HASIL
DAN
PEMBAHASAN
1. PROSES PEMADATAN TANAH Tanah yang t e l a h diayak dan dimasukkan kedalam bak tanah ( s o i l b i n ) dipadatkan dengan lempeng pemadat pada pembebanan
sebesar 300 kPa tekanan h i d r o l i k selama 120 d e t i k . H a s i l lengkap pengukuran tegangan yang d i a l a m i t a n a h s e p e r t i d i p e r l i h a t kan pada lampiran 1 menunjulckan bahwa rata-rata t o t a l d i permukaan atas s e b e s a r 212.95
kPa sedang pada pemukaan bawah
( d a s a r bak tanah) 124.38 kPa. Keragaman tegangan pada l a p i s a n bawah l e b i h t i n g g i daripada l a p i s a n a t a s sebagai d i p e r l i h a t k a n pada Tabel 4.1.
Rata-rata tegangan pada permukaan atas dan bawah
Tabel 4.1.
tanah bahan percobaan (kPa).
K.A.
Komponen
K.A.
30-39%
40-49% 1
I
Lo
up
Lo
Haksimum
239.86
136.63
220.23 . 145.13
Minimum
211.97
120.51
189.44
Rataan
221.35
128.38
204.54
.
120.39
9.85
11
11.64
1 S.D.
I
Keterangan :
up
1
7.88
Up Lo S.D. C.V.
D a r i Tabel 4.1.
1
1
4.27
j
I
105.24
= permukaan atas tanah = permukaan bawah tanah = standard d e v i a s i = k o e f i s i e n v a r i a s i , %.
t e r l i h a t a d a n y a perbedaantegangan d i a l a -
m i tanah pada permukaan atas yang langsung m e n e r i m a beban d i bandingkan dengan permukaan bawah. Pengelompokan kadar a i r ta-
nah atas 30-39 % dan 40-49 % basis kering memperlihatkan bahwa tegangan dialami tanah di permukaan atas pada kadar air 30-39 % lebih tinqgi dari tegangan dialamni Sanah pada kelompok kadar
air 40-49 % dan perbedaan tegangan dialami permukaan atas dengan permukaan bawah lebih kecil pada kadar air 40-49 %. Koolen dan Kuipers {1983), memperkenalkan persamaan (4.1) untuk menduga tegangan yang terjadi pada suatu kedalaman tertentu bila perlaukaan atas tanah mengalami suatu beban roda dalam suatu waktu yang singkat. Permukaan kontak roda-tanah diasumsikan berbentuk bidang memanjang seperti pada Gambar 4.1. Persamaan tersebut dikembangkan dari persamaan Boussinesq untuk menduga tegangan dialami dibawah permukaan tanah pada kedalaman tertentu karena menerima beban vertikal terpusat. T
Beban memanjang
-
I
P
Permukaan tanah
. ... .._.... .:: .,. . ,
tanah '1
i
permu kaan Galnbar 4.1. Beban memanjang di permukaan tanah (Koolen dan Kuipers, 1983).
Ol ( A )
-
7T
Q +
sin
Q)
dimana,
u ~ , ~=, tegangan utama pada titik A, kPa.
P
=
Q
=
tekanan pada permukaan, kPa. sudut dibentuk bidang beban dengan titik A, radian.
Persamaan (4.1), memperlihatkan bahwa tegangan utama yang dialami tanah akan makin rendah dengan kenaikan kedalaman tanah. Arah dari tegangan u &
dapat diketahui dengan membuat
lingkaran yang menghubungkan titik A dan sisi lebar beban seperti pada Gambar 4.1. Tegangan utama yang rendah di lapisan bawah tanah diperkirakan karena sebagian energi yang diterima dari pembebanan pada permukaan atas, didistribusikan keseluruh partikel tanah dan digunakan untuk pergerakan partikel tanah (orientasi partikel tanah) pada proses pemadatan sebagai juga terlihat pada penurunan volume tanah. Pada kadar air tanah 40-49 % proses orientasi partikel tanah berlangsung lebih cepat sebagai terlihat pada perbedaan yang lebih kecil antara tegangan pada lapisan atas dan lapisan bawah. Tegangan yang kecil dilapisan bawah berarti proses pemadatan belum mencapai tingkat aaksi-
mum. Harris (1971) lenjelaskan bahwa, tanah bila dikenai suatu beban yang telah cukup menyebabkan perubahan volume, maka ada 4 (empat) kemungkinan faktor yang berubah yaitu 1). Pemampatan
partikel-partikel padat, 2). Pemampatan cairan dan gas dalam ruang pori, 3). Perubahan kandungan cairan dan gas dalam pori, 4). Penyusunan kembali (rearrangement) partikel tanah. Data hasil pengukuran tegangan yang dialami tanah kearah horisontal memperlihatkan bahwa baik pada kadar air 30-39 % maupun 40-49 % sensor tengah permukaan atas mengalami tegangan
58
yang lebih tinggi dari sensor yang lain seperti terlihat pada Gambar 4.2. Gambar 4.2. memperlihatkan ketidak seragaman tegangan dialami tanah sebagai gambaran masalah dalam menghasilkan keseragam yang tinggi dari hasil proses pengisian tanah kedalam
bak tanah. Pada percobaan ini pengisian bak tanah telah diusahakan seseragam mungkin yang dilakukan secara manual. Dilihat dari nilai koefisien variasi rata-rata tegangan di permukaan atas atau bawah yang relatif rendah pada Tabel 4.1. maka cara pengisian yang dilakukan sudah cukup teliti. 3 0 0 kPa T E K A N A N H I D R A U L l K 120 O I T I K P W I C M N A N
260
a 0 220 5 L O O
p2 Y,
I
100
1140
-20
eo
'-
-
-
-
1
loo
10
40
a!a 0
-
-
-
...- < . KA-30-401 K I
W l
UPP
-
KA-40-501 KAMR AIR UP3
-IS
LSRILO
LO1
LOP
w a
Gambar 4.2. Tegangan kearah horisontal (kPa) pada permukaan tanah pada proses pemadatan.
2.1.
Tahanan Penetrasi. Tegangan yang dialaai tanah pada permukaan sebagai diper-
lihatkan pada Tabel 4.1.
belum menggambarkan kekerasan tanah
yang dihasilkan oleh proses pemadatan. Tahanan penetrasi dalam indeks konis (cone index) adalah salah satu ukuran dari kekerasan tanah atau kepadatan tanah kearah vertikal. Data hasil pengukuran tahanan penetrasi (indeks konis) di Lampiran
2
mem-
perlihatkan bahwa nilai indeks konis menaik dari permukaan tanah sampai mencapai maksimum pada suatu kedalaman. Dengan pengelompokan seluruh data pengamatan atas kadar air
indeks konis untuk kadar air air
dan
terlihat bahwa sampai kedalaman 5 cm keragaman data
%,
40-49
30-39 %
40-49
30-39
lebih tinggi dari kadar
%
dan secara umum indeks konis pada kadar air
%
% lebih tinggi dari kadar air 40-49
pada Gambar
4.3
dan Gambar
Dari Gambar
4.3
dan
%
30-39
seperti diperlihatkan
4.4.
4.4
terlihat bahwa tahanan penetrasi
tanah menaik dengan kenaikan kedalaman sampai suatu kedalaman tertentu. Dari nilai rata-rata seluruh data pengamatan perubahan tahanan penetrasi dengan perubahan kedalaman pengukuran dapat diperkirakan berbentuk kudratik sehinga dapatdinyatakan dengan persamaan samaan
(4.3)
(4.2)
untuk selang kadar air
untuk selang kadar air
Menggunakan persamaan
(4.2)
40-49
dan
(4.3)
30-39 %
dan per-
%.
dapat diduga bahwa
tahanan penetrasi (indeks konis) tertinggi dicapai pada kedalaman
9.75
cm dari permukaan atas tanah untuk kadar air
% dan pada 8 . 4 4 cm untuk kadar air 40-49
pada kadar air
40-49
%
%.
30-39
Proses pemadatan
yang berlangsung lebih cepatrenyebab-
kan penyebaran tahanan penetrasi pada kadar air
landai daripada kadar air bahan
30-39
%.
40-49
%
lebih
Conr tndrL8. W / c n 2 200
176
-
160
-
25
-
0
0
2
4
6
LO
8
12
14
Lb
u a a 1 0 m a r I OLPII. Czn.
-mqrrul rata-rata
~ c d o pmngukuran
Gambar
4.3.
Tahanan p e n e t r a s i pada kadar a i r t a n a h 30-39
%.
b Conr l n d o b . W/om2
60
-
40
-
20
-
0
0
2
4
6
0
UdalODIaLL 01aD.
Data pongukoran
Gambar 4.4.
10 em.
-Raa11a11
I2
14
16
tata-rata
Tahanan p e n e t r a s i pada kadar a i r t a n a h 40-49
%.
dimana,
CI =
D
=
tahanan penetrasi (indeks konis), N/cm2 kedalaman pengukuran, cm.
Gambar 4.3 dan 4.4 merupakan kelanjutan penjelasan atas Tabel 4.1. bahwa tegangan yang lebih tinggi pada permukaan tanah atas yang dialami saat proses pemadatan bukanlah berarti akan menghasilkan kekerasan tanah yang lebih tinggi selama proses pemadatan masih berlangsung. Pada proses pemadatan tanah dengan beban dari satu arah seperti pada percobaan ini, di duga proses pemadatan berlangsung mulai dari tengah kedalaman bak tanah. Sebagian energi pemadatan yang disalurkan melalui lempeng penekan digunakan untuk pergerakan butiran tanah, sebagian lagi disalurkan kebutiran lain hingga mencapai dasar bak tanah. Karena dasar bak tanah yang keras, energi tersebut dipantulkan lagi kebutiran tanah yang diatasnya sehingga menahan gerak turun butiran. Gerak butiran kearah samping juga tertahan karena dinding yang keras. Proses ini menyebabkan proses pemadatan tanah berlangsung mulai dari bagian tengah bak. Bila proses ini berlangsung terus dalam waktu lama maka pada akhirnya akan memberikan distribusi kekerasan tanah yang relatif sama. Tahanan penetrasi bukan suatu ukuran kekerasan yang tetap karena ditentukan antara lain oleh kecepatan penekanan, garis tengah konis, sudut kelancipan konis dan kadar air tanah. 2.2.
Densitas tanah (bulk density). Data pengamatan densitas tanah pada Lampiran 3 yang diam-
bil dari tengah kedalaman bak tanah memperlihatkan bahwa den-
62
sitas tanah yang dicapai setelah proses pemadatan dipengaruhi oleh kadar air tanah. Pada selang kadar air 30-47 % bobot kering tanah menunjukkan data densitas beragam dari 0.839-0.1051 g/cm3 dengan penyebaran sebagai diperlihatkan pada Gambar 4.5. I
300 kPa PEMBEBANAN
Denritaa tenah, #/ern* 1.06
1-
'
1.03
0.94 0.07
0.9 1
-
0.08
-
0.86
-
0.82
-
0.70 0.28
I
I
I
I
I
I
0.3
0.92
0.34
0.36
0.38
0.4
1
I
0.42 0.44
I
K d a r otr ranch tba.1.
Data Pengukuran
-4-
1
0.46 0.48
0.6
korlng)
Kurva Kecocokan
C
A
Gambar 4.5. Densitas tanah (basis kering) bahan pada pembebanan 300 kPa. Dari Gambar 4.5.
terlihat bahwa terdapat kecenderungan
penurunan densitas tanah pada kenaikan kadar air sampai sekitar 34 % dan kenaikan sampai mencapai densitas maksimum pada kadar air sekitar 45 %. Pola pemadatan ini mirip kurva pemadatan hasil pengujian Weaver dan Jamison, 1951 (didalam Harris 1971) atas tanah lempung berliat. Asep dkk. (1989) melaporkan
hasil penelitian pemadatan tanah dibeberapa lokasi di Jawa Barat bahwa secara umum memperlihatkan kurva pemadatan dengan kecenderungan yang sama dalam kenaikan densitas tanah sampai suatu kadar air tertentu tetapi tidak ada yang tepat sama dan
62
sitas tanah yang dicapai setelah proses pemadatan dipengaruhi oleh kadar air tanah. Pada selang kadar air 30-47 % bobot kering tanah menunjukkan data densitas beragam dari 0.839-0.1051 g/cm3 dengan penyebaran sebagai diperlihatkan pada Gambar 4.5. J
Denrit#r tamrh,
300 kP8 PEMBEBANAN
#/oms
1.06
1.03
-
10.Q7 0.94
-
0.9 1
-
0.86
-
0.86
-
0.82
-
0.70 ' 0.28
I
I
1
I
I
1
0.3
0.92
0.34
0.36
0.38
0.4
-
I
I
0.42 0.44
I
1
0.46
0.48
K d 8 f dt ##n8l) fb#.I.
Data Pengukuran
0.6
*rfh#)
4- Kurva Kecocoken
i
Gambar 4.5. Densitas tanah (basis kering) bahan pada pembebanan 300 kPa. Dari Gambar
4.5.
terlihat bahwa terdapat kecenderungan
penurunan densitas tanah pada kenaikan kadar air sampai sekitar 34 % dan kenaikan sampai mencapai densitas maksimum pada kadar air sekitar 45 %. Pola pemadatan ini mirip kurva pemadatan hasil pengujian Weaver dan Jamison, 1951 (didalam Harris 1971) atas tanah lempung berliat. Asep dkk. (1989) melaporkan hasil penelitian pemadatan tanah dibeberapa lokasi di Jawa Barat bahwa secara umum memperlihatkan kurva pemadatan dengan kecenderungan yang sama dalam kenaikan densitas tanah sampai suatu kadar air tertentu tetapi tidak ada yang tepat sama dan
63
kadar air optimum berada disekitar batas plastis. Chancellor (1971), mengungkapkan bahwa bila sejumlah energi pemampatan diberikan terhadap segumpal tanah maka densitas dicapai akan lebih besar pada contoh lembab daripada yang kering dan kecenderungan ini berlangsung sampai suatu titik kadar air dimana proses pemadatan memindahkan hampir seluruh udara yang menempati pori-pori tanah. Kurva pemadatan tanah pada Gambar 3
(tiga) bagian yaitu kadar air
4 5 %.
