Zalukhu: 1 - 11
Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013
PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI DAN STRES KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI (Studi Kasus di Kantor Pusat Badan SAR Nasional Jakarta) Irwan Zalukhu Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Medan E-mail:
[email protected] Abstract: This study was conducted to determine the effect of emotional intelligence, organizational climate and job stress on employee performance. The population in this study were employees at the Head Office of National SAR Agency (BASARNAS) Jakarta. Sampling was done by metore accidental sampling. The method used in this study is a descriptive analysis of the data collection through literature review, observation, interview. Analysis was conducted on the validity, reliability test, the classic assumption test, correlation and regression testing. Results of the analysis showed that emotional intelligence is partially significant effect on employee performance is strongly correlated with empathy Dimension initiative. Partial results of the analysis of organizational climate have a significant effect on employee performance. Dimensional support strongly associated with cooperation. Partial results of the analysis of job stress had no effect on employee performance. Results of simultaneous analysis of emotional intelligence and organizational climate have a significant effect on employee performance. Keywords: Emotional Intelligence, Organizational Climate, Job Stress, Employee Performance Abstrak: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional, iklim organisasi dan stres kerja terhadap kinerja karyawan. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan di Kantor Kepala Badan SAR Nasional (BASARNAS) Jakarta. Pengambilan sampel dilakukan dengan metore accidental sampling. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif pengumpulan data melalui literatur, observasi, wawancara. Analisis dilakukan pada validitas, uji reliabilitas, uji asumsi klasik, korelasi dan pengujian regresi. Hasil analisis menunjukkan bahwa kecerdasan emosional secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan sangat berkorelasi dengan inisiatif empati Dimensi. Hasil parsial analisis iklim organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Dukungan dimensi sangat terkait dengan kerjasama. Hasil parsial analisis stres kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Hasil analisis secara simultan kecerdasan emosional dan iklim organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Kata kunci: Kecerdasan Emosional, Iklim Organisasi, Stres Kerja, Kinerja Karyawan PENDAHULUAN Sesuai dengan Pusat Data Statistik dan Informasi Sekretariat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas
1
Zalukhu: 1 - 11
Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013
perairan 2/3 luas daratan yaitu sekitar 1,273,954.32 km2 (statistik.kkp.go.id). Perairan Indonesia merupakan salah satu wilayah yang unik dengan berbagai tipe dan keistimewaaan di tiap daerahnya. Tak jarang perairan yang kaya sumber daya alam ini berubah menjadi sangat ganas dan menelan banyak korban jiwa. Tersebarnya pulau–pulau di Indonesia menyebabkan tingginya tuntutan pengembangan dan perluasan jasa transportasi pelayaran dan penerbangan sebagai penghubung aktifitas sosial-ekonomi-politik antarwilayah, antarpulau, maupun antarnegara, selain itu juga untuk kebutuhan angkutan penumpang dalam kaitannya dengan pembangunan kepariwisataan. Transportasi merupakan urat nadi perekonomian masyarakat dan bangsa Indonesia. Aktivitas perkembangan transportasi di Indonesia yang terdiri dari berbagai matra (transportasi laut dan transportasi lainnya) semakin meningkat. Hal ini merupakan dampak dari aktivitas perekonomian dan aktifitas sosial budaya dan masyarakat. Disamping itu, proses deregulasi proses pembaruan regulasi di bidang transportasi secara nasional juga telah memicu peningkatan aktifitas transportasi. Peningkatan aktifitas transportasi secara nasional baik dalam matra transportasi darat, laut, udara, perkeretaapian tersebut di sisi lain juga berdampak semakin meningkatnya insiden dan kecelakaan transportasi. Musibah kecelakaan transportasi darat juga sering terjadi, misalnya peristiwa anjloknya gerbong kereta api dan kecelakaan lalu lintas di jalan. Musibah yang lain berupa bencana yang terjadi di berbagai belahan wilayah tanah air seperti gempa tektonik, tsunami dan meletusnya gunung berapi. Di bawah ini disajikan peta potensi bencana di wilayah Indonesia menurut Himpunan Pemerhati Lingkungan Indonesia (http://www.hpli.org/bencana.php)
Gambar 1. Peta potensi Bencana di Indonesia Sumber: diolah penulis Secara geografis Indonesia terletak di daerah katulistiwa dengan morfologi yang beragam dari daratan sampai pegunungan tinggi. Keragaman morfologi ini banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas pergerakan lempeng tektonik aktif di sekitar perairan Indonesia diantaranya adalah lempeng Eurasia, Australia dan lempeng Dasar Samudera Pasifik. Pergerakan lempeng-lempeng tektonik tersebut menyebabkan terbentuknya jalur gempa bumi, rangkaian gunung api aktif serta patahan-patahan geologi yang merupakan zona rawan bencana gempa bumi dan tanah longsor. Dari peta diatas
2
Zalukhu: 1 - 11
Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013
dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki potensi bahaya utama (main hazard potency) yang tinggi. Hal ini tentunya sangat tidak menguntungkan bagi negara Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan pada saat sebelum terjadinya bencana adalah pencegahan dan mitigasi, yang merupakan upaya untuk mengurangi atau memperkecil dampak kerugian atau kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh bencana. Semua musibah yang terjadi merupakan kejadian yang serba tiba-tiba, serta tidak dapat diketahui kapan dan dimana akan terjadi. Pada umumnya berakibat fatal terhadap keselamatan jiwa dan kerugian harta benda. Tetapi, dampak tersebut dapat diantisipasi dan diminimalisir jika ditangani dengan cepat, tepat, dan seksama. Oleh karena itu, kehadiran tim pencari dan penyelamat sangat dibutuhkan jika terjadi suatu musibah. Yang sekarang ini dijalankan oleh sebuah organisasi bernama Basarnas. Badan SAR Nasional (disingkat Basarnas) adalah Lembaga Pemerintah Non Kementrian Indonesia yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pencarian dan pertolongan (search and rescue/SAR). Lahirnya organisasi SAR di Indonesia yang saat ini bernama Basarnas diawali dengan adanya penyebutan Black Area bagi suatu negara yang tidak memiliki organisasi SAR juga sebagai konsekuensi Indonesia menjadi anggota IMO (International Maritime Organization) serta ICAO (International Civil Aviation Organization). Dalam penyelenggaraan operasi SAR, ada 5 komponen SAR yang merupakan bagian dari sistem SAR yang harus dibangun kemampuannya, agar pelayanan jasa SAR dapat dilakukan dengan baik. Komponen-komponen tersebut antara lain: (1) Organisasi (SAR Organization), merupakan struktur organisasi SAR, meliputi aspek pengerahan unsur, koordinasi, komando dan pengendalian, kewenangan, lingkup penugasan dan tanggung jawab penanganan musibah.; (2) Komunikasi (Communication), sebagai sarana untuk melakukan fungsi deteksi adanya musibah, fungsi komando dan pengendalian operasi dan koordinasi selama operasi SAR.; (3) Fasilitas (SAR Facilities), adalah komponen unsur, peralatan/perlengkapan serta fasilitas pendukung lainnya yang dapat digunakan dalam operasi/misi SAR.; (4) Pertolongan Darurat (Emergency Cares), adalah penyediaan peralatan atau fasilitas perawatan darurat yang bersifat sementara ditempat kejadian, sampai ketempat penampungan atau tersedianya fasilitas yang memadai.; (5) Dokumentasi (Documentation), berupa pendataan laporan, analisa serta data kemampuan operasi SAR guna kepentingan misi SAR yang akan datang. Lingkup tugas pokok dan fungsi Basarnas sesuai dengan PP No. 36/2006- Basarnas bertanggungjawab untuk menangani musibah kecelakaan transportasi, bencana alam, dan musibah bencana lainnya, merupakan garda depan (front line) dalam proses pencarian, pertolonganm, dan evakuasi korban manusia dan harta benda dalam wilayah yurisdiksi NKRI hingga 200 mil laut ZEEI, di samping fungsinya sebagai koordinator seluruh potensi SAR. Tugas Basarnas akan dapat terlaksana dengan baik jika didukung dengan ketersediaan dan kesiapan seluruh elemen utama Basarnas dan institusi pendukung lainnya secara terintegrasi baik pada tingkatan substrukturnya (institusi/kelembagaan, Sumber Daya Manusia, pembiayaan), pada tingkatan infrastrukturnya (prasarana dan sarananya), maupun pada tingkatan suprastrukturnya (regulasi, peraturan, perundangan, serta kewenangan lainnya) secara sistemik dan terintegrasi. Bangunan infrastruktur, meliputi kondisi prasarana dan sarana utama, prasana dan sarana pendukung, bangunan kantor SAR
3
Zalukhu: 1 - 11
Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013
yang ada di 24 UPT (Unit Pelaksanaan Teknis), jauh dari memadai, bahkan untuk kebutuhan paling minimal sekalipun. Kekurangan peralatan juga menjadi salah satu keluhan dari petugas Basarnas dalam rangka melaksanakan penangan kecelakaan di lapangan. Sebagai contoh pada saat melakukan evakuasi korban kecelakaan Pesawat Sukhoi Superjet 100 di tebing gunung salak Bogor pada bulan Mei lalu bahwa semua peralatan yang digunakan petugas Basarnas yang digunakan adalah alat-alat standar, dan ada sebagian alat-alat yang bagus tapi pinjaman (Akbar Zulfakar (Kapoksi) FPKS Komisi V DPR RI di Lanud Bandara Halim Perdanakusuma, Sabtu (12/5/12) Liputan6.com, Jakarta). Hal ini akan mempengaruhi kecepatan dan ketepatan penanganan evakuasi korban bencana di lapangan. Pegawai Basarnas dipimpin oleh seorang Kepala Badan SAR Nasional yang bertanggung jawab secara keseluruhan tentang operasi SAR di Indonesia. Beliau berasal dari kesatuan TNI AL RI dan tugaskan langsung oleh Presiden untuk menjadi Kepala Basarnas. Dalam struktur organisasi Basarnas, sebagian besar bidang-bidang operasi lapangan dipimpin oleh TNI. Namun, tidak jarang hal ini menjadi masalah dan menimbulkan hubungan pimpinan dengan bawahan menjadi tidak baik karena terasa sulit membangun komunikasi karena perbedaan kebiasaan dan latar belakang, sehingga berakibat pada pengaplikasian tugas di lapangan. Sebagai contoh pada pencarian lokasi kecelakaan pesawat sukhoi super jet 100 Mei lalu yang sangat terlambat, ini sebabkan koordinasi dan komunikasi tim SAR dengan komando atau atasan mereka tidak baik. Bersadarkan hasil wawancara dengan beberapa pegawai di Basarnas bahwa mereka merasa ada jarak yang terlalu jauh dengan atasan mereka. Salah satu contohnya adalah ketika seorang Pimpinan Basarnas akan memasuki kantor atau pulang kantor maka sekitar beberapa menit semua security sudah berbaris dari pintu lobby utama sampai di depan lift khusus untuk pimpinan Basarnas. Semua pegawai yang ada disitu saat itu tidak boleh merjalan mendahului Pimpinan karena dianggap tidak menghormati atasan. Iklim organisasi ini yang dikeluhkan oleh kebanyakan pegawai Basarnas, hati mereka berontak ketika mereka mengingat kelelahan, kecapean, kesakitan, dalam menjalankan pekerjaan dan tidak pernah ada kata-kata simpatik, kata-kata penyemangat dari seorang Pimpinan tersebut. Dalam pelaksanaan tugas evakuasi korban bencana, kecelakaan pelayaran dan penerbangan yang dilakukan oleh Basarnas di lapangan sering dibantu oleh tim SAR gabungan dari instansi lain. Sebagai contoh pada pelaksanaan evakuasi korban bencana Pesawat Sukhi Superjet 100 Mei lalu, petugas Basarnas dibantu oleh tim SAR gabungan TNI, POLRI, PMI, serta para relawan lainnya, sehingga pelaksanaan tugas evakuasi korban dilakukan dengan cepat. Namun, kendala yang sering dihadapi oleh petugas Basarnas sendiri adalah adanya perbedaan cara kerja dari masing-masing instansi tersebut sehingga petugas Basarnas kewalahan menyesuaikan diri dengan cara kerja mereka. Kendala seperti ini sering dialamai oleh petugas Basarnas yang bertugas di lapangan, namun dalam hal ini diperlukan kemampuan manajemen emosi diri petugas itu sendiri. Sesuai dengan hasil wawancara dari beberapa pegawai di Basarnas bahwa kendala lain yang sering dialami oleh petugas Basarnas ketika melakukan evakuasi di lapangan adalah menghadapi keluarga korban bencana atau kecelakaan. Mungkin karena dalam keadaan berkabung akibat kecelakaan yang menimpa mereka sehingga kebanyakan keluarga korban menuntut lebih cepat dan menganggap tim Basarnas sengaja mengulur-
4
Zalukhu: 1 - 11
Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013
ngulur waktu pencarian korban, kinerja tim Basarnas tidak ada, dan lain sebagainya, pada hal kenyataannya petugas Basarnas telah melakukan pekerjaan dengan tidak mengenal lelah, tidak mengenal siang atau malam, tidak mengenal sakit dan tidak mengenal cuaca serta lokasi kecelakaan dalam melakukan pencarian korban. Hal ini merupakan polemik yang dialami petugas Basarnas dilapangan, sehingga tidak jarang petugas Basarnas mengalami tekanan batin yang menimbulkan stres pada petugas itu sendiri. Akibat dari keadaan seperti ini, kegiatan keseharian pegawai Basarnas di kantor sangat terganggu, ini dibuktikan dengan persentase rata-rata absensi pegawai Basarnas dari data Finger Print tiga bulan terakhir bahwa lebih dari 25% pegawai yang tidak masuk kantor dengan alasan sakit perut, sakit kepala, tekanan darah tinggi, dibuktikan dengan surat keterangan Dokter 15% dan tanpa alasan 10%. Bukan hanya itu, banyak terdapat pegawai yang menggunakan waktu kerja untuk main game di computer, ngumpul-ngumpul di smoking area, keseringan izin keluar kantor karena merasa bosan dikantor, juga terdapat pegawai yang masuk kantor tidak sesuai dengan jam masuk kantor yang ditentukan dan pulang kantor lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Hal ini perlu perhatian penuh, jika tidak maka, akan sangat mengganggu pelaksanaan tugas yang diemban Basarnas dalam melakukan penanganan bencana dan kecelakaan yang terjadi di wilayah Indonesia. Dari beberapa fenomena yang diungkapkan di atas maka, sumber daya manusia yang ada dalam suatu organisasi dituntut memiliki kemampuan mengelola emosi dalam berinteraksi dengan rekan kerja dan lingkungan sosial tempat kerja sehingga bisa mencapai hasil kerja yang baik. Peran serta organisasi juga sangat berpengaruh, contohnya dalam hal support ketersediaan sarana yang digunakan dalam melakukan pekerjaan serta sosialisasi prosedur-prosedur SAR yang harus dilakukan. Melakukan penataan dan pengembangan serta pemberdayaan sumber daya manusia supaya tidak menimbulkan rasa tertekan karena beban tugas, meskipun sebenarnya tantangan dan tekanan cukup banyak, sehingga diharapkan pegawai mampu bekerja dengan kinerja yang baik. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Apakah kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kinerja pegawai Basarnas?; (2) Apakah iklim organisasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai Basarnas?; (3) Apakah stres kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai Basarnas?; (4) Apakah kecerdasan emosional, iklim organisasi dan stress kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja pegawai Basarnas? Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini yang menggambarkan pengaruh kecerdasan emosional, iklim organisasi dan stres kerja terhadap kinerja pegawai dapat disajikan dalam gambar berikut:
Gambar 2. Kerangka Pemikiran 5
Zalukhu: 1 - 11
Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013
Hipotesis. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: H1 : Kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kinerja pegawai Basarnas; H2 : Iklim organisasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai Basarnas; H3 : Stres kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai Basarnas; H4 : Kecerdasan emosional, iklim organisasi dan stres kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja pegawai Basarnas. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Hipótesis. Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk membuktikan apakah hipotesis dalam penelitian ini diterima atau ditolak melalui analisis regresi linear sederhana. Dalam analisis regresi linear sederhana ini yang ingin diketahui adalah koefisien determinasi dan koefisien regresinya serta hasil uji-F dan uji-t. Koefisien Determinasi. Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui persentase pengaruh variabel independent (predictor) terhadap perubahan variabel dependent. Dari hasil pengolahan data dengan program SPSS diperoleh hasil perhitungan R Square berikut: Tabel 1. Koefisien Determinasi Variables Entered/Removedb Model Variables Entered Variables Removed Method 1 Kecerdasan Emosional . Enter a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Kinerja Pegawai
Sumber: hasil olahan spss oleh penulis Model Summary Model R R Square Adjusted R Square 1 .733a .538 .534 a. Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosional
Std. Error of the Estimate 1.902
Sumber: data diolah Tabel di atas hasil korelasi r sebesar 0.813, hal ini memberi arti bahwa secara bersamasama hubungan kecerdasan emosional, dan iklim organisasi dengan kinerja pegawai mempunyai hubungan yang positif, searah, dan sangat tinggi. Jika nilai kecerdasan emosional, dan iklim organisasi naik, maka nilai kinerja pegawai juga akan naik. Nilai koefisien determinasi R2 (Adjusted R Square) sebesar 0.655 atau 65.5%. Artinya kontribusi variabel–variabel bebas secara bersama–sama yaitu kecerdasan emosional, dan iklim organisasi terhadap kinerja pegawai adalah sebesar 65.5% sedangkan sisanya sebesar 34.5% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti.
6
Zalukhu: 1 - 11
Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013
Uji-F (ANOVA). Uji – F pada dasarnya menunjukkan apakan semua variabel yang dirumuskan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel terikat atau tidak. Tabel 2. Hasil Uji F ANOVAb Model Sum of Squares Df Mean Square Regression 697.499 2 348.749 1 Residual 358.618 134 2.676 Total 1056.117 136 a. Predictors: (Constant), Ikim Organisasi, Kecerdasan Emosional b. Dependent Variable: Kinerja Pegawai
F 130.312
Sig. .000a
Sumber: data diolah Berdasarkan tabel 2 hasil pengujian hipotesis dengan taraf signifikansi 5% maka diperoleh F hitung sebesar 130.312 dan signifikansi 0.000. Sementara F tabel dilihat pada taraf signifikansi 5% dengan df pembilang (k-2) dan df penyebut (n-k) maka diperoleh F tabel yaitu F(2:134) = 3.276. Oleh karena F hitung lebih besar dari F tabel , yaitu 130.312 lebih besar dari 3.276 dan signifikansi 0.000 lebih kecil dari 0.05, berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian maka hipotesis penelitian keempat (H4) dapat diterima atau terbukti. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional, dan iklim organisasi secara bersama-sama (simultan) dianggap penting dan berpengaruh signifikan dalam meningkatkan kinerja pegawai. Koefisien Regresi. Analisis koefisien determinasi bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel–variabel independen (kecerdasan emosional, dan iklim organisasi) secara bersama–sama dalam menjelaskan variabel dependen (kinerja pegawai). Dari hasil analisis didapat nilai R2 (Adjusted R Square) pada tabel di bawah ini. Tabel 3. Hasil Koefisien Determinasi Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate a 1 .813 .660 .655 1.636 a. Predictors: (Constant), Ikim Organisasi, Kecerdasan Emosional b. Dependent Variable: Kinerja Pegawai
Sumber: data diolah Dari tabel 3, hasil korelasi r sebesar 0.813, hal ini memberi arti bahwa secara bersamasama hubungan kecerdasan emosional, dan iklim organisasi dengan kinerja pegawai mempunyai hubungan yang positif, searah, dan sangat tinggi. Jika nilai kecerdasan emosional, dan iklim organisasi naik, maka nilai kinerja pegawai juga akan naik. Nilai koefisien determinasi R2 (Adjusted R Square) sebesar 0.655 atau 65.5%. Artinya kontribusi variabel–variabel bebas secara bersama–sama yaitu kecerdasan emosional, dan iklim organisasi terhadap kinerja pegawai adalah sebesar 65.5% sedangkan sisanya sebesar 34.5% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti.
7
Zalukhu: 1 - 11
Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013
Analisis Dimensi. Untuk menganalisis hubungan dimensi antar variabel bebas dan variabel terikat perlu dilakukan matrik korelasi dimensi. Koefisien korelasi merupakan nilai yang mencerminkan tingkat keeratan hubungan antar variabel yang digunakan dalam model persamaan atau dengan kata lain koefisien korelasi digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel X (kecerdasan emosional, dan iklim organisasi) dengan Y (kinerja pegawai). Untuk dapat memberikan interpretasi terhadap tingginya hubungan maka dapat digunakan pedoman yang tertera di bawah ini. Tabel 4. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi Interval Koefisien 0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 - 0,799 0,80 – 1,000
Tingkat Hubungan Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Sumber: Sugiyono (2007) Di bawah ini adalah hasil matrik korelasi antar dimensi: Tabel 5. Matrik Korelasi dimensi Kecerdasan Emosional dan Iklim Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai V V
Y D
D Kuantitas Kualitas Pengetahuan Kerja Kerja Pekerjaan
Kesadaran Diri Manajeme n Diri Motivasi Diri Empati
Kreativitas
Kerja- Ketergant kual Inisiatif sama ungan Person
.151
.210*
.270**
.349**
.252**
.230**
.253**
.317**
.151
.198*
.317**
.410**
.224**
.365**
.159
.371**
.202*
.119
.349**
.296**
.095
.301**
.266**
.245**
.250**
.236**
.002
.323**
.332**
.206*
.436**
.203*
Keterampil an Sosial Struktur
.172*
.258**
.139
.310**
.316**
.243**
.276**
.283**
.214*
.113
.349**
.423**
.247**
.253**
.337**
.224**
Standarstandar Tanggung Jawab Pengharga an Dukungan
.229**
.214*
.316**
.375**
.264**
.270**
.286**
.357**
.230**
.295**
.178*
.249**
.210*
.192*
.249**
.359**
.206*
.176*
.188*
.245**
.269**
.149
.117
.347**
.106
.178*
.359**
.457**
.392**
.073
.265**
.337**
.023 .193* .126 .325** **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
.228**
.201*
.183*
.311**
X1
X2
Komitmen
Sumber: data diolah 8
Zalukhu: 1 - 11
Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013
Dari tabel 5 dimuka terlihat bahwa nilai matrik korelasi pearson dari masing masing item variabel yaitu variabel iklim organisasi dengan kinerja pegawai yang paling tinggi hubungannya adalah X1.4-Y7 dengan korelasi pearson sebesar 0.457” dan tingkat signifikansinya 0.01, nilai matrik korelasi pearson variabel kecerdasan emosional dengan kinerja pegawai yang paling tinggi hubungannya adalah X2.5-Y4 dengan korelasi pearson sebesar 0.436” dan tingkat signifikansinya 0.01. Dari hasil korelasi di atas maka dapat disimpulkan bahwa korelasi yang paling tinggi adalah variabel iklim organisasi dengan kinerja pegawai, yaitu sebesar 0.457 dengan tingkat hubungan sedang. Dilihat dari dimensinya adalah dimensi dukungan terhadap kreatifitas. Tabel 6 di bawah ini adalah hasil uji korelasi sederhana antara variabel kecerdasan emosional dan iklim organisasi dengan kinerja pegawai. Tabel 6. Korelasi Antar Variabel Dengan Kinerja Pegawai Kecerdasan Emosional Kecerdasan Emosional
Ikim Organisasi
Kinerja Pegawai
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
1
Ikim Organisasi .698**
Kinerja Pegawai .733**
137 .698**
.000 137 1
.000 137 .763**
.000 137 .733**
137 .763**
.000 137 1
.000 137
.000 137
137
Sumber: data diolah Pada Tabel 6 di atas menunjukkan nilai koefisien korelasi yang dapat disimpulkan bahwa variabel yang paling tinggi hubungannya dengan variabel kinerja pegawai adalah variabel iklim organisasi karena menunjukan hasil hubungan yang tinggi yaitu sebesar 0.763, kemudian diikuti oleh variabel kecerdasan emosional yaitu sebesar 0.733 dengan tingkat signifikansi 0.01. Hal ini memberikan arti bahwa hubungan kedua variabel independen (kecerdasan emosional, dan iklim organisasi) dengan variabel dependen (kinerja pegawai) mempunyai hubungan yang positif, searah dan tinggi, artinya jika variabel kecerdasan emosional, dan iklim organisasi naik maka nilai kinerja pegawai juga akan naik. PENUTUP Kesimpulan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap variabel kecerdasan emosional, variabel iklim organisasi, variabel stres kerja dan variabel kinerja pegawai, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Pertama. Kecerdasan emosional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai, artinya jika kecerdasan emosional baik maka kinerja akan meningkat. Dimensi empati berhubungan kuat terhadap dimensi inisiatif. Kedua. Iklim organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap 9
Zalukhu: 1 - 11
Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013
kinerja pegawai, artinya jika iklim organisasi kondusif maka kinerja akan meningkat. Dimensi dukungan berhubungan kuat terhadap dimensi kerjasama. Ketiga. Kecerdasan emosional, iklim organisasi dan stres kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja yaitu sebesar 65,5%, sedangkan sisanya sebesar 34,5% dijelaskan oleh variabel lain. Saran. Berdasarkan kesimpulan di atas serta hasil yang dicapai dalam penelitian ini, maka penulis menyarankan sebagai berikut: (1) Untuk meningkatkan inisiatif pegawai maka Pimpinan organisasi harus meningkatkan daya empati. Disarankan Pimpinan organisasi harus melakukan komukasi terhadap bawahan secara intensif atau melakukan komunikasi dua arah.; (2) Untuk meningkatkan kerjasama pegawai maka, dukungan harus diberikan berupa fasilitas contohnya training, seminar, outbound, team building.; (3) Untuk penelitian selanjutnya, dari temuan bahwa kinerja karyawan masih ditentukan variabel lain yang tidak diteliti maka, disarankan untuk melakukan penelitian yang terkait dengan variabel: (a) Job Description; (b) Motivasi kerja; (c) Latar belakang pendidikan pegawai; (d) Budaya kepemimpinan DAFTAR RUJUKAN Alwi, Syafaruddin. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia, Strategi Keunggulan Kompetitif, Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Ekonomi, Arikunto, Suharsimi. (2007). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Chin-Ju Tsai, Paul Edwards, and Suknaya Sengupta, (2011). Human Resource Management, Organizational Performance and Employee Attitudes and Behaviours: Exploring the Linkages, Journal. www.esrc.ac.uk Diunduh tanggal 21 November. Davidson, (2000). The importance of the avian immune system and its unique features. Avian Immunology. San Diego: Elsevier. Davis K, Newstrom JW, (2001). Perilaku dalam Organisasi. Jilid 1, Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Erlina, Sri Mulyani, (2007). Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen, Penerbit USU Press, Medan. Ghozali, Imam. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Goleman, D., (2000). Kecerdasan Emosi: Mengapa Inteligensi Lebih Tinggi Daripada IQ, Alih Bahasa T. Hermay, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. _________, (2001). Emotional Intelligense Untuk Mencapai Puncak Prestasi, Alih bahasa: Alex Tri K.W, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. _________,(2007). Kecerdasan Emosi (Emotional Intellegence). Jakarta: ramedia.Pustaka Utama Gomes, Faustino Cardoso, (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Penerbit Andi. Handoko. (2001). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE. Hasibuan, Malayu. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
10
Zalukhu: 1 - 11
Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013
Mangkunegara. A.A. Anwar Prabu, (2005). Evaluasi Kinerja SDM. Bandung: Refika Aditama. Mathis, Robert. L dan Jackson John. H., (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia, Jilid 2, Jakarta: Salemba Empat. Mathis, Robert. L dan Jackson John. H., (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia, Jilid 1, Jakarta: Salemba Empat. Munandar. (2008). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat Surip, Ngadino. (2011). Metode Penelitian Teori dan Terapan. Jakarta: Penerbit Mictra Wanaca Media Noe, Hollenbeck, Gerhart, Wright. (2010). Human Resource Management Gaining a Competitive Advantage. Third Edition. McGraw-Hill Companies. Inc, Boston. Novitasari. (2005). Pengaruh stres kerja terhadap motivasi kerja dan kinerja karyawan PT. H.M. Sampoerna Tbk. http://www.damandiri.or.id Diunduh 6 Juni 2007. Putri, Dita Astari, (2011). Pengaruh stres kerja terhadap kinerja pegawai PT. Bank Syariah mandiri cabang gajah mada medan, Jurnal: USU Reni Hidayati, Yadi Purwanto, Susatyo Yuwono, (2011). Kecerdasan Emosi, Stres Kerja Dan Kinerja Karyawan, Jakarta: Dipublis oleh Gunadarma. e-Journal, (http://ejournal.gunadarma.ac.id/index.php/psiko/article/viewFile/249/190) Di unduh tanggal 21 November 2011 Rivai,Veithzal,. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori ke Praktik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada ____________, (2005). Performance appraisal. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Robbins, Stephens. P., (2008). Perilaku Organisasi. Buku 1, Terjemahan Edisi Dua Belas. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. ____________. (2008). Perilaku Organisasi. Buku 2, Terjemahan Edisi Dua Belas. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Shapiro, L.E., (2006). Mengajarkan Emotional Intelligence Pada anak. Jakarta: Gramedia. Siagian, Sondang P., (2011). Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Simanjuntak, Payaman J., (2005). Manajemen dan Evaluasi Kinerja. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sopiah, (2008). Perilaku Organisasional. Malang: Penerbit ANDI Jogjakarta Sugiono. (2011). Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Kedelapan. Bandung: CV. Alfabeta Sulistiyani, Ambar T. dan Rosidah. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu. Supramono, dan Intyas Utami, (2004). Desain Proposal Penelitian Akuntansi dan Keuangan, Yogyakarta: Penerbit Andi Umar, Husein. (2008). Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Edisi 8. Jakarta: Penerbit Rajawali Pers. Wibowo. (2007). Manajemen Kinerja Edisi Kedua. Jakarta: Rajagrafindo Wirawan, 2007. Budaya dan Iklim Organisasi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat
11
Tsani 12 - 23
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
PENGARUH KOMPETENSI, PENEMPATAN KERJA DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN LUAR NEGERI Ahrul Tsani F. Fakultas Ekonomi Universitas Al Azhar E-mail: dan
[email protected]
Abstract: The research was conducted to analyze how strong is the effect of competency, work placement and motivation on performance of the employees of the Secretariat General of Ministry of Foreign Affairs. Phenomenon indicated that performance achievement of the Ministry showed by the result of LAKIP appraisal only meet the CC criteria. This could be linked to the low performance of the Ministry staff, affected by competency, work placement and motivation factors. The design of the research is causal design which aimed to measure how strong are the effect of competency, work placement and motivation on performance. The measurement of the variables is using Likert scale and data were collected through questionnaire to 186 respondents. The data obtained was analyzed using SPSS. The results of multiple regression analysis and t-test proved that the competency had no effect, while work placement and motivation significantly effected on performance. In conclusion, the research showed that the process of work placement by considering academic achievement and motivation from a good relationship with superiors could effect to the achievement of the employees performance. Keywords: competency, work placement, motivation, performance Abstrak: Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis seberapa kuat pengaruh kompetensi, penempatan kerja dan motivasi terhadap kinerja karyawan Sekretariat Jenderal Departemen Luar Negeri. Fenomena menunjukkan bahwa pencapaian kinerja Kementerian ditunjukkan oleh hasil penilaian LAKIP hanya memenuhi kriteria CC. Hal ini dapat dikaitkan dengan rendahnya kinerja staf Kementerian, dipengaruhi oleh kompetensi, penempatan kerja dan faktor motivasi. Desain penelitian ini adalah desain kausal yang bertujuan untuk mengukur seberapa kuat adalah efek dari kompetensi, penempatan kerja dan motivasi terhadap kinerja. Pengukuran variabel menggunakan skala Likert dan data dikumpulkan melalui kuesioner kepada 186 responden. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan SPSS. Hasil analisis regresi berganda dan ttest membuktikan bahwa kompetensi tidak berpengaruh, sedangkan penempatan kerja dan motivasi secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja. Kesimpulannya, penelitian menunjukkan bahwa proses penempatan kerja dengan mempertimbangkan prestasi akademik dan motivasi dari hubungan yang baik dengan atasan dapat mempengaruhi pada pencapaian kinerja karyawan. Kata kunci: kompetensi, penempatan kerja, motivasi, kinerja
12
Tsani 12 - 23
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
PENDAHULUAN Kementerian Luar Negeri RI yang memiliki wewenang dan tugas pokok serta fungsi dalam menyusun kebijakan dan melaksanakan hubungan/politik luar Negeri Indonesia melalui diplomasi, dituntut untuk memiliki sumber daya manusia (SDM) yang profesional, kompeten dan handal. SDM yang professional, kompeten dan handal ini diperlukan, baik untuk menjadi pelaksana utama maupun pelaksana pendukung diplomasi Indonesia, yang dilaksanakan di Pusat maupun di Perwakilan RI di Luar Negeri. Dengan memiliki SDM yang handal dan tentunya berkinerja tinggi, diharapkan kinerja Kementerian Luar Negeri sebagai sebuah organisasi juga turut meningkat. Selama ini, kinerja Kementerian Luar Negeri, biasa dilihat dari penilaian atas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kementerian Luar Negeri, yang hasilnya belum maksimal, seperti tampak pada tabel 1. Tabel 1. Nilai dan Peringkat LAKIP Kemlu Tahun 2007 2008 2009 2010 2011
Nilai 50,05 50,98 55,88 57,28 59,84
Peringkat 17 dari 70 Instansi 19 dari 74 Instansi CC CC CC
Catatan: sejak tahun 2009, sistem peringkat dirubah menjadi sistem pengkategorial yang terdiri dari AA, A, B, CC, C dan D. Sumber: data diolah Selain itu, kinerja Kementerian Luar Negeri juga biasa dinilai dari Laporan Keuangan didasarkan pada opini BPK, dengan pencapaian sebagai berikut: Table 2. Opini BPK atas Laporan Keuangan Kemlu Tahun 2009 2010 2011
Peringkat Disclaimer Wajar Dengan Pengecualian (WDP) Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
Sumber: Data diolah Dari kedua tabel di atas, nampak jelas bahwa kinerja Kementerian Luar Negeri belum mencapai hasil maksimal seperti yang diharapkan. Penilaian atas hasil SAKIP dan Laporan Keuangan di atas, menunjukkan bahwa di masa-masa yang akan datang, Kementerian Luar Negeri, dituntut untuk melanjutkan proses perbaikan di dalam keseluruhan manajemen keorganisasinya, termasuk yang terpenting adalah perbaikan manajemen SDM. Peningkatan kualitas dan kapasitas SDM dalam suatu organisasi, sangat penting, karena SDM merupakan unsur utama dalam organisasi. SDM berperan sebagai perencana, pelaksana, dan sekaligus pengendali terwujud dan tercapainya tujuan dan sasaran organisasi. Dalam rangka peningkatan kinerja SDM ini, Kementerian Luar Negeri juga dituntut untuk mengupayakan peningkatan kualitas dan kapasitas SDM-nya secara menyeluruh, meliputi semua kategori pegawai yang ada, baik itu mereka yang masuk kategori Pejabat Dinas Luar Negeri (PDLN), maupun Pegawai Dinas Dalam Negeri
13
Tsani 12 - 23
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
(PDDN). Mengamati kebijakan kepegawaian di Kementerian Luar Negeri yang berlangsung saat ini, penulis berpendapat bahwa proses peningkatan kualitas SDM Kementerian Luar Negeri belum bersifat menyeluruh, dan lebih banyak terfokus kepada mereka yang termasuk dalam kategori PDLN. Padahal seharusnya, dalam manajemen SDM Kementerian Luar Negeri, semua kategori pegawai harus masuk dalam program peningkatan kompetensi dan perbaikan kinerja yang dilakukan Kementerian. Karena bagaimanapun, dalam rangka meningkatkan kinerja Kementerian sebagai Organisasi, semua unsur pegawai tidak boleh tidak harus dilibatkan, sebagai satu kesatuan tim. Fokus perbaikan dan peningkatan kompetensi dan kinerja yang lebih mengutamakan PDLN ini, menurut pengamatan penulis, bukan saja terkait proses rekruitmen, akan tetapi juga dari pendidikan dan latihan yang diberikan kepada mereka pasca proses seleksi. Dalam rangka meningkatkan kompetensi PDLN, Kementerian Luar Negeri telah memiliki program khusus pendidikan dan pelatihan bagi masing-masing kategori. Bahkan bagi PDK, ada pendidikan fungsional berjenjang yang telah terprogram dengan baik, mulai dari SEKDILU bagi diplomat pemula, SESDILU bagi diplomat muda dan SESPARLU bagi diplomat utama. Begitu juga, bagi BPKRT dan PK, memiliki program pendidikan dan latihan khusus, meskipun secara tidak berjenjang seperti PDK. Sementara itu, untuk kategori PDDN, sangat jarang sekali ada program-program pendidikan dan latihan yang dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi mereka. Di sisi lain, memperhatikan kebijakan rekruitmen dan pendidikan berbasis kompetensi, yang pada dasarnya merupakan kebijakan yang baik, penulis juga mendapatkan bahwa kebijakan tersebut, belum secara maksimal disinkronkan dengan kebijakan penempatan kerja, baik ketika penempatan pertama pasca seleksi, maupun saat ditempatkan di salah satu Perwakilan RI di Luar Negeri, dan penempatan kerja setelah selesai penugasan di Luar Negeri. Akibat dari proses penempatan yang tidak berdasarkan kompetensi tersebut, motivasi dan kinerja mereka pun sedikit banyak terganggu. Dengan kompetensi tertentu yang dimiliki, para pegawai tentunya berharap dapat ditempatkan di satuan/unit kerja yang sesuai dengan kompetensinya, agar dapat bekerja secara maksimal dan menikmati pekerjaannya. Ketika pada kenyataannya, mereka ditempatkan di satuan/unit kerja yang tidak sesuai dengan kompetensinya, hal itu sedikit banyak berpengaruh kepada motivasi dan kinerja yang bersangkutan. Sementara itu, terkait penempatan kerja, sebagian PDDN yang penulis temui, banyak juga yang merasa bahwa Pimpinan kurang memperhatikan mereka dalam proses mutasi terlebih promosi. Banyak dari mereka yang menempati suatu unit kerja dalam waktu yang cukup lama, bahkan sejak masuk ke Kementeria Luar Negeri, tanpa pernah dipindahkan ke unit lain, dan tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan promosi. Kebijakan-kebijakan tersebut di atas, terutama yang belum ideal dan tidak sesuai harapan, baik terkait kompetensi maupun penempatan kerja, menurut penulis, sedikit banyak juga memiliki keterkaitan dengan tingkat motivasi yang dimiliki pegawai. Seperti seorang PDLN yang merasa memiliki kompetensi tertentu, tapi kemudian ditempatkan tidak sesuai dengan kompetensinya, akan mengalami demotivasi, yang akhirnya juga mempengaruhi semangat dan kinerjanya. Begitu juga, para PDDN, akibat kebijakan kepegawaian terkait kompetensi dan penempatan kerja yang kurang memperhatikan mereka dan nampak diskriminatif, banyak yang mengalami demotivasi, sehingga membuat mereka kurang bersemangat dalam bekerja, tidak berdisiplin dan sering terlambat datang ke kantor, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kinerja mereka secara keseluruhan,
14
Tsani 12 - 23
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
serta mengganggu kinerja pegawai lainnya. Memperhatikan kondisi kepegawaian tersebut di atas, nampak cukup menarik apabila dilakukan penelitian untuk mengetahui seberapa kuat pengaruh dari kebijakan Kementerian Luar Negeri terkait kompetensi, penempatan kerja dan motivasi terhadap kinerja pegawai Kementerian Luar Negeri, baik secara parsial maupun bersama-sama. Memang ada banyak faktor yang mempunyai pengaruh terhadap kinerja seseorang selain faktor kompetensi, penempatan kerja dan motivasi. Namun demikian, menurut hemat penulis, ketiga faktor tersebut diduga merupakan faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi kinerja pegawai Kementerian Luar Negeri. Selain itu, dengan pertimbangan luasnya ruang lingkup Kementerian Luar Negeri yang terdiri dari 9 satuan kerja setingkat eselon satu, penulis akan memilih salah satu satuan kerja setingkat eselon satu, yaitu satuan kerja Sekretariat Jenderal sebagai objek penelitian. Permasalahan dalam dalam penelitian ini sebagai berikut: (1) Apakah kompetensi berpengaruh terhadap kinerja pegawai Sekretariat Jenderal; (2) Apakah penempatan kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai pegawai Sekretariat Jenderal; (3) Apakah motivasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai pegawai Sekretariat Jenderal; (4) Apakah kompetensi, penempatan kerja dan motivasi berpengaruh secara bersamaan terhadap kinerja pegawal pegawai Sekretariat Jenderal Kinerja. Ada banyak pengertian kinerja, yang disampaikan para pakar. Salah satu definisi yang penulis anggap dapat mewakili adalah apa yang disampaikan oleh Mangkunegara (2009) yang mengatakan bahwa “Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya.” Berdasarkan definisi ini, maka, sebagai hasil dari pencapaian kerja seorang pegawai, kinerja bisa dilihat dan dinilai secara kualitas maupun secara kuantitas. Maksud kualitas adalah dilihat apakah hasil pekerjaan seorang pegawai mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan atau tidak. Sementara secara kuantitas, hasil pekerjaan seorang pegawai dilihat dari jumlah pekerjaan/produk yang dihasilkan, jumlah rupiah yang didapatkan, atau jumlah siklus kegiatan yang diselesaikan. Definisi lain, yang di dalamnya mengandung pengertian tentang apa yang dapat disebut sebagai dimensi kinerja dan dijadikan dasar dalam penelitian ini, adalah pengertian menerut Mathis dan Jackson (2002:78) yang mengatakan bahwa kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk: (1) Kuantitas output; (2) Kualitas output; (3) Jangka waktu output; (4) Kehadiran di tempat kerja; (5) Sikap kooperatif. Kompetensi. Menurut Triwiyatno (2011), kompetensi dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk melaksanakan tugas, peran dan tugas, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi dan kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan. Dari pengertian ini, dapat dikatakan bahwa kompetensi bukan merupakan karakter dasar, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang terpisah-pisah, akan tetapi merupakan rangkaian dan perpaduan itu semua dan terumuskan dalam serangkaian/sekelompok perilaku. Mengikuti pendapat Spencer dan Spencer dalam Kaplan (2007), kompetensi memiliki 5 tipe (dimensi), yaitu motif, traits, self concept, knowledge and skill: (1) Motif merupakan sesuatu yang konsisten dipikirkan atau diinginkan sehingga 15
Tsani 12 - 23
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
menyebabkan suatu tindakan. Motif akan mendorong, mengarahkan dan menentukan perilaku, terhadap tindakan atau tujuan tertentu dan tidak pada yang lainnya.; (2) Traits atau sifat bawaan/watak adalah karakteristik fisik dan respon konsisten terhadap situasi atau informasi termasuk rangsangannya dan tekanan; (3) Self concept atau konsep diri adalah sikap, nilai-nilai, atau citra diri sesorang.; (4) Knowledge atau pengetahuan adalah informasi yang dimiliki seseorang dalam area spesifik.; (5) Skill atau ketrampilan adalah kemampuan untuk menyelesaikan sebuah tugas atau suatu pekerjaan fisik atau mental tertentu. Penempatan Kerja. Menurut Sulistiyani, dkk (2009) dalam buku „Manajemen Sumber Daya manusia, Konsep, Teori dan Pengembangan dalam konteks Organisasi Publik‟, penempatan adalah suatu kebijakan yang diambil oleh pimpinan suatu instansi, atau bagian personalia untuk menentukan seseorang pegawai masih tetap atau tidak ditempatkan pada suatu posisi atau jabatan tertentu berdasarkan pertimbangan keahlian, keterampilan atau kualifikasi tertentu. Berdasarkan pengertian ini, penempatan kerja meliputi penempatan pertama pasca seleksi maupun penempatan berikutnya setelah seseorang aktif bekerja, yang dapat meliputi promosi, mutasi dan demosi. Menurut Siswanto dalam Trispina (2007), dalam proses penempatan agar terlaksana depat tepat, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penempatan tersebut adalah sebagai berikut: (1) Faktor prestasi akademis; (2) Faktor Pengalaman; (3) Faktor Kesehatan Fisik dan Mental; (4) Faktor Status Perkawinan; (5) Faktor Usia. Motivasi. Menurut Hasibuan (2003: 92), motivasi berasal dari kata latin “Movere” yang berarti “Dorongan” atau “Daya Penggerak”. Secara definitif, menurut Hasibuan (2003: 95), motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Sehubungan dengan peran penting dan krusial faktor motivasi dan pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku setiap orang yang bekerja di suatu organisasi/perusahaan, maka perhatian para pakar terhadap kajian tentang motivasi sangatlah besar, dan sebagai hasilnya, telah melahirkan banyak teori tentang motivasi. Teori-teori ini, menurut Luthans dalam bukunya Organizational Behaviour sebagaimana dikutip Sulistiyani (2009:236), secara garis besar terbagi ke dalam dua kategori, yaitu: (1) Teori Kepuasan; (2) Teori Proses. Salah satu yang termasuk dalam teori kepuasan adalah teori Herzberg yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian ini. Menurut Herzberg, ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang, yaitu yaitu faktor motivasional dan faktor higiene atau „pemeliharaan‟. Yang dimaksud dengan faktor motivasional adalah hal-hal pendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dari dalam diri seseorang. Sedangkan yang dimaksud dengan faktor higiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri seseorang. Menurut Hezberg, yang tergolong sebagak faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karir dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor higiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang karyawan dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan
16
Tsani 12 - 23
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
yang diterapkan oleh para penyelia, kebijaksanaan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku. Kerangka Pemikiran Dan Hipotesa. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, masalah dalam penelitian ini adalah terkait dengan masalah kompetensi, penempatan kerja dan motivasi serta pengaruhnya terhadap kinerja pegawai. Dengan demikian, dalam penelitian ini terdapat tiga variabel bebas, yaitu variabel kompetensi, penempatan kerja dan motivasi, dan satu variabel terikat, yaitu kinerja pegawai. Dari hasil kajian teori, penulis berkeyakinan bahwa kompetensi, penempatan kerja dan motivasi memiliki pengaruh terhadap pencapaian kinerja seorang pegawai, dikarenakan dimensi masing-masing faktor berhubungan erat dengan dimensi kinerja. Menurut penulis, dimensi kinerja yang cukup menyeluruh adalah apa yang disampaikan oleh Mathis dan Jackson, yaitu meliputi: kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja dan sikap kooperatif. Sementara itu, dimensi-dimensi dari variabel kompetensi, penempatan kerja dan motivasi serta hubungan dan pengaruhnya terhadap dimensi dari variabel kinerja adalah seperti gambar di bawah ini:
Berdasarkan kerangka pemikiran penelitian di atas, peneliti menyusun hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut: H1 : Kompetensi berpengaruh terhadap kinerja pegawai Sekretariat Jenderal Kementerian Luar Negeri H2 : Penempatan kerja berpengaruh organisasi terhadap kinerja pegawai Sekretariat Jenderal Kementerian Luar Negeri H3 : Motivasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai Sekretariat Jenderal Kementerian Luar Negeri; H4 : Kompetensi, penempatan kerja dan motivasi secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja pegawai Sekretariat Jenderal Kementerian Luar Negeri.
