Hukum Pidana Lanjutan Rabu, 25 Mei 2016
Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Poging, Deelneming,Residive, dan Pasal Tindak Pidana dalam KUHP Pembicara
: 1. Sastro Gunawan Sibarani (2009) 2. Sarah Claudia Hutagalung (2013)
Pemateri
: 1. Alfa Napitupulu 2. Rahma Dinah S
Moderator
: Chatrine M
1. PERCOBAAN (POGING) 1.1. PENGERTIAN PERCOBAAN (POGING) 1. Percobaan Menurut KUHP Percobaan melakukan kejahatan diatur dalam Buku ke satu tentang AturanUmum, Bab 1V pasal 53 dan 54 KUHP. Adapun bunyi dari pasal 53 dan 54 KUHPberdasarkan terjemahan Badan Pembina Hukum Nasional Departemen Kehakimanadalah sebagai berikut: Pasal 53 (1)
Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyatadari adanya
permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri. (2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam percobaan dikurangi sepertiga. (3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun. (4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.
Pasal 54 Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana. Pasal 53 KUHP hanya menentukan bila (kapan) percobaan melakukan kejahatan itu terjadi atau dengan kata lain Pasal 53 KUHP hanya menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar seorang pelaku dapat dihukum karena bersalah telah melakukan suatu percobaan. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut: a. Adanya niat/kehendak dari pelaku; b. Adanya permulaan pelaksanaan dari niat/kehendak itu; c. Pelaksanaan tidak selesai semata-mata bukan karena kehendak dari pelaku. A. Niat / Kehendak / Voornemen Jika mengacu kepada penafsiran otentik atau penafsiran pada waktu suatu undang-undang disusun, dalam hal ini Memori Penjelasan (MvT) WvS Belanda 1886 yang merupakan sumber dari KUHP Indonesia yang berlaku saat ini, disebutkan bahwa sengaja (opzet) berarti : ‘de (bewuste) richting van den will op een bepaald wisdrijf (kehendak yang disadari yang ditujukan untuk melakukan kejahatan tertentu) Beberapa sarjana beranggapan bahwa niat dalam kaitannya dengan percobaan adalah sama dengan semua bentuk kesengajaan (kesengajaan sebagai maksud, kesengajaan berinsyaf kepastian, dan kesadaran berinsyaf kemungkinan). Pendapat demikian dianut antara lain oleh D. Hazewinkel-Suringa, van Hammel, van Hattum, Jonkers, dan van Bemmelen. Menurut Memori Penjelasan KUHP Belanda (MvT) niat sama dengan kehendak atau maksud. Hazeinkel-Suringa mengemukakan bahwa niat adalah kurang lebih suatu rencana untuk mengadakan suatu perbuatan tertentu dalam keadaan tertentu pula. Dalam rencana itu selalu mengandung suatu yang dikehendaki mungkin pula mengandung bayangan-bayangan tentang cara mewujudkannya yaitu akibat-akibat tambahan yang tidak dikehendaki, tetapi dapat direka-reka akan timbul. Maka jika rencana tadi dilaksanakan dapat menjadi kesengajaan sebagai maksud, tetapi mungkin pula menjadi kesengajaan dalam corak lain (sengaja sebagai keinsyafan kepastian ataupun sengaja sebagai keinsyafan kemungkinan). Fiat Justitia et Pereat Mundus Meskipun dunia runtuh hukum harus ditegakkan
B. Permulaan Pelaksanaan 1.
Permulaan Pelaksanaan Menurut Loebby Loqman, adalah suatuhal yang musykil apabila seseorang akan
mengutarakan niatnya melakukan suatu kejahatan. Oleh karena itu dalam percobaan, niat seseorang untuk melakukan kejahatan dihubungkan dengan permulaan pelaksanaan.
Syarat (unsur) kedua yang harus dipenuhi agar seseorang dapat
dihukum karena melakukan percobaan, berdasarkan kepada Pasal 53 KUHP adalah unsur niat yang ada itu harus diwujudkan dalam suatu permulaan pelaksanaan (begin van uitvoering). 2.
Teori Subjektif Jadi dikatakan sebagai permulaan pelaksanaan adalah semua perbuatan yang merupakan
perwujudan dari niat pelaku.Apabila suatuperbuatan sudah merupakan permulaan dari niatnya, maka perbuatan tersebut sudah dianggap sebagai permulaan pelaksanaan. 3.