30-34
4.5
%,
dapat dibagi atas 34-45
%, dan diatas
Densitas tanah adalah ratio dari massa tanah kering de-
ngan volume tanah. Pada selang kadar air
30-34
%,
terlihat gejala penurunan
densitas tanah dengan kenaikan kadar air. Keadaan ini bila dilihat dari proses pemadatan tanah di dalam bak tanah berarti pada kenaikan kadar air dari
30
ke
34 %
diikuti dengan makin
kecilnya jarakturun (zinkage) lempeng pemadat sehingga volume tanah di bak tanah lebih besar. Kenaikan volume tanah ini diperkirakan karena terisinya pori tanah dengan air sehingga jadi penghambat pada penyusunan partikel. Koga (1991), menjelaskan teori struktur Lambe tentang pemadatan tanah bahwa, pada keadaan kering, air tidak cukup untuk terjadinya difusi lapisan ganda (double layer) dari koloid tanah. Jumlah air yang sedikit memberikan konsentrasi elektrolit tinggi yang menekan lapisan ganda sehingga rnengurangi kecenderungantarikan antara partikel yang menimbulkan kecenderungan kearah flokulasikoloid. Flokulasi umumnya berarti orientasi partikel pada tingkat
rendah sehingga densitas tanah juqa rendah. Pada selang kadar air 34-45 %, kenaikan kadar air diikuti dengan kenaikan densitas tanah. Koga (1991), lebih lanjut menjelaskan bahwa kena-ikan air ini melnbangun lapisan ganda sekeliling partikel tanah serta mengurangi konsentrasi elektrolit sehingga menurunkan derajat flokulasi dan memungkinkan penyusunan partikel dan kenaikan densitas tanah. Pelumasan meningkatkan pergerakan antar partikel yang memungkinkan partikel meluncur melewati yang lain kearah yang lebih terorientasi dan lebih padat. Oleh Harris (1971) ditunjukkan data dari uji laboratorium bahwa regangan geser (shear strain) berperan sangat besar dalam penyusunan partikel selama proses pemadatan. Pada kadar air diatas 45 %, penurunan densitas tanah dapat diterangkan dengan penjelasan Koga (1991) bahwa kenaikan kadar air yang berlanjut juga diikuti dengan pengembangan lapisan ganda dan penurunantarik-menarik antar partikel. Walaupun partikel lebihterorientasi lagi, tapi densitas lebih rendah karena penambahan air akan mengencerkan konsentrasi partikel tanah per volume tanah. Pada kadar air tinggi ruang pori terisi air dan hanya sedikit terisi udara sehingga makin sedikit ruang untuk orientasi partikel lebih lanjut. Pada kadar air jenuh pemadatan tidak terjadi kecuali ada air yang keluar dari bahan. Untuk keperluan interpolasi densitas tanah bahan percobaan pada penghitungan tahanan olah pengolahan tanah menggunakan persamaan (3.28), maka diduga kurva kecocokan hubungan antara
65
densitas tanah dengan kadar air tanah pada selang 30-48 % dari data pengamatan di Gambar 4.5 dengan hasil sebagai pada persaaaan (4.4).
dimana,
p,
=
KA =
densitas tanah, g/cm3. kadar air berat kering, desimal.
Sudou (1990), melaporkan bahwa porositastanah kebun percobaan IPB Darmaga adalah 0.73 pada 45.3 % kadar air basis kering dan berdasarkan data porositas dapat dihitung kerapatan tanah kering dengan persamaan(4.5).
dimana,
p,
=
m, V
=
P
I
vI n
kerapatan kering, g/cmn3. massa bahan padat, g. = volume total, cm3. = kerapatan partikel tanah, g/cm3. = volume bahan padat, -3. = porositas, desimal.
Kerapatan partikel tanah (basis kering), dimisalkan sebesar 2.65 g/cm3, dan menggunakan persamaan ( 4.5)
, didapat kera-
patan tanah kering kebun percobaan IPB Darmaga adalah 0.705 g/ca3. Astika (1988), melaporkan hasil pengukuran densitasta-
nah latosol dermaga berkisar antara 0.74 sampai 0.89 g/cm3 pada selang kadar air 38.85 sampai 54.45 %. Hal ini berarti hasil penadatan yang dilakukan terhadap contoh bahan percobaan tidak lebih rendah dari kerapatan tanah kebun percobaan IPB Darmaga
.
66
2.3.
Tahanan Geser (Vane Shear). Tahanan maksintum diperlukan untuk memutar alat ukur taha-
nan geser (vane shear) atau momen puntir maksimum tanah percobaan beragam dari 29.69 Nm sampai 53.15 Nm yang dicapai pada jarak tempuh putaran antara 24 sampai 45 derajat sebagai diperlihatkan pada Lampiran 4. Evaluasi secara grafik dari momen puntir maksimum, u n t d selang kadar air bahan percobaan (30-50 %)
, terlihat bahwa
kenaikan kadar air sampai sekitar 42 % cen-
derung diikuti dengan kenaikan momen puntir dan kenaikan kadar air dari 42 % cenderung diikuti dengan penurunan moment puntir sebagai terlihat pada Gambar 4.6. Tahanan geser merupakan ukuran keruntuhan tanah dengan tegangangeser, yaitutanah runtuh
pada suatu tingkat gaya geser tertentu. 56 52
-
48
-
44
-
40
-
36
-
32 28 24
-
20 0.28
+
+
+
+ + * -HC
+
+
1
I
I
I
I
I
I
I
1
1
0.3
0.32
0.34
0.36
0.38
0.4
0.42
0.44
0.46
0.48
04
KADAR AIR
-
TORSI MAKSIMUM, Nm.
+
JARAK TEMPUH,derajat
Gambar 4.6. Momen puntir bahan pada perubahan kadar air.
67
Pola perubahan tahanan geser tanah bahan percobaan (Gambar 4.6) dengan perubahan kadar air tanah diperkirakan berhubungan dengan perubahan densitas tanah yaitu kenaikan tahanan geser dengan kenaikan kadar air sampai suatutingkat tertentu. Pengelompokan bahan percobaan atas kadar air tanah 30-39 % dan 40-49 % menqhasilkan pola tahanan geser untuk setiap 3 derajat kenaikan putaran alat ukur sebagai pada Gambar 4.7.
.
Tahanan <Jeser (@a) 100
80
-
1
0
I
1
3 6
1
9
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
12 16 18 21 24 27 30 33 38 39 42 45 48 61 64 67 60
-
JARAK TEMPUH (dara1.t)
Kadar air 30-39 %
+ Kadar air
40-49 %
Gambar 4.7. Tahanan geser (stres) pada kelompok kadar air (30-39% dan 40-49%). Gambar 4.7.
memperlihatkan bahwa kenaikan tahanan geser
tanah mengikuti kenaikan kadar air tanah. Tegangan geser maksimum pada kadar air 30-39 % dicapai pada jarak tempuh putaran sekitar 30 derajat sedang pada kadar air 40-49 % dicapai pada 33 derajat jarak tempuh. Keadaan ini meberikan gambaran yang sama dengan kepadatan tanah seperti pada hasil dari proses pemadatantanah (Gambar 4.5).
Kenaikan kadar air tanah menaikkan
68
ikatan partikel tanah sehingga menaikkan tegangan geser dibutuhkan untuk mencapai keruntuhan geser tanah. Tahanan geser yang lebihtinggi akan aenyebabkan kebutuhan tahanan olah yang lebih tinggi. 2.4.
Uji Uniaksial.
2.4.1.
Kohesi Tanah. Pengukuran kohesi tanah dengan ujiuniaksialmenghasilkan
data seperti pada Lampiran 5. Pengelopokan kadar air atas data di Lampiran 5 memperlihatkan bahwa pada selang kadar air 30-39 % rata-rata total kohesi tanah sebesar
33.59 kPa, sedang pada
selang kadar air 40-49 % sebesar 137.24 kPa. Data ini memperlihatkan besarnya peranan kadar air terhadap kohesi tanah. Perubahan kadar air dari kelompok 30-39 % ke 40-49 % menunjukkan kenaikan kohesi tanah sekitar 4 kali. Analisis darikeseluruhan data yang dimiliki yaitu pada kondisi tanah dimampatkan de-
ngan 300 KPa tekanan hidrolik selama 120 detik memperlihatkan pola kenaikan kohesi dengan kenaikan kadar air tanah sebagai terlihat pada Gambar 4.8. Kohesi adalah suatu fungsi gaya tarik dan dorong pada interaksi partikel liat. Air berperanan penting pada penentuan besar komponen penyatu yang dipengaruhi jarak antara partikel dan gaya tarik menarik berkenaan dengan meniski air-udara (Baver
&a.1972).
S o e d a m dkk.(1980) menjelaskan bahwa tanah
pasir kohesinya lemah sedang tanah liat kohesinya kuat. Tanah kering umumnya mempunyai kemantapan yang tinggi. Kadar air dimana kohesi antara butir-butir tanah maksimum, disebut kadar
69
air kritik pembentukan struktur yaitu 60-90 % dari kadar air kapasitas lapang.
Kohesi (kPa) 200 160 -
100 -
so 4:
00.28
I
1
0.3
0.92
I
-
I
1
I
1
I
I
I
0.94 0.36 0.38 0.4 0.42 0.44 0.46 0.48 Kadar air {desirnal)
Data pengukuran
0.6
-+ Data dugaan
*
Gambar 4.8. Grafik kohesi pada selang kadar air tanah bahan percobaan.
Gambar 4.8 melnperlihatkan bahwa kenaikan kadar air tanah diikuti dengan kenaikan kekuatan kohesi tanah. Dilihat dari kenaikan densitas tanah dengan kenaikan kadar air pada Gambar 4.5 maka dapatdinyatakan bahwa kenaikan kohesi juga berkaitan
dengan kenaikan densitas tanah. Baver & &.(1972)
mengemuka-
kan bahwa penggunaan gaya pemampatan pada tanah akan menaikkan kohesi melalui orientasi partikel sehingga menurunkan jarak antara partikel. Chancellor (1971) menjelaskan kohesi sebagai fungsi dari kekuatan regangan dan sudut gesekan dalam (persamaan 2.2), karena itu kohesi akan menaik dengan kenaikan densitas tanah. Baver (1972) juga mengemukakan bahwa dengan
memandang kohesi sebagai ikatan partikel karena gaya tarik menarik antar partikel sebagai ntekanisme kimia fisika maka kohesimenaik dengan penurunan kadar air dikarenakan penurunan ketebalan lapisan air. Dari uraian Baver diatas dapat dikatakan bahwa kenaikan kadar air akan diikuti dengan penurunan kohesi yang berarti keadaan ini berlaku untuk kadar air diatas 46 % untuk kasus pada Gambar 4 -8. Kohesi pada Gambar 4 -8. adalah parameter kekuatan tanah yang didapatkan dari pengujian kompresi (ujiuniaksial) sehingga kurva hubungan kohesi dengan kadar air tanah yang didapatkan, diperkirakan mengikuti sifat konsistensi ta-
nah yaitu kenaikan kadar air diikuti dengan sifat plastis dan sifatmengalirtanah. Soedarmo dan Djojoprawiro (1988), mendifinisikan konsistensi sebagai istillah yang menunjukkan gaya kohesi dan adhesi yang bekerja dalam tanah pada berbagai kandungan air atau istilah untuk melukiskan keadaan fisik tanah pada berbagai kelembaban tanah, terutama yang menyangkut sifat terhadap tekanan mekanis atau perubahan bentuk tanah. Kohesi tanah pada Gambar 4.8. dapat dipandang atas kadar air rendah (30-38 %) tinggi (>46 %).
, Kadar air
sedang (38-46 %) dan kadar air
Pada kadar air rendah, kohesi tanah rendah dan
kenaikan kadar air tanah, diikuti kenaikan kohesi pada kemiringan yang relatif landai. Soedarmo dan Djojoprawiro (1988) mengemukakan bahwa dalam tanah yang kering dan terlepas, udara disekitar butir-butir primer mencegah butir-butir saling berdekatan sehingga tidakterjadi gayatarik menarik antar butir-
71
butir. Dengan membasahi tanah tersebut maka terbentuk lapisan air disekitar butir-butir. Pada selang kadar air 38-46 %, kenaikan kadar air diikuti dengan kenaikan kohesi tanah. Terbentuknya lapisan tipis air diantara partikel tanah mengakibatkanterjadinya orientasibutirantanah sehingga butiran saling berdekatan danterjadigaya tarik menarik yang makin kuat. Kadar air yang tinggi diatas 46 %,
penambahan air memisahkan butiran lebih jauh sehingga
menurunkan gaya tarik menarik antar butiran dan menurunkan kohesi tanah. Untuk keperluan interpolasi kohesi tanah pada pendugaan gaya pengolahan tanah menggunakan persamaan (3.22), maka diduga kurva kecocokan kohesi untuk bahan percobaan dari data pengukuran pada Gambar 4.8 sebagai pada persamaan (4.6).
dimana C, = kohesi tanah, kPa KA = kadar air basis kering, desimal, (0.3-0.5). Dari data pengamatan densitas tanah dan kohesi tanah maka pada percobaan ini adalah tepat mengelompokkan kadar air atas 30-39 % da 40-49 % basis kering. 2.4.2.
Sudut gesekan dalar. Sudut gesekan dalam didapatkan dari pengukuran langsung
sudut keruntuhan tanah pada proses uji uniaksial. Pengukuran dengan cara ini mengalami sedikit kesulitan dalam pengukuran
sudut runtuh tanah karena pengukuran dilakukan secara manual. Data hasil pengukuran di Laatpiran 5, laemperlihatkan kecenderungan penurunan sudut gesek dalam antara tanah dengan tanah gada kenaikan kadar air dari 30 % ke 50 8 . Penyebaran dari data pengukuran diperlihatkan pada Gambar 4.9.
