BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1
Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban)
2.1.1.1 Klasifikasi Tanaman(10) Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Dicotyledone
Ordo
: Umbillales
Famili
: Umbilliferae (apiaceae)
Genus
: Centella
Spesies
: Centella asiatica (L.) Urban
Gambar 2.1 Tanaman pegagan (Centella asiatica)(11)
2.1.1.2 Deskripsi Tumbuhan Pegagan merupakan tumbuhan yang tidak berbatang, rimpang pendek dan stolon yang menyerap, panjang 10-18 cm, tinggi tanaman 10-50 cm, akar keluar dari tiap buku-buku, banyak memiliki percabangan yang membentuk tumbuhan baru. Daun tunggal bertangkai panjang tersusun dalam roset akar yang terdiri dari 2-10
helai
daun.
Sepanjang
tangkai
3
daun
beralur
dan
dipangkalnya
4
memiliki daun sisik sangat pendek, licin, tak berbulu, bersatu dengan pangkaldaun. Daun berbentuk ginjal dengan tepi daun bergerigi, kadang agak berambut dengan diameter 1-7 cm. Bunga tersusun dalam karangan seperti payung tunggal atau 3-5 bunga bersama–sama keluar dari ketiak daun, berwarna merah muda atau putih. Buah kecil, bergantung berbentuk lonjong, pipih, panjang 2-2,5 mm, baunya wangi dan rasanya pahit. Tumbuhan yang tumbuh tahunan, beriklim tropik, menyukai tanah lembap dan tumbuh mulai dari dataran rendah hingga ketinggian 2.500 m dari permukaan laut(12,13).
2.1.1.3 Kandungan Kimia Pegagan atau C. asiatica memiliki senyawa kimia yang berperan penting yaitu glikosida triterpenoid. Kandungan yang berperan penting dalam C. asiatica adalah asiatikosid Gambar 2.2(1,13). Senyawa bioaktif lainnya yang terkandung didalam C. asiatica yaitu sterol (stigmasterol), flavonoid (kaempferol quercetin), dan polifenol. Terdapat juga minyak esensial dengan senyawa terpen(13).
Gambar 2.2 Struktur asiatikosid pada C. asiantica(14)
2.1.1.4 Manfaat Teraupetik Pegagan memiliki banyak aktifitas berkhasiat untuk tonik, antiinfeksi, antitoksik, antirematik, penghentian perdarahan (hemostatis), peluruh kencing (diuretik ringan), pembersih darah, memperbanyak pengeluaran empedu,
5
antipiretik, sedatif, mempercepat penyembuhan luka, luka bakar dan vasodiloator perifer. Kandungan yang bertanggung jawab dalam penyembuhan luka adalah asiatikosid. Diketahui bahwa asiantikosid ini dapat mempercepat penyembuhan luka dan menguatkan jaringan, serta dua senyawa lainya asam asiatik, asam madecassic yang berperan penting dalam terapi(1). pegagan dikenal juga sebagai obat yang sering digunakan pada bagian kulit seperti mengencangkan kulit, menghilangkan selulit, luka lecet, luka bakar(13).
2.1.2 Ekstrak Terstandar Dalam buku Farmakope Indonesia Edisi 4, ekstrak adalah sedian kental yang diperoleh dari hasil mengekstraksi senyawa aktif dari suatu simplisia nabati atau simplisia hewani dengan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian pelarut diuapkan dan masa atau serbuk diperlakukan sedemikian hingga memenuhi buku yang telah ditetapkan(15). Standarisasi simplisia merupakan suatu proses terstandar yang dapat menjamin produk terstandar. Standarisasi secara normatif ditujukan untuk memberikan efikasi yang terukur secara farmakologis dan menjamin keamanan konsumen. Pengujian atau pemeriksaan persyaratan parameter standar umum ekstrak harus dilakukan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam monografi yang diterbitkan oleh badan Depkes-BPOM, seperti Materi Medika Indonesia, Monografi Ekstrak, Farmakope, Farmakope herbal merupakan standar resmi pemerintah(16,17). Standarisasi dalam kefarmasian merupakan serangkaian parameter dan metode yang dilakukan untuk mendapatkan mutu dari suatu ekstrak tersebut. Secara umum parameter terbagi dalam dua aspek yaitu parameter spesifik dan non spesifik(16,17).