Teori Objektif Disebut teori objektif karena mencari sandaran pada objek dari tindak
pidana, yaitu perbuatan.. Menurut teori ini seseorang yang melakukan suatu percobaan itu dapat dihukum karena tindakannya bersifat membahayakan kepentingan hukum. Ajaran yang objektif menafsirkan istilah permulaan pelaksanaan dalam Pasal 53 KUHP lebih sebagai permulaan pelaksanaan dari kejahatan dan karena itu bertolak dari berbahayanya perbuatan bagi tertib hukum, dan menamakan perbuatan pelaksanaan: tiap perbuatan yang membahayakan kepentingan hukum. 4.
Teori Gabungan Teori ini adalah gabungan dari teori subjektif dan teori objektif. Lange Meyer yang
merupakan salah satu penganut teori ini menyatakan bahwa,patut dipidananya suatu perbuatan adalah dengan terprnuhinya syarat yaitu sikap batin yang berbahaya dan sikap perbuatan yang berbahaya. Namun, karena pelaksanaan dariteori Lange Meyer ini menemui kesukaran pada keyataannya,maka tidak mengherankkan apabila pandangan ini cenderung pada teori objektif semata-mata. Pandangan Moeljatno tentang Permulaan Pelaksanaan Menurut Moeljatno, suatu perbuatan dianggap sebagai permulaan pelaksanaan dari delik yang dituju oleh si pelaku, jika memenuhi tiga syarat. Syarat pertama dan kedua diambil dari Fiat Justitia et Pereat Mundus Meskipun dunia runtuh hukum harus ditegakkan
rumusan percobaan Pasal 53 KUHP, sedangkan syarat yang ketiga diambil dari sifat tiap-tiap delik. Adapun syarat-syarat tersebut adalah : a. Secara objektif apa yang telah dilakukan terdakwa harus mendekatkan kepada delik yang dituju. Atau dengan kata lain, harus mengandung potensi untuk mewujudkan delik tersebut. b. Secara subjektif, dipandang dari sudut niat, harus tidak ada keraguan lagi, bahwa yang telah dilakukan oleh terdakwa itu, ditujukan atau diarahkan kepada delik yang tertentu tadi. c. Bahwa apa yang telah dilakukan oleh terdakwa merupakan perbuatan yang bersifat melawan hukum. C. Pelaksanaan itu tidak selesai bukan semata-mata disebabkan karena kehendak pelaku 1. Menurut KUHP Syarat ketiga agar seseorang dapat dikatakan telah melakukan percobaan menurut KUHP adalah pelaksanaan itu tidak selesai bukan semata-mata disebabkan karena kehendak pelaku. Dalam hal ini tidak merupakan suatu percobaan jika seseorang yang semula telah berkeinginan untuk melakukan suatu tindak pidana dan niatnya itu telah diwujudkan dalam suatu bentuk perbuatan permulaan pelaksanaan, tetapi disebabkan oleh sesuatu hal yang timbul dari dalam diri orang tersebut yang secara suka rela mengundurkan diri dari niatnya semula. Tidak terlaksananya tindak pidana yang hendak dilakukannya itu bukan karena adanya faktor keadaan dari luar diri orang tersebut, yang memaksanya untuk mengurungkan niatnya semula. Dalam hal ini ada kesulitan untuk menentukan apakah memang benar tidak selesainya perbuatan yang dikehendaki itu berasal dari kehendak pelaku dengan sukarela. Suatu hal yang dapat dilakukan dalam pembuktian adalah dengan menentukan keadaan apa yang menyebabkan tidak selesainya perbuatan itu. Apakah tidak selesainya perbuatan itu karena keadaan yang terdapat di dalam diri si pelaku yang dengan sukarela mengurungkan niatnya itu atau karena ada faktor lain di luar dari dalam diri si pelaku yang mungkin menurut dugaan atau perkiraannya dapat membahayakan dirinya sehingga memaksanya untuk mengurungkan niatnya itu.