Garnbar 4.9. Hubungan koefisien gesekan dalam dengan kadar air tanah.
Baver et a1.(1972),
menerangkan bahwa kedua komponen ta-
hanan geser persamaan Coulomb (kohesidan gesekan) mengungkapkan suatu kombinasi faktor fisika dan fisika kimia. Faktor fisika terutama mempengaruhi gesekan (tan #). Dua proses terlibat yaitutahanan gelinding dan keterpautan partikel. Penurunan koefisien gesekan dalam dengan kenaikan kadar air sebagai pada Gambar 4.9, dapat dipahami karena penurunan tahanan gelinding dan keterpautan sebagaimana terjadi pada proses pelumasan. Regeressi data pengukultan untuk pendugaantahanan olah,
73
menghasilkan persamaan duga sebagai pada persamaan (4.7).
dimana,
= =
KA =
2.4.3.
koefisien gesekan dalam. sudut gesekan dalam, derajat. kadar air (basis kering), desimal.
Tegangan geser. Tegangan geser yang didapatkan dari data kohesi dan sudut
gesekan dalam hasil uji uniaksial di Lampiran 5 memperlihatkan bahwa kenaikan kadar air tanah pada selang kadar air pengamatan (30-49 8 ) diikuti dengan kenaikan tegangan geser sebagai diperlihatkan pada Gambar 4.10. 1z o o
Ibaanuan a - m - r .
1000
-
000
-
600
-
400
-
a00
-
0
o.ae
%Pa.
- o.s
0.33 0.54 0.3e
-
-
0.38
0.4
K a d a r a i r ( b a m 1 r
-
D a t d uYur
0.41 0.44
0.46 0.4a
0.5
kmring)
I u r v a &aocolan
Gambar 4.10. Tegangan geser pada perubahan kadar air. Gambar 4.10 memperlihatkan bahwa perubahan nilai tegangan geser ditentukan olah tingkat kadar air tanah. Berdasarkan perubahan kohesi pada Gambar 4.8 dan perubahan koef isien gesekan
74
tanah pada GaBEbar 4.9, dapat dinyatakan bahwa nilai tegangan geser pada Gambar 4.10, terutama ditentukan oleh nilai kohesi. Berdasarkan dugaan penyebaran data pada Gambar 4.10 berbentuk kuadratik, maka dihasilkan persamaan (4.8) sebagai dugaan tegangan geser
.
t, =
5230.266 - 529005.5 K A
+
42289.85 K A 2 (4.8)
R~
= 0.7226
3. ANALISIS SIKLUS TAHANAN OLAH PENGOLAHAN TANAH 3.1.
Tahanan Olah Ukur. Pengukurantahanan olah secaradinamis terhadap waktu ya-
itu sebesar 10 kali penganbilan data per detik, menghasilkan data sebagai terlihat pada Lampiran 9. Data pengamatan di Lampiran 9, memperlihatkan bahwa tahanan olah atau gaya horisontal pengolahan tanah berbentuk siklus terhadap waktu pengamatan. Bentuk ini seperti diperkirakan oleh banyak peneliti berW
kaitan dengan kepatahan atau keruntuhan tanah dan keruntuhan tanah terutama berhubungan dengan kohesi tanah sebagai diperlihatkan pada persamaan Coulomb. Pada Gambar 4.11 dan 4.12 diperlihatkan satu contoh data ukur bentuk siklus tahanan olah kadar air rendah (30-39 %) dm kadar air tinggi (40-49 %). Dengan memandang bahwa siklus tahanan olah pada Gambar 4.11 dan Gambar 4.12 berhubungan dengan sifat keruntuhan tanah yaitu pada kekuatan tanah yang rendah mudah terjadi keruntuhan sehingga menghasilkan amplitude yang besar pada siklus tahanan olah. Tahanan olah pada kadar air rendah seperti pada Gambar
4.11, jauh lebih rendah dari tahanan olah kadar air tinggi sep e r t i pada GaBabar 4.12, berhubungan dengan kekuatan tanah se-
bagai terlihat pada Gambar 4.10.
Gambar 4.11. Contoh siklus tahanan olah kadar air rendah. --
- -
Gambar 4.12. Contoh siklus tahanan olah kadar air tinggi.
76
Rajaram (1990), mengutip Siemens &.g&.,
1965 tentang si-
klus tahanan olah lempeng tegak pengolah tanah, bahwa pada saat atau sebelum permukaan luncur antara bongkah tanah dengan tanah tidak terganggu terlihat, gaya horisontal berada pada nilai maksimum dan sesaat setelah permukaan luncur terlihat, gaya ini dengan cepat turun sampai nilai minimum, kemudian meningkat lagi sampai maksimum. Glancey
&.a.(1989),
pada
percobaan menggunakan alat chisel, mengajukan bahwa chisel yang bergerak dalam tanah menyalurkan gaya pada tanah dan bila gaya ini mencapai suatu ambang meruntuhkan tanah, akan menyebabkan gaya antara chisel dan tanah menurun. Sebagai hasil dari proses siklus ini tahanan olah chisel beragam dengan frekuensi yang sama dengan model keruntuhan tanah. Hasil pengamatan Rajaram dan Gee-Clough (1988)menggunakan pasak (tine) tegak pada tanah liat Bangkok, memperlihatkan bahwa kurva gayajarak atau gaya-waktu, sangat jelas berbentuk siklus untuk kadar air tanah dibawah batas plastis. Pada kadar air diatas batas plastis sifat periodik kurva gaya-jarak kurang jelas terlihat. Dari kasus ini disimpulkan bahwa model keruntuhan tanah berubah dengan perubahan kandungan air. Bila gaya pada puncak-puncak siklus dianggab sebagai tahanan olah maksimum yaitu keadaan dimana seluruh komponen tahanan olah bekerja maka dapat disusun tahanan olah pengolahan tanah berdasarkan rata-rata gaya puncak dengan hasil sebagai diperlihatkan pada Lampiran 10 dan digambarkan dalam bentuk grafik atas kelompok kadar air 30-39 % dan 40-49 % dengan ha-
sebagai pada Gambar 4.13.
0 20
I
I
I
I
25
30
35
40
1
I
I
I
1
20
26
30
35
40
KECEPATAN MAJU, mmldt
I
Gambar 4.13. Tahanan olah ukur pengolahan tanah pada selang kadar air 30-39 % dan 40-49 %. Dari Gambar 4.13 terlihat bahwa terjadi kenaikan tahanan olah yang sangat besar dengan kenaikan kadar air dari 30-39 % ke 40-49 %.
Kenaikan ini diperkirakan karena perubahan yang
besar pada kohesi tanah sebagai terlihat pada Gambar 4.8. atau kekuatan tanah sebagai terlihat pada Gambar 4.10. Melihat besarnya peranan kadar air terhadap tahanan olah pengolahan tanah dan rendahnya perubahan kecepatan kerja digunakan maka diperkirakan k e c e n d e r u ~ a npenurunan tahanan olah pada selang kadar air 30-39 % dan kenaikan pada kadar air 40-49 % di Gambar 4.13, bukanlah dikarenakan perubahan kecepatan kerja pengolahan tetapi dikarenakan perbedaan kadar air dari masing-masing contoh tanah sebagai terlihat pada Gambar 4.14. Dari Gambar 4.14 terlihat bahwa kadar air contoh tanah
78
pada selang kadar air 30-39 % , menurun dengan kenaikan tingkat perlakuan kecepatan sedang pada selang kadar air 40-49 %, kadar air contoh tanah menaik dengan kenaikan tingkat perlakuan. 60
ladar
war.
X
I[adar a u 40-49 \
4e 46
44
4s
Kadar air 30-39 t
40
a m 36 34 -1
a0
SO
-
I 6
SO
Sb
40
10
16
30
3
40
Koce~aRan mayu. mm/dt Dl-.-
-
+
a-
D I I S 6 a-
+
Vt-87.6
o-
-+D b - S O
VI-87.0
0-
--.b
marl0
am
o m
1
Gambar 4.14. Kadar air tanah bahan percobaan. Gambar 4.13, juga memperlihatkan bahwa kenaikan kedalaman olah diikuti dengan kenaikan tahanan olah. Kasus ini dapat dijelaskan dengan persamaan berikut:
dimana,
Fx = tahanan olah, N. Fspc = tahanan olah spesifik, N cm" w = lebar olah, cm.
D
=
kedalaman olah, cm.
Dari persamaan diatas terlihat bahwa untuk menduga tahanan olah suatu lahan diperlukan data tahanan olah spesifik da-
79
ri tanah difahan tersebut. Dari data tahanan olah di lampiran 10. dapat disusun tahanan olah spesifik ukur bahan percobaan
(latosol darmaga), dengan hasil sebagai diperlihatkan pada Galnbar 4.15. Dari Gambar 4.15 terlihat bahwa seperti halnya pada tahanan olah pengulahan tanah (Gambar 4.13), tahanan olah spesifik cenderung menurun dengan naiknya kecepatan olah pada kelompok kadar air 30-39%, sedang pada kelompok kadar air 40-49 % cenderung meningkat. Seperti halnya dengan tahanan olah pada Gambar 4.13, penurunan atau kenaikan tahanan olah spesifik ini bukanlah dikarenakan perubahan kecepatan kerja tetapi karena perubahan kadar air contoh tanah (Gambar 4.14). 4
Trhmmn olrh m p m m i f i k . kPm
20
26
-
KlD1
30
5
40
20
26
80
36
40
Kmc-prtm mmju. mrnldt +K102
-*
KlDa
K2D1
+K202
+K208
Gambar 4.15. Tahanan olah spesifik ukur pada selang kadar air 30-39 % dan 40-49 2 .
Tahanan olah spesifik (N/cm2) pengolahantanah dapat juga dianggap sebagai ukuran besarnya energi diperlukan untuk meng-
80
olah tanah yaitu melalui pendekatan sebagai berikut:
KAbutuhan energi
=
Curahan draft pada kecepa tan 01 ah Volume tanah d i o f ah persatuan waktu
Berdasarkan pendekatan tahanan olah spesifik dapat disusun besarnya kebutuhan energi pengolahan tanah hasil pengukuran pada selang operasi percobaan pengolahan tanah sebagai pada
Tabel 4.2. Kebutuhan energi pengolahan tanah (kJ/m3). I
I
1
1
Kadar air bahan, %
I
Kedalaman olah, cm
Tahanan olah ukur pada Gambar 4.13 dan tahanan olah spesifik pada Tabel 4.2, memperlihatkan suatu nilai yang menyimpang yaitu nilai pada kedalaman olah 17.5 cm lebih rendah dari nilai pada kedalaman olah 15 cm. Dilihat dari beban kerja maka kenaikan kedalaman olah harus diikuti dengan kenaikan tahanan olah. Penyimpangan ini kembali diduga dikarenakan perbedaan kadar air bahan seperti dapat dilihat pada Gambar 4.14 yaitu
I
81
kadar air bahan yang lebih rendah pada kedalaman olah 17.5 cm. Dari Tabel 4.2 terlihat bahwa perubahan kadar air dari selang 30-39 % ke 40-49 % menaikkan tahanan olah spesifik lebih dari 4 kali. Bila pola perubahan tahanan olah pada Gambar 4.13 dianggab mengikuti pola kekuatan tanah seperti pada Gambar 4.10, maka dapat dikatakan bahwa perubahan kadar air pada selang 3039 % tidak banyak mempengaruhi tahanan olah. Pada selang kadar air 40-49 % , perubahan kadar air yang kecil dikuti dengan perubahan tahanan olah yang cukup h s a r . Ayers (1987) melaporkan hasil unjuk kerja uji geser torsi pada Ruston pasir berlempung bahwa kohesi tanah dan sudut gesekan meningkat dengan kenaikan densitas tanah. Pada densitas tanah tetap kekuatan tanah meningkat dengan kenaikan kadar air sampai datar atau menurun pada kadar air yang lebih tinggi. Kurva tahanan olah-waktu atau dapat juga dinyatakan dalam tahanan olah-jaraktempuh dengan mengalikan kecepatan olah pada Lampiran 9, menunjukkan bentuk siklus dengan nilai tahanan olah maksimum dan minimum sebagai diperlihatkan pada Tabel di Lampiran 15. Data di Lampiran 15 memperlihatkan bahwa koefisien keragaman rata-rata tahanan olah selang kadar air 30-39 % lebih tinggi daripada selang kadar air bahan 40-49 %. Pada selang kadar air 30-39 % koefisien keragaman (CV) tahanan olah beragam dari 29.30-50.19
% sedang pada selang kadar air 40-49
% beragam dari 5.63-34.19 %. Upadhyana et.al. (1987), melapor-
kan hasil studi berbagai publikasi tahanan olah bahwa keragaman tahanan olah pengolahan tanah yaitu berada pada 5-50 % dari
tahanan olah rata-rata. Siklus tahanan olah berhubungan dengan keruntuhan tanah dan pola keruntuhan tanah ditentukan oleh kadar air tanah sehingga ragam tahanan olah ditentukan oleh kadar air tanah sebagai pada data di Lampiran 15 dan Tabel 4.3. Tabel 4.3. Koefisien keragaman tahanan olah ukur terhadap rata-rata tahanan olah, %. 1
t
Kecepatan olah, mm/dt
4
1
Kedalaman olah, cm 15
I
17.5
I
20
I
Jumlah
20
20.29
22.63
19.77
63.09
25
24.59
26.27
15.95
66.81
30
13.49
34.19
10.72
58.40
35
5.63
9.61
8.12
28.36
40
6.26
5.99
5.75
18.00
70.66
98.69
60.31
229.66
Jumlah
Tabulasi data ragam tahanan olah rata-rata pada Tabel 4.3 belum dapat menunjukkan pengaruh dari tingkat kedalaman olah
83
ragam tahanan olah dengan kenaikan kedalaman olah pada selang kadar air bahan 30-39 %. Penurunan ragam tahanan olah dengan kenaikan kecepatan olah pada selang kadar air bahan 40-49 % diduga bukan karena kenaikan kecepatan olah tapi karena perubahan kadar air bahan yaitu mengikuti pola kadar air bahan pada Gambar 4.14. Keragaman nilai tahanan olah dari kurva tahanan olah-waktu yang berbentuk siklus berhubungan dengan terjadinya keruntuhan tanah sehingga perbedaan keragaman tahanan olah pengolahan tanah dapat dikatakan disebabkan oleh perbedaan jenis keruntuhan tanah. Hettiaratchi dan OrCallaghan (1980) mengemukakan bahwa ada empat bentuk dasar keruntuhan tanah yang umum dikenal yaitu aliran plastik (plastic flow), keruntuhan geser (shear failure), pemecahan (fragmentation), dan retak sejajar (fracture). Pada kasus Tabel 4.3 diperkirakan jenis keruntuhan tanah pada selang kadar air 30-39 % adalah retak se jajar atau keruntuhan geser sedang pada selang kadar air 40-49 % adalah keruntuhan geser atau aliran plastik. Bak uji pengolahan tanah akan sangat bermanfaat untuk menetapkan sifat mekanika keruntuhan tanah atau tipe keruntuhan berdasarkan keragaman data tahanan olah pengolahan tanah. Ragam tahanan olah yang besar sebagai pada kasus kadar air 30-39 % umumnya terjadi pada pengolahan tanah kering yang berarti pada pengolahan tanah secara mekanis di lahan kering sistem penggandengan alat pengolahan tanah mengalami suatu siklus beban dengan amplitudo yang besar, Data
ini mungkin bermanfaat pada rancangan alat pengolahan tanah bergetar 3.2. 3.2.1.