2.1.2.1 Parameter Non Spesifik a.
Susut pengeringan dan bobot jenis Parameter susut pengeringan bertujuan untuk memberikan batas maksimal dari besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Pengukuran dimulai setelah pengeringan pada suhu 105OC selama 30 menit atau
6
hingga mencapai berat konstan dinyatakan dalam bentuk persen. Pada parameter bobot jenis, tujuannya untuk mendapatkan masa persatuan volume untuk ekstrak cair hingga kental yang masih dapat dituang. Pengukuran menggunakan alat piknometer atau alat lainnya dengan masa per satuan volume pada suhu kamar tertentu (25OC)(16). b.
Kadar air Parameter kadar air bertujuan untuk memberikan batas maksimal atau rentan besarnya kandungan air pada ekstrak. Pengukuran kandungan air pada umumnya menggunakan cara titrasi, destilasi, atau gravimetri(16).
c.
Kadar abu Parameter yang menunjukkan gambaran kandungan mineral internal dan ekstrnal pada proses awal hingga terbentuknya ekstrak. Prinsipnya bahan dipanaskan hingga pada temperatur tertentu dimana senyawa organik dan turunannya dapat terdestruksi dan menguap, sehingga tinggal senyawa anorganik dan unsur mineralnya(16).
d.
Sisa pelarut Parameter sisa pelarut bertujuan untuk menunjukkan bahwa dalam suatu ekstrak tidak terdapat sisa pelarut yang berbahaya, kemudian untuk ekstrak cair kadar alkohol yang ada harus berada pada batas yang ditetapkan. Pengukurannya menggunakan kromatografi gas, misalnya ekstrak cair yang dilihat adalah kadar alkohol didalamnya(16).
e.
Residu pestisida Parameter yang menentukan kadar pestisida yang berada didalam ekstrak tidak melebihi kadar yang ditetapkan, sehingga dapat menjamin suatu ekstrak aman bagi kesehatan dan tidak toksik(16).
f.
Cemaran logam berat Menentukan kandungan logam berat secara spektroskopi serapan atom atau lainnya yang lebih valid. Memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung logam berat (Hg, Pb, Cd dan lain-lain) melebihi kadar yang ditetapkan karena berbahaya bagi kesehatan(16).
7
g.
Cemaran mikroba Parameter yang menjamin bahwa ekstrak tidak memiliki mikroba patogen dan non patogen melebihi batas kadar yang telah ditetapkan sehingga aman bagi kesehatan. Menentukan adanya mikroba yang patogen secara analisis mikrobiologi(16).
h.
Cemaran kapang, kamir dan aflatoksin Parameter ini menjamin bahwa ekstrak yang digunakan tidak mengandung cemaran jamur yang melebihi batas ketetapan yang dapat menggangu kestabilan dari ekstrak dan aflatoksin yang berbahaya. Prinsipnya penentuan jamur dengan cara mikrobiologi dan dengan KLT untuk aflatoksin(16).
2.1.2.2 Parameter Spesifik a.
Identitas Parameter identitas ekstrak bertujuan untuk memberikan identitas objektif dari nama dan spesifik. Deskripsi tata nama berisi (nama ekstrak, nama latin tumbuhan, bagian tumbuhan yang digunakan, nama indonesia tumbuhan), kemudian senyawa identitas sebagai petunjuk spesifik untuk senyawa tertentu(16).
b.
Organoleptik Parameter yang digunakan sebagai pengenalan awal yang sederhana seobjektif mungkin. Penggunaan pancaindra yang mendeksripsikan bentuk (padat, serbuk-kering, kental, cair), warna (kuning, coklat dan lain-lain), bau (aromatik, tidak berbau dan lain-lain), dan rasa (pahit, manis, kelat dan lain-lain) (16).
c.
Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu Parameter awal yang menunjukan gambaran awal senyawa yang terkandung. Prinsipnya melarutkan ekstrak dengan sejumlah pelarut tertentu (alkohol atau air) untuk menentukan jumlah solut yang identik dengan sejumlah senyawa yang terkandung secara gravimetri(16).
