ANALISIS REGRESI MULTILEVEL TERHADAP FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI UASBN SD/MI (Studi Kasus Nilai UASBN SD/MI di Kecamatan Tulangan Tahun Ajaran 2009/2010) 1
1
Sindy Febri Antika, 2Ir. Arie Kismanto, M.Sc Mahasiswa S1 Statistika ITS Surabaya, 2Dosen Jurusan Statistika ITS Surabaya
Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) merupakan suatu evaluasi terhadap hasil belajar siswa yang dilakukan pada akhir program pendidikan di suatu satuan pendidikan pada tingkat sekolah dasar (SD). Terdapat dua jenis faktor yang mempengaruhi nilai UASBN seorang siswa Sekola Dasar (SD). Faktor-faktor tersebut adalah faktor yang berasal dari siswa itu sendiri serta faktor yang berasal dari sekolah tempat siswa tersebut bernaung. Oleh karena itu, digunakan analisis regresi multilevel dengan model intersep random dengan memandang siswa tersebut sebagai level satu serta sekolah sebagai level dua. Regresi multilevel adalah suatu analisis regresi yang digunakan untuk menggambarkan hubungan antara variabel respon dengan sekumpulan variabel prediktor yang mempunyai level atau tingkatan tertentu. Model multilevel dengan intersep random merupakan analisis multilevel yang paling sederhana dengan mengasumsikan bahwa koefisien regresi yang berbeda pada setiap unit level dua hanya terletak pada perpotongan dengan sumbu y. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi nilai UASBN SD/MI di Kecamatan Tulangan pada tahun ajaran 2009/2010 adalah jenis kelamin, umur, nilai raport kelas IV semester 1, dan pendidikan guru. Kata-kata kunci : regresi multilevel, model intersep random, nilai UASBN, level
satunya adalah pada kecamatan Tulangan. Mengingat letaknya yang agak jauh dari pusat kota, kecamatan ini masih memiliki nilai rata-rata UASBN yang rendah apabila dibandingkan dengan nilai rata-rata UASBN kecamatan yang berada di sekitar pusat kota seperti kecamatan Sidoarjo dan Candi. Penelitian tentang prestasi belajar dan nilai UNAS sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti (Ermawati, 2008; Sutarsih, 2008). Namun penelitian tersebut masih terbatas pada satu level pengamatan saja yaitu siswa. Nilai UASBN siswasiswi SD/MI yang terdapat di kecamatan Tulangan dipengaruhi oleh dua faktor antara lain adalah faktor individu dan faktor sekolah. Oleh karena itu, dilakukan analisis regresi multilevel dalam penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nilai UASBN SD/MI di Kecamatan Tulangan pada tahun ajaran 2009/2010. Hal ini dikarenakan data yang akan dianalisis adalah data dengan variabel prediktor rasio yaitu nilai UASBN siswa dengan variabel bersarang (nested) yaitu siswa dalam sekolah sehingga pemodelan tidak hanya dilakukan berdasarkan satu level. Analisis regresi multilevel adalah suatu analisis yang memodelkan variabel – variabel prediktor yang berpengaruh terhadap variabel respon dengan variabel respon diukur pada level yang paling rendah sedangkan variabel prediktor diukur pada semua level yang ada. Model yang digunakan adalah model random intersep model dengan setiap grup berbeda hanya pada perpotongan sumbu x.