.
Keruntuhan Tanah. Intesitas keruntuhan tanah. Keruntuhan tanah adalah suatu proses yang terjadi pada
operasi pengolahan tanah yaitu aksi dari gaya yang diberikan alat pengolah tanah, pada suatu tingkat tertentu mengakibatkan keruntuhantanah (patahan). Hasil pengamatan percobaan memperlihatkan bentuk patahan tanah sebagai pada Gambar 4.16. Patahan ini menghasilkan bongkahan tanah berbentuk ketupat, tetapi secara keseluruhan dalam satu lempeng pengolah tanah bongkahan tanah diatas lempeng berbentuk trapesium sesuai dengan bentuk
-
dugaan pada pendekatan teoritis. v
Pengolah Tanah
Gambar 4.16. Bentuk patahan tanah pada proses pengolahan tanah dengan lempeng datar. Dari Gambar 4.16 terlihat bahwa tebal patahan tanah kearah kemiringan lempeng pengolah tanah sebesar pltp2,p3,., cm,
85
dan proyeksi kebidang datar menjadi Px. Bila rata-rata tebal patahan tanah adalah Tp maka intensitas kejadian patahan tanah ( I p ) pada kecepatan maju (V) dan sudut potong (a), dihitung
dengan persamaan (4.9) berikut.
m= PX
dimana ,
Pt Ip a
= = =
2 (pi)
i=l
=
,
zp cosa
tebal patahan tanah, cm intensitas patahan, detik/patahan sudut kerja alat, derajat.
Pada Tabel 4.4 diperlihatkan hasil pengukuran tebal ratarata patahan tanah diatas lempeng pengolah tanah yang diamati pada akhir proses pengolahan tanah. Pengamatan pada akhir proses dikarenakan kegagalan pada pengamatan selama proses pengolahantanah herlangsung yaitu menggunakan kamera. Dengan pengalaatan pada akhir proses maka kemungkinan lebar ukur potongan tanah lebih kecildari yang sebenarnya terjadi antara patahan. Disamping itu patahan jang terlihat mungkin terjadi pada proses aliran diatas lempeng pengolah tanah. ~ a r iTabel 4.4 terlihat bahwa kenaikan Kenaikan kadar air dari 30-39 % ke 40-49 % diikuti dengan kenaikan ketebalan patahan tanah. Kenaikan kedalaman olah pada kedua selang kadar air dan kenaikan kecepatan pengolahan (kadar air 40-49 % ) cenderung diikuti dengan kenaikan ketebalan patahan tanah.
Tabel 4.4. Rata-rata lebar patahan tanah (Tp) pada arah sejajar sudut kerja lempeng pengolah tanah, cm. 4
1
I
Kecepatan kerja,
I
15
mra/dt
Redalaman olah, cm 17.5
I
Jumlah
20
Kadar air, 30-39 % F
I
f
5.3
6.6
15.9
4.0
4.0
4.3
12.3
30
4.0
5.0
5.0
14.0
35
4.0
5.0
5.0
14.0
40
4.0
5.0
5.0
14.0
24.3
25.9
70.2
4.0
20 25
I
Jumlah
I
20.0
I
Kadar air, 40-49 % 7
20
5.6
5.3
5.8
25
6.1
5.7
5.5
30
5.6
5.4
5.7
16.7
6.0
6.2
6.5
18.7
5.7
7.5
8.8
22.0
30.1
32.3
91.4
1
35
40
Jumlah
29.0
I
I
16.7 17.3
Menggunakan persamaan (4.9) dan hasil pengukuran tebal patahan tanah dihasilkan rata-rata intensitas patahan tanah sebagai terlihat pada Tabel 4.5. Dari Tabel
4.5
terlihat bahwa pada kadar air tinggi wak-
tu dibutuhkan untuk setiap patahan lebih tinggi dan kenaikan kecepatan cenderung meningkatkan intensitas patahan yaitu menurunkan waktu dibutuhkan untuk setiap patahan. Demikian juga dengan kenaikan kedalaman olah akan menurunkan intensitas patahan atau menaikkan waktu dibutuhkan untuk setiap patahan. Pada intensitas patahan yang tinggi berarti dihasilkan patah tanah yang lebih tipis atau waktu antara patahan lebih kecil.
Tabel 4.5. Intensitas patahan tanah pada proses pengolahan tanah (detik/patahan). i
,
I
Kedalaman olah, cm 15
1
1
17.5
1
20
Jumlah
1
Kadar air tanah, 30-39 % 1.73
2.29
2.86
6.88
25
1.38
1.38
1.49
4.25
30
1.15
1.44
1.44
4.03
35
0.99
1.24
1.24
3.47
40
0.87
1.08
1.08
3.03
8.10
21.66
20
,
1
I
Kecepatan kerja, mmldt
Jumlah
6.12
I
7.43
1
a
Kadar air tanah, 40-49 % 20
2.45
3.05
3.25
8.75
25
1.50
1.94
2.20
5.64
30
1.12
1.84
2.28
5.24
35
0.81
1.43
2 -05
4.29 3.17
?
40
Jumlah
1.05
1.00
1.12
6.93
9.26
10.90
27-09
~nalisispatahan tanah pada Tabel 4.4 atau Tabel 4.5 adalah analisis yang dilakukan atas proses aliran utama (Gambar 2.7)
yaitu hasil dari proses pemasukan (Gambar 2.6). Terjadi-
nya proses patahan tanah adalah pada proses masukan yaitu proses penekanan tanah sampai menghasilkan patahan tanah. Proses ini diperkirakan identik dengan proses yang terjadi dari titik terendah ke titiktertinggi pada siklus hasil pengukuran tahanan olah. Pola kenaikan tahanan olah dari titik terendah ke puncak dibandingkan dengan pola kenaikan tegangan sampai terjadinya
88
keruntuhan pada uji uniaksial memperlihatkan adanya kesamaan sebagai diperlihatkan pada Gambar 4.17 dan Gambar 4.18.
I
1.2
h a a n q a n . ku/cm2
Tahanan olah. k N
Kadar air
-
1
V D
0.6
-
0.2
-
--
39 %
m
2
20 m m f d t i e om
- 0.5 l
0
l
t
l
l
l
l
l
l
13.7
13.3
l
l
l
l
l
14.1
l
I
1
0.17
14.6
0.87
1.67
2.09
2.61
Penurunen tinggi, mm
Waktu. dstlk
Gambar 4.17. Proses keruntuhan tanah pada siklus tahanan olah ukur dan uji uniaksial, kadar air 39 %. J 9.6
3
- -
Tabanan olah. k N v 20 mm/dt D 1s cm
mgangan. -/ern2 8 KADAR AIR 42.7 Y
-
R g a n g a n uJl unlakolal
,
,
1
1
S.9
1
,
,
1
1
4.3
1
1
1
4.6
Waktu. detik
1
1
4.9
1
1
1
6.2
1
,
1
6.6
,
1
1
6.8
1
1
,
1
6.1
,
1
1
6.4
1
1
~
6.7
1
1
7
1
l
1
,
,
,
0.18
,
1
1
1
0.9
1
1
1
1
1
1
-
2
-
1
1
1.62
Penurunan tlnaal.
2.62
mm
+
Gambar 4.18.
Proses keruntuhan tanah pada siklus tahanan olah ukur dan u ji uniaksial ,kadar air 42.7 %.
89
Gambar 4.17 dan Gambar 4.18 menunjukkan bahwa proses kenaikan tahanan olah dengan waktu sampai ke puncak tahanan olah adalah untuk perubahan ukuran blok tanah sampai terjadinya keruntuhan tanah. Jarak terjadinya puncak-puncak tahanan olah dalam satuan waktu (detik) dinyatakan sebagai interval terjadinya puncak sebagai diperlihatkan pada Gambar 4.19.
Gambar 4.19. Penghitunganterjadinya interval puncaktahanan olah ukur, detik.
Penghitungan waktu interval terjadinya puncak-puncak tahanan olah di Lampiran 13, memperlihatkan bahwa untuk jarak tempuh yang sama, jumlah terjadinya puncak-puncak pada kelompok kadar air 30-39 % lebih banyak dari pada kelompok kadar air 40-49 %.
Untuk jarak tempuh lempeng pengolah tanah yang
sama (34.64 cm) , jumlah puncak ke puncak tahanan olah pada kadar air 30-39 % beragam dari 5 s/d 12 kejadian, sedang pada kadar air 40-49 % beragam dari 2 s/d 6 kejadian. Pada kadar air tinggi (40-49 % ) tanah bahan percobaan berada pada daerah
90
plastis sehingga sukar mengalami keruntuhan. Dari kejadian jumlah puncak ke puncak makin jelas terlihat bahwa proses keruntuhan jenis pecah umumnya terjadi pada kadar air 30-39 %.Persalnaan duga tahanan olah yang diuji pada percobaan ini didasarkan pada pendekatan keruntuhan geser sehingga sesuai untuk kadar air 30-39 %. Menurut Gill dan Vanden E3erg (1968) ada empat tipe keruntuhan dalam tingkah laku tegangan-regangan yaitu geser, tekanan, regangan, dan aliran plastis. Stafford (1981), menggolongkan keruntuhan tanah karena lempeng datar atas satu atau dua dari model rapuh atau mengalir. Dari kasus percobaan ini dapat dikatakan bahwa pada kadar air 30-39 % pengolahan tanah jenis bahan percobaan termasuk tipe geser yang rapuh. Sedang pada kadar air tanah 40-49 % termasuk tipe tekan yang mengalir dengan pembentukan retak
terbuka (Gambar 2.6). Hasil penghitungan intensitas terjadinya puncak-puncak tahanan olah (Lampiran 13) dan patahan tanah (Tabel 4.5), memperlihatkan pola perubahan intensitas kedjadian puncak tahanan olah dan patahan tanah seperti pada Gambar 4.20 dan 4.21. Gambar 4.20 dan 4.21 memperlihatkan adanya kesamaan kecendrungan pola intensitas kejadian puncaktahanan olah dengan patahan tanah baik pada tingkat kedalaman olah maupun pada ke.lompok kadar air tanah. Waktu terjadinya puncak tahanan olah lebih besar dari waktu terjadinya patahan tanah atau frequensi terjadinya patahan lebih besar dibandingkan frequensi terjadinya puncak tahanan olah. Perbedaan ini makin besar pada kelom-
pok kadar air tinggi. Besarnya perbedaan intensitas puncak ta-
hanan olah dengan patahan tanah diperlihatkan dengan koefisien korelasi sebagai pada Tabel 4.6.
-
I n t m r v u l bjadian. dt D l M om S
02
-
-
17.6 om
DS
-
20 am
Punork trhanan o l a /
Punmrk trhrmm olrh
1.5 2
-
1 0.5
Pmtrhrn t r n r h
0 10
I
1
I
I
1
I
1
I
1
15
30
35
40
20
25
30
35
40
I
I
1
1
I
20
35
30
35
40
Kecepatan kerja, mm/dt
Gambar 4.20.
-
Intensitas kejadian puncak tahanan olah dan patahan tanah pada kadar air 30-39%.
I n r m v u l wadian. dt D4
4 6 om
DP
-
D3
17.S am
-
20 am
Perk 3
-
2
-
-ahan
0 20
tom-h
I
I
1
1
25
30
35
40
20
I
I
I
I
26
30
35
10
1
1
20
1
25
30
39
40
Kecepaian kerja, mm/dt *
Gambar 4.21. Intesitas kejadian puncak tahanan olah dan patahan tanah pada kadar air 40-49%.
Tabel
Koefisien regresi interval kejadian puncak tahanan olah (Id=detik) terhadap kejadian patahan tanah (Ipdetik). 1 I Persamaan Regressi Kedalaman R2 olah (cm) Kadar air tanah 30-39 %
I
I
4.6.
1
I
1
Kadar air tanah
40-49
% I
1
Alat pengolahantanahmengalami beban pengolahan maksimum dan minimum pada suatu interval atau frekuensi dan amplitudo tertentu. Alat pengolah tanah bergetar adalah salah satu arah pengembangan alat pengolahtanah yang membutuhkan tahanan olah lebih rendah. Tersedianya data frekuensi siklus tahanan olah suatu jenis tanah akan membantu dalam pengembangan alat pengolah tanah bergetar. Kitani et-al., 1985 didalam Upadhyana &.