17
Tsani 12 - 23
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
METODE Penelitian ini dilakukan terhadap pegawai negeri sipil (PNS) di satuan kerja Sekretariat Jenderal, Kementerian Luar Negeri yang beralamat di Jl. Pejamnbon No. 6 Jakarta Pusat, tempat dimana penulis bekerja, dengan pertimbangan kemudahan dalam penelitian dan pengumpulan data serta pengamatan di lapangan. Pegawai yang diteliti meliputi semua kategori pegawai yang ada, dan tidak dikhususkan untuk meneliti satu kategori pegawai tertentu. Di sekretariat Jenderal Kementerian Luar Negeri, pegawainya dapat dikategorikan secara garis besar kepada dua kategori, yaitu: (1) Pegawai Dinas Luar Negeri (PDLN) yang terdiri dari: (a) Pejabat Dinas Diplomatik (PDK); (b) Bendaharawan dan Penata Kerumah Tanggaan (BPKRT); (c) Petugas Komunikasi (PK). (2) Pegawai Dinas Dalam Negeri (PDDN) termasuk di dalamnya, pejabat fungsional arsiparis. Penelitian ini menggunakan desain kausal yang berguna untuk mengukur hubunganhubungan antar variabel penelitian atau berguna untuk menganalisis bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lain, sebagaimana yang disampaikan oleh Umar (2008: 10). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai Sekretariat Jenderal, Kementerian Luar Negeri yang berjumlah 560 orang. Dari Populasi yang ditetapkan, peneliti akan mengambil sampel dengan teknik sampel tidak acak (non probability sampling) yaitu teknik sampling kuota, yaitu pengambilan sampel secara bebas dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan. Penelitian ini akan menganalisa pengaruh kompetensi, penempatan kerja dan motivasi terhadap kinerja pegawai. Dengan demikian, terdapat tiga buah variabel eksogen dan satu buah variabel endogen. Kompetensi, penempatan kerja dan motivasi merupakan variabel eksogen. Dalam penelitian ini data dikumpulkan melalui dua cara, yaitu: (1) penelitian kepustakaan, dan (2) penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai teori-teori yang mendukung penelitian dan daa pendukung lainnya. Sedangkan penelitian lapangan dilakukan dengan mengumpulkan data dari responden, dengan menggunakan kuesioner yaitu suatu metode pengumpulan data dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden. HASIL DAN PEMBAHASAN Data dalam penelitian ini didapatkan dari hasil kuesioner yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya, dan telah dibagikan kepada 186 responden yang merupakan sampel dari keseluruhan populasi sebanyak 560 pegawai, yang diperoleh melalui rumus slovin dengan margin kesalahan 6%. Setelah seluruh asumsi terpenuhi melalui uji asumsi klasik, telah dilakukan analisis regresi linier berganda (multiple linear regressions) dan uji hipotesis melalui Uji-t dan Uji-F terhadap data, dengan hasil seperti terlihat dalam tabel 3. Berdasarkan output di atas didapat nilai konstanta dan koefisien regresi sehingga dapat dibentuk persamaan regresi linier berganda sebagai berikut: Y = 8,600 + 0,021 X1 + 0,298 X2 + 0,323 X3. Sementara itu, untuk uji hipotesis, berdasarkan tabel yang sama, diperoleh nilai thitung untuk variabel Kompetensi (X1) sebesar 0,465; nilai thitung untuk variabel Penempatan Kerja (X2) sebesar 4,141; nilai thitung untuk variabel Motivasi (X3) sebesar 7,290, dan ttabel 1,973.
18
Tsani 12 - 23
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Tabel 3. Hasil Perhitungan Nilai Koefisien Persamaan Regresi Coefficientsa Model 1 (Constant) Kompetensi (X1) Penempatan Kerja (X2) Motivasi (X3)
Unstandardized Coefficients B Std. Error 8.600 3.015 .021 .045 .298 .072 .323 .044
Standardized Coefficients Beta .029 .267 .453
t 2.852 .465 4.141 7.290
Sig. .005 .643 .000 .000
a. Dependent Variable: Kinerja (Y) Sumber: data diolah Berdasarkan hasil thitung untuk masing-masing variabel, diperoleh kesimpulan bahwa hanya thitung untuk variabel Kompetensi (X1) yang lebih kecil daripada ttabel. Sehingga, H0 -nya diterima dan Ha ditolak. Dan ini berarti bahwa Kompetensi (X1) tidak berpengaruh terhadap Kinerja (Y). Sementara variabel penempatan kerja dan variabel motivasi, karena thitung keduanya lebih besar daripada ttabel, maka H0 -nya ditolak dan Ha diterima. Ini berarti, bahwa penempatan kerja dan motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Dikarenakan variabel kompetensi terbukti tidak berpengaruh, maka dalam penelitian ini, telah dilakukan pengulangan analisis regresi linier berganda tanpa mengikut sertakan variabel kompetensi, dengan hasil sebagai berikut. Tabel 4 . Hasil Perhitungan Nilai Koefisien Persamaan Regresi Kedua Coefficientsa Model 1 (Constant) Penempatan Kerja (X1) Motivasi (X2)
Unstandardized Coefficients B Std. Error 9.335 2.561 .307 .069 .324 .044
Standardized Coefficients Beta .275 .454
t 3.645 4.437 7.330
Sig. .000 .000 .000
a. Dependent Variable: Kinerja (Y) Sumber: data diolah Berdasarkan output seperi nampak pada tabel di atas, didapat nilai kontstanta dan koefisien regresi sehingga dapat dibentuk persamaan regresi linier berganda sebagai berikut: Y = 9,335 + 0,307 X1 + 0,324 X2 Analisis Koefisien Korelasi. Selanjutnya telah diperoleh output hasil koefisien korelasi untuk variabel penempatan kerja dan motivasi sebagai berikut. Tabel 5. Nilai Koefisien Korelasi Product Moment Model Summaryb Model 1
R
R Square .591a
.349
Adjusted R Square .342
Std. Error of the Estimate 4.74164
a. Predictors: (Constant), Motivasi (X2), Penempatan Kerja (X1) b. Dependent Variable: Kinerja (Y) Sumber: data diolah
19
Tsani 12 - 23
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Dari analisis diatas dapat diketahui bahwa nilai koefisien korelasi (R) adalah sebesar 0,591. Nilai tersebut berdasarkan kriteria Guilford menunjukkan adanya hubungan yang sedang antara variabel bebas secara simultan dengan variabel terikat. Analisis Koefisien Determinasi. Setelah diketahui nilai R sebesar 0,591, sebagaimana tampak pada tabel di atas, koefisien determinasi untuk kedua variabel bebas dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: KD = R2 × 100% = (0,591)2 × 100% = 34,9% Dengan demikian, maka diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 34,9% yang menunjukkan arti bahwa Penempatan Kerja (X2) dan Motivasi (X3) memberikan pengaruh simultan (bersama-sama) sebesar 34,9% terhadap Kinerja (Y). Sedangkan sisanya sebesar 65,1% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diamati di dalam penelitian ini. Uji Simultan (Uji F). Uji-F telah dilakukan untuk menguji apakah penempatan kerja dan motivasi secara simultan berpengaruh terhadap kinerja, dengan hasil olah data sebagai berikut: Tabel 6. Pengujian Hipotesis Simultan (Uji-F) Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 2206.983 4114.424 6321.408
df
Mean Square 2 183 185
1103.492 22.483
F
Sig.
49.081
.000a
a. Predictors: (Constant), Motivasi (X2), Penempatan Kerja (X1) b. Dependent Variable: Kinerja (Y) Sumber: data diolah Berdasarkan output di atas diketahui nilai Fhitung sebesar 49,081 dengan p-value (sig) 0,000. Dengan α=0,05 serta derajat kebebasan v1 = 2 dan v2 = 183 (n-(k+1)), maka di dapat Ftabel 3,045. Dikarenakan nilai Fhitung > Ftabel (49,081 > 3,045) maka artinya variabel bebas secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Kinerja (Y). Hasil Analisis Korelasi Dimensi. Analisis korelasi dimensi telah dilakukan untuk melengkapi analisis sebelumnya yang dimaksudkan untuk mengetahui lebih detail hubungan antara masing-masing dimensi pada variabel bebas (penempatan kerja dan motivasi) dengan variabel terikat (kinerja), dengah hasil sebagai berikut: Table 7. Rekapitulasi Analisis Korelasi Dimensi Kinerja (Y) Variabel
Dimensi
Kuantitas Output
Kualitas Output
Jangka Waktu Output
Kehadiran di Tempat Kerja
Sikap Kooperatif
Penempat an Kerja
Faktor Prestasi Akd
0,284
0,318
0,290
0,339
0,330
Faktor Pengalaman
0,188
0,202
0,190
0,175
0,287
20
Tsani 12 - 23 (X2)
Motivasi (X3)
Motivasi (X3)
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Faktor Kes Fisik dan mtl
0,217
0,257
0,289
0,215
0,280
Faktor Status pkw
0,042
0,083
0,151
0,136
0,108
Faktor Usia Pekerjaan itu sendiri Keberhasilan yg diraih Kesempatan bertumbuh Kemajuan dalam karir Pengakuan orang lain Status dalam organisasi Hubungan dgn atasan Hub dgn rekanrekan s Tek penyelia yg diterap
0,005
0,159
0,255
0,124
0,181
0,202
0,338
0,205
0,315
0,182
0,162
0,273
0,169
0,350
0,305
0,177
0,282
0,196
0,393
0,189
0,266
0,398
0,301
0,387
0,250
0,348
0,422
0,263
0,396
0,277
0,218
0,335
0,131
0,210
0,159
0,387
0,494
0,426
0,423
0,413
0,361
0,359
0,401
0,443
0,491
0,214
0,322
0,253
0,311
0,240
Kebijak organisasi
0,018
0,197
0,166
0,257
0,169
Sis Adm organisasi
0,134
0,254
0,230
0,252
0,196
Kondisi kerja Sistem imbalan yang berlaku
0,311
0,428
0,317
0,460
0,372
0,023
0,233
0,158
0,353
0,113
Sumber: data diolah Dari tabel di atas, didapatkan bahwa dimensi yang paling kuat hubungannya dari variabel penempatan kerja (X2) dengan dimensi yang ada pada variabel kinerja (Y) adalah dimensi „faktor akademis‟ dengan dimensi „kehadiran di tempat kerja‟. Sementara itu, dimensi yang paling kuat hubungannya dari variabel motivasi (X3) dengan dimensi yang ada pada variabel kinerja (Y) adalah dimensi „hubungan dengan atasan‟ dengan dimensi „kualitas output. PENUTUP Kesimpulan. Pertama. Penempatan Kerja berpengaruh signifikan terhadap Kinerja. Ini berarti, jika penempatan kerja dilakukan dengan benar dan tepat, maka kinerja pegawai akan meningkat. Dimensi faktor prestasi akademis berhubungan kuat dengan dimensi kehadiran di tempat kerja, sikap kooperatif dan kualitas output. Kedua. Motivasi berpengaruh signifikan terhadap Kinerja. Ini berarti, jika motivasi pegawai baik, maka kinerja pegawai akan meningkat. Dimensi hubungan dengan atas berhubungan kuat dengan kualitas, kuantitas dan jangka waktu output. Sementara, hubungan dengan rekanrekan sekerja memiliki hubungan kuat dengan sikap kooperatif. Ketiga. Penempatan
21
Tsani 12 - 23
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Kerja dan Motivasi secara bersama-sama berpengaruh terhadap Kinerja sebesar 34,9%, sedangkan sisanya sebesar 65,1% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diamati di dalam penelitian ini. Saran. Pertama. Untuk meningkatkan kehadiran di tempat kerja, maka prestasi akademis harus ditingkatkan. Untuk itu, disarankan, agar dalam proses penempatan kerja dan proses kepegawaian lainnya seperti rekruitmen dan seleksi, Pimpinan perlu memprioritaskan faktor prestasi akademis sebagai pertimbangan utama. Kedua. Untuk meningkatkan kualitas, kuantitas dan jangka waktu output, maka hubungan dengan atasan harus ditingkatkan. Untuk itu, disarankan agar pimpinan berkomunikasi aktif dengan staf dan menjaga agar komunikasi berlangsung dua arah. Ketiga. Untuk meningkatkan sikap kooperatif, maka hubungan dengan rekan-rekan sekerja perlu ditingkatkan. Untuk itu, disarankan agar pimpinan dapat menjaga hubungan baik antar staf dan menjaga keharmonisan antar mereka. Keempat. Untuk penelitian selanjutnya, dengan memperhatikan bahwa kinerja pegawai dipegaruhi juga oleh variabel lain yang tidak diteliti, maka disarankan untuk dilakukan penelitian terkait variabel-variabel lain yang diduga memiliki pengaruh terhadap kinerja, seperti: Budaya Organisasi, Kepemimpinan, Pengembangan Karir, Pendidikan dan Pelatihan DAFTAR RUJUKAN Ardana, I Komang, dan Ni Wayan Mujiati dan I Wayan Mudartha Utama, (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta. Azwar, (2010). Reliabilitas dan Validitas, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Badu, Abram A.M, (2011). http://repository.upi.edu/operator/upload/d_pls_0809647_ chapter2.pdfI Esya, Febri Purnama, (2008). Pengaruh Kompetensi Auditor dan Pemahaman System Informasi Akuntan terhadap Kinerja Auditor Bea Cukai di wilayah Jakarta, Tesis. Fahmi, Irham, (2010). Manajemen Kinerja, Teori dan Aplikasi, Alfabeta, CV, Bandung Gani, Achmad, (2009). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kota Makassar Ghozali, Imam, (2001). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Gibson, James L., dan Jhon M. Ivancevich, dan James H. Donnely Jr., (1997). Organisasi dan Manajemen: Perilaku, Struktur, Proses, alih bahasa Djoerban Wahid, Penerbit Erlangga, Jakarta. Hartati, Iswahyu, (2005). Pengaruh Kesesuaian Kompetensi dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Pegawai pada Sekretariat Daerah Kabupaten Malang Hasibuan, H. Malayu S.P, (2003). Organisasi dan Motivasi, dasar peningkatan produktivitas, Bumi Aksara, Keputusan Kepala BKN No. 46A, (2003). diakses dari: http://bkd.semarangkota.go.id/bkdsmg/datapdf/Kep%20BKN%20No%2046a%20Th %202003.pdf Laporan Progress RB Kementerian Luar Negeri, diakses dari: http://www.deplu.go.id/Documents/Reformasi%20Birokrasi/Lap-Progr-RBKemlu.pdf
22
Tsani 12 - 23
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
LOMA‟s. (1998). Competency Dictionary Mangkunegara, A.A Anwar Prabu, (2009). Evaluasi Kinerja SDM, PT. Refika Aditama, Bandung Moeheriono, (2009). Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi, Ghalia Indonesia, Bogor Mathis, Robert L., dan John H. Jackson, (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia, terjamahaan Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira, Salemba Empat, Jakarta Palan, R, (2007). Competence Management A Practicioners Guide (Kompetensi Manajemen, Teknik Mengimplementasikan Manajemen SDM Berbasis Kompetensi Untung Meningkatkan Daya Saing Organisasi, penerjemah Octa Melia Jalal, PPM, Jakarta Pesiwarissa, Eduard L, (2008). Pengaruh Kesesuaian Penempatan Kerja terhadap Prestasi Kerja Pegawai Studi pada Pegawai Kantor Bappeda Kabupaten Nabire, Papua Prasetiawan, Iwan, (2010). Analisis Motivasi dan Gaya Kepemimpinan serta Pengaruhnya terhadap Kinerja Pegawai Divisi Information System Solution PT. Garuda Indonesia, Tesis, Universitas Mercu Buana, Jakarta Pribadi, Udik dan Thoyib, Armanu, (2004). Peningkatan Motivasi dan Kemampuan pada Kinerja Kerja (Studi Penelitian pada Karyawan Tetap Produksi di PT. ISM Bogasari Flour Mills Surabaya Rencana Strategis Sekretariat Jenderal 2010-204 (2010). Kementerian Luar Negeri, Jakarta Rivai, Veitzhal, (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori ke Praktek, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Salviah, Silvi, (2010). Skripsi, Hubungan Penempatan Karyawan dengan Prestasi Kerja Karyawan PT. BOMA BISMA INDRA PASURUAN, Sastrohadiwirjo, B. Siswanto (2002). Manajemen Tenaga Kerja Indonesia: Pendekatan Administratif dan Operasional, Bumi Aksara, Jakarta Siagian, S, (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia, PT. Bumi Aksara, Jakarta Sudjana, (2005). Metoda Statistika, Tarsito, Bandung Sugiyono, (2008). Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung ------------, (2009). Statistika untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung Sulistiyani, Ambar Teguh, dan Rosidah, (2009). Manajemen Sumber Daya manusia, Konsep, Teori dan Pengembangan dalam konteks Organisasi Publik, Edisi II, Graha Ilmu, Yogyakarta. Triwiyatno, Joko, (2011). Upaya Peningkatan Kompetensi PNS Melalui Perubahan Pola Pikir Trisfina, Yuni, (2007). Proses Pelaksanaan Rekruitmen, Seleksi, Ketepatan Penempatan Karyawan Studi pada Pasaraya Sri Ratu Kediri, Skripsi. Walanggare, (2001). Gambaran Pelaksanaan Penarikan dan Seleksi sertaPenempatan Karyawan Universitas Brawijaya Malang Widayat, Eko Wahyu, (2010). Pengaruh Dimensi Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan PT. Dunkindo Lestasi Cabang Medan Wexley, Kenneth N dan Garry A. Yuki, (2005). Organizational Behavior and Personnel Psychology, Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia, cetakan ketiga, penerjemah Drs. Muh. Shobaruddin, Rineka Cipta, Jakarta
23
Tantula 24 - 37
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
PENGARUH KOMPENSASI, KOMPETENSI DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA PENDIDIK DI LEMBAGA KURSUS DAN PELATIHAN LADIKA Asep Tantula Fakultas Ekonomi UNSRI E-mail:
[email protected] Abstract: This research examined the effect of compensation, competency, and motivation on the performance of acupuncture teachers in LKP Ladika. This research used quantitative approach with descriptive survey method. Data were taken using questionnaires. Data were analyzed using SPSS. Methods of data analysis in this research were multiple linear regression analysis with the classical assumption test, such as normality test and multicollinearity test. At the multiple regression analysis will be shown descriptive statistics, correlation test, determination test, t test and F test. The results of this research shown that compensation, competency and motivation altogether had significant influence toward those performance of acupuncture teachers in LKP Ladika. Partially, only the variable of competency had statistical significant efeect to their performance. Keywords: Compensation, Competency, Motivation, Performance Abstrak: Penelitian ini meneliti efek dari kompensasi, kompetensi, dan motivasi terhadap kinerja guru akupunktur di LKP Ladika. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei deskriptif. Data diambil menggunakan kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan SPSS. Metode analisis data dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda dengan uji asumsi klasik, seperti uji normalitas dan uji multikolinieritas. Pada analisis regresi ganda akan ditampilkan statistik deskriptif, uji korelasi, uji determinasi, uji t dan uji F. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kompensasi, kompetensi dan motivasi sama sekali memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja mereka guru akupunktur di LKP Ladika. Secara parsial, hanya variabel kompetensi memiliki efeect signifikan statistik untuk kinerja mereka. Kata kunci: Kompensasi, Kompetensi, Motivasi, Kinerja PENDAHULUAN Akupunktur merupakan teknik pengobatan tradisional Cina yang digunakan untuk memperbaiki aliran dan keseimbangan energi sepanjang meridian-meridian tubuh. Dewasa ini telah berkembang akupunktur medik yang mengintegrasikan pengetahuan kedokteran konvensional dalam pelayanan akupunktur. Terapi akupunktur telah berkembang pesat di Indonesia. Masyarakat mulai mengenal akupunktur sebagai bentuk pengobatan yang handal sehingga terdapat tuntutan terhadap kualitas dan kuantitas yang bermutu dalam pelayanan akupunktur. Untuk memenuhi hal tersebut, diperlukan adanya lembaga pendidikan akupunktur yang dapat menghasilkan akupunkturis yang terjamin kualitas dan kompetensinya. Berdasarkan data informasi 24
Tantula 24 - 37
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
lembaga kursus yang dikeluarkan oleh Direktorat Pembinaan Kursus dan Peserta Didik Ditjen PAUDNI Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, saat ini terdaftar 69 lembaga kursus akupunktur di seluruh Indonesia. Lembaga kursus dan pelatihan akupunktur Ladika (LKP Ladika) didirikan di Jakarta pada tahun 2002 dan melaksanakan pendidikan akupunktur dan akupresur. LKP Ladika sebagai lembaga kursus dan pelatihan dibentuk dengan tujuan menjamin kualitas pelayanan akupunktur dan kompetensi dari lulusannya. Saat ini, LKP Ladika telah menyelenggarakan kursus akupunktur dasar dan akupunktur tingkat lanjut di berbagai daerah, antara lain DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Sumatera Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Selama periode 2008 -2011 lembaga pendidikan akupunktur LKP Ladika mempunyai peserta didik sekitar 140 orang per tahunnya. Persentase jumlah lulusan LKP Ladika yang dihasilkan selama periode waktu tersebut belum optimal seperti terlihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Jumlah Peserta Didik LKP Ladika Periode 2008-2010 Jenis Program Akupunktur Dasar Akupunktur Kecantikan Elektro Akupunktur Akupunktur Analgesia
Tahun 2008 Target Capaian %
Tahun 2009 Target Capaian %
Tahun 2010 Target Capaian %
60
84
140
60
58
97
80
64
80
30
20
67
30
25
83
40
29
73
30
24
80
30
22
73
40
31
78
30
25
83
30
24
80
40
25
63
Sumber: data diolah Tabel 2. Jumlah Lulusan Akupunktur Dasar Periode 2008-2010 No 1
Uraian Jumlah Peserta Didik Yang Lulus (Akupunktur Dasar)
2008
2009
2010
80 (95%)
55 (94%)
61 (95%)
Sumber: data diolah Kelulusan peserta didik pada kursus dan pelatihan akupunktur dipengaruhi berbagai faktor baik dari peserta didik, pendidik, maupun dari lembaga penyelenggara kursus. Pendidik akupunktur merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam kelulusan peserta didik. Pendidik akupunktur harus mampu mempersiapkan peserta didik dengan pengetahuan dan keterampilan tentang akupunktur sesuai dengan Standar Kompetensi Akupunktur Indonesia dan juga mampu memotivasi peserta didik untuk dapat memaksimalkan potensi keilmuannya. Berdasarkan penilaian kinerja pendidik akupunktur di LKP Ladika tahun 2011 didapatkan data bahwa pendidik akupunktur yang mempunyai kemampuan pendidik sangat baik dan baik hanya 48%, sementara sisanya 52% pendidik akupunktur mempunyai kemampuan pendidik kurang baik dan tidak baik.
25
Tantula 24 - 37
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Lembaga kursus dan pelatihan akupunktur Ladika memiliki tenaga pendidik sebanyak 38 orang dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda seperti SMA, D1/D3, S1, S2 bahkan S3 serta medis dan non medis. Perbedaan latar belakang pendidikan tenaga pendidik mempengaruhi kemampuan mengajar dan kompetensinya sehingga tidak sama satu dengan lainnya. Selain itu pengalaman mengajar dari tenaga pendidik juga tidak sama karena terdapat pendidik yang sudah lebih dari 10 tahun bekerja sebagai pendidik akupunktur dan masih banyak pendidik yang mempunyai pengalaman kurang dari 2 tahun. Pengalaman mengajar pendidik berperan terhadap kemampuan mengajarnya terutama pada pendidikan non formal (kursus) yang tergolong dalam pendidikan vokasional khususnya dalam hal keterampilan (skill). Pendidik (guru) merupakan salah satu faktor yang berperan dalam keberhasilan suatu proses pembelajaran dan transfer pengetahuan maupun keterampilan kepada peserta didik yang diselenggarakan oleh lembaga kursus dan pelatihan. Kesiapan pendidik dalam merencanakan, mempersiapkan dan melakukan serta evaluasi dari proses belajar mengajar kepada peserta didiknya berpengaruh terhadap mutu atau kualitas lulusan yang dihasilkannya. Posisi strategis pendidik dalam proses pendidikan sangat dipengaruhi oleh kinerja pendidik tersebut. Kinerja pendidik di LKP Ladika dinilai oleh manajemen berdasarkan tingkat kemampuan serta kompetensinya sebagai pendidik akupunktur. Peningkatan kompetensi pendidik dilakukan secara berkesinambungan dan berkala setiap tahun yang dilaksanakan oleh organisasi profesi akupunktur (PAKSI) bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Tenaga pendidik di lembaga kursus dan pelatihan akupunktur dihadapkan pada kondisi pengajaran yang berbeda dari pendidikan formal. Pada pendidikan kursus dan pelatihan akupunktur yang termasuk dalam pendidikan non formal pendidik dihadapkan dengan peserta didik yang sangat bervariasi dalam beberapa hal seperti umur, latar belakang pendidikan, pekerjaan, dan lain-lain. Hal tersebut menuntut tenaga pendidik untuk dapat menyesuaikan metode pengajarannya di kelas agar dapat dimengerti oleh peserta didik secara menyeluruh. Di samping itu pendidik terkadang juga harus mampu mengajarkan beberapa materi berbeda pada satu kelas. Pihak lembaga kursus dan pelatihan akupunktur melakukan beberapa kegiatan untuk meningkatkan kemampuan mengajar dan kompetensi akupunktur bagi pendidik seperti melalui acara bedah buku, seminar maupun kuliah dosen tamu. Tetapi tidak semua pendidik bersedia mengikuti kegiatan tersebut dikarenakan berbagai alasan. Manajemen LKP Ladika berupaya memotivasi pendidik akupunktur untuk meningkatkan keahliannya dengan cara mengikutkan pendidikan akupunktur tingkat lanjut. Tetapi masih ada pendidik yang belum berusaha maksimal guna meningkatkan kompetensi akupunkturnya. Hal ini menyebabkan pendidik tersebut belum memperbarui substansi materi akupunktur yang diajarkannya secara berkala. Profesi pendidik pada lembaga kursus dan pelatihan akupunktur belum menjadi profesi utama karena seluruh pendidik akupuntur di LKP Ladika mempunyai pekerjaan utama baik sebagai pegawai negeri (PNS) maupun swasta. Hal ini menyebabkan profesi pendidik akupunktur masih merupakan pekerjaan tambahan diluar pekerjaan utamanya. Akibatnya adalah sering terjadi bentrok jadwal mengajar pendidik dengan jadwal pekerjaan utamanya. Permasalahan tersebut terjadi terutama jika pendidik diharuskan mengajar di luar kota dimana sering kesulitan dalam mengurus ijin ditempat mereka
26
Tantula 24 - 37
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
bekerja. Berdasarkan hasil wawancara dengan manajemen LKP Ladika diketahui bahwa insentif yang diterima pendidik di LKP Ladika cukup memenuhi kriteria pasar dalam pendidikan akupunktur. Meskipun demikian, insentif tersebut hanya sebagai penghasilan tambahan bagi pendidik dimana pendidik akupunktur mempunyai penghasilan dari pekerjaan utamanya. Besarnya insentif bagi tenaga pendidik berbeda-beda disesuaikan dengan pembagian lini pendidik berdasarkan kompetensi, pengalaman mengajar dan jumlah jam mengajar dari masing-masing pendidik. Penilaian kinerja pendidik merupakan sarana bagi LKP Ladika untuk mengevaluasi pendidik untuk kepentingan lembaga dan pendidik. Penilaian kinerja pendidik secara terus menerus berguna meningkatkan mutu lulusan akupunkturis. Pendidik merupakan faktor utama dalam sistem pengajaran di lembaga pendidikan selain sarana dan prasarana pendukung. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja tenaga pendidik di suatu lembaga pendidikan. Perlu dilakukan penilaian terhadap pengaruh besarnya kompensasi yang diterima oleh pendidik dari proses pengajaran serta penilaian terhadap motivasi pendidik yang dapat mempengaruhi kinerja pendidik di LKP Ladika. Selain itu, kompetensi pendidik tetap menjadi perhatian dalam penilaian kinerja pendidik. Untuk itu perlu dilakukan penelitian terhadap pengaruh kompensasi, kompetensi, dan motivasi terhadap kinerja pendidik di lembaga kursus dan pelatihan akupunktur Ladika. Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang hendak dikaji dalam penelitian adalah: (1) Apakah kompensasi berpengaruh terhadap kinerja pendidik di LKP Ladika?; (2) Apakah kompetensi berpengaruh terhadap kinerja pendidik di LKP Ladika?; (3) Apakah motivasi berpengaruh terhadap kinerja pendidik di LKP Ladika?; (4) Apakah kompensasi, kompetensi, dan motivasi berpengaruh secara bersama-sama terhadap kinerja pendidik di LKP Ladika? Maksud dan tujuan penelitian adalah untuk memperoleh bukti empiris mengenai ada atau tidaknya pengaruh yang signifikan dari kompensasi, kompetensi, dan motivasi terhadap kinerja tenaga pendidik di LKP Ladika dan memberikan rekomendasi kepada pihak manajemen lembaga pendidikan guna menentukan strategi yang lebih tepat dalam rangka peningkatan kinerja pendidik. Teori Kinerja. Kinerja merupakan masalah yang menjadi perhatian manajemen karena berkaitan dengan produktivitas organisasi. Kinerja karyawan akan mempengaruhi seberapa besar kontribusi yang diberikan oleh karyawan kepada organisasi. Kinerja berhubungan erat dengan produktoivitas sehingga digunakan sebagai indikator dalam usaha meningkatkan produktivitas organisasi. Definisi kinerja sumber daya manusia menurut Mangkunegara (2005: 9) adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai sumber daya manusia persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Sedangkan pengertian kinerja menurut Nawawi (2005: 234) adalah sebagai hasil pelaksanaan suatu pekerjaan oleh seorang pekerja. Samsudin (2006: 159) mengartikan kinerja sebagai tingkat pelaksanaan tugas yang dapat dicapai seseorang dengan menggunakan kemampuan yang ada dan batasan-batasan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan Wirawan (2009: 5) menyatakan kinerja sebagai keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikatorindikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu.
27
Tantula 24 - 37
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Berdasarkan beberapa definisi tersebut di atas, dapat dinyatakan bahwa kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya selama periode waktu tertentu yang sesuai dengan standar dan kriteria yang telah ditetapkan untuk pekerjaan tersebut. Kinerja merupakan suatu perbuatan atau perilaku orang lain. Untuk mengetahui prestasi yang telah dicapai oleh seseorang dalam suatu organisasi perlu dilakukan penilaian kinerja. Penilaian prestasi kerja bagi suatu organisasi penting dalam rangka pengembangan sumber daya manusia karena sumber daya manusia dalam organisasi ingin mendapatkan penghargaan dan perlakuan yang adil dari pemimpin organisasi yang bersangkutan. Penilaian prestasi kerja merupakan kegiatan yang dilakukan oleh organisasi untuk dapat memperbaiki keputusan manajer dan memberikan umpan balik kepada karyawan tentang kegiatannya. Penilaian prestasi kerja dapat dilakukan melalui pengamatan langsung maupun tidak langsung. Observasi langsung dilaksanakan bila penilai secara nyata melihat pelaksanaan kerja yang dinilai (karyawan). Sedangkan penilaian tidak langsung bila penilaian dilakukan terhadap prosedur operasi alat adalah satu bentuk penilaian secara tidak langsung suatu penampilan kerja. Kompensasi. Kompensasi karyawan merupakan semua bentuk imbalan yang diberikan kepada karyawan sebagai imbal balik dari pekerjaan mereka. Dalam pemberiian kompensasi kepada pekerja, perusahaan terlebih dahulu melakukan penghitungan kinerja dengan membuat sistem penilaian kinerja yang adil. Menurut Sirait (2006: 181) kompensasi adalah hal yang diterima oleh pegawai, baik berupa uang atau bukan uang sebagai balas jasa yang diberikan bagi upaya pegawai (kontribusi pegawai) yang diberikannya untuk organisasi. Sedangkan Gozalli (2005: 234) menjelaskan bahwa kompensasi adalah semua balas jasa yang diterima oleh seseorang karyawan/pegawai dari perusahaannya sebagai akibat dari jasa/tenaga yang telah diberikannya pada perusahaan tersebut. Tujuan pemberian kompensasi adalah memberikan efek positif pada organisasi/perusahaan yaitu: (a) mendapatkan karyawan berkualitas baik, (b) memacu pekerja untuk bekerja lebih giat dan meriah prestasi gemilang, (c) memikat pelamar kerja berkualitas dari lowongan kerja yang ada, (d) mudah dalam pelaksanaan administrasi maupun aspek hukumnya, (e) memiliki keunggulan lebih dari pesaing/kompetitor. Sistem kompensasi merupakan bagian (parsial) dari sistem reward yang disediakan oleh organisasi. Sedangkan reward adalah semua hal yang disediakan organisasi untuk memenuhi satu atau lebih kebutuhan individual. Adapun dua dasar untuk survival dan security dan juga kebutuhan sosial dan pengakuan. (1) Kompensasi ekstrinsik yang berbentuk uang antara lain misalnya: gaji, upah, honor, komisi, insentif, dan lain-lain sedangkan kompensasi ekstrinsik yang bentuknya sebagai benefit/tunjangan pelengkap contohnya seperti: unag cuti, uang makan, uang transportasi/antar jemput, asuransi, jamsostek/jaminan sosial tenaga kerja, uang pensiun, rekreasi, beasiswa melanjutkan kuliah dan sebagainnya. (2) Kompensasi intrinsik, yang memenuhi kebutuhan yang lebih tinggu tingkatannya, misalnya bentuk kebanggaan, penghargaan, serta pertumbuhan dan perkembangan yang dapat diperoleh dari faktor-faktor yang melekat dalam pekerjaan karyawan itu. Kompensasi intriksik tidak berbentuk fisik dan hanya dapat dirasakan berupa kelangsungan pekerjaan, jenjang karier yang jelas, kondisi lingkungan kerja pekerjaan yang menarik dan lain-lain.