8
2.1.3 Emulsi ganda Dalam farmakope dijelaskan bahwa emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain dalam bentuk tetesantetesan kecil mengandung bahan obat aktif yang ukurannya tidak lebih dari 0,1 μm dan distabilkan oleh zat penstabil atau surfaktan yang cocok(15). Pada dasarnya emulsi terdiri dari tiga fase yaitu internal, eksternal dan interface, dimana fase internal atau fase dispensing bentuk droplet halus sedangkan fase eksternal atau fase kontinyu membentuk matriks dimana droplet tersuspensi. Agar sistem menjadi stabil dalam jangka waktu yang lama maka dibutuhkan zat yang dapat menstabilkan kedua fase tersebut yaitu zat aktif pada fase interface atau emulsifier(18,19). Multiple emulsi atau emulsi ganda merupakan tipe emulsi yang mengandung dua fase immiscible yang dipisahkan oleh minimal dua film surfaktan (emulsifier). Dengan kata lain emulsi ganda dapat didefinisikan sebagai emulsi
yang
mengandung
dua
fase
emulsi
secara
bersamaan
yang
menggabungkan kedua sifat emulsi yaitu A/M (air dalam minyak) dan M/A (minyak dalam air)(15,20,21). Sediaan emulsi ganda dapat memperlama pelepasan zat aktif dari fase internal ke fase eksternal karena globul emulsi internal dilapisi oleh globul fase luar sehingga dapat melindungi kandungan zat aktif yang terdispersi pada fase internal(22,23). Emulsi ganda juga merupakan reservoir yang mampu meningkatkan disolusi atau solubilisasi senyawa yang tidak larut. Senyawa tersebut dilarutkan dalam atau permukaan internal atau bahkan di fase ekternal(24). Sama halnya dengan emulsi ganda memiliki dua tipe yaitu M/A/M (minyak dalam air dalam minyak) dan A/M/A (air dalam minyak dalam air). Emulsi ganda merupakan dua permukaan yang berbeda yang membutuhkan dua jenis emulgator yang dengan kombinasi yang sesuai akan menyebabkan distribusi emulgator dalam sediaan terkontrol(25).
2.1.3.1 Hydrophilic Lipophilic balance (HLB) Hydrophilic Lipophilic balance (HLB) atau keseimbangan hidrofilik lipofilik dapat mempengaruhi nilai emulsi yang dihasilkan dan memiliki
9
kecendrungan relatif dari emulgator. Emulgator yang larut dalam air cendrung membentuk M/A, dan jika larut dalam minyak cendrung membentuk A/M. nilai HLB yang tinggi menunjukan semakin hidrofilik sedangkan nilai HLB yang rendah menunjukan semakin lipofil(23). Dapat dilihat pada Tabel 2.1 merupakan skala nilai yang digunakan sebagai ukuran nilai dalam HLB. Tabel 2.1 skala nilai yang digunakan dalam aplikasi jarak HLB(26) Jarak HLB 4-6 7-9 8-18 13-15 10-18
Aplikasi Emulsi A/M Agen pembasah Emulsi M/A Deterjen Pelarut
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan stabilitas emulsi selain Hydrophilic Lipophilic balance (HLB), yaitu mengurangi bentuk ukuran droplet emulsi primer, membentuk L2-mikroemulsi, pembentukan mikrosfer dan meningkatkan visikositas fase air dalam emulsi primer, meningkatkan visikositas dan menambahkan pengompleks, serta menggunakan emulgator polimer dan menambahkan partikel koloid(27,26).
2.1.4
Krim Dalam farmakope krim merupakan sediaan setengah padat yang
mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispensi dalam bahan dasar yang sesuai(15). Formulasi krim pada umumnya ada dua, yaitu sebagai emulsi air dalam minyak (A/M), misalnya cold cream, dan minyak dalam air (M/A), misalnya vanishing cream(7,15). Pada umumnya sifat krim ialah mampu melekat pada permukaan kulit dalam waktu yang cukup lama sebelum sediaan dicuci dengan air. Krim dapat memberikan efek mengkilap, berminyak melembapkan dan mudah tersebar rata, bias mudah/sulit diusap, bias mudah/sulit dicuci serta mudah berpenetrasi dikulit(4,28). Keuntungan dari sediaan krim, yaitu kemampuan menyebar yang baik pada kulit, memberikan efek dingin, mudah dicuci dengan air pada umumnya, serta pelepasan obat yang baik, tidak menyebabkan penyumbatan, bersifat lembut
10
kecuali asam stearate(28). Sediaan krim lebih ditunjukan pada penggunaan kosmetik dan estetika karena mudah dicuci dengan air(15,28).