( 1987) mengungkapkan
&.
bahwa pada frekuensi getaran alat pe-
ngolah tanah getar dua kali frekuensi patah akan dapat menurunkan tahanan olah sebesar 20-25 %.
3.2.2.
Arah patahan tanah. Pada Tabel
4.7
diperlihatkan hasil pengukuran sudut patah
tanah terhadap bidang horizontal (pengukuran langsung di akhir proses pengolahan tanah) dan arah pergerakan pin (derajat sudut kearah bidang horijontal) selama proses pengolahan tanah.
1
i
Tabel 4.7. Hasil pengukuran rata-rata sudut patahan tanah dan arah pergerakan pin. I I Kedalaman olah, cm Wepatan kerja, 15 17.5 20 15 17.5 mm/dt 20
1
1
KA = 30-39%.
Sudut patah (A)
I
Sudut pergerakan pin
I
I
lur = 40-49 %
Sudut patah (B)
I
Sudut pergerakan pin
I
Data pada Tadel 4.7 memperlihatkan bahwa baik pada pengukuran sudut patah maupun arah pergerakn pin, kenaikan kadar air dari 30-39 % ke 40-49 % menurunkan sudut patah. Penurunan sudut patah atau penurunan sudut A berasti akan menaikkan luas permukaan patah sehingga menaikkan beban untuk mengatasi tahanan geser. Bila sudut patah makin kecil berarti akan menaikkan volume tanah diatas lempeng pengolah tanah berarti menaikkan beban pengolahan tanah. Penurunan sudut patah pada kadar air yang lebih tinggi diduga berkaitan dengan kekuatan tanah. Pada kadar air dimana ikatan antara partikel tanah kuat atau tahanan runtuhya lebih tinggi maka untuk mencapai keruntuhan dibutuhkan waktu yang lebih lama sehingga mengalami proses pemadatan sebelum tanah runtuh pada sudut patah yang lebih kecil.
Data Tabel
juga memperlihatkan bahwa arah pergerakan
4.7
pin lebih besar dari sudut patah. Keadaan ini diduga memperlilihatkan terjadinya suatu proses penekanan blok tanah sepanjang permukaan lempeng pengolah tanah dan pergerakan bagian atas
menjauhi bidang patah sehingga sudut arah pergerakan blok tanah menjadi lebih besar dari sudut patah tanah. --
eo
o
7s
-
45
-
40
-
35
-
70 65
-
I
0
5 .
#
00
55 50
30
A
r ou-n
4
L 2%
A
3b
4
c~
~ 2 3
2b
1
30
3'5
4IO
L I
~ ~ ' 32 3 0
2b
3b
3% 4
Kecrpatan/ un I t p r r c o b a a n
a
Gambar
I
Gambar
4.22.
patak
+
=udut p 1 n
0
UJ I
untnkmral
Sudut patah 'soil bin, sudut pergerakan pin dan sudut patah uji uniaksial (KA = 30-39 % ) <
0
4.23.
Sudut
SUCIUZ
oatan
+
ewut ~
l
n0
uJ 1 unravelal
Sudut patah soil bin, sudut pergerakan pin dan sudut patah ujiuniaksial(KA = 40-49 % ) .
I
Sudut patahan tanah pada proses uji uniaksial ternyata jauh lebih besar daripada hasil pengukuran sudut patah tanah pada pengolahan tanah sebagai dapat dilihat pada Gambar 4.22 dan Gambar
Dari data ini terlihat kelemahan dari pengu-
4.23.
kuran sudut patahan tanah diakhir proses pengolahan tanah. Gambar
4.22,
kadar air bahan
secara umum menunjukkan bahwa pada selang
30-39
% terdapat suatu arah kecenderungan yang
sama antara sudut patah dan pergerakan pin di soil bin dengan sudut patah pada uji uniaksial. Pada selang kadar air bahan % tidak terlihat adanya suatu pola hubungan yang jelas.
40-49
Keadaan ini menunjukkan kekompleksan dari sifat mekanik tanah *
seperti tingkah laku dari tanah bila dibebani suatu gaya tertentu. 3.2.3.
Arah patahan tanah terhadap arah gaya resultan (R). Arah gaya resultan (R) dari alat pengolah tanah yang di-
maksud adalah arah sudut ( y ) sebagai pada Gambar
4.24.
Lempeng pengolah tanah
Permukaan tanah
\ Bidang patahan tanah
amb bar
4.24.
Arah gaya resultan ( y ) .
Hasil perhitungan gaya resultan ( y ) di Lampiran 10 memperlihatkan perubahan arah gaya pada perubahan kadar air dan kedalaman olah sebagai pada Tabel 4.8. Tabel 4.8. Arah gaya resultan ( y ) terhadap bidang datar Kecepatan maju, mm/dt an olah 35 20 25 30 40 cm Kadar air, 30-39 %
( O ) .
I
I
I
I
15
39.1
39.1
40.1
39.0
36.8
17.5
40.5
41.2
41.9
39.8
42.6
20
43.5
40.5
40.7
41.7
38.9
4
Kadar I I
-
air, 40-49 %
-
-
Dari Tabel 4.8. jelas terlihat bahwa pada perubahan kadar air dari 30-39 % ke 40-49 % terjadi penurunan arah sudut gaya resultan (R). Penurunan sudut resultan berarti nisbah gaya vertikal (Fz) terhadap gaya horisontal (Fx) makin besar. Data nisbah Fz dengan Fx di Lampiran 15, memperlihatkan nisbah yang lebih kecil pada selang kadar air 40-49 %. Hal ini berarti pada kadar air yang lebih tinggi kenaikan beban vertikal lebih kecil dari kenaikan beban horisontal. Pada kadar air rendah (30-39 % ) arah sudut resultan lebih besar dari arah sudut patahan tanah sedang pada kadar air lebih tinggi (40-49 % ) sudut patahan tanah lebih besar dari arah sudut gaya resultan sebagai terlihat pada amb bar 4.25 dan Gambar 4.26. Dari Gambar 4.25 dan 4.26 terlihat bahwa pada per-
ubahan kadar air, perubahan yang terbesar terjadi adalah pada sudut arah resultan gaya pengolahan tanah.
-
suaut. derajat
-
32.5
15 om
Dl
30
30
D2
I
I
I
I
25
30
55
40
1
I
I
20
25
-
B 17.5 cm
DS
I
I
1
SO
35
40
1
I
1
20
25
-
20 em
I
I
30
35
4C
Kecepatan Irerla, mm/dt I
1
Gambar 4.25. Arah gaya resultan (y) dan sudut patahan tatanah ( 8 ) terhadap bidang datar pada kadar air 30-39 %.
60
~ u d u t deraJcrt .
45
-
4 0
-
36
-
30-
, 25 20
01
15'
20
-
16
am
I
I
25
30
I
I
35 40
r
D2
20
25
-
17.6 ern
30
35
D3
40
20
25
-
30
20 cm
35
40
Kecepatan kerja. mm/dt
Gambar 4.26. Arah gaya resultan (y) dan sudut patahan tanah (A) terhadap bidang datar pada kadar air 40-49 %.
Arah pergerakan Pin dan gaya resultan ( y ) .
3.2.4.
Pada Gambar
4.22
dan
terlihat bahwa sudut arah per-
4.23,
gerakan pin berada di atas sudut patahan tanah sehingga dapat diterima bahwa arah gaya resultan (R) berada dibawah arah sudut pergerakan pin. Pola perubahan dari arah pergerakan pin
dan arah gaya resultan diperlihatkan pada Gambar bar
4.27
dan Gam-
4.28.
60 57.6 66
Dercclat
-
so 47.5 46
-
37.6
-
36
-
30
'
-
42.6
32.5
,
-
4 Dl
-
L- / ~
\ 15 e m
D2 I
I
35
40
I
I
1
20
25
x-<
17.6 om
I
I
I
SO
95
40
08 I
I
t
20
25
-
PO c m 1
I
SO
S5
~
20
25
30
40
Kecepatern Lsrla, mm/dt
Gambar
4.27.
Arah pergerakan pin dan gaya resultan (R) pada kadar air 30-39 %.
4.28.
Arah pergerakan pin dan gaya resultan (R) pada kadar air 40-49 %.
I
Gambar
Memperhatikan Gambar
4.27
dan 4.28, secara keseluruhan
terlihat bahwa ada kecendrungan penurunan sudut arah pin dan kenaikan sudut arah gaya resultan dengan kenaikan kedalaman olah pada selang kadar air 30-39 %.
Pada kadar air
40-49
%
terjadi keadaan sebaliknya. Sudut pergerakan pin adalah ukuran derajatdari arah pergerakan pin selama proses pengolahan berlangsung. Dengan ukuran pin yang digunakan terlihat bahwa pin baru berpindah arah mengikuti perpindahan tanah. Dilihat dari sifat tingkah laku mekanika tanah seharusnya kedalaman olah tidak mempengaruhi arah pergerakan pin. Kasus pada Gambar
4.26
diperkirakan karena pergerakan dari blok tanah diatas permukaan lempeng jadi bukan dikarenakan mengikuti bidang keruntuhan tanah. 4. TEKANAN PADA LEMPENG PENGOLAH TANAH
4.1. Hasil Pengukuran.
Tekanan pada lempeng pengolah tanah yang diamati pada
4
titik pada saat proses pengolahan tanah berlangsung memperlihatkan data yang berfluktuasi dengan waktu pengamatan seperti terlihat pada gambar di Lampiran 6. Secara umum dari gambar di Lampiran
6
memperlihatkan bahwa daerah paling atas lempeng pe-
ngolah tanah atau yang makin ke permukaan tanah mengalami tekanan yang makin rendah dengan pola sebagai digambarkan pada Gambar
4.29.
Pengelompokan data pengamatan tekanan pada permukaan lempeng pengolah tanah atas selang kadar air 30-39 % dan
40-49
%
100
memperlihatkan bahwa terdapat kecenderungan penurunan tekanan dengan kenaikan kecepatan maju dan kenaikan tekanan dengan kenaikan kedalaman olah seperti terlihat pada Gambar Gambar
4.31.
4.30
dan
Seperti halnya dengan data pada tahanan olah lem-
peng pengolah tanah mengalami tekanan yang lebih tinggi pada
selang kadar air besar
40-49
8 karena beban pengolahan yang lebih
.
LEMPENG DATAR PENGOLAH TANAH
CN1
Sudut potong
Gambar
4.29.
Transduser ortogonal
Pola tekanan pada lempeng pengolah tanah.
Lempeng pengolah tanah pada Gambar ng
40
4.29,
berukuran panja-
cm dari ujung bawah sampai ujung atas. Jarak antara sen-
sor sebesar
4
cm. Menggunakan permukaan lempeng pengolahtanah
sebagai bidang sumbu datar maka Gambar tampilkan sebagai pada Gambar
4.32
4.30
dan
dan Gambar
4.31
dapat di-
4.33.
Tekanan pada lempeng pengolah tanah pada Gambar 4.33
4.32
dan
memperlihatkan bahwa bagian ujung bawah lempeng pengolah
tanah mengalami beban yang paling besar.
0 1 = 1 5 cm, D2=17 5 cm,
D3=20
cm
280
-
260
.-
240
100
-
eo
-
60
-
220 '
200 1430 160 140 120
01
20
25
30
35
40
02
20
25
30
35
40
03
20
25
30
35
40
KECEPATAN MAJ U, m/dt
O
+
LN1
LN2
0
A
LN3
LN4
Gambar 4.30. Tekanan pada lempeng pengolah tanah, kadar air 30-39 %. r
Dl-15
crn,
D2-17.5
D3- 20 cm
cm,
600
500
-
400
+
300
0
200
-
100
A
0
I
01
I
20
I
1
1
1
1
1
I
l
l
I
1
1
1
1
1
1
25
30
35
40
02
20
25
30
35
40
03
20
25
30
35
40
KECEPATAN M A J U m / d t
0
LN1
+
LN2
.
O
LN3
A
LN4
Gambar 4.31. Tekanan pada lempeng pengolah tanah, kadar air 40-49 %.
01=15 c m ,
0 3 ~ 2 0cm
0 2 ~ 1 75 cm,
280
2 60 240 2 20
200 180
2 Y
160
u
1
140 120
,oo 80 60
40 20 0
Dl
2
10
6
2
D2
14
10
6
14
03
2
6
10
14
JARAK OAR1 U J U f f i BAWAH LEMPEMi. c m 0
v1
+
V2
0
v3
A
v4
X
vs
Gambar 4.32. Penyebaran tekanan pada lempeng pengolah tanah, kadar air 30-39 %. 01=15
cm,
03= 20 c m
02=17.5 cm,
600
500
-
400
-
300
-
200
-
I00
-
2
LI Y
f:: +
0
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
Dl
2
6
10
14
D2
2
6
10
14
I
I
I
I
I
1
03
2
6
10
14
JARAK M R I UJUffi BAWAH LEMPENG. c m
v1
Gambar 4.33.
+
v2
0
v3
A
v4
x
v5
Penyebaran tekanan pada lempeng pengolah tanah, kadar air 40-49 %.
Data pengukuran pada Lampiran 6 memperlihatkan bahwa sensor yang berada paling bawah lempeng pengolah tanah menunjukkan fluktuasi tekanan yang paling besar dibandingkan dengan sensor yang diatasnya. Kejadian ini dapat dimengerti seperti halnya fluktuasi pada tahanan olah yang terjadi karena proses keruntuhan tanah yang dapat diterangkan sebagai pada Gambar 4.34.
Lempeng pengolah
Gambar
4.34.
Beban utama pada ujung bawah lempeng pengolah tanah.
Dari Gambar
4.34
terlihat bahwa bagian bawah lempeng ada-
lah bagian yang menyalurkan tekanan utama di dalam tanah pada untuk berlangsungnya keruntuhan atau pergerakan potongan tanah. Bagian atas tidak mengalami beban yang besar karena hanya berupa gaya gesek karena pergerakan dan tanah atas bertumpu pada tanah yang dibawahnya. Pada kasus di bak uji pengolahan tanah ini, batang penyangga lempeng (Gambar 3.9) ikut mendo-
104
rong tanah diatas lempeng sehingga mengurangi beban yang dialami bagian atas lempeng. Bagian lempeng yang mengalami beban yang lebih besar akan mengalami keausan yang lebih cepat. 4.2.