28
Tantula 24 - 37
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Kompetensi. Kompetensi (competency) merupakan kebulatan penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang ditampilkan melalui unjuk kerja yang diharapkan bisa dicapain seseorang setelah menyelesaikan suatu program pendidikan. Kompetensi merujuk kepada karakteristik yang mendasari perilaku yang menggambarkan motif, karakteristik pribadi (ciri khas), konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yang dibawa seseorang yang berkinerja unggul (superior performer) di tempat kerja. Kompetensi terdiri dari beberapa jenis karakteristik yang berbeda, yang mendorong perilaku. Fondasi karakteristik ini mempengaruhi yang berbeda, yang mendorong perilaku. Fondasi karakteristik ini mempengaruhi cara seseorang berperilaku di tempat kerja. (Palan, 2003: 5). Menurut Usman (2010: 4) kompetensi berarti suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun kuantitatif. Sedangkan menurut pendapat Mc Clelland, kompeten adalah karakteristik mendasar yang dimiliki seseorang yang berpengaruh langsung terhadap atau dapat memprediksi kinerja yang sangat baik. Dengan kata lain kompetensi adalah apa yang outstanding performers lakukan lebih sering pada lebih banyak situasi, dengan hasil yang lebih baik, daripada apa yang dilakukan penilai kebijakan (Sedarmayanti, 2001: 126). Denim (2008: 171) memaparkan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kegiaan berpikir dan bertindak. Sehingga kompetensi dapat diartikan sebagai spesifikasi pengetahuan, keterampulan dan sikap yang dimiliki seseorang serta penerapannya di dalam pekerjaan sesuai dengan standar kinerja yang dibutuhkan oleh masyarakat dan dunia kerja. Dessler (2008: 145) mengatakan bahwa kompetensi sebagai karakteristik dari kemampuan seseorang yang dapat dibuktikan sehingga memunculkan suatu prestasi. Kompetensi pekerjaan selalu merupakan perilaku yang dapat diobservasi dan diukur yang memuat sauatu bagian pekerjaan. Kompetensi merupakan karakter dasar orang yang mengindikasikan cara berperilaku atau berpikir, yang berlaku dalam cakupan situasi yang sangat luas dan bertahan untuk waktu yang lama. Terdapt lima jenis karakteristik kompetensi yaitu: (1) Pengetahuan. Pengetahuan merujuk pada informasi dan hasil pembelajaran; (2) Keterampilan. Keahlian merujuk pada kemampuan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan; (3) Konsep diri dan nilai-nilai. Konsep diri dan nilai-nilai merujuk pada sikap, nilai-nilai dan citra diri seseorang; (4) Karakteristik pribadi. Karakteristik pribadi merujuk pada karakteristik fisik dan konsistensi tanggapan terhadap siatuasi atau informasi; (5) Motif. Motif merupakan emosi, hasrat, kebutuhan psikologis atau dorongan lain yang memicu tindakan. Kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran yang diamanatkan dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi proffesional. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran dan pembangunan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan meteri pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan guru membimbing peserta didik agar setelah menempuh proses pembelajaran tertentu, ia dapat memenuhi standar kompetensi yang diharapkan. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berahlak mulia. Kompetensi sosial
29
Tantula 24 - 37
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga pendidik, orang/tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Motivasi. Menurut Mangkunegara (2005: 61) menjelaskan motivasi sebagai kondisi energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Sikap mental karyawan yang pokok terhadapsituasi kerja itu memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai hasil maksimal. Menurut Purwanto (2006: 71) motif adalah suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau bertindak melakukan sesuatu, sedangkan motivasi adalah pendorongan suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation). Karyawan seharusnya memiliki sikap mental yang siap sedia secara psikofisik (siap secara mental, fisik, situasi dan tujuan). Artinya karyawan dalam bekerja secara mental siap, fisik sehat dan memahami situasi dan kondisi serta berusaha keras mencapai target kerja (tujuan utama organisasi). Terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi karyawan yaitu: (1) prinsip partisipasi, dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberi kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin; (2) prinsip komunikasi, pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas pegwai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya; (3) prinsip mengakui antar bawahan; (4) pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai aturan lebih didalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya; (5) prinsip pendelegasian wewenang, pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin; (6) prinsip membuat perhatian, pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai bawahan, akan memotivasi pegawai bekerja apa yang diharapkan oleh pemimpin. Rerangka Pemikiran. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka rerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 H2
H3 H4
Gambar 1. Rerangka Penelitian
30
Tantula 24 - 37
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Berdasarkan rerangka di atas, ingin diketahui pengaruh kompensasi, kompetensi, dan motivasi terhadap kinerja tenaga pendidik di LKP Ladika. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H0 : Tidak ada pengaruh secara signifikan antara kompensasi, kompetensi, dan motivasi terhadap kinerja baik secara parsial maupun secara bersama-sama. H1: Ada pengaruh kompensasi terhadap kinerja. H2 : Ada pengaruh kompetensi terhadap kinerja. H3 : Ada pengaruh motivsi terhadap kinerja. H4 : Ada pengaruh kompensasi, kompetensi dan motivasi terhadap kinerja secara bersama - sama. METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif. Penelitian terhadap fenomena yang terjadi pada masa sekarang dengan proses berupa pengumpulan dan penyusunan data, selanjutnya dilakukan analisis dan penafsiran terhadap data tersebut. Jenis penelitian adalah survey dan data dikumpulkan melalui pengisian angket dan wawancara. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga pendidik LKP Ladika yaitu sejumlah 38 orang. Sampel penelitian diambil dari seluruh populasi secara sensus. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara: (1) kuesioner yaitu penyebaran angket kepada para responden dalam hal ini adalah para tenaga pendidik di LKP Ladika, dilakukan dengan cara memberikan daftar pertanyaan kepada responden yang telah disesuaikan dengan tujuan penelitian.; (2) wawancara yang dilakukan dengan pihak yang berkompeten atau berwenang untuk memberikan informasi dan keterangan yang sesuai yang dibutuhkan peneliti.; (3) dokumentasi dengan mengumpulkan berbagai informasi yang berhubungan dengan objek penelitian yang diperoleh dari organisasi. Analisis data dilakukan sesuai dengan jenis pengolahan data yang telah disusun. Skala pengukuran pada penelitian ini menggunakan skala Likert. Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang feomena sosial yang disebut sebagai variabel penelitian. Dalam skala Likert, variabel yang diukur dijabarkan sebagai sub variabel, kemudian dijabarkan menjadi komponen yang dapat diukur. Komponen yang dapat terukur ini, kemudian dijadikan titik tolak untuk menyusun item instrumen yang dapat berupa pertanyaan kemudian dijawab oleh responden. Pengujian Instrumen dan Data.Pengujian teradap instrumen dan data yang diperoleh melalui pengujian validitas dan realibilitas diperlukan untuk memahami ketepatan terhadap instrumen dan data yang digunakan dalam pengambilan data. Tujuannya adalah agar instrumen yang dipakai dan data yang diambil benar-benar valid dan reliable. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Hipotesis. Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk membuktikan apakah hipotesis dalam penelitian ini diterima atau ditolak melalui analisis regresi linier berganda. Dalam analisis regresi linier berganda yang ingin diketahui adalah koefisien determinasi dan koefisien regresinya serta hasil uji-F dan uji-t. 31
Tantula 24 - 37
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Koefisien Determinasi. Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui persentase pengaruh variabel independen (kompensasi, kompetensi, dan motivasi) terhadap perubahan variabel dependen. Dari hasil pengolahan data dengan program SPSS diperoleh hasil perhitungan R Square berikut: Tabel 3. Koefisien Determinasi
Model 1
R R Square a .728 .530
Adjusted R Std. Error of the Square Estimate Durbin-Watson .489 2.080 2.251
Sumber: data diolah Berdasarkan Tabel 3 di atas, besarnya R (korelasi) adalah 0,728 yang berarti menunjukkan hubungan korelasi yang kuat antara variabel independen (kompensasi, kompetensi, dan motivasi) dengan variabel dependen (kinerja). Besarnya R square adalah 0,530, hal ini berarti 53% pengaruh variabel dependen (kinerja) dapat dijelaskan oleh variabel independen (kompensasi, kompetensi, dan motivasi). Sedangkan sisanya 47% dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain di luar model. Uji F (ANOVA). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua varibel independen secara bersama-sama (simultan) dapat berpengaruh terhadap variebel dependen. Dalam penelitian ini pengujian hipotesisnya adalah sebagai berikut: H0 : μ = 0, artinya tidak ada pengaruh kompensasi, kompetensi, dan motivasi secara bersama-sama terhadap kinerja H4 : μ ≠ 0, artinya ada pengaruh kompensasi, kompetensi, dan motivasi secara bersamasama terhadap kinerja Dari uji F test didapat nilai F hitung sebesar 12,786 dengan df = 3 (derajat kebebasan pembilang 3) dan df2 = 38 (derajat kebebasan penyebut). Pengujian hipotesis dengan membandingkan F tabel dengan df=3 dan df2=38 didapat 2,852 untuk taraf α=5% dan 3,483 untuk taraf α=2,5%. F hitung (12,786) lebih besar dari F tabel (2,852 dan 3,483), maka H4 diterima dan H0 ditolak, artinya ada pengaruh kompensasi, kompetensi, dan motivasi secara bersama-sama terhadap kinerja. Tabel 4. Uji F (ANOVA) ANOVAb Model Sum of Squares Df Mean Square 1 Regression 165.966 3 55.322 Residual 147.113 34 4.327 Total 313.079 37 a. Predictors: (Constant), Motivasi, Kompensasi, Kompetensi b. Dependent Variable: Kinerja
F 12.786
Sig. .000a
Sumber: data diolah Demikian juga bila dilihat pengujian signifikansi hipotesis melalui nilai signifikansi. Pada kolom signifikansi didapat nilai signifikansi sebesar 0,000, yang berarti H4 diterima dan H0 ditolak karena ketentuan penerimaan dan penolakan apabila signifikansi di bawah atau
32
Tantula 24 - 37
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
sama dengan 0,05. Berdasarkan pengujian tersebut disimpulkan bahwa model ini signifikan, artinya bahwa variabel dependen (kinerja) dipengaruhi oleh variabel independen (kompensasi, kompetensi, dan motivasi) secara bersama-sama. Dengan demikian model regresi memenuhi kriteria goodness of fit, artinya model regresi cocok untuk digunakan sebagai model prediksi. Koefisien Regresi dan Uji t. Output hasil uji koefisien regresi dengan menggunakan program SPSS dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5. Koefisien Regresi dan Uji t
Model 1 (Constant) Kompensasi Kompetensi Motivasi
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta 9.499 5.062 .108 .086 .151 .177 .075 .427 .277 .168 .301
t Sig. 1.876 .069 1.255 .218 2.355 .024 1.643 .110
Collinearity Statistics Tolerance VIF .958 .420 .411
1.044 2.384 2.433
Sumber: data diolah Berdasarkan Tabel 5 di atas terlihat dapat disimpulkan bahwa variabel dependen (kinerja) dipengaruhi oleh variabel kompensasi, kompetensi, dan motivasi dengan persamaan matematis sebagai berikut: Kinerja = 9,499 + 0,108 Kompensasi + 0,177 Kompetensi + 0,277Motivasi Konstanta sebesar 9,499 menyatakan bahwa jika variabel independen dianggap konstan, maka rata-rata nilai kinerja sebesar 9,499. Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh secara parsial dari variabel independen (kompensasi, kompetensi, dan motivasi) terhadap variabel dependen (kinerja). Dalam penelitian ini pengujian hipotesisnya adalah sebagai berikut: H0 : μ = 0, artinya tidak ada pengaruh kompensasi, kompetensi, dan motivasi secara parsial terhadap kinerja H1 : μ ≠ 0, artinya ada pengaruh kompensasi terhadap kinerja H2 : μ ≠ 0, artinya ada pengaruh kompetensi terhadap kinerja H3 : μ ≠ 0, artinya ada pengaruh motivasi terhadap kinerja Dari uji t pada Tabel 5 di atas didapatkan bahwa nilai t hitung kompensasi sebesar 1,255, nilai t hitung kompetensi sebesar 2,355, dan nilai t hitung motivasi sebesar 1,643 dengan df=38 (derajat kebebasan 38). Pengujian hipotesis dengan membandingkan t tabel dengan df=38 didapatkan 1,686 untuk taraf α= 5% dan 2,024 untuk taraf α=2,5%. Hanya nilai t hitung kompetensi (2,355) yang lebih besar dari t tabel (1,686 dam 2,024), maka hanya H2 yang diterima dan H0 ditolak, artinya ada pengaruh kompetensi terhadap kinerja. Sedangkan nilai t hitung kompensasi dan motivasi (1,255 dan 1,643) lebih kecil dari t tabel (1,686 dam 2,024), maka H1 dan H3 ditolak dan H0 diterima, artinya tidak ada pengaruh kompensasi maupun motivasi secara parsial terhadap kinerja. Pada pengujian signifikansi hipotesis melalui nilai signifikansi. Pada kolom signifikansi diperoleh nilai signifikansi dari variabel kompetensi sebesar 0,024, yang berarti H2 diterima dan H0 ditolak signifikansi dibawah atau sama dengan 0,05.
33
Tantula 24 - 37
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Berdasarkan pengujian tersebut disimpulkan bahwa kompetensi berpengaruh terhadap kinerja secara signifikan. Dengan mengetahui permasalahan yang berpengaruh terhadap kinerja baik secara bersama maupun secara parsial diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan oleh pihak manajemen LKP Ladika untuk lebih fokus memperhatikan faktor yang mempengaruhi kinerja secara signifikan yaitu kompetensi. Pembahasan. Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data di atas diperoleh kenyataan bahwa variabel independen (kompensasi, kompetensi, dan motivasi) mempunyai hubungan korelasi yang kuat ( r = 0,728 ) terhadap variabel dependen (kinerja) dengan R square sebesar 0,530. Dapat dijelaskan bahwa variabel independen (kompensasi, kompetensi, dan motivasi) mempunyai pengaruh 53% terhadap variabel dependen (kinerja), sementara sisanya 47% dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain di luar model. Hasil pengujian hipotesis pengaruh variabel independen secara bersama-sama (simultan) terhadap variebel dependen menunjukkan bahwa nilai F hitung (12,786) lebih besar dari F tabel (2,852 dan 3,483) yang sehingga dapat diartikan bahwa kompensasi, kompetensi, dan motivasi secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja. Hal tersebut di atas sesuai dengan Sedarmayanti (2001) yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja di antaranya adalah sikap mental dan kesempatan berprestasi (motivasi kerja), pendidikan dan keterampilan (kompetensi), dan tingkat penghasilan maupun gaji/ honor (kompensasi). Sementara faktor lain seperti manajemen kepemimpinan, jaminan kesehatan dan jaminan sosial, iklim kerja, sarana dan prasarana,serta teknologi juga berpengaruh terhadap kinerja di luar model yang diperoleh pada penelitian ini. Dengan menggunakan hasil koefisien regresi, pengaruh variabel independen (kompensasi, kompetensi, dan motivasi) terhadap variabel dependen (kinerja) dapat disimpulkan menggunakan persamaan matematis tersebut di atas. Rerata nilai kinerja adalah sebesar 9,499 dengan anggapan bahwa variabel independen adalah konstan. Berdasarkan hasil uji t dapat diketahui pengaruh secara parsial (sendiri-sendiri) dari variabel independen (kompensasi, kompetensi, dan motivasi) terhadap variabel dependen (kinerja). Pada Tabel 5 di dapatkan nilai t hitung variabel kompensasi, kompentensi, dan motivasi adalah sebesar 1,255, 2,355, dan 1,643. Dengan membandingkan t hitung terhadap t tabel (1,686; α=5% dan 2,024; α=2,5%), ternyata hanya kompetensi yang mempunyai nilai t hitung yang lebih besar dari t tabel sehingga dapat diartikan bahwa secara parsial kompetensi berpengaruh signifikan secara statistik terhadap kinerja. Sementara itu kompensasi dan motivasi secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karena mempunyai nilai t hitung lebih kecil dari t tabel. Menurut Keith Davies dalam Mangkunegara (2000) pencapaian kinerja dipengaruhi oleh faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). McClelland menekankan pentingnya kebutuhan berpretasi karena berperan dalam pelaksanaan pekerjaan dan mendorong seseorang untuk mengembangkan kreatifitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja optimal (kinerja). Sementara itu teori dua faktor menyatakan bahwa gaji/ kompensasi tidak dianggap sebagai motivator, terutama bagi pegawai profesional dan manajerial dimana
34
Tantula 24 - 37
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
pengakuan kemajuan dan peluang untuk mengembangkan diri adalah sebagai motivator dalam bekerja, asalkan gaji yang diterimanya cukup dan dianggap adil. Berdasarkan analisis hasil uji t diatas ternyata hanya variabel kompetensi yang secara parsial berpengaruh signifikan secara statistik terhadap variabel kinerja meskipun secara bersama-sama (simultan) kompensasi, kompetensi, dan motivasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja. Secara parsial kompensasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja dapat dijelaskan dengan adanya penghasilan para pendidik dari pekerjaan utama mereka dikarenakan profesi pendidik akupunktur di LKP Ladika masih sebagai pekerjaan tambahan. Sementara motivasi secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja dapat dijelaskan dengan stuktur organisasi LKP Ladika yang bersifat rigid dimana kesempatan pendidik untuk berprestasi dan menduduki jabatan tertentu dalam organisasi sangat terbatas. Berdasarkan penelitian, ternyata secara parsial hanya kompetensi yang mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap kinerja pendidik akupunktur di LKP Ladika. Untuk meningkatkan kinerja pendidiknya, manajemen LKP Ladika harus meningkatkan kompetensi dari pendidiknya. Peningkatan kompetensi profesional pendidik sebagai akupunkturis dan pendidik akupunktur melalui pelatihan, acara bedah buku, seminar profesi akupuntur maupun pendidikan akupuntur lanjutan berguna dalam meningkatkan kualitas kerja pendidik akupunktur. Sementara peningkatan kompetensi andragogik dapat melalui pelatihan dan sertifikasi pendidik akupunktur secara berkala serta menerapkan evaluasi manajemen terhadap kemampuan pendidik berguna dalam meningkatkan kuantitas hasil kerja pendidik akupunktur. PENUTUP Kesimpulan. Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: (1) Kompensasi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pendidik akupunktur di Lembaga Kursus dan Pelatihan Akupunktur Ladika.; (2) Kompetensi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pendidik akupunktur di Lembaga Kursus dan Pelatihan Akupunktur Ladika; (3) Motivasi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pendidik akupunktur di Lembaga Kursus dan Pelatihan Akupunktur Ladika.; (4) Secara bersamasama, kompensasi, kompetensi dan motivasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pendidik akupunktur di Lembaga Kursus dan Pelatihan Akupunktur Ladika Pada penelitian ini kinerja pendidik akupunktur di LKP Ladika dapat dijelaskan dipengaruhi secara signifikan oleh kompensasi, kompetensi dan motivasi secara bersamasama yaitu sebesar 53%. Sedangkan sisanya 47% dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar penelitian ini. Sementara secara parsial hanya kompetensi yang mempunyai pengaruh signifikan secara statistik terhadap kinerja pendidik akupunktur di LKP Ladika. Adanya penghasilan dari pekerjaan utama dan struktur organisasi yang rigid dapat menjelaskan mengapa kompensasi dan motivasi tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kinerja pendidik di LKP Ladika. Untuk meningkatkan kinerja pendidiknya secara parsial, manajemen LKP Ladika dapat memfokuskan pada peningkatan kompetensi dari pendidik akupunktur.
35
Tantula 24 - 37
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
DAFTAR RUJUKAN Denim, S, (2008). Kinerja Staf dan Organisasi. Bandung : Penerbit Pustaka Setia. Dessler, G, (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Kesepuluh. Jakarta: Penerbit Indeks. Diposumarto, N.S, (2011). Metodologi Penelitian Teori dan Terapan. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media. Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan, (2010). Kurikulum Berbasis Kompetensi Akupuntur. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional. _______________, (2009). Panduan Kompetensi Lulusan Akupuntur. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional. _______________, (2007). Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Akupuntur. Jakarta : Kementerian Pendidikan Nasional. _______________, (2005). Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik Kursus Akupuntur. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional. Gozalli, S, (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia: Suatu Pendekatan Mikro. Jakarta: Penerbit Djembatan. Hasibuan, M.S.P, (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Bumi Aksara. Hidayat T, Istiadah N, (2011). Panduan Lengkap Menguasai SPSS 19 untuk mengolah Data Statistik Penelitian. Jakarta: PT TransMedia. Istijanto, (2006). Riset Sumber Daya Manusia Cara Praktis Mendeteksi Dimensi-dimensi Kinerja Karyawan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Ladika, (2011). Profil Lembaga Pendidikan Akupuntur LADIKA. Jakarta. ______, (2011). Data Penilaian Kinerja Lembaga Pendidikan Akupuntur LADIKA. Jakarta. Mangkunegara, A.P, (2005). Evaluasi Kinerja SDM, PT Rafika Aditama, Bandung. _______________, (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. Manullang, M, (2001). Manajemen Personalia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Mendiknas, (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. _________, (2005). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. _________, (2006). Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. _________, (2003). Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional. Mulyasa, (2004). Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nawawi, H, (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Notoatmodjo, S., (2003). Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Rineka Cipta Palan, R., (2003). Competency Management, teknik mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, dan Implementasi Manajemen SDM.Berbasis Kompetensi Untuk meningkatkan Daya Saing Organisasi. Jakarta: Penerbit PPM.
36
Tantula 24 - 37
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Priyatno D., (2009). SPSS untuk Analisis Korelasi, Regresi, dan Multivariate. Yogyakarta: Penerbit Gaya Media. Rachmawati, I.K, (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Rivai V, Basri A.F.M, (2005). Performance Apraisal, Sistem Yang Tepat Untuk Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahaan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Samsudin, S, (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: CV Pustaka Setia. Santosa PB,Ashari. (2005). Analisis Statistik dengan Microsoft Excel dan SPSS. Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakarta. Sedarmayanti, (2001). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: PT Mandor Maju. Siagian, S.P, (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. Sirait, J.T, (2006). Memahami Aspek-Aspek Pengelolaan Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Usman, M, (2010). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Umar, H, (2008). Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Wibowo, (2010). Manajemen Kinerja Edisi Ketiga, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta. Wirawan, (2009). Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia, Teori, Aplikasi dan Penelitian, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
37
Suhariyo 38 - 50
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013
PENGARUH KUALITAS PRODUK, HARGA DAN REPUTASI MEREK TERHADAP CUSTOMER LOYALTY MELALUI KEPUTUSAN PEMBELIAN MICROSOFT DYNAMIC NAV (STUDI KASUS PD PT. AEVITAS) Suhariyo PT Aevitas Jakarta Email:
[email protected] Abstract: Research on customer loyalty through purchasing decisions on a software product has been widely applied. This study aimed to observe the effect of product quality, price and brand reputation on customer loyalty through dynamic purchasing decisions NAV Microsoft software.Samples taken are population all customers of PT. Consulting Aevitas by 60 respondents. Data were obtained through the census questionnaire, ie walk in customers during 2011. Type of research is quantitative descriptions using Path Analysis.The results of this study is the structural equation model 1 shows that the quality of the product has the greatest influence on purchase decisions. While the structural equation model 2 shows that good quality products, prices and brand reputation have no influence on loyalty, however if through the purchase decision, all three have an influence on customer loyalty. Keywords: Product Quality, Price, Brand Reputation, Purchase Decisions and Customer Loyalty. Abstrak: Penelitian terhadap loyalitas pelanggan melalui keputusan pembelian pada produk perangkat lunak telah banyak dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas produk, harga dan reputasi merek terhadap loyalitas pelanggan melalui keputusan pembelian dinamis NAV software.Samples Microsoft diambil adalah populasi semua pelanggan PT. Konsultasi Aevitas oleh 60 responden. Data diperoleh melalui kuesioner sensus, yaitu berjalan-jalan di pelanggan selama 2011. Jenis penelitian ini adalah deskripsi kuantitatif dengan menggunakan Jalur analysis.The hasil penelitian ini adalah model persamaan struktural 1 menunjukkan bahwa kualitas produk memiliki pengaruh terbesar terhadap keputusan pembelian . Sedangkan model persamaan struktural 2 menunjukkan bahwa produk-produk berkualitas baik, harga dan reputasi merek tidak memiliki pengaruh pada loyalitas, namun jika melalui keputusan pembelian, ketiganya memiliki pengaruh terhadap loyalitas pelanggan. Kata kunci: Kualitas Produk, Harga, Merek Reputasi, Keputusan Pembelian dan Loyalitas Pelanggan. PENDAHULUAN Saat ini persaingan di dunia IT semakin ketat, khususnya persaingan produk ERP software. Fakta memperlihatkan penjualan ERP software terus meningkat. Kondisi ini membuat PT. Aevitas semakin meningkatkan inovasi dengan meluncurkan produk software Microsoft dynamic NAV ERP versi terbaru untuk meningkatkan penguasaan pasar. Aevitas Consulting memberikan spektrum yang komprehensif dari aplikasi dan
38
Suhariyo 38 - 50
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013
solusi bisnis untuk memberdayakan semua aspek dari bisnis. dengan menggunakan Microsoft Dynamics solusi, organisasi dari semua ukuran dapat meningkatkan kinerja, dan mendapatkan fleksibilitas untuk merespon kebutuhan bisnis yang berubah. Dengan kata lain cutomer mendapatkan visibilitas dan kontrol dari proses bisnis dan kelincahan untuk merespon dan mampu untuk mengubah bisnis customer menjadi kompetitif yang unggul dalam organisasi. Kondisi pasar suatu negara sejatinya memiliki keunikan tersendiri. Tidak selamanya aplikasi ERP best practice di suatu negara bisa cocok dipraktikkan di negara lain, termasuk di Indonesia. Kualitas produk harus mampu bersaing terhadap kompetitorkompetitor, baik vendor global seperti (SAP, ORACLE, QAD,dll) ataupun vendor lokal (Erasoft, BosNet, Scylla, IndoBravo, dll). SAP software, dikenal sebagai perangkat lunak yang paling mahal dan rumit. Harganya lebih mahal dan waktu lebih lama untuk diterapkan daripada Microsoft, Oracle dan Tier 2 vendor Microsoft dan Tier 2 perangkat lunak yang menawarkan harga jutaan lebih rendah dalam biaya implementasi. Diantara merek-merek yang saat ini menguasai pasar dunia terutama di Indonesia selain dari microsoft adalah seperti SAP, Oracle, Baan, EpiCor, Exact, IFS, Infor, Lawson, NetSuite, Sage, Syspro dan Lainnya yang merupakan vendor global setingkat dengan Microsoft. Perbandingan Software ERP antara Tier I vendor, yaitu SAP, Oracle, Microsoft, dengan Tier 2 vendor yang terdiri dari Baan, EpiCor, Exact, IFS, Infor, Lawson, NetSuite, Sage, Syspro dan Lainnya. Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya customer melakukan evaluasi untuk melakukan pemilihan produk atau jasa. Evaluasi dan pemilihan yang digunakan akan menghasilkan suatu keputusan yang merupakan sebuah proses yang terdiri dari beberapa tahap, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif sebelum pembelian, pembelian, konsumsi, dan evaluasi alternatif sesudah pembelian. Jika customer telah mandapatkan kepuasan terhadap keputusan pembeliannya, maka akan berimplikasi terhadap Loyalitas customer. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana Pengaruh Kualitas Produk terhadap Keputusan Pembelian Microsoft Dynamic NAV PT. Aevitas Consulting?; (2) Bagaimana Pengaruh Harga terhadap Keputusan Pembelian Microsoft Dynamic NAV PT. Aevitas Consulting?; (3) Bagaimana Pengaruh Reputasi Merek terhadap Keputusan Pembelian Microsoft Dynamic NAV PT. Aevitas Consulting?; (4) Bagaimana Pengaruh Keputusan Pembelian terhadap Loyalitas Customer Microsoft Dynamic NAV PT. Aevitas Consulting?; (5) Bagaimana Pengaruh Kualitas Produk, Harga, dan Reputasi Merek terhadap Keputusan Pembelian Microsoft Dynamic NAV PT. Aevitas Consulting? Maksud dan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh signifikan dari kualitas produk, harga, dan reputasi merek terhadap loyalitas melalui keputusan pembelian Microsoft Dynamic NAV PT. Aevitas Consulting. Kualitas Produk. Menurut Kotler dan Amstrong (2004: 347) kualitas produk adalah kemampuan suatu produk untuk melakukan fungsi-fungsinya, kemampuan ini meliputi daya tahan, kehandalan, keelitian yang dihasilkan, kemudahan dioperasikan dan diperbaiki, dan atribut lain yang berharga pada produk secara keseluruhan. Perusahaan yang memberikan produk yang berkualitas dan pelayanan yang berkualitas tinggi tidak diragukan lagi akan menungguli pesaingnya yang kurang berorientasi pada pelayanan,
39
Suhariyo 38 - 50
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013
karena kuncinya adalah memenuhi atau melebihi harapan customer. Dalam mendefinisikan produk yang berkualitas, ada beberapa karakteristik tambahan yang perlu diperlu diperhitungkan pula. Menurut Garvin dalam Umar 2005: 37) untuk menentukan dimensi kualitas produk, dapat melalui delapan dimensi sebagai berikut: (1) performance, berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan customer dalam membeli barang tersebut.; (2) feature, karakteristik sekunder atau pelengkap yang berguna untuk menambah fungsi dasar yang berkaitan dengan pilihan-pilihan produk dan pengembanganya.; (3) reliability, berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu tertentu dandalam kondisi tertentu pula.; (4) conformance, berkaitan dengan tingkat kesesuaian dengan spesifikasi yang ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan customer. Kesesuaian merefleksikan derajat ketepatan antara karakteristik desain produk dengan karakteristik kualitas standar yang telah ditetapkan.; (5) durability, berkaitan dengan berapa lama suatu produk dapat digunakan.; (6) service ability, karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, kompetensi kemudahan dan akurasi dalam memberikan layanan untuk perbaikan barang.; (7) aesthetic, karakteristik yang bersifat subyektif mengenai nilai-nilai estetika yang berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi individual.; (8) fit and finish, karakteristik yang bersifat subyektif yang berkaitan dengan perasaan customer mengenai keberadaan produk sebagai produk yang berkualitas. Harga. Menurut Stanton (2004), harga adalah sejumlah nilai yang ditukarkan customer dengan manfaat dari memiliki atau menggunakan produk atau jasa yang lainnya ditetapkan oleh pembeli atau penjual untuk satu harga yan sama terhadap semua pembeli. Sedangkan definisi harga oleh Stanton seperti yang dikutif oleh basu Swastha dan Irawan (2001) adalah sejumlah uang (ditambah beberapa produk kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanan. Menurut Fandy Tjiptono (2005) harga memiliki dua peranan utama dalam memppengaruhi keputusan beli, yaitu: Pertama. Peranan alokasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam membantu para pembeli untuk memutuskan cara memperoleh manfaat atau utilitas tertinggi yang diharapkan berdasarkan daya belinya. Dengan demikian, adanya harga dapat membantu para pembeli untuk memutuskan cara mengalokasikan daya belinya pada berbagai jenis barang dan jasa. Pembeli membandingkan harga dari bebepara alternatif yang tersedia, kemudian memutuskan alokasi dana yang diokehendaki. Kedua. Peranan informasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam mendidik customer mengenai faktor-faktor produk, seperti kualitas. Hal ini terutama bermanfaat dalam situasi dimana pembeli mengalami kesulitan untuk menilai faktor atau manfaatnya secara obyektif. Harga (price) dari sudut pandang pemasaran merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa lainnya) yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaaan suatu barang dan jasa. Dari sudut pandang customer, harga seringkali digunakan sebagai indikator value bilamana harga tersebut dihubungkan dengan manfaat yang dirasakan atas suatu barang dan jasa. Value dapat didefinisikan antara manfaat yang dirasakan terhadap harga (Wahyudi, 2004). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa customer akan menjadi loyal pada merekmerek berkualitas tinggi jika produk-produk ditawarkan dengan harga yang wajar (Dharmmestha, 2005). Dalam hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa customer akan tetap
40
Suhariyo 38 - 50
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013
loyal pada merek-merek yang berkualitas, bergengsi dan eksklusif apabila ditawarkan dengan harga yang wajar. Selain itu terdapat tipe customer yang loyal pada produk dengan harga yang murah. Namun setelah ada merek lain dengan harga yang lebih murah ia akan melakukan perpindahan ke merek tersebut. Menurut J. Stanto (2004) ada tiga ukuran yang menentukan harga, yaitu: (1) harga yang sesuai dengan kualitas suatu produk; (2) harga yang sesuai dengan manfaat suatu produk; (3) perbandingan harga dengan produk lain. Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa harga berpengaruh positif terhadap loyalitas melalui keputusan pembelian customer. Citra Merek. Kaitan citra merek dengan minat beli dikemukakan Habul (2001), bahwa citra merek akan berpengaruh langsung terhadap tingginya minat beli terhadap suatu perkembangan produk. Hal tersebut didukung oleh pendapat Gaeff (2006) yang menyatakan bahwa perkembangan pasar yang demikian pesat mendorong customer untuk lebih memperhatikan citra merek dibandingkan karakteristik fisik suatu produk dalam memutuskan pembelian. Menurut Aaker (2002: 10) brand awareness adalah kekuatan keberadaan sebuah nerek dalam pikiran customer. Kekuatan tersebut ditunjukkan oleh kemampuan customer mengenal dan mengingat sebuah merek. Kesadaran merek dapat membantu mengkaitkan merek dengan asosiasi yang diharapkan oleh perusahaan, menciptakan Familiarity customer pada merek, dan menunjukkan komitmen pada customernya. Tingkat kesadaran merek berkisar dari tingkat reginoze the brand yaitu customer dapat mengenal suatu merek, sampai pada tingkat dimana merek menjadi dominat brand recalled, merek menjadi satu-satunya yang diingat dan menjadi identitas kategori produk. Saat pengambilan keputusan pembelian customer dilakukan, kesadaran merek memagang peran penting. Merek menjadi bagian sehingga memungkinkan preferensi customer untuk memilih merek tersebut. Customer cenderung membeli merek yang sudah dikenal karena mereka merasa aman dengan sesuatu yang dikenal dan beranggapan merek yang sudah dikenal kemungkinan dapat dihandalkan, dan kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan. Asosiasi merek adalah apapun yang terkait dalam ingatan (memory) customer pada suatu merek. Asosiasi spesifik suatu merek di pikirkan customer didasarkan pada beberapa tipe asosiasi yaitu: (a) atribut berwujud, merupakan karakteristik produk; (b) atribut-atribut tidak berwujud; (c) manfaat bagi customer, yaitu manfaat rasional dan manfaat psikologi; (d) harga relative; (e) penggunaan atau aplikasi; (f) karakteristik pengguna atau customer; (g) orang terkenal (selebriti); (h) gaya hidup atau kepribadian; (i) kelas produk; (j) pesaing; (k) negara atau wilayah geografis asal produk. Keputusan Pembelian. Pembuatan keputusan pembelian yang dilakukan customer berbeda-beda sesuai dengan jenis keputusan pembeliannya, makin kompleks keputusan untuk membeli sesuatu, kemungkinan akan lebih banyak melibatkan pertimbangan pembeli. (Kotler (2000) membedakan empat tipe perilaku pembelian berdasarkan derajat keterlibatan customer dalam membeli dan deraja perbedaan diantaranya beberapa merek. Selanjutnya Umar (2005) menyatakan bahwa proses pembelian diawali ketik seseorang mendapatkan stimulus (pikiran, tindakan atau motivasi) yaitu mendorong dirinya untuk mempertimbangkan pembelian barang atau jasa tertentu. Stimulus tersebut dapat berupa: (1) commercial cues, yaitu kejadian atau motivasi yang memberikan stimulus bagi customer untuk melakukan pembelian, sebagai hasil usaha promosi perusahaan; (2) social
41
Suhariyo 38 - 50
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013
cues, yaitu stimulus yang didapatkan dari kelompok referensi yang dijadikan panutan atau acuan oleh seseorang, dimana dapa diklasifikasikan berdasarkan beberapa kategori, diantaranya frekuensi kontak, sifat keanggotaan, formalitas dan kemampuan atau kebebasan anggota kelompok untuk memilih; (3) physic cues, yaitu stimulus yang ditimbulkan karena rasa haus, lapar, lelah dan biological cues lainnya. Loyalitas. Secara harfiah loyal berarti setia, atau loyalitas dapat diartikan sebagai suatu kesetiaan. Kesetiaan ini timbul tanpa adanya paksaan, tetapi timbul dari kesadaran sendiri pada masa lalu. Usaha yang dilakukan untuk menciptakan kepuasan customer lebih cenderung mempengaruhi sikap customer. Sedangkan konsep loyalitas customer lebih menekankan kepada perilaku pembeliannya. Istilah loyalitas seringkali diperdengarkan oleh pakar pemasaran maupun praktisi bisnis, loyalitas merupakan konsep yang tampak mudah dibicarakan dalam konteks seharihari, tetap menjadi lebih sulit ketika dianalisis maknanya. Loyalitas customer merupakan salah satu tujuan inti yang diupayakan dalam pemasaran modern. Hal ini dikarenakan dengan loyalitas diharapkan perusahaan akan mendapatkan keuntungan jangka panjang atas hubungan mutualisme yang terjalin dalam kurun waktu tertentu. Menurut Griffin (dalam Dharmayanti, 2006: 38) berpendapat bahwa customer yang loyal adalah customer yang sangat puas dengan produk atau jasa tertentu sehingga mempunyai antusiasisme untuk memperkenalkannya kepada siapapun yang dikenal. Seorang customer yang loyal memiliki prasangka spesifik mengenai apa yang akan dibeli dan dari siapa. Pembelinya bukan merupakan peristiwa acak. Istilah loyalitas seringkali diperdengarkan oleh pakar pemasaran maupun praktisi bisnis, loyalitas merupakan konsep yang tampak mudah dibicarakan dalam konteks sehari-hari, tetap menjadi lebih sulit ketika dianalisis maknanya. Kerangka Pemikiran. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka kerangka pemikiran teoritis yang dikembangkan seperti tersaji pada gambar 1 berikut ini: Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Sumber: (Sarwono, 2007: .24, 27) Persamaan substruktur pertama : Y1 = ρY1 X₁ + ρY1 X₂ + ρY1 X3 + €₁ Persamaan substruktur kedua : Y2 = ρY2 X₁ + ρY2 X₂+ ρY2 X3 + €₂
42
Suhariyo 38 - 50
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013
