606
Hukum dan Pembangunan
DAMPAK KENAIKAN HARGA YANG HARUS DITANGGUNG KONSUMEN AKIBAT ADANYA PENGENAAN PPN ATAS PENYERAHAN BARANG TIDAK KENA PAJAK YANG DILAKUKAN PEDAGANG ECERAN BESAR OLEH : JENNY ANDIANI
, -r) .
,
,
Bidang perpajakan dewasa ini merupakan salah sam "sumber" penerimaan keuangan negara. Dalam upaya meningkatkan penerimaaan pajak pemerintah melakukan berbagai upaya baik kepada Objek pajak, Subjek pajak maupun meningkatkan tari/pajak. Kebijakan pemerintah di sektor Pedagang Eceran Besar dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 75 Tahun 1991 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai alas penyerahan barang kena pajak bagi PEB dimaksudkan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembiayaan negara. Bukan berarti melindungi pedagang-pedagang yang ada di pasar tradisional.
Penyerahan dana masyarakat am at diperlukan bagi kelangsungan pembangunan dewasa inL Sumber penerimaan negara dari dalam negeri dapat dibagi menjadi penerimaan pada sektor pajak dan non pajak. Pajak dalam arti Iuas mencakup pajak, bea dan cukai, retribusi dan penerimaan daerah lainnya. Sementara pajak secara sempit hanya terdiri dari pajak langsung dan pajak tidak langsung. Dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak, pemerintah melakukan beberapa cara, yaitu : 1.
2. 3.
Dengan memperluas objek pajak. Dengan memperluas subjek pajak. Dengan meningkatkan tarif/rate pajak. Dalam Upaya memperluas objek pajak berarti pemerintah Desember 1992
Dampak Pellgenaall PPN alas barallg bagi PEB
607
menambah jenis penghasilan/produk yang harus dikenakan pajaknya, sedangkan memperluas subjek pajak berarti pemerintah menambah jenis badan/orang yang harus dikenakan pajak, Semen tara meningkatkan tarif pajak berarti memperbesar tarif pajak dibandingkan dengan tarif pajak yang diberlakukan saat ini. Peraturan Pemerintah RI No.75 Tahun 1991, tanggal31 Desember 1991 ten tang Pengenaan Pajak Pertambahan Ni/aj Alas Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Di/akukan Oleh Pedagang Eceran Besar (dalam tulisan ini disebut PEB), merupakan salah satu upaya pemerintah meningkatkan penerimaan pajak melalui perluasaan subjek pajak. Adapun maksud dikeluarkan PP tersebut dengan suatu pertimbangan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembiayaan negara dan pelaksanaan pembangunan nasional dan dalam rangka pemerataan pembebanan pajak dalam jalur produksi atau retribusi. Sebelum itu melalui Peraturan Pemerintah No. 28 lahun 1988 perluasaan cakupan pengenaan PPN hanyalah sampai dengan tingkat penyaluran dan Pedagang Besar/Grosir. Sementara Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 Tentang PPN Barang dan Jasa dan PPN Barang Mewah sendiri hanya mengatur cakupan pengenaan PPN terhadap pengusaha Kena Pajak adalah sampai tingkat pabrikan dan pewalur utama. Dasar Pengaturan dan Tata Cara Pengenaan PPN Atas Penyerahan Barang Kena Pajak Oleh Pedagang Eceran Besar. 1.
Peraturan Pemerintah No.75 Tanggal 31 Desember 1991 tentang Pengenaan PPN atas Penyerahan BKP yang dilakukan oleh PEB.
2.
Keputusan Menteri Keuangan No, 1289/KMK.04/1991 tanggal 31 Desember 1991 tentang Tata Cara Pengenaan PPN atas Penyerahan BKP oleh PEB.
3.
Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-04/PJ.32/1992 tanggal 8 Januari 1992 ten tang Pengenaan PPN atas Penyerahan BKP oleh PEB.
4.
Keputusan Menteri Keuangan No.325/KMK.04/1992 tanggal 18 Maret 1992 tenttang Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan bagi PEB dalam Masa Peralihan.
5.
Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-08/PJ.51/1992 tanggal 23 Maret
Nomor 6 Tahun XXII
Hukum dan Pembangunan
608
1992 tentang Tempat terutang PPN dan Tata Usaha PEB 6.
Surat Edaran Ditjen Pajak No. SE-09/PJ.51/1992 tanggal 23 Maret 1992 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan PPN oleh PEB dalam masa peralihan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan : 1.
Yang dimaksud Pedagang Eceran Besar (PEB) adalah : Pengusaha yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya di bidang perdagangan yang peredaran brutonya baik untuk Barang Kena Pajak (BKP), bukan BKP serta Jasa Kena Pajak (JKP) yang melekat pada BKP dalam tahun 1991 atau kemudiannya berjumlah kurang lebih Rp. 1. Milyar. Peredaran brutonya meliputi baik penyerahan kepada pembeli, pemberian euma-euma maupun pemakaian sendiri. Bagi pengusaha yang mempunyai beberapa tempat usaha maka pengertian peredaran brute adalah merupakan penjumlahan dari semua tempat usaha seperti cabang, perwakilan atau unit usaha lainnya. Dalam waktu 30 hari setelah pengusaha dapat digolongkan sebagai PEB, maka ia (ternmasuk masing-masing unit usahanya) harus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi pengusaha Kena Pajak (PKP) wda KPP setempat. PEB yang telah dikwuhkan menjadi PKP yang dalam tahun pajak tertentu peredaran brutonya nyata-nyata tidak meneapai Rp. 1 Milyar, maka dalam tahun pajak berikutnya dapat mengajukan peneabutan PKP kepada Dirjen Pajak.
2.
Dalam rangka mempersiapkan sarana administratif pelaksanaan pengenaan PPN bagi PEB ditetapkan adanya masa peralihan dari 1 April 1992 sampai dengan 30 September 1992. Dalam masa peralihan ini PEB dapat memilih salah satu dari dua eara pengkreditan Pajak Masukan, yaitu : a.
Pengkreditan Pajak Masukan sesuai Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yaitu dengan mengkreditkan seluruh pajak masukan atas perolehan BKP (yang berlaku umum).
Desember 1992
Dampak Pengenaan PPN alas barang bagi PEB
b.
609
pengkreditan Pajak Masukan sesuai pasal 2 huruf b Keputusan Meneteri Keuangan No. 325/KMK.04/1992 yaitu dengan melakukan pengkreditan pajak masukan dalam suatu masa pajak sebesar 70% dari pajak keluaran yang dipungut dalam masa pajak yang sarna. Artinya pengusaha harus menyetor PPN sejumlah 30% dari pajak keluarannya ke Kas negara.
Cara pengkreditan pajak masukan dalam masa peralihan harus dilaksanakan seeara taat dengan asas (konsisten) oleh PEB. Setelah berakhirnya masa peralihan, eara pengkreditan Pajak Masukan yang diperbolehkan hanyalah sesuai yang diatur dalam UU No.8 Tahun 1983 saja (lihat keterangan butir a diatas). Termasuk dalam pengertian pajak masukan yang dapat dikreditkan adalah semua pajak masukan yang dibayarkan atas perolehan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang berhubungan langsung
dengan kegiatan us aha yang meliputi kegiatan produksi, distribusi, pemasaran dan manaejemen untuk penyerahan BKP, keeuali sebagaimana diatur pada pasal 9 ayat 8 UU No.8 Tahun 1983. 3.
Dasar pengenaan pajak untuk menghitung PPN yang terhutang oleh PEB adalah jumlah seluruh penjualan/penyerahan BKP dalam suatu masa pajak. PEB diwajibkan menempelkan label harga yang didalamnya sudah termasuk PPN sebesar 10%. Disamping itu PEB berkewajiban pula menerbitkan faktur pajak sederhana apabila diminta pembeli.
