Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//www.lapan.go.id
ANALISIS POTRET DIGITAL GERHANA MATAHARI TOTAL 9 MARET 2016 DI BANGKA TENGAH (THE ANALYSIS OF DIGITAL PICTURE OF TOTAL SOLAR ECLIPSE ON MARCH 9, 2016 AT BANGKA TENGAH) Arief Rizqiyanto Achmad1, Cahyo Puji Asmoro2, Arman Abdul Rochman2, Judhistira Aria Utama2, Agus Fany Chandra Wijaya2 1 Program Studi Fisika, Departemen Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pendidikan Indonesia 2 Laboratorium Bumi dan Antariksa, Departemen Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Riwayat Artikel: Diterima: 22-11-2016 Direvisi: 20-02-2017 Disetujui: 02-03-2017 Diterbitkan: 22-05-2017
Kata kunci: Gerhana Matahari Total, Digital, Korona, Stacking, Radial Blur, Teleskop
Keywords: Total Solar Eclipse, Digital, Corona, Stacking, Radial Blur, Telescope
Peristiwa gerhana matahari total merupakan peristiwa langka yang sangat ditunggu – tunggu semua orang karena setiap gerhana akan memiliki ciri khasnya tersendiri. Penggunaan kamera digital yang terhubung ke teleskop adalah salah satu cara untuk mendapatkan potret terbaik gerhana dari pos observasi yang berada di Pantai Terentang, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung, Indonesia pada 9 Maret 2016. Potret digital dari korona didapatkan dari beberapa kali pemotretan di shutter speed yang berbeda guna mendapatkan hasil potret korona matahari yang baik dengan teknik radial blur procedure dan stacking. Dengan teknik fotografi pula, didapatkan potret prominensa matahari yang dapat ditentukan tinggi dari prominensa tersebut. Didapatkan hasil potret struktur korona matahari yang memiliki radius 2,6 kali radius matahari yang menggambarkan pula tingkat aktivitas matahari saat gerhana terjadi serta ketinggian prominensa matahari yaitu 29295,5 kilometer.
ABSTRACT Total solar eclipse are the rarest event that have been waited by everyone. Every eclipse will have their characteristic. Using digital camera which attached on the telescope is one of the ways to take the best pictures of eclipse from observation post located on Terentang Beach, Kabupaten Bangka Tengah, Bangka Belitung Province, Indonesia on March 9, 2016. Digital picture of solar corona taken several times from different shutter speed to get the best solar corona picture with stacking technique and radial blur procedure. With photography technique, the solar prominence picture obtained and it can be determined the height of solar prominence. The structure of solar corona and the maximum radius of solar corona obtained with 2,6 times solar radius and the solar prominence height 29295,5 kilometer with appropriate image processing.
1. Pendahuluan Gerhana matahari merupakan hal yang sangat ditunggu – tunggu oleh semua orang. Mengabadikan hasil potret gerhana merupakan Seminar Nasional Sains Antariksa Bandung, 22 November 2016
salah satu kegiatan yang dilakukan mengingat langkanya peristiwa ini terjadi di Indonesia yang sebelumnya hanya dilintasi oleh Gerhana Matahari Total pada tahun 1983 dan 1988. Berbagai fenomena dapat diamati dari peristiwa c 2017 Pusat Sains Antariksa LAPAN
ISBN: 978-602-17420-1-3
38
A.R. Achmad et al.