2.1.5 Morfologi Bahan 2.1.5.1 Akuades Akuades atau air terpurifikasi yang memiliki rumus empiris H2O dengan berat molekul 18,02 merupakan bahan tambahan yang digunakan sebagai pelarut atau solven, diperoleh dengan mengunakan ion exchange, reverse osmose atau proses lain yang sesuai. Aquades memiliki ciri jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan cairan tidak berasa, memiliki nilai pH yang berkisar antara 5 hingga 7. Stabil dalam semua keadaan (dalam bentuk cairan es ataupun uap) dan disimpan dalam wadah tertutup rapat(29).
2.1.5.2 Gliserin Gliserin atau gliserol merupakan cairan kental yang tidak berwarna, tidak berbau, cairan higroskopis dan memiliki rasa yang manis. Gliserin memiliki fungsi sebagai pengawet (antimikroba), kosolven, pelembab atau emolien, humektan, pelarut, agen pemanis, dan sebagai agen tonisitas. Gliserin memiliki berat molekul 92,09 dengan rumus empiris C3H8O3(29).
Gambar 2.3 Struktur molekul gliserin(14)
2.1.5.3 Lanolin/Adapslanae Lanolin atau adepslanae merupakan zat berupa lemak, liat, lekat, kuning muda atau kuning pucat, sedikit tembus cahaya, bau lemah khas. Adepslanae larut dalam kloroform dan eter, agak sukar larut dalam etanol (95%) praktis tidak larut dalam air serta berfungsi sebagai zat tambahan basis salep(30).
11
2.1.5.4 Metil paraben Metil paraben atau nipagin merupakan kristal yang tak berwarna atau serbuk kristal berwarna putih, pemberian hablur kecil, tidak berbau dan memiliki sedikit rasa terbakar. Metil paraben memiliki fungsi sebagai pengawet antimikroba. Efikasi
pengawet metil paraben menurun seiring dengan
meningkatnya pH(5,15,29).Metil paraben sering digunakan untuk pengawet antimikroba dalam kosmetik. Metil paraben dapat digunakan sendiri atau pun digunakan bersama dalam kombinasi paraben lainnya. Metil paraben meiliki rumus empiris C8H8O3 dan berat molokul 152,15(5).
Gambar 2.4 Struktur molekul metil paraben(14)
2.1.5.5 Rose oil Rose oil atau minyak mawar merupakan cairan kental yang memiliki aroma dan rasa khas mawar, tidak berwarna atau kuning, berfungsi sebagai pengaroma(30).
2.1.5.6 Span 80 Span 80 atau sorbitan monooleat merupakan cairan kuning kental, yang memiliki bau dan rasa khas, berfungsi sebagai pengemulsi, surfaktan nonionik, pendispersi, serta pelarut. Span 80 (C24H44O6, BM 429) sedikit demi sedikit akan membentuk sabun dengan asam basa kuat, span 80 stabil pada asam dan basa lemah. Penyimpanannya diletakkan pada wadah yang tertutup rapat, sejuk dan kering. Span 80 aman digunakan untuk kosmetik, produk makanan, serta sediaan oral dan topikal karena bahan ini tidak toksik dan tidak mengiritasi(29).
12
Gambar 2.5 Struktur molekul span 80(14)
2.1.5.7 Tween 80 Tween 80 memiliki sinonim polisorbat 80, merupakan bahan tambahan yang berfungsi sebagai pengemulsi, surfaktan non ionik, dan pelarut, aman digunakan dalam kosmetik, produk makanan dan sedian farmasi dalam bentuk oral, parenteral, dan topikal. Memiliki ciri bau khas, hangat, rasa yang agak pahit, merupakan cairan kuning yang berminyak dengan rumus formula C64H124O26. Tween 80 stabil pada elektrolit dan asam basa lemah, sedikit demi sedikit akan tersaponifikasi dengan asam dan basa kuat. Ketika bereaksi dengan fenol dan tannin dapat terjadi perubahan warna dan atau pengendapan, baik disimpan dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, sejuk dan kering(29).