1. Pendahuluan Sekolah Dasar (SD) merupakan jenjang awal program pemerintah Wajib Belajar Sembilan Tahun yang ditempuh selama 6 tahun. Dalam kegiatan belajar mengajar, SD memiliki persyaratan dalam kelulusan. Persyaratan tersebut antara lain adalah Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN). UASBN adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Hasil UASBN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk pemetaan mutu satuan atau program pendidikan, seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, penentuan kelulusan peserta didik dari program atau satuan pendidikan, serta pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Mata pelajaran yang diujikan pada UASBN meliputi tiga mata pelajaran yaitu Matematika, Bahasa Indonesia, serta IPA. Pada UASBN tahun 2009/2010, kabupaten Sidoarjo menempati urutan nilai rata-rata tertinggi ke tiga di Jawa Timur dengan nilai rata-rata sebesar 23,88. Hal ini merupakan suatu prestasi bagi kabupaten Sidoarjo mengingat pada tahun sebelumnya kabupaten Sidoarjo hanya mampu menempati peringkat ke empat di jawa Timur. Namun, di kabupaten Sidoarjo rata-rata nilai UASBN tidak merata di seluruh wilayah kecamatan. Terdapat kecamatan yang memiliki nilai rata-rata yang sangat tinggi, namun ada pula yang nilai rata-ratanya masih rendah. Salah
1
unit level dua. Berikut adalah tahapan-tahapan analisis pada regresi multilevel. 1. Melakukan pembentukan model regresi sederhana pada tiap grup (level 2) menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) L = εT ε = (Y − Xββ)(Y − Xββ) = Y ′ Y − βT XT Y − YT Xβ + βT XT Xβ ′ T = Y Y − 2β XT Y + βT XT Xβ (2.5) ∂L =0 (2.6)
2. Regresi Multilevel Random Intersep Model regresi multilevel dengan intersep random merupakan salah satu jenis model regresi multilevel. Model regresi multilevel dengan intersep random ini memiliki koefisien regresi yang berbeda untuk setiap unit level dua berada pada perpotongannya dengan sumbu-y saja. Metode regresi multilevel ini merupakan model regresi multilevel yang lebih sederhana apabilai dibandingkan dengan model regresi multilevel dengan intersep dan kemiringan yang random. Menurut Raudenbush dkk (2001), model regresi multilevel menggunakan random intercept model dapat dilihat sebagai berikut. Yij = β0j + ∑sr=1 βrj Xrij + εij (2.1) q β0j = γ00 + ∑p=1 γ0p Wp0j + δ0j (2.2) βrj = γr0 (2.3) Dengan mensubstitusikan persamaan (2.2) dan 2.3) ke dalam persamaan (2.1) diperoleh persamaan umum sebagai berikut. q
𝑠𝑠
p=1
𝑟𝑟=1
∂β
�XT X�β = XT Y
−1
Yij = (γ00 + � γ0p Wp0j + δ0j ) + � 𝛾𝛾𝑟𝑟0 𝑋𝑋𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 + 𝜀𝜀𝑖𝑖𝑖𝑖 q
−1
�XT X� �XT X�β = �XT X� XT Y −1 β� = �XT X� XT Y (2.7) 2. Nilai taksiran untuk Y dihitung berdasarkan model regresi yang telah didapatkan yaitu 𝑌𝑌� = 𝑋𝑋𝛽𝛽̂ sehingga diperoleh residual (Dewi L., 2008). Residual dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut. 𝐲𝐲� = 𝐲𝐲 − 𝐲𝐲� = 𝐲𝐲 − Xβ� (2.8) 3. Membentuk crossproduct matriks 𝑌𝑌� 𝑌𝑌� 𝑇𝑇 adalah sebagai berikut.
