas tanah bersama tersebut bukan hak kepemilikan dalam pengertian yuridis. Dengan demikian, dalam rangka mempertahankan hak bangsa, ada hak milik perorangan atas tanah. Tugas kewenangan untuk mengatur penguasaan dan memimpin penggunaan tanah bersama tersebut pelaksanaannya dilimpahkan kepada Negara. 23 Subyek Hak Bangsa adalah seluruh rakyat Indonesia sepanjang masa, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia, yaitu generasi-generasi terdahulu, sekarang dan generasi-generasi yang akan datang. Hak Bangsa meliputi semua tanah yang ada dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Tidak ada tanah yang merupakan res
21
Ibid., hal 23 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, (Jakarta:Penerbit Djambatan, 1999), hal 231. Lihat juga Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 6. 23 Ibid 22
Universitas Indonesia
Analisis kepemilikan..., Adrianus Agung Nugroho, FH UI, 2011.
12
nullius/tanah bersama. Tanah bersama tersebut adalah karunia Tuhan Yang maha Esa kepada rakyat Indonesia, yang telah bersatu sebagai Bangsa Indonesia. Hak Bangsa sebagai lembaga hukum dan sebagian hubungan hukum konkret merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. Hak Bangsa sebagai lembaga hukum tercipta pada saat diciptakannya hubungan hukum konkret dengan tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat Indonesia. 24 Hak Bangsa merupakan hubungan hukum yang bersifat abadi, hal tersebut dijelaskan dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Dasar 1945, bahwa selama rakyat Indonesia yang bersatu sebagai Bangsa Indonesia masih ada dan selama bumi, air dan ruang angkasa Indonesia masih ada pula, dalam keadaan yang bagaimanapun, tidak ada sesuatu kekuasan yang akan dapat memutuskan atau meniadakan hubungan tersebut. Maka juga tidak mungkin tanah bersama, yang merupakan kekayaan nasional tersebut dialihkan kepada pihak lain. 25 Kebijakan mengenai orang asing dan badan hukum asing di bidang pertanahan, digariskan dan diatur dalam: 26 1. UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria; 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha dan Hak Pakai Atas Tanah. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Tempat Hunian bagi orang asing yang berkedudukan di Indonesia. Kebijakan terhadap orang asing dilandasi pertimbangan, selain demi kepentingan nasional dan melindungi kepemilikan bangsa Indonesia, juga bahwa keberadaan mereka hanya sementara. Untuk tempat tinggal orang asing dapat
24
Ibid Ibid 26 Arie S. Hutagalung, Kondominium dan Permasalahannya, (Jakarta: Badan Penerbit FHUI, 2007), hal. 87. 25
Universitas Indonesia
Analisis kepemilikan..., Adrianus Agung Nugroho, FH UI, 2011.
13
menyewa rumah milik orang Indonesia atau kalaupun ingin membangun rumah sendiri, dimungkinkan menguasai dan menggunakan tanah yang bersangkutan dengan Hak Sewa ataupun Hak Pakai. Kalau menggunakan Tanah Negara dapat dengan Hak Pakai, sedangkan jika tanah yang bersangkutan tanah hak milik orang Indonesia, bisa dengan hak sewa untuk bangunan atau hak pakai, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 41 dan Pasal 44. Hak sewa untuk bangunan dan hak pakai menurut hukumnya dapat diberikan dengan jangka waktu sampai 25 tahun, Tanah Hak Pakai dapat dijadikan jaminan kredit dengan dibebani hak tanggungan. 27 Kebijakan terhadap badan-badan hukum yang bermodal asing digariskan dalam GBHN 1993 yang menyatakan, dana untuk pembiayaan pembangunan, terutama digali dari sumber kemampuan sendiri. Sumber dana dari luar negeri yang masih diperlukan
merupakan pelengkap dengan prinsip peningkatan
kemandirian dalam pelaksanaan pembangunan dan mencegah keterikatan serta campur tangan asing. 28 Badan-badan hukum yang bermodal sepenuhnya asing ataupun berupa usaha patungan dengan modal Indonesia yang berbentuk badan hukum Indonesia dimungkinkan menguasai dan menggunakan tanah untuk usahanya dengan Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, kemudian yang berupa usaha patungan dengan Hak Guna Usaha. Bahkan badan-badan hukum asingpun diperbolehkan menguasai tanah dengan hak pakai atau hak sewa untuk bangunan, kalau mempunyai perwakilan di Indonesia, baik untuk keperluan kegiatan usahanya sendiri maupun untuk keperluan perumahan bagi karyawannya, kalau tidak menghendaki menyewa bangunan milik pihak lain. 29 Konsep
Trustee/
Nominee
di
Indonesia
bukan
seperti
konsep
Trustee/Nominee menurut konsep hukum Anglo Saxon. Konsep ini mekanismenya diatur, yakni pemilik properti tetap warga negara Indonesia. Akan tetapi terjadi peminjaman uang oleh pihak warga negara asing kepada pihak warga negara Indonesia, kemudian uang tersebut digunakan untuk membeli properti tersebut
27
Ibid., hal 89. Ibid., hal 89. Lihat juga Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 55. 29 Boedi Harsono, Loc.cit.. 28
Universitas Indonesia
Analisis kepemilikan..., Adrianus Agung Nugroho, FH UI, 2011.
