HUBUNGAN ANTARA PERILAKU IBU DAN PENGALAMAN KARIES GIGI ANAK USIA 3 TAHUN KE BAWAH (Uji Laboraturium Transmisi Vertikal Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus) Zahra Khairiza Anri, Risqa Rina Darwita, Febriana Setiawati Fakultas Kedokteran Gigi
Abstrak Sebagai pengasuh utama, perilaku ibu mempengaruhi pengalaman karies gigi anak, salah satunya penularan S. mutans dan S. sobrinus. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara perilaku ibu dan pengalaman karies gigi anak batita dengan konfirmasi uji laboraturium. Sampelnya adalah 50 pasang ibu-anak pengunjung Posyandu yang diperiksa giginya dan diukur perilaku ibunya dengan kuesioner, kemudian 15 pasang ibu-anak diambil plak dan salivanya untuk membandingkan genotipe S. mutans dan S. sobrinus menggunakan ERIC-PCR. Terdapat hubungan bermakna antara perilaku ibu dan pengalaman karies gigi anak (p<0.05) dan 14.3% pasang ibu-anak memiliki persamaan genotipe S. mutans dan S. sobrinus. Kesimpulan: Perilaku kesehatan gigi mulut ibu berhubungan dengan pengalaman karies gigi anak melalui penularan S. mutans dan S. sobrinus secara vertikal. Abstract As primary caregivers, mothers’ behaviors effect on their children’ dental caries experiences, one of them by way of transmission of S. mutans and S. sobrinus. This was to evaluate the relationship between mother’s behavior and toddlers’ dental caries experiences by laboratory test confirmation. 50 mother-child pairs as Posyandu visitors underwent dental screening and filled out questionnaires to assess mother’s behavior. Plaque samples were taken from 15 mother-child pairs to compare the genotype of S. mutans and S. sobrinus using ERIC-PCR. There was a significant relationship between mother’s oral health behavior to the child's dental caries experiences (p<0.05) and 14.3% samples had similar genotypes of S. mutans and S. sobrinus. Conclusion: Mother’s oral health behavior related to dental caries experience of their children by way of transmission of S. mutans and S. sobrinus vertically. Key words: ECC; Mother's Oral Health Behavior; Vertical Transmission; mutans streptococcI; ERIC-PCR
Hubungan antara ..., Zahra Khairiza Anri, FKG UI, 2012
Pendahuluan Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, indeks DMF-T secara nasional sebesar 4,85. Menurut WHO, angka tersebut masuk ke dalam kategori tinggi. 1 Pada tahun 2008 Setiawati F, dkk, menemukan bahwa prevalensi karies pada anak usia 12-38 bulan di DKI Jakarta adalah 52,7% dengan skor def-t rata-rata 2,85.2 Menurut laporan Puskesmas pada tahun 2010, 68,35% kasus karies gigi dan jaringan penyangganya yang terjadi di Kelurahan Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat dialami oleh anak usia 1-4 tahun.3 Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi masalah gigi dan mulut di Indonesia mencapai 80%, dimana 90% di antaranya adalah kelompok usia balita. 4 Anak-anak memiliki pola karies yang khas yang berbeda dari anak-anak yang lebih tua. Pola karies gigi ini dahulu disebut “bottle caries”, “nursing caries”, “baby bottle tooth decay”, atau “night bottle mouth”.5 Namun, karena meminum susu menggunakan botol pada malam hari bukan merupakan satu-satunya faktor etiologi, The American Academy of Pedodontics (AAPD) menggunakan istilah “early childhood caries” (ECC).6 ECC tidak hanya mempengaruhi gigi geligi, tetapi konsekuensi penyakit ini juga dapat mengarah kepada masalah kesehatan yang lebih luas,5 termasuk meningkatnya resiko lesi karies yang baru pada gigi sulung dan permanen, kunjungan rumah sakit dan unit gawat darurat, meningkatnya biaya perawatan, resiko lambatnya pertumbuhan dan perkembangan anak, aktivitas yang terbatas, dan menurunnya kemampuan belajar dan kualitas hidup. 6 Penyebab ECC unik, yaitu bayi tidak lahir dengan bakteri oral, sehingga harus terinfeksi dahulu.7 Terdapat hubungan yang positif antara keberadaan spesies bakteri dari grup mutans streptococci dengan karies gigi pada manusia, yang paling utama adalah Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus.8-10 Infeksi mutans streptococci terjadi melalui berbagai macam cara, terutama oleh transmisi vertikal dari ibu (perilaku seperti mencoba makanan pada sendok bayi sebelum menyuapi dan membersihkan dot menggunakan mulut ibu sebelum dimasukkan ke mulut bayi) dan dengan transmisi horizontal dari anggota keluarga lainnya. 7 Transmisi vertikal dipercaya terjadi pada window of infectivity yang berbeda-beda, yaitu selama erupsi gigi, dari 7 atau 8 bulan hingga 36 bulan (Li & Caufiled, 1995). Dipercaya bahwa semakin dini bayi atau anak terinfeksi S. mutans, semakin tinggi resiko karies gigi yang mereka miliki. 11 Selain bakteri, faktor resiko lain yang berkaitan dengan terjadinya ECC adalah usia anak, status sosio-ekonomi anak, perilaku makan anak, perilaku kebersihan mulut anak, dan status pendidikan ibu sebagai pengasuh utama anak. 12 Menurut Kartono pada tahun 1986,
Hubungan antara ..., Zahra Khairiza Anri, FKG UI, 2012
anak-anak yang berumur di bawah lima tahun pemeliharaan kesehatannya masih bergantung kepada orang tua, umumnya terutama ibu lebih dekat anaknya, dengan demikian perilaku ibu mengenai kesehatan gigi berperan penting bagi kesehatan anak pada umumnya dan kesehatan gigi anak secara khususnya.13 Penelitian analitik laboratorik menggunakan pendekatan studi cross-sectional ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perilaku ibu dan pengalaman karies gigi anak usia 3 tahun ke bawah dan menganalisa transmisi vertikal S. mutans dan S. sobrinus dengan uji laboraturium.