Konsentrasi Beban Pada Lempeng Pengolah Tanah. Dari penyebaran tekanan pada Gambar 4.32 dan 4-33 dapat
diduga bahwa pola penyebaran tekanan pada lempeng berbentuk lengkung dengan tekanan tertinggi pada u jung bawah lempeng dan menurun sampai no1 diujung lempeng sebelah atas. Bila dianggap lempeng pengolah tanah sebagai sumbu datar dan tekanan sebagai
sumbu tegak maka pola penyebaran tekanan pada lempeng pengolah tanah dapat dinyatakan dengan persamaan exponensial sebagai diperlihatkan pada Gambar 4-35.
Gambar 4.35. Pola penyebaran tekanan secara eksponensial pada lempeng pengolah tanah.
Beban total ditumpu lempeng pengolah tanah dapat dihitung dengan persamaan 4.9. Menggunakan persamaan 4.9 dan koefisien
regressi data pngukuran di Lampiran 8, dihasilkan konsentrasi beban pada permukaan lempeng pengolah tanah sebagai tertera pada Tabel 4.9. Data pada Tabel 4.9 juga memperlihatkan kecenderungan penurunan tekanan dengan kenaikan kecepatan olah pada kadar air tanah 30-39 %.
dimana , F, = beban normal pada lempeng pengolah tanah, N. b = lebar alat pengolah tanah, cm.
Tabel 4.9. Beban pada lempeng pengolah tanah (Fn), Newton. Kedalaman olah cm
Kecepatan maju, mm/dt
20
25
30
35
40
Kadar air, 30-39 % 15 17.5 20
,
1327.231
1280.765
1457.822
1046,335
504.079
2297.698
2376.371
1370.215
883.855
1032.227
4389.269
2132.603
3218.563
2299.084
1327,448
Kadar air, 40-49%
Perhitungan pusat beban dari resultan gaya horisontal Fx dan gaya vertikal Fz pada lempeng pengolah tanah dengan menggunakan persamaan (3.15), menghasilkan data sebagai pada Tabel
Dari data pada Tabel 4.10 terlihat bahwa hampir semua
4.10.
pusat resultan berada diatas 20 cm dari ujung bawah lempeng pengolah tanah atau berada diantara titik A dan C pada Gambar 4.36. t
I
Fx = gaya horizontal (draft)
Fz gaya vertikal R = resultan Fx, Fz. AC = lempew pengolah tanah
E transduser ortogonal pusat beban
I
IGambar
I
0
4.36. Lokasi pusat gaya resultan (AI).
Tabel 4.10. Pusat resultan (Fz/Fx) pada lempeng pengolah tanah,(AI), cm. r
1
I
Kedalaman olah
Kecepatan maju, mm/dt 20
but
I
25
1
30
I
35
I
40
Kadar air, 30-39 % 15
28.5
27.9
29.1
28.6
27.2
17.5
29.5
29.3
30.2
28.7
31.1
31.4
29.1
29.6
29.6
28.3
- 20 -
Kadar air, 40-49% 1
15
27.1
27.2
28.1
10.1
17.5
17.5
27.8
31.2
32.8
10.5
14.2
20
28.0
28.1
30.4
14.0
13.6
-
At 50
-
cm
A r a h gaya resaltan R, d s r a a t
50
4 0 ,F
A
I
20
-
10
-
Jarrk (Al)
Dl 0
20
-
I(a&
15 c m
02
1
I
I
I
25
30
35
40
I
-
air 30-39 rC 17.5 em
03
1
4
I
I
I
20
25
30
35
40
I
-
20 cm
I
I
1
20
25
30
35
40
rscevatan kerla. mm/Ut b
- . gaya Perubahan arah (y ) dan lokasi pusat (AI) resultan (R) pada kadar air 30-39 %
Gambar 4 37
I
50
A r a h gaya resaltan R. derccfut
cm
A1
50
- 40
10
Dl
0 10
1
15
-
-
Kadar air 40-49 D2
16 cm I
I
I
30
35
40
I
I
I
20
25
-
17.6 cm I
I
30
35
03 t
40
I
I
10
25
-
10
20 cm
I
1
30
35
0
40
KecePatan kerja. m m / d t
Gambar 4.38. Perubahan arah (y) dan lokasi pusat (AI) gaya resultan (R) pada kadar air 40-49 %
~erubahan lokasi pusat gaya resultan (R) pada lempeng pengolah tanah mengikuti perubahan sudut arah gaya resultan
(R) sebagai terlihat pada Gambar 4.37 dan 4.38.
Henggunakan data dari Gambar 4.37 dan 4.38, dapat ditetapkan secara empiris hubungan linear antara lokasi pusat beban dengan arah resultan gaya dengan hasil sebagai pada Tabel
Tabel 4.11. Hubungan linear antara pusat beban dengan arah resultan gaya pada lempeng pengolah tanah. Kedalaman
J
Persamaan empiris
R2
AI(cla)
Kadar air 30-39 % 15 cm
A1 =
6.9945
+
0.5491 y
0.8355
27-29 I
I
Kadar air 40-49 % I
15 cm
A1 = -38.1231
17.5 cm
A1 =
20 cm
A1 = -10.4278
3.3169
+ + +
2.3159 y
0.8440
13-31
0.6843 y
0.3465
17-33
1.2768
0.8564
13-33
Dari Tabel 4.11 terlihat bahwa hampir semua lokasi pusat beban dapat diterangkan dengan sudut arah gaya resultan. Ratarata total arah gaya resultan (nisbah Fz terhadap Fx) dari data pengamatan di
am pi ran 15 memperlihatkan nilai nisbah yang
lebih rendah pada selang kadar air 40-49 % sebagai terlihat pada Tabel 4.12. Nisbah gaya Fz terhadap Fx yang lebih rendah pada kadar air 40-49 % adalah dikarenakan kenaikan yang lebih tinggi dari gaya horizontal Fx pada kadar air tanah 40-49 %. Lokasi pusat beban gaya resultan yang lebih mendekati titik A pada Gambar 4.37 menunjukkan momen puntir yang lebih besar bekerja pada sambungan lempeng pengolah tanah atau transduser. Pengalaman terjadinya kerusakan transduser selama ope-
rasi percobaan diperkirakan karena sistim sambungan tidak mampu mendukung beban momen puntir yang tinggi seperti terlihat pada Lampiran 10 yaitu mencapai 1.33 kNm pada selang kadar air
Tabel 4.12. Rata-rata total nisbah gaya vertikal (Fz) dengan gaya horisontal (Fx) 1
I
I
1 Kedalaman I
Kadar air
30
-
39 %
15
0.970
1.017
0.780
1.023
0.828
17.5
0.963
0.838
0.804
0.858
0.992
20
1.069
1.000
0.750
0.793
0.558
Kadar air
40
I
t
I
Kecepatan, mm/dt
-
.
49 %
15
0.503
0.547
0.579
0.348
0.340
17.5
0.531
0.568
0.552
0.373
0.338
20
0.525
0.571
0.668
0.311
0.368
5. ANALISIS KOMPONEN TAHANAN OLAH 5.1.
Persamaan Duga Tahanan Olah. Tahanan olah (draft) pengolahan tanah atau gaya horison-
tal sejajar arah gerak maju alat pengolah tanah dihitung dengan persamaan (3.28) yaitu:
Fx
=
Wq,
+
KO q ,
Ad , q
+
+
In q i
Data ukur Densitas tanah ( pb) , kohesi tanah (C,) dan sudut gesekan dalam tanah ( @ ) sebagai terlihat pada Gambar 4.5, 4.8, dan 4.9, dinyatakan sebagai fungsi dari kadar air contoh tanah seperti pada persamaan ( 4.4 ) , ( 4.6
)
, dan
(4.7) untuk digunakan
pada tahanan olah hitung persamaan (3.28).
5.2. Verifikasi Tahanan Olah Hitung.
Persamaan duga tahanan olah sebagai pada persamaan 3.28 disusun dengan memperhitungkan terjadinya proses keruntuhan pada proses pengolahan tanah sehingga verifikasi persamaan duga ini dilakukan terhadap nilai-nilai tahanan olah pada puncak-puncak siklus tahanan olah dari Lampiran 9 yang diolah sebagai pada Lampiran 10. Dari hasil perhitungan tahanan olah di Lampiran 11dan hasil pengukuran puncak-pucaktahanan olah dapat disusun suatu perbandingan tahanan olah hitung dengan tahanan olah ukur dalam bentuk grafik. Pada Gambar 4.39 diperlihatkan nilai tahanan olah ukur dan hitung untuk selang kadar air 30-39 % dan pada Gambar 4.40 untuk selang kadar air 40-49 % . Tahanan olah, N
1400 H
1200 -
U
-
< a:
HITUNQ
UKUR
1000 80oc 600 400 200 0
16 cm
01
I
I
I
I
I
20 25 30 35 40
-
D1H
17.6 cm
02
+DZH
I
I
1
I
I
20 25 30 35 40 Kecepatan kerja. mm/dt
+++D3H
-6-
D1U
03
I
I
t
20
I
cm
I
20 25 30 35 40 +D2U
*D3U
Gambar 4.39. Grafik tahanan olah hitung dan ukur pada selang kadar air 30-39 %.
Tahanan olah, kN 8
H U
6.-
-
>
HITUNG
UKUR
,:g~ DlmMCM
4
-
2-
0
20 26 30 35 40
4.40.
Gambar
20 .25 30 35 4 0 Keceoatan kerla, om
+D2H
-01H
Gambar
03
0 2 = 17.6 CM
*D3H
-01U
20
+D2U
2 0 CM
25 30 35 4-0
4D3U
Grafik tahanan olah hitung dan ukur pada selang kadar air 40-49 %.
4.39
dan Gambar
lang kadar air bahan
30-49
4.40
memperlihatkan bahwa pada se-
% terdapat kecenderungan yang sama
antara tahanan olah hitung dengan tahanan olah ukur. Sedang pada selang kadar air
40-49
%,
kecenderungan yang agak mende-
kati hanya terjadi pada kedalaman olah dangkal yaitu Sebagai terlihat pada Gambar
4.11,
4.12,
dan
4.14,
15
cm.
kembali
perbedaan ini diperkirakan karena perbedaan kadar air tanah yang menyebabkan perbedaan dalam sifat mekanis tanah. Regresi linier untuk melihat kesesuaian antara tahanan olah ukur dengan tahanan olah hitung dari grafik di Gambar 4.39 dan 4 . 4 0
Tabel
4.13.
menghasilkan persamaan korelasi sebagai pada
Tabel 4.13. Persamaan verifikasi tahanan olah hitung. Persamaan regressi linear
Kedalaman olah
R2
Kadar air bahan 30-39 %
1
Draft (Fx)
=
0.9241
Fx,,,,,,,
0.9368
17.5 cm
Draft (FX)
=
1.0437
Fx,,,,-,
0.8671
20 c m
Draft (FX)
=
1.2729
FX,,,,,,,
0.7312
1 15 c m --
v
1
Kadar air bahan 40-49 % 15 cm 17.5 cm
1
Draft (Fx)
=
1.07787
Fx,,,,
Draft (Fx)
=
1.13255
Fx,, ,,,,
0.36297
Verif ikasi tahanan olah pada Tabel 4.13 menunjukkan bahwa terdapat kecendrungan yang sama antara tahanan olah hitung dengan tahanan olah ukur pada selang kadar air 30-39 %.
Pada
kadar air 40-49 % tahanan olah hitung kurang sesuai untuk menduga tahanan olah pengolahantanah. Kekurang sesuaian persamaan duga untuk selang kadar air bahan 40-49 % diperkirakan karena perubahan dari sifat fisik tanah pada perubahan kadar air yang berakibat pada perubahan dalam pola keruntuhan tanah. Kohesi tanah pada Gambar 4.8. memperlihatkan bahwa untuk selang kadar air tanah 30-39 8 , data pengukuran lebih tersebar disekitar garis regressi dibandingkan dengan selang kadar air 4049 %. Persamaan duga di Tabel 4.13 memperlihatkan bahwa dengan naiknya kedalaman olah, nilai tahanan olah ukur makin lebih besar dari tahanan olah hitung kecuali pada kedalaman olah 15 cm kelompok kadar air 30-39 %. Tahanan olah hitung yang lebih rendah berarti ada faktor belum ikut diperhitungkan seperti
113
kemungkinan terjadinya patahan tanah sekuder, perubahan dalam tekanan atau sifat mekanik tanah lainnya. Pola penurunan tinggi tanah pada uji uniaksial juga memperlihatkan adanya perbedaan bentuk antara kadar air 30-39 % dengan kadar 40-49 % sebagai pada Gambar 4.41 dan 4.42. -
-
600
Qrya tekan. Newton
(
Olym
-0.2
I
u
1.kI..
0.4
0.8
0.8
++ KA-38.8%
1
1.4 1.6 1.8 2 Penurunan tlnggl. mm
1.2
-4- KA-57.3%
2.2
KA-36.7%
2.4
-i-
2.6
2.8
KA-392
3
I
Gambar 4.41. Pola penurunan tinggi uji uniaksial, kadar air 30-39 %.
--
GImya tekpn. Newton
2000
runan. mm
1600
1000 600
0
I
0
IGambar
0.6
"-- KA-44.8%
4.42.
1.2
1.8 2.4 Penurunan tlnggl. mm
4 KA-46.4%
-A-
KA-46.6%
B
3.6
4.2
KA-47.5%
I
Pola penurunan tinggi uji uniaksial, kadar air 40-49 %.