Dampak Pengenaan PPN Bagi PEB Terhadap Kenaikan Harga Yang Harus Ditanggung Konsumen Adanya tarif pengenaan PPN sebesar 10%. Hal tersebut artinya pengusaha harus memungut Rp.O,l dari pembeli bagi setiap Rp. 1,penjualan produknya. Yang menjadi pertanyaan, apakah dengan adanya pengenaan PPN sebesar 10% terhadap penjualan suatu produk, berarti tingkat harga yang harus dibayar pembeli meningkat pula sebesar 10% dari harga sebelum adanya pengenaan PPN ? Perlu disadari oleh pengusaha PEB bahwa pengenaan /pemungutan Nomor 6 Tahun XXII
610
Hukum dan Pembangunan
PPN keluaran terhadap suatu produk disatu sisi, akan menimbulkan efek pengkreditan PPN Masukan disisi lainnya. Padahal semula PPN Masukan yang telah dibayar sewaktu pembelian ini, dibebankan seluruhnya sebagai unsur biaya (cost).Ini berarti dengan diterapkan mekanisme pengkreditan PPN Masukan unsur costlharga pokok barangpun menjadi lebih kecil dibandingkan dengan sebelumnya. Jadi apabila pengusaha PEB tetap menginginkan margin laba yang sarna baik sebelum maupun sesudah adanya pengenaan PPN, seharusnya kenaikan tingkat harga yang terjadi tentunya tidaklah sebesar tarif PPN yang dipungut yaitu 10%. Umumnya kenaikan harga yang terjadi akibat adanya pemungutan PPN Keluaran hanya berkisar 2% sampai dengan 3% saja. Bahkan pada masa peralihan akibat dikeluarkan PP No. 75 Tahun 1991, yaitu dari 1 April 1992 - 30 September 1992, bagi pengusaha PEB yang memilih cara pengkreditan PPN Masukan sesuai Keputusan Menteri Keuangan No. 325(KMK.04/1992 pasal 2 huruf b, terlihat bahwa kenaikan tingkat harga adalah 3% dari harga jual semula. Agar pengusaha PEB dapat menerapkan mekanisme pengkreditan PPN Masukan secara baik ada beberapa hal yang perlu dilakukan: 1.
Memisahkan pencatataan PPN Masukan dari setiap pembelian (transaksi) Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak (JKP) sebesar 10%.
2.
Memisahkan pencatatan PPN Masukan yang semula merupakan unsur biaya administrasi dan umum sebesar 10% dari transaksi yang mengandung masukan seperti telepon, pembelian ATK, sewa gedung dan sebagainya,
3
Mcncmpellabel harga pada barang kena pajak yang tersedia untuk dijual di toko-toko PEB dengan memasukkan unsur PPN Keluaran sebesar 10%.
Illustrasi Dampak Pengenaan PPN Terhadap Kenaikan Harga Barang Diketahui
Harga Beli (termasuk PPN) = Rp. 110,-
Desember 1992
611
Dampak Pengenaan PPN alas barang bagi PEB
Asumsi
Harga Beli H a r g a Masukan
Harga Pokok Margin Laba PPN Keluaran
Margin laba sebelum dan sesudah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) adalah sarna yaitu Rp. 33,- (30% dari harga pokok sebelum dikukuhkan sebagai PKP). Sebelum PKP
Sesudah PKP
Rp. 100,00 Rp. 10,00
Rp. 100,00 Rp. 10,00
--------------
------------.