Gambar 2.6 Struktur molekul tween 80(14)
13
2.1.6
Kulit Kulit merupakan organ tubuh terbesar dari manusia yang berfungsi
sebagai pertahanan, sawar mekanis antara lingkungan eksternal dan jaringanjaringan dibawahnya serta fungsi penting lainnya(31). Manusia hampir semua bagian luarnya ditutupi oleh kulit, sehingga yang sering terpapar oleh berbagai jenis zat kimia, seperti kosmetik, produk rumah tangga, obat topikal dan pencemaran industri. Banyaknya paparan yang terjadi pada kulit dapat menyebabkan berbagai jenis lesi yang disebabkan oleh terpaparnya zat kimia secara berulang-ulang(9). Kulit terdiri dari bagian epidermis dan dermis, yang terletak diatas jaringan subkutan. Epidermis merupakan bagian luar yang tipis, rata-rata 0,1-0,2 mm tebalnya, sedangkan dermis sekitar 2 mm. kulit ini melekat pada otot atau tulang dibawahnya melalui hipodermis/lapisan subkutis, yaitu suatu jaringan ikat longgar yang mengandung lemak(8,31).
2.1.6.1 Epidermis Epidermis terdiri dari banyak sel epitel, dan epidermis kira-kira akan menggatikan dirinya sendiri sekitar dua setengah bulan. Bagian dalam epidermis terbentuk dari kubus-kubus yang hidup dan cepat membelah, sedangkan bagian luarnya merupakan sel-sel yang mati dan gepeng. Proses pergantiaan kulit, yaitu dengan cara sel-sel baru yang terbentu didalam akan mendorong sel-sel lama yang berada diatas, sehingga pasokan nutrisi akan berkurang yang kemudian digantikan dengan sel-sel baru(31). Epidermis mengandung melanosit yang menghasilkan pigmen, sel Langerhans yang bertindak sebagai magrofag dan limfosit, yang terlibat dalam respon imun(8). Epidermis merupakan bagian sawar kulit yang bertindak dalam menghambat sebagian besar bahan yang berkontak langsung dengan tubuh kedalam tubuh, termasuk bakteri dan bahan kimia toksik dan juga sebagai penahan cairan internal keluar seperti cairan tubuh agar tidak mudah keluar. Kulit dapat memodifikasi senyawa yang berkontak dengan tubuh agar tidak berbahaya, misalnya enzim-enzim epidermis dapat mengubah banyak karsinogen potensial menjadi tidak berbahaya. Tetapi, beberapa bahan, misalnya bahan larut lemak
14
dapat mudah masuk melalui lapisan ganda lemak membran plasma sel epidermis, misalnya nikotin atau estrogen(31).
2.1.6.2 Dermis Dermis merupakan lapisan setelah epidermis, batasan epidermis dan dermis yaitu membran basalis dan bagian bawah dermis dibatasi oleh subkutis(32). Dermis merupakan suatu lapisan jaringan ikat yang mengandung serat elastis dan serat kolagen, serta banyak pembulu darah dan ujung syaraf khusus. Dalam lapisan dermis tedapat beberapa jenis sel, yaitu fibroblast yang terlibat dalam biosintesis protein berserat, dan zat-zat seperti asam hialuronat, kondroitin sulfat, dan mukopolisakarida, sel-sel lainnya seperti sel lemak, magrofag, histiosit, dan mastosit(8,31). Dermis meiliki dua lapisan: a.
Bagian atas, pars papilare (stratum papilar), bagian yang menonjol ke epidermis, memiliki serabut saraf dan pembulu darah yang memberi nutrisi pada epidermis.
b.
Bagian bawah, pars retikulare (stratum retrikularis), bagian yang mengarah ke subkutan, terdiri dari serabut kolagen yang memberikan kekuatan pada kulit, elastis memberikan kelenturan, dan serabut retrikulus. Sejalan dengan usia, kolagen dan elastis mengakibatkan pengeriputan kulit(32).