= γ00 + ∑p=1 γ0p Wp0j + ∑𝑠𝑠𝑟𝑟=1 𝛾𝛾𝑟𝑟0 𝑋𝑋𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 +δ0j + 𝜀𝜀𝑖𝑖𝑖𝑖 (3.4)
y�11 y�11 T ⎤ ⎡ y� ⎤ ⎡ y� ⎢ 21 ⎥ ⎢ 21 ⋮ ⎥ ⎢ ⋮ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ y� n 1 1 ⎥ ⎢ y� n 1 1 ⎥ ⎢ y�12 ⎥ ⎢ y�12 ⎥ ⎢ y� ⎥ ⎢ y� 22 ⎥ T 𝐲𝐲�𝐲𝐲� = ⎢ 22 ⋮ ⎥×⎢ ⋮ ⎥ ⎢ y� ⎥ ⎢ y� ⎥ n 2 n 2 ⎢ 2 ⎥ ⎢ 2 ⎥ ⎢ ⋮ ⎥ ⎢ ⋮ ⎥ ⎢ y�1m ⎥ ⎢ y�1m ⎥ ⎢ ⋮ ⎥ ⎢ ⋮ ⎥ ⎣y� n m m ⎦ ⎣y� n m m ⎦
Keterangan: i = unit level satu j = unit level dua Yij = variabel respon(diukur pada level 1) β = koefisien variabel prediktor pada level 1 𝛾𝛾 = koefisien variabel prediktor pada level 2 X rij = variabel prediktor ke-r pada level 1, r = 1,2,…,s Wprj = variabel prediktor ke-p pada level 2 yang merupakan variabel prediktor dari koefisien 𝑋𝑋𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 , p = 1,2,…,q = error pada level 2 𝛿𝛿0𝑗𝑗 = error pada level 1 𝜀𝜀𝑖𝑖𝑖𝑖 Pada metode regresi klasik, diasumsikan bahwa terdapat hanya model satu level dengan hanya satu koefisien residual dan residual tidak berkorelasi antar individu. Prosedur dalam mengestimasi koefisien model tersebut tidak dapat diaplikasikan kepada model multilevel dan perlu untuk menentukan cara alternatif. Salah satu cara adalah menggunakan dua metode sekaligus yaitu Ordinary Least Square (OLS) dan Iteratif General Least Square (IGLS). Metode Ordinary Least Square (OLS) merupakan metode yang diterapkan dalam melakukan estimasi regresi sederhana. Metode ini merupakan suatu metode yang meminimumkan jumlah kuadrat kesalahan atau simpangan (Drapper dan Smith, 1981). Metode ini digunakan untuk membentuk model regresi level satu pada setiap
(2.9)
4. Melakukan pemvektorisasian pada matriks 𝐲𝐲�𝐲𝐲� T . Operator vec merupakan operator yang membuat matriks ukuran 𝑛𝑛 × 𝑛𝑛 menjadi vektor ukuran 𝑛𝑛𝑛𝑛 × 1 dengan menyusun entri-entri matriks pada kolom (g+1) di bawah entri terakhit kolom ke-g, dengan g = 1,2,…n. Pemvektorisasian crossproduct matriks 𝑌𝑌�𝑌𝑌� 𝑇𝑇 adalah sebagai berikut. y� 2 ⎡ 11 ⎤ ⋮ ⎢ ⎥ � � ⎢yn m m y11 ⎥ ⎢ y� 11 y� 21 ⎥ ⋮ ⎢ ⎥ T � 𝐲𝐲 � �=⎢ 𝐲𝐲 = vec �𝐲𝐲 y� n m m y� 21 ⎥ ⎢ ⎥ ⋮ ⎢� � ⎥ y y ⎢ 11 n m m ⎥ ⋮ ⎢ ⎥ 2 ⎣ y� n m m ⎦
(2.10)
5. Melakukan pemvektorisasian matriks varians kovarians. Matriks varians-kovarians V ukuran nxn adalah matriks blok diagonal yang dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut.