114 Dari Gambar 4.41 dan Gambar 4.42 jelas terlihat perbedaan pola penurunan tinggi contah tanah dengan kenaikan gaya tekan yaitu selain kebutuhan gaya tekan yang lebih tinggi untuk selang kadar air 40-49 % juga bentuk hubungan yang lebih melengkung. Keadaan inimenunjukkan adanya perbedaan dalam sifat mekanik bahan tersebut dan dapat dianalisa lebih lanjut dalam ha1 tingkah laku reaksi contoh tanah terhadap tegangan yang dialami
.
Yong dan Warkentin (1966), menyatakan bahwa setiap benda mempunyai tipe tingkah laku tertentu dalam bereaksi terhadap tegangan yang dialami. Tipe-tipe tersebut adalah elastik sempurna, plastik sempurna, elastoplastik, viskoelastik dan viskoplastik. Tingkah laku ini baik satu tipe atau lebih sebagai gabungan, menjelaskan sifat perubahan bentuk dengan waktu dari suatu bahan karena tegangan. Model mekanis tingkah laku deformasi-waktu karena tegangan disebutdengan nodel reologi (rheological model), yang mengandung unit dasar pegas (spring) dan daspot (dashpot) dalam rangkaian seri atau paralel. Pada tanah, tipe tingkah laku yang diperhatikan adalah elastik dan plastik. Tuma dan Abdel-hady (1973), mengemukakan bahwa dasar studi reologi adalah pengembangan persamaan yang didsasarkan atas hubungan sebab akibat pada beban-perpindahan (displacement). Karena hubungan sebab-akibat adalah fungsi dari waktu dan konstanta bahan yang fungsi dari waktu dan kandungan air maka analisis persamaan adalah tidak linear. ~nalisisreologi tingkah laku pada Gambar 4.41 dan 4.42,
115
dilakukan atas tingkah laku rata-rata total menggunakan model reologi Maxwell sebagai pada Gambar 4.43.
f = K XI fmCjt2 Csx2 dimana, s X
dx/dt
= XI+ x2
K C dx/dt
C df/dt
+
Kf
x/t = konstan = R t.0; K C
-
f = O
konstanta pegas konetanta daspot
Gambar 4.43. Model reologi tipe Maxwell. Persamaan pada Gambar 4.43 diselesaikan dengan transformasi laplace (Abdullah dkk, 1989), sehingga dihasilkan persamaan tingkah laku tanah sebagai pada persamaan (4.10).
dimana, f = gaya tekan, kg K = konstanta pegas, k g / m C = konstanta daspot, kg dt/mm R = kecepatan tekan, mm/dt x = penurunan tinggi, mu. Menggunakan data rata-rata total pengamatan ujiuniaksial pada Gambar 4.44, dihasilkan konstanta persamaan tingkah laku reologi untuk selang kadar air tanah 30-39 % dan selang kadar air tanah 40-49 % sebagai pada Tabel 4.14.
-
Oaya tekan, kg
Rataan 40-48s
iiC Rataan 80-88%
0
0.6
1.2
1.8 2.4 Penurunan tinggi, mm
3
3.6
4.2
-
Gambar 4.44. Kurva kecocokan model maxwell untuk selang kadar air 30-39 % dan 40-49 %.
Tabel 4.14. Konstanta pegas dan daspot tanah percobaan.
Tabel 4.14. memperlihatkan bahwa perbedaan tingkah reologi tanah pada Gaglbar 4.44. dikarenakan perbedaan konstanta pegas dan daspot dari persamaan (4.10). Konstanta daspot yang tinggi pada selang kadar air 40-45 % menunjukkan tanah lebih plastis dan sifat keruntuhan yang berbeda. Yong dan Warkentin (1975), menjelaskan bahwa keruntuhan termasuk patah atau putus
117
(fracture) dan mengalir (flow). Mengalir adalah deformasi tanpa batasan deformasi plastik. Kurva tegangan dan regangan yang tidak linier adalah ciri dari tanah. Pada tanah kohesif, dimana gaya diantara partikel dan interaksi liat-air mengendalikan tingkah laku tanah, kurva tegangan regangan ditentukan olah waktu dan suhu. Cooper, (1971) mengemukakan empat tipe keruntuhan tanah yaitu keruntuhan geser, tekanan, tegangan (tension) dan aliran plastik. Koolen (1977) menunjukkan ada tiga jenis potongan tanah yang akan masuk lempeng pengolah tanah yaitu dsngan bidang runtuh geser, pemotongan mantap atau retak terbuka. Ketergantungan kurvategangan-regangan atas kadar air dan waktu juga terlihat pada Gambar 4 - 4 4 . yaitu kebutuhan gaya tekan yang lebih tinggi dan penurunan tinggi yang lebih kecil. Persamaan duga (3.28), lebih sesuai untuk selang kadar 30-39 % menunjukkan bahwa persamaan (3.28) yang didasarkan pada teo-
ri keruntuhan Mohr-Coulomb kurang sesuai untuktanah yang bertingkah laku plastik. Dari percobaan ini dapat dipahami perlunya pengenalan akan tingkah laku tegangan-regangan tanah pertanian dalam hubungannya dengan pengolahan tanah. Dengan tersedianya peralatan bak uji pengolahan tanah diharapkan tipetipe dari siklus tahanan olah pengolahan tanah dapat ditentukan dalam hubungannya dengan sifat tingkah lakutegangan-regangan
.
118
5.3.
Peranan Komponen Tahanan Olah. Dari Tabel 4.13. terlihat bahwa terdapat hubungan linear
antara tahanan olah ukur dengan hitung pada selang kadar air tanah 30-39 %, sedang pada selang kadar air 40-49 % hubungan ini hanya agak kuat pada kedalaman olah 15 cm. Analisis tahanan olah menggunakan persamaan pada Tabel 4.13
dan (3.28), menghasilkan peranan komponen tahanan olah
(persen tahanan
olah
hitung)
sebagai
pada
Gambar 4.45
.
Persamaan 3.28 lebih lanjut digunakan untuk analisis peranan masing-masing komponen (komponen bobot = W q,; si =KO q-; komponen adhesi = Ad q,,;
komponen kohe-
komponen inersia =In qi)
terhadap tahanan olah. Porrsn tahianan olah
Dm
--)(C
-
S7.m
Qm
rCudar a l r . X umm~on-n m o m o t la.nvo=rn M L - m l
+
~ceapor-n~ c o n r r l
8- b m r o r m X n r r r l a
Gambar 4.45. Persentase komponen tahanan olah (a=30°, V=40 mm/dt).
Peranan komponen kohesi.
5.3.1.
Dari Gambar 4.45 terlihat bahwa komponen utama yang menentukan besarnya tahanan olah adalah komponen kohesi yaitu berkisar antara 60 s/d 90 persen dari total tahanan olah. Komponen kohesi sebagai pada persamaan (3.28), terdiri dari faktor kohesi (Co D w) dan koefisien kohesi (q,,).
Nilai kohesi
terutama dipengaruhi oleh kadar air (Gambar 4.8), karenanya perubahan dari peranan faktor kohesidapat digambarkan sebagai pada Gambar 4.46. Koellrlen ( s )
1tobu1 tanah. Newton
0.L
.........................- .................- ...........................................
0.6
0.4
0.1
0
so
I
I
1
I
1
SI
sa
sa
14
ss
KaUar -Dl
+D%
+t+
I
s6 alr, % ~3
I
I
1
s7
sI
s9
0 40
8~ o o f . ~ k o r l
&
Gambar 4.46.
~oefisiendan nilai komponen kohesi (a=300, V=40 mm/dt) pada kadar air 30-39 %. .
Dari Gambar 4.46 terlihatbahwa kenaikan peranan komponen kohesi terhadap tahanan olah pada perubahan kadar air (30-39 % ) dikarenakan kenaikan faktor kohesi tanah (C, D
w) dan koe-
fisien kohesi (q-). Tangen perubahan koefisien komponen kohesi
120
relatif tetap sedang perubahan nilai kohesi menanjak mulai pada sekitar kadar air 36 % mengikuti pola perubahan kohesitanah pada Gambar 4.8. Kedalaman olah berpengaruh lurus terhadap faktor kohesi (C, D w). Pada kadar air tetap, koefisien kohesi hanya dipengaruhi oleh sudut potong alat pengolah tanah (a) dengan hasil sebagai diperlihatkan pada Gambar 4.47.
Gambar 4.47. Peranan komponen kohesi terhadap tahanan olah pada perubahan sudut potong alat. Dari Gambar 4.47 dapat dilihat bahwa pada kadar air, kecepatan kerja, dan kedalaman olahtetap, kenaikan sudut potong di'lkuti dengan kenaikan komponen kohesi karena kenaikan koef isien kohesi. Diatas 15" sudut potong alat pertambahan nisbah komponen kohesi terhadaptahanan olah total mulai memperlihatkan penurunan. 3.4.2.
Peranan Komponen Adhesi. Komponen adhesi merupakan urutan kedua yang berperan ter-
hadap tahanan olah total (Gambar 4.45). Komponen adhesi dibangun dari faktor adhesi (Ad=Ca 1 w) dan koef isien adhesi (qca) seperti pada persamaan (3.28). Analisis perubahan peranan komponen adhesi menggunakan persamaan (3.28) pada perubahan kadar air tanah (Gambar 4.48), memperlihatkan bahwa seperti juga pada Gambar 4.45 kenaikan kadar air dari 30 ke 39 % diikuti dengan penurunan nilai komponen adhesi.
Gambar 4.48. Peranan komponen adhesi pada perubahan kadar air (30 ke 39 % ) . Tahanan olah dugaan karena komponen adhesi pada Gambar 4.45 diperhitungkan pada nilai tahanan adhesi yang tetap yaitu tidak dipengaruhi oleh perubahan kadar air, sehingga penurunan tahanan komponen adhesi tersebuthanyalah dikarenakan penurunan koefisien adhesi (qca).Persamaan (3.28) memperlihatkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi perubahan koefisien adhesi adalah perubahan sudut potong (a) sebagai diperlihatkan pada Gambar 4.49.
Gambar 4.49. Peranan komponen adhesi pada perubahan sudut potong alat. Dari Gambar 4.49 dapat dilihat bahwa pola perubahan koefisien adhesi berbentuk lengkung sedang nisbah antara komponen adhesi dengan tahanan olah total berbentuk garis lurus. Kenaikan sudut potong (a) diikuti penurunan peranan komponen adhesi terhadap tahanan olah total karena posisi lempeng yang lebih tegak menurunkan nilai gaya adhesi kearah horisontal. Koefisien adhesi terendah berada pada sudut 35". 5.3.3.
Peranan Komponen Bobot. Sebagai terlihat pada Gambar 4.45 peranan dari komponen
bobot berada pada urutan ketiga yaitu hanya kurang dari 10 % tahanan olah total. Komponen bobot terdiri dari faktor bobot (W) dan koefisien bobot (qe). Faktor bobot merupakan fungsi
dari bobot tanah yang diolah dan kedalaman olah. Densitas ta-
123
nah, dipengaruhi oleh kadar air tanah sehingga komponen bobot juga akan dipengaruhi oleh kadar air sebagai diperlihatkan pada Gambar 4.50. Itamponrn B o b o t . N
Dl
9
1 6 om
DP
-
17.6 om
lLodar o l r . S
Gambar 4.50.
Perubahan komponen bobot dan koefisien komponen bobot pada kadar air antara 30-39 %.
Dari Gambar 4.50 terlihat bahwa pola perubahan dari beban yang diterima alatkarena potongan tanah (komponen bobot) pada perubahan kadar air berbeda dengan pola perubahan peranan dari komponen bobotterhadaptahanan olah dan pola perubahan koefisien bobot. Penurunan koefisien bobot karena kenaikan kandungan air tanah tidak diikuti dengan penurunan nilai komponen bo-
bot. Kenaikan kedalaman olah diikuti dengan penurunan koefisien bobot dan kenaikan komponen bobot. Hal ini berarti bahwa besarnya tahanan olah karena komponen bobot terutama ditentukan oleh kadar air dan kedalaman olah.
Penurunan peranan komponen bobot pada kenaikan kadar air tanah (Gambar 4.45) bukan dikarenakan penurunan beban yang diberikan potongan tanah tetapi karena kenaikan yang lebih besar pada komponen kohesi. Peranan kadar air tanah terhadap beban pengolahan tanah mengikuti pola peranan kadar air tanah terhadap densitas tanah sebagai pada Gambar 4.5 yaitu terdapat densitas terendah pada kadar air sekitar 35 %. Kenaikan kedalaman olah menaikkan massa tanah dipotong sehingga menaikkan beban pada alat dan menurunkan koefisien bobot (persamaan 3.28). Analisis peranan sudut potong menggunakan persamaan (3.28) menghasilkan grafik perubahan komponen bobot dan koefisien bobot sebagai terlihat pada Gambar 4.51. mmponrn D o b o t . N
1 7 5
KA
1 6 0 111
1 n e
-
-
S6
9-4 2.2
Z
9 -6
0
D4B
-
1.6 10
0
1.6 1.4
100
1.1
= IE t
1
s I
0
P
76
1
B 0
0.8
g t
60
0.6
0-4
26
0.2
O ~ . . . l . . l . . . . . . . . . . . . .m. . . . . . . . . . . . I O lLIOPQaOlmQS6
lamPQmCIOIIPI16 lamPQbOllQ16
auaut p o t o ~ u .
aL
Gambar 4.51. Perubahan komponen Bobot dan koefisien komkomponen bobot pada perubahan sudut potong. Gambar 4.51 memperlihatkan bahwa kenaikan sudut potong diikuti dengan kenaikan komponen bobot. Kenaikan inidikarena-
125
kan kenaikan koefisien bobot. Komponen bobot adalah gaya horisontal sehingga pada posisi alat yang mendekati vertikal maka arah horisontal dari gaya berat mendekati nol. Peranan komponen inersia.
5.3.4.