Dalam model analisis ini, terdapat independent variable, dependent variable serta variabel perantara (moderating variable). Independent variable adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikatnya, dependent variable merupakan variabel yang dapat diukur, diprediksi, atau dengan kata lain dapat dimonitor dan diharapkan dipengaruhi oleh variabel bebas (Cooper dan Schindler, 2006). Sedangkan variabel perantara adalah variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan variabel yang sedang diteliti, tetapi tidak dapat dilihat, diukur, dan dimanipulasi, pengaruhnya harus disimpulkan dari pengaruh-pengaruh variabel bebas terhadap gejala yang sedang diteliti (Sarwono, 2007). Hipotesis. Hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1 : Kualitas produk berpengaruh positif terhadap Keputusan Pembelian. H2 : Harga berpengaruh positif terhadap Keputusan Pembelian. H3 : Reputasi Merek berpengaruh positif terhadap Keputusan Pembelian. H4 : Kualitas produk, Harga, dan Reputasi Merek berpengaruh positif terhadap Keputusan Pembelian. H5 : Keputusan Pembelian berpengaruh positif terhadap Loyalitas. H6 : Kualitas Produk berpengaruh positif terhadap Loyalitas. H7 : Harga berpengaruh positif terhadap Loyalitas. H8 : Reputasi Merek berpengaruh positif terhadap Loyalitas. H9 : Kualitas produk, Harga, dan Reputasi Merek berpengaruh positif terhadap Loyalitas. METODE Metode pengumulan data yang dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada responden dengan panduan kuesioner. Dalam penelitian ini kuesioner menggunakan pertanyaan tertutup dan terbuka. Selain dengan kuesioner dilakukan juga dengan cara studi pustaka, pengumpuan data yang dilakukan dengan membaca buku-buku literatur, jurnal-jurnal, internet, majalah dan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang sedang dilakukan. Selanjutnya akan digambarkan lapangan penelitian yang diarahkan untuk menganalisa sebuah model keterkaitan antara kualitas produk, harga kompetitif, citra merek. Sebuah kerangka teoritis dan model telah dikembangkan pada bab sebelumnya yang akan dipakai sebagai landasan teori untuk penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan customer yang pernah membeli produk Microsoft dynamic NAV di PT. Aevitas Consulting sebanyak 60 customer. Dalam penelitian ini digunakan teknik pembuatan skala. Hal ini penting untuk dilakukan karena bagi penelitian ilmu-ilmu sosial seperti studi sikap persepsi, pandangan, kebanyakan datanya bersifat kualitatif. Teknik membuat skala berguna mengubah fakta-fakta kualitatif menjadi suatu urutan kuantitatif atau peubah (Ghode and Halt, 1952 dalam Moh. Nasri 1999). Uji kualitas data dengan menggunakan: (1) uji valditas; (2) uji reliabilitas; (3) uji asumsi klasik dengan uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas. Pengujian validitas dan reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan untuk menguji apakah kuesioner yang digunakan sudah dapat mengukur apa
43
Suhariyo 38 - 50
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013
yang ingin diukur dan sejauhmana kuesioner yang digunakan dapat dipercaya atau diandalkan. Pengujian validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidak valid suatu hasil kuesioner yang disebarkan kepada responden, maka kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan kuesioner mampu mengungkap suatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Pengujian Reliabilitas merupakan metode untuk mengukur suatu kuisioner yang merupakan indikator dari variabel, suatu kuisioner dikatakan reliabel jika jawaban terhadap pernyataan adalah konsisten. Untuk menilai masing-masing butir-butir pertanyaan reliabel dapat dilihat dari nilai Cronbach‟s Alpha. Menurut Husein Umar (2008: 174), suatu pertanyaan dikatakan reliabel jika memiliki nilai Cronbach‟s Alpha > 0.60. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 1. Hasil Pengujian reliabilitas Variabel Kualitas produk (X1) Harga (X2) Reputasi Merek (X3) Keputusan Pembelian (Y1) Loyalitas (Y2) Sumber: data diolah
Alpha 0.839 0.612 0.712 0.678 0.796
Keterangan Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Hasil uji reliabilitas tersebut menunjukkan bahwa semua variabel mempunyai koefisien Alpha yang cukup besar yaitu diatas 0,60 sehingga dapat dikatakan semua konsep pengukur masing-masing variabel dari kuesioner adalah reliabel yang berarti bahwa kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kuesioner yang handal. Pengujian Hipotesis. Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk membuktikan apakah hipotesis dalam penelitian ini diterima atau ditolak melalui analisis jalur. Dalam analisis jalur ini yang ingin diketahui adalah koefisien determinasi dan koefisien regresi serta hasil uji-F dan uji-t. Koefisien jalur dihitung dengan membuat dua persamaan struktural yaitu persamaan regresi yang menunjukkan hubungan yang dihipotesiskan. Adapun dua persamaan struktural diagram jalur sebagai berikut: Model 1 : Y1 = ˆ y1 X X 1 + ˆ y1 X X 2 + ˆ y1 X X 3 + ˆ1 1
2
3
Model 2 : Y2 = ˆ y 2 X X 1 + ˆ y 2 X X 2 + ˆ y 2 X X 3 + ˆ2 1
2
3
Tabel 2. Koefisien Determinasi (R²) Jalur Model 1 Model Summary Model R R Square Adjusted R Square 1 .712a .507 .480 a. Predictors: (Constant), Reputasi Merek, Kualitas Produk, Harga
Std. Error of the Estimate 2.25391
Sumber: Data Hasil Penelitian, 2012 (diolah) Dari Tabel 2 terlihat Model Summary jalur model 1 diperoleh nilai R square (r²) adalah 0,507, sehingga dapat dijelaskan bahwa kontribusi pengaruh kualitas produk, harga dan
44
Suhariyo 38 - 50
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013
reputasi merek (variabel independen) secara simultan mempengaruhi keputusan pembelian (variabel dependen) sebesar 50,7% sedangkan sisanya sebesar 49,3% dipengaruhi faktor lain yang tidak dijelaskan pada penelitian ini. Tabel 3. Koefisien Determinasi (R²) Jalur Model 2 Model Summary Model 1
R .546a
R Square .298
Adjusted R Square .247
Std. Error of the Estimate 3.88404
a. Predictors: (Constant), Keputusan pembelian, Reputasi Merek, Kualitas Produk, Harga Sumber: Data Hasil Penelitian, 2012 (diolah) Sedangkan pada Tabel 3 Model Summary jalur model 2 diperoleh nilai R square (r²) adalah 0,298, sehingga dapat dijelaskan bahwa kontribusi pengaruh kualitas produk, harga, dan reputasi merek (variabel independen) secara simultan mempengaruhi kepuasan customer (variabel dependen) sebesar 29,8 sedangkan sisanya sebesar 70,2% dipengaruhi faktor lain. Uji F (ANOVA) Dari Tabel 4. Uji signifikansi pada tabel Anova menghasilkan nilai probabilitas lebih kecil dari 0.05 (0,05 ≥ Sig), maka hasil hipotesa keempat yaitu terdapat pengaruh positif secara bersama pada Model Jalur 1 dan pengujian secara terpisah terhadap masing-masing variabel dapat dilakukan. Tabel 4. Uji F (Uji Simultan) Jalur Model 1 ANOVAb Model 1 Regression Residual Total
Sum of Squares 292.448 284.485 576.933
df 3 56 59
Mean Square 97.483 5.080
F 19.189
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), Kualitas Produk, Harga, Reputasi Merek b. Dependent Variable: Keputusan pembelian Sumber: Data Hasil Penelitian, 2012 (diolah) Tabel 5. Uji F (Uji Simultan) Jalur Model 2 ANOVAb Model 1 Regression Residual Total
Sum of Squares 353.016 829.718 1182.733
Df 4 55 59
Mean Square 88.254 15.086
F 5.850
Sig. .001a
a. Predictors: (Constant), Keputusan pembelian, Reputasi Merek, Kualitas Produk, Harga b. Dependent Variable: Loyalitas Sumber: Data Hasil Penelitian, 2012 (diolah)
45
Suhariyo 38 - 50
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013
Dari Tabel 5. uji signifikansi pada tabel Anova menghasilkan nilai probabilitas lebih kecil dari 0.05 (0,05 ≥ Sig), maka H0 ditolak dan H1 diterima. Sehingga dapat dikatakan terdapat pengaruh positif secara bersama pada Model Jalur 2 dan pengujian secara terpisah terhadap masing-masing variabel dapat dilakukan. Koefisien Regresi. uji-t Analisis Jalur Model 1. Pengujian secara terpisah terhadap masing-masing variabel kualitas produk, harga dan reputasi merek terhadap keputusan pembelian dilakukan dengan cara Uji t seperti yang disajikan pada Tabel berikut: Tabel 6. Uji-t Jalur Model 1 Standardized Unstandardized Coefficients Coefficients Model B Std. Error Beta 1 (Constant) 7.442 2.363 Kualitas Produk .291 .077 .697 Harga -.103 .170 -.128 Reputasi Merek .161 .111 .193
t 3.150 3.801 -.605 1.446
Sig. .003 .000 .548 .154
a. Dependent Variable: Keputusan pembelian Sumber: data hasil penelitian, 2012 Dari Tabel 6 di atas, hasil koefisien korelasi dapat diterjemahkan sebagai berukut: Hubungan antara kualitas produk terhadap keputusan pembelian. Pada uji individual antara kualitas produk dengan keputusan pembelian didapatkan sig. 0,003, dimana nilai tersebut lebih kecil dari nilai probabilitas 0.05 (0,05 ≥ 0,003), sehingga hasil hipotesa pertama yaitu: Terdapat pengaruh positif antara kualitas produk terhadap keputusan pembelian sebesar 69,7%. Selain itu hal ini menunjukan hubungan searah antara kedua variabel tersebut, jika kualitas produk meningkat maka keputusan pembelian customer juga mengalami peningkatan. Hubungan antara harga terhadap keputusan pembelian. Pada uji individual antara harga terhadap keputusan pembelian didapatkan sig. 0,081, dimana nilai tersebut lebih besar dari nilai probabilitas 0.05 (0,05 ≤ 0,548), sehingga hasil hipotesis kedua yaitu: Tidak terdapat pengaruh positif antara harga terhadap keputusan pembelian. Dengan pengaruh sebesar 12,8% antara harga terhadap keputusan pembelian customer dianggap tidak signifikan. Hubungan antara reputasi merek terhadap keputusan pembelian. Pada uji individual antara reputasi merek terhadap keputusan pembelian didapatkan sig. 0,154, dimana nilai tersebut lebih besar dari nilai probabilitas 0.05 (0,05 ≤ 0,154), sehingga hasil hipotesis ketiga yaitu: Tidak terdapat pengaruh positif antara reputasi merek terhadap keputusan pembelian. Dengan pengaruh sebesar 19,3% antara reputasi merek terhadap keputusan pembelian customer dianggap tidak signifikan. Uji-t Analisis Jalur Model 2. Pengujian secara terpisah terhadap masing-masing variabel kualitas produk, harga, reputasi merek dan keputusan pembelian customer terhadap loyalitas dilakukan dengan cara Uji t seperti yang disajikan pada Tabel 6. berikut:
46
Suhariyo 38 - 50
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013
Hubungan antara kualitas produk terhadap loyalitas. Pada uji individual antara kualitas produk dengan loyalitas didapatkan sig. 0,785, dimana nilai tersebut lebih besar dari nilai probabilitas 0.05 (0,05 ≤ 0,785), sehingga hasil hipotesis keenam adalah tidak terdapat pengaruh positif antara kualitas produk terhadap loyalitas customer. Hubungan antara kualitas layanan terhadap loyalitas. Pada uji individual antara harga terhadap loyalitas didapatkan sig. 0,732, dimana nilai tersebut lebih besar dari nilai probabilitas 0.05 (0,05 ≥ 0,732), sehingga hasil hipotesis ketujuh yaitu: Tidak terdapat pengaruh positif antara harga terhadap loyalitas customer. Dengan pengaruh sebesar 8,8% antara harga terhadap loyalitas customer dianggap tidak signifikan Tabel 6. Uji-t Jalur Model 2 Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta 11.564 4.417 .041 .148 .068 .101 .293 .088 .178 .195 .150 .469 .230 .328
Model 1 (Constant) Kualitas Produk Harga Reputasi Merek Keputusan pembelian a. Dependent Variable: Loyalitas
t 2.618 .275 .344 .914 2.037
Sig. .011 .785 .732 .365 .046
Sumber: Data Hasil Penelitian, 2012 (diolah) Dari Tabel 6. hasil koefisein korelasi dapat diterjemahkan bahwa:pengaruhnya hanya sebesar 6,8% dan dianggap tidak signifikan. Hubungan antara reputasi merek terhadap loyalitas. Pada uji individual antara reputasi merek terhadap loyalitas didapatkan sig. 0,365, dimana nilai tersebut lebih besar dari nilai probabilitas 0.05 (0,05 ≥ 0,365), sehingga hasil hipotesis kedelapan yaitu: Tidak terdapat pengaruh positif antara reputasi merek terhadap loyalitas customer. Dengan pengaruh sebesar 15% antara reputasi merek terhadap loyalitas customer dianggap tidak signifikan. Hubungan antara keputusan pembelian terhadap loyalitas. Pada uji individual antara keputusan pembelian terhadap loyalitas customer didapatkan sig. 0,046 dimana nilai tersebut lebih kecil dari nilai probabilitas 0.05 (0,05 ≥ 0,046), sehingga hasil hipotesis kelima yaitu: Terdapat pengaruh positif antara keputusan pembelian terhadap loyalitas customer. Dengan pengaruh sebesar 32,8% antara keputusan pembelian terhadap loyalitas customer. Pengaruh Kualitas Produk, Harga dan Reputasi Merek Terhadap Keputusan Pembelian (Model 1). Dari hasil analisis jalur pada Model 1 terlihat bahwa dari tiga variabel independen, faktor kualitas produk berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian. Sedangkan faktor harga tidak berpengaruh positif terhadap keputusan 47
Suhariyo 38 - 50
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013
pembelian, dan faktor reputasi merek tidak berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian. Akan tetapi apabila dilihat pengaruh variabel kualitas produk, harga dan reputasi merek secara bersama-sama terhadap keputusan pembelian memiliki pengaruh yang positif sebesar 50,7%. Kualitas produk memiliki pengaruh terbesar terhadap keputusan pembelian, artinya dengan banyaknya pesaing dan informasi yang semakin luas, customer menginginkan sebuah kualitas produk yang tinggi dari berbagai faktor, seperti dari sisi performance, feature, reability, convernance, durability, service ability, esthetic dan terakhir fit and finish. Sedangkan untuk harga bukannya tidak memiliki pengaruh terhadap keputusan pembelian, akan tetapi dengan semakin terstandarisasinya suatu produk software dalam bisnis prosesnya, maka harga bukan menjadi issue utama customer melakukan keputusan dalam membeli suatu produk software ERP system. Sedangkan untuk reputasi merek dalam keputusan pembelian ERP system juga memiliki pengaruh, namun tidak sekuat pengaruh kualitas produk dalam menentukan customer melakukan keputusan pembelian. Untuk itu Aevitas Consulting agar terus meningkatkan faktor kualitas produk supaya keputusan pembelian yang dilakukan customer lebih meningkat di Aevitas Consulting. Dan faktor harga dan reputasi merek juga yang masih harus dibenahi dalam strategi pemasaran, agar kedua faktor tersebut juga mempunyai dampak yang kuat dalam mempengaruhi keputusan pembelian customer. Pengaruh Kualitas Produk, Harga dan Reputasi Merek Terhadap Loyalitas Customer Melalui Keputusan Pembelian (Model 2). Dari hasil analisis jalur Model 2 terlihat bahwa dari tiga variabel independen yaitu faktor kualitas produk, harga dan reputasi merek sama-sama tidak berpengaruh positif terhadap loyalitas customer. Sedangkan keputusan pembelian memiliki pengaruh positif terhadap loyalitas customer yaitu sebesar 32,8%. Akan tetapi apabila dilihat pengaruh variabel kualitas produk, harga, reputasi merek dan keputusan pembelian terhadap loyalitas customer secara bersamasama cukup memiliki pengaruh yang positif sebesar 29,8%. Hasil analisis jalur pengaruh tidak langsung terbesar adalah dari faktor kualitas produk terhadap loyalitas customer melalui keputusan pembelian sebesar 27,8%, dari hasil ini terlihat bahwa walaupun reputasi merek tidak memiliki pengaruh langsung yang positif terhadap loyalitas customer, akan tetapi apabila reputasi merek suatu produk dapat memuaskan customer akan berimplikasi terhadap terhadap loyalitas customer. Sedangkan melalui hasil analisis jalur pengaruh tidak langsung dari faktor harga terhadap loyalitas customer melalui keputusan pembelian, mengindikasikan faktor harga baik secara langsung maupun melalui keputusan pembelian, sama-sama tidak memiliki pengaruh yang kuat terhadap loyalitas customer. Walaupun perlu dicatat, hasil pengaruh harga terhadap loyalitas customer melalui keputusan pembelian memiliki pengaruh lebih besar yaitu sebesar 29,8% dibandingkan hasil secara parsial yang diperoleh variabel harga terhadap loyalitas customer yaitu hanya sebesar 15,08%. Hasil analisis jalur pengaruh tidak langsung terbesar adalah dari variabel reputasi merek terhadap loyalitas customer melalui keputusan pembelian sebesar 45,6%, dari hasil ini terlihat bahwa walaupun reputasi merek tidak memiliki pengaruh langsung yang positif terhadap loyalitas customer, akan tetapi apabila reputasi merek suatu produk dapat memuaskan customer akan berimplikasi terhadap terhadap loyalitas customer PT. Aevitas Consulting.
48
Suhariyo 38 - 50
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013
PENUTUP Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh kualitas produk, harga dan reputasi merek terhadap loyalitas melalui keputusan pembelian Microsoft dynamic NAV studi kasus pada PT. Aevitas Consulting menghasilkan beberapa kesimpulan yaitu: Pertama. Kualitas produk Microsoft dynamic NAV berpengaruh terhadap keputusan pembelian secara parsial. Apabila dilihat lebih detail ke dalam dimensinya future, aesthatic dan fit and finish merupakan dimensi yang mempunyai hubungan yang kuat dengan keputusan pembelian, sedangkan apabila dilihat kedalam tiap indikatornya, empat indikator yang mempunyai hubungan kuat dengan keputusan pembelian merupakan indikator dari kualitas produk.; Kedua. Di sisi lain tidak ada pengaruh antara harga terhadap keputusan pembelian customer secara parsial. Pada pembahasan di bab V, menunjukkan hasil negative pada harga, yang artinya semakin turun tingkat harga maka akan semakin tinggi tingkat keputusan pembelian yang dilakukan customer dalam membeli software Microsoft dynamic NAV. Karna terdapat barang subtitusi pada software tersebut yang menyebabkan tingginya keputusan pembelian seiring dengan menurunnya tingkat harga. Ketiga.Tidak terdapat pengaruh yang signifikan pada reputasi merek Microsoft dynamic NAV terhadap keputusan pembelian, artinya reputasi merek dalam keputusan pembelian software system Microsoft dynamic NAV memiliki pengaruh, namun tidak sekuat pengaruh kualitas produk dalam menentukan customer melakukan keputusan pembelian. Keempat. Secara parsial, baik kualitas produk Microsoft dynamic NAV, harga dan reputasi merek tidak mempunyai pengaruh terhadap loyalitas customer. Akan tetapi keputusan pembelian yang dilakukan customer mempunyai pengaruh positif dan searah dengan loyalitas, dengan adanya keputusan pembelian dari customer maka akan tercipta pembelian berulang dan manfaat yang dapat dirasakan customer semakin bertambah yang merupakan ciri-ciri tindakan loyal dari seorang customer. Kelima. Simultan, artinya walaupun secara parsial harga dan reputasi merek tidak memiliki pengaruh positif terhadap keputusan pembelian. Akan tetapi secara bersama-sama bila di sinergikan dengan kualitas produk, harga dan reputasi merek, ketiganya, dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap keputusan pembelian. DAFTAR RUJUKAN Aaker, David, (2002). Measuring Brand Equity Across Products and Markets, California Managing Reviews, Vol.38 No.3, Springs Alma, Buchari, (2002). Manajemen Pamasaran dan Pemasaran Jasa, Edisi Revisi, Alfabeta, Bandung Clark, B., (2000). Consumer Behaviour . melalui (www.briclarke.hostinguk.com ) Dharmmestha, (2005). Consumer Perception of Price, Quality and Value, Gramedia, Jakarta Dinawan, M. Rendra, (2009). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian, M. Rendra Semarang Ferdinand, Augusty, (2000). Manajemen Pemasaran: Sebuah Pendekatan Strategik, Research Paper Series, BP. UNDIP ________, (2002). Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen Aplikasi Model-modelRumit Dalam Penelitian Untuk Tesis Magister dan Desertasi Doktor,
49
Suhariyo 38 - 50
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013
BP UNDI ________, (2006). Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen Aplikasi Model-modelRumit Dalam Penelitian Untuk Tesis Magister dan Desertasi Doktor, BP UNDIP Habul, (2001). Manajemen Pemasaran, Edisi ketiga, Mizan, Jakarta Kertajaya, Hermawan, (2007). Boosting Loyality Marketing Performance, Mizan, Jakarta Kotler, Philip, (2000). Marketing Management, Analyses, Planning, Implementation and Control, 8th Edition, New Yersey, Prentice Hall ___________, (2000). Principles of Marketing, 5th Edition, New Yersey, Prentice Hall __________, dan Amstrong, Gary, (2004). Dasar-dasar Pemasaran, Edisi Kesembilan, Indeks, Jakarta __________,dan Kevin Lane Keller, (2009). Manajemen Pemasaran, Edisi Kedua Belas, Indeks, Jakarta Lubis, (2007). Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Customer Dalam Pembelian Sepeda Motor Merek Honda di Kota Medan, Lubis Medan Mowen et. al., in Pan, Yue, and Zinkhan, George M., (2006). “Determinants of Retail Patronage: a Meta-Analytical Perspective.” Journal of Retailing, 82, pp. 229-243 Muharam, (2004). Pengaruh Kualitas Ekuitas Merek Mesin Cuci Lux Terhadap Loyalitas Customer di Kotamadya Bandung, Muharam Jakarta. Roy Morgan Single Source Indonesia, (2011). Survey Customer Awareness, Behavior dan Experience Report, Divisi Customer Management and Marketing Sarwono, Jonathan, (2007). Analisis Jalur untuk Riset Bisnis: Aplikasi dalam Riset Pemasaran, Keuangan, MSDM dan Wirausaha, Andi Yogyakarta -------dan Tutty Martadiredja, (2008). Riset Bisnis untuk Pengambilan Keputusan,. Andi Yogyakarta Simamora, Bilson, (2003). Panduan Riset Perilaku Konsumen, Gramedia, Jakarta Stevenson, William J., (2005). Operations Management, 8th Edition, .McGraw-Hill
50
Laurencia dan Riyanto 51 - 57
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
PENGARUH PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT. GLOBAL SARANA INFORMASI BERMUTU Laurencia S. K dan Setyo Riyanto Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan Universitas Mercu Buana E-mail:
[email protected] dan
[email protected] Abstract: The purpose of this study is to determine the effect of education and work experiences to employee performance at PT. Global Informasi Bermutu. Descriptive quantitative research methods by using statistical correlation an multiple regression with the aim of analyzing the effect of the two independent variables (Education and Work Experiences) on the dependent variable (Employee Performance). The sample used was an employee of employees as much as 240 respondents who made a sample random determination. The result research showed that from the analysis are known, also demonstrated from regression technique and significance, which states that both partially and jointly a positive and significant of employee performance. From two independent variables, the education has the most dominant influence on employee performance. Keywords: education, work experiences, employee performance. Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan dan pengalaman terhadap kinerja karyawan bekerja di PT. Global INFORMASI BERMUTU. Metode penelitian deskriptif kuantitatif dengan menggunakan korelasi statistik yang regresi berganda dengan tujuan menganalisis pengaruh kedua variabel bebas (Pendidikan dan Kerja Pengalaman) terhadap variabel terikat (Kinerja Karyawan). Sampel yang digunakan adalah karyawan karyawan sebanyak 240 responden yang membuat tekad acak sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari analisis diketahui, juga menunjukkan dari teknik regresi dan signifikansi, yang menyatakan bahwa baik secara parsial dan bersama-sama yang positif dan signifikan dari kinerja karyawan. Dari dua variabel independen, pendidikan memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap kinerja karyawan. Kata kunci: pendidikan, pengalaman kerja, kinerja karyawan. PENDAHULUAN Tuntutan perkembangan media semakin cepat dan pesat di era kompetisi dewasa ini. PT. Global Informasi Bermutu (GlobalTV) yang merupakan salah satu unit bisnis dari MNC Group. Dalam persaingan industri broadcast, GlobalTV diharapkan mampu memiliki dan dapat menjalankan strategi yang jitu dalam memenuhi permintaan konsumennya. Hal tersebut tidak terlepas dari sumber daya yang dimiliki oleh GlobalTV, sumber daya manusia menjadi pengerak utama berjalan dan suksesnya proses bisnis serta tujuan dari GlobalTV. Strategi yang dijalankan untuk meningkatkan kualitas sumber dayanya yaitu dengan penerapan standarisasi pendidikan minimum yang dilaksanakan dalam proses perekrutan, permanen, dan promosi. Adanya kualifikasi dalam perekrutan dalam memilih
51
Laurencia dan Riyanto 51 - 57
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
karyawan yang mempunyai pengalaman kerja daripada yang belum berpengalaman. Hal ini disebabkan karena yang berpengalaman lebih berkualitas dalam melaksanakan pekerjaan sekaligus tanggung jawab yang diberikan perusahaan dapat dikerjakan sesuai dengan ketentuan dan permintaan perusahaan sehingga pengalaman kerja juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan. Pengukuran pengalaman kerja ditinjau sebagai sarana untuk menganalisa dan mendorong efisiensi dalam melaksanakan tugas pekerjaan. Jenis evaluasi penilaian kinerja di GlobalTV dibagi menjadi penilaian selama masa kontrak kerja dan penilaian tahunan. Unsur penilaian dan gambaran perilaku dari hasil penilain untuk kedua jenis evaluasi tersebut sama.Hasil penilaian kinerja tersebut digunakan sebagai dasar promosi karyawan baik level atau status karyawan, dan penyesuaian dari benefit yang akan diberikan kepada karyawan. Adanya kebijakan standarisasi pendidikan dalam penentuan promosi, perekrutan karyawan, dan data dari masa kerja karyawan berkaitan dengan pengalaman kerja yang dimilikinya menjadi sebuah topik yang menarik jika diteliti pengaruhnya terhadap kinerja karyawan, sehinggadiharapkan penelitian ini mendapatkan hasil yang lebih akurat dan signifikan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Apakah pendidikan dan pengalaman kerja berpengaruh secara bersama-sama terhadap kinerja karyawan di GlobalTV ?; (2) Apakah pendidikan karyawan berpengaruh terhadap kinerja karyawan di GlobalTV ?; (3) Apakah pengalaman kerja yang dimiliki karyawan berpengaruh terhadap kinerja karyawan di GlobalTV ? Maksud dan tujuan riset adalah untuk memperoleh bukti empiris mengenai ada atau tidaknya pengaruh yang signifikan dari pendidikan dan pengalaman kerja terhadap kinerja karyawan pada PT. Global Informasi Bermutu dan memberikan rekomendasi yang bermanfaat dalam pengelolaan sumber daya manusia di PT. Global Informasi Bermutu. Kerangka Pemikiran. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini yang menggambarkan pengaruh pendidikan dan pengalaman kerja terjadap kinerja karyawan dapat disajikan dalam gambar berikut:
1. 2. 3. 4. 5.
Pendidikan (X1) Formal Informal Pembinaan Perilaku Karyawan Penerapan
Pengalaman Kerja (X2) 1. 2. 3. 4. 5.
Masa Kerja Tingkat Pengetahuan dan Keterampilan Penguasaan Terhadapa Peralatan dan Pekerjaan Frekuensi dan Jenis Pekerjaaan Implementasi
Kinerja Karyawan (Y) 1. Kualitas Kerja 2. Ketepatan 3. Inisiatif 4. Kapabilitas 5. Komunikasi
52
Laurencia dan Riyanto 51 - 57
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, ingin diketahui pengaruh pendidikan dan pengalaman kerja terhadap kinerja karyawan. Pendidikan dan pengalaman kerja merupakan variabel bebas, sedangkan kinerja karyawan merupakan variabel terikat. Hipotesis Penelitian. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Terdapat pengaruh postitif yang signifikan pendidikan dan pengalaman kerja secara bersama-sama terhadap kinerja karyawan.; (2) Terdapat pengaruh positif yang signifikan pendidikan terhadap kinerja karyawan.; (3) Terdapat pengaruh postitif yang signifikan pengalaman kerja terhadap kinerja karyawan. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Hipotesis. Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk membuktikan apakah hipotesis dalam penelitian ini diterima atau ditolak melalui analisis regresi linier berganda. Dalam analisis regresis linier berganda ini yang ingin diketahui adalah koefisien determinasi dan koefisien regresinya serta uji-F, uji-t dan korelasi antar dimensi. Koefisien Determinasi. Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui persentase pengaruh variabel independen terhadap perubahan variabel dependen. Dari hasil pengolahan data dengan program SPSS diperoleh hasil perhitungan berikut: Tabel 1. Analisa Regresi Linier Berganda Variabel Independen (Constant) Pendidikan Pengalaman Kerja R R Square F Hitung Sig F
Koefisien Regresi 5.679 0,421 0,285
Beta 0,434 0,289 0,639 0,408 81,599 0,000
t-value 5,756 7,321 4,880
Sig 0,000 0,000 0,000
Sumber: Data diolah Tabel di atas menjelaskan bahwa angka R didapat 0,639; artinya korelasi antara variabel pendidikan dan pengalaman kerja terhadap kinerja karyawan sebesar 0,639. Hal ini berarti terjadi hubungan yang kuat. Nilai R2 disebut juga sebagai koefisien determinasi, gunanya untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel independen (X) secara serempak dalam menjelaskan variabel dependen (Y). R2 juga dapat menunjukkan ragam naik atau turunnya variabel dependen yang dijelaskan oleh pengaruh linier variabel independen. Nilai R2 sebesar 0,408 artinya prosentase sumbangan pengaruh variabel pendidikan dan pengalaman kerja terhadap kinerja karyawan sebesar 40,8 %, sedangkan sisanya sebesar 59,2 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini. Uji F. Dalam tabel di atas menjelaskan tentang hasil uji F yang digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh beberapa variabel independen terhadap variabel dependen. Dalam hal ini digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh pendidikan dan pengalaman kerja secara bersama-sama terhadap kinerja karyawan. Hasil uji F di atas dapat dilihat F hitung sebesar 81,599, dengan menggunakan tingkat keyakinan 95%, α = 5%, df 1 (jumlah
53
Laurencia dan Riyanto 51 - 57
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
variabel – 1) atau 3-1 = 2 dan df 2 (n-1) atau 240-2-1 = 237 (n adalah jumlah kasus dan k adalah jumlah variabel independen), hasil diperoleh F tabel sebesar 3,104. Karena F hitung > dari F tabel (81,599>3,100), maka Ho ditolak, artinya pendidikan dan pengalaman kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja karyawan di PT. Global Informasi Bermutu. Koefisien Regresi. Setelah mengetahui pengaruh secara bersama-sama, selanjutnya akan dianalisis bagaimana pengaruhnya secara parsial. Kriteria pengujian uji t adalah: a. Jika signifikansi t < α, maka H0 ditolak dan H1 tidak ditolak b. Jika signifikansi t > α, maka H0 tidak ditolak dan H1 ditolak. Berdasarkan data hasil regresi pada tabel di muka diketahui nilai t dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Nilai uji t untuk variabel pendidikan adalah sebesar 7,321 dengan tingkat signifikansi 0,000. Nilai signifikansi ini lebih kecil dari 0,05, sehingga dapat dinyatakan bahwa variabel pendidikan secara parsial berpengaruh terhadap kinerja karyawan. 2. Nilai uji t untuk variabel pengalaman kerja adalah sebesar 4,880 dengan tingkat signifikansi 0,000. Nilai signifikansi ini lebih kecil dari 0,05, sehingga dapat dinyatakan bahwa variabel pengalaman kerja secara parsial berpengaruh terhadap kinerja karyawan. 3. Dari nilai beta, menunjukkan bahwa untuk variabel pendidikan merupakan variabel yang berpengaruh dominan, karena nilai beta variabel pendidikan lebih besar yaitu 0,434 dibandingkan dengan nilai beta variabel pengalaman kerja. Korelasi Antar Dimensi a. Pengaruh Pendidikan terhadap Kinerja Karyawan. Untuk mengetahui kuat lemahnya pengaruh antara dimensi-dimensi variabel Pendidikan terhadap dimensi variabel Kinerja Karyawan, maka diperoleh matriks seperti di bawah ini: Tabel 2. Matrix Hubungan Variabel Pendidikan terhadap Kinerja Karyawan Variabel
Pendidikan (X1)
Dimensi X11 X12 X13 X14 X15
Y1 0,211 0,380 0,451 0,393 0,431
Kinerja Karyawan Y2 Y3 0,202 0,087 0,122 0,197 0,243 0,196 0,196 0,392 0,198 0,131
Y4 0,273 0,411 0,300 0,487 0,246
Y5 0,281 0,329 0,507 0,335 0,188
Sumber: Data diolah Keterangan: Y1 = Kualitas Kerja ; Y2 = Ketepatan ; Y3 = Inisiatif ; Y4 = Kapabilitas ; Y5 = Komunikasi ; X11 = Formal ; X12 = Informasl ; X13 = Pembinaan ; X14 = Perilaku ; X15 = Manfaat Dari keseluruhan data di Tabel 2, bahwa terdapat hubungan yang lemah antara pendidikan formal dengan inisitiaf karyawan sebesar 0,087. Hubungan yang lemah tersebut menjadi dimensi yang juga perlu diperhatikan karena pendidikan formal tidak berpengaruh secara
54
Laurencia dan Riyanto 51 - 57
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
signifikan terhadap inisiatif karyawan. Pengaruh dari tingginya inisiatif karyawan dapat lebih digali dari pelatihan-pelatihan yang diberikan kepada karyawan yang akan mengembangkan kemampuan karyawan dan memunculkan inisiatif dan kreativitas yang berdampak positif dan berpengaruh pada muncul dan berkembangnya inovasi baru bagi perusahaan. Nilai terbesar terdapat pada dimensi pembinaan yaitu 0,507. Hal ini berarti terdapat hubungan yang cukup kuat terhadap peningkatan kinerja karyawan jika diberikan pembinaan kepada karyawan seperti job redesign, task delegation, training, career development untuk pengembangan karyawan. b. Pengaruh Pengalaman Kerja terhadap Kinerja Karyawan. Untuk mengetahui kuat lemahnya pengaruh antara dimensi-dimensi variabel Pengalaman Kerja terhadap dimensi variabel Kinerja Karyawan, maka diperoleh matriks seperti berikut: Tabel 3. Matrix Hubungan Variabel Pengalaman Kerja terhadap Kinerja Karyawan Variabel
Pengalaman Kerja (X2)
Dimensi X21 X22 X23 X24 X25
Kinerja Karyawan Y1 Y2 Y3 0,226 0,350 0,111 0,306 0,210 0,311 0,306 0,172 0,192 0,169 0,249 0,266 0,336 0,165 0,132
Y4 0,195 0,373 0,237 0,195 0,270
Y5 0,258 0,315 0,347 0,170 0,297
Sumber: Data diolah Keterangan: X21 = Masa kerja; X22 = Tingkat pengetahuan dan keterampilan; X23 = Penguasaan peralatan dan pekerjaan ; X24 = Frekuensi dan jenis Pekerjaan ; X25 = Penerapan ; Y1 = Kualitas Kerja ; Y2 = Ketepatan ; Y3 = Inisiatif ; Y4 = Kapabilitas ; Y5 = Komunikasi Dari keseluruhan data di Tabel 3, bahwa hubungan yang lemah juga dilihat dari masa kerja karyawan dengan inisiatif dari karyawan (0,111) sehingga masa kerja yang telah dijalani karyawan tidak berpengaruh secara signifikan dengan inisiatif yang timbul, sedangkan nilai terbesar terdapat pada dimensi tingkat pengetahuan dan keterampilan (0,373). Hal ini berarti terdapat hubungan yang kuat terhadap peningkatan kinerja karyawan jika tingkat pengetahuan dan keterampilan meningkat. Pembahasan. Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data di atas diperoleh kenyataan bahwa pendidikan dan pengalaman kerja berpengaruh kuat terjadap kinerja kayawan. Hasil penelitian ini tidak bertentangan dengan teori dan penelitian terdahulu seperti dari hasil penelitian Ahmad Nizam (2008), Nurhalis (2007) yang menjelaskan bahwa adanya pengaruh pendidikan dan pengalaman kerja terhadap kinerja. Hasil penelitian tersebut juga sesuai dan didukung dengan kajian teori yang digunakan, menurut Stone (2002:37-38) mengemukakan bahwa kinerja karyawan atau pegawai ditentukan oleh faktor - faktor yaitu kemampuan, keterampilan, pengetahuan, pengalaman dan kepribadian serta persepsi kerja karyawan.
55
Laurencia dan Riyanto 51 - 57
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
PENUTUP Kesimpulan. Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan dalam bab sebelumnya dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: (1) Terdapat pengaruh variabel pendidikan dan pengalaman kerja bersama-sama secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Global Informasi Bermutu, yang berarti dengan meningkatkan pendidikan dan pengalaman kerja, maka kinerja karyawan akan meningkat.; (2) Terdapat pengaruh variabel pendidikan secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan di PT. Global Informasi Bermutu, yang berarti dengan meningkatkan pendidikan, maka kinerja karyawan akan meningkat.; (3) Terdapat pengaruh variabel pengalaman kerja secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Global Informasi Bermutu, yang berarti dengan meningkatkan pengalaman kerja, maka kinerja karyawan akan meningkat.; (4) Secara parsial variabel pendidikan mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan variabel pengalaman kerja.; (5) Dari hasil analisa hubungan variabel pendidikan dengan kinerja karyawan diperoleh bahwa dimensi pembinaan karyawan menjadi faktor dominan terhadap peningkatan kinerja karyawan. Selain pembinaan, hasil analisa dimensi lain dari pendidikan secara lebih spesifik yang berpengaruh positif dan kuat terhadap kinerja yaitu dimensi pendidikan formal dengan komunikasi, pendidikan informal dengan kapabilitas karyawan, perilaku karyawan dengan kualitas kerja karyawan dan manfaat dari pendidikan memberikan pengaruh positif untuk kualitas kerja yang dihasilkan karyawan, sedangkan yang memiliki hubungan lemah adalah pendidikan formal dengan inisiatif. Peningkatan pendidikan formal karyawan tidak berpengaruh signifikan terhadap munculnya inisiatif atau kreativitas dari karyawan.; (6) Dari hasil analisa hubungan variabel pengalaman dengan kinerja karyawan diperoleh bahwa dimensi tingkat pengetahuan dan keterampilan karyawan menjadi faktor dominan terhadap peningkatan kinerja karyawan. Selain faktor tersebut, hasil analisa dimensi lain dari pengalaman kerja secara lebih spesifik yang berpengaruh positif dan cukup kuat terhadap kinerja yaitu dimensi masa kerja terhadap ketepatan hasil kerja, tingkat pengetahuan dan keterampilan karyawan terhadap kapabilitas, penguasaan peralatan dan pekerjaan terhadap kualitas kerja, frekuensi dan jenis pekerjaan terhadap inisiatif karyawan, penerapan pengalaman yang telah diperoleh karyawan terhadap kualitas kerja yang dihasilkan karyawan. DAFTAR RUJUKAN ACCA. (2010). Performance Management. London: BPP Learning Media Ltd. Ashari dan Santosa, Purbaya, Budi. (2005). Analisa statistik dengan Microsoft Excel dan. SPSS. Yogyakarta: Andi. Dessler, Gary. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Indeks. Effendi, Marihot Tua. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE. Foster, Bill. (2001). Pembinaan untuk Peningkatan Kinerja Karyawan. Jakarta: PPM. Ghozali, Imam. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: Penerbit Universitas Diponegoro. Gomes, Faustino Cardoso. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi Offset. Hariandja, Marihot Tua E dan Yovita Iardiwati. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Grasindo.
56
Laurencia dan Riyanto 51 - 57
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Hartoto. (2008). Pengertian dan Unsur-Unsur Pendidikan. Makasar: Universitas Negeri Makasar. Hasibuan, Malayu. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hermawan, Asep. (2003). Pedoman Praktis Metodologi Penelitian Bisnis. Jakarta: LPFE Universitas Trisakti Hutapea, Parulian dan Nuriana Thoha. (2008). Kompetensi Plus: Teori, Desain, Kasus dan Penerapan untuk HR serta Organisasi yang Dinamis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. J. Stone, Raymond. (2002). Human Resource Management. California: Kent Publising Company. Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mudyaharjo, Redja. (2001). Pengantar Pendidikan. Bandung: Raja Grafindo Persada. Muhibinsyah. (2003). Psikologi Pendidikan dan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya. Murtie, Afin. (2011). Menciptakan SDM yang Handal Dengan TMC. Jakarta: Laskar Aksara. Noor, Juliansyah. (2011). Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Notoatmodjo, Soekidjo. (2009). Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta. Oei, Istijanto, (2010). Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta: Gramedia. Priyatno,Duwi. (2010). Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS. Yogyakarta: Mediacom. Rachmawati, I. K., (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi. Riduwan, (2008). Metode dan Teknik Penyusunan Tesis. Bandung: Penerbit Alfabeta. Rivai, Veithzal dkk. (2011). Performance Appraisal. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Robbin, Stephen R. (2008). Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat. Rowley, Chris, dan Keith Jackson. (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Ruky, Ahmad. (2002). Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sedarmayanti. (2009). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar Maju. Simanjuntak, Payaman J. (2005). Manajemen dan Evaluasi Kerja. Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta. Veithzal Rivai, (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Wibowo. (2011). Manajemen Kinerja. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Widiatrirahayu. (2008). Manajemen Pendidikan Berbasis Kinerja. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Wijaya, Toni. (2011). Cepat Menguasai SPSS 20. Yogyakarta: Cahya Atma Pustaka.