2
A1 0 0 0 0 A2 0 0 V=� � (2.11) ⋱ 0 0 0 0 0 0 Am dengan m = banyak unit level-2 yang diobservasi A1 , A2 … Am = matriks varians-kovarians untuk masing-masing unit level-2 yang didefinisikan sebagai berikut. A1 = σ2u0 J(n 1 ) + σ2ε I(n 1 ) A2 = σ2u0 J(n 2 ) + σ2ε I(n 2 )
y� 2 σ2 + ⋯ + σ2us + σ2ε ⎡ 11 ⎤ ⎡ u0 ⎤ ⋮ ⎢ ⎥ ⋮ ⎢ ⎥ � n m m y� 11 y 0 ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ 2 2 ⎢ y� 11 y� 21 ⎥ + ⋯ + σ σ us u0 ⎢ ⎥ ⋮ ⎢ ⎥ ⋮ ⎢ ⎥ + 𝐫𝐫 = ⎢y� n m m y� 21 ⎥ 0 ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⋮ ⋮ ⎢ ⎥ ⎢� � ⎥ 0 ⎢ ⎥ y11 yn m m ⎢ ⎥ ⎢ ⋮ ⎥ ⋮ ⎢ ⎥ 2 ⎣σ2u0 + ⋯ + σ2us + σ2ε ⎦ � y ⎣ nm m ⎦ 1 1 1 ⎡⋮⎤ ⎡⋮⎤ ⎡⋮⎤ ⎢0⎥ ⎢0⎥ ⎢ 0⎥ ⎢1⎥ ⎢ 1⎥ ⎢0⎥ ⎢⋮⎥ 2 ⎢⋮⎥ 2 ⎢⋮⎥ = ⎢ ⎥ σu0 + ⋯ + ⎢ ⎥ σus + ⎢ ⎥ σ2ε + 𝐫𝐫 0 0 0 ⎢⋮⎥ ⎢⋮⎥ ⎢⋮⎥ ⎢0⎥ ⎢ 0⎥ ⎢0⎥ ⎢⋮⎥ ⎢⋮⎥ ⎢⋮⎥ ⎣1⎦ ⎣ 1⎦ ⎣1⎦
⋮
Am = σ2u0 J(n m ) + σ2ε I(n m ) Setelah matriks varians kovarians V dijabarkan, maka dilakukan pemvektorisasian terhadap matriks V. Pemvektorisasian dilakukan dengan menyusun entri-entri dari kolom ke-(g+1) di bawah entri terakhir dari kolom ke-g dari matriks V, dengan g = 1,2,…,n. Vektorisasi matriks V dinyatakan dalam notasi 𝑉𝑉 ∗ berukuran 𝑛𝑛𝑛𝑛 × 1. σ2 + ⋯ + σ2us + σ2ε ⎡ u0 ⎤ ⋮ ⎢ ⎥ 0 ⎢ ⎥ 2 2 ⎢ σu0 + ⋯ + σus ⎥ ⋮ ⎥ 𝐯𝐯 = vec(V) = ⎢ 0 ⎢ ⎥ ⋮ ⎢ ⎥ 0 ⎢ ⎥ ⋮ ⎢ ⎥ ⎣σ2u0 + ⋯ + σ2us + σ2ε ⎦
(2.15) Pada model linier yang terbentuk pada persamaan (2.15) tersebut, 𝑌𝑌 ∗ dijadikan sebagai respon sedangkan σ2u0 , … , σ2us ) dan σ2ε menjadi koefisien-koefisien model. Vektor berisi konstanta 0 dan 1 yang bersesuaian dengan σ2u0 , … , σ2us dan σ2ε merupakan variabel-variabel penjelas sehingga pada persamaan (2.15) tersebut parameter yang akan ditaksir adalah σ2u0 , … , σ2us dan σ2ε . Jika vektor-vektor yang bersesuaian dengan σ2u0 , … , σ2us ) dan σ2ε tersebut dinotasikan sebagai 𝐳𝐳1 , 𝐳𝐳2 …, 𝐳𝐳𝑠𝑠+1 kemudian dibentuk dan matriks 𝑍𝑍 = [𝐳𝐳1 𝐳𝐳2 … 𝐳𝐳𝑠𝑠+1 ] parameter-parameter random yang ditaksir σ2 ⎡ u0 ⎤ ⋮ dinyatakan dengan vektor θ dimana θ = ⎢ 2 ⎥, ⎢ σus ⎥ ⎣ σ2ε ⎦ maka (2.15) dapat dimodelkan dengan persamaan sebagai berikut. E(𝐲𝐲) = 𝐙𝐙θ (2.16) Dengan membentuk model yang dinyatakan dalam persamaan di atas, parameterparameter random yang ingin diketahui (σ2u0 , … , σ2us dan σ2ε ) dapat ditaksir. Penaksiran dilakukan dengan metode yang sama seperti pada penaksiran parameter β yaitu metode Generalized Least Square (GLS). θ = (Z T (V)−1 Z)−1 Z T (V)−1 𝐲𝐲 (2.17) 7. Menaksir parameter model regresi multilevel Setelah diperoleh taksiran nilai dari parameter-parameter random, langkah pengestimasian fixed parameter dengan nilai matriks varians-kovarians yang baru kemudian dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
(2.12)
6. Membentuk model untuk mndapatkan nilai varians. Diketahui nilai ekspektasi dari 𝑌𝑌�𝑌𝑌� 𝑇𝑇 adalah V sehingga didapatkan rumus sebagai berikut. T
E ��𝐲𝐲 − E(𝐲𝐲)��𝐲𝐲 − E(𝐲𝐲)� � = E �(𝐲𝐲 − 𝐲𝐲�)(𝐲𝐲 − 𝐲𝐲)T �
T
= E ��𝐲𝐲 − Xβ���𝐲𝐲 − Xβ�� � T
�𝐲𝐲 � � = 𝑉𝑉 = 𝐸𝐸 �𝐲𝐲
(2.13) Dengan pengaturan sedemikian rupa, maka dapat dibentuk model linier berdasarkan persamaan (2.13) E�𝐲𝐲�𝐲𝐲� T � = V
E �vec�𝐲𝐲�𝐲𝐲�T �� = vec(V) E(𝐲𝐲) = 𝐲𝐲 (2.14) Berdasarkan persamaan (2.14) di atas, diperoleh model 𝐲𝐲 = 𝐯𝐯 + 𝐫𝐫, dengan r menyatakan residual. Penjabaran dari model tersebut adalah sebagai berikut. 𝐲𝐲 = 𝐯𝐯 + 𝐫𝐫
3
𝐲𝐲 = X𝛄𝛄 + Z𝐮𝐮 + 𝐞𝐞 Dimana y adalah vektor respon (nx1), X adalah matriks (nxp), 𝛄𝛄 adalah vektor (px1) dari koefisien tetap yang diestimasi. Untuk menentukan nilai estimasi 𝛄𝛄 menggunakan rumus sebagai berikut (Goldstein, 2003). 𝛄𝛄� = (XT V −1 X)−1 XT V −1 𝐲𝐲 (2.18) 2 V = Iσ Dan kovarians dari matriks γ�adalah (XT V −1 X)−1 Kembali ke langkah 2 dan terus menerus mengulang langkah hingga memperoleh hasil yang konvergen.Setelah didapatkan model regresi multilevel, maka dilakukan pengujian signifikansi parameter. a. Pengujian parameter secara individu Pengujian parameter secara individu dilakukan dengan menggunakan uji t (Singer dan Willet, 2003). Pengujiannya adalah sebagai berikut. H0: 𝛾𝛾𝑟𝑟𝑟𝑟 = 0, dimana r= 0,1,…,s dan p= 0,1,…,q H1: 𝛾𝛾𝑟𝑟𝑟𝑟 ≠ 0, dimana r= 0,1,…,s dan p= 0,1,…,q Statistik uji: t=
γ� rp
SE (γ rp )
Keterangan: τ = variansi pada unit level dua σ2 = variansi pada unit level 1 Pada model regresi multilevel dengan intersep random, perhitungan R2 dari model regresi multilevel yang telah terbentuk adalah sebagai berikut. R2level R2level
2
= =
σ 2 model koefisien random −σ 2 model signifikan σ 2 model koefisien random τ model koefisien random −τ model signifikan τ model koefisien random
(2.22) (2.23)
Model regresi multilevel koefisien random merupakan model regresi dengan variabel prediktor hanya pada level 1 saja sedangkan pada level 2 hanya memuat koefisien random saja. Model regresi multilevel koefisien random adalah sebagai berikut. Yij = β0j + εij (2.24) β0j = γ00 + δ0j (2.25) Keterangan: i = unit level satu j = unit level dua Yij = variabel respon(diukur pada level 1) β = koefisien variabel prediktor pada level 1 γ = koefisien variabel prediktor pada level 2 δ0j = error pada level 2 εij = error pada level 1
(2.19)
b. Pengujian parameter secara serentak Didefinisikan contrast matriks C (r x p) yang digunakan untuk membentuk fungsi linier independen dari p parameter tetap dalam model 𝑓𝑓 = 𝐶𝐶𝐶𝐶 sehingga tiap baris dari C mendefinisikan fungsi linier yang nyata. Parameter yang tidak disertakan dalam pengujian diatur menjadi nol (Gelman dan Hill, 2007). H0 : f = k H1: f ≠ k, dimana 𝑘𝑘 = {0} Statistik uji: � = �𝐟𝐟̂ − 𝐤𝐤�T [C(X T V −1 X)−1 C T ](𝐟𝐟̂ − 𝐤𝐤) R (2.20) Dimana 𝑓𝑓̂ = 𝐶𝐶𝛽𝛽̂ Tolak H0 jika 𝑅𝑅� < 𝜒𝜒𝑟𝑟2 . Keterangan: f = variabel – variabel yang akan di uji 𝐟𝐟 = Cβ dimana C adalah matriks identitas r×p k = vektor (r x1) dari nilai yang diketahui Nilai Intra Class Correlation (ICC) menunjukkan nilai korelasi atau hubungan dari masing-masing unit pada level 2(sekolah) tersebut. Semakin tinggi nilai ICC menunjukkan bahwa unit-unit penelitian di dalam masing-masing sekolah tersebut memiliki suatu hubungan yang berkaitan. ICC = τ� (2.21) τ + σ2