14
sebagai jaminan atas hutang tersebut, maka pihak Indonesia akan menjaminkan properti tersebut untuk kepentingan pihak asing. 30 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian bagi orang asing yang berkedudukan di Indonesia, Pasal 1 mengatur bahwa orang asing yang berkedudukan di Indonesia dapat memiliki sebuah rumah untuk tempat tinggal atau hunian dengan hak atas tanah tertentu. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia tersebut adalah orang asing yang kehadirannya di Indonesia memberikan manfaat bagi pembangunan nasional, yaitu orang yang memiliki dan memelihara kepentingan ekonomi di Indonesia dengan melaksanakan investasi untuk memiliki rumah tempat tinggal atau tempat hunian. 31 Arti berkedudukan di Indonesia perlu dijabarkan secara bijaksana sebagai berikut: 32 a. Secara konkrit, tidak perlu harus sama dengan tempat kediaman atau domisili. Di bidang ekonomi misalnya orang asing dapat memiliki kepentingan yang harus dipelihara tanpa harus menunggu secara fisik, apalagi untuk waktu panjang dan secara terus menerus. b. Kemajuan
di
bidang
teknologi
transportasi
dan
komunikasi,
memungkinkan orang memelihara kepentingannya di negara lain tanpa harus menunggu sendiri. Kadangkala mereka cukup hadir secara berkala. Dalam keadaan seperti itu, yang mereka perlukan adalah fasilitas tempat tinggal atau hunian bila secara berkala, tetapi teratur harus datang untuk mengurus atau memelihara kepentingannya. Rumah tempat tinggal atau tempat hunian yang dapat dimiliki orang asing menurut PP Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Tempat Tinggal Orang Asing, Pasal 2 adalah: 33 1.
Rumah yang berdiri sendiri yang dibangun diatas tanah; a. Hak Pakai atas tanah Negara; b. Yang dikuasai berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas tanah.
30
Ibid hal 93. Ibid., hal 96. 32 Arie S. Hutagalung, Loc.cit. 33 Ibid., hal 97. 31
Universitas Indonesia
Analisis kepemilikan..., Adrianus Agung Nugroho, FH UI, 2011.
15
2.
Satuan rumah susun yang dibangun di atas bidang tanah Hak Pakai Atas Tanah Negara. Cara memperoleh rumah tidak dapat dilepaskan dari cara memperoleh hak
atas tanah tempat rumah tersebut berdiri. Untuk memperoleh rumah tersebut dapat dilakukan dengan perbuatan-perbuatan hukum sebagai berikut : 34 a. Orang asing dapat membeli hak pakai atas tanah negara atau hak pakai atas tanah hak milik dari pemegang hak pakai yang bersangkutan beserta rumah yang ada di atasnya atau membeli hak pakai atas tanah negara atau tanah hak milik dan kemudian membangun rumah diatasnya. b. Orang asing dapat pula memperoleh Hak Pakai atas tanah Hak Milik atau tanah sewa untuk bangunan atau persetujuan penggunaan tanah dalam bentuk lain dari pemegang Hak Milik. c. Dalam hal rumah hunian atau tempat tinggal yang akan dipunyai oleh orang asing berbentuk
satuan rumah susun, maka orang asing yang
bersangkutan harus membeli hak milik atas satuan rumah susun yang dibangun di atas hak pakai atas tanah negara. Tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki oleh orang asing yaitu terbatas pada rumah yang tidak termasuk klasifikasi rumah sederhana atau rumah sangat sederhana. Pembatasan pemilikan rumah/satuan rumah susun oleh orang asing: Rumah/satuan rumah susun harus dihuni sendiri, harus dihuni selama sekurangkurangnya 30 hari secara kumulatif dalam satu tahun kalender, rumah dapat disewakan melalui perusahaan Indonesia berdasarkan perjanjian antara orang asing sebagai pemilik rumah dengan perusahaan tersebut. 35 Orang asing yang telah memiliki rumah di Indonesia tidak lagi memenuhi syarat berkedudukan di Indonesia maka dalam jangka waktu paling lama satu (1) tahun wajib mengalihkan haknya kepada pihak lain yang memenuhi syarat. 36 Perjanjian yang secara tidak langsung dimaksudkan untuk memindahkan tanah Hak Milik atau Hak Guna Bangunan kepada WNA,adalah: 37 1. Perjanjian Pemilikan Tanah (PPT) dan pemberian kuasa;
34
Ibid., hal 98. Arie S Hutagalung. Loc Cit 36 Arie S Hutagalung. Loc cit. 37 Maria S.W. Sumardjono, Opcit, hal.14. 35
Universitas Indonesia
Analisis kepemilikan..., Adrianus Agung Nugroho, FH UI, 2011.