ini, seperti perubahan kondisi langit, korona matahari, bahkan prominensa matahari. Gerhana matahari memberikan kondisi terbaik untuk melakukan pengukuran korona (Koutchmy, 1994). Dengan perkembangan teknologi dalam fotografi, potret gerhana mulai beralih dari analog menjadi digital. Salah satunya adalah pengolahan potret pada higher spatial resolution (Pasachoff, 2009). Selain dengan fotografi, analisis observasi gerhana matahari dapat pula dilakukan dengan teknik spectroscopic pada struktur korona matahari (Stoeva, et al., 2008), dan kombinasi videometric dan spectrometric (Krumov & Krezhova, 2008). Namun, untuk mendapatkan potret korona dan prominensa bukanlah hal yang mudah. Diperlukan teknik pengambilan gambar dan proses editing yang tepat agar didapatkan hasil yang baik. Profil saat momen gerhana matahari total terjadi pada 9 Maret 2016 yang dipotret di Pantai Terentang, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung menggunakan kamera Nikon D3300 yang terhubung dengan teleskop William Optics F 388 mm (Asmoro, et al., 2016) serta proses pengambilan gambar dan proses editing gambar menggunakan teknik stacking dan radial blur disajikan pada penelitian ini.
2.
Tinjauan Pustaka
2.1. Solar Corona Composite Teknik pemotretan dan pemrosesan potret digital gerhana matahari dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah salah satunya dengan menggunakan teknik Radial Blur Procedure. Teknik ini menggunakan cara pengambilan gambar dengan ISO yang sama dan shutter speed yang berbeda untuk kemudian di proses dengan pengolah gambar. Teleskop yang dianjurkan untuk kamera NIKON dengan sensor APS-C adalah 415 mm dimana akan dihasilkan potret gerhana matahari sebesar 25% dari total luasan sensor. Potret gerhana yang didapat tersebut kemudian dilakukan proses editing menggunakan aplikasi pengolah data untuk memperjelas struktur korona matahari dimana cahaya matahari yang sedemikian banyaknya, dikurangi menggunakan radial blur procedure agar didapatkan potret high dinamic range dan struktur korona yang tajam saat totalitas gerhana terjadi (Littmann, Espernak, & Willcox, 2008). Selain dengan metode radial blur procedure, pemrosesan potret gerhana dapat pula dilakukan dengan menggunakan aplikasi Photomatix dimana pada aplikasi ini potret yang didapat
Prosiding SNSA 2016 ISBN: 978-602-17420-1-3
dikombinasikan seluruhnya lalu dihasilkan 1 potret HDR yang tidak jauh berbeda hasilnya dengan menggunakan metode radial blur procedure (Espenak, 2013).
2.2. Tinggi korona matahari
dan
prominensa
Pada teleskop tentunya potret yang dihasilkan adalah potret yang dihasilkan akibat pembiasan cahaya oleh teleskop sehingga untuk menyatakan besaran – besaran yang eksak pada potret, diperlukan scaling. Pada dasarnya, skala besaran sudut yang tampak pada kamera terhadap panjang nyata di teleskopnya dinyatakan pada persamaan 2-1.
" 206265" ............................................. (2-1) mm F dimana F adalah panjang fokus teleskop yang digunakan dalam satuan milimeter, mm merupakan panjang nyata bayangan pada kamera dengan satuan milimeter dan (“) adalah panjang sudut dari bayangan yang didapat pada kamera dengan satuan arcsec. Berdasarkan Persamaan 2-1, maka persamaan yang diperlukan untuk menentukan besaran panjang dari potret digital tersebut dinyatakan pada Persamaan 2-2 (Crossley, 2009). Faktanya, potret yang dihasilkan pada kamera tentu bergantung pada spesifikasi sensor kamera yang digunakan sehingga persamaan 2-2 yang digunakan sebagai persamaan dalam menentukan tinggi maksimum prominensa dan korona matahari dari potret digital yang didapatkan
"
206265" . pw ............................................. (2-2) F
dimana (“) adalah panjang sudut dari potret digital dengan satuan arcsec, pw merupakan pitch width yaitu jarak antarpixel pada sensor kamera dengan satuan µm dan F adalah panjang fokus teleskop dalam satuan milimeter.