1
3. Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional Sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia, pemerintah telah menetapkan standar-standar pendidikan dan untuk merealisasikan dan mengendalikan standar-standar tersebut telah dibentuk Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP). Salah satu yang dijadikan acuan adalah hasil evaluasi terhadap hasil belajar siswa yang dilakukan pada akhir program pendidikan di suatu satuan pendidikan seperti Ujian Nasional yang di tingkat sekolah dasar (SD) disebut dengan istilah UASBN (ujian akhir sekolah berstandar nasional). Jadi, hasil UASBN dapat dijadikan salah satu tolok ukur keberhasilan sekolah. Standar kualitas sebuah sekolah akan berbanding sangat signifikan dengan hasil UASBN. Ukuran standar sekolah telah ditetapkan berdasarkan akreditasi sekolah yang hasilnya dikatagorikan menjadi 3 (tiga) strata yaitu A, B dan C. Apabila hasil akreditasi itu mencerminkan standar sekolah dan kualitas sekolah, maka dapat dipastikan sekolah yang bersangkutan mendapatkan kualitas hasil UASBN peserta
4
misalnya tinggi rendahnya pendidikan, besar kecilnya penghasilan dan perhatian. 2. Sekolah Keadaan sekolah tempat belajar turut mempengaruhi tingkat keberhasilan anak. Kualitas guru, metode mengajarnya, kesesuaian kurikulum dengan kemampuan anak, keadaan fasilitas atau perlengkapan di sekolah dan sebagainya turut mempengaruhi keberhasilan belajar. 3. Masyarakat Keadaan masyarakat juga menentukan hasil belajar. Bila sekitar tempat tinggal keadaan masyarakatnya terdiri dari orang-orang yang berpendidikan, terutama anak-anaknya, rata-rata bersekolah tinggi dan moralnya baik, hal ini akan mendorong anak giat belajar. 4. Lingkungan sekitar Keadaan lingkungan tempat tinggal, juga sangat mempengaruhi hasil belajar. Keadaan lingkungan, bangunan rumah, suasana sekitar, keadaan lalu lintas dan sebagainya semua ini akan mempengaruhi kegairahan belajar. Menurut BSNP (2008), kualitas sekolah diukur berdasarkan beberapa indikator yaitu: a. Konteks sekolah 1. Kepemimpinan sekolah 2. Sasaran pendidikan 3. Profesionalisme 4. Kedisiplinan 5. Lingkungan akademik b. Guru 1. Pendidikan guru 2. Kualitas guru 3. Pengalaman guru 4. Pengembangan Proesionalisme guru c. Kelas 1. Mata pelajaran 2. Metode pengajaran 3. Teknologi 4. Ukuran kelas
didiknya berada pada kisaran strata akreditasi sekolahnya. Perbandingannya antara strata akreditasi sekolah dengan hasil UASBN adalah sebagai berikut. Tabel 3.1 Hubungan Akreditas dengan Kisaran Nilai UASBN