16
2. Perjanjian Opsi; 3. Perjanjian sewa menyewa; 4. Kuasa untuk menjual, berisi pemberian kuasa dengan hak substitusi dari pihak WNI kepada pihak WNA untuk melakukan perbuatan hukum menjual atau memindahkan tanah dan bangunan; 5. Hibah wasiat; 6. Surat pernyataan ahli waris; Dalam bentuk lain terdapat satu paket perjanjian yang juga bermaksud memindahkan hak milik tanah secara tidak langsung kepada WNA dalam bentuk sebagai berikut : 1. Akta Pengakuan hutang; 2. Pernyataan bahwa pihak WNI memperoleh fasilitas pinjaman uang dari WNA untuk digunakan membangun usaha; 3. Pernyataan pihak WNI bahwa tanah adalah milik pihak WNA; 4. Kuasa menjual yaitu, pihak WNI memberi kuasa dengan hak substitusi kepada pihak WNA untuk menjual, melepaskan atau memindahkan tanah Hak Milik yang terdaftar atas nama WNI; 5. Kuasa roya yaitu, pihak WNI memberi kuasa dengan hak substitusi kepada pihak WNA untuk secara khusus mewakili dan bertindak atas nama pihak WNI untuk meroya dan menyelesaikan semua kewajiban utang piutang pihak WNI; 6. Sewa menyewa tanah yaitu, WNI sebagai pihak yang menyewakan tanah memberikan hak sewa kepada WNA sebagai penyewa selama jangka waktu tertentu misalnya 25 tahun dapat diperpanjang dan tidak dapat dibatalkan sebelum berakhirnya jangka waktu sewa; 7. Perpanjangan sewa menyewa, diperpanjang sekaligus selama 25 tahun; 8. Kuasa pihak WNI memberi kuasa dengan hak substitusi kepada pihak WNA untuk mewakili dan bertindak untuk atas nama pihak WNI mengurus segala urusan, memperhatikan kepentingannya, dan mewakili hak-hak penerima kuasa untuk keperluan menyewakan dan mengurus izin mendirikan bangunan, berwenang serta menandatangani semua dokumen yang diperlukan.
Universitas Indonesia
Analisis kepemilikan..., Adrianus Agung Nugroho, FH UI, 2011.
17
1.6 Sistematika Penulisan Penelitian ini akan disusun dalam lima bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut : Bab I Pendahuluan, berisikan gambaran umum mengenai latar belakang masalah yang menjadi dasar penulisan, perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Yuridis Kebijakan Pemilikan Tanah dan bangunan di Indonesia. Pada bab ini akan diuraikan mengenai kepemilikan tanah dan bangunan secara umum di Indonesia, yang dimulai dari Undang-Undang Pokok Agraria hingga peraturan perundang-undangan yang berlaku sampai saat ini. Bab III berjudul tentang Pengaturan Kepemilikan Tanah dan Bangunan oleh Warga Negara Asing atau Badan Hukum Asing di Indonesia dan pelaksanaannya. Bab ini akan menjelaskan tentang hukum positip mengenai kepemilikan tanah dan bangunan oleh Warga Negara Asing atau Badan Hukum Asing Bab IV berjudul tentang Analisis Kepemilikan Tanah dan Bangunan Oleh Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing Dalam Kaitannya Dengan Penanaman Modal Asing di Indonesia. Bab ini merupakan analisis hukum atas kepemilikan tanah dan bangunan terhadap permasalahan yang timbul untuk kepemilikan properti oleh warga negara asing atau badan hukum asing pasca berlakunya undang-undang penanaman modal. Selanjutnya akan dijelaskan tentang kepemilikan tanah dan bangunan oleh warga negara asing dan badan hukum asing di Malaysia dan Singapura sebagai negara perbandingan. Bab V adalah merupakan bab penutup pada penelitian ini, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
Universitas Indonesia
Analisis kepemilikan..., Adrianus Agung Nugroho, FH UI, 2011.