2.1.6.3 Hipodermis Hipodermis atau subkutis merupakan kumlupan sel lemak dan diantaranya terdapat serabut jaringan ikat dermis, terdapat endapan lemak dari seluruh tubuh yang secara kolektif disebut jaringan adipose(31,32). Jaringan adipose ini merupakan shokbreke atau pegas bila terjadi tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit. Dibawah subkutis terdapat selaput otot lalu kemudian otot(32). Kulit memiliki fungsi sebagai berikut: 1. Sebagai pelindung, yaitu melindungi keseimbanga cairan internal dan eksternal dari dalam dan luar tubuh, agar tidak terjadi penarikan cairan dari luar maupun dalam sehingga tidak terjadi dehidrasi. Dapat melindungi tubuh dari invasi mikrooganisme, serta menghambat pertumbuhan
15
mikroorganisme dan kulit memiliki pigmen melanin yang dapat melindungi dari sinar ultraviolet. 2. Sebagai peraba atau alat komunikasi, merasakan sentuhan, rasa nyeri, perubahan suhu dan tekanan kulit dari jaringan subkutan dan ditransmisikan oleh saraf sensorik ke medula spinalis dan otak. 3. Sebagai alat pengatur panas, suhu tubuh seseorang akan tetap sama walaupun terjadi perubahan suhu pada lingkungan. Suhu normal tubuh, yaitu 36-37,5OC dan suhu kulit sedikit lebih rendah. Pengaturan suhu dilakukan oleh dua mekanisme persarafan vaso motoric, yaitu vasodilatasi, pembulu darah melebar, kulit menjadi panas dan kelebihan panas akan membuat penguapan cairan pada permukaan tubuh dan vasokontriksi, pembulu darah menyempit, kulit akan pucat dan dingin, penguapan cairan akan dikurangi dengan menurunya suhu panas tubuh. 4. Sebagai tempat penyimpanan, merupakan tempat penampung air dan lemak, yang sewaktu-waktu dapat dilepaskan bila diperlukan. 5. Sebagai alat absorpsi, kulit dapat mengabsorpsi sinar ultraviolet yang bereaksi atas perkursor vitamin D yang penting dalam pembentukan tulang dan sebagai tempat absorpsi obat-obat yang digunakan pada bagian dermal. 6. Sebagai ekskresi, zat berlemak, air dan ion-ion, seperti Na+ diekskresi melalui kulit(32).
2.1.7
Uji Stabilitas Fisik Stabilitas merupakan kemampuan suatu produk obat atau kosmetik untuk
bertahan dalam batas spesifikasi yang diterapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas dan kemurnian produk. Definisi sediaan yang stabil yaitu suatu sediaan yang masih berada dalam batas yang dapat diterima selama periode waktu penyimpanan dan penggunaan, dimana sifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya saat dibuat(33). Ketidak stabilan fisik dari sediaan ditandai dengan adanya perubahan warna, timbul bau, pengendapan suspensi atau caking, perubahan konsistensi dan perubahan fisik lainnya. Nilai kestabilan suatu sediaan farmasetika atau kosmetik
16
dalam waktu yang singkat dapat diperoleh dengan melakukan uji stabilitas dipercepat. Pengujian ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi yang diinginkan dalam waktu sesingkat mungkin dengan cara menyimpan sediaan sampel pada kondisi yang dirancang untuk mempercepat terjadinya perubahan yang biasa terjadi pada kondisi normal(33).
2.1.8
Iritasi Primer Kulit Iritasi primer merupakan respon lokal kulit yang terjadi dikarenakan kulit
terpapar oleh zat kimia, misalnya alkali kuat, asam kuat, pelarut dan deterjen yang nantinya menimbulkan inflamasi atau luka pada daerah pemejanan. Iritasi primer terjadi pada tempat yang tersentu zat kimia dan biasanya pada sentuhan menonjol dibandingkan dengan kontrol menunjukkan fototoksisitas. Pada dasarnya, prosedur ini melibatkan suatu induksi fotosintesis dengan megoleskan sedikit zat kimia berkali-kali pada daerah kulit, dan memejankan daerah itu terhadap sinar UV yang sesuai. Setelah selang waktu 3 minggu, dipejankan lagi untuk menimbulkan fotoalergi(8). Uji tempel terbuka dapat diterapkan pada sukarelawan manusia atau relawan yang diduga rentan terhadap zat kimia. Personel dan alat-alat harus dipersiapkan dengan baik untuk menangani reaksi anafikaltoid. Keterlibatan imunologik dapat dibuktikan oleh transfer pasif 0,1 ml serum segar dari pasien disuntikan secara intradermal pada lengan bawah seorang sukarelawan dan diperhatikan 24 jam kemudian dengan mengoleskan zat kimia yang dicurigai menyebabkan infeksi pada tempat injeksi(8).