57
Yuliantini 58 - 71
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
PENGARUH KECERDASAN EMOSI (EQ) DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA AKPARNAS-UNAS JAKARTA Tine Yuliantini Fakultas Ekonomi Universitas Bunda Mulia (UBM) Jakarta Email:
[email protected] Abstract: The research aims to analyze the influence of emotional intelligence and achievement motivation to achievement in learning ofstudents in Akparnas Unas Jakarta.The Research is descriptive research with used regression analysis and correlation with data of questionnaire collected from the all students at Akparnas Unas Jakarta.The result of research showed that Emotional intelligence and achievement motivation have a positive and significant effect to achievement in learning. The variable achievement motivationis the most dominant variable to influence achievement in learning with almost powerful dimension is the dimension of need of achievement. Keywords: emotional intelligence, achievement motivation dan achievement in learning Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kecerdasan emosional dan prestasi motivasi terhadap prestasi belajar ofstudents di Akparnas Unas Jakarta.The penelitian adalah penelitian deskriptif dengan analisis regresi dan korelasi digunakan dengan data kuesioner yang dikumpulkan dari semua siswa di Akparnas Unas Jakarta. hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosional dan motivasi berprestasi memiliki efek positif dan signifikan terhadap prestasi belajar. Pencapaian variabel motivationis variabel yang paling dominan mempengaruhi prestasi belajar dengan dimensi hampir kuat adalah dimensi kebutuhan prestasi. Kata kunci: kecerdasan emosional, motivasi berprestasi Dan prestasi dalam belajar PENDAHULUAN Dunia pendidikan masa kini mengenal tiga kompetensi penting yang harus dimiliki oleh seorang mahasiswa setelah mengalami proses pendidikan yaitu, aspek kognitif (pengetahuan umum), psikomotor (praktek), dan afektif (sikap diri). Selama ini banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi belajar yang tinggi diperlukan kecerdasan intelektual (IQ) yang tinggi. Namun, menurut hasil penelitian terbaru di bidang psikologi membuktikan bahwa IQ bukanlah satu–satunya faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang, tetapi ada banyak faktor lain yang mempengaruhi diantaranya adalah faktor lingkungan, faktor biologis, dan faktor psikologis yang terdiri dari bakat, minat, dan kecerdasan emosional. Kecerdasan emosi (EQ) merupakan formulasi baru dari "soft skills” tradisional (seperti leadership, sensitivity dan social skills) dimana kecerdasan emosi adalah sejumlah kemampuan dan keterampilan yang berkaitan dengan pembinaan hubungan sosial dengan lingkungan yang merujuk pada kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain,
58
Yuliantini 58 - 71
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik dan dalam hubungan dengan orang lain serta beradaptasi menghadapi lingkungan sekitar dan penyesuaian secara cepat agar lebih berhasil dalam mengatasi tuntutan lingkungan. Kecerdasan emosi tidak dapat diakses seperti fakta atau jawaban, tetapi terlebih adalah sebuah proses bagaimana cara kita mengalami segala sesuatu yang berhasil dimasa lalu dan mengantisifasi cara kita bertindak pada situasi baru dan sebagaimana hal ini dapat diwujudkan di lembanga pendidikan tinggi sebagai persiapan SDM yang berprestasi dan berkualitas untung menyongsong masa depan yang penuh tantangan. Goleman, seorang peneliti dalam bidang kecerdasan emosi mengatakan bahwa kecerdasan emosi merupakan aspek psikologis yang sangat dominan dalam menentukan sukses dalam hidup (80%). Hal ini diakui bahwa mereka yang memiliki IQ rendah dan mengalami keterbelakangan mental akan mengalami kesulitan, bahkan mungkin tidak mampu mengikuti pendidikan formal yang seharusnya sesuai dengan usia mereka. Namun fenomena yang ada menunjukan bahwa tidak sedikit orang dengan IQ tinggi yang berprestasi rendah, dan ada banyak orang dengan IQ sedang yang dapat mengungguli prestasi belajar orang dengan IQ tinggi. Hal ini menunjukan bahwa IQ tidak selalu dapat memperkirakan prestasi belajar seseorang. Orang-orang yang murni hanya memiliki kecerdasan akademis tinggi, mereka cenderung memiliki rasa gelisah yang tidak beralasan, terlalu kritis, rewel, cenderung menarik diri, terkesan dingin dan cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat. Bila didukung dengan rendahnya taraf kecerdasan emosionalnya, maka orang-orang seperti ini sering menjadi sumber masalah. Seseorang memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosionalnya rendah maka cenderung akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah frustrasi, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi lingkungan dan cenderung putus asa bila mengalami stress. Kondisi itu sebaliknya tidak akan terlihat pada seseorang yang memiliki taraf IQ rata-rata namun memiliki kecerdasan emosi yang tinggi. Di samping itu, bukti–bukti mutakhirneurologis menunjukkan bahwa emosi merupakan bahan bakar yang sangat diperlukan bagi kekuatan penalaran otak. Dari pendapat–pendapat diatas maka semakin menguatkan pemikiran kita bahwa IQ bukanlah satu–satunya faktor penentu keberhasilan seseorang. Akan tetapi ada hal yang lebih berpengaruh terhadap keberhasilan seseorang, yaitu kecerdasan emosi.Kecerdasan emosi tumbuh (EQ) seiring pertumbuhan seseorang sejak lahir hingga meninggal dunia.Pertumbuhan EQ dipengaruhi oleh lingkungan, sekolah dan keluarga dan contoh-contoh yang didapat seseorang sejak lahir dari orang tuanya.Orang tua adalah seseorang yang pertama kali harus memberitauladan dan contoh yang baik. Agar mahasiswa memiliki kecerdasan emosi yang tinggi dan stabil, dosen (pendidik), orang tua harus menanamkan prinsip-prinsip sebagai berikut: Membina hubungan persahabatan yang hangatdan harmonis, bekerja dalam kelompok secara harmonis, berempati dengan sesama, memecahkan masalah, mengatasi konflik, membangkitan rasa humor, memotivasi diri bila menghadapi masa sulit, menghadapi situasi yang sulit dengan percaya diri dan menjalin keakraban. Perlu diketahui untuk mengembangkan kecerdasan emosi, pendidik dan peserta didik dalam pembelajaran perlu menyadari bahwa emosi itu adalah bener-benar ada dan riil serta bila dapat mengelola emosi menjadi kecerdasan emosi yang baik akan mengembangkan
59
Yuliantini 58 - 71
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
kreativitas dan imajinasi mahasiswa ketika belajar sehingga akan akaan menunjukkan hasil yang jauh lebih baik dalam berprestasi. Dalam memotivasi, seseorang dituntun melakukan suatu aktivitas untuk dirinya sendiri karena ingin mendapatkan kesenangan dari pelajaran. Selain kecerdasan emosi yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan dalam belajar atau prestasi belajar, ada faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi pencapaian hasil belajar yang baik, salah satunya adalah motivasi. Motivasi itu berupa kumpulan perasaan antusiasme, gairah, dan keyakinan diri, emosi itulah yang mendorong seseorang untuk berprestasi, dimana motivasi itu terbentuk bisa berasal dari dalam diri anak ataupun dari lingkungan. Dalam hubungannya dengan kecerdasan emosi dalam memotivasi, kecerdasan emosi akan membantu memotivasi seseorang untuk melakukan segala hal seperti berimajinasi, berkreativitas dan berprestasi. Maka imajinasi dan kreativitas yang telah terbentuk akan memacu mahasiswa untukberfikir tingkat tinggi dan bergairah dalam belajar sehingga dapat berprestasi dengan baik. Pada dasarnya motivasi adalah dorongan untuk berperilaku. Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Banyak bakat anak tidak berkembang karena tidak diperolehnya motivasi yang tepat.Jika seseorang mendapat motivasi yang tepat, maka lepaslah tenaga yang luar biasa, sehingga tercapai hasil-hasil yang semula tidak terduga. Untuk itu kita tidak boleh melupakan peran motivasi belajar dalam meraih prestasi belajar. Seseorang berhasil dalam belajar karena dorongan hatinyayang memacunya untuk belajar.Didalam dunia pendidikan motivasi berprestasi juga merupakan komponen penting dalam menentukan prestasi belajar mahasiswa. Para mahasiswa seharusnya termotivasi dalam belajar karena hasil belajar akan optimal jika ada motivasiyang tepat. Oleh karena itu, proses pembelajaran juga harus menjadi suatu hal yang menyenangkan bagi mahasiswa. Peran dosen sangat penting dalam memicu motivasi berprestasi, dosen sebisa mungkin harus menciptakan suasana belajar yang menarik bagi mahasiswa sehingga, mahasiswa memiliki rasa ketertarikan yang tinggi serta dorongan belajar yang kuat atau bisa disebut sebagai motivasi untuk berprestasi, dimana dalam proses pembelajaran dosen perlu memberikan suatu motivasi yang positif pada mahasiswa untuk menimbulkan minat belajar. Namun ada kalanya, terdapat beberapa dosen dalam proses pembelajaran tidak memberikan suatu motivasi yang positif dan hanya melihat aspek nilai hasil belajar saja, padahal peran dosen sangat besar dalam memberi motivasi berprestasi terhadap mahasiswanya. Dari uraian diatas penulis telah menemukan fenomena masalah tentang pengaruh kecerdasan emosi, motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar mahasiswa Akparnas- Unas, eeperti misalnya dengan kampus Akparnas yang berada di di kampus Universitas Nasional yang terlentak di dalam kota Jakarta disekitar pemukiman penduduk yang cukup padat dan ramai dimana kondisi dan suasana kampus tidak kondusif, dimana kerap terjadi perselisihan antara mahasiswa dan penduduk disekitar kampus seperti yang pernah terjadi pada bulan Febuari 2011 dimana demonstrasi mahasiswa Akparnas Universitas Nasional berbuntut bentrok dengan warga sekitar (Tempo: 2011). Fenomena lainnya diliat dari kurangnya minat mahasiswa untuk berprestasi dimana dapat dikaitkan dengan rendahnya kecerdasan emosi menyebabkan tidak termotivasinya seorang mahasiswa untuk meraih prestasi dibidang apapun, seperti Tabel 1 memperlihatkan
60
Yuliantini 58 - 71
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
beberapa kejuaran yang berhubungan dengan pariwisata yang tidak diikuti oleh para mahasiswa Akademi Pariwisata Nasional –Unas. Tabel 1. Kejuaran Ketrampilan Pariwisata Kejuaran Karya tulis perjalanan wisata Lomba Memasak rendang se Sekolah tinggi Pariwisata se Jakarta
Tahun 2011
Mengikuti
2011
English Debate on Tourism for the Youth
2011
Kejuaran Barista se Jakarta
2011
Tidak Mengikuti Tidak mengikuti
Penghargaan
Tidak mengikuti Pemenang kategori Best Material
Mengikuti Tidak mengikuti
Sumber: Data Akparnas Tabel 1 gambaran data kejuaran ketrampilan pariwisata yang diikuti dan tidak diikuti mahasiswa Akparnas-Unas. Dalam Tabel 1 digambarkan ada beberapa kejuaran ketrampilan yang berhubungan dengan kepariwisataan yang sayangnya tidak diikuti oleh para mahasiswa Akparnas yang mungkin tidak termotivasi untuk berprestasi dikejuaraan itu. Pada Tabel 2 diperlihatkan data dari IPK mahasiswa yang mengalami fluktuasi. Tabel 2. Data IPK mahasiswa Akparnas dari tahun 2008 sampai 2011 Jurusan Perhotelan Semester Rata-rata Jurusan UPW Semester
Ganjil Genap
Ganjil Genap
Rata-rata
Tahun Ajaran 2008/2009 2009/2010 3.29 2.7 3.1 3.1 3.02 2.9 Tahun Ajaran 2008/2009 2009/2010 2.9 3.01 3.12 2.7 3.02 2.8
Tahun Ajaran 2010/2011 2011/2012 2.8 2.8 2.1 3.3 2.4 3.01 Tahun Ajaran 2010/2011 2011/2012 2.3 3.1 2.5 2.88 2.4 2.9
Sumber: Akparnas-Unas Pada Tabel diatas terlihat bahwa terdapat fluktuasi IPK mahasiswa dari tahun 2008-2011. Berdasarkan uraian diatas maka penulis telah memilih permasalahan yang berkaitan dengan pengaruh kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar. Adapun permasalahan tersebut dirumuskan dalam permasalahan sebagai berikut: (1) Apakah terdapat pengaruh kecerdasan emosi dan motivasi belajar secara simultan (bersama-sama) terhadap prestasi belajar mahasiswa Akparnas-Unas.; (2) Apakah terdapat pengaruh kercerdasan emosi terhadap prestasi belajar mahasiswa AkparnasUnas.; (3) Apakah terdapat pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar mahasiswa Akparnas-Unas Hasil penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, dan kegunaan antara lain ialah: (1) Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi psikologi
61
Yuliantini 58 - 71
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
pendidikan dan memperkaya hasil penelitian yang telah ada dan dapat memberi gambaran mengenai pengaruh kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi dengan prestasi belajar.; (2) Dari segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi khususnya kepada para orang tua, konselor mahasiswa, dosen dan ketua jurusan dalam upaya membimbing dan memotivasi mahasiswa untuk menggali kecerdasan emosi yang dimilikinya. Kegunaan Penelitian antara lain ialah: (1) Aspek teoritis keilmuan, bahwa hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai daftar pustaka dan bahan pengayaan atas hasil-hasil penelitian terdahulu, berkaitan dengan pengaruh prestasi mahasiswa. Selain itu melalui penelitian ini juga diharapkan ditemukan dasar-dasar konseptual yang mempunyai implikasi metodologis bagi studi tentang masalah prestasi serta variabel-variabel terkait lainnya.; (2) Aspek praktis dapat digunakan menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi pengambilan kebijakan dalam peningkatan prestasi mahasiswa di bidang ilmu pariwisata. Prestasi Belajar. Untuk mendapatkan suatu prestasi tidaklah semudah yang dibayangkan, karena memerlukan perjuangan dan pengorbanan dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi. Prestasi belajar adalah merupakan hasil yang dicapai seseorang ketika mengerjakan tugas atau kegiatan tertentu (Tu‟u 2004: 75). Prestasi akademik merupakan hasil yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran di kampus yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian. Prestasi belajar merupakan penguasaan terhadap mata pelajaran yang ditentukan lewat nilai atau angka yang diberikan dosen. Berdasarkan hal ini, prestasi belajar dapat dirumuskan: (1) Prestasi belajar adalah hasil belajar yang dicapai ketika mengikuti, mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran di kampus.; (2) Prestasi belajar tersebut terutama dinilai aspek kognitifnya karena bersangkutan dengan kemampuan mahasiswa dalam pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesa dan evaluasi.; (3) Prestasi belajar dibuktikan dan ditunjukkan melalui nilai atau angka dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh dosen. Menurut Bloom (Nurman, 2006:36), prestasi belajar merupakan hasil perubahan tingkah laku yang meliputi tiga ranah kognitif terdiri atas : pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Menurut Poerwodarminto (Ratnawati, 2004:206) yang dimaksud dengan prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan atau dikerjakan oleh seseorang.Sedangkan prestasi belajar itu sendiri dapat diartikan sebagai prestasi yang dicapai oleh seorang mahasiswa pada jangka waktu tertentu dan dicatat dalam laporan indek prestasi. Prestasi belajar dapat diukur melalui tes yang sering dikenal dengan tes prestasi belajar.Menurut Anwar (2005:8-9) mengemukakan tentang tes prestasi belajar bila dilihat dari tujuannya yaitu mengungkap keberhasilan sesorang dalam belajar. Kecerdasan Emosi. Kemunculan istilah kecerdasan emosi dalam pendidikan, bagi sebagian orang mungkin dianggap sebagai jawaban atas pertanyaan tentang faktor lain dari keberhasilan dan kesuksesan seseorang selain dari faktor kecerdasan intelektual. Teori Daniel Goleman, sesuai dengan judul bukunya, Emotional Intellegence memberikan definisi baru terhadap kata cerdas. Walaupun EQ merupakan hal yang relatif baru dibandingkan IQ, namun beberapa penelitian telah mengisyaratkan bahwa kecerdasan emosi tidak kalah penting dengan IQ (Goleman, 2002:44) Untuk lebih menjelaskan tentang pentingnya kecerdasan emosi, Steiner dan Perry (Efendi, 2005:65) juga menegaskan dalam bukunya, Achieving Emotional Literacy (1997), 62
Yuliantini 58 - 71
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
bahwa semata – mata IQ yang tinggi tidak akan membuat seseorang menjadi cerdas.Tanpa kecerdasan emosi, kemampuan untuk memahami dan mengelola perasaan–perasaan kita dan perasaan–perasaan orang lain serta kesempatan kita untuk hidup bahagia menjadi sangat tipis. Menurut Goleman (2002: 512), kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. Kecerdasan emosi mencakup pengendalian diri, semangat, dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, untuk membaca perasaan terdalam orang lain (empati) dan berdoa, untuk memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya, Kecerdasan emosi juga adalah kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta untuk memimpin diri dan lingkungan sekitarnya.Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada anak-anak.Orang-orang yang dikuasai dorongan hati yang kurang memiliki kendali diri menderita kekurang mampuan pengendalian moral.Juga menurut Goleman, mengatakan bahwa setinggi–tingginya, IQ hanya menyumbang kira–kira 20 persen bagi faktor–faktor yang menentukan sukses dalam hidup, maka yang 80 persen diisi oleh kekuatan–kekuatan lain. Kekuatan–kekuatan lain itu, selain dari kecerdasan emosi atau Emotional Quotient (EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama (Mangkunegara, 2000: 44). Selain itu, Cooper dan Aymani (Efendi, 2005: 65) juga menulis ”Voltaire menunjukkan, bahwa bagi bangsa romawi, sensus communis dan sensibility (kemampuan), adalah mencakup seluruh penggunaan indera, hati dan intuisi‟. Dalam proses belajar bagi mahasiswa, kedua inteligensi yaitu IQ dan EQ sangat diperlukan,. IQ tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi penghayatan emosional terhadap mata pelajaran yang disampaikan di sekolah.Namun biasanya kedua inteligensi itu saling melengkapi.Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan belajar mahasiswa di tempat belajar.Pendidikan di sekolah atau dikampus-kampus bukan hanya perlu mengembangkan rational intelligence yaitu model pemahaman yang lazimnya dipahami mahasiswa saja, melainkan juga perlu mengembangkan emotional intelligence mahasiswa itu. Hasil beberapa penelitian di University of Vermont mengenai analisis struktur neurologis otak manusia dan penelitian perilaku oleh LeDoux (1970) menunjukkan bahwa dalam peristiwa penting kehidupan seseorang, EQ selalu mendahului intelegensi rasional.EQ yang baik dapat menentukan keberhasilan individu dalam prestasi belajar membangun kesuksesan karir, mengembangkan hubungan antar sesama yang harmonis dan dapat mengurangi agresivitas, khususnya dalam kalangan remaja (Goleman, 2002:17). Berdasarkan teori diatas maka kecerdasan emosi adalah sejumlah kemampuan dan keterampilan yang berkaitan dengan pembinaan hubungan sosial dengan lingkungan yang merujuk pada kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dan mengelola hubungan dengan orang lain dengan baik.
63
Yuliantini 58 - 71
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Motivasi Berprestasi. Konsep motivasi berprestasi dirumuskan pertama kali oleh Henry Alexander Murray dengan memakai istilah kebutuhan berprestasi (need for achievement) untuk motivasi berprestasi, yang dideskripsikannya sebagai hasrat atau tendensi untuk mengerjakan sesuatu yang sulit dengan secepat dan sebaik mungkin (Purwanto, 2004:2021). Menurut Murray (Winkel, 2004: 29) “Achievement motivation (motivasi berprestasi) adalah daya penggerak untuk mencapai taraf prestasi belajar yang setinggi mungkin demi pengharapan kepada dirinya sendiri.” Sementara itu Hasibuan (2009: 219), berpendapat bahwa motivasi berprestasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai prestasi dan kepuasan. McCelland (Mangkunegara, 2010: 19), seorang psikologi dan masyarakat dari Universitas Harvard, Amerika Serikat menyatakan teori motivasi dengan mengemukakan bahwa produktivitas seseorang sangat ditentukan oleh ”virus mental” yang ada pada dirinya.Virus mental adalah kondisi jiwa yang mendorong seseorang untuk mampu mencapai prestasi secara maksimal. Virus mental yang dimaksud Achievement Motivation. Virus mental (komponen motvasi berpretasi) yang dimaksud terdiri dari 3 golongan kebutuhan, yaitu Need of achievement (kebutuhan untuk berprestasi), Need of affiliation (kebutuhan untuk memperluas pergaulan), dan Need of power (kebutuhan untuk menguasai sesuatu). Berdasarkan teori McClelland tersebut sangat penting membina virus mental (motivasi berprestasi) mahasiswa dengan cara mengembangkan potensi mereka melalui lingkungan belajar yang dapat mendorong prestasi belajar yang baik.Berdasarkan beberapa teori diatas maka motivasi berprestasi dapat diartikan sebagai dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan atau mengerjakan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mencapai prestasi dengan predikat terpuji. Dengan demikian berdasarkan uraian teoridiatas dan penelitian terdahulu maka dapat diuraikan kerangka pemikiran dalam gambar skema konstelasi antar variabel sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar mahasiswa Akparnas – Unas sebagaimana skema berikut:
H2 H1
Kecerdasan Emosi (X1) x1.1.kesadaran diri X1.2.. Pengaturan diri X1.3..Memotivasi diri X1.4.Empati X1.5.ketrampilan diri
Motivasi H3 Berprestasi ( X2) X2.1. Kebutuhan untuk berprestasi. X2.2 Kebutuhan untukmemperluas pergaulan.X2.3. Kebutuhan menguasai sesuatu.
Prestasi Belajar (Y) Y1.1.Nilai IPK mahasiswa
Gambar 1. Skema Konstelasi antar Variabel
64
Yuliantini 58 - 71
2.
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Terdapat pengaruh kecerdasan emosi terhadap prestasi belajar mahasiswa Akparnas – Unas sebagaimana skema berikut: Kecerdasan Emosi
Prestasi Belajar (Y)
(X1)
3.
Terdapat pengaruh motivasi berprestasi berpengaruh terhadap prestasi mahasiswa Akparnas – Unas sebagaimana skema berikut : Motivasi Berprestasi (X2)
Prestasi Belajar (Y)
Keterangan: X1 = Kecerdasan Emosi; X2 = Motivasi Berprestasi; Y = Prestasi Belajar Hipotesa. Hipotesa dari penelitian ini dapat diasumsikan sebagai berikut : H1: Terdapat pengaruh positif secara bersama-sama antara kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar para siswa. Artinya makin baik kecardasan emosi yang membantu motivasi berprestasi yang tinggi pada para mahasiswa akan membantu mereka berprestasi dalam belajar. H2: Terdapat pengaruh positif dari kecerdasan emosi terhadap prestasi belajar para mahasiswa. Artinya, kecerdasan emosi yang baik membantu para mahasiswa secara kejiwaannya mencapai keberhasilan dalam prestasi belajar. H3: Terdapat pengaruh positif dari motivasi berprestasi terhadap prestasi para mahasiswa. Artinya, makin tinggi motivasi berprestasi maka prestasi belajar para mahasiswa akan tercapai. METODE Data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui dua sumber yaitu data primer dan sekunder, data prime diperoleh langsung dari responden berupa populasi dari keseluruhan mahasiswa Akparnas-Unas yang berjumlah 115 dengan menggunakan kuesioner dan data sekunder Diperoleh dari nilai tugas dan laporan IPK para mahasiswa. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel independen, yaitu variabel kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi serta terdiri dari satu variabel dependen yaitu variabel prestasi belajar. Variabel kecerdasan emosi terdiri dari empat dimensi yaitu kesadaran diri,pengaturan diri,memotivasi diri, empati dan keterampilan sosial. Variabel motivasi berprestasi terdiri dari tiga dimensi yaitu Need of achievement (kebutuhan untuk berprestasi baik faktor internal dan eksternal), Need of affiliation (kebutuhan untuk memperluas pergaulan) dan need of power (kebutuhan untuk menguasai sesuatu). Variabel prestasi belajar mempunyai satu dimensi yaitu prestasi belajar adalah hasil dari pengukuran terhadap peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes atau instrumen yang relevan (nilai IPK).Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosi dan motivasi
65
Yuliantini 58 - 71
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
berprestasi terhadap prestasi belajar belajar mahasiswa Akparnas-Unas Jakarta. Variabel penelitian terdiri dari Variabel kecerdasan emosi (X1), variabel motivasi berprestasi (X2) dan variabel prestasi belajar belajar (Y) dimana korelasi antar variabel dan dimensi digambarkan sebagai berikut: Tabel 3. Matrik Hubungan Variabel Kecerdasan Emosi dan Motivasi Berprestasi Terhadap Prestasi Belajar mahasiswa Akparnas-Unas Variabel(X1) Kecerdasan Emosi (X1) (Goleman)
Dimensi(X2) X1.1 Kesadaran Diri X1.2 Pengaturan Diri X1.3 Memotivasi Diri X1.4
Motivasi berprestasi (X2) (McCelland)
Empati
X1.5 ketrampilan Sosial X2.1Kebutuhan Berprestasi X2.2 Kebutuhan Memperluas pergaulan X2.3 Kebutuhan Untuk Menguasi
Variabel Prestasi Belajar (Y) X1.1 Y X1.2 Y X1.3 Y X1.4Y X1.5Y X2.1 Y X2.2 Y X2.3 Y
sesuatu
Sumber: data diolah HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Regresi (Uji pengaruh). Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosi dan motivasi prestasi terhadap prestasi belajar. Pengaruh secara bersama Kecerdasan Emosidan Motivasi Berprestasi terhadap Prestasi Belajar (Uji Simultan). Pengaruh secara bersama kecerdasa emosi dan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar mahasiswa akparnas-Unas terlihat hasilnya dalam Tabel 4. Tabel 4. Koefisien regresi Kecerdasan emosi dan Motivasi berprestasi secara bersama- terhadap Prestasi belajar Standardized Unstandardized Coefficients Coefficients Model B Std. Error Beta 1 (Constant) 1.864 .025 Kecerdasan emosi .004 .001 .146 Motivasi berprestasi .024 .001 .846 a. Dependent Variable: Prestasi belajar
t 74.608 3.320 19.186
Sig. .000 .001 .000
Sumber: data diolah Persamaan yang diperoleh adalah:
Keterangan:
Y = a + b1X1 + b2X2 Y = 1.864 + 0.004X1 + 0.240X2 Y = Prestasi Belajar; X1= Kecerdasan Emosi; X2 = Motivasi Berprestasi
Dari persamaan dimuka dapat dilihat bahwa terdapat hubungan yang positif/berbanding lurus antar variabel kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar.
66
Yuliantini 58 - 71
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Hal ini dapat dilihat dari koefisien regresi yang bernilai positif.Sehingga, apabila terjadi peningkatan kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi, maka prestasi belajar mahasiswa juga meningkat dan sebaliknya. Nilai intersep sebesar 1.864 berarti bahwa ketika kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi bernilai konstan, maka skor prestasi belajar akan bernilai 1,864. Nilai koefisien regresi untuk variabel kecerdasan emosi sebesar 0,004 berarti bahwa setiap kenaikan satu satuan pada variabel kecerdasan emosi akan menaikkan skor prestasi belajar sebesar 0,004 dengan asumsi variabel yang lain konstan. Nilai koefisien regresi untuk variabel motivasi berprestasi sebesar 0,240 berarti bahwa setiap kenaikan satu satuan pada variabel motivasi berprestasi akan menaikkan skor prestasi belajar sebesar 0,240 dengan asumsi variabel yang lain konstan. Tabel 5. Uji F Kecerdasan emosi dan Motivasi berprestasi secara bersama-sama Terhadap Prestasi Belajar ANOVAb Sum of Mean Model Squares df Square 1 Regression 15.870 2 7.935 Residual .654 112 .006 Total 16.524 114 a. Predictors: (Constant), Motivasi berprestasi, Kecerdasan emosi b. Dependent Variable: Prestasi belajar
F 1358.925
Sig. .000a
Sumber: data diolah Tabel 5 ANOVA mengindikasikan bahwa regresi berganda secara statistik sangat signifikan dengan uji statistik F = 1358.925 untuk derajat kebebasan k = 2 dan n – k – 1 = 115 – 2 – 1 = 112 dan P-value = 0.000 yang jauh lebih kecil dari α = 0.05. Dari table ANOVA jelas sekali terlihat bahwa Ho ditolak dengan P-value = 0.000 lebih kecil dari α = 0.05. Analisis koefisien Determinasi. koefisien determinasi dihitung dengan mengkuadratkan koefisien korelasi. Perhitungan koefisien korelasi dilakukan oleh SPSS versi 17, hasil analisis tersebut akan memperlihatkan seberapa besar variabel independent mempengaruhi terhadap variabel dependen. Hasil perhitungan terlihat pada Tabel 6 dibawah ini. Tabel 6. Analisis Koefisien DeterminasiModel Summaryb Model 1
R .980a
R Square .960
Adjusted R Square .960
Std. Error of the Estimate .07641
a. Predictors: (Constant), Motivasi berprestasi, Kecerdasan emosi b. Dependen Variabel ; Prestasi Belajar
Sumber: data diolah Berdasarkan Tabel 6 nilai output diatas diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 98,0%. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara prestasi belajar terhadap variabel indepedennya yaitu kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi
67
Yuliantini 58 - 71
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
(batasan yang dipakai adalah 0,5 atau 50%) (Santoso, 2002:167) atau variabel independen mempengaruhi variabel dependen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Variabel independen yang paling dominan berpengaruh terhadap prestasi belajar adalah Variabel motivasi berprestasi (X2). Hal ini bisa dilihat dari Nilai Nilai R2 (R Square) yang menunjukkan bahwa 95.7 % dari variance “motivasi berprestasi” dapat dijelaskan oleh perubahan dalam variabel prestasi belajar. Faktor kedua yang paling berpengaruh adalah variabel Kecerdasan emosi (X1). Hal ini bisa dilihat dari Nilai R2 (R Square) dari tabel 5.28 yang menunjukkan bahwa 83 % dari variance “Kecerdasan emosi” dapat dijelaskan oleh perubahan dalam variabel prestasi belajar. Nilai Adjusted R Square adalah sebesar 96%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel bebas yang digunakan dalam penelitian inimampu menjelaskan pengaruh terhadap variabel terikat yaitu prestasi belajar sebesar 96%. Adapun analisis dalam penelitian ini yang dikaitkan dengan teori kecerdasan emosi yang berpengaruh pada prestasi belajar berdasarkan teori Goleman, menerangkan tentang kesadaran pengaturan emosi, yang mencakup kesadaran diri, pengaturan diri, memotivasi diri, empati dan ketrampilan sosial, menunjukkan bahwa pengaruh kecerdasan emosi terhadap prestasi belajar mahasiswa memiliki peranan yang signifikan bagi prestasi belajar yang diraih oleh mahasiswa, hal ini di dukung dari hasil korelasi antar dimensi dimana terdapat korelasi positif atau berbanding lurus diantara dimensi. Jadi kecerdasan emosional dapat membantu mahasiswa dalam menggunakan kemampuan kognitifnya sesuai dengan potensi yang dimilikinya secara maksimum, dimana kecerdasan emosi merupakan aspek yang sangat dibutuhkan dalam bidang kehidupan sehari-hari kita baik di lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat. Selain itu, kecerdasan emosilah yang memotivasi kita untuk mencari manfaat, potensi dan mengubahnya dari apa yang kita pikirkan menjadi apa yang kita lakukan. Sedangkan kaitannya dengan motivasi berprestasi yang berpengaruh pada prestasi belajar berdasarkan teori McCelland yang menerangkan tentang vitus mental pendorong motivasi diri yang mencakup kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untukmemperluas pergaulan dan kebutuhan untuk menguasai sesuatu, dalam peneliti ini menunjukkan bahwa motivasi berprestasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar yang dipeloreh mahasiswa, Oleh karena itu untuk mengoptimalkan dorongan bermotivasi berprestasi pada mahasiswa mutlak dilakukan., karena motivasi berprestasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja dan belajar pada seseorang atau mahasiswa agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan dan prestasi belajar para masiswa untuk bekal dimasa depan mereka. PENUTUP Kesimpulan. Pertama. Kecerdasan emosi dan Motivasi berprestasi secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap Prestasi belajar itu artinya Kecerdasan emosi dan Motivasi berprestasi harus lebih diperhatikan dan ditingkatkan oleh pihak universitas agar bisa meningkatkan prestasi belajar para mahasiswa. Berdasarkan Nilai R2 (R Square) menunjukkan bahwa 96 % dari variance “Kecerdasan emosi dan Motivasi berprestasi” dapat dijelaskan oleh perubahan dalam variabel Prestasi belajar. Sisanya 4% dipengaruhi oleh variabel lain seperti prasaran dan sarana. Kedua. Pada variabel kecerdasan emosi berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel prestasi belajar artinya perubahan
68
Yuliantini 58 - 71
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
nilai Kecerdasan emosi mempunyai pengaruh searah terutama terhadap perubahan prestasi belajar atau dengan kata lain apabila Kecerdasan emosi baik maka akan terjadi peningkatan prestasi belajar dan secara statistik memiliki pengaruh yang signifikan. Variabel Kecerdasan emosi merupakan variabel kedua yang paling berpengaruh terhadap prestasi belajar. Hal ini didukung dengan adanya korelasi positif antar dimensi dan didukung dengan hasil nilai Nilai R2 (R Square) yang menunjukkan bahwa 83% dari variance “Kecerdasan emosi” dapat dijelaskan oleh perubahan dalam variabel prestasi belajar. Dan untuk dimensi pada kecerdasan emosi, dimensi yang paling kuat hubungannya dengan dimensi Prestasi belajar (IPK) pada variabel prestasi belajar adalah dimensi Kesadaran diri. karena memiliki nilai koefisien = 0.905 (memiliki hubungan yang SangatKuat).Pada variabel motivasi berprestasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel prestasi belajar artinya perubahan nilai motivasi berprestasi mempunyai pengaruh searah terutama terhadap perubahan prestasi belajar atau dengan kata lain apabila motivasi berprestasi meningkat maka akan terjadi peningkatan pada prestasi belajar dan secara statistik memiliki pengaruh yang signifikan.Variabel motivasi berprestasi merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap prestasi belajar. Hal ini bisa dilihat dengan adanya korelasi positif antar dimensi dan didukung dari hasil dariNilai R2 (R Square) yang menunjukkan bahwa 95,7 % dari variance “Motivasi berprestasi” dapat dijelaskan oleh perubahan dalam variabel Prestasi belajar. Dan padavariable Motivasi berprestasi , dimensi yang paling kuat hubungannya dengan dimensi Prestasi belajar (IPK) pada variabel prestasi belajar adalah dimensi Need of achievement, karena memiliki nilai koefisien = 0.957 (memiliki hubungan yang SangatKuat). Rekomendasi. Berdasarkan kesimpulan di atas maka disarankan: Pertama. Diharapkan para mahasiswa dapat mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi, menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. Karena kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang penting yang seharusnya dimiliki oleh para mahasiswa yang memiliki kebutuhan untuk meraih prestasi belajar yang lebih baik. Hal yang dapat dilakukan oleh akademi dan para dosen adalah: (a) Menjadikan fasilitas materi pelajaran secara teori dapat diprektekan, dalam menumbuhkan analisis kreatif dan inovatif peserta didik melalui kelompok pembelajaran penelitian seperti dengan memberikan lebih sering tugas-tugas kepada mahasiswa dan para mahasiswa dapat mempresentasi tugastugas itu dikelas, studi banding ke perguruan tinggi lain atau industri pariwisata lainnya dan aktif mengunjungi pameran-pameran pariwisata.; (b) Menjadikan fasilitas pendidikan sebagai sarana yang dapat berkembang sesuai dengan peluang dan tantangan perkembangan ilmu dan pengetahuan seperti mengupayakan berbagai kegiatan mahasiswa yang menunjang upaya terbentuknya kecerdasan emosi terutama untuk seperti ceramah keagaman, ESQ dan seminar-seminar yang dapat melatih ketrampilan dan wawasan para mahasiswa. Maknanya, bila ini dapat diaplikasikan secara formal dan kontinu, kita dapat melihat kualitas dari perubahan karakter dan kepribadian kualitas sumber daya manusia pada zaman millennium sekarang ini. Kedua. Perlu adanya penanaman motivasi berprestasi pada para mahasiswa sejak dini melalui dibangunnya hubungan yang akrab dan bersahabat antara pihak universitas dengan para mahasiswa, sehingga para mahasiswa dapat menunjukan adanya keinginan, harapan,
69
Yuliantini 58 - 71
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
penentuan untuk mencapai sesuatu hasil yang dinyatakan secara eksplisit. mahasiswa perlu memahami dan mengenal diri sendiri termasuk juga memahami dan mengembangkan gaya belajar yang dimilikinya. Upaya mahasiswa dalam mengembangkan gaya belajar dan motivasi berprestasi dilakukan dengan mengembangkan pemahaman kepada mahasiswa perlunya motivasi dalam usaha mencapai suatu tujuan hidup, mengembangkan motivasi belajar dalam upaya mencapai keberhasilan belajar dan mengembangkan motivasi berprestasi dan disiplin belajar dalam mencapai prestasi akademik. Beberapa strategi motivasi berprestasi yang dapat dilakukan dalam pembelajaran bisa dilakukan sebagai berikut: (a) Memberi penghargaan dengan menggunakan kata-kata, seperti ucapan bagus sekali, hebat, dan menakjubkan. Penghargaan yang dilakukan dengan kata-kata (verbal) ini mengandung makna yang positif karena akan menimbulkan interaksi dan pengalaman pribadi bagi diri mahasiswa itu sendiri.; (b) Memberikan nilai ujian atau tes sebagai pemacu mahasiswa untuk belajar lebih giat. Dengan mengetahui hasil yang diperoleh dalam belajar maka mahasiswa akan termotivas untuk belajar lebih giat lagi dan termotivasi untuk berprestasi.; (c) Menumbuhkan dan menimbulkan rasa ingin tahu dalam diri mahasiswa. Rasa ingin tahu dapat ditimbulkan oleh suasana yang mengejutkan atau tiba-tiba.; (d) Menumbuhkan persaingan dalam peserta didik. Maksudnya adalah dosen memberikan tugas dalam setiap kegiatan yang dilakukan, dimana mahasiswa dalam melakukan tugasnya tidak bekerjasam dengan mahasiswa lainnya. Dengan demikian mahasiswa akan dapat membandingkan hasil pekerjaan yang dilakukannya dengan hasil mahasiswa lainnya.; (e) Memberikan contoh yang positif, artinya dalam memberikan pekerjaan kepada mahasiswa dosen tidak dibenerkan meninggalkan ruangan untuk melaksanakan pekerjaan lainnya.; (f) Penampilan dosen yang menarik, bersih, rapi dan sopan serta tidak berlebih-lebihan akan memotivasi mahasiswa dalam mengikuti pembelajaran. Temasuk juga kepribadian dosen, dosen yang masuk kelas dengan wajah tersenyum dan menyapa mahasiswa dengan ramah akan membuat mahasiswa merasa nyaman dan senang mengikuti pelajaran yang sedang berlangsung sehingga akan termotivasi berprestasi.; (g) Upaya yang dapat dilakukan akademi dalam mendorong motivasi berprestasi pada mahasiswa dengan mengadakan pertandingan-pertandingan antar mahasiswa dilingkungan internal. Ketiga. Dalam penelitian ini, peneliti hanya melihat pengaruh masing-masing variabel terikat dengan prestasi belajar, dan juga pengaruhnya secara bersama-sama terhadap prestasi belajar. Ada baiknya untuk penelitian selanjutnya dilihat pula pengaruh antar variabel-variabel terikat. Keempat. Variabel dalam penelitian ini difokuskan pada dua faktor internal dari diri para mahasiswa, ada baiknya dilakukan penelitian lanjutan yang variabelnya melibatkan beberapa faktor internal dan eksternal dari diri mahasiswa. DAFTAR RUJUKAN Agustian Ginanjar, Ary., (2004). ESQ POWER. Jakarta, Arga Ahmadi, Abu, (2009). Psikologi Pendidiklan, Jakarta: Rinaka Cipta Dessler, Gary, (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia, 10 th Edition, New Jersey, hlm. 98 Djmarah, (2006). Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rieneka Cipta Hasibuan, Malayu. (2009). Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalahnya, Jakarta: Bumi Aksara.
70
Yuliantini 58 - 71
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Hasibuan, Malayu. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, Gunung Agung. Hsiung, Chin-Min, (2011). Using Mastery Goals in Music to Increase Student Motivation. Aplications of Researh in Music Edition, p. 3-9. Kerlinger, Fred N, (2006). Asas-asas Penelitian Behavioral, Yogyakarta: Gajah Mada Universitas. King, Laura A., (2010). Psikologi Umum, Jakarta: Salemba Humanika Mangkunegara. (2010). Evaluasi Kinerja SDM, Bandung: Refika Aditama Mangkunegara. (2005). Prilaku dan Budaya Organisasi, Bandung: Refika Purwanto. (2010). Psikologi Pendidikan, Bandung,Remaja Rosda karya Safarian, Trianto dan Uno, Hamzah. (2008). Teori Motivasi dan Pengukurannya, Jakarta, Bumi Aksara Slameto., (2003). Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi. Jakarta, Rineka Cipta. Uno, Hamzah. (2008). Teori Motivasi dan Pengukurannya, Jakarta, Bumi Aksara Wibowo. (2011). Manajemen Kinerja, Jakarta,Rajagrafindo Persada. Zainun, Buchari. (2003). Manajemen Motivasi, Jakarta, Balai Aksara. Wibowo. (2011). Manajemen Kinerja, Jakarta,Rajagrafindo Persada.