Fiat Justitia et Pereat Mundus Meskipun dunia runtuh hukum harus ditegakkan
2. PENYERTAAN (DEELNEMING) 2.1. PENGERTIAN PENYERTAAN Penyertaan (deelneming) diatur dalam Buku Kesatu tentang Aturan Umum, Bab V Pasal 55-62 KUHP. Suatu penyertaan dikatakan terjadi jika dalam peristiwa tindak pidana terlibat lebih dari satu orang
1
. Tiap-tiap peserta mengambil atau memberi sumbangan dalam bentuk
perbuatan kepada peserta lain sehingga tindak pidana tersebut terlaksana. Menurut van Hamel dalam Moch.Anwar penyertaan adalah ajaran pertanggungjawaban atau pembagian pertanggungjawaban dalam hal suatu tindak pidana yang menurut pengertian perundang-undangan, dapat dilaksanakan oleh seorang pelaku dengan tindakan secara sendiri. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penyertaan dalam suatu tindak pidana terdapat apabila dalam suatu tindak pidana tersangkut beberapa orang atau lebih dari seorang. Hubungan antar pelaku dalam menyelesaikan tindak pidana tersebut bermacam macam, yaitu: 1. Bersama-sama melakukan suatu kejahatan 2. Seorang mempunyai kehendak dan dan merencanakan sesutau kejahatan sedangkan ia mempergunakan orang lain untuk melaksanakan tindak pidana tersebut. 3. Seorang saja yang melaksanakan tindak pidana,sedangkan orang lain membantu melaksanakan tindak pidana tersebut. Penyertaan dapat dibagi menurut sifatnya, yaitu: a. Bentuk penyertaan berdiri sendiri : yang termasuk jenis ini adalah mereka yang melakukan dan turut serta melakukan tindak pidana, pertanggungjawabannya dinilai masing-masing. b. Bentuk penyertaan yang tidak berdiri sendiri: yang termasuk jenis ini adalah membujuk, membantu, dan menyuruh melakukan suatu tindak pidana. Pertanggungjawaban peserta satu digantungkan pada perbuatan peserta lain. 2.2 BENTUK PENYERTAAN
1
Moh. Eka Putra dan Abdul Khair, Percobaan dan Penyertaan,(Medan:USU Pres,2016), hal. 39.
Fiat Justitia et Pereat Mundus Meskipun dunia runtuh hukum harus ditegakkan
Di dalam KUHP terdapat 2 bentuk penyertaan: 1. Para Pembuat (mededader) pasal 55 KUHP Pembuat yang dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) adalah ia tidak melakukan tindap pidana secara pribadi, melainkan secara bersama-sama dengan orang lain dalam mewujudkan tindak pidana. Apabila dilihat dari perbuatan masing2 peserta berdiri sendiri, tetapi hanya memenuhi sebagian unsur tindak pidana.Dengan demikian semua unsur tindak pidana terpenuhi tidak oleh perbuatan satu peserta, tetapi oleh rangkaian perbuatan semua peserta. Para pembuat ini dibagi lagiatas: a. yang melakukan(plegen): mereka yang melakukan (pembuat pelaksana: pleger) adalah orang yang melakukan sendiri suatu perbuatan yang memenuhi semua unsur delik. Perbedaan dengan dader adalah pleger dalam melakukan tindak pidana masih diperlukan keterlibatan orang lain minimal 1 orang, misalnya pembuat peserta, pembuat pembantu, atau pembuat penganjur. b. yang menyuruh melakukan(doen plegen):merupakan orang yang melakukan perbuatan dengan perantara orang lain, sedangkan perantara itu hanya digunakan sebagai alat. Unsur-unsur doenplegen adalah:
Alat yang dipakai manusia
Alat yang dipakai berbuat
Alat yang dipakai tidak dapat dipertanggungjawabkan.
c. yang turut serta melakukan(mede plegen): menurut MvT, Medepleger adalah orang yang dengan sengaja turut berbuat atau turut mengerjakan terjadinya suatu tindak pidana. Turut mengerjakan sesuatu , yaitu:
Mereka memenuhi semua rumusan delik
Salah satu memenuhi rumusan delik
Masing masing hanya memenuhi sebagian rumusan delik.