Komponen inersia merupakan komponen yang paling kecil peranannya terhadaptahanan olah pada selang kecepatan kerja pengamatan. Menggunakan persamaan (3.28) pada kecepatan operasi lapang peranan dari komponen inersia terhadap tahanan olah total relatif kecil sebagai diperlihatkan pada Gambar 4.52. Kecilnya peranan komponen inersia ini karena hanya diperhitungkan untuk pergerakan bongkah tanah sepanjang lempeng pengolah tanah.
Gambar 4.52. Peranan komponen inersia pada kecepatan kerja lapang.
126
6. TAHANAN OLAH SPESIFIK (SPECIFIC DRAFT) MINIMUM Draft atau tahanan olah adalah suatu ukuran gaya horison-
tal atau sejajar arah gerak maju alat pengolah tanah yang dicurahkan pada proses pengolahan tanah. Unit tahanan olah ini tidak menggambarkan lebar dan kedalaman pengolahan tanah. Specific draft atau tahanan olah spesifik adalah ukuran tahan-
an olah dalam satuan gaya per unit luas potongan pengolahan tanah sehingga lebih sesuai sebagai gambaran tahanan olah. Tahanan olah spesifik juga dapat dinyatakan sebagai ukuran efisiensi energi atau konsumsi energi mekanis pada pengolahan tanah. 6.1. Kadar Air Tanah.
Kadar air tanah merupakan faktor yang paling menentukan tahanan olah pengolahan tamah sebagaimana diperlibatkan pada hasil ukur tahanan olah dan analisis komponen tahanan olah. Dilihat dari komponen tahanan olah, kadar air tanah terutama berperan pada tahanan geser atau kohesi tanah pada proses keruntuhan tanah atau koefisien pegas dan daspot dilihat dari sifat reologi tanah. Menggunakan persamaan pada Tabel 4.13 dapat dihasilkan perubahan tahanan olah pada perubahan kadar air sebagai pada Gambar 4.53. Dari Gambar 4 -53 terlihat bahwa tahanan olah spesifik minimum terjadi pada kadar air tanah antara 29 % dan 33 % (basis kering) atau tepatnya pada kadar air 31 % untuk kedalaman olah 15; 17,5; dan 20 cm berturut-turut sebesar
22.967;
25.080;
dan 29.842 kPa. Kenaikan tahanan olah diatas
kadar air
33 %
tanah dikarenakan peranan komponen kohesi (lihat Gambar 4.45 dan 4.46) sedang dibawah 29 % , kenaikan tahanan olah dikarenakan peranan komponen bobot (Gambar 4.51). Daywin dkk. (1989), melaporkan hasil pengamatan lapang pengolahan tanah latosol di Kebun Percobaan Darmaga (39 % basis kering kadar air kapasitas lapang) bahwa draft (tahanan olah) minimum berada pada kadar air 33.5 %.
7
Spell f lc draft. N/cm2 +
6.5 6 6.5 6
2.6
V
--
30 40 mm/dt
-
l
'
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
t
20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 K a d a r a l r . % (barn18 b r i n g )
-
Dl-15cm
I D2-lldcrn
l
l
-+lD3-20cm +
Gambar 4.53. Tahanan olah spesifik (N/cm2) pada ekstrapolasi kadar air.
Daywin (1991), melaporkan hasil penelitian di lahan latosol kebun percobaan IPB Darmaga bahwa pada kadar air 40.36, 43.52, 46.27, 49.34 %, tahanan olah spesifikpembajakan berturut-turut 43.92, 62.65, 109.27, dan 39.36 kN/m2 pada kedalaman olah 14 cm. Dari pengalaman tersebut dan data pengamatan sifat meka-
l
l
128 nik tanah bahan percobaan maka dapat diperkirakan bahwa tahanan olah sepesifik diatas kadar air 40 % seperti pada Gambar 4.53, akan menaik terus sampai mencapai maksimum di kadar air batas plastis. Sudut Alat.
6.2.
Menggunakan persamaan (3.28) dengan asumsi bahwa proses patahan tanah yang terjadi sebagai pada proses uji uniaksial yaitu sudut patah hanya dipengaruhi oleh kadar air maka dapat diduga nilai tahanan olah spesifik pada perubahan sudut kerja lempeng pengolah tanah (a) sebagai pada Gambar 4.54. f
Tahanan olah r p e r l f l k . N/cm2
-
6 6 4
-
3
-
1
-
0
12
KA 30° V -40mm/dt
1
1
I
1
I
I
1
I
1
1
15
18
21
24
27
30
33
36
39
42
-
Dl-lScm
Sudut alat, -+- DZ-l7.Scm
45
a -ilk
D3-20cm
Gambar 4.54. Tahanan olah spesifik pada perubahan sudut kerja alat. Dari Gambar 4.54 dapat diketahui sudut kerja lempeng pengolah tanah minimum pada kedalaman olah 15; 17.5; dan 20 cm, berturut-turut 18"; 16"; dan 16"; dengan nilai tahanan olah spesifik berturut-turut 18.336, 19.192, dan 21.945 kPa.
6.3,
Kedalaman Olah. Tahanan olah spesifik cenderung turun dengan turunnya ke-
dalaman olah. Gambar 4.53 dan Gambar 4.54 memperlihatkan bahwa kecendrungan kenaikan tahanan olah spesifik dengan kenaikan kedalaman olah tidak linear sebagai diperjelas di Tabel 4.15. Tabel 4.15. Tahanan olah spesifik minimum pada kedalaman olah.
*
I
I
Kedalaman olah, cm
Kadar air, % (basis kering)
Sudut kerja lempeng,(")
Tahanan olah spesifik, kPa
Persamaan tahanan olah (3.28) memperlihatkan bahwa kedalaman olah berhubungan secara linear dengan komponen kohesi dan inersia tetapi kuadratik terhadap komponen bobot. Dilihat dari sifat dinamik tanah seperti pada Gambar 4.3 terlihat bahwa kenaikan kedalaman tanah diikuti dengan kenaikan tahanan penetrasi (cone indeks) dalam bentuk kuadratik, Menggunakan data pada Tabel 4.15 dengan anggapan bahwa pada kedalaman olah no1 cm tidak memiliki tahanan olah spesifik maka dapat diduga suatu persamaan tahanan olah sebagai fungsi kedalaman olah. ~ebagaimanapada persamaan duga tahanan olah di Tabel 4-13 yaitu terdapat koefisien terhadap tahanan olah hitung untuk tingkat kedalaman, maka data pada Tabel 4.15 menunjukkan bahwa persamaan duga tahanan olah sebagai fungsi
i
kedalaman adalah pada sudut kerja lempeng pengolah tanah tertentu sebagai pada persamaan (4.11) dan (4.12). Untuk
a = 30" ; KA = 30 %.
Untuk
a = 16" ; KA = 30 %.
dimana, Fspc D
= =
tahanan olah spesifik, N/cm2 kedalaman olah, cm.
Dari persamaan diatas dapat dimengerti bahwa perubahan kecepatan olah pada kecepatan rendah pengaruhnya hampir tidak berarti untuk tahanan olah pengolahan tanah. 6.4.
Kecepatan Kerja.
Peranan kecepatan terhadap tahanan olah menggunakan persamaan (3.28) adalah untuk pergerakan blok potongan tanah sepanjang lempeng pengolah tanah (komponen inersia). Analisis peranan komponen tahanan olah (Gambar 4.45) menunjukkan bahwa peranan kecepatan terhadaptahanan olah total sangat kecil dan pada kecepatan kerja pengolahan tanah yang rendah, perubahan kecepatan kerja tidak memperlihatkan perubahan berarti pada perubahan tahanan olah. Stafford (1981), mengemukakan bahwa pengolahan tanah pada kadar air dibawah batas plastis pengaruh dari kecepatan terhadap tahanan olah berbentuk parabolik yang hanya berlaku pada selang kecepatan 0.1
-
5 m/dt. Hal ini di-
perkirakan berhubungan dengan bentuk aliran tanah diatas lempeng pengolah tanah. Menerapkan persamaan (3.28) pada perubahan kecepatan dari 0.1 sampai 5 m/dt, menunjukkan adanya perubahan tahanan olah
dan tahanan olah spesifik yang berarti sebagai diperlihatkan pada Gambar 4.55 dan Gambar 4.56. 1 1200
Tahanan olah. N-wioa C
1000
-
4t
000
-
-
-
.,,
rC
+
d
-
600 -
I
05
400'
0.6
1.1
'
'
1 . 6
2.1
2
3.1
5.6
4.1
4.6
I
6.1
Kecepatan maju. m/dt
1
Gambar 4.55. Tahanan olah pada perubahan kecepatan (a = 30" ; KA = 30 % ) .
4
-
Tahanaa o l a h mpemillk. N/cml I
0.1
0.6
1.1
1.6
2.1
2.6
3.1
3.6
4.1
4.6
6.1
Kecepatan maju. m/dt
I
J
Gambar 4.56. Tahanan olah spesifik pada perubahan kecepatan (a = 30"; KA = 30 % ) .
Pola hubungan tahanan olah dan kecepatan kerja pada Gambar 4.55 dan Gambar 4.56 yang parabolik dapat dinyatakan dengan persamaan kuadratik sebagai pada Tabel 4.15. Tabel 4.16.
I I
a = 300;
Kedalaman olah, cm
KA = 30 %;
I
15
Fspc
=
2.297
17.5
Fspc
=
2.508
Fspc
=
2.985
20
V = 0.1-5 m/dt
Tahanan olah (draft), Fx (Newton)
Tahanan olah spesifik
I I I
Persamaan Tahanan olah dan Tahanan olah spesifik sebaqai funqsi kecepatan.
I
+ + +
,
Fspc (N/cm2)
0.025 V2 0.028 V2 0.034 V2
Soehne, 1960 menggunakan suatu persamaan tahanan olah dan kecepatan yang diperkenalkan oleh Goryachkin, 1940 sebagai pada persamaan (4.13), (Gill and Vandenberg, 1968).
dimana,
Fx Fo
= =
V
=
e
=
tahanan olah (draft), N. draft dasar tidak ditentukan kecepatan,N. kecepatan, km/jam. konstanta.
Persamaan tahanan olah pada Tabel 4.16, dapat dianggap menyerupai persamaan (4.13) yaitu digunakannya suatu nilai tahanan olah yang bebas dari pengaruh kecepatan kerja. HcKibben dan Reed, 1952 mengolah kembali ratusan laporan pengujian hubungan tahanan olah dengan kecepatan (kebanyakan
I
I
II
133
pada kecepatan 1.6-13 km per jam) dan menghasilkan persamaan (4.14) untuk bajak singkal (Kepner & d.1978).
dimana, Fx = tahanan olah pada kecepatan V, N. Fr = tahanan olah pada kecepatan 4.83 km/ jam, N. V = kecepatan kerja, km/jata. Lebih 1anjutKepner &d.,1978,
mengungkapkan bahwa per-
samaan (4.14) tersebut tidak dapat digunakan untuk setaua keadaan karena perbedaan bentuk dan kondisi kerja akan menghasilkan perbedaan laju kenaikan tahanan olah dengan kenaikan kecepatan. 6,5.
Operasi Pengolahan Tanah dengan Tahanan O l a l4inimum. Operasi pengolahan tanah yang minim tahanan olah dite-
tapkan dari dua ukuran yaitu tahanan olah spesifik atau kebutuhan energi pengolahan tanah dan ukuran patahan tanah hasil pengolahan. Tiga faktor yang dinilai untuk pemilihan operasi yaitu faktor tanah, faktor alat dan faktor operasi. Unsur yang berperan pada faktor tanah adalah kadar air tanah sedang pada faktor alat adalah sudut kerja pengolahan tanah. Unsur yang termasuk faktor operasi adalah kedalaman olah dan kecepatan ker ja. Tahanan olah spesifik minimum dicapai pada selang kadar air 29-33 % basis kering (tepatnya 31 % ) , 16
", dan
sudut kerja alat (a)
kedalaman olah 15 atau dibawah 15 cm. Kenaikan kece-
patan maju pengolahan tanah diikuti kenaikan tahanan olah se-
134 patan maju pengolahan tanah diikuti kenaikan tahanan olah sehingga juga diikuti dengan kebutuhan tenaga pengolahan tanah sebagai dijelaskan dengan persamaan (4.15).
dimana, Tp Fspc L D V
= = =
= =
tenaga pengolahan tanah, Watt. tahanan olah spesifik, N/cm2. lebar olah, cm, kedalaman olah, cm, kecepatan kerja, m/dt.
Pada kadar air tanah 30 %, sudut kerja alat 16", kedalaman olah 15 cm dan lebar kerja 15 cm, kebutuhan tenaga pengolahan tanah menjadi sebagai berikut:
Dilihatdari efisiensi tenaga pengolahantanah maka dapat dikembangkan alat pengolah tanah berlempeng ganda yaitu lempeng utama pengolah tanah untuk kedalaman 15 cm diperlengkapi tambahan lempeng pengolah tanah sampai kedalaman 5 cm. Pada suatu kegiatan pengolahan tanah utama, hasil akhir tanah olahan yang dituju dapatdikelompokkan atas penghancuran tanah dan pembalikan tanah. Penghancuran tanah dilaksanakan pada lahan-lahan pertanian yang terus menerus diusahakan sedang pembalikan tanah pada lahan yang telah memadat atau bergulma lebat atau berpotensi bermasalah gulma. Dari hasil percobaan memperlihatkan bahwa disamping kadar air, kedalaman pengolahan berperan dalamtebal blok patahan tanah hasil pengolahan
tanah. Dilihat dari blok patahan tanah keluaran proses pengolahan maka operasi diatas berlaku untuk kegiatan pengolahan tanah pada lahan yang diusahakan secara berkesinambungan atau keluaran akhir yang dituju bukan pembalikan tanah. Bentuk lempeng datar pengolah tanah banyak ditemui pada alat pengolah tanah jenis subsoil atau alat penyiang. Pada jenis peralatan lainnya maka bentuk lempeng datar diterapkan sebagai bagian pemotong (pisau) alat pengolah tanah. Diperkirakan terdapat kecendrungan yang sama antara penomena pengolahan tanah di lapang dengan di bak uji pengolahan tanah.