71
Pegaria 72 - 81
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
ANALISIS PERBANDINGAN PERSENTASE REJECT SEBELUM DAN SETELAH PENERAPAN PROJECT IMPROVEMENT TEAM DI MESIN CUPFORMING LINE 3 DI PT D dan D PACKAGING INDONESIA Iin Alma Pegaria Institut Pertanian Bogor (IPB) E-Mail:
[email protected] Abstract: The thesis aims to solve the problem in reducing reject level using PDCA and 8 Steps Quality Improvement. The results shows that the most dominant reject cup because leak. Root causes of this reject caused by limitation of training to operator, machine problem, no machine setting guidance and usage of more than one type of material. Base on the root causes then improvements that have been made are operator training, improved the machine, producing guidelines for setting the machine, and allocation of material every single type of material in a period of time. Keywords: PDCA, 8 Steps Quality Improvement, Reject Cup Forming. Abstrak: Tesis ini bertujuan untuk memecahkan masalah dalam mengurangi tingkat menolak menggunakan PDCA dan 8 Langkah Peningkatan Mutu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang paling dominan menolak cup karena kebocoran. Akar penyebab ini menolak disebabkan oleh keterbatasan pelatihan untuk operator, masalah mesin, tidak ada bimbingan pengaturan mesin dan penggunaan lebih dari satu jenis bahan. Berdasarkan akar penyebab maka perbaikan yang telah dibuat adalah pelatihan operator, meningkatkan mesin, pembuatan panduan pengaturan mesin, dan alokasi bahan setiap jenis tunggal materi dalam jangka waktu tertentu. Kata kunci: PDCA, 8 Langkah Peningkatan Mutu, Tolak Piala Pembentukan PENDAHULUAN Industri manufaktur sejenis dewasa ini berkembang sangat pesat, hal ini mengakibatkan persaingan yang sangat ketat antar perusahaan sejenis. Persaingan tersebut dalam bentuk desain, kualitas dan harga, sebagai supplier dituntut oleh manajemen untuk dapat menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya dengan pengeluaran sekecil-kecilnya, maka para manajer dituntut untuk dapat merefleksikan keinginan manajemen dan customer dengan beberapa cara diantaranya dengan melakukan efisiensi, meningkatkan produktivitas dengan penurunan downtime dan reject saat memproduksi suatu produk. Sedangkan untuk memenuhi persyaratan customer dapat dilakukan pengawasan terhadap kualitas barang saat diproduksi, pengiriman tepat waktu dan harga yang kompetitif. Pada triwulan pertama tahun 2011, masalah besar yang sering terjadi pada mesin cup forming line 3 adalah meningkatnya persentase reject dibandingkan dengan triwulan keempat tahun 2011 yaitu meningkat hingga diatas 3%, hal ini tidak sesuai dengan target reject yang diterapkan untuk tahun 2011 yang seharusnya di bawah 1,5 persen, efeknya mengakibatkan kendala rendahnya efisiensi mesin dan tingginya downtime. Jika hal tersebut terus berlanjut dikhawatirkan akan menimbulkan efek negatif terhadap DIFOT 72
Pegaria 72 - 81
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
(Delivery In Full On Time) yang berakibat pada kepuasan pelanggan dimana salah satunya adalah pengiriman tepat waktu dengan jumlah barang yang terkirim sesuai dengan pesanan mereka namun di sisi lain harga tetap harus bersaing. Dengan terbatasnya kapasitas mesin dan tenaga kerja yang ada, maka cara terbaik untuk menghindari adanya over time atau waste yang tinggi jika sewaktu-waktu terjadi peningkatan order mengingat mesin ini termasuk mesin idola adalah dengan menurunkan tingkat reject barang sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja demi tercapainya peningkatan kapasitas produksi yaitu dengan menerapkan Project Improvement Team (PIT) yang merupakan salah satu bentuk kaizen untuk meningkatkan produktivitas kerja operator yang bertujuan untuk mengurangi biaya untuk pengerjaan barang yang tidak baik dan meningkatkan hasil order untuk memenuhi permintaan pelanggan. Permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: (1) Faktor-faktor apa yang menyebabkan reject selama proses produksi?; (2) Bagaimana penerapan Project Improvement Team (PIT) di mesin cup forming line 3 untuk mencapai penurunan reject sesuai dengan target perusahaan?; (3) Berapa besarnya persentase reject sebelum dan setelah penerapan PIT? Maksud dan tujuan penelitian adalah: (1) Untuk menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya reject selama proses produksi; (2) Untuk menghitung dan menganalisis perbandingan persentase reject sebelum dan setelah penerapan PIT; (3) Memberikan usulan perbaikan (standarisasi) untuk menurunkan reject selama proses cup forming Daya Saing Perusahaan Rendah Tingginya Biaya Produksi Meningkatnya Presentasi Reject Analisis GAP (Toleransi Reject vs Aktual Reject) Identifikasi Masalah Utama (Pareto) Analisa Penyebab Masalah (Fishbone Diagram) 8 LANGKAH LANGKAH KE-1: Penentuan Tema Tahapan Plan
LANGKAH KE-2: Menganalisa kondisi yang ada
LANGKAH KE-3: Penentuan Target LANGKAH KE-4: Rencana penanggulangan masalah Tahapan Do
LANGKAH KE-5: Proses penanggulangan masalah
Tidak Tahapan Check
LANGKAH KE-6: Evaluasi
Ya LANGKAH KE-7: Standarisasi Tahapan Action LANGKAH KE-8: Menentukan langkah berikutnya
Kesimpulan dan Rekomendasi
Gambar 1. Diagram Alir Rerangka Pemikiran 73
Pegaria 72 - 81
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Gambar 1 merupakan kerangka pemikiran yang menjadi latar belakang ditulisnya karya akhir ini adalah untuk mengetahui dampak penerapan PIT, efisiensi biaya operasi sebelum dan setelah PIT dan juga perbandingannya. HASIL DAN PEMBAHASAN Langkah ke-1: Penentuan Tema. Penentuan tema dilakukan berdasarkan hasil meeting Project Improvement Team, data yang diambil pada pendataan Reject Internal di bagian Quality Control. Data reject selama periode Januari hingga Maret 2011 dapat dilihat dalam Gambar 2 dan Gambar 3.
Gambar 2. Grafik Persentase Reject Periode Januari-Maret 2011 Sumber: data diolah Setelah dibuat diagram pareto berdasarkan jenis reject diketahui bahwa reject terbagi menjadi tiga kategori yaitu: leak base 92,01%, leak seam 7,02% dan seam seal 0,97%. Dengan mengacu data tersebut maka diketahui bahwa masalah didominansi oleh reject leak base yang mencapai 92,01%. Dengan demikian dalam hal ini, reject menurunkan leak base adalah merupakan tema yang dipilih.
Gambar 3. Diagram Pareto Reject Berdasarkan Jenis Januari-Maret 2011 Sumber: data diolah
74
Pegaria 72 - 81
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Langkah ke-2: Menganalisis Kondisi yang ada. Hasil diskusi anggota tim PIT dalam menentukan faktor 4M-1E berdasarkan 5 Why’s dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Penentuan Akar Masalah Dengan Metode 5 Why’s 4M-1E
No
Why
Why
Why
Man
1
Berbeda skill setting bottom feeder
Training operator minim
Belum ada standar setting mesin
Machine
2.1
Pola heater tidak rata
Panas preheat tidak rata
Output nozzle tekanan angin tidak rata
2.2
Tekanan angin kompressor kurang stabil
Kompresor tidak stabil
Tekanan Kompressor dibawah 6 Bar
2.3
Penambahan spray di bottom finish
Untuk menghindari Ada kemungkinan baret/scratch bagian yang kasar/kurang halus
2.4
Posisi mandrell tidak center terhadap bottom finish
Cam mandrell aus (Lebih cepat dibanding yang lainnya)
Bushing dan Rail di bottom finish aus
Method
3
Belum ada standar setting
Belum ada panduan setting mesin
Belum dibuat
Material
4
Material berbeda karakter
Ada dua jenis material yang digunakan
Kebijakan perusahaan
Env.
5
Tidak ada
Tidak ada
Why
Why
Nozzle yang dipakai tidak sesuai
Pelumasan yang tidak merata dan tidak tepat sasaran
Daily lubricati on tidak dilakuka n dengan benar
Analisis kondisi yang ada dengan cara melakukan diskusi antar anggota Project Improvement Team dan menggunakan alat bantu diagram tulang ikan (fishbone diagram) yang ditinjau dari faktor 4M-1E dengan tujuan menemukan penyebab masalah baik penyebab utama maupun penyebab lainnya. Hasil diskusi anggota tim PIT tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.
75
Pegaria 72 - 81
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
MACHINE Pola heater tidak rata
MAN Berbeda skill setting bottom feeder
Tekanan angin kompressor kurang stabil
Output Nozzle tekanan angin Tekanan kompresor tidak rata dibawah 6 Bar Nozzle yang dipakai tidak sesuai Kompresor tidak stabil Panas preheat tidak rata
Penambahan spray dibottom finish
Belum ada standar setting mesin Training operator minim
Posisi mandrell tidak center terhadap bottom finish Bushing dan Rail dibottom finish aus Daily lubrication tidak dilakukan dengan benar
Ada kemungkinan bagian yang kasar/kurang halus Untuk menghindari baret/scratch
Pelumasan yang tidak merata dan tepat sasaran Cam mandrell aus (Lebih cepat dibanding yang lainnya)
LEAK BASE
Material berbeda karakter Tidak teridentifikasi
ENV.
Kebijakan perusahaan Ada dua jenis material yang digunakan
Belum ada panduan setting mesin Belum dibuat
Belum ada standar setting
MATERIAL
METHOD
Gambar 4. Diagram fishbone Reject Leak Base Sumber: data diolah Langkah ke-3: Target. Target dari penyelesaian masalah ini adalah menurunkan reject dari nilai rata-rata reject tiga bulan terakhir sebesar 3.32% menjadi sebesar 1.50% sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh manajemen. Langkah ke-4: Rencana Penanggulangan Masalah. Identifikasi akar masalah dibuat rencana penanggulangannya mengacu pada metode 5W+1H seperti tertera pada Tabel 2.
76
Pegaria 72 - 81
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Tabel 2. Rencana Penanggulangan dengan Menggunakan Metode 5W + 1H 4M-1E Man
No 1
Machine 2.1
2.2
2.3
2.4
Method
3
Material 4
What Berbeda skill setting bottom feeder Pola heater tidak rata
Why Training operator minim Belum ada standar setting mesin
Output Nozzle tekanan angin tidak rata Nozzle yang dipakai tidak sesuai Nozzle tidak sesuai Tekanan Kompresor tidak angin stabil kompressor Tekanan kompresor kurang dibawah 6 Bar stabil Penambaha Untuk menghindari n spray baret/scratch dibottom Ada kemungkinan finish bagian yang kasar/kurang halus Posisi Cam mandrell aus, mandrell Lebih cepat dibanding tidak yang lainnya center Bushing dan rail di terhadap bottom finish aus bottom Pelumasan yang tidak finish merata dan tepat sasaran Daily lubrication tidak dilakukan dengan benar karena manual Belum Belum ada panduan ada setting mesin standar Belum dibuat setting Material Ada dua jenis material berbeda yang digunakan karakter Kebijakan perusahaan
How
Who
When
Where
Training operator mengacu standar Engineering 13-Apr-12 Ruang setting mesin Manager training dan mesin
1. Modifikasi Nozzle dari T ke L 2. Jarak kerapatan Rel Blank dirapatkan
Engineering 4-Apr-12 Bengkel Spv Maintenanc e
Memastikan kompresor stabil dengan cara dibuat terompet bunyi otomatis saat kompresor turun hingga dibawah 6 Bar kemudian info ke bag. Eng. untuk di setting Pisah spray bottom finish dan tamper mineral oil Tambahkan selenoid pada pengaturan spray
Maintenanc 3-Apr-12 Ruang e Manager Kompress or
Setting sesuai standar
Foreman
Dibuatkan pelumasan otomatis
Engineering 5-Apr-12 Area Spv mesin
Buat panduan setting mesin
Production Manager
9-Apr-12
Alokasi hanya satu jenis material pada periode tertentu
Planning Manager
2-Apr-12
Maintenanc 4-Apr-12 Area e Staff mesin Foreman 3-Apr-12 Area mesin 3-Apr-13
Area mesin
Ruang Produksi
Kantor
Sumber: Diolah penulis Langkah ke-5: Proses Penanggulangan Masalah. Proses perbaikan atau penanggulangan masalah: (1) Training ini dilakukan selama satu hari dibagi ke dalam dua kelompok yaitu pada tanggal 11 dan 13 April 2011 dengan tujuan pemahaman yang sama antar operator dan untuk memperoleh masukan dari para operator tentang kendala yang ada saat aktual produksi. Materi training mengacu pada panduan setting mesin yaitu proses
77
Pegaria 72 - 81
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
setting mesin yang benar dan sesuai standar yang ditetapkan untuk mencapai produk bermutu tinggi. (2) Hasil perbaikan mesin adalah sebagai beikut: (a) Modifikasi nozzle dilakukan pada tanggal 4 April 2011 di bengkel maintenance.; (b) Modifikasi kompressor yang dilakukan pada tanggal 3 April 2011 bekerja sama dengan supplier kompresor.; (c) Pada tanggal 3 April 2011 Foreman produksi melakukan penambahan solenoid dan melakukan setting posisi mandrel sesuai dengan standarnya.; (d) Melakukan pemisahan spray bottom finish dan tamper mineral oil pada 4 April 2011.; (e) Pada tanggal 5 April 2011 membuatkan pelumasan otomatis pada bottom finish. (3) Panduan setting mesin dalam bentuk instruksi kerja diselesaikan pada tanggal 9 April 2011. (4) Mulai awal April, melakukan alokasi material yang digunakan berdasarkan minggu. Langkah ke-6: Evalusi. Proses evaluasi dilakukan dengan cara membandingkan persentase total reject cup sebelum dan setelah dilakukan proses Project Improvement Team (PIT). Hasil evaluasi perbandingan ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Grafik Persentase Reject Sebelum dan Setelah Perbaikan Sumber: data diolah Sedangkan reject leak base jika dibandingkan sebelum dan setelah PIT maka hasilnya dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik Persentase Reject Leak Base Sebelum dan Setelah Perbaikan Sumber: data diolah 78
Pegaria 72 - 81
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Grafik pada Gambar 6 menunjukkan bahwa proses perbaikan mencapai target yang direncanakan. Data diambil dan dimonitor sejak mulai perbaikan pada bulan April dan dipantau terus hingga Juni 2011 untuk memastikan bahwa tindakan yang diambil adalah efektif. Langkah ke-7: Standarisasi. Proses perbaikan dibuat menjadi standar kerja mulai dari bagaimana setting mesin, proses lubrikasi hingga standar alokasi material yang digunakan. Hal ini dituangkan dalam dokumen Panduan Setting Mesin Cup Forming Line 3 yang berupa instruksi kerja. Langkah ke-8: Menentukan Langkah Berikutnya. Langkah penentuan selanjutnya ditentukan dari masalah yang diangkat dari masalah berikutnya yang belum sesuai target, dan proses diulang dari awal yaitu tahap planning, sesuai dengan prinsip dari PDCA. Akan tetapi jika sasaran telah tercapai sesuai dengan target yang sudah ditentukan dan permasalahan tersebut bukanlah permasalahan yang sangat mengganggu proses kerja maka langkah selanjutnya dapat dilihat dari data dengan faktor yang dominan atau permasalahan terbesar. Analisis. Berdasarkan analisis menggunakan metode fishbone, terjadinya reject leak base disebabkan karena ada perbedaan keahlian operator saat setting mesin, beberapa permasalahan mesin, belum adanya panduan setting mesin dan adanya penggunaan material lebih dari satu jenis yang berbeda karakteristik dalam hari yang sama. Dari usulan perbaikan dilakukan tidakan perbaikan: melakukan training pada operator, proses perbaikan pada mesin, pembuatan buku panduan setting mesin, serta alokasi material setiap satu jenis material dalam periode waktu tertentu. Setelah dilakukan proses perbaikan penyelesaian masalah ini diperoleh hasil persentase reject cup lebih kecil dari standar dimana terjadi penurunan reject dari diatas 3,00% menjadi di bawah target 1,50% yaitu 1,00%. Metode PDCA-8 langkah ini telah berhasil mengatasi masalah reject cup yang cukup signifikan, dengan reject menurun maka kualitas meningkat, tidak hanya itu karena berkurangnya reject cup juga menyebabkan menurunnya mesin downtime dan meningkatnya mesin efisiensi dan pada akhirnya DIFOT (Delivery In Full On Time) juga tinggi, hal ini membuat kepercayaan konsumen meningkat yang berdampak positif terhadap perkembangan perusahaan di masa depan dan sejalan dengan sasaran mutu perusahaan seperti disebutkan pada bab awal pendahuluan. PENUTUP Kesimpulan. Kesimpulan yang didapat dari hasil penyelesaian masalah, penerapan dan analisis yang telah diuraikan pada bab sebelumnya dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut: Pertama. Produk reject digolongkan 3 jenis yaitu leak base, leak seam dan seal seam. Reject dominan yaitu leak base yang disebabkan perbedaan keahlian antar operator dari sisi manusia, masalah mesin yaitu: pola panas preheat tidak rata, tekanan angin kompressor kurang stabil, adanya penambahan spray di bottom finish, posisi mandrell tidak center terhadap bottom finish. Sedangkan dari sisi metode disebabkan belum ada standar setting dan dari sisi material adalah adanya perbedaan karakter dalam dua material.
79
Pegaria 72 - 81
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Kedua. Tindakan perbaikan untuk menyelesaikam masalah reject leak base dilakukan dengan cara: training untuk operator mesin cup forming line 3, perbaikan mesin dengan cara: modifikasi nozzle, memastikan kompresor stabil, memisahkan spray bottom finish dan tamper mineral oil, menambahkan selenoid pada pengaturan spray bottom finish, setting posisi mandrell terhadap bottom finish sesuai standar dan dibuatkan pelumasan secara semi otomatis pada cam mandrell. Selain itu dilakukan juga pembuatan panduan setting mesin, serta alokasi material setiap satu jenis material dalam periode waktu tertentu oleh Planning manager. Ketiga. Penyelesaian masalah menerapkan konsep PDCA dan Delapan Langkah, hasil yang didapat adalah terjadinya penurunan reject cup leak base dari di atas 3.00% menjadi kurang dari 1.00%, hal ini memenuhi target perusahaan yaitu tidak melebihi dari 1,50%. Rekomendasi. Rekomendasi untuk PT. DDPI yaitu: (1) Menetapkan dan menerbitkan standar panduan standar setting mesin.; (2) Memastikan training diberikan untuk setiap operator baru dan refreshing training untuk operator lama.; (3) Memastikan semua komponen mesin terawat dan sesuai standar.; (4) Memfasilitasi apa yang dibutuhkan oleh tim PIT demi tercapainya perbaikan tepat waktu.; (5) Membentuk tim-tim PIT baru dari anggota yang berbeda agar kesadaran akan perbaikan dapat menjadi budaya perusahaan.; (6) Memberikan waktu khusus di luar jam kerja untuk tim PIT agar dapat melakukan pertemuan-pertemuan demi mendiskusikan perbaikan yang diinginkan.; (7) Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya adalah agar diteliti lebih lanjut mengenai PDCA dan Delapan Langkah ditinjau dari tingkat efisiensi mesin dan mesin downtime sebelum dan setelah perbaikan kualitas. DAFTAR RUJUKAN Ariani, Dorothea W, (2003). Manajemen Kualitas, Bogor: Ghalian Indonesia Bayazir, Ozden. (2003). Total Quality Management (TQM) Practices In Turkish Manufacturing Organizations. The TQM Magazine, Vol. 15 (5), 2003. pp 345-350 Direktorat Jenderal Industri dan Dagang Kecil Menengah. (2007). Gugus Kendali Mutu, Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Jakarta Feigenbaum, Armand V, (2002). Kendali Mutu Terpadu. Jakarta: Edisi ketiga. Erlangga. Firmasyah, (2011). Analisis perbadingan efisiensi biaya operasi sebelum dan setelah penerapan kaizen di Weatherstrip Door D12D PT IRC INOAC D16D PT IRC INOAC Indonesia. Jakarta. Universitas Mercu Buana Gasperz, Vincent. (2005). Total Quality Management. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Heizer, Jay and Barry Render. (2006). Operations Management (Manajemen Operasi). Jakarta : Salemba Empat. Johnson, CN. (2002). Benefits of PDCA, ASQ Quality Progress , May 2002; 35,5 pp 120 Juran. (1988). Juran's Quality Control Handbook 1dan2, 4th edition, McGrawHill, Inc. Liker, Jeffrey. (2006). The Toyota Way. Jakarta. Erlangga Masaaki, Imai. (2001). Gemba Kaizen: A Commonsense, Low-Cost Approach To Management. McGraw-Hill Nasution, M. N., (2005). Manajemen Mutu Terpadu. Bogor: Ghalia Indonesia.
80
Pegaria 72 - 81
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Reksohadiprojo, Soekanto dan Indriyo Gito Sudarmo. (2000). Manajemen Produksi. Yogjakarta: Edisi keempat. BPFE. Rahmasari, Yuliana. (2011). Analisi peningkatan kualitas pada divisi cetak koran dengan metode USE-PDSA di PT. Masscomgraphy Semarang. Semarang. Universitas Diponegoro Sefrina, Mega. (2008). Aplikasi siklus PDCA (Plan, Do, Check ,Action) Dalam upaya peningkatan mutu ayam goreng keres (Studi kasus di kedai ayam kremes “pinarak” Semarang). Bogor: IPB
81
Hendrawan 82 - 93
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
ANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KESALAHAN PENGIRIMAN BARANG DARI GUDANG (STUDI KASUS: PT. NIRO CERAMIC SALES INDONESIA) Donny Hendrawan Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Email:
[email protected] Abstract: This thesis proposes to analyze some factors that caused error in delivery end products from the warehouse to customer at PT. Niro Ceramic Sales Indonesia. This research use the Five Whys Analysis and Fishbone Analysis as tools to identify some factors that caused errors in delivery end products from the warehouse. Results of this research showed that error of shipments of end products from warehouse to customer are caused by humans (the employee do not have enough training and do not have enough working hours) and methods (lack of Standart Operating Procedure, no exception rule order for loyal customers and the material order request always urgently needed), even for media or environment factors are not enough lighting and indoor building conditions is not properly manage. Based on that result, this research proposes some recomendation for the management of the company, i. e. conduct a routine training for all warehouse personnel, add the number of warehouse personnel, change the working hours become two shifts per day and evaluate daily expenditures‟s procedure for delivery of end product from warehouse to the customer or to dealer. Keywords: Error Delivery, Five Whys Analysis, Fishbone Analysis Abstrak: Tesis ini mengusulkan untuk menganalisis beberapa faktor yang menyebabkan kesalahan dalam produk akhir pengiriman dari gudang ke pelanggan di PT. Niro Penjualan Keramik Indonesia. Penelitian ini menggunakan lima Analisis Mengapa dan Analisis Fishbone sebagai alat untuk mengidentifikasi beberapa faktor yang menyebabkan kesalahan dalam produk akhir pengiriman dari gudang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesalahan pengiriman produk akhir dari gudang ke pelanggan disebabkan oleh manusia (karyawan tidak memiliki pelatihan yang cukup dan tidak memiliki jam kerja yang cukup) dan metode (kurangnya Standart Operating Procedure, ada perintah aturan pengecualian untuk pelanggan setia dan order permintaan bahan selalu sangat dibutuhkan), bahkan untuk media atau faktor lingkungan tidak cukup pencahayaan dan kondisi bangunan dalam ruangan tidak benar mengelola. Berdasarkan hasil tersebut, penelitian ini mengusulkan beberapa rekomendasi untuk pengelolaan perusahaan, i. e. melakukan pelatihan rutin bagi semua personil gudang, tambahkan jumlah personil gudang, mengubah jam kerja menjadi dua shift per hari dan mengevaluasi prosedur pengeluaran sehari-hari untuk pengiriman produk akhir dari gudang ke pelanggan atau ke dealer. Kata kunci: Kesalahan Pengiriman, Lima Analisis Mengapa, Analisis Fishbone
82
Hendrawan 82 - 93
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
PENDAHULUAN Dewasa ini pertumbuhan industri yang sangat pesat menyebabkan persaingan yang sangat kompleks dalam semua hal, khususnya dalam bidang industri manufaktur. Dalam industri ini, setelah melewati beberapa macam proses produksi dan proses-proses sebelumnya maka akan menghasilkan suatu product atau barang jadi (finished goods). Barang/product yang sudah jadi ini, pada prosesnya kemudian diserahkan ke bagian gudang untuk disimpan sebelum kemudian dilakukan proses pengiriman ke pelanggan (Hartungi, 2003). PT. Niro Ceramic Sales Indonesia adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang Granite Tile and Sanitary yang mempunyai beberapa gudang yang tersebar di seluruh kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Medan, Surabaya, Pekanbaru dan sebagainya. Selama ini banyak sekali keluhan dari bagian penjualan maupun dari pelanggan mengenai terlalu seringnya pihak gudang melakukan kesalahan dalam mengirimkan barang, kesalahan ini bisa berupa salah item, salah code, salah surface, salah lot shade, quantity tidak sesuai dengan Surat jalan/DO (barang kurang atau lebih), barang masih tertinggal di gudang (tidak terangkut) dan lain sebagainya. Data di bawah ini merupakan daftar kesalahan pengiriman barang dari gudang dan sudah dikeluhkan oleh pihak penjualan di sisi internal perusahaan maupun pihak eksternal dari pelanggan (data diambil selama enam bulan terakhir), sebagai berikut:
Grafik 1. Jumlah Frekuensi Salah Kirim Barang dari Gudang Sumber: data diolah Berdasarkan Grafik 1 dapat disimpulkan bahwa selama 6 (enam) bulan di awal tahun 2011, frekuensi kesalahan pengiriman barang tertinggi terjadi di bulan Maret 2011 yaitu 6 kali kesalahan pengiriman barang dari total pengiriman sebanyak 40.344 dus. Frekuensi kesalahan terendah terjadi di bulan Januari 2011 yang mengalami 3 kali kesalahan pengiriman barang dari total pengiriman sebanyak 15.530 dus. Selama ini keluhan yang disampaikan oleh pelanggan ke bagian penjualan dilakukan dengan cara menuliskan email beserta dilampirkan foto pendukung dari barang yang salah
83
Hendrawan 82 - 93
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
terkirim tersebut dan dari bagian penjualan diteruskan lagi ke bagian pengiriman/gudang via email untuk bisa dicek, diklarifikasi dan ditindaklanjuti. Dari keluhan yang masuk karena kesalahan pengiriman tersebut menimbulkan banyak sekali dampak atau akibat yang ditimbulkan, baik dari sisi internal perusahaan maupun eksternal perusahaan. Dampak internal bagi perusahaan sebagai berikut: (1) Kesalahan pengiriman barang menyebabkan harus dilakukannya pengiriman ulang ke pelanggan.; (2) Kesalahan pengiriman barang menyebabkan biaya tambahan untuk re-shipment ini.; (3) Kesalahan pengiriman barang menyebabkan pihak gudang memerlukan tambahan waktu untuk rearrangement, melakukan loading on truck/containers dan unloading barang retur yang salah.; (4) Kesalahan pengiriman barang menyebabkan pihak shipping departement harus mencari lagi trucking/ekspedisi untuk mengirim ulang dan menarik barang yang salah tersebut.; (5) Kesalahan pengiriman barang menyebabkan pihak sales/bagian penjualan harus menginformasikan ulang skejul pengiriman kembali barang yang sesuai ke pelanggan. Dampak eksternal bagi perusahaan sebagai berikut: (1) Kesalahan pengiriman barang menyebabkan lead time delivery tidak dapat terpenuhi, khususnya customer project.; (2) Kesalahan pengiriman barang menyebabkan tingkat kepercayaan konsumen terutama toko dan sub-dealer menjadi berkurang dikarenakan seringnya kejadian seperti ini. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Banyaknya keluhan dari bagian penjualan maupun pelanggan bahwa gudang seringkali melakukan kesalahan dalam pengiriman barang.; (2) Kesalahan bisa berupa salah kuantiti, salah tipe, salah lot-shade, salah surface, aksesoris sanitary tidak lengkap dan sebagainya.; (3) Dampak yang ditimbulkan dari kesalahan pengiriman barang ini yaitu tingkat kepercayaan customer berkurang terhadap kebenaran barang kita kirim serta lead time delivery tidak terpenuhi, khususnya pelanggan project.; (4) Dampak lainnya yaitu harus kirim ulang ke konsumen barang yang benar, keluar biaya lagi untuk pengiriman, cancellation invoice dan faktur pajak dan sebagainya. Berdasarkan latar belakang dan fenomena diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kesalahan pengiriman barang dari gudang ini bisa seringkali terjadi dan hal ini bisa dirumuskan melalui beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: (1) Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan terjadinya kesalahan pengiriman barang dari gudang ?; (2) Dari beberapa faktor diatas, faktor manakah yang paling dominan yang menyebabkan terjadinya kesalahan pengiriman barang dari gudang?; (3) Bagaimanakah solusi dan rekomendasi yang tepat untuk perusahaan setelah mengetahui akar permasalahan dalam terjadinya kesalahan pengiriman barang dari gudang? Kerangka Pemikiran. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat disajikan dalam Gambar 1.
84
Hendrawan 82 - 93
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Analisa : 1. Five Whys Analysis 2. Fishbone Analysis
Data :
Teori :
Primer Wawancara dengan divisi terkait. Sekunder Hasil komplain dari shipping departement dan sales selama 6 (enam) bulan.
Mjn pergud dan lay out Analisa akar masalah Teknik bertanya 5 Whys Fishbone Diagram
Hasil : Analisa dari akar masalah penyebab salah kirim barang dari gudang
Gambar 1. Kerangka Pemikiran HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasakan Tabel 1. berikut, dapat dilihat bahwa beberapa kali kesalahan kirim barang dari gudang diantaranya yaitu barang yang dikirim jumlahnya kelebihan atau kekurangan (tidak sesuai dengan kuantiti di Surat Jalan) serta ada beberapa yang salah item code dan surfacea. Faktor-faktor Penyebab Kesalahan Pengiriman Barang. Kita bisa meng-identifikasikan faktor-faktor yang menyebabkan kesalahan pengiriman barang dari gudang (Harsono, 2008), dengan pengelompokan sebagai berikut: (1) Kesalahan pengiriman barang yang disebabkan oleh Faktor Manusia (manpower/karyawan/staff gudang).; (2) Kesalahan pengiriman barang yang disebabkan oleh Faktor Metode (method/standart operating procedure/SOP).; (3) Kesalahan pengiriman barang yang disebabkan oleh Faktor Material (variansi product).; (4) Kesalahan pengiriman barang yang disebabkan oleh Faktor Media (lingkungan kerja, waktu kerja, lay-out).; (5) Kesalahan pengiriman barang yang disebabkan oleh Faktor Manajemen (supporting mananagement/soft skill training). Diantara ke-5 faktor utama yang menyebabkan kesalahan pengiriman barang tersebut diatas, kita bisa cari tahu masing-masing penyebab (cause) dan alasan (reason), dengan menggunakan teknik bertanya sebanyak 5 kali yang disebut Five Whys atau 5 WHYS (Gasperz, 2000).
85
Hendrawan 82 - 93
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Tabel 1. Data Perincian Frekuensi Kesalahan Kirim Barang dari Gudang
Sumber: Dokumen PT. NCSI
Five Whys Analysis. Faktor Manpower. Masalah utama: Barang yang dikirim jumlahnya tidak sesuai dengan surat jalan (terkadang kelebihan dan ada kalanya kekurangan), yang intinya adalah salah kirim barang juga. (1) Mengapa bisa salah kirim ? Karena tally checker tidak teliti‟ (2) Mengapa tidak teliti ? Karena fisiknya kelelahan dan kecapekan; (3) Mengapa kecapekan ? Karena kurang tidur atau kurang istirahat; (4) Mengapa kurang isirahat ? Karena malam sebelumnya bekerja lembur; (5) Mengapa sampai harus kerja lembur ? Karena order dari sales terlalu sore. Sampai dengan tahap ini, dapat diperoleh kesimpulan sementara bahwa ada suatu prosedur yang tidak berjalan dengan semestinya, yaitu tidak adanya cut-off time terima order, dari bagian sales support ke bagian shipping/distribution sehingga order di terima gudang terlambat, yang menyebabkan staff gudang harus kerja sampai lembur sehingga menyebabkan kelelahan secara fisik. Hal ini terkait erat dan masuk dalam kategori Faktor Metode. Ada kalanya untuk case-case tertentu biasanya dengan dalih urgent dari sales minta dikirim keesokan harinya, order diterima sore hari dan minta barang harus dikirim besok paginya, sehingga terkadang bagian gudang harus lembur mempersiapkan barangnya supaya bisa dikirim ke-esokan paginya.
86
Hendrawan 82 - 93
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Dengan teknik bertanya yang lain, dapat disampaikan sebagai berikut: (1) Mengapa bisa salah kirim barang ? Karena staff gudang kurang terampil.; (2) Mengapa staff gudang kurang terampil ? Karena kurangnya pengetahuan.; (3) Mengapa kurang pengetahuan ? Karena tidak ada pelatihan khusus orang gudang dari manajemen. Sampai dengan tahap ini, dapat diperoleh kesimpulan sementara bahwa analisa penyebab kesalahan kirim barang ini dikarenakan kurangnya keterlibatan dari pihak Manajemen untuk memberikan pelatihan mengenai product knowledge dan pelatihan lainnya yang mendukung operasional sehari-hari di lapangan. Hal ini terkait erat dan masuk dalam kategori Faktor Manajemen. Faktor Metode. Masalah utama: Barang yang dikirim terutama sanitary/WC banyak yang kurang aksesoris dan kelengkapannya, serta beberapa ada yang cacat produksi yang intinya adalah salah kirim barang juga. (1) Mengapa barang tidak lengkap dikirim ke customer ? Karena staff gudang tidak mempunyai waktu untuk mengecek isi kardus satu per satu.; (2) Mengapa tidak mempunyai waktu untuk mengecek isi kardusnya ? Karena barang disiapkan pagi itu juga disaat trucking sudah menunggu.; (3) Mengapa baru disiapkan di hari yang sama ? Karena jika disiapkan sehari sebelumnya akan menyebabkan overtime.; (4) Mengapa harus overtime ? Karena jam kerja hanya ada 1 shift, yaitu jam 08.00-17.00 WIB sedangkan order diterima setelah jam 16.00 WIB.; (5) Mengapa cuma dibuat 1 shift di gudang NCSI ? Karena manpower terbatas.; (6) Mengapa tidak mengusulkan penambahan manpower ? Karena tidak adanya budget penambahan karyawan. Sampai dengan tahap ini, dapat diperoleh kesimpulan sementara bahwa kesalahan pengiriman barang terjadi karena tidak adanya standart operating procedure (SOP) yang jelas dan yang terukur. Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor kesalahan pengirirman barang bisa disebabkan oleh akar masalah sebagai berikut: (1) Jam kerja hanya 1 (satu) shift.; (2) Manpower terbatas; (3) Budget tahunan tidak ada spare. Untuk merubah jam kerja menjadi 2 shift diperlukan penambahan manpower dan ini memerlukan keterlibatan dari sisi HR untuk menghitung berapa head count yang ada di departemen tersebut dan disesuaikan dengan budget tahunan, sedang Manager Gudang membuat perhitungan produktifitas manpower setiap bulan untuk pengajuan penambahan manpower tersebut ke manajemen guna menghindari overtime dan mengurangi kesalahan kirim barang. Hal ini masuk dalam kategori Faktor Metode dan Faktor Manajemen. Faktor Material. Masalah utama: Barang yang dikirim ke customer banyak yang tidak sesuai antara surat jalan dengan fisiknya, terutama di variansi ukuran misal di surat jalan minta ukuran 30 x 60 cm yang dikirim ukuran 15 x 60 cm, atau mintanya warna putih yang dikirim warna hitam, yang intinya adalah salah kirim barang juga. (1) Mengapa dapat barang yang dikirim tidak sesuai ? Karena tally checker gudang tidak secara detil memperhatikan kode di surat jalan.; (2) Mengapa tidak di cek secara detil ? Karena begitu banyaknya variansi quantity produk, variansi lot-shade, variansi ukuran dan variansi surface dan jumlahnya banyak.; (3) Mengapa jumlah yang banyak eceran berada dalam satu surat jalan ? Karena barang akan dipakai buat promosi, ke masing-masing toko atau dealer dan dibagikan ke seluruh Indonesia.; (4) Mengapa barang yang jumlahnya eceran
87
Hendrawan 82 - 93
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
tersebut, tidak di cek terlebih dahulu ? Karena permintaan mendadak dari sales atau bagian promosi.; (5) Mengapa permintaan mendadak dari bagian promosi ? Karena tidak adanya SOP permintaan barang. Sampai dengan tahap ini, dapat diperoleh kesimpulan sementara bahwa kesalahan pengiriman barang terjadi karena banyaknya variansi produk, maka diperlukan manajemen pengaturan pengambilan barang untuk keperluan promosi. Sebagai contoh, misal dalam satu nomer Surat Jalan/DO ada sebanyak 33 lembar dengan jumlah item sebanyak 100 item barang dan jumlahnya masing-masing 1 (satu) dus, maka diperlukan beberapa hari sebelumnya bagi gudang untuk mempersiapkan barangnya. Hal ini termasuk kategori Faktor Metode. Faktor Media. Masalah utama: Barang yang dikirim ke customer banyak yang tidak sesuai antara surat jalan dengan fisiknya, terutama di item code-lot shading, di surat jalan minta tipe Ester GMA07 lot R1123A3M3 sedang fisik yang dikirim adalah Carolina GMA02 lot R1123A3M3, yang intinya adalah salah kirim barang juga. 1. Mengapa hal ini bisa terjadi ? Karena helper gudang yang ambil barang dari lokasi tidak teliti. 2. Mengapa helper tidak teliti waktu pengambilan barang dari lokasi ? Karena lokasi penempatan barang tersebut terletak di gudang paling belakang, yang kondisi penerangannya temaram, sehingga pandangan mata helper terganggu. 3. Mengapa bisa begitu, apakah ada alasan yang lain lagi ? Karena selain temaram, kondisi sebagian atap bocor sehingga menyebabkan kardus keramik beberapa ada yang basah dan rusak sehingga tulisan/marking item di kardus hilang serta samar sehingga helper banyak yang ragu-ragu serta asal ambil saja barangnya. Sampai dengan tahap ini, dapat diperoleh kesimpulan sementara bahwa lay-out lokasi penempatan barang perlu ditinjau ulang. Sedangkan dari sisi lay-out pengaturan 1 pintu saja untuk transfer in dan 1 pintu lain lagi untuk transfer out, untuk lebih memudahkan tally checker dan supervisor dalam mengontrol keluar masuknya barang. Hal ini masuk kategori faktor Media/Lingkungan/Environment. Faktor Manajemen. Masalah utama: Barang yang dikirim tipenya tidak sesuai antara fisik dengan surat jalan, di surat jalan yang diminta permukaan (surface) keramik yang halus, dikirimnya permukaan (surface) keramik yang kasar, yang intinya adalah salah kirim barang juga. (1) Mengapa bisa salah kirim barang ? Karena tally checker tidak mengecek tulisan marking di kardus dan tidak cek di Surat Jalan.; (2) Mengapa tidak di cek ? Karena order diterima oleh gudang terlalu sore.; (3) Mengapa order diterima telat, tetap saja barang minta dikirim keesokan harinya ? Karena adanya keputusan tidak tepat dari manajemen tentang prosedur pengiriman barang.; (4) Mengapa bisa keputusan dari manajemen tidak tepat ? Karena adanya ke-berpihak-an terhadap customer tertentu.; (5) Mengapa bisa berpihak ke salah satu customer ? Karena tidak adanya aturan baku tentang pengecualian order. Sampai dengan tahap ini, dapat diperoleh kesimpulan sementara bahwa tidak adanya aturan yang baku tentang pengecualian order bisa membuat gudang melakukan kesalahan dalam pengiriman barang. Hal ini masuk kedalam kategori Faktor Manajemen.
88
Hendrawan 82 - 93
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Pemetaan Fishbone Diagram. Dalam teknik bertanya 5 whys hasil yang diperoleh adalah saling berhubungan dan keterkaitan antara satu dengan yang lain, misalkan kita tetapkan faktor manpower maka jika diurutkan satu persatu dengan beberapa pertanyaan akan bersinergi dengan faktor lain seperti faktor metode, media, manajemen dan lain sebagainya. Dengan melakukan analisa dan diagnosa untuk mengidentifikasi faktor faktor yang menyebabkan kesalahan pengiriman barang dari gudang,, maka dari hasil analisa dan beberapa wawancara dengan metode 5 Whys diatas, dapat di petakan hasilnya kedalam diagram fishbone seperti gambar 2 di bawah ini. Dari Gambar 2. dibawah ini, terlihat bahwa kejadian salah kirim barang yang disebabkan oleh beberapa faktor 5 M mempunyai kesimpulan dan hasil akhir yang kesemuanya (paling dominan) disebabkan oleh Faktor Metode / SOP.