Pada penelitian ini uji yang akan dilakukan yaitu uji iritasi primer, dimana uji ini pada umumnya merupakan uji tempel (patch test) pada kulit hewan uji. Dosis yang digunakan dalam uji ini umumnya 0,5 ml untuk sediaan cair dan 0,5 g untuk sediaan semipadat atau padat pada 1 inci persegi permukaan kulit hewan uji yang sudah dicukur terlebih dahulu. Kasa akan ditempelkan pada bagian yang diberikan sediaan, kemudian dilakuakan penilaian angka sesuai dengan tingkat terbentuknya eritema dan edema pada kulit hewan uji pada 24 jam pertama dan 72 jam berikutnya. Terjadinya eritema dan edema akan diberikan penilaian
17
berdasarkan terbentuknya eritema dan edema yang ada, dapat dilihat pada Tabel 2.2. Hewan uji dibagi dalam beberapa kelompok yang mendapatkan perlakuan yang sama dengan prosedur tadi, dimaksudkan untuk mendapatkan indeks iritasi primer, dengan cara skor eritema dan edema keseluruhan ditambahkan dalam bacaan 24 dan 72 jam, dan skor rata-rata untuk kulit lecet dan utuh digabungkan, maka itulah yang disebut indeks iritasi primer(8). Tabel 2.2. Evaluasi reaksi kulit pada eritema dan edema(8) No 1
2
Reaksi kulit Eritema dan pembentukan kerak Tanpa eritema Eritema sangat sedikit (hampir tidak ada) Eritema berbatas jelas Eritema moderat sampai berat Eritema berat (merah bit)sampai sekirit membentuk kerak (luka dalam) Total skor eritema yang mungkin Pembentukan edema Tanpa edema Edema sangat sedikit (hampir tidak jelas) Edema sedikit (tepi daerah berbatas jelas) Edema moderat (tepi naik kira-kira 1 mm) Edema berat (naik lebih dari 1 mm dan meluas keluar daerah pejanan) Total skor edema yang mungkin
Skor 0 1 2 3 4 4
0 1 2 3 4 4
Tabel 2.3. Evaluasi indeks iritasi primer(8) Indeks iritasi primer 2 atau kurang 2 sampai 5 6 atau lebih
Kategori Hanya sedikit merangsang Merupakan iritan moderat Dianggap iritan berat
2.1.8.1 Eritema Eritema merupakan reaksi radang yang ditandai dengan kemerahan pada bagian bawah permukaan kulit akibat dilatasi pada kapiler yang disebabkan racun kimia atau sunburn(34). Penyebab eritema dapat disebabkan oleh obat-obatan atau virus, eksantemata virus spesifik, eritema kronikum migrans (Lyme-Borreliosis),
18
eritema multiforme, eritema nodosum, eritma marginatum, penyakit still-eritema macular bersudut diurnal dan eritema anigne(35,36).
2.1.8.2 Edema Edema atau disebut retensi cairan merupakan pembengkakan yang disebabkan oleh adanya akumulasi cairan yang abnormal didalam jaringan. Edema
memiliki
banyak
kemungkinan
penyebab,
diantaranya
berada
dilingkungan yang memiliki cuaca panas, sehingga terjadinya kelebihan cairan pada bagian tertentu pada tubuh(36). Terjadinya kelebihan cairan ini dapat menyebabkan mengecilnya atau melemahnya katup dalam pembuluh darah sehingga menjadi sulit untuk memompa darah kembali ke jantung, yang dapat menyebabkan terjadinya retensi cairan atau varises. Edema dapat terjadi pada bagian
kaki,
mata
kaki,
paru-paru,
jantung
memungkinkan terjadinya penumpukan cairan
(34,36)
atau
bagian-bagian
yang
. Edema bias menjadi gejala
dari keadaa medis yang serius, misalnya penyakit jantung kongesif, gagal jantung, gagal hati, malnutrisi dan sindrom nefrotik. Selain karena kadar cairan dan garam berlebihan, obat-obat seperti obat anti-inflamasi nonsteroid dan calcium chanal blocker dapat menyebabkan edema atau edema perifer(35).
2.1.9
Kelinci Kelinci (Orytolagus cuniculus) berpunggung melengkung dan berekor
pendek, berleher pendek dan memiliki daun telinga yang panjang keatas. Bentuk bibir yang terbelah hingga bergabung dengan hidung, memiliki kumis panjang disamping bawah hidung-hidungnya. Terdapat beberapa helai bulu mata, daun telinga yang tipis hingga dapat terlihat saluran darah, kaki belakang yang lebih panjang dan kuat dibandingkan dengan kaki depan, memiliki kuku-kuku disetiap jari-jarinya, dan kelinci merupakam hewan pelonat(7). Gigi kelinci dapat tumbuh terus sesuai pertumbuhan usia kelinci tersebut, untuk memperlambat bertumbuhan gigi kelinci dapat dilakukan dengan memberi makan-makanan yang keras. Kelinci menyukai makanan berupa rumput-rumputan dan daun yang segar(7).