d. yang sengaja menganjurkan (uitlokken): penganjur adalah orang yang menggerakkan orang lain untuk ,elakukan suatu tindak pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang ditentukan oleg undang-undang secara limitative, yaitu member sesuatu atau menjanjikan sesuatu, Fiat Justitia et Pereat Mundus Meskipun dunia runtuh hukum harus ditegakkan
menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, kekerasan, ancaman, atau penyesatan, dengan member kesempatan, sarana, atau keterangan ( Pasal 55 ayat(1) angka 2 KUHP)2 2. Pembuat Pembantu (madeplichtigheid) pasal 56 KUHP Pasal 56 KUHP menyebutkan pembantu kejahatan: a. mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu/saat kejahatan dilakukan b. mereka yang memberi kesempatan sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan (sebelum kejahatan dilakukan
3. PENGULANGAN TINDAK PIDANA (RESIDIVE) 3.1 PENGERTIAN RESIDIVE Pengulangan atau residive terdapat dalam hal seseorang telah melakukan beberapa perbuatan yang masing-masing merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri, diantara perbuatan mana satu atau lebih telah diberikan hukuman oleh pengadilan.Pengulangan merupakan dasar yang memberatkan hukuman. Alasan hukuman dari pengulangan sebagai dasar pemberatan hukuman ini adalah bahwa seseorang yang telah dijatuhi hukuman dan mengulang lagi melakukan kejahatan, membuktikan bahwa dia memiliki tabiat buruk. 3.2Sistem Pemberatan Pidana Berdasarkan Recidive Pengulangan menurtu sifatnya terbagi atas dua: 1. Residive umum,
Seseorang telah melakukan kejahatan
Terhadap kejahatan mana telah dijatuhi hukuman yang telah dijalani
Kemudian dia mengulang kembali melakukan setiap jenis kejahatan
Maka pengulangan ini dapat dipergunakan sebagai dasar pemberatan hukuman.
2. Residive khusus,
2
Seseorang melakukan kejahatan
Yang telah dijatuhi hukuman
Teguh Prasetyo,Hukum Pidana,(Depok: Raja Grafindo Aksara,2012), hal.208
Fiat Justitia et Pereat Mundus Meskipun dunia runtuh hukum harus ditegakkan
Setelah menjalani hukuman ia mengulang lagi melakukan kejahatan
Kejahatan mana merupakan kejahatan sejenisnya.
4. PASAL-PASAL TINDAK PIDANA DALAM KUHP 4.1KEJAHATAN TERHADAP NYAWA Pasal 338 Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339 Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340 Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 341 Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342 Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa Fiat Justitia et Pereat Mundus Meskipun dunia runtuh hukum harus ditegakkan
anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 343 Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344 Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 345 Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347 (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348 (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Fiat Justitia et Pereat Mundus Meskipun dunia runtuh hukum harus ditegakkan
Pasal 349 Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal 350 Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
4.2 PENGANIAYAAN Pasal 351 (1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. (3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan. (5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 352 (1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya. (2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 353 Fiat Justitia et Pereat Mundus Meskipun dunia runtuh hukum harus ditegakkan
(1) Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatka luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (3) Jika perbuatan itu mengkibatkan kematian yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun Pasal 354 (1) Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.
Pasal 355 (1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lams lima belas tahun.
Pasal 356 Pidana yang ditentukan dalam pasal 351, 353, 354 dan 355 dapat ditambah dengan sepertiga: 1. bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya yang sah, istrinya atau anaknya; 2. jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang pejabat ketika atau karena menjalankan tugasnya yang sah; 3. jika kejahatan itu dilakukan dengan memberikan bahan yang herbahaya bagi nyawa atau kesehatan untuk dimakan atau diminum.
Pasal 357 Dalam hal pemidanaan karena salah satu kejahatan berdasarkan pasal 353 dan 355, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 3o No. 1 - 4.
Fiat Justitia et Pereat Mundus Meskipun dunia runtuh hukum harus ditegakkan
Pasal 358 Mereka yang sengaja turut serta dalam penyerangan atau perkelahian di mana terlibat beberapa orang, selain tanggung jawab masing-masing terhadap apa yang khusus dilakukan olehnya, diancam: 1. dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan, jika akibat penyerangan atau perkelahian itu ada yang luka-luka berat; 2. dengan pidana penjara paling lama empat tahun, jika akibatnya ada yang mati.
Fiat Justitia et Pereat Mundus Meskipun dunia runtuh hukum harus ditegakkan