Gambar 2. Pemetaan Diagram Fishbone Salah Kirim Barang Sumber: diolah penulis Faktor Paling Dominan Penyebab Kesalahan Pengiriman Brg dari Gudang. Dari hasil wawancara dengan menggunakan Teknik Five Whys diatas, dapat diperoleh hasil sebagai berikut: (1) Untuk Faktor Manpower, setelah dilakukan hasil wawancara yang berkaitan dengan hal ini, hasil akhirnya di sebabkan oleh Faktor Metode dan Faktor Manajemen.; (2) Untuk Faktor Method, setelah dilakukan hasil wawancara yang berkaitan dengan hal ini, hasil akhirnya di sebabkan oleh Faktor Metode dan Faktor Manajemen.; (3)
89
Hendrawan 82 - 93
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Untuk Faktor Materials, setelah dilakukan hasil wawancara yang berkaitan dengan hal ini, hasil akhirnya di sebabkan oleh Faktor Metode.; (4) Untuk Faktor Media/Lingkungan/Environment, setelah dilakukan hasil wawancara yang berkaitan dengan hal ini, hasil akhirnya di sebabkan oleh Faktor Media dan Faktor Manajemen.; (5) Untuk Faktor Management, setelah dilakukan hasil wawancara yang berkaitan dengan hal ini, hasil akhirnya di sebabkan oleh Faktor Metode. Oleh sebab itu, dari beberapa macam diatas dapat ditentukan bahwa Faktor yang Paling Dominan dalam penyebab terjadinya kesalahan pengiriman barang dari gudang yaitu Faktor Metode. Upaya Perbaikan Kesalahan Pengiriman Barang. Dari banyak faktor diatas yang menyebabkan kesalahan pengiriman barang dari gudang, maka bisa diberikan beberapa alternatif solusi untuk mengurangi masalah tersebut diatas sebagai berikut: 1. Mereview semua proses bisnis internal perusahaan. Dari departemen penjualan, sales support, shipping dan warehouse department semua saling keterkaitan, sejak menerima order dari customer, pengecekan stock availability, pemesananan ekspedisi atau trucking dan proses penyiapan barang sebelum dikirim ke customer. 2. Memberikan 2 alternatif untuk meng-absorp schedulle delivery. Untuk bisa mengabsorp schedulle delivery sehari-hari, maka diperlukan 2 (dua) alternatif yang harus dilakukan diantaranya sebagai berikut: (a) Memberikan overtime kepada personil gudang atau jam kerja dibuat menjadi 2 shift.; (b) Jika jam kerja dibuat menjadi 2 shift, maka akan ada penambahan anpower. 3. Merubah prosedur pengambilan barang khusus sample atau promosi dari H-1 menjadi H-2 atau H-3 untuk memberikan ruang bagi bagian gudang dalam mempersiapkan segala sesuatunya. 4. Perbaiki kondisi fisik, sarana dan prasarana gudang. Dengan melihat kondisi fisik bangunan atau gudang, baik sarana dan prasarana, maka perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut: (a) Terutama atap yang bocor supaya tidak mengakibatkan kondisi kardus rusak, basah, sobek, tinta marking di kardus hilang atau samar sehingga mengakibatkan helper gudang kesulitan dalam membaca kode barang di box sehingga salah ambil.; (b) Tambahkan penerangan yang maksimal supaya untuk beberapa gudang yang kondisinya dibelakang dan gelap, kondisi barang dan tulisan di marking bisa terlihat dengan maksimal.; (c) Desain lay-out gudang secara maksimal, buat jalur transfer in dan transfer out dalam satu pintu, untuk lebih mempermudah pengawasan keluar masuknya barang, merubah komposisi pengaturan penempatan barang dengan teori FIFO dan LIFO. 5. Keterlibatan dari manajemen guna memberikan pelatihan dan terus menerus terutama tentang Product Knowledge beserta update-nya, tidak hanya kepada sales and marketing tapi juga kepada staff gudang atau back office. Dari beberapa analisa faktor penyebab kesalahan pengiriman diatas serta faktor mana saja yang paling dominan yang menyebabkannya, dapat diketahui bahwa Faktor Metode memiliki peran yang cukup besar sebagai penyebab utama timbulnya kesalahan pengiriman barang, sedangkan untuk Faktor Manajemen menempati urutan berikutnya, sebagai faktor yang paling dominan yang menyebabkan kesalahan pengiriman barang dari gudang ini bisa terjadi.
90
Hendrawan 82 - 93
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Adapun dari Tabel 2 berikut ini bisa diketahui beberapa faktor yang menyebabkan kesalahan pengiriman barang dari gudang beserta rekomendasi atau upaya perbaikan yang wajib dilakukan oleh perusahaan untuk setidaknya meminimalisasi terjadinya kesalahan pengiriman barang dari gudang dengan berdasarkan unsur 5 W + 1 H yaitu Why, What, Who, When, Where dan How yang kesemuanya diuraikan satu per satu dalam Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Upaya Perbaikan bagi Manajemen berdasarkan Unsur 5 W (Why, What, Who, When and Where) + 1 H (How.)
Sumber: diolah penulis
91
Hendrawan 82 - 93
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
PENUTUP Kesimpulan. Pertama. Setelah diidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan kesalahan pengiriman barang dari gudang PT. NCSI diketahui dan disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut: faktor manpower (manusia), faktor method (metode), faktor materials (varians product), faktor media (lingkungan kerja) dan faktor management (manajemen perusahaan) atau biasa disebut dengan 5 M dan dari kelima faktor tersebut di atas, bisa diperinci detil dari akar masalahnya berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa departemen terkait dengan menggunakan teknik Five Whys yaitu sebagai berikut: (1) Faktor Manusia, akar permasalahannya yaitu kurang pelatihan dan order masuknya ke gudang terlalu sore.; (2) Faktor Metode, akar permasalahannya yaitu pada jam kerja yang hanya 1 (satu) shift dan keterbatasan manpower gudang.; (3) Faktor Material, akar permasalahannya yaitu pada jumlah varians dan banyaknya barang serta tidak adanya SOP permintaan.; (4) Faktor Media, akar permasalahannya yaitu pada penerangan yang kurang terang dan atap yang bocor sehingga menyebabkan marking di kardus di rusak, serta lay-out tidak cocok.; (5) Faktor Manajemen, akar permasalahannya yaitu tidak adanya aturan baku tentang pengecualian order. Kedua. Penyebab utama dari terjadinya salah pengiriman barang dari gudang adalah sangat komplek dan kalau dibuatkan urutan berdasarkan faktor yang paling dominan yaitu: Faktor Metode. Tidak menutup kemungkinan dari masing-masing faktor diatas saling keterkaitan antara yang satu dengan yang lain, misalkan faktor manusia atau tingkat ketelitian dari staff yang ada di lapangan, terkait juga oleh faktor metode yaitu prosedur pengiriman barang dari gudang serta faktor material yaitu variasi jenis produk yang dimiliki oleh perusahaan tersebut serta faktor manajemen perusahaan yang mau tidak mau juga turut ambil bagian dalam menciptakan suatu proses terjadinya kesalahan pengiriman barang. Ketiga. Adapun usulan atau upaya perbaikan yang wajib dilakukan oleh perusahaan yaitu mengenai perubahan jam kerja karyawan gudang, membuatkan SOP yang baku, merubah komposisi lay out penempatan barang, merubah pola pengiriman barang promosi dari H-1 menjadi H-3 dan me-review internal bisnis proses perusahaan serta untuk faktor manajemen diperlukan turun tangan secara langsung dari level top-management untuk menganalisa bisnis proses dan dari Human Resources-Training Department memberikan pelatihan berupa product knowledge. Rekomendasi. Setelah dilakukan penelitian, analisa data dan pengamatan di lapangan serta wawancara dengan beberapa departemen terkait, maka bisa diberikan solusi, usulan dan rekomendasi bagi perusahaan untuk melakukan upaya-upaya perbaikan, dari sisi: 1. Faktor Metode. Rekomendasi yang tepat dan sesuai bagi perusahaan untuk menyelesaikan masalah mengenai pengiriman barang dari faktor metode, diantaranya yaitu: (a) Melakukan review mengenai internal proses, dari terima Purchase Order sampai melakukan pengiriman ke customer.; (b) Membuat batasan cut-off secara sistem, dengan cara menentukan time limit penerimaan order dari sales department.; (c) Membuat SOP mengenai pelaksaaan proses In-Out di gudang, yaitu proses penerimaan barang import, barang transit, barang retur dan proses pengiriman barang kepada customer.; (d) Membuat SOP mengenai pengecekan secara fisik dan kelengkapannya untuk barang jenis sanitary (acsesories and physically check list).; (e) Merubah jam kerja dari 1 shift menjadi 2 shift.; (f) Mengganti prosedur pengiriman
92
Hendrawan 82 - 93
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
barang khusus promosi, yang sebelumnya H-1 menjadi H-2 atau H-3.; (g) Merubah komposisi penyusunan barang serta metode pengambilan barang (Mulcahy, 2004) dari LIFO (Last In First Out) menjadi FIFO (First In First Out). 2. Faktor Manajemen. Rekomendasi yang tepat dan sesuai bagi perusahaan untuk menyelesaikan masalah mengenai pengiriman barang dari faktor manajemen, diantaranya yaitu: (a) Mengesahkan SOP pengiriman barang yang sudah dirancang, dibuat dan disepakati bersama di level manajerial.; (b) Memberikan sosialisasi kepada seluruh karyawan, baik yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung, mengenai standart baku dan prosedur baru tentang proses pengiriman barang agar sampai di customer dengan cepat dan tepat.; (c) Menambah manpower gudang atas rekomendasi dari manager atau kepala gudang.; (d) Menghitung existing head count dan mencocokkannya dengan annually budget yang sudah disepakati sebelumnya.; (e) Menyetujui dan mengesahkan perubahan jam kerja dari 1 shift (jam 08.00–17.00) menjadi 2 shift (jam 07.00–15.00 dan jam 15.00– 23.00).; (f) Menyetujui dan mengesahkan prosedur pengambilan barang sampel atau promosi dari H-1 menjadi H-2 atau H-3 sehingga bisa memberikan ruang dan waktu bagi personil gudang untuk menyiapkan barangnya.; (g) Menyetujui, mengesahkan dan memberikan penekanan terhadap para sales and marketing department untuk bisa memprioritaskan penjualan yang barang-barang tipe lama (old stock) disamping barang-barang tipe baru (new product), guna meng-antisipasi banyaknya persediaan barang slow-moving.; (h) Memberikan assignment kepada Human Resources and Training Department untuk melakukan pelatihan kepada personil gudang tentang Product Knowledge, Production and Flow Process, Safety Induction and Warehouse Management System, yang mana pelatihan ini tidak terbatas hanya kepada bagian Sales and Marketing atau back office saja.; (i) Memberikan penilaian dan appraisal terhadap personil gudang setelah dilakukan pelatihan secara intensif dan reguler.; (j) Memberikan bimbingan, arahan dan konseling kepada personil gudang atau tally checker yang melakukan kesalahan dalam pengiriman barang di lapangan.; (k) Memanggil kontraktor guna memperbaiki sarana dan prasarana gudang, seperti menambahkan lampu penerangan di area gudang sehingga tidak temaram di malam hari, menambal atap yang bocor jika musim penghujan serta merapikan lantai yang berlubang dan tidak rata.; (l) Memanggil konsultan sistem untuk me-review penggunaan modul MFG Pro di perusahaan trading seperti PT. NCSI. DAFTAR RUJUKAN Gasperz, Vincent. (2002). Pedoman Implementasi Program Six Siqma terintegrasi dengan ISO 9001: 2000, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Harsono, Ari. (2008). Metode Analisis Akar Masalah dan Solusi. Makara, Sosial Humaniora, Vol. 12, (2), Desember 2008: 72-81 Hartungi, Djufri. (2003). Training Manajemen Pergudangan, C dan G Training Network Mulcahy, David E., (2004). Warehouse Distribution dan Operations Hand Book, Grand Rapids Michigan, Mc Graw Hill Inc.
93
Doerlaksono 94 - 108
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
PENGARUH ORIENTASI PASAR TERHADAP ORIENTASI STRATEGIS ALTERNATIF DAN DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA BISNIS PADA PERUSAHAAN-PERUSAHAAN DI KOTA TANGERANG DAN JAKARTA INDONESIA Johan Doerlaksono Institut Teknologi Surabaya (ITS) E-mail:
[email protected] dan
[email protected] Abstract: The purpose of this study was to research the influence of the market orientation on the alternative strategic orientations and their impact on business performance on companies in the city of Tangerang and Jakarta, Indonesia. Alternative strategic orientations in this study is innovation, learning, entrepreneurial and employee orientations. This research is associative causal relationship to determine a causal relationship between the independent variable, market orientation, intermediate variables, innovation, learning, entrepreneurial and employee orientation, and dependent variable, business performance. This study using the Structural Equation Modeling (SEM).The results of the SEM analysis shows effect of market orientation on innovation, learning, entrepreneurship, employee orientation and direct impact on business performance gives the figure a significant correlation. The effect of learning orientation on business performance gives the figures a moderate correlation. Effect of employee orientation on business performance gives the figure a low correlation . Innovation and entrepreneurial orientation influence on the business performance gives the figure a negative correlation.The researcher recommends that the variables that have significant correlations can be implemented while the variables that have a moderate, low and negative correlation are recommended for future research to improve the questionnaire‟s statements and respondent terms of both quality and quantity. Key words: Market, Performance.
Innovation, Learning, Entrepreneurial,
Employee, Business
Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti pengaruh orientasi pasar terhadap orientasi strategis alternatif dan dampaknya terhadap kinerja bisnis pada perusahaan di Kota Tangerang dan Jakarta, Indonesia. Orientasi strategis Alternatif dalam penelitian ini adalah inovasi, pembelajaran, orientasi kewirausahaan dan karyawan. Penelitian ini merupakan hubungan asosiatif kausal untuk menentukan hubungan sebab akibat antara variabel independen, orientasi pasar, variabel perantara, inovasi, pembelajaran, orientasi kewirausahaan dan karyawan, dan variabel dependen, kinerja bisnis. Penelitian ini menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) .The hasil analisis SEM menunjukkan pengaruh orientasi pasar terhadap inovasi, pembelajaran, kewirausahaan, orientasi karyawan dan berdampak langsung pada kinerja bisnis memberikan angka korelasi yang signifikan. Pengaruh orientasi pada kinerja bisnis belajar memberikan angka korelasi yang moderat. Pengaruh orientasi karyawan terhadap kinerja bisnis memberikan angka korelasi yang rendah. Inovasi dan
94
Doerlaksono 94 - 108
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
kewirausahaan orientasi berpengaruh terhadap kinerja bisnis menghasilkan angka seorang peneliti correlation.The negatif merekomendasikan bahwa variabel yang memiliki korelasi yang signifikan dapat diimplementasikan sedangkan variabel yang memiliki korelasi sedang, rendah dan negatif yang direkomendasikan untuk penelitian masa depan untuk meningkatkan kuesioner ini pernyataan dan persyaratan responden baik kualitas dan kuantitas. Kata kunci: Pasar, Inovasi, Belajar, Wirausaha, Karyawan, Kinerja Bisnis. PENDAHULUAN Kondisi rugi atau pailitnya perusahaan adalah suatu kondisi yang tidak diinginkan dan menyangkut nasib semua orang yang terlibat baik didalam perusahaan maupun diluar perusahaan. Menurut TEMPO.CO tertanggal 9 Nopember 2011, Dinas Perindustrian dan Koperasi Pemerintah Kota Tangerang menerima laporan penutupan pabrik, baik industri kecil, menengah, maupun besar. Sepanjang tiga tahun terakhir dari 2010, 2011 dan 2011 ada 13 pabrik yang tutup dengan alasan pailit. Data dari Tribunnews.com tertanggal 27 Januari 2013 menyebutkan bahwa di dalam aturan penangguhan upah buruh, menyatakan audit keuangan perusahaan harus menyatakan bahwa perusahaan harus menyatakan rugi 2 tahun. Sampai saat ini sudah ada 908 perusahaan yang meminta penangguhan akibat kenaikan Upah Minimum Propinsi khususnya di DKI Jakarta. Dari 908 perusahaan hanya 47 perusahaan yang dikabulkan. Dari berita tersebut dapat disimpulkan bahwa minimal ada 47 perusahaan di Jakarta yang selama dua tahun dalam kondisi rugi. Karena tidak memungkinkan untuk mendapatkan informasi tentang penyebab pailit atau ruginya perusahaan-perusahaan tersebut, penulis melakukan studi literatur tentang penyebab pailit atau ruginya perusahaan. Penemuan dari penelitian menunjukkan bahwa kegagalan bisnis disebabkan oleh beberapa penyebab diantaranya adalah tekanan dari pesaing dan pemain baru, rendahnya sales (Oparanwa, Hamilton, dan Opibi, 2010). Selain itu salah satu penyebab kegagalan bisnis adalah tidak merespon sebagaimana mestinya terhadap perubahan pasar secara cepat (WGdanL Accounting News, 1984). Ini menunjukkan salah satu faktor kegagalan bisnis atau pailit disebabkan karena kurangnya orientasi pasar. Disisi lain kondisi di Indonesia sangat mendukung untuk pertumbuhan Industri. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap relative tinggi sejak tahun 2008 sampai kuartal II 2011. 2005 pertumbuhannya 5,7%, 2006 pertumbuhannya 5,5%, 2007 pertumbuhannya 6,3%, 2008 pertumbuhannya 6,0%, 2009 pertumbuhannya 4,6%, 2010 pertumbuhannya 6,1%, 2011 pertmbuhannya 6,5%, 2011 Q1 pertumbuhannya 6,3% dan 2011 Q2 pertumbuhannya 6,4% (Taufik, 2011, 69). Menurut Kertajaya (2011), pada tahun 2010 golongan penduduk Indonesia golongan menengah mencapai 134 Juta atau 56,5% penduduk Indonesia Penduduk Indonesia golongan menengah ini adalah penduduk yang mempunyai pengeluaran 2 sampai dengan 20 Dolar Amerika per hari dan ini menjadi kekuatan pasar yang nyata di Indonesia. Perusahaan agar bisa bertahan dan berkembang harus mempunyai kinerja bisnis yang bagus. Oleh karena itu perusahaan harus mengetahui variabel-variabel yang
95
Doerlaksono 94 - 108
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
mempunyai pengaruh yang secara signifikan berdampak terhadap kinerja bisnis sehingga dapat menerapkan strategi-strategi yang efektif dan efisien untuk mencapai target kinerja bisnis yang telah ditetapkan. Melihat kondisi ini, peneliti ingin meneliti pengaruh Orientasi Pasar terhadap Orientasi Strategi Alternatif dan dampaknya terhadap Kinerja Bisnis. Dalam kontek Orientasi Pasar, orientasi strategi alternatif yang mempunyai kontribusi terhadap keunggulan bersaing perusahaan adalah Orientasi Inovasi, Orientasi Pembelajaran, Orientasi Kewirausahaan dan Orientasi Karyawan. Obyek yang akan kami teliti adalah industri sedang dan besar yang berada di wilayah Kota Tangerang dan Jakarta. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah pengaruh Orientasi Pasar terhadap Orientasi Inovasi.; (2) Bagaimanakah pengaruh Orientasi Pasar terhadap Orientasi Pembelajaran.; (3) Bagaimanakah pengaruh Orientasi Pasar terhadap Orientasi Kewirausahaan.; (4) Bagaimanakah pengaruh Orientasi Pasar terhadap Orientasi Karyawan.; (5) Bagaimanakah pengaruh Orientasi Inovasi terhadap Kinerja Bisnis.; (6) Bagaimanakah pengaruh Orientasi Pembelajaran terhadap Kinerja Bisnis.; (7) Bagaimanakah pengaruh Orientasi Kewirausahaan terhadap Kinerja Bisnis.; (8) Bagaimanakah pengaruh Orientasi Karyawan terhadap Kinerja Bisnis.; (9) Bagaimanakah pengaruh Orientasi Pasar terhadap Kinerja Bisnis. Kerangka Pemikiran. Kerangka pemikiran untuk penelitian ini seperti ditunjukkan didalam Gambar 1. berikut.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Hipotesis. Hipotesis untuk penelitian ini ada sembilan hipotesis yang diuraikan sebagai berikut: H1 Terdapat pengaruh dari Orientasi Pasar terhadap Orientasi Inovasi. H2 Terdapat pengaruh dari Orientasi Pasar terhadap Orientasi Pembelajaran. H3 Terdapat pengaruh dari Orientasi Pasar terhadap Orientasi Kewirausahaan.
96
Doerlaksono 94 - 108
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
H4 Terdapat pengaruh dari Orientasi Pasar terhadap Orientasi Karyawan. H5 Terdapat pengaruh dari Orientasi Inovasi terhadap Kinerja Bisnis.. H6 Terdapat pengaruh dari Orientasi Pembelajaran terhadap Kinerja Bisnis. H7 Terdapat pengaruh dari Orientasi Kewirausahaan terhadap Kinerja Bisnis. H8 Terdapat pengaruh dari Orientasi Karyawan terhadap Kinerja Bisnis. H9 Terdapat pengaruh dari Orientasi Pasar terhadap Kinerja Bisnis. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini telah terkumpul 72 kuesioner dari 72 perusahaan yang terdiri dari 59 kuesioner melalui email dan 13 kuesioner hardcopy langsung. Setiap perusahaan diwakili oleh satu orang responden. Adapun karakteristik responden adalah seperti pada table 1. di bawah. Dari 72 responden yang ada, dari karakteristik jenis kelamin yang terbanyak adalah pria yaitu sebanyak 60 responden (83,3%). Dari karakteristik pendidikan yang terbanyak adalah responden berpendidikan S1 sebanyak 51 responden (70,8%), dan urutan kedua adalah responden berpendidikan S2/S3 yaitu 16 responden (22,2%). Dari karakteristik Jabatan yang terbanyak adalah responden yang mempunyai jabatan manajer/staf yaitu 56 responden (77,8%), sedangkan urutan kedua adalah pemilik perusahaan dengan jumlah 8 responden. Dari karakteristik bentuk usaha, yang terbanyak adalah dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT) yaitu berjumlah 58 (80.6%) perusahaan. Dari karakteristik jumlah pegawai yang terbanyak adalah perusahaan yang mempunyai pegawai lebih besar dari 99 orang (>99) yaitu memiliki pegawai 50 orang (69,4%) dan sisanya 22 perusahaan (30,6%) adalah perusahaan yang mempunyai pegawai antara 20 – 99 orang. Karakteristik menurut lokasi perusahaan yang terbanyak adalah perusahaan yang berlokasi di Jakarta yaitu 49 perusahaan (68,1%) dan sisanya berlokasi di Tangerang yaitu berjumlah 23 perusahaan (31,9%). Tabel 1. Karakteristik Responden DESKRIPSI Jenis Kelamin: Pria Wanita Total Pendidikan: SMU Diploma S1 S2/S3 Total Jabatan: Pemilik
JUMLAH
%
60 12 72
83.3 16.7 100.0
2 3 51 16 72
2.8 4.2 70.8 22.2 100.0
8
11.1
97
Doerlaksono 94 - 108
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
DESKRIPSI Direktur Manajer/Staf Lainnya Total Bentuk Usaha: Perseroan Terbatas Lainnya Total Jumlah Pegawai : 20 - 90 >90 Total Lokasi: Tangerang Jakarta Total
JUMLAH 6 56 2 72
% 8.3 77.8 2.8 100.0
58
80.6 19.4
14 72
100.0
22 50 72
30.6 69.4 100.0
23 49 72
31.9 68.1 100.0
Sumber: diolah penulis Analisis Hubungan. Di dalam analisa hubungan indikator dengan konstruk masih digunakan notasi yang ada didalam AMOS diantarannya untuk arah panah untuk indikator berlawanan arah dengan arah anak panah konvensional. Nama indikator tidak boleh ada spasi dan disingkat menjadi 2 atau 3 suku kata. Analisis Hubungan Indikator dengan Konstruk. Variabel Kinerja Bisnis. Hubungan antara indikator-indikator untuk Variabel Kinerja Bisnis ditunjukkan dalam Tabel 2. Tabel 2. Analisis Hubungan Indikator dengan Konstruk Kinerja Bisnis Hubungan Untung <--- KinerjaBisnis
Estimates
Kriteria
0.635
PertumbuhanPenjualan <--KinerjaBisnis
0.809
KepuasanPelanggan <--KinerjaBisnis
0.675
ProdukBaru <--- KinerjaBisnis
0.769
Hasil Bagian dr Konstruk
sebuah indikator bagian dari konstruknya jika factor loadingnya ≥ 0.5
Bagian dr Konstruk Bagian dr Konstruk Bagian dr Konstruk
Sumber: data diolah
98
Doerlaksono 94 - 108
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Dari Tabel 2. keempat indikator yaitu untung, pertumbuhan penjualan, kepuasan pelanggan dan produk baru yang sukses nilai factor loading lebih besar dari 0,5 dan dapat disimpulkan semua indikator adalah bagian dari konstruk Kinerja Bisnis. Variabel Orientasi Pasar. Hubungan antara indikator-indikator untuk Variabel Orientasi Pasar ditunjukkan dalam Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 9 indikator untuk orientasi pasar ada 8 indikator yaitu “Kontribusi Nilai Pelanggan”, “Informasi Ke Fungsi”, “Pelayanan Purna Jua”, “Mengukur Kepuasan Pelanggan”, “Tujuan Kepuasan Pelanggan”, “Kebutuhan Pelanggan”, “Nilai Pelanggan”, “Komitmen Pelanggan” mempunyai nilai factor loading lebih besar dari 0,5 dan dapat disimpulkan 8 indikator adalah bagian dari konstruk orientasi pasar. Sedangkan indikator “Membagi Informasi Pesaing” mempunyai nilai 0.473 dimana nilai ini mendekati 0,5 dan dianggap masih bagian dari konstruk. Tabel 3. Analisis Hubungan Indikator dengan Konstruk Orientasi Pasar Hubungan
Estimates
KontribusiNilaiPelanggan <--- OrientasiPasar
0.634
InformasiKeFungsi <--- OrientasiPasar
0.694
MembagiInformasiPesaing <--- OrientasiPasar
0.473
PelayananPurnaJual <--- OrientasiPasar
0.635
MengukurKepuasanPelanggan <--OrientasiPasar
0.717
TujuanKepuasanPelanggan <--- OrientasiPasar
0.743
KebutuhanPelanggan <--- OrientasiPasar
0.600
NilaiPelanggan <--- OrientasiPasar
0.720
KomitmenPelanggan <--- OrientasiPasar
0.685
Kriteria
sebuah indikator bagian dari konstruknya jika factor loadingnya ≥ 0.5
Hasil Bagian dr Konstruk Bagian dr Konstruk Bagian dr Konstruk Bagian dr Konstruk Bagian dr Konstruk Bagian dr Konstruk Bagian dr Konstruk Bagian dr Konstruk Bagian dr Konstruk
Sumber: data diolah Variabel Orientasi Inovasi. Hubungan antara indikator-indikator untuk Variabel Orientasi Pasar ditunjukkan dalam Tabel 4. Tabel 4. Analisis Hubungan Indikator dengan Konstruk Orientasi Inovasi Hubungan KeinovasianManajemen <--OrientasiInovasi
Estimates
Kriteria
Hasil
0.732
sebuah indikator
Bagian dr Konstruk
99
Doerlaksono 94 - 108
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
KeinovasianLayanan <--OrientasiInovasi
0.629
KemampuanBerinovasi <--OrientasiInovasi
0.715
bagian dari konstruknya jika faktor loadingnya ≥ 0.5
Bagian dr Konstruk Bagian dr Konstruk
Sumber: data diolah Dari Tabel 4 ada 3 dijelaskan bahwa indikator untuk variabel orientasi inovasi yaitu “KeinovasianManajemen”, “KeinovasianLayanan” dan “KemampuanBerinovasi”. Semua indikator mempunyai nilai factor loading lebih besar dari 0,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga indikator tersebut merupakan bagian dari konstruk orientasi inovasi. Hubungan antara indikator-indikator untuk Variabel Orientasi Pembelajaran ditunjukkan dalam Tabel 5. Tabel 5. Analisis Hubungan Indikator dengan Konstruk Orientasi Pembelajaran Hubungan KomitmenBelajar <--OrientasiPembelajaran VisiPosisiArah <--OrientasiPembelajaran VisiDikomunikasikan <--OrientasiPembelajaran PikiranTerbuka <--OrientasiPembelajaran
Estimates 0.830 0.879 0.817 0.693
Kriteria sebuah indikator bagian dari konstruknya jika factor loadingnya ≥ 0.5
Hasil Bagian dr Konstruk Bagian dr Konstruk Bagian dr Konstruk Bagian dr Konstruk
Sumber: data diolah Dari Tabel 5 ada 4 indikator untuk variabel orientasi pembelajaran yaitu “KomitmenBelajar”, “VisiPosisiArah”, VisiDikomunikasikan dan “PikiranTerbuka”. Semua indikator mempunyai nilai factor loading lebih besar dari 0,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga indikator tersebut merupakan bagian dari konstruk orientasi inovasi. Hubungan antara indikator-indikator untuk Variabel Orientasi Kewirausahaan ditunjukkan dalam Tabel 6. Tabel 6. Analisis Hubungan Indikator dengan Konstruk Orientasi Kewirausahaan Hubungan Proaktif <--OrientasiKewirausahaan
Estimates
Kriteria
Hasil
0.597
sebuah indikator bagian dari konstruknya jika factor loadingnya ≥ 0.5
Bagian dr Konstruk
PengambilanResiko <--OrientasiKewirausahaan
0.702
Inovasi <--OrientasiKewirausahaan
0.742
Bagian dr Konstruk Bagian dr Konstruk
Sumber: data diolah
100
Doerlaksono 94 - 108
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Dari Tabel 6. ada 3 indikator untuk variabel orientasi inovasi yaitu “Proaktif”, “PengambilanResiko” dan “Inovasi”. Semua indikator mempunyai nilai factor loading lebih besar dari 0,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga indikator tersebut merupakan bagian dari konstruk orientasi inovasi. Variabel Orientasi Karyawan. Hubungan antara indikator-indikator untuk Variabel Orientasi Karyawan ditunjukkan dalam Tabel 7. Tabel 7. Analisis Hubungan Indikator dengan Konstruk Orientasi Karyawan Hubungan
Estimates
Kriteria
Hasil
PendelegasianTanggungJawab <--OrientasiKaryawan
0.750
Bagian dr Konstruk
InvestasiPengembanganKaryawan <--OrientasiKaryawan
0.633
PengambilanKeputusanDesentralisasi <-- OrientasiKaryawan
0.472
sebuah indikator bagian dari konstruknya jika factor loadingnya ≥ 0.5
Bagian dr Konstruk Bagian dr Konstruk
Sumber: data diolah Dari Tabel 7 ada 3 indikator untuk variabel orientasi karyawan, dimana ada 2 indikator “PendelegasianTanggungJawab” dan “InvestasiPengembanganKaryawan” mempunyai nilai loading factor lebih besar dari 0,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua indikator tersebut merupakan bagian dari konstruk orientasi karyawan. Ada 1 indikator yaitu “PengambilanKeputusanDesentralisasi” yang mempunyai nilai 0,472 dimana nilai ini sangat dekat dengan 0,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa indikator “Pengambilan Keputusan Desentralisasi” masih bagian dari variabel orientasi karyawan. Analisis Hubungan Antar Konstruk Tabel 8. Analisis Ada Tidaknya Hubungan Konstruk (Variabel) Estimate
S.E.
C.R.
P
Evaluasi (Ada hubungan yang nyata jika P < 0.05)
OrientasiInovasi <--OrientasiPasar
0.9510
0.179
5.306
***
*** menunjukkan angka P adalah 0.0000. Ada hubungan yg nyata.
OrientasiPembelajaran <-- OrientasiPasar
0.8980
0.139
6.466
***
*** menunjukkan angka P adalah 0.0000. Ada hubungan yg nyata.
101
Doerlaksono 94 - 108
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Estimate
S.E.
C.R.
P
Evaluasi (Ada hubungan yang nyata jika P < 0.05)
OrientasiKaryawan <--OrientasiPasar
0.7100
0.163
4.355
***
*** menunjukkan angka P adalah 0.0000. Ada hubungan yg nyata.
OrientasiKewirausahaan <--- OrientasiPasar
0.7260
0.17
4.267
***
*** menunjukkan angka P adalah 0.0000. Ada hubungan yg nyata.
KinerjaBisnis <--OrientasiPembelajaran
0.3910
0.199
1.967
0.049 Ada hubungan yg nyata.
KinerjaBisnis <--OrientasiKewirausahaan
-0.4770
0.318
-1.499
0.134
Tidak ada hubungan yg nyata (Signifikan)
KinerjaBisnis <--OrientasiKaryawan
0.2400
0.211
1.137
0.255
Tidak ada hubungan yg nyata (Signifikan)
KinerjaBisnis <--OrientasiInovasi
-0.6150
1.094
-0.562
0.574
Tidak ada hubungan yg nyata (Signifikan)
KinerjaBisnis <--OrientasiPasar
1.0930
1.159
0.943
0.346
Tidak ada hubungan yg nyata (Signifikan)
Sumber: data diolah Hubungan antar konstruk / variabel hasil dari analisa SEM menggunakan AMOS adalah seperti ditunjukkan dalam Tabel 8. Nilai P digunakan untuk menentukan apakah ada hubungan antar konstruk atau tidak. Hubungan Orientasi Pasar Terhadap Orientasi Inovasi. Tabel 8. menunjukkan bahwa simbol *** untuk angka P adalah mempunyai nilai 0.0000, nilai ini lebih kecil dari pada 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Ada hubungan yg nyata Orientasi pasar terhadap orientasi inovasi. Tabel 9. menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi pasar terhadap orientasi inovasi adalah 0.962. Angka korelasi ini lebih besar dari 0,5 dan hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi pasar dan orientasi inovasi sangat erat (signifikan). Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H1 “Ada pengaruh Orientasi Pasar terhadap Orientasi Inovasi” diterima. Dengan kata lain orientasi pasar suatu perusahaan akan signifikan menentukan orientasi inovasi perusahaan tersebut. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Grinstein. Hubungan Orientasi Pasar Terhadap Orientasi Pembelajaran. Tabel 8. menunjukkan bahwa simbol *** untuk angka P adalah mempunyai nilai 0.0000, nilai ini lebih kecil dari pada 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Ada hubungan yg nyata (signifikan) orientasi pasar terhadap orientasi pembelajaran.
102
Doerlaksono 94 - 108
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Tabel 9. Analisis Erat Tidaknya Hubungan Konstruk (Variabel) Hubungan OrientasiInovasi <--OrientasiPasar OrientasiPembelajaran <--OrientasiPasar OrientasiKaryawan <--OrientasiPasar OrientasiKewirausahaan <--OrientasiPasar KinerjaBisnis <--OrientasiPembelajaran KinerjaBisnis <--OrientasiKewirausahaan KinerjaBisnis <--OrientasiKaryawan KinerjaBisnis <--OrientasiInovasi KinerjaBisnis <--OrientasiPasar
Estimates (Angka Korelasi)
Kriteria
Hasil
0.962
Positip Signifikan
0.838
Positip Signifikan
0.752
Positip Signifikan
0.858 0.425 -0.410 0.230
Di atas 0,5 dijadikan acuan adanya keeratan antara dua variabel
Positip Signifikan Positip tidak Signifikan Negatip Tidak Signifikan Positip tidak Signifikan
-0.617
Negatip Signifikan
1.109
Positip Signifikan
Sumber: data diolah Tabel 9. menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi pasar terhadap orientasi pembelajaran adalah 0.838. Angka korelasi ini lebih besar dari 0,5 dan hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi pasar dan orientasi pembelajaran sangat erat. Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H2 “Ada pengaruh Orientasi Pasar terhadap Orientasi Pembelajaran” diterima. Dengan kata lain orientasi pasar suatu perusahaan akan sangat menentukan orientasi pembelajaran perusahaan tersebut. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Grinstein. Hubungan Orientasi Pasar Terhadap Orientasi Kewirausahaan. Tabel 8. menunjukkan bahwa simbol *** untuk angka P adalah mempunyai nilai 0.0000. nilai ini lebih kecil dari pada 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yg nyata (signifikan) orientasi pasar terhadap orientasi kewirausahaan. Tabel 9. menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi pasar terhadap orientasi kewirausahaan adalah 0.858. Angka korelasi ini lebih besar dari 0,5 dan hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi pasar dan orientasi pembelajaran sangat erat. Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H3 “Ada pengaruh Orientasi Pasar terhadap Orientasi Kewirausahaan” diterima. Dengan kata lain orientasi pasar suatu perusahaan akan signifikan menentukan orientasi kewirausahaan perusahaan tersebut. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Grinstein. Hubungan Orientasi Pasar Terhadap Orientasi Karyawan. Tabel 8. menunjukkan bahwa simbol *** untuk angka P adalah mempunyai nilai 0.0000. nilai ini lebih kecil dari
103
Doerlaksono 94 - 108
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
pada 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yg nyata (signifikan) orientasi pasar terhadap orientasi karyawan. Tabel 9. menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi pasar terhadap orientasi karyawan adalah 0.752. Angka korelasi ini lebih besar dari 0,5 dan hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi pasar dan orientasi karyawan sangat erat. Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H4 “Ada pengaruh Orientasi Pasar terhadap Orientasi Karyawan” diterima. Dengan kata lain orientasi pasar suatu perusahaan akan sangat menentukan orientasi karyawan perusahaan tersebut. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Grinstein. Hubungan Orientasi Inovasi Terhadap Kinerja Bisnis. Tabel 8. menunjukkan bahwa angka P adalah mempunyai nilai 0.574. Nilai P ini lebih besar dari pada 0,05 dan dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan orientasi inovasi terhadap kinerja bisnis. Tabel 9. menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi inovasi terhadap kinerja bisnis adalah -0.617. Angka korelasi ini negatif dan hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi inovasi dan kinerja bisnis sangat erat dan mempunyai efek negatif. Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H5 “Ada pengaruh Orientasi Inovasi terhadap Kinerja Bisnis”, ditolak. Dengan kata lain “Ada pengaruh negatip Orientasi Inovasi terhadap Kinerja Bisnis” atau naiknya nilai orientasi inovasi suatu perusahaan akan menyebabkan turunnya kinerja bisnis pada perusahaan tersebut. Kondisi ini tidak sesusai dengan penelitian sebelumnya. Hal ini bisa disebabkan karena waktu respon yang diperlukan mulai munculnya ide inovasi, pelaksanaan dan hasil berupa kinerja bisnis yang cukup lama atau kemampuan untuk mengimplementasikan ide inovasi yang masih rendah. Hasil ini akan dijadikan rekomendasi untuk penelitian yang akan datang. Hubungan Orientasi Pembelajaran Terhadap Kinerja Bisnis. Dari Tabel 8. menunjukkan bahwa angka P adalah 0.049, nilai P ini lebih kecil dari pada 0,05 dan dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang nyata orientasi pembelajaran terhadap kinerja bisnis. Dari Tabel 9 menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi pembelajaran terhadap kinerja bisnis adalah 0.425. Angka korelasi ini lebih kecil dari 0,5 dan hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi pembelajaran dan kinerja bisnis adalah sedang. Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H6 “Ada pengaruh Orientasi Pembelajaran terhadap Kinerja Bisnis”, diterima tetapi hubungannya sedang. Dengan kata lain orientasi pembelajaran suatu perusahaan akan tidak signifikan (sedang) menentukan kinerja bisnis perusahaan tersebut. Kondisi ini akan dijadikan rekomendasi untuk penelitian yang akan datang. Hasil ini masih sesuai dengan hasil penelitian terdahulu. Hubungan Orientasi Kewirausahaan Terhadap Kinerja Bisnis. Dari Tabel 8 menunjukkan bahwa angka P adalah 0.134, nilai P ini lebih besar dari pada 0,05 dan dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata (lemah) orientasi kewirausahaan terhadap kinerja bisnis.
104
Doerlaksono 94 - 108
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Dari Tabel 9 menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi kewirausahaan terhadap kinerja bisnis adalah -0.410. Angka korelasi ini negatip dan hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi kewirausahaan dan kinerja bisnis tidak erat dan mempunyai efek negatif. Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H7 “Ada pengaruh Orientasi Inovasi terhadap Kinerja Bisnis” ditolak. Dengan kata lain “Ada pengaruh negatip Orientasi Kewirausahaan terhadap Kinerja Bisnis secara tidak signifikan” atau naiknya nilai orientasi inovasi suatu perusahaan akan sangat menyebabkan turunnya kinerja bisnis yang tidak signifikan pada perusahaan tersebut. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Oscar et. al. Kondisi ini dapat disebabkan karena waktu respon yang dibutuhkan antara mulainya aktivitas kewirausahaan dan hasil nyata kinerja bisnis membutuhkan waktu yang cukup lama. Kondisi ini akan dijadikan rekomendasi untuk penelitian yang akan datang. Hubungan Orientasi Karyawan Terhadap Kinerja Bisnis. Dari Tabel 8. menunjukkan bahwa angka P adalah 0.255, nilai P ini lebih besar dari pada 0,05 dan dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan orientasi karyawan terhadap kinerja bisnis. Dari Tabel 9 menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi karyawan terhadap kinerja bisnis adalah 0.230. Angka korelasi ini lebih kecil dari 0,5 dan hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi karyawan dan kinerja bisnis kurang erat (lemah). Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H8 “Ada pengaruh Orientasi Karyawan terhadap Kinerja Bisnis” diterima tetapi lemah atau kurang signifikan. Dengan kata lain orientasi karyawan suatu perusahaan akan tidak signifikan menentukan kinerja bisnis perusahaan tersebut. Kondisi ini akan dijadikan rekomendasi untuk penelitian yang akan datang. Hubungan Orientasi Pasar Terhadap Kinerja Bisnis. Dari Tabel 8 menunjukkan bahwa angka P adalah 0.346, nilai ini P ini lebih besar dari pada 0,05 dan dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan orientasi pasar terhadap kinerja bisnis. Dari Tabel 9 menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi pasar terhadap kinerja bisnis adalah 1.109. Angka korelasi ini lebih besar dari 0,5 dan hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi pasar dan kinerja sangat erat. Angka korelasi lebih besar dari 1 ini dianggap bahwa hubungan sempurna antara orientasi pasar terhadap kinerja bisnis. Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H9 “Ada pengaruh Orientasi Pasar terhadap Kinerja Bisnis” diterima. Dengan kata lain orientasi pasar suatu perusahaan akan signifikan menentukan kinerja Bisnis perusahaan tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Oscar, Javier dan Pablo. PENUTUP Kesimpulan. Dari hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: (1) Terdapat pengaruh yang kuat dan positip dari Orientasi Pasar terhadap Orientasi Inovasi.; (2) Terdapat pengaruh yang kuat dan positip dari Orientasi Pasar terhadap Orientasi Pembelajaran.; (3) Terdapat pengaruh yang kuat dan positip dari Orientasi Pasar terhadap Orientasi Kewirausahaan.; (4) Terdapat pengaruh yang kuat dan
105
Doerlaksono 94 - 108
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
positip dari Orientasi Pasar terhadap Orientasi Karyawan.; (5) Terdapat pengaruh yang kuat dan negatip dari Orientasi Inovasi terhadap Kinerja Bisnis.; (6) Terdapat pengaruh yang sedang dan positip dari Orientasi Pembelajaran terhadap Kinerja Bisnis.; (7) Terdapat pengaruh yang sedang dan negatip dari Orientasi Kewirausahaan terhadap Kinerja Bisnis.; (8) Terdapat pengaruh yang lemah dan positip dari Orientasi Karyawan terhadap Kinerja Bisnis.; (9) Terdapat pengaruh yang kuat dan positip dari Orientasi Pasar terhadap Kinerja Bisnis. Rekomendasi. Pertama. Untuk perusahaan industri sedang dan besar dapat mempertimbangkan untuk menerapkan strategi yang hubungan antar variabel mempunyai pengaruh yang kuat karena strategi orientasi tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan. Kedua. Untuk penelitian yang akan dilakukan pada masa yang akan datang disarankan untuk mengalisa dan memperbaiki pernyataan atau responden baik jumlah maupun kualitasnya untuk variabel yang mempunyai pengaruh sedang, lemah dan negatip. DAFTAR RUJUKAN Assauri, Sofjan, (2011). Strategic Marketing, Sustaining Lifetime Customer Value, Rajawali Pers, Jakarta. Baker dan Sinkula, (1999). Learning Orientation, Market Orientation, and Innovation: Integrating and Extending Models of Organizational Performance, Journal of Market, p. 295. BPS Provinsi DKI Jakarta, (2011). Jakarta Dalam Angka 2011, BPS Provinsi DKI Jakarta, Jakarta. Damanpour, F. (1991). Organizational Innovation: A Meta-Analysis of Effects of Determinants and Moderators, Academy of Management Journal, Vol. 34 (3). Dimitriades, (2006). Customer Satisfaction, Loyalty and Commitment in Service Organization, Some Evidence From Greece, Management Research News Vol. 29 (12), 2006, pp. 782-80 Fritz, (1996). Market Orientation and Corporate Success: Finding from Germany, European Journal of Marketing, Vol. 30 (8), p 59-74. Gatignon, H dan Xuereb, J.M. (1997). Strategic Orientation of The Firm and New Product Performance, Journal of marketing Research, Vol 34, p. 77-90. Grawe, Chen, dan Daugherty, (2009). The Reationship Between Strategic Orientation, Service Innovation, and Performance, International Journal of Physical Distribution and Logistics Management, Vol 39 (4), 2009, pp 282 – 300. Gima dan Ko, (2001). An Empirical Investigation of the Effect of Market Orientation and Entrepreneurship Orientation Alignment on Product Innovation, Organization Science, Vol. 12, p. 54 – 74. Grinstein Amir, (2008). The relationships between market orientation and alternative strategic orientations, European Journal of Marketing Vol 42 No. ½, pp. 115-134. Kertajaya, Hermawan, (2011). Indonesia Middle Class: The Real Market Power, Marketer Diner Seminar April 2011, Mark Plus, Inc., Jakarta.