. Rp. 110,00
Rp. 110,00
Rp, 110,00 Rp. 33,00
Rp. 100,00 Rp. 33,00
-------------
-------------
Rp. 143,00 Rp. 0,00
Rp. 133,00 Rp. 13,00
-------------
-------------
Rp. 143,00
Rp. 146,00
Dari iIIustrasi diatas terlihat bahwa pengenaan PPN, dengan asumsi pengusaha PEB menginginkan margin laba yang sarna, hanya mempengaruhi kenaikan harga jual sebesar Rp. 3,30 atau 2,3% saja, yaitu dari selsih RP. 143,00 menjadi Rp. 146,00. Apabila pengusaha PEB menaikan tingkat harga sebesar 10%, yaitu sebesar tarif PPN dari harga jual barang. Maka harga jual yang baru adalah Rp. 143 + (10% x Rp. 143,-) = Rp. 157,30,-. Margin laba yang diterimapun bukan lagi Rp. 33 tetapi Rp. 43 atau lebih besar 10% dari semla. Artinya sesungguhnya yang menciptakan kenaikan harga sebesar 10% tersebut adalah Pengusaha PEB itu sendiri. Tenlu, tindakan yang kurang benar ini seyogyanya dikoreksi karena dikhawatirkan akan mendorong pengusaha PEB lainnya berbuat serupa dan mempunyai Nomor 6 Tahun XXII
612
Hukum dan Pembangunan
pengaruh tak langsung pada pengusaha lainnya yang bukan PEB, yang kesemuanya ini akan memicu kenaikan inflasi ke arah angka tersebut. Adanya pengenaan PPN terhadap barang kena pajak yang dijual oleh PEB sebesar 10% tidak berarti secara otomatis menaikan tingkat harga yang sekarang sebesar 10% pula. Kenaikan efektif hanya berkisar antara 2% sampai dengan 3% saja. Dampak Pengenaan PPN Bagi PEB Terhadap Kemungkinan Beralihnya Konsumen PEB Ke Pasar Tradisional Sebagaimana dijelaskan pada bagian terdahulu, pengenaan PPN atas penyerahan barang kena pajak oleh PEB akan mengakibatkan kenaikan harga jual sebesar 2% sampai dengan 3% "dari harga jual semula. Ada sebagaian orang berpendapat bahwa kebijakan ini sengaja dibuat untuk melindungi kepentingan pasar tradisional yang pada dasamya memerlukan hal tersebut, Selama ini telah menjadi rahasia umum bahwa para pemodal kuat (pengusaha PEB) yang mampu menyediakan barang dan bahan kebutuhan pokok dalam skala besar dengan fasilitas tempat berbelanja yang lengkap dan meyenangkan merupakan pesaing yang amat berpengaruh bagi kelangsungan pasar tradisional. Padahal kenyataan belum tenlu demikian. Apabila kita teliti baik PEB maupun pasar tradisional, hakekatnya memiliki target. market sendiri-sendiri. Masyarakat (konsumen) yang biasa berbelanja ditoko PEB relatif mempunyai tingkat penghasilan yang lebih tinggi dibanding konsumen pasar tradisional. gengsi, kenyamaan berbelanja dan keperluan mempertahankan status/gaya hidup merupakan beberapa faktor yang dapat menghambat berpindahnya konsemen PEB menjadi konsumen pasar tradisional. Disamping itu, apakah betul tingkat harga barang yang sarna adalah lebih tinggi di pasar tradisional dibanding di toko PEB ? Jika kita hanya melihat dari sudut discount pembelian yang dterima oleh PEB akibat pembelian barang dalam junlah besar, memang efeknya demikian. Tetapi perlu diingat bahwa investasi dan biaya tetap yang harus dikeluarkan oleh PEB untuk menjalankan operasinya juga sangat besar. Gedung yang besar, ruang ber AC, listrik, air, biaya gaji karyawan dan biaya lainnya, yang bersifat rutin dibayar OEB dalam jumlah besar merupakan faktor penentu harga jual yang tidak akan dijumpai oleh pedagang-pedagang pasar tradisional. Jika hal ini diperhitungkan Desember 1992
Dampak Pengenaan PPN alas barang bagi PEB
613
tentunya leita tidak akan demileian saja menyatakan bahwa harga jual PEB adalah lebih murah daripada pasar tradisional.
Sebagai kesimpulan dapat dinyatakan bahwa :
1.
Kebijakan pemerintah untukmelakukan pengenaan PPN terhadap penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang dilakukan oleh PEB bukanlah dimaksudkan untuk melindungi pedagang pada pasar tradisional tetapi adalah dalam rangka meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan.
2.
PEB dan pedagang pada pasar tradisional adalah memiliki target market masing-masing. Adanya kebijakan pengenaan PPN pada PEB tidak akan mempengaruhi jumlah konsumen untuk masingmasmg pasar.
******
Our object in the construction of the stat~ .is the greates happiness of the whole.
+~;~~k;~ me»l>ITIk.\» »~;;A iAlAh,,»wk
k~bA~5IM» ;""»5 ""besAr-be.....r»;.,A l>Arl sell
15"».
PlAt" (Arlstot.Jes)
Nomor 6 Tahun XXII