No.
Nilai Skor Kisaran nilai Akreditasi UASBN 1 Kategori A 6,67 – 10,00 2 Kategori B 3,34 – 6,66 3 Kategori C 0,00 – 3,33 Berdasarkan Permen No.7 Tahun 2009, UASBN SD/MI/SDLB tahun pelajaran 2009/2010 dilaksanakan secara terintegrasi dengan ujian sekolah/madrasah. UASBN bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasioanal pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selain itu, penyelenggaraan UASBN ditujukan untuk mendorong tercapainya target wajib belajar pendidikan dasar yang bermutu. Mata pelajaran yang diujikan pada UASBN Tahun Pelajaran 2009/2010 meliputi Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Dalyono (1997), berhasil tidaknya seseorang dalam belajar disebabkan oleh dua faktor yaitu: a. Faktor Intern (yang berasal dari dalam diri orang yang belajar) 1. Kesehatan 2. Intelegensi dan Bakat Seseorang yang mempunyai intelegensi baik (IQ-nya tinggi) umumnya mudah belajar dan hasilnyapun cenderung baik. Jika seseorang mempunyai intelegensi yang tinggi dan bakatnya ada dalam bidang yang dipelajari, maka proses belajar akan lebih mudah. 3. Minat dan Motivasi Minat dapat timbul karena adanya daya tarik dari luar dan juga datang dari sanubari. Motivasi berbeda dengan minat. Motivasi adalah daya penggerak atau pendorong. 4. Cara belajar Belajar tanpa memperhatikan teknik dan faktor fisiologis, psikologis, dan ilmu kesehatan akan memperoleh hasil yang kurang. b. Faktor Eksternal (yang berasal dari luar diri orang belajar) 1. Keluarga Faktor orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan anak dalam belajar,
5. Metodologi Penelitian Dalam penelitian ini,data yang digunakan merupakan data sekunder tentang nilai UASBN SD/MI di kecamatan Tulangan Tahun 2009/2010 yang didapatkan dari Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan Tulangan. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Variabel respon (y) yang diukur pada level 1(siswa) yaitu nilai UASBN SD/MI di Kecamatan Tulangan pada tahun ajaran 2009/2010. Variabel respon ini memiliki skala rasio.
5
a. Melakukan analisis menggunakan pie diagram pada masing-masing variabel peserta UASBN. b. Melakukan analisis menggunakan chart diagram pada masing-masing variabel nilai UASBBN. 2. Memodelkan menggunakan analisis regresi multilevel untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nilai UASBN SD/MI di Kecamatan Tulangan pada tahun ajaran 2009/2010 dengan langkah sebagai berikut. a. Melakukan uji signifikansi parameter secara individu. b. Melakukan uji signifikansi parameter secara serentak. c. Melakukan pemodelan parameter regresi multilevel yang signifikan. d. Menginterpretasikan model regresi multilevel. e. Menghitung nilai ICC dan R2 model regresi multilevel yang didapatkan.