106
Doerlaksono 94 - 108
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Huan, J., Kim, N. dan Srivastava, R., (1998). Market Orientation and Organizational Performance Is Innovation Missing Link ?, Journal of Marketing, Vol 34, No. ¾, p 30-45. Hameed dan Waheed, (2011). Employee Development and Its Affect on Employee Performance, A Conceptual Framework, International Journal of Business and Social Science Vol. 2 (13), [Special Issue - July 2011] Hongming, Changyong dan Chunhui, (2007). Relationships among market orientation, learning orientation, organizational innovation and organizational performance: An empirical study in the Pearl River Delta region of China, Guanli Shijie, Management World, 2006, (2): 80–94, 143. Hult dan Ketchen, (2001). Does Market Orientation Matter ? A Test of The Relationship Between Positional Advantage and Performance, Strategic Management Journal, Vol. 22, p. 899-906. Jogiyanto, (2011). Konsep dan Aplikasi Structural Equation Modelling (SEM) Berbasis Varian Dalam Penelitian Bisnis, STIM YKPN Yogyakarta. Kohli dan Jaworski, (1990). Market Orientation: The Construct, Research Propositions, and Mangerial Implications, Journal of Marketing Vol. 54., pp. 1-18. Kotler dan Keller, (2009). Marketing Management,13th edition, Pearson Education Inc., New Jersey Lin, Peng, dan Kao, (2008). The Innovativeness Effect of Market Orientation and Learning Orientation on Business Performance, International Journal of Man Power, Emerald Publishing Limited Marquardt, (2002). Building The Learning Organization, Davis-Black Publishing, Palo Alto. Malhotra, (1993). Marketing Research, 5th Edition, Pearson Education, New Jersey. Narver dan Slater, 1990. The effect of a Market Orientation on Business Profitability, Journal of Marketing 54, 4, pp. 20-35. Narver dan Slater, (1995). Market Orientation and the Learning Organization, Journal of Marketing 59, 3, pp. 63-74. Oparanma, Hamilton dan Opibi, (2010). Diagnosis of the Causes of Business Failures: A Nigerian Experience, International Journal of Management and Innovation, Volume 2 Issue 1. Oscar, Javier dan Pablo, (2009). Role of Entrepreneurship and Market Orientation in Firms‟ Success, European Journal of Marketing Vol. 43 No. ¾, pp. 500 – 522. Pfeffer, J. dan Veiga, J., (1999). Putting People First for Organizational Success, The Academy of Management Executives, Vol. 13 (2), p. 37-48. Raaij dan Stoelhorst, (2008). The Implementation of a Market Orientation, A Review and Integration of The Contributions to Date, European Journal of Marketing Vol 42 No.11/12 pp1265-1293. Santoso, Singgih, (2011). Analisa SEM Menggunakan AMOS, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Senge, (1990). The Fifth Discipline, The Art Practice of The Learning Organization, Bantam Doubleday Publishing, New York.
107
Doerlaksono 94 - 108
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Sarjono, Haryadi dan Julianita, Winda, (2011). SPSS Vs LISREL: Sebuah Pengantar, Aplikasi Untuk Riset, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Sekaran, 2006. Research Methode for Business, Edisi 4. Buku 2. Jakarta, Penerbit Salemba. Supramono dan Jony Oktavian Haryanto, 2005. Desain Proposal Penelitian Studi Pemasaran, Penerbit Andi, Yogyakarta. Taufik, (2011). Rising Middle Class in Indonesia, Penerbit Gramedia, Jakarta Tjiptono, Chandra dan Adriana, (2008). Pemasaran Strategik, Edisi 1, Penerbit Andi, Yogyakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah. WGdanL Accounting News, (1984). Why Companies Go Bankrupt, WGdanL Accounting News 4. 1 (Winter 1984): 25. Zhang dan Duan, (2010). The Impact of Different Types of Market Orientation on Product Innovation Performance, Evidence From Chinese Manufacturers, Management Decision, Vol 48 (6), 2010, pp. 849-867.
108
Hendrayani 109 - 120
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
PENGARUH KOMITMEN DAN JOB INSECURITY TERHADAP INTENSI TURNOVER PADA OPERATOR GARUDA CALL CENTER Dinar Hendrayani PT. Garuda Indonesia E-mail:
[email protected] Abstract: Every Company wants its employees have the ability to high productivity in work. This is an ideal desire for profit-oriented companies, because how can a company make a profit if it is filled in by people who are not productive. However, sometimes companies are not able to distinguish which employees are productive and which are not productive. Garuda Call Centre operators are contracted to work for one year under the Employment Services Provider Company, and after it had conducted an evaluation to determine whether the employees in question will resume contract or the contract may be terminated. This kind of employment contract system was influential on the level of turnover. Result of research can be said a significant influence Commitment (X1) of the Turnover Intention (Y) with most dominant in dimension of faith in the management wishes to move, the correlation value is 0.849, there is a significant effect of Job Insecurity (X2) on Turnover Intention (Y) with most dominant in dimension of the threat of job loss itself wishes desire and commitment to move (X1), the correlation value is 0.829, and Job Insecurity (X2) are jointly significance influence on Turnover Intention (Y). Keywords: Commitment, Job Insecurity, Turnover Intention Abstrak: Setiap Perusahaan menginginkan karyawan memiliki kemampuan untuk produktivitas yang tinggi dalam pekerjaan. Ini adalah keinginan yang ideal bagi perusahaan yang berorientasi profit, karena bagaimana bisa sebuah perusahaan membuat keuntungan jika diisi oleh orang-orang yang tidak produktif. Namun, terkadang perusahaan tidak mampu membedakan mana karyawan produktif dan yang tidak produktif. Garuda Call Centre operator dikontrak untuk bekerja selama satu tahun di bawah Employment Services Provider Perusahaan, dan setelah itu dilakukan evaluasi untuk menentukan apakah karyawan tersebut akan melanjutkan kontrak atau kontrak dapat dihentikan. Jenis sistem kontrak kerja berpengaruh pada tingkat turnover. Hasil penelitian dapat dikatakan Komitmen berpengaruh signifikan (X1) dari Niat Omset (Y) dengan yang paling dominan dalam dimensi iman dalam manajemen ingin bergerak, nilai korelasi adalah 0,849, ada pengaruh yang signifikan dari Job Insecurity (X2 ) dari Turnover Intention (Y) dengan paling dominan dalam dimensi ancaman kehilangan pekerjaan itu sendiri ingin keinginan dan komitmen untuk bergerak (X1), nilai korelasi adalah 0,829, dan job Insecurity (X2) secara bersama-sama signifikan berpengaruh terhadap Turnover Intention (Y ). Kata kunci: Komitmen, Job Insecurity, Perputaran Niat
109
Hendrayani 109 - 120
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
PENDAHULUAN Setiap perusahaan ingin karyawannya memiliki kemampuan produktivitas yang tinggi dalam bekerja. Ini merupakan keinginan yang ideal bagi perusahaan yang berorientasi pada keuntungan semata sebab bagaimana mungkin perusahaan memperoleh keuntungan apabila di dalamnya diisi oleh orang-orang yang tidak produktif. Akan tetapi, terkadang perusahaan tidak mampu membedakan mana karyawan yang produktif dan mana yang tidak produktif. Hal ini disebabkan perusahaan kurang memiliki sense of business yang menganggap karyawan sebagai investasi yang akan memberikan keuntungan. Perusahaan lebih terfokus pada upaya pencapaian target produksi dan keinginan menjadi pemimpin pasar. Akibatnya, perusahaan menjadikan karyawan tak ubahnya seperti mesin. Ironisnya lagi mesin tersebut tidak dirawat atau diperlakukan dengan baik. Perusahaan lupa kalau karyawan adalah investasi dari profit itu sendiri yang perlu dipelihara agar tetap dapat berproduksi dengan baik. Tingkat Turnover yang tinggi akan menimbulkan dampak negatif bagi organisasi, hal ini seperti menciptakan ketidakstabilan dan ketidakpastian terhadap kondisi tenaga kerja dan peningkatan biaya sumber daya manusia yakni yang berupa biaya pelatihan yang sudah diinvestasikan pada karyawan sampai biaya rekrutmen dan pelatihan kembali. Turnover yang tinggi juga mengakibatkan organisasi tidak efektif karena perusahaan kehilangan karyawan yang berpengalaman dan perlu melatih kembali karyawan baru. Tingkat Turnover karyawan yang tinggi merupakan ukuran yang sering digunakan sebagai indikasi adanya masalah yang mendasar pada organisasi. Turnover karyawan dapat menelan biaya yang tinggi, oleh karena itu organisasi perlu menguranginya sampai pada tingkat-tingkat yang dapat diterima. Namun demikian, mempertahankan tingkat perputaran sebesar nol adalah tidak realistis dan bahkan tidak dikehendaki. Dalam dunia kerja, komitmen seseorang terhadap organisasi atau perusahaan seringkali menjadi isu yang sangat penting. Begitu pentingnya hal tersebut, sampai-sampai beberapa organisasi berani memasukkan unsur komitmen sebagai salah satu syarat untuk memegang suatu jabatan atau posisi yang ditawarkan dalam iklan-iklan lowongan pekerjaan. Sayangnya meskipun hal ini sudah sangat umum namun tidak jarang pengusaha maupun pegawai masih belum memahami arti komitmen secara sungguh-sungguh. Padahal pemahaman tersebut sangatlah penting agar tercipta kondisi kerja yang kondusif sehingga perusahaan dapat berjalan secara efisien dan efektif. Selain faktor komitmen, terdapat faktor lain yang makin menggejala di dunia kerja atau industri yakni, makin meningkatnya Job Insecurity yang dialami karyawan. Adanya berbagai perubahan yang terjadi dalam perusahaan, karyawan sangat mungkin merasa terancam, gelisah, dan tidak aman karena potensi perubahan untuk mempengaruhi kondisi kerja dan kelanjutan hubungan serta balas jasa yang diterimanya dari perusahaan. Karyawan mengalami rasa tidak aman yang makin meningkat karena ketidakstabilan terhadap status kepegawaian mereka dan tingkat pendapatan yang makin tidak bisa diramalkan, akibatnya intensi Turnover cenderung meningkat. Garuda Call Center dibentuk atas tuntutan untuk memberikan pelayanan reservasi yang cepat, tepat dan teliti. Garuda Call Center berdiri atas desakan pemakai jasa untuk dapat menghubungi Garuda secara cepat tanpa harus menunggu lama. Selain itu, tingginya tingkat Abandon Call (telepon yang terabaikan) yang terjadi di setiap Local Reservation
110
Hendrayani 109 - 120
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
merupakan salah satu alasan utama PT. Garuda Indonesia untuk membuat suatu call center sebagai sarana pelayanan penumpang melalui telepon. Operator Garuda Call Center ini dikontrak untuk bekerja selama satu tahun dibawah Perusahaan Penyedia Jasa Tenaga Kerja. dan setelah itu baru dilakukan evaluasi untuk memutuskan apakah karyawan yang bersangkutan akan dilanjutkan kembali kontraknya atau akan diputuskan kontraknya. Sampai bulan April tahun 2011 ini jumlah karyawan kontrak mencapai 200 orang. Sistem kontrak kerja semacam ini ternyata berpengaruh pada tingkat Turnover. Ditemukan kenyataan bahwa angka pegawai yang mengundurkan diri dari perusahaan tersebut dalam 3 (tiga) tahun ini mengalami peningkatan. Sistem kontrak kerja semacam ini ternyata berpengaruh pada tingkat Turnover. Ditemukan kenyataan bahwa angka pegawai yang mengundurkan diri dari perusahaan tersebut dalam 3 (tiga) tahun ini mengalami peningkatan. Gambar 1.1 Data Karyawan yang Mengundurkan Diri Periode 2010 – 2012
Jumlah
Data Pegawai yang Mengundurkan Diri 350 300 250 200 150 100 50 0
Jan
Feb Mar Apr Mei
Jun
Jul
Agu Sep st
Okt Nop Des
TOT AL
BULAN Tahun 2010
3
9
11
19
12
13
11
17
17
14
14
15
155
Tahun 2011
15
33
31
15
35
25
24
28
25
20
32
34
317
Tahun 2012
20
18
26
31
20
23
24
35
24
34
25
45
325
Sumber : Garuda Call Center
Gambar 1. Data Karyawan yang Mengundurkan Diri periode 2010-2012 Sumber: Garuda Call Center Pihak HRD menghadapi permasalahan dari tingginya Turnover, dikarenakan tingginya biaya untul rekrutmen dan pelatihan bagi operator baru. Dengan dasar pemikiran tersebut maksud dan tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh komitmen dan Job Insecurity terhadap intensi Turnover pada operator Garuda Call Center dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan perusahaan. Komitmen. Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan komitmen sebagai suatu keadaan dimana seorang individu memihak organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keangotaannya dalam organisasi. Menurut Martin dan Nicholss (dalam Amstrong, 2004), ada 3 pilar besar dalam komitmen. Ketiga pilar itu meliputi: (1) Adanya perasaan menjadi bagian dari organisasi; (2) Adanya ketertarikan atau kegairahan terhadap pekerjaan (a sense of excitement in the job); (3) Adanya keyakinan terhadap manajemen. Green dan Baron (dalam Maharani, 2005) mengemukakan, komitmen merupakan sikap yang merefleksikan derajat seorang individu diidentikan dan terlibat dengan organisasi serta tidak berkeinginan untuk meninggalkan organisasi. Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi tercakup unsur loyalitas terhadap organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan, dan
111
Hendrayani 109 - 120
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
identifikasi terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. Rendahnya komitmen mencerminkan kurangnya tanggung jawab seseorang dalam menjalankan tugasnya. Mempersoalkan komitmen sama dengan mempersoalkan tanggung jawab, dengan demikian, ukuran komitmen seorang pimpinan yang dalam hal ini adalah kepala sekolah adalah terkait dengan pendelegasian wewenang (empowerment). Dalam konsep ini pimpinan dihadapkan pada komitmen untuk mempercayakan tugas dan tanggung jawab ke bawahan. Para karyawan yang memiliki komitmen efektif yang kuat akan tetap tinggal bersama organisasi dikarenakan mereka ingin tinggal (because the wan to). Para karyawan yang memiliki komitmen kontiyu yang kuat dikarenakan mereka harus tinggal bersama organisasi. Job Insecurity. Greenhalgh dan Rosenblatt (dalam Suwandi dan Indriartoro, 2003) mendefinisikan job insecurity sebagai ketidakberdayaan untuk mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam kondisi kerja yang terancam. Komponen yang mengakibatkan timbulnya job insecurity menurut Grennhalgh dan Rosenblatt adalah: (a) Tingkat ancaman yang dirasakan karyawan mengenai aspek-aspek pekerjaan seperti kemungkinan untuk mendapat promosi, mempertahankan tingkat upah yang sekarang, atau memperoleh kenaikan upah. Individu yang menilai aspek kerja tertentu yang terancam (terdapat kemungkinan aspek kerja tersebut akan hilang) akan lebih gelisah dan merasa tidak berdaya; (b) Arti pekerjaan itu bagi individu. Seberapa pentingnya aspek kerja tersebut bagi individu mempengaruhi tingkat insecure atau rasa tidak amannya.; (c) Tingkat ancaman kemungkinan terjadinya peristiwa-peristiwa yang secara negatif mempengaruhi keseluruhan kerja individu, misalnya dipecat atau dipindahkan ke kantor cabang yang lain.; (d) Tingkat kepentingan yang dirasakan individu mengenai potensi setiap peristiwa tersebut. Komponen kalimat dalam konstruk job insecurity adalah ketidakberdayaan (powerlesness) yang dirasakan individu Menurut Mobley (dalam Muchinsky, 2001) tentang employee turnover, terdapat hubungan antara kepuasan dan berhenti bekerja. Hubungan itu dimulai dari adanya pikiran untuk berhenti bekerja (thinking of quitting), usaha-usaha untuk mencari pekerjaan baru, berintensi untuk berhenti bekerja atau tetap bertahan dan yang terakhir adalah memutuskan untuk berhenti bekerja. Diantaranya yaitu: (1) kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya sendiri.; (2) Keinginan berpindah mengacu pada hasil evaluasi individu mengenai kelanjutan hubungannya dengan organisasi dan belum diwujudkan dalam tindakan pasti meninggalkan organisasi. Perasaan tidak puas akan memicu rencana untuk berhenti bekerja, yang kemudian akan mengarahkan pada usaha mencari pekerjaan baru. Namun model Mobley yang membahas mengenai turnover ini harus memperhatikan setting ekonomi yang sedang terjadi. Jika perekonomian dalam kondisi baik sehingga pengangguran rendah, maka karyawan akan lebih mempermasalahkan kepuasan kerja dibanding jika perekonomian buruk dan pengangguran melimpah. Model Mobley dapat dipakai untuk menunjukkan bahwa kognisi dan perilaku dapat menjebatani kepuasan akan pekerjaan dan tindakan berhenti bekerja. Kepuasan adalah determinan dari turnover, namun konteks ekonomi harus diperhatikan. Kepuasan akan menjadi prediktor dari turnover, jika kondisi ekonomi dalam keadaan baik. Jika kondisi perekonomian kurang menguntungkan, akan berpengaruh terhadap jumlah pengangguran
112
Hendrayani 109 - 120
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
yang melimpah. Turnover mengarah pada kenyataan akhir yang dihadapi organisasi berupa jumlah karyawan yang meninggalkan organisasi pada periode tertentu, sedangkan keinginan berpindah mengacu pada hasil evaluasi individu mengenai kelanjutan hubungannya dengan organisasi dan belum diwujudkan dalam tindakan pasti meninggalkan organisasi. Kerangka Pemikiran. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka rerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini yang menggambarkan kualitas persiapan dan efektivitas pelaksanaan kontrak pengadaan barang dapat disajikan dalam gambar berikut: H1 Komitmen
H3
Intensi Turnover
H2 Job Insecurity
Gambar 1. Kerangka Penelitian
Berdasarkan rerangka pemikiran di atas, ingin diketahui pengaruh komitmen dan Job Insecurity terhadap intensi Turnover pada operator Garuda Call Center. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: (a) Komitment berpengaruh terhadap intensi Turnover pada Operator Garuda Call Center.; (b) Job Insecurity berpengaruh terhadap intensi Turnover pada Operator Garuda Call Center.; (c) Komitment dan Job Insecurity secara bersama-sama berpengaruh terhadap intensi Turnover pada Operator Garuda Call Center. METODE Penelitian ini menggunakan penelitian eksplanatif kuantitatif yang sifatnya penjelasan/eksplanatif, yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan suatu variabel dengan variabel lain untuk menguji suatu hipotesis. Tujuan pemilihan metode ini karena peneliti ingin menjelaskan hubungan antara variabel komitmen dan job insecurity terhadap intensi turnover melalui uji hipotesis. Objek penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Operator Garuda Call Center Jakarta. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode sampel jenuh, yaitu seluruh operator ganda call center. Hal ini disebabkan jumlah responden yang akan diteliti jumlahnya hanya sedikit, yaitu sebanyak 102 orang.
113
Hendrayani 109 - 120
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Teknik pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner atau angket dan dokumentasi. Disamping itu peneliti juga mencatat data-data mengenai profil perusahaan, struktur organisasi, dan data karyawan. Skala pengukuran dengan menggunakan Skala Likert sebagai pengukur. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok tentang kejadian atau gejala sosial (Ridwan dan Kuncoro, 2008). Pengujian diolah dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) 19.0 for window. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Hipotesis. Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk membuktikan apakah hipotesis dalam penelitian ini diterima atau ditolak melalui analisis regresi linier sederhana. Dalam analisis regresi linier sederhana ini yang ingin diketahui adalah koefisien determinasi dan koefisien regresinya serta hasil uji-F dan uji-t. Koefisien Determinasi. Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui persentase pengaruh variable independen terhadap perubahan variable dependen. Dari hasil pengolahan data dengan program SPSS diperoleh hasil perhitungan R Square berikut: Tabel 1. Koefisien Determinasi Model Summaryb Model 1
R
R Square .872a
.760
Adjusted R Square .755
Std. Error of the Estimate 3.26849
a. Predictors: (Contant), Job Insecurity (X2), Komitmen (X1) b. Dependent Variable: Intensi Turnover (Y) Sumber: data diolah KD = R2 × 100% = (0,872)2 × 100% = 76,0% Dengan demikian, maka diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 76,0% yang menunjukkan arti bahwa Komitmen (X1) dan Job Insecurity (X2) memberikan pengaruh simultan (bersama-sama) sebesar 76,0% terhadap Intensi Turnover (Y). Sedangkan sisanya sebesar 24,0% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diamati di dalam penelitian ini. Untuk mengetahui persentase pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap Intensi Turnover (Y), maka digunakan rumus Koefisien Beta × Zero-order, dengan hasil sebagai berikut. 1. Variabel Komitmen (X1) = 0,556 x 0,860 2. Variabel Job Insecurity (X2)= 0,335 × 0,839
= 0,4782 = 0,2811
= 47,82% = 28,11%
Dari hasil uji individu diatas diketahui bahwa variabel Komitmen (X1) terhadap variabel Intensi Turnover (Y) memiliki pengaruh sebesar 0,4782 atau 47,82% dan variabel Job Insecurity (X2) terhadap variabel Intensi Turnover (Y) memiliki pengaruh sebesar 0,2811 atau 28,11%.
114
Hendrayani 109 - 120
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Tabel 2. Pengaruh Komitmen dan Job Insesurity terhadap Intensi Turnover Coefficientsa Unstandardized Coefficients B Std. Error Model 1 (Constant) Komitmen (X1) Job Insecurity (X2)
-.367 .227 .351
Standardized Coefficients Beta
1.438 .048 .122
Correlations Zero-order
.556 .335
Partial
Part
.433 .278
.235 .142
.860 .839
a. Dependent Variable: Intensi Turnover (Y) Sumber: data diolah Uji Simultan (Uji F). Hipotesis: H0 : Komitmen (X1) dan Job Insecurity (X2) secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap Intensi Turnover (Y); Ha : Komitmen (X1) dan Job Insecurity (X2) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap Intensi Turnover (Y). Tingkat signifikan (α ) sebesar 5% Kriteria Pengujian: Jika Fhitung ≥ Ftabel, maka H0 ditolak. Jika Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima. Hasil pengujian hipotesis secara simultan adalah sebagai berikut. Tabel 3. Pengujian ipótesis Simultan (Uji-F) ANOVAb Model 1 Regresión Residual Total
Sumo f Squares 3341.491 1057.621 4399.112
df 2 99 101
Mean Square 1670.746 10.683
F 156.392
Sig. .000a
a. Predictors: (Contant), Job Insecurity (X2), Komitmen (X1) b. Dependent Variable: Intensi Turnover (Y) Sumber: data diolah Berdasarkan output di atas diketahui nilai Fhitung sebesar 156,392 dengan p-value (sig) 0,000. Dengan α = 0,05 serta derajat kebebasan v1 = 2 dan v2 = 99 (n-(k+1)), maka di dapat Ftabel 3,088. Dikarenakan nilai Fhitung > Ftabel (156,392 > 3,088) maka H0 ditolak, artinya variabel bebas secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Intensi Turnover (Y). Dari perhitungan diatas diperoleh nilai thitung untuk variabel Komitmen (X1) sebesar 4,773 dan ttabel 1,984. Dikarenakan nilai thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya Komitmen (X1) berpengaruh signifikan terhadap Intensi Turnover (Y). Sedangkan untuk variabel Job Insecurity (X2) sebesar 2,876 dan ttabel 1,984. Dikarenakan nilai thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya Job Insecurity (X2) berpengaruh signifikan terhadap Intensi Turnover (Y).
115
Hendrayani 109 - 120
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Uji Parsial (Uji t). Hasil perhitungan pengujian parsial adalah sebagai berikut: Tabel 4. Pengujian Hipotesis Parsial (Uji-t) Coefficientsa Model 1 (Constant) Komitmen (X1) Job Insecurity (X2)
Unstandardized Coefficients B Std. Error -.367 1.438 .227 .048 .351 .122
Standardized Coefficients Beta .556 .335
t
Sig.
-.255 4.773 2.876
.799 .000 .005
a. Dependent Variable: Intensi Turnover (Y) Sumber: data diolah Sedangkan untuk variabel Job Insecurity (X2) sebesar 2,876 dan ttabel 1,984. Dikarenakan nilai thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya Job Insecurity (X2) berpengaruh signifikan terhadap Intensi Turnover (Y). Analisis Korelasi Pearson Pruduct Moment Tabel 5. Rekapitulasi Analisis Pearson Product Moment
Variabel
Komitmen (X1)
Job Insecurity (X2)
Dimensi
Perasaan menjadi bagian dari organisasi (X1.1) Ketertarikan atau kegairahan terhadap pekerjaan (X1.2) Keyakinan terhadap manajemen (X1.3) Ancaman terhadap hilangnya pekerjaan (the threat of job loss itself) X2.1) Arti pekerjaan bagi individu (X2.2) Tingkat ancaman kemungkinan terjadinya peristiwa-peristiwa yang secara negatif mempengaruhi keseluruhan kerja individu (X2.3) Tingkat kepentingan yang dirasakan individu mengenai potensi setiap peristiwa (X2.4)
Intensi Turnover (Y) Kecenderungan atau Keinginan Pindah Niat Karyawan Mengacu pada Hasil untuk Berhenti dari Evaluasi Individu (Y2) Pekerjaannya secara Sukarela (Y1) 0.799 0.807 0.803
0.825
0.818
0.849
0.825
0.829
0.753
0.739
0.780
0.810
0.767
0.749
Sumber: diolah penulis
116
Hendrayani 109 - 120
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Pembahasan. Dari hasil tabel di muka diperoleh koefisien korelasi antara X1.1 dan y1 sebesar 0,799 termasuk pada kategori hubungan yang kuat yaitu antara 0,600-0,799. Kemudian diperoleh koefisien korelasi antara X1.2 dan Y1 sebesar 0,803. Berdasarkan pedoman intreprestasi Guildford, korelasi sebesar 0,803 termasuk pada kategori hubungan yang sangat kuat yaitu antara 0,800-1,000. Koefisien korelasi antara X1.3 dan Y1 sebesar 0,818, berdasarkan pedoman interprestasi guildford, korelasi sebesar 0,803 termasuk pada kategori hubungan yang sangat kuat yaitu antara 0,800-1,000. Korelasi X1.1 dan Y2 sebesar 8,807, berdasar pedoman interprestasi Guilford, korelasi sebesar 0,807 termasuk pada kategori hubungan yangsangat kuat yaitu antara 0,800-1,000. Koefisien korelasi antara X.1.2 dan Y2 sebesar 0,825. Berdasarkan pedoman interpretasi Guilford, korelasi sebesar 0,825 termasuk pada kategori hubungan yang sangat kuat yaitu antara 0,8001,000. Koefisien korelasi antara X1.3 dan Y2 sebesar 0,849. Berdasarkan pedoman interprestasi Guilford, korelasi sebesar 0,849 termasuk pada kategori hubungan yang sangat kuat yaitu antara 0,800-1,000. Koefisien korelasi antara X2.1 dan Y1 sebesar 0,825. Berdasarkan pedoman interprestasi Guildford, korelasi sebesar 0,825 termasuk pada kategori hubungan yang sangat kuat yaitu antara 0,800-1,000. Koefisien korelasi antara X2.2 dan Y1 sebesar 0,753. Berdasarkan pedoman interprestasi Guilford, korelasi sebesar 0,753 termasuk pada kategori hubungan yang kuat yaitu antara 0,600-0,799. Koefisien korelasi antara X2.3 dan Y1 sebesar 0,780. Berdasarkan pedoman interprestasi Guildford, korelasi sebesar 0,780 termasuk pada kategori hubungan yang kuat yaitu antara 0,6000,799. Koefisien korelasi antara X2.4 dan Y1 sebesar 0,767. Berdasarkan pedoman interprestasi Guildford, korelasi sebesar 0,767 termasuk pada kategori hubungan yang kuat yaitu antara 0,600-0,799. Koefisien korelasi antara X2.1 dan Y2 sebesar 0,829. Berdasarkan pedoman interprestasi Guildford, korelasi sebesar 0,829 termasuk pada kategori hubungan yang kuat yaitu antara 0,600-0,799. Koefisien korelasi antara X2.3 dan Y2 sebesar 0,810. Berdasarkan pedoman interprestasi Guildford, korelasi sebesar 0,810 termasuk pada kategori hubungan yang kuat yaitu antara 0,600-0,799. Koefisien korelasi antara X2.4 dan Y2 sebesar 0,749. Berdasarkan pedokan interprestasi Guildford, korelasi sebesar 0,749 termasuk pada kategori hubungan yang kuat yaitu antara 0,600-0,799. Pengaruh komitmen terhadap intensi turn over. Untuk pengujian hipotesis pertama yaitu mengetahui pengaruh komitmen terhadap intensi turn over dapat dilihat pada tabel 5 dilihat perolehan nilai thitung untuk variabel Komitmen (X1) sebesar 4,773 dan ttabel 1,984. dikarenakan thitung > ttabel maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya Komitmen (X1) berpengaruh signifikan terhadap intensi turnover (Y). Dari hasil pengujian hipotesis pertama yaitu mengetahui Pengaruh Komitmen Terhadap Intensi Turnover perolehan nilai thitung untuk variabel Komitmen (X1) sebesar 4,773 dan ttabel 1,984. Dikarenakan nilai thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya Komitmen (X1) berpengaruh signifikan terhadap Intensi Turnover (Y). Dengan hasil penelitian ini semakin memperkuat studi yang dilakukan oleh Cropanzano (dalam Chiu dan Francesco, 2003) diketahui bahwa individu yang cenderung memiliki emosi positif, memperlihatkan komitmen yang lebih tinggi dan kurang memiliki intensi Turnover. Seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi terhadap organisasi, terlibat sungguh-sungguh dalam pekerjaannya dan ada loyalitas serta afeksi positif terhadap organisasi. Selain itu tampil tingkah laku berusaha kearah tujuan
117
Hendrayani 109 - 120
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
organisasi dan keinginan untuk tetap bergabung dengan organisasi dalam jangka waktu lama. Richard M. Steers (dalam Sri Kuntjoro, 2002) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan (kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi) dan loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang pegawai terhadap organisasinya. Steers berpendapat bahwa komitmen organisasi merupakan kondisi dimana pegawai sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai, dan sasaran organisasinya. Untuk pengujian hipotesis Pengaruh Job Insecurity Terhadap Intensi Turnover perolehan nilai thitung untuk variabel Job Insecurity (X2) sebesar 2,876 dan ttabel 1,984. Dikarenakan nilai thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya Job Insecurity (X2) berpengaruh signifikan terhadap Intensi Turnover (Y). Dengan hasil penelitian ini semakin memperkuat Penelitian yang dilakukan oleh Barling dan Fiksenbaum (2002) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara Job Insecurity dengan intensi Turnover, karena Job Insecurity yang terjadi secara terus menerus akan mempengaruhi kondisi psikologis karyawan. Semakin individu tersebut merasa tidak berdaya menghadapi perubahan, maka akan meningkatkan rasa tidak aman dalam bekerja (insecure) yang jika tidak didapatkan solusi yang memadai dapat menimbulkan efek negatif, baik bagi individu tersebut maupun perusahaan / organisasinya. Peranan Job Insecurity dalam hal ini adalah memunculkan rasa tidak tenang dalam bekerja (insecure), mengancam keberadaan individu atau karyawan yang bersangkutan dan jika berlangsung terus menerus dapat menimbulkan gangguan psikologis. Karena Job Insecurity mencerminkan serangkaian pandangan individu mengenai kemungkinan terjadinya peristiwa negatif pada pekerjaan, maka sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat negatif dan mengakibatkan karyawan berkeinginan untuk mencari pekerjaan baru di perusahaan lain. Berdasarkan output nilai Fhitung > Ftabel (156,392 > 3,088) maka H0 ditolak, artinya variabel bebas secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Intensi Turnover (Y). Peranan komitmen terhadap organisasi berkaitan erat dengan niat atau intensi untuk tetap bertahan, atau dengan kata lain bersikap loyal terhadap organisasi. Jika karyawan memiliki komitmen yang rendah, maka kemungkinan karyawan untuk meninggalkan organisasi semakin tinggi, karena perasaan menjadi anggota organisasi-nya juga rendah, antusiasme dalam bekerja juga makin menipis dan kemungkinan muncul rasa tidak percaya kepada pihak manajemen. Faktor Job Insecurity juga dianggap sebagai determinan dari intensi Turnover, dimana semakin individu tersebut merasa tidak berdaya menghadapi perubahan, maka akan meningkatkan rasa tidak aman dalam bekerja (insecure) yang jika tidak didapatkan solusi yang memadai dapat menimbulkan efek negatif, baik bagi individu tersebut maupun perusahaan / organisasinya. Karyawan yang berada dalam keadaan komitmen yang rendah disertai dengan kekhawatiran terhadap pekerjaannya akan mengakibatkan karyawan tidak nyaman dalam bekerja dan berpikir dan berkeinginan untuk meninggalkan organisasi tempatnya bekerja. Melihat hal tersebut dapat disimpulkan bahwa komitmen dan Job Insecurity secara bersama-sama berpengaruh terhadap intensi Turnover. Korelasi variabel Komitmen (dimensi keyakinan terhadap manajemen) terhadap variable Intensi Turnover (dimensi keinginan pindah mengacu pada hasil evaluasi individu) mempunyai hubungan paling kuat dibandingkan dimensi lainnya, yaitu sebesar
118
Hendrayani 109 - 120
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
0.849. Artinya keinginan karyawan untuk pindah organisasi disebabkan oleh keyakinan terhadap manajemen. Sedangkan korelasi variable Job Insecurity (dimensi ancaman terhadap hilangnya pekerjaan) terhadap variable Intensi Turnover (dimensi keinginan pindah mengacu pada hasil evaluasi individu) mempunyai hubungan paling besar dibandingkan dimensi lainnya, yaitu sebesar 0.829. Artinya keinginan karyawan untuk pindah organisasi disebabkan oleh ancaman terhadap hilangnya pekerjaan. PENUTUP Dari hasil analisa dan pengolahan data pada penelitian tentang “Pengaruh Komitmen dan Job security terhadap intensi Turnover karyawan pada Operator Garuda Call Centre”, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Terdapat pengaruh yang signifikan Komitmen (X1) terhadap Intensi Turnover (Y) dengan dimensi yang paling kuat hubungannya adalah keyakinan terhadap manajemen dengan dimensi keinginan berpindah.; (2) Terdapat pengaruh yang signifikan Job Insecurity (X2) terhadap Intensi Turnover (Y) dengan dimensi yang paling kuat hubungannya adalah ancaman terhadap hilangnya pekerjaan (the threat of job loss itself) dengan dimensi keinginan berpindah.; (3) Komitmen (X1) dan Job Insecurity (X2) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap Intensi Turnover (Y). DAFTAR RUJUKAN Armstrong, Michael. (2004). The Art of HRD: Managing People (Vol 5) . London: Crest Publishing House Allen, N. J. dan Meyer, J. P., (1993). Organizational commitment: Evidence of career stage effects? Journal of Business Research, 26, 49-61 Cahyono, Rachmat Nugroho, (2001). Pengaruh komitmen organisasi dan job insecurity karyawan terhadap intensi turnover. Tesis Pascasarjana, Pengembangan sumber daya manusia Universitas Mercu Buana, Jakarta Chiu, Randy ., Anne Marie Francesco. (2003). Dispositional traits and turnover intention: Examining the mediating role of job satisfaction and affective commitment International Journal of Manpower, 24 (3):284-298 Curtis, Susan, and Dennis Wright, (2001). Retaining Employees - The Fast Track to Commitment, Management Research News, Volume 24 Cut Zurnali, (2010). Learning Organization, Competency, Organizational Commitment, dan Customer Orientation: Knowledge Worker-Kerangka Riset Manajemen Sumberdaya Manusia di Masa Depan, Penerbit Unpad Press, Bandung Greenglass, Esther, Ronald Burke and Lisa Fiksenbaum. (2002). Impact of Restructuring, Job Insecurity and Job Satisfaction in Hospital Nurses Stress News January ,14(1):110 Hadi, S. (2000). Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset Hartley, J., Jacobson, D., Klandermans, B., dan Van Vuuren T. (1991). Job Insecurity: Coping with Jobs at Risk. London: Sage Hasibuan, Malayu S.P., (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, PT. Bumi Aksara
119
Hendrayani 109 - 120
Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013
Kuntjoro, Sri Zainuddin, (2002). Komitmen Organisasi, Salemba Empat, Jakarta Kurniasari. 2005. Pengaruh komitmen organisasi dan job insecurity karyawan terhadap intensi turnover. Tesis Pascasarjana, Pengembangan sumber daya manusia Universitas Airlangga, Surabaya. Maharani, Ardita Eva, (2005). Pengaruh Komitmen Terhadap Kepuasan Kerja Dengan Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu, (2006), Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung Mueller ,John Dwight Kammeyer. (2003). Turnover Processes in a Temporal Context:It’s About Time (online), (www.emeraldinsight.com, diakses 12 Mei 2004) th
Muchinsky, Paul M, (2001). Psychology Applied to Work (4 Edition). New York :Brooks/ Cole Publishing Company Murnighan, K., dan Malhotra, D. (2002). The Effects of Contracts on Interpersonal Trust. Administrative Science Quarterly. Naswall, K., De Witte H. (2003). Who Feels Insecure in Europe? Predicting Job Insecurity from Background Variabels. Economic and Industrial Democracy, 24 (2), 189-215 Probst ,Tahira , Ty Brubaker. (2001). The Effects of Job Insecurity on employee Safety Outcomes: Cross-Sectional and Longitudinal Explorations. Educational Publishing Foundation Robbins SP, dan Judge. (2007). Perilaku Organisasi, Jakarta: Salemba Empat Ruvio, A., dan Rosenblatt, Z. (1999). Job Insecurity among Israeli Schoolteachers Sectoral Profiles and Organizational Implications. Journal of Educational Administration, 37 (2), 139 Smithson, Janet., Suzan Lewis. (2000). Is job insecurity changing the psychological contract? Personnel Review Suwandi,Nur Indriartoro. (2003). Pengujian Model Turnover Pasewark dan Strawser: Studi Empiris pada Lingkungan Akuntansi Publik. Jogyakarta: Universitas Gadjah Mada Sopiah, Andi, (2008). Perilaku Organisasional. Yogyakarta: ANDI
120