19
1.
2.
Klasifikasi Hewan Kelinci(7) Kingdom
: Animalia
Fillum
: Chordata
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Lagorhapha
Familia
: Laporidae
Genus
: Oryctolagus
Spesies
: Oryctolagus cuniculus
Karakteristik Hewan Kelinci(37) Konsumsi pakan per hari
: 100-200 g
Konsumsi air minum per hari
: 200-500 ml
Ekskresi urin per hari
: 30-35 ml
Lama hidup
: 5-7 tahun
Bobot badan Jantan
: 4-5,5 kg
Betina
: 4,5-6,5 kg
Bobot lahir
: 30-100 g
Siklus menstruasi
: 5-6 bulan (4,5 kg)/6-7 bulan (4 kg)
Umur sapih
: 8 minggu, 1,8 kg
Mulai makan pakan kering
: 16-18 hari
Waktu kawin kembali setelah
: 35-42 hari
Rasio kawin
: (1 jantan:6-10 betina)
Suhu rektal
: 39,5OC
2.2 Landasan Teori Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) memiliki senyawa asiatikosid yang berperan penting dalam pembentukan jaringan baru dalam kulit dan senyawa lainnya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sula, Sediaan emulsi ganda dapat memperlama pelepasan zat aktif dari fase internal ke fase eksternal karena globul emulsi internal dilapisi oleh globul fase luar sehingga dapat melindungi kandungan zat aktif yang terdispersi pada fase internal(3). Tahapan uji stabilitas fisik pada sediaan krim sangatlah perlu dilakukan karena merupakan tahapan
20
dalam pengembangan sediaan farmasi. Pengujian secara fisik meliputi uji organoleptik, viskositas, daya lekat, daya sebar, pH dan uji tambahan pertumbuhan jamur. Pada penelitian sebelumnya bahwa krim ekstrak pegagan stabil selama penyimpanan tetapi terjadi pertumbuhan jamur. Pada sediaan krim ekstrak pegagan ini senyawa yang diketahui memiliki potensi mengiritasi yaitu metil paraben. Metil paraben memiliki keunggulan yaitu bias digunakan secara sendiri ataupun dengan kombinasi, tentu dengan kombinasi maka akan memperkuat masa pengawetnya akan tetapi potensi mengiritasi juga akan semakin meningkat(5). Ekstrak pegagan mungkin memiliki potensi yang rendah tetapi senyawa kimia lainnya seperti metil paraben memiliki potensi untuk mengiritasi kulit(29). Dalam penelitian dilakukan optimasi pada metil paraben, dengan demikian perlu dilakukan uji stabilitas fisik pada sediaan untuk mengetahui stabilitas sediaan dan uji iritasi primer untuk melihat potensi iritasi yang dapat ditimbulkan oleh sediaan pada kelinci jantan.
2.3 Hipotesis Berdasarkan landasan teori diatas dapat dibuat hipotesis, bahwa sediaan krim emulsi ganda ekstrak pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) memiliki stabil selama masa penyimpanan akan tetapi terjadi pertumbuhan jamur. Centella asiatica diketahui memiliki efek toksik yang kecil, akan tetapi bahan-bahan kimia lainnya memiliki potensi toksik. Sehingga sediaan krim ekstrak pegagan memiliki potensi ringan dalam mengiritasi kulit.
21
2.4 Kerangka Konsep Penelitian Variabel bebas
Variabel tergantung
Ekstraksi tumbuhan
Parameter uji stabilitas fisik
pegagan dan pembuatan
(pengamatan organoleptis,
sediaan krim ekstrak
pemeriksaan pH, uji
pegagan
viskositas, uji daya sebar, uji daya lekat)
Variabel terkontrol Pemilihan bahan-bahan, ekstrak yang digunakan, tempat pengambilan, waktu panen dari pegagan (a)
Variabel bebas
Variabel tergantung
Pemberian dosis (0,25 g/inci2,
Parameter uji iritasi
0,5 g/inci2, 1 g/inci2, 2 g/inci2),
primer (eritema dan
kelompok hewan uji (kulit
edema)
normal dan kulit insisi)
Variabel terkontrol Jenis hewan uji, pengembang biakannya, jenis kelamin, diet, kondisi kandang, umur dan berat badan kelinci (b) Gambar 2.7 kerangka konsep penelitian krim emulsi ganda ekstrak pegagan (a) uji stabilitas fisik (b) uji iritasi primer