2. Variabel prediktor yang diukur pada level 1 yaitu siswa adalah sebagai berikut. a. Jenis kelamin (x1) Variabel ini berskala nominal dengan menggunakan satu variable dummy dimana dummy 0 untuk jenis kelamin laki-laki dan dummy 1 untuk jenis kelamin perempuan. b. Umur (x2) Variabel ini menunjukkan umur siswa yang mengikuti UASBN dan berskala rasio. c. Jumlah Saudara (x3) Jumlah saudara mengindikasikan perhatian orang tua terhadap siswa tersebut serta situasi rumah yang berhubungan dengan kegiatan belajar siswa dirumah. Jumlah saudara berskala rasio. d. Nilai raport kelas 4 semester 1 (x4) Variabel ini menunjukkan nilai raport kelas 4 semester 1 yang merupakan penjumlahan dari 3 mata pelajaran yang ada di UASBN yaitu nilai raport pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia dan IPA. 3. Variabel prediktor yang diukur pada level 2 yaitu sekolah yang menaungi siswa adalah sebagai berikut. a. Ukuran kelas (w1) Ukuran kelas erat kaitannya dengan kualitas belajar mengajar dimana semakin kecil ukuran kelas tersebut maka guru akan lebih mudah memantau perkembangan siswa. Skala dari variabel ini adalah skala rasio. b. Pendidikan guru kelas (w2) Variabel ini memiliki skala nominal dengan satu variabel dummy dimana dummy dengan skala 0 menunjukkan guru kelas dengan latar belakang pendidikan PGSD dan skala 1 merupakan guru kelas dengan latar belakang pendidikan bukan PGSD. c. Pengalaman guru kelas (w3) Variabel ini merupakan variabel yang menunjukkan pengalaman mengajar seorang guru kelas 6. Variabel ini memiliki skala rasio dengan ukuran tahun. d. Akreditasi sekolah (w4) Variabel akreditasi menggunakan satu variabel dummy dengan 0 adalah akreditasi B sedangkan 1 adalah akreditasi B. Langkah-langkah dalam melakukan analisis model multilevel tersebut adalah sebagai berikut. 1. Melakukan analisis deskriptif sehingga diketahui karakteristik UASBN SD/MI di Kecamatan Tulangan pada tahun 2009/2010 dengan langkah sebagai berikut.
6. Analisis Dan Pembahasan 6.1 Karakteristik Peserta UASBN SD/MI Kecamatan Tulangan Tahun 2009/2010
Siswa yang mengikuti UASBN SD/MI di kecamatan Tulangan terdiri atas 1317 siswa. 1317 siswa tersebut terdiri dari siswa laki-laki dan perempuan. Perbandingan jumlah siswa laki-laki dan perempuan dapat dilihat pada Gambar 6.1. perempu an 48%
laki-laki 52%
Gambar 6.1 Pie Chart peserta UASBN 2009/2010 Menurut Jenis Kelamin
Gambar 6.1 menunjukkan karakteristik peserta UASBN SD/MI tahun 2009/2010 berdasarkan jenis kelamin. Peserta UASBN SD/MI terdiri dari 1.317 peserta. Sebanyak 48% dari 1317 peserta tersebut, yaitu 627 peserta berjenis kelamin perempuan. Sedangkan sisanya, yaitu 52% dari 1317 peserta berjenis kelamin laki-laki. Pada tahun ajaran 2009//2010 ini, jumlah peserta UASBN laki-laki lebih banyak dibandingkan peserta UASBN berjenis kelamin perempuan.
6