Tinjauan Teoritis Karies gigi dikenali sebagai kehilangan ion mineral dari permukaan email mahkota ataupun akar, yang kronis dan berkelanjutan, yang umumnya didorong oleh adanya bakteri tertentu dan bioproduknya.14 Menurut The American Academy of Pedodontics (AAPD), Early Childhood Caries (ECC) adalah adanya kerusakan 1 atau lebih (lesi dengan kavitas atau tanpa kavitas), kehilangan (akibat karies), atau permukaan gigi yang ditambal pada gigi sulung anak usia di bawah 6 tahun.6 ECC seperti karies gigi lainnya merupakan penyakit yang multifaktorial. 12 Menurut Keyes dan Jordan, ada tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet dan ditambah faktor waktu, yang digambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpang-tindih.20 Selain itu, faktor risiko terjadinya karies gigi adalah saliva, perilaku kesehatan gigi ibu, kebiasaan makan, perilaku kebersihan mulut, usia, dan status sosioekonomi. 5, 12, 15, 16 Perilaku kesehatan gigi adalah pengetahuan, sikap dan tindakan yang berkaitan dengan konsep sehat dan sakit gigi serta upaya pencegahannya. Dalam konsep ini yang dimaksud kesehatan gigi adalah gigi dan semua jaringan yang ada di dalam mulut, termasuk gusi. 17 Menurut Kartono (1986), anak-anak yang berumur di bawah lima tahun pemeliharaan kesehatannya masih bergantung kepada orang tua, umumnya terutama ibu lebih dekat anaknya, dengan demikian perilaku ibu mengenai kesehatan gigi berperan penting bagi kesehatan anak pada umumnya dan kesehatan gigi anak secara khususnya. 13 Mutans streptococci merupakan grup utama penyebab karies gigi pada manusia, spesies yang paling utama adalah Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus.8-10 Keunikan dari ECC adalah bayi tidak lahir dengan bakteri oral; anak harus terinfeksi dahulu. Infeksi terutama terjadi dengan transmisi vertikal dari ibu ke anak (perilaku seperti mencoba makanan pada sendok bayi sebelum menyuapi dan membersihkan dot menggunakan mulut
Hubungan antara ..., Zahra Khairiza Anri, FKG UI, 2012
ibu sebelum dimasukkan ke mulut bayi). 11 Selain itu, dengan cara transmisi horizontal dari anggota keluarga lainnya.7 Transmisi vertikal dipercaya terjadi pada window of infectivity yang berbeda-beda, yaitu selama erupsi gigi, dari 7 atau 8 bulan hingga 36 bulan (Li & Caufiled, 1995). Dipercaya bahwa semakin dini bayi atau anak terinfeksi S. mutans, semakin tinggi resiko karies gigi yang mereka miliki. 11
Metode Penelitian Sesuai window of infectivity yang dinyatakan oleh Li & Caufield 11, sampel anak yang dilibatkan adalah yang berusia 3 tahun ke bawah. Selain itu, anak harus diasuh oleh ibunya sendiri untuk mengetahui apakah perilaku kesehatan gigi dan mulutnya sehari-hari mempengaruhi pengalaman karies gigi anaknya dan melihat ada atau tidaknya transmisi vertikal mutans streptococci melalui kontak saliva ibu dengan anaknya. Pengambilan sampel penelitian dilakukan pada bulan September-Oktober 2012 di Posyandu RW 03 dan 04, Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat. Penelitian dilakukan di Laboraturium Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia pada SeptemberNovember 2012. Sampel penelitian yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara perilaku ibu dan pengalaman karies gigi anak adalah 50 pasang ibu dan anak pengunjung Posyandu yang telah menandatangani informed consent, lalu diperiksa giginya secara visual untuk mengukur indeks pengalaman karies gigi, yaitu DMF-T (Decay, Missing, Filled – Teeth) pada ibu dan def-t (decay, extraction, filled – teeth) pada anak. Setelah itu, sampel ibu mengisi kuesioner untuk mengetahui status demografi ibu dan anak dan mengukur perilaku kesehatan gigi dan mulut sehari-hari, yang digambarkan dengan pengetahuan, sikap dan tindakan. Sampel ibu dan anak yang tidak sedang mengkonsumsi antibiotik atau obat flu dalam jangka waktu 1 bulan sebelum pengambilan sampel dan tidak sedang mengalami infeksi rongga mulut (gingivitis, periodontitis dan stomatitis aftosa rekuren) berjumlah 15 pasang. Sampel-sampel tersebut diambil plak (untuk ibu dan anak yang telah memiliki gigi) dan salivanya (anak yang belum memiliki gigi) untuk mengetahui adanya persamaan genotipe Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus antara ibu dan anak. Plak dan saliva sampel lalu dikultur pada media selektif padat TYS20B untuk mendapatkan koloni bakteri mutans streptococci. Lalu, diambil 3 koloni dari masing-masing sampel ibu dan anak untuk diremajakan pada media TSB cair, sehingga didapatkan 90 koloni mutans streptococci yang merupakan unit sampel. Lalu, koloni-koloni bakteri tersebut diekstraksi DNA-nya menggunakan InstaGene matrix (Bio-Rad Lab Inc.) sesuai protokol
Hubungan antara ..., Zahra Khairiza Anri, FKG UI, 2012
pabrik. Konsentrasi DNA dihitung menggunakan alat Qubit® 2.0 Fluorometer (Invitrogen™) dan bahan Qubit® dsDNA BR Assay Kit, 100 assays. Uji genotipe S. mutans dan S. sobrinus dilakukan dengan prosedur rep-PCR (Repetitive element-PCR) menggunakan ERIC (Enterobacterial Repetitive Intergenic Consensus) primers dengan sekuens ERIC1R (5’-ATGTAAGCTCCTGGGGATTCAC-3’) dan ERIC 2 (5’AAGTAAGTGACTGGGGTGAGCG-3’). Campuran reaksi mengandung primer masing-masing 1 μl, dNTP 0.5 μl, 10x reaction buffer 5 μl, Taq polymerase 0.25 μl, DNA template dengan volume disesuaikan dengan konsentrasi DNA, dibuat hingga konsentrasi DNA mencapai 100 µg, dan water nuclease-free dengan volume disesuaikan dengan volume DNA template, hingga volume akhir campuran reaksi 50 μl. Program yang digunakan adalah Long PCR dengan suhu initial denaturation 94°C selama 3 menit, diikuti dengan 32 siklus denaturation 94°C selama 1 menit, annealing 4750°C (setiap 8 siklus, suhu naik 1°C) selama 30 detik, dan extension 72°C selama 3 menit, lalu final extension pada 72°C selama 5 menit. Setelah itu, hasil amplifikasi 8 μl produk PCR divisualisasi di dalam 1% gel agarosa dan TAE buffer. DNA marker yang digunakan adalah DNA ladder 10 Kbp SM0403 (MassRuler™). Visualisasi produk PCR dilakukan dengan cara menempatkan gel agarosa di atas UV light gel-doc (Biorad Lab Inc.), lalu hasilnya dicetak dan/atau disimpan di dalam komputer. Identifikasi S. mutans dan S. sobrinus dilakukan dengan melihat pita-pita DNA yang dihasilkan, sesuai dengan penelitian Tamami Okada, et al. (2011), yaitu dikatakan S. mutans apabila sampel memiliki minimal satu dari 3 pita spesifik 1700 bp, 850 bp dan 250 bp. Sedangkan, sampel yang memiliki minimal satu dari pita-pita 1100 bp, 900 bp dan 800 bp diidentifikasi sebagai S. sobrinus.18 Variabel-variabel bebas yang diuji dalam penelitian ini adalah pengalaman karies gigi ibu, tingkat pendidikan ibu, perilaku, yang merupakan pengetahuan, sikap dan tindakan ibu mengenai kesehatan gigi dan mulut, dan genotipe S. mutans dan S. sobrinus ibu. Perilaku kesehatan gigi dan mulut ibu dikategorikan menjadi baik, sedang, dan buruk. Pengetahuan, sikap dan tindakan dikategorikan menjadi baik dan buruk sesuai dengan skor kuesioner. Pengalaman karies gigi dan genotipe S. mutans dan S. sobrinus anak merupakan variabel terikat. Analisis statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan DMF-T ibu dengan def-t anak adalah uji Korelasi Spearman. Hubungan tingkat pendidikan ibu dengan def-t anak dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis. Uji Mann-Whitney dilakukan untuk mengetahui apakah
Hubungan antara ..., Zahra Khairiza Anri, FKG UI, 2012
terdapat hubungan antara pengetahuan, sikap, tindakan kesehatan gigi ibu dengan def-t anak. Hubungan perilaku kesehatan gigi ibu dengan def-t anak dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis. Persamaan genotipe S. mutans dan S. sobrinus ibu dan anak diidentifikasi dengan mencocokkan pita-pita DNA hasil amplifikasi PCR.
Hasil Penelitian Usia sampel ibu berkisar antara 18-43 tahun, dengan rata-rata usia 30,04 tahun. Ratarata usia sampel anak adalah 24,88 bulan, dengan kisaran usia 7-36 bulan. Komposisi jenis kelamin sampel anak pada penelitian ini seimbang, yaitu anak laki-laki 54% (27 orang) dan anak perempuan 46% (23 orang). Jumlah pengalaman karies gigi pada sampel ibu adalah 177 gigi, dengan rata-rata 3,69 gigi/orang. Sampel anak memiliki pengalaman karies sebanyak 75 gigi, dengan rata-rata 1,5 gigi/orang. Uji Korelasi Spearman dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pengalaman karies gigi ibu dan anak. Nilai koefisien korelasi 0,254 menunjukkan bahwa indeks pengalaman karies gigi ibu dan anak memiliki arah korelasi yang positif dengan kekuatan korelasi yang lemah. Nilai signifikansi p = 0.075 (p > 0.05) berarti tidak terdapat korelasi yang bermakna antara DMF-T ibu dengan def-t anak. Mayoritas sampel ibu memiliki pendidikan akhir SMA, yaitu 32 orang dengan persentase 64%, diikuti dengan ibu yang memiliki pendidikan SMP 22%, SD 8%, dan Perguruan Tinggi (D3 dan S1) yaitu 6% (3 orang). Hasil uji Kruskal-Wallis terdapat pada tabel 1. Nilai p > 0,05 (p = 0.628) menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara tingkat pendidikan ibu dengan pengalaman karies gigi pada anak. Mayoritas ibu memiliki perilaku kesehatan gigi yang baik dengan persentase 52% (26 orang). Sebanyak 30% ibu (15 orang) memiliki perilaku kesehatan gigi yang sedang dan sisanya (9 orang) dengan persentase 18% memiliki tingkat perilaku kesehatan gigi yang buruk. Hasil uji Kruskal-Wallis untuk mengetahui hubungan antara perilaku ibu dengan indeks def-t anak terdapat pada tabel 2. Nilai p = 0.036 (p < 0.05) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku ibu mengenai kesehatan gigi dan mulut dengan pengalaman karies gigi anak. Hampir seluruh sampel ibu pada penelitian ini memiliki tingkat pengetahuan kesehatan gigi dan mulut yang baik, yaitu 94%. Sebanyak 74% sampel ibu memiliki sikap mengenai kesehatan gigi dan mulut yang baik, sedangkan sampel ibu yang memiliki tindakan yang baik mengenai kesehatan gigi dan mulut hanya sebesar 52%. Hasil uji Mann-Whitney
Hubungan antara ..., Zahra Khairiza Anri, FKG UI, 2012
menunjukkan bahwa pengetahuan ibu mengenai kesehatan gigi memiliki hubungan yang bermakna dengan pengalaman karies gigi pada anak (p = 0.020; p < 0.05). Nilai p = 0.043 (p < 0.05) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna juga antara sikap ibu mengenai kesehatan gigi dengan pengalaman karies gigi pada anak. Namun, tindakan ibu mengenai kesehatan gigi dengan pengalaman karies gigi pada anak tidak memiliki hubungan yang bermakna yang ditunjukkan oleh nilai p = 0.462 (p > 0.05).
Tabel 1. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Ibu dengan Pengalaman Karies Gigi Anak def-t Anak Pendidikan Ibu
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
f % f % f % f % f % f % f % f % f % f % 3 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 0 0 0 0 SD 6 12 0 0 3 6 0 0 1 2 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0 p = 0.628 SMP 20 40 0 0 3 6 0 0 5 10 1 2 1 2 1 2 0 0 1 2 SMA 3 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 P. Tinggi Tabel 2. Hubungan Antara Perilaku Ibu Mengenai Kesehatan Gigi dengan Pengalaman Karies Gigi Anak def-t Anak Perilaku Ibu Buruk Sedang Baik
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
f
%
f % f % f % f % f % f % f % f % f %
3 11 18
6 22 36
0 0 1 2 0 0 2 4 0 0 0 0 2 4 0 0 1 2 0 0 3 6 0 0 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 p = 0.036 0 0 2 4 0 0 3 6 2 4 1 2 0 0 0 0 0 0
Terdapat 93,3% (14 dari 15) ibu yang positif memiliki S. mutans dan/atau S. sobrinus. Dari sampel ibu tersebut, 28,6% sampel ibu terdeteksi memiliki S. mutans saja, 64,3% memiliki S. sobrinus saja, dan 7,1% sampel ibu memiliki keduanya. Seluruh sampel anak (100%) positif memiliki S. mutans dan/atau S. sobrinus. Sampel anak yang terdeteksi memiliki S. mutans saja sebesar 33,3%. Sebanyak 53,3% sampel anak memiliki S. sobrinus saja dan 13,3% sampel anak memiliki keduanya. Dari 14 pasang ibu dan anak yang memiliki S. mutans dan/atau S. sobrinus, terdapat 2 pasang ibu dan anak (14,3%) yang terdeteksi memiliki mutans streptococci dengan genotipe yang sama. Pasangan ibu dan anak dengan kode M2-C2 memiliki S. sobrinus dengan genotipe yang sama, sedangkan sampel M9-C9 memiliki S. mutans dengan genotipe yang sama.
Hubungan antara ..., Zahra Khairiza Anri, FKG UI, 2012
Hubungan antara ..., Zahra Khairiza Anri, FKG UI, 2012
Gambar 1. Hasil Identifikasi Genotipe Mutans Streptococci Menggunakan Prosedur ERICPCR pada Visualisasi dengan Gel Agarosa (Ket: M: Ibu; C: Anak; Mr: DNA Ladder 10Kbp)
Gambar 2. Dua Pasangan Ibu-Anak yang Memiliki Mutans Streptococci dengan Genotipe yang Sama (Ket: M2: Ibu 2; C2: Anak 2; M9: Ibu 9; C9: Anak 9)
Hubungan antara ..., Zahra Khairiza Anri, FKG UI, 2012
Diskusi Penemuan adanya S. sobrinus saja yang lebih banyak daripada S. mutans saja dan keduanya pada masing-masing sampel- sampel penelitian tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ratna (2007) bahwa S. sobrinus tidak pernah ditemukan secara tersendiri. S. sobrinus hanya ditemukan bersama dengan keberadaan S. mutans. Loesche, dkk. menyatakan bahwa S. sobrinus merupakan mutans streptococci kedua yang tidak selalu jelas ditemukan. 19 Hal ini dapat dijelaskan karena peneliti hanya mengambil 3 koloni dari masing-masing sampel, sedangkan terdapat ratusan koloni yang tumbuh pada media agar. Sehingga, persentasejenis koloni yang ditemukan ini dianggap tidak merepresentasikan keadaan bakteri oral sampel. Seluruh sampel anak (usia 7-36 bulan) memiliki S. mutans dan/atau S. sobrinus pada plaknya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Li & Caufield pada tahun 1995 yang menyatakan bahwa mutans streptococci diturunkan dari ibu ke bayinya selama periode window of infectivity, yaitu selama gigi geligi erupsi, dari 7 atau 8 bulan hingga 36 bulan. Beberapa peneliti bahkan menemukan bakteri tersebut pada bayi usia 3 dan 6 bulan (Wan et al., 2003). Semakin dini bayi memiliki mutans streptococci, semakin besar resikonya untuk mengalami karies gigi (Kohler, Andreen, & Jonsson, 1988). 11 Terdapat 3 sampel anak usia 7 bulan yang belum memiliki gigi, tetapi telah memiliki S. mutans dan/atau S. sobrinus. Hal ini membuktikan penelitian yang dilakukan oleh Tanner, dkk (2002) yang melaporkan bahwa 70% bayi usia 6-18 bulan memiliki S. mutans pada jaringan lunaknya. Sebelumnya, dipercaya bahwa bakteri hanya berkolonisasi pada jaringan keras rongga mulut, tetapi penelitian-penelitian terdahulu dan penelitian ini membuktikan bahwa S. mutans juga menempel pada jaringan lunak rongga mulut bayi. 20 Pengalaman karies gigi ibu dan ECC pada anaknya yang diukur dari skor DMF-T dan def-t, memiliki korelasi yang positif dengan kekuatan korelasi yang lemah dan tidak terdapat korelasi yang bermakna secara statistik. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Retnakumari N. dan Cyriac G. pada tahun 2012, yang menemukan bahwa terdapat korelasi positif antara skor DMF-S ibu dan pengalaman kariesgigi anaknya (r = 0.339; P < 0.01) yang berarti semakin tinggi skor DMF-S ibu, semakin tinggi pengalaman karies gigi anaknya, dan sebaliknya.21 Karies gigi terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja seperti tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama beberapa kurun waktu. Keyes dan Jordan (1960) menyatakan bahwa karies gigi adalah penyakit multifaktorial, ada tiga faktor utama yaitu faktor host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet dan ditambah faktor
Hubungan antara ..., Zahra Khairiza Anri, FKG UI, 2012
waktu.15 Selain faktor utama tersebut, terdapat faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya karies gigi, yaitu saliva, perilaku kesehatan gigi ibu, kebiasaan makan, perilaku kebersihan mulut, usia, dan status sosioekonomi. 5, 12, 15, 16 Berdasarkan hasil uji statistik non-parametrik Kruskal-Wallis, tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara tingkat pendidikan ibu dengan pengalaman karies gigi pada anak. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ozer, dkk pada 226 anak (2011) di Samsun, Turki, yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian ECC. 22 Tingkat pendidikan ibu yang rendah berkaitan dengan tingginya prevalensi karies pada anak. Hal ini mungkin terjadi akibat kurangnya informasi dan pendidikan tentang kesehatan gigi dan mulut untuk anak pada ibu yang berpendidikan rendah, sehingga tingkat pendidikan ibu merupakan factor resiko tidak langsung.12 Namun, pengetahuan ibu mengenai kesehatan gigi dan mulut tidak hanya didapatkan dari pendidikan formal. Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan mengenai kesehatan dapat diperoleh melalui pendidikan kesehatan secara individu, kelompok, maupun massa. Pendidikan kesehatan secara individu didapatkan dari bimbingan dan wawancara. Secara kelompok, pendidikan kesehatan diantaranya diperoleh dari penyuluhan, seminar, diskusi dan curah pendapat. Selain itu, terdapat pendidikan kesehatan massa yang didapatkan melalui media massa cetak dan elektronik berupa ceramah umum, pidato, film, tulisan di majalah atau koran, billboard, spanduk dan poster di televisi, radio, maupun internet.23 Sebagian besar sampel ibu (94%) pada penelitian ini telah memiliki pengetahuan yang baik mengenai kesehatan gigi. Kebanyakan sampel ibu (82%) mengetahui bahwa semakin sering mengemil makanan manis, gigi akan mudah berlubang, tetapi hanya 38% sampel ibu yang mengetahui waktu yang tepat untuk mengemil adalah di antara waktu makan utama. Sebanyak 92% sampel ibu juga telah mengetahui makanan yang tidak mudah menyebabkan gigi berlubang adalah makanan yang berserat dan 70% mengetahui bahwa permen karet bebas gula merupakan jenis cemilan yang tidak merusak gigi. Mayoritas sampel ibu (86%) juga telah mengetahui kebiasaan minum susu yang baik adalah berkumur air putih setelah minum susu manis.
Hampir seluruh sampel ibu mengetahui bahwa sisa-sisa makanan dapat
dibersihkan dengan menyikat gigi, tetapi masih ada 2% ibu yang menjawab kumur-kumur saja. Kebanyakan sampel ibu (80%) juga mengetahui waktu yang tepat untuk menyikat adalah pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur. Sebagian besar sampel ibu tahu bahwa sebaiknya menyikat gigi dua kali dalam sehari, tetapi 4% sampel ibu menjawab seingatnya
Hubungan antara ..., Zahra Khairiza Anri, FKG UI, 2012
saja. Hampir seluruh sampel ibu juga mengetahui permukaan gigi yang harus disikat yaitu bagian luar dan dalam. Berdasarkan hasil uji statistik non-parametrik, terdapat hubungan yang
bermakna
antara pengetahuan ibu mengenai kesehatan gigi dengan kejadian ECC anaknya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lina N. dan Nila S. (2011) yang menyatakan bahwa semakin rendah pendidikan ibu, semakin tinggi rata-rata karies anak balitanya.24 Pengetahuan mengenai kesehatan gigi orang tua sebagai pengasuh utama merupakan salah satu faktor resiko terjadinya ECC.7 Sebagian besar sampel ibu pada penelitian ini memiliki sikap yang baik terhadap kesehatan gigi, yaitu sebanyak 74%. Sampel ibu yang setuju untuk tidak sering memberikan makanan manis kepada anak karena dapat menyebabkan gigi berlubang adalah 78%. Mayoritas ibu (70%) setuju lebih memilih membelikan cemilan roti keju dibandingkan es krim yang lebih dapat menyebabkan gigi berlubang. Kebanyakan sampel ibu tidak setuju untuk selalu memberikan cemilan di antara waktu makan dengan alasan agar anak tidak kekurangan energi, tetapi ada 40% yang setuju akan hal tersebut. Sebanyak 86% sampel ibu tidak setuju bahwa semakin sering mengemil makanan manis, kesehatan rongga mulut anak akan semakin baik. Sebagian besar sampel ibu setuju untuk membiasakan anak minum susu menggunakan gelas menjelang tidur, tetapi 34% lainnya tidak setuju. Hampir seluruh sampel ibu (96%) setuju untuk mengingatkan anaknya menyikat gigi dua kali sehari. Sebagian besar sampel ibu setuju untuk membantu menyikat gigi anaknya sewaktu mandi dengan alasan praktis dan hanya sebagian kecil sampel ibu (44%) yang tidak setuju akan hal tersebut, padahal saat mandi bukan merupakan waktu yang tepat untuk menyikat gigi. Mayoritas sampel ibu tidak setuju bahwa mereka tidak mau membantu menyikat gigi anak malam sebelum tidur karena mengantuk, berarti mayoritas sampel ibu setuju untuk mau membantu menyikat gigi anak sebelum tidur. Sebagian besar sampel ibu (82%) sampel ibu setuju untuk mengajarkan anak menyikat seluruh permukaan gigi. Sikap ibu terhadap kesehatan gigi anak memiliki hubungan yang bermakna secara statistik dengan pengalaman karies gigi pada anak. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Z. Saied-Moallemi, et al (2008) yang menyatakan bahwa sikap ibu mengenai kesehatan gigi berhubungan secara positif dengan gigi geligi sehat anak mereka. 25 Lebih dari setengah sampel ibu (52%) pada penelitian ini memiliki kebiasaan atau tindakan yang baik mengenai kesehatan gigi. Sebagian besar sampel anak (60%) mengemil di luar waktu makan utama dan kebanyakan sampel ibu (76%) membelikan cemilan yang manis kepada anaknya pada hari sebelum mengisi kuesioner. Setengah dari sampel anak
Hubungan antara ..., Zahra Khairiza Anri, FKG UI, 2012
mengkonsumsi makanan manis lebih dari dua kali pada hari sebelum ibu mengisi kuesioner, sedangkan hanya 46% yang tidak melakukannya. Kebanyakan sampel anak (62%) tidak tertidur sambil minum susu botol (dot) dan lebih dari setengah sampel anak (60%) berkumurkumur atau minum air putih setelah minum susu pada malam sebelum ibu mengisi kuesioner. Mayoritas sampel anak (70%) menyikat gigi dua kali pada hari sebelum ibu mengisi kuesioner. Sebagian besar sampel anak (82%) menyikat gigi saat mandi pada hari sebelum ibu mengisi kuesioner. Namun, hanya 36% dari seluruh sampel anak yang menyikat gigi sebelum tidur pada malam sebelum ibu mengisi kuesioner. Sampel anak yang menyikat giginya pada saat sarapan sebelum ibu mengisi kuesioner hanya sebagian kecil (34%) dan dari sampel anak tersebut, mayoritas menyikat permukaan luar dan dalam gigi, tetapi masih ada 11,8% sampel anak yang menyikat bagian luar saja. Berdasarkan hasil uji statistik non-parametrik, tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statitik antara kebiasaan atau tindakan ibu mengenai kesehatan gigi dengan pengalaman kariesgigi pada anaknya. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Prakash P., et al (2012) yang menunjukkan bahwa kebiasaan anak yang meminum susu di botol pada malam hari, mengkonsumsi makanan manis di antara makan besar, menyikat gigi kurang dari dua kali sehari dan tidak menyikat gigi sebelum tidur berkaitan dengan tingginya prevalensi karies pada anak usia 8-48 bulan.12 Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan, respons atau reaksi manusia baik bersifat pasif (pengetahuan dan sikap) maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata). 17 Sehingga, diperlukan alat ukur yang lebih menggambarkankebiasaan atau tindakan ibu yang nyata mengenai kesehatan gigi. Seperti yang dinyatakan oleh Hawley dan Holloway (1994), pendekatan melalui kuesioner dikenal kurang akurat, karena saat bertatap muka dengan seorang profesional, sampel akan terdorong untuk mengatakan atau menjawab apa yang mereka tahu daripada apa yang kenyataannya dipraktekkan. Selain itu, mayoritas ibu (94%) memiliki pengetahuan yang baik tetapi hanya 52% sampel ibu yang memiliki tindakan baik menggambarkan bahwa pengetahuan baik yang tidak diwujudkan pada tindakan yang baik, mengindikasikan kurangnya motivasi pada ibu. 26 Perilaku kesehatan gigi adalah pengetahuan, sikap dan tindakan yang berkaitan dengan konsep sehat dan sakit gigi serta upaya pencegahannya. 17 Pengetahuan, sikap dan kebiasaan atau tindakan bertanggungjawab dalam membentuk perilaku sehat seorang ibu terhadap anaknya.25 Berdasarkan hasil uji statistik Kruskal-Wallis, perilaku kesehatan gigi ibu sebagai
Hubungan antara ..., Zahra Khairiza Anri, FKG UI, 2012
pengasuh utama memiliki hubungan yang bermakna dengan pengalaman karies gigi pada anak. Menurut Kartono (1986), anak-anak yang berumur di bawah lima tahun pemeliharaan kesehatannya masih bergantung kepada orang tua, umumnya terutama ibu lebih dekat anaknya, dengan demikian perilaku ibu mengenai kesehatan gigi berperan penting bagi kesehatan anak pada umumnya dan kesehatan gigi anak secara khususnya.13 Setelah prosedur
rep-PCR menggunakan ERIC
primers dilakukan,
hasilnya
menunjukkan adanya transmisi vertikal mutans streptococci pada 2 pasang sampel ibu dan anak (14,3%) dari 14 pasang ibu dan anak yang memiliki S. mutans dan/atau S. sobrinus. Sepasang ibu dan anak terdeteksi memiliki Streptococcus mutans yang sama dan sepasang yang lain memiliki Streptococcus sobrinus yang sama. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan M.I. Klein, et al (2003), dimana terjadi transmisi vertikal S. mutans pada 81,25% pasangan sampel ibu dan anak dan 83,3% pasangan ibu dan anak memiliki genotipe S. sobrinus yang sama.10 Penelitian Fatmah (2011) juga menyatakan terdapat 60% (3 dari 5) pasang ibu anak yang memiliki S. mutans dengan genotipe yang sama. 27 Perilaku seperti mencoba makanan pada sendok anak di mulut ibunya lalu menyuapi anaknya, mencoba dan/atau membersihkan dot di mulut ibu sebelum meletakkannya pada mulut anaknya dapat menyebabkan adanya kontak antara saliva ibu dengan mulut anaknya yang dapat mentransmisikan mutans streptococci. 7 Namun, selain secara vertikal, mutans streptococci juga dapat ditransmisikan secara horizontal, yaitu dari anggota keluarga lain (ayah dan saudara) dan teman di sekolah atau tempat bermain.28, 29 Penelitian Emanuelsson, et al. (1998) pada populasi di Cina menyatakan bahwa selain terdapat 36% transmisi maternal, juga terjadi transmisi dari ayah pada 27% sampel dan pada suatu keluarga, terdapat strain mutans streptococci suami dan istri yang identik. Penelitian yang dilakukan oleh Tedjosasongko, et al (2002) juga menemukan bahwa mutans streptococci tidak hanya didapatkan dari ibu. Dari 39 anak-anak di suatu tempat penitipan anak, ditemukan adanya 33% transmisi maternal, 8% transmisi paternal dan 58% transmisi horizontal mutans streptococci dari teman bermain. 29
Kesimpulan Terdapat korelasi positif yang lemah dan tidak bermakna antara pengalaman karies gigi ibu dan anak usia 3 tahun ke bawah. Tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara tingkat pendidikan ibu dan pengalaman karies gigi anak usia 3 tahun ke bawah. Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara perilaku ibu mengenai kesehatan gigi dan pengalaman karies gigi anak usia 3 tahun ke bawah.
Hubungan antara ..., Zahra Khairiza Anri, FKG UI, 2012
Terdapat penularan S. mutans dan S. sobrinus secara vertikal dari ibu ke anak dengan ditemukannya 14,3% pasang sampel ibu dan anak yang memiliki persamaan genotipe mutans streptococci (satu pasang memiliki persamaan genotipe S. mutans dan satu pasang lainnya memiliki persamaan genotipe S. sobrinus) dari 14 pasang sampel ibu dan anak yang plaknya terdeteksi terdapat S. mutans dan/atau S. sobrinus menggunakan prosedur ERIC-PCR.
Saran Transmisi mutans sreptococi tidak hanya secara vertikal, sehingga sebaiknya melakukan penelitian lebih lanjut mengenai transmisi horizontal mutans streptococci pada anak usia 3 tahun ke bawah. Peneliti selanjutnya disarankan mengambil koloni lebih banyak dari masingmasing sampel agar lebih banyak mendapatkan macam genotipe bakteri dari setiap sampel. Selain itu, untuk mengukur tindakan ibu mengenai kesehatan gigi, hendaknya menggunakan alat ukur yang lebih menggambarkan kebiasaan atau tindakan ibu secara nyata. Jika peneliti selanjutnya akan menggunakan prosedur rep-PCR menggunakan ERIC primers untuk mengetahui genotipe bakteri, sebaiknya sebelumnya melakukan prosedur PCR menggunakan primer spesifik untuk spesies tertentu, untuk memastikan identifikasi spesies. Berdasarkan hasil penelitian ini, hendaknya dilakukan motivasi pada ibu melalui berbagai macam jenis pendidikan kesehatan gigi agar pengetahuan dan sikap yang baik dapat diterapkan pada tindakan atau kebiasaan mereka dan kesehatan gigi anaknya. Selain itu, ibu sebagai pengasuh utama anak sebaiknya memperbaiki perilaku kesehatan gigi dan mengurangi kontak saliva dengan anak untuk memperkecil resiko karies gigi pada anaknya.
Kepustakaan 1.
Pine CM. Community Oral Health. Great Britain: Wright; 1997.
2.
Sugito FS, Djoharnas H, Darwita RR. Breastfeeding and Early Childhood Caries (ECC) Severity of Children Under Three Years Old in DKI Jakarta. Makara Kesehatan. 2008;12:86-91.
3.
Laporan Kesehatan: Puskesmas Kelurahan Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat 2010 (Inpres).
4.
Gultom M. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Ibu-Ibu Rumah Tangga terhadap Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut Anak Balitanya, di Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara Tahun 2009 [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2009.
Hubungan antara ..., Zahra Khairiza Anri, FKG UI, 2012
5.
Kawashita Y, Kitamura M, Saito T. Early Childhood Caries. International Journal of Dentistry 2011;2011.
6.
American Academy of Pediatric Dentistry. Policy on Early Childhood Caries (ECC): Classifications,
Consequences,
and
Preventive
Strategies.
Pediatr
Dent
24.
2012;33(Reference Manual (2011/2012)):47-8. 7.
Clarke J. Early Childhood Caries: A Public Health Epidemic. InTouch. 2008:4-8.
8.
CDA Foundation. Perinatal Oral Health Practice Guidelines. California: CDA Foundation; 2010.
9.
Bahador A, Lesan S, Kashi N. Effect of Xylitol on Cariogenic and Beneficial Oral Streptococci: A Randomized, Double-Blind Crossover Trial. Iranian Journal of Microbiology. 2012 June;4:75-81.
10. Klein MI, Florio FM, Pereira AC, Hofling JF, Goncalves RB. Longitudinal Study of Transmission, Diversity, and Stability of Streptococcus mutans and Streptococcus sobrinus Genotypes in Brazilian Nursery Children. Journal of Clinical Microbiology. 2004 October;42:4620–6. 11. Marrs J-A, Trumbler S, Malik G. Early Childhood Caries: Determining The Risk Factors and Assessing The Prevention Strategies for Nursing Intervention. Pediatric Nursing. 2011;37:9-15. 12. Prakash P, Subramaniam P, Durgesh BH, Konde S. Prevalence of Early Childhood Caries and Associated Risk Factors in Preschool Children of Urban Banglore, India: A CrossSectional Study. European Journal of Dentistry. 2012;6:141-52. 13. Bairavi B. Hubungan Perilaku Ibu Mengenai Kesehatan Gigi Anak dengan Severe Early Childhood Caries Anak 6-36 Bulan di Desa Ujung Rambung Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Begadai [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2009. 14. Mount GJ, Hume WR. Preservation and Restoration of Tooth Structure. 2nd ed. Brighton: Knowledge Books and Software; 2005. 15. Pintauli S, Hamada T. Menuju Gigi dan Mulut Sehat - Pencegahan dan Pemeliharaan. Medan: USU Press; 2008. 16. McDonald RE, Avery DR, Dean J. Dentistry for the Child and Adolescent. 8th ed. St Louis: Mosby; 2004. 17. Notoatmodjo S. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta; 2007. 18. Okada T, Takada K, Fujita K, Ikemi T, Osgood RC, Childers NK, et al. Differentiation of Banding Patterns Between Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus Isolates in rep-PCR Using ERIC Primer. Journal of Oral Microbiology. 2011;3:1-5.
Hubungan antara ..., Zahra Khairiza Anri, FKG UI, 2012
19. Arietta RR. Deteksi Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus Asal Saliva dengan Teknik PCR pada Berbagai Tingkat Keparahan Karies. Jakarta: Universitas Indonesia; 2007. 20. Berkowitz RJ. Causes, Treatment and Prevention of Early Childhood Caries: A Microbiologic Perspective. J Can Dent Assoc. 2003 May;69(5):304-7. 21. Retnakumari N, Cyriac G. Childhood Caries as Influenced by Maternal and Child Characteristics
in
Pre-School
Children
of
Kerala-an
Epidemiological
Study.
Contemporary Clinical Dentistry. 2012;3:2-8. 22. Ozer S, Tunc ES, S.Bayrak, T.Egilmez. Evaluation of Certain Risk Factors for Early Childhood Caries in Samsun, Turkey. Eur J Paediatr Dent. 2011 June;12(2):103-6. 23. Notoatmodjo S. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta; 2003. 24. Natamiharja L, Dwi NS. Hubungan Pendidikan, Pengetahuan dan Perilaku Ibu Terhadap Status Karies Gigi Balitanya. Dentika Dental Journal. 2011;15(1):37-41. 25. Saied-Moallemi Z, Virtanen JI, Ghofranipour F, Murtomaa H. Influence of Mothers’ Oral Health Knowledge and Attitudes on Their Children’s Dental Health. European Archives of Paediatric Dentistry. 2008;9(2):79-83. 26. Mani SA, John J, Ping WY, Ismail NM. Early Childhood Caries: Parent’s Knowledge, Attitude and Practice Towards Its Prevention in Malaysia, Oral Health Care - Pediatric, Research, Epidemiology and Clinical Practices, Prof. Mandeep Virdi. InTech. 2012. 27. Fatmah. Hubungan Antara Karies Gigi Ibu dan Anak Usia 1-3 Tahun Dipandang dari Aspek Genotipe Streptococcus mutans: Universitas Indonesia; 2011 (Inpres). 28. Berkowitz RJ. Mutans Streptococci: Acquisition and Transmission. Pediatric Dentistry. 2006;28: 2:106-9. 29. Mitchell S, Ruby JD, Moser S, Momeni S, Smith A, Osgood R, et al. Maternal Transmission of Mutans Streptococci in Severe-Early Childhood Caries. Pediatr Dent. 2009;31(2):193-201.
Hubungan antara ..., Zahra Khairiza Anri, FKG UI, 2012