3. Data dan Metode 3.1. Data Untuk mendapatkan potret gerhana matahari total, digunakan teleskop William Optics F 388 mm dan f/stop 5,8. Terhubung dengan kamera Digital SLR Nikon D3300. Kamera ini menggunakan sensor APS-C 23,5 x 15,6 mm dengan pitch width 3,89 µm. (Gregor, 2016) (Nikon Camera, 2016). Pengambilan potret gerhana dilakukan saat totalitas terjadi dengan
Analisis Potret Digital Gerhana Matahari . . .
beberapa shutter speed yaitu pada 1/2500 s, 1/2000 s, 1/1600 s, 1/1000 s, 1/800 s, 1/640 s, 1/500 s, 1/25 s. hasil potret yang didapat disimpan dalam format NEF.
3.2. Solar Corona Composite Potret digital dari beberapa exposure time tersebut kemudian di-edit menggunakan aplikasi pengolah gambar menggunakan radial blur procedure pada masing – masing foto. Setelah didapatkan foto hasil editing menggunakan radial blur, kemudian dilakukan Image Subtractiondari foto yang setelah di radialblur dengan foto awal untuk setiap foto. Setelah itu dilakukan Image Multiplication yaitu hasil dari Subtraction digabungkan pada foto yang sebelumnya sudah di lakukan radial bluruntuk setiap foto. Setelah didapatkan semua foto yang telah di Multiply, selanjutnya dilakukan stackingfoto – foto tersebut menjadi 1 buah foto HDR (High Dinamics Range) dimana prosesnya dimulai dengan shutter speed paling kecil terlebih dahulu ke shutter speed besar
3.3. Tinggi Prominensa dan korona Pengukuran tinggi prominensa dilakukan pada hasil shutter speed 1/2500 s dengan menggunakan aplikasi IRIS dimana di pilih titik pixel terjauh pada potret prominensa yang tampak pada matahari dan satu titik awal. Pengolahan dilakukan sebagaimana tercantum pada persamaan 2-1 dan 2-2. Hal tersebut dilakukan karena koordinat yang ditinjau pada potret adalah koordinat resolusi (pixel) dimana titik acuan nol dari koordinatnya berada di titik kiri bawah gambar. Dengan menentukan selisih titik – titik koordinat tersebut, tinggi dari prominensa dapat ditentukan dengan phytagoras. Pengukuran tinggi korona dilakukan pada hasil olah potret solar composite dengan teknik yang serupa dengan metode yang dilakukan pada pengukuran tinggi prominensa.
4. Pembahasan Berdasarkan hasil pengolahan solar corona composite pada gambar 4.2 didapatkan potret struktur korona matahari yang lebih jelas dimana cahaya yang sebelumnya menutupi struktur korona menjadi berkurang sehingga tampak strukturnya. Pada Gambar 4.2b dengan warna hitam putih, dibandingkan Gambar 4.2a yang berwarna, ternyata struktur korona yang tampak lebih jelas, dihasilkan lebih jelas pada potret hitam putih. Pada kedua potret, dapat terlihat kutub magnetik matahari dimana ditandai oleh simbol N dan S pada kedua
39
gambar. Potret Gambar 4.2b memperlihatkan garis – garis magnetik kutub matahari yang jauh lebih jelas dibandingkan Gambar 4.2a. Karena kondisi kutub magnet yang demikian, aktivitas magnetik matahari kurang aktif yang digambarkan pada Gambar 4.1 yaitu tampilan korona matahari yang tidak menjulang tinggi dan penuh mengelilingi matahari. Pada potret digital di shutter speed 1/2500 s didapatkan data sebagaimana tercantum pada Tabel 4-1 dimana P1 adalah titik terjauh prominensa dan P0 adalah titik dasar prominensa yang teramati, didapatkan rata – rata sudut prominensa matahari sebesar 40,419 arcsec. Sehingga didapatkan tinggi maksimum prominensa matahari sebesar 29295,5 kilometer. Prominensa yang didapatkan dari hasil pemotretan ini dibuktikan dengan membandingkan potret matahari dari Solar Dinamics Observatory (NASA Solar Dynamics Observatory, 2016)(Gambar 4-2) dimana prominensa pada gambar ditandai X. Terdapat perbedaan posisi prominensa dari kedua foto tersebut karena pada potret digital, orientasinya berubah akibat sifat bayangan yang terbentuk sistem teleskop. Dengan teknik pemotretan shutter speed 1/2500 s mampu didapatkan potret prominensa matahari.Pada gambar 4-1, tampak bahwa potret prominensa matahari juga masih bisa didapatkan pada shutter speed 1/2000 s, 1/1600 s, 1/1000 s, 1/800 s, 1/640 s, dan 1/500 s. Berdasarkan pengolahan gambar 4-2 didapatkan data pixel sebagaimana tercantum pada tabel 4-2 dimana K1 adalah titik terjauh korona matahari dan K0 adalah titik dasar korona yang teramati, didapatkan rata – rata sudut korona matahari yang tampak pada potret hasil olahan tersebut adalah 2389,2 arcsec sehingga didapatkan tinggi maksimum korona matahari 1731667,233 kilometer yang sebanding dengan 2,6 kali radius matahari.
5. Kesimpulan Analisis potret gerhana matahari total dapat dilakukan meski dengan alat yang biasa digunakan sehari-hari. Berbekal aplikasi pengolah gambar dan teknik fotografi yang tepat, potret prominensa serta korona matahari mampu didapatkan. Potret prominensa mampu didapatkan dengan shutter speed 1/2500 s, 1/1600 s, 1/1000 s, 1/800 s, 1/640 s, dan 1/500 s tanpa proses editing. Potret solar corona composite dapat diperoleh dengan metode pengolahan gambar radial blur procedure dan
Prosiding SNSA 2016 ISBN: 978-602-17420-1-3
40
A.R. Achmad et al.
Gambar 4-1. Potret digital sebelum editing dengan shutter speed (a) 1/2500 s (b) 1/2000 s (c) 1/1600 s (d) 1/1000 s (e) 1/800 s (f) 1/640 s (g) 1/500 s (h) 1/25 s.
Gambar 4-2. Potret HDR Solar Corona Composite (a) berwarna (b) hitam putih.
Prosiding SNSA 2016 ISBN: 978-602-17420-1-3
Analisis Potret Digital Gerhana Matahari . . .
41
Gambar 4-3. Prominensa (a) NASA Solar Dynamics Observatory (b) Potret digital dengan 1/2500 s. Tabel 4-1. Koordinat pixel x dan y antara titik terjauh (P1) dan dasar (P0) prominensa matahari. P1 x 2487 2488 2487 2486 2486 2488 2486 2486 2487 2485
P0 y 1801 1799 1798 1797 1800 1799 1800 1800 1799 1800
x 2506 2505 2506 2507 2506 2506 2506 2505 2507 2507
y 1800 1800 1800 1800 1800 1800 1800 1801 1800 1800
Rata - rata
“ Arcsec 39.346 35.216 39.508 43.868 41.359 37.281 41.359 39.346 41.411 45.495 40.419
Tabel 4-2. Koordinat pixel x dan y antara titik terjauh (K1) dan dasar (K0) korona matahari. K1 x 2746 2729 2670 2638 2678 2760 2694 2641 2598 2607
K0 y 281 270 267 293 260 223 253 279 293 281
x 3005 3005 3000 3013 2998 2994 3002 3004 3006 3011 Rata - rata
y 1380 1375 1375 1372 1379 1380 1376 1375 1375 1376
“ Arcsec 2335 2355.3 2390.8 2362.3 2406.8 2441.1 2408.1 2387.6 2391.3 2413.6 2389.2
Prosiding SNSA 2016 ISBN: 978-602-17420-1-3
42
A.R. Achmad et al.
stacking. Serta didapatkan ketinggian prominensa dan korona matahari sebesar 29295,5 kilometer dan 1731667,233 kilometer atau 2,6 kali radius matahari .
Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Cahyo Puji Asmoro atas bantuan dan bimbingannya sehingga makalah ini dapat selesai, serta Laboratorium Bumi dan Antariksa dan Tim Observasi Gerhana Matahari, Universitas Pendidikan Indonesia atas diberikannya kesempatan untuk penulis membuat makalah ini.
Rujukan Asmoro, C. P., Wijaya, A. C., Ardi, N. D., Abdurrohman, A., Utama, J. A., Sutiadi, A., Suryadi, B. (2016). The Assembled Solar Eclipse Package (ASEP) in Bangka Indonesia during the total solar eclipse on March 9 2016. Journal of Physics: Conference Series. IOP Publishing Ltd. Crossley, M. (2009). Wilmslow Astro, http://www.wilmslowastro.com/software/formu lae.htm diunduh 10 September 2016. Espenak, F. (2013). Imaging and Processing Images of the Solar Corona. In S. Moore, K. Crawford, R. J. GaBany, R. B. Andreo, D. S. Goldman, S. A. Cannistra, A. Friedman, & R. Gendler (Ed.), Lesson from the Masters: Currents Concepts in Astronomical Image Processing (pp. 293-318). New York: Springer Science+Business Media. Gregor. (2016). Digital Camera Database, http://www.digicamdb.com/specs/nikon_d3300 diunduh 2 September 2016. Koutchmy, S. (1994). Coronal Physics From Eclipse Observations. Advances in Space Research, 14, 29. Krumov, A. H., & Krezhova, D. D. (2008). Imaging of the total solar eclipse on march 29, 2016. Journal of Atmospheric and SolarTerrestrial Physics, 70, 407. Littmann, M., Espernak, F., & Willcox, K. (2008). Totality: Eclipses of the Sun. New York: Oxford University Press. NASA Solar Dynamics Observatory. (2016, March 8). SDO Data. http://sdo.gsfc.nasa.gov/data/aiahmi diunduh12 October 2016. Prosiding SNSA 2016 ISBN: 978-602-17420-1-3
Nikon Camera. (2016). Nikon: Imaging Products. http://imaging.nikon.com/lineup/dslr/d3300/sp ec.htm, diunduh 15 Oktober 2016. Pasachoff, J. M. (2009). Scientific Observations at Total Solar Eclipse. Research in Astronomy and Astrophysics, 9, 613. Stoeva, P., Stoev, A., Kuzin, S., Shopov, Y., Kiskinova, N., Stoyanov, N., & Pertsov, A. (2008). Investigation of the white light coronal structure during the total solar eclipse on march 29, 2006. Journal of Atmospheric and Solar Terrestial Physics, 414.
Analisis Potret Digital Gerhana Matahari . . .
43
ARIEF RIZQIYANTO ACHMAD, lahir di kota Pekalongan (Jawa Tengah) pada tanggal 2 September 1996. Menyelesaikan pendidikan SLTA di SMA Negeri 2 Cimahi (Jawa Barat) Jurusan IPA pada tahun 2014 dan kini sedang melanjutkan studi St rata 1 (S1) di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Program Studi Fisika. Penulis pernah aktif pada kegiatan kemahasiswaan kampus yaitu di Himpunan Mahasiswa Fisika FPMIPA UPI sebagai staff bidang akademik dan saat ini menjabat sebagai ketua UKK Cakrawala HMF FPMIPA UPI Periode 2016 – 2017. Selain aktif pada kegiatan kemahasiswaan, penulis juga aktif di Laboratorium Bumi dan Antariksa dan Laboratorium Fisika Material, Departemen Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Matematika dan Pengetahuan Alam, Universitas Pendidikan Indonesia.
Prosiding SNSA 2016 ISBN: 978-